SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O L E H
APRILLIA GULTOM NIM: 110707013
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN
2
KAJIAN ORGANOLOGIS GONDANG BORU BUATAN BAPAK RIDWAN AMAN NASUTION
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam
3 DISETUJUI OLEH:
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Medan, 23 JULI 2015
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA DEPARTEMEN
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP. 196512211991031001
4 PENGESAHAN
Diterima Oleh:
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan
Pada Tanggal :
Hari :
FAKULTAS ILMU BUDAYA USU DEKAN
Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP 195110131976031001
Panitia Ujian:
No Nama Tanda Tangan
1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. ( )
2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. ( )
3. Drs. Bebas Sembiring, M.Si. ( )
4. Arifninetrirosa, SSt, M.A ( )
5. Drs. Fadlin, M.A. ( )
5 ABSTRAK
Skripsi ini berjudul KAJIAN ORGANOLOGIS GONDANG BORU MANDAILING BUATAN BAPAK RIDWAN AMAN NASUTION DI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN, KABUPATEN DELI SERDANG. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji organologi instrumen gondang boru buatan Bapak Ridwan Aman Nasution. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, pengamatan terlibat, wawancara, studi kepustakaan, dan fotografi. Teori yang digunakan adalah teori Susumu Kashima yaitu struktural dan fungsional. Gondang boru adalah instrumen musik Membranofon yang memiliki double headed drum(dua sisi) yang berbentuk barrel, kedua sisinya berbentuk dan berukuran sama, dan terbuat dari kayu Ingul. Gondang boru masing-masing dimainkan oleh satu orang dengan posisi duduk. Fokus dari tulisan ini adalah proses pembuatan dan teknik memainkan instrumen gondang boru buatan Bapak Ridwan Aman Nasution.
Kata kunci: Gondang Boru, organologi, fungsi
6
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena kasih dan
anugerah-Nya yang tak berkesudahan atas hidup penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan perkuliahan dan penulisan skripsi yang berjudul "Kajian Organologis Gondang Boru Buatan Bapak Ridwan Aman Nasution."
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih
sebesar-besarnya kepada orangtua tercinta yaitu Bapak Ramses Gultom dan Ibu Runding
br. Siagian, atas setiap doa, kasih sayang, nasihat, dukungan dan bimbingan yang
begitu sangat berarti terhadap penulis juga dalam bentuk materi serta
kesabarannya dalam mendidik penulis selama ini. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada kedua abang tercinta penulis yaitu Hendrik Jero Alex Gultom
dan Oktovianus Gultom atas kasih sayang, serta motivasi dan dukungannya
selama ini. Semoga keluarga selalu dalam perlindungan Tuhan.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat Bapak
Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Drs.
Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Etnomusikologi. Kepada
yang terhormat Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd selaku sekretaris Jurusan
Etnomusikologi. Kepada yang terhormat Bapak Muhammad Takari, M.Hum,
Ph.D, dosen pembimbing I penulis yang telah membimbing dan mengarahkan
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk bimbingan, ilmu, dan
7
kebaikan yang Bapak berikan. Kiranya Tuhan senantiasa melindungi dan
melimpahkan berkat untuk Bapak. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
yang terhomat Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si, selaku dosen pembimbing II
penulis yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih untuk arahan-arahan dan ilmu yang
Bapak berikan kepada penulis. Kiranya Tuhan senantiasa menyertai Bapak.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh Dosen yang
mengajar di Departemen Etnomusikologi yang telah membekali penulis dengan
ilmu pengetahuan serta pengalaman-pengalaman yang diajarkan selama masa
perkuliahan di Universitas Sumatera Utara. Penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum,
Ph.D., Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd., Bapak Prof. Drs. Mauly Purba, M.A.,
Ph.D., Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Bapak Drs. Fadlin, M.A., Ibu Dra.
Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum., Ibu Dra. Frida
Deliana Harahap, M.Si., Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Bapak Drs. Perikuten
Tarigan MA., Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si., Ibu Arifni Netriroza,
SST., M.A., dan Bapak Drs. Irwansyah, M.A., Terimakasih atas ilmu, pengalaman
dan nasihat, semoga Bapak dan Ibu Dosen diberikan kesehatan dan kesabaran
dalam mendidik mahasiswa-mahasiswa Departemen Etnomusikologi. Juga tak
lupa penulis ucapkan terimakasih kepada dosen praktik musik dunia dan musik
nusantara yaitu Bapak Drs. Tahan Perjuangan Manurung (Bang BeTe), Bapak Zul
8
Alinur (Bang Koboy), dan Bang Hubari Gulo, S.Sn., M.Sn., atas ilmu dan
pengalamanya kepada penulis.
Kepada semua informan yang telah memberikan dukungan dan bantuan
untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini : Bapak Ridwan Aman Nasution
beserta keluarga, Bang Ucok Dagar, Bapak Supratman Nasution, dan
informan-informan lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terimakasih telah banyak
memberikan informasi selama penelitian dan meluangkan waktunya untuk
menerima penulis dalam memberikan data yang diperlukan.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman seangkatan
stambuk 2011 CCB.com yaitu Octica Tampubolon, Trifose Pakpahan, Agnest
Nainggolan, Linfia Purba, Stephani Sialagan, Riri Lubis, Lestari Ghuci, Deby
Hutabarat, Lisken Angkat, Blessta Hutagaol, Leoni Simanjuntak, Titie Laoli,
Mahyun, Zube br Karo-karo, Mona Sidabutar, Sity Aisyah, Gok Malau, Alfred,
Agri Sinuhaji, Jose Siregar, Erwin, Ardi Manurung, Aprindo Nadeak, Roy Sinaga,
Rian Situmorang, Kawan Pandiangan, Sopandu Manurung, Jonathan Simamora,
Josua Silaban, Slamet, Adji Suci, Aziz, Benny, Kharis Tarigan, David
Hutagalung, Gopas Aruan, Samuel Silalahi, Toyib, Talenta Ginting, Ando Purba,
Zani Marbun, Hary Hutagaol, Egi Sinulingga, Riko Sembiring dan dan
teman-teman yang lain yang tak bisa penulis jabarkan satu-satu, terima kasih telah
menjadi bagian hidup penulis, kebersamaan yang kita jalin selama ini menjadi
memori indah yang tak terlupakan bagi penulis. Semoga kita dapat bertemu
kembali di masa yang akan datang.
9
Terima kasih juga kepada Ririn Butar-butar, Kak Jeni Simangungsong,
Bang Ayi, Mario Sinaga, Anggi Siadari, Tante Siti, Tante Ani, Uda Leman dan
Tante Juli, dan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu serta semua pihak
yang secara langsung dan tidak langsung terimakasih telah membantu penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk menyempurnakan skripsi
ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi
pemikiran bagi setiap orang khususnya dalam bidang Etnomusikologi dan setiap
orang yang membacanya.
Medan, Oktober 2015 Aprillia Gultom
10
BAB II BIOGRAFI RIDWAN AMAN NASUTION DALAM KONTEKS BUDAYA MANDAILING DI MEDAN DAN SEKITARNYA .... 17
2.1 Pengertian Biografi ... 17
2.3.5 Bapak Ridwan sebagai pemusik tradisional ... 24
2.3.6 Peran Bapak Ridwan Aman Nasution dalam Kebudayaan Mandailing ... 26
2.4. Penggunaan Gondang Boru dalam Upacara Adat Siriaon pada masyarakat Mandailing ... 27
2.5. Budaya musik dan tortor Mandailing ... 29
11
BAB III KONSTRUKSI DAN TEKNIK PEMBUATAN
GONDANG BORU ... 37
3.5.1 Peralatan yang digunakan ... 51
3.5.1.1 Gergaji mesin ... 52
3.5.2.1 Kayu mahoni (Swietenia Mahagoni) ... 60
12
BAB IV TEKNIK MEMAINKAN DAN FUNGSI MUSIK
GONDANG BORU PADA MASYARAKAT MANDAILING .... 70
4.1 Proses belajar ... 70
4.6.1 Fungsi pengungkapan emosional ... 85
4.6.2 Fungsi hiburan ... 86
4.6.3 Fungsi kesinambungan budaya ... 86
4.6.4 Fungsi pengintegrasian masyarakat ... 87
4.6.5 Fungsi reaksi jasmani ... 87
4.6.6 Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara agama ... 87
13
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1: Bapak Ridwan bersama istri... 20
Gambar 2: Bapak Ridwan bersama penulis ... 21
Gambar 3: Piagam Penghargaan Bapak Ridwan ... 25
Gambar 4: Bapak Ridwan sebagai paralok-alok di upacara adat Siriaon ... 26
Gambar 5: Bagian dan ukuran gondang siayakon ... 41
Gambar 6: Bagian dan ukuran gondang pangayak ... 42
Gambar 7: Ukuran Stik ... 42
Gambar 8: Kulit Gondang Boru ... 43
Gambar 9: Baluok/badan Gondang ... 44
Gambar 10: Proses Penalian Gondang ... 46
Gambar 11: Tali kain ... 47
Gambar 12: Kawat pengait kulit membran dengan badan gondang ... 47
Gambar 13: Ukuran Baloak/badan ... 48
Gambar 30: Membuang bagian dalam dan kulit luar kayu ... 63
Gambar 31: Penghalusan... 64
Gambar 32: Hasil pengeleman ... 65
Gambar 33: Hasil pengecatan ... 65
Gambar 34: Kulit Kambing ... 66
Gambar 35: Kulit Kambing Dibersihkan Menggunakan Kaca ... 66
Gambar 36: Stik gondang terbuat dari kayu pohon jambu klutuk/batu ... 67
14
Gambar 37: Proses Belajar ... 70
Gambar 38: Posisi memainkan duduk di lantai... 72
Gambar 39: Posisi Memainkan dengan Berdiri ... 72
Gambar 40: Posisi Memainkan Duduk Di Kursi ... 73
Gambar 41: Bapak Ridwan bersama grup Gunung Kulabu pada upacara adat Siriaon (perkawinan) ... 73
Gambar 42: Bapak Ridwan bersama grup Gunung Kulabu pada upacara adat Siriaon (perkawinan) ... 74
Gambar 43: Menghasilkan bunyi "pung" ... 76
Gambar 44: Menghasilkan bunyi "pak" ... 76
Gambar 45: Menghasilkan bunyi "dum" ... 77
Gambar 46: Bagian pinggir pada sisi membran yang lebar dipukul dengan stik yang dipegang pada tangan kanan ... 78
Gambar 47: Bagian tengah pada sisi membran yang lebar dipukul dengan stik yang dipegang pada tangan kanan ... 79
Gambar 48: Bagian sisi membran yang kecil dipukul dengan telapak tangan kiri ... 79
15
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Klasifikasi instrumen alat musik Gondang Boru ... 40 Tabel 2: Prosedur kerja pembuatan Gondang Boru ... 49
5 ABSTRAK
Skripsi ini berjudul KAJIAN ORGANOLOGIS GONDANG BORU MANDAILING BUATAN BAPAK RIDWAN AMAN NASUTION DI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN, KABUPATEN DELI SERDANG. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji organologi instrumen gondang boru buatan Bapak Ridwan Aman Nasution. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, pengamatan terlibat, wawancara, studi kepustakaan, dan fotografi. Teori yang digunakan adalah teori Susumu Kashima yaitu struktural dan fungsional. Gondang boru adalah instrumen musik Membranofon yang memiliki double headed drum(dua sisi) yang berbentuk barrel, kedua sisinya berbentuk dan berukuran sama, dan terbuat dari kayu Ingul. Gondang boru masing-masing dimainkan oleh satu orang dengan posisi duduk. Fokus dari tulisan ini adalah proses pembuatan dan teknik memainkan instrumen gondang boru buatan Bapak Ridwan Aman Nasution.
Kata kunci: Gondang Boru, organologi, fungsi
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia telah diciptakan Tuhan bersuku-suku dan menempati
daerah-daerah tertentu, salah satunya adalah Mandailing. Secara geografis,
Mandailing adalah suatu wilayah yang terletak di Padang Lawas Utara, Padang
Lawas Selatan, Tapanuli Selatan,dan Kabupaten Madailing Natal, di Provinsi
Sumatera Utara. Etnik Mandailing adalah orang yang berasal dari Mandailing
secara turun temurun di manapun ia bertempat tinggal.
Wilayah Mandailing dibagi atas dua sub-wilayah,yaitu Mandailing
Godang dan Mandailing Julu. Mandailing Godang didominasi oleh marga
Nasution yang wilayahnya mulai dari Sihepeng di sebelah utara Penyabungan,
sampai Maga di sebelah selatan, serta daerah Batang Natal sampai Muarasoma
dan Muara Parlampungan di sebelah barat. Sedangkan daerah Mandailing Julu
didominasi oleh marga Lubis yang wilayahnya mulai dari Laru dan Tambangan di
sebelah utara Kotanopan sampai Pakantan dan Hutanagodang di sebelah selatan.
(Nasution,2005)
Etnik Mandailing memiliki warisan budaya turun temurun dari nenek
moyang mereka. Salah satu bentuk dari warisan budaya tersebut adalah kesenian.
Kesenian yang diwariskan oleh para leluhur masyarakat Mandailing ada beberapa
bentuk. Di antaranya adalah seni tari, seni musik, seni pahat, seni tekstil, dan seni
2
Mandailing di Kabupaten Deli Serdang. Bagi masyarakat Mandailing, musik
berperan penting dalam aspek dan konteks dalam perjalanan kehidupan mereka.
Sehingga setiap musik mempunyai makna dan fungsi tertentu disamping hanya
dipertunjukan dan sebagai hiburan saja.
Orang Mandailing menyebut sebagian musik tradisional mereka dengan
ungkapan: "Uning-ungingan ni ompunta na parjolo sundut i." Artinya adalah seni musik dari para leluhur yang diwariskan secara turun-temurun, antara lain seperti
ensambel gordang sambilan,ensambelgordang lima,ensambel gondang dua, ensambel gordang tano, dan ensambel gondang bulu yang dimainkan pada berbagai upacara adat dan ritual. Seni pertunjukan tersebutcukup terkenal dan
menjadi ciri khas dari Tano Sere1 Mandailing.GordangSambilandan Gordang Tanomerupakan ensambel musik yang pada masa dahulu digunakan nenek moyang orang Mandailing sebagai cara untuk memanggil roh-roh yang sudah
mati yang disebut paturun sibaso.Alat musik Mandailing terdiri dari beberapa klasifikasi yaitu: Membranophone (Gordang sambilan, Gondang boru, Gordanglima), Aerophone (Suling,Sordam, Sarune, Tulila, Katoid, dan Uyup-uyup), Idiophone (Etek, Ogung, Dongung-dongung, Pior, Eor-eor, Momongan, Doal dan Tali sasayak) dan Chordophone (Gordang tano, Gondangbulu)
Ensambel gondang boru terdiri dari beberapa alat musik yaitu gondang boru, gong(gong dada boru dan gong jantan), ogung, mongmongan, tali sasayak,
1Tano Seremerupakan gelar yang diberikan untuk Mandailing karena disana ditemukan banyak
3
sarune, dan suling. Dalam tulisan ini penulis berfokus kepada alat musik gondang boru.
Gondang boru adalah alat musik yang tergolong dalam klasifikasi membranophone yang memiliki dua sisi (double headed) drum yang berbentuk barel yangdipukul menggunakanpemukul padatangan kanan yaitu di sisi gondang yang berdiameter membran lebih besar,dan dipukul langsung menggunakan telapak tangan pada tangan kiri di sisi membrangondangyang berdiameter sedikit lebih kecilpada gondang, untuk pemain umumnya yang bergaya tangan kanan, sedangkan pemain yang bergaya tangan kidal sebaliknya. Di Mandailing
khususnya wilayah Pakantan, gondang boru juga termasuk nama ensambel, yaitu
ensambel gondang boru. Gondang Boru mempunyai sebutan lain, yaitudi wilayah
Panyabungan instrumen gondang boru disebut dengan gondang dua. Lalu di wilayah Angkola dan Sipirok disebut gondangtunggu-tunggu dua,dan di wilayah Padang Bolak gondang borudisebut dengan gondang topap. Lain lubuk lain ikannya, demikian pula dengan penamaan gondang boru ini, namun alat musik
yang dimaksud ialah sama, hanya penamaannya yang berbeda di masing-masing
daerahdi Mandailing.2
Alat musik ini biasanya dimainkan oleh pemainnya dengan posisi duduk,
namun bisa juga dimainkan dengan posisi berdiri. Masing-masing gondang dimainkan oleh satu orang.Gondang boru terdiri dari dua buah gondang, yang ukuran panjangnya sama namun ukuran di kedua sisi diameter membrannya yang
2
4
sedikit berbeda, yaitu 50 cm ukuran panjangnya. Lalu sisi membran gondang yang besar berdiameter membran 20 cm dan sisi membran gondang yang lebih kecil berdiameter membran 17 cm.Namun dalam hal ini ukuran dapat saja
ditentukan sesuai permintaan.
