• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 3 ANGKA DIARE DI JEPARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bab 3 ANGKA DIARE DI JEPARA"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PROFIL SANITASI KABUPATEN JEPARA

3.1 Kondisi Umum Sanitasi

3.1.1 Kesehatan Lingkungan

Dalam Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) menangani permasalahan kesehatan lingkungan yang mencakup tiga sub sektor sanitasi yaitu sub sektor air limbah, sub sektor persampahan dan sub sektor drainase lingkungan. Secara umum kesehatan lingkungan dapat dilihat dari seberapa besar akses masyarakat dalam mendapatkan sanitasi yang layak.

Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jepara, khususnya dalam menjaga kesehatan lingkungan dan masyarakat. Di antaranya adalah dengan diselenggarakannya lomba kebersihan lingkungan seperti Lomba Kabupaten/Kota Sehat, Lomba Sekolah Sehat, Lomba Adiwiyata, Adipura, dan sebagainya. Hal tersebut salah satunya bertujuan untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya lingkungan yang bersih dan sehat, sehingga kualitas kesehatan masyarakat dapat terjaga.

Indikator yang digunakan dalam penilaian berupa indikator fisik seperti; kondisi kebersihan kawasan (jalan utama, halaman, kamar mandi, sarana cuci tangan, UKS selokan), pengelolaan penanganan sampah (sarana pembuangan sampah/bak sampah, pemilahan sampah, pengolahan sampah/3R).

Hasil lomba yang dilaksanakan di Kabupaten Jepara di antaranya adalah:

Tabel 3.1

Hasil Lomba Sekolah Sehat di Kabupaten Jepara Tahun 2005 – 2009

NO TAHUN JENJANG PEMENANG

1. 2005 TK/RA

SD/MI SMP/MTs SMA/K/MA

TK Pertiwi 08.01 Jepara SDN 04 Panggang SMPN 1 Keling SMKN 3 Jepara

2. 2006 TK/RA

SD/MI SMP/MTs SMA/K/MA

(2)

NO TAHUN JENJANG PEMENANG

3. 2007 TK/RA

SD/MI SMP/MTs SMA/K/MA

TK Pertiwi 08 Tahunan SDN Mayong Lor 04

TK Pembina Jeruk Wangi SDN 01 Wonorejo-Jepara SMPN 6 Jepara

SMAN 1 Welahan

5. 2009 TK/RA

SD/MI SMP/MTs SMA/K/MA

TK Rosellana-Pecangaan SDN 01 Bondo-Bangsri SMPN 2 Bangsri

SMK Roudlotul Mubtadiin – Balekambang, Nalumsari. Sumber: Dinkes KabupatenJepara

Untuk penilaian Adipura tingkat Nasional, Kabupaten Jepara dalam 5 (Lima) tahun terakhir berhasil mendapatkan pengahrgaan adipura , Sampai dengan tahun 2008 Kabupaten jepara menjadi Kabupaten terbersih untuk kategori kota sedang. Untuk tahun 2009/2010 yang memperoleh adipura adalah Kab/Kota yang nilainya mencapai 70. Selengkapnya hasil penilaian adipura adalah:

Tabel 3.2

Hasil Penilaian Adipura Kabupaten Jepara

NO Tahun Hasil Penilaian

1 2005/2006 Tidak terdokumentasi nilainya, tapi Kabupaten

Jepara mendapat adipura.

2. 2006/2007 76,44

3. 2007/2008 75,93

4. 2008/2009 76,50

5. 2009/2010 77,63

Sumber: BLH KabupatenJepara

(3)
(4)

Tabel 3.3

Program/Proyek/Layanan Berbasis Masyarakat

NO Tahun Program/Proyek Desa/Kecamatan/Wilayah

1

1994/1995 – 1999/2000

WSSLIC/PABPL-MPR

(Water Supply and Sanitation for Low Income Communities)/ Proyek Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah.

