• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pola Makan dan Status Gizi Dengan Terjadinya Anemia Defisiensi Besi Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013 Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pola Makan dan Status Gizi Dengan Terjadinya Anemia Defisiensi Besi Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013 Tahun 2013"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Indah Sari Atika Sembiring

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan, 23 Mei 1991

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum menikah Nama Orang Tua (Ayah) : H. Darwin Sembiring Nama Orang Tua (Ibu) : Dra. Hj. Sakdiah Hasibuan

Alamat Rumah : Jalan Karya Wisata Villa Luxor B16, Medan Riwayat Pendidikan:

1. TK Tunas Harapan Aek Nabara 1995 - 1997 2. SD Negeri 112174 Bilah Hulu Aek Nabara 1997 - 1999

3. SD Swasta TPI-YPI Torgamba 1999 - 2002

4. SD Negeri 112143 Rantau Prapat 2003 - 2003 5. SMP Negeri 1 Rantau Selatan 2003 - 2006 6. SMA Negeri 3 Rantau Utara 2006 - 2009

7. Fakultas Kedokteran USU 2010 - Sekarang

Riwayat Organisasi:

1. Anggota Pramuka SD TPI YPTG Torgamba

(2)

LAMPIRAN 2

LEMBAR PENJELASAN

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Saya adalah mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang akan melakukan penelitian berjudul “Hubungan Pola Makan dan Status Gizi dengan Terjadinya Anemia Defisiensi Besi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013 Tahun 2013”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan Pola Makan dan Status Gizi dengan Terjadinya Anemia Defisiensi Besi.

Oleh karena itu, saya meminta kesediaan saudara/i untuk ikut serta menjadi subjek penelitian ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada saat wawancara untuk pola makan dan bersedia untuk melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk status gizi. Ada pun data individu dalam penelitian ini tidak akan dipublikasikan. Untuk penelitian ini saudara/i tidak akan dikenakan biaya apa pun. Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini diharapkan saudara/i bersedia mengisi lembar persetujuan yang telah saya sediakan.

Terima kasih saya ucapkan kepada saudara/i yang telah ikut berpartisipasi pada penelitian ini. Keikutsertaan saudara/i dalam penelitian ini akan menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi ilmu pengetahuan.

Peneliti,

(3)

LAMPIRAN 3

LEMBAR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ………

Jenis Kelamin : ……….

Umur : ………

Kelas : ………

Alamat : ………

setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan, dengan ini menyatakan SETUJU/ MENOLAK* untuk ikut serta menjadi subjek penelitian dengan bersedia menjawab pertanyaan yang diajukan pada saat wawancara dan bersedia mengikuti pengukuran berat badan serta tinggi badan.

Medan, ………2013

Peneliti, Yang membuat pernyataan,

Indah Sari Atika. S ………

(4)
(5)

20 Sayur kacangan 21 Sayur

tomat/wortel 22 Sayur lain 23 Pisang 24 Papaya 25 Jeruk

26 Buah segar lain 27 Buah awet 28 Susu segar

29 Susu kental manis 30 Tepung susu

whole

31 Tepung susu skim 32 Es krim

33 Keju

34 Minyak goreng 35 Kelapa/santan 36 Margarin/mentega 37 Teh manis/gula 38 Kue basah 39 Sirup

(6)

LAMPIRAN 5

FOOD RECALL 24 JAM

(KONSUMSI MAKANAN)

Nama : Umur :

Kelas : Jenis Kelamin : L / P

Alamat :

WAKTU MENU BAHAN

MAKANAN

URT BERAT (GRAM)

KET

Pagi

Snack jam 10.00

(7)

Snack jam 16.00

(8)

LAMPIRAN 6

INDEKS MASSA TUBUH (IMT) GRAFIK CDC

Nama :

Alamat : Jenis kelamin : L / P

Umur :

Kelas : Berat badan : Tinggi badan :

(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)

LAMPIRAN 9

DATA INDUK RESPONDEN

Nama JK Umur BB (kg) TB (cm) Percentile Status Gizi Besi Hb RBC MCV IM Anemia Defisiensi Besi

Responden 1 P 17 49 160 5-85% Normal 2.5 14.3 4.39 88.0 20.04 Tidak Anemia

Responden 2 L 18 78 165 85-95% Overweight 7.9 18.1 5.40 86.0 15.92 Tidak Anemia Responden 3 P 17 48 150 5-85% Normal 15.2 11.8 4.45 86.0 19.32 Anemia Defisiensi Besi

Responden 4 P 17 56 168 5-85% Normal 3.3 12.5 4.52 86.0 19.02 Tidak Anemia

(15)
(16)
(17)

Responden 69 P 17 45 153 5-85% Normal 6.1 16.5 5.35 86.0 16.07 Tidak Anemia Responden 70 L 17 54 164 5-85% Normal 7.6 12.1 4.53 84.8 18.71 Anemia Defisiensi Besi Responden 71 P 18 53 150 5-85% Normal 3.7 13.4 4.17 93.0 22.30 Tidak Anemia Responden 72 L 17 74 160 > 95% Obese 1.0 14.5 5.33 85.6 16.06 Tidak Anemia Responden 73 L 17 85 175 85-95% Overweight 3.6 15.0 5.22 86.0 16.47 Tidak Anemia Responden 74 L 18 82 180 5-85% Normal 4.1 13.9 5.15 83.0 16.11 Tidak Anemia Responden 75 P 17 46 153 5-85% Normal 9.3 12.2 4.21 92.0 21.85 Tidak Anemia Responden 76 P 18 80 168 85-95% Overweight 6.7 12.4 4.75 86.1 18.12 Tidak Anemia Responden 77 P 18 67 158 85-95% Overweight 51.5 12.5 4.28 87.0 20.32 Tidak Anemia Responden 78 L 17 55 167 5-85% Normal 6.5 15.2 4.80 90.0 18.75 Tidak Anemia Responden 79 P 19 43 155 < 5% Underweight 3.8 11.5 4.25 82.8 19.48 Anemia Defisiensi Besi Responden 80 P 17 46 156 5-85% Normal 7.0 13.9 4.55 90.0 19.78 Tidak Anemia Responden 81 P 17 57 150 85-95% Overweight 7.4 14.3 4.44 86.0 19.36 Tidak Anemia

Keterangan:

JK = Jenis Kelamin IM = Indeks Mentzer

P = Perempuan RBC = Red Blood Cell

L = Laki-Laki Hb = Hemoglobin

(18)
(19)

Pepaya 2,5 % 8,6 % 37 % 19,8 % 32 % 100 %

Jeruk 0 % 23,5 % 38,3 % 13,6 % 24,7 % 100 %

Buah Segar Lain 3,7 % 21 % 42 % 9,9 % 23,5 % 100 %

Buah Awet 21 % 13,6 % 30,9 % 8,6 % 26 % 100 %

Susu Segar 14,8 % 23,5 % 23,5 % 6,2 % 32 % 100 %

Susu Kental Manis 13,6 % 21 % 21 % 8,6 % 35,8 % 100 % Tepung Susu Whole 24,7 % 13,6 % 13,6 % 6,2 % 42 % 100 % Tepung Susu Skim 27,2 % 6,2 % 12,3 % 9,9 % 44,4 % 100 %

Es Krim 6,2 % 6,2 % 27,2 % 26 % 34,6 % 100 %

Keju 2,5 % 23,5 % 19,8 % 28,4 % 23,5 % 100 %

Minyak Goreng 4,9 % 43,2 % 19,8 % 8,6 % 23,5 % 100 %

Kelapa/Santan 1,2 % 33,3 % 32 % 9,9 % 23,5 % 100 %

Margarin/Mentega 1,2 % 26 % 35,8 % 13,6 % 23,5 % 100 % Teh Manis/Gula 2,5 % 30,9 % 28,4 % 12,3 % 26 % 100 %

Kue Basah 3,7 % 13,6 % 40,7 % 11,1 % 30,9 % 100 %

Sirup 4,9 % 16 % 30,9 % 8,6 % 39,5 % 100 %

Minuman Botol

(20)

