• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi lintah laut (Discodoris sp) sebagai antioksidan dan antikolesterol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi lintah laut (Discodoris sp) sebagai antioksidan dan antikolesterol"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI LINTAH LAUT (

Discodoris

sp)

SEBAGAI ANTIOKSIDAN DAN ANTIKOLESTEROL

NURJANAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

S

U

RAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul Karakterisasi Lintah Laut (Discodoris Sp) sebagai Antioksidan dan Antikolesterol merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2010

(3)

ABSTRACT

NURJANAH. Characterization of Sea Slug (Discodoris sp) as Antioxidant and Anticholesterol. Supervised by LINAWATI HARDJITO, DANIEL R MONINTJA, MARIA BINTANG and DEWI RATIH AGUNGPRIYONO.

Sea slug (Discodoris sp) is a member of nudibranch marine invertebrate usually called as non shell gastropod. Sea slug has been used by Bajo People in Buton Island as aphrodisiac and food supplement.

The general objectives of this research were to isolate and characterize the antioxidant and anticholesterol activity of sea slug and to study the possibility for functional food development. The specific objectives of this research were (1) to determine the yield and the antioxidant activity with various solvents and its chemical group, (2) to examine dry powder sea slug as an antioxidant related to cholesterol formation of rabbit blood, (3) and to investigate atheroma/plaque formation of rabbit blood vessels, (4) to investigate toxicopathological effects of dry sea slug powder against liver and kidney.

The research was conducted in four stages; (1) sampling of sea slug and dry sample preparation, (2) extraction of dry powder by applying various solvent (non polar, semi polar and polar), (3) antioxidant activity test by diphenylpicryl hydrazyl (DPPH), Nitrobluetetrazolium (NBT) method and crude extract-selected chemical test, (4) in vivo test against sixteen 5 months old male New Zealand White rabbits. The treatments included (1) negative control feed by RB-12 (K-), (2) positive control feed by RB-12 and cholesterol 0.2% (K+), (3) simvastatin feed by RB-12, cholesterol 0.2% and Simvastatin 0.625 mg/indivividual daily (S), (4) Discodoris sp feed by sea slug powder at dosage of 4 g/individual daily (average of weight 2.5 kg), RB-12 and cholesterol 0.2%. Total cholesterol, triglyceride, HDL, and LDL of blood serum were determined at 0, 4, 8 and 12 weeks. At the end of experiment, SGOT and SGPT were tested and histopathological alteration of heart blood vessel liver and kidney was observed.

Dry sea slug powder contained protein of 49.60%; fat of 4.58%; ash of 11.74%; acid-insoluble ash of 1.9%; moisture of 15.25%; crude fiber of 0.45%, and carbohydrate of 18.73%. Mercury (Hg), lead (Pb), Cadmium (Cd) were not detected when analyzed by AAS. Methanol extract provided the highest yield i.e 5.12% and IC50 of 781.23 ppm for whole sample and 1657.07 ppm for mantle

while with NBT method resulted IC50 89.44%. Methanol extract contained

alkaloid, steroid, saponin, free amino acids, carbohydrat and phenol.

Feeding 4 g/individual/day dry sea slug powder onto rabbit for 12 weeks decreased total cholesterol from 572.40mg/dl to 69.75 mg/dl, LDL (low density lipoprotein) from 435.20 mg/dl to 17.50 mg/dl, triglyceride from 210.35 mg/dl to 40.87 mg/dl. In addition, HDL (high density lipoprotein) increased from 18.95 to 103.23 mg/dl (α = 0.05). Dry sea slug powder also suppressed fat and hydropic degeneration of the liver and prevented formation of plaque/atheroma of heart blood vessel. However it protein sedimentation occurred on kidney glomerulus.

The research concluded that dry sea slug powder with it chemical contents showed potential antioxidant and anticholesterolemia agents and could prevent the formation of fat on the liver and plaque on the heart blood vessel.

(4)

RINGKASAN

NURJANAH. Karakterisasi Lintah Laut (Discodoris sp) sebagai Antioksidan dan Antikolesterol. Dibimbing oleh LINAWATI HARDJITO sebagai ketua komisi pembimbing, DANIEL R MONINTJA, MARIA BINTANG dan DEWI RATIH AGUNGPRIYONO sebagai anggota.

Lintah laut (Discodoris sp) adalah salah satu jenis invertebrata laut yang termasuk nudibranch dan sering juga disebut dengan istilah siput/keong tanpa cangkang. Lintah laut ini telah dimanfatkan oleh masyarakat Bajo di Kepulauan Buton sebagai aprodisiaka dan peningkat stamina tubuh.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan karakterisasi antioksidan serta antikolesterol yang dihasilkan oleh lintah laut serta mengkaji kemungkinan pengembangannya sebagai pangan fungsional. Tujuan khusus penelitian ini untuk (1) menentukan rendemen dan aktivitas antioksidan dengan berbagai pelarut serta kelompok senyawa kimia ekstrak lintah laut kering, (2) mengetahui khasiat antioksidan lintah laut yang mengandung bahan lain dikaitkan dengan pembentukan kolesterol pada darah kelinci, (3) mengetahui aktivitas antioksidan dan bahan lain yang terdapat pada lintah laut yang berkaitan dengan pembentukan ateroma/plak pada pembuluh darah kelinci, (4) mengetahui efek toksikopatologis antioksidan dan bahan lain yang terdapat pada lintah laut terhadap organ hati dan ginjal.

Penelitian dilakukan dalam 4 tahap yaitu: (1) Pengambilan contoh lintah laut dan persiapan contoh kering (2) Ekstraksi dengan metode Quinn menggunakan pelarut bertingkat (nonpolar, semi polar, polar), (3) Uji aktivitas antioksidan menggunakan metode diphenylpicryl hydrazyl DPPH dan Nitrobluetetrazolium (NBT) serta uji kimia ekstrak kasar terpilih, (4) Uji in-vivo menggunakan 16 ekor kelinci ras New Zealand White jenis kelamin jantan yang berumur 5 bulan dan dibagi menjadi 4 perlakuan. Perlakuan kontrol negatif diberi ransum pakan RB-12 (K-), Perlakuan kontrol positif diberi ransum RB-12 dan kolesterol 0,2% (K+), Perlakuan Simvastatin diberi ransum RB-12, kolesterol 0,2% dan Simvastatin 0,625 mg per ekor/hari (S), Perlakuan Discodoris sp dengan penambahan bubuk lintah laut 4 g per ekor/hari (berat badan rata-rata 2,5 kg), ransum RB-12 dan kolesterol 0,2%. Pengamatan kolesterol total, trigliserida, HDL, dan LDL serum darah kelinci dilakukan pada minggu ke-0, 4, 8, dan 12. Pada akhir percobaan dilakukan uji SGOT dan SGPT serta pengamatan perubahan histopatologis organ hati, pembuluh darah jantung dan ginjal.

Bubuk lintah laut kering mengandung protein 49,60%; lemak 4,58%; abu 11,74%; abu tidak larut asam 1,9%; air 15,25%, serat kasar 0,45%, dan karbohidrat 18,73%. Analisis logam berat merkuri (Hg), timbal (Pb) dan kadmium (Cd) menggunakan AAS tidak terdeteksi. Rendemen ekstrak kasar tertinggi diperoleh dari pelarut metanol yaitu 5,12% dengan IC50 781,23 ppm

untuk contoh utuh dan 1657,07 ppm untuk contoh tanpa jeroan sedangkan dengan metode NBT 89,44 %. Ekstrak metanol mengandung alkaloid, steroid, saponin, asam amino bebas, karbohidrat dan fenol.

(5)

17,50 mg/dl, trigliserida dari 210,35 mg/dl menjadi 40,87 mg/dl dan mampu meningkatkan kadar HDL (high density lipoprotein) dari 18,95 mg/dl menjadi 103,23 mg/dl (signifikan α=0,05). Bubuk lintah laut kering juga mampu menekan terjadinya degenerasi lemak dan degenerasi hidropis pada hati, demikian juga terhadap pembuluh darah jantung yang dapat mencegah pembentukan ateroma, namun pada ginjal ditemukan adanya sedimentasi protein pada glomerulus.

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa bubuk lintah laut kering dengan kandungan kimianya potensial sebagai antioksidan dan antikolesterolemia serta mampu mencegah perlemakan hati dan pembentukan plak.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

KARAKTERISASI LINTAH LAUT (

Discodoris

sp)

SEBAGAI ANTIOKSIDAN DAN ANTIKOLESTEROL

NURJANAH

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Ujian Tertutup

Penguji luar Komisi : 1. Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria

Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB

2. Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, MSc.

Guru Besar Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB

Ujian Terbuka

Penguji Luar Komisi : 1. Prof. Dr. Ir. Winiati Pujirahayu, MS

Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB

2. Dr. Ir. Nazori Djazuli MSc

(9)

Judul Disertasi : Karakterisasi Lintah Laut (Discodoris sp) sebagai Antioksidan dan Antikolesterol

Nama : Nurjanah NRP : C526014021 Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Linawati Hardjito M.Sc.

Ketua

Prof. Dr. Ir. Daniel R Monintja Anggota

Prof. Dr.drh. Maria Bintang, MS. Anggota

drh. Dewi R. Agungpriyono, Ph.D. AP Vet Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A.Notodiputro, MS.

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas ijinNya penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini ditulis dalam rangka memenuhi persyaratan bagi penulis dalam memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Kelautan Sekolah Pascasarjana IPB Bogor dengan judul “Karakterisasi Lintah Laut (Discodoris sp) sebagai Antioksidan dan Antikolesterol”

Penelitian ini merupakan salah satu usaha untuk mengoptimalkan pemanfaatan lintah laut sebagai sumber pangan fungsional atau sediaan suplemen melalui kajian aktivitas antioksidan dan penentuan komponen bioaktif serta antikolesterol dan efek toksikopatologis pada hewan percobaan sehingga dapat bermanfaat bagi kesehatan.

Penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr Ir. Linawati Hardjito MSc, selaku Ketua Komisi Pembimbing, Bapak Prof. Dr.Ir. Daniel R Monintja, Ibu Prof.Dr.drh. Maria Bintang MS, Ibu drh Dewi Ratih Agungpriyono PhD, AP Vet sebagai anggota komisi pembimbing atas segala arahan, petunjuk dan bimbingannya.

2. Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, MSc dan Prof. Dr. Fransisca Rungkat Zakaria, Prof. Dr. Ir. John Haluan dan Dr Ir. Ruddy Suwandi MS, M. Phil sebagai penguji luar komisi pada sidang tertutup serta Prof. Dr. Ir. Winiati Pujirahayu, MS dan Dr. Ir. Nazori Djazuli, MSc, atas saran dan masukannya dalam penyempurnaan dan perbaikan disertasi ini.

3. Bapak drh Endi Ridwan yang telah bersedia meminjamkan kandang kelinci dan menginformasikan tentang pakan dan kelinci

4. Bapak Sholeh, Bapak Kasnadi, Lili dan Zulfikar yang telah banyak membantu saat pelaksanaan penelitian in-vivo di Bagian Pataologi FKH 5. Terimakasih secara khusus juga disampaikan pada Dr. Ir. Linawati

Hardjito, M.Sc, atas bantuan bahan-bahan kimia, laboratorium dan semua teknisi di laboratorium Bioteknologi THP FPIK IPB dan drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD. AP Vet. yang telah banyak membantu dengan sabar dan mengijinkan penggunaan Laboratorium di Bagian Patologi FKH untuk penelitian in-vivo.

6. Bapak Agus Buono, Faisal, Zainal, Deden, Dede S, Vanadia, Aan, Ane, Sasa, Roni, Yulia, UU, Au, Fau, Efga, Anjar, Uti, Reza, Wati atas bantuannya dalam penyelesaian pengolahan data dan penulisan disertasi ini

7. Bapak Prof Dr. Ir. Enang Harris (mantan dekan FPIK) dan Ibu Ir Wini Trilaksani MSc (mantan Kajur THP) atas dukungan dan rekomendasinya untuk kuliah S3 di TKL.

8. Suami dan ananda tercinta, saudara-saudaraku dan seluruh keluarga atas segala doa, pengertian, bantuan dan kasih sayangnya.

Atas jasa mereka semua saya dapat melakukan penelitian dan penulisan disertasi ini, semoga segala bantuan yang diberikan baik langsung maupun tidak langsung dibalas oleh Allah SWT kebaikan dan ketulusan hati mereka baik di dunia maupun di akhirat kelak, amin.

Bogor, Maret 2010

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lintau Buo Sumatra Barat pada tanggal 13 Oktober 1959 dari Ayah Rivai (Alm) dan Ibu Rosnibar (Almh). Penulis merupakan anak ke empat dari sepuluh bersaudara.

Tahun 1979, penulis lulus SMA N IV Jakarta dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Proyek Perintis II. Pada tahun 1983 penulis lulus dari Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan IPB. Pada tahun 1988 penulis melanjutkan studi S2 di Program Studi Ilmu Pangan, Pascasarjana IPB dan pada tahun 1993 meraih gelar Magister Sains.

Pada tahun 1984 sampai 1988 penulis bekerja sebagai staf peneliti dan survei serta tahun 1993 sampai sekarang sebagai staf ahli di Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Sejak tahun 1986 sampai sekarang menjadi staf pengajar di Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Pada tahun 1985 penulis menikah dengan Ir Harianto Arifin M.Sc dan dikaruniai putri Bunga Oktora pada tahun 1986, pada tahun 1991 dikaruniai putra Ryan Hidayat dan pada tahun 1994 dikaruniai putra Firmansyah.

Karya ilmiah dengan judul: Lintah Laut (Discodoris sp) sebagai antikolesterolemia pada Kelinci New Zealand White telah dipresentasikan pada seminar nasional Peran IPTEK dalam Pengembangan Kelautan dan

Perikanan dalam Rangka Purnabakti Prof.Dr.Ir.Bonar P Pasaribu, M.Sc dan

dipublikasikan pada Jurnal Kelautan Nasional Vol 2 edisi khusus hal 31-42 tahun 2009, Patologi Hati Kelinci Hiperkolesterolemia dengan Penambahan Lintah Laut (Discodoris sp) telah dipresentasikan pada Seminar Nasional Perikanan di UGM Yogyakarta 25 Juli 2009 dan Aktivitas Antioksidan Lintah Laut

(Discodoris sp) dari Perairan Pulau Buton Sulawesi Tenggara telah

dipresentasikan pada Seminar Nasional Pascapanen dan Bioteknologi Perikanan di Jakarta 13 Agustus 2009 dan dipublikasikan dalam Proseding Seminar

Nasional Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan hal

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii 

DAFTAR GAMBAR ... ix 

DAFTAR LAMPIRAN ... x 

1  PENDAHULUAN ... 1 

1.1  Latar Belakang ... 1 

1.2  Rumusan Masalah ... 2 

1.3  Tujuan Penelitian ... 2 

1.4  Hipotesis Penelitian ... 3 

1.5  Manfaat Penelitian ... 3 

1.6  Kerangka Pemikiran ... 3 

2  TINJAUAN PUSTAKA ... 6 

2.1  Ekobiologi Discodoris sp ... 6 

2.2 Komponen Bioaktif dari Perairan ... 8 

2.3 Antioksidan dan Radikal Bebas ... 11 

2.4 Bahan Alam dari Sumberdaya Hayati Laut ... 18 

2.5 Kolesterol dan Antikolesterol ... 19 

2.6 Histopatologi ... 26 

3  METODE PENELITIAN ... 28 

3.1 Tempat dan Waktu ... 28 

3.2 Bahan dan Alat ... 28 

3.3 Metode Penelitian ... 29 

3.3.1 Tahap persiapan contoh ... 29 

3.3.2 Analisis proksimat ... 29 

3.3.3 Analisis logam berat. ... 30 

3.3.4 Ekstraksi bahan aktif antioksidan dan antikolesterol dari lintah laut . 30  3.3.5 Identifikasi golongan senyawa bioaktif lintah laut ... 31 

3.3.6 Uji aktivitas antioksidan ekstrak kasar lintah laut kering (DPPH) (Blois 1959 diacu dalam Molyneux 2004) ... 33 

3.3.7  Uji aktivitas antioksidan ekstrak kasar lintah laut kering metode NBT ... 34 

3.3.8 Uji khasiat dan efek toksikopatologis bubuk lintah laut kering pada hewan percobaan ... 35 

3.3.9 Analisis statistik ... 41 

4  HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42 

4.1  Komposisi Lintah Laut dan Residu Logam Berat ... 42 

4.2  Rendemen Ekstrak Kasar Lintah Laut Kering ... 42 

4.3  Kelompok Komponen Kimia Lintah Laut ... 43 

4.4  Aktivitas Antioksidan Metode DPPH ... 49 

4.5  Aktivitas Antioksidan Metode NBT ... 53 

4.6  Hasil Uji In-vivo pada Kelinci ... 56 

(13)

4.6.2  Hasil pengamatan kimia darah ... 57 

4.6.3  Pengaruh lintah laut terhadap sel hati ... 68 

4.6.4  Pengaruh lintah laut terhadap aorta ... 71 

4.6.5  Pengaruh lintah laut terhadap ginjal ... 73 

5  KESIMPULAN DAN SARAN ... 77 

5.1  Kesimpulan ... 77 

5.2  Saran ... 77 

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi kimia beberapa jenis gastropoda dan bivalvia (%) ... 9 

2 Faktor-faktor penghasil oksigen radikal... 13 

3 Metabolisme senyawa-senyawa radikal bebas ... 14 

4 Perlakuan pada uji aktivitas antioksidan ... 35 

5 Komposisi ransum standar Rb-12 dalam 100 kg ... 36 

6 Rendemen ekstrak kasar lintah laut kering (%) ... 42 

7 Hasil identifikasi golongan senyawa ekstrak Discodoris sp ... 43 

8 Nilai absorbansi, inhibisi BHT dan ekstrak metanol ... 52 

9 Rendemen ekstrak kasar dan aktivitas antioksidan lintah laut kering (%) ... 53 

10 Rata-rata kadar kolestrol total, trigliserida, HDL dan LDL selama pengamatan (mg/dl) ... 58 

11 Asam amino yang terdapat pada lintah laut ... 65 

12 Kadar SGOT-SGPT kelinci setelah mendapat perlakuan selama 12 minggu. 67  13 Persentase kondisi sel hati kelinci (%) ... 68 

14 Skor pembentukan plak pada aorta kelinci ... 72 

15 Persentase endapan protein pada glomerulus ginjal kelinci percobaan ... 76 

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka penelitian ... 5 

2 Discodoris sp (dari Pulau Buton). ... 6 

3 Proses aterogenesis (Barliner et al. 1995) ... 17 

4 Metode ekstraksi Quinn yang disitir Darusman et al (1995) ... 32 

5 Proses pengujian pada hewan percobaan ... 38 

6 Diagram alir penelitian utama ... 39 

7 Struktur beberapa alkaloid umum (Facchini 2001) ... 45 

8 Struktur sitosterol (Foye 1995) ... 46 

9 Struktur umum saponin (Hoffman 1991) ... 47 

10 Struktur umum fenol hidrokuinon (Kkgm 2007) ... 49 

11 Struktur kimia radikal bebas (1) dan bentuk non radikal (2) DPPH ... 50 

12 Mekanisme reaksi BHT dengan radikal bebas ... 52 

13 Gambaran pertumbuhan berat badan kelinci ... 56 

14 Kadar kolesterol total rata-rata serum kelinci ... 59 

15 Kadar rata-rata trigliserida serum kelinci ... 61 

16 Rata-rata kadar HDL selama pengamatan ... 63 

17 Rata-rata LDL per bulan selama pengamatan ... 64 

18 Kerusakan sel hati kelinci ... 71 

19 Gambaran pembentukan lesi aterosklerosis pada aorta kelinci... 72 

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Prosedur penentuan lipid serum ... 88

2 Rata-rata berat badan kelinci (gram) selama periode penelitian ... 90

3 SGOT dan SGPT darah kelinci setelah 12 minggu perlakuan………90

4 Kandungan plasma darah kelinci selama pengamatan………91

5 Persentase kondisi sel hati yang mengalami kerusakan………..92

(17)

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan iklim tropis memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, demikian juga dengan masyarakatnya yang kaya akan pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan sumberdaya hayati sebagai obat dan makanan yang menyehatkan. Salah satu contohnya adalah masyarakat Bajo di Pesisir Pulau Buton yang banyak memiliki pengetahuan tentang obat-obatan dan makanan sehat dari laut. Penelitian tentang sumberdaya hayati laut sebagai bahan obat dan pangan fungsional masih sangat terbatas dibandingkan dengan sumberdaya hayati daratan, walaupun sumberdaya hayati laut telah terbukti merupakan sumber berbagai bahan aktif yang sangat potensial (Faulkner 2002).