Gerdu & Kaliombo/Kec.Pecangaan; Guwosobokerto, Karanganyar, Kendengsidialit, Kedungsarimulya & Gedangan/Kec.Welahan; Jugo, Blingoh/Kec.Donorejo; Kunir, Tempur, Tunahan/Kec.Keling;

Manyargading/Kec.Kalinyamatan; Jatisari, Pringtulis/Kec.Nalumsari; Dudakawu, Bucu, Cepogo, Sumanding /Kec.Kembang; Papasan,

Srikanding/Kec.Bangsri; Karangaji, Tedunan/Kec.Kedung; Bungu/Kec.Mayong.

2 2009

Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat dalam Rangka Pemulihan Cagar Alam Gunung Celering dan Keling II/III.

Kec. Keling

3 2010 GNKPA

(Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air) DAS di Kabupaten Jepara.

Sumosari/Kec.Bantealit

4 2006 -2010 WISMP

(Water Resources Irrigation System Management Program).

DI.Kedung Dowo, DI.Siwali, DI.Sepandan, DI.Rombong, DI.Pecangaan.

5 2010

PLP – BK

(Program Penataan Lingkungan Permukiman -Berbasis Komunitas).

Karanggondang/Kec.Mlonggo, Suwawal/Kec.Mlonggo, Suwawal/Kec.Pakis Aji, Plajan/Kec.Pakis Aji, Demaan/Kec.Jepara, Petekeyan/Kec.Tahunan,

Batukali/Kalinyamatan, Banyu Putih/Kec.Kalinyamatan.

6 PNPM Mandiri

(5)

3.1.2 Kesehatan Pola Hidup Masyarakat

Secara umum tingkat kesehatan Pola Hidup Masyarakat di Kabupaten Jepara dapat terlihat dari angka kejadian penyakit yang disebabkan oleh sanitasi buruk seperti ditunjukkan melalui angka kesakitan diare ataupun kasus ISPA. Dalam 5 tahun terakhir terlihat angka kejadian kasus diare tahun 2007 menunjukkan angka kejadian yang paling tinggi (32.314 kasus), tahun berikutnya walaupun ada penurunan tapi angka kejadian kasus diarenya masih tinggi.

Tabel 3.4

Angka Kasus Diare di Puskesmas Kabupaten Jepara Tahun 2005 – 2009

No Puskesmas Angka Kasus Diare

2005 2006 2007 2008 2009

1 Jepara 2.347 2.541 4.957 2.679 2.350

2 Tahunan 1.913 1.915 2.032 2.350 1.824

3 Batealit 239 992 2.229 1.519 2.205

4 Kedung I 2.472 1.983 2.502 1.892 1.526

5 Kedung II 298 395 988 1.152 960

6 Pecangaan 1.016 850 1.130 2.026 1.433

7 Kalinyamatan 1.013 1.898 3.069 3.380 2.836

8 Welahan I 1.556 1.305 168 320 2.592

9 Welahan II 410 351 545 574 460

10 Nalumsari 1.835 3.058 4.164 3.574 2.751

11 Mayong I 945 1.100 941 1.062 1.211

12 Mayong II 1.409 974 1.259 1.297 1.272

13 Mlonggo I 1.144 1.155 858 692 1.476

14 Mlonggo II 700 259 0 1.383 1.297

15 Bangsri I 157 1.769 559 507 0

16 Bangsri II 828 858 845 655 972

17 Kembang 1.573 1.253 1.747 2.071 1.973

18 Keling I 201 813 2.907 1.937 2.348

19 Keling II 907 994 1.215 1.189 941

20 Karimunjawa 166 209 199 311 371

21 Donorojo - - - - 520

Jumlah 21.129 22.095 32.314 30.265 31.060 Sumber : Dinas Kesehatan kabupaten Jepara

(6)

2.200 2.300 2.400 2.500 2.600 2.700 Jum lah Kasus

Jepara Tahunan Kecam atan

Kasus Diare di Kec. Jepara

dan Kec. Tahunan

Sedangkan angka kesakitan diare yang terjadi di 2 kecamatan di Kabupaten Jepara, yaitu Kecamatan Jepara dan Tahunan pada tahun 2008 sebagai berikut.