LAMPIRAN 11

HASIL UJI STATISTIK

Tabel Frekuensi Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Laki-Laki 33 40.7 40.7 40.7

Perempuan 48 59.3 59.3 100.0

Total 81 100.0 100.0

Tabel Frekuensi Umur

Umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

17 35 43.2 43.2 43.2

18 38 46.9 46.9 90.1

19 8 9.9 9.9 100.0

(21)

Tabel Frekuensi Berat Badan

Berat Badan Kategori

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

42-48 kg 19 23.5 23.5 23.5

49-55 kg 19 23.5 23.5 46.9

56-62 kg 8 9.9 9.9 56.8

63-69 kg 9 11.1 11.1 67.9

70-76 kg 7 8.6 8.6 76.5

77-83 kg 4 4.9 4.9 81.5

84-90 kg 7 8.6 8.6 90.1

91-97 kg 2 2.5 2.5 92.6

98-104 kg 4 4.9 4.9 97.5

105-111 kg 2 2.5 2.5 100.0

Total 81 100.0 100.0

Tabel Frekuensi Tinggi Badan

Tinggi Badan Kategori

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

143-149 cm 3 3.7 3.7 3.7

150-156 cm 17 21.0 21.0 24.7

157-163 cm 29 35.8 35.8 60.5

164-170 cm 20 24.7 24.7 85.2

171-177 cm 6 7.4 7.4 92.6

178-184 cm 5 6.2 6.2 98.8

185-191 cm 1 1.2 1.2 100.0

(22)

Tabel Frekuensi Percentile

Percentile

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

< 5% 8 9.9 9.9 9.9

5-85% 42 51.9 51.9 61.7

85-95% 16 19.8 19.8 81.5

> 95% 15 18.5 18.5 100.0

Total 81 100.0 100.0

Tabel Frekuensi Status Gizi

Status Gizi Kategori

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Underweight 8 9.9 9.9 9.9

Normal 42 51.9 51.9 61.7

Overweight 16 19.8 19.8 81.5

Obese 15 18.5 18.5 100.0

Total 81 100.0 100.0

Tabel Frekuensi Konsumsi Besi

Konsumsi Besi Kategori

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Cukup 12 14.8 14.8 14.8

Tidak Cukup 69 85.2 85.2 100.0

(23)

Tabel Frekuensi Hemoglobin

Hemoglobin Kategori

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Normal 60 74.1 74.1 74.1

Anemia 21 25.9 25.9 100.0

Total 81 100.0 100.0

Tabel Frekuensi Anemia Defisiensi Besi

Anemia Defisiensi Besi Kategori

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Anemia Defisiensi Besi 21 25.9 25.9 25.9

Tidak Anemia 60 74.1 74.1 100.0

Total 81 100.0 100.0

Crosstab Pola Makan dengan Anemia Defisiensi Besi

Konsumsi Besi Kategori * Anemia Defisiensi Besi Kategori Crosstabulation

Anemia Defisiensi Besi Kategori Total

Anemia

Defisiensi Besi

Tidak Anemia

Konsumsi Besi Kategori

Cukup Count 6 6 12

Expected Count 3.1 8.9 12.0

Tidak Cukup Count 15 54 69

Expected Count 17.9 51.1 69.0

Total Count 21 60 81

(24)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square 4.251a 1 .039

Continuity Correctionb 2.907 1 .088

Likelihood Ratio 3.819 1 .051

Fisher's Exact Test .069 .049

Linear-by-Linear

Association

4.199 1 .040

N of Valid Cases 81

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.11.

b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab Status Gizi dengan Anemia Deisiensi Besi

Status Gizi Kategori * Anemia Defisiensi Besi Kategori Crosstabulation

Anemia Defisiensi Besi Kategori Total

Anemia

Defisiensi Besi

Tidak Anemia

Status Gizi Kategori

Normal Count 9 33 42

Expected Count 10.9 31.1 42.0

Tidak Normal Count 12 27 39

Expected Count 10.1 28.9 39.0

Total Count 21 60 81

(25)

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square .919a 1 .338

Continuity Correctionb .497 1 .481

Likelihood Ratio .920 1 .337

Fisher's Exact Test .448 .241

Linear-by-Linear

Association

.907 1 .341

N of Valid Cases 81

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.11.

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, Leon., 2008. Penilaian Status Gizi Setelah Terapi Besi Pada Anak Sekolah Dasar Yang Menderita Anemia Defisiensi Besi. Universitas

Sumatera Utara: USU e-Repository [ Accessed 21 November 2013 ].

Akramipour, R., Razaei, M., Rahimi, Z., 2008. Prevalence of Iron Deficiency Anemia among Adolescent Schoolgirls from Kermanshah. Available From:

http://ijjh.tums.ac.ir [ Accessed 28 Mei 2013 ].

Atmarita, 2005. Nutrition Problems in Indonesia. Gajah Mada Univerrsity: Directorate of Community Nutrition, The Ministry of Health. [ Accesed 30 Mei 2013 ].

Balci, Y., Karabulut, A., Gurses, D., et al., 2012. Prevalence and Risk Factors of Anemia among Adolescent in Denizli, Turkey. Iran: Department of

Pediatric Hematology.

Balducci, L., Ershler, W.B., Bennett, J.M., 2007. Anemia in the Elderly. New York: Pringer Science, Business Media, LLC.

Baliwati, 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Benoist, B., McLean, E., Egli, I., et al., 2008. Worldwide Prevalence of Anemia 1993-2005. Geneva, Switzerland: World Health Organization [ Accessed 2

Juni 2013].

Centers for Disease Control and Prevention , 2013. About BMI for Children and

(27)

http://www.cdc.gov/healthyweight/assessing/bmi/childrens_bmi/about_chi ldrens_bmi.html. [ Accessed 15 Juni 2013].

Centers for Disease Control and Prevention, 2013. Iron and Iron Deficiency.

Available From

http://www.cdc.gov/nutrition/everyone/basics/vitamins/iron.html. [ Accessed 1 Juni 2013 ].

Cruz-Gongora., Gaona, B., Villalpando, S., et al., 2011. Anemia and Iron, Zinc, Copper, and Magnesium Deficiency in Mexican Adolescents: National

Health and Nutrition Survey 2006. Mexico: Instituto Nacional de Salud

Publica.

Dallman, P.R., YIP R., Oski FA., 1996. Iron Deficiency and Related Nutritional Anemia. Philadelphia: Saunders.

Darlina, 2004. Faktor Pendorong Mie Instant dan Kontribusi Energi dan Proteinnya pada Mahasiswa di Asrama. Medan: Skripsi FKM USU.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Tiga Kelompok Permasalahan

Gizi di Indonesia. Available From

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/2136-menkes-ada-tiga-kelompok-permasalahan-gizi-di-indonesia.html. [ Accessed 2 Juni 2013 ].

(28)

Dietary Reference Intakes, Institute of Medicine, Food and Nutrition Board.

Available From http://www.iom.edu/Object.File/Master/21/372/0.pdf. [ Accessed 2 Juni 2013 ].

Estimated Calorie Needs per Day by Age, Gender, and Physical Activity Level.

Available From: http://www.cnpp.usda.gov/publications/USDAfoodpatterns [ Accessed 2 Juni 2013 ].

Hillman, R.S., 1995. Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical Practise. A guide to Diagnosis and Management. New York: McGraw Hill.

Ikatan Dokter Indonesia Jembrana Bali, 2011. Dasar Kebutuhan dan Kecukupan

Gizi. Available From:

www.idijembrana.or.id/index.php?module=artikel&kode=9. [ Accessed 20 Mei 2013].

Instalasi Gizi RS Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Diet Indonesia, 2007. Penuntun Diet.

Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik . 1991. Bahan Makanan Penukar.

Irwin, J.J., Kirchner, J.T., 2001. Anemia in Children.

Kiess, W., Marcus, C., Wabitsch, M., 2004. Obesity in Childhood and Adolescence. Brussel.

