PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH GAMBUT, PERTUMBUHAN dan PRODUKSI TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) AKIBAT
PEMBERIAN AIR LAUT DAN BAHAN MINERAL
SKRIPSI
Oleh :
Lila Wulandari 080303073 Ilmu Tanah
DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH GAMBUT, PERTUMBUHAN dan PRODUKSI TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) AKIBAT
PEMBERIAN AIR LAUT DAN BAHAN MINERAL
SKRIPSI
Oleh :
Lila Wulandari 080303073 Ilmu Tanah
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan
DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah Gambut, Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Akibat Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral
Nama : Lila Wulandari
NIM : 080303073
Departemen : Agroekoteknologi Minat Studi : Ilmu Tanah
Disetujui, Komisi Pembimbing :
Ketua
(Ir. Sarifuddin, MP. NIP : 19650309 199303 1 014
)
Anggota
(Benny Hidayat, SP. MP.)
Mengetahui,
Ketua Departemen Agroekoteknologi
(Prof. Dr. Ir. T . Sabrina, M. Sc.) NIP. 19640620 198903 2 001
ABSTRACT
The objective of this research is to study the effect of sea water and mineral materials on chemical properties of peat soils. This research was conducted at green house, soil chemical and fertility laboratory and research laboratory and technology. This research use factorial randomized block design with 2 factors treatments consist of sea water with 3 replications and mineral materials (volcanic material, steel slag, dolomite, and calx). Volume of sea water were 0 ml (+ 1000 ml fresh water) per pot, 250 ml (+ 750 ml fresh water) per pot and 500ml (+ 500 ml fresh water) per pot. Dosage of volcanic material, steel slag, dolomite, and calx are 250 g/pot, 50 g/pot, 50 g/pot, and 250 g/pot. The result showed that application volume of sea water influenced significantly increase of electrical conductivity, ratio C/N and empty grains but not significantly effect on soil acidicity, exchange natrium, exchange kalium, exchange calcium, exchange magnesium, cation exchange capacity, base saturation, organic carbon, total nitrogen, bulk density, number of tillers per clump, number of productive tillers per clump, and weight 1000 grain. Application of mineral materials (volcanic material, steel slag, dolomite, and calx) influenced significantly icrease of soil acidicity, cation exchange capacity, organic carbon, and weight 1000 grain but not significantly effect on exchange natrium, total nitrogen and bulk density.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efek air laut dan bahan mineral pada sifat kimia tanah gambut. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca, laboratorium kimia-kesuburan tanah dan laboratorium riset dan teknologi. Penelitian ini menggunakan RAK factorial dengan 2 faktor perlakuan terdiri dari air laut dan bahan mineral (pasir vulkan, terak baja, dolomit, dan abu serbuk gergaji). Volume air laut adalah 0 ml (1000 ml air tawar) per pot, 250 ml (+ 750 ml air tawar) per pot dan 500 ml (+ 500 ml air tawar) per pot. Dosis pasir vulkan, terak baja, dolomit dan abu serbuk gergaji adalah 250 g/pot, 50 g/pot, 50 g/pot, dan 250 g/pot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian air laut berpengaruh nyata meningkatkan DHL, menurunkan rasio C/N dan persentase gabah hampa namun tidak berpengaruh nyata terhadap pH, Na-tukar, K-tukar, Ca-tukar, Mg-Ca-tukar, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, karbon organik, nitrogen total, bulk density, jumlah anakan perumpun, jumlah anakan produktif, dan bobot 1000 butir. Pemberian bahan mineral (pasir vulkan, terak baja, dolomit, dan abu serbuk gergaji) berpengaruh sangat nyata meningkatkan DHL, K-tukar, Ca-tukar, Mg-tukar, kejenuhan basa, rasio C/N, jumlah anakan perumpun, jumlah anakan produktif dan menurunkan persentase gabah hampa, serta berpengaruh nyata meningkatkan pH, kapasitas tukar kation, karbon organik dan bobot 1000 butir namun tidak berpengaruh nyata terhadap Na-tukar, nitrogen total dan bulk density.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 16 Desember 1990 dari bapak
Serma M. Rojali dan ibu Nurlela Nasution. Penulis merupakan anak pertama dari
tiga bersaudara.
Pada tahun 2002 penulis tamat sekolah dari SD Negeri 064981 Medan.
Pada tahun 2005 tamat dari SMP Negeri 7 Medan. Pada tahun 2008 tamat dari
SMA Swasta Kartika I - 2 Medan. Penulis masuk Universitas Sumatera Utara
pada tahun 2008 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) sebagai mahasiswi Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum
Dasar Ilmu Tanah tahun 2009 - 2011, menjadi Asisten Praktikum Kesuburan
Tanah dan Pupuk Pemupukan tahun 2014, Penerima Beasiswa Bantuan
Mahasiswa (BBM) pada tahun 2010, Panitia Pengkaderan Nasional II Ilmu Tanah
di USU tahun 2011, Mengikuti organisasi pengajian Al-Bayan Departemen Ilmu
Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan sejak tahun 2008 -
2011, Mengikuti organisasi IMILTA Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara Medan sejak tahun 2008 - 2011. Penulis
melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di PTP. Nusantara III (Persero) Unit
Kebun Dusun Hulu, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Asahan. Penulis
melaksanakan latihan bekerja sebagai pembimbing Kimia di BT/BS Medica sejak
tahun 2010 – 2013. Peserta Seminar dan Loka Karya Nasional “Optimalisasi
Pendidikan Berbasis Pembangunan Berkelanjutan” di FP USU Medan, 12
Februari 2010. Peserta pada Soil Judging Contest dalam rangka Seminar dan
Kongres Nasional X Himpunan Ilmu Tanah Indonesia di Universitas Sebelas
Maret Surakarta, 7 Desember 2011. Peserta pada Seminar dan Kongres Nasional
X Himpunan Ilmu Tanah Indonesia dengan tema “Tanah Untuk Kehidupan Yang
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt, karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul dari
skripsi ini adalah “Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah Gambut, Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Akibat Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral”, yang berfungsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada
Ir. Sarifuddin, MP., dan Benny Hidayat, SP., MP., selaku ketua dan anggota
komisi pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan dan sarannya, juga
kepada Ir. Mukhlis, MSi. atas segala bantuan dan kemudahan yang diberikan
kepada penulis selama melaksanakan penelitian serta ketua Departemen
Agroekoteknologi Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, MSc. dan seluruh pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh
sebab itu saran dan kritik penulis harapkan demi kesempurnaan penyusunan
skripsi.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis
ucapkan terima kasih.
Medan, Maret 2014
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesa Penelitian... 3
Kegunaan Penelitian... 4
TINJAUAN PUSTAKA Pembentukan dan Penyebaran Gambut ... 5
Sifat Tanah Gambut ... 7
Air Laut ... 11
Bahan Vulkan ... 13
Terak Baja ... 15
Dolomit ... 17
Abu Serbuk Gergaji... 18
Budidaya Padi di Lahan Gambut ... 19
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 22
Bahan dan Alat ... 22
Metode Penelitian ... 23
Pelaksanaan Penelitian ... 24
Parameter yang Diukur ... 26
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 27
Pembahasan ... 43
KESIMPULAN Kesimpulan ... 48
Saran ... 48
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Kandungan Hara dan Kadar Konsentrasi pada Air Laut... 12
2. Rataan Nilai Kemasaman Tanah pada Kombinasi Beberapa Taraf Pemberian
Air Laut dan Bahan Mineral ... 27
3. Rataan Nilai Daya Hantar Listrik Tanah (mmhos/cm) pada Kombinasi
Beberapa Taraf Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral ... 28
4. Rataan Nilai Na-tukar Tanah (me/100g) pada Kombinasi Beberapa Taraf
Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral ... 29
5. Rataan Nilai Mg-tukar (me/100g) Tanah pada Kombinasi Beberapa Taraf
Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral ... 30
6. Rataan Nilai K-tukar Tanah (me/100g) pada Kombinasi Beberapa Taraf
Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral ... 31
7. Rataan Nilai Ca-tukar Tanah (me/100g) pada Kombinasi Beberapa Taraf
Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral ... 32
8. Rataan Nilai Kapasitas Tukar Kation Tanah (me/100g) pada Kombinasi
Beberapa Taraf Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral ... 33
9. Rataan Nilai Kejenuhan Basa Tanah (%) pada Kombinasi Beberapa Taraf
Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral ... 34
10. Rataan Nilai Karbon Organik Tanah (%) pada Kombinasi Beberapa Taraf
Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral ... 35
11. Rataan Nilai Nitrogen Total Tanah (%) pada Kombinasi Beberapa Taraf
Nomor Judul Halaman
12. Rataan Nilai Rasio C/N Tanah pada Kombinasi Beberapa Taraf Pemberian
Air Laut dan Bahan Mineral ... 37
13. Rataan Jumlah Anakan Perumpun Tanaman Padi pada Kombinasi Beberapa
Taraf Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral... 38
14. Rataan Jumlah Anakan Produktif Tanaman Padi pada Kombinasi Beberapa
Taraf Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral... 39
15. Rataan Bobot 1000 Butir (g) Tanaman Padi pada Kombinasi Beberapa Taraf
Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral ... 39
16. Rataan Persentase Gabah Hampa (%) Tanaman Padi pada Kombinasi
Beberapa Taraf Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral ... 40
17. Rataan Bulk Density Tanah (g/cc) pada Kombinasi Beberapa Taraf
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Analisis Awal Tanah Sebelum Perlakuan ... 53
2. Analisis Awal Air Laut ... 53
3. Tabel Rataan Analisis Kemasaman Tanah... 54
4. Tabel Dwikasta A x B ... 54
5. Daftar Sidik Ragam F 5% dan F 1% ... 54
6. Tabel Rataan Analisis Daya Hantar Listrik Tanah ... 55
7. Tabel Dwikasta A x B ... 55
8. Daftar Sidik Ragam F 5% dan F 1% ... 55
9. Tabel Rataan Analisis Natrium Dapat Ditukar Tanah ... 56
10. Tabel Dwikasta A x B ... 56
11. Daftar Sidik Ragam F 5% dan F 1% ... 56
12. Tabel Rataan Analisis Magnesium Dapat Ditukar Tanah ... 57
13. Tabel Dwikasta A x B ... 57
14. Daftar Sidik Ragam F 5% dan F 1% ... 57
15. Tabel Rataan Analisis Kalium Dapat Tukar Tanah ... 58
16. Tabel Dwikasta A x B ... 58
17. Daftar Sidik Ragam F 5% dan F 1% ... 58
18. Tabel Rataan Analisis Kalsium Dapat Tukar Tanah ... 59
19. Tabel Dwikasta A x B ... 59
20. Daftar Sidik Ragam F 5% dan F 1% ... 59
Nomor Judul Halaman
22. Tabel Dwikasta A x B ... 60
23. Daftar Sidik Ragam F 5% dan F 1% ... 60
24. Tabel Rataan Analisis Kejenuhan Basa Tanah ... 61
25. Tabel Dwikasta A x B ... 61
26. Daftar Sidik Ragam F 5% dan F 1% ... 61
27. Tabel Rataan Analisis Karbon Organik Tanah ... 62
28. Tabel Dwikasta A x B ... 62
29. Daftar Sidik Ragam F 5% dan F 1% ... 62
30. Tabel Rataan Analisis Nitrogen Total Tanah ... 63
31. Tabel Dwikasta A x B ... 63
32. Daftar Sidik Ragam F 5% dan F 1% ... 63
33. Tabel Rataan Analisis Rasio C/N Tanah... 64
34. Tabel Dwikasta A x B ... 64
35. Daftar Sidik Ragam F 5% dan F 1% ... 64
36. Tabel Rataan Jumlah Anakan Perumpun ... 65
37. Tabel Dwikasta A x B ... 65
38. Daftar Sidik Ragam F 5% dan F 1% ... 65
39. Tabel Rataan Jumlah Anakan Produktif ... 66
40. Tabel Dwikasta A x B ... 66
41. Daftar Sidik Ragam F 5% dan F 1% ... 66
42. Tabel Rataan Bobot 1000 butir ... 67
43. Tabel Dwikasta A x B ... 67
Nomor Judul Halaman
45. Tabel Rataan Persentase Gabah Hampa... 68
46. Tabel Dwikasta A x B ... 68
47. Daftar Sidik Ragam F 5% dan F 1% ... 68
48. Tabel Rataan Analisis Bulk Density Tanah ... 69
49. Tabel Dwikasta A x B ... 69
50. Daftar Sidik Ragam F 5% dan F 1% ... 69
51. Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Fase Akhir Vegetatif Pada Perlakuan Tunggal Bahan Mineral ... 70
52. Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Fase Akhir Vegetatif Pada Interaksi Air Laut 250 ml/L Larutan Dengan Bahan Mineral ... 71
53. Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Fase Akhir Vegetatif PadaInteraksi Air Laut 500 ml/L Larutan Dengan Bahan Mineral ... 73
54. Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Fase Akhir Generatif Pada Perlakuan Tunggal Bahan Mineral ... 74
55. Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Fase Akhir Generatif Pada Interaksi Air Laut 250 ml/L Larutan Dengan Bahan Mineral ... 76
56. Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Fase Akhir Generatif Pada Interaksi Air Laut 500 ml/L Larutan Dengan Bahan Mineral ... 77
57. Gambar Pengambilan Sampel Tanah Menggunakan Bor Tanah Gambut Pada Tanaman Padi Fase Akhir Vegetatif Untuk Dianalisis ... 78
58. Gambar Ring Sample Yang Digunakan Dalam Penetapan Bulk Density Dan Pemanenan Bulir Pada Tanaman Padi Fase Akhir Generatif ... 79
ABSTRACT
The objective of this research is to study the effect of sea water and mineral materials on chemical properties of peat soils. This research was conducted at green house, soil chemical and fertility laboratory and research laboratory and technology. This research use factorial randomized block design with 2 factors treatments consist of sea water with 3 replications and mineral materials (volcanic material, steel slag, dolomite, and calx). Volume of sea water were 0 ml (+ 1000 ml fresh water) per pot, 250 ml (+ 750 ml fresh water) per pot and 500ml (+ 500 ml fresh water) per pot. Dosage of volcanic material, steel slag, dolomite, and calx are 250 g/pot, 50 g/pot, 50 g/pot, and 250 g/pot. The result showed that application volume of sea water influenced significantly increase of electrical conductivity, ratio C/N and empty grains but not significantly effect on soil acidicity, exchange natrium, exchange kalium, exchange calcium, exchange magnesium, cation exchange capacity, base saturation, organic carbon, total nitrogen, bulk density, number of tillers per clump, number of productive tillers per clump, and weight 1000 grain. Application of mineral materials (volcanic material, steel slag, dolomite, and calx) influenced significantly icrease of soil acidicity, cation exchange capacity, organic carbon, and weight 1000 grain but not significantly effect on exchange natrium, total nitrogen and bulk density.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efek air laut dan bahan mineral pada sifat kimia tanah gambut. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca, laboratorium kimia-kesuburan tanah dan laboratorium riset dan teknologi. Penelitian ini menggunakan RAK factorial dengan 2 faktor perlakuan terdiri dari air laut dan bahan mineral (pasir vulkan, terak baja, dolomit, dan abu serbuk gergaji). Volume air laut adalah 0 ml (1000 ml air tawar) per pot, 250 ml (+ 750 ml air tawar) per pot dan 500 ml (+ 500 ml air tawar) per pot. Dosis pasir vulkan, terak baja, dolomit dan abu serbuk gergaji adalah 250 g/pot, 50 g/pot, 50 g/pot, dan 250 g/pot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian air laut berpengaruh nyata meningkatkan DHL, menurunkan rasio C/N dan persentase gabah hampa namun tidak berpengaruh nyata terhadap pH, Na-tukar, K-tukar, Ca-tukar, Mg-Ca-tukar, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, karbon organik, nitrogen total, bulk density, jumlah anakan perumpun, jumlah anakan produktif, dan bobot 1000 butir. Pemberian bahan mineral (pasir vulkan, terak baja, dolomit, dan abu serbuk gergaji) berpengaruh sangat nyata meningkatkan DHL, K-tukar, Ca-tukar, Mg-tukar, kejenuhan basa, rasio C/N, jumlah anakan perumpun, jumlah anakan produktif dan menurunkan persentase gabah hampa, serta berpengaruh nyata meningkatkan pH, kapasitas tukar kation, karbon organik dan bobot 1000 butir namun tidak berpengaruh nyata terhadap Na-tukar, nitrogen total dan bulk density.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Luas lahan gambut di Indonesia diperkirakan sekitar 13,5 – 26,5 juta ha.
Dari berbagai sumber data lahan gambut yang ada di wilayah Indonesia
bervariasi. Data Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1981) mengemukakan
luas lahan gambut di Indonesia adalah 26.5 juta ha dengan perincian di Sumatera
seluas 8,9 juta ha, Kalimantan 6,5 juta ha, Papua 10,5 juta ha dan lainnya 0,2 juta
Ha. Menurut Wahyunto et. al. (2005) memperkirakan luas seluruhnya 21 juta ha di Indonesia. Wetland International (1996) menunjukkan bahwa lahan gambut di
Sumatera adalah seluas 7,21 juta ha. Penyebaran lahan gambut di Provinsi
Sumatera Utara sebagai Provinsi dengan sebaran gambut terluas ke – empat, tidak
begitu besar yaitu hanya sekitar 325.296 ha. Lahan gambut terluas terdapat di
pantai Timur, yakni di wilayah kabupaten Labuhan Batu dan Asahan
(Wahyunto, dkk. 2003).
Dalam upaya memperbaiki produktivitas tanah gambut terdapat kendala
utama yang dihadapi yakni kejenuhan basa yang rendah, kemasaman tanah yang
cukup tinggi dan lambatnya proses dekomposisi bahan organik tanah (C/N tinggi)
serta sifat kering tak balik (irreversible drying) tanah gambut. Tanah gambut di daerah Kabupaten Asahan dan Labuhan Batu cenderung merupakan tanah yang
tingkat kesuburannya rendah (gambut oligotrofik) akibat pengaruh lingkungan air
tawar (hujan). Menurut Karama dan Suriadikarta (1997) pada lingkungan marin
dengan pengaruh pasang surut, proses dekomposisi cepat sehingga akumulasi
penimbunan lebih besar dari perombakan yang mengakibatkan akumulasi gambut
berjalan terus.
Pemberian kapur disamping diperlukan untuk meningkatkan ketersediaan
unsur hara kalsium, juga ditujukan untuk meningkatkan kejenuhan basa karena
kejenuhan basa tanah gambut relatif rendah terutama basa-basa K, Ca, dan Mg.
Kejenuhan basa tanah gambut umumnya < 15 persen, sementara kejenuhan basa
tanah gambut harus mencapai 30 persen agar tanaman dapat menyerap basa-basa
tertukar dengan mudah (Soepardi dan Surowinoto, 1982 dalam Barchia, 2006). Disamping ekstensifikasi dengan memanfaatkan lahan gambut juga perlu
penerapan intensifikasi berupa perbaikan sifat-sifat tanah juga perlu dilakukan
sehingga efisiensi pemanfaatan lahan dapat ditingkatkan. Upaya yang dapat
dilakukan adalah upaya dengan pemanfaatan beberapa jenis bahan amelioran
tanah seperti air laut, terak baja, dolomit dan abu bakaran kayu untuk
meningkatkan produksi padi di tanah gambut.
Beberapa manfaat terak baja dalam bidang pertanian telah banyak
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian terdahulu, antara lain terak baja dapat
berfungsi untuk meningkatkan pH tanah sama seperti kapur, penyedia unsur Ca, K
dan P, serta mampu menurunkan efek toksik dari Al pada tanah masam (Ali dan
Sedaghat, 2007). Penambahan terak baja pada tanaman padi di lahan gambut
mampu meningkatkan bobot kering gabah bernas sebesar 65-96% dan
meningkatkan kandungan basa-basa yang dapat dipertukarkan seperti K, Ca, dan
Mg (Hidayatulloh, 2006).
Penggunaan abu sebagai amelioran juga telah diteliti pada beberapa lahan
degradasi hara juga dapat menyuplai hara. Abu memiliki komposisi yang lebih
lengkap daripada kapur, mengandung unsur hara makro dan mikro, memiliki daya
penetralan terhadap kemasaman 40 % setara CaCO3. Bahan abu juga mampu
menurunkan kadar asam-asam fenolat antara 54-79 persen (Subiksa, dkk., 1997). Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan mengkombinasikan pemberian bahan vulkan, terak baja,
dolomite dan abu serbuk gergaji dengan pemberian air laut. Tanaman padi yang
digunakan adalah varietas Dendang yang adaptif terhadap kondisi salin di gambut.
Gambut yang lebih salin diharapkan dapat meningkatkan basa-basa tukar,
menurunkan nilai rasio C/N dan KTK serta memperbaiki sifat kimia tanah gambut
lainnya sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bahan vulkan, terak
baja, dolomit, dan abu serbuk gergaji yang dikombinasi dengan air laut terhadap
perbaikan sifat kimia tanah, pertumbuhan dan produksi padi sawah pada tanah
gambut.
Hipotesis Penelitian
1. Pemberian air laut pada tanah gambut memperbaiki beberapa sifat kimia
tanah, pertumbuhan dan produksi padi di tanah gambut.
2. Pemberian bahan mineral (bahan vulkan, terak baja, dolomit, dan abu serbuk
gergaji) memperbaiki beberapa sifat kimia tanah, pertumbuhan dan produksi
3. Kombinasi pemberian bahan mineral dan air laut lebih baik dalam
memperbaiki beberapa sifat kimia tanah, pertumbuhan dan produksi tanaman
padi di tanah gambut.
Kegunaan Penelitian
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat melaksakan ujian akhir di Departemen
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Pembentukan dan Penyebaran Gambut
Genesis gambut di Indonesia dimulai pada periode holosen yang dimulai
dengan terbentuknya rawa-rawa sebagai akibat dari peristiwa transgresi dan
regresi karena mencairnya es di kutub yang terjadi sekitar 4200 sampai 6800
tahun yang lalu (Sabiham, 1988). Pada periode pleistosen, yaitu periode sebelum
holosen, permukaan laut berada kira-kira 60 m di bawah permukaan laut sekarang.
Pendapat lain mengatakan gambut ombrogen di Indonesia mulai terbentuk pada
4000 sampai 5000 tahun yang lalu. Pembentukan gambut di Indonesia terutama di
Sumatera dan Kalimantan terjadi pada penghujung masa glasial dimana pencairan
es menyebabkan peningkatan muka air laut dan Sunda Shelf tergenang oleh air membentuk rawa-rawa. Akibatnya vegetasi yang ada menjadi terbenam dan mati,
kemudian mengalami proses dekomposisi secara lambat, sehingga bahan organik
terakumulasi (Barchia, 2006).
Gambut terbentuk secara bertahap sehingga menunjukkan berlapis-lapis
seiring dengan kejadian lingkungan alamnya. Profil gambut juga tampak diselingi
oleh lapisan-lapisan mineral yang menunjukkan terjadinya gejala alam banjir dan
sedimentasi dari waktu ke waktu pada lingkungan rawa, khususnya pada rawa
pedalaman. Pembentukan gambut terjadi pada periode Holosine antara
5.000-10.000 tahun silam, saat kenaikan muka air laut terhenti atau ketika terjadi mulai
penurunan muka air laut sehingga terbentuk cekungan yang secara bertahap
mengalami pengisian oleh tanaman-tanaman perintis berupa tanaman air dan
yang semakin tebal sehingga membentuk kubah gambut (peat dome). Gambut yang semakin tebal kemudian membentuk gambut ombrogen, yaitu gambut yang tidak subur apabila dimanfaatkan dan cepat mengalami penurunan produktivitas
(Noor, 2010).
Pada proses genesis gambut, dua tipe utama gambut yang dapat
diidentifikasi, yaitu (1) gambut topogen yang terbentuk pada wilayah depresi di
belakang tanggul dimana gambut ini bersifat eutrofik dan biasanya kaya akan
unsur hara dan (2) gambut ombrogen yang terbentuk pada wilayah penggenangan
dengan sumber air yang hanya berasal dari air hujan, gambut ini miskin unsur
hara (Barchia, 2006).
Menurut klasifikasi FAO - UNESCO, tanah gambut termasuk ordo
Histosol dengan kandungan bahan organik > 30% dalam lapisan setebal 40 cm
dari bagian 80 cm teratas profil tanah. Berdasarkan tingkat dekomposisinya
histosol dibagi menjadi 3 subordo, yaitu fibrik < hemik < saprik. Tanah-tanah
gambut di Sumatra termasuk subordo Terric Tropohemist, Terric Sulfihemist,
Typic Tropohemist, Terric Troposaprist dan Typic Tropofibrist
(Hardjowigeno, 1993).
Luas total lahan gambut di Sumatera pada tahun 1990-an adalah sekitar
7,2 juta ha, atau sekitar 14,90 % dari luas pulau Sumatera (luasnya: 48,24 juta ha).
Luasan tersebut sudah termasuk tanah mineral yang mengandung gambut sangat
dangkal (ketebalan gambut < 50 cm) atau tanah mineral bergambut seluas 327.932
ha sehingga yang tergolong tanah gambut (ketebalan > 50 cm) luasannya untuk
seluruh Sumatera adalah 6.865.370 ha. Penyebaran lahan gambut di Provinsi
begitu besar yaitu hanya sekitar 325.296 ha. Lahan gambut terluas terdapat di
pantai Timur, yakni di wilayah kabupaten Labuhan Batu dan Asahan
(Wahyunto, dkk. 2003).
Salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang memiliki lahan gambut
adalah Kabupaten Humbang Hasundutan yang diperkirakan seluas 2.358 ha.
Kecamatan Dolok Sanggul, Kecamatan Pollung dan Kecamatan Lintong Ni Huta
adalah kecamatan – kecamatan yang memilki kawasan gambut di Kabupaten
Humbang Hasundutan. Tipe lahan gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan
termasuk tipe gambut topogen atau tipe gambut dataran tinggi (Istomo, 2006).
Sifat Tanah Gambut
Secara kimiawi seperti dikemukakan oleh Sagiman (2007) antara lain
kemasaman tanah yang tinggi disebabkan oleh kandungan asam-asam organik dan
dekomposisi bahan organik pada kondisi anaerob menyebabkan terbentuknya
senyawa fenolat dan karboksilat. Tanah gambut memiliki kapasitas tukar kation
(KTK) yang sangat tinggi (90 - 200 me/100 gr) namun kejenuhan basa (KB)
sangat rendah sehingga ketersediaan hara terutama Kalium (K), Kalsium (Ca), dan
Mg menjadi sangat rendah, KB sehingga harus ditingkatkan mencapai 25-30%
agar basa-basa tertukar dapat dimanfaatkan tanaman. Rasio C-organik dengan
Nitrogen (N) total gambut umumnya sangat tinggi > 30 yang berarti hara nitrogen
kurang tersedia untuk tanaman sekalipun hasil analisis N total menunjukkan
angka yang tinggi. Unsur Posfor (P) dalam tanah gambut terdapat dalam bentuk P
500.000 pon hanya mengandung 1.000 pon P2O5 atau hanya separuhnya yang
tersedia (Buckman and Brady, 1982).
Menurut Noor (2001) tingkat kemasaman tanah gambut mempunyai
kisaran sangat lebar. Umumnya, tanah gambut tropik terutama gambut ombrogen
(oligotrofik) mempunyai kisaran pH 3.0-4.5 kecuali yang mendapatkan pengaruh
air laut atau payau. Kemasaman tanah gambut cenderung makin tinggi jika
gambut tersebut makin tebal. Gambut dangkal mempunyai pH antara 4.0-5.1,
sedangkan gambut dalam pH nya antara 3.1-3.9 dimana sumber keasaman yang
berperan pada tanah gambut adalah pirit (senyawa sulfur) dan asam-asam organik.
Pada pH 3.0-4.5 yang berperan dalam kemasaman adalah Aldd, pada pH 4.5-5.5
dan mendekati pH 5.5 peran ion hidroksida Al dan Hdd makin bertambah, dan
pada pH > 5.5 sumber kemasaman terutama dari Hdd dan H+ yang terdisiosasi dari
ikatan OH-, H+ pada oksida berair Fe dan Al, gugus AlOH yang berada di tepi
mineral lempung silikat serta gugus fenolik dan karboksil dari bahan
organik tanah.
Secara umum, kemasaman tanah gambut sangat dipengaruhi oleh
keberadaan asam-asam organik. Ion H+ dalam tanah gambut berada dalam bentuk
gugus fungsional asam-asam organik terutama dalam bentuk gugus karboksilat
(-COOH) dan gugus hidroksil dari fenolat (OH). Gugus tersebut merupakan asam
lemah yang dapat terdissosiasi menghasilkan ion H+, dan mampu
mempertahankan reaksi tanah terhadap perubahan kemasaman tanah dan
mempengaruhi KTK tanah gambut dimana dapat terjadi penurunan KTK tanah
gambut jika terbentuk senyawa kompleks organo-kation sehingga kation terikat
Gambut tipis yang terbentuk di atas endapan liat atau lempung marin
umumnya lebih subur dari gambut dalam dan gambut pantai memiliki kemasaman
lebih rendah dari gambut pedalaman. Kondisi tanah gambut yang sangat masam
akan menyebabkan kekahatan hara N, P, K, Ca, Mg, Bo dan Mo. Apabila lapisan
tanah di bawah gambut merupakan tanah liat, mungkin cukup subur. Tetapi bila di
bawah gambut ada pasir, tanah tersebut kurang subur (Noor, 2010).
Secara fisik, karakteristik gambut yang paling mencolok adalah sifat
kering tak balik (irreversible drying). Jika terlalu kering, sifat gambut berubah menjadi "mati," seperti pasir semu, arang atau beras yang tidak dapat menyerap
air. Gambut yang mati mudah terbawa oleh air hujan, sehingga ketebalannya
makin lama makin berkurang. Gambut kering tampak mengkerut dan
menyebabkan permukaan tanah menjadi lebih rendah. Akhirnya, lapisan tanah di
bawah gambut dapat tersingkap dan permukaan lahan yang terlalu rendah akan
menghambat drainasenya dan lahan menjadi tergenang terlalu dalam oleh air
pasang (Widjaya, dkk., 1997).
Warna tanah pada umumnya coklat tua atau kelam. Meskipun bahan
asalnya mungkin berwarna hitam kelam, coklat atau kemerah-merahan, setelah
mengalami dekomposisi, muncul senyawa-senyawa asam humik berwarna gelap.
Berat isi histosol bila dibandingkan tanah mineral adalah rendah, berkisar antara
0,08 – 1,67 g/cm3 pada kedalaman 10 – 80 cm. Untuk lapisan atas berkisar antara
0,08 – 0,23 g/cm3. Penciri utama yang penting adalah kapasitas menahan air yang
tinggi. Hal ini bukan berarti bahwa histosol mempunyai kemampuan menyediakan
air lebih banyak dari tanah mineral, namun jumalah air yang tidak tesedia lebih
struktur tanah bahan organik yang telah melapuk, sebagian besar bersifat koloidal
dan mempunyai kemampuan absorbsi yang tinggi, kohesi dan plastisitasnya
rendah. Dengan demikian histosol akan mudah dilalui air (porous), terbuka dan
mudah diolah (Munir, 1996).
Secara biologis, lambatnya perombakan pada tanah gambut karena
aktivitas mikroorganisme yang rendah dipengaruhi oleh potensi redoks, nisbah
C-organik dengan N-total, pH, suhu dan kadar lengas tanah. Potensi redoks
gambut pada (pH = 4) sekitar 52 mV padahal untuk mereduksi Fe3+ perlu
kapasitas reduksi yang lebih kuat. Nisbah C-organik dengan N-total gambut dapat
mencapai 25-35, menunjukkan perombakan belum sempurna sehingga terjadi
immobilisasi N. Selain itu kondisi asam (pH rendah) menghambat aktivitas
mikroorganisme perombak (Noor, 2001). Selain itu sifat dari tingginya kadar
C-organik pada gambut dengan muatan-muatan variabel tanah yang rendah
menyebabkan terbentuknya larutan penyangga (buffer) (Hakim, dkk, 1986).
Karakteristik tanah gambut yang tidak merata di seluruh Indonesia juga
menjadi permasalahan pemanfaatan tanah ini. Setiap daerah memiliki tipe hutan
dan kematangan gambut tersendiri. Selain itu, menurut Tan (1998) asam-asam
organik yang bermuatan negatif hasil pematangan tanah gambut mampu
mengkompleks ion-ion logam khususnya logam transisi seperti Al, Fe, Cu, Zn dan
Mn yang mempengaruhi laju pelepasan K dan fosfat anorganik jadi bentuk
Air Laut
Penelitian yang dilakukan di rumah kaca dengan perlakuan terdiri dari
bahan mineral (zeolit dan bahan vulkan), dan air laut. Dosis zeolit dan bahan
mineral adalah 200 g/pot dan 1000 g/pot. Volume air laut adalah 0 ml (2000 ml
air tawar)/pot, 500 ml (+ 1500 ml air tawar)/pot, 1000 ml air laut (+1000 ml air
tawar)/pot dan 1500 ml (+500 ml air tawar)/pot. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemberian mineral zeolit dan bahan vulkan berpengaruh nyata
meningkatkan pH tanah, K-tukar, Ca-tukar, Mg-tukar, jumlah anakan perumpun
dan jumlah anakan produktif per rumpun. Pemberian air laut berpengaruh nyata
meningkatkan pH, DHL, jumlah anakan perumpun dan jumlah anakan produktif
perumpun, namun berpengaruh tidak nyata terhadap KTK dan KB (Firlana, 2013).
Pada air laut yang sebagian besar terdiri dari air (± 96,5 %) dan sisanya
rata-rata 3,5 % (35 o/oo) merupakan komponen anorganik terlarut. Dari komponen
anorganik tersebut, pada tahun 1819 telah ditemukan unsur-unsur seperti Cl-,
Na+, SO42-, Mg2+, Ca2+, K+. Kemudian pada tahun 1869 ditemukan elemen lainnya
dalam air laut yakni Boron (Bo), Iodine (I), Strontium (Sr), Perak/Argentum (Ag),
Lithium (Li), Arsenicum (As), dan Flourine (F). Unsur yang ditemukan pada
tahun 1819 ternyata merupakan unsur utama yang terkandung dalam air laut yang
konsentrasinya > 100 ppm dimana ± 95 - 99 % nya (dari 3,5 %) dalam bentuk
garam NaCl. Inilah yang menyebabkan air laut, terasa asin. Selebihnya yang 1 %
tersusun dari garam-garam lainnya. Unsur lain dengan konsentrasi kecil (1 – 100
ppm), misalnya Br, C, Sr, Bo, Si dan F. Unsur dengan konsentrasi sangat kecil
Ba, Be, Ca, Cd, Ce, Co, Cr, Cu, He, Hg, Kr, La, Mn, Mo, N, Ne, Ni, O, P, Pb, Ra,
S, Sb, Se, Sn, Th, Ti, U, V, Xe, Zn, dan Zr (Wibisono, 2005).
Komposisi unsur dalam air laut menrut Brown, et al, 1989 (dalam Yufdy
dan Jumberi, 2008) tertera pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Kandungan Hara dan Kadar Konsentrasi pada Air Laut
Ion Per-seribu berat bagian (ppm)
Klorida (Cl-) 18.98
Natrium (Na+) 10.556
Sulfat (SO42-) 2.649
Magnesium (Mg2+) 1.272
Kalsium (Ca2+) 0.400
Potasium (K+) 0.380
Bikarbonat (HCO3-) 0.140
Bromida (Br-) 0.065
Borak (H2BO3-) 0.026
Strontium (Sr2+) 0.013
Florida (F-) 0.001
Hasil hidrolisis garam karbonat mampu menghasilkan ion hidroksida
dimana ion hidroksida inilah yang mampu menetralisir ion H+ sehingga pH tanah
gambut meningkat dan mempengaruhi status hara media (P, K, Mg dan Ca), KTK
dan KB di samping itu nisbah C-organik dengan N-total akan menurun sehingga
N akan tersedia bagi tanaman (Suryantini, 2001).
Mengingat tingginya kandungan kation, air laut dapat digunakan sebagai
salah satu sumber hara bagi tanaman termasuk tanaman yang sensitif terhadap
kadar garam yang tinggi (glycophyte plants). Hal ini terlihat pada contoh kasus pemanfaatan tanah akibat pengaruh aplikasi air laut yakni terjadi peningkatan
serapan Na pada tanaman nenas yang ternyata juga meningkatkan serapan
K, Ca dan Mg baik pada daun tua, daun muda, akar dan batang sehingga produksi
biomasa buah nenas yang tinggi diperoleh pada saat 30% kebutuhan K digantikan
oleh Na ditambah dengan unsur hara lainnya yang terkandung pada air laut setelah
Garam NaCl yang dibawa air laut akan terjerap oleh tanah, namun jerapan
tersebut sangat lemah dibandingkan jerapan tanah terhadap Ca, Mg dan K.
Dengan demikian Na lebih mudah tercuci. Air laut dan lumpur tsunami, selain
mengandung Na, Ca, K, Mg, serta berbagai ion dan senyawa kimia lainnya
kemudian terjerap dalam tanah dengan menggantikan kation yang terjerap
sebelumnya sehingga mempengaruhi kesuburan tanah (Agus dan Subiksa, 2009). Pengaruh air pasang surut terhadap pembentukan sifat eutrofik gambut
pantai yaitu air pasang mengandung bahan-bahan halus dan bahan terlarut lain
yang berasal dari wilayah hulu daerah aliran sungai terlimpas pada saat banjir atau
berasal dari lautan karena naiknya air laut pada saat terjadinya intrusi air laut.
Intrusi air laut yang membawa garam-garam dengan kadar yang berlebihan sangat
membahayakan pertumbuhan tanaman. Namun, masuknya garam-garam tersebut
ke dalam larutan tanah, dan kation-kation basa teradsorpsi pada permukaan koloid
organik gambut sehingga kation-kation basa tersebut akan tersedia untuk partum
buhan tanaman (Barchia, 2006).
Bahan Vulkan
Abu dan pasir vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang
disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan. Abu maupun pasir vulkanik
terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus, yang berukuran besar
biasanya jatuh disekitar kawah sampai radius 5 – 7 km dari kawah, sedangkan
yang berukuran halus dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan kilometer bahkan
ribuan kilometer dari kawah disebabkan oleh adanya hembusan angin. Pada pasir
dan Sutjipto pada tahun 2009 diketahui bahwa kandungan logam tanah vulkanik
di daerah Cangkringan adalah logam Al berkisar antara 1,8 – 5,9% ; Mg 1 – 2,4%
; Si 2,6 – 28% ; dan Fe 1,4 – 9,3% (Sudaryo dan Sutjipto, 2009).
Senyawa yang mudah ditemukan dalam batuan vulkanik adalah golongan
feldspar (El Jamal dan Awala, 2011). Feldspar umumnya memiliki struktur yang
tersusun atas cincin yang terbentuk dari empat buah struktur tetrahedral. Kalium
dan natrium feldspar terdiri atas 3 buah silikon tetrahedral dan sebuah aluminium
tetrahedral, sedangkan pada kalsium feldspar perbandingan antara tetrahedral
silikon dan aluminium adalah 1:1. Natrium feldspar dinamakan albite sedangkan
kalium feldspar dinamakan ortoklas. Permukaan feldspar terdiri atas muatan
positif yang berupa ion Na+ atau K+ dan muatan negatif yang berupa gugus silanol
atau siloksan (Prasanphan dan Nuntiya, 2006).
Penyuburan adalah penyeimbangan organik dan mineral, adalah abu
vulkan. Abu vulkan yang mengandung hara (Fe, Al, Ca, Mg, Mn, S, P, K, Na, Cu,
Zn, Ti, Si) dapat menyerap asam-asam organik sehingga bahan tersebut sangat
prospektif untuk campuran tanah gambut. Tanpa penambahan abu vulkan,
pemberian pupuk di lahan gambut ada risiko pemborosan sebab menambah pupuk
di lahan gambut yang asam efisiensinya rendah atau tidak konstan.
(Setiadi, 1997).
Kabupaten Magelang dan Boyolali merupakan daerah yang lebih banyak
terkena awan panas sedangkan daerah Sleman lebih karena lahar panas. Dari
keduanya terlihat bahwa pH tanah di daerah yang terkena awan panas bervariasi
antara 4,8-5,9, sedangkan daerah yang terkena lahar panas berkisar antara 6,1-6,8.
P2O5). KTK dan Mg abu vulkan rendah, namun kadar Ca cukup tinggi. Kadar S
dalam abu volkan bervariasi dari 2 – 160 ppm, sedangkan kadar logam berat Fe,
Mn, Pb dan Cd cukup rendah. Hal ini dapat disampaikan bahwa abu volkanik
Gunung Merapi cukup aman untuk pengembangan pertanian (Suriadikarta, 2010).
Terak Baja
Terak adalah lelehan campuran oksida logam dan silikat, kadang-kadang
terdapat juga fosfat dan borat, sulfit, karbida dan halida. Terak didapatkan dari
peleburan mineral, yang mengandung unsur-unsur yang tidak dapat direduksi oleh
proses reduksi dalam peleburan mineral. Terak sistem SiO2-CaO-Al2O3 dapat
dikatakan sebagai limbah padat tanur pengolahan biji besi. Komposisi oksida
yang terkandung dalam terak yaitu silika berkisar antara 37,93 – 45,97%, kalsia
24,80 – 38,95%, magnesia 1,64 – 2,91%, alumina 4,59 – 5,51% dan oksida sisa
9,69 – 26,67%. Kandungn silika dan kalsia bervariasi dan terdapat dalam jumlah
yang relatif besar karena dalam prosesnya, kedua komponen ini berasal dari bahan
dasar yang dipakai sebagai umpan dalam tanur. CaO berasal dari kandungan
utama batu kapur atau dolomit (CaCO3) dan SiO2 berasal dari bijih besi
(Syarif, 2010).
Beberapa manfaat terak baja dalam bidang pertanian telah banyak
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian terdahulu, antara lain terak baja dapat
berfungsi untuk meningkatkan pH tanah sama seperti kapur, penyedia unsur Ca,
K, dan P, serta mampu menurunkan efek toksik dari Al pada tanah masam
Penelitian yang dilakukan dalam dua tahap yaitu percobaan inkubasi
dengan percobaan di lapangan. Dosis terak baja yang diberikan dalam percobaan
inkubasi dan percobaan lapangan adalah 0, 2.5, 5.0, 7.5 dan 10 ton/ha atau setara
dengan 0, 3.68, 7.03, 11.03 dan 14.70 g/kg untuk percobaan inkubasi. Hasil
percobaan inkubasi menjukkan bahwa pemberian terak baja berpengaruh nyata
terhadap sifat kimia tanah. Kandungan basa-basa seperti K, Ca, Mg dapat ditukar ,
Si, Mn, Fe, Cu tersedia dan pH tanah meningkat sejalan dengan meningkatnya
dosis terak baja. Hasil percobaan lapangan menunjukkan bahwa pemberian terak
baja sebagai sumber silikon nyata meningkatkan tinggi tanaman, bobot kering
gabah total, bobot kering gabah bernas dan menurunkan presentase gabah hampa.
Namun tidak nyata pengaruhnya terhadap jumlah anakan maksimum dan jumlah
anakan produktif. Tinggi tanaman, bobot kering gabah total, dan bobot kering
gabah bernas meningkat berturut-turut 14-22 %, 61-87 %, dan 65-96 %, dengan
pemberian terak baja dan presentase gabah hampa menurun 2.63-4.42 %
(Hidayatulloh, 2006).
Kristen dan Erstad (1996), menyatakan bahwa pemberian terak baja dapat meningkatkan P dalam tanah, hal ini disebabkan oleh kandungan SiO2 dalam terak
baja. Unsur Si dapat mengurangi fiksasi P oleh Al dan Fe sehingga ketersedian P
dalam tanah meningkat. SiO2 pada terak baja terhidrolisis membentuk anion
SiO44- yang mampu mendorong anion P sehingga P dibebaskan kedalam larutan
tanah. Menurut Suwarno (2010) pada penelitian pot rumah kaca pemberian terak
baja sebagai pupuk Si untuk tanaman padi varietas IR 64 pada tanah gambut.
meningkatkan ketersediaan Si, Ca, serta meningkatkan pH tanah, tetapi
menurunkan ketersediaan Fe, Cu, dan Zn.
Dolomit
Dolomit adalah mineral yang berasal dari alam yang mengandung unsur
hara utama CaCO dengan tambahan MgCO yang berbentuk batuan berwarna
putih keabu-abuan dapat dihaluskan berbentuk tepung dengan rumus kimia
CaMg(CO3)2. Fungsi dolomit adalah untuk menetralisir tanah yang sudah masam
dan menahan keasaman yang ditimbulkan oleh pupuk. Dengan pemberian
dolomit, pH tanah akan meningkat sehingga unsur-unsur N, P, K akan menjadi
semakin baik (Trubus, 2014).
Batu kapur merupakan hasil pengendapan dari air senyawa karbonat yang
mengandung kation basa. Kation-kation basa yang banyak merangsang
pembentukan dan pengendapan batu kapur ini adalah kalsium dan magnesium.
Paduan khusus senyawa kalsium karbonat (CaCO3) (CaCOl) dan magnesium
karbonat (MgCO3) disebut dolomit (CaMg(CO3)2) jika kandungan magnesiumnya
> 21%, dan jika kandungan magnesiumnya > 5% sampai < 21% disebut batu
kapur dolomitik. Batu kapur ini merupakan sumber penting bahan untuk
pengapuran tanah asam dan kahat anasir Ca dan Mg (Mas’ud, 1993).
Kapur yang mengandung MgCO3 kira-kira sama dengan kandungan
CaCO3 disebut dolomit. Tekstur dan kekerasan kapur bervariasi, tetapi setelah
digiling sempurna dapat bekerja (bereaksi) baik dengan tanah bila tidak terlalu
banyak kandungan unsur lain. Dolomit sudah umum diperdagangkan sebagai
pupuk, karena adanya unsur Mg disamping Ca. Fungsinya sebagai penambah
pada tanah kurus dimulai dengan pemberian kalsit, lalu diikuti dengan dolomit
untuk menambah daya guna tanah (Kuswandi, 1993).
Dolomit merupakan jenis pupuk tunggal dengan rumus kimia
CaCO3.MgCO3. Pupuk ini berasal dari hasil penambangan bahan galian batu
dolomit. Unsur utama yang terkandung di dalam pupuk ini adalah Mg dan Ca.
Kandungan unsur lain dalam jumlah yang sedikit adalah P, Fe, Mn, dan Si.
Kandungan MgO-nya berkisar 18-22% dan CaO 40%. Kelarutannya dalam air
cukup baik. Pupuk ini bersifat basa sehingga kalau rutin digunakan dapat
meningkatkan pH tanah (Lingga dan Marson, 2001).
Menurut Kurniawan dan Widodo (2009) pemberian amelioran dolomit
menunjukkan hasil bobot 1000 bulir padi yang tinggi. Widaryanto (1997) dan
Makarim (2007 dalam Kuniawan dan Widodo 2009) menyatakan bahwa pemberian kapur dapat menetralkan pengaruh buruk dari Al yang larut berlebihan
dan sekaligus menambah unsur kalsium ke dalam tanah. Al yang tinggi akan
menghambat pertumbuhan akar, sehingga akan mempengaruhi penyerapan unsur
hara. Pemberian dolomit langsung akan menambah Ca dan Mg di dalam tanah.
Kalsium sangat penting dalam pembentukan lamella tengah, dinding sel,
pengambilan nitrat dan meningkatkan aktivitas enzim.
Abu Serbuk Gergaji
Kayu hanya mengandung komponen-komponen anorganik dengan jumlah
yang agak rendah, diukur sebagai abu yang jarang melebihi 1% dari berat kayu
kering. Namun kandungan abu dalam tugi, daun, dan kulit dapat jauh lebih tinggi.
Abu ini asalnya terutama dari berbagai garam yang diendapkan dalam
seperti karbonat, silikat, oksalat, dan fosfat. Komponen logam yang paling banyak
jumlahnya adalah kalsium diikuti kalium dan magnesium (Sjostrom, 1995).
Pemanfaatan abu serbuk gergaji pada lahan gambut dapat memberikan
efek positif, dan telah dibuktikan oleh Hertatik dkk, (2000) bahwa abu serbuk gergaji memberikan pengaruh baik dimana dapat meningkatkan pH tanah, bobot
basah dan kering kedelai serta serapan Fe, Mn, dan Zn. Hasil analisis yang didapat
oleh Hertatik dkk, (2005) menunjukkan bahwa aplikasi abu serbuk gergaji 30 ton/ha dapat meningkatkan pH dari 4,13 menjadi 6,08 (14 hari setelah perlakuan
abu serbuk gergaji) dan menghasilkan umbi bawang merah layak simpan (umbi
kering) 960,05 gr/plot (9,6 toh/ha). Setelah panen, pH tanah gambut 6,1 dan ini
mengindikasikan bahwa lahan tersebut dapat ditanam ulang tanpa pemberian
perlakuan.
Menurut Kurniawan dan Widodo (2009) pemberian abu sekam padi menunjukkan hasil bobot 1000 bulir padi yang tinggi. Abu banyak mengandung
silikat (Si) dalam bentuk tersedia, sehingga berpengaruh positif terhadap
produktivitas tanaman terutama tanaman padi dan abu mengandung unsur hara
yang lengkap baik makro maupun mikro, mempunyai pH tinggi (8,5 – 10,0),
kandungan kation K, Ca dan Mg yang tinggi (Widaryanto, 1997; Makarim, 2007).
Dengan kandungan unsur hara yang cukup baik tersebut maka akan dapat
meningkatkan produksi tanaman.
Budidaya Padi di Lahan Gambut
Tanaman padi dapat tumbuh di daerah beriklim panas yang lembab.
Tanaman padi memerlukan curah hujan rata-rata 200 mm/bulan dengan distribusi
merupakan temperatur yang sesuai bagi tanaman padi yaitu pada suhu 230C
dimana pengaruhnya adalah kehampaan pada biji. Daerah dengan ketinggian
0-1500 meter masih cocok untuk tanaman padi (AAK, 1990).
Rendahnya produktifitas komoditas tanaman pangan dalam skala usahatani
di lahan gambut disebabkan petani belum menerapkan teknik budidaya yang
spesifik. Kendala utama yang ditemui pada lahan gambut adalah keadaan biofisik
yang sukar diatasi seperti pH rendah, tingginya konsentrasi asam-asam organik
Aluminium (Al) dan Besi (Fe) sehingga pertumbuhan tanaman terhambat akibat
keracunan (Saragih, 2008).
Pada umumnya untuk menghemat biaya, upaya petani dalam
meningkatkan kesuburan tanah dengan membakar serasah tanaman dan sebagian
lapisan gambut kering sebelum bertanam. Dengan pembakaran tersebut petani
mendapatkan bahan amelioran berupa abu yang dapat memperbaiki produktifitas
gambut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Balai Penelitian Lingkungan
Pertanian (Balingtan), 2007; 2008; 2009; 2010 pemberian amelioran seperti
dolomit sebesar 0,3 – 37%, terak baja sebesar 14%, dan pupuk silikat sebesar 10%
mampu memperbaiki sifat kimia tanah gambut meliputi kenaikan pH tanah,
P-tersedia, Ca-dd, Mg-dd, penurunan kemasaman tertukar (H-dd + Al-dd) dan
meningkatkan hasil padi (Susilawati, dkk., 2011).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Syihabuddin (2011),
pemberian terak baja sebagai bahan amelioran pada tanah gambut dapat
meningkatkan bobot biomasa tanaman dan produksi padi, berpengaruh nyata
dalam tanah dan tanaman. Selain itu, pemberian terak baja juga dapat menurunkan
kelarutan logam berat.
Pada fase vegetatif, pertumbuhan tanaman padi cukup dan fase generatif
pertumbuhan jelek. Gabah yang keluar banyak yang hampa. Hal ini berarti terjadi
sterilitas yang tinggi. Penambahan dan pemberian pupuk N, P dan K tidak
berpengaruh. Penyakit buabak merupakan penyakit utama tanaman padi. Pollak
dan Soepraptohardjo menganjurkan pemakaian pupuk dengan unsur mikro
terutama Cu (Munir, 1996).
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Perikanan Siak tahun 2011 terjadi
penambahan lahan seluas 200 hektar. Terjadi peningkatan dari tahun 2010 yang
mencapai 186 hektar. Selama 3 tahun terakhir terjadi penambahan lahan padi baru
seluas 428 hektar. Pada tahun 2008 hasil produksi padi Kabupaten Siak mencapai
15 ton ribu lebih. Pada tahun 2009, jumlah produksi sekitar 20 ribu ton lebih.
Pada 2010 lalu produksi terus meningkat mencapai 21 ribu ton. Sebagian
kecamatan yang ditetapkan menjadi lumbung padi Kabupaten Siak, katanya
Kecamatan Bunga Raya memiliki luas lahan pertanian padi lebih dari 2.400 hektar
dengan rata-rata perhektarnya bisa menghasilkan 4 ton padi. Sementara Bunga
Raya sendiri telah menetapkan IP 200 bahkan sebaian diantaranya telah
menerapkan IP 300 atau 3 kali tanah dalam 1 tahun. Itu artinya tidak kurang dari
24 ribu ton padi yang dihasilkan dari Kecamatan Bunga Raya. Termasuk dengan
terjadinya peningkatan produktifitas, dari 3,5 ton perhektar menjadi 5 sampai
dengan 6 ton perhektarnya, serta melakukan gerakan-gerakan terobosan
pembasmian hama dan tikus. Namun masih saja kekurangan sebesar 16 ribu ton
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca dan dianalisis di Laboratorium
Kimia dan Kesuburan Tanah serta Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25
mdpl. Dimulai pada Maret 2013 sampai dengan Februari 2014.
Bahan dan Alat Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan tanah gambut
yang berasal dari Kabupaten Asahan Kecamatan Aek Kuasan Kelurahan Aek
Loba Pekan Desa Rawasari yang diambil secara komposit, air laut dari Pantai
Mutiara, bahan vulkan dari Gunung Sinabung, terak baja dari KIM (Kawasan
Industri Medan), dolomit, abu serbuk gergaji, benih padi (Oryza sativa L.) varietas Dendang dari Balai Penelitian Padi Sukamaju, pupuk urea, pupuk KCl,
pupuk SP-36, aquadest dan bahan-bahan kimia untuk keperluan analisis.
Alat
Alat yang digunakan adalah ember plastik 30 Kg sebagai wadah media
tanam, plastik transparan sebagai wadah bahan tanah, meteran, cangkul, karung
goni, timbangan, ayakan, media pembibitan dan alat-alat laboratorium untuk
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Ranacangan Acak Kelompok (RAK) faktorial
dengan 3 ulangan yang terdiri dari 2 faktor perlakuan yaitu:
Faktor I : Air Laut
A0 = 0 mL/1 L Larutan (Kontrol)
A1 = 250 mL/1 L Larutan
A2 = 500 mL/1 L Larutan
Faktor II : Bahan Mineral.
B1 = Pasir Vulkan (250 gr/pot)
B2 = Terak Baja (50 gr/pot) B3 = Dolomit (50 gr/pot)
B4 = Abu serbuk gergaji (250 gr/pot)
kombinasi perlakuannya adalah :
A0B1 A0B2 A0B3 A0B4
A1B1 A1B2 A1B3 A1B4
A2B1 A2B2 A2B3 A2B4
Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 3 x 4 x 3 = 36 unit
percobaan. Model linier Rancangan Acak Kelompoknya adalah:
Yijk = µ + βi + αj + Kk + (αK)jk + ∑ijk
Dimana :
Yijk : Nilai hasil pengamatan pada untuk faktor air laut taraf ke-i, faktor basa
taraf ke- j dan pada ulangan ke- k
µ : Nilai tengah (rataan umum)
βi : Pengaruh blok ke-i
αj : Pengaruh pemberian air laut pada taraf ke-j
(αK)jk :Interaksi antara pemberian air laut pada taraf ke-j dengan pemberian basa
pada taraf ke-k
∑ijk : galat perlakuan
Untuk perlakuan secara umum diuji dengan Uji F kemudian pengujian
lebih lanjut terhadap masing-masing perlakuan diuji dengan Duncan Multiple
Range Test (DMRT) pada taraf 5% dan 1%.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Tanah, Bahan Amelioran dan Pupuk Dasar
Pengambilan contoh tanah dilakukan secara komposit pada kedalaman
0-20 cm, kemudian tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik dan dilapisi
dengan karung goni. Bahan tanah tidak dikering-udarakan.
Pengambilan air laut dilakukan di tengah laut agar yang diperoleh air laut
murni, kemudian dimasukkan ke dalam jerigen. Pengambilan pasir vulkan di kaki
gunung Sinabung pada kedalaman >60 cm, kemudian dimasukkan ke dalam
karung goni. Pengambilan terak baja di daerah KIM dalam bentuk bongkahan lalu
digiling hingga halus, kemudian dimasukkan ke dalam plastik. Pengambilan
serbuk gergaji di panglong lalu dibakar sempurna hingga menjadi abu serbuk
gergaji berwarna putih keabu-abuan, kemudian dimasukkan ke dalam plastik.
Analisis Awal
Analisis awal untuk tanah yang dilakukan meliputi BD, %KL, %KA untuk
menentukan berat tanah yang akan dimasukkan ke dalam wadah bahan tanah
basa-basa tukar (K, Na, Ca dan Mg), DHL tanah, C-organik, N-total dan rasio C/N.
Analisis awal air laut meliputi pH, DHL dan basa-basa (K, Na, Ca dan Mg).
Aplikasi Perlakuan
Setelah tanah dimasukkan ke dalam wadah yang setara dengan 10 kg BTB
dilakukan pengacakan berdasarkan RAK Faktorial dan diletakkan di rumah kaca
kemudian diberi bahan amandemen sesuai taraf perlakuan masing-masing lalu
diaduk-aduk hingga merata hingga 2 minggu inkubasi. Setelah 2 minggu,
dilakukan pemberian air laut sesuai dosis kemudian diaduk-aduk hingga merata.
Penanaman dan Pemeliharaan
Setelah 1 bulan inkubasi dilakukan penanaman bibit padi yang telah
disemaikan berumur 1 bulan sebanyak 5 bibit/wadah. Pemeliharaan dilakukan
dengan menyiram tanaman sesesuai dengan pola padi sawah yaitu awal
penanaman tinggi air cukup macak-macak, 5 HST tinggi air 5 cm, akhir vegetatif
tinggi air cukup macak-macak dan dilakukan penyiangan gulma yang tumbuh di
sekitar tanaman pada saat tanaman berumur 30 HST.
Pemupukan
Pemupukan dasar dilaksanakan sesuai dengan dosis untuk unsur N yaitu
pupuk Urea diberikan 3 kali pada saat tanam 1/3 bagian, pada saat tanaman
berumur 21 HST 1/3 bagian dan 1/3 bagian lagi pada saat tanaman berumur 35
HST. Kemudian untuk unsur P yaitu pupuk SP-36 yang diberikan seluruhnya pada
saat tanam. Selanjutnya untuk unsur K yaitu pupuk KCl diberikan 2 kali pada
saat tanam 1/2 bagian dan 1/2 bagian lagi pada saat tanaman berumur 35 HST.
Pemanenan dilakukan pada akhir masa generatif yang ditandai dengan
bulir padi berwarna kecoklatan. Pemanenan dilakukan dengan memotong malai,
lalu dibersihkan dan dikeringkan untuk selanjutnya dirontokkan gabah padi.
Kemudian dihitung berat gabah padi.
Parameter Yang Diukur
A. Analisis Tanah pada Fase Akhir Vegetatif Tanaman
1. pH (H2O) dengan metode elektrometri (1:2,5)
2. KTK (me/100 g) dengan metode ekstraksi NH4Cl 1N
3. Basa-basa tukar (%) (K-dd, Na-dd, Ca-dd dan Mg-dd) NH4Cl 1N pH 7
4. DHL (mmhos/cm) dengan metode Elektrometri (1:2,5)
5. Ratio C/N tanah
6. Kejenuhan Basa
7. BD (Bulk Density) tanah setelah panen
B. Parameter Tanaman
• Fase Vegetatif
1. Jumlah Anakan Perumpun
• Akhir Fase Generatif
1. Jumlah anakan produktif
2. Bobot kering gabah (gr) per 1000 butir
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kemasaman Tanah
Hasil sidik ragam pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa pemberian air
laut tidak berpengaruh nyata sedangkan bahan mineral berpengaruh nyata pada
faktor tunggal perlakuan dalam meningkatkan pH (H2O) tanah gambut.
Berdasarkan kriteria BPPM (1982) pH tanah gambut dengan nilai pH berkisar
5.06 – 6.17 tergolong masam sampai dengan agak masam.
Pengaruh pemberian air laut dan bahan mineral terhadap kemasaman tanah
[image:43.595.114.512.432.517.2]disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan Nilai Kemasaman Tanah pada Kombinasi Beberapa Taraf Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral
Air Laut Bahan Mineral Rataan
B1 B2 B3 B4
A0 5.54 5.5 5.54 6.02 5.65
A1 5.39 5.19 5.68 6.17 5.61
A2 5.44 5.06 5.85 6.07 5.61
Rataan 5.46a 5.25a 5.69ab 6.08b
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5 % dan 1%
Dari Tabel 2 diketahui bahwa kemasaman tanah pada perlakuan B4 (abu
serbuk gergaji 250 g/pot) sebesar 6.08 tidak berbeda nyata dengan B3 (dolomit 50
g/pot) sebesar 5.69 namun berbeda nyata dengan B1 (pasir vulkan 250 g/pot)
sebesar 5.46 dan B2 (terak baja 50 g/pot) sebesar 5.25. Pada perlakuan B4 nilai
pH tanah lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tunggal bahan mineral
pemberian bahan mineral berpengaruh nyata dalam menurunkan kemasaman
tanah gambut.
Daya Hantar Listrik Tanah
Hasil sidik ragam pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa pemberian air
laut dan bahan mineral berpengaruh sangat nyata terhadap daya hantar listrik
gambut pada faktor tunggal dan kombinasi perlakuan. Berdasarkan kriteria BPPM
(1982) DHL tanah gambut dengan nilai berkisar 0.81 – 1.86 mmhos/cm tergolong
rendah.
Pengaruh pemberian air laut dan bahan mineral terhadap daya hantar
[image:44.595.110.514.391.475.2]listrik disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan Nilai Daya Hantar Listrik Tanah (mmhos/cm) pada Kombinasi Beberapa Taraf Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral
Air Laut Bahan Mineral Rataan
B1 B2 B3 B4
A0 0.49defDEF 0.27aA 0.31abAB 0.37bcBC 0.36aA
A1 0.53fgEFG 0.42cdBCD 0.51efgDEF 0.36bcABC 0.45bB
A2 0.57ghFG 0.62hG 0.44cdeCDE 0.61hG 0.56cC
Rataan 0.53bB 0.44aA 0.42aA 0.45aA
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris dan yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5 % dan 1%
Dari Tabel 3 diketahui bahwa daya hantar listrik tanah pada perlakuan A2
(air laut 500ml/L Larutan) sebesar 0.56 mmhos/cm berbeda sangat nyata dengan
A1 (air laut 250ml/L Larutan) sebesar 0.45 mmhos/cm dan A0 (air laut 0 ml/1L)
sebesar 0.36 mmhos/cm. Pada perlakuan A2 nilai DHL tanah lebih tinggi
dibandingkan dengan faktor tunggal air laut lainnya yaitu 0.56 mmhos/cm.
Daya hantar listrik tanah pada perlakuan B1 (pasir vulkan 250 g/pot)
sebesar 0.53 mmhos/cm berbeda sangat nyata dengan B3 (dolomit 50 g/pot)
sebesar 0.42 mmhos/cm, B2 (terak baja 50 g/pot) sebesar 0.44 mmhos/cm dan B4
DHL tanah lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tunggal bahan mineral
laninnya yaitu 0.53 mmhos/cm.
Kombinasi antara air laut dengan bahan mineral diketahui pada perlakuan
A2B2 (air laut 500 ml/L Larutan dengan terak baja 50 g/pot) memiliki nilai DHL
tanah tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya yaitu 0.62
mmhos/cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada perlakuan kombinasi
pemberian air laut dengan bahan mineral berpengaruh sangat nyata meningkatkan
DHL tanah.
Na-tukar Tanah
Hasil sidik ragam pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa pada perlakuan
tunggal maupun kombinasi pemberian air laut dengan bahan mineral tidak
berpengaruh nyata terhadap nilai Na-tukar tanah. Berdasarkan kriteria BPPM
(1982) Na-tukar tanah gambut dengan nilai < 0.1 me/100g tergolong sangat
rendah.
Pengaruh pemberian air laut dan bahan mineral terhadap Na-tukar tanah
[image:45.595.107.512.559.641.2]disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan Nilai Na-tukar Tanah (me/100g) pada Kombinasi Beberapa Taraf Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral
Air Laut Bahan Mineral Rataan
B1 B2 B3 B4
A0 0.008 0.005 0.007 0.005 0.006
A1 0.009 0.007 0.006 0.006 0.007
A2 0.007 0.010 0.009 0.008 0.008
Rataan 0.008 0.007 0.007 0.006
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris dan yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5 % dan 1%
Dari Tabel 4 diketahui bahwa Na-tukar tanah tertinggi pada perlakuan
A2B2 (air laut taraf 500 ml/1L dengan bahan mineral terak baja 50 g/pot) yaitu
tanah terendah pada perlakuan A0B2 (air laut taraf 0 ml/1L dengan terak baja 50
g/pot) dan A0B4 (air laut taraf 0 ml/1L dengan abu serbuk gergaji 250 g/pot) yaitu
0.005 me/100g. Hasil penelitian menunjukkan pada perlakuan tunggal maupun
kombinasi pemberian air laut dengan bahan mineral tidak berpengaruh nyata
meningkatkan Na-tukar tanah.
Mg-tukar Tanah
Hasil sidik ragam pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa pada perlakuan
tunggal pemberian bahan mineral berpengaruh sangat nyata, namun pada
perlakuan tunggal pemberian air laut maupun kombinasi pemberian air laut
dengan bahan mineral tidak berpengaruh nyata terhadap nilai Mg-tukar tanah.
Berdasarkan kriteria BPPM (1982) Mg-tukar tanah gambut dengan nilai berkisar
3.02 – 4.403 me/100g tergolong tinggi.
Pengaruh pemberian air laut dan bahan mineral terhadap Mg-tukar tanah
[image:46.595.112.512.500.585.2]disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Nilai Mg-tukar (me/100g) Tanah pada Kombinasi Beberapa Taraf Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral
Air Laut Bahan Mineral Rataan
B1 B2 B3 B4
A0 1.47 1.16 1.40 1.04 1.26
A1 1.36 1.35 1.30 1.02 1.26
A2 1.29 1.44 1.37 1.01 1.28
Rataan 1.37bB 1.32bB 1.36bB 1.02aA
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris dan yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5 % dan 1%
Dari Tabel 5 diketahui bahwa Mg-tukar tanah pada perlakuan B1 (pasir
vulkan 250 g/pot) sebesar 1.37 me/100g tidak berbeda sangat nyata dengan B2
(terak baja 50 g/pot) sebesar 1.32 me/100g dan B3 (dolomit 50 g/pot) sebesar 1.36
me/100g namun berbeda sangat nyata dengan B4 (abu serbuk gergaji 250 g/pot)
pemberian air laut dengan bahan mineral tidak berpengaruh nyata terhadap
Mg-tukar tanah.
K-tukar Tanah
Hasil sidik ragam pada Lampiran 17 menunjukkan bahwa pada perlakuan
tunggal pemberian bahan mineral berpengaruh sangat nyata, meningkatkan
K-tukar tanah namun pada perlakuan tunggal pemberian air laut maupun kombinasi
pemberian air laut dengan bahan mineral tidak berpengaruh nyata terhadap nilai
K-tukar tanah. Berdasarkan kriteria BPPM (1982) K-tukar tanah gambut dengan
nilai berkisar 2.3 – 3.1 me/100g tergolong sangat tinggi.
Pengaruh pemberian air laut dan bahan mineral terhadap K-tukar tanah
[image:47.595.109.511.421.500.2]disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Nilai K-tukar Tanah (me/100g) pada Kombinasi Beberapa Taraf Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral
Air Laut Bahan Mineral Rataan
B1 B2 B3 B4
A0 1.02 0.76 0.79 0.90 0.87
A1 0.89 0.78 0.78 0.81 0.81
A2 0.91 0.78 0.79 0.95 0.86
Rataan 0.94bB 0.77aA 0.79aA 0.89abAB
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris dan yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5 % dan 1%
Dari tabel 6 diketahui bahwa K-tukar tanah pada perlakuan B1 (pasir
vulkan 250 g/pot) sebesar 0.94 me/100g tidak berbeda sangat nyata dengan B4
(abu serbuk gergaji 250 g/pot) sebesar 0.89 me/100g namun berbeda sangat nyata
meningkatkan dengan B2 (terak baja 50 g/pot) sebesar 0.77 me/100g dan B3
(dolomit 50 g/pot) sebesar 0.79 me/100g. Hasil penelitian menunjukkan pada
perlakuan tunggal air laut dan kombinasi pemberian air laut dengan bahan mineral
tidak berpengaruh nyata terhadap K-tukar tanah.
Hasil sidik ragam pada Lampiran 20 menunjukkan bahwa pada perlakuan
tunggal pemberian bahan mineral berpengaruh sangat nyata meningkatkan
Ca-tukar tanah, namun pada perlakuan tunggal pemberian air laut maupun kombinasi
pemberian air laut dengan bahan mineral tidak berpengaruh nyata meningkatkan
Ca-tukar tanah. Berdasarkan kriteria BPPM (1982) Ca-tukar tanah gambut dengan
nilai berkisar 1.32 – 2.62 me/100g tergolong tinggi.
Pengaruh pemberian air laut dan bahan mineral terhadap Ca-tukar tanah
[image:48.595.112.512.335.420.2]disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan Nilai Ca-tukar Tanah (me/100g) pada Kombinasi Beberapa Taraf Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral
Air Laut Bahan Mineral Rataan
B1 B2 B3 B4
A0 1.32 1.37 2.39 2.53 1.90
A1 1.91 1.75 2.40 2.56 2.16
A2 1.50 1.62 2.62 1.73 1.87
Rataan 1.58aA 1.58aA 2.47bB 2.28abAB
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris dan yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5 % dan 1%
Dari tabel 7 diketahui bahwa Ca-tukar tanah pada perlakuan tunggal B3
(dolomit 50 g/pot) sebesar 2.47 me/100g tidak berbeda nyata dengan B4 (abu
serbuk gergaji 250 g/pot) sebesar 2.28 me/100g tetapi berbeda nyata dengan B2
(terak baja 50 g/pot) dan B1 (pasir vulkan 250 g/pot) sebesar 1.58 me/100g. Hasil
penelitian menunjukkan pada perlakuan kombinasi pemberian air laut dengan
bahan mineral tidak berpengaruh nyata terhadap Ca-tukar tanah.
Kapasitas Tukar Kation Tanah
Hasil sidik ragam pada Lampiran 23 menunjukkan bahwa pada faktor
tunggal perlakuan pemberian bahan mineral berpengaruh nyata menurunkan nilai
kapasitas tukar kation tanah. Pada perlakuan tunggal pemberian air laut dan
hasil yang berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%.. Berdasarkan kriteria BPPM
(1982) kapasitas tukar kation tanah gambut dengan nilai berkisar 9.87 – 24.53
me/100g tergolong rendah sampai dengan sedang.
Pengaruh pemberian air laut dan bahan mineral terhadap kapasitas tukar
[image:49.595.113.513.257.337.2]kation tanah disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan Nilai Kapasitas Tukar Kation Tanah (me/100g) pada Kombinasi Beberapa Taraf Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral
Air Laut Bahan Mineral Rataan
B1 B2 B3 B4
A0 16.13 9.87 17.07 17.87 15.233
A1 24.53 12.13 12.40 16.80 16.467
A2 14.80 12 15.07 11.60 13.367
Rataan 18.49b 11.33a 14.84ab 15.42ab
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris dan yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5 % dan 1%
Dari Tabel 8 diketahui bahwa kapasitas tukar kation tanah perlakuan
tunggal B1 (pasir vulkan 250 g/pot) sebesar 18.49 me/100g tidak berbeda nyata
dengan B4 (abu serbuk gergaji 250 g/pot) sebesar 15.42 me/100g dan B3
(dolomite 50 g/pot) sebesar 14.84 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan B2
(terak baja 50 g/pot) sebesar 11.33 me/100g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada perlakuan kombinasi pemberian air laut dengan bahan mineral tidak
berpengaruh nyata menurunkan nilai kapasitas tukar kation tanah.
Kejenuhan Basa Tanah
Hasil sidik ragam pada Lampiran 26 menunjukkan bahwa pada perlakuan
tunggal pemberian bahan mineral berpengaruh nyata sedangkan perlakuan tunggal
pemberian air laut dan kombinasi pemberian air laut dengan bahan mineral tidak
berpengaruh nyata terhadap nilai kejenuhan basa tanah. Berdasarkan kriteria
BPPM (1982) kejenuhan basa tanah gambut dengan nilai berkisar 20.10 – 54.91
Pengaruh pemberian air laut dan bahan mineral terhadap kejenuhan basa
[image:50.595.113.512.171.255.2]tanah disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan Nilai Kejenuhan Basa Tanah (%) pada Kombinasi Beberapa Taraf Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral
Air Laut Bahan Mineral Rataan
B1 B2 B3 B4
A0 20.94 28.59 45.56 41.28 34.09
A1 20.10 40.10 54.91 44.22 39.83
A2 30.78 36.60 54.44 34.62 39.11
Rataan 23.94aA 35.10abAB 51.64cC 40.04bcAB
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris dan yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5 % dan 1%
Dari tabel 9 diketahui bahwa kejenuhan basa perlakuan tunggal B3
(dolomit 50 g/pot) sebesar 51.64 % berbeda sangat nyata dengan B1 (pasir vulkan
250 g/pot) sebesar 23.94%, B2 (terak baja 50 g/pot) sebesar 35.10% dan B4 (abu
serbuk gergaji 250 g/pot) sebesar 40.04%. Hasil penelitian menunjukkan pada
perlakuan kombinasi pemberian air laut dengan bahan mineral tidak berpengaruh
nyata terhadap kejenuhan basa tanah.
Karbon Organik Tanah
Hasil sidik ragam pada Lampiran 29 menunjukkan bahwa pada faktor
tunggal perlakuan bahan mineral berpengaruh nyata meningkatkan karbon organik
tanah namun pada perlakuan tunggal pemberian air laut dan kombinasi pemberian
air laut dengan bahan mineral tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap
karbon organik tanah. Berdasarkan kriteria BPPM (1982) jumlah karbon organik
yang terdapat dalam tanah gambut dengan nilai berkisar 30.43 – 37.55 %
tergolong sangat tinggi.
Pengaruh pemberian air laut dan bahan mineral terhadap karbon organik
Tabel 10. Rataan Nilai Karbon Organik Tanah (%) pada Kombinasi Beberapa Taraf Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral
Air Laut Bahan Mineral Rataan
B1 B2 B3 B4
A0 32.78 36.30 37.08 33.52 34.92
A1 30.43 35.89 34.09