Gambar 3.1

Sumber : DKK Kabupaten Jepara, 2008

Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa jika didasarkan pada angka kejadian diare, maka Kecamatan Jepara adalah kecamatan dengan tingkat kejadian diare relatif tinggi dibanding kecamatan lainnya, yaitu mencapai ± 2.600 orang penderita diare pada tahun 2008. Tetapi angka kejadian diare tersebut masih jauh di bawah angka kesakitan diare nasional. Hal ini dimungkinkan karena Kecamatan Jepara adalah kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk lebih tinggi dibanding Kecamatan Tahunan. Selain itu, penduduk miskin di perkotaan juga banyak terdapat di kecamatan ini. Seperti diketahui penyebaran virus (penyakit) paling cepat adalah di area padat dan kumuh, sehingga mengakibatkan angka kesakitan terbesar ada di Kecamatan Jepara.

Untuk penemuan penderita Pneumonia dalam 5 tahun terakhir terlihat tahun 2006 menunjukkan angka kejadian yang paling tinggi (9.033 kasus), tahun berikutnya walaupun ada penurunan tapi masih cukup tinggi.

Tabel 3.5

Penemuan Pneumonia di Puskesmas Kabupaten Jepara Tahun 2005 – 2009

No Puskesmas Penemuan Penderita Pneumonia

2005 2006 2007 2008 2009

1 Jepara 477 672 461 158 235

(7)

No Puskesmas Penemuan Penderita Pneumonia

2005 2006 2007 2008 2009

3 Batealit 700 655 629 644 793

4 Kedung I 361 474 439 475 292

5 Kedung II 107 143 167 113 128

6 Pecangaan 592 710 638 633 510

7 Kalinyamatan 566 502 547 523 457

8 Welahan I 387 381 370 351 386

9 Welahan II 216 364 195 156 175

10 Nalumsari 392 404 473 482 733

11 Mayong I 126 223 252 328 255

12 Mayong II 412 396 384 438 310

13 Mlonggo I 658 930 627 396 249

14 Mlonggo II 421 376 437 448 535

15 Bangsri I 68 314 289 142 50

16 Bangsri II 350 317 350 336 14

17 Kembang 410 169 129 673 608

18 Keling I 433 591 884 835 567

19 Keling II 372 415 407 256 209

20 Karimunjawa 84 87 52 23 54

21 Donorojo 318

22 RSUD Kartini 163 73 164 132 33

Jumlah 8.358 9.033 8.360 8.129 8.417 Sumber : Dinas Kesehatan kabupaten Jepara

(8)

9.500 10.000 10.500 11.000 11.500

Ju

m

lah

K

asu

s

Jepara Tahunan

Kecam atan

Kasus ISPA di Kec. Jepara dan Kec. Tahunan

ISPA

Gambar 3.2

Sumber : Puskesmas Jepara dan Puskesmas Tahunan, 2008

Dari gambar diatas terlihat bahwa penemuan kasus ISPA di Kecamatan Tahunan (11.452 kasus) kejadiannya lebih banyak dari Kecamatan Jepara (10.625 kasus).