Mathers, C., Steven, G., Mascarenhas, M., 2009. Global Health Risks: Mortality and Burden of Disease Attributable to Selected Major Risks. Geneva,

(29)

Mirmiran, P., Golzarand, M., Majem, L.S., et al., 2012. Iron, Iodine, and Vitamin A in the Middle East; A Systematic Review of Deficiency and Food

Fortification. Iran: Public Health. Available From: http://ijjh.tums.ac.ir [ Accessed 28 Mei 2013 ].

Murray, R.K., 2009. Biokimia Harper. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Needlman, R.D., 2004. Assessment of Growth. Philadelphia: Saunders.

Pasricha., Drakesmith, H., Black, J., et al., 2013. Control of Iron Deficiency Anemia in Low-and Middle-Income Countries. Available From:

http://bloodjournal.hematologylibrary.org/content/121/14/2607.full#xref-ref-1-1 [ Accessed 25 April 2013 ].

Provan, D., 2003. ABC of Clinical Haematology, Second Edition. London: BMJ Books, BMA House, Tavistock Square.

Rubenstein, D., 2007. Kedokteran Klinis edisi Keenam. Jakarta: Erlangga Medical Series.

Sandoval, C., Jayabose, S., 2004. Trends in Diagnosis and Management of Iron Deficiency during Infancy and Early Childhood. Hematology Oncology

Clinic.

Sastroasmoro, S., Ismael, S., 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.4th Edition. Jakarta: Sagung Seto.

(30)

Story, M., Stang, J., 2005. Guidelines for Adolescents Nutritions Services. Available From: http://www.epi.umn.edu/let/pubs/adol_book.shtm [ Accessed 27 Mei 2013 ].

Wahyuni, A.S., 2007. Statistika Kedokteran. Jakarta: Bamboedoea Communication.

World Health Organization / UNICEF / UNU, 2001. Iron Deficiency Anaemia: Assessment, Prevention, and Control. A Guide for Programme Managers.

Geneva, Switzerland: World Health Organization.

World Health Organization, 1998. Guideline for the Inpatient Treatment of Severely Malnourished Children, WHO Searo.

(31)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Dari kerangka pemikiran di atas, dapat dibuat bagan kerangka konsep sebagai berikut :

Pola Makan Status Gizi

Baik Buruk Overweight

Wawancara IMT dan CDC

Anemia

Defisiensi Besi Mahasiswa memenuhi

kriteria inkklusi dan

eksklusi

Normal

(32)

3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Pola Makan

Definisi operasional : Pola makan adalah informasi tentang berbagai macam makanan yang dikonsumsi selama 1 hari ketika makan pagi, makan siang, makan malam dan makanan kecil di luar waktu makan tersebut.

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Formulir food recall dan food frequency

Hasil ukur : Jumlah konsumsi karbohidrat, lemak, protein, dan energy ditukar ke jumlah kandungan besi

Skala Ukur : Ordinal

Food recall 24 jam yang dilakukan adalah :

 Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua makanan atau minuman yang dikonsumsi responden dalam URT selama kurun waktu 24 jam yang lalu, kemudian petugas melakukan konversi dari URT ke dalam ukuran berat (gram).

 Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan DKBM.

3.2.2. Status Gizi

(33)

Berat Badan (kg)

IMT =

(Tinggi Badan (m))2

Cara ukur : Observasional

Alat ukur : Berat badan : menggunakan timbangan injak “SMIC” tipe ZT-120

Tinggi badan : menggunakan microtoise “SMIC” tipe ZT-120

Hasil ukur : Underweight BMI < 5th percentile Normal BMI 5th - 85th percentile Overweight BMI 85th -95th percentile Obese BMI ≥ 95th percentile (CDC, 2000) Skala ukur : Ordinal

3.2.3. Anemia Defisiensi Besi

Definisi operasional :Suatu keadaan dimana responden dinyatakan dalam anemia defisiensi besi berdasarkan hasil laboratorium yang dinilai melalui Hb dan Indeks Mentzer.

Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 yang berusia 17-19 tahun dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Jumlah sampel yang diperlukan dalam penelitian ini berjumlah 81 orang.

(34)

Hb : nilai hemoglobin responden yang diperoleh dari rekam medik Poliklinik Universitas Sumatera Utara tahun 2013 Indeks Mentzer : hasil bagi antara MCV dengan RBC responden yang

terdapat pada rekam medik Poliklinik Universitas

Sumatera Utara dengan menggunakan laboratorium Prodia Jika nilai Indeks Mentzer >13, maka responden menderita anemia defisiensi besi

Cara ukur : Dokumentasi

Alat ukur : Hb dan Indeks Mentzer

Hasil ukur : Hb Laki-Laki <13 gr/dl : Anemia >13 gr/dl : Non Anemia Hb perempuan <12 gr/dl : Anemia

>12 gr/dl : Non Anemia

Indeks Mentzer >13 gr/dl : Anemia Defisiensi Besi <13 gr/dl : Anemia Non Defisiensi Besi Skala ukur : Nominal

3.3. Hipotesis

(35)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mendapatkan hubungan pola makan dan status gizi dengan terjadinya anemia defisiensi besi serta mengetahui faktor risiko terjadinya anemia defisisensi besi pada responden yang memiliki pola makan yang baik mau pun buruk dengan status gizi underweight, normal, overweight, mau pun obese.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2013.

4.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Lokasi ini dipilih karena mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara mempunyai berbagai kegiatan akademik mau pun non akademik yang dapat mempengaruhi pola makan dan asupan gizi.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 berjumlah 492 orang.

4.3.2. Sampel

(36)

kesempatan yang sama untuk terpilih atau untuk tidak terpilih sebagai sampel penelitian.

Besarnya sampel penelitian ini dihitung dengan menggunakan perhitungan dengan rumus menurut Wahyuni (2007).

� =

�.�2 − �2∙�∙ −�

�− �2+�2 − �2∙�∙ −�

Keterangan

n = besar sampel minimal N = jumlah populasi

Z1-a/2 = nilai distribusi normal baku (table Z) pada α tertentu P = proporsi di populasi

d = kesalahan (absolut) yang dapat di tolerir (ditetapkan oleh peneliti)

berdasarkan rumus tersebut maka besar sampel dapat dihitung sebagai berikut: n = besar sampel minimal

N = 492

Z1-a/2 = 1,96 (95%) P = 0,5

d = 0,1

� = . ,, + ,∙ , ∙ , ∙− , − ,

� = , ,

� = ,

(37)

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah: a. Kriteria Inklusi

1. Merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 tahun 2013

2. Berusia 17-19 tahun

3. Bersedia ikut penelitian dengan menandatangani formulir persetujuan 4. Mahasiswa anemia dan non anemia

b. Kriteria Eksklusi

1. Mahasiswa sedang sakit 2. Mahasiswa sedang menstruasi 3. Mahasiswa dalam keadaan hamil

4.4. Teknik Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil pengukuran dan wawancara yang dilakukan pada responden. Pengumpulan data pola makan dan status gizi dilakukan langsung oleh peneliti.

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder penelitian ini adalah data jumlah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 yang diperoleh dari bagian kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan juga data sampel darah responden yang diperoleh dari Poliklinik USU.

4.5. Instrumen Penelitian

(38)

d. Microtoise “SMIC” tipe ZT-120

e. Data sampel darah responden dari Poliklinik USU f. Formulir Food Recall

g. Formulir Food Frequency 24 jam h. Formulir IMT dan grafik CDC i. Daftar bahan makanan penukar j. Daftar RDA besi

k. Daftar kandungan besi pada makanan

4.6. Kerangka Operasional

Gambar 4.1. Kerangka Operasional Data sampel

darah

Hb, MCV,

RBC

Indeks Mentzer > 13

(39)

4.7. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data yang terkumpul dianalisa secara analitik secara komputerisasi dengan menggunakan Program SPSS 19 (Statistical Package for the Social Science) for Windows. Data dianalisis secara statistik dan untuk

menentukan hubungan kebermaknaan dilakukan uji Chi-square. Data yang telah dianalisis akan disajikan dalam bentuk tabel.

4.8. Metode Analisis Data 4.8.1. Analisis Univariat

Analisis data univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari seluruh variabel penelitian. Penyajian akan didistribusikan dalam bentuk tabel.