Masing-masing gondang borudimainkan oleh satu orang yang memiliki peran berbeda. Gondang boru terdiri dari dua buah gondang, yang satu disebut
pengayak yang berperan sebagai ritem konstan, sedangkan gondang yang satu lagi disebut siayakon yaitu yang berperan sebagai variasi.Gondang boru terbuat dari kayu ingul, kayu ingul merupakan kayu kualitas nomor satu untuk bahan baku membuat gondang boru, namun kayu ini sulit dicari karena tumbuhnya yang hanya di hutan saja.Akan tetapi kayu mahoni dan kayu nangka juga dapat
digunakan untuk bahan baku membuat gondang boru. Pada kedua penutup rongga
atas dan bawah ditutup denganmenggunakan kulit kambing yang sudah
dikeringkan lalu sebagai pengikatnya digunakan kawat lalu disisi badan gondang
diikat menggunakan tali kain. Dalam hal ini penulis juga belajar memainkan
gondang boru kepada Bapak Ridwan Aman Nasution teknik dasar atau ritem dasar. Ada banyak nama repertoar variasi yang dimainkan oleh gondang boru ini.
Menurut Bapak Ridwan Aman Nasution, pada zaman dahulu, sebelum
masuknya agama di wilayah Mandailing, maupun yang saat itu masih menganut
pahamanimisme3pada tahap pengambilan dan penebangan pohon tidaklah sembarang, ada ritual khusus yang dilakukan untuk meminta izin. Sebelum pohon
3
5
ditebang, harus melakukan pemotongan ayam diikuti dengan membaca mantra
dan darah ayam tersebutyang dilumurkan ke badan pohon yang hendak ingin
ditebang dan ada juga yang melumuri pada tahap pengikisan kayu tersebut. Ayam
yang digunakan yaitu ayam yang berkaki kuning atau ayam yang berkaki hitam.
(manuk nabaranabontar, manuk nabara narara).
Gondang boru biasanya digunakan pada upacara adat siriaon (suka cita) misalnya pada upacara adat perkawinan yang berfungsi untuk menjemput
pengantin perempuan, pengiring tortor dan juga pada upacara adat silluluton (duka cita), yaitu upacara kematian. Pada upacara perkawinan, tepatnya pada saat
mengiringi tortor, ritem gondang boru tergantung pada siapa yang menari (panortor). Juga tergantung pada marga apa yang ingin manortor, lalu dimainkan ritemnya yang memang ritemgondang marga tersebut.Karena lain lubuk lain ikannya, maka setiap marga memiliki ritem gondang sendiri. Maka biasanya sebelum dimainkan gondangboru dan panortor mulai manortor, pemusik menanyakan terlebih dahulu marga apa yang ingin manortor agar tidak salah.Dikatakan Bapak Ridwan jelas bahwa gondang boru berfungsi sebagai pemersatu,kekompakan, pembawa ritem, dan pengiring penari (panortor), maupun di acara hiburan.4
Bapak Ridwan Aman Nasution merupakan satu-satunya pengrajin
sekaligus seniman musik Mandailing di daerahnya tinggal, yaitu di Desa Saentis
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Beliau mampu membuat
4
6
berbagai alat musik etnik Mandailing di antaranya: gondang boru, gondang buluh, sarune, suling, gordang sambilan,dan lain sebagainya. Menurut beliau sudah sangat jarang pengrajin alat musik Mandailing pada masa sekarang ini, khususnya
di kota Medan dan peminatnya juga sudah berkurang karena sudah masuknya
peradaban luar dan kurangnya rasa peduli terhadap budaya sendiri. Sejak masih
muda, beliau sudah mampu membuat dan memainkan alat musik Mandailing.
Pengalaman beliau diturunkan dari sang ayah, karena sang ayahjuga pengrajin
sekaligus seniman Mandailing. Bapak Ridwan juga mewariskan pengetahuan dan
keahliannya membuat alat musik kepada putranya, yang bernama Ardi saat ini
masih berusia 25 tahun. Ardi juga ikut bermusik dengan sang ayah jika ada
acara-acara dimanapun.
Di usianya yang sudah mencapai 55 tahun beliau masih mampu membuat
alat musik jika ada yang menempah. Menurut pernyataan beliau bukan hanya dari
Indonesia saja yang sudah pernah menempa alat musiknya, orang dari luar negeri
juga pernah menempa alat musiknya.Bapak Ridwan Aman Nasution dalam
membuat alat musiknya masih secara tradisional atau tenaga tangan manusia
sampai sekarang. Alat-alat yang digunakan yaitu palu (martil), gergaji mesin,
kikir, pahat, kapak, ketam, parang, pisau, paku, tang, cutter, kertas pasirdan juga
bahan yang sederhana yaitu kayu, kulit kambing, kawat, tali, dan lem.
7
ilmiah, yang diharapkan dapat meneruskan ke generasi berikutnya mengenai
pembuatan gondang boru ini. Penulis sebagai seorang calon etnomusikolog sangat penting dalam mengetahui bagaimana pembuatan, sejarah, penggunaan dan fungsi
dari alat musik gondang boru ini, maka berdasarkan alasan yang sudah penulis kemukakan diatas maka penulis akan menyusun sebuah skripsi/karya ilmiah yang
berjudul: Kajian Organologis Gondang Boru Buatan Bapak Ridwan Aman
Nasution.
1.2 Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan diatas, yang
menjadi pokok permasalahan mengenai topik bahasan dalam tulisan ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana proses dan teknik pembuatan gondang boru buatan Bapak Ridwan Aman Nasution?
2. Bagaimana teknik memainkan gondang boru?
3. Bagaimana fungsi gondang boru pada masyarakat Mandailing?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis meneliti terhadap gondang boru adalah sebagai
berikut:
8
2. Untuk mengetahui teknik permainan gondang boru.
3. Untuk mengetahui fungsi gondang boru pada masyarakat Mandailing. 1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin penulis capai dalam tulisan ini adalah sebagai
berikut:
1. Sebagai bahan dokumentasi untuk menambah referensi mengenai gondang boru di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
2. Sebagai bahan masukan, acuan, maupun perbandingan bagi yang
memerlukan untuk penelitian berikutnya.
3. Sebagai bahan literatur agar lebih mengenal gondang boru pada masyarakat mandailing.
4. Untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan studi program S-1 di
Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera
Utara.
1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep
Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari
peristiwa kongkret (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005).Organologi adalah bidang kajian dalam etnomusikologi yang memfokuskan
perhatian kepada struktur dan fungsi alat musik. Ketika membicarakan tentang
9
bentuk fisiknya termasuk hiasannya, bahan dan prinsip pembuatannya, metode
dan teknik memainkan, bunyi dan wilayah nada yang dihasilkan, serta aspek
sosial budaya yang berkaitan dengan alat musik tersebut. Seperti yang
dikemukakan oleh Mantle Hood (1982:124) bahwa organologi yang digunakan
adalah berhubungan dengan alat musik itu sendiri. Selanjutnya menurut beliau
organologi adalah ilmu pengetahuan alat musik, yang tidak hanya meliputi sejarah
dan deskripsi alat musik, akan tetapi sama pentingnya dengan ilmu pengetahuan
dari alat musik itu sendiri antara lain : teknik pertunjukan, fungsi musikal,
dekoratif dan variasi dari sosial budaya. Dari uraian tersebut, maka bisa ditarik
kesimpulan bahwa studi organologis adalah suatu penyelidikan yang mendalam
untuk mempelajari instrumen musik baik mencakup aspek sejarahnya maupun
deskripsi alat musik itu sendiri dari berbagai pendekatan ilmu sosial budaya.
Dalam masyarakat Mandailing, gondang borudigunakan dalam upacara-upacaratradisi maupun pertunjukan.Pada upacara perkawinan, gondang boru dimainkan untuk mengiringi tarian adat tortor,menjemput pengantin perempuan yang dimainkan repertoar gondang Alo-alo secara beriring-iringan, lalu mengiringi jeir(nyanyian vokal) khas Mandailing dan jugaonang-onangyang di lengkapi dengan alat musik lainnya yaitu gondang boru, gong, suling, dan momgmomgan. Selain itu gondang boru juga dimainkan pada upacara kematian, yaitu Mangkol-koli (menyudahi yang sudah meninggal).Pada zaman dahulu
gondang boru hanya boleh dimiliki oleh para raja yaitu pada masa kerajaan
Mandailing dahulu kala.Jika ada warga biasa yang ingin memainkan gondang
10
ini gondang boru sudah bisa bebas dimainkan kapan saja tidak seperti pada semasa kerajaan dahulu.