3.1.3 Kuantitas dan Kualitas Air

Dilihat dari segi kuantitas, maka untuk kebutuhan air bersih Kabupaten Jepara masih sangat kurang. Hal ini terlihat dari jumlah sumur bor atau mata air yang telah dikelola oleh PDAM hingga tahun 2008 hanya baru sejumlah 44 lokasi (titik) yang berupa sumur bor dan cakupan pelayanan tingkat kabupaten baru mencapai 11,13 %, sedangkan untuk daerah perkotaan mencapai 84,8%, sehingga sebagian besar masyarakat menggunakan sumur gali sebagai sumber air untuk kebutuhan air minum. Hal tersebut juga didukung oleh studi EHRA Jepara yang menyatakan bahwa untuk kasus kelangkaan air, studi menemukan sekitar 3,4% rumah tangga yang mengalami kelangkaan air dari sumber air utama dalam dua minggu terakhir selama 1 hari 1 malam atau lebih, sedangkan jika rentang waktu kelangkaan diperpanjang menjadi satu tahun maka kasus kelangkaan yang dijumpai meningkat hampir tiga kalinya menjadi sebesar 9,26%

(EHRA Jepara, Juli 2010).

(9)

laboratorium kualitas air bersih dari beberapa sumber sampel air seperti : sumur Bor PDAM, pelanggan PDAM, Sumur Gali masyarakat, Air Permukaan yang dilakukan oleh DKK Kabupaten Jepara dan pemeriksaan kimia terhadap beberapa sungai yang ada di Jepara yang dilakukan oleh BLH Kabupaten Jepara, hasil laboratorium pemeriksaan air PDAM, sumur gali maupun air sungai secara detail dapat dilihat pada Lampiran 5.

3.1.4 Limbah Cair Rumah Tangga

Sebagian besar pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga di lingkungan masyarakat Kabupaten Jepara dengan sistem septic tank dan sebagian lainnya dibuang ke drainase (SPAL) baik saluran terbuka/tertutup maupun langsung dibuang di area terbuka/sungai. Dalam jangka menengah kedepan terutama untuk daerah perkotaan, perlu adanya pemikiran Limbah Cair Rumah Tangga diolah secara khusus melalui suatu sistem komunal maupun terpusat untuk skala kota (off site system). Hal ini mengingat permukaan air tanah di Jepara cukup rendah/dangkal, sehingga sangat mudah tercemar oleh septic tank yang dibangun tidak kedap air.

3.1.5 Limbah Padat (Sampah)

Berdasarkan kajian data sekunder, diperoleh data bahwa jumlah sampah per hari pada tahun 2009 di Kabupaten Jepara sebesar 605,028 m3/hari atau setara dengan 2,683 lt/org/hari dengan pertumbuhan rata-rata timbulan sampah 2,15 % per tahun (Studi Manajemen Persampahan Kota Jepara, Bappeda 2008). Sedangkan sumber-sumber sampah adalah sebagai berikut;

a. Sampah Permukiman

Kondisi permukiman Kabupaten Jepara saat ini bersifat permanen, semipermanen, dan sementara. Dari hasil analisis tahun 2006 dapat diketahui bahwa timbulan sampah paling besar dihasilkan dari sumber rumah tangga/permukiman, yaitu sebesar 1,9 lt/orang/hari.

b. Sampah Pertokoan

Pertokoan di Kabupaten Jepara sudah berkembang pesat. Jenis-jenis toko sudah beranekaragam dengan besar toko bervariasi dari toko kelontong sampai swalayan.

c. Sampah Pasar

(10)

d. Sampah Penyapuan Jalan

Pada jalan-jalan, tempat umum seperti taman kota, halte, lapangan umum dll, ditangani khusus oleh penyapu jalan dengan gerobak sampah ataupun gerobak motor yang langsung dibawa ke TPS.