4.8.2. Analisis Bivariat

Analisis data bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Hubungan pola makan, status gizi dan anemia defisiensi besi akan dianalisis secara statistik dengan bantuan program komputer Statistic Package for Social Science (SPSS) Version 19 dan untuk menilai

(40)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang terletak di Jalan Dr. Mansyur nomor 5, Kampus USU Medan, Sumatera Utara sejak bulan Oktober sampai November 2013. Subjek penelitian dalam penelitian ini merupakan subjek yang telah telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Sampel yang diperoleh dalam penelitian ini sebanyak 81 orang. Distribusi frekuensi responden meliputi jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan, percentile, status gizi, pola makan, hemoglobin, MCV, RBC, IM, anemia

defisiensi besi. Mayoritas responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 48 orang (59,3%) dan responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 33 orang (40,7%). Reponden berumur 18 tahun sebanyak 38 orang (46,9%), responden berumur 19 tahun sebanyak 8 orang (9,9%). Berat badan rata-rata responden adalah 63,8 kg. Tinggi badan rata-rata responden adalah 162,4 cm. Underweight sebanyak 8 orang (9,9%) merupakan kelompok status gizi minoritas.

Hb perempuan <12 g/dl sebanyak 15 orang (18,6%), Hb laki-laki <13 g/dl sebanyak 6 orang (7,4%). MCV <76 fl sebanyak 10 orang (12,3%). Indeks Mentzer >13 sebanyak 21 orang (25,9%). Konsumsi besi pada umur 17 tahun dan

(41)

Tabel 5.1. Karakteristik Responden

(42)
(43)

dikonsumsi responden. Sayuran yang setiap hari dikonsumsi responden adalah sayuran hijau, tomat/wortel, dan sayuran lain dengan persentase masing-masing 64,2%, 45,7%, dan 38,3%. Sayuran hijau merupakan jenis sayuran yang paling banyak dikonsumsi responden. Buah-buahan yang setiap hari dikonsumsi responden adalah pisang, jeruk, dan buah segar lain dengan persentase masing-masing 16%, 23,5%, dan 21%. Jeruk merupakan jenis buah-buahan yang paling banyak dikonsumsi responden. Minuman yang setiap hari dikonsumsi responden adalah susu segar, susu kental manis, dan teh manis dengan persentase masing-masing 23,5%, 21%, dan 30,9%. Teh manis merupakan jenis minuman yang paling banyak dikonsumsi responden. Lemak yang setiap hari dikonsumsi responden adalah minyak goreng, kelapa/santan, dan margarin/mentega dengan persentase masing-masing 43,2%, 33,3%, dan 26%. Minyak goreng merupakan jenis lemak yang paling banyak dikonsumsi responden. Jenis makanan jajanan yaitu bakso 40,7% dengan frekuensi jarang. Kue basah 40,7% dengan frekuensi seminggu sekali.

5.1.3. Analisa Data

Tabel 5.3. Hubungan Pola Makan dengan Anemia Defisiensi Besi

Kriteria Konsumsi Besi

Anemia Defisiensi Besi

Tidak Anemia

Defisiensi Besi Total

n (%) n (%) n (%)

Cukup 6 50 6 50 12 100

Tidak Cukup 15 21,7 54 78,3 51,1 100

p = 0,039

(44)

yang cukup dan menderita anemia defisiensi besi sebanyak 6 orang (50%) dan yang tidak menderita defisiensi besi sebanyak 6 orang (50%).

Tabel ini dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan Chi-square didapatkan nilai p = 0,039 (p < 0,05), sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan bermakna antara pola makan dengan terjadinya anemia defisiensi besi.

Tabel 5.4. Hubungan Status Gizi dengan Anemia Defisiensi Besi

Status

Tabel ini tidak memenuhi syarat untuk diuji hipotesisnya dengan menggunakan Chi-square, sehingga dilakukan penggabungan sel menjadi bentuk 2x2 dan didapatkan tabel sebagai berikut :

Tabel 5.5. Modifikasi Hubungan Status Gizi dengan Anemia Defisiensi Besi

Status

(45)

menderita anemia defisiensi besi sebanyak 27 orang (69,2%). Kelompok status gizi normal yang menderita anemia defisiensi besi sebanyak 9 orang (21,4%) dan kelompok yang tidak anemia defisiensi besi sebanyak 33 orang (78,6%).

Tabel ini dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan Chi-square didapatkan nilai p = 0,338 (p > 0,05), sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan bermakna antara status gizi dengan terjadinya anemia defisiensi besi.

5.2. Pembahasan 5.2.1. Pola Makan

Berdasarkan hasil karakteristik responden penelitian, mayoritas responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 48 orang (59,3%), sedangkan responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 33 orang (40,7%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan dua kali lipat menderita anemia defisiensi besi dibanding laki-laki (Cruz, 2004). Hal ini dikarenakan perempuan memiliki kebiasaan makan yang buruk dan tidak teratur, oleh karena perempuan takut memiliki berat badan yang tidak ideal dimana faktor ini merupakan faktor risiko terjadinya anemia defisiensi besi (Balci, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Agus (2010) mengatakan bahwa pola makan mahasiswa yang buruk dapat terjadi karena aktivitas perkuliahan yang padat sehingga tanpa sengaja sering membatasi konsumsi makan harian.

(46)

maka akan timbul ketidakseimbangan antara masukan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk hidup dan produktif. Dengan kata lain, untuk mencapai masukan zat gizi yang seimbang tidak mungkin dipenuhi hanya oleh satu jenis bahan makanan melainkan harus terdiri dari aneka ragam makanan. Sama halnya dengan zat besi, tidak mungkin dapat memenuhi konsumsi harian zat besi jika makanan yang dikonsumsi tidak bervariasi.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa 12 orang (14,8%) memiliki konsumsi besi yang cukup dan 69 orang (85,2%) memiliki konsumsi besi yang tidak cukup. Makanan yang sehat dengan jenis yang bervariasi dan frekuensi yang teratur sangat berperan dalam menentukan cukup atau tidak konsumsi zat besi harian seseorang. Pendidikan gizi pada keluarga dan masyarakat sangant penting karena faktor nutrisi merupakan penyebab utama anemia defisiensi besi. Meningkatkan konsumsi besi dari sumber alami terutama sumber hewani yang mudah diserap serta peningkatan penggunaan makanan yang mengandung vitamin C dan A (Dallman, 1993).

5.2.2. Status Gizi

(47)

Hal ini sejalan dengan penelitian Leon (2008) yang menunjukkan bahwa dari 300 anak yang diperiksa darahnya, didapatkan 111 (37,2%) menderita anemia defisiensi besi. Dari 111 anak sebagai sampel penelitian, dijumpai sebanyak 67 orang (60,3%) status gizi baik, 28 orang (25,2%) gizi kurang, 3 orang (2,7%), obesitas, dan 13 orang (11,7%) dengan overweight. Hasil penelitian ini berbeda dengan literatur yang ada karena pada literatur dikatakan bahwa status gizi akan mempengaruhi respon seseorang terhadap penyakit (Needllman, 2004). Ketidakseimbangan literatur dengan hasil penelitian yang diperoleh ini dapat dijelaskan dengan beberapa keadaan yang mungkin dapat menyebabkan hal ini terjadi. Di Indonesia, ada 2 faktor yang menyebabkan anemia defisiensi besi. Pertama, makanan banyak dikonsumsi dengan kandungan, bioavaibilitas, dan penyerapan besi yang rendah (beras, sereal, kacang-kacangan, sayuran). Sedangkan makanan dengan kandungan, bioavaibilitas dan penyerapan besi yang tinggi (daging, hati, ikan) sedikit dikonsumsi. Kedua, prevalensi parasit (kecacingan) yang masih tinggi sehingga anemia defisiensi besi dapat terjadi pada orang yang underweight, normal, overweight, dan obese (Dallman, 1993). Hookworms dapat menyebabkan perdarahan gastrointestinal kronik (Pasricha,

2013).

