• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penilaian Higiene dan Sanitasi Penjualan Makanan Pecel dan Pemeriksaan Salmonella di Kecamatan Medan Helvetia 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penilaian Higiene dan Sanitasi Penjualan Makanan Pecel dan Pemeriksaan Salmonella di Kecamatan Medan Helvetia 2015"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

PENILAIAN HIGIENE DAN SANITASI PENJUALAN MAKANAN PECEL DAN PEMERIKSAAN Salmonella

DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA 2015

SKRIPSI

OLEH :

GABRIELLA GIRINDANI SEMBIRING 111000236

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENILAIAN HIGIENE DAN SANITASI PENJUALAN MAKANAN PECEL DAN PEMERIKSAAN Salmonella

DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA 2015

Skripsi ini diajukan sebagai Salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

GABRIELLA GIRINDANI SEMBIRING 111000236

KESEHATAN FAKULTAS MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PERNYATAAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “PENILAIAN HIGIENE DAN SANITASI PENJUALAN MAKANAN PECEL DAN PEMERIKSAAN Salmonella DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA 2015” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan

saya tidak melakukan penjiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuwan yang berlaku dalam masyarakat keilmuwan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuwan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Juli 2015 Yang membuat pernyataan

(4)
(5)

ABSTRAK

Pecel merupakan makanan yang terdiri dari beragam sayuran dan menggunakan sambal bumbu kacang sebagai komposisi utamanya. Dalam pengolahannya penjual menjamah makanannya tidak dengan sarung tangan tetapi lebih banyak menggunakan tangan secara langsung dalam membuat dan menyajikan barang dagangannya. Pecel yang diolah dengan menggunakan tangan lebih berpeluang untuk terkontaminasi oleh mikroba patogen yang bisa menyebabkan berbagai gangguan kesehatan mulai dari keracunan, diare, salmonellosis dan penyakit yang menyerang saluran pencernaan lainnya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian jenis survei bersifat deskriptif dengan mengamati pelaksanaan higiene sanitasi pengolahan makanan pecel dan analisa laboratorium untuk mengetahui kandungan Salmonella pada 35 pedagang pecel yang dijual di Kecamatan Medan Helvetia. Peneliti menggunakan lembar observasi yang sesuai dengan Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan untuk melihat pelaksanaan higiene sanitasi pengolahan makanan pecel yang dilakukan oleh pedagang pecel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pelaksaan higiene sanitasi pecel yang dijual di Kecamatan Medan Helvetia tidak memenuhi syarat kesehatan. Adapun prinsip yang tidak memenuhi syarat, yaitu : pemilihan bahan baku yang tidak diketahui asal-usulnya, penyimpanan bahan baku belum tertutup, penjamah pengolahan makanannya belum memenuhi syarat, tempat penyimpanan makanan jadi tidak tertutup, pengangkutan makanan tidak tertutup , dan penyajian dilakukan dengan kontak langsung dengan makanan. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa pecel tidak mengandung Salmonella (0/400gr pecel) . Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa diharapkan agar para penjual pecel dalam melakukan pengolahan, penyimpanan, penyajian, dan pengangkutan dapat memenuhi syarat kesehatandan kepada pihak Kecamatan Medan Helvetia lebih memperhatikan pedagang – pedagang dan memberikan penyuluhan kesehatan secara khusus tentang higiene sanitasi makanan dan penjamah makanan yang memenuhi syarat kesehatan.

(6)

ABSTRACT

Pecel is a food containing vegetables and using peanut sauce as main composition. During the process, the sellers use hand to make and serve it, instead of wearing gloves. This handmade food tends to be contaminated, mainly by pathogenic microbes which can cause various health risks, such as poisoning, diarrhea, salmonellosis, and other digestic diseases.

The method used in the research is descriptive research which is to

observe the implementation of hygiene and sanitation of pecel processing. Laboratory analysis is to determine Salmonella bacteria sold by 35 pecel sellers which are located in Kecamatan Medan Helvetia. The researcher used observation sheet in accordance with the requirements of Hygiene and Sanitation Snacks.

The results found that the sellers don’t comply with the principles of food processing comprising storage of food processing comprising selection. As for the principles are not eligible : selection of raw materials of unknown origin, storage of raw materials has not been closed, the processing of food handlers have not qualified, the food storage area is not closed, the transport of food is not closed, and the presentation is done by direct contact with food. As laboratory result do not find Salmonella Bacteria (0/400gr).

The researcher suggest that pecel sellers should implement the principles of hygiene and sanitation of food processing in accordance with the regulation. In addition, the government should monitor the food, particularly pecel sellers and provide them with more healthy food instructions. So that the consumers can consume pecel hygienically and safely.

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Gabriella Girindani Sembiring

Tempat Lahir : Medan

Tanggal Lahir : 05 Agustus 1993

Suku Bangsa : Batak Karo

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Ngasup Sembiring

Suku Bangsa Ayah : Batak Karo

Nama Ibu : Lely Novelia Purba

Suku Bangsa Ibu : Batak Toba

Pendidikan Formal

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat dan anugerah-Nyalah saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Penilaian Higiene dan Sanitasi Penjualan Makanan Pecel dan Pemeriksaan Salmonella di Kecamatan Medan Helvetia 2015, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Selama penulisan skripsi ini saya banyak mendapat bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak secara moril maupun materil. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Asfriyati, SKM, MKes, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing saya selama mengikuti pendidikan di FKM USU.

3. Ir. Evi Naria, MKes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. dr. Surya Dharma, MPH selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada saya dalam penulisan skripsi ini.

5. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada saya dalam penulisan skripsi ini.

(9)

7. Camat Kecamatan Medan Helvetia dan seluruh staf yang telah membantu penelitian saya.

8. Teristimewa untuk kedua orangtua saya terkasih Mamaku Lely Novelia Purba dan Bapakku Ngasup Sembiring, yang telah memberikan dukungan dan doa kepada saya selama ini, serta adikku Luis Pasteur Sembiring dan Andri Garcia Sembiring, serta seluruh keluarga besarku.

9. Sahabat-sahabat saya : Ririn Christine, Andre Septianus, Nurhayati, Putri Lubis, Irma Taruli dan Shella Elvandari.

10.Teman-teman stambuk 2011 FKM USU, teman-teman PBL (Ervina, Lamtiur, Fannisa, Kak Nur, Nuansa), teman-teman kelompok LKP (Roma, Irma, Putri, Martha Elnist) dan teman-teman mahasiswa departemen kesehatan lingkungan FKM USU.

Saya menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Saya juga berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2015

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

2.1.2 Pengertian Sanitasi Makanan ... 8

2.1.3 Pengertian Makanan ... 9

2.2 Prinsip Higiene Sanitasi Makanan ... 11

2.2.1 Pemilihan Bahan Makanan... 12

2.2.2 Penyimpanan Bahan Makanan ... 15

2.2.3 Pengolahan Makanan ... 17

2.4.3 Dampak Kesehatan Akibat Salmonella sp ... 30

(11)

2.4.5 Epidemiologi Penyakit Demam Tifoid ... 34

2.5 Transmisi Salmonella Pada Makanan Pecel ... 36

2.6 Kerangka Konsep ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

3.1 Jenis Penelitian ... 39

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 39

3.2.2 Waktu Penelitian... 39

3.3 Populasi dan Sampel ... 40

3.3.1 Populasi... ... 40

3.3.2 Sampel ... 40

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 40

3.5 Pelaksanaan Penelitian ... 40

3.5.1 Penelitian di Lapangan ... 40

3.5.2 Pemeriksaan Salmonella sp. di Laboratorium ... 41

3.5.2.1 Cara Pengambilan Sampel ... 42

3.5.2.2 Prosedur Pemeriksaan Sampel di Laboratorium ... 42

3.6 Defenisi Operasional ... 46

3.7 Aspek Pengukuran ... 48

3.8 Teknik Pengolahan Data ... 49

3.9 Teknik Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 51

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 51

4.2 Hasil Penelitian ... 51

4.2.1 Karakteristik Pedagang ... 52

4.2.1.1 Jenis Kelamin Pedagang ... 52

4.2.1.2 Umur Pedagang ... 52

4.2.1.3 Pendidikan Terakhir ... 53

4.2.1.4 Lama Berjualan ... 53

4.2.1.5 Cara Berjualan ... 54

4.2.2 Enam Prinsip Higiene Sanitasi Pedagang Pecel... 55

4.2.2.1 Pemilihan Bahan Pecel ... 55

4.2.3 Hasil Pemeriksaan Bakteri Salmonella ... 63

BAB V PEMBAHASAN ... 65

5.1Karakteristik Pedagang Pecel ... 65

5.1.1 Jenis Kelamin ... 65

(12)

5.1.3 Pendidikan ... 65

5.1.4 Lama Berjualan ... 66

5.1.5 Cara Penjualan ... 66

5.2Observasi Kualitas Higien sanitasi Makanan Pecel ... 66

5.2.1 Pemilihan bahan Pecel ... 67

5.2.2 Penyimpanan Bahan Baku ... 68

5.2.3 Pengolahan Pecel ... 68

5.2.4 Penyimpanan MakananPecel ... 71

5.2.5 Pengankutan Makanan Pecel... 73

5.2.6 Penyajian Pecel ... 74

5.2.7 Sarana Penjaja ... 74

5.3Kandungan Bakteri Salmonella pada Pecel ... 76

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

6.1Kesimpulan ... 77

6.2Saran ... 78

(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Tabel 4.1 Distribusi Pedagang Pecel Berdasarkan Jenis Kelamin Di

Kecamatan Medan Helvetia 2015 ... 52 2. Tabel 4.2 Distribusi Pedagang Pecel Berdasarkan Umur Di Kecamatan

Medan Helvetia Tahun 2015 ... 52 3. Tabel 4.3 Distribusi Pedagang Pecel Berdasarkan Pendidikan Di

Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015 ... 53 4. Tabel 4.4 Distribusi Pedagang Pecel Berdasarkan Lama Berjualan Di

Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015 ... 54 5. Tabel 4.5 Distribusi Pedagang Pecel Berdasarkan Cara Penjualan Di

Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015 ... 54 6. Tabel 4.6 Distribusi Pedagang Pecel Berdasarkan Pemilihan Bahan Baku

Pecel Yang Dijual Di Kecamatan Medan Helvetia Tahun

2015 ... 55 7. Tabel 4.7 Distribusi Pedagang Pecel Berdasarkan Penyimpanan Bahan

Baku Pecel Yang Dijual Di Kecamatan Medan Helvetia

Tahun 2015 ... 57 8. Tabel 4.8 Distribusi Pedagang Pecel Berdasarkan Pengolahan Pecel Yang

Dijual Di Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015 ... 57 9. Tabel 4.9 Distribusi Pedagang Pecel Berdasarkan Penyimpanan Pecel Jadi

Yang Dijual Di Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015 ... 60 10. Tabel 4.10 Distribusi Pedagang Pecel Berdasarkan Pengangkutan Pecel

Yang Dijual Di Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015 ... 61 11. Tabel 4.11 Distribusi Pedagang Pecel Berdasarkan Penyajian Pecel Yang

Dijual Di Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015 ... 62 12. Tabel 4.12 Distribusi Pedagang Pecel Berdasarkan Sarana Penjaja Yang

Dijual Di Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015 ... 63 13. Tabel 4.13 Distribusi Pemeriksaan Bakteri Salmonella pada pecel Yang

Dijual Di Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015 ... 64

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Gambar 1. Skema pembuatan pecel……….27 2. Gambar 2. Kerangka Konsep………38

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Lampiran 1. Lembar Observasi ………82 2. Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian………85 3. Lampiran 3. Kepmenkes No. 942 Persyaratan Hygiene Sanitasi makanan

Jajanan………...89 4. Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian ………97 5. Lampiran 5. Surat Permohonan Izin Penelitian camat Medan

(16)

ABSTRAK

Pecel merupakan makanan yang terdiri dari beragam sayuran dan menggunakan sambal bumbu kacang sebagai komposisi utamanya. Dalam pengolahannya penjual menjamah makanannya tidak dengan sarung tangan tetapi lebih banyak menggunakan tangan secara langsung dalam membuat dan menyajikan barang dagangannya. Pecel yang diolah dengan menggunakan tangan lebih berpeluang untuk terkontaminasi oleh mikroba patogen yang bisa menyebabkan berbagai gangguan kesehatan mulai dari keracunan, diare, salmonellosis dan penyakit yang menyerang saluran pencernaan lainnya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian jenis survei bersifat deskriptif dengan mengamati pelaksanaan higiene sanitasi pengolahan makanan pecel dan analisa laboratorium untuk mengetahui kandungan Salmonella pada 35 pedagang pecel yang dijual di Kecamatan Medan Helvetia. Peneliti menggunakan lembar observasi yang sesuai dengan Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan untuk melihat pelaksanaan higiene sanitasi pengolahan makanan pecel yang dilakukan oleh pedagang pecel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pelaksaan higiene sanitasi pecel yang dijual di Kecamatan Medan Helvetia tidak memenuhi syarat kesehatan. Adapun prinsip yang tidak memenuhi syarat, yaitu : pemilihan bahan baku yang tidak diketahui asal-usulnya, penyimpanan bahan baku belum tertutup, penjamah pengolahan makanannya belum memenuhi syarat, tempat penyimpanan makanan jadi tidak tertutup, pengangkutan makanan tidak tertutup , dan penyajian dilakukan dengan kontak langsung dengan makanan. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa pecel tidak mengandung Salmonella (0/400gr pecel) . Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa diharapkan agar para penjual pecel dalam melakukan pengolahan, penyimpanan, penyajian, dan pengangkutan dapat memenuhi syarat kesehatandan kepada pihak Kecamatan Medan Helvetia lebih memperhatikan pedagang – pedagang dan memberikan penyuluhan kesehatan secara khusus tentang higiene sanitasi makanan dan penjamah makanan yang memenuhi syarat kesehatan.

(17)

ABSTRACT

Pecel is a food containing vegetables and using peanut sauce as main composition. During the process, the sellers use hand to make and serve it, instead of wearing gloves. This handmade food tends to be contaminated, mainly by pathogenic microbes which can cause various health risks, such as poisoning, diarrhea, salmonellosis, and other digestic diseases.

The method used in the research is descriptive research which is to

observe the implementation of hygiene and sanitation of pecel processing. Laboratory analysis is to determine Salmonella bacteria sold by 35 pecel sellers which are located in Kecamatan Medan Helvetia. The researcher used observation sheet in accordance with the requirements of Hygiene and Sanitation Snacks.

The results found that the sellers don’t comply with the principles of food processing comprising storage of food processing comprising selection. As for the principles are not eligible : selection of raw materials of unknown origin, storage of raw materials has not been closed, the processing of food handlers have not qualified, the food storage area is not closed, the transport of food is not closed, and the presentation is done by direct contact with food. As laboratory result do not find Salmonella Bacteria (0/400gr).

The researcher suggest that pecel sellers should implement the principles of hygiene and sanitation of food processing in accordance with the regulation. In addition, the government should monitor the food, particularly pecel sellers and provide them with more healthy food instructions. So that the consumers can consume pecel hygienically and safely.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan merupakan kebutuhan dasar dan sangat berperan bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan manusia. Makanan yang dikonsumsi harus sehat, aman dan higienes, layak dikonsumsi dalam jumlah cukup dan layak untuk dikonsumsi serta tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan (Mukono, 2004).

Menurut Saksono (1986) makanan yang sehat harus dijaga untuk tetap sehat, dengan cara penyimpanan yang benar, penyajian yang tepat dan pengangkutan yang paling cocok serta pembungkusan yang sesuai dengan sifat-sifat makanan dan memperhatikan kebersihan yang setiap saat harus dilakukan.

Makanan merupakan hal yang penting bagi kesehatan manusia. Saat ini banyak terjadi penyakit melalui makanan yang disebut Food Borne Disease atau penyakit bawaan makanan. Penyebab penyakit bawaan makanan dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya bakteri patogen seperti Salmonella. Food Borne Disease biasanya bersifat toksik maupun infeksius, disebabkan oleh agen

penyakit yang masuk kedalam tubuh melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi (WHO, 2005).

(19)

dengan keracunan. Pangan dapat menjadi beracun karena telah terkontaminasi oleh bakteri patogen yang kemudian dapat tumbuh dan berkembang biak selama penyimpanan, sehingga mampu memproduksi toksin yang dapat membahayakan manusia. Salah satu bakteri yang terkait dengan keracunan makanan adalah Salmonella.

Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah serta jenis mikroba yang terdapat dalam makanan, diantaranya adalah sifat makanan itu sendiri (pH, kelembaban, nilai gizi), keadaan lingkungan dari mana makanan tersebut diperoleh, serta kondisi pengolahan ataupun penyimpanan. Jumlah mikroba yang terlalu tinggi dapat mengubah karakter organoleptik, mengakibatkan perubahan nutrisi / nilai gizi atau bahkan merusak makanan tersebut.

Oleh karena itu diperlukan pemantauan terhadap higiene sanitasi dalam pengolahan makanan. Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya kontaminasi terhadap makanan, baik yang berasal dari bahan makanan, orang, tempat dan peralatan agar aman dikonsumsi. Higiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena memiliki hubungan yang erat. Misalnya higienenya sudah baik karena mau mencuci tangan,tetapi sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedianya air bersih, maka mencuci tangan tidak sempurna (Depkes RI, 2004).

(20)

Penanganan terhadap bahan-bahan makanannya sudah baik, namun untuk penjamah makanannya belum berperilaku hidup bersih dan sehat.

Pecel merupakan salah satu jenis makanan khas Indonesia yang banyak beredar di masyarakat. Pecel yang dijual juga beragam jenis tergantung dengan daerahnya masing-masing. Bahan pokoknya terdiri dari berbagai macam sayuran, seperti : daun singkong, bayam, kangkung, tauge dan kacang panjang. Lalu disiram dengan kuah yang berbahan pokok gula merah dan kacang.

Menurut Wikipedia (2008) pecel merupakan makanan yang terdiri dari sayur-sayuran yang direbus dan lauk yang dihidangkan dengan alas berbeda seperti di atas piring lidi yang disebut ingke, pincuk, dan daun pisang, di atas tampah bambu, sesuai dengan ciri khas kota asal pecel, biasanya berbeda karena tiap daerah memiliki ciri tersendiri. Sayuran yang dihidangkan antara lain daun pepaya/kates, lodeh, kacang panjang, taoge, mentimun, daun singkong dan daun kemangi serta masih banyak variasi lain yang disesuaikan dengan selera. Bumbu kacang yang disiram di atas pecel disebut “bumbu pecel” yang terdiri dari

kencur, gula merah, garam, cabai, daun jeruk, dan kacang tanah sangria yang dicampur, diulek atau ditumbuk. Ada juga yang menambahkan daun jeruk purut, bawang putih, serta asam jawa dalam campuran air hangat untuk mencairkan bumbu kacang.

(21)

keracunan, diare, salmonellosis dan penyakit yang menyerang saluran pencernaan lainnya. Menurut Yuliarti (2007) menyentuh makanan dengan tangan langsung tidak dianjurkan karena kurangnya kesadaran untuk mencuci tangan dengan sabun sebelum menyentuh makanan serta pencucian peralatan makan yang kurang bersih dan mengolah serta menyimpan makanan kurang higienes dapat menyebabkan penyakit tifus yang disebabkan bakteri Salmonella typhi.

Salmonella merupakan bakteri gram-negatif berbentuk batang yang

menyebabkan typhus, paratyphus, dan penyakit foodborne. Bakteri ini bukan indikator sanitasi, melainkan bakteri indikator keamanan makanan. Salmonella memiliki banyak serotype yang semuanya diketahui bersifat patogen, sehingga adanya bakteri ini dalam makanan dianggap membahayakan kesehatan. Salmonella tidak meninggalkan bau maupun rasa apapun pada makanan, kecuali

jika bahan makanan (daging) mengandung Salmonella dalam jumlah besar, maka akan terjadi perubahan warna dan bau (merah muda pucat sampai kehijauan, berbau busuk) (Irianto, 2014).

(22)

menyebabkan berbagai gangguan kesehatan mulai dari keracunan, diare, salmonellosis dan penyakit yang menyerang saluran pencernaan lainnya. Penjual maupun pembeli tidak menganggap hal ini sebagai masalah. Padahal hal tersebut dapat menjadi faktor pendukung adanya Salmonella penyebab keracunan makanan pada manusis. Sedangkan makanan dan minuman yang baik, bila diproduksi dan diedarkan kepada masyarakat haruslah memenuhi persyaratan Kepmenkes RI No.942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan.

Menurut Clark (2015) Salmonella merupakan penyebab infeksi usus kedua yang paling umum di Amerika Serikat. Lebih dari 7.000 kasus Salmonella dikonfirmasi pada tahun 2009; Namun sebagian besar kasus tidak dilaporkan. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit memperkirakan bahwa lebih dari 1 juta orang di Amerika Serikat terikat dengan Salmonella setiap tahun, dan rata-rata 20.000 rawat inap dan hampir 400 kematian terjadi disebabkan oleh keracunan Salmonella. Sedangkan Data dari BPOM (2014) disebutkan bahwa pada tahun 2014 terdapat 540 kasus keracunan yang disebabkan oleh makanan dimana salah satu penyebab keracunan makanan tersebut adalah bakteri.

(23)

1.2 Rumusan Masalah

Penjual pecel lebih banyak menggunakan tangan secara langsung dalam membuat dan menyajikan barang dagangannya. Pecel yang diolah dengan menggunakan tangan lebih berpeluang untuk terkontaminasi oleh mikroba patogen yang bisa menyebabkan berbagai gangguan kesehatan mulai dari keracunan, diare, salmonellosis dan penyakit yang menyerang saluran pencernaan lainnya. Berdasarkan hal diatas perlu dilakukan penelitian terhadap penilaian higiene dan sanitasi penjualan makanan pecel di Kecamatan Medan Helvetia 2015 didukung dengan pemeriksaan Salmonella.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang higiene dan sanitasi pedagang makanan pecel di Kecamatan Medan Helvetia 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui higiene dan sanitasi pemilihan bahan baku makanan pecel.

2. Untuk mengetahui higiene dan sanitasi penyimpanan bahan baku makanan pecel.

(24)

7. Untuk mengetahui ada tidaknya bakteri Salmonella pada makanan pecel

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pembuat makanan pecel untuk mempertahankan higiene dan sanitasi pengolahan makanan pecel.

2. Sebagai informasi dan bahan pertimbangan bagi masyarakat dalam mengkonsumsi makanan pecel.

3. Sebagai masukan bagi dinas terkait dalam meningkatkan upaya penyehatan bahan makanan.

4. Menambah wawasan berpikir untuk peneliti terutama yang berhubungan dengan higiene sanitasi dan pemeriksaan bakteri Salmonella pada makanan pecel.

(25)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Higiene dan Sanitasi Makanan

2.1.1 Pengertian Makanan

Menurut Mukono (2004) makanan merupakan kebutuhan dasar dan sangat berperan bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan manusia. Makanan yang dikonsumsi harus sehat, aman dan higienes, layak dikonsumsi dalam jumlah cukup dan layak untuk dikonsumsi serta tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan.

Menurut Sumantri (2010) makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia, yakni :

a) Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak.

b) Memperoleh energi guna melakukan aktivitas sehari-hari.

c) Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral, dan cairan tubuh yang lain.

d) Berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit.

(26)

b) Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya.

c) Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzim, aktivitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit, dan kerusakan - kerusakan karena tekanan, pemasakan, dan pengeringan.

d) Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borne illness).

Makanan yang sehat harus dijaga untuk tetap sehat, dengan cara penyimpanan yang benar, penyajian yang tepat dan pengangkutan yang paling cocok serta pembungkusan yang sesuai dengan sifat-sifat makanan dan memperhatikan kebersihan setiap saat harus dilakukan. Mengingat adanya batas kemampuan makanan untuk tampil dalam keadaan yang terbaik dan sehat, maka perlu dipertimbangkan perencanaan yang matang, waktu penyediaan, pengolahan dan penyajian yang tepat serta penyimpanan dan penyebaran atau pengangkutan ke tempat lain dengan cara yang sedemikian rupa sehingga kerusakan yang mungkin terjadi dapat ditekan sekecil mungkin (Saksono, 1986).

2.1.2 Pengertian Higiene

(27)

Higiene adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan, serta berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki kesehatan. Higiene juga mencakup upaya perawatan kesehatan diri termasuk ketepatan sikap tubuh. Dalam pengertian tersebut juga terkandung makna perlunya perlindungan bagi pekerja yang terlibat dalam proses pengolahan makanan agar terhindar dari sakit yang disebabkan oleh penyakit pada umumnya (Purnawijayanti, 2001). 2.1.3 Pengertian Sanitasi Makanan

Sanitasi merupakan bagian penting dalam proses pengolahan pangan yang harus dilaksanakan dengan baik. Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut. Sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan aseptik dalam persiapan, pengolahan, dan penyajian makanan. Secara lebih terinci sanitasi meliputi pengawasan mutu bahan makanan mentah, penyimpanan bahan, suplai air yang baik, pencegahan kontaminasi makanan dari lingkungan, peralatan, dan pekerja, pada semua tahapan proses (Purnawijayanti, 2001).

(28)

konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan, atau pemborosan makanan.

Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasioleh bakteri, virus, jamur, dan parasit. Akibat buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengosumsi makanan tersebut(Sumantri, 2010).

Higiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya kontaminasi terhadap makanan, baik yang berasal dari bahan makanan, orang, tempat dan peralatan agar aman dikonsumsi. Higiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena memiliki hubungan yang erat. Misalnya higienenya sudah baik karena mau mencuci tangan,tetapi sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedianya air bersih, maka mencuci tangan tidak sempurna (Depkes RI, 2004).

2.2 Prinsip Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman

Pengertian dari prinsip higiene sanitasi makanan dan minuman adalah pengendalian terhadap empat faktor yaitu: tempat/bangunan, peralatan, orang dan bahan makanan. Terdapat 6 (enam) prinsip higiene sanitasi makanan dan minuman yaitu (Depkes RI, 2004) :

1. Pemilihan bahan makanan 2. Penyimpanan bahan makanan 3. Pengolahan makanan

(29)

5. Pengangkutan makanan 6. Penyajian makanan

2.2.1 Pemilihan Bahan Makanan

Semua jenis bahan makanan perlu mendapat perhatian secara fisik serta kesegarannya terjamin, terutama bahan-bahan makanan yang mudah membusuk atau rusak seperti daging, ikan, susu, telur, makanan dalam kaleng, sayur dan buah. Bahan makanan yang baik kadang kala tidak mudah kita temui, karena jaringan perjalanan makanan yang begitu panjang dan melalui jaringan perdagangan yang begitu luas.

Salah satu upaya mendapatkan bahan makanan yang baik adalah menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber yang tidak jelas (liar) karena kurang dapat dipertanggungjawabkan secara kualitasnya (Sumantri, 2010). Sumber bahan makanan yang baik adalah (Depkes RI, 2004) :

a. Pusat penjualan bahan makanan dengan sistem pengaturan suhu yang dikendalikan dengan baik misalnya berupa swalayan.

b. Tempat-tempat penjualan bahan makanan yang diawasi oleh pemerintah daerah dengan baik.

Ciri-ciri bahan makanan yang baik untuk makanan pecel adalah: A. Sayur-sayuran

(30)

sangat dibutuhkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan gizi yang seimbang. Pada umumnya buah dan sayur banyak mengandung vitamin dan mineral-mineral seperti vitamin A (karotene), serat (dietaryfiber), gula dan pemenuhan vitamin C (asam askorbat) yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh.

Sebutan untuk beraneka jenis sayuran disebut sebagai sayur-sayuran atau sayur-mayur. Sejumlah sayuran dapat dikonsumsi mentah tanpa dimasak sebelumnya, sementara yang lainnya harus diolah terlebih dahulu dengan cara direbus, dikukus atau diuapkan, digoreng (agak jarang), atau di shangrai. Sayuran berbentuk daun yang dimakan mentah disebut sebagai lalapan.

Produk buah dan sayur segar merupakan produk yang mudah rusak (persable), sehingga tidak jarang para pelaku usaha dengan berbagai cara berusaha agar produknya tidak cepat rusak sampai di tangan konsumen. Penanganan buah dan sayur segar pada tiap fase dari rantai pangan “Form

Farm To Table” sangat penting untuk menghindarkan kontaminasi dari bahan yang berbahaya. Pengolahan pangan selain untuk mengubah, mematangkan, menambah daya simpan bahan pangan juga berfungsi untuk mematikan atau menonaktifkan mikroba patogen.

Adapun ciri-ciri fisik sayuran yang baik dan aman dikonsumsi oleh manusia yaitu :

(31)

2) Daun sayuran tampak segar, tidak layu, kering atau memar, dan tidak terdapat bekas serangan hama.

3) Batang daunnya masih muda dan mudah di patahkan. 4) Berwarna cerah, tidak menguning dan terlihat segar B. Gula Merah

Gula yang juga disebut gula kelapa, gula nira atau gula jawa ini dihasilkan dari pengeringan nira pohon kelapa. Dan memiliki banyak manfaat dan kelebihan dibandingkan dengan gula tebu. Mengandung garam mineral, kandungan gula jauh lebih kecil. Biasanya gula merah dikonsumsi dengan mencampurkannya ke dalam makanan atau minuman sebagi pemanis juga penambah aroma makanan serta warna menjadi lebih menarik. Ciri-ciri gula merah yang baik dan aman dikonsumsi adalah sebagi berikut : 1) Pilihlah yang masih utuh, tidak terbelah-belah. Kondisi utuh menunjukkan

jika gula belum pernah digunakan.

2) Rasa manisnya seperti rasa legit dan tidak membuat batuk. 3) Bila ditekan terasa sedikit lengket, dan mudah dipatahkan. 4) Bila dipotong tidak ada semacam poros lubang-lubang. C. Kacang Tanah

Kacang tanah merupakan jenis kacang-kacangan yang banyak dicampurkan pada berbagai macam makanan.

(32)

tinggi dari daging, telur dan kacang soya. Mempunyai rasa yang manis dan banyak digunakan untuk membuat beraneka jenis makanan.

Ciri kacang tanah yang baik adalah : 1) Tidak busuk

2) Tidak berjamur

3)Tidak memiliki rasa yang aneh saat dimakan

Untuk mendapat bahan makanan yang baik perlu diketahui sumber-sumber makanan yang baik. Sumber makanan yang baik seringkali tidak mudah kita temukan karena jaringan perjalanan yang sedemikian panjang dan melalui jaringan perdagangan pangan (Depkes RI, 2004).

Sumber bahan makanan yang baik adalah (Depkes RI, 2004) :

a) Pusat penjualan bahan makanan dengan sistem pengaturan suhu yang dikendalikan dengan baik misalnya berupa swalayan.

b) Tempat-tempat penjualan bahan makanan yang diawali oleh pemerintah daerah dengan baik misalnya pasar tradisional.

2.2.2 Penyimpanan Bahan Makanan

(33)

a) Penyimpanan harus dilakukan di tempat khusus (gudang) yang bersih dan memenuhi syarat.

b) Barang-barang agar disusun dengan baik sehingga mudah diambil, tidak memberi kesempatan serangga atau tikus untuk bersarang, terhindar dari lalat/tikus dan untuk produk yang mudah busuk atau rusak agar disimpan pada suhu yang dingin.

Bahan mentah harus terpisah dari makanan siap santap. Makanan yang berbau tajam harus ditutup dalam kantong plastik yang rapat dan dipisahkan dari makanan lain, kalau mungkin dalam lemari yang berbeda, kalau tidak letaknya harus berjauhan. Makanan yang disimpan tidak lebih dari dua atau tiga hari harus sudah digunakan. Lemari tidak boleh terlalu sering dibuka, maka dianjurkan lemari untuk keperluan sehari-hari dipisahkan dengan lemari untuk keperluan penyimpanan makanan (Sumantri, 2010).

Menurut Depkes RI (2004) ada empat cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya, yaitu :

a. Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu suhu penyimpanan 10 – 5 ºC untuk jenis minuman, buah dan sayuran.

b. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 4– 10 ºC untuk bahan makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali.

c. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 0-4º C untuk bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam. d. Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan < 0ºC untuk bahan

(34)

2.2.3 Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti prinsip-prinsip higiene sanitasi. Dalam hal ini persyaratan untuk tenaga pengolah makanan dan peralatan pada proses pengolahannya harus diperhatikan (Depkes RI, 2004).

2.2.3.1. Penjamah Makanan

Syarat-syarat penjamah makanan (Depkes RI, 2003) yaitu :

1. Tidak menderita penyakit mudah menular, misal : batuk, pilek, influenza, diare,penyakit perut sejenisnya.

2. Menutup luka (pada luka terbuka/bisul).

3. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian. 4. Memakai celemek dan tutup kepala.

5. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.

6. Menjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan atau dengan alas tangan.

7. Tidak merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung mulut dan bagian lainnya).

8. Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup hidung atau mulut.

(35)

Peralatan masak adalah semua perlengkapan yang diperlukan dalam proses pengolahan makanan, seperti pisau, sendok, kuali wajan dan lain-lain.

1. Bahan peralatan

a. Permukaan alat harus utuh tidak cacat dan mudah dibersihkan

b. Lapisan permukaan alat tidak mudah larut dalam asam/basa atau garam yang lazim dipakai dalam proses makanan.

c. Apabila alat tersebut kontak dengan makanan, maka alat tersebut tidak akan mengeluarkan logam berat beracun berbahaya, seperti timah hitam (Pb), Arsenikum (As), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Cadmium (Cd), Antimon (Stibium).

2. Keutuhan peralatan

Tidak boleh patah,tidak mudah berkarat, gompel, penyok tergores atau retak karena menjadi sarang bakteri. Peralatan yang tidak utuh tidak mungkin dapat dicuci sempurna sehingga dapat menjadi sumber kontaminasi.

3. Fungsi

a. Setiap bahan tidak boleh di campur aduk karena mempunyai fungsi tersendiri.

b. Gunakan warna gagang sebagai tanda dalam penggunaan.

Contoh : gagang pisau warna bitu/hitam untuk memasak dan gagang pisau warna merah/kuning untuk bahan makanan mentah.

(36)

4. Letak

Peralatan yang bersih dan siap digunakan sudah berada pada tempat masing-masing sehingga memudahkan untuk menggunakannya kembali. 2.2.4 Penyimpanan Makanan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyimpan makanan

(Depkes, 2004) :

a. Makanan yang disimpan harus diberi tutup

b. Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan c. Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air

d. Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lain

e. Lemari penyimpanan sebaiknya tertutup dan tidak berada tanpa kaki penyangga atau dipojok ruangan karena tikus, kecoa, dan hewan lainnya akan sangat mudah untuk menjangkaunya.

f. Terlindungi dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lainnya.

Dalam penyimpanan makanan jadi harus memperhatikan suhu sebagai berikut :

1) Makanan kering disimpan dalam suhu kamar (25 – 30º C) 2) Makanan basah harus segera disajikan pada suhu diatas 60ºC.

(37)

di bawah 10ºC atau diatas 60ºC. Suhu 10 – 60º C sangat berbahaya, maka disebut danger zone.

2.2.5 Prinsip 5 : Pengangkutan Makanan

Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan di dalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu dan kendaraan pengangkutan itu sendiri.

2.2.5.1 Pengangkutan bahan makanan

Menurut Depkes RI (2004) pencemaran makanan selama dalam pengangkutan dapat berupa pencemaran fisik, mikroba, maupun kimia. Untuk mencegah adalah dengan membuang atau mengurangi sumber yang akan menyebabkan pencemaran. Dengan cara sebagai berikut :

1) Mengangkut bahan makanan tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3), seperti pupuk, obat hama atau bahan kimia lain.

2) Kendaraan pengangkut makanan tidak dipergunakan untuk mengangkut bahan lain seperti : untuk mengangkut orang, hewan, atau barang-barang lain.

3) Kendaraan harus diperhatikan kebersihannya agar setiap digunakan untuk makanan selalu dalam keadaan bersih.

(38)

5) Hindari perlakuan manusia yang menangani makanan selama pengangkutan, seperti : ditumpuk, diinjak dan dibanting.

6) Kalau mungkin gunakanlah kenderaan pengangkut bahan makanan yang menggunakan alat pendingin sehingga mampu membawa makanan dengan jangkauan yang lebih jauh lagi.

2.2.5.2 Pengangkutan makanan siap santap

Menurut Depkes RI (2004) dalam prinsip pengangkutan siap santap perlu diperhatikan hal-hal berikut :

1) Setiap makanan mempunyai wadah masing-masing.

2) Wadah yang digunakan harus utuh, kuat dan ukurannya memadai dengan makanan yang ditempatkan dan terbuat dari bahan anti karat atau anti bocor.

3) Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya agar tetap panas 60ºC dan tetap dingin 4ºC.

4) Wadah selama dalam perjalanan tidak boleh selalu dibuka dan tetap dalam keadaan tertutup sampai di tempat penyajian.

5) Kendaraan pengangkut disediakan khusus dan tidak digunakan untuk keperluan lain.

2.2.6 Penyajian Makanan

(39)

a. Makanan dinyatakan laik santap apabila telah dilakukan uji organoleptik dan uji biologis dan uji laboratorium dilakukan bila ada kecurigaan.

1) Uji organoleptik yaitu memeriksa makanan dengan cara meneliti dan menggunakan 5 (lima) indera manusia yaitu dengan melihat (penampilan), meraba (tekstur, keempukan), mencium (aroma), mendengar (bunyi misal telur), menjilat (rasa). Apabila secara organoleptik baik maka makanan dinyatakan laik santap.

2) Uji biologis yaitu dengan memakan makanan secara sempurna dan apabila dalam waktu 2 (dua) jam tidak terjadi tanda – tanda kesakitan, makanan tersebut dinyatakan aman.

3)Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran makanan baik kimia maupun mikroba. Untuk pemeriksaan ini diperlukan sampel makanan yang diambil mengikuti standar/prosedur yang benar dan hasilnya dibandingkan dengan standar yang telah baku.

b. Tempat penyajian dengan memperhatikan jarak dan waktu tempuh dari tempat pengolahan makanan ke tempat penyajian serta hambatan yang mungkin terjadi selama pengangkutan karena akan mempengaruhi kondisi penyajian. Hambatan di luar dugaan sangat mempengaruhi keterlambatan penyajian.

(40)

1)Penyajian meja (table service) yaitu penyajian di meja secara bersama, umumnya untuk acara keluarga atau pertemuan kelompok dengan jumlah terbatas 10 sampai 20 orang.

2) Prasmanan (buffet) yaitu penyajian terpusat untuk semua jenis makanan yang dihidangkan dan makanan dapat dilih sendiri untuk dibawa ke tempat masing-masing.

3)Saung (ala carte) yaitu penyajian terpisah untuk setiap jenis makanan dan setiap orang dapat mengambil makanan sesuai dengan kesukaannya.

4) Dus (box) yaitu penyajian dengan kotak kertas atau kotak plastik yang sudah berisi menu makanan lengkap termasuk air minum dan buah yang biasanya untuk acara makan siang.

5) Nasi bungkus (pack/wrap) yaitu penyajian makanan dalam satu campuran menu (mix) yang dibungkus dan siap santap.

6) Layanan cepat (fast food) yaitu penyajian makanan dalam satu rak makanan (food counter) di rumah makan dengan cara mengambil sendiri makanan yang dikehendaki dan membayar sebelum makanan tersebut dimakan.

7)Lesehan yaitu penyajian makanan dengan cara hidangan di lantai atau meja rendah dengan duduk di lantai dengan menu lengkap. d. Prinsip penyajian

(41)

memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan makanan.

2) Kadar air yaitu makanan yang mengandung kadar air tinggi (makanan berkuah) baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk mencegah makanan cepat rusak dan basi.

3) Pemisah yaitu makanan yang ditempatkan dalam wadah yang sama seperti dus atau rantang harus dipisah dari setiap jenis makanan agar tidak saling campur aduk.

4) Panas yaitu makanan yang harus disajikan panas diusahakan tetap dalam keadaan panas dengan memperhatikan suhu makanan, sebelum ditempatkan dalam alat saji panas (food warmer/bean merry) makanan harus berada pada suhu > 60°C.

5) Bersih yaitu semua peralatan yang digunakan harus higienis, utuh, tidak cacat atau rusak.

6) Handling yaitu setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir.

7) Edible part yaitu semua yang disajikan adalah makanan yang dapat dimakan, bahan yang tidak dapat dimakan harus disingkirkan. 8) Tepat penyajian yaitu pelaksanaan penyajian makanan harus tepat

sesuai dengan seharusnya yaitu tepat menu, tepat waktu, tepat tata hidang dan tepat volume (sesuai jumlah).

(42)

Menurut Wikipedia (2014) pecel adalah makanan yang menggunakan sambal bumbu kacang sebagai komposisi utamanya. Tidak tahu darimana pertama kali pecal berasal, beberapa daerah mengklaim mempunyai ke-khasan sendiri dari tiap-tiap kota. Namun menurut sejarah yang ada, pecel sangat familiar pada daerah keresidenan madiun, Jawa Timur.

Menurut Wikipedia (2008) pecel merupakan makanan yang terdiri dari sayur-sayuran yang direbus dan lauk yang dihidangkan dengan alas berbeda seperti di atas piring lidi yang disebut ingke, pincuk, dan daun pisang, di atas tampah bambu, sesuai dengan ciri khas kota asal pecal, biasanya berbeda karena tiap daerah memiliki ciri tersendiri. Sayuran yang dihidangkan antara lain daun pepaya/kates, lodeh, kacang panjang, taoge, mentimun, daun singkong dan daun kemangi serta masih banyak variasi lain yang disesuaikan dengan selera. Bumbu kacang yang disiram di atas pecal disebut “bumbu pecel” yang terdiri dari kencur, gula merah, garam, cabai,

daun jeruk, dan kacang tanah sangria yang dicampur, diulek atau ditumbuk. Ada juga yang menambahkan daun jeruk purut, bawang putih, serta asam jawa dalam campuran air hangat untuk mencairkan bumbu kacang.

2.3.1 Proses Pembuatan Pecel

Proses pembuatan pecel terdiri dari : 1. Bahan-bahan :

(43)

2) Tempe goreng/tahu goreng 2. Bumbu :

1) 350 gr kacang tanah, goreng dan haluskan 2) 4 lembar daun jeruk, iris halus

3) 2 sdm air asam 4) 300 ml air

5) 4 buah cabai merah 6) 3 sdm gula merah iris 7) 1 sdm garam

3. Cara membuat :

1) Rebuskan sayur-sayuran dengan air mendidih. Tiriskan, sisihkan. 2) Campur kacang tanah halus dengan bumbu lainnya, haluskan

kembali. Campur dengan air asam. Uleni dengan sendok hingga tercampur rata.

3) Siapkan piring saji, susun sayuran rebus.

(44)

Gambar 1 Proses Pembuatan Pecel

2.4 Salmonella

Salmonella adalah organisme yang kompleks yang memproduksi berbagai

faktor virulensi, termasuk antigen permukaan (surface antigens), faktor-faktor yang berperan pada invasi, endotoksin, sitotoksin, dan enterotoksin. Genus Salmonella terdiri atas kelompok mikroorganisme yang secara biokimiawi dan

serologis beragam. Di Amerika Serikat, jumlah kasus infeksi Salmonella yang dilaporkan, dua kali lebih besar dibandingkan kasus shigellosis (Tim Mikrobiologi, 2003) .

(45)

1. Bentuk batang 2. Negatif-Gram 3. Tidak berspora

4. Mempunyai flagel peritrik 5. Tidak berkapsul

6. Hidup secara aerob atau fakultatif anaerob

Di alam bebas, kuman ini dapat ditemukan di air, udara, makanan yang dapat menimbulkan infeksi pada manusia dan hewan baik domestik maupun hewan liar. Salmonella bersifat host-adapted pada hewan, dan infeksi pada manusia biasanya

mengenai daerah usus. Infeksi muncul dalam bentuk diare akut yang sembuh sendiri. Pada beberapa kesempatan organisme ini dapat menyebabkan penyakit yang invasif, meliputi bakteremia dan septikemia yang mengancam jiwa atau osteomielitis. Organisme ini ditemukan pada hewan domestk. Kasus pada manusia dan pembawa yang sedang dalam penyembuhan juga merupakan sumber yang penting.transmisinya melalui fekal-oral, biasanya dari mengingesti makanan yang terkontaminasi. Infeksi lebih sering dan lebih berat pada pasien yang mengalami penurunan asam lambung atau pasien immunocompromised atau pasien yang menjalani splenektomi. Penyakit ini dapat dipersulit oleh artritis reaktif atau menjadi tahap pembawa (karier) kronik (Irianto, 2014).

(46)

disebabkan keracunan makanan karena Salmonella. Infeksi oleh karena Salmonella dapat dibagi menjadi dua :

1. Infeksi non-tifoid (yang paling dominan adalah penyakit diare)

2. Demam tifoid atau demam enterik yang disebabkan oleh Salmonella ser. Typhi dan Salmonella ser. Paratyphi.

2.4.1 Sifat Salmonella sp.

Menurut Adam dan Moss (1995) Salmonella termasuk dalam kelompok Enterobacteriaceae. Salmonella dapat tumbuh diatas suhu 5°C sampai dengan 47°C dengan suhu optimum 37°C. Bakteri ini sensitif terhadap panas dan segera hancur dengan suhu pasteurisasi. Pada makanan beku, jumlah pertumbuhan Salmonella menurun dengan perlahan, penurunan dapat terjadi karena suhu

tempat penyimpanan. Menurut Tim Mikrobiologi (2003) Salmonella resisten terhadap zat-zat kimia tertentu (misalnya hijau brillian, natrium tetratiumat dan natrium dioksikholat). Senyawa ini menghambat kuman koliform karena itu bermanfaat untuk isolasi Salmonella dari tinja.

2.4.2 Klasifikasi Salmonella sp.

Klasifikasi genus Salmonella bersifat kompleks, dengan sekitar 2000 serotipe di dalamnya. Banyak dari serotype ini diberi nama binomial, misalnya Salmonella typhimurium dan Salmonella enteritidis, meskipun keduanya bukan

(47)

1) Salmonella enterica yang terdiri dari enam subspesies, masing-masing adalah :

S. enterica subsp. enterica (subspesies I) S. enterica subsp. salamae (subspesies II) S. enterica subsp. arizona (subspesies IIIa) S. enterica subsp. diarizona (subspesies IIIb) S. enterica subsp. houtenae (subspesies IV) S. enterica subsp. indica (subspesies VI)

2) Salmonella bongori (dahulu dimasukkan ke subspesies V)

Subspesies I biasanya diisolasi dari manusia dan hewan berdarah panas; sedangkan subspesies II, IIIa, IIIb, IV dan VI serta S. bongori biasanya terdapat pada hewan-hewan berdarah dingin serta di lingkungan alam bebas (jarang pada manusia).

2.4.3 Dampak Kesehatan Akibat Salmonella sp.

Salmonella sp. pada manusia dan hewan ternak dapat menyebabkan

penyakit yang bersifat asimptomatik hingga infeksi yang parah yang berakhir dengan mortalitas yang tinggi. Bahkan jauh lebih penting terhadap kesehatan manusia, salmonellosis dapat tertular akibat kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan yang bersifat reservoir (Libby, et al. 2004).

(48)

ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut salmonellosis. Gejala Salmonellosis yang paling sering terjadi adalah gastroenteritis. Selain

gastroenteritis, beberapa spesies Salmonella juga dapat menimbulkan gejala penyakit lainnya. Misalnya demam enterik seperti demam tifoid dan demam paratifoid, serta infeksi lokal.

Bakteri ini merupakan indikator keamanan pangan. Artinya, karena semuas serotipe Salmonella yang diketahui di dunia ini bersifat patogen maka adanya bakteri ini dalam air atau makanan dianggap membahayakan kesehatan. Berbagai standar air minum maupun makanan siap santap mensyaratkan harus bebas Salmonella, arinya dalam sampel air minum (100 ml) atau sampel makanan (25 gram) tidak ditemukan adanya Salmonella (Poeloengan, 2014) 2.4.4 Infeksi yang disebabkan Salmonella sp.

Infeksi yang disebabkan oleh bakteri salmonella sp. pada manusia yaitu :

1)Demam tifoid (Demam enterik)

Demam tifoid (enterik) disebabkan oleh konsumsi air atau makanan yang terkontaminasi Salmonella typhi. Pasien datang dengan demam, perubahan kebiasaan buang air besar (diare atau konstipasi), dan ruam yang klasik tetapi jarang (rose spot di daerah abdomen) (Gillespie et.al. 2008).

A. Patogenesis

(49)

orang dewasa menjadi sakit bila menelan sebanyak 107 bakteri. Dosis dibawah 105 tidak menimbulkan penyakit. Bakteri melalui sel intestinal masuk ke dalam aliran darah. Mereka difagositiosis namun tidak terbunuh oleh sel fagositosit (Levison, 2008).

Antigen permukaan Vi dapat menghambat terbunuhnya bakteri oleh fagositosis. Invasi Salmonella typhi pada mukosa usus halus diikuti oleh multiplikasi pada kelenjar limfa mesentrik. Kemudian masuk ke dalam aliran darah dan terjadi bakterimia. Pasien mengalami demam yang meningkat bertahap, sakit kepala, nyeri otot, malaise, dan kehilangan semangat selama 1 minggu atau lebih. Selama tahap akhir masa inkubasi, organisme berada dan bermultiplikasi pada Reticulo Endothelial System (RES) pada sumsum tulang, hati dan limfa serta

kelenjar empedu. Bakteri dapat dilepaskan dari kantung empedu untuk kembali menginfeksi intestinal, menyebabkan perforasi dan ulserasi pada dinding usus yang menyebabkan bakteri dari saluran intestinal menuju ke rongga perut, dan menyebabkan peritonitis (Shanson, 1982). B. Gejala dan Tanda

Gejala utama selama minggu pertama adalah demam yang meliputi malaise, sakit kepala, batuk tidak produktif, konstipasi, nyeri perut, dan konfusi mental. Seringkali terjadi delirium, dan neuropsikiatrik. Pada minggu kedua, Salmonella typhi mulai menyebabkan lesi lokal pada jaringan submukosa limfoid, dan seringkali terjadi diare.

(50)

pasien. Beberapa pasien menunjukkan leucopenia. Salmonella seringkali berada intraseluler dalam makrofag dan dapat melindungi Salmonella dari mekanisme antibodi humoral, dan dapat melawan beberapa antibiotik. Komplikasi pada tifoid dapat terjadi selama 2 sampai 5 minggu setelah onset penyakit, meliputi perforasi intestinal, perdarahan intestinal, myocarditis, osteomyelitis dan meningitis. Kematian dapat terjadi pada 10%

pasien yang tidak mendapat antibiotik. Demam tifoid dapat kambuh setelah kesembuhan pada 10% pasien dengan tingkat keparahan penyakit biasanya lebih ringan dari penyakit awal.

2) Gastroenteritis (enterokolitis)

Gastroenteritis oleh Salmonella merupakan infeksi pada kolon dan biasanya terjadi 18-24 jam setelah masuknya organisme. Penyakit ini ditandai dengan diare, demam, dan nyeri abdomen. Umumnya penyakit tersebut sembuh spontan (self limited), berakhir setelah 2-5 hari. Pada kasus-kasus berat biasanya terjadi pada bayi dan orangtua, memerlukan perhatian terhadap kemungkinan terjadinya dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit (Tim Mikrobiologi, 2003). 3) Septikemia

Septikemia seringkali disebabkan oleh Salmonella choleraesuis. Namun dapat juga disebabkan oleh Salmonella serotype lainnya. Gejalanya ditandai dengan demam, menggigil, anoreksia, dan anemia. Lesi fokal biasa terjadi pada setiap jaringan, misalnya osteomiellitis sekunder, pneumonia, abses pulmonum, meningitis, atau endokarditis (Tim Mikrobiologi, 2003).

(51)

Model Gordon menggambarkan terjadinya penyakit pada masyarakat. Model ini dinamakan sesuai dengan nama pencetusnya yaitu John Gordon. Ia memodelkan atau menggambarkan terjadinya penyakit sebagai adanya sebatang pengungkit, yang mempunyai titik tumpu di tengah-tengahnya, yakni lingkungan. Pada kedua ujung batang terdapat pemberat, yakni agent dan host. Dalam model ini agent, host dan lingkungan dianggap sebagai tiga elemen utama yang berperan dalam interaksi ini,sehingga terjadi kejadian sehat ataupun sakit (Soemirat, 2010). Masalah kesehatan yang dapat timbul antara lain adalah demam tifoid, hal ini dapat dilihat pada ketiga faktor tersebut yaitu :

a.Agent atau Penyebaran kuman yang menyebabkan tifus

Bakteri penyebab tifus biasanya menyebar melalui fecal oral atara lain melalui makanan dan minuman yang tercemar tinja atau kontak langsung dengan tinja penderita. Penyebaran tidak langsung terjadi melalui perantara yaitu vektor binatang seperti lalat, tikus, kecoa dan lain-lain. Binatang tersebut dapat menjadi penyebaran kuman tidak langsung karena kontak langsung dengan feses yang mengandung kuman penyebab penyakit tifus lalu mengkontaminasi makanan dan minuman. b. Host atau penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap demam

tifoid

1) Keadaan imunitas dan reaksi tubuh terhadap berbagai unsur dari luar maupun dari dalam tubuh sendiri.

(52)

dengan sabun setelah BAB, tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makani, karena tangan yang terkontaminasi dengan bakteri ini meningkatkan risiko pencemaran bakteri dan menimbulkan tifus.

3) Gizi kurang. c. Lingkungan

Demam tifoid merupakan suatu penyakit yang mudah dijumpai secara luas diberbagai negara berkembang terutama yang terletak di daerah teropis dan subtropis. Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup umumnya adalah baik. Penyakit ini sering merebak di daerah yang kebersihan lingkungan dan higiene perorangan yang kurang diperhatikan.

2.5 Transmisi Salmonella pada Makanan Pecel

(53)

tubuh melalui mulut orang yang sehat. Kemudian bakteri ke dalam perut, beberapa bakteri akan dihancurkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus kecil distal dan mencapai jaringan limpoid. Dalam jaringan ini berkembang biak bakteri limpoid, dan kemudian memasuki aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial kemudian melepaskan bakteri ke dalam sirkulasi darah dan menyebabkan bakteremia, bakteri kemudian masukkan limpa, usus halus dan kandung empedu.

Awalnya dikira gejala demam dan toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Namun berdasarkan studi eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam tifoid. Endotoksemia berperan dalam patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus kecil. Demam yang disebabkan oleh Salmonella thypi dan endotoksin merangsang sintesis dan pelepasan oleh

leukosit pirogen zat dalam jaringan yang meradang (Alemayehu, 2004). Cara penyebararan Salmonella pada makanan pecel dapat melalui tiga cara, yaitu :

1. Melalui kotoran dari penderita yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat (kaki-kaki lalat). Lalat hinggap pada sayuran atau bumbu pecel sehingga Salmonella ada di makanan pecel.

(54)

Penjualan tidak mencuci tangan dengan sabun setelah BAB kemudian menjamah makanan pecel secara langsung akan menyebabkan kontaminasi pada pecel tersebut

3. Sayuran yang telah terkontaminasi tidak dimasak secara matang.

Bakteri Salmonella yang terdapat pada lalat, tangan penjualan, serta sayuran yang telah terkontaminasi yang tidak dimasak dengan matang itu mengontaminasi makanan maupun buah-buahan segar. Saat kuman masuk ke saluran pencernaan manusia, sebagian kuman mati oleh asam lambung dan sebagian kuman masuk ke usus halus. Dari usus halus itulah kuman beraksi sehingga bisa ” menjebol” usus

halus. Setelah berhasil melampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah bening, ke pembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan lain-lain). Jika demikian keadaannya, kotoran dan air seni penderita bisa mengandung Salmonella typhi yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau pun minuman yang dicemari.

Pada penderita yang tergolong carrier (pengidap kuman ini namun tidak menampakkan gejala sakit), Salmonella bisa ada terus menerus di kotoran dan air seni sampai bertahun-tahun.

2.6 Kerangka Konsep

(55)

Penelitian ini merupakan penelitian jenis survei bersifat deskriptif dengan melihat pelaksanaan higiene sanitasi pengolahan makanan pecel dan analisa laboratorium untuk mengetahui kandungan Salmonella sp. pada pecel yang dijual di Kecamatan Medan Helvetia.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian untuk pengambilan sampel dan observasi terhadap pelaksanaan higiene dan sanitasi pada pedagang pecel dilakukan di Kecamatan Medan Helvetia yang terdiri dari tujuh Kelurahan. Dengan alasan bahwa lokasi tempat berjualan berdekatan dengan selokan dan jalan raya sehingga mempermudah terjadinya kontaminasi. Lokasi pemeriksaan Salmonella sp. dilakukan yaitu di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan (BARISTAN) Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan bulan Maret 2015 sampai dengan Juni 2015.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penjual pecel yang berjualan di Kecamatan Medan Helvetia yaitu berjumlah 35 penjualan pecel.

3.3.2 Sampel

(56)

sanitasi adalah seluruh penjual pecel yang ada di Kecematan Medan Helvetia sebanyak 35 penjual dan didukung dengan pemeriksaan Salmonella sp. sebanyak 10 sampel. Dari 35 penjual dipilih 5 sampel yang memenuhi syarat dan 5 sampel yang tidak memenuhi syarat.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data diperoleh dari hasil observasi langsung ke lokasi menggunakan lembaran observasi dan mengadakan wawancara langsung kepada pedagang pecel yang ada di beberapa kelurahan di Kecamatan Medan Helvetia Medan dan hasil pemeriksaan di laboratorium terhadap pecel.

3.5 Pelaksanaan Penelitian 3.5.1 Penelitian di Lapangan

Penelitian atau observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi berupa pertanyaan yang menyajikan 2 jawaban, yaitu “Ya” dan “Tidak” dan pemeriksaan hanya menggunakan 2 (dua) skor, yaitu :

1)Yang termasuk jawaban Ya (y), skornya = 1

Merupakan jawaban yang sesuai dengan ketentuan dari Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan (terlampir)

2)Yang termasuk jawaban tidak (t), skornya = 0

(57)

Observasi terhadap sanitasi pengolahan makanan pecel yang dijual di Kecamatan Medan Helvetia meliputi pemilihan bahan pembuatan pecel, penyimpanan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengangkutan dan penyajian makanan pecel.

3.5.2 Pemeriksaan Salmonella sp. di Laboratorium

Penelitian ini dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan (BARISTAN) Medan. Penelitian dimulai dari pengambilan sampel dan membawa sampel langsung ke laboratorium.

3.5.2.1Cara Pengambilan Sampel

1) Persiapkan segala sesuatu untuk pengambilan sampel seperti termos es, botol sampel yang telah disterilkan terlebih dahulu, stopwatch, keperluan alat tulis, dan lain-lain.

2) Siapkan formulir tentang lokasi pengambilan dan tanggal pengambilan sampel.

3) Mintalah penjualan untuk membuatkan makanan pecel, kemudian observasi penjualan dalam mengolah makanan pecel.

4) Ambil dua sendok makan sampel pecel, masukkan ke dalam wadah yang telah disterilkan dan tulis identitas sampel kemudian masukkan ke dalam termos yang telah diisi es.

5) Setelah makanan pecel, masukkan ke dalam botol sampel yang telah disterilkan.

(58)

8) Kirim sampel secepatnya ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan. 3.5.2.2 Prosedur Pemeeriksaan Sampel di Laboratorium

Adapun tahap pemeriksaan sampel di laboratorium adalah sebagai berikut (Salmi, 2006) :

1. Peralatan a. Autoclave

b. Inkubator : 37ºC dan 44ºC c. Timbangan/balance

d. Labu Erlenmeyer/botol reagensia e. Rak tabung reaksi

f. Lampu spiritus/lampu Bunsen g. Spidol

h. Tabung reaksi

i. Petri dish/cawan petri j. Pipet steril : 1cc dan 10 cc k. Kawat ose

l. Tabung Durham m. Kulkas

n. Coloni Counter/penghitung koloni 2. Bahan

a. Pecel (sampel) b. Selenith Broth Agar

(59)

d. Bahan uji biokimia TSI Agar e. Bahan uji biokimia Simositrat f. Bahan uji biokimia Indol Medium 3. Cara Kerja Penelitian

A. Homogenisasi Sampel

1) Pipet 25 ml sampel ke dalam Erlen Meyer yang telah berisi 225 ml larutan pengencer (Aquades).

2) Kocok sebanyak 25-40 kali hingga larutan homogen. B. Pembiakan Sampel

1) Ambil sampel yang telah dihomogenisasi sebanyak 1-3 ml kemudian masukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml Selenith Broth Agar (SBA).

2) Diinkubasi selama 6-24 jam pada suhu 37ºC. C. Penanaman Sampel

1) Ambil 1 ose/sengkelit sampel yang telah dibiakkan kemudian lakukan penanaman di permukaan media Salmonella Shigella Agar (SSA) secara zigzag.

2) Inkubasi selama 6-24 jam pada suhu 37ºC. 3) Amati koloni yang tumbuh :

Pada SSA

a. Warna : Tidak berwarna, jernih seperti titik air dan bulat b. Bentuk : kecil dan lepes

(60)

D. Uji Biokimia

Dari koloni tersangka Salmonella sp. ditanam pada gula-gula yaitu : TSI Agar, Simositrat, dan Indol Medium kemudian dieramkan selama 1 malam pada suhu 37ºC.

1. TSI Agar - Tersangka koloni Salmonella dipindahkan ke pembenihan miring TSI Agar dengan cara menggores bagian miringnya dan menusuk bagian tegaknya dengan cara : Inkubasikan pada suhu 37ºC selama 24-48 jam setelah itu amati terjadinya perubahan pada bagian tegaknya warna kuning dengan atau tanpa warna hitam (H

2S) serata lihat apakah ada bagian miringnya warna merah atau tidak berubah.

2. Simositrat

a) Masukkan masing-masing 1 sengkelit tersangka koloni Salmonella ke dalam media Simositrat dengan goresan di permukaan Medium.

b) Inkubasikan pada suhu 37ºC selama 48 jam.

c) Amati reaksi. Terbentuknya warna biru menunjukkan reaksi positif dan bila tidak berubah reaksi negatif.

3. Indol Medium

a) Masukkan 1 sengkelit tersangka Salmonella sp. ke dalam media Indol dalam tabung.

(61)

c) Terbentuknya warna gelang merah menunjukkan reaksi positif dan bila tidak berubah atau warna kuning kecoklatan reaksi negatif.

E. Pemeriksaan Lanjutan (identifikasi dengan pewarnaan gram)

1. Dengan menggunakan ose steril, ambil koloni tersangka Salmonella sp. dan buat sediaan pada objek glass kemudian

fiksasi dengan lampu spritus.

2. Tetesi dengan larutan Gentien Violet 5% selama 5 menit lalu cuci dengan air mengalir.

3. Tetesi larutan Lugol 1% selama 1 menit kemudian bilas dengan air.

4. Bilas dengan larutan Alkohol 96% sehingga tidak adanya zat warna pada sediaan.

5. Tetesi dengan larutan Karbonfuchin selama 3 menit kemudian bilas dengan air dan keringkan dengan menggunakan kertas saring.

6. Amati dengan mikroskop lensa objektif pembesaran 100 kali dan menggunakan Oil Emersi. Bila terdapat kuman berbentuk batang, warna merah, gram negatif (-) berarti Salmonella sp. positif (+).

Gambar

Tabel 4.4 Distribusi Pedagang Pecel Berdasarkan Lama Berjualan di Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015
Tabel 4.5 Distribusi Pedagang Pecel Berdasarkan Cara Berjualan di Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015
Tabel 4.6 Distribusi Pedagang Pecel Berdasarkan Pemilihan Bahan Pecel
Tabel 4.7 Distribusi Pedagang Pecel Berdasarkan Penyimpanan Bahan Baku Pecel Yang Dijual di Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

ini. Ada beberapa agenda yang perlu diselesaikan kaum Muslimin pada umumnya dan Indonesia pada khususnya, supaya Islam mampu bersaing dengan dunia

Setelah dilakukan pelatihan high alert medication pada kelompok perlakuan, berdasarkan uji statistic dengan menggunakan uji Wilcoxon didapatkan hasil p-value

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran Quantum Teaching and Learning berpengaruh terhadap

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMP Negeri 3 Kroya melalui pembelajaran ARCS pada pokok bahasan

hasil dari perampasan kemampuan dan bias gender yang hadir dalam masyarakat dan pemerintah, serta juga akibat meningkatnya insiden “ibu” sebagai kepala rumah

Kompetensi sosial merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi strategi coping yang akan dibuat oleh remaja, akan tetapi hal ini bukan menjadi faktor yang

Kontraste estatistikoan banaketa adierazgarria eman duten neurtzeko bide baliokideak alderatu behar ditugu: fona- zioa aditz nagusian luzatzea ( luz0 etiketa aditz nagusian, 9.11