(11)

Tabel 3.6

Prediksi Timbulan Sampah Kabupaten Jepara

No Sumber

Tahun

Eksisting 2007 2008 2009 2010 2011 2012

lt/org/hr m3/hari lt/org/hr m3/hari lt/org/hr M3/hari lt/org/hr m3/hari lt/org/hr m3/hari lt/org/hr m3/hari

A Domestik 1.900 419.258 1.997 44.170 2.039 459.821 2.079 475.352 2.118 490.820 2.156 506.268

1 Permukiman 1.900 419.258 1.997 44.170 2.039 459.821 2.079 475.352 2.118 490.820 2.156 506.268

B Non Domestik

0.600 132.397 0.631 140.264 0.644 145.207 0.657 150.111 0.669 154.996 0.681 159.874

1 Sarana Pendidikan

0.020 4.413 0.021 4.675 0.021 4.480 0.022 5.004 0.022 5.167 0.023 5.329

2 Perkantoran 0.120 26.479 0.126 28.053 0.129 29.041 0.131 30.022 0.134 30.999 0.136 31.975

3 Sarana Kesehatan

0.050 11.033 0.053 11.689 0.054 12.101 0.055 12.509 0.056 12.916 0.057 13.323

4 Pariwisata 0.010 2.207 0.011 2.338 0.011 2.420 0.011 2.502 0.011 2.583 0.011 2.665

5 Pertokoan dan R. Makan

0.070 15.446 0.074 16.364 0.075 16.941 0.077 17.513 0.078 18.083 0.079 18.652

6 Pariwisata 0.010 2.207 0.011 2.338 0.011 2.420 0.011 2.502 0.011 2.583 0.011 2.665

7 Industri 0.050 11.033 0.053 11.689 0.054 12.101 0.055 12.509 0.056 12.916 0.057 13.323

8 Pasar 0.240 52.959 0.252 56.106 0.258 58.083 0.263 60.044 0.268 61.998 0.272 63.950

9 Penyapuan Jalan

0.020 4.413 0.021 4.675 0.021 4.840 0.022 5.004 0.022 5.167 0.023 5.329

10 Lain-Lain 0.010 2.207 0.011 2.338 0.011 2.420 0.011 2.502 0.011 2.583 0.011 2.665

TOTAL 2.500 551.655 2.627 584.434 2.683 605.028 0.736 625.463 2.787 645.816 2.837 666.143

(12)

3.1.6 Drainase Lingkungan

Drainase linkungan umumnya mengikuti pola jaringan jalan yang ada, beberapa saluran drainase lingkungan awalnya merupakan saluran irigasi ke sawah-sawah dan sampai saat inipun sebagian masih berfungsi untuk mengairi sawah yang masih ada.

Dari data hasil studi EHRA, rumah yang tidak memiliki saluran drainase lingkungan sekitar 60,52 %. Pada umumnya, drainase lingkungan masih menjadi satu antara pembuangan air hujan (pematusan air hujan) dengan saluran limbah cair rumah tangga (grey water).

3.1.7 Pencemaran Udara

Kondisi pencemaran udara di Kabupaten Jepara pada umumnya masih di bawah ambang batas pencemaran, namun dengan berkembangnya sektor industri dan meningkatnya jumlah kendaraan perlu pemikiran ke depan dalam mengupayakan Pengelolaan Pencemaran Udara.

3.1.8 Limbah Industri

Limbah industri di Kabupaten Jepara sebagian besar berasal dari industri mebel yang tersebar di seluruh Kabupaten Jepara. Terdapat beberapa

home industry dimana rata-rata industri tersebut merupakan industri pengolahan kayu dan sebagian yang lain berupa industri tekstil (Tenun Troso) dan kerajinan monel (logam). Kawasan yang telah menjadi pusat-pusat industri terpencar di beberapa kecamatan antara lain :

• Kecamatan Tahunan dan Jepara : industri kerajinan mebel dan ukir.

• Kecamatan Jepara (Desa Mulyoharjo) : industri ukur akar dan patong.

• Kecamatan Pecangaan : industri tenun ikat troso.

• Kecamatan Kalinyamatan : industri kerajinan monel Kriyan, Emas.

• Kecamatan Mayong : industri kerajinan keramik.

• Kecamatan Welahan : industri kerajinan rotan Teluk Wetan dan bata.

