OPTIMALISASI JUMLAH TIPE RUMAH YANG AKAN DIBANGUN DENGAN METODE SIMPLEKS
(STUDI KASUS : Pembangunan Perumahan CitraLand Bagya City di Medan) Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Penyelesaian
Sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh:
MORINA G.S SIMANJUNTAK 11 0424 036
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI FAKULTAS TEKNIK
ABSTRAK
Kebutuhan manusia akan rumah tinggal kini telah meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Melihat keadaan ini banyak pengembang yang bermunculan untuk menyediakan rumah tempat tinggal. Tantangan yang dihadapi pengembang perumahan adalah memformulasikan jumlah tipe rumah yang akan dikembangkan sehingga memenuhi aspek pasar dan mengoptimalkan pemanfaatanlahan lahan yang tersedia. Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui komposisi optimal dari jumlah rumah yang akan dibangun sehingga mencapai solusi optimum.
Metode optimasi yang digunakan adalah metode simpleks, yang akan dilanjutkan dengan menggunakan tabel Alternatif pilihan untuk membulatkan bentuk desimal dari hasil akhir perhitungan sebelumnya. Studi kasus pada penelitian ini adalah proyek Pembangunan Perumahan CitraLand Bagya City yang berlokasi di pancing, Medan tembung. Tipe rumah yang dibangun adalah tipe Gioura, Majorca, Icaria, dan Elba. Perbandingan luasan bangunan (m2) dengan luasan tanah (m2) serta harga per unit masing-masing tipe rumah adalah tipe Gioura (295/324) dengan harga Rp. 4.062.432.000 per unit, rumah tipe Majorca (212/230) dengan harga Rp. 2.781.504.000 per unit, rumah tipe Icaria (163/144) dengan harga Rp. 1.965.716.000 per unit, dan rumah tipe Elba (155/144) dengan harga Rp. 1.906.080.000 per unit.
Hasil analisis menunjukkan komposisi optimum jumlah dari masing-masing tipe rumah yang dibangun adalah rumah tipe Gioura sebanyak 32 unit, rumah tipe Majorca (B) sebanyak 22 unit, rumah tipe Icaria (C) sebanyak 10 unit, rumah tipe Elba sebanyak 63 unit dengan keuntungan yang diperoleh Rp. 55.647.037.937,-
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat TUHAN YANG MAHA ESA yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Tugas Akhir ini dapat
diselesaikan. Adapun judul dari tugas akhir ini adalah “Optimalisasi Jumlah Tipe Rumah Yang Akan Dibangun Dengan Metode Simpleks” Studi Kasus : Pembangunan Perumahan CitraLand Bagya City di Medan. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata I (S1) di
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Dalam
penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari
semua pihak. Ungkapan terima kasih atas segala jerih payah, motivasi dan doa yang
diberikan sehingga dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara, terutama kepada:
Bapak Ir. Syahrizal, MT. selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan
meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran untuk membantu, membimbing dan
mengarahkan penulis hingga selesainya tugas akhir ini.
Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Kepala Departemen Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M. Eng Sc , selaku Koordinator PPSE
Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
Ibu Nursyamsi, S.T., M.T dan Bapak Medis S. Surbakti, S.T., M.T selaku
Dosen Pembanding/Penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan
Bapak/Ibu Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera
Utara.
Ayahanda M.Simanjuntak,Spd , Ibunda R.Hutajulu,Spd tercinta, dan
adek-adekku yang selalu mendukung, membimbing, dan memotivasi dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
Buat suami tercinta Ninoy Dileon Aquino yang telah memberi semangat,
dukungan dan mengajari sampai tugas akhir ini dapat terselesaikan.
Buat semua teman-temanku Ekstension 2011, Ekstension 2012 yang telah
memberi semangat dan mengajari.
Semoga TUHAN YANG MAHA ESA membalas dan melimpahkan rahmat
dan karuniaNya kepada kita semua, dan atas dukungan yang telah diberikan
diucapkan terima kasih. Akhirnya, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Medan, Mei 2015
Hormat Saya
DAFTAR ISI
Abstrak ……… i
Kata Pengantar ………. ii
Daftar Isi ……….. iv
Daftar Tabel …...……… vii
Daftar Gambar ……… viii
BAB I PENDAHULUAN ……….………. 1
1.1 Latar Belakang ………. 1
1.2 Rumusan Masalah ………. 4
1.3 Tujuan Penelitian ……….. 5
1.4 Manfaat Penelitian ………….………. 5
1.6 Sistematika Tulisan ……… 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………..……… 8
2.1 Defenisi dan Fungsi Rumah ………..……… .. 8
2.2 Pengertian Perumahan dan pemukiman …….………. 11
2.3 Pengertian Optimalisasi ………..………. 13
2.4 Penelitian Terdahulu ...………..………. 13
2.5 Gambaran umum Perumahan dan pemukiman ……… 16
2.5.1 Konsep Perumahan dan Permukiman …..………... 18
2.5.2 Karakteristik Perumahan ..……… 21
2.5.3 Aspek Perencanaan Perumahan ……… 22
2.5.4 Persyaratan Suatu Perumahan dan Pemukiman ……… 24
2.5.5 Pembangunan Perumahan dan Pemukiman ...……… 25
2.5.6 Maksud dan Tujuan Pembangunan Perumahan ...……...…... 28
2.5.7 Kendala Pembangunan Perumahan ...……...………….. .... 29
2.5.8 Permasalahan Pembangunan Perumahan ……...………….... 31
2.5.9 Sistem Permintaan Perumahan . . . .. .. ……...………….. ... 29
2.6 Fasilitas Lingkungan Perumahan ………...… 37
2.6.1 Jenis Fasilitas Lingkungan Perumahan ………... 38
2.7 Persyaratan Merancang Rumah ………...….. 41
2.8 Dana Pembangunan ………...…... 45
2.8.1 Biaya Desain ………... 46
2.8.2 Biaya Produksi ………... 47
2.8.3 Harga Jual ………... 49
2.8.4 Pajak ………...… 49
2.9 Metode dan Desain Riset Pemasaran………...………. 51
2.9.1 Penentuan Jumlah Sampel ………... 51
2.9.2 Kuisioner ………... ...… 51
2.10 Metode Simpleks ……...…...…...…...……...………. 52
2.10.1 Slack dan Surplus Variables ………...…... 57
2.10.2 Limitasi Metode Simpleks………...… 59
2.10.3 Cara Operasional ………...………... 60
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………... 62
3.1 Data Yang Diperlukan ………... 62
3.2 Metode Pengumpulan Data ………... 63
3.3 Metode Pengolahan Data ………....………... 64
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ………. 71
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 71
4.2 Penentuan Sumber Data ………. 73
4.3 Deskripsi Tipe Rumah yang Dikembangkan……… 74
4.4 Perhitung Biaya (cost) ………..……… 77
4.5 Perhitungan Menggunakan Metode Simpleks……… 80
4.5.1 Variabel Keputusan ………... 80
4.5.2 Fungsi Tujuan ………... 80
4.5.3 Fungsi batasan ………...…... 82
4.5.4 Formulasikan Fungsi dengan Metode Simpleks ..…...…... 84
4.5.5 Mentabulasikan Formulasi Fungsi dan Fungsi Kendal …... 86
4.5.5.1 Membuat Tabel Simpleks Awal …... 86
4.5.5.1 Melakukan Iterasi...…... 86
4.6 Hasil ………...………… 88
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 97
5.1 Kesimpulan ……… 97
5.2 Saran ………. 97
Daftar Pustaka ………. ... 98
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Sumber Biaya Investasi ……… 73
Tabel 4.2 Sumber Biaya Operasional dan Pemeliharaan………. 74
Tabel 4.3 Deskripsi Tipe Rumah yang Dikembangkan..………. 75
Tabel 4.4 Harga Biaya Investasi ……..……… 78
Tabel 4.5 Harga Operasional dan Pemeliharaan ……… 79
Tabel 4.6 Rekapitulasi Biaya Rumah Tiap Tipe rumah....….….….….….….…. 81
Tabel 4.7 Tabel Simpleks Awal ……..……… 87
Tabel 4.8 Pemilihan Kolom dan Baris Kunci ……… 87
Tabel 4.9 Tabel Simpleks Hasil Iterasi Pertama……… 90
Tabel 4.10 Pemilihan Kolom dan Baris Kunci Tahap Kedua……… 90
Tabel 4.11 Tabel Simpleks Hasil Iterasi kedua ……… 91
Tabel 4.12 Pemilihan Kolom dan Baris Kunci Tahap Ketiga……… 91
Tabel 4.13 Tabel Simpleks Hasil Iterasi ketiga ……… 92
Tabel 4.14 Pemilihan Kolom dan Baris Kunci Tahap Keempat……… 92
Tabel 4.15 Tabel Simpleks Hasil Iterasi Keempat atau Hasil Akhir ……… 93
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagramatis Cara Penyelesaian Proses Tahap Tunggal pada Metode
Simpleks……….………... 58
Gambar 2.2 Diagramatis Cara Penyelesaian Proses Tahap Ganda pada Metode
Simpleks……….………... 58
ABSTRAK
Kebutuhan manusia akan rumah tinggal kini telah meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Melihat keadaan ini banyak pengembang yang bermunculan untuk menyediakan rumah tempat tinggal. Tantangan yang dihadapi pengembang perumahan adalah memformulasikan jumlah tipe rumah yang akan dikembangkan sehingga memenuhi aspek pasar dan mengoptimalkan pemanfaatanlahan lahan yang tersedia. Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui komposisi optimal dari jumlah rumah yang akan dibangun sehingga mencapai solusi optimum.
Metode optimasi yang digunakan adalah metode simpleks, yang akan dilanjutkan dengan menggunakan tabel Alternatif pilihan untuk membulatkan bentuk desimal dari hasil akhir perhitungan sebelumnya. Studi kasus pada penelitian ini adalah proyek Pembangunan Perumahan CitraLand Bagya City yang berlokasi di pancing, Medan tembung. Tipe rumah yang dibangun adalah tipe Gioura, Majorca, Icaria, dan Elba. Perbandingan luasan bangunan (m2) dengan luasan tanah (m2) serta harga per unit masing-masing tipe rumah adalah tipe Gioura (295/324) dengan harga Rp. 4.062.432.000 per unit, rumah tipe Majorca (212/230) dengan harga Rp. 2.781.504.000 per unit, rumah tipe Icaria (163/144) dengan harga Rp. 1.965.716.000 per unit, dan rumah tipe Elba (155/144) dengan harga Rp. 1.906.080.000 per unit.
Hasil analisis menunjukkan komposisi optimum jumlah dari masing-masing tipe rumah yang dibangun adalah rumah tipe Gioura sebanyak 32 unit, rumah tipe Majorca (B) sebanyak 22 unit, rumah tipe Icaria (C) sebanyak 10 unit, rumah tipe Elba sebanyak 63 unit dengan keuntungan yang diperoleh Rp. 55.647.037.937,-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan akan pemukiman dan rumah tinggal pasti sudah merupakan
kebutuhan pokok rakyat (basic needs) baik di kota maupun di desa disamping kebutuhan akan pangan dan sandang. Namun kebutuhan ini khusus menunjuk
kota-kota besar, karena kebutuhan itu tidak terlalu begitu mendesak di desa-desa atau
kota-kota kecil. Di desa-desa atau kota-kota kecil itu, umumnya tidak akan terlalu
sulit untuk mendapatkan rumah tinggal dan pemukiman yang memadai
(Budihardjo, 1998).
Tempat tinggal merupakan salah satu elemen yang sangat vital bagi
kehidupan manusia untuk dapat menikmati kehidupan yang layak. Pembangunan
perumahan dan permukiman dewasa ini menunjukkan perkembangan yang cukup
besar. Pembangunan perumahan dan permukiman merupakan salah satu solusi untuk
memenuhi tingginya tingkat kebutuhan perumahan dan permukiman sebagai akibat
dari meningkatnya jumlah penduduk terutama di perkotaan.
Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat berakibat pada
kebutuhan akan rumah juga meningkat. Melihat keadaan ini banyak pengembangan
yang bermunculan untuk meyediakan rumah tempat tinggal. Rumah yang
dikembangkan mulai dari rumah tipe sangat sederhana sampai tipe mewah.
Pengembang biasanya lebih tertarik mengembangkan tipe rumah mewah karena
keuntungannya lebih besar dibandingkan jika mengembangkan tipe rumah
sederhana sesuai kemampuan mereka. Kebutuhan masyarakat yang tinggi terhadap
tipe rumah sederhana merupakan permasalahan bagi pemerintah dalam rangka
meningkatkan kualitas kehidupa masyarakat. Upaya pemerintah agar pengembang
menyediakan tipe rumah sederhana telah banyak dilakukan. Upaya pemerintah ini
tertuang dengan disahkannya undang-undang no 4 tahun 1992 tentang perumahan
dan permukiman (UUPP) tentang upaya penataan dan pengendalian tanah untuk
perumahan.
Pengembang dalam perencanaan dan pembangunan juga dibatasi dengan
kebijakan pemerintah yang tertuang dalam surat keputusan bersama antara Menteri
Dalam Negeri (No.648.384), Menteri Pekerjaan Umum (No.09/KPTS/1992) tanggal
16 November mengenai hunian berimbang.
Kriteria perimbangan dimaksud adalah meliputi rumah sederhana, rumah
menengah, rumah mewah dengan perbandingan sebesar 6 (enam) atau lebih,
berbanding 3 (tiga) atau lebih, berbanding 1 (satu), sehingga dapat terwujud
lingkungan hunian yang serasi yang dapat mengakomodasikan kelompok masyarakat
dalam berbagai status sosial, tingkat ekonomi dan profesi. Pola hunian ini lebih
dikenal dengan sebutan 1 : 3 : 6 (Blaang, C. 1986).
Melihat keadaan ini, banyak pengembang yang bermunculan untuk
meyediakan rumah tinggal yang siap huni dan tipenya pun beragam, ada
pengembang rumah untuk kalangan menengah kebawah dan ada pula untuk kalangan
menengah ke atas. Namun tidak sedikit pengembang yang mengkombinasikan
keduanya yaitu dengan mengembangkan perumahan untuk kalangan menengah
Salah satu pengembang perumahan adalah ciputra group yang
mengembangkan perumahan “CitraLand Bagya City” yang pada saat ini masih
dalam tahap pengembangan. Lokasi pembangunan perumahan dipilih di pancing,
Medan tembung karena melihat lokasinya yang strategis, berada di daerah
permukiman dan dekat dengan pusat fasilitas-fasilitas umum. Luas lahan yang akan
dibangun sebesar 211 ha dimana kota tersebut terintegrasi dengan perumahan,
perkantoran, area komersil, are CBD, mall, hotel, apartemen, sekolah, universitas,
rumah sakit, water park, serta kawasan hijau dan danau seluas 11 ha. Pembangunan
CitraLand Bagya City terdiri dari 4 tahap, dimana tahap pertama perkembangan
seluas 62 ha. Pembangunan 852 unit rumah tinggal. Pembangunan kawasan
komersial terdiri dari 781 unit ruko, 17 kavling komersial, dan kawasan superblok.
Terdiri juga kawasan hiburan keluarga yang terdiri dari water park seluas 1,5 ha,
family club seluas 1,1 ha, lakes & greenry seluas 2 ha. Tugas akhir ini akan
membahas proyek pengembangan perumahan Citraland Bagya City yang dikerjakan
oleh PT. Karya Sarana Global. Dimana proyek tersebut terdiri dari beberapa tipe.
Pemilihan tipe rumah disesuaikan dengan luas lahan yang ada dan juga sesuai
dengan konsep perumahan berupa oasis dengan desain landscape yang indah seperti
destinasi tropis ternama di dunia..
Dalam pembangunan perumahan Citraland Bagya City dibangun beberapa
tahap. Pada tahap pertama dibangun beberapa tipe rumah. Tipe rumah yang akan
1. Type GIOURA (295/324), mempunyai luas bangunan 295 meter persegi
dibangun diatas tanah seluas 324 meter persegi.
2. Type MAJORCA (212/230), mempunyai luas bangunan 200 meter persegi
dibangun di atas tanah seluas 210 meter persegi.
3. Type ICARIA (163/144), mempunyai luas bangunan 163 meter persegi
dibangun di atas tanah seluas 144meter persegi.
4. Type ELBA (155/44), mempunyai luas bangunan 155 meter persegi dibangun
di atas tanah seluas 144 meter persegi.
Karena adanya kebijakan hunian perimbangan dalam pengembangan
perumahan yang telah dijelaskan diatas menjadi permasalahan bagi pengembang
untuk mengoptimalkan jumlah masing-masing tipe rumah yang akan dikembangkan
agar mendapatkan keuntungan maksimal.
1.2 Perumusan Masalah
Mengoptimalkan produksi tipe rumah yang akan dibangun merupakan suatu
tahapan proses perencanaan untuk memperoleh komposisi tipe rumah sehingga
memenuhi syarat perimbangan yang telah ditetapkan.
Penelitian ini menentukan optimalisasi komposisi dari tipe rumah yang
dibangun pada proyek pengembangan perumahansehingga mencapai solusi optimum
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui komposisi dari tipe rumah yang akan dibangun pada
proyek pengembangan perumahan sehingga mencapai solusi optimum.
2. Untuk mengetahui keuntungan maksimal yang diperoleh dari tiap tipe rumah
yang akan dibangun pada proyek pengembangan perumahan.
1.4Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan pengalaman bagi penulis dalam bidang bisnis properti.
2. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan informasi yang
jelas bagi pengembang untuk menentukan komposisi dari tipe rumah.
3. Memberikan masukan bagi pengembang untuk memperoleh keuntungan yang
maksimal.
4. Sebagai masukan bagi pihak yang akan melaksanakan proyek pengembangan
1.5Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran garis besar penulisan tugas akhir ini, maka isi
tugas akhir ini dapat diuraikan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Merupakan rangkaian studi atau rancangan yang akan
dilakukan meliputi latar belakang rumusan masalah, maksud dan
tujuan, batasan masalah, gambaran umum mengenai lokasi
penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Merupakan kajian berbagai literatur serta hasil studi yang terdahulu
yang relevan dengan pembahasan ini. Selain itu pada bab ini juga
akan dibahas mengenai acuan ataupun pedoman yang dipakai dalam
penyusunan tugas akhir ini.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang metode yang dipakai dalam penelitian ini
termasuk pemilihan lokasi penelitian, pengumpulan data, langkah
penelitian analisis data dan perhitungan dalam menganalisis.
BAB IV : ANALISIS DATA
Berisikan pembahasan mengenai data-data yang dikumpulkan dari
hasil survey lapangan ataupun data sumber dari dinas terkait
kemudian dianalisis sehingga diperoleh hasil akhir dari analisis
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari
pembahasan dan analisis bab sebelumnya mengenai hasil analisis
yang menjadi informasi penting dari pembahasan tulisan penelitian
ini untuk dijadikan pertimbangan serta saran tindak lanjut terhadap
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi dan Fungsi Rumah
Berdasarkan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik Indonesia no. 10
tahun 2012 pasal 1 rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat
tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat
penghuniannya serta asset bagi pemiliknya.
Dalam pengertian yang luas, rumah bukan hanya sebuah bangunan
(struktural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat
kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan masyarakat. Rumah
dapat dimengerti sebagai tempat perlindungan, untuk menikmati kehidupan,
beristirahat dan bersuka ria bersama keluarga. Di dalam rumah, penghuni
memperoleh kesan pertama dari kehidupannya di dalam dunia ini. Rumah harus
menjamin kepentingan keluarga, yaitu untuk tumbuh, memberi kemungkinan untuk
hidup bergaul dengan tetangganya, dan lebih dari itu, rumah harus memberi
ketenangan, kesenangan, kebahagiaan, dan kenyamanan pada segala peristiwa
hidupnya (Frick dan Widmer, 2006:1).
Rumah merupakan suatu bangunan, tempat manusia tinggal dan
melangsungkan kehidupannya. Disamping itu rumah juga merupakan tempat
berlangsungnya proses sosialisasi pada saat seorang individu diperkenalkan kepada
norma dan adat kebiasaan yang berlaku di dalam suatu masyarakat. Jadi setiap
berbeda antara satu perumahan dengan perumahan yang lain, tergantung pada daerah
ataupun keadaan masyarakat setempat (Sarwono dalam Budihardjo, 1998 : 148).
Dalam arti umum, rumah adalah bangunan yang dijadikan tempat tinggal
selama jangka waktu tertentu. Rumah bisa menjadi tempat tinggal manusia, maupun
hewan, namun tempat tinggal yag khusus bagi hewan biasa disebut sangkar, sarang,
atau kandang. Dalam arti khusus, rumah mengacu pada konsep – konsep sosail –
kemasyarakatan yang tejalin di dalam bangunan tempat tinggal, seperti keluarga,
tempat bertumbuh, makan, tidur, beraktivitas, dan lain- lain. (Wikipedia, 2010).
Rumah juga merupakan tempat berlindung dari pengaruh luar manusia,
seperti iklim, musuh, penyakit, dan sebagainya. Untuk dapat berfungsi secara
fisiologis, rumah haruslah dilengkapi dengan fasilitas yang dibutuhkan, seperti
listrik, air bersih, endela, ventilasi, tempat pembuangan kotoran dan lain- lain.
(Koesputranto, 1998 : 45).
Rumah berfungsi sebagai wadah untuk lembaga terkecil masyarakat manusia,
yang sekaligus dapat dipandang sebagai “shelter” bagi tumbuhnya rasa aman atau
terlindung. Rumah juga berfungsi sebagai wadah bagi berlangsungnya segala
aktivitas manusia yang bersifat intern dan pribadi. Jadi, rumah tidak semata-mata
merupakan tempat bernaung untuk melindungi diri dari segala bahaya, gangguan dan
pengaruh fisik belakang melainkan juga merupakan tempat bernaung untuk
melindungi diri dari segala bahaya, gangguan, dan pengaruh fisik belaka, melainkan
juga merupakan tempat tinggal, tempat berisitirahat setelah menjalani perjuangan
hidup sehari-hari (Ridho, 2001 : 18).
Turner (dalam Jenie, 2001 : 45), mendefinisikan tiga fungsi utama yang
Rumah sebagai penunjang identitas keluarga (identity) yang diwujudkan pada
kualitas hunian atau perlindungan yang diberikan oleh rumah. Kebutuhan
akan tempat tinggal dimaksudkan agar penghuni dapat memiliki tempat
berteduh guna melindungi diri dari iklim setempat
Rumah sebagai penunjang kesempatan (opportunity) keluarga untuk
berkembang dalam kehidupan sosial budaya dan ekonomi atau fungsi
pengemban keluarga. Kebutuhan berupa akses ini diterjemahkan dalam
pemenuhan kebutuhan sosial dan kemudahan ke tempat kerja guna
mendapatkan sumber penghasilan.
Rumah sebagai penunjang rasa aman (security) dalam arti terjaminnya.
keadaan keluarga di masa depan setelah mendapatkan rumah. Jaminan
keamanan atas lingkungan perumahan yang ditempati serta jaminan
keamanan berupa kepemilikan rumah dan lahan (the form of tenure).
Poespowardojo (dalam Budihardjo, 1998 : 138), menyimpulkan bahwa rumah
menunjukkan fungsi-fungsi tertentu dalam kehidupan manusia yaitu :
Fungsi pertama rumah menunjukkan tempat tinggal. Orang yang
bermukim berarti tinggal di suatu tempat. Secara fisis orang dikatakan
bertempat tinggal, apabila ia telah menemukan lingkungan alamnya yang
cocok baginya serta mempunyai peralatan yang ia butuhkan untuk
bertempat tinggal.
Fungsi kedua ialah bahwa rumah merupakam mediasi antara manusia dan
dunia. Dengan mediasi ini terjadilah suatu dialetik antara manusia dan
dunianya. Dari keramaian dunia manusia menarik diri ke dalam rumahnya
Sebagai fungsi ketiga rumah merupakan arsenal, dimana manusia
mendapatkan kekuatannya kembali.
Secara garis besar, rumah memiliki fungsi (Doxiadis dalam Dian, 2009), yaitu:
Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok jasmani manusia.
Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok rohani manusia.
Rumah harus melindungi manusia dari penularan penyakit.
Rumah harus melindungi manusia dari gangguan luar.
Rumah menunjukan tempat tinggal.
Rumah merupakan mediasi antara manusia dan dunia.
Rumah merupakan arsenal, yaitu tempat manusia mendapatkan kekuatan
kembali.
2.2 Pengertian Perumahan dan Pemukiman Menurut Undang-Undang
Bila dikaji melalui pengertian yang tertuang dalam undang-undang No. 4 Tahun
1992 tentang perumahan dan permukiman. Undang-undang ini yang dimaksud
dengan :
1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian
dan sarana pembinaan keluarga.
2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkukangn hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan
sarana lingkungan.
3. Permukimana adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasa lindung,
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan.
4. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai
bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana
lingkungan yang terstrktur.
5. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang
memugkinkan lingkungan pemukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
6. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjag, yang berfungsi untuk
penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.
7. Utilitas umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan.
Berdasarkan undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan
pemukiman :
1. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang
layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat
penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.
2. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik
perkotaan maupun pedesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan
utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.
3. Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari
satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum,
serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau
2.3 Pengertian Optimalisasi
Menurut Tim Penyusun kamus bahasa Optimalisasi merupakan proses, cara
atau perbuatan mengoptimalkan. Mengoptimalkan berarti menjadikan paling baik,
paling tinggi atau paling menguntungkan.
2.4 Penelitian Terdahulu
1. Judul : Optimalisasi Komposisi Jumlah Masing-Masing Tipe
Rumah Pada Pembangunan Perumahan Dengan Metode
Simpleks (Studi Kasus : Pembangunan Perumahan Taman
Nuansa Tjampuhan)
Penulis : Putu Darma Warsika, Universitas Udayana, 2012.
Kesimpulan : Dari analisa pemelihan tipe dan jumlah rumah pada proyek
pembangunan perumahan Taman Nuansa Tjampuhan yang
telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa untuk
mendapatkan keuntungan maksimal, maka komposisi
optimal dari tipe rumah yang dibangun adalah rumah tipe
Gambuh sebanyak 27 unit, rumah tipe pendet sebanyak 211
unit. Dengan komposisi rumah sepertiseperti tersebut diatas,
maka didapat keuntungan optimal sebesar Rp.
31.396.000.000. dimana keseluruhan rumah tersebut
dibangun di atas lahan seluas 71.500 m2.
2. Judul : Optimalisasi Jumlah Produksi Tipe Rumah Pada Proyek
Pengembang Perumahan Dengan Menggunakan Metode
Penulis : Rini Febri Utari dan Andi SA, Universitas Muhammadiyah
Malang, 2012.
Kesimpulan : Berdasarakan analisis data maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
-Pemodelan optimalisasi produksi tipe rumah pada cluster
GreendWood Golf dengan menggunakan metode simpleks
yaitu terdidir dari fungsi tujuan dengan formulasi Z =
56,836X1 + 68,104X2 + 78,811X3 + 105,258X4 + 115,535X5 + 130,732X6 + 110,404X7 + 122,558X8 +
223,490 X9 + 294,057 X10 dan fungsi batasan yang terdiri dari batasan luasan lahan dengan formulasi
130X1 + 170X2 + 162X3 + 144X4 + 162X5 + 180X6 +
144X7 + 162X8 + 200 X9 + 375 X10 < 10000
Batasan biaya produksi (dikalikan 1000) dengan formulasi
341,914X1 + 437,096X2 + 435,398X3 + 445,242X4 +
493,965X5 + 589,768X6 + 722,696X7 + 796,067X8 + 925,010 X9 + 1,360,443 X10 < 358,500,000
Batasan permintaan pasar (proporsi rumah sederhana
berbanding rumah menengah 6 : 3) dengan formulasi
X1 + X2 + X3 + X4 + 2X5 + 2X6 + 2X7 + 2X8 = 0
Batasan permintaan pasar (proporsi rumah menengah
berbanding rumah mewah 3:1) dengan formulasi
Kendala 5 : Batasan permintaan pasar (proporsi rumah
sederhana berdanding rumah mewah, 6:1) dengan formulasi
X1 + X2 + X3 + X4 - 6X9 - 6X10
Dimana X1... X10 adalah tipe rumah yang ditawarkan.
- Optimalisasi produksi dengan menggunakan metode
simpleks pada cluster GreenWood Golf dengan bantuan
software Microsoft Excel-solver dan QM diperoleh nilai
X1 = 0, X2 = 0, X3 = 0, X4 = 387, X5 = 0, X6 = 99, X7 = 95, X8 = 0, X9 = 64, X10 = 0, hal ini menunjukkan untuk
memperoleh laba maksimum maka tipe yang akan dibangun
adalah tipe sederhana yaitu tipe 65/144 sebanyak 387 unit,
tipe ,menengah yaitu tipe 96/180 sebanyak 69 unit dan tipe
141/144 sebanyak 95 unit sedangkan untuk tipe mewah
yaitu tipe 221/220 sebanyak 64 unit dengan keuntungan
maksimum sebesar Rp.78.483.073.000,-
- Perbandingan proporsi jumlah tipe rumah antara kondisi
existing dibandingkan dengan menggunakan metode
simpleks adalah pada kondisi existing, rencana
pembangunan terdiri dari sepuluh tipe dengan total 521 unit
rumah dengan keuntungan sebesar Rp. 75.092.072.000,-
sedangkan dengan menggunaan metode simpleks hanya
dibangun empat macam tipe dengan total 636 unit rumah
dengan keuntungan maksimal Rp. 78.483.073.000,-. Dari
menggunakan metode simpleks memperoleh keuntungan
lebih besar yaitu kurang lebih 3,3 milyar.
3. Judul : Optimalisasi Jumlah tipe Rumah yang akan Dibangun
Dengan Metode Simpleks Pada Proyek Pengembangan
Perumahan .
Penulis : Dewa Ketut Sudarsana, Universitas Udayana, 2009.
Kesimpulan : Dari hasil analisis dengan metode simpleks didapat
komposisi optimum jumlah tipe rumah yang akan
dikembangkan pada proyek pengembangan perumahan
Taman Wira Umadui adalah rumah tipe A sebanyak 28 unit
, tipe B sebanyak 17 unit dan tipe C sebanyak 54 unit
dengan keuntungan didapat sebesar Rp.7.171.000.000,-
2.5 Gambaran Umum Perumahan dan Pemukiman
Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan
mempunyai peraan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa,
dan perlu dibina dan dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan
dan penghidupan masyarakat. Perumahan dan pemukiman tidak dapat dilihat sebagai
sarana kebutuhan kehidupan semata-mata, akan tetapi lebih dari itu merupakan
proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk
memasyarakatkan dan menampakan jati diri.
Untuk menjamin kepastian hukum dan ketertiban umum dalam pembangunan
dan kepemilikan maka setiap pembangunan harus dilakukan di atas tanah yang
perundang-undangan yang berlaku, serta sistem penyediaan tanah untuk perumahan dan
pemukiman harus ditangani secara nasional, karena tanah merupakan sumber daya
alam yang tidak dapat bertambah. Maka harus digunakan dan dimanfaatkan
sebesar-besarnya bagi kesejahteraa rakyat, agar penggunaan dan pemanfaatannya dapat
dirasakan oleh masyarakat secara adil dan merata tanpa menimbulkan kesenjangan
ekonomi dan sosial dalam proses bermukimnya masyarakat.
Permasalahan pemukiman dan perumahan (papan) yang menjadi salah satu
parameter (tolak ukur) tingkat kesejahteraan dan kemakmuran suatu masyarakat,
yang memenuhi standar kesehatan (cukup sirkulasi udara, cahaya, dan terjaga
sanitasinya) dan bangunan yang secara teknis memenuhi persyaratan teknis
perumahan yang layak, masih sangat memprihatinkan. Masih banyak kita jumpai
pemandangan pemukiman kumug dibantaran kali di tanah – tanah tak bertuan dan
atau tanah – tanah negara yang belum difungsikan. Selain persediaan lahan yang
terbatas, hal ini disebabkan juga oleh tidak adanya pemerataan pembangunan di
daerah-daerah, menyebabkan kaum urba berdatangan ke kota-kota besar berusaha
mencari kerja untuk memperbaiki nasib hidupnya.
Oleh karenanya, pembangunan perumahan da pemukiman harus diarahkan
untuk meningkatkan kualitas hunian, lingkungan kehidupan, pertumbuhan wilayah
dengan memperhatikan keseimbangan antara pemngebangan daerah pedesaan dan
daerah perkotaan, memperluas lapangan kerja serta menggerakan kegiatan ekonomi
dalam rangka mewujudkan peningkatan dan pemerataan kesejahteraan seluruh rakyat
Indonesia.
Dalam pembangunan perumahan da pemukiman, perlu ditingkatkan kerja
Negara (BUMN/BUMD), usaha swasta, dan masyarakat dengan mengindahkan
persyaratan minimum bagi perumahan dan pemukman yang layak, sehat, aman, da
serasi dengan lingkungan, serta terjangkau oleh daya beli masyarakat luas, dengan
memberikan perhatian khusus kepada masyarakat yang berpenghasilan menengah
dan rendah (Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahu 1993). Pengadaan rumah
sederhana serta peremajaan pemukiman kumuh di daerah perkotaan dan terutama
berpendudukan padat, haruslah dilakukan sesuai dengan peningkatan daya guna dan
hasil guna lahan bagi pembangunan perumahan dan untuk lebih meningkatkan
kualitas lingkungan pemukiman.
Perumahan nasional merupakan suatu pemukiman yang perencanaanya
diangun oleh negara dimana dengan adanya pemukiman tersebut dapat berguna
membantu masyarakat mendapatkan fasilitas rumah tempat tinggal yang layak
dengan harga yang dapat dijangkau serta memiliki sistem pembayaran yang dapat
diangsur.
2.5.1 Konsep Perumahan dan Permukiman
Dalam UU no.4 tahun 1992 tentang Perumahan dan permukiman, perumahan
dan permukiman dibedakan sebagai berikut : permukiman adalah bagian dari
lingkungan hidup diluar kawasan lindung, dapat merupakan kawasan perkotaan dan
pedesaan, berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan. Sedangkan perumahan adalah
kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hnian plus
prasarana dan sarana lingkungan.
Permukiman adalah perumahan dengan segala isi dan kegiatan yang ada
paduan antara wadah dengan isinya yaitu manusia yang hidup bermasyarakat dan
berbudaya didalamnya. Bagian permukiman yang disebut sebagai wadah tersebut,
merupakan paduan tiga unsur yaitu : alam (tanah, air, udara) lindungan (shells) dan jaringan (networks), sedang isinya adalah manusia dan masyarakat. Alam merupakan unsur dasar dan di dalam itulah diciptakan lindungan (rumah dan gedung lainnya)
sebagai tempat tinal, serta menjalankan fungsi lain. Sedangkan jaringan, seperti
misalnya jalan dan jaringan utilitas merupakan unsur yang memfasilitasi hubungan
antar sesama, maupun antar unsur yang satu dengan yang lain. Secara lebih
sederhana dapat dikatakan bahwa permukiman adalah paduan antar unsur.
Adapun prasaran dalam ligkungan perumahan berdasarkan keputusan menteri
PU no. 20/KTPS/1986 tentang pedoman Teknik Pembangunan Perumahan
Sederhana tidak bersusun disebutkan :
1. Jalan
Jalan adalah jalur yang direncanakan atau digunakan untuk lalu lintas
kendaraan dan orang. Prasarana lingkungan yang berupa jalan lokal, sekunder
yaitu jalan setapak dan jalan kendaraan memiliki standar lebar bada jalan
minimal 1,5 meter dan 3,5 meter.
2. Air limbah
Air limbah adalah semua jenis buangan air yang mengandung kotoran dari
rumah tangga. Prasarana untuk air limbah pemukiman :
Septik tank dan bidang resapan . Apabila kemungkinan membuat
septik tank tak ada, maka lingkungan perumahan harus dilengkapi
dengan sistem pembuangan air limbah lingkungan atau harus dapat
3. Air hujan
Setiap lingkungan harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air hujan
yang mempunyai kapasitas tampung yang cukup sehngga lingkungan
perumahan bebas dari genangan air.
4. Air bersih
Adalah air yang memenuhi persyaratan untuk keperluan rumah tangga setiap
lingkungan perumahan harus dilengkapi dengan prasarana air bersih yang
memenuhi persyaratan.
Lingkungan perumahan harus mendapat air bersih yang cukup dari
jaringan dan kota
Penyediaan air bersih kota atau penyediaan air bersih lingkungan
harus dapat melayani kebutuhan perumahan
Harus tersedia sistem plambing di rumah dan meteran air untuk
sambungan rumah
Untuk sambungan halaman tidak harus tersedia plambing dirumah,
hanya sampai halaman saja. Namun harus tersedia meteran air.
5. Supply listrik
Untuk perumahan : satu unit kediaman minimum disediakan jatah 450
AV
Untuk penerangan jalan umum
6. Jaringan telepon pembangunan perumahan sedhana sebaiknya dilengkapi
2.5.2 Karakteristik Perumahan
Menurut Mahfud Sidik (2000), karakteristik perumahan yang bersifat unik
terutama menyangkut hal-hal sebagai berikut :
1. Lokasinya yang tetap dan hampir tidak mungkin dipindah
2. Pemnfaatannya dalam jangka panjang
3. Bersifat heterogen secara multidimensional, terutama dalam lokasi, sumber
daya alam dan preferensinya.
4. Secara fisik dapat dimodifikasi.
John Turner dalam Sabari (1999) mengemukakan beberapa dimensi yang
bergerak paralel dengan mobilitas tempat tinggal, ada 4 dimensi yang perlu
diperhatikan dalam mencoba memahami dinamika perubahan tempat tinggal pada
suatu kota.
a. Dimensi Lokasi
Dimensi ini mengacu pada tempat-tempat yang dianggap paling cocok untuk
bertempat tinggal dalam kondisi dirinya (lebih ditekankan pada penghasilan
dan siklus kehidupannya), lokasi dalam konteks ini berkaitan erat dengan
jarak terhadap tempat kerja (accessibility to employment).
b. Dimensi Perumahan
Dimensi ini berkaitan dengan aspirasi perorangan atau sekelompok orang
terhadap macam dan type rumah yang diinginkan sesuai dengan penghasilan
c. Dimensi Siklus Kehidupan
Dimensi ini membahas tentang tahap-tahap seseorang mulai menapak dalam
kehidupan mandirinya, dimana semua kebutuhan hidupnya ditopang oleh
penghasilannya sendiri.
d. Dimensi Penghasilan
Dimensi ini berkaitan dengan besar kecilnya penghasilan seseorang yang
dikaikan dengan lamanya menetap di suatu kota.
Teori diatas didasarkan pada asas keseimbangan, dimana mengandung
pengertian bahwa mereka yang lebih kuat ekonominya akan memperoleh sesuatu
yang lebih baik dalam hal lokasi perumahan. Kondisi ini merupakan gabungan dari 3
prioritas dalam lingkungan perumahan yaitu;
a. Masalah penguasaan tempat tinggal, dengan melihat kemampuan
ekonomi seseorang akan mampu memutuskan yang terbaik buat dirinya
apakah menyewa atau memiliki perumahan.
b. Masalah lokasi, disini seseorang harus menentukan lokasi tempat tinggal
yang dianggap paling sesuai. Apakah dekat dengan pusat kota, dekat
dengan tempat kerja atau di daerah pinggiran kota.
2.5.3 Aspek Perencanaan Perumahan
Aspek aspek yang mendasari perencanaan perumahan antara lain adalah :
Lingkungan
Hal utama yang hatus dipertimbangkan dalam perencanaan perumahan adalah
manajemen lingkungan yang baik dan terarah, karena lingkungan suatu
perumahan merupakan faktor yang sangat menentukan dan keberadaannya
tidak boleh diabaikan. Hal tersebut dapat terjadi karena baik-buruknya
Daya Beli (affordability)
Perencanaan bangunan diharapkan dapat mendukung tercapainya tujuan
pembangunan yang telah dicanangkan sesuai dengan programnya. Di dalam
perencanaan perumahan selalu dipikirkan kesesuaian antara ukuran
bangunan, kebutuhan ruang, konstruksi bangunan, maupu bahan bangunan
yang digunakan dengan jangkauan pelayanannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya beli masyarakat antara lain :
Pendapatan per kapita sebagian besar masyarakat yang masih relatife
rendah (di bawah standar).
Tingkat pendidikan sebagian besar masyarakat, terutama di daerah
pedesaan, masih relatif rendah.
Pembangunan yang belum merata pada berbagai daerah sehingga
memicu timbulnya kesenjangan sosial dan ekonomi, dimana hal ini
berdampak terhadap persaingan antara golongan yang berpenghasilan
tinggi dengan masyarakat berpenghasilan rendah, seoal-olah fasilitas
dan kemajuan pembangunan (termasuk perumahan) hanya dapat
dinikmati oleh kaum yang berpenghasilan tinggi saja.
Situasi politik dan keamanan yang cenderung tidak stabil sehingga
mempengaruhi minat dan daya beli masyarakat untuk berinvestasi dan
mengembangkan modal.
Inflasi yang tinggi yang menyebabkan naiknya harga bahan bangunan,
yang berdampak dengan melambungnya harga rumah, baik untuk
Kelembagaan
Keberhasilan pembangunan perumahan dalam suatu wilayah, baik di
perkotaan maupun di pedesaan, tidak terlepas dari peran pemerintah sebagai
pihak yang berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta
menciptakan suasana yang kondusif bagi terciptanya keberhasilan itu.
2.5.4 Persyaratan Suatu Perumahan dan Pemukiman
A. Persyaratan dasar perumahan
Kawasan perumahan harus memenuhi persyaratan-persyaratan beriut :
Aksesibilitas yaitu kemungkinan pencapaian dari dan ke kawasan. Dalam
kenyataanya berwujud jalan dan transportasi.
Kompatibilitas yaitu keserasian dan keterpaduan antar kawasan yang
menjadi lingkungannya.
Fleksibilitas yaitu kemungkinan pertumbuhan fisik/pemekaran kawasan
perumahan dikaitakn dengan kondisi fisik lingkungan keterpaduan
prasarana.
Ekologi yaitu keterpaduan antara tatanan kegiatan alam yang mewadahinya.
B. Persyaratan dasar permukiman
Suatu bentuk permukiman yang idela di kota merupakan pertanyaan yang
menghendaki jawaban yang bersifat komprehensif, sebab Perumahan dan
Permukiman menyangkut kehidupan manusia termasuk kebutuhan manusia yang
terdiri dari berbagai aspek.
Sehingga dapat dirumuskan secara sederhana tentang ketentuan yang baik
Lokasinya sedemikian rupa sehingga tidak tergaggu oleh kegiatan lain
seperti pabrik, yang umumnya dapat memberikan dampak pada
pencemaran udara atau pencemaran lingkungan lainnya.
Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan seperi pelayanan
pendidikan, kesehatan, perdagangan, dan lain- lain.
Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan
cepat dan tidak sampai menimbulkan genangan air walaupun hujan yang
lebat sekalipun.
Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang
siap untuk disalurkan ke masing-masing rumah.
Dilengkapi dengan fasilitas air kotor/tinja yang dapat dibuat dengan sistem
individual yaitu tanki septik dan lapangan rembesan, ataupun tanki septik
komunal.
Permukiman harus dilayani oleh fasilitas embuangan sampah secara teratur
agar lingkungan permukima tetap nyaman.
Dilengkapi dengan fasilitas umum seperti taman bermain bagi anak-anak,
lapangan atau taman, tempat beribadah, pendidikan dan kesehatan sesuai
skala besarnya permukiman itu.
Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon.
2.5.5 Pembangunan Perumahan dan Permukiman
Ada berbagai cara untuk pembangunan pemukiman, antar lain pembangunan
secara individual dan tidak terorganisir, pembangunan oleh pengembang
1. Pembangunan Perumahan Secara Individual yang Tidak Terorganisasi
Apabila seseorang memiliki sebuah laha di kota, maka ia akan membangun
rumah. Peminat pembangun rumah ini akan mengajukan permohonan ijin
mendirikan bangunan kepada Pemkot, yang harus dilengkapi dengan advis planning.
Pada advis planning itu akan tergambar letak bangunan dan letak rencana jalan yang
ada di depan bangunan. Dalam hal ini, yang sering terjadi adalah jalan tersebut
belum dibuka oleh pemeritah, sehingga pemilik bangunan menggunakan jalan kecil
yang ada di lapangan yang tidak sesuai dengan rencana kota. Lambat laun jalan yang
ada tadi akan dikembangkan oleh penduduk sekitar atau oleh lurah melalui proyek
bantuan pembangunan desa.
Dan kemudian akan terus bertambah bangunan-bangnan lain pada jalan yang
tidak mengikuti rencana kota itu sehingga pada akhirnya rencana kota yang akan
menyesuaikan dengan keadaan yang sudah terjadi. Kemungkinan jangkauan
pengawasan pembangunan kota belum sampai ke seluruh penjuru kota sehingga
banyak menimbulkan munculnya bagunan yang tidak memiliki izin dan tidak sesuai
denga rencaan kota. Selain itu biasanya para pemilik tanah tidak mau menyisihkan
sebagian dari tanahnya untuk rencana jalan. Lambat laun kawasan kota yang
dibangun secara individual akan menjadi kawasan kota yang tidak teratur
perencanaanya.
2. Pembangunan oleh Pengembang
Istilah lainnya adalah real estate yang dilaksanakan dengan cara membeli
sejumlah lahan dan direncanakan untuk pembangunan dan setelah selesai dibangun
Pembangunan seperti ini memiliki beberapa keuntungan yaitu :
a. Rencana tapak disesuaikan dengan rencana kota dan standar yang ada
karena rencana ni telah dibuat secara keseluruhan dan diperiksa serta
diarahkan terlebih dahulu oleh aparat pemerintah dan setelah
memperoleh persetujuan baru dilaksankan.
b. Lahan untuk fasilitas umum dan sosial dapat sekaligus disediakan oleh
pengembang.
c. Ligkungan pemukiman ini di samping tertata baik juga memperhatikan
estetika lingkungan dan bangunan
d. Semua bangunan pasti memiliki izin bangunan.
Tapi pembangunan seperti ini juga memiliki faktor negatif seperti :
a. Harga rumah lebih mahal karena pengembang mengejar keuntungan.
b. Kualitas rumah tidak sesuai dengan apa yang ditawarkan karena
pelaksanaan pembangunan rumah dalam jumlah besar maka
pengawasannya menjadi berkurang.
c. Para pengembang hanya memfokuskan prasarana pada lokasi
pemukiman, padahal prasarana seperti drainase berkaitan dengan sistem
permukiman. Sekeliling kawasan permukiman yang baru dibangun
sering terkena genangan air karena pengemang tidak membangun
drainase pembuang air keluar dari kawasan pemukiman, melainkan
menaikkan elevasi kawasan yang dibangunnya. Hasilnya adalah
kawasan pembangunan itu tidak terjadi banjir, melainkan memindahkan
banjirnya ke kawasan sekelilingnya yang sebelumnya tidak terjadi
cenderung hanya membangun rumah menengah dan rumah mewah, dan
enggan membangun rumah sederhana dan sangat sederhana.
3. Pembangunan Permukiman oleh Perum Perumnas
Perum Perumnas juga bersifat pengembang tapi perusahaan ini lebih
memfokuskan kegiatannya pada permukiman dan rumah-rumah tingkat menengah ke
bawah. Agar dapat bersaing maka prasarana ke lokasi Perum Perumnas sering kali
dibangun oleh pemerintah.
PT. Perumahan Nasional (Persero) yang sering disingkat Perumnas
merupakan pengembang (developer) yang dibentuk oleh pemerintah dalam melaksanakan pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah
diperkotaan. Dalam pelaksanaannya, Perumnas menerapkan beberapa cara antara
lain dengan membangun : kapling siap bangun, rumah inti, rumah sederhana dan
ruma susun.
2.5.6 Maksud dan Tujuan Pembangunan Perumahan dan Permukiman
Secara Umum :
- Memperbaiki keadaan permukiman dan lingkungannya untuk
menngkatkan kesejahteraan sosial masyarakat.
- Mengembangkan dan meningkatan sarana, prasaraan dan fasilitas
lingkungan.
- Meningkatkan dan memanfaatkan kembali fungsi-fungsi perkotaan dan
lebih mengutamakan tata guna tanah.
Secara khusus, menurut undang-undang No.4 tahun 1992 tentang
Perumahan dan Pemukiman dijelaskan bahwa penataan perumahan dan
- Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar
manusia dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan
masyarakat.
- Mewujudkan pemukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat,
aman, serasi dan teratur.
- Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan penyebaran penduduk
yang rasional.
- Menunjukkan pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya dan
bidang lainnya.
2.5.7 Kendala Pembangunan Perumahan
Pelaksanaan pembangunan perumahan dan pemukiman tentu tidak lepas dari
berbagai kendala, yang antara lain berupa :
a. Terbatasnya lahan yang tersedia
Terbatasnya lahan, baik diperkotaan maupun pedesaan, yang dibarengi
dengan meningkatnya pemangunan serta perkembangan jumlah penduduk yang
pesat, telah mengakibatkan adanya ketimpangan antara jumlah permintaan dengan
penawaran. Ketimpangan ini memacu meningkatnya nilai lahan yang digunakan
untuk mengembangkan perumahan dan pemukiman sehingga untuk mendapatka
lahan, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah semakin sulit.
b. Rendahnya kondisi sosial ekonomi masyarakat
Kondisi sosial ekonomi masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah,
juga merupakan kendala bagi pembangunan perumahan dan permukiman yang sehat
dan layak. Kondisi perumahan dan pemukiman yang kurang layak huni merupakan
masyarakat akan pentingnya pemeliharaan lingkungannya yang bersih bagi
kesehatan mereka.
c. Terbatasnya informasi
Faktor lain yang menjadi kendala dalam pembangunan perumahan dan
pemukiman adalah keterbatasan informasi tentang segala hal yang berkaitan dengan
pengadaan dan teknologi pembangunan perumahan dan pemukiman terutama bagi
masyarakat yang berpenghasilan rendah dan berdaya beli rendah.
d. Terbatasnya kemampuan Pemerintah Daerah
Kendala yang berkaitan dengan kemampuan Pemerintah Daerah adalah
terbatasnya kemampuan Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan perumahan
dan pemukiman itu, disamping keterbatasan dalam penyediaan sarana dan
prasrananya.
Dalam buku Perencanaan dan Pengembangan Perumahan yang ditulis oleh
Suparno sastra m dan Endy Marlina, disana juga dipaparkan beberapa kendala yang
dihadapi mengenai permasalahan perumahan dan permukiman ini, yaitu :
1. Pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman terutama bagi
masyarakat yang berpenghasilan rendah.
2. Mengurangi kesenjangan pelayanan prasarana dan sarana antar tingkat
golongan masyarakat.
3. Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha
4. Penyediaan prasarana dan sarana perumahan dan permuiman yang serasi dan
berkelanjutan.
5. Pengelolaan pembangunan perumahan dan permukiman secara efektif dan
2.5.8 Permasalahan Pembangunan Perumahan
Meskipun pembangunan perumahan dan permukiman sudah dircanangkan
semenjak masa pemerintahan Orde Baru, yaitu berupa program pembangunan
nasional dalam bentuk PJP I, akan tetapi sampai sekarangpun masih terdapat
permasalahan-permasalahan pembangunan perumahan yang belum dapat diatasi.
Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain disebabkan oleh berbagai faktor,
seperti:
1. Faktor Ekonomi dan Sosial
Faktor ekonomi merupakan permasalahan yang sanga mendasar bagi
masyarakat Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang.
Kenyataannya memang masih banyak orang yang berada dibawah garis
kemiskinan sehingga selain memicu timbulnya berbagai permasalahan sosial
juga mengakibatkan rendahnya kemampuan mereka untuk memiliki tempat
hunian (rumah). Pada golongan masyarakat menengah ke bawah ini,
kemampuan ekonomi masih terkonsentrasi pada pemenuhan kebutuhan
sandang dan pangan sebagai kebutuhan pokok hidup (Basic need). 2. Laju Pertumbuhan Penduduk yang Tidak Terkendali
Sebagai negara yang sedang berkembang, indonesia sangat rentan terhadap
masalah kependudukan, di mana laju pertambahan penduduk sangat pesat
sehingga pembangunan sarana perumahan dan permukiman tidak bisa
mengimbangi laju pertambahan penduduk itu.
3. Tingginya Angka Urbanisasi
Dengan adanya pertumbhan dan perkembangan fasilitas di pusat-pusat kota,
menimbulkan berbagai permasalahan baru terutama di bidang perumahan dan
permukiman.
4. Laju Inflasi yang Tinggi
Salah satu penyebab timbulnya permaslaahn perumahan dan permukiman,
selain yang sudah dibahas diatas adalah tingginya angka inflasi. Karena harga
bahan bangunan terkait erat dengan mata uang asing(dolar), inflasi
mengakibatkan harga bahan bangunan menjadi semakin tinggi. Hal ini tentu
mengakibatkan tertundanya proses pembangunan perumahan dan
permukiman.
2.5.9 Sistem Permintaan Perumahan
Dalam kenyataannya, sistem permintaan perumahan yang terjadi di masyarakat
selalu terkait dengan beberapa hal yang harus dipahami dengan baik agar kita dapat
memperoleh kejelasan tentang hal-hal yag terjadi dalam proses pemenuhannya.
Adapun beberapa hal yang terdapat pada sistem permintaan perumahan adalah
sebagai berikut:
1. Kebutuhan
Kebutuhan (Need) akan perumahan merupakan kebutuhan pokok yang bersifat objektif, sama untuk semua orang. Pengertian „kebutuhan‟ ini terkait dengan
masalah pemenuhan kebutuhan pokok manusia terhadap sumah sebagai tempat
tinggal atau tempat berlindung. Berdasar fenomena ini maka rumah dipandang
sebagai produk yag diperlukan semua orang dalam upaya melangsungkan
kehidupannya. Produk rumah disini apabila dilihat dalam skala kebutuhan
menurut Maslow merupakan kebuthan yang palig dasar terkait degan
2. Permintaan
Karakter, selera dan kemmapuan ekonomi setiap orang berbeda-beda dimana hal
itu akan berdampak pada perbedaan tuntutan tiap orang tersebut terhadap
kualitas sebuah hunian. Dengan adanya perbedaan tersebut, maka terdapat
berbagai variasi kebutuhan terhadap rumah tinggal. Permintaan akan perumahan
yang sesuai dengan selera keinginan, dan kemampuan seseorang dalam rangka
memenuhi kebutuhannya akan tempat tinggal itulah yang disebut
permintaan(demand). Oleh karena itu permintaan akan perumahan merupakan kebutuhan khusus yang bersifatmsubjektif dan berbeda antara individu yang satu
dengan lainnya.
Apabila ditinjau dari faktor penyebabnya, permintaan terhadap perumahan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu :
a. Kondisi sosial
Kondisi sosial suatu masyarakat akan mempengaruhi seseorang dalam
menentukan lokasi rumah baru serta lingkungan sosial yang diinginkannya.
Orang yang terbiasa hidup dalam masyarakat pedesaan akan cenderung
menginginkan rumah dilokasi dan lingkungan sosial yang hampir sama
dengan suasana pedesaan. Demikia pula halnya dengan seseorang yang
besar diperkotaan. Pola hidup sehari-hari suatu masyarakat akan membentuk
arakter tertentu yang dapat mempengaruhi cara pandang seseorang yang
pada akhirnya akan sangat mempengaruhi pertimbangan-pertimbanganya
b. Kondisi Ekonomi
Kondisi ekonomi seseorang juga merupakan faktor penentu dalam
memutuskan pilihan hunian terkait dengan lokasi, ukuran, dan kualitas
hunian yang diinginkan. Setiap lokasi mempunyai standar harga yang
berbeda-beda. Lokasi dengan akses yang lebih baik, ataupun daerah-daerah
dengan potensi pengembangan yang baik akan mempunyai harga yang
relatif tinggi. Akibatnya, hunian yang dibangun di lokasi seperti itu
mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi. Biasanya lokasi di daerah
pusat kota mempunyai nilai yang relatif tinggi dibandingkan lokasi yang
terletak lebih ke pinggir. Karena tingginya harga tanah, untuk menekan nilai
ekonomi suatu hunian yan ada di pusat kota biasanya dikembangkan secara
vertikal(bertingkat). Hal ini juga merupakan solusi untuk mengatasi tingkat
kepadatan yang cukup tinggi dan terbatasnya luas lahan.
Sebaliknya, perumahan di daerah pinggiran kota biasanya dikembangkan
secara horisontal karena harga tanahnya masih relatif terjagkau. Ukuran
bangunan merupakan aspek lain yang sangat mempengaruhi harga sebuah
hunian. Bangunan dengan jumlah lantai yang lebih banyak (bertingkat) dan
dimensi yang lebih besar akan mempunyai harga yang lebih mahal
dibandingkan dengan bangunan satu lantai, apalagi jika ukurannya lebih
kecil.
c. Kondisi budaya
Latar belakang budaya suatu masyarakat akan membentuk pola hidup dan
pla pikir masyarakat itu. Kondisi budaya ini akan mempengaruhi
inginkan. Hal itu terutama terkait dengan adat kebiasaan serta tradisi yang
berkembang pada masyarakat itu. Dalam latar budaya suatu masyarakat
terdapat aturan-aturan serta pakem-pakem tertentu yang terkait dengan suatu
bangunan, di mana hal ini akan berpengaruh besar pada pilihan hunian.
Selain itu, suatu budaya biasanya juga mempunyai cara pandang yang
berbeda terhadap lokasi-lokasi hunian yang berbeda. Misalnya, masyarakat
dengan latar budaya Cina tidak akan menyukai rumah yang berada diujung
pertigaan, yang sering disebut tusuk sate, karena mereka percaya bahwa
rumah yang berada di lokasi seperti ini mempunyai aura negatif yang tinggi
yang akan mempengaruhi keselamatan dan kesejahteraan penghuni rumah
dalam jangka panjang.
Latar budaya masyarakat pada umumnya sangat berpengaruh terhadap
pemilihan sebuah hunian. Budaya ini akan berpengaruh luas terhadap pola
dan cara hidup, pola dan cara pikir serta adat kebiasaan yang dianut
masyarakat.
3. Perasaan Membutuhkan
Perasaan membutuhkan (felt need) menunjukkan perasaan membutuhkan akan perumahan meskipun sesungguhnya seseorang belum tentu benar-benar
membutuhkan. Perasaan seperti ini mungkin saja timbul karena seseorang
telah memilki rumah yang layak tetapi masih merasa membutuhkan rumah
lainnya. Adanya perasaan seperti ini menunjukkan adanya peningkatan
kebutuhan akan rumah, yang bukan lagi sebagai kebutuhan dasar saja,
namun sudah meningkat pada kebutuhan yang lebih tinggi, misalnya rumaa
Keinginan akan rumah harus diimbangi dengan kemampuan untuk
memilikinya. Kemampuan dan keinginan ini dapat terdiri atas kemampuan
dan keinginan untuk memiliki, menyewa (mengontrak), dan menumpang
(tanpa bayar sewa).
Untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan, ada dua hal yang harus
dipertimbangkan secara masak agar pemenuhanya dapat mengimbangi
kebutuhan dan terus berkembang, kedua hal tersebut adalah :
a. Supply (penawara), merupakan kemampuan penyediaan rumah yang realisasinya dilakukan oleh pemerintah bekerja sama dengan pihak
swasta (pengembang).
b. Demand (permintaan), merupakan animo permintaan masyarakat yang biasanya selalu menunjukkan angka yang lebih tini (subjektif) dibanding
tingkat penawaran yang ada (suplay).
Dengan adanya penawaran dan permintaan perumahan maka akan terjadi
kegiatan jual beli produk perumahan. Pasar perumahan ini terjadi apabila
terjadi kesesuaian antara penawar dan permintaan, yaitu situasi dimana
keinginan masyarakat (dengan pertimbangan sosial, ekonomi, serta budaya)
dapat terpenuhi dan supplier(penyedia) perumahan, baik pemerintah maupun swasta, dapat menyediakannya.
Supplier perumahan dapat berasal dari pemerinta maupun swasta. Pemerintah pada umumnya berlaku sebagai penyedia perumhan dengan
tujuan mencukupi kebutuhan perumahan dengan harga yang terjangkau,
yang dalam jangka panjang bertujuan untuk menghilangkan kekuranga
dapat berwujud dalam beberapa macam program, misalnya program
pengadaan perumahan baru melalui PERUMNAS ataupun program
permukiman desa. Supplier yang berasal dari sektor swasta mempunyai pertimbangan yang sedikit berbeda dalam memenuhi permintaan terhadap
perumahan ini, karena pihak swasta tentu mempertimbangkan keuntungan
ekonomis dalam kegiatan jual beli perumahan yang dapat menjamin kegiatan
usaha yang layak secara ekonomis(economically feasible).
Secara umum program pengadaan perumahan harus ditunjang dengan dana
pelaksanaan, kemampuan teknis, dan pengolahan. Berdasarkan aspek ini,
kelayakan sebenarnya dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu kelayakan
ekonomi, kelayakan sosial, serta kelayakan strategi.
Kelayakan ekonomi biasanya merupakan pertimangan utama bagi supplier
swasta dalam usaha pegadaan perumahan, meskipun pemerintah tetap
enetapkan aturan pengadaan perumahan, antara rumah mewah, rumah
menengah, dan rumah sederhana dengan angka perbandingan 1:3:6 bagi
usaha pengadaan perumahan. Dan kelayakan selanjutnya biasanya
ditekankan oleh supplier yang berasal dari pemerintah dengan tujuan pengadaan perumahan yang berbeda.
2.6 Fasilitas Lingkungan Perumahan
Fasilitas ini dimaksudkan untuk memberikan pelayanan dan peningkatan
mutu kehidupan dan penghidupan dari masyarakat lingkungan sehingga dapat hidup
Pada dasarnya fasilitas lingkungan ini terdiri dari bangunan-bangunan dan ata
lapangan terbuka yang dibutuhkan masyarakat.
2.6.1 Jenis Fasilitas Lingkungan Perumahan
1. Fasilitas Pendidikan
a. Sekolah Taman Kanak-kanak
Adalah fasilitas pendidikan yang paling dasar yang diperuntukkan untuk
anak-anak usia 5-6 tahun.
Terdiri dari dua kelas masing-masing dapat menampung 35-40 murid
per kelas dan dilengkapi dengan ruang-ruang lainnya.
Pencapaian maksimum adalah 500 m
b. Sekolah Dasar (SD)
Adalah fasilitas pendidikan yang dipergunakan untuk anak-anak usia 6-12
tahun.
Terdiri dari 6 ruang kelas yang masing-masing dapat menampung 40
murid dilengkapi dengan ruang-ruang lainnya.
Pencapaian maksimum adalah 1000 m.
c. Sekolah Menengah Pertama / Sekolah Lanjutan Pertama
Adalah fasilitas pendidikan yang diperuntukkan untuk menampung
lulusan SD.
Terdiri dari 6 ruang kelas yang masing-masing dapat menampung 30
murid dan dipakai pagi dan sore.
d. Sekolah Menengah Atas/ Sekolah Lanjutan Atas
Adalah fasilitas pendidikan yang diperuntukkan untuk menampung
Terdiri dari 6 ruang kelas yang masing-masing dapat menampung 30
murid dan dipakai pagi dan sore
2. Fasilitas Pendidikan
a. Puskesmas Pembantu
b. Puskesmas
c. Tempat Praktek Dokter
d. Rumah Bersalin
e. Apotik
3. Fasilitas Perbelanjaan dan Niaga
a. Warung
Adalah fasilitas perbelanjaan terkecil yang melayani kebutuhan
sehari-hari dari unit lingungan terkecil (50 keluarga)
b. Pertokoan
Adalah fasilitas perbelanjaan yang lebih lengkap dari pada warung
meskipun tetap menjual kebutuhan sehari-hari, dapat berbentuk toko PD.
c. Pusat Perbelanjaan Lingkungan
Fungsi utaa sebagai pusat perbelanjaan dan niaga lingkungan yang
menjual keperluan sehari-hari termasuk sayur-mayur, daging,
buah-buahan, beras, tepung-tepungan, bahan-bahan pakaian,
barang-barag-barang kelontong, alat-alat sekolah, alat-alat rumah tangga dan lain-lain.
4. Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum
Dasar pendekatan untuk menyediakan fasilitas ini adalah untuk melayani
setiap unit administrasi Pemerintah baik yang informi (Rukun Tetangga/
5 orang per keluarga) maupun yang formil (kelurahan/lingkungan,
kecamatan) dan bkan didasarkan pada jumlah penduduk yang mampu
mendukung fasilitas tersebut.
a. Kelompok 500 keluarga (tingkat RW)
Pos Hansip dan Balai Pertemuan
Parkir Umum dan Kaskus Umum
b. Kelompok 6.00 keluarga (tingkat kelurahan)
Kantor Kelurahan
Pos Polisi
Pos Pemadaman Kebakaran
Parkir Umum dan Kaskus Umum
c. Kelompok 24.000 keluarga (tingkat kecamatan)
Kantor Kecamatan
Kantor Polisi
Kantor Pos Cabang
Kantor Telepon Cabang
Pos Pemadaman Kebakaran
Parkir Umum dan Kaskus Umum
Gardu Listrik
5. Fasilitas peribadatan
Fasilitas ini untuk setiap daerah harus disesuaikan dengan agama yang dianut
oleh masyarakat di tepat tersebut.
6. Faslitas Rekreasi dan kebudayaan