• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DENGAN SNAWBALL THROWING DI KELAS VII SMP NEGERI 3 MEDAN T.A. 2016/2017.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DENGAN SNAWBALL THROWING DI KELAS VII SMP NEGERI 3 MEDAN T.A. 2016/2017."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DENGAN SNAWBALL THROWING DI KELAS VII

SMP NEGERI 3 MEDAN T.A. 2016/2017

Oleh:

Juwita Fransisca Putri NIM. 4121111017

Program Studi Pendidikan Matematika

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)

ii

RIWAYAT HIDUP

Juwita Fransisca Putri dilahirkan di Tarutung, pada tanggal 22 Juni 1994. Ibu

bernama Marlin Sihombing dan ayah bernama Posma Simamora, dan merupakan

anak kedua dari dua bersaudara. Pada tahun 2000, penulis masuk SD Negeri

101887 Tanjung Morawa, dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2006, penulis

melanjutkan sekolah di SMP Swasta Santa Maria Medan, dan lulus pada tahun

2009. Pada tahun 2009, penulis melanjutkan sekolah di SMA Negeri 10 Medan,

dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2012, penulis diterima di Program Studi

Pendidikan Matematika Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan, dan lulus ujian pada tanggal 24

(4)

iii

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DENGAN SNAWBALL THROWING DI KELAS VII

SMP NEGERI 3 MEDAN T.A. 2016/2017 Juwita Fransisca Putri (4121111017)

ABSTRAK

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas

segala rahmat dan karunia-Nya yang senantiasa dianugrahkan kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Yang Diajar Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Dengan Snawball Throwing Di Kelas VII SMP Negeri 3 Medan T.A 2016/2017”, yang disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Matematika,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Medan.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan dapat

diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis

ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam–dalamnya kepada semua

pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini, antara lain:

1. Bapak Dr. Edy Surya, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

banyak memberikan bimbingan dan saran-saran kepada penulis sejak awal

penyusunan proposal penelitian sampai selesainya penulisan skripsi ini.

2. Bapak Drs. M. Panjaitan, M.Pd, Bapak Prof. Dr. S. Saragih, M.Pd, dan Bapak

Dr. Mulyono, M.Si sebagai Dosen Penguji yang telah banyak memberikan

saran dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd, selaku dosen Penasehat Akademik (PA) yang

telah membimbing penulis selama perkuliahan.

4. Bapak Prof. Dr. H. Syawal Gultom, M.Pd, selaku Rektor Universitas Negeri

Medan.

5. Bapak Dr. Asrin Lubis, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

(6)

v

6. Bapak Prof. Dr. Herbert Sipahutar, M.S., M.Sc, selaku Wakil Dekan Bidang

Akademik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Negeri Medan.

7. Bapak Dr. Edy Surya, M.Si, selaku Ketua Jurusan Matematika.

8. Bapak Drs. Zul Amry, M.Si, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Matematika dan Bapak Drs. Yasifati Hia, M.Si selaku Sekretaris Jurusan

Matematika.

9. Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf Pegawai Jurusan Matematika.

10. Ibu Hj. Nurhalimah Sibuea, S.Pd, M.Pd, sebagai Kepala Sekolah yang telah

mengizinkan penulis untuk melaksanakan penelitian di SMP Negeri 3 Medan.

11. Teristimewa rasa dan ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis

sampaikan kepada kedua orang tua tercinta P. Simamora dan M. Sihombing

untuk setiap tetes keringat dan air mata, untuk kasih sayang yang tak pernah

berkurang, untuk harapan yang tak pernah pudar, do’a yang tak henti, yang

selalu membanggakan tak peduli berapa kali mengecewakan, dan perjuangan

dan pengorbanan yang telah dilakukan untuk penulis selama ini.

12. Abangku terganteng Benny Putra Simamora untuk dukungannya sehingga adek

mampu menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

13. Kepada keluarga besar saya, tulang, nantulang, maktua, kakak dan adik sepupu yang telah memberikan do’a, semangat, serta dukungan.

14. Teman seperjuangan dalam menyelesaikan skripsi (Terkhusus Maria Claudia

Silalahi) untuk dukungan yang sangat luar biasa dan suka duka yang telah

dilewati bersama.

15. Seluruh sahabat Matematika DIK-B 2012 (terkhusus Agnes Agustina Purba,

Yessika Pramita Tambunan dan Irawati Silalahi) yang sangat luar biasa, terima

kasih untuk perjuangan bersama yang berat tapi terasa menyenangkan di

beberapa semester, untuk petualangan bersama yang telah kita lewati, dan

(7)

vi

16. Seluruh teman-teman Matematika stambuk 2012 yang pernah berbagi cerita

dan membekaskan kenangan.

17. Terimakasih banyak untuk kak Martalia Siregar yang selalu menjadi teman

berbagi dan selalu memberikan semangat serta motivasi.

Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam penyelesaian skripsi ini,

namun penulis menyadari banyak kelemahan, baik isi maupun tata bahasa,

karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan skripsi ini. Kiranya skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan

menjadi bahan masukan dalam dunia pendidikan.

Medan, Agustus 2016 Penulis,

(8)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan i

Riwayat Hidup ii

Abstrak iii

Kata Pengantar iv

Daftar Isi vii

Daftar Gambar ix

Daftar Tabel xi

Daftar Lampiran xii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1.Latar Belakang Masalah 1

1.2.Identifikasi Masalah 10

1.3.Pembatasan Masalah 11

1.4.Rumusan Masalah 11

1.5.Tujuan Penelitian 11

1.6.Manfaat Penenlitian 12

1.7.Defenisi Operasional 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14

2.1.Kerangka Teoritis 14

2.1.1.Masalah dalam Matematika 14

2.1.2.Pemecahan Masalah Matematika 15 2.1.3.Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika 16 2.1.4.Belajar dan Pembelajaran Matematika 18

2.1.5.Pembelajaran Kooperatif 21

2.1.5.1. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif 23 2.1.5.2. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif 24 2.1.5.3. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif 25 2.1.6.Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT 27

2.1.6.1. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran

Kooperatif Tipe NHT 31

2.1.7.Pembelajaran Kooperatif Tipe Snawball Throwing 32 2.1.7.1. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran

Kooperatif Tipe Snawball Throwing 34

2.2.Materi Bangun Datar Segiempat 35

2.2.1.Persegi Panjang dan Persegi 35

2.3.Teori Belajar yang Mendukung 39

2.4.Penelitian yang Relevan 41

2.5.Kerangka Konseptual 42

2.5.1.Terdapat Perbedaan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika 42

(9)

viii

Menyelesaiakan Soal Pemecahan Masalah 43

2.6.Hipotesis Penelitian 45

BAB III PENUTUP 46

3.1.Lokasi dan Waktu Penelitian 46

3.2.Populasi dan Sampel Penelitian 46

3.2.1.Populasi Penelitian 46

3.2.2.Sampel Penelitian 46

3.3.Variabel Penelitian 46

3.4.Janis dan Desain Penelitian 47

3.5.Langkah-langkah Penelitian 48

3.6.Instrumen Penelitian 51

3.6.1.Test Kemampuan 51

3.6.2.Teknik Pemberian Skor 51

3.6.3.Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa 52

3.7.Teknik Analisis Data 53

3.7.1.Menghitung Rata-rata Skor 53

3.7.2.Menghitung Standar Deviasi 54

3.7.3.Uji Normalitas 54

3.7.4.Uji Homogenitas 54

3.7.5.Uji Hipotesis 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 58

4.1.Deskripsi Data Hasil Penelitian 58

4.1.1.Nilai Pretest Kelas Eksperimen A dan Kelas

Eksperimen B 58

4.1.2.Nilai Pretest Kelas Eksperimen A dan Kelas

Eksperimen B 59

4.2.Analisis Data Hasil Penelitian 60

4.2.1.Uji Normalitas Data 60

4.2.2.Uji Homogenitas Data 61

4.2.3.Pengujian Hipotesis 61

4.3.Analisis Proses Penyelesaian Jawaban Siswa 63 4.3.1.Proses Penyelesaian Pretest Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika 63

4.3.2.Proses Penyelesaian Posttest Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika 69

4.4.Pembahasan Hasil Penelitian 74

4.5.Keterbatasan Penelitian 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 79

5.1.Kesimpulan 79

5.2.Saran 79

(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Kebun Bunga 35

Gambar 2.2a. Persegi Panjang 37

Gambar 2.2b. Persegi 37

Gambar 2.3. Model Persegi Panjang 37

Gambar 2.4. Ilustrasi Sifat Persegi Panjang 38

Gambar 2.5. Ilustrasi Sifat Persegi 38

Gambar 3.1. Skema Prosedur Penelitian 49

Gambar 4.1. Proses Jawaban Butir Soal Nomor 1 Pretest Siswa

Pada Kelas Eksperimen A 63

Gambar 4.2. Proses Jawaban Butir Soal Nomor 1 Pretest Siswa

Pada Kelas Eksperimen B 64

Gambar 4.3. Proses Jawaban Butir Soal Nomor 2 Pretest Siswa

Pada Kelas Eksperimen A 64

Gambar 4.4. Proses Jawaban Butir Soal Nomor 2 Pretest Siswa

Pada Kelas Eksperimen B 65

Gambar 4.5. Proses Jawaban Butir Soal Nomor 3 Pretest Siswa

Pada Kelas Eksperimen A 65

Gambar 4.6. Proses Jawaban Butir Soal Nomor 3 Pretest Siswa

Pada Kelas Eksperimen B 66

Gambar 4.7. Proses Jawaban Butir Soal Nomor 4 Pretest Siswa

Pada Kelas Eksperimen A 66

Gambar 4.8. Proses Jawaban Butir Soal Nomor 4 Pretest Siswa

Pada Kelas Eksperimen B 67

Gambar 4.9. Proses Jawaban Butir Soal Nomor 1 Postest Siswa

Pada Kelas Eksperimen A 69

Gambar 4.10. Proses Jawaban Butir Soal Nomor 1 Postest Siswa

(11)

x

Gambar 4.11. Proses Jawaban Butir Soal Nomor 2 Postest Siswa

Pada Kelas Eksperimen A 70

Gambar 4.12. Proses Jawaban Butir Soal Nomor 2 Postest Siswa

Pada Kelas Eksperimen B 70

Gambar 4.13. Proses Jawaban Butir Soal Nomor 3 Postest Siswa

Pada Kelas Eksperimen A 71

Gambar 4.14. Proses Jawaban Butir Soal Nomor 3 Postest Siswa

Pada Kelas Eksperimen B 71

Gambar 4.15. Proses Jawaban Butir Soal Nomor 4 Postest Siswa

Pada Kelas Eksperimen A 72

Gambar 4.16. Proses Jawaban Butir Soal Nomor 4 Postest Siswa

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. Hasil Kerja Siswa 4

Tabel 1.2. Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa 6

Tabel 2.1. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif 26

Tabel 3.1. Desain Penelitian 47

Tabel 3.2. Teknik Pemberian Skor 52

Tabel 3.3. Kriteria Tingkat Penguasaan Siswa 53

Tabel 4.1. Data Pretest Kelas Eksperimen A dan Kelas

Eksperimen B 59

Tabel 4.2. Data Posttest Kelas Eksperimen A dan Kelas

Eksperimen B 60

Tabel 4.3. Ringkasan Rata-rata Nilai Pretest dan Posttest

Kedua Kelas 60

Tabel 4.4. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data 61

Tabel 4.5. Ringkasan Data Hasil Uji Homogenitas 61

Tabel 4.6. Ringkasan Data Hasil Uji Hipotesis Pretest 62

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I Kelas Eksperimen A 83

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II Kelas Eksperimen A 92

Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I Kelas Eksperimen B 101

Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II Kelas Eksperimen B 109

Lampiran 5 Lembar Aktivitas Siswa I 117

Lampiran 6 Lembar Aktivitas Siswa II 120

Lampiran 7 Lembar Validitas Pretest 123

Lampiran 8 Lembar Validitas Posttest 126

Lampiran 9 Kisi-kisi Pretest 129

Lampiran 10 Kisi-kisi Posttest 130

Lampiran 11 Pretest 131

Lampiran 12 Posttest 134

Lampiran 13 Alternatif Pemecahan Pretest 137

Lampiran 14 Alternatif Pemecahan Posttest 141

Lampiran 15 Teknik Pemberian Skor 145

Lampiran 16 Lembar Observasi Aktivitas Guru 146

Lampiran 17 Daftar Nilai Butir Soal Pretest dan Posttest

Kelas Eksperimen A dan Kelas Eksperimen B 150

Lampiran 18 Daftar Nilai Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen A

dan Kelas Eksperimen B 158

Lampiran 19 Prosedur Perhitungan Rata-Rata, Varians,

dan Simpangan Baku 164

Lampiran 20 Perhitungan Uji Normalitas Data 167

Lampiran 21 Perhitungan Uji Homogenitas Data 171

Lampiran 22 Perhitungan Uji Hipotesis Data 174

Lampiran 23 Perhitungan Tingkat Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika Siswa 178

(14)

xiii

Lampiran 25 Daftar Nilai Kritis Untuk Uji Liliefors 183

Lampiran 26 Daftar Nilai Persentil Untuk Distribusi F 184

Lampiran 27 Daftar Nilai Persentil Untuk Distribusi t 186

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bidang pendidikan merupakan bidang yang tak terpisahkan bagi

kemajuan suatu bangsa. Kualitas pendidikan merupakan hal yang dapat

menentukan kemajuan peradaban suatu bangsa. Oleh karena itu, pendidikan dapat

dijadikan parameter seberapa baik kualitas pembangunan suatu bangsa.

Di dalam dunia pendidikan, matematika merupakan ilmu universal yang

mendasari perkembangan teknologi modern dan mengembangkan daya pikir

manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sangat

tergantung kepada perkembangan pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah

terutama pendidikan matematika. Matematika merupakan salah satu di antara

mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dengan persentase jam pelajaran yang

lebih dibandingkan dengan pelajaran lainnya.

Matematika disadari sangat penting peranannya. Namun tingginya

tuntutan untuk menguasai matematika tidak berbanding lurus dengan hasil belajar

matematika siswa. Kenyataan yang ada menunjukkan hasil belajar siswa pada

bidang studi matematika kurang menggembirakan. Pemerintah, khususnya

Departemen Pendidikan Nasional telah berupaya untuk meningkatkan kualitas

capaian hasil belajar matematika siswa, baik melalui peningkatan kualitas guru

matematika melalui penataran-penataran, maupun peningkatan standar minimal

nilai Ujian Nasional untuk kelulusan pada mata pelajaran matematika. Namun

ternyata prestasi belajar matematika siswa masih jauh dari harapan. Dari hasil

TIMSS (Trend in International Mathematics and Science Study) http://litbang.kemdikbud.go.id/, Survei Internasional tentang prestasi matematika

dan sains siswa SMP Kelas VIII, yang diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan

dan Kebudayaan memperlihatkan bahwa skor yang diraih Indonesia masih di

bawah skor rata-rata internasional. Hasil studi TIMSS 2003, Indonesia berada di

peringkat ke-35 dari 46 negara peserta dengan skor rata-rata 411, sedangkan skor

(16)

2

peringkat ke-36 dari 49 negara peserta dengan skor rata-rata 397, sedangkan skor

rata-rata internasional 500. Dan hasil terbaru, yaitu hasil studi 2011, Indonesia

berada di peringkat ke-38 dari 42 negara peserta dengan skor rata-rata 386,

sedangkan skor rata-rata internasional 500. Jika dibandingkan dengan negara

ASEAN misal Singapura dan Malaysia, Posisi Indonesia masih di bawah

negara-negara tersebut. Hasil studi TIMSS 2003, Singapura dan Malaysia berada di

peringkat 1 dan 10 dengan skor rata-rata 605 dan 508. Hasil studi 2007, Singapura

dan Malaysia berada di peringkat 3 dan 20 dengan skor rata-rata 593 dan 474.

Hasil studi TIMSS 2011, Singapura dan Malaysia berada di peringkat 2 dan 26

dengan skor rata-rata 611 dan 440.

Survey di atas sebagai bukti bahwa prestasi siswa Indonesia khususnya di

bidang studi matematika masih rendah dan kurang memuaskan, salah satunya

disebabkan karena kemampuan pemecahan matematika siswa masih rendah.

Dengan melihat pentingnya matematika maka pelajaran matematika perlu

diberikan kepada peserta didik mulai dari prasekolah (TK), SD, SMP, SMA,

sampai pada perguruan tinggi. Untuk membekali peserta didik dengan

kemampuan berpikir logis, analisis, sistematik, kritis dan kreatif serta kemampuan

bekerja sama. Kompetisi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki

kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan

hidup pada keadaan yang selalu berubah tidak pasti dan kompetitif. Menurut

Cornelius (dalam Abdurrahman 2009 : 253) menyatakan bahwa:

Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola- pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.

Cockroft (dalam Abdurrahman 2009 : 253) mengemukakan bahwa:

(17)

3

Tingginya tuntutan untuk menguasai matematika tidak berbanding lurus

dengan hasil belajar matematika dan kemampuan pemecahan masalah siswa.

Padahal penemuan atau pengembangan dari banyak bidang matematika

merupakan hasil langsung dari pemecahan masalah. Pemecahan masalah sangat

penting dalam pembelajaran matematika untuk menguasai konsep dan memahami

dalil atau teorema.

Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang

sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian masalah

tersebut siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan

pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada

pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Abdurrahman (2009 : 254)

menyatakan bahwa : “Pemecahan masalah adalah aplikasi dari konsep dan keterampilan. Dalam pemecahan masalah biasanya melibatkan beberapa

kombinasi konsep dan keterampilan dalam suatu situasi baru atau situasi yang

berbeda”.

Hasil belajar siswa dalam mata pelajaran matematika lebih rendah

dibandingkan mata pelajaran lain. Selain itu, jika dilihat pada proses belajar

mengajarnya ternyata matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang tidak

diminati siswa karena matematika dianggap sulit dan menakutkan. Akibatnya

siswa tidak memahami arti penting matematika dalam kehidupan dan siswa

kurang berminat dan kurang termotivasi dalam belajar matematika. Siswa lebih

bersifat pasif, enggan, takut, atau malu untuk mengungkapkan ide-ide ataupun

penyelesaian atas soal atau masalah yang diberikan oleh guru.

Terlebih jika soal yang diberikan adalah soal cerita terkait pemecahan

masalah kehidupan sehari-hari. Soal-soal cerita merupakan bentuk soal yang

sangat kita kenal karena setiap hari kita senantiasa berhadapan dengan

masalah-masalah yang harus kita selesaikan. Kemampuan memahami suatu masalah-masalah

berhubungan dengan pengalaman yang pernah kita jalani atau masalah-masalah

sejenis yang pernah kita hadapi, dan kemampuan menyelesaikannya merupakan

dasar untuk bertahan hidup. Dengan demikian, mendidik siswa untuk menjadi

(18)

4

pendidikan. Pengembangan kemampuan siswa dalam menyelesaikan

masalah-masalah matematika dipandang sebagai sebuah tujuan penting di dalam program

pengajaran matematika.

Berdasarkan observasi awal (tanggal 4 Februari 2016) dengan pemberian

tes kepada siswa kelas VII-G di SMP Negeri 3 Medan. Tes yang diberikan berupa

tes diagnostik yang berbentuk uraian untuk melihat kemampuan siswa dalam

memecahkan masalah dalam matematika. Soal yang diujikan kepada siswa

adalah sebagai berikut:

1. Sebuah taman berbentuk persegi dengan panjang sisinya 13 m. Dalam taman tersebut terdapat sebuah kolam renang yang berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 10 m dan lebar 7 m. Berapakah luas tanah dalam taman yang dapat ditanami bunga ?

a.Dari informasi di atas buatlah hal-hal yang diketahui dan ditanyakan berdasarkan soal!

b.Bagaimana cara menentukan luas tanah dalam taman yang dapat ditanami bunga?

c.Tentukan luas tanah dalam taman yang dapat ditanami bunga!

d.Menurut Ari luas tanah yang dapat ditanami bunga adalah 99 , sedangkan menurut Leo luas tanah yang dapat ditanami bunga adalah 100 . Menurut anda jawaban atau pendapat siapa yang benar ? Jelaskan jawabanmu !

Berikut adalah hasil pengerjaan beberapa siswa dan reaksi siswa terhadap

masalah yang diberikan.

Tabel 1.1. Hasil Kerja Siswa

No. Hasil Kerja Siswa Reaksi Terhadap

Masalah

1. Ada siswa yang masih

(19)

5

2.

Siswa salah merencanakan strategi yang akan digunakan.

3.

Siswa menggunakan langkah-langkah

penyelesaian yang mengarah ke solusi yang benar tetapi tidak lengkap dan masih salah menghitung.

4.

Siswa yang tidak mampu memeriksa kembali penyelesaian yang dikerjakan dan dalam menyimpulkan hasil jawaban masih salah.

Dari keseluruhan jawaban ditemukan kendala pada kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa kelas VII-G SMP Negeri 3 Medan yang

berjumlah 32 siswa yang diberi tes tentang materi persegi dan persegi panjang

(20)

6

Tabel 1.2. Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa Melaksanakan Pemecahan Masalah Pada Tes Diagnostik Berdasarkan

Langkah-Langkah Pemecahan Masalah Indikator Tes Diagnostik

Kemampuan Pemecahan Masalah Banyak Siswa

Persentase Jumlah

Siswa

Memahami Masalah 11 orang 30,6 %

Merencanakan Penyelesaian 11 orang 30,6 %

Melaksanakan Penyelesaian 8 orang 22,2 %

Memeriksa Kembali 5 orang 13,9 %

Berdasarkan hasil dari tes diagnostik yang diperoleh dari siswa kelas VII-G

SMP Negeri 3 Medan dapat diketahui bahwa kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa masih rendah, banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam

menentukan konsep matematika yang akan digunakan dalam menyelesaikan suatu

permasalahan, siswa mengalami kesulitan dalam mengaitkan antara yang

diketahui dengan yang ditanya dari soal dan banyak siswa yang mengalami

kesulitan dalam memisalkan mengubah kalimat soal kedalam kalimat matematika

(membuat model). Mereka cenderung mengambil kesimpulan untuk melakukan

operasi hitung pada bilangan-bilangan yang ada dalam soal cerita tanpa

memahami dan memikirkan apa yang diminta dalam soal. Siswa masih

mengalami kesulitan untuk menggunakan pengetahuannya dalam menyelesaikan

persoalan matematika yang menyangkut kehidupan sehari-hari. Dalam setiap

langkah kegiatan pemecahan masalah siswa dikategorikan dalam kemampuan

yang sangat rendah, karena itu secara keseluruhan diambil kesimpulan siswa

dalam pemecahan masalah masih sangat rendah dan pembelajaran matematika

jarang dikaitkan dengan masalah kehidupan sehari-hari siswa.

Pemilihan model pembelajaran sangat penting dan sangat berpengaruh

terhadap hasil belajar siswa dalam menentukan keberhasilan belajar matematika.

Penggunaan model pembelajaran yang tepat akan mengatasi kejenuhan siswa

menerima pelajaran matematika. Selama ini model pembelajaran yang digunakan

(21)

7

jenuh dan bosan yang menyebabkan pencapaian hasil belajar tidak optimal.

Slameto (2010 : 65) menyatakan bahwa :

Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Metode mengajar guru yang kurang baik itu dapat terjadi misalnya karena guru kurang persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran sehingga guru tersebut menyajikannya tidak jelas atau sikap guru terhadap siswa dan atau terhadap mata pelajaran itu sendiri tidak baik, sehingga siswa kurang senang terhadap pelajaran atau gurunya. Akibatnya siswa malas untuk belajar.

Demikian juga Usman (2001 : 30) mengungkapkan bahwa :

Banyak faktor yang menjadi penyebab rendah atau kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep matematika, salah satu diantaranya adalah metode yang digunakan oleh pengajar, misalnya dalam pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan tradisional yang menempatkan peserta didik dalam proses belajar mengajar sebagai pendengar, sebaliknya peran guru atau pengajar pada pembelajaran sangat dominan.

Siswa aktif belajar karena baginya pelajaran tersebut menarik dan

menyenangkan. Agar anggapan tersebut juga diperlakukan terhadap pelajaran

matematika, maka guru harus mampu mengubah persepsi siswa yang menganggap

matematika itu pelajaran yang sulit pada proses pembelajaran.

Kegiatan mengajar merupakan suatu keterampilan mengajar yang harus

dikuasai oleh guru baik secara teori maupun praktek. Seorang guru harus bersifat

layaknya sebagai sosok yang mampu mengajak semua siswa untuk mengikuti

pelajarannya dengan baik dan kondusif dalam kelas, seperti artis yang berada di

depan panggung. Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika tidak cukup

hanya dengan mentransfer ilmu dari guru ke siswa. Oleh karena itu, guru

memerlukan keterampilan untuk membuat pembelajaran yang lebih inovatif

melalui strategi belajar dan berbagai teknik-teknik mengajar yang lebih memacu

semangat siswa dan menjadikan belajar itu menyenangkan sehingga dapat

mengoptimalkan hasil belajar siswa.

Dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa, hendaknya guru berusaha melatih dan membiasakan siswa

melakukan kegiatan pembelajaran seperti memberikan latihan-latihan soal dan

(22)

8

akan memberikan banyak manfaat dan memberikan dampak yang sangat penting.

Pentingnya pemilihan teknik pengajaran dilakukan oleh guru dengan cermat

sehingga siswa dapat memahami dengan jelas setiap materi yang disampaikan dan

akhirnya akan mampu membuat proses belajar mengajar lebih optimal dan

kemampuan siswa dalam pemecahan masalah dapat meningkat. Seperti yang

dituliskan Hudojo (2005 : 130) :

Mengajar siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah memungkinkan siswa itu menjadi lebih analitik di dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan. Dengan perkataan lain, bila seorang siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah, maka siswa itu akan mampu mengambil keputusan sebab siswa itu menjadi mempunyai keterampilan tentang bagaimana mengumpulkan informasi yang relevan, menganalisis informasi dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil yangtelah diperolehnya.

Kemampuan pemecahan masalah yang dikembangkan melalui

pembelajaran matematika sangat penting bagi setiap siswa, karena dalam

kehidupan sehari-hari akan selalu dihadapkan pada berbagai masalah yang harus

dipecahkan dan menuntut pengetahuan untuk menemukan solusi dari

permasalahan yang dihadapi tersebut. Peran aktif siswa sangat dibutuhkan untuk

keberhasilan kemampuan pemecahan masalah matematika. Oleh karena itu perlu

diusahakan suatu model pembelajaran yang mengaktifkan siswa dalam kegiatan

pembelajaran.

Menerapkan model pembelajaran kooperatif dapat menjadi salah satu

solusi yang diharapkan dapat mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar.

Artz dan Newman (dalam Huda, 2011 : 32) mengungkapkan bahwa ;

Pembelajaran kooperatif sebagai small group of learners working together as a team to solve a problem, complete a task, or accomplish a common goal (kelompok kecil pembelajar/siswa yang bekerja sama dalam satu tim untuk mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau mencapai satu tujuan bersama.

Selain itu Abdulhak (dalam Rusman, 2014 : 203) menyatakan bahwa “Pembelajaran cooperative dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta belajar, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama diantara peserta belajar

(23)

9

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah

matematika. Karena antara siswa dalam kelompok kooperatif dapat saling

membantu temannya dengan bahasanya sendiri yang lebih mudah dipahami

daripada penjelasan guru.

Ada beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat

dikembangkan dalam pembelajaran matematika, diantaranya adalah model

pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) dan model

pembelajaran kooperatif tipe Snawball Throwing. Maksud dari model kooperatif

tipe NHT yaitu setiap anak mendapatkan nomor tertentu, dan setiap nomor

mendapatkan kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuan mereka

dalam menguasai materi. (Huda, 2014 : 203) mengemukakan bahwa : “Tujuan dari NHT adalah memberi kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi gagasan

dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat”.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT melibatkan banyak siswa

dalam mereviuw berbagai materi yang dibahas karena siswa diberikan kesempatan

untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling

tepat dan untuk memeriksa pemahaman mereka tentang isi pe;ajaran itu. Dengan

begitu timbullah saling ketergantungan postif, tanggung jawab individual, dan

keterampilan sosial dalam diri peserta didik yang pada akhirnya akan dapat

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik sehingga cocok

untuk dapat diterapkan dalam materi segiempat.

Pembelajaran kooperatif tipe Snawball Throwing dapat melatih siswa

untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain dan menyampaikan pesan

tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Snawball Throwing ini

menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang digulung bulat menyerupai bola

kemudian dilemparkan secara bergilir diantara sesama anggota kelompok. Disini

siswa tidak hanya berpikir, menulis, bertanya, atau berbicara, akan tetapi mereka

juga melakukan kegiatan seperti permainan yang menghibur dan memacu daya

pikir siswa yaitu menggulung kertas dan melemparkan pada siswa lain. Di dalam

(24)

10

yang lain. Semua anggota kelompok diberi tugas dan tanggung jawab baik

individu maupun kelompok.

Model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dan Snawball

Throwing merupakan dua model pembelajaran kooperatif yang dianggap dapat membangkitkan ketertarikan siswa terhadap materi matematika dan membuat

siswa lebih aktif, mendorong kerjasama antar siswa dalam mempelajari suatu

materi sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa. Selain dari alasan-alasan di atas peneliti tertarik meneliti kedua teknik

karena ingin mengetahui teknik mana yang lebih tepat dan seberapa besar

perbedaan keunggulan kedua teknik tersebut apabila diterapkan dalam

pembelajaran matematika pada materi yang sama yaitu bangun datar segiempat.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti

tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Perbedaan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang diajar Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dengan Snawball Throwing di Kelas VII SMP Negeri 3 Medan T.A. 2016/2017.”

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan

beberapa masalah antara lain sebagai berikut :

1. Materi Bangun Datar Segiempat merupakan pokok bahasan yang

dianggap sulit oleh siswa kelas VII SMP Negeri 3 Medan.

2. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa di SMP Negeri 3

Medan masi tergolong rendah.

3. Kurangnya minat siswa pada mata pelajaran matematika karena dalam

kesehariannya guru lebih dominan daripada siswa.

4. Pemahaman konsep matematika siswa pada materi yang diajarkan oleh

(25)

11

1.3. Batasan Masalah

Agar masalah yang ditelliti lebih jelas dan terarah maka perlu ada

pembatasan masalah dari identifikasi masalah. Adapun masalah dalam penelitian

ini dibatasi pada :

1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar melalui

model kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) dengan siswa

yang diajar melalui model kooperatif tipe Snawball Throwing di kelas

VII SMP Negeri 3 Medan T.A. 2016/2017.

2. Proses penyelesaian jawaban siswa dalam menyelesaikan pemecahan

masalah matematika yang diajar melalui model kooperatif tipe NHT

(Numbered Head Together) dengan siswa yang diajar melalui model

kooperatif tipe Snawball Throwing di kelas VII SMP Negeri 3 Medan

T.A. 2016/2017.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah

1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa yang diajar melalui model kooperatif tipe NHT (Numbered Head

Together) dengan siswa yang diajar melalui model kooperatif tipe Snawball Throwing di kelas VII SMP Negeri 3 Medan T.A. 2016/2017 ? 2. Bagaimana proses penyelesaian jawaban siswa terkait pemecahan

masalah yang diajar melalui model kooperatif tipe NHT (Numbered

Head Together) dengan siswa yang diajar melalui model kooperatif tipe Snawball Throwing?

1.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan dalam

penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa yang diajar melalui model kooperatif tipe NHT

(26)

12

kooperatif tipe Snawball Throwing di kelas VII SMP Negeri 3 Medan

T.A 2016/2017.

2. Untuk mengetahui proses penyelesaian jawaban siswa terkait pemecahan

masalah yang diajar melalui model kooperatif tipe NHT (Numbered

Head Together) dengan siswa yang diajar melalui model kooperatif tipe Snawball Throwing.

1.6. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Bagi siswa, dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif dan menjalin

hubungan yang lebih baik antar siswa, sehingga siswa dapat saling

membentu dalam pembelajaran akademis.

2. Bagi guru, sebagai bahan pertimbangan dalam memilih model

pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa.

3. Bagi sekolah, sebagai masukan dan sumbangan pemikiran dalam

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan

sebagai informasi tentang model pembelajaran kooperatif.

4. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan untuk dapat menerapkan model

pembelajaran yang tepat di masa yang akan datang.

5. Bagi peneliti lain, sebagai bahan informasi jika ingin melakukan

penelitian sejenis.

1.7. Definisi Operasional

Defini operasional penelitian ini adalah :

1. Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT)

adalah model pembelajaran kooperatif dimana guru melakukan

penomoran kepada setiap siswa dalam kelompok guna melibatkan

keaktifan seluruh siswa sewaktu diskusi berjalan, yakni dengan menyebut

salah satu nomor dan menunjuk perwakilan dari masing-masing

kelompok secara acak untuk menjawab setiap masalah yang diajukan.

(27)

13

model pembelajaran aktif yang digunakan guru untuk meningkatkan

pemahaman dan hasil belajar serta memilih kesiapan siswa terhadapa

materi pembelajaran yang disampaikan. Model pembelajaran ini

menggunakan permainan yaitu dengan cara membuat bola pertanyaan

yang ditulis oleh siswa dan dilempar seperti bola salju, kemudian

masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang didapat.

2. Kemampuan pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan

yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum

dikenal ditinjau dari aspek : pemahaman terhadap masalah, perencanaan

penyelesaian masalah, melaksanakan perencanaan penyelesaian masalah,

melaksanakan perencanaan penyelesaian masalah, dan melihat kembali

penyelesaian.

3. Proses penyelesaian jawaban dalam kemampuan pemecahan masalah

adalah suatu rangkaian tahapan penyelesaian jawaban yang dibuat siswa

secara lebih rinci dan benar berdasarkan 4 indikator yaitu memahami,

merencanakan, melaksanakan, dan melihat kembali. Indikator memahami

dilihat dari kemampuan siswa menulis data/informasi yang ada pada soal.

Indikator merencanakan dilihat dari kemampuan siswa memilih strategi

dengan menerapkan konsep matematika. Indikator melaksanakan dilihat

dari kemampuan siswa menyelesaikan langkah-langkah dari strategi yang

telah direncanakan. Indikator melihat kembali dilihat dari kemampuan

(28)

79 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui

pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan

pembelajaran kooperatif tipe Snawball Throwing Kelas VII SMP Negeri 3 Medan

dengan rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah matematika berturut-turut

adalah 86,094 dan 75,234. Hal ini juga dibuktikan dari hasil pengujian hipotesis

pada taraf signifikansi dan dk = 62 dengan dan

.

2. Proses jawaban siswa dalam kemampuan pemecahan masalah matematika di kelas

eksperimen A yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Numbered head Together (NHT) dan di kelas eksperimen B yang diajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe Snawball Throwing sama-sama memliki

kelebihan dan kekurangan di setiap indikator kemampuan pemecahan masalah

matematika.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran yang dapat peneliti berikan adalah: 1. Kepada Guru

a. Dapat menjadikan model pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagai salah

satu alternatif dalam memilih model pembelajaran dibandingkan dengan

menggunakan Snawball Throwing yang diharapkan dapat lebih meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

b. Dapat memanfaatkan waktu degan sebaik-baiknya agar proses pembelajaran

dapat berjalan dengan baik.

c. Hendaknya lebih banyak melatih siswa dalam dua indikator pemecahan

masalah yakni merencanakan penyelesaian masalah dan memeriksa kembali

(29)

80

yang dilakukan di kelas eksperimen A dan B diperoleh bahwa siswa masih

mengalami kesulitan saat berada pada kedua tahap tersebut. Diharapkan

dengan latihan-latihan soal yang diberikan oleh guru, kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa semakin baik kedepannya terutama

dalam indikator merencanakan penyelesaian masalah dan memeriksa

kembali.

2. Kepada Peneliti Lanjutan

Hasil dan perangkat penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan untuk

menggunakan model Numbered Head Together (NHT) dan Snawball Throwing

(30)

81

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M., (2009), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar: Teori,

Diagnosis, dan Remediasinya, Rineka Cipta, Jakarta.

Dimyati, R. dan Mudijono, (2006), Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta,

Jakarta

Herdian, (2009), Model Pembelajaran NHT (Numbered Head Together),

http://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-numbered-head-together/ diakses Feberuari 2016

Huda, M., (2011), Cooperative Learning, Pustaka Belajar, Yogyakarta.

Huda, M., (2014), Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran, Pustaka Belajar,

Yogyakarta.

Hudojo, H., (2005), Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika,

UM Press, Malang.

Istarani, (2012), 58 Model Pembelajaran Inovatif, Media Persada, Medan.

Lie, A., (2010), Cooperative Learning, Mempraktikkan Cooperative Learning di

Ruang-Ruang Kelas, Grasindo, Jakarta

Rosyada, D., (2004), Paradigma Pendidikan Demokratis, Kencana, Jakarta

Rusman, (2010), Model-Model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme

Guru), Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sanjaya, W., (2008), Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Kencana,

Jakarta.

Sobel, M.A. dan Maletsky, E.M., (2001), Mengajar Matematika, Erlangga,

(31)

82

Slameto, (2010), Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Rineka

Cipta, Jakarta.

Sudjana, (2005), Metoda Statistika, Tarsito, Bandung.

Sugandi, A.I., (2013), Peranan Matematika dalam Menumbuhkan Karakter Siswa,

Volume 1, Tahun 2013. ISSN 977-2338831.

Trianto, (2011), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Kencana,

Jakarta.

Zuriah, N., (2007), Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, Bumi Aksara,

Gambar

Gambar 4.11. Proses Jawaban Butir Soal Nomor 2 Postest Siswa
Tabel 1.1. Hasil Kerja Siswa

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai bentuk kegiatan belajar mengkomunikasikan ilmu, dengan tujuan meningkatkan keaktifan belajar siswa, meningkatkan hasil dan

O’Brien dan Marakas (2009) menjelaskan bahwa bentuk hubungan kerjasama yang terjalin pada internetworking adalah dengan menggunakan sarana teknologi informasi yaitu jaringan

dalam proses belajar mengajar diperlukan situasi yang kondusif bagi siswa. agar tujuan belajar yang optimal

Sebagai contoh dengan menggunakan query “Siapa saja pejabat yang menjadi tersangka kasus ilegal logging ?” akan diperoleh kandidat seperti pada Gambar 15.Indeks pada

Disamping digunakan untuk revegetasi lahan, tumbuhan ini juga memiliki nilai tambah yang juga belum banyak diketahui oleh masyarakat lokal yaitu buahnya mengandung

Syarat yang perlu diperhatikan dalam langkah awal usaha penggemukan sapi potong adalah : (1) keseragaman sapi, dalam hal ini menyangkut keseragaman tipe, umur

“ PENUMBUHAN LAPISAN TIPIS BARIUM FERRUM TITANAT (BFT) DENGAN METODE SOL GEL ” adalah hasil kerja saya atas arahan pembimbing dan sepengetahuan saya hingga saat

Hambatan siswa dalam memecahkan masalah matematis yaitu, siswa belum.. memahami masalah dengan baik, tidak dapat membuat rencana/