PENGARUH PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP
KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIK SISWA
(Penelitian Quasi Eksperimen di MTs Al Husna Lebak Bulus) Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun Oleh:
FERY ANDRIANSYAH
108017000063
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ABSTRAK
Pengaruh Pendekatan Kontekstual Terhadap Kemampuan Representasi Matematik Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Januari 2014
Kata kunci: Pendekatan Kontekstual, Representasi Matematik
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendekatan
kontekstual terhadap kemampuan representasi matematik siswa. Penelitian ini dilakukan di MTs Al Husna Lebak Bulus tahun pelajaran 2013/2014. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan
desain penelitian two group randomized subject post test only. Subyek penelitian ini adalah 62 siswa yang terdiri dari 32 siswa untuk kelompok eksperimen dan 30
siswa untuk kelompok kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas VIII. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan representasi matematis yang terdiri dari 6 butir soal berbentuk essay. Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji-t. Berdasarkan
perhitungan uji-t tersebut menunjukkan thitung = 6,96 dan ttabel = 1,67 pada taraf
signifikansi 5% yang berarti thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ”Rata-rata kemampuan representasi matematik siswa yang diajar dengan pendekatan kontekstual lebih tinggi dari pada rata-rata kemampuan representasi matematik siswa yang diajar dengan
pembelajaran secara konvensional”. Dengan demikian, pendekatan kontekstual
berpengaruh terhadap kemampuan representasi matematik siswa.
ABSTRACT
The Effect of Contextual Approach through Students’ Mathematical
Representation Ability. Thesis Department of Mathematics Education, Faculty
of Tarbiyah and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic
University Jakarta, January 2014.
Key words:Contextual Approach, Mathematical Representation Ability
The purpose of this research was to analysis the effect of contextual approach through students’ mathematical representation abilities. The research was conducted in MTs Al Husna Lebak Bulus academic year 2013/2014. Method of the research used quasi-experimental method with two group randomized posttest only design. The subjects of this research were 62 students consisting of 32 students for the experimental class and 30 students for the class of control obtained by cluster random sampling technique to VIII grade students. The instrument used is a mathematical representation abilities test consists of 6 items about the essay form. The data analysis technique used in this research is the t-test and t-tes. Based on the calculation shows t-count =6.96 and t-table = 1.67
= 5%, it shows that tcount> ttable (6.96>2.00), then H0 is rejected and H1 accepted.
So it can be concluded that "The average of the students mathematical representation abilities whom taught by contextual approach is higher than the average of the students mathematical representation abilities whom taught by the conventional learning". The conclussion is the contextual approach have a significant effect on students mathematical representation abilities.
KATA PENGANTAR
ﻳﺤﺭﻟﺍﻦ ﺤﺭﻟﺍﷲﺍ ﺳﺑ
Alhamdulillah segala puji kehadirat illahirabbi Allah SWT yang telah
memberikan segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan
yang berlimpah dari dunia sampai akhirat. Shalawat dan Salam senantiasa
dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan
para pengikutnya sampai akhir zaman.
Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak
sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, doa,
perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta masukan-masukan yang positif
dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh
sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika sekaligus
sebagai Dosen Pembimbing I yang selalu memotivasi, memberikan arahan
serta mengajarkan banyak hal kepada penulis baik dalam bidang akademis
maupun dalam berorganisasi.
3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Najmi Ulya, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang penuh kesabaran
dan keikhlasan telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran, serta motivasi
kepada penulis selama proses bimbingan skripsi.
5. Ibu Dr. Tita Khalis Maryati, M.Kom., sebagai Dosen Pembimbing Akademik
yang telah rela meluangkan waktunya untuk sekedar membimbing dan
memotivasi mahasiswa bimbingannya agar dapat menyelesaikan studi dengan
6. Ibunda tercinta, Hj. Ooy Rukoyah, S.Pd (Alm), yang tak henti-hentinya
mengajarkan, memotivasi, mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan
memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Maafkan Ananda
yang telah membuatmu lama menunggu hingga akhirnya Allah SWT
memanggilmu. Semoga Allah SWT memberikan tempat terindah untukmu.
7. Ayahanda tercinta, H. Yuyud Saepudin, terima kasih atas semua do’a dan kasih sayang, serta motivasi yang kuat kepada ananda untuk segera
menyelesaikan skripsi.
8. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada
penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu
berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.
9. Staf Fakultas Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan
Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi kemudahan
dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat. Pimpinan dan staff Perpustakaan
Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta
meberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.
10.Kepala Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al Husna Lebak Bulus, Ibu Hj. Azzah
Zumrud, M.Pd., yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.
Seluruh dewan guru MTs Al Husna Lebak Bulus, khususnya Bapak H. Abu
Bakar AM., selaku guru mata pelajaran yang telah membantu penulis dalam
melaksanakan penelitian ini. Serta siswa dan siswi MTs Al Husna Lebak
Bulus.
11.Hj. Ida Jubaedah, S.Pd.I merupakan sosok ibu kedua bagi penulis. Beliau yang
selalu memotivasi penulis untuk menyelesaikan pendidikan sarjana. Terima
kasih atas curahan kasih sayang dan perhatian yang telah diberikan kepada
penulis.
12.H. Syamsul Huda B.A merupakan sosok panutan bagi penulis. Beliau yang
beliau. Sosok ayah kedua selama di perantauan. Terima kasih untuk
semuanya.
13.Adik-adik tercinta, Fuji Nurul Hamdan, Fazri Muhammad Luthfi, dan
Nurwulan Farhatul Janah. yang membuat penulis termotivasi agar selalu
menjadi teladan bagi mereka.
14.Sahabat terbaik, Muliahadi Tumanggor S.Pd., Ika Winda Merdekawati S.Pd,
Euis Sarini S.Pd., yang sudah sabar menemani dan memotivasi penulis ketika
berkeluh kesah selama proses perkuliahan.
15.Diding Mahpudin, S.Pd dan Dian Novitasari, S.Pd yang merupakan kakak,
guru, sekaligus sahabat bagi penulis. Mereka tak henti-hentinya memotivasi
penulis dalam menyelesaikan skripsi.
16.Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan 2008,
kelas A maupun B, terima kasih atas kebersamaan yang kalian berikan.
17.HMI Komisariat Tarbiyah Cabang Ciputat yang menjadi wadah dalam
berorganisasi di ekstra kampus dan merupakan titik awal penulis memulai
organisasi di Ciputat.
18.BEMJ PMTK dan BEM FITK sebagai wadah bagi penulis dalam
pengembangan ide-ide kreatif serta memberikan pengalaman yang berharga
bagi penulis.
19.Keluarga besar C.V Sejahtera, tempat dimana penulis belajar berwirausaha
dari awal kuliah sampai saat ini. Terima kasih khususnya kepada kakak
Nadiyatul Millah S.E.I yang telah mencover pekerjaan penulis saat sibuk
menyelesaikan penulisan skripsi.