Lintah laut (Discodoris sp) dipilih sebagai bahan penelitian, karena invertebrata ini sudah digunakan sebagai peningkat stamina tubuh dan aprodisiaka oleh masyarakat Bajo secara turun temurun, sehingga memberikan keuntungan yang dapat mengurangi masalah yang berkaitan dengan toksisitas bahan aktif, karena telah terbukti tidak beracun secara empiris. Sumberdaya hayati laut dapat dikembangkan sebagai pangan fungsional (nutraceuticals), jika struktur kimia bahan aktif tersebut diketahui, dan bahan tersebut harus memiliki kestabilan dan keamanan yang tinggi serta dikonsumsi secara oral.

Penelitian ini penting untuk dilaksanakan karena kekayaan sumberdaya hayati laut dan pengetahuan tradisional yang melimpah, tetapi eksplorasi dan eksploitasinya sangat terbatas. Kedua peneliti sebelumnya (Ibrahim dan Witjaksono) terfokus pada bahan aktif yang bersifat larut lemak (non polar). Penelitian pendahuluan yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa ekstrak metanol (polar) mempunyai aktivitas antioksidan yang relatif tinggi (86%) yang belum pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu baik di dalam maupun di luar negeri (Nurjanah 2003).

(18)

Syarat pemanfaatatan lintah laut sebagai pangan fungsional adalah diketahuinya informasi mengenai struktur kimia/gugus fungsional, konsentrasi/kadar, aktivitas dan mekanisme, efek toksikopatologis, stabilitas, dan khasiat antikolesterolemia dari bahan aktif yang belum diketahui dan dilaporkan oleh peneliti sebelumnya. Maka penelitian ini sangat penting dilakukan.

1.2Rumusan Masalah

Kebutuhan terhadap antioksidan dan antikolesterol makin meningkat seiring meningkatnya polusi udara dan penyakit jantung koroner. Polusi menyumbang berbagai radikal bebas ke udara. Radikal bebas mempunyai efek sitotoksik yang berbahaya bagi sel mamalia dan mempercepat patogenesis dari banyak penyakit kronis. Apabila tidak diinaktivasi, radikal bebas dapat merusak makromolekul termasuk low density lipoprotein (LDL) sehingga menjadi LDL termodifikasi oksidatif. LDL termodifikasi toksik bagi sel pembuluh darah dan menjadi awal pembentukan aterosklerosis yang pada tahap selanjutnya menyebabkan penyakit jantung koroner. Penghambatan pembentukan LDL termodifikasi dapat dilakukan oleh antioksidan.

Lintah laut telah dimanfaatkan sebagai peningkat stamina tubuh, secara empiris sudah dirasakan khasiatnya. Hasil penelitian yang dilakukan Ibrahim (2001) diketahui bahwa lintah laut mengandung steroid yang diduga terdiri dari hormon testosteron pada fraksi kloroform dan Witjaksono (2005) yang mendapatkan komposisi kimia lintah laut terdiri atas lemak 5,84%; protein 59,80%; air 19,36%; abu 10,69% dan karbohidrat 4,32%. Fraksi larut lemak (kloroform) dengan KLT mendapatkan kelompok fenolik, sterol, asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh majemuk sedangkan untuk fraksi metanol (polar) belum diketahui. Terkait dengan hal tersebut, maka perlu dibuktikan melalui uji-uji baik secara in-vitro maupun in-vivo, terutama fraksi yang larut metanol. 1.3Tujuan Penelitian

(19)

Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

(1) Menentukan komposisi kimia, kelompok senyawa dan aktivitas antioksidan ekstrak kasar lintah laut kering

(2) Menguji khasiat antioksidan bubuk lintah laut kering yang dikaitkan dengan kadar kolesterol pada darah,

(3) Menguji aktivitas antioksidan bubuk lintah laut kering yang berkaitan dengan pembentukan ateroma/plak pada pembuluh darah kelinci,

(4) Mengetahui efek toksikopatologis pemberian bubuk lintah laut kering terhadap jaringan organ hati dan ginjal kelinci.

1.4Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

(1) Ekstrak polar memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak nonpolar.

(2) Komponen bioaktif yang terdapat pada bubuk lintah laut kering dapat berfungsi sebagai antioksidan dan antikolesterol.

(3) Bubuk lintah laut yang digunakan pada hewan percobaan aman untuk organ dalam (pembuluh darah jantung, sel hati dan glomerulus ginjal).

1.5Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diperoleh informasi sebagai berikut:

(1) Metode ekstraksi, aktivitas antioksidan dan kelompok senyawa antioksidan dari lintah laut.

(2) Mekanisme antioksidasi dalam menurunkan kadar kolesterol.

(3) Mekanisme antioksidasi yang berkaitan dengan pencegahan pembentukan ateroma/plak pada pembuluh darah.

(4) Efek toksikopatologis bahan-bahan yang terdapat pada lintah laut terhadap hati dan ginjal kelinci.

1.6Kerangka Pemikiran

(20)

telah dimanfaatkan oleh masyarakat Bajo di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara sebagai peningkat stamina tubuh.

Penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim (2001) dan Witjaksono (2005) mengambil fraksi larut lemak (kloroform). Untuk dapat dimanfaatkan secara optimal semua fraksi perlu diketahui komponen bioaktifnya, maka pada penelitian ini lebih difokuskan pada fraksi metanol (polar) yang belum dilakukan oleh peneliti terdahulu baik dalam maupun luar negeri.

Untuk dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional, suatu bahan harus mengandung bahan aktif dan bahan tersebut harus memiliki kestabilan dan keamanan yang tinggi serta dikonsumsi secara oral. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah menentukan karakteristik antioksidan dan antikolesterol yang dihasilkan oleh lintah laut (Discodoris sp), uji khasiat dan efek toksikopatologis.

Discodoris sp dipilih sebagai bahan penelitian, karena memberikan

beberapa keuntungan diantaranya adalah: mengurangi masalah yang berkaitan dengan toksisitas bahan aktif, karena telah terbukti tidak beracun secara empiris. Selain itu telah terbukti bahwa sumberdaya hayati yang dimanfaatkan sebagai obat tradisional mengandung bahan aktif yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit, sehingga meningkatkan peluang untuk mendapatkan ”lead compound” sebagai komponen pangan fungsional.

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap. Pada tahap pertama dilakukan pengambilan contoh di Pulau Buton, ekstraksi, fraksinasi, isolasi, dan penentuan kelompok senyawa aktif dari lintah laut sebagai antioksidan serta uji aktivitas dan mekanisme kerjanya secara in-vitro.

(21)

Gambar 1 Kerangka penelitian Kebutuhan terhadap antioksidan dan antikolesterol

Potensi Lintah Laut (Discodoris sp)

Komponen steroid yang bersifat anabolik

dan androgenik

Secara empiris dimanfaatkan

Mengandung bahan aktif yang dapat

menyehatkan

Uji Aktivitas antioksidan

Uji komponen kimia, proksimat dan residu logam berat

Uji khasiat dan efek toksikopatologi

(22)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekobiologi Discodoris sp

Lintah laut (Discodoris sp) merupakan biota laut yang hidup di zona intertidal atau pasang surut. Hidup menempel pada batu-batuan berlumpur atau berpasir dan menghasilkan lendir untuk mencegah kekeringan, gerakannya lambat.

Lintah laut (Discodoris sp) adalah biota laut yang termasuk filum Moluska, kelas Gastropoda, subkelas Opistobranchia, ordo Nudibranchia, subordo Doridina, famili Dorididae, genus Discodoris sp (Rudman 1999). Perlu digarisbawahi di sini bahwa lintah laut (sea slug) bukanlah kelompok Annelida (lintah yang habitatnya di air tawar), lintah laut yang dimaksud adalah kelompok Moluska dari klas Gastropoda (kaki di perut). Contoh Discodoris sp yang diambil dari perairan pantai pulau Buton dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Discodoris sp (dari Pulau Buton).

(23)

sebagai pakan, demikian juga dengan berbagai jenis Nudibranch lainnya. Berdasarkan kenyataan ini diduga kelompok Opisthobbranchia mempunyai pertahanan kimia.

Hewan ini mempunyai beberapa mekanisme dalam mempertahankan diri dari serangan predator, secara umum bersembunyi di balik batu dan melakukan kamuflase (Karuso 1987). Mekanismenya adalah sebagai berikut:

(1) Homochromy, menyesuaikan dengan warna lingkungan, sumber warna

berasal dari pakannya yang terakumulasi,

(2) Countershanding, meminimumkan ukuran dan bentuk tubuh, (3) Disruptive coloration, pembentukan warna untuk kamuflase.

Beberapa jenis tidak melakukan persembunyian, tetapi aposomatic misalnya Phyllidia spp dengan warna yang sangat cerah dan sangat toksik bagi ikan dan krustase, selain dengan pewarnaan ada juga yang berenang jika disentuh predator, sehingga dikenal dengan jenis Spanish dancer. Jenis Peltodoris atromaculata melepaskan sebagian mantelnya jika diserang predator. Beberapa Nudibranch tidak melakukan mekanisme tersebut dalam pertahanan hidup, tetapi menggunakan pertahanan kimia.

Berdasarkan morfologinya, hewan ini mempunyai daya pikat yang sangat menarik dari berbagai aspek diantaranya adalah bagi para penyelam lintah laut merupakan hewan yang indah untuk dipandang saat menyelam. Bagi ahli biologi hewan ini sangat menarik untuk dipelajari, terutama mengenai pertahanannya terhadap lingkungan yang tanpa cangkang (baju), bagi kaum konservatif hewan ini merupakan pelengkap keseimbangan lingkungan. Bagi kalangan kesehatan dan biokimia hewan ini dengan perjuangan hidup yang sangat ketat di alamnya tentulah dilengkapi dengan alat pertahanan khusus untuk tetap dapat hidup. Alat tersebut saat ini lebih populer dengan istilah komponen bioaktif.

(24)

dapat bergerak dan menempel pada substrat sehingga gerakannya lambat (Rudman 1999).

Jika lintah air tawar bersifat parasit (menghisap darah inang), maka lintah laut ini khususnya jenis Discodoris sp yang banyak terdapat di perairan Pulau Buton adalah pemakan tumbuhan/tanaman (herbivor). Jenis makanannya adalah berbagai alga baik yang berukuran kecil (fitoplankton/mikroalga) maupun yang berukuran besar (makroalga/rumput laut) yang terdiri dari rumput laut coklat (Paeophyceae), merah (Rodophyceae), hijau (Chlorophyceae), dan spong. Juvenil/larva akan tumbuh menjadi populasi yang pesat pada saat ketersediaan makanannya sesuai (Proksch et al. 2002).

Discodoris boholensis tersebar di beberapa wilayah di antaranya adalah Filipina, Papua Nugini, Indonesia, Okinawa, Afrika Selatan, dan Australia. Morfologinya dengan warna tubuh coklat kehitaman serta bintik-bintik putih yang membentuk garis pada bagian atas badannya. Dapat hidup sampai pada kedalaman 12 m dengan panjang tubuh rata-rata 40 mm dan bermigrasi ke zona intertidal untuk memijah (Rudman 1999). Kelompok Gastropoda umumnya bersifat hermaphrodit (monoceus) yaitu satu ekor hewan mempunyai kelamin ganda, jantan dan betina terdapat dalam satu tubuh. Bukan berarti hewan ini tidak memerlukan pasangan, sebab tingkat kematangan gonadnya belum tentu terjadi secara bersamaan (sinkroni), terjadinya kematangan gonad secara bergantian, protandri maupun protogini. Pembuahan terjadi secara eksternal yaitu dengan cara menyemprotkan telur dan sperma pada media yang terdiri dari tanaman (alga/rumput laut). Telur biasanya melayang-layang di sekitar batu-batuan untuk melindungi diri dari predator dan selanjutnya menetas (Rudman 1999).

2.2 Komponen Bioaktif dari Perairan

Komponen bioaktif merupakan senyawa bioorganik makhluk hidup (hewan, tanaman, atau mikroba) yang tidak berperan dalam proses metabolisme primer dan disebut juga dengan metabolit sekunder yang secara umum dikenal sebagai

natural product. Penelitian dalam bidang ini dipusatkan pada rumus bangun

(25)

adalah: antibakteri, antivirus, antifungi, antioksidan, antikanker, antikolesterol, antiaging, antidiare, antiinflamasi dan lain-lain. Komposisi kimia beberapa jenis moluska (gastropoda dan bivalvia) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia beberapa jenis gastropoda dan bivalvia (%) Komponen Kerang hijau

D. boholensisa Discodoris spc

Protein 42,17 76,00b 79,92a 72,49 59,79 52,96

Pertahanan kimia yang terdapat pada kelompok Nudibranch sudah terindikasi dari tahun 1892 oleh Herdman dan Chubb, yang menemukan bahwa Nudibranch tidak dimakan oleh ikan di akuarium. Tahun 1960 Thompson memberikan 24 Nudibranch sebagai pakan ikan, tetapi ditolak semuanya oleh ikan sebagai pakan. Ternyata ditemukan bahwa beberapa dorids menghasilkan asam yang menyebabkan pH mencapai 1-2 dan asamnya bervariasi dari sulfur. Kelenjar tidak asam (pH lebih tinggi) yang dihasilkan mempunyai rasa pahit yang luar biasa.

Bahan alam pertama kali yang berhasil diisolasi dari Opisthobranch pada tahun 1960 adalah brominated terpenoid dari sea hare (Aplysia kurodai), metabolit ini berasal dari pakannya yaitu alga merah (Laurencia sp). Ada hubungan jenis dan warna pakan dengan warna sebagai kamuflase dan metabolit sekundernya. Contoh lainnya adalah Oxynoe panamensis yang mengakumulasikan caulerpicin dari makanannya yaitu alga (Caulerpa spp).

Famili Dorididae memiliki 3 jenis asam farnesat gliserida dari Archidoris

odhneri. Ketiga jenis asam tersebut adalah farnesat gliserida dan 2 jenis

(26)

Jurunna funebris yang diambil dari Srilanka mengandung kelompok quinon dan dihidroquinon (Karuso 1987).

Peltodoris atromaculata mempunyai zat aktif poliasetilen halogen yang juga ditemukan pada Daulula sandiegenensis. Komponen yang sama juga terdeteksi pada jenis sponge. Isoguanosine ditemukan pada Daulula sandigenensis, 1-metilisoguanosine ditemukan pada Asinodoris nobilis yang berpotensi pada aktivitas kardiovaskuler (Cimino dan Chiselin 1999). Asam empedu juga ditemukan pada Nudibranch yang berfungsi sebagai antifeedant dengan mengakumulasikan komponen minor secara teratur sebagai pertahanan kimia untuk aktivitas biologi (Karuso 1987).

Penelitian Witjaksono (2005) terhadap komposisi kimia terutama fraksi nonpolar menghasilkan asam palmitat, palmitoleat, stearat, brasikasterol, dihidrobrasikasterol, kolesterol, asam miristat dan oleat. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa lintah laut yang dipanen dari perairan pulau Buton sangat potensial sebagai pangan fungsional, namun masih diperlukan penelitian dan kajian ilmiah mengenai khasiat dan efek toksikopatologisnya. Mengkonsumsi lintah laut merupakan salah satu bentuk trend gaya hidup sehat masa kini dengan slogan back to nature.

Hasil penelitian Ibrahim (2001) menunjukkan bahwa lintah laut kering mengandung ekstrak steroid kasar sebesar 18,21 mg/g. Dari 10 mikroliter ekstrak pada kadar 0,0479 g/ml dihasilkan rata-rata 52,942 mg/dl testosteron dan setelah dikonversi diperoleh 1g ekstrak steroid mengandung 0,563 mg testosteron.

Uji biologis terhadap anak ayam jantan dengan pemberian ekstrak steroid kasar 0,5 ml dalam 1 g/ml minyak jagung setiap hari selama 16 hari menunjukkan penambahan bobot badan, pertambahan panjang, lebar, dan tinggi jengger yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol negatif. Bobot testis dan kadar testosteron dalam serum darah lebih rendah pada perlakuan yang diberi ekstrak dibanding kontrol (Ibrahim 2001). Hal ini diduga karena pemberian ekstrak steroid yang terlalu tinggi (overdosis).

(27)

Aktivitas antioksidan yang dihasilkan untuk ekstrak metanol adalah 86,84%, sedangkan ekstrak kloroform dan etil asetat kurang dari 20% (Nurjanah 2003).

Komponen bioaktif taurin juga terdapat pada kerang pisau (Solen sp) sebesar 0,103 g/100 g atau 103 mg/100 g (Nurjanah et al. 2008). Kandungan taurin kerang pisau masih lebih rendah dari beberapa jenis ikan dan kerang-kerangan yang lain yaitu pada cumi-cumi 364 mg/100 g, Short necked clam 421 mg/100 g, Oyster 1178 mg/100 g dan Scallop 669 mg/100 g, namun lebih tinggi dari Northern shrimp atau udang 63 mg/100 g (Okuzumi dan Fujii 2000)

Taurin mempunyai beberapa manfaat yaitu mencegah diabetes, mencegah kerusakan liver akibat alkohol dan penyembuhan pada masalah penglihatan. Taurin juga dapat menurunkan kadar kolesterol darah, menormalkan tekanan darah dan melawan penyakit hati (Okuzumi dan Fujii 2000). Taurin ini juga berfungsi sebagai peredam reaktif oksigen spesies (ROS) dan reaktif nitrogen spesies (Fang et al. 2002).

2.3 Antioksidan dan Radikal Bebas

Antioksidan adalah zat alami yang diproduksi dalam tubuh atau dapat juga diperoleh melalui makanan berupa vitamin A, C, dan E, mineral Zn serta selenium (Se). Antioksidan merupakan penghancur radikal bebas yang membantu melindungi tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas yang tidak terkontrol. Radikal bebas dibentuk sebagai hasil dari oksigen yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup atau melalui metabolisme senyawa organik. Beberapa radikal bebas digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk membunuh sel-sel kanker dan virus, tetapi banyak radikal bebas tidak terdeteksi yang sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kerusakan bahkan menghancurkan sel-sel yang sehat. Kerusakan ini dapat menyebabkan timbulnya penyakit atau kematian dari sel-sel dan meningkatkan risiko penyakit jantung serta dapat mengurangi lamanya hidup dan menurunkan kualitas hidup (Setright 1993).

(28)

komponen fenolik, protein, komponen nitrogen, karotenoid dan komponen lain, seperti vitamin C, keton dan glikosida (Winarno 1997).

Superoksida dismutase disebut juga metaloprotein, merupakan enzim antioksidan yang mengkatalisis dismutase anion superoksida (O2-) yang sangat

reaktif menjadi oksigen (O2) dan senyawa yang tidak terlalu reaktif, seperti

hidrogen peroksida (H2O2), yang pada akhirnya oleh enzim katalase dan glutation

peroksida diubah menjadi H2O dan O2 (Fang et al. 2002). Enzim ini dapat

ditemukan pada hampir semua makhluk hidup.

Antioksidan merupakan komponen berbobot molekul rendah yang bereaksi dengan oksidan sehingga dapat menghambat reaksi oksidasi. Efek yang membahayakan dari oksidan adalah spesies oksigen reaktif (SOR) yaitu radikal bebas yang dapat berasal dari asap rokok, polusi udara, radiasi, cahaya ultra violet maupun yang diproduksi secara kontinyu oleh tubuh manusia sebagai konsekuensi dari proses metabolisme normal. Jika radikal bebas tidak diinaktivasi maka reaksi kimianya dapat merusak makromolekul termasuk lipoprotein densitas rendah (LDL) (Langseth 2000).

Radikal bebas dapat didefinisikan sebagai suatu molekul, atom atau beberapa grup atom yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Akibatnya radikal bebas ini akan mencari pasangannya dengan cara merebut elektron dari molekul lain. Radikal bebas bersifat tidak stabil dan sangat reaktif. Beberapa contoh senyawa Reactive Oxygen Species (ROS) yang ditemukan pada organisme hidup adalah superoksida (O2*), hidroksil (OH*),

peroksil (RO2*), alkoksil (RO*) dan radikal hidroperoksil (HO2*). Nitrit oksida

dan nitrogen dioksida (*NO2) adalah dua radikal bebas nitrogen. Tanda bintang

(*) merupakan simbul radikal bebas. Reactive Oxygen Species (ROS) dan

Reactive Nitrogen Species (RNS) diproduksi dalam tubuh hewan dan manusia

secara fisiologis dan patologis (Fang et al. 2002).

(29)

dari udara lingkungan yang terpolusi, terkena sinar radiasi atau asupan zat kimia (obat-obatan, insektisida, makanan tertentu, dan lain-lain) (Niwa 1997). Faktor-faktor penghasil oksigen radikal disajikan pada Tabel 2.

Senyawa oksigen reaktif dibentuk dari hasil reduksi senyawa oksigen yang merupakan suatu senyawa yang diperlukan oleh semua organisme aerobik untuk menghasilkan ATP. Reduksi O2 menjadi H2O terjadi pada proses tersebut yang

dinyatakan dengan reaksi berikut: O2 + 4H+ + 4e- H2O

Tabel 2 Faktor-faktor penghasil oksigen radikal No. Faktor penghasil

oksigen-radikal

Cara menghasilkan 1 Darah putih Memakan bakteri dan jamur dan

memproduksi oksigen-radikal untuk mengeluarkannya

2 Sinar ultraviolet Perusakan lapisan ozon oleh gas CFC (chloroflorocarbon) telah meningkatkan jumlah radiasi ultraviolet ke bumi dan menghasilkan oksigen-radikal yang berlimpah

3 Radiasi sinar X Sinar-X yang berulang-ulang akan

menghasilkan oksigen-radikal pada inti sel DNA dan merusak intinya

4 Zat kimia a) Mekanismenya sama dengan radiasi (produksi oksigen-radikal dalam inti sel) contoh: zat kimia yang digunakan dalam pertanian (Paraquat), insektisida, obat-obatan kimia (pembunuh bakteri, obat antikanker)

b) Zat-zat kimia penghasil oksigen radikal di seluruh sel, contoh: klorida,

trihalometan (dioksin), PCB (polychloronated biphenil), Methyl Merkuri, senyawa-senyawa Mn3+ dan senyawa Cd2+, fenilhidrazid (obat anti TBC), antibiotik antidiare

(kloramfenikol), oksida nitrogen (Nox)

dari asap dan gas buangan 5 Kerusakan sirkulasi aliran

darah di dalam pembuluh darah

Pembakaran minyak berat atau petroleum

Xantin dehidrogenase Xantin oksidase oksigen-radikal

Keterangan : (1) dihasilkan di dalam tubuh

(30)

Berdasarkan reaksi tersebut dapat dilihat bahwa reaksi reduksi oksigen memerlukan pengalihan empat elektron secara bertahap. Setiap tahap hanya melibatkan satu elektron. Proses pengalihan elektron yang berjalan kurang sempurna menghasilkan senyawa-senyawa oksigen reaktif atau radikal yang dapat merusak sel. Proses fagositosis yang berperan dalam reaksi inflamatori terkontrol pada jaringan yang luka juga menghasilkan sejumlah besar superoksida (O2*)

yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme asing (Niwa 1997). Metabolisme senyawa radikal bebas disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Metabolisme senyawa-senyawa radikal bebas

Reaksi Produk

O2 + e- O2- Superoksida

2O2- + 2H+ O2 + H2O2 Hidrogen peroksida

2O2 + 2Fe+ 2FeO + O2 Besi teroksidasi

H2O2 + Fe2+ Fe3+ + O2+ OH˙ Radikal hidroksil

OH˙ + RH atau LH H2O + R˙ atau L˙ Asam lemak atau molekul organik

teroksidasi

R˙ + LH RH + L˙ Asam lemak teroksidasi L˙ atau R˙ + O2 LO2˙ atau RO2˙ Radikal peroksidasi

LO2˙ + LH LHO2 Lipid peroksidasi

Sumber : Miller et al. (1993)

(31)

ROS memacu sifat fisika, kimia dan kandungan imunologis SOD, yang membuat kerusakan oksidatif dalam sel semakin buruk (Fang et al. 2002).

Efek sitotoksik dari radikal bebas berbahaya bagi sel mamalia dan mempercepat patogenesis penyakit kronis, tetapi bertanggung jawab untuk membunuh patogen dengan mengaktivasi makrofag dan fagosit lain dalam sistem imun. Ada dua sisi radikal bebas dalam sistem biologi yang bertindak sebagai jaringan dan mengatur molekul pada level fisiologis tetapi juga sebagai gangguan besar dan oksidan sitotoksik pada level penyakit (Fang et al. 2002).

Makhluk hidup tidak hanya mempunyai sistem perlindungan terhadap radikal bebas, tetapi juga sistem perbaikan yang melindungi akumulasi molekul yang rusak secara oksidatif. Sistem perlindungan terhadap radikal bebas di dalam tubuh disebut antioksidan biologis (vitamin E, C, dan karotenoid), enzim (superoksida dismutase, katalase, glutation peroksida), ubiquinon, bilirubin, asam urat, dan pengikatan ion logam transisi yang aman (Austin et al. 1997).

Aktivitas molekul radikal bebas dan SOR dapat menyebabkan kerusakan seluler dan genetik pada kondisi stres oksidatif. Jika radikal bebas tidak diinaktivasi maka reaksi kimianya dapat merusak makromolekul termasuk LDL sehingga menjadi LDL termodifikasi oksidatif. LDL termodifikasi oksidatif tidak dikenal oleh reseptor LDL, sehingga tidak diambil oleh reseptor LDL, tapi dikenal oleh makrofag, maka LDL termodifikasi oksidatif diambil oleh reseptor scavenger pada sel makrofag. Selanjutnya akan dihasilkan akumulasi kolesterol dan membentuk sel busa yang akhirnya akan mengakibatkan aterosklerosis. Hal ini terjadi karena reseptor scavenger tidak diatur oleh kadar kolesterol intraseluler (Brown dan Goldstein 1983).

Kadar LDL termodifikasi oksidatif yang rendah (sekitar 1% dari LDL total) sudah merupakan awal dari pembentukan aterosklerosis. Selanjutnya diikuti oleh migrasi transendotelial monosit ke ruangan subendotelial, mengalami diferensiasi menjadi makrofag. Makrofag mengambil kolesterol pada LDL termodifikasi oksidatif melalui reseptor khusus dan berubah menjadi sel busa (lipid laden

macrophage). Akumulasi sel busa di dalam subendotelial merupakan awal dari

(32)

LDL normal tidak bersifat toksik terhadap sel pembuluh darah, bahkan pada konsentrasi yang setara pada penderita hiperkolesterolemia. Sebaliknya LDL termodifikasi oksidatif bersifat toksik. Perlakuan pada sel endotelial manusia dengan konsentrasi 20 µg/ml LDL teroksidasi menyebabkan luka akut dan kematian dalam waktu 24 jam (Sevanian dan Bolger 1996).

Penghambatan pembentukan LDL termodifikasi oksidatif dapat dilakukan menggunakan antioksidan. Jika LDL teroksidasi dapat dihindari, aterosklerosis dapat dicegah dengan menghambat pembentukan sel busa, serta mencegah kerusakan dan kematian sel pada pembuluh darah (Jacob dan Burri 1996).

Terjadinya oksidasi LDL berperan penting dalam pembentukan aterogenik. LDL yang teroksidasi oleh radikal bebas atau dimodifikasi secara minimum (MM-LDL) terjadi di daerah subendotelial. MM-LDL akan merangsang endotel untuk mengeluarkan intracellular cell adhesion molecule (ICAM), vascular cell

adhesion molecule (VCAM), monocyte-chemotacticprotein (MPC-1),

macrophage colony stimulating factor (M-CSF), Tissue factor (TF), dan

plasminogen activator inhibitor (PAI-1). Pelepasan senyawa-senyawa ini

menstimulasi terjadinya adhesi monosit pada endotel dan migrasi monosit ke dalam subendotelial, sehingga M-CSF akan memacu diferensiasi monosit menjadi makrofag. Selanjutnya makrofag melalui reseptor “scavenger” akan menangkap LDL teroksidasi (ox-LDL) yang terbentuk dari oksidasi lanjut MM-LDL sehingga terjadi akumulasi kolesterol dalam makrofag yang selanjutnya berubah menjadi sel-sel busa. Sel busa akan merangsang faktor-faktor pertumbuhan yang mengakibatkan terjadinya proliferasi sel-sel otot polos dan lama kelamaan akan berkembang menjadi plak yang kompleks (Barliner et al. 1995).

(33)

keadaan tidak berubah. Proses aterogenesis (Barliner et al. 1995) dapat dilihat pada Gambar 3.

Beberapa reaksi redoks penghasil radikal bebas membutuhkan katalisator, biasanya logam transisi atau suatu enzim (metaloenzim atau flavoprotein). Berbagai proses metabolisme normal dalam tubuh dapat menghasilkan radikal bebas dalam jumlah kecil sebagai hasil antara. Radikal bebas dalam sel hidup, terbentuk pada membran plasma dan organel-organel sel yaitu mitokondria, peroksisom, retikulum endoplasmik dan sitosol melalui reaksi enzimatis fisiologik yang berlangsung dalam proses metabolisme. Proses fagositosis oleh sel-sel fagosit termasuk neutrofil, monosit, makrofag dan eosinofil, juga menghasilkan radikal bebas, superoksida (O2.) (Gitawati 1995).

Gambar 3 Proses aterogenesis (Barliner et al. 1995)

Jenis bahan yang telah diteliti sebagai sumber antioksidan adalah asam kafeat terdapat pada biji kopi (Moon dan Terao 1998); ekstrak jahe (Septiana 2001); senyawa kurkumin pada kunyit (Mashuda et al. 1998); minyak bekatul padi (Damayanti 2002); fenol, flavonoid, tanin, triterpenoid dan saponin dari ekstrak kulit kayu manis (Azima 2004); vitamin A, C, karotenoid, gingerol (jahe), katekin (anggur merah), klorofil (sayuran), likopen (tomat), epigallokatekin (teh), isoflavon kedelai dan lain-lain; sterol lembaga gandum (Marliyati 2005); daun suji (Prangdimurti 2007).

Penelitian tentang aktivitas antioksidan dari biota laut juga telah dilakukan pada bintang laut Astropecten sp (Setianingsih 2003), kulit batang sentigi

(34)

(Agustiningrum 2004), spons Callyspongia sp (Hanani et al. 2005), dan beberapa jenis rumput laut yang terdapat di Indonesia (Santoso et al. 2004). Jenis biota ini menunjukkan adanya aktivitas antioksidan, namun penelitian masih perlu dilanjutkan untuk mengetahui senyawa yang berfungsi sebagai antioksidan serta prospek pemanfaatannya.

2.4 Bahan Alam dari Sumberdaya Hayati Laut

Laut merupakan sumber bahan alami dengan struktur yang unik dan pada umumnya dihasilkan oleh berbagai jenis invertebrata yang terdiri dari sponge, tunikata, briozoa, dan moluska. Beberapa jenis komponen bioaktif terutama yang dihasilkan tunikata ET-743 mempunyai aktivitas farmakologi sebagai obat baru pada kanker, demikian juga dengan antiinflamasi dari ziconotide yang dihasilkan moluska Conus magus (Proksch et al. 2002).

Laut tropika mempunyai keanekaragaman biota yang sangat tinggi, sehingga terjadi kompetisi ketat antar spesies untuk dapat bertahan hidup. Kondisi ini membuat biota laut mensintesis metabolit sekunder berupa senyawa-senyawa toksik sebagai strategi pertahanan diri. Struktur kimia dan aktivitas biologi senyawa yang dihasilkan biota laut sangat jarang ditemukan pada biota darat (terestrial), oleh karena itu berbagai jenis biota laut terutama karang (sponge) menjadi target penelitian yang sangat menarik (Sumaryono 2004).

Dari tahun 1969-1999 sekitar 300 komponen bioaktif dari laut menjadi topik pembicaraan yang dimulai dari isolasi sederhana sampai saat ini menjadi topik yang betul-betul menunjukkan peningkatan yang bermakna yaitu lebih dari 10.000 jenis komponen yang ditemukan setiap tahunnya dalam jumlah ratusan komponen bioaktif (Faulkner 2002).

(35)

Selain memiliki aktivitas sebagai obat, sejumlah senyawa yang dihasilkan biota laut juga dapat digunakan sebagai reagen diagnostika riset biokimia yang sangat penting, contohnya adalah senyawa tetrodotoxin yang diekstrak dari ikan buntal memiliki sifat neurotoksin, sehingga dapat digunakan sebagai senyawa kimia untuk studi fisiologi sel-sel syaraf. Senyawa lainnya adalah akadoic acid yang ditemukan pada tahun 1980 dari sponge, merupakan reagen yang bernilai tinggi untuk studi biologi sel (Sumaryono 2004). Melalui telusuran pustaka baik studi literatur maupun internet penelitian tentang antioksidan dari lintah laut (Discodoris sp), belum dilakukan bahkan antioksidan dan antikolesterol yang berasal dari hewan laut masih sangat sedikit.

2.5 Kolesterol dan Antikolesterol

Kolesterol merupakan salah satu contoh dari substansi alam yang penting bagi kehidupan. Kolesterol penting untuk metabolisme, karena aktivitas biologi membran tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya tanpa kolesterol. Kolesterol dalam tubuh berfungsi untuk membentuk struktur membran sel yang berguna dalam mengatur penyerapan zat yang larut dalam air dan penguapan air dari kulit. Selain itu kolesterol merupakan bagian esensial dari otak dan alat tubuh lain serta pemicu pembentukan hormon steroid yang dihasilkan oleh kortek adrenal (hormon adrenokortikal), testis (testosteron) dan ovarium (progesteron dan estrogen ) (Guyton dan Hall 1994).

Kolesterol dalam darah berbentuk lipoprotein. Lipoprotein ini terbagi menjadi lima golongan yaitu: kilomikron yang berasal dari absorbsi triasilgliserol dalam usus, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), high density lipoprotein (HDL) dan asam lemak bebas. Profil lipid dalam darah yang mempengaruhi terjadinya aterosklerosis adalah LDL, HDL, trigliserida dan total kolesterol. LDL mempunyai berat jenis 1,019-1,063 yang berfungsi sebagai pengangkut kolesterol dari hati ke jaringan perifer. HDL berfungsi sebagai transportasi kolesterol dari jaringan ekstrahepatik kembali ke hati. VLDL dan LDL adalah lipoprotein pengangkut kolesterol (Montgomery et al. 1993).

(36)

menjadi LDL yang akan dibawa ke jaringan tubuh. Dari jaringan tubuh kolesterol akan dibawa kembali dalam bentuk HDL. Dalam hubungannya dengan penyakit jantung koroner dan aterosklerosis, kadar total kolesterol, LDL, HDL, dan trigliserida merupakan faktor yang dapat berpengaruh terhadap timbulnya penyakit tersebut (Marinetti 1990).

Kolesterol HDL disintesis dan disekresi dari hati dan usus, serta sebagian diduga berasal dari VLDL dan kilomikron. Lipid HDL terutama dalam bentuk kolesterol, fosfolipida dan sedikit trigliserida. HDL bersaing dengan LDL dalam mengikat reseptor pada sel-sel jaringan perifer, sehingga mengurangi masuknya LDL yang membawa banyak kolesterol ke dalam sel. HDL mempunyai hubungan yang negatif dengan penyakit jantung koroner, semakin tinggi kandungan HDL dalam plasma, maka semakin kecil peluang terjadinya aterosklerosis (Gordon dan Casteli 1977).

Meningkatnya kadar LDL merupakan salah satu faktor risiko aterosklerosis. Pengambilan kolesterol dengan jalan reseptor klasik tidak menyebabkan akumulasi kolesterol, karena reseptor LDL mengatur secara ketat kadar kolesterol intraseluler. LDL termodifikasi, seperti asetil atau LDL teroksidasi tidak diambil oleh reseptor LDL, namun diambil oleh reseptor scavenger pada sel makrofag yang menghasilkan akumulasi kolesterol dengan membentuk sel busa. Hal ini terjadi karena reseptor scavenger tidak diatur oleh kadar kolesterol intraseluler (Brown dan Goldstein 1983).

(37)

Faktor sekunder dari hiperkolesterolemia adalah obesitas, diet kaya kolesterol, diet asam lemak jenuh dan kekurangan estrogen pada wanita. Atau dapat pula disebabkan oleh susunan menu sehari-hari yang tidak seimbang dan yang disebabkan oleh penyakit diantaranya adalah diabetes, hipotiroidisme, insufisiensi ginjal menahun, dan penyakit hati tertentu (Montgomery et al. 1993).

Hiperkolesterolemia yang tidak disebabkan oleh kelainan genetik dapat dicegah dengan cara mengurangi konsumsi makanan kaya kolesterol dan asam lemak jenuh, mencegah terjadinya obesitas dan mengkonsumsi suplemen. Berbagai macam senyawa telah diketahui dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Pengobatan bagi penderita hiperkolesterolemia dapat dilakukan dengan mengkonsumsi obat atau makanan kesehatan yang disertai diet (Dahlianti 2001).

Jenis-jenis makanan atau bahan yang telah diteliti dapat menurunkan kolesterol diantaranya adalah daun jati belanda (Guazuma ulmifolia) dan jamur kuping (Auricularia polytricha) (Rahmadani 2001), kulit batang kayu gabus (Alstonia scholaris) (Usman 2000), ekstrak Cassia vera (Azima 2004) dan sterol lembaga gandum (Marliyati 2005).

Obat-obat komersial untuk menurunkan kolesterol yang ada saat ini diantaranya adalah: kolestiramin dan kolestipol, asam nikotinat, klofibrat, gemfibrat, probucol, dan mevinolin. Mekanisme kerja dari obat penurun kolesterol tersebut adalah dengan cara menghambat biosintesis kolesterol endogen (mevinolin, pravachol dan golongan statin lainnya) dan melalui pengeluaran kolesterol pada feses (kolestiramin, kolestipol, dan makanan berserat lainnya) serta yang belum diketahui atau tidak melalui kedua mekanisme tersebut yang selalu diikuti dengan penurunan kadar LDL dan peningkatan kadar HDL kolesterol serumnya (Usman 2002).

(38)

Asam nikotinat digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol dengan cara mengurangi VLDL dan LDL. Asam nikotinat menginhibisi sekresi VLDL hati dan menekan metabolisme asam lemak dari jaringan adiposa. Penggunaan obat ini dapat berupa sediaan tunggal maupun campuran. Dosis asam nikotinat yang direkomendasikan untuk pasien kolesterol dan trigliserida tinggi adalah 1-6 gram perhari dengan daya reduksi sekitar 9%-20%. Kombinasi campuran antara lain asam nikotinat dan kolestiramin atau nikotinat dan lovastatin (Vacek et al. 1995).

Klofibrat dan gemfibrozil (lopid) merupakan turunan dari asam isobutirat. Klofibrat bersifat merintangi sintesis kolesterol pada saat kolesterol melakukan perintangan umpan balik terhadap sintesisnya sendiri, khususnya pada saat pembentukan mevalonat. Zat ini juga merintangi asetil–KoA karboksilase (enzim yang menghasilkan malonil KoA), tetapi klofibrat bukanlah obat idaman karena efek sampingnya banyak (Norgrady 1992). Dosis gemfibrozil (lopid) yang direkomendasikan untuk pasien penderita kolesterol dan trigliserida tinggi adalah 0,6-3 gram per hari dengan daya reduksi kolesterol dan trigliserida sekitar 2-9% (Marinetti 1990).

Preparat Antikolesterol

(39)

(1) Golongan Resin Pengikat Asam Empedu (Sequestrans)

Golongan obat ini bekerja dengan cara mengikat asam empedu sehingga asam tersebut tetap berada di dalam usus dan proses resirkulasi ke hati (siklus enterohepatik) tidak terjadi. Akibatnya akan terjadi peningkatan penggunaan kolesterol di hati sebagai bahan baku getah empedu sehingga cadangan kolesterol di hati menurun. Keadaan ini akan menyebabkan cadangan kolesterol yang berada di dalam darah dipergunakan, sehingga kadar kolesterol di dalam darah akan menurun. Golongan obat ini berkhasiat untuk menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL serta meningkatkan kadar kolesterol HDL, namun pada pasien yang kadar trigliseridanya lebih dari 250 mg/dl, obat ini malah menaikkan kadar trigliserida dan menurunkan kadar kolesterol HDL (Dalimartha 2002). Obat ini tergolong kuat dengan efek samping ringan berupa gangguan pencernaan seperti nyeri ulu hati, kembung, mual, muntah, diare, bersendawa, konstipasi dan memperburuk penyakit wasir (hemoroid). Contoh obat golongan ini adalah kolestiramin dan kolestipol.

(2) Golongan Asam Nikotinat (Niasin)

Asam nikotinat atau niasin merupakan bagian dari vitamin B kompleks yang banyak terdapat pada biji-bijian dan kacang-kacangan. Niasin berkhasiat untuk semua kelainan fraksi lemak. Golongan ini mempengaruhi aktivitas enzim lipoprotein lipase sehingga terjadi penurunan produksi VLDL di hati. Akibatnya, kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida menurun. Niasin juga dapat meningkatkan kolesterol HDL (Mayes 2003). Efek samping golongan obat ini jarang menyebabkan gangguan pencernaan, tetapi bisa menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah kulit (kulit menjadi merah, gatal dan terasa panas), sakit kepala, gangguan fungsi hati, meningkatnya kadar asam urat darah, timbul resistensi insulin dan naiknya kadar gula darah. Adanya efek samping tersebut menyebakan obat ini tidak bisa diberikan pada penderita diabetes mellitus, hepatitis, ulkus lambung, aritmia dan penderita reumatik gout. Contoh obat golongan ini adalah asam nikotinat dan acipimox (Dalimartha 2002).

(3) Golongan Asam Fibrat

(40)

reseptor LDL. Obat golongan ini terutama menurunkan trigliserida yang tinggi di dalam darah, meningkatkan kolesterol HDL serta mempunyai efek yang baik terhadap penurunan kolesterol total dan kolesterol LDL. Efek samping yang paling sering muncul adalah gangguan saluran pencernaan berupa mual, diare, kembung, nyeri perut, meningkatnya enzim-enzim transaminase (serum

glutamic-oxaloacetic transaminase (SGOT), serum glutamic-pyruvic transaminase

(SGPT)), nyeri otot, kegatalan dan ruam pada kulit. Efek samping yang jarang antara lain turunnya libido, impoten, alopesia, depresi, gangguan penglihatan, ikterus kolestatik, meningkatnya pembentukan batu empedu, neuritis perifer dan paresthesia. Kontra indikasi obat ini adalah pada penderita gangguan fungsi hati dan ginjal berat serta penderita penyakit kantung empedu, karena asam fibrat dapat memperberat penyakit tersebut. Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah bezafibrat, fenofibrat, gemfibrozil, simfibrat, siprofibrat dan klofibrat (Dalimartha 2002).

(4) Golongan Statin

(41)

Dibandingkan obat penurun kolesterol lainnya, statin memiliki efek penurun LDL kolesterol terbesar sehingga statin dijadikan obat utama untuk mengatasi hiperkolesterolemia (Daniel 2006). Efisiensi penyerapan statin dalam tubuh adalah 30% dan efisiensi ini akan meningkat jika diberikan bersama makanan. Sesudah penyerapan, statin akan ditransport ke hati melalui sirkulasi portal. Hati adalah bagian prinsip dari aksi statin. Statin dimetabolisme di dalam hati dalam kaitannya dengan asam beta hidroksi yang merupakan inhibitor HMG-KoA reduktase. Efek samping yang ditimbulkan obat golongan statin berupa nyeri otot, nyeri dada, sakit kepala, nausea, vomitus, diare dan rasa lelah. Pasien dengan penyakit hati, wanita hamil dan menyusui dilarang menggunakan obat ini. Kombinasi obat golongan ini dengan derivat asam fibrat dan asam nikotinat perlu pemantauan yang ketat (Dalimartha 2002).

Simvastatin

Simvastatin merupakan nama generik obat, sedangkan nama dagangnya adalah Zocor. Simvastatin adalah obat penurun kolesterol yang bekerja dengan menghambat produksi kolesterol di hati, usus, menurunkan kolesterol darah secara keseluruhan dan menurunkan kadar LDL-kolesterol darah. Indikasi penggunaan simvastatin adalah untuk penderita hiperkolesterolemia primer, pasien yang tidak cukup memberikan respon terhadap diet, mengurangi kejadian klinis, memperlambat progresif atherosklerosis koroner pada pasien penyakit jantung koroner dan penderita kadar kolesterol 5,5 mmol/l atau lebih. Kontra indikasi sediaan ini adalah untuk wanita hamil, menyusui, pasien dengan penyakit hati aktif atau peningkatan serum transaminase yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Dosis tunggal awal adalah 10 mg/hari. Dalam interval kurang dari empat minggu dosis dapat menyesuaikan dalam kisaran lazim 10-40 mg/hari. Penderita penyakit jantung koroner awal 20 mg/hari. Efek samping simvastatin adalah pusing, sakit kepala, konstipasi, diare, dispepsia, mual, ruam kulit, nyeri abdomen, nyeri dada, gangguan penglihatan, hepatitis dan anemia (Hapsari 2007). (5) Golongan lain

(42)

LDL-kolesterol sehingga kadar LDL-LDL-kolesterol menurun di dalam darah. Walaupun demikian, obat ini juga menurunkan HDL-kolesterol sehingga obat ini hanya dijadikan sebagai obat pilihan kedua. Efek samping yang paling sering timbul adalah gangguan pencernaan, diare, flatus, mual, vomitus, kolik dan kebengkakan angioneurotik. Wanita hamil dan penderita infark jantung dianjurkan tidak menggunakan obat ini (Dalimartha 2002). Preparat lain adalah sitosterol yang dapat menurunkan kolesterol darah yaitu beberapa senyawa sterol yang secara kimia mirip kolesterol dan berasal dari sayuran dan buah-buahan. Sitosterol diabsorbsi buruk di dalam usus sehingga akan memperkecil absorbsi kolesterol dan esterifikasinya dalam sel epitel saluran cerna (Muschler 1991).

2.6 Histopatologi

Analisis histopatologi digunakan untuk melihat kerusakan jaringan. Teknik ini dapat digunakan untuk melihat kondisi suatu jaringan yang telah rusak akibat penyakit–penyakit seperti perlemakan hati, kanker, hepatitis, ateroma dan sebagainya. Untuk memperoleh observasi yang bagus perlu dipelajari persamaan dan perbedaan kondisi jaringan yang normal dan yang diperkirakan mengalami kelainan, pemisahan yang khas dan yang tidak. Susunan, warna, ukuran dan bentuk dari bagian jaringan dan hubungannya dengan yang lain akan sangat membantu untuk mengkarakterisasikan struktur jaringan yang menjadi subyek pengamatan (Thomas 1984).

Teknik analisis histopatologi meliputi beberapa tahap yaitu fiksasi, dehidrasi, bloking, pemotongan, pewarnaan, dan analisis dengan mikroskop. Fiksasi adalah tahap awal setelah pengambilan jaringan yang akan dianalisis. Jaringan yang akan diteliti secara histopatologi harus difiksasi untuk mencegah kerusakan atau membusuknya jaringan akibat pengaruh bakteri dan autolisis, mengkoagulasi sel, menjaga jaringan agar tidak hancur dan mengalami penyusutan selama proses dehidrasi, blocking dan pemotongan. Bahan yang umum digunakan untuk fiksasi adalah bufer formalin 10%, dan bahan lain diantaranya adalah zenker, bouin, formalin dan lain-lain. Fiksasi dalam bufer formalin 10% ini dilakukan selama 24 jam sejak pengambilan jaringan.

(43)

juga digunakan pelarut organik berupa silena. Proses ini dilakukan selama 24 jam, dalam kondisi divakum untuk mengeluarkan air dari sel. Selanjutnya dilakukan proses infiltrasi dan blocking dengan parafin dan proses pemotongan menjadi lembaran-lembaran halus menggunakan pisau mikrotom yang memiliki ukuran 3-5 mikron. Lembaran hasil pemotongan diletakkan pada obyek gelas kemudian diinkubasi dan diberi pewarnaan.

(44)

3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di beberapa lokasi, contoh diambil dari perairan Pulau Buton. Analisis in vitro dilakukan di Laboratorium Bioteknologi dan Bahan Baku Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Biofarmaka. Analisis in vivo dilakukan di Laboratorium Histopatologi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu dan Nutrisi Ternak Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Klinik Farfa Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli 2005 sampai Juni 2007.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku lintah laut (Discodoris sp) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari perairan Pantai Pulau Buton dengan ukuran panjang berkisar 3-5 cm dalam keadaan segar. Jenis ini telah diidentifikasi oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Kelinci (Oryctolagus cinuculus) dari ras New Zealand White jenis kelamin jantan yang berusia 4-5 bulan diperoleh dari Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor dalam keadaan sehat. Ransum kelinci jenis Rb 12 sebagai ransum standar diperoleh dari Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor.

(45)

Bahan kimia yang digunakan antara lain pelarut organik p.a (metanol, etilasetat, kloroform, heksana, petroleum benzena), difenilpikril hidrazil (DPPH), bahan-bahan kimia dan reagen untuk identifikasi golongan senyawa bahan aktif dan berbagai pelarut organik untuk pemisahan dengan KLT, kolesterol (Sigma Chemical Co.), kit penentuan kadar kolesterol total, trigliserida, HDL dan LDL, formalin, parafin, pewarna HE dan air destilata, simvastatin penurun kolesterol, sulfamix (antikoksidia), albendazol obat cacing, ivermectin obat tungau/skabies. 3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap yang meliputi:

(1) Persiapan dan pengambilan contoh lintah laut ke Pulau Buton. (2) Ekstraksi bahan aktif antioksidan dengan metode Quinn.

(3) Identifikasi golongan senyawa ekstrak terpilih dengan pereaksi standar. (4) Uji aktivitas antioksidan ekstrak kasar dengan metode NBT dan DPPH

(Molyneux 2004)

(5) Uji khasiat bubuk lintah laut kering pada hewan percobaan (in vivo) meliputi antikolesterol dan antiaterogenik.

(6) Uji efek toksikopatologis terhadap jaringan organ pembuluh darah jantung, ginjal dan hati kelinci percobaan

3.3.1 Tahap persiapan contoh

Contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah lintah laut yang dipersiapkan dalam bentuk tepung kering sehingga mudah dalam penyimpanan dan pencampuran dengan pakan standar sesuai konsentrasi yang diperlukan. Contoh diambil dalam keadaan hidup dari perairan pantai Pulau Buton. Contoh lintah laut hidup dimatikan dengan cara disiram air panas dan dicuci bersih dengan air tawar kemudian dijemur beberapa hari sampai kering dengan kadar air kurang dari 15%. Contoh kering dikemas dengan kemasan plastik dan dibawa ke laboratorium (Bogor) disimpan pada suhu rendah (kurang dari 10 °C).

3.3.2 Analisis proksimat

(46)

3.3.3 Analisis logam berat

Logam berat yang dianalisis adalah merkuri (Hg), timbal (Pb) dan kadmium (Cd). Metode analisis dilakukan berdasarkan SNI 06-6992.2-2004 untuk merkuri dan SNI 06-6989.46-2004 untuk timbal dan kadmium. Tahap destruksi dilakukan menurut Cantle (1982). Contoh lintah laut kering sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml ditambahkan 5 ml HNO3 pekat didiamkan selama 1 jam

pada suhu ruang di ruang asam. Contoh dipanaskan di atas hot plate selama 4-6 jam, kemudian dibiarkan 24 jam dengan kondisi tertutup. Setelah itu ditambahkan 0,4 H2SO4 dan dipanaskan selama 1 jam di atas hot plate sampai

larutan pekat. Ditambahkan 2-3 tetes HCLO4:HNO3 (2:1) sampai terjadi

perubahan warna dari coklat menjadi kuning tua dan muda bening. Setelah terjadi perubahan warna pemanasan masih dilanjutkan selama 10-15 menit. Contoh dipindahkan dan didinginkan dan ditambahkan 2 ml akuades dan 0,6 ml HCl pekat. Kemudian dipanaskan kembali selama 15 menit dan dimasukkan kedalam

labu takar 100 ml. Jika ada endapan larutan contoh disaring dengan kertas saring. Contoh siap untuk dianalisis logam beratnya menggunakan SSA (Spektrofotometer Serapan Atom).

3.3.4 Ekstraksi bahan aktif antioksidan dan antikolesterol dari lintah laut Penghitungan rendemen antioksidan dari ekstrak kasar lintah laut kering. Ekstraksi bahan aktif yang digunakan adalah ekstraksi bertingkat berdasarkan metode Quinn dan Gadek (1981) yang disitir Darusman et al. (1995) dan dimodifikasi. Modifikasi dilakukan terhadap waktu maserasi yaitu 3x24 jam, sedangkan Quinn 1x24 jam. Pelarut yang digunakan adalah klorofom (non polar), etil asetat (semi polar) dan metanol (polar).

(47)

dievaporasi hingga diperoleh ekstrak kasar dalam bentuk pasta atau kering. Metode ekstraksi dan evaporasi lintah laut kering disajikan pada Gambar 4.

3.3.5 Identifikasi golongan senyawa bioaktif lintah laut (1) Uji Alkaloid

Sebanyak 1 gram ekstrak kasar ditambah 10 ml heksana dan 2-5 tetes amoniak. Kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu pereaksi Dragendorff, Meyer dan Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan merah sampai jingga dengan pereaksi Dragendorff.

Pereaksi Wagner dibuat dengan cara memipet 10 ml akuades ditambah 2,5 gram iodin dan 2 gram kalium iodida. Lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 ml dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat.

Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 HgCl2 dengan

0,5 gram kalium iodida. Lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 ml dengan labu takar. Pereaksi ini tidak berwarna.

Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara menambahkan 0,8 gram bismut subnitrat dengan 10 ml asam asetat dan 40 ml air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam 20 ml air. Sebelum digunakan 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume campuran 20 ml asam asetat glasial dan 100 ml air. Pereaksi berwarna jingga.

(2) Uji Steroid (Liebermann-Burchard)

Sebanyak 1 gram ekstrak kasar ditambahkan 25 ml etanol 30% lalu dipanaskan dan disaring. Filtratnya diuapkan kemudian ditambah eter. Lapisan eter dipipet dan diujikan pada papan uji dengan menambahkan pereaksi Liebermen Buchard (3 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat).

(48)

Gambar 4 Metode ekstraksi Quinn yang disitir Darusman et al (1995) Uji Aktivitas

Antioksidan

Ekstrak terpilih

Lintah laut kering

Penghancuran

Maserasi 24 jam dengan kloroform

Filtrasi

Filtrat 1 Residu

Evaporasi

Ekstrak 1

Maserasi 24 jam dengan etil asetat

Filtrasi

Residu

Maserasi 24 jam dengan metanol

Filtrasi

Residu Filtrat 2

Evaporasi

Ekstrak 2

Filtrat 3

Evaporasi

Ekstrak 3 Uji komponen kimia

Penimbangan

Penimbangan

Gambar

Gambar 1 Kerangka penelitian
Gambar 2 Discodoris sp (dari Pulau Buton).
Tabel  1 Komposisi kimia beberapa jenis gastropoda dan bivalvia (%)
Tabel 2 Faktor-faktor penghasil oksigen radikal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Inkuiri (Inquiry) : Merupakan pendekatan dengan proses mentalnya sendiri siswa dapat menemukan suatu konsep atau prinsip, sehingga. dalam menyusun rancangan percobaan

Bimbingan karier yang ditujukan untuk memfasilitasi konseli/peserta didik. mampu merencanakan masa

Permasalahan yang dihadapi dalam studi kasus ini di Universtas Mayjen Sungkono Mojokerto adalah proses pengolahan data yang berkaitan dengan kegiatan akademik di Universitas Mayjen

Analisis pseudostatik stabilitas lereng bendungan dilakukan berdasarkan peta gempa 2010 dengan menggunakan metode kesetimbangan batas (limit equilibrium) yang dibantu

Hasil dari penelitian ini adalah Pangiling-iling Jagat Nusa Penida diungkapkan sebagai sebuah karya sastra sejarah, karena mengandung unsur-unsur karya sastra sejarah,

Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan motivasi melaksanakan diet pada pasien diabetes mellitus rawat jalan di RSUD Dr.. Bagi RSUD

GE’s D400-DA is a secure, substation- hardened gateway that collects metering, status, event, and fault report data from serial or LAN based Intelligent substation devices.

Pada pasien Ny.Y yang mengalami gangguan reproduksi terutama mioma uteri ditemukan masalah keperawatan seperti Resiko syok berhubungan dengan perdarahan pervagina,