Penelitian ini melakukan pengukuran status gizi dengan menggunakan percentile berdasarkan kriteria CDC 2000, bukan dengan WHO karena sampel masih berumur di bawah 20 tahun sehingga pengukuran dengan CDC dinilai lebih tepat.

5.2.3. Anemia Defisiensi Besi

(48)

tidak baik terkait dengan konsumsi besi yang tidak cukup sebanyak 15 orang (21,7%). Penelitian ini dapat menunjukkan bahwa pola makan mempunyai hubungan dengan terjadinya anemia defisiensi besi, namun status gizi tidak mempunyai hubungan dengan terjadinya anemia defisiensi besi.

Pola makan hanya untuk menentukan jenis makanan dan frekuensi makan yang terkait dengan jumlah konsumsi besi, lebih tepat untuk menunjukkan komposisi suatu bahan makanan. Status gizi berkaitan dengan indeks massa tubuh seseorang yang merupakan asupan karbohidrat, protein, dan lemak sehingga tidak dapat dijadikan sebagai standar ukur bahwa seseorang yang memiliki berat badan berlebih memiliki pola makan yang baik dan terhindar dari anemia defisiensi besi karena konsumsi mahasiswa adalah karbohidrat, protein dan lemak yang tinggi namun rendah mineral termasuk besi. Indeks massa tubuh yang kurang juga tidak selalu menunjukkan bahwa seseorang menderita anemia defisiensi besi karena mahasiswa tersebut konsumsi besi yang cukup dengan pola makan yang baik namun status gizi yang terkait dengan asupan karbohidrat, protein, dan lemak kurang.

Perempuan lebih berisiko untuk menderita anemia defisiensi besi (Provan, 2003). Responden perempuan lebih banyak terkena anemia defisiensi besi dalam penelitian ini. Hal ini bisa karena responden perempuan yang memiliki berat badan berlebih sedang menjalani program diet sehingga asupan makanan tidak teratur, responden perempuan sedang menstruasi namun pada saat wawancara responden tidak jujur sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian karena jumlah besi seseorang saat menstruasi lebih rendah dibandingkan saat tidak menstruasi. Responden yang status gizi berlebih dan tidak mengalami anemia defisiensi besi karena jumlah asupan karbohidrat, protein, lemak, dan besi yang seimbang. Responden yang memiliki status gizi kurang yang mengalami anemia defisiensi besi karena responden memang terbatas konsumsi makanan apa pun, tidak hanya dalam karbohidrat, protein dan lemak saja namun juga mineral-mineral penting lainnya seperti besi.

(49)

mempengaruhi konsumsi besi dalam tubuh karena sayur-sayuran adalah salah satu jenis makanan yang memiliki penyerapan besi yang rendah. Responden yang menderita anemia defisiensi besi bisa karena saat makan responden tersebut minum teh mau pun kopi sehingga menurunkan penyerapan besi yang terkandung dalam makanan (Mirmiran, 2013).

(50)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Sebanyak 21 mahasiswa (25,9%) menderita anemia defisiensi besi.

2. Mahasiswa yang menderita anemia defisiensi besi yaitu sebanyak 6 mahasiswa memiliki konsumsi besi yang cukup dan 15 mahasiswa memiliki konsumsi besi yang tidak cukup.

3. Sebanyak 60 mahasiswa (74,1%) tidak menderita anemia defisiensi besi. 4. Mahasiswa yang tidak menderita anemia defisiensi besi yaitu sebanyak 6

mahasiswa memiliki konsumsi besi yang cukup dan 54 mahasiswa memiliki konsumsi besi yang tidak cukup.

5. Mahasiswa yang menderita anemia defisiensi besi dan memiliki konsumsi besi yang tidak cukup erat kaitannya dengan pola makan yang buruk. 6. Ada hubungan yang bermakna antara pola makan dengan terjadinya

anemia defisiensi besi (p = 0,039).

7. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan anemia defisiensi besi (p = 0,338).

8. Pola makan yang buruk terkait dengan jumlah konsumsi besi per hari yang tidak cukup merupakan faktor risiko terjadinya anemia defisiensi besi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013 Tahun 2013.

6.2. SARAN

Dari seluruh proses penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini maka dapat diajukan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat. Adapun saran tersebut, yaitu :

(51)

mahasiswa mengkonsumsi besi secara optimal dan dapat menyusun menu makan harian secara baik agar menu harian dapat berganti untuk mendapatkan asupan besi yang lebih baik.

2. Diharapkan agar mahasiswa lebih memperhatikan kesehatan diri sendiri karena jumlah asupan besi yang kurang dalam tubuh dapat mempengaruhi produktivitas harian diantaranya sulit berkonsentrasi saat belajar.

3. Diharapkan pada penelitian berikutnya, peneliti dapat mewawancarai dan menggali pola makan responden secara lebih dalam dan akurat agar mendapat hasil yang lebih signifikan.

(52)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pola Makan

Makanan adalah salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh tubuh

setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi, agar

tubuh dapat menjalankan fungsinya dengan optimal. Diperkirakan ada lima puluh

macam senyawa dan unsur yang harus diperoleh dari makanan dengan jumlah

tertentu setiap harinya. Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan

memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh.

Sebaliknya, bila makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami

kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu (IDI, 2011).

Pola makan merupakan faktor penting yang berkontribusi pada gizi dan status kesehatan. Modifikasi makan dapat diharapkan untuk mengurangi risiko penyakit dan dalam beberapa kasus dapat mencegah penyakit. Pola makan yang tidak memadai dalam energi dan nutrisi tertentu dapat menyebabkan menderita penyakit serius bahkan kematian. Kekurangan makanan tetap menjadi prioritas di banyak bagian dunia terutama pola makan yang mencerminkan asupan yang berlebihan atau tidak seimbang (Atmarita, 2005).

2.1.1. Karbohidrat

(53)

2.1.2. Protein

Kebutuhan protein remaja dipengaruhi oleh jumlah protein yang diperlukan untuk pemeliharaan massa tubuh tanpa lemak selama percepatan pertumbuhan remaja. Ketika asupan protein tidak memadai, maka penurunan pertumbuhan linear, keterlambatan seksual pematangan, dan akumulasi massa tubuh tanpa lemak dapat dilihat (Story, 2005).

2.1.3. Lemak

Tubuh manusia membutuhkan lemak dan penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal. The Dietary Guidelines for Americans merekomendasikan bahwa remaja mengkonsumsi tidak lebih dari 30% kalori dari lemak, dengan tidak lebih dari 10% kalori berasal dari lemak jenuh (Story, 2005).

2.1.4. Mineral 2.1.4.1. Kalsium

Kebutuhan kalsium pada masa remaja lebih besar daripada di masa kanak-kanak atau dewasa baik karena peningkatan dramatis dalam pertumbuhan tulang. Sekitar 45% dari massa tulang puncak dicapai selama remaja, asupan kalsium yang cukup penting bagi perkembangan massa tulang padat dan pengurangan risiko seumur hidup dari patah tulang dan osteoporosis. Pada usia 17 tahun, remaja telah mencapai sekitar 90% dari massa tulang dewasa mereka. Dengan demikian, masa remaja merupakan pengembangan tulang yang optimal dan kesehatan di masa depan (Story, 2005).

2.1.4.2. Besi

(54)

14-perempuan usia 11-14, 6- 7% untuk 14-perempuan usia 15-19, dan 0,6% untuk laki-laki usia 15-19 tahun (Story, 2005).

2.1.4.3. Seng

Seng dikaitkan lebih dari 100 enzim spesifik dan sangat penting untuk pembentukan protein. Seng penting pada masa remaja karena perannya dalam pertumbuhan dan pematangan seksual. Laki-laki yang mengalami kegagalan pertumbuhan kekurangan seng maka perkembangan seksual tertunda. Hal ini dikenal bahwa tingkat seng serum menurun dalam menanggapi pertumbuhan yang cepat dan perubahan hormonal yang terjadi selama masa remaja. RDA seng untuk pria dan wanita usia 9-13 tahun adalah 8 mg/hari. Untuk pria dan perempuan usia 14-18 tahun adalah 11 mg / hari dan 9 mg / hari (Story, 2005).