• Kawasan industri strategis terletak di Kecamatan Mlonggo, Kecamatan Bangsri, Kecamatan Kembang dan Kecamatan Keling antara lain PLTU dan rencana kawasan teknologi tinggi.

(13)

Tabel 3.7

Perkembangan Jumlah Unit Usaha Sektor Industri Kabupaten Jepara

NO URAIAN SATUAN OKTOBER

2007

Kelompok Industri Hasil Pertanian dan Kehutanan Industri Makanan

Industri Minuman

Industri Pengolahan Tembakau

Industri Kayu, Rotan, Bambu, Rumput dan sejenisnya

Industri Perabot dan Kelengkapan Rumah serta Alat Dapur dari Kayu, Bambu dan Rotan

Industri Jasa Industri Kelompok Industri Aneka Industri Tekstil

Industri Pakaian Jadi

Kelompok Industri Logam Kimia dan Mesin Industri Pengolahan Tanah Liat

Industri Barang dari Logam

Unit

Sumber: RPIJM Kabupaten Jepara 2009 – 2013.

Secara pasti volume limbah yang dihasilkan oleh masing-masing industri belum diketahui karena masih dikelola sendiri oleh pelaku home industry, tetapi beberapa industri telah dilengkapi oleh IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang merupakan program bantuan dari BLH Kabupaten Jepara untuk masyarakat, khususnya kepada para pelaku home industry.

3.1.9 Limbah Medis

(14)

Kecamatan dengan 21 Puskesmas yang tersebar di beberapa kecamatan dan berlokasi di wilayah yang mempunyai daerah pelayanan tertentu.

Data umum tentang jumlah timbulan limbah medis rumah sakit dan puskesmas di Kabupaten Jepara adalah seperti dalam tabel berikut ini.

Tabel 3.8

Jumlah Timbulan Limbah Medis Rumah Sakit dan Puskesmas di Kabupaten Jepara

No Kecamatan RS/PKM(Puskesmas) Jml.Timbulan rata-rata kg/hari

1 Tahunan RSUD Kartini 40

2 Kedung PKM Kedung 1 1

3 PKM Kedung II 0,5

4 Pecangaan PKM Pecangaan 0,75

5 Welahan PKM Welahan I 1

6 PKM Welahan II 0,75

7 Mayong PKM Mayong I 0,5

8 PKM Mayong II 0,5

9 Batealit PKM Batealit 1,25

10 Jepara PKM Jepara 1

11 Mlonggo PKM Mlonggo 1,5

12 Pakis Aji PKM Pakis Aji 1,5

13 Bangsri PKM Bangsri I 0,5

14 PKM Bangsri II 0,5

15 Keling PKM Keling I 1,5

16 PKM Keling II 0,5

17 Karimunjawa PKM Karimunjawa 0,5

18 Tahunan PKM Tahunan 0,5

19 Nalumsari PKM Nalumsari 0,5

20 Kalinyamatan PKM Kalinyamatan 1,24

21 Kembang PKM Kembang 0,7

22 Donorojo PKM Donorojo 0,5

(15)

3.2 Pengelolaan Limbah Cair

3.2.1 Landasan Hukum/Legal Operasional

1. Undang–Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 208, tentang Pengelolaan Sampah 3. Undang–Undang Nomor 26 Tahun 2009 tentang Kesehatan

4. Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara

7. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

8. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Yang Tidak Memiliki Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup

9. Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Jepara

10. Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 6 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Jepara Nomor 1 Tahun 1999 tentang Retribusi Penyedotan Kakus

3.2.2 Aspek Institusional

Kegiatan pengelolaan dan pengendalian limbah cair baik yang ditimbulkan oleh kegiatan industri maupun kegiatan rumah tangga dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Jepara berkerja sama dengan Dinas Perumahan, Tata Ruang dan Kebersihan (DPTRK) Kabupaten Jepara dibawah pengawasan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Tengah.

(16)

3.2.3 Cakupan Pelayanan

Pengelolaan limbah cair di Kabupaten Jepara belum bisa ditentukan secara pasti, sehingga agak sulit untuk menentukan cakupan pelayanannya. Data terkait jumlah jamban pribadi yang terdokumentasi oleh DKK tersedia melalui 21 Puskermas yang ada di Kabupaten Jepara tahun 2009. Sedangkan untuk pembangunan MCK yang telah dibangun oleh DPU & ESDM masing-masing berlokasi di 8 desa untuk tahun 2008, 9 desa untuk tahun 2009 dan 2 desa/kelurahan untuk tahun 2010.

KEPALA DI NAS

KEPALA BI DANG PERUMAHAN

KEPALA BI DANG TATA RUANG

KEPALA BI DANG

KEBERSI HAN SEKRETARI AT

SEKSI PEMBI NAAN DAN PENGENDALI AN

PERUMAHAN

SEKSI PENGEMB. DAN PENI NGKATAN

KUALI TAS PERUMAHAN

SEKSI PERENCANAAN TATA RUANG DAN

BANGUNAN

SEKSI PENGENDALI AN DAN

PENGAWASAN TATA RUANG

SEKSI KEBERSI HAN

SEKSI PERTAMANAN

(17)

Tabel 3.9

Keluarga dengan Kepemilikan Jamban Tahun 2009

No Kecamatan Puskesmas Jml KK

Jumlah Kepemilikan Jamban Jml KK

18 Nalumsari Nalumsari 16.631 4.989 4.099 82,16 45,40

19 Kalinyamatan Kalinyamatan 14.112 4.234 3.396 80,21 66,28

20 Kembang Kembang 18.582 5.575 4.460 80,00 50,61

21 Donorojo Donorojo 15.280 4.584 4.106 89,57 40,79

Jumlah 279.123 83.737 62.636 74,80 53,01

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2009.

Sedangkan dari hasil pendataan dari Dinas PU & ESDM, bantuan pembangunan MCK dan MCK ++ adalah :

Tabel 3.10

Lokasi MCK dan MCK ++ yang telah dibangun

No Tahun Jenis Kecamatan Desa Jumlah

(18)

No Tahun Jenis Kecamatan Desa Jumlah 3 2010 MCK++/SLBM

(Sanitasi

Sumber : DPU&ESDM Kabupaten Jepara.

3.2.4 Aspek Teknis dan Teknologi

Teknis operasional dalam pengelolaan limbah domestik di Kabupaten Jepara diwujudkan dalam beberapa program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh BLH Kabupaten Jepara, antara lain :

1. Pengujian Limbah Cair Domestik 2. Pengujian Air Sungai /Badan Air

3. Perlindungan pada sumber – sumber Mata Air

4. Penegakan Hukum terhadap pelanggar Pengelolaan Lingkungan

Upaya yang dilakukan oleh BLH Kabupaten Jepara sebagai SKPD yang berwenang dalam pemantauan dan pengawasan terhadap limbah cair domestik antara lain melalui beberapa kegiatan yaitu :

1. Meningkatkan Pemantauan Kualitas Lingkungan

(19)

3. Meningkatkan Pembinaan Teknis Pengendalian Lingkungan

Secara umum berdasarkan studi EHRA Jepara Juli 2010, terdapat beberapa cara pembuangan (pengolahan) limbah tinja yang dilakukan oleh masyarakat yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.11

Jenis Pengolahan Limbah Domestik Jepara

Frekuensi Prosentase

Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke tangki septik 822 67,99

Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke cubluk - -

Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke lobang galian 12 0,99

Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke sungai/ kali/ parit 36 2,98

Jamban siram/leher angsa disalurkan ke kolam 3 0,25

Jamban siram/leher angsa disalurkan ke tidak tahu kemana 2 0,17

Jamban non siram/ tanpa leher angsa salur ke tangki septik 174 14,39

Jamban non siram/ tanpa leher angsa salur ke cubluk - -

Jamban non siram/ tanpa leher angsa salur ke lobang galian 14 1,16

Jamban nonsiram/tanpa leher angsa salur ke sungai/kali/parit 9 0,74

Jamban nonsiram/tanpa leher angsa salur ke kolam 1 0,08

Jamban non siram/ lubang tanpa leher angsa disalurkan ke tidak terlihat

4 0,33

Gantung di atas sungai/ kolam 24 1,99

Tidak ada fasilitas: Di sungai/ kali/ parit/ got 108 8,93

Tidak ada fasilitas: Lapangan, semak - -

Di fasilitas jamban umum lain - -

Lainnya (catat) - -

Total 1209 100,00

Sumber, Data EHRA Jepara, 2010

Dari data diatas dapat diketahui bahwa pilihan teknologi yang banyak dipergunakan dalam mengolah limbah cair domestik, baik grey water (air limbah cuci, mandi) dan black water (limbah tinja) di Jepara adalah melalui on site system yaitu tangki septik sebesar 67,2%. Sedangkan untuk off site system atau pembuangan dan pengolahan limbah tinja secara terpusat untuk skala kota belum pernah ada.

(20)

Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Jepara Nomor 1 Tahun 1999 tentang Retribusi Penyedotan Kakus, struktur dan besarnya tarif retribusi dibagi menjadi tiga lokasi, yaitu : (1) Lokasi Rumah Tangga; (2) Lokasi Fasilitas Umum (Sosial); dan (3) Lokasi Komersial. Adapun secara umum, besarnya tarif yang dikenakan sebesar Rp. 40.000,-/m3 (ditambah dengan biaya jarak tempuh lokasi).

Hingga sejauh ini efektiftas IPLT dinilai sangat kecil, karena jumlah lumpur tinja yang masuk setiap harinya sangat jauh berada dibawah kapasitas optimal pengolahan harian IPLT yaitu hanya 1 rit perhari atau sebesar 2,25 m3/hari. Lumpur tinja sisa hasil proses pengolahan air limbah domestik hingga sejauh ini dimanfaatkan oleh DPTRK Kabupaten Jepara untuk alternatif lain seperti untuk campuran kompos ataupun sebagai pupuk tanaman.

Sedangkan limbah cair dari Rumah Potong Hewan (RPH) yang berlokasi sebelah Barat Pasar Jepara II, proses pengolahan yang dipakai adalah dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sistem Dewats yang terdiri dari Digister, Septictank, Baffle Reactor dan Anaerobic Filter, dengan sistem ini air limbah akan diolah hingga memenuhi baku mutu yang ditetapkan dan Digester mampu menghasilkan gas bio sebagai sumber energi alternatif. Volume limbah cair yang dimanfaatkan adalah dari 150 ternak yang dipotong setiap bulannya.

3.2.5 Peran Serta Masyarakat dan Gender dalam Penanganan Limbah

Cair

Dalam penanganan limbah cair, khususnya limbah cair domestik di Kabupaten Jepara, masyarakat telah melakukan berbagai upaya, antara lain :

1. Pada skala pemukiman setiap rumah tangga di Kabupaten Jepara rata– rata sudah mempunyai saluran pembuangan limbah (SPAL) rumah tangga (domestik) baik saluran terbuka maupun tertutup.

2. Kerja bakti untuk membersihkan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) domestik juga dilakukan secara mandiri oleh masyarakat.

3.2.6 Permasalahan

Beberapa permasalahan terkait pengelolaan limbah cair domestik adalah :

(21)

sedikit gagasan untuk membangun IPAL Komunal di badan jalan tetapi realisasinya perlu persetujuan dari DPU.

2. Di beberapa titik di Kabupaten Jepara, banyak masyarakat yang masih membuang limbah cair domestik (grey water dan black water) ke dalam saluran drainