• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan dan Tindakan Perawat tentang Pemberian Cairan Pada Pasien Luka Bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengetahuan dan Tindakan Perawat tentang Pemberian Cairan Pada Pasien Luka Bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

58

LEMBARAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Nama Peneliti : Henry Septian Purba

Judul Penelitian : Pengetahuan dan Sikap Perawat tentang Pemberian Cairan Pada Pasien Luka Bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Saya adalah mahasiswa S-1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengetahuan dan tindakan perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar. Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan bapak/ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon kesediaan bapak/ibu mengisi kuesioner dengan jujur dan apa adanya. Jika bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan bapak/ibu.

Partisipasi bapak/ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga siswa/siswi bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa adanya sanksi apapun. Identitas pribadi bapak/ibu dan semua informasi yang diberikan akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk penelitian ini.

Terima kasih atas partisipasi bapak/ibu dalam penelitian ini.

Medan,

Peneliti Responden

(2)

INSTRUMEN PENELITIAN

PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TENTANG PEMBERIAN CAIRAN PADA PASIEN LUKA BAKAR DI RSUD DR. PIRNGADI

MEDAN

Instrumen terdiri dari tiga bagian, yaitu :

1. Kuesioner yang berkaitan dengan data demografi responden / subjek. 2. Kuesioner pengetahuan perawat yang terdiri dari 10 pernyataan. 3. Kuesioner tindakan perawat yang terdiri dari 10 pernyataan.

1. Kuesioner Data Demografi Petunjuk Pengisian :

1. Semua pertanyaan harus diberi jawaban

2. Beri tanda centang ( √ ) pada kotak yang disediakan

3. Setiap pertanyaan dijawab hanya dengan 1 jawaban yang sesuai menurut responden.

4. Bila ada yang kurang dimengerti dapat ditanyakan kepada peneliti. No. Responden :

1. Usia : ……… tahun

2. Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan

3. Agama : ( ) Islam ( ) Protestan ( ) Katolik ( ) Hindu ( ) Budha

(3)

60

I. Pengetahuan Perawat

Jawablah pertanyaan berikut dengan memberikan tanda silang (x) pada jawaban yang benar.

1. Bagaimanakah cara menentukan pemberian cairan pada pasien luka bakar berdasarkan persenan luas luka bakar menurut rumus baxter ? a.) Dewasa : 4 ml x kgBB x LB dan anak-anak : 2 ml x kgBB x LB b.) Dewasa : 2 ml x kgBB x LB dan anak-anak : 4 ml x kgBB x LB c.) Membagi tubuh atas kelipatan 9 yang dikenal dengan rule of nine

2. Tn. J usia 35 tahun, datang kerumah sakit dengan keluhan tersiram air panas pada bagian dada dan perutnya dari pemeriksaan fisik tidak ditemui bullae pada area luka bakar, pasien mengalami nyeri, kesadaran komposmentis, BB 50 kg, luas luka bakar 18%, lemah dan sulit mobilisasi. Berapakah kebutuhan cairan pada pasien tersebut pada 8 jam pertama luka bakar ?

a.) 1800 b.) 3600 c.) 2000

3. Pemberian cairan pada pasien luka bakar dapat dilakukan dengan cara ? a.) NGT

b.) Injeksi melalui intra muskular

(4)

4. Pemberian cairan pada pasien luka bakar bisa dengan memberikan terapi cairan koloid tujuan dari pemberian cairan koloid pada pasien luka bakar yaitu ?

a.) Untuk mempercepat penyembuhan luka.

b.) Untuk memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh.

c.) Untuk mengembalikan kadar plasma pada nilai yang normal

5. Jumlah pemberian larutan ringer laktat yang seimbang dalam 24 jam pertama pasien luka bakar, jika dihitung berdasarkan ml/kg/% sebanyak ?

a.) 2 hingga 4 ml per kilogram berat badan per persen luka bakar b.) 5 hingga 10 ml per kilogram berat badan per persen luka bakar c.) 10 hingga 15 ml per kilogram berat badan per persen luka bakar

6. Tn. A usia 38 tahun datang kerumah sakit diantar oleh keluarganya akibat tersiram air panas pada bagian dada dan perutnya, dari pemeriksaan fisik pada area luka bakar ada ditemui bullae, kesadaran kompos mentis, pasien mengalami nyeri, lemas dan sulit bergerak. Berdasarkan kasus tadi, cairan apakah yang sebaiknya digunakan pada pasien luka bakar tersebut ?

(5)

62

7. Tn.H datang ke Rs. Pringadi dengan keluhan luka bakar. Setelah dikaji tampak luka bakar 40%, BB: 50 kg, TB: 170 cm TD: 130/80 mmHg, Tamp: 37 0C, RR: 26x/i. Berapakah kebutuhan cairan yang dibutuhkan oleh Tn.H dalam waktu 24 jam jika dihitung dengan menggunakan rumus baxter ?

a.) 4000 ml b.) 6000 ml c.) 8000 ml

8. Larutan nutrient yang memberikan 200 kkal/L sebagai terapi pengganti cairan untuk mengatasi dehidrasi pasien luka bakar yaitu ?

a.) Dextrose 5% b.) Na Cl 0,9% c.) Ringer Laktat

9. Tujuan resusitasi pada pasien luka bakar ?

a.) Mempertahankan fungsi organ dan mencegah komplikasi

b.) Adanya peningkatan tekanan vena sentral dan sindroma kompartemen c.) Disatu sisi mengisi defisit air intravaskuler dan disisi lain mencegah

potensi kelebihan air

10. Volume kecepatan pemberian cairan infus pada pasien luka bakar diukur berdasarkan ?

(6)

II. Sikap Perawat

Jawablah pernyataan berikut dengan memberikan tanda check list (x) pada tiap kolom

jawaban yang telah disediakan sesuai dengan yang saudara alami.

Keterangan: S : Selalu P : Pernah TP : Tidak Pernah

No Pernyataan S P TP

1 Merawat pasien luka bakar derajat II, tindakan pemberian cairan dalam 1 hari dengan memberikan masukkan cairan sesuai kebutuhan dan luas luka bakar

2 Tindakan saya yang utama dalam menangani kasus luka bakar adalah dengan mengatasi defisit cairan sambil mencegah adanya potensi kelebihan air

3 Mengatasi defisit cairan pada pasien luka bakar yang luas luka bakarnya lebih dari 30% yang dapat menyebabkan syok saya memberikan tindakan pemberian cairan berdasarkan kebutuhan pasien selama 24 jam

4 Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien luka bakar saya melakukan tindakan pemberian cairan melalui intravena dan oral

5 Saya akan menurunkan kecepatan pemberian infus selama penggantian cairan pada pasien luka bakar yang mengalami haluaran urin lebih besar dari 50 ml/jam

6 Kebutuhan cairan pada pasien luka bakar yang berusia lebih dari 35 tahun banyaknya cairan serta waktu pemberiannya diberikan sebanyak 3600 cc dalam 1 hari

(7)

64

8 Pertolongan pertama pada pasien luka bakar diberikan terapi cairan infus

9 Saya harus memberikan cairan pada pasien luka bakar sesuai dengan derajat luka bakar yang dialami oleh pasien

(8)

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 20 100,0

Excludeda 0 ,0

Total 20 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items ,851 10

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Q1 21,40 18,042 -,030 ,875

Q2 21,70 15,168 ,578 ,836

Q3 21,85 13,818 ,657 ,827

Q4 21,50 14,474 ,615 ,832

Q5 21,85 13,082 ,726 ,820

Q6 21,85 13,397 ,742 ,818

Q7 21,70 15,484 ,503 ,842

Q8 21,40 15,095 ,742 ,826

Q9 21,60 15,200 ,464 ,846

(9)

66

Frequencies

Statistics

pengetahuan tindakan

N Valid 44 44

Missing 0 0

Frequency Table

pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid cukup 16 36,4 36,4 36,4

baik 28 63,6 63,6 100,0

Total 44 100,0 100,0

tindakan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid cukup 19 43,2 43,2 43,2

baik 25 56,8 56,8 100,0

(10)

Frequencies

Statistics

Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7

N Valid 44 44 44 44 44 44 44

Missing 0 0 0 0 0 0 0

Statistics

Q8 Q9 Q10

N Valid 44 44 44

Missing 0 0 0

Frequency Table

Q1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 5 11,4 11,4 11,4

1 39 88,6 88,6 100,0

Total 44 100,0 100,0

Q2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 10 22,7 22,7 22,7

1 34 77,3 77,3 100,0

Total 44 100,0 100,0

Q3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 2 4,5 4,5 4,5

1 42 95,5 95,5 100,0

Total 44 100,0 100,0

Q4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 20 45,5 45,5 45,5

1 24 54,5 54,5 100,0

Total 44 100,0 100,0

Q5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 13 29,5 29,5 29,5

1 31 70,5 70,5 100,0

(11)

68

Q6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 10 22,7 22,7 22,7

1 34 77,3 77,3 100,0

Total 44 100,0 100,0

Q7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 10 22,7 22,7 22,7

1 34 77,3 77,3 100,0

Total 44 100,0 100,0

Q8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 10 22,7 22,7 22,7

1 34 77,3 77,3 100,0

Total 44 100,0 100,0

Q9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 5 11,4 11,4 11,4

1 39 88,6 88,6 100,0

Total 44 100,0 100,0

Q10

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 21 47,7 47,7 47,7

1 23 52,3 52,3 100,0

(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)

78

Jadwal Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Bulan

04 05 06 07 08 09 10 11 12 01 02 1 Studi Kepustakaan

2 Penyusunan Proposal 3 Seminar Proposal

4 Uji valid dan Reliabilitas 5 Penelitian

(22)

BIODATA PENELITIAN

1. Nama : Henry Septian Purba Dasuha

2. Nim : 141121061

3. Temat/Tanggal Lahir : Jakarta, 24 September 1991

4. Anak ke : 1 dari 2 bersaudara

5. Agama : Kristen Protestan

6. Alamat : Jl. RA. Kartini 105, Lubuk Pakam 7. Pendidikan :

- TK Sang Timur Jakarta (1996-1998)

- SD Negeri Inpres Moutong, Sulawesi Tengah (1995-2003) - SMP Yadika 5 Joglo, Jakarta (2003-2006)

- SMA Negeri 1 Moutong, Sulawesi Tengah (2006-2008)

- DIII Keperawatan Akper Bala Keselamatan Palu, Sulawesi Tengah (2008-2011)

(23)

56

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian. edisi 2. Jakarta: Rineka Cipta Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian bd, revisi, V. Jakarta: Rineka Cipta Alimul, H. (2009). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika

Azwar, S. (2007). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, edisi 2. Jakarta: CV Sagung Seto

Bimo Walgito. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: C.V Andi Offset Budiman & Riyanto, A. (2013). Kapita Selekta Kuesioner dan Sikap dalam

Penelitian. Jakarta : Salemba Medika

Depkes RI (2008). Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Depkes RI. (2009). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta

Effendi, C. (2005). Perawatan Pasien Luka Bakar. Jakarta: Buku Kedokteran, EGC

Effendi, C. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Hidayat, A.A. (2009). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika Laia, O. (2014). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat Dengan Pemberian

Cairan Pada Pasien Luka Bakar Di RSUP Haji Adam Malik. Fakutas Keperawatan , Universitas Sari Mutiara Indonesia, Medan.

Maulana HDJ. (2009). Promosi Kesehatan, edisi 5. Jakarta : EGC Moenadjat, Y. (2003). Luka bakar, edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Musrifatul, U. (2005). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Buku Kedokteran, EGC

Nugroho, T. (2012). Mengungkap tentang Luka Bakar. Yogyakarta: Nuha Medika Notoadmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka

(24)

Notoadmodjo, S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental, edisi 4. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC

Sarwono, S. W. (2010). Psikologi Remaja, Edisi Revisi., Jakarta: PT Raja Grafindo.

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Smeltzer & Suzanne, C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta: Buku Kedokteran , EGC

Stephen, G. ( 2007). At a Grace Microbilogi Medis and Infection, edisi 3. Jakarta: Erlangga Medical Series, EMS

Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran, EGC Suriadi. (2010). Asuhan Keperawatan pada Anak, edisi 2. Jakarta: CV Sagung

Seto

Windarini. (2014). Sikap Caring Perawat dalam Memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien diruangan Intesive Care Unit (ICU). Stikes Kusuma Husada Surakarta. Yogyakarta: dibuka pada tanggal 18 Juni 2015 Moenadjat,Y. (2003). Luka bakar. Jakarta:FKUI

Nursalam. (2013). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu keperawatan: Pedoman Skripsi,Tesis, Dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Edisi2. Jakarta:Salemba Medika

Yefta, Moenajat. (2003) . Luka Bakar Pengetahuan Klinis Praktis. Edisi Revisi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

(25)

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konseptual adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2007). Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan gambaran pengetahuan dan sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar.

Skema 3.1. Kerangka Konseptual Penelitian Pengetahuan dan Sikap Perawat Tentang Pemberian Cairan Pada Pasien Luka Bakar

Baik

Cukup

Kurang Pengetahuan dan Sikap Perawat

Tentang Pemberian Cairan Pada Pasien Luka Bakar.

(26)

3.2 Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi

Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Pengetahuan Hal-hal yang

diketahui perawat dalam pemberian cairan pada pasien luka bakar seperti: tetesan infus, pemantauan cairan infus, jumlah cairan infus, jenis cairan yang digunakan dan penggantian cairan infus.

Kuesioner 10 bentuk

pernyataan dengan pilihan jawaban : B: Benar S: Salah

Baik: 8 – 10 Cukup: 4 –7 Kurang: 0 - 3

Ordinal

2 Sikap

Perawat

Merupakan respon dan reaksi perawat dalam pemberian cairan pada pasien luka bakar seperti: menentukan tingkat derajat luka, cara menentukan luas luka bakar, dan pemberian cairan. Kuesioner 10 bentuk pernyataan dengan pilihan jawaban: S: Setuju KS : Kurang setuju TS: Tidak setuju

Baik: 24 – 30 Cukup: 17 – 23 Kurang: 10 - 16

(27)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam peneltian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan dan sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan objek yang masuk kedalam kriteria sesuai dengan apa yang akan diteliti (Notoadmojo, 2010). Adapun yang menjadi populasi pada penelitian ini adalah perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan khususnya perawat yang bekerja di ruangan penanganan pasien luka bakar yaitu ruangan bedah anak, bedah wanita, bedah pria, ICU, IGD, HDU, sebanyak 77 orang berdasarkan wawancara dari bagian informasi di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

4.2.2 Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang diteliti. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Simple Random Sampling, dimana sampel ditarik secara acak dari populasi yang ada (Arikunto, 2013).

Menentukan sampel dengan menggunakan rumus :

(28)

Keterangan : n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

d = Ketetapan relatif yang ditetapkan oleh peneliti (0,10) Jadi sampel dalam penelitian ini adalah :

Diketahui : N = 77 d = 0,10

� = + N dN 2

� = + , 2

� = .

n = 43.5 atau 44

Jumlah sampel yang diperoleh adalah 44 orang. Jadi jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 44 orang perawat.

Ruangan Proporsi Hasil

IGD 20 x 44/ 77 12

ICU HDU

16 x 44/ 77 14 x 44/ 77

9 8 RUANGAN BEDAH

(Pria, Wanita, Anak)

27 x 44/ 77 15

Jumlah 44

(29)

37

mengeluarkan lewat lubang yang telah dibuat. Nama anggota yang keluar adalah mereka yang ditunjuk sebagai sampel penelitian. Melakukan sampai jumlah yang diinginkan tercapai.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Alasan pemilihan lokasi ini adalah belum pernah dilakukan penelitian tentang pengetahuan dan sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Februari 2016.

4.4 Etika Penelitian

Penelitian ini hanya melibatkan responden yang mau terlibat secara sadar dan tanpa paksaan. Peneliti menetapkan prinsip-prinsip etik dalam melakukan penelitian ini guna melindungi responden dari berbagai kekhawatiran dan dampak yang mungkin timbul selama kegiatan penelitian yaitu:

1. Self determination responden mempunyai hak memutuskan keterlibatannya dalam kegiatan termasuk mengundurkan diri ketika kegiatan penelitian sedang berlangsung. Penelitian ini dilakukan secara sukarela dan tanpa paksaan. Calon responden yang memiliki kriteria memiliki kebebasan untuk berpartisipasi atau menolak berpatipasi dalam penelitian ini.

2. Informed consent, responden memiliki hak mendapat informasi secara lengkap tentang tujuan kegiatan penelitian, responden mempunyai hak memutuskan keterlibatannya dalam kegiatan penelitian. Peneliti menjelaskan informed consent terkait penelitian ini kepada responden. Kesedian responden

(30)

3. Fair treatment, responden berhak mendapat perlakuan adil baik sebelum, selama, dan setelah berpatisipasi dalam penelitian tanpa adanya deskriminasi. 4. Privacy, responden mempunyai hak supaya data yang diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (Anonymity) dan bersifat rahasia (Confidentiality).

4.5 Instrumen Penelitian 4.5.1 Kuesioner Demografi

Kuesioner data demografi memberikan data mengenai responden meliputi: usia, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan dan pendapatan perawat . Kuesioner ini hanya digunakan untuk melihat distribusi demografi dari responden.

4.5.2 Kuesioner Pengetahuan Perawat

Kuesioner ini bertujuan untuk melihat gambaran pengetahuan perawat Kuesioner disusun dalam bentuk tertutup dengan menggunakan skala Guttman yaitu jawaban responden telah termuat dalam dua pilihan jawaban. Pilihan yang digunakan adalah dengan soal pilihan berganda, yang dimana hasil yang didapat dengan Benar –Salah. “Benar”, yang bernilai 1 (Satu) atau “Salah”, yang bernilai 0 (nol). Banyaknya pernyataan tentang pengetahunan perawat adalah 10 pernyataan. Untuk melihat gambaran umum tentang pengetahuan perawat, dilakukan dengan mencari panjang kelas (p) berdasarkan rumus statistik (Wahyuni, 2011) yaitu :

(31)

39

Keterangan:

P : Panjang kelas

Range : Rentang kelas (nilai tertinggi - nilai terendah) i : Banyak kelas

Berdasarkan rumus statistik tersebut, maka didapat panjang kelas untuk pengetahuan perawat adalah :

� =Rangei

� = − =

� = , � �

Berdasarkan panjang kelas yang didapat maka nilai pengetahuan perawat adalah: Kategori Baik : 8-10

Kategori Cukup: 4-7 Kategori Kurang: 0-3

4.5.3 Kuesioner Sikap Perawat

Kuesioner disusun dalam bentuk tertutup dengan menggunakan skala likert, yaitu jawaban responden yang mempunyai 3 alternatif pilihan jawaban. pilihan yang digunakan adalah “S ( Selalu)” yang bernilai 3, “P” (Pernah)”, yang bernilai 2, “TP” (Tidak Pernah)”, yang bernilai 1. dan Banyaknya pernyataan sikap perawat adalah 10 pernyataan. Untuk melihat gambaran umum tentang sikap perawat, dilakukan dengan mencari panjang kelas (p) berdasarkan rumus statistik (Wahyuni, 2011) yaitu :

� =Range

(32)

Keterangan:

P : Panjang kelas

Range : Rentang kelas (nilai tertinggi - nilai terendah) i : Banyak kelas

Berdasarkan rumus statistik tersebut, maka didapat panjang kelas untuk tindakan perawat adalah :

� =Rangei

� = − =

� = , dibulatkan menjadi = 7

Berdasarkan dari data diatas maka dapat dikategorikan sikap perawat adalah sebagai berikut:

Ketegori Baik 24 - 30 Kategori Cukup 17 – 23 Kategori Kurang 10 – 16

4.6 Uji Validitas Dan Reliabilitas

(33)

41

Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan. Instrumen dilakukan uji reabilitas dengan menggunakan uji cronbach alfa suatu instrumen dikatakan reliabel jika realbilitasnya diatas 0,70. Instrumen

penelitian tentang pengetahuan dan sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar telah dilakukan uji reabilitas oleh peneliti kepada 20 responden di RS. Islam Malahayati Medan. Hasil uji reliabilitas untuk instrumen penelitian ini didapatkan hasil 0,73.

4.7 Pengumpulan Data

(34)

4.8Analisa Data

4.8.1 Pengolahan Data

Proses pengolahan data dilakukan secara komputerisasi, dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Editing

Editing adalah kegiatan melakukan pemeriksaan kembali kuesioner yang telah diisi oleh responden, meliputi kelengkapan isian dan kejelasan jawaban dan tulisan.

2. Coding

Coding adalah proses merubah data yang berbentuk huruf menjadi data yang

berbentuk angka. Hal utama yang harus dilakukan pada kegiatan ini adalah memberikan kode untuk jawaban yang diberikan responden penelitian.

3. Processing

Processing yaitu memasukkan data ke dalam komputer untuk diproses.

4. Cleaning

Cleaning yaitu melakukan pembersihan dan pengecekan kembali data yang

telah dimasukkan. Kegiatan ini diperlukan untuk mengetahui apakah ada kesalahan ketika memasukkan data.

5. Komputerisasi

(35)

43

4.8.2 Analisis Data

(36)

5.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengetahuan dan sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Penyajian data dalam penelitian ini ditampilkan secara deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.

5.1.1 Data Demografi Responden

(37)
[image:37.595.114.507.168.434.2]

45

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien Luka Bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan (n=44)

Karakteristik Responden Frekuensi (f) Persentase (%) Usia

Remaja Akhir (17-25 tahun) Dewasa Awal (26-35 tahun) Dewasa Akhir (36-45 tahun)

Lansia Awal (46-55 tahun)

1 16 17 10 2,3 36,4 38,6 22,7 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 7 37 15,9 84,1 Agama Islam Kristen Protestan 20 24 45,5 54,5 Suku Batak Melayu Lain-lain 36 3 5 81,8 6,8 11,4 Pendidikan DIII Keperawatan S1 Keperawatan 29 15 65,9 34,1

5.1.2 Pengetahuan Perawat Tentang Pemberian Cairan pada Pasien Luka Bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Berdasarkan tabel 5.2 bahwa hasil penelitian yang dilakukan terhadap 44 perawat tentang pengetahuan perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan diperoleh hasil mayoritas pengetahuan perawat adalah baik sebanyak 28 perawat (63,6 %), dan pengetahuan perawat adalah cukup sebanyak 16 perawat (36,4 %).

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pengetahuan Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien Luka Bakar (n=44)

Pengetahuan Frekuensi (f) Persentase (%)

Baik 28 63,6

Cukup 16 36,4

[image:37.595.112.511.681.739.2]
(38)
[image:38.595.123.510.278.567.2]

Hasil penelitian pengetahuan perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar adalah menunjukkan sebanyak 42 orang perawat (95,5%) telah mengetahui prinsip pemberian cairan pada pasien luka bakar. Namun sebanyak 21 perawat (47,7%) tidak mengetahui tentang volume kecepatan pemberian cairan infus pada pasien luka bakar. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pengetahuan Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien Luka Bakar

No Pernyataan B

f (%)

S f (%) 1. Cara menentukan pemberian cairan pada pasien

luka bakar berdasarkan rumus baxter

39 (88,6) 5 (11,4) 2. Kebutuhan cairan pada 8 jam pertama dengan luas

luka bakar 18% dan BB 50 kg

34 (77,3) 10 (22,7) 3. Cara pemberian cairan pada pasien luka bakar 42 (95,5) 2 (4,5) 4. Tujuan pemberian cairan koloid pada pasien luka

bakar yaitu

24 (54,5) 20 (45,5) 5. Jumlah pemberian larutan ringer laktat yang

seimbang dalam 24 jam pertama pasien luka bakar

31 (70,5) 13 (29,5) 6. Cairan yang sebaiknya digunakan pada pasien luka

bakar derajat 2

34 (77,3) 10 (22,7) 7. Kebutuhan cairan 24 jam, luas luka bakar 40% dan

BB 50 kg dihitung menggunakan rumus baxter

34 (77,3) 10 (22,7) 8. Larutan nutrient yang memberikan 200 kkal/L

untuk mengatasi dehidrasi

34 (77,3) 10 (22,7) 9. Tujuan resusitasi pada pasien luka bakar 39 (88,6) 5 (11,4) 10. Volume kecepatan pemberian cairan infus pada

pasien luka bakar

23 (52,3) 21 (47,7)

5.1.3 Sikap Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien Luka Bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan (n=44)

(39)
[image:39.595.111.512.169.227.2]

47

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Sikap Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien Luka Bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan (n=44)

Tindakan Frekuensi (f) Persentase (%)

Baik Cukup 25 19 56,8 43,2

Total 44 100

Hasil penelitian sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar adalah menunjukkan sebanyak 29 orang perawat (64,4%) telah mengetahui sikap pertolongan pertama dalam pemberian cairan pada pasien luka bakar. Tetapi sebanyak 12 perawat (26,7%) tidak mengetahui sikap dalam pemberian cairan pada pasien luka bakar yang mengalami haluaran urin. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Sikap Perawat tentang Pemberian cairan Pada Pasien Luka Bakar

No Pernyataan S

f(%)

P f(%)

TP f(%) 1. Pasien luka bakar derajat II, pemberian cairan

dalam 1 hari sesuai kebutuhan dan luas luka bakar 28 (62,2) 16 (35,6) 0

2. Menangani kasus luka bakar dengan mengatasi defisit cairan dan mencegah adanya potensi kelebihan air 17 (37,8) 26 (57,8) 1 (2,2) 3. Pemberian cairan yang luas luka bakarnya lebih

dari 30% dapat menyebabkan syok

17 (37,8) 17 (37,8) 10 (22,2) 4. pemberian cairan melalui intravena dan oral

mempertahankan keseimbangan cairan

25 (55,6) 13 (28,9) 6 (13,3) 5. Menurunkan kecepatan pemberian infus jika

pasien luka bakar mengalami haluaran urin lebih besar dari 50 ml/jam

18 (40,0) 14 (31,1) 12 (26,7) 6. Pemberian cairan sebanyak 3600 cc dalam 1 hari

diberikan pada pasien luka bakar yang berusia lebih dari 35 tahun

17 (37,8) 20 (44,4) 7 (15,6) 7. Menjaga keseimbangan asam basa pada pasien

luka bakar dapat dilakukan dengan memasukkan zat makanan secara rutin

[image:39.595.130.515.451.746.2]
(40)

8. Pertolongan pertama pada pasien luka bakar diberikan terapi cairan infus

29 (64,4)

15 (33,3)

0 9. Pemberian cairan pasien luka bakar sesuai

dengan derajat luka bakar yang dialami oleh pasien 25 (55,6) 15 (33,3) 4 (8,9) 10. Hari pertama saya memberikan separuh

kebutuhan cairan diberikan dalam 8 jam

pertama, sisanya diberikan 16 jam sisa (hitungan 24 jam) 21 (46,7) 23 (51,1) 0

5.2 Pembahasan

5.2.1 Pengetahuan Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien Luka Bakar

Pengetahuan yang ada didalam diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya (Notoatmojo, 2007). Pengetahuan tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar sangat penting dimiliki oleh seorang perawat yang bekerja di ruangan yang terdapat pasien luka bakar, karna resusitasi cairan yang adekuat menghasilkan sedikit penurunan volume darah selama 24 jam pertama pasca luka bakar dan mengembalikan kadar plasma pada nilai yang normal pada akhir periode 48 jam dan hal ini dapat membantu mempertahankan fungsi tubuh manusia (Moenadjat, 2003).

(41)

49

perawat dengan pemberian cairan pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan, hasil penelitian yang diperoleh dengan kategori cukup. Namun dalam penelitian ini peneliti juga mendapatkan adanya perawat yang masih belum memiliki pengetahuan mengenai tujuan pemberian cairan koloid yaitu sebanyak 20 perawat (45,5%), dan juga mengenai volume kecepatan pemberian cairan infus pada pasien luka bakar sebanyak 21 perawat ( 47,7%). Hal ini dapat disebabkan karena sebagian perawat yang bekerja di RSUD Dr. Pirngadi masih ada yang belum mendapatkan pelatihan tentang cairan koloid dan volume pemberian cairan infus sehingga ada sebagian kecil perawat yang tidak dapat mengetahui tentang cairan koloid dan volume pemberian cairan infus.

(42)

diperoleh pada pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non-formal dan faktor pendukung lainnya (Budiman, 2013). Menurut peneliti, hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat yang menangani pemberian cairan pada pasien luka bakar di RSUD Dr. Pirngadi sudah memiliki pengetahuan yang baik dan sudah berusaha dengan baik dalam pemberian cairan pada pasien luka bakar disetiap ruangan yang merawat pasien luka bakar.

(43)

51

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar berada pada kategori baik yaitu sebanyak 25 perawat (56,8%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa sikap perawat tentang pemberian cairan pada luka bakar yang meliputi pemberian cairan sesuai luas luka bakar, mengatasi defisit cairan, mempertahankan keseimbangan air, menetukan derajat luka dan pertolongan pertama pada luka bakar telah dilakukan dengan baik. Tetapi masih ada perawat yang tidak pernah menurunkan kecepatan pemberian infus pada pasien luka bakar yang mengalami haluaran urin lebih besar dari 50 ml/jam sebanyak 12 orang (26,7%). Hal ini mungkin di sebabkan karena sebagian perawat yang bekerja di Rumah Sakit Dr. Pirngadi lupa mengukur haluaran urin saat penggantian cairan.

(44)
(45)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian tentang Pengetahuan dan Sikap Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien luka Bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan menghasilkan kesimpulan dan saran sebagai berikut :

6.1 Kesimpulan

Hasil penelitian Pengetahuan dan Sikap Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien luka Bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan menunjukkan bahwa pengetahuan perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar berada pada kategori baik yaitu sebanyak 28 perawat (63,6%), dan sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar dengan kategori baik yaitu sebanyak 25 perawat (56,8%).

6.2 Saran

Saran penelitian ini ditujukan pada Pendidikan Keperawatan, Penelitian Keperawatan, dan Rumah sakit.

6.2.1 Pendidikan Keperawatan

(46)

6.2.2 Praktek Keperawatan

Dalam pelayanan keperawatan hendaknya tenaga keperawatan harus aktif dan berinisiatif untuk mendapatkan wawasan baru tentang perkembangan ilmu keperawatan khususnya dalam pemberian cairan pada pasien luka bakar.

6.2.3 Penelitian Keperawatan

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa Pengetahuan dan Sikap Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien luka Bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan menunjukkan bahwa pengetahuan perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar berada pada kategori baik yaitu sebanyak 28 perawat (63,6%), dan sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar dengan kategori baik yaitu sebanyak 25 perawat (56,8%). Maka diharapkan penelitian selanjutnya dapat mengkaji lebih dalam lagi tentang pengetahuan dan tindakan perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar dengan tempat yang lebih kecil jangkauannya sehingga hasil penelitian tidak bias dan dapat digeneralisasikan dengan baik. Selain itu, peneliti selanjutnya juga dapat menggunakan metode yang berbeda.

6.2.3 Rumah Sakit

(47)

55

(48)

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan peraba. Namun sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga tentang fakta dan kenyataan, selain itu juga melalui pengalaman dan proses belajar dalam pendidikan baik bersifat formal dan informal.

Pengetahuan yang ada didalam diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya(Notoatmojo, 2007).

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoadmojo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu :

1. Tahu (know)

(49)

8

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau pengguna hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu sruktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama yang lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis merujuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan.

6. Evaluasi (evaluation)

(50)

Rogers dalam Notoadmojo (2003), mengungkapkan bahwa sebelum mengadopsi perilaku baru didalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan, yakni:

1. Awarness (Kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengerti terlebih dahulu terhadap stimulus.

2. Interest (Merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek mulai terbentuk.

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial (Mencoba) dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

5. Adoption (Beradaptasi) dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2.1.3 Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket (kuisioner) yang menanyakan tentang materi yang ingin diukur dan subjek penelitian atau responden kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas (Notoatmojo, 2003).

(51)

10

1. Baik, jika menjawab pertanyaan benar sebanyak > 75% 2. Cukup, jika menjawab pertanyaan benar sebanyak 60 – 75% 3. Kurang, jika menjawab pertanyaan < 60% (Arikunto, 2002). 2.1.4 Fungsi Pengetahuan

Menurut fungsi ini manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur-unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali, atau sedemikian rupa sehingga tercapai suatu konsistensi. Jadi, sikap berfungsi sebagai suatu skema, yaitu suatu cara strukturisasi agar dunia disekitar tampak logis dan masuk akal. Sikap digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap fenomena luar yang ada dan mengorganisasikannya (Azwar, 2007).

2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoadmojo (2003), dalam faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain:

1. Umur

Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan didalam penyelidikan epidemiologi untuk keperluan perbandingan, maka WHO mengajukan perbandingan sebagai berikut :

a. 0-14 tahun : bayi dan anak-anak b. 15-49 tahun : muda dan dewasa c. 60 tahun keatas : orang tua

(52)

2. Pendidikan

Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

3. Pekerjaan

Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Akan tetapi, semakin lama seseorang bekerja semakin banyak pula pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh oleh orang tersebut.

4. Minat

Minat adalah suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih dalam.

5. Pengalaman

(53)

12

6. Sumber informasi

Informasi adalah data yang diperoleh kedalam suatu bentuk yang mempunyai arti bagi si penerima dan mempunyai nilai nyata dan terasa bagi keputusan saat itu atau keputusan mendatang. Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi untuk membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

7. Kepercayaan

Kepercayaan merupakan dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dari objek tertentu kepercayaan datang dari apa yang telah diketahui, kemudian akan terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik suatu objek.

8. Intelegensi

Intelegensi adalah keseluruhan kemampuan individu berfikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. 9. Belajar

Belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan dan setiap kegiatan belajar diharapkan akan ada perubahan dari individu seperti tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti.

10. Media massa

(54)

Sedangkan menurut Budiman (2013), mengatakan bahwa tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi banyak faktor yaitu pendidikan, informasi, sosial ekonomi, lingkungan, pengalaman dan usia.

Pendidikan sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang diharapkan semakin luas pula pengetahuannya. Namun, perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan nonformal. Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisis, dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu untuk memengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.

Sosial dan ekonomi juga sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan memengaruhi pengetahuan seseorang.

(55)

14

belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional, serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam.

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

2.2 Luka Bakar

2.2.1 Pengertian Luka Bakar

Luka bakar adalah merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Dengan cepat luka bakar akan didiami oleh bakteri pathogen; mengalami eksudasi dengan perembasan sejumlah besar air, protein serta elektrolit, dan memerlukan pencangkokkan kulit dari bagian tubuh yang lain untuk menghasilkan penutupan luka yang permanen (Smeltzer & Suzanne C, 2002). Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak langsung atau tak langsung dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan rasiasi (Nugroho, 2012).

2.2.2 Anatomi dan Fisiologi Kulit

(56)

kelenjar-kelenjar keringat dan tanpa adanya kulit, maka cairan tubuh yang penting akan menguap dan elektrolit tubuh akan hilang dalam beberapa waktu. Kulit terdiri dari dua lapisan epidermis dan dermis (Marrieb, 2001).

1. Epidermis adalah merupakan lapisan luar kulit yang utamanya disusun oleh sel-sel epitel. Sel-sel yang terdapat dalam epidermis antara lain: keratinosit (sel terbanyak pada lapisan epidermis), melanosit, sel merkel dan langerhans. Epidermis terdiri dari lima lapisan, dari yang paling dalam yaitu stratum basale, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lucidum dan stratum

corneum.

2. Dermis adalah merupakan lapisan yang kaya akan serabut saraf, pembulu darah, dan pembulu darah limfe. Selain itu dermis juga tersusun atas kelenjar keringat, sebasea, dan folikel rambut. Dermis terdiri atas dua lapisan yaitu papilaris dan lapisan retikularis, sekitar 80% dari dermis adalah lapisan retikularis.

2.2.3 Derajat Luka Bakar

Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. Dahulu Dupuytren membagi atas 6 tingkat, sekarang lebih praktis hanya dibagi 3 tingkat/ derajat, yaitu sebagai berikut :

1. Luka Bakar Derajat I:

(57)

16

2. Luka Bakar Derajat II:

Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.

Dibedakan atas 2 (dua) bagian

A. Derajat II dangkal/ superficial (IIA)

Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/ dermis. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebacea masih banyak. Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk cicatrik.

B. Derajat II dalam/ deep (IIB)

Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa-sisa jaringan epitel tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

3. Luka Bakar Derajat III

(58)

sensori rusak. Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan (Noer S.M, 2006)

Menurut American Burn Association (ABA), berat ringannya derajat luka bakar dapat diketahui melalui 3 hal,yaitu:

1. Luka bakar ringan

a. Luka bakar derajat II < 15% pada dewasa b. Luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak c. Luka bakar derjat III < 2%

2. Luka bakar sedang

a. Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa b. Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak c. Luka bakar derajat III < 10%

3. Luka bakar berat

a. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa b. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak c. Luka bakar derajat III 10% atau lebih

d. Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/ perineum.

e. Luka bakar dengan inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

(59)

18

2.2.4 Etiologi Luka Bakar

Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karna panas, dingin atau zat kimia. Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka akan dipengaruhi oleh derajat panas, durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler (dehidrasi) (Moenadjat, 2003).

2.2.5 Jenis-Jenis Luka Bakar

(60)

Sedangkan Menurut Moenadjat (2003) ada 4 tipe luka bakar, yaitu: 1. Luka bakar ternal (Thermal Burns)

Luka bakar ternal biasanya disebabkan oleh air panas (scald) jilatan api ketubuh (flash), kobaran api ditubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya misalnya plastik logam panas, dan lain-lain.

2. Luka bakar kimia (chemical burns)

Luka bakar kimia biasanya disebakan oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan dalam bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga.

3. Luka bakar listrik (Electrical Burns)

Listrik menyebabkan kerusakkan yang dibedakan karena arus, api dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi kedistal. Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun ground.

4. Luka bakar radiasi (radiation exposure)

(61)

20

2.2.6 Klasifikasi Luka Bakar Berdasarkan Luasnya

Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan rule of nine atau rule of wallace yaitu:

1. Kepala dan leher : 9% 2. Lengan masing-masing 9% : 18% 3. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36% 4. Tungkai masing-masing 18% : 36% 5. Genetalia / perineum : 1% 2.2.7 Perawatan Luka Bakar

Suatu penanganan yang terdiri dari membersihkan luka, mengangkat jahitan, menutup dan membalut luka sehingga dapat membantu proses penyembuhan luka (Hidayat, 2008). Perawatan luka bakar ada dua cara:

1. Perawatan terbuka (exposure method) adalah mudah dan murah, permukaan luka yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang. Kerugiannya bila digunakan obat tertentu, misalnya mitras argenti, alas tidur menjadi kotor

2. Perawatan tertutup (occlusive dressing method) adalah dilakukan dengan memberikan balutan yang dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi.

Penanganan awal luka bakar berjalan simultan mengikuti kaidah standar Advanced Trauma Life Support dari komite Trauma American College Of

Surgeons. Pada survei primer dinilai dan ditangani A, B, C dan D (Nugroho,

(62)

1. A (Airway)

Jalan nafas adalah sumbatan jalan atas (larynx, pharinx) akibat cedera inhalasi yang ditandai kesulitan bernafas atau suara nafas yang berbunyi “stridor hoarness”. Tindakan dengan membersihkan jalan napas, memberikan

oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis tertinggi dan antibiotika.

2. B (Breathing)

Kemampuan bernafas, ekspansi rongga dada dapat terhambat karena nyeri atau eschar melingkar di dada. Tindakan yang dilakuakan kaji dan monitor kemampuan bernafas, memberikan oksigen, melakukan tindakan kedaruratan jalan napas agresif.

3. C (Circulation)

Status volume pembuluh darah. Keluarnya cairan dari pembuluh darah terjadi karena meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (jarak antara sel endotel dinding pembuluh darah). Dalam hal ini tindakan yang perlu dilakukan oleh perawat adalah auskultasi bising usus perhatikan hipoaktif tak ada bunyi, perhatikan jumlah kalori, dan kaji ulang persen area permukaan tubuh terbakar/luka tiap minggu.

4. D (Disability) a. Penanganan

(63)

22

1) Pertolongan pertama :

a) Jauhkan korban dari sumber panas.

b) Buka pakaian dan perhiasan logam yang dikenakan korban. c) Kaji kelancaran jalan nafas korban

d) Beri pendinginan atau menyiram dengan air dingin 20º-30 ºC dan bersih sangat menolong karena; menurunkan suhu sehingga menggurangi dalamnya luka, mengurangi nyeri, mengurangi oedema, mengurangi kehilangan protein.

Segera bawa penderita ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut (Nugroho, 2012).

2.3 Sikap

2.3.1 Pengertian Sikap

(64)

2.3.2 Struktur Sikap

Struktur sikap menurut Azwar (2007) terbagi tiga komponen, yaitu: 1. Komponen kognitif (cognitive)

Disebut juga persepsual yang berisi kepercayaan individu yang berhubungan terhadap objek sikap dengan apa yang dilihat dan diketahui (pengetahuan, pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan emosional dan informasi dari orang lain).

2. Komponen efektif (emotional)

Komponen ini menunjuk pada dimensi emosional subjektif individu terhadap objek sikap baik yang postif (rasa senang) maupun negatif ( tidak senang). Reaksi emosional banyak yang dipengaruhi oleh apa yang kita percayai sebagai sesuatu yang benar terhadap objek sikap tersebut.

3. Komponen konatif

Komponen sikap yang berkaitan dengan predisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya.

2.3.3 Fungsi Sikap

Menurut attkinson dkk, seperti dikutip dalam Sunaryo (2004), sikap memiliki 5 fungsi, yakni sebagai berikut:

1. Funsi intrumental, yaitu sikap yang dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat dan menggambarkan keadaan keinginan dan tujuan.

(65)

24

3. Fungsi nilai ekspresi, yaitu sikap yang menunjukkan nilai yang ada pada dirinya. Sistem nilai individu dapat dilihat dari sikap yang diambil individu yang bersangkutan(misalnya, individu yang telah menghayati ajaran agama, sikapnya akan tercermin dalam tutur kata, perilaku, dan perbuatan yang dibenarkan oleh agamanya).

4. Fungsi pengetahuan, yaitu setiap individu memiliki motif untuk ingin tahu, ingin dimengerti, ingin dapat banyak pengalaman dan pengetahuan yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

5. Fungsi penyesuaian sosial, yaitu sikap yang diambil sebgai bentuk adaptasi dengan lingkungan.

2.3.4 Tingkatan Sikap

Menurut Maulana (2009), tingkatan sikap terbagi atas menerima (receiving) berarti mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.

Merespon (responding) berarti memberi jawaban jika ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan merupakan indikasi sikap. Menghargai (valuing) berarti mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

suatu masalah. Bertanggung jawab (responsible) berarti sikap yang paling tinggi, dengan segala resiko bertanggung jawab terhadap sesuatu yang telah dipilih, meskipun mendapat tantangan dari keluarga.

2.3.5 Determinan Sikap

(66)

terhadap objek sikap, berpengaruh terhadap sikap individu terhadap objek tertentu. (c) faktor kerangka ancuan, kerangka ancuan yang tidak sesuai dengan objek sikap akan menimbulkan sikap yang negatif terhadap objek sikap tersebut. (d) faktor komunikasi sosial, informasi yang diterima individu akan dapat menyebabkan perubahan sikap pada individu tersebut.

2.3.6 Ciri-ciri Sikap

Ciri-ciri sikap sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli seperti Sarlito Wirawan Sarwono (2010), Bimo Walgito (2010) pada intinya sama, yaitu: 1. Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari (learnibility) dan dibentuk

berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu dalam hubungan dengan objek.

2. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat, untuk itu sehingga dapat dipelajari.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan objek sikap. 4. Sikap dapat tertuju pada satu objek ataupun dapat tertuju pada sekumpulan

atau banyak objek.

5. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar.

6. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga membedakan dengan pengetahuan.

2.3.7 Pembentukkan dan Pengubahan Sikap

(67)

26

dari pengaruh interaksi manusia atau dengan yang lain (eksternal). Di samping itu, manusia juga sebagai mahluk individual, sehingga apa yang datang dari dalam dirinya (internal), juga mempengaruhi pembentukkan sikap.

1. Faktor internal

Faktor ini berasal dari dalam individu. Dalam hal ini individu menerima, mengelola dan mendidik serta menentukan mana yang akan diterima dan mana yang tidak (faktor fisiologis).

2. Faktor eksternal

Faktor ini berasal dari luar individu, berupa stimulus untuk mebentuk dan mengubah sikap (Sunaryo, 2004).

Menurut Azwar (2007), ada beberapa cara untuk membentuk atau mengubah sikap individu, yaitu:

1. Adopsi

Adopsi adalah suatu cara untuk pembentukan dan perubahan sikap melalui kejadian yang terjadi berulang dan terus menerus sehingga lama kelamaan secara bertahap hal tersebut akan diserap oleh individu dan akan mempengaruhi pembentukkan serta perubahan terhadap sikap individu. a. Difensial

Adalah suatu cara untuk pembentukan dan perubahan sikap karena sudah memiliki pengetahua, pengalaman, inteligensi dan bertambahnya umur. b. Integrasi

(68)

c. Trauma

Trauma adalah suatu carauntuk pembentukan dan perubahan sikap melalui suatu kejadian secara tiba-tiba dan mengejutkan sehingga menimbulkan kesan mendalamdalam diri individu tersebut.

d. Generalisasi

Generalisasi adalah suatu cara untuk pembentukan dan perubahan sikap karena pengalaman traumatik pada diri individu terhadap hal tertentu, dapat menimbulkan sikap negatif terhadap semua hal yang sejenis atau sebaliknya.

2.3.8 Sikap Perawat dalam Merawat Pasien

Sikap yang perlu dimiliki oleh seorang perawat pasien agar dapat memberikan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan harapan pasien, antara lain:

1. Setiap perawat harus memiliki sikap yang ramah terhadap semua orang, terlebih terhadap pasien.

2. Setiap perawat harus memiliki sikap menaruh kasih sayang terhadap sesama, terlebih dahulu bagi yang membutuhkan.

3. Setiap perawat harus memiliki sikap yang dapat memberikan rasa aman pada pasien, bukan menimbulkan kecemasan, kegelisahan dan rasa takut.

4. Setiap perawat harus memiliki sikap menaruh perhatian terhadap kebutuhan yang diperlukan oleh pasien.

(69)

28

pasien yang sedang sakit akan merasa senang, simpati, dan tidak menilai judes terhadap perawat.

6. Setiap perawat harus memiliki sikap yang dapat dipercaya, karena dengan kepercayaanlah harga diri dan kepribadian orang dapat dinilai.

7. Setiap perawat harus memiliki sikap percaya diri, jangan minder. Oleh karean itu, perlu banyak belajar, manambah dan meningkatkan pengetahuan, serta keterampilan keperawatan.

8. Setiap perawat harus memiliki sikap dapat menahan diri, jangan sampai menyalahkan , mengkritik, menyudutkan, dan mempermalukan pasien maupun keluarganya yang dapat menambah berat penyakitnya.

9. Setiap perawat harus memiliki sikap agar pasien tidak ketergantungan pada perawat.

10. Setiap perawat harus memiliki sikap untuk dapat menghindari ucapan yang dapat menyinggung perasaan pasien.

11. Setiap perawat harus memiliki sikap penuh pengertian dan pengabdian. 12. Setiap perawat harus memiliki sikap riang gembira, tidak cemberut dimuka

pasien umum.

13. Setiap perawat harus memiliki sikap yang kooperatif atau mudah diajak kerjasama dengan pasien maupun tim kesehatan lainnya.

14. Setiap perawat harus memiliki sikap yang memungkinkan dapat membantu dalam mengatasi kesulitan pasien maupun keluarganya.

(70)

2.4 Pemberian Cairan

Menurut Efendi (2007), pemberian cairan pada pasien luka bakar sesuai dengan persen luka yang dialami penderita dengan rumus “Baxter”: 4 x bb x % Lb. Contoh: BB pasien: 50 kg, luas luka bakar 40%, maka kebutuhan cairan pasien adalah 4 x 50 x 40 = 8000ml diberikan dengan pembagian. 8 jam I diberikan: 4000ml, 8 jam II diberikan: 2000ml, dan 8 jam III diberikan: 2000ml. Sedangkan menurut “Evans-Brooke” jumlah cairan di berikan dengan memperhitungkan luas permukaan luka bakar dan berat badan pasien (dalam kg). Hari pertama, separuh jumlah kebutuhan cairan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam sisa. Pada hari kedua diberikan separuh jumlah koloid (darah) dan larutan saline ditambah 2000ml glukosa, pemberian merata dalam 24 jam.

Menurut Efendi (2007), hal-hal penting sehubungan dengan resusistasi pada luka bakar:

1. Tujuan utama resusitasi pada luka bakar adalah tercukupi kebutuhan air tubuh untuk mempertahankan fungsi organ dan mencegah komplikasi karena resusitasi yang berlebihan.

(71)

30

3. Ditemukan perbedaan signifikan volume air resusitasi yang diberikan kelompok pasien muda cenderung diberikan jauh lebih banyak setiap persen luka bakarnya. Hal ini ternyata juga terjadi pada kelompok pasien dengan usia tua bila dibandingkan pasien usia 15-44 tahun.

4. Resusitasi yang berlebihan pada luka bakar yang sangat luas akan sangat berhubungan dengan mudahnya terjadi reaksi adverse pada pasien dan ini ditemukan pada pasien luka bakar luas (mayor) yang dihitung kebutuhan air resusitasinya menggunakan formula Parkland/Baxter. Walaupun banyak kejadian reaksi advers, akan kematiannya masih cukup rendah.

2.4.1 Pengertian Pemberian Cairan

(72)

2.4.2 Tujuan Terapi Penggantian Cairan

Volume cepat dan kecepatan pemberian cairan infus diukur berdasarkan respons pasien luka bakar. Tujuan pemberian atau penggantian cairan adalah tekanan sistolik yang melebihi 100 mm Hg; frekuensi nadi yang kurang dari 110/menit, dan haluaran urin sebanyak 30 hingga 50 ml/jam.

Ukuran tambahan untuk menentukan kebutuhan cairan dan respons pasien terhadap resusitasi mencakup nilai hematokrit, hemoglobin dan kadar natrium serum. Jika nilai hematokrit dan hemaglobinnya menurun atau bila haluaran lebih besar dari 50 ml/jam, kecepatan pemberian infus dapat diturunkan tujuannya adalah untuk menurunkan kadar natrium serum dalam batas-batas normal selama penggangtian cairan (Smeltzer & Suzanne C, 2002).

Cairan dan elektrolit sangat berguna dalam mempertahankan fungsi tubuh manusia. Kebutuhan cairan dan elektrolit bagi manusia berbeda-beda sesuai dengan tingkat usia seseorang, seperti bayi mempunyai kebutuhan cairan yang berbeda dengan usia dewasa. Kebutuhan cairan sangat diperlukan tubuh dalam mengangkut zat makanan kedalam sel, sisa metabolisme, sebagai pelarut elektrolit dan nonelektrolit, memelihara suhu tubuh, mempermudah eliminasi, dan membantu pencernaan. Disamping kebutuhan cairan, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, klorida, dan fosfat) sangat penting untuk menjaga keseimbangan asam-basa, konduksi saraf, kontraksi muscular dan osmolaritas.

(73)

32

cukup sesuai dengan kebutuhan. Prosedur pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam pelayanan keperawatan dapat dilakukan melalui pemberian cairan per oral atau intravena (Smeltzer & Suzanne C, 2002).

2.4.3 Pemberian Cairan Melalui Infus

(74)

1.1 Latar Belakang

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut (Nugroho, 2012). Luka bakar merupakan luka yang unik di antara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Dengan cepat luka bakar akan di diami oleh bakteri patogen, mengalami eksudasi dengan perembasan sejumlah besar air, protein serta elektrolit, dan kerap kali memerlukan pencangkokan kulit dari bagian tubuh untuk menghasilkan penutupan luka yang permanen (Smeltzer & Suzanne C, 2002).

(75)

2

Berdasarkan data dari American Burn Association (ABA) tahun 2010 insiden tentang luka bakar di Amerika Serikat sejak Januari 2001 hingga Juni 2010 diperkirakan lebih dari 163.000 kasus, dimana 70% pasien adalah laki-laki dengan rata-rata usia sekitar 32 tahun, 18% anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun dan 12% kasus berusia lebih dari 60 tahun. Luka bakar dengan luas 10% Total Body Surface Area (TBSA) sebesar 7%. Penyebab tertinggi akibat flame

burn (44%) dan tingkat kejadian paling sering di rumah (68%).

Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI (2008), prevalensi luka bakar di Indonesia adalah 2,2 %. Menurut Tim Pusbankes 118 Persi DIY (2012) angka kematian akibat luka bakar di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta berkisar 37%-39% pertahun sedangkan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, rata-rata dirawat 6 pasien luka bakar perminggu setiap tahun. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), pasien dengan luka bakar akut yang dirujuk pada tahun 2010 sebanyak 143 orang pasien. Dari 50 orang pasien, 24 orang pasien (48%) meninggal dan 26 orang pasien (52%) dapat diselamatkan.

(76)

tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurang.

Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar, pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena yang adekuat harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena luka bakar. Adanya luka bakar diberikan cairan resusitasi karena adanya akumulasi cairan edema tidak hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh tubuh. Telah diselidiki bahwa penyebab permeabilitas cairan ini adalah karena keluarnya sitokin dan beberapa mediator, yang menyebabkan disfungsi dari sel, kebocoran kapiler (Effendi, 2005).

Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema yang dapat menyebabkan kematian pada pasien luka bakar. Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam pertama setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh. Rumus yang sering digunakan adalah formula parkland/baxter, yaitu larutan ringer laktat 4 ml x kg BB x luas luka bakar (%) dimana jumlah cairan tersebut separuh diberikan selama 8 jam pertama, separuh dalam 16 jam berikutnya (Yovita, 2014).

(77)

4

seorang perawat dapat mengaplikasikan kemampuan untuk menggunakan materi rumus, metode, prinsip yang dalam konteks pemberian cairan pada pasien luka bakar (Notoadmojo, 2003).

Hasil penelitian Lisnawati (2008), di Irna B RS DR.M. Djamil Padang diperoleh bahwa 52,4% perawat masih memiliki pengetahuan yang rendah dalam hal pemberian cairan pada pasien luka bakar, 57,1% memiliki sikap positif, 52,4% perawat bekerja sesuai Formula Baxter. Secara stastistik terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan sikap perawat dengan pelaksanaan pemberian cairan yang tepat pada pasien luka bakar.

Luka bakar sangat membutuhkan perhatian dan penanganan yang serius, tidak hanya dokter tetapi juga oleh seluruh pihak, baik itu tenaga kesehatan yang salah satunya adalah perawat, rumah sakit, masyarakat maupun pemerintah terutama dalam memuwujudkan suatu unit luka bakar yang baik (Nugroho, 2012). Berdasarkan uraian-uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut dengan mengadakan penelitian yang berjudul “Pengetahuan Dan Sikap Perawat Tentang Pemberian Cairan Pada Pasien Luka Bakar Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti

ingin mengidentifikasi “Bagaimana pengetahuan dan sikap perawat tentang

(78)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengetahuan dan sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengindentifikasi pengetahuan perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar di RSUD Dr. Pirngadi M

Gambar

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pengetahuan Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien Luka Bakar (n=44)
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pengetahuan Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien Luka Bakar B S
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Sikap Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien Luka Bakar di RSUD Dr

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan dan informasi bagi perawat untuk mengajarkan keluarga cara berkomunikasi dengan pasien stroke

Hasil ini menunjukkan bahwa kekuatan hubungan yang ada sangat lemah atau tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap

Pada penelitian ini penulis menggunakan desain penelitian deskriptif korelatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan pengetahuan perawat dan bidan dengan pelaksanaan

Sebagai bahan informasi dan rujukan bagi seluruh tenaga perawat dalam meningkatkan pengetahuannya mengenai strategi tertentu dalam melakukan manajemen cairan dan

Pengetahuan dan Sikap Perawat Pelaksana Dalam Memberikan Discharge Planning di Ruang Rawat Inap RSUD

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada perawat dalam memberikan pelayanan yang baik kepada pasien, bukan hanya pada saat pasien datang ke rumah sakit

terdapat hubungan yang lemah antara pengetahuan perawat dan bidan dengan pelaksanaan perawatan luka episiotomi di ruang nifas RSUD dr.Pirngadi Medan dengan arah korelasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD