PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN
SOMATIC,
AUDITORY, VISUALISATION AND INTELLECTUALLY
(SAVI)
DENGAN PEMBIASAAN BEKERJA ILMIAH
TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA
Skripsi
disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
oleh
Ai Nur’aisyah
4201411089
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu
sendiri yang mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka. (QS. 13 : 11)
Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari suatu
kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangaan semangat. (Wiston
Chuchil)
Raihlan ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar.
(Khalifah Umar bin Khatab)
PERSEMBAHAN
Untuk mamah dan bapa yang memberikan saya semangat, kasih
dan doa tiada henti
Untuk semua kakakku Teh Iyeng, A Asep, A Ade, Teh Evi dan
adikku, De Ima. Keponakan tersayang, Hanif, Nabil dan Arfan
yang senantiasa memberi semangat dan kekuatan untukku.
Untuk sepupuku Dea Annisa Utami, teman-teman seperjuangan
di Fisika dan teman-teman D’nn Kost yang selalu memberikan
support.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang
senantiasa teercurah tiada henti sehingga tersusunlah skripsi yang berjudul
“Penerapan Model Pembelajaran Somatic, Auditory, Visualisation, and Intellectually
(SAVI) dengan Pembiasaan Bekerja Ilmiah terhadap Motivasi dan Hasil Belajar
Siswa”
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak berupa saran,
bimbingan, maupun batuan dalam bentuk lain, maka penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si., Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Khumaedi, M.Si., Ketua Jurusan Fisika Universitas Negeri Semarang.
3. Dr. Achmad Sopyan, M.Pd., selaku pembimbing utama yang senantiasa
memberikan masukan dan arahanselama penyusunan skripsi.
4. Drs. Mosik, M.S. selaku dosen pembimbing kedua yang selalu memberikan
masukan, arahan serta saran selama penyusunan skripsi.
5. Prof. Dr. Susilo, M.S., selaku Dosen Wali yang banyak membantu selama
perkuliahan kepada penulis.
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Fisika yang telah memberikan bekal ilmu yang
berharga kepada penulis dalam penulisan skripsi.
7. Achmad Suroso, S.Pd Kepala SMP Negeri 5 Batang yang telah berkenan
memberikan ijin penelitian
telah membantu keteerlaksanaan penelitian skripsi.
9. Guru-guru, karyawan, dan siswa siswi kelas VIII SMP Negeri 5 Batang yang
telah membantu dalam penelitian ini.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat
disebut satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga
penulis berharap adanya masukan baik kritik maupun saran untuk skripsi ini. Penulis
berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaan bagi peneliti, lembaga dan
masyarakat serta pembaca.
Semarang, 14 September 2015
Penulis
Ai Nur’aisyah
ABSTRAK
Nur’aisyah, Ai. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Somatic, Auditory,
Visualisation and Intellectually (SAVI) dengan Pembiasaan Bekerja Ilmiah terhadap
Motivasi dan Hasil Belajar Siswa. Skripsi. Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.
Pembimbing Utama Dr. Achmad Sopyan, M.Pd. dan Pembimbing Pendamping Drs. Mosik, M.S.
Kata Kunci : SAVI, Pembiasaan Bekerja Ilmiah, Motivasi, Hasil Belajar.
Pembelajaran fisika bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Metode ceramah yang berpusat pada guru membuat siswa kurang termotivasi untuk aktif di kelas. Hasil belajar fisika siswa SMP tergolong rendah sehingga perlu adanya perbaikan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model Somatic, Auditory, Visualisation and Intellectually (SAVI). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa model pembelajaran SAVI dengan pembiasaan bekerja ilmiah dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan control group pretest posttest design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Batang tahun ajaran 2015. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling sehingga diperoleh kelas VIII B sebagai kelas kontrol dan VIII E sebagai kelas eksperimen. Hasil belajar siswa berdasarkan pretest dan posttest untuk kedua kelas mengalami peningkatan sebesar 0.648 dan 0.535 dengan kategori N-Gain sedang. Motivasi belajar siswa mengalami peningkatan dengan nilai sebesar 0.321 dan 0.395 dengan kategori N-Gain sedang. Analisis uji t menunjukkan thitung motivasi sesudah perlakuan sebesar 2.303 dan ttabel sebesar 1.671 serta hasil belajar berdasarkan nilai posttest menunjukkan thitung sebesar 3.209 dan ttabel sebesar 1.671. Karena thitung > ttabel maka Ho ditolak yang berarti rata-rata motivasi dan hasil belajar siswa kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol. Hasil belajar psikomotorik dan afektif diperoleh melalui teknik observasi. Setelah diakumulasikan dan dihitung rata-ratanya, nilai psikomotor dan afektif menunjukkan nilai dengan kriteria tinggi untuk kedua kelas. Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Somatic, Auditory, Visualisation and Intellectually (SAVI) dengan pembiasaan bekerja ilmiah dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 4
1.3 Rumusan Masalah ... 5
1.4 Tujuan Penelitian ... 5
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
1.6 Penegasan Istilah ... 6
1.7 Sistematika Skripsi ... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Model Pembelajaran... 9
2.2 SAVI ... 10
2.2.1 Pengertian SAVI ... 10
2.2.2 Karakteristik SAVI... 11
2.3 Kerja Ilmiah ... 15
2.3.1 Pengertian Bekerja Ilmiah ... 15
2.3.2 Langkah-langkah Kerja Ilmiah ... 16
2.4 Motivasi ... 17
2.4.1 Pengertian Motivasi ... 17
2.4.2 Jenis-jenis Motivasi... 19
2.4.3 Motivasi Belajar Fisika ... 20
2.5 Hasil Belajar... 22
2.6 Cahaya dan Pemantulan Cahaya ... 22
2.6.1 Pengertian Cahaya... 22
2.6.2 Pemantulan Cahaya ... 23
2.7 Kerangka Berpikir ... 32
2.8 Hipotesis... 34
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian... 35
3.2 Subjek dan Lokasi Penelitian ... 36
3.2.1 Populasi ... 36
3.2.3 Lokasi Penelitian ... 37
3.3 Variabel Penelitian ... 37
3.3.1 Variabel bebas ... 37
3.3.2 Variabel Terikat ... 38
3.4 Prosedur Penelitian... 38
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 39
3.6 Analisis Instrumen Angket ... 40
3.7 Analisis Instrumen Tes ... 42
3.8 Analisis Data ... 47
3.8.1 Analisis Tahap Awal ... 47
3.8.2 Analisis Tahap Akhir ... 49
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 53
4.1.1 Data Motivasi Belajar ... 53
4.1.2 Data Hasil Belajar ... 55
4.1.2.1 Hasil Belajar Kognitif (Pretest dan Posttest ) ... 55
4.1.2.2 Penilaian Psikomotorik ... 57
4.1.2.3 Penilaian Afektif ... 58
4.2 Pembahasan ... 59
4.2.1 Proses Pembelajaran... 60
4.2.1.1 Kelas Kontrol ... 60
4.2.1.2. Kelas Eksperimen ... 62
4.2.2 Motivasi Belajar Siswa ... 64
4.2.3 Hasil Belajar Siswa ... 67
4.2.3.1 Hasil Belajar Kognitif (Pretest – Posttest) ... 67
4.3.2.2 Hasil Belajar Psikomotorik ... 69
4.3.2.3 Hasil Belajar Afektif ... 71
BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan ... 74
5.2 Saran... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 76
LAMPIRAN ... 79
Halaman
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas Angket Uji Coba ... 41
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Soal Uji Coba ... ... 43
Tabel 3.3 Klasifikasi Daya Pembeda Soal Uji Coba... 44
Tabel 3.4 Hasil Pengelompokan Soal Uji Coba ... 44
Tabel 3.5 Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 45
Tabel 3.6 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba ... 46
Tabel 4.1 Hasil Angket Sebelum Perlakuan ... 53
Tabel 4.2 Hasil Angket Sesudah Perlakuan ... 53
Tabel 4.3 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Angket Motivasi Belajar ... 54
Tabel 4.4 Uji Peningkatan Motivasi Belajar ... 54
Tabel 4.5 Hasil Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 55
Tabel 4.6 Hasil Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 56
Tabel 4.7 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Hasil Belajar... 56
Tabel 4.8 Uji Peningkatan Hasil Belajar ... 57
Tabel 4.9 Perolehan Nilai Psikomotorik Siswa ... 58
Tabel 4.10 Perolehan Nilai Afektif Siswa ... 59
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Pemantulan teratur dan pemantulan baur ... 24
Gambar 2.2 Hukum pemantulan ... 25
Gambar 2.3 Pembentukan bayangan pada cermin datar ... 25
Gambar 2.4 Bagian-bagian cermin cekung ... 26
Gambar 2.5 Pemantulan sinar datang sejajar dengan sumbu utama ... 27
Gambar 2.6 Pemantulan sinar datang melalui titik fokus ... 27
Gambar 2.7 Pemantulan sinar datang melalui pusat kelengkungan ... 27
Gambar 2.8 Pembentukan bayangan oleh cermin cekung menggunakan berkas sinar- sinar istimewa... 28
Gambar 2.9 Pemantulan sinar datang sejajar sumbu utama... 30
Gambar 2.10 Pemantulan sinar datang menuju titik fokus ... 30
Gambar 2.11 Pemantulan sinar datang menuju pusat kelengkungan cermin ... 30
Gambar 2.12 Pembentukan bayangan pada cermin cembung menggunakan berkas sinar-sinar istimewa ... 31
Gambar 2.13 Kerangka Berpikir ... 33
Gambar 3.1 Rancangan Desain Penelitian ... 37
Gambar 4.1 Kriteria nilai psikomotorik kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 70
Gambar 4.2 Kriteria nilai afektif kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 72
Halaman
Lampiran 1 Daftar Nilai Ulangan Tengah Semester Siswa ... 80
Lampiran 2 Uji Normalitas Data Awal ... 81
Lampiran 3 Uji Homogenitas Populasi ... 83
Lampiran 4 Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 84
Lampiran 5 Soal Uji Coba ... 85
Lampiran 6 Analisis Soal Uji Coba ... 91
Lampiran 7 Validitas Soal Uji Coba ... 94
Lampiran 8 Reliabilitas Soal Uji Coba ... 96
Lampiran 9 Daya Pembeda Soal Uji Coba ... 97
Lampiran 10 Tingkat Kesukaran Soal... 98
Lampiran 11 Soal Tes ... 99
Lampiran 12 Kisi-kisi Angket Uji Coba ... 104
Lampiran 13 Angket Uji Coba ... 107
Lampiran 14 Analisis Angket Uji Coba ... 113
Lampiran 15 Validitas Angket Uji Coba ... 116
Lampiran 16 Reliabititas Angket Uji Coba... 117
Lampiran 17 Angket Motivasi Belajar Siswa ... 118
Lampiran 18 Silabus ... 122
Lampiran 19 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 123
Lampiran 20 Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen ... 133
Lampiran 21 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 151
Lampiran 22 Lembar Kerja Siswa Kelas Kontrol ... 160
Lampiran 23 Lembar Observasi Psikomotorik dan Afektif ... 174
Lampiran 24 Data Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 193
Lampiran 25 Uji Normalitas Data Pretest Kelas Eksperimen ... 194
Lampiran 26 Uji Normalitas Data Pretest Kelas Kontrol ... 195
Lampiran 27 Uji Kesamaan Dua Varians Hasil Pretest ... 196
Lampiran 28 Data Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 197
Lampiran 29 Uji Normalitas Data Posttest Kelas Eksperimen ... 198
Lampiran 30 Uji Normalitas Data Posttest Kelas Kontrol... 199
Lampiran 31 Uji Kesamaan Dua Varians Hasil Posttest ... 200
Lampiran 32 Uji Perbedaan Dua Rata-rata Nilai Posttest ... 201
Lampiran 33 Uji Gain Hasil Belajar ... 202
Lampiran 34 Skor Angket Sebelum Perlakuan ... 203
Lampiran 35 Uji Normalitas Angket Sebelum Perlakuan Kelas Eksperimen ... 204
Lampiran 36 Uji Normalitas Angket Sebelum Perlakuan Kelas Kontrol ... 205
Lampiran 37 Uji Kesamaan Dua Varians Angket Sebelum Perlakuan... 206
Lampiran 38 Skor Angket Sesudah Perlakuan... 207
Lampiran 39 Uji Normalitas Angket Ssudah Perlakuan Kelas Eksperimen ... 208
Lampiran 40 Uji Normalitas Angket Sesudah Perlakuan Kelas Kontrol... 209
Lampiran 41 Uji Kesamaan Dua Varians Angket Sesudah Perlakuan ... 210
Lampiran 43 Uji Gain Motivasi Belajar Siswa ... 212
Lampiran 44 Penilaian Psikomotorik Kelas Eksperimen ... 213
Lampiran 45 Penilaian Psikomotorik Kelas Kontrol ... 214
Lampiran 46 Penilaian Afektif Kelas Eksperimen ... 215
Lampiran 47 Penilaian Afektif Kelas Kontrol ... 216
Lampiran 48 Dokumentasi ... 217
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sains merupakan kegiatan atau proses aktif dan kreatif menggunakan pikiran
dalam mempelajari gejala-gejala alam yang belum dapat diterangkan. Pada dasarnya
sains terdiri dari empat komponen yaitu sikap ilmiah, proses ilmiah, produk ilmiah
dan aplikasi (Yulianti & Wiyanto, 2009: 4). Peraturan Pemerintah No 32 tentang
Standar Pendidikan Nasional Tahun 2013 menerangkan bahwa bahan kajian ilmu
pengetahuan alam, antara lain fisika, biologi, dan kimia dimaksudkan untuk
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis siswa terhadap
lingkungan alam dan sekitarnya.
Fisika merupakan bagian dari ilmu sains yang memiliki sumbangan besar
dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada dasarnya pembelajaran fisika
dimaksudkan untuk membekali siswa dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Berdasarkan observasi yang dilakukan di kelas VIII SMP Negeri 5 Batang,
pembelajaran dengan metode ceramah masih digunakan di sekolah. Guru
mengungkapkan bahwa pembelajaran lebih sering dilakukan di kelas, tidak banyak
siswa yang aktif dan bertanya saat pembelajaran berlangsung. Guru berperan penting
dalam proses pembelajaran untuk membangun dan menumbuhkan semangat siswa
dalam belajar. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010:
2). Selain perubahan tingkah laku juga perlu adanya perubahan dalam proses
pembelajaran untuk membangun motivasi siswa dalam belajar sehingga siswa
memiliki antusiasme yang tinggi dalam belajar fisika. Motivasi dalam kegiatan
pembelajaran dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri
siswa yang menimbulkan gaya belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek
belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2004: 75).
Berdasarkan penelitian Pratiwi et al (2014: 7) pelaksanaan pembelajaran yang
berlangsung 30% siswa masih cenderung menghapal. Siswa mengungkapkan bahwa
mereka kesulitan mempelajari fisika dikarenakan banyak rumus yang harus mereka
pahami. Perlu adanya upaya untuk merubah suasana pembelajaran dengan diberi
rangsangan agar siswa memiliki motivasi dalam belajar. Motivasi dapat tumbuh dari dalam diri siswa dan dapat dirangsang oleh faktor dari luar dengan merubah proses
pembelajaran di kelas (Sardiman, 2004: 75).
DePorter (2002: 85) mengungkapkan bahwa bahwa terdapat gaya belajar
modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi (perceptual
modality). Ketiga gaya belajar tersebut adalah gaya belajar visual yang mengakses
citra virtual yang diciptakan maupun diingat melalui belajar dengan cara melihat dan
mengingat, auditorial mengakses segala jenis suara dan kata yang diciptakan maupun
3
segala jenis gerak dan emosi yang diciptakan dan diingat melalui belajar dengan cara
bergerak, menyentuh dan bekerja.
Adanya perbedaan gaya belajar yang dimiliki oleh siswa ini membutuhkan
pembelajaran yang dapat memperhatikan gaya belajar siswa dengan merubah proses
pembelajaran yang selama ini dilakukan. Salah satunya dengan model pembelajaran
SAVI (Somatic, Auditory, Visualisation and Intelectually). Menurut Meier (2002:
92), pembelajaran dengan pendekatan SAVI adalah pembelajaran yang
menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua
indera yang dapat berpengaruh besar pada pembelajaran.
Salah satu pembelajaran yang menggabungkan berbagai indera yang dimiliki
siswa adalah kegiatan kerja ilmiah. Guru dan laboran di SMP Negeri 5 Batang Tahun
ajaran 2015 mengungkapkan bahwa kegiatan praktikum sangat jarang dilakukan. Hal
serupa diungkapkan oleh siswa bahwa pembelajaran sering berlangsung di kelas dan
jarang diadakan kegiatan praktikum atau kerja ilmiah.
Melalui kegiatan kerja ilmiah diharapkan siwa mendapatkan pembelajaran
yang bermakna, dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan siswa serta
membentuk sikap ilmiah pada siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Rustaman &
Rustaman (2003: 8) selain untuk menunjang penguasaan konsep, kegiatan praktikum
dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar bereskperimen sehingga
siswa lebih termotivasi untuk belajar sains. Model pembelajaran SAVI yang telah
hasil belajar siswa. Penelitian Pratiwi et al (2014 : 8) menunujukkan adanya
peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa melalui pengembangan bahan ajar
biologi berbasis pendekatan SAVI. Penelitian Mariya et al (2013 : 46) menunjukkan
bahwa pembelajaran dengan model SAVI berbantuan alat peraga dapat mencapai
ketuntasan belajar dan lebih baik dibanding pembelajaran dengan model ekspositori.
Penelitian Sopiah et al (2009 : 14) menunjukkan bahwa kebiasaan bekerja ilmiah
belum tumbuh pada siswa namun 46% siswa dapat merespon pelaksanaan percobaan
sangat menyenangkan dan 51% menyenangkan.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti
pengaruh model pembelajaran SAVI terhadap motivasi dan hasil belajar dengan
pembiasaan kerja ilmiah. Penelitian ini berjudul “PENERAPAN MODEL
PEMBELAJARAN SOMATIC, AUDITORY, VISUALISATION AND
INTELLECTUALLY (SAVI) DENGAN PEMBIASAAN BEKERJA ILMIAH TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA"
1.2 Identifikasi Masalah
1. Kegiatan siswa dalam mata pelajaran fisika hanya berpusat pada guru.
2. Siswa tidak memiliki keberanian untuk bertanya atau mengemukakan
pendapat saat pembelajaran berlangsung.
3. Metode yang digunakan oleh guru lebih banyak ceramah sehingga siswa
5
1.3 Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang di atas, ada dua rumusan masalah dalam penelitian
sebagai berikut:
1. Apakah penerapan model pembelajaran SAVI dengan pembiasaan bekerja ilmiah
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa?
2. Apakah penerapan model pembelajaran SAVI dengan pembiasaan bekerja ilmiah
dapat meningkatkan hasil belajar siswa?
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui penerapan model pembelajaran SAVI dengan pembiasaan bekerja
ilmiah dapat meningkatan motivasi belajar siswa.
2. Mengetahui penerapan model pembelajaran SAVI dengan pembiasaan bekerja
ilmiah dapat meningkatan hasil belajar siswa.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian bagi guru, siswa, sekolah dan juga bagi peneliti, yaitu :
1.5.1 Bagi Guru
1. Sebagai alternatif pembelajaran untuk mengatasi kesulitan belajar siswa dan
untuk meningkatkan motivasi belajar siswa serta meningkatkan proses
pembelajaran di kelas.
1.5.2 Bagi Siswa
1. Memberikan motivasi belajar siswa karena suasana pembelajaran berbeda
sehingga tidak membosankan.
2. Mendorong siswa untuk meningkatkan aktivitas belajar agar mampu
memcahkan permasalahan fisika.
1.5.3 Bagi Sekolah
Sebagai salah satu kontribusi untuk memperbaiki proses pembelajaran di
sekolah sehinga dapat meningkatkan potensi siswa dalam belajar
1.5.4 Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman untuk menjadi seorang pendidik dalam memilih
metode atau model pembelajaran.
1.6 Penegasan Istilah
1.6.1 Model Pembelajaran
Menurut Yulianti & Wiyanto (2009: 25), model pembelajaran adalah sebuah
rencana atau pola yang mengorganisasikan pembelajaran dalam kelas dan
menunjukkan cara penggunaan materi pembelajaran (buku, video, komputer, bahan-
bahan praktikum).
1.6.2 SAVI
SAVI singkatan dari Somatic, Auditory, Visualisation and Intelectually yang
merupakan model pembelajaran yang menggabungkan aktivitas fisik dengan
7
1.6.3 Pembiasaan Bekerja Ilmiah
Pembiasaan merupakan suatu usaha untuk menjadikan individu terbiasa
melakukan sesuatu. Sedangkan kerja ilmiah memiliki arti serangkaian kegiatan
proses ilmiah yang meliputi merumuskan masalah, menyusun hipotesis, melakukan
penelitian, menganalisis dan membuat simpulan. Menurut Rustaman & Rustaman
(2003: 6) “bekerja ilmiah” sebagai lingkup proses berkaitan erat dengan konsep.
Dengan demikian bekerja ilmiah mengitegrasikan isi sains ke dalam kegiatan-
kegiatan pembelajaran yang membekali siswa pengalaman belajar secara langsung.
1.6.4 Motivasi
Motivasi merupakan dorongan dari dalam diri seseorang untuk melakukan
sesuatu sehingga dapat mencapai tujuan tertentu. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia motivasi diartikan sebagai dorongan yang timbul pada diri seseorang
secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu
atau dapat juga diartikan sebagai usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau
kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan
yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya.
1.6.5 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kemampuan siswa dari berbagai aspek setelah
diberikan pengalaman belajar. Hasil belajar juga bisa dijadikan sebagai tolak ukur
yang bisa dijadikan acuan sejauh mana keberhasilan siswa yang di dapatkan dari
1.7 Sistematika Skripsi
Susunan skripsi ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian pendahuluan, bagian
isi dan bagian akhir skripsi.
1.7.1 Bagian Pendahuluan
Meliputi halaman judul, pernyataan, pengesahan, motto dan persembahan,
kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran.
1.7.2 Bagian Isi
Bagian isi dari skripsi ini mencakup 5 bab, sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
Bab II : Tinjauan Pustaka
Bab III : Metode Penelitian
Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab V : Simpulan dan saran
1.7.3 Bagian Akhir Skripsi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Model Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, model diartikan sebagai pola
(contoh, acuan, ragam, dan lain sebagainya) dari sesuatu yang akan dibuat atau
dihasilkan. Sedangkan pembelajaran diartikan sebagai proses, cara, perbuatan
menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Pembelajaran adalah upaya
menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan
kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan
siswa serta antara siswa dengan siswa.
Pembelajaran merupakan perpaduan dari aktivitas belajar dan mengajar. Teori
dari R. Gagne dalam Slameto (2010: 13) memberikan dua definisi mengenai belajar,
yaitu:
1. Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan,
keterampilan kebiasaan dan tingkah laku;
2. Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari
instruksi.
Menurut Joyce sebagaimana dikutip oleh Triyanto (2011: 5) model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam
tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk buku-
buku, film, komputer, kurikulum dan lain-lain.
Yulianti & Wiyanto (2009: 25) mengungkapkan bahwa model pembelajaran
adalah sebuah rencana atau pola yang mengorganisasikan pembelajaran dalam kelas
dan menunjukkan cara penggunaan materi pembelajaran (buku, video, komputer,
bahan-bahan praktikum). Yulianti & Wiyanto (2009: 26) juga menyatakan bahwa
istilah model pembelajaran mempunyai ciri-ciri khusus yaitu: a) rasional teoritik yang
logis; b) ada landasan pemikiran tentang bagaimana siswa belajar; c) tingkah laku
mengajar agar model dapat dilaksanakan; d) lingkungan belajar yang diperlukan agar
tujuan pembelajaran dapat tercapai.
2.2 SAVI
2.2.1 Pengertian SAVI
Belajar berdasarkan aktivitas berarti bergerak aktif secara fisik ketika belajar,
dengan memanfaatkan indera sebanyak mungkin dan membuat seluruh tubuh/pikiran
terlibat dalam proses pembelajaran (Meier, 2002: 90). Belajar dengan aktivitas secara
fisik jauh lebih efektif karena pembelajaran ini dapat melibatkan sepenuhnya anggota
tubuh dan indera yang dimiliki oleh siswa dibandingkan dengan belajar dengan
metode ceramah dan berpusat pada guru. Gagne dalam Slameto (2010: 14)
mengungkapkan bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia dibagi menjadi
11
motoris (motor skill); 2) informasi verbal; 3) kemampuan intelektual; 4) strategi
kognitif; dan 5) sikap.
Pembelajaran model SAVI memiliki kepanjangan Somatic, Auditory,
Visualisation and Intelectually. Unsur-unsur SAVI terdiri dari Somatic/somatis yang
berarti belajar dengan bergerak dan berbuat, Auditory/auditori yaitu belajar dengan
berbicara dan mendengar, Visualisation/visualisasi yaitu belajar dengan mengamati
dan menggambarkan dan Intellectually/intelektual yang artinya belajar dengan
memecahkan masalah dan merenung (Meier, 2002: 92).
2.2.2 Karakteristik SAVI 2.2.2.1 Somatic
Somatic atau “Somatis” berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh-soma
(seperti dalam psikomatis). Jadi belajar somatis berarti belajar dengan indera peraba,
kinestetis, praktis melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh
sewaktu belajar (Meier, 2002: 92). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, somatis artinya sesuatu yang berkaitan dengan tubuh. Jadi, somatis
merupakan kegiatan belajar dengan cara melibatkan anggota tubuh seperti bergerak,
berjalan dan menyentuh.
Silberman (2014: 24) menjelaskan bahwa siswa kinestetik belajar terutama
dengan terlibat langsung dengan kegiatan. Mereka cenderung impulsive, semaunya,
dan kurang sabaran serta akan merasa terkekang apabila harus diam dan tidak
adalah satu. Jadi dengan menghalangi pembelajar somatis menggunakan tubuh
mereka sepenuhnya dalam belajar berarti menghalangi juga fungsi pikiran mereka
sepenuhnya (Meier, 2002: 93).
2.2.2.2 Auditory
Auditory atau auditori berasal dari kata audio yang artinya adalah sesuatu
yang dapat didengar. Kegiatan belajar yang lebih banyak dilakukan di sekolah adalah
cara belajar dengan auditori namun masih terbatas pada siswa yang hanya
mendengarkan penjelasan dari guru sedangkan kegiatan siswa dalam berbicara dan
mengungkapkan masih rendah.
Kebutuhan mendengar dan berbicara sangat diperlukan dalam kegiatan
pembelajaran. Mendengar dapat memberi kita informasi mengenai apa yang
disampaikan oleh orang lain dan berbicara merupakan upaya kita untuk
mengungkapkan apa yang ingin disampaikan. Belajar auditori merupakan belajar
dengan berbicara dan mendengar. Pikiran manusia lebih kuat daripada yang disadari,
telinga terus menerus menangkap dan menyimpan informasi bahkan tanpa disadari.
Menurut Meier (2002, 95), belajar auditori merupakan cara belajar standar
bagi semua masyarakat sejak awal sejarah. Belajar dengan auditori dapat
menggunakan pengulangan dengan meminta siswa menyebutkan kembali konsep,
Guru menggunakan variasi vokal berupa perubahan nada, kecepatan dan volume
(DePorter et al., 2005: 85). Dalam merancang pembelajaran yang menarik bagi siswa
13
mengungkapkan sesuatu. Hal ini dapat dilakukan dengan meminta siswa untuk
membicarakan apa yang sedang dipelajari dalam kelas dan mengungkapkan
kesimpulan dari kegiatan pembelajaran.
2.2.2.3 Visualisation
Ketajaman visual, meskipun lebih menonjol pada sebagian orang, sangat kuat
dalam diri setiap orang. Alasannya bahwa di dalam otak terdapat lebih banyak
perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera yang lain.
Belajar dengan cara visualisasi dapat membantu pembelajar melihat inti masalah dari
materi yang sedang dipelajari. Setiap orang (terutama pembelajar visual) lebih mudah
belajar jika dapat “melihat” apa yang sedang dibicarakan seorang penceramah atau
sebuah buku atau program komputer. Pembelajaran visual belajar paling baik jika
mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar,
dan gambaran dari segala macam hal ketika mereka sedang belajar (Meier, 2002: 98).
Menurut Silberman (2014: 28) siswa visual berbeda dengan siswa auditori,
yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa yang dikerjakan
oleh guru, dan membuat catatan. Kegiatan kerja ilmiah sangat memungkinkan bagi
siswa untuk belajar secara visual dengan mengamati dan menggambarkan kasus atau
fenomena yang sedang dipelajari.
2.2.2.4 Intelectually
Menurut Meier (2002: 99), kata “intelektual” menunjukkan apa yang harus
menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan
hubungan, makna, rencana dan nilai dari pengalaman tersebut. “Intelektual” adalah
bagian diri dari merenung, mencipta, memecahkan masalah, dan membangun makna.
Meier juga mengungkapkan bahwa intelektual adalah pencipta makna dalam pikiran;
sarana yang digunakan manusia untuk “berpikir”, menyatukan pengalaman, mencipta
jaringan saraf baru, dan belajar.
Karakteristik SAVI yang telah diuraikan kemudian dapat digabungkan
sehingga kegiatan belajar dapat berlangsung optimal dan memenuhi kebutuhan
belajar siswa yang memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Keempat unsur SAVI
dapat digabungkan melalui beberapa kegiatan siswa, misalnya orang dapat belajar
sedikit dengan menyaksikan presentasi (V), tetapi mereka dapat belajar jauh lebih
baik dan dapat melakukan sesuatu ketika presentasi sedang berlangsung (S),
membicarakan apa yang sedang mereka pelajari (A), dan memikirkan cara
menerapkan informasi dalam presentasi tersebut pada pekerjaan mereka (I) (Meier,
2002: 100). Unsur-unsur yang terdapat dalam SAVI dapat membantu siswa yang
memiliki gaya belajar yang berbeda-beda sehingga dapat diterapkan di kelas.
2.3 Kerja Ilmiah
2.3.1 Pengertian Bekerja Ilmiah
Kerja ilmiah merupakan cara kerja yang dipakai ilmuwan untuk memecahkan
masalah, yaitu dengan menerapkan metode ilmiah. Sedangkan menurut Rustaman &
15
konsep. Dengan demikian bekerja ilmiah mengitegrasikan isi sains ke dalam
kegiatan-kegiatan pembelajaran yang membekali siswa pengalaman belajar secara
langsung.
Rustaman & Rustaman (2003: 8) mengungkapkan bahwa bekerja ilmiah
sesungguhnya adalah perluasan dari metode ilmiah yang berkaitan dengan
keterampilan proses yang memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
… metode ilmiah dijabarkan ke dalam jenis-jenis keterampilan proses
sebagai keterampilan dasar yang harus dikembangkan atau dilatihkan sebelum seseorang mampu menggunakan metode ilmiah. Dalam metode ilmiah dikenal adanya langkah-langkah tertentu secara berurutan yang harus dilakukan, mulai dari merumuskan masalah hingga menyimpulkan bahkan membuat generalisasi. Dengan demikian jelaslah bahwa terdapat keterkaitan erat antara bekerja ilmiah dengan pendekatan keterampilan proses.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, kegiatan praktikum dapat
menunjang penguasaan konsep. Selain itu, dengan melakukan kegiatan praktikum
siswa menjadi termotivasi belajar sains. Dalam kegiatan praktikum dikembangkan
keterampilan-keterampilan dasar bereksperimen sehingga kegiatan praktikum
merupakan wahana pengembangan penyelidikan ilmiah.
Menurut Yulianti & Wiyanto (2009: 2), fisika merupakan bagian dari sains
yang mempelajari tentang zat dan energi dalam segala bentuk manifestasinya. Dalam
pembelajaran fisika dibutuhkan kerja ilmiah yang merupakan serangkaian kegiatan
ilmiah yang bertujuan untuk mengetahui hasil penelitian berdasarkaan pertanyaan
2.3.2 Langkah-Langkah Kerja Ilmiah
Langkah-langkah kerja ilmiah merupakan proses dari kegiatan ilmiah yang
sering disebut sebagai metode ilmiah. Sebagaimana dikutip oleh Yulianti & Wiyanto
(2009: 7), metode ilmiah yang telah dikenalkan oleh Galileo Galilei dan Fracis Bacon
meliputi:
1. Mengidentifikasi masalah;
2. Menyusun hipotesis;
3. Memprediksi konsekuensi dari hipotesis;
4. Melakukan eksperimen untuk mengujikan prediksi;
5. Merumuskan hukum umum sederhana yang diorganisasikan dari hipotesis,
prediksi dan eksperimen.
Yulianti & Wiyanto (2009: 15) menambahkan bahwa metode eksperimen
dikenal dengan nama metode percobaan yang merupakan salah satu metode yang
digunakan untuk menguji teori atau hukum yang sudah ditemukan para ahli. Melalui
metode eksperimen, siswa dapat dilatih untuk menggunakan metode ilmiah dan sikap
ilmiah secara benar. Siswa diberikan kesempatan untuk menemukan, menganalisa
dan membuktikan serta menarik kesimpulan.
Melalui metode ini, terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan
metode ilmiah, diantaranya:
1. Hasil belajar tahan lama diingat;
17
3. Mengembangkan sikap berpikir ilmiah;
4. Siswa terhindar dari verbalisme;
5. Mengembangkan sikap suka bereksplorasi tentang sains.
Kekurangan metode ilmiah:
1. Memerlukan sarana dan prasarana yang memadai;
2. Tidak semua materi dapat dieksperimenkan;
3. Setiap eksperimen tak membuahkan hasil yang diharapkan.
2.4 Motivasi
2.4.1 Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata motif yang memiliki arti sebab atau alasan. Dalam
Slameto (2010: 58), James Drever memberikan pengertian tentang motif sebagai
berikut : “Motive is an effective-conative faktor which operates in determining the
direction of an individual’s behavior towards an end or goal, consioustly
apprehended or unconsioustly”. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa
motif erat kaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai.
Motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-
kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia
tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak
suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu
Menurut Slameto (2003: 58), dalam proses pembelajaran haruslah
diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau
padanya mempunyai motif untuk berpikir dan memusatkan perhatian, merencanakan
dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan/menunjang belajar.
Seseorang akan berhasil dalam belajar, kalau dari dirinya sendiri ada
keinginan untuk belajar. Inilah prinsip dan hukum pertama dalam kegiatan
pendidikan dan pengajaran. Keinginan atau dorongan untuk belajar inilah yang
disebut dengan motivasi. Motivasi dalam hal ini meliputi dua hal: (1) mengetahui apa
yang akan dipelajari; dan (2) memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari.
Dengan berpijak pada kedua unsur motivasi inilah sebagai dasar permulaan yang baik
untuk belajar (Sardiman, 2004: 40).
Motivasi sebagai salah satu faktor psikologis, seperti yang dikemukakan oleh
Arden N. Frandsen dalam Sardiman (2004: 46) bahwa ada beberapa hal yang
mendorong seseorang untuk belajar, yakni:
1. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;
2. Adanya sifat yang kreatif pada orang yang belajar dan adanya keinginan untuk
selalu maju;
3. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan teman-
temannya.
4. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang
19
5. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran;
6. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari belajar.
2.4.2 Jenis-jenis Motivasi
Ada dua jenis motivasi, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik.
Menurut Schun sebagai mana dikutip oleh Eggen et al (2012: 67) bahwa motivasi ekstrinsik merujuk pada motivasi untuk terlibat di dalam suatu kegiatan sebagai sarana mencapai tujuan, sementara motivasi intrinsik adalah motivasi untuk terlibat di dalam kegiatan untuk kegiatah itu sendiri.
Menurut Sardiman (2004: 89) yang dimaksud dengan motivasi intrinsik
adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari
luar, karena dari dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan
sesuatu kemudian kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya (misalnya
kegiatan belajar), maka yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah ingin
mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan belajar itu sendiri. Sedangkan
pengertian motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena
adanya perangsang dari luar. Jadi kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang
dilakukannya, tidak secara langsung bergantung dengan esensi apa yang
dilakukannya itu.
Indikator motivasi belajar yang dijelaskan oleh Uno (2009: 23) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
2. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar;
3. Adanya harapan dan cita-cita masa depan;
4. Adanya penghargaan dalam belajar;
5. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar;
6. Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang
siswa dapat belajar dengan baik.
Selain dari indikator di atas juga ada bentuk-bentuk motivasi yang bisa
diterapkan sekolah sebagaimana disebutkan oleh Sardiman (2004: 92), yaitu memberi
angka, hadiah, saingan/kompetisi, Ego-Involvement, memberi ulangan, mengetahui
hasil, pujian, hukuman, hasrat untuk belajar, minat dan tujuan yang diakui.
2.4.3 Motivasi Belajar Fisika
Fisika bukan lagi menjadi pelajaran yang menyulitkan bagi siswa apabila
pembelajaran memiliki kegiatan yang menarik siswa untuk mempelajarinya. Motivasi
belajar pada materi fisika yang rendah menyebabkan siswa tidak dapat belajar secara
optimal di kelas. Dari ilmu sains, kebanyakan siswa mengungkapkan lebih menyukai
materi biologi yang menurut mereka cukup mudah untuk dipahami dibandingkan
dengan materi fisika yang banyak menggunakan persamaan matematis.
Guru memiliki peran sebagai motivator yang memiliki kewajiban untuk
menumbuhkan motivasi siswa melalui pembelajaran yang menarik perhatian siswa.
Bagaimana guru melakukan usaha-usaha untuk dapat menumbuhkan dan memberikan
21
2004: 77). Motivasi belajar siswa pada pelajaran fisika dapat tumbuh dan
berkembang sehingga siswa mampu mengamati berbagai fenomena di
lingkungannya, mengkaitkannya dengan materi fisika, mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari serta melakukan hal-hal lain yang berkaitan dengan proses
ilmiah sehingga menumbuhkan sikap ilmiah dalam diri siswa.
2.5 Hasil Belajar
Perlu ditegaskan bahwa setiap saat dalam kehidupan terjadi suatu proses
belajar mengajar, baik sengaja atau tidak sengaja, disadari atau tidak disadari. Dari
proses belajar-mengajar ini akan diperoleh suatu hasil pengajaran, atau dengan istilah
tujuan pembelajaran atau hasil belajar (Sardiman, 2004: 19).
Sudjana (1989: 38) menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil
belajar merupakan tolak ukur yang bisa dijadikan acuan sejauh mana keberhasilan
siswa yang di dapatkan dari proses pembelajaran. Dari hasil belajar, seorang Guru
dapat mengetahui apakah proses pembelajaran berhasil sesuai dengan tujuan
pembelajaran atau tidak.
Sudjana menambahkan bahwa hasil belajar dibagi dalam tiga ranah yaitu:
1. Ranah Kognitif: Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas enam
aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
2. Ranah Afektif: Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu
3. Ranah Psikomotorik: Berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yaitu gerakan
refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,
keharmonisan/ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif
dan interpreatif.
Berdasarkan uraian di atas, hasil belajar fisika berkenaan dengan kognitif,
afektif dan psikomotorik. Hal ini dikarenakan pembelajaran fisika merupakan
pembelajaran yang tidak hanya memberi penilaian terhadap pengetahuan saja tetapi
juga keterampilan dan sikap siswa selama pembelajaran. Dalam pembelajaran fisika
yang dipadukan dengan model pembelajaran SAVI dan pembiasaan kerja ilmiah
diharapkan meningkatkan kemampuan siswa dalam proses pembelajaran dan
meningkatkan keterampilan siswa.
2.6 Cahaya dan Pemantulan Cahaya
2.6.1 Pengertian cahaya
Cahaya adalah salah satu bentuk gelombang. Cahaya dapat merambat dari
ruang hampa udara karena termasuk jenis gelombang elektromagnetik. Jika cahaya
mengenai suatu benda, seperti halnya gelombang mekanik, cahaya tersebut dapat
dipantulkan dan dibiaskan.
Huygens menyatakan bahwa cahaya merupakan gelombang karena sifat-sifat
cahaya mirip dengan sifat-sifat gelombang bunyi. Sedangkan Maxwell menyatakan
23
kecepatan gelombang elektromagnetik sama dengan kecepatan cahaya, yaitu sebesar
3 × 108 m/s. Gelombang elektromagnetik tercipta dari perpaduan antara kuat medan listrik dan medan magnet yang saling tegak lurus. Gelombang elektromagnetik adalah
gelombang yang dapat merambat tanpa memerlukan medium. Maxwell menyatakan
bahwa cahaya merupakan gelombang elektromagnetik sehingga cahaya juga dapat
merambat tanpa memerlukan medium. Oleh karena itu cahaya matahari dapat sampai
ke bumi dan memberi kehidupan di dalamnya.
Sebagai gelombang cahaya mempunyai sifat-sifat gelombang diantaranya
cahaya dapat merambat. Perambatan cahaya dapat terlihat ketika cahaya matahari
melalui lubang angin di rumah. Jika udara sedikit berdebu dapat terlihat bahwa
cahaya merambat membentuk sebuah garis lurus. Hal serupa terjadi jika melihat
seberkas cahaya dari lubang kecil masuk ke dalam sebuah kamar yang gelap. Terlihat
bahwa cahaya merambat dalam arah yang lurus.
2.6.2 Pemantulan Cahaya
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat melihat benda-benda di
sekitarnya tanpa adanya cahaya. Hal tersebut terjadi karena tidak ada cahaya yang
dipantulkan oleh benda di sekitarnya. Jadi, benda dapat dilihat apabila ada cahaya
yang dipantulkan oleh benda tersebut ke mata.
1.6.2.1 Pemantulan Teratur dan Pemantulan Baur
Pemantulan cahaya pada benda yang tidak tembus cahaya, ada yang teratur
pemantulan teratur, sedangkan pemantulan cahaya oleh permukaan yang tidak rata
disebut pemantulan baur.
(a ) (b)
Gambar 2.1 (a) Pemantulan teratur dan (b) Pemantulan baur
Pemantulan baur terjadi pada permukaan pantul yang tidak rata, misalnya
dinding dan kayu. Keuntungan dari pemantulan baur diantaranya, tempat yang tidak
terkena cahaya secara langsung masih terlihat terang dan berkas cahaya pantulnya
tidak menyilaukan. Sedangkan pemantulan teratur terjadi pada permukaan pantul
yang mendatar atau rata. Pemantulan teratur bersifat menyilaukan, namun ukuran
bayangan yang terbentuk sesuai dengan ukuran benda. Pemantulan teratur biasa
terjadi pada cermin.
1.6.2.2 Hukum Pemantulan
Cermin datar menghasilkan pemantulan teratur. Oleh karena itu, bayangan
yang dihasilkan dapat digambarkan. Seorang ilmuwan bernama Snellius
mengemukakan hukum pemantulan, bahwa:
1. Sinar datang, garis normal, dan sinar pantul terletak pada satu bidang datar.
[image:41.612.195.454.166.260.2]25
Gambar 2.2 Hukum pemantulan
1.6.2.3 Pemantulan pada Cermin Datar
Saat bercermin, bayangan benda dan bayangan di sekitarnya dapat terlihat.
Cermin bersifat memantulkan cahaya secara teratur karena permukaannya bersifat
rata dan bening.
Gambar 2.3 Pembentukan bayangan pada cermin datar
Sinar datang yang mengenai cermin datar akan dipantulkan. Jika sinar datang
tegak lurus terhadap cermin akan dipantulkan tegak lurus cermin. Pada gambar
terlihat bahwa bayangan pada cermin datar merupakan perpanjangan sinar-sinar
pantulnya. Bayangan yang seperti ini dinamakan bayangan maya. Selain itu, ternyata arah bayangan yang dibentuk oleh cermin berkebalikan dengan sebenarnya.
Sifat bayangan yang dibentuk oleh cermin datar adalah sama besar, tegak,
[image:42.612.169.474.352.456.2]musk
=
n ol
60
Jika terdapat dua buah cermin datar yang membentuk sudut α, maka banyaknya
bayangan yang dibentuk diru a eh persamaan sebagai berikut.
3 °
− 1 ……… . (1)
Keterangan: n = banyaknya bayangan yang dibentuk
α = sudut antar dua cermin
1.6.2.4 Pemantulan pada Cermin Cekung
Selain pada cermin datar, peristiwa dapat terjadi pada cermin cekung. Cermin
cekung adalah cermin yang permukaan pantulnya melengkung ke dalam.
Keterangan :
SU = Sumbu utama
M = Pusat kelengkungan cermin
F = Titik focus cermin
Gambar 2.4 Bagian-bagian cermin cekung
Cermin cekung memiliki sifat akan memantulkan sinar-sinar sejajar menuju
titik fokusnya dan bersifat mengumpulkan cahaya (konvergen). Pada cermin cekung
terdapat sinar-sinar istimewa, yaitu sebagai berikut:
[image:43.612.248.397.600.682.2]1. Sinar datang sejajar dengan sumbu utama akan dipantulkan melalui titik fokus.
27
[image:44.612.247.412.142.231.2]2. Sinar datang melalui titik fokus akan dipantulkan sejajar dengan sumbu utama.
Gambar 2.6 Pemantulan sinar datang melalui titik fokus
3. Sinar datang melalui pusat kelengkungan cermin dipantulkan ke titik itu juga.
Gambar 2.7 Pemantulan sinar datang melalui pusat kelengkungan
Beberapa sifat bayangan yang dibentuk oleh cermin cekung berdasarkan letak
bendanya adalah sebagai berikut:
1. Jika benda diletakkan di luar pusat kelengkungan cermin (M), bayangan yang
dibentuk akan bersifat nyata, terbalik dan diperkecil dan terletak di antara pusat
kelengkungan cermin (M) dan titik fokus (F).
2. Jika benda diletakkan di antara titik pusat kelengkungan cermin (M) dan titik
fokus (F), bayangan yang dibentuk bersifat nyata, terbalik, diperbesar dan terletak
di depan titik pusat kelengkungan cermin.
3. Jika benda diletakkan tepat pada titik fokus (F), maka akan terbentuk bayangan
[image:44.612.245.414.298.389.2]4. Jika benda berada di antara titik fokus (F) dan cermin, maka bayangan yang
terbentuk bersifat maya, tegak dan diperbesar. Letak bayangan berada di belakang
cermin.
Untuk mendapatkan bayangan yang dibentuk oleh cermin cekung bisa
[image:45.612.238.411.250.373.2]menggunakan dua berkas sinar istimewa.
Gambar 2.8 Pembentukan bayangan oleh cermin cekung menggunakan berkas sinar-
sinar istimewa
Pada Gambar 2. dapat dilihat bahwa jika benda terletak di antara pusat
kelengkungan cermin M dan titik fokus F maka bayangan yang dihasilkan adalah
nyata, terbalik dan diperbesar. yaitu sebagai berikut:
Hubungan antara jarak benda (s) dan jarak bayangan (s’) akan menghasilkan
jarak fokus f. Hubungan tersebut secara matematis dapat ditulis:
Sedangkan perbesasran cermin cekung dapat ditentukan dengan rumus
29
Dengan: 2f = r = jari-jari cermin (cm)
f = jarak fokus (cm)
s = jarak benda (cm)
s’ = jarak bayangan (cm)
M = perbesaran bayangan (cm)
h = tinggi benda (cm)
h’ = tinggi bayangan (cm)
Sifat bayangan yang terbentuk pada cermin cekung juga dapat ditentukan
dengan cara berikut:
1. Jika s’ bernilai (+) maka bayangan bersifat nyata dan terbalik, namun jika s’
bernilai (-) maka bayangan bersifat maya dan tegak.
2. Jika M > 1 maka bayangan diperbesar. Jika M = 1 maka bayangan sama besar
dengan benda. Jika M < 1 maka bayangan diperkecil.
1.6.2.5 Pemantulan pada Cermin Cembung
Cermin cembung adalah cermin yang permukaan pantulnya melengkung ke
luar. Cermin cembung memiliki sifat berkas sinar yang sejajar sumbu utama
dipantulkan seolah-olah berasal dari titik fokus dan bersifat menyebarkan cahaya
(divergen). Seperti halnya cermin cekung, sebelum menggambarkan pembentukan
bayangan, perlu diketahui sinar-sinar istimewa yang dimiliki oleh cermin cembung,
1. Sinar datang sejajar sumbu utama akan dipantulkan seolah-olah berasal dari titik
[image:47.612.216.414.153.243.2]fokus.
Gambar 2.9 Pemantulan sinar datang sejajar sumbu utama
[image:47.612.208.412.323.406.2]2. Sinar datang menuju titik fokus akan dipantulkan sejajar sumbu utama.
Gambar 2.10 Pemantulan sinar datang menuju titik fokus
3. Sinar datang menuju pusat kelengkungan cermin dipantulkan seolah-olah dari
titik itu juga
Gambar 2.11 Pemantulan sinar datang menuju pusat kelengkungan cermin
Benda yang diletakkan di depan cermin cembung akan selalu menghasilkan
bayangan di belakang cermin dengan sifat maya, tegak dan diperkecil. Cukup
menggunakan dua berkas sinar istimewa untuk mendapatkan bayangan pada cermin
[image:47.612.170.419.472.560.2]31
Gambar 2.12 Pembentukan bayangan pada cermin cembung menggunakan berkas
sinar-sinar istimewa
Benda yang diletakkan di depan cermin cembung akan selalu menghasilkan
bayangan di belakang cermin dengan sifat maya, sama tegak, dan diperkecil.
Hubungan antara jarak benda (s) dan jarak bayangan (s’), dan titik fokus (f) memiliki
persamaan yang sama dengan cermin cekung. Perbedaannya, pada cermin cembung
nilai jarak fokus selalu bernilai negatif.
Sedangkan perbesaran cermin cembung dapat ditentukan dengan rumus:
Dengan: f = jarak fokus bernilai negatif (cm)
s = jarak benda (cm)
s’ = jarak bayangan (cm)
M = perbesaran bayangan (cm)
h = tinggi benda (cm)
2.7 Kerangka Berpikir
Fisika merupakan salah satu ilmu sains yang memiliki sumbangan besar
dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Kegiatan pembelajaran fisika di sekolah
masih banyak menggunakan pembelajaran dengan metode ceramah dan tidak
melibatkan siswa secara keseluruhan. Guru sebagai bagian dari tenaga kependidikan
berupaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan meningkatkan hasil belajar
siswa. Salah satu faktor keberhasilan guru dalam meningkatkan proses dan hasil
belajar adalah bergantung pada model pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Hal
tersebut akan berpengaruh pada motivasi dan aktivitas siswa dalam belajar.
Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model
pembelajaran SAVI yang menggabungkan seluruh aktivitas anggota tubuh dengan
pemikiran siswa. Dalam pembelajaran fisika siswa diharapkan dapat mengalami
proses pembelajaran yang melibatkan dirinya untuk mengamati, mencari dan
mencoba mengenai materi yang disampaikan melalui kegiatan ilmiah. Penelitian
dilakukan dengan mengambil satu kelas sebagai kelas kontrol dan satu kelas sebagai
kelas eksperimen. Kelas eksperimen diberi pembelajaran model SAVI dengan
pembiasaan kerja ilmiah. Sedangkan kelas kontrol diberi perlakuan dengan model
pembelajaran SAVI saja. Dengan menerapkan model pembelajaran SAVI dengan
pembiasaan kerja ilmiah diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar
33
Pembelajaran Fisika
Guru masih menggunakan metode ceramah, proses pembelajaran teoritik, berpusat pada guru.
Motivasi dan hasil belajar rendah
Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
Pembelajaran dengan SAVI Pembelajaran Model SAVI dan
Pembiasaan Bekerja Ilmiah
Siswa dapat melibatkan seluruh indera dan kemampuan intelektualnya, bergerak dan bekerjasama sehingga siswa mendapat pengalaman belajar yang
baru dan bermakna
Pembelajaran dengan penerapan model Somatic, Auditory, Visualisation an Intelectually (SAVI) dengan pembiasaan bekerja ilmiah dapat meningkatkan
[image:50.612.111.517.81.623.2]motivasi dan hasil belajar siswa
2.8 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian atau dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah
penelitian (Sugiyono, 2008: 96). Adapun hipotesis yang akan diujikan dalam
penelitian ini adalah:
1. Motivasi belajar siswa melalui pembelajaran SAVI dan Pembiasaan bekerja
ilmiah lebih tinggi dibandingkan dengan motivasi belajar siswa melalui
pembelajaran SAVI saja.
2. Hasil belajar siswa melalui pembelajaran SAVI dan Pembiasaan bekerja ilmiah
lebih tinggi dibandingkan dengan motivasi belajar siswa melalui pembelajaran
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian eksperimen dengan pendekatan
kuantitatif. Bentuk eksperimen ini menggunakan Quasi Experimental Design yang
mempunyai kelas kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol
variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.
Penelitian ini difokuskan untuk menerapkan model pembelajaran SAVI
dengan pembiasaan bekerja ilmiah terhadap motivasi dan hasil belajar siswa.
Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah motivasi dan hasil belajar siswa.
Desain yang digunakan adalah Nonequivalent Control Group Design yang hampir
sama dengan pretest posttest control group design, hanya pada desain ini kelas
eksperimen dan kelas kontrol tidak dipilih secara random (Sugiyono, 2008: 116).
Siswa di kelas eksperimen maupun kelas kontrol diberi pretest di awal
pembelajaran. Kemudian siswa diberi perlakuan SAVI dengan pembiasaan kerja
ilmiah untuk kelas eksperimen sedangkan kelas kontrol diberi perlakuan hanya
dengan model pembelajaran SAVI. Selanjutnya kedua kelas diberi posttest. Hasil dari
perlakuan siswa dapat diketahui dengan membandingkan hasil akhir dengan keadaan
sebelum diberi perlakuan. Rancangan desain dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
O
1X
O
2 [image:53.612.236.402.104.162.2]O
3Y
O
4Gambar 3.1 Rancangan Desain Penelitian
Keterangan:
O1 : nilai pretest pada kelas eksperimen (sebelum diberi perlakuan)
O2 : nilai posttest pada kelas eksperimen (setelah diberi perlakuan)
O3 : nilai pretest pada kelas kontrol (sebelum diberi perlakuan)
O4 : nilai posttest pada kelas kontrol (setelah diberi perlakuan)
X : Perlakuan dengan model pembelajaran SAVI dengan pembiasaan bekerja ilmiah
Y : perlakuan dengan model SAVI
(Sugiyono, 2008: 116)
3.2 Subjek dan Lokasi Penelitian
3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008: 117). Populasi
dalam penelitian ini adalah kelas VIII SMP Negeri 5 Batang.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Jumlah populasi yang besar mengakibatkan ketidakmampuan oleh peneliti
37
Oleh karena itu, sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul repesentatif
(mewakili) (Sugiyono, 2008: 117).
Pengambilan sampel data populasi ini menggunakan teknik purposive
sampling. Pemilihan sampel dengan cara teknik purposive sampling, sampel
penelitian ditentukan berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008: 124).
Sampel dari penelitian ini yaitu kelas VIII B dan VIII E.
3.2.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 5 Batang yang Beralamat di
Jalan R.E. Martadinata No 138 Batang.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat dari orang, obyek atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008: 61). Terdapat dua
variabel dalam penelitian ini, yaitu:
3.3.1 Variabel Bebas
Variabel bebas atau variabel independen merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen
(terikat). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran SAVI
dengan pembiasaan bekerja ilmiah dan pembelajaran dengan model SAVI tanpa kerja
3.3.2 Variabel Terikat
Variabel terikat atau variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah motivasi dan hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 5
Batang.
3.4 Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan Quasi Experimental Design dimana desain ini
mempunyai kelas eksperimen dan kelas kontrol, tetapi tidak sepenuhnya mengontrol
varibel-variabel yang berpengaruh pada pelaksanaan eksperimen. desain yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Control Group Pre-Test Post-Test.
Kedua kelas yang diambil pada penelitian ini memiliki karakteristik yang
sama atau homogen. Untuk mengetahui bahwa kedua kelas tersebut homogen dan
normal adalah dengan meguji normalitas dan homogenitas kedua kelas tersebut.
Kelas eksperimen maupun kelas kontrol keduanya diberi pre-test untuk mengetahui
pemahaman dan motivasi belajar siswa sebelum diberikannya perlakuan. Kelas A
sebagai kelas eksperimen diberi perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran
dengan pembiasaan bekerja ilmiah. Sedangkan kelas B sebagai kelas kontrol diberi
perlakuan dengan model pembelajaran SAVI saja. Setelah kedua kelas diberi
perlakuan yang berbeda selanjutnya kedua kelas diberi post-test untuk mengetahui
39
3.5 Teknik Pengumpulan Data
3.5.1 Observasi
Teknik pengumpulan data observasi digunakan bila penelitian dilakukan
berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila
responden yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono, 2008: 203). Pengumpulan data
observasi dibantu oleh observer dengan cara mengisi lembar observasi.
3.5.2 Angket (Kuisioner)
Angket atau kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawabnya (Sugiyono, 2008: 199). Angket dalam penelitian ini merupakan
angket respon siswa mengenai motivasi belajar siswa setelah penerapan model
pembelajaran SAVI dan pembiasaan bekerja ilmiah.
3.5.3 Tes
Tes adalah alat bantu prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau
mengukur sesuatu dalam suasana dengan cara dan aturan-aturan yang sudah
ditentukan (Arikunto, 2010: 70). Metode ini untuk mengetahui pengusaan siswa
terhadap hasil belajar siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Tes yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi pretest dan posttest yang dilakukan pada
tiap-tiap kelas. Pretest merupakan uji awal sebelum dilakukan eksperimen pada
sampel penelitian sedangkan posttet merupakan uji akhir eksperimen atau tes yang
Pearson
=
persa
∑
maan:
− (∑ )(∑ )
∑ − ) ∑ − )
3.5.4 Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah cara mengumpulkan data mengenai hal-hal atau
variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
legeer, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2010: 70). Metode dokumentasi diperlukan
untuk memperoleh data siswa serta foto kegiatan pembelajaran.
3.6 Analisis Instrumen Angket
3.6.1 Validitas
Menurut Arikunto (2007: 72), untuk menguji validitas konstruksi soal angket
yang digunakan dalam penelitian digunakan rumus korelasi product moment yang
dikemukakan oleh dengan
{ (∑ }{ (∑ }
Keterangan :
r
XY = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel YN = banyaknya peserta tes
X = skor butir
Y = skor total
Validitas angket dapat diketahui dengan membandingkan harga r hitung
41
un rum
=
us Alpha
− 1
Cron
1 −
ach s
angan
=
= ∑
22 Kaidah keputusan jika thitung > ttabel berarti valid. Hasil uji validitas angket dari 30
butir soal dapat dilihat pada Lampiran 15 dan terangkum pada Tabel 3.1.
[image:58.612.113.531.205.310.2]No Kriteria Soal
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas Angket Uji Coba
No Soal Jumlah
1 Valid 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 10, 11, 13, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 25, 26, 27, 28, 30
Tidak 2
Valid 6, 9, 12, 14, 16, 23, 24, 29 8
3.6.2 Reliabilitas
Untuk mencari reliabilitas instrumen angket digunakan rumus Alpha
(Arikunto, 2010: 239). Adap b ebagai berikut :
∑
Keter :
koefisien reliabilitas
jumlah varians skor tiap-tiap item
= varians total
k = banyaknya butir soal
Setelah koefisisen reliabilitas diperoleh atau nilai r11 = 0.885, kemudian
dibandingkan dengan r tabel. Pada α = 5% dengan n = 21 diperoleh r tabel 0.433.
karena r11 > rtabel maka dapat disimpulkan bahwa angket tersebut reliable. Data
n bise al d gan
−
persa
3.7 Analisis Instrumen Tes
Setelah perangkat tes disusun, maka dilakukan uji coba untuk mengetahui
validitas, daya beda, tingkat kesukaran soal dan reliabilitas. Setelah perangkat tes
diuji cobakan, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis dengan tujuan
instrumen yang dipakai untuk memperoleh data benar-benar dapat digunakan dan
dapat dipercaya. Analisis perangkat uji coba meliputi:
3.7.1 Validitas
Validitas berhubungan dengan ketepatan atau kesahihan instrumen yaitu
kesesuaian tujuan dengan alat ukur yang digunakan. Sebuah tes dikatakan memiliki
validitas jika hasilnya sesuai dengan kriteria dalam arti memiliki kesejajaran antara
hasil tes dengan kriteria. Teknik untuk mengetahui kesejajaran tersebut salah satunya
dengan menggunakan rumus poi ri en maan sebagai berikut:
=
(Arikunto, 2007: 79)
Keterangan:
γpbi = koefisien korelasi biserial.
M = rata-rata skor dari subjek yang menjawab betul untuk butir soal yang dicari
validitasnya
Mt = rata-rata skor total
43
embed
=
a dap
−
at dihi
=
tung
− deng
22 p = proporsi siswa yang benjawab benar atau banyaknya siswa yang menjawab
benar dibagi den