Ucapan terima kasih juga ditunjukan kepada semua pihak yang namanya
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis hanya dapat memohon dan
berdoa mudah-mudahan bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, masukan dan
doa yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah
Demikianlah, betapapun penulis telah berusaha dengan segenap
kemampuan yang ada untuk menyusun karya tulis yang sebaik-baiknya, namun di
atas lembaran-lembaran skripsi ini masih saja dirasakan dan ditemui berbagai
macam kekurangan dan kelemahan. Karena itu, kritik dan saran dari siapa saja
yang membaca skripsi ini akan penulis terima dengan hati terbuka.
Penulis berharap semoga skripsi ini akan membawa manfaat yang
sebesar-besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian umumnya.
Jakarta, Januari 2014
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Pembatasan Masalah ... 7
D. Rumusan Masalah Penelitian ... 9
E. Tujuan Penelitian ... 9
F. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II LANDASAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 11
A. Landasan Teoritis ... 11
1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual... 11
a. Pengertian belajar dan pembelajaran ... 11
b. Pembelajaran kontekstual ... 14
2. Kemampuan Representasi dalam Matematika ... 19
a. Hakikat matematika ... 19
b. Pengertian Representasi Matematik ... 20
c. Indikator Representasi Matematika ... 22
4. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dan Pembelajaran
Konvensional ... 26
5. Relasi Fungsi ... 27
6. Contoh Aplikasi pembelajaran Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika ... 29
B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 30
C. Kerangka Berpikir ... 31
D. Hipotesis Penelitian ... 32
BAB III METODE PENELITIAN ... 33
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33
B. Metode dan Desain Penelitian ... 33
C. Variabel Penelitian ... 34
D. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 35
E. Instrumen Penelitian... 35
F. Teknik Pengumpulan Data ... 41
G. Teknik Analisis Data ... 41
H. Hipotesis Statistik ... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47
A. Deskripsi Data ... 47
1. Hasil Tes Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelompok Eksperimen ... 47
2. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelompok Kontrol ... 49
3. Pengujian Prasyarat Analisis ... 52
B. Pembahasan ... 55
1. Kemampuan Representasi Matematik Siswa Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 56
2. Kemampuan Representasi Matematik Berdasarkan Indikator ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69
A. Kesimpulan ... 69
B. Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 72
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Bentuk-bentuk Oprasional Representsi matematik ... 23
Tabel 2.2 Perbedaan Pembelajaran Kontekstual Dan Pembelajaran Konvensional ... 26
Tabel 3.1 Design penelitian ... 33
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Representasi Matematik ... 36
Tabel 3.3 Klasifikasi Reliabilitas ... 38
Tabel 3.4 Klasifikasi Interpretasi Taraf Kesukaran Butir Soal ... 39
Tabel 3.5 Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal ... 40
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Representasi Matematis Kelompok Eksperimen ... 48
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Representasi Matematis Kelompok Kontrol ... 49
Tabel 4.3 Perbandingan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 51
Tabel 4.4 Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas kontrol ... 52
Tabel 4.5 Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 53
Tabel 4.6 Hasil Uji Hipotesis ... 54
Tabel 4.7 Kemampuan Written Text ... 59
Tabel 4.8 Kemampuan Drawing ... 62
Tabel 4.9 Kemampuan Mathematical Expression ... 65
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hubungan Timbal Balik Representasi Internal dan Eksternal ... 23
Gambar 4.1 Histogram dan Poligon Frekuensi Kemampuan Representasi Matematis Kelompok Eksperimen ... 49
Gambar 4.2 Histogram dan Poligon Frekuensi Kemampuan Representasi Matematis Kelompok Kontrol ... 50
Gambar 4.3 Kurva Uji Perbedaan Data Kelompok Ekperimen dan Kelompok Kontrol ... 54
Gambar 4.4 Contoh Jawaban Soal Nomor 5 Siswa Kelas Kontrol ... 57
Gambar 4.5 Contoh Jawaban Soal Nomor 5 Siswa Kelas Eksperimen ... 57
Gambar 4.6 Contoh Jawaban Soal Nomor 6 Siswa Kelas Kontrol ... 58
Gambar 4.7 Contoh Jawaban Soal Nomor 6 Siswa Kelas Eksperimen ... 58
Gambar 4.8 Contoh Jawaban Soal Nomor 1 Siswa Kelas Kontrol ... 60
Gambar 4.9 Contoh Jawaban Soal Nomor 1 Siswa Kelas Eksperimen ... 60
Gambar 4.10 Contoh Jawaban Soal Nomor 3 Siswa Kelas Kontrol ... 61
Gambar 4.11 Contoh Jawaban Soal Nomor 3 Siswa Kelas Eksperimen ... 61
Gambar 4.12 Contoh Jawaban Soal Nomor 2 Siswa Kelas Kontrol ... 63
Gambar 4.13 Contoh Jawaban Soal Nomor 2 Siswa Kelas Eksperimen ... 63
Gambar 4.14 Contoh Jawaban Soal Nomor 4 Siswa Kelas Kontrol ... 64
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen... 74
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 110
Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa ... 142
Lampiran 4 Kisi-kisi Uji Instrumen Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 168
Lampiran 5 Langkah-langkah Perhitungan Validitas ... 172
Lampiran 6 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 173
Lampiran 7 Langkah-langkah Perhitungan Reliabilitas... 174
Lampiran 8 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 175
Lampiran 9 Langkah-langkah Perhitungan Taraf Kesukaran ... 176
Lampiran 10 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen... 177
Lampiran 11 Langkah-langkah Perhitungan Daya Pembeda ... 178
Lampiran 12 Hasil Uji Perhitungan Daya Pembeda Instrumen ... 179
Lampiran 13 Soal Tes Kemampuan Representasi Matematik ... 180
Lampiran 14 Kunci Jawaban Soal Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 182
Lampiran 15 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Representasi Matematik ... 185
Lampiran 17 Distribusi Frekuensi Kelompok Eksperimen ... 187
Lampiran 18 Hasil Postes Kelas Kontrol ... 190
Lampiran 19 Distribusi Frekuensi Kelompok Kontrol ... 191
Lampiran 20 Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 194
Lampiran 21 Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 195
Lampiran 21 Perhitungan Uji Homogenitas ... 196
Lampiran 22 Perhitungan Pengujian Hipotesis ... 197
Lampiran 24 Tabel Nilai-nilai r Product Moment ... 198
Lampiran 25 Tabel Harga Kritis Distribusi Chi Square ... 199
Lampiran 26 Tabel Harga Kritis Distribusi F ... 200
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu kegiatan universal dalam kehidupan
manusia. Karena pada hakikatnya, pendidikan merupakan usaha manusia untuk
memanusiakan manusia itu sendiri, yaitu untuk membudayakan manusia.
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia.
Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi
manusia menurut ukuran normatif. Pendidikan juga dapat menunjang
pembangunan suatu Negara. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat
serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang
baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu
menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Seperti telah dijelaskan berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional bahwa :
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.1
Peningkatan mutu pendidikan mutlak diperlukan, karena merupakan
respon terhadap tuntutan perkembangan global yang mana kita harus
mengejar ketertinggalan di bidang Ilmu pengetahuan dan Teknologi yang
sangat diperlukan pada saat ini. Pendidikan juga sebaiknya berwawasan masa
depan yang dapat mengembangkan seluruh potensi dan prestasi secara
optimal, guna kesejahteraan dimasa depan.
1
Long Life Education, kalimat yang sering kita kenal sejak dulu sampai sekarang, yang artinya "Pendidikan sepanjang hayat", dalam ajaran agamapun
juga disebutkan “Tuntutlah ilmu mulai dari ayunan sampai ke liang lahat".
Konsep pendidikan sepanjang hayat menjadi pedoman dalam dunia
pendidikan yang tidak mengenal batas waktu atau usia. Jadi untuk
menciptakan generasi yang berkualitas, pendidikan harus dilakukan sedini
mungkin. Karena pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, serta
Negara.2
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang mempunyai peranan
cukup besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika mendapat julukan ratu dari
segala ilmu pengetahuan. Ungkapan tersebut dikarenakan dalam proses
pembelajaran metematika, secara sadar kita akan melatih kemampuan
berpikir kritis, logis, analitis, dan sistematis. Hal tersebut juga menjadi sebab
mengapa matematika diperkenalkan sejak kita balita, bahkan sebelumnya,
agar pikiran kita terkonsep dan mampu memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran matematika dalam kurikulum
pendidikan nasional selalu diajarkan pada jenjang pendidikan disetiap
tingkatan kelas dengan proporsi waktu yang lebih banyak dari pada mata
pelajaran lainnya. Hal ini menunjukan betapa pentingnya mata pelajaran
matematika bagi siswa.
Siswa sebagai sumber daya manusia harus memiliki kemampuan
berfikir matematis. Kemampuan ini sangat diperlukan agar peserta didik
memahami konsep yang dipelajari untuk dapat menerapkannya dalam
berbagai masalah kehidupan nyata. Namun sebagian besar siswa menganggap
mata pelajaran matematika sebagai mata pelajaran yang menakutkan. Ini
2
disebabkan karena sebagian besar dari siswa tersebut mengalami kesulitan
dalam mencerna materi-materi yang diajarkan oleh gurunya. Pembelajaran
satu arah yang menyebabkan kebanyakan dari siswa tersebut menerima
sumber ilmu pengetahuan hanya dari gurunya. Sehingga, informasi-informasi
yang mereka dapatkan masih minim.
Pendapat tersebut dibuktikan melalui data yang dikeluarkan oleh PISA
2009 yang menyatakan bahwa masih rendahnya kemampuan matematika
siswa. Siswa Indonesia mendapatkan skor matematika sebesar 371 dan
Indonesia berada pada posisi 61 dari 65 negara. Dari hasil PISA matematika
tahun 2009 ini diperoleh hasil hampir setengah dari siswa Indonesia (43,5%)
tidak mampu menyelesaikan soal PISA paling sederhana, 33,1% hanya bisa
mengerjakan soal jika pertanyaan dari soal kontekstual diberikan secara
eksplisit dan hanya 0,1% siswa Indonesia yang mampu mengembangkan dan
mengerjakan pemodelan matematika yang menuntut keterampilan berpikir
dan penalaran.3 Menurut data PISA di atas, siswa Indonesia dikategorikan pada tingkat 2 yang hanya mampu menafsirkan atau mengenali situasi dalam
konteks soal yang diberikan, dan mengerjakan soal menggunakan
rumus-rumus umum atau secara algoritmik. Maka tidak heran jika banyak siswa
yang dapat melakukan perhitungan matematika tetapi kurang mampu untuk
menerapkanya dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut disebabkan karena
pembelajaran matematika yang hanya terbatas kepada satu aspek pemahaman
semata.
Kemampuan representasi terkait erat dengan pemahaman atau proses
pembelajaran dalam diri siswa. Arti dari pentingnya kemampuan representasi
dinyatakan dengan prinsip-prinsip dan standar dari NCTM yang memberikan
lima standar isi. Five standards address the processes of problem solving, reasoning and proof, connections, communication, and representation.4
Problem solving meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
3
http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/30/indonesia-peringkat-10-besar-terbawah-dari-65-negara-peserta-pisa/ 27 Oktober 2012 21:01
4
model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang
diperoleh. Reasoning and proof meliputi kegiatan melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika. Connections meliputi kegiatan mengkaitkan satu konsep matematika dengan konsep yang lain.
Communication meliputi kegiatan mengungkapkan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
Representation merupakan komunikasi tertulis yang menggunakan gambar, grafik dan simbol sehingga dapat membantu siswa mengungkapkan ide-ide
mereka dalam bentuk tulisan. Disini terlihat bahwa representasi merupakan
salah satu dari lima standar kemampuan berfikir matematik yang harus
dimiliki siswa dan hendaknya siswa dapat melakukannya.
Berdasarkan observasi di MTs Al Husna Lebak Bulus, peneliti
memperoleh keterangan bahwa siswa kelas VIII masih mengalami kesulitan
untuk merepresentasikan ide-ide matematiknya. Hal ini dapat terlihat dari
jawaban siswa dalam latihan maupun ulangan harian, siswa kurang
menggambarkan ide-ide matematis yang mereka miliki, misalnya dalam
membuat persamaan atau model matematis dari materi aljabar dan sistem
persamaan linear dua variabel yang disajikan dalam situasi real. Siswa tidak
dapat membuat suatu tabel atau gambar dari informasi yang disajikan pada
soal untuk membantunya menemukan jawaban, sehingga akhirnya mereka
hanya menebak-nebak jawaban. Selain hal tersebut siswa juga belum mampu
mengemukakan pendapatnya, terkadang pendapat yang disampaikan siswa
belum terstruktur. Hal ini menyebabkan pendapat yang disampaikan oleh
siswa sulit dipahami oleh teman-temannya maupun gurunya.
Terkadang mereka mengerti mengenai konsep tetapi sulit untuk
menyajikanya apalagi untuk bertukar pemahaman dengan siswa lain. Selain
itu jika guru melontarkan pertanyaan di kelas, seolah sudah menjadi tradisi
siswa menjawabnya secara bersama-sama. Mereka tidak percaya diri
menjawab secara mandiri. Beberapa siswa juga merasa malu jika diminta
siswa yang lain. Indikator-indikator tersebut menunjukan kemampuan
representasi matematik siswa yang rendah.
Pemodelan dalam pembelajaran matematika merupakan salah satu dari
indikator representasi. Setiap indikator dari representasi saling berkaitan satu
sama lainnya. Jika indikator-indikator representasi sudah tercapai, maka
siswa akan dengan otomatis mampu menerapkan dan menyajikan ide-ide
matematika mereka dalam bentuk kata-kata, tulisan, simbol, gambar, grafik,
tabel ataupun alat peraga.
Pembelajaran matematika hendaknya tidak hanya menekankan pada
perhitungan semata tetapi harus merealisasikannya dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan begitu, siswa akan sangat terbantu ketika belajar matematika.
Sehingga siswa akan mampu untuk menganalisis, menyajikan,
menginterpretasikan serta merepresentasikanya.
Kemampuan representasi matematik merupakan kemampuan yang
sangat penting untuk dikuasai siswa. Pada dasarnya matematika adalah
bahasa yang dipenuhi dengan notasi dan istilah sehingga konsep yang
terbentuk dapat dipahami dan dimanipulasi oleh siswa. Karena representasi
yang dimunculkan oleh siswa merupakan ungkapan-ungkapan dari
gagasan-gagasan atau ide-ide matematika yang ditampilkan siswa dalam upayanya
untuk mencari suatu solusi dari masalah yang sedang dihadapinya. Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa representasi matematika adalah
ungkapan-ungkapan dari ide matematika yang ditampilkan siswa sebagai
model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk
menemukan solusi dari masalah yang sedang dihadapinya sebagai hasil dari
interpretasi pikirannya. Menyikapi permasalahan tersebut, maka perlu adanya
perbaikan-perbaikan dalam proses pembelajaran yang diterapkan pendidik
yang berorientasi pada munculnya ide-ide baru / segar yang bersal dari siswa.
Mengkontruksi sebuah ide baru dari siswa tidak serta merta tiba-tiba
timbul, perlu adanya rangsangan atau stimulus yang dapat mengembangkan.
Mengkontruksi sebuah pengetahuan memerlukan pemikiran reflektif, yakni
ide-ide yang sudah ada untuk mencari ide-ide yang kiranya paling berguna
untuk memberi arti terhadap ide baru.5 Kita menggunakan ide-ide yang kita miliki untuk mengkontruksi ide yang baru, dengan begitu akan berkembang
hubungan antar ide tersebut. Semakin banyak ide yang digunakan semakin
banyak pula hubungan yang terbentuk, itu berarti semakin baik kita
memahami.
Menurut Subandar, untuk meningkatkan kemampuan representasi
matematika, dapat dilakukan melalui proses penemuan kembali dengan
menggunakan konsep matematisasi horizontal dan vertikal.6 Konsep matematika horizontal merupakan pengidentifikasian, pemvisualisasian
masalah melalui sketsa atau gambar yang telah dikenali siswa. Sedangkan
konsep matematisasi vertikal berupa representasi hubungan-hubungan dengan
rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematika, penggunaan
model-model yang berbeda dan penggeneralisasian.
Pendekatan kontekstual merupakan suatu pembelajaran dimana materi
disajikan melalui konteks yang bervariasi dan berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari, baik di rumah, sekolah, maupun lingkungan
masyarakat secara luas. Hal ini ditegaskan oleh howey bahwa pembelajaran
kontekstual adalah pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar
menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam konteks
yang bervariasi, baik konteks itu didalam ataupun diluar sekolah.
Pembelajaran Kontekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran
produktif, yakni: konstruktivisme (Constructivisme), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning community), pemodelan (Modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).7
5
John A. Van de Walle, Matematika sekolah dasar dan menengah, (Jakarta : Erlangga, 2006), h.24
6Jozua Subandar , “
Aspek kontekstual dalam Soal Matematika dalam Realistic Mathematic Education”. Makalah disajikan dalam Seminar Sehari tentang Realistic Mathematic Education di Jurusan Matematika UPI.
7
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa ada hubungan antara tujuan
pencapaian kemampuan representasi matematika berupa mengkontruksi
ide-ide matematika dari siswa melalui pemvisualisasian, penggunaan
model-model, ataupun penggeneralisasian tersebut merupakan sesuatu yang ada pada
pembelajaran kontekstual. Dari latar belakang diatas, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian yang berjudul: “Pengaruh Pendekatan
Kontekstual Terhadap Kemampuan Representasi Matematika Siswa”.
B.Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas maka timbul
permasalahan sebagai berikut :
1. Pembelajaran matematika cenderung bersifat teacher oriented, text book oriented dan kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari,
2. Siswa masih kesulitan dalam memahami konsep dan ide-ide matematika,
3. Belum menggunakan metode pembelajaran yang tepat untuk
meningkatkan kemampuan representasi matematika siswa.
4. Rendahnya kemampuan representasi matematika
5. Siswa masih kesulitan dalam memodelkan situasi atau permasalahan ke
dalam ide matematika
C.Pembatasan Masalah
Agar penelitian terarah dan tidak terjadi penyimpangan terhadap
masalah yang akan dibahas, maka penelitian ini dibatasi pada ada atau
tidaknya perbedaan kemampuan representasi matematik antara siswa yang
diajarkan dengan pendekatan kontekstual dengan siswa yang diajarkan
dengan menggunakan pendekatan konvensional.
Pendekatan kontekstual merupakan suatu pembelajaran dimana materi
disajikan melalui konteks yang bervariasi dan berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari, baik dirumah, sekolah, maupun lingkungan
masyarakat secara luas. Sehingga siswa mampu membuat hubungan antara
komponen utama pembelajaran, yakni: konstruktivisme (Constructivisme), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning community), pemodelan (Modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).
Representasi matematika merupakan cara yang digunakan seseorang
untuk menuangkan ide matematikanya dalam melakukan komunikasi
matematik. Representasi melibatkan proses berfikir yang dilakukan untuk
memahami konsep, operasi, atau hubungan-hubungan matematik lainnya.
Representasi matematika terbagi menjadi dua, yaitu representasi internal dan
representasi eksternal. Representasi internal yaitu proses berfikir tentang
ide-ide matematika (minds-on), dan representasi eksternal yaitu perwujudan untuk menggambarkan hasil dari representasi internal yang berupa kata-kata
(lisan), tulisan, simbol, gambar, grafik, tabel ataupun alat peraga (hands-on). Adapun dalam penelitian ini, indikator kemampuan representasi yang
akan diamati pada siswa adalah :
1. Representasi visual berupa diagram, grafik atau tabel, meliputi :
a. Menyajikan kembali data / informasi dari suatu representasi ke
representasi diagram, grafik atau tabel.
b. Menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan masalah.
2. Ekspresi matematis, meliputi :
a. Membuat persamaan atau model matematis dari representasi lain yang
diberikan.
b. Menyelesaikan masalah dengan melibatkan ekspresi matematik.
3. Kata-kata / teks tertulis, meliputi :
a. Menyusun cerita atau situasi masalah sesuai dengan representasi yang
disajikan.
b. Membuat atau menjawab pertanyaan dengan menggunakan kata-kata /
D.Rumusan Masalah
Sebagaimana diuraikan pada latar belakang masalah, bahwa perlu
adanya peningkatan kemampuan representasi siswa. Dalam kesempatan ini
dilakukan penelitian yang menyatakan adanya pengaruh dari pendekatan
pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan representasi siswa. Dengan
demikian yang menjadi permasalahan utama penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kemampuan representasi matematika siswa yang
pembelajarannya menggunakan pendekatan kontekstual ?
2. Bagaimana kemampuan representasi matematika siswa yang
pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional ?
3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan representasi matematika siswa
yang pembelajarannya menggunakan pendekatan kontekstual
dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan
pembelajaran konvensional ?
E.Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian eksperimen ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan kemampuan representasi
matematika siswa yang diajarkan menggunakan pendekatan kontekstual.
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan kemampuan representasi
matematika siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran
kontekstual.
3. Membandingkan kemampuan representasi matematika siswa yang
pembelajarannya menggunakan pendekatan kontekstual dengan siswa
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Guru
Sebagai informasi dan masukan bagi Guru dalam upaya meningkatkan
kemampuan representasi matematika siswa serta kemampuan guru dalam
proses belajar mengajar.
2. Siswa
Untuk membantu siswa agar mendapatkan pembelajaran yang bermakna
dan meningkatkan kemampuan representasi mereka dalam matematika.
3. Peneliti
Penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai pelaksanaan
pembelajaran matematika dengan pendekatan pembelajaran kontekstual.
4. Pembaca
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi untuk diadakan
BAB II
KERANGKA TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A.Landasan Teori
Berikut ini akan dibahas terlebih dahulu beberapa kajian teoritis untuk
penunjang antara teori dengan penelitian. Kajian teori-teori ini meliputi hal-hal
yang berkaitan dengan kemampuan representasi matematik siswa dan
pendekatan pembelajaran kontekstual. Untuk memahami lebih lanjut mengenai teori-teori tersebut maka akan dijelaskan pada bahasan berikut ini
1. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual a. Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan aktivitas yang paling fundamental dalam
keseluruhan proses di setiap jenjang pendidikan. Sehingga berhasil atau
tidaknya pencapaian tujuan pendidikan tergantung kepada bagaimana
proses belajar yang dialami oleh siswa. Oleh karena itu pemahaman
tentang arti belajar dengan segala aspek dan bentuknya harus dipahami
betul, agar tidak terjadi kekeliruan terhadap proses belajar.
Cronbach menyatakan bahwa belajar itu merupakan perubahan
prilaku sebagai hasil dari pengalaman.8 Pendapat lain mengatakan
Learning is the process by which an activity originates or is changed trought training procedures (whether in laboratory or in the natural environments) as disitinguished from changes by factor not attributable to training. 9 Artinya seseorang dapat dikatakan kalau dapat melakukan sesuatu dengan cara latihan-latihan sehingga yang bersangkutan menjadi
berubah.
Hintzman mengatakan belajar adalah suatu perubahan yang terjadi
dalam diri organisme disebabkan oleh pengalaman yang dapat
8
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 5 9
mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.10 Sedangkan menurut
Winkel belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis
yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman,
keterampilan dan nilai sikap.11
Berdasarkan pendapat mengenai belajar, terdapat satu tujan yang
sama yaitu perubahan tingkah laku. Maka belajar dapat diartikan sebagai
perubahan tingkah laku yang dialami setiap individu sebagai hasil
pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan tujuan
belajar dapat diartikan sebagai sejumlah hasil belajar yang menunjukan
bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang umunya meliputi
pengetahuan, keterampilan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan
tercapai oleh siswa. Menurut taksonomi Bloom tujuan belajar yaitu siswa
diarahkan untuk mencapai ketiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan
psikomotor.
Pembelajaran pada dasarnya menganut prinsip belajar sepanjang
hayat, prinsip siswa belajar aktif, dan prinsip “learning how to learn”. UNESCO merinci prinsip learning how to learn kedalam empat pilar pendidikan yaitu: belajar memahami (learning to know), belajar melakukan (learning to do), belajar menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar untuk hidup dalam kebersamaan (learning to live together).12
Sedangkan definisi pembelajaran itu sendiri adalah upaya
membelajarkan siswa untuk belajar.13 Berdasarkan pengertian tersebut, pembelajaran tentunya harus melibatkan peserta didik untuk mempelajari
sesuatu. Hal ini sesuai dengan prinsip siswa belajar aktif merujuk yang
kepada definisi belajar sebagai sesuatu yang dilakukan oleh siswa bukan
sesuatu yang dilakukan terhadap siswa.
10
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2010), h. 88
11
Yatim Riyanto, op cit. h 5 12
Utari Sumarmo, Berfikir dan Disposisi Matematika, (FPMIPA UPI, 2010), h. 14 13
Menurut Fontana pembelajaran merupakan upaya penataan
lingkungan yang memberikan nuansa agar program belajar tumbuh dan
berkembang secara optimal.14 Oleh sebab itu agar proses belajar menjadi bermakna bagi peserta didik, maka harus diciptakan lingkungan belajar
yang nyaman dan memberikan rasa aman. Pembelajaran juga dapat
diartikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.15
Berdasarkan definisi pembelajaran yang telah dikemukakan,
pembelajaran itu sendiri memiliki arti sebagai upaya membelajarkan
siswa dalam lingkungan yang kondusif sehingga terjadi interaksi antara
guru dan siswa dan siswa dengan siswa yang menyebabkan terjadinya
perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan.
Pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai upaya
membelajarkan siswa dalam lingkungan yang kondusif sehingga terjadi
interaksi antara guru dan siswa dan siswa dengan siswa guna
memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan matematika.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) ,
disebutkan bahwa pembelajaran matematika bertujuan agar siswa
mempunyai kompetensi berikut :16
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep
dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
14
Tim MKPBM, Common Text Book Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer (Bandung : JICA-UPI, 2001), h.8
15
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), hal. 2
16
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
Dengan adanya tujuan pembelajaran matematika yang telah
ditetapkan, maka hendaknya pembelajaran matematika harus disesuaikan
dengan kemampuan kognitif siswa, karena dalam proses pembelajaran
yang perlu diperhatikan adalah katercapaian belajar bermakna pada
siswa.
b. Pembelajaran Kontekstual
Proses pembelajaran di kelas pada umumnya guru masih
berorientasi pada target penyelesaian sejumlah materi berdasarkan
kurikulum yang diberikan dengan menggunakan pendekatan
konvensional (Teacher Centered) yaitu pembelajaran dimana guru lebih banyak menyampaikan informasi dan siswa lebih banyak menerima
informasi dari guru. Hal ini menjadikan siswa lebih pasif dan
pembelajaran menjadi kurang bermakna.
Setiap siswa dituntut untuk aktif dalam pembelajaran. Salah satu
bentuk keterlibatan siswa di kelas yaitu siswa aktif mempelajari,
menemukan, dan membangun suatu konsep materi yang dipelajari. untuk
itu salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan adalah
Pendekatan kontekstual merupakan suatu pembelajaran dimana
materi disajikan melalui konteks yang bervariasi dan berhubungan
dengan kehidupan sehari-hari, baik di rumah, sekolah, maupun
lingkungan masyarakat secara luas. Pembelajaran menggunakan
pendekatan kontekstual memungkinkan siswa belajar menggunakan
pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam konteks yang
bervariasi, baik konteks itu didalam ataupun diluar sekolah.
Menurut Sanjaya, Contextual Teaching and Learning adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa
secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong
siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.17 Hal senada juga diungkapkan oleh US. Departmen of Education The National School-to-Work Office yang dikutip Trianto,
“Bahwa pengajaran dan pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja.”18
Pembelajaran dan pengajaran kontekstual, sebagai sebuah sistem
mengajar, didasarkan pada pikiran, bahwa makna muncul dari hubungan
antara isi dan konteksnya. Konteks memberikan makna pada isi. Semakin
banyak keterkaitan yang ditemukan siswa dalam suatu konteks, semakin
bermaknalah isinya bagi mereka. Pembelajaran kontekstual menekankan
pada berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan, lintas disiplin, serta
pengumpulan, penganalisisan, dan pensitesissan informasi dan data dari
berbagai sumber dan pandangan. Berpikir tingkat lebih tinggi: siswa
dilatih untuk menggunakan berpikir kritis dan kreatif dalam
17
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses pendidikan, (Jakarta : Kencana, 2010), Cet.V, h. 255.
18
mengumpulkan data, memahami suatu isu, atau memecahkan suatu
masalah.19
Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran produktif, yakni:
1. Konstruktivisme (Constructivism)
Menurut Piaget, Manusia Memiliki Stuktur pengetahuan dalam
otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-masing memberi informasi
bermakna yang berbeda-beda.20 Setiap kegiatan yang dialami oleh beberapa orang akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu,
walaupun kegiatan yang mereka alami itu sama.
konstruktivisme (Constructivism) merupakan upaya yang dilakukan siswa unuk membangun pengetahuan mereka sendiri. Tugas
dari guru disini adalah memfasilitasi proses tersebut. Adapun
cara-cara yang dilakukannya antara lain :
a. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa,
b. Memberikan kesempatan siswa menemukan dan menerapkan
idenya sendiri,
c. Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam
belajar.
Berdasarkan uraian di atas, pengetahuan harus dibangun siswa
sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks terbatas.
Implementasinya, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
konstekstual dikemas menjadi proses mengkonstruksi, bukan
mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Siswa membangun
pengetahuannya sendiri melalui keterlibatannya dalam proses
pembelajaran secara aktif.
2. Menemukan (Inquiry)
Menemukan (Inquiry) merupakan bagian inti dari pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa
19
Ibid., h.106 20
bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi merupakan hasil
penemuan sendiri. Guru merancang pembelajaran yang menekankan
pada kegiatan menemukan. Menemukan (Inquiry) mempunyai siklus yang terdiri dari : 21
a Observasi (Observation)
b Bertanya (Questioning)
c Mengajuan dugaan (Hyphotesis)
d Pengumpulan data (Data Gathering)
e Penyimpulan (Conclussion)
3. Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan ruh dari suatu pembelajaran. Ketika siswa
bertanya, guru bisa memperoleh informasi dari siswanya, misalnya
mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap materi,
membangkitkan respon siswa, membimbing dan mengarahkan siswa.
Bertanya bisa dilakukan baik antara siswa dengan guru, maupun siswa
dengan siswa. Kegiatan bertanya dapat ditemukan ketika siswa
berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemukan kesulitan,
ketika mengamati dan sebagainya.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak akan terlepas dari
bantuan orang lain. Manusia memerlukan kerjasama antara satu sama
lain untuk saling belajar dan membantu.
Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi
dua arah. Seorang guru mengajar siswanya bukanlah contoh
masyarakat belajar. Contoh masyarakat belajar disini yang belajar
bukan guru melainka siswa. Masyarakat belajar terjadi jika dua
kelompok atau lebih yang terlibat dalam masyarakat belajar memberi
informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus
meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Dengan
adanya kelompok belajar, siswa dapat belajar dengan kelompoknya
21
untuk saling berbagi satu sama lain, antara siswa yang satu dengan
yang lainnya bisa saling mengisi dan melengkapi sehingga bisa
menumbuhkan pengetahuan yang akan bermakna.
5. Pemodelan (Modeling)
Pemodelan (Modelling) pada proses pembelajaran yaitu pengemasan dan penyampaian materi menggunakan alat bantu
sehingga siswa dapat lebih memahami konsep yang diajarkan.
Pemodelan disini maksudnya adalah model yang bisa ditiru. Model
tersebut bisa berupa cara mengoprasikan sesuatu, cara melafalkan,
contoh karya tulis, cara memanipulasi benda-benda kongkrit, ataupun
guru memberikan contoh memgerjakan sesuatu.
6. Refleksi (Reflection)
Komponen yang keenam adalah refleksi (Reflection) yang maksudnya adalah berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berfikir ke belakang tentang apa-apa yang telah dilakukan. Siswa
mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai stuktur
pengetahuan baru. Kegiatan refleksi bisa berupa kegiatan me-review
materi-materi yang baru saja dipelajari diakhir proses pembelajaran
untuk menekankan konsep-konsep yang fundamental. Selain itu,
kegiatan refleksi ini bisa berupa kegiatan mempertimbangkan kembali
kesimpulan yang telah diperoleh.
Tujuan dari proses refleksi ini adalah agar siswa dapat
menyimpan setiap pengetahuan yang mereka terima dan agar mereka
dapat merasakan ide-ide yan baru didapatkan.
7. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Komponen terakhir adalah penilaian sebenarnya (Authentic Assessment). Maksudnya adalah penilaian selama pembelajaran tidak hanya menilai produk yang dihasilkan siswa, akan tetapi guru menilai
siswa mulai dari keaktifan siswa selama pembelajaran hingga hasil
menghargai usaha-usaha yang dilakukan untuk menghargai siswa
dalam memahami konsep-konsep yang diajarkan guru.
1. Kemampuan Representasi dalam Matematika a. Hakikat Matematika
Matematika merupakan salah satu bidang studi yang dipelajari
siswa dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi, bahkan dari
tingkat taman kanak-kanak sudah dikenalkan tentang pelajaran
matematika seperti mengenal bilangan dan berhitung meskipun dalam
bentuk yang masih sederhana.
Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani yaitu mathematike
yang berarti “relating learning”. Sedangkan secara epistimologis, matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar.22 Meskipun demikian, bukan berarti ilmu lain tidak menggunakan
penalaran tetapi dalam matematika lebih menekankan kepada aktivitas
penalaran disamping hasil observasi atau eksperimen. Sedangkan
menurut kamus besar bahasa Indonesia, matematika merupakan ilmu
bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang
digunakan dalam penyelsaian masalah mengenai bilangan.23
Berbagai pendapat mengenai pengertian matematika, dipandang
dari pengetahuan dan pengalaman masing-masing yang berbeda. Ada
yang berpendapat bahwa matematika adalah bahasa simbol, bahasa
numerik, metode berfikir logis, ratunya ilmu dan sekaligus pelayannya,
ilmu tentang bilangan, dan matematika adalah aktivitas manusia.
Johnson dan Rising mengatakan bahwa matematika adalah pola
berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, dan juga
merupakan bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan
cermat, jelas, dan akurat.24 Hal tersebut sejalan dengan Kline yang mengatakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri
22
Tim MKPBM,op. Cit., h. 18 23
Balai Pustaka, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 723
24
utamanya adalah penggunakan cara bernalar deduktif, tetapi tidak
melupakan cara berfikir induktif.25
Matematika selalu tumbuh dan berkembang karena proses berfikir,
karena logika adalah dasar untuk terbentuknya matematika. Logika
adalah masa bayi dari matematika, dan matematika adalah masa dewasa
dari logika.26 Dengan demikian matematika selalu berkembang seiring dengan kemampuan logika manusia.
b. Pengertian Representasi Matematik
Representasi merupakan hal utama untuk mempelajari matematika.
Goldin dan Shteingold menyatakan bahwa Representational systems are important to the learning of mathematics because of the inherent structure contained within each representation.27 Hal tersebut menandakan system representasi penting bagi pembelajaran matematika
karena struktur yang melekat yang terkandung dalam setiap representasi.
Struktur ini dapat membentuk atau menghambat belajar. Selain itu,
berbagai representasi menekankan aspek yang berbeda dari konsep,
sehingga pengembangan pemahaman suatu konsepnya akan berbeda,
tergantung dari apa yang mereka merepresentasikannya.
NCTM tahun 2000 menyatakan bahwa Representations—such as physical objects, drawings, charts, graphs, and symbols—also help students communicate their thinking28. Dari pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa representasi merupakan salah satu cara siswa untuk
[image:37.595.114.511.136.734.2]menuangkan apa yang mereka pikirkan dalam bentuk benda kongkrit,
gambar, dan simbol-simbol matematika.
Jones dan Knuth menyatakan representasi, “A model, or alternate form, of a problem situation, or aspect of a problem situation used in finding a solution. For example, problem can be represented by objects,
25
Mulyono Abdurahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 252
26
Tim MKPBM, loc. cit. 27
Thompson, Ian. 2008. Teaching and Learning Early Number. New York : Library of Congress Cataloging-in-Publication Data. Hal 161
28
pictures, words, or mathematical symbols”29. Artinya, representasi sebagai suatu model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah
atau aspek dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan
solusi. Sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan
obyek, gambar, kata-kata atau simbol matematika.
Cai, Lane dan Jackabesin menyatakan bahwa bentuk-bentuk
representasi bisa berupa sajian visual seperti gambar (drawing), grafik (charts), dan tabel (tables), ekspresi matematis atau notasi matematis (mathematical expressions), serta menulis dengan bahasa sendiri baik formal maupun informal (written texts)30. Representasi yang digunakan dalam bentuk kata–kata, grafik, tabel, dan pernyataan adalah suatu pendekatan yang memberikan sebuah pemikiran dalam penterjemahan
secara bebas oleh siswa untuk memahami konsep-konsep matematika.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa representasi
matematik adalah penterjemahan, bentuk pengganti atau pemodelan dari
suatu situasi masalah dengan menggunakan gambar, grafik, tabel, tulisan
atau simbol-simbol lainnya untuk menemukan solusi dan membantu
siswa menuangkan pemikirannya sehingga membantu mereka memahami
konsep-konsep matematika.
c. Indikator Representasi Matematika
Standar representasi yang ditetapkan NCTM menyebutkan bahwa,
program pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12
harus memungkinkan siswa untuk :31
1. Membuat dan menggunakan representasi untuk mengorganisasikan,
merekam, dan mengkomunikasikan ide-ide matematika.
29
Bambang Hudiono, “Peran Pembelajaran Diskursus Multi Representasi (DMR) terhadap Perkembangan Kemampuan Matematik dan Daya Representasi pada Siswa SLTP”, Disertasi pada PPs UPI Bandung, 2005, h.18
30Elis Fatonah, “
Pendekatan Realistik Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik Siswa”Skripsi pada Pendidikan Matematika UIN Jakarta, 2012 h.13
31
2. Memilih, menerapkan, dan mewujudkan representasi matematika
untuk menyelesaikan soal.
3. Menggunakan representasi untuk memodelkan dan menafsirkan
fenomena fisik, sosial dan matematika.
Representasi juga melibatkan proses berfikir yang dilakukan untuk
memahami konsep, operasi, atau hubungan–hubungan matematik lainnya. Hiebert dan Carpenter berpendapat Communicating mathematical ideas requires external representations (e.g. spoken language, written symbols, pictures or physical objects), whereas to think about mathematical ideas requires internal representations.32 Artinya yaitu proses representasi matematik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
internal dan eksternal. Bentuk representasi eksternal dapat diobservasi
[image:39.595.117.513.204.707.2]misalnya dari pengungkapannya melalui kata-kata (lisan), tulisan, simbol
gambar, grafik, tabel ataupun melalui alat peraga (hands-on). Sementara itu representasi internal merupakan aktivitas mental dari seseorang dalam
pikirannya (minds-on). Meskipun representasi internal tidak dapat dilihat secara kasat mata tetapi dapat disimpulkan atau diduga berdasarkan
representasi eksternalnya. Dengan kata lain terjadi hubungan timbal balik
antara representasi internal dan eksternal dari seseorang ketika
berhadapan dengan suatu masalah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.1
berikut ini :
Gambar 2.1
Hubungan Timbal Balik Antara Representasi Internal dan Eksternal
Representasi matematika memiliki bentuk-bentuk oprasional dalam memperjelas tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran33.
32
Ian Thompson, op. Cit, hal 161
33S.H Mudzzakir, “Strategi Pembelajaran “Think-Talk-Write untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP”. 2006. Tesis pada PPs UPI Bandung, h. 25
Representa si Eksternal Representa
Tabel 2.1
Bentuk-bentuk Operasional Representasi Matematik
No. Representasi Bentuk-bentuk Operasional
1. Representasi Visual :
[image:40.595.113.515.166.694.2]a) Diagram, grafik, atau
tabel.
Menyajikan kembali data atau informasi
dari suatu representasi ke representasi
diagram, grafik atau tabel.
Menggunakan representasi visual untuk
menyelesaikan masalah
b) Gambar Membuat gambar pola-pola geometri.
Membuat gambar bangn geometri untuk
memperjelas masalah dan memfasilitasi
penyelesaiannya.
2. Persamaan atau ekspresi
matematis
Membuat persamaan atau model
matematika dari representasi lain yang
diberikan
Penyelesaian masalah yang melibatkan
ekspresi matematis
3. Kata-kata atau teks
tertulis
Membuat situasi masalah berdasarkan
data-data atau representasi yang diberikan.
Menuliskan interpretasi dari suatu
representasi
Menuliskan langkah-langkah penyelesaian
masalah matematis dengan kata-kata.
Menyusun cerita yang sesuai dengan suatu
representasi yang disajikan.
Menjawab soal dengan menggunakan
Berdasarkan penjelasan tentang indikator representasi, maka
indikator kemampuan representasi yang akan digunakan dalam penelitian
ini diantaranya adalah :
1. Representasi berupa diagram, grafik atau tabel, dan gambar
(Drawing).
2. Persamaan atau ekspresi matematika (Mathematical Expressions)
3. Kata-kata atau teks tertulis (Written Texts).
2. Pendekatan Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional merupakan salah satu model pembelajaran
yang masih berlaku dan banyak digunakan oleh guru-guru di sekolah.
Pembelajaran konvensional yang dilaksanakan di sekolah tempat
dilaksanakan penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan
menggunakan metode ekspositori. Kenyataanya, metode ekspositori adalah
metode mengajar yang banyak digunakan oleh guru adalah dimana guru
lebih banyak bertutur di dalam kelas sedangkan siswa hanya menyimak
penjelasan guru.34
Metode ekspositori sama dengan cara mengajar yang biasa
(tradisional) yang sering dipakai pada pengajaran matematika. Umumnya
pembelajaran seperti ini lebih mengutamakan hafalan dari pada pengertian,
menekankan kepada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil dari pada
proses, dan pengajaran berpusat pada guru. Dalam kaitannya dengan
pembelajaran matematika, metode ini hanya menekankan kepada siswa
menghafal rumus-rumus tanpa mengetahui darimana rumus tersebut
diperoleh. Hal ini berakibat pada penguasaan siswa terhadap konsep
matematika cenderung bersumber dari hafalan bukan pemahaman.
Langkah-langkah pembelajaran dengan metode ekspositori dapat
dirinci sebagai berikut :35
a. Persiapan, dalam tahap ini berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk
menerima pelajaran.
34
Wina Sanjaya, op.cit.,h. 178 35
b. Penyajian, dalam tahap ini guru menyampaikan materi pelajaran sesuai
dengan persiapan yang telah dilakukan. Guru berusaha semaksimal
mungkin agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan
dipahami oleh siswa.
c. Korelasi, dalam tahap ini guru menghubungkan materi pelajaran dengan
pengalaman siswa untuk memberikan makna terhadap materi
pembelajaran.
d. Menyimpulkan, adalah tahapan memahami inti dari materi pembelajaran
yang disajikan.
e. Mengaplikasikan, merupakan tahapan unjuk kemampuan siswa setelah
menyimak penjelasan dari guru.
Materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut
untuk menemukan materi tersebut dan materi pelajaran seakan-akan sudah
jadi saat diberikan. Begitu juga dengan memberikan relevansi materi dalam
kehidupan sehari-hari dilakukan sebagai kegiatan tambahan bukan suatu
keharusan. Pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan
pembelajaran yang berorientasi kepada guru yang berarti peran guru sangat
dominan dalam pembelajaran.
Pada intinya, tujuan pembelajaran bukan sekedar akumulasi
pengetahuan akan tetapi bagaimana pengetahuan yang telah diperoleh siswa
dalam pembelajaran tersebut mampu diaplikasikan dalam kehidupannya
sehari-hari. Oleh karena itu metode ekspositori yang lebih menekankan pada
pengumpulan fakta atau konsep tidak lagi relevan untuk diterapkan
disebabkan banyaknya kelemahan-kelemahan yang terdapat didalamnya
antara lain; proses pembelajaran bersifat statis dan komunikasi berjalan
searah, siswa menjadi pasif dan tidak dapat mendorong siswa untuk berpikir
kritis dan kreatif yang akan berdampak pada kualitas hasil pembelajaran.
3. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dan Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mencoba
mengaitkan konsep matematika dengan masalah kehidupan sehari-hari
pada umumnya, hanya mentransfer ilmu dari guru ke murid tanpa
melibatkan siswa. Berikut diuraikan beberapa perbedaan antara
[image:43.595.106.517.198.740.2]pembelajaran kontekstual dan pembelajaran konvensional :36
Tabel 2.2
Perbedaan Pembelajaran kontekstual dan Pembelajaran Konvensional
No. Aspek Penilaian Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran Konvensional 1 Keaktifan
Siswa secara aktif terlibat
dalam proses
pembelajaran.
Siswa adalah penerima
informasi secara pasif.
2
Metode
Pembelajaran
Pembelajaran dikaitkan
dengan kehidupan nyata
dan atau masalah yang
disimulasikan.
Pembelajaran sangat
abstrak dan teoritis
karena dikemas dalam
bentuk yang sudah jadi .
kaitan materi dengan
kehidupan sehari-hari
disajikan setelah konsep
selesai dijelaskan.
3
Pengembangan
konsep
Konsep dikembangkan atas
dasar skemata yang sudah
ada dalam diri siswa.
konsep ada di luar diri
siswa, yang harus
diterangkan, diterima,
dihafalkan, dan
dilatihkan.
4
Berfikir
Siswa menggunakan
kemampuan berpikir kritis,
terlibat penuh dalam
mengupayakan terjadinya
proses pembelajaran yang
efektif, ikut
Siswa secara pasif
menerima rumus atau
kaidah (membaca,
mendengarkan, mencatat,
menghafal), tanpa
memberikan kontribusi
36
bertanggungjawab atas
terjadinya proses
pembelajaran yang efektif,
dan membawa skemata
masing-masing ke dalam
pembelajaran.
ide dalam proses
pembelajaran.
5 Pengalaman siswa Penghargaan terhadap
pengalaman siswa sangat
diutamakan.
Pembelajaran tidak
memperhatikan
pengalaman siswa.
4. Relasi Fungsi
Materi yang diajarkan ditingkat SMP kelas VIII semester 1 meliputi
faktorisasi aljabar, relasi dan fungsi, persamaan garis lurus dan sistem
persamaan linear dua variabel. Berdasarkan beberapa materi tersebut materi
fungsi merupakan suatu konsep yang esensial dalam kurikulum
matematika.37 karena materi fungsi berperan untuk memahami konsep matematika lainnya serta tempat latihan berpikir kritis dalam pembelajaran
matematika.
Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2008,
materi Relasi dan Fungsi diberikan pada siswa SMP kelas VIII. Standar
kompetensi pada pokok bahasan Relasi dan Fungsi yaitu memahami relasi
dan fungsi serta menggunakannya dalam pemecahan masalah. Topik-topik
yang dipelajari dalam pokok bahasan Relasi dan Fungsi adalah sebagai
berikut:
a. Pengertian Relasi
Misalkan ( ) adalah suatu relasi . maka kita katakan
bahwa kalimat terbuka mendefinisikan suatu relasi dari A ke B.38
37
Martianty Nalole, Pembelajaran Fungsi Melalui Pemecahan Masalah Pada Mahasiswa Semester I D-II PGSD Jurusan Pendidikan Anak Fakultas Ilmu Pendidikan, INOVASI, 4, 2007, h. 14
38
b. Menyatakan Relasi
Suatu relasi terdiri dari : Sebuah himpunan A dan himpunan B, suatu
kalimat terbuka dimana adalah benar atau salah untuk
sembartermasuk dalam A x B. Maka kita menyebut R suatu relasi dari A
ke B dan menyatakannya dengan . 39 c. Pengertian Fungsi
Andaikan untuk tiap-tiap elemen dalam sebuah himpunan A ditetapkan
melalui beberapa macam cara, sebuah elemen tunggaldari himpunan B,
kita menyebut penetapan demikian suatu fungsi.40 d. Fungsi Aljabar Sederhana
Pembahasan ini memperkenalkan fungsi yang berbentuk operasi-operasi
bilangan rill. Selain itu diperkenalkan juga istilai nilai fungsi, rumus
fungsi atau persamaan fungsi, istilah variabel bebas dan variabel terikat,
dan membuat tabel perubahan fungsi serta gafik fungsi.
5. Contoh Aplikasi Pembelajaran Kontekstual dalam pembelajaran matematika
Pendekatan Kontekstual memiliki tujuh tahapan penting dalam
pembelajaran matematika, antara lain : kontruktivisme, menemukan,
bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian sebenarnya.
Ketujuh langkah tersebut pada hakikatnya harus dilaksanakan dalam
pembelajaran. Penelitian yang akan dibahas pada kesempatan kali ini adalah
tentang materi relasi fungsi. Berikut merupakan salah satu contoh aplikasi
pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran matematika.
Pembelajaran dimulai dengan membangun pengembangan pemikiran
siswa. Siswa diberi stimulus untuk mendorong siswa agar mengkontruksi
pengetahuannya sendiri. Siswa akan diberikan lembar kerja siswa (LKS)
yang berisi materi terkait relasi fungsi. Namun sebelumnya, dilakukan
apersepsi terlebih dahulu agar siswa mempunyai gambaran tentang materi
relasi fungsi yang akan mereka pelajari s