2.1.4.4. Vitamin A

Selain penting bagi penglihatan normal, vitamin A memiliki peran penting dalam reproduksi, pertumbuhan, dan kekebalan. Tubuh harus memiliki vitamin A yang cukup, anak laki-laki dan perempuan usia 9-13 tahun harus mengkonsumsi 600 mg / hari, perempuan usia 14-18 tahun, 700 mg / hari dan laki-laki usia 14-18 tahun, 900 mg / hari (Story, 2005).

2.1.4.5. Vitamin E

Memiliki sifat antioksidan yang penting bagi tubuh. RDA untuk vitamin E untuk anak usia 9-13 tahun adalah 11 mg / hari dan 15 mg / hari untuk anak usia 14-18 tahun (Story, 2005).

2.1.4.6. Vitamin C

(55)

2.1.5. Golongan Bahan Makanan

2.1.5.1. Golongan I Bahan Makanan Sumber Karbohidrat

1 satuan penukar mengandung 175 kalori, 4 gram protein dan 40 gram karbohidrat.

Tabel 2.1. Sumber Karbohidrat (RSUP HAM, 1991)

(56)

2.1.5.2. Golongan II Bahan Makanan Sumber Protein Hewani 1 satuan penukar mengandung 95 kalori, 10 gram protein dan 6 gram lemak.

Tabel 2.2. Sumber Protein Hewani (RSUP HAM, 1991)

(57)

2.1.5.3. Golongan III Bahan Makanan Sumber Protein Nabati 1 satuan penukar mengandung 80 kalori, 6 gram protein, 3 gram lemak, dan 8 gram karbohidrat.

Tabel 2.3. Sumber Protein Nabati (RSUP HAM, 1991) Bahan Makanan Berat (gr) URT mineral (zat kapur, zat besi, zat fosfor).

(58)

Sayuran kelompok B, dalam satu satuan penukar mengandung 50 kalori, 3 gram protein dan 10 gram karbohidrat.

Yang termasuk kelompok ini adalah:

Tabel 2.5. Sumber Sayuran Kelompok B (RSUP HAM, 1991) Bayam

Biet Buncis Daun bluntas Daun ketela rambat Daun kecipir Daun leunca Daun lompong Daun mangkokan Daun melinjau Daun pakis Daun singkong Daun papaya

Jagung muda Jantung pisang Genjer

Kacang panjang Kacang kapri Katuk

Kucai Labu siam Labu waluh Nangka muda Pare

(59)

2.1.5.5. Golongan V Sumber Buah-Buahan

Merupakan sumber vitamin terutama Karotin, Vitamin B1, B6 dan C. satuan penukar mengandung 40 kalori dan 10 gram karbohidrat.

Tabel 2.6. Sumber Buah-Buahan (RSUP HAM, 1991)

(60)

2.1.5.6. Golongan VI Susu

Merupakan sumber protein lemak, karbohidrat, vitamin ( terutama vitamin A dan niacin), serta mineral (zat kapur dan fosfor). Satuan penukar mengandung 130 kalori, 7 gram protein, 9 gram karbohidrat dan 7 gram lemak.

Tabel 2.7. Sumber Susu (RSUP HAM, 1991) Bahan Makanan Berat URT kalori dan 5 gram lemak.

Tabel 2.8. Sumber Minyak (RSUP HAM, 1991)

(61)

Tabel 2.9. Jumlah Kandungan Besi (CDC, 2013)

Makanan Jumlah Besi (miligram) Daging

(62)

2.2. Status Gizi

Body Mass Index (BMI) adalah Quetelet’s index, yang telah umum dipakai, yaitu berat badan(kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m2) (Kiess, 2004). Menurut CDC (2000) Body Mass Index (BMI) adalah jumlah yang dihitung dari berat badan anak dan tinggi badan. Setelah BMI dihitung untuk anak-anak dan remaja, jumlah BMI diplot pada grafik pertumbuhan BMI-for-age CDC (anak perempuan atau anak laki-laki) untuk mendapatkan persentile. Persentile adalah indikator yang paling umum digunakan untuk menilai ukuran dan pertumbuhan pola masing-masing anak. Persentil menunjukkan posisi relatif dari jumlah BMI anak antara anak-anak dari jenis kelamin dan usia yang sama. Grafik pertumbuhan menunjukkan kategori status berat badan anak dan remaja.

Kategori BMI dan Percentile menurut CDC (2000), yaitu:

Underweight BMI < 5th percentile

 Normal BMI 5th - 85th percentile

Overweight BMI 85th -95th percentile

(63)

2.3. Anemia Defisiensi Besi

2.3.1. Pengertian Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh sintesis hemoglobin yang terganggu sehingga mengakibatkan sel darah merah yang lebih kecil dari normal (mikrositik) dan mengandung sedikit hemoglobin (hipokromik) (Provan, 2003).

2.3.2. Metabolisme Besi

(64)

Tabel 2.10. RDA Besi Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin (CDC, 2013)

Kategori Usia Besi (mg/hari)

Bayi 0-6 bulan 0,27

7-12 bulan 11

Anak 1-3 tahun 7

4-8 tahun 10

Laki-Laki 9-13 tahun 8

14-18 tahun 11

19-30 tahun 8

31-50 tahun 8

51-70 Ahun 8

>70 tahun 8

Wanita 9-13 tahun 8

14-18 tahun 15

19-30 tahun 18

31-50 tahun 18

51-70 Ahun 8

>70 tahun 8

Wanita hamil 14-18 tahun 27

19-30 tahun 27

31-50 tahun 27

Wanita menyusui 14-18 tahun 10

19-30 tahun 9

31-50 tahun 9

2.3.3. Etiologi Anemia Defisiensi Besi

Etiologi anemia defisiensi besi menurut Balducci (2007) yaitu: Penyerapan tidak baik

(65)

 Diet bran (beras dengan kulit), tanin, asam phytate, atau zat tepung berlebihan

Bersaing dengan kandungan metal lain (contoh tembaga atau timah) Kehilangan atau disfungsi penyerapan oleh enterosit

Reseksi usus Penyakit usus halus Penyakit inflamasi usus Defek pada enterosit intrinsik

Peningkatan pengeluaran

Perdarahan gastrointestinal Epistaksis

Varises Gastritis Ulkus Tumor

 Meckel’s diverticulum Parasitosis

Susu-merangsang enteropati pada anak-anak Malformasi vaskularisasi

Penyakit inflamasi usus Diverticulosis

Hemorrhoids

Perdarahan genitourinari Menorrhagia

(66)

Pulmonary hemosiderosis Infeksi

Perdarahan lainnya Trauma

Phlebotomy berlebihan

Malformasi pembuluh darah besar

2.3.4. Faktor Resiko Anemia Defisiensi Besi

 Usia :bayi (terutama jika riwayat prematur); remaja; wanita menopause, usia tua

 Sex : risiko lebih besar pada wanita  Reproduksi : menorrhagia

 Ginjal : hematuria (jarang)

 Saluran cerna : nafsu makan atau perubahan berat badan, perubahan kebiasaan buang air besar, perdarahan dari dubur/melena;

lambung atau operasi usus

 Riwayat obat : terutama aspirin dan non-steroid anti-inflamasi  Pola makan : diet, terutama vegetarian

 Fisiologis : kehamilan, masa kanak-kanak, remaja (Provan, 2003).

2.3.5. Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi

(67)

yaitu bila cadangan besi habis, transferin berkurang, jumlah protoporpirin berkurang yang di ubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan penurunan kadar serum feritin. Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia defisiensi gizi bila kadar feritin serum < 12ng/ml (Hilman, 1995).

2.3.6. Manifestasi Klinis Anemia Defisiensi Besi

Gejala klinis dari defisiensi besi bergantung pada tingkat keparahan

anemia. Pada kasus kronis, ditandai dengan kehilangan darah yang lambat.

Kebanyakan pasien mengalami lemah dan dyspnea. Gejala lain yaitu sakit kepala,

tinnitus, dan gangguan pengecapan. Pada pemeriksaan dapat dilihat dari kulit,

kuku, dan epitel lain. Atrofi kulit terjadi pada sepertiga pasien dan kadang terlihat

kuku seperti koilonikia (kuku berbentuk sendok) yang berbentuk sendok dan rata.