Gondang boru terdiri dari dua buah gondang, yaitu gondang siayakon
(besar) dan gondang pangayakan (kecil).Dalam tampilan fisiknya gondang ini
seperti dua gondang yang kembar.Namun ada beberapa ukuran panjang dan lebar
membran yang sedikit berbeda.Pada gondang boru memiliki berbagai ukuran, hal
ini bisa disesuaikan dengan permintaan si pemesan, namun ada batasan ukuran
ketentuan. Ada banyak repertoar yang dimainkan pada gondang boru diantaranya:
Tortor,Sabe-sabe,Alap-alap Tondi, Moncak, Raja-raja(Nasution dan Lubis), Tua, Mangido Udan, Pamulihon, Jolo-jolo turun dan lainya. Namun di daerah Pakantan terdapat paling banyak namarepertoargondang dibandingkan di daerah
masyarakat Mandailing lainnya.
1.4.2 Teori
Teori merupakan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa.
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Teori mempunyai hubungan yang erat dengan penelitian dan dapat meningkatkan arti dari penemuan penelitian. Tanpa
teori, penemuan tersebut akan menjadi keterangan-keterangan empiris yang
berpencar (Moh. Nazir, 1983:22-25). Sebagai landasan berpikir dalam melihat
suatu permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis mempergunakan teori-teori
yang relevan, yang sesuai untuk permasalahan tersebut.
Dalam tulisan ini, penulis membahas tentang pendeskripsian alat musik
11
di dalam APTA (Asia Performing Traditional Art 1978:74), yaitu: Dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk membahas alat musik, yakni pendekatan
struktural dan fungsional. Secara strukturalyaitu; aspek fisik instrumen musik, pengamatan, mengukur, merekam, serta menggambar bentuk instrumen,
ukurannya, konstruksinya, dan bahan yang dipakai. Secara fungsional, yaitu fungsi instrumen sebagai alat untuk memproduksi suara, meneliti, melakukan
pengukuran dan mencatat metode, memainkan instrumen, penggunaan bunyi yang
diproduksi, (dalam kaitannya dengan komposisi musik) dan kekuatan suara.
Mengenai klasifikasi alat musik gondang boru dalam penulisan ini penulis
mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Curt Sachs dan Hornbostel (1961)
yaitu sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama
penghasil bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Idiofon, penggetar utama penghasil bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri,
2. Aerofon, penggetar utama penghasil bunyinya adalah udara,
3. Membranofon, penggetarutama penghasil bunyinya adalah membran atau kulit,
4. Kordofon, penggetarutama penghasil bunyinya adalah senar atau dawai.
Mengacu pada teori tersebut, maka gondang boru adalah instrumen musik
12
Penulis juga menggunakan beberapa teori lainnya seperti untuk mengetahui
teknik permainan gondang boru buatan Bapak Ridwan Aman Nasution, penulis
menggunakan pendekatan yang dikemukakan oleh Nettl (1963:98) yaitu:”Kita
dapat menganalisis dan mendeskripsikan musik dari apa yang kita dengar, dan
kita dapat menuliskan musik tersebut di atas kertas dan mendeskripsikan apa yang
kita lihat.”
Teori lain yang digunakan penulis untuk mendukung penggunaan dan fungsi
gondang goru adalah teori yang dikemukakan oleh Alan P. Meriam (1964:223-
226) dalam bukunya The Antropology of Music. Penggunaan (use) musik meliputi bagaimana musik itu digunakan. Sedangkan fungsi (function) musik berkaitan dengan tujuan musik tersebut. Fungsi musik tersebut ada sepuluh yaitu:
1. The function of aesthetic enjoyment (fungsi penghayatan estetis), 2. The function of entertainment (fungsi sebagai sarana hiburan), 3. The function of communication (fungsi sebagai sarana komunikasi), 4. The functionof symbolic representation (fungsi representasi
perlambangan),
5. The function of physical response (fungsi sebagai reaksi jasmani), 6. The function of enforcing conformity to social norms (fungsi yang
berkaitan dengan norma-norma sosial),
7. The function of validation of social institutions and religious rituals (fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara agama),
13
9. The function of emotional (fungsi sebagai pengungkapan emosional), 10.The function of contribution the integration of society (fungsi sebagai
pengintegrasian masyarakat).
Berkaitan dengan gondang boru, penulis akan mengaplikasikannya dalam kajian ini. Dan menurut penulis fungsi gondang boru dalam kebudayaan
masyarakat Mandailing, termasuk diDeli Serdang, adalah berfungsi
sebagai:pengungkapan emosional, sebagai sarana hiburan, sarana komunikasi,
serta pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan (ritual).
1.5 Metode Penelitian
Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu
pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dihendaki melalui cara kerja yang
bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan
yang ditentukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka 2005).
Metode jugamerupakan cara kerja untuk dapat memahami objek yang
menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan, (Koentjaraningrat 1997:16). Di dalam
penelitian ini penulis menggunakan metode yakni metode penelitian kualitatif
menurut Nawawi dan Martini, 1995:209 yaitu: penelitian kualitatif adalah
rangkaian kegiatan suatu proses menjaring data (informasi) yang bersifat
sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek atau bidang kehidupan
tertentu pada objeknya. Untuk mendukung metode penelitian tersebut, penulis
14
(1964) mengatakan ada dua hal yang ensensial untuk melakukan aktivitas
penelitian dalam disiplin etnomusikologi, yaitu pekerjaan lapangan (field word) dan pekerjaan laboratorium (dest work). Merriam (1964) juga mengatakan pendapat bahwa Etnomusikologi adalah disiplin lapangan dan disiplin
laboratorium, yakni data yang di kumpulkan dari lapangan oleh penyidik pada
akhirnya di analisis di laboratorium, dan dari hasil kedua metode menjadi pusat
studi akhir. Untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam
tulisan ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data, yaitu: studi
kepustakaan, studi lapangan, observasi, wawancara, dan kerja laboratorium.
1.5.1 Studi Kepustakaan
Pada tahap ini, sebelum penulis akan membahas topik dan melakukan
penelitian langsung ke lapangan, penulis melakukan studi kepustakaan terlebih
dahulu, yaitu membaca buku-buku, skripsi, makalah, literatur, pencarian di situs
internet, dan tulisan-tulisan ilmiah yang penulis anggap berhubungan dan dapat
mendukung sebagai bahan telitian dari objek permasalahan. Studi kepustakaan ini
dilakukan untuk menjadi kerangka acuan di dalam penulisan dan juga untuk
melengkapi data-data. Koenjaraningrat (2009:35) mengatakan bahwa studi
pustaka bersifat penting karena membantu penulis untuk menemukan
gejala-gejala dalam penelitian.
15
Studi Lapangan (field work) menyangkut setiap upaya yang dilakukan dilapangan, meliputi: perekaman musik, pemotretan, observasi, wawancara,
pendokumentasian audio visual, dan lain-lain. Dalam kerja lapangan (field work), penulis melakukan kerja lapangan dangan observasi langsung ke daerah penelitian
yaitu rumah rumah Bapak Aman Nasution dan mencari narasumber dari tokoh
masyarakat mandailing yang ada di Kota Medan sebagai narasumber lainnya.
1.5.3 Observasi
Observasi atau pengamatan adalah salah satu metode dalam pengumpulan
data saat membuat sebuah karya tulis ilmiah. Nawawi dan Martini
mengungkapkan bahwa observasi adalah pengamatan dan juga pencatatan
sistematik atas unsur-unsur yang muncul dalam suatu gejala atau gejala-gejala
yang muncul dalam suatu objek penelitian. Hasil dari observasi tersebut akan
dilaporkan dalam suatu laporan yang tersusun secara sistematis mengikuti aturan
yang berlaku. Dalam hal ini penulis langsung ke lokasi penelitian yaitu ke
kediaman Bapak Ridwan Aman Nasution di Kecamatan Percut Sei Tuan
Kabupaten Deli Serdang, agar memperoleh informasi yang akurat dan dapat
mengamati langsung proses pembuatan alat musik tersebut. Untuk pemotretan
atau pengambilan gambar dan perekaman wawancara, penulis menggunakan
kamera SLR Canon EOS 60D. Disamping tulisan atas setiap keterangan yang
diberikan informan.
16
Dalamhal ini penulis berfokus pada Koentjaraningrat yang mengemukakan
bahwa ada tiga macam untuk melakukan wawancara (1985:139) yaitu: wawancara
berfokus (focused interview), wawancara bebas (free interview,) dan wawancara sambil lalu (casual interview). Yang dimaksud dengan wawancara berfokus adalah pertanyaan yang selalu berpusat kepada pokok permasalahan, sementara
wawancara bebas adalah pertanyaan yang selalu beralih dari satu pokok
permasalahan ke pokok permasalahan yang lain. Sedangkan wawancara sambil
lalu hanya untuk menambah atau melengkapi data yang lain. Dalam hal ini penulis
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut permasalahan mengenai
gondang boru tersebut.
1.5.5 Kerja Laboratorium
Keseluruhan data yang telah terkumpul dari lapangan, selanjutnya diproses
dalam kerja laboratorium. Data-data yang bersifat analisis disusun dengan
sistematika penulisan ilmiah. Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti
kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya.
Semua hasil pengolahan data tersebut disusun dalam satu laporan hasil penelitian
berbentuk skripsi (Meriam, 1964:85).
1.6 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang penulis pilih merupakan tempat kediaman
17
Saentis, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang yang juga
merupakan lokasi bengkel instrumen beliau.
BAB II
BIOGRAFI RIDWAN AMAN NASUTION DALAM KONTEKS BUDAYA MANDAILING
DI MEDAN DAN SEKITARNYA
2.1 Pengertian Biografi
Dalam disiplin ilmu sejarah, biografi dapat didefenisikan sebagai sebuah
riwayat hidup seseorang.Sebuah tulisan biografi dapat berbentuk beberapa baris
kalimat saja, namun juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu
buku.Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang
fakta-fakta kehidupan seseorang dan peranan pentingnya dalam masyarakat.Sedangkan
biografi yang lengkap biasanya memuat dan mengkaji informasi-informasi
penting, yang dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan
yang baik dan jelas.Sebuah biografi biasanya menganalisa dan menerangkan
kejadian-kejadian pada hidup seorang tokoh yang menjadi objek pembahasannya.
Dengan membaca biografi, pembaca akan menemukan hubungan
keterangan dari tindakan yang dilakukan dalam kehidupan seseorang tersebut,
18
karya biografi biasanya bercerita tentang kehidupan orang terkenal dan orang
tidak terkenal, dan biasanya biografi tentang orang yang tidak terkenal akan
menjadikan orang tersebut dikenal secara luas, jika didalam biografinya terdapat
sesuatu yang menarik untuk disimak oleh pembacanya, namun demikian biasanya
biografi hanya berfokus pada orang-orang atau tokoh-tokoh terkenal saja. Tulisan
biografi biasanya bercerita mengenai seorang tokoh yang sudah meninggal dunia,
namun tidak jarang juga mengenai orang atau tokoh yang masih hidup.Banyak
biografi yang ditulis secara kronologis atau memiliki suatu alur tertentu, misalnya
memulai dengan menceritakan masa anak-anak sampai masa dewasa seseorang,
namun ada juga beberapa biografi yang lebih berfokus pada suatu topik-topik
pencapaian tertentu.
Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan
utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping
koran. Sedangkan bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku
referensi atau sejarah yang memparkan peranan subjek biografi tersebut.
Beberapa aspek yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi
antara lain: (a) Pilih seseorang yang menarik perhatian anda; (b) Temukan
fakta-fakta utama mengenai kehidupan orang tersebut; (c) Mulailah dengan
ensiklopedia dan catatan waktu; (d) Pikirkan hal apa lagi yang perlu anda ketahui
mengenai orang tersebut, bagian mana dari cerita tentang beliau yang ingin lebih
banyak anda utarakan dan tuliskan.
Sebelum menuliskan sebuah biografi seseorang, ada beberapa pertanyaan
19
tersebut istimewa atau menarik untuk dibahas; (b) Dampak apa yang telah beliau
lakukan bagi dunia atau dalam suatu bidang tertentu juga bagi orang lain; (c) Sifat
apa yang akan sering penulis gunakan untuk menggambarkan orang tersebut; (d)
Contoh apa yang dapat dilihat dari hidupnya yang menggambarkan sifat tersebut;
(e) Kejadian apa yang membentuk atau mengubah kehidupan orang tersebut; (f)
Apakah beliau memiliki banyak jalan keluar untuk mengatasi masalah dalam
hidupnya; (g) Apakah beliau mengatasi masalahnya dengan mengambil resiko,
atau karena keberuntungan; (h) Apakah dunia atau suatu hal yang terkait dengan
beliau akan menjadi lebih buruk atau lebih baik jika orang tersebut hidup ataupun
tidak hidup, bagaimana, dan mengapa demikian.
Lakukan juga penelitian lebih lanjut dengan bahan-bahan dari studi
perpustakaan atau internet untuk membantu penulis dalam menjawab serta
menulis biografi orang tersebut dan supaya tulisan si peneliti dapat
dipertanggungjawabkan, lengkap dan menarik. Terjemahan Ary (2007) dari situs:
(www.infoplease.com/homework/wsbiography.html)
2.2Alasan DipilihnyaRidwan Aman Nasution
Dalam tulisan ini, penulis memilih Ridwan Aman Nasution sebagai objek
penelitian, dikarenakan beberapa aspek pertimbangan diantaranya adalah:
1. Beliau dapat memainkan alat musik tradisional Mandailing dengan sangat
20
2. Pengalaman beliau yang merupakan anak dari pembuat dan pemusik
tradisional Mandaling yang membuat Bapak Ridwan Aman Nasution
menjadi orang yang lebih memahami alat musik tradisional Mandailing.
3. Alat musik tradisional Mandailing buatan beliau juga dikirim ke luar
daerah bahkan sampai ke luar negeri.
Hal-hal tersebut penulis ketahui dari hasil percakapan/wawancara dengan
Bapak Ridwan dan juga dari sudara-saudara, dan rekan-rekan.Peranan dan
pengalaman beliau yang banyak ini menjadi alasan ketertarikan penulis
menemukan fakta-fakta mengenai kehidupan beliau, dalam hal ini penulis lebih
fokus kepada kehidupan beliau sebagai pembuat alat musik dan lebih dikhususkan
kepada instrumen musik gondang boru buatan beliau.
2.3 Biografi Bapak Ridwan Aman Nasution
Biografi Ridwan Aman Nasution dalam tulisan ini akan dideskripsikan
yang mencakup aspek-aspek meliputi: latar belakang keluarga, pendidikan beliau,
kehidupan sebagai pemusik, dan kehidupan sebagai pembuat alat musik,
21
Gambar 1: Bapak Ridwan Bersama Istri
Gambar 2: Bapak Ridwan Bersama Penulis
22
Ridwan Aman Nasution lahir di Desa Pakantan Dolok pada tanggal 13
Januari 1960, anak ke empat dari sepuluh bersaudara yang lahir dari pasangan
Bapak Burhanudin Nasution (Almarhum) dan Ibu Fatimah Lubis
(Almarhum).Bapak Ridwan lahir dari keluarga yang berkecimpung didunia
kesenian Mandailing. Ayah beliau merupakan pemain sekaligus pembuat alat
musik tradisional Mandailing sewaktu masih hidup. Nenek (Ibu dari Ibu beliau)
juga merupakan seorang penyanyi vokal jeir tradisional Mandailing dari Pakantan.
Latar belakang keluarga yang akrab dengan musik yang membuat Bapak
Ridwan akrab dengan musik tradisional Mandailing.Sejak dari masih kecil beliau
sudah diajak dalam beberapa pementasan-pementasan maupun acara adat.Karena
keadaan ekonomi keluarga beliau tidak baik, beliau memutuskan untuk bekerja
untuk membantu sedikit perekonomian orang tuanya. Profesi keseharian ayah
beliau yang adalah pemain sekaligus pembuat instrumen musik tradisional
Mandailing, membuat Bapak Ridwan sering terlibat membantu ayahnya dalam
membuat alat musik juga dalam bermain musik, hal tersebutlah yang membuat
Bapak Ridwan menjadi sangat akrab dengan musik tradisional Mandailing sejak
kecil dan membuat Bapak Ridwan merasa tertarik untuk mencoba membuat alat
musik sendiri dan menguasai banyak permainan instrumen musik tradisional
Mandailing juga proses pembuatannya.
2.3.2 Latar Belakang Pendidikan
Bapak Ridwan menginjakkan pendidikannya di SD Pakantan Dolok pada
23
saja.Hal ini disebabkan keterbatasan biaya dan kurangnya motivasi untuk sekolah
dilingkungan tempat tinggalnya pada masa itu.Setelah tamat dari Sekolah Dasar
Bapak Ridwan tidak melanjutkan pendidikannya lagi, beliau memilih membantu
orang tuanya.
2.3.3 Berumah Tangga
Bapak Ridwan Aman Nasution menikah pada tanggal 25 Juni 1987 di
Desa Pakantan Dolok dengan istrinya Rosniati Lubis, dari pernikahan mereka
lahirlah 3 orang anak, 1 putra dan 2 putri, yaitu:
1. Hardiansyah Nasution (anak sulung, laki-laki 25 tahun)
2. Umi Arpha Nasution (perempuan 19 tahun)
3. Dina Rahmadani Nasution (perempuan 16 tahun)
Setelah menikah beliau memilih merantau dan menetap di kota Medan
sambil mencari pekerjaan yang lebih baik. Sebelum menikah, beliau masih tinggal
di Desa Pakantan Dolok, beliau juga pernah beberapa kali merantau ke kota
Medan namun kembali lagi ke kampung halamannya. Saat ini beliau berprofesi
sebagai tukang bangunan dan sekaligus sebagai pemusik dan pembuat alat musik
tradisional Mandailing, khususnya gondang boru di rumah beliau yang beralamat di Jalan Saentis, Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.Berawal
dari pengalaman hidup pada masa anak-anak tersebutlah yang terus
dikembangkan dan menjadi bekal bagi beliau untuk memulai karir beliau sebagai
pembuat instrumen musik tradisional pada masyarakat Mandailing. Beliau
24
dan dipelajari beliau ketika bersama dengan ayahnya. Sarune, suling, dan gondang
boru adalah jenis instrumen musik tradisional yang sering dibuat oleh Bapak
Ridwan, karena instrumen tersebutlah yang kerap digunakan oleh Bapak Ridwan
dalam setiap penampilannya.
2.3.4 Bapak Ridwan Sebagai Pembuat Alat Musik
Berdasarkan latar belakang keluarga Bapak Ridwan Aman Nasution yang
telah dibahas di sub bab sebelumnya, bahwa latar belakang keluarga banyak
mempengaruhi dan membuat Bapak Ridwan seorang yang piawai dalam bermain
musik tradisional Mandailing. Demikian juga halnya sebagai pembuat instrumen
musik Mandailing.Kemampuan dalam membuat instrumen musik
tradisionalmasyarakat Mandailing diperoleh Bapak Ridwan semenjak dia masih
anak-anak, beliau sering melihat dan membantu ayahnya yang mahir dalam
membuat instrumen musik tradisional masyarakat Mandailing.
Dari seringnya beliau melihat dan membantu membuat alat musik
tradisional Mandailing, maka timbul rasa ingin mencoba membuatnya sendiri.Dari
setiap pertunjukan yang mereka adakan maupun yang mengundang mereka untuk
bermain musik tradisional, membuat beliau juga mahir dan terbiasa dalam
memainkan alat musik tradisional Mandailing tersebut.Beliau masih
menggunankan alat-alat sederhana dalam proses pembuatan alat musik gondang
boru. Tak hanya pesanan dari dalam kota saja yang beliau terima, namun pesanan
dari luar negeri juga beliau terima, ini dimaksudkan agar orang luar negeri juga
25
Ridwan masih tetap membuat alat musik tradisional Mandailing khususnya
gondang boru.
2.3.5Bapak Ridwan Sebagai Pemusik Tradisional
Kemampuan bermusik khususnya musik tradisional Mandailing sudah
dimiliki oleh Bapak Ridwan sejak masa kanak-kanaknya, dikarenakan latar
belakang ayah beliau yang merupakan seorang praktisi musik tradisional
Mandailing di Pakantan. Ayah beliau adalah seorang pemusik tradisional
Mandaling. Nenek beliau (Ibu dari ibu bapak Ridwan) juga penyanyi vokal jeir
dari Mandailing di Pakantan.Sejak kecil beliau memutuskan untuk terjun ke dunia
kesenian Mandailing. Dimulai dari rasa penasarannya hingga ajakan dari sang
ayahlah yang membuat Bapak Ridwan semakin menggeluti bidang ini. Pada
semasa masih lajang, Bapak Ridwan pernah membentuk Grup Gambus bersama
teman-temannya.Dalam penampilannya, beliau juga sudah pernah diundang ke
Amerika Serikat untuk tampil pada acara Pameran Kebudayaan Indonesia pada
tahun 1991.Pada tahun 1989 beliau juga tampil dalam acara Pekan Raya di
Malaysia bersama Batang Garis Grup pada masa itu.Beliau juga sudah sering
tampil dalam di TVRI Medan. Selain itu bapak Ridwan juga sudah pernah ke
berbagai kota di Indonesia dalam mempertunjukan kesenian Mandailing. Dan
26
Gambar 3: Piagam Penghargaan Bapak Ridwan
2.3.6 Peran Bapak Ridwan Aman Nasution dalam KebudayaanMandailing Selain sebagai seniman Mandailing, Bapak Ridwan juga merupakan MC
atau paralok-alokpada upacara adat perkawinan Mandaililing di Medan dan sekitarnya.Pada awalnya beliau hanya memainkan alat musik tradisional
Mandailing saja, lalu dengan niat belajar dari pemuka adat dan dikarenakan
seringnya melihat dan mengamatipara MC atau paralok-alokberbicara pada acara adat akhirnya beliau belajar dengan seiring berjalannya waktu beliau sudah
27
Bapak Ridwan sudah 25 tahun lebih tergabung dalam grup Gunung
Kulabu. Grup kesenian Mandailing ini merupakan grup pertama yang ada di kota
Medan. Namun sebelum tergabung dalam grup ini, beliau tergabung dalam grup
Mandailing yang lain. Menurut wawancara penulis dengan narasumber, grup
kesenian Mandailing yang terdapat di kota Medan yang masih aktif hanya tinggal
4 saja, termasuk Gunung Kulabu.
Gambar 4: Bapak Ridwan sebagai Paralok-alok di upacara adat Siriaon (Dokumentasi Aprillia Gultom)
2.4 Penggunaan Gondang Boru Dalam Upacara Adat Siriaon PadaMasyarakat Mandailing
Pada upacara Siriaon (perkawinan)adat Mandailing melibatkan banyak
orang dari dalian na tolu, seperti mora, kahanggi, dan anak boru. Prosesi upacara
pernikahan dimulai dari musyawarah adat yang disebut makkobar/makkatai, yaitu
berbicara dalam tutur sapa yang sangat khusus dan unik.Setiap anggota berbalas
28
pembicaraan adalah juru bicara yang punya hajat (suhut), dilanjutkan dengan
menantu yang punya hajat (anak boru suhut), ipar dari anak boru (pisang raut),
peserta musyawarah yang turut hadir (paralok-alok), raja adat di kampung tersebut (hatobangan), raja adat dari kampung sebelah (raja torbing balok) dan
raja diraja adat/pimpinan sidang (raja panusunan bulang).
Setelah itu, dilaksanakan acara tradisi yang dikenal dengan nama mangupa
atau mangupa tondi dohot badan. Acara ini dilaksanakan sejak agama Islam
masuk dan dianut oleh etnis Mandailing dengan mengacu kepada ajaran Islam dan
adat.Biasanya ada kata-kata nasihat yang disampaikan pada acara ini. Tujuannya
adalah untuk memulihkan atau menguatkan semangat serta badan. Pangupa atau
bahan untuk mangupa, berupa hidangan yang diletakkan ke dalam tampah besar
dan diisi dengan nasi, telur dan ayam kampung dan garam.
Pada upacara adat perkawinan dalam masyarakat Mandailing seni
pertunjukan gordang sambilan dan gondang boru identik dengan "kemapanan"
seseorang melaksanakan upacara adat perkawinan tersebut. Sebab suatu keluarga
yang mengadakan upacara adat dengan menggunakan ensambel gordang sambilan
termasuk keluarga yang bisa dikatakan orang yang mempunyai harta yang lebih
karena dalam mengadakan "gordang sambilan" menggunakan anggaran yang
besar mulai dari mengadakan peralatan adat ("paragek" atau "pago-pago") di
halaman rumah seperti bendera adat, payung adat yang siberi rumbal, pedang.
"langit-langit", rompayan" dan 6 pelaminan hingga upacara adat perkawinan yang
berlangsung selama "tiga hari tiga malam", sehingga keluarga yang
29
Fungsi gondang boru pada upacara adat "orja siriaon" (perkawinan) adalah
suatu bentuk pengumuman kepada masyarakat mengenai proses perkawinan yang
dilaksanakan. Selain itu, juga berfungsi sebagai media pertemuan antar pemuka
masyarakat atau tokoh adat Mandailing, sebagai simbol pengesahan bahwa telah
dilakukannya pemberian gelar ataupun penerapan hukum adat, dan sebagai tanda
sekaligus pemberitahuan kepada masyarakat bahwa upacara acara adat
perkawinan sedang berlangsung. Pada upacara perkawinan, gondang boru juga
dimainkan untuk mengiringi tarian adat tortor, menjemput pengantin perempuan
yang dimainkan repertoar gondang Alo-alo secara beriring-iringan, lalu mengiringi jeir (nyanyian vokal) khas Mandailing dan juga onang-onang yang di
lengkapi dengan alat musik lainnya yaitu gondang boru, gong, suling sarune, dan
momgmomgan.
Permainan gondang boru cenderung berbeda di setiap daerah (hutaatau banua). Hadirnya seni pertunjukan "gondang boru" dalam setiap pelaksanaan upacara adat perkawinan Mandailing harus terlebih dahulu meminta izin kepada
"raja pansunan bulung" melalui acara adat "markobar" (musyawarah) dengan menyembelih minimal seekor kerbau jantan yang sudah cukup umur sebagai
"longit".
2.5Budaya Musik dan Tortor Mandailing
Dalam budaya musik Mandailing terdapat uning-uningan atau
bunyi-bunyian. Masyarakat Mandailing menyebut kesenian tradisional mereka dengan
30
leluhur yang diwariskan secara turun temurun. Kesenian tradisional tersebut yaitu
Musik atau yang disebut dengan gondang yaitu gondang boru dan gordang sambilan.Ensambel gondang boru terdiri dari gondang boru (pangayak dan siayakon), ogung (ogung jantan dan ogung betina), mongmongan, doal, tali
sasayak, sarune dan ada satu orang yang menyanyi (penjeir).Penjeir ialah
penyanyi atau orang yang menyanyikan pantun dan lagu.Ensambel Gordang
sambilan terdiri dari gordang sambilan (sembilan buah gendang) , sarune, ogung
(ogung jantan dan betina), mongmongan, talempong (gong kecil), dan tali
sasayak.
Sedangkan musik vokal atau ende diantaranya adalah: Ungut-ungut, Jengjeng,
Andung, Jeir dan Marbue-bue.
1. Ungut-ungut ialah nyanyian yang mengisahkan tentang ungkapan kesedihan, kerinduan, atau kepergian. Ungut-ungut umumnya dilakukan
oleh kaum baik berusia muda ataupun tua. Namun beberapa dari kaum
wanita terkadang juga melakukannya. Nyanyian ungut-ungut umumnya
diiringi oleh seorang pemain suling dengan tempo lambat.
2. Jeng-jeng ialah nyanyian yang hampir sama dengan ungut-ungut yaitu nyanyian yang mengisahkan tentang ungkapan kesedihan, kerinduan atau
kepergian.
3. Andung ialah nyanyian tentangungkapansuatu kejadian yang telah terjadi misalnya: tentang kematian, kehilangan sesuatu dan sebagainya. Andung
umumnya tanpa diiringan instrumen apapun, dan terkadang juga diiringi
31
4. Jeir ialah nyanyian yang mengisahkan tentang riwayat suatu marga, atau nasihat tentang kehidupan perkawinan, atau tentang kekerabatan yang
sangat dekat yang disebut kaum na solkot(kaum na solkot terdiri dari Raja Pamusuman Bulung, mora, kahanggi, anak boru, atau tetangga
dekat). Jeir biasanya dinyanyikan dengan iringan tortor dan
diiringilengkap dengan ensambel musik gondang boru dan alat musik tiup
bernama sarune. Umumnya dijumpai di berbagai ritual maupun upacara
perkawinan adat Mandailing
5. Mabue-bue ialah nyanyian menidurkan anak, biasanya dilakukan oleh para ibu untuk menidurkan anaknya. Isi nyanyian biasanya berupa
pengharapan-pengharapan terhadap kehidupan yang baik kelak jika
anaknya telah besar nanti. Selain itu di daerah Padang Bolak terdapat
juga Onang-onang.
Onang-onang adalah suatu jenis musik Mandailing yang terdapat di daerah
Padang Bolak yang dipakai dalam pelaksanaan upacara adat nagodang (upacara
besar) yang terdiri dari alat musik yaitu gondang boru, ogung (ogung jantan dan ogung betina) doal, suling, dan tali sasayak.Onang-onang hanya dapat dipakai dalam konteks upacara adat sehingga disebut juga dengan gondang maradat.Dapat
dikatakan bahwa gondang ini hanya boleh ditampilkan sejalan dengan dalihan
natolu (Mora, Kahanganggi, dan Anak boru), yang artinya adalah landasan adat itu sendiri.Keunikan dari gondang dilihat dari pemakaiannya, keunikan yang
dimaksud ialah bahwa upacara adat tidak dapat dilangsungkan tanpa disertai
32
sempurna jika tanpa disertai dan di dalam upacara adat (tidak dapat dirasakan
hikmahnya).Asal kata onang adalah inang yang artinya ibu. Kisah terjadinya
onang-onang adalah pada suatu ketika ada seseorang yang sedang merantau dan
sedang mendapatkan suatu kesusahan. Ia ingin pulang tetapi biaya tidak ada,
sedangkan kerinduan hatinya tidak tertahan lagi. Pada saat kerinduan itu muncul
yang diingatnya adalah orang yang dikasihinya, yaitu ibu dan kekasihnya. Untuk
melepaskan kerinduannya itu ia cetuskan lewat suatu nyanyian dengan kata
onang onang. Dengan demikian pada mulanya onang-onang adalah suatu
pencetusan perasaan kerinduan hati terhadap yang dikasihinya yaitu ibu dan
kekasihnya. Namun lama-kelamaan onang-onang berkembang pengertiannya,
yaitu tidak hanya pencetusan kerinduan terhadap ibu dan kekasihnya saja, akan
tetapi dipergunakan juga dalam suasana gembira, misalnya upacra perkawinan,
memasuki rumah, dan anak lahir. Jika dahulu onang-onang dinyanyikan oleh
seseorang untuk dirinya sendiri, namun saat sekarang pada umumnya
onang-onang dinyanyikan untuk orang banyak.Orang yang menyanyikan onang-onang-onang-onang
dalam upacara adat disebut dengan paronang-onang.
Setiap paronang-onang terlebih dahulu harus mengetahui maksud dan
tujuan pelaksanaan upacara tersebut. Selain itu ia juga harus tahu kepada siapa
nyanyian itu ditujukan, agar paronang-onang dapat menyesuaikan isi dan syair
lagu yang dinyanyikannya. Syair paronang-onang tidak mempunyai syair yang
pasti, melainkan diciptakan oleh paronang-onang secara spontan.Semua
syair-syairnya hampir semua diciptakan versi pantun. Onang-onang terdiri dari yaitu:
33
nasihat, dan doa. Namun di daerah Mandailing Angkola terdapat perbedaan
onang-onang di daerah mandailing Padang Bolak yaitu daricara menarik
vokalnya, bahasa dan suara yang lebih kuat di Padang Bolak.
Budaya tortor Mandailing berbeda dengan budaya tortor etnis Batak
lainnya.Karena tortor Mandailing dilakukan hanya pada upacara adat misalnya
perkawinan, dan di Mandailing gerakan tarian tortor itu lebih lambat dan tidak ada
hentakannya, berbeda dengan di wilayah etnis Batak Toba.Budaya Mandailing
memiliki keterkaitan yang sangat erat sekali dengan sistem religi kuno orang
Mandailing., yaitu Si Pelebegu. Hal ini ditunjukkan denganadanya satu ungkapan tradisional (istilah), yaitu somba do mula ni tortor, yang secara harafiah artinya "asal mula tortor adalah sembah". Dalam hal ini somba (sembah) atau persembahan ditunjukkan kepada roh-roh leluhur (begu) yang dipercayai memiliki
kekuatan gaib dan berpengaruh besar terhadap berbagai aspek kehidupan
mereka.Namun sistem religi Si Pelebegu ini sekarang tidak banyak lagi yang
diketahui oleh orang Mandailing karena sudah sejak lama menganut agama Islam
dan membuang kepercayaan lama tersebut karena bertentangan dengan
ajaran-ajaran agama mereka.
Dalam upacara-upacara adat di Mandailing, dimana uning-uningan
dibunyikan (margondang), selalu dilengkapi dengan acara manortor.Dalam
pelaksanaannya pelaku tortor terdiri dari dua kelompok yang masing-masing
orang berpasangan. Kelompok pertama berjejer di barisan depan, sedangkan
kelompok kedua berjejer pula tepat dibelakang kelompok pertama. Kelompok
34
disebut "pangayapi" atau "panyembar".Kelompok pertama yang berada di barisan
terdepan merupakan orang-orang atau kelompok kekerabatan yang dihormati oleh
orang-orang yang berada di barisan belakang (kelompok kedua) seperti Mora dan
Raja-raja Adat.
Pelaksanaan Tor-tor berdasarkan taraf atau kedudukan/kelompok
seseorang yang Manortor dibedakan menjadi atas:
1. Tortor Suhut, kahanggi suhut, mora, dan anak boru 2. Tortor Raja-Raja
3. TortorRaja-raja Panusunan 4. Tortor Naposo bulung
Ada tiga pakem yang dilakukan dalam gerakan, yaitu gerakan sembah
(hormat) kepada yang tua, kepada Tuhan dan gerakan hormat kembali kepada
orang tua.Kegiatan manortor dalam Orja Siriaon(upacara adat perkawinan)
menggunakan dua jenis gondang (repertoar musik) yang berbeda, yaitu gondang sabe-sabe yang bertempo cepat (isar) digunakan sebagai "pembuka" kegiatan manortor, dan gondang tor-toryang bertempo lambat (erer) yang digunakan untuk mengiringi kegiatan manortor selanjutnya. Ketika gondang sabe-sabe dimainkan,
galanggang panortoran (tempat khusus untuk manortor) hadir seorang laki-laki
dengan gerakan sarama (manyarama) mendekati parapanortor dengan membawa sehelai "kain adat" (Abit Sendet atau Patani) yang direntangkan pada kedua belah tangannya.Setelah berada di dekat panortor barulah "kain adat" tersebut
diletakkannya pada bagian pundak dari salah seorang panortor. Hal ini
35
tortor dimainkan dan tidak lama kemudian kegiatan manortorpun dimulai.
Sewaktu manortor ini berlangsung seorang yang bertindak sebagai penjeir
menyanyikan sebuah lagu khusus untuk kegiatan manortor, para panortor selalu
akan meneriakkan kata Horas, yang kemudian disambut pula oleh orang-orang
yang hadir berkumpul disitu dengan teriakan yang sama.
Ada yang mengatakan bahwa istilah "tortor" pada masyarakat Mandailing
yang digunakan sebagai nama dari salah satu tari tradisional itu diduga berasal
dari kata "tor tu tor", artinya "dari satu bukit ke bukit ke bukit-bukit yang lainnya,
yang kemudian berubah (disingkat) menjadi "tortor". Dalam hal ini, mungkin
dapat ditafsirkan dari sudut pandang lain, bukan berdasarkan arti harafiahnya.
Karena sebagaimana diketahui bahwa di dataran tinggi Mandailing, terutama di
dataran tinggi Mandailing Julu, terdapat banyak tordan masing-masing memiliki nama sendiri. Kalau diperhatikan istilah "tor tu tor" tersebut, juga dapat mengandung pengertian yang melukiskan suatu keadaan atau hal-hal tertentu,
dimana dari bukit yang satu ke bukit-bukit lainnya kelihatan tampak seperti
"garis" yang turun-naik, berbentuk sejumlah "segi-tiga" yang berjejer, yang pada
dasarnya mirip seperti salah satu gerakan dalam tortor. Sewaktu para penari sedang manortor(menarikan tortor), tubuh mereka tampak seperti naik-turun, dengan cara menekukkan kaki untuk mengikuti irama gondang dan seirama pula
dengan gerakan dari kedua belah tangan masing-masing seperti orang yang
sedang marsomba (menyembah)
Adapun perkataan lain dalm bahasa Mandailing yang terkait dengan kata
36
seseorang mengalami "getaran tertentu" karena terhantuk pada benda lain,
misalnya kayu, tetapi agak keras sedikit sehingga ia merasakan kesakitan. Jadi,
dengan mengacu pada pengertian kata "mangantor" dan "tortor" yang kalau
dikaitkan dengan gerakan tari dalam manortor maka istilah tortor dapat diartikan
sebagai "gerakan tangan" dari panortor (penari) yang bergetar atau
degerak-gerakkan. Hal ini tampak jelas ketika panortor (yang berada di barisan depan)
sedang manortor, dimana kedua belah tangan dari masing-masing panortor selalu
mereka gerak-gerakkan mengikuti irama musik pengiring yaitu Gondang Boru.
Tepatnya gerakan tangan mereka tersebut selalu seirama (bersamaan) dengan
bunyi ogung betina pada ketukan pertama dan ogung jantan (gong jantan) pada
ketukan ketiga, ketika mereka sedang manortor.
Gerakan kaki antara kelompok kedua (pangayapi) dan kelompok yang
pertama (na iayapi) tampak sangat jelas berbeda ketika manortor. Kelompok
pertama (barisan terdepan) bergerak ke arah kanan atau kiri dengan
menggerakakan ujung jari-jari kaki yang disebut manyerser, sedangkankelompok kedua (barisan belakang) bergerak dengan cara melangkah yang disebut dengan
37 BAB III
KONSTRUKSI DAN TEKNIKPEMBUATAN GONDANG BORU
3.1 Perspektif SejarahGondang Boru
Asal-usul gondang boru pada kebudayaan musikal Mandailing menurut wawancara dengan bapak Ridwan masih belum dapat dipastikan, namun pada
zaman dahulu gondang boru hanya dimiliki oleh para raja-raja pada masa kerajaan
Mandailing. Sebelum agama islam masuk ke wilayah Mandailing, masyarakat
Mandailing masih menganut suatu religi tradisional yang didasarkan kepada
37 BAB III
KONSTRUKSI DAN TEKNIKPEMBUATAN GONDANG BORU
3.1 Perspektif SejarahGondang Boru
Asal-usul gondang boru pada kebudayaan musikal Mandailing menurut wawancara dengan bapak Ridwan masih belum dapat dipastikan, namun pada
zaman dahulu gondang boru hanya dimiliki oleh para raja-raja pada masa kerajaan
Mandailing. Sebelum agama islam masuk ke wilayah Mandailing, masyarakat
Mandailing masih menganut suatu religi tradisional yang didasarkan kepada
38
Disinilah gondang boru digunakan untuk menyembah roh-roh yang sudah
meninggal.Menurut konsep begu yang dimaksud ialah roh dari manusia yang sudah meninggal atau berbagai macam makhluk halus baik yang bersifat jahat
ataupun yang bersifat tidak jahat.
Masuknya penjajahan atau pemerintah kolonial Belanda ke daerah
Mandailing memberi pengaruh terhadap sistem religi di tanah Mandailing.Namun
sebelum kolonial Belanda masuk, dan penyebaran misionaris kristen lebih dahulu
Mandailing sudah di duduki oleh kaum Paderi dibawah pimpinan Tuanku Imam
Bonjol dan menganut agama islam dan sampai sekarang agama islam menjadi
pedoman bagi masyarakat Mandailing. Agama islam berkembang di Mandailing
setelah dasawarsa kedua abad ke-19.
Seperti istilah "Uning-ungingan ni ompunta na parjolo sundut i." yang artinya adalah seni musik dari para leluhur yang diwariskan secara
turun-temurun.Para raja-rajalah yang memiliki gondang boru ini.Pada masa itu gondang
boru tidak diperkenankan untuk di miliki maupun di mainkan kepada warga biasa,
maka jika ingin di mainkan untuk suatu acara tertentu peraturannya adalah harus
meminta izin terlebih dahulu kepada raja agar bersedia untuk
diperkenankan.Terminologi "Gondang" dalam bahasa Mandailing mengandung beberapa pengertian yaitu: alat musik (ensambel), nama lagu atau repertoar, irama
atau ritmik, jenis musik tertentu.
Dahulu gondang boru tidak sembarangan untuk dimainkan, dan juga tidak
sesering seperti sekarang dimainkan.Karena ada larangan-larangan tertentu dari
39
masuknya gondang boru ke masyarakat Mandailing.Gondang boru dipercaya
dapat memanggil roh-roh yang sudah meninggal.Menurut sejarah, gondang boru
berkembang pada musik-musik kerajaan di Mandailing.Saat itu, musik tidak
hanya dipakai sebagai bagian ritual saja, tetapi juga dalam kegiatan-kegiatan
kekerajaan (sebagai sarana hiburan para tamu raja).Musik di kerajaan yang
berkembang adalah musik hiburan.Gondang boru berperan penting dalam mengiringi tarian tortor pada saranan upacara ritual maupun hiburan para raja dan
tamu-tamunya.
3.2 Klasifikasi Alat Musik
Dalam mengklasifikasikan instrumen gondang boru, penulis mengacu kepada teori yang dikemukakan oleh Sachs dan Horn Bostel (1914), yaitu: sistem
pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyi. Sistem
klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yang terdiri dari: idiofon (alat itu
sendiri sebagai sumber penggetar utama bunyi), membranofon (kulit sebagai
sumber penggetar utama bunyi), aerofon (udara sebagai sumber penggetar utama
bunyi), dan kordofon (senar sebagai sumber penggetar utama bunyi).
Berdasarkan teori di atas, gondang boru dapat dimasukkan dalam
klasifikasi membranofon. Di dalam klasifikasi ini, Curt Sachs memperhatikan