Penderita juga mengeluhkan angular stomatitis dimana sudut mulut pecah-pecah

sehingga menyebabkan rasa sakit, kadang disertai dengan glossitis. Takikardi dan

gagal jantung dapat terjadi pada kondisi anemia yang sangat berat (Provan, 2003).

(68)

2.3.7. Diagnosis Anemia Defisiensi Besi

Tabel 2.11. Diagnosis Anemia Defisiensi (Provan, 2003)

Reduced haemoglobin Men <135 g/l, women <115 g/l

Reduced mean cell volume <76 fl

Reduced mean cell

haemoglobin 29.5±2.5 pg

Reduced mean cell haemoglobin

concentration 325±25 g/l

Blood film Microcytic hypochromic red cells

with pencil cells and target cells

Reduced serum ferritin Men <10µg/l

women (postmenopausal)

>10µg/l, (premenopausal) <5µg/l

Elevated % hypochromic red cells (>2%)

Elevated soluble transferrin

receptor level

Tabel 2.12. Nilai Normal Hb (WHO, 2006)

Kelompok Umur Hemoglobin (gr/dl)

Anak-anak

6-59 bulan 5-11 tahun 12-14 tahun

11 11,5

12

Dewasa

Wanita >15 tahun Wanita hamil Laki-laki >15 tahun

(69)

Mean Corpuscular Volume (MCV) merupakan pemeriksaan yang cukup

akurat dan merupakan parameter yang sensitif terhadap perubahan eritrosit bila dibandingkan dengan pemeriksaan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) dan Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya anemia defisiensi besi (Sandoval, 2004).

Salah satu cara untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan talasemia minor adalah dengan pemeriksaan Indeks Mentzer yang merupakan hasil perhitungan MCV/RBC. Indeks Mentzer >13 merupakan anemia defisiensi besi dan bila <13 menunjukkan talasemia minor dengan spesifisitas sebesar 82% (Irwin, 2001).

1.3.8. Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi

Jika tidak ada perdarahan aktif, maka hanya diperlukan sulfat ferosus 200 mg dua kali sehari sebelum makan. Jumlah retikulosit adalah yang pertama kali meningkat dan kemudian disusul hemoglobin (sekitar 1g/minggu) tetapi Fe harus dilanjutkan selama 3 bulan untuk mengisi ulang cadangan Fe.

Bila anemia defisiensi besi yang tidak respon terhadap terapi Fe oral, maka yang terjadi adalah:

 Diagnosis yang tidak tepat atau merupakan defisiensi campuran

 Perdarahan berkelanjutan (retikulositosis menetap), misalnya perdarahan mikroskopik akibat tumor usus

 Pasien tidak mengkonsumsi tablet

 Artritis reumatoid, infeksi SLE dan penyakit kronis lainnya

 Malabsorbsi

 Talasemia

(70)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anemia defisiensi besi merupakan anemia terbanyak baik di negara maju mau pun di negara berkembang. Besi sangat penting untuk mengangkut oksigen dalam aliran darah dan untuk mencegah anemia (Story, 2005). Kemajuan ekonomi dan ilmu pengetahuan cukup dalam beberapa dekade terakhir, namun masih saja ada prevalensi anemia secara global (Benoist et al., 2008). WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2004, anemia defisiensi besi (ADB) mengakibatkan 273.000 kematian: 45% di Asia Tenggara, 31% di Afrika, 9% di Mediterania Timur, 7% di Amerika, 4% di Pasifik Barat, dan 3% di Eropa, dengan 97% terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah (Mathers et al., 2009).

Berdasarkan hasil penelitian Cruz-Gongora, et all (2012), prevalensi anemia secara keseluruhan yaitu sebesar 8,5%. Prevalensi anemia lebih besar terjadi pada perempuan dibanding pria. Perempuan menderita anemia sebesar 11,8% dan pria 4,6%. Anemia yang sering terjadi yaitu anemia defisiensi besi. Prevalensi anemia defisiensi besi yaitu 41,6% dari seluruh kasus anemia. Anemia defisiensi besi lebih sering terjadi pada perempuan (43,5%) dan pada pria (36,1%).

Pada masa remaja, kebutuhan besi meningkat untuk laki-laki dan perempuan. Pada perempuan, kebutuhan besi meningkat saat menstruasi. Kekurangan zat besi di kalangan remaja adalah 3-4% untuk pria dan perempuan usia 11-14 tahun, 6-7% untuk perempuan usia 15-19 tahun, dan 0,6% untuk laki-laki usia 15-19 tahun (Story, 2005).

Prevalensi defisiensi besi diderita remaja perempuan sebanyak 23,7 % dan 40,9 % diderita oleh perempuan dewasa, 12,2 % dari perempuan remaja tersebut menderita anemia defisiensi besi dan 3,8 % pada perempuan dewasa (Akramipour, 2008).

(71)

bayi premature, pada orang dewasa dapat menimbulkan kelelahan sehingga mengakibatkan penurunan kualitas kerja (CDC, 2013).

Pola konsumsi pangan masyarakat masih belum mencerminkan pola makan yang sesuai dengan pedoman gizi seimbang. Karakteristik pola konsumsi pangan masyarakat, antara lain konsumsi kelompok minyak dan lemak sudah diatas anjuran kecukupan, konsumsi sayur/buah baru mencapai 63,3%, konsumsi pangan hewani 62,1%, konsumi kacang-kacangan 54%, konsumsi umbi-umbian 35,8%, dan kontribusi pangan olahan dalam pola makan sehari-hari sudah tinggi (Depkes, 2012). Selain itu, status sosial ekonomi keluarga yang terkait dengan kebiasaan makan dan pola makan di daerah tertentu mempengaruhi rasa takut akan berat badan yang berlebih sehingga pola makan tidak teratur dan merupakan faktor penghubung terjadi anemia di kalangan remaja di Denizli (Balci, 2012).

Era globalisasi yang dicirikan oleh pesatnya perdagangan, industri pengolahan pangan, jasa, dan informasi akan mengubah gaya hidup dan pola konsumsi makan masyarakat terutama di perkotaan. Dalam waktu relatif singkat diperkenalkan makanan fast food yang tinggi lemak jenuh dan gula, rendah serat, dan rendah zat gizi mikro (Baliwati, 2004). Berdasarkan hasil survey yang dilakukan Darlina (2004) pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, 89 % mahasiswa putri dan 92 % putra mengkonsumsi mie instant sebagai makanan pengganti pada saat-saat tertentu. Sayogo (2006) mengatakan bahwa aktivitas yang meningkat, kehidupan sosial, dan kesibukan mahasiswa akan mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Pola makan tidak teratur, sering jajan, sering tidak makan pagi dan sama sekali tidak makan siang. Banyak mahasiswa lebih memilih mengkonsumsi fast food.

(72)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimana Hubungan Pola Makan dan Status Gizi dengan Terjadinya Anemia Defisiensi Besi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013 Tahun 2013.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pola makan dan status gizi dengan terjadinya anemia defisiensi besi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 tahun 2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: a. Mengetahui status gizi responden penelitian.

b. Mengetahui jenis dan frekuensi makan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

c. Mengetahui faktor risiko terjadinya anemia defisisensi besi pada responden yang memiliki pola makan yang baik mau pun buruk dengan status gizi underweight, normal, overweight, mau pun obese.

1.4.Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.4.1. Bagi Objek Penelitian

a. Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan responden tentang bagaimana hubungan pola makan dan status gizi dengan kejadian anemia defisiensi besi.

(73)

1.4.2. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

a. Menambah informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia defisiensi besi, sehingga berguna sebagai dasar upaya pencegahan terjadinya anemia defisiensi besi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

b. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dalam penulisan karya tulis ilmiah serta menambah pengalaman dalam bidang penelitian khususnya mengenai anemia defisiensi besi.

1.4.3. Bagi Peneliti

a. Sebagai kesempatan untuk mengintegrasikan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah dalam bentuk melakukan penelitian ilmiah secara mandiri. b. Memenuhi tugas mata kuliah Community Research Program sebagai

(74)

ABSTRAK

Anemia defisiensi besi merupakan anemia terbanyak baik di negara maju mau pun di negara berkembang. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2004, anemia defisiensi besi mengakibatkan 273.000 kematian. Terjadinya anemia defisiensi besi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko diantaranya adalah pola makan dan status gizi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola makan dan status gizi dengan terjadinya anemia defisiensi besi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 tahun 2013.

Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 tahun 2013. Sampel penelitian ini berjumlah 81 orang yang diambil dengan metode simple random sampling. Data hasil penelitian diolah dengan uji hipotesis Chi-square. Anemia defisiensi besi didiagnosis bila ditemukan Hb < 12 g/dl untuk perempuan, Hb < 13 g/dl untuk laki-laki, dan Indeks Mentzer > 13.

Berdasarkan uji hipotesis dengan Chi-square didapati nilai p untuk status gizi sebesar 0,338 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan anemia defisiensi besi, sedangkan nilai p untuk pola makan sebesar 0,039 yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pola makan dengan terjadinya anemia defisiensi besi. Dari hasil analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pola makan dengan terjadinya anemia defisiensi besi.

(75)

ABSTRACT

Iron deficiency anemia is the most anemic case found in developed and developing countries. World Health Organization (WHO) estimates that in 2004, 273.000 iron deficiency anemia cases will result in death. Iron deficiency anemia can be affected by various risk factors including food pattern and nutritional status. The objective of this study was to determine the association of food pattern and nutritional status with the incidence of iron deficiency anemia among Medical School undergraduates of University of North Sumatra class of 2013 year 2013.

The design of this study is analytical cross-sectional. The population of this study was all Medical School undergraduates of University of North Sumatra class of 2013. The sample consist of 81 people who were chosen by simple random sampling method. The data were analysed using Chi-square hypothesis test. Iron deficiency anemia is diagnosed when found Hb <12 g / dl for women, Hb <13 g / dl for men, and Mentzer index> 13.

Based on the hypothesis test with Chi-square, p-value for the nutritional status was 0.338 which shows that there is no significant association between the nutritional status of the undergraduates and iron deficiency anemia, while the p-value for food pattern was 0.039 which indicates a significant association between the feeding pattern and iron deficiency anemia. From the analysis of these data it can be concluded that there is a significant association between food pattern and iron deficiency anemia.

(76)

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN STATUS GIZI DENGAN TERJADINYA ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ANGKATAN 2013 TAHUN 2013

Oleh :

INDAH SARI ATIKA. S 100100222

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(77)

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN STATUS GIZI DENGAN TERJADINYA ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ANGKATAN 2013 TAHUN 2013

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

INDAH SARI ATIKA. S 100100222

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(78)

LEMBAR PENGESAHAN

Hubungan Pola Makan dan Status Gizi Dengan Terjadinya Anemia Defisiensi Besi Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara Angkatan 2013 Tahun 2013

Nama : Indah Sari Atika. S NIM : 100100222

Pembimbing Penguji I

(Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis, Sp.A(K)) (Prof. dr. Aznan Lelo, Ph.D, Sp. FK)

NIP. 1953 0315 1979 122 001 NIP. 19511202 197902 1 001

Penguji II

(dr. Rina Yunita, Sp. MK) NIP. 19790624 200312 2003

Medan, 6 Januari 2014

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(79)

ABSTRAK

Anemia defisiensi besi merupakan anemia terbanyak baik di negara maju mau pun di negara berkembang. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2004, anemia defisiensi besi mengakibatkan 273.000 kematian. Terjadinya anemia defisiensi besi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko diantaranya adalah pola makan dan status gizi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola makan dan status gizi dengan terjadinya anemia defisiensi besi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 tahun 2013.

Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 tahun 2013. Sampel penelitian ini berjumlah 81 orang yang diambil dengan metode simple random sampling. Data hasil penelitian diolah dengan uji hipotesis Chi-square. Anemia defisiensi besi didiagnosis bila ditemukan Hb < 12 g/dl untuk perempuan, Hb < 13 g/dl untuk laki-laki, dan Indeks Mentzer > 13.

Berdasarkan uji hipotesis dengan Chi-square didapati nilai p untuk status gizi sebesar 0,338 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan anemia defisiensi besi, sedangkan nilai p untuk pola makan sebesar 0,039 yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pola makan dengan terjadinya anemia defisiensi besi. Dari hasil analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pola makan dengan terjadinya anemia defisiensi besi.

(80)

ABSTRACT

Iron deficiency anemia is the most anemic case found in developed and developing countries. World Health Organization (WHO) estimates that in 2004, 273.000 iron deficiency anemia cases will result in death. Iron deficiency anemia can be affected by various risk factors including food pattern and nutritional status. The objective of this study was to determine the association of food pattern and nutritional status with the incidence of iron deficiency anemia among Medical School undergraduates of University of North Sumatra class of 2013 year 2013.

The design of this study is analytical cross-sectional. The population of this study was all Medical School undergraduates of University of North Sumatra class of 2013. The sample consist of 81 people who were chosen by simple random sampling method. The data were analysed using Chi-square hypothesis test. Iron deficiency anemia is diagnosed when found Hb <12 g / dl for women, Hb <13 g / dl for men, and Mentzer index> 13.

Based on the hypothesis test with Chi-square, p-value for the nutritional status was 0.338 which shows that there is no significant association between the nutritional status of the undergraduates and iron deficiency anemia, while the p-value for food pattern was 0.039 which indicates a significant association between the feeding pattern and iron deficiency anemia. From the analysis of these data it can be concluded that there is a significant association between food pattern and iron deficiency anemia.

(81)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yang berjudul “Hubungan Pola Makan dan Status Gizi dengan Terjadinya Anemia Defisiensi Besi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013 Tahun 2013”.

Karya tulis ilmiah ini bisa diselesaikan atas dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rendah hati peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis, Sp.A (K) selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

3. dr. Tiangsa Sembiring Sp.A (K) yang telah meluangkan waktunya untuk menjelaskan pola makan.

4. dr. Jessica E. Wibowo yang telah banyak membantu dan memberikan ide dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

5. Kedua orang tua peneliti, Ummi Dra.Hj.Sakdiah Hasibuan dan Papa H.Darwin Sembiring, rasa hormat serta terima kasih yang tak terhingga untuk kedua orang tua tercinta, atas kasih sayang yang begitu besar dalam mendidik, membesarkan, dan mendoakan peneliti tanpa henti.

Gambar

Tabel Frekuensi Jenis Kelamin
Tabel Frekuensi Berat Badan
Tabel Frekuensi Konsumsi Besi
Tabel Frekuensi Hemoglobin
+7

Referensi

Dokumen terkait

pengembangan pada Kampung Pesindon. Pada tahun 2011, Kampung Pesindon ditetapkan menjadi salah satu destinasi wisata batik di Kota Pekalongan yang mengalami perubahan

Al Iqtishad: Jurnal Ilmu Ekonomi Syariah (Journal of Islamic Economics) is a peer-reviewed journal published by State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

[r]

3.1 Mengenal teks deskrip-tif tentang anggota tubuh dan pancaindra, wujud dan sifat benda, serta peristiwa siang dan malam dengan bantuan guru atau te- man dalam bahasa

Pengembangan Kemampuan Berbahasa Anak Usia Dini4. Bahasa

Sasaran 1 Pemantapan Ketersediaan dan Pola Konsumsi Masyarakat dengan indikator Skor Pola Pangan Harapan telah mencapai target yang ditetapkan pada tahun 2016 sebesar

Hal yang layak diperhatikan adalah realitas mengenai tidak dijumpainya seorang pun di antara para pengikut Khawa &gt; rij yang berasal dari keturunan suku Quraisy sehingga

ten.tang Peradilan Agama dan peraturan-peraturan lain yang mengatur t en tang perkara tersebut. hilang kesahannya; tidak jadi atau tidak sah lagi; tidak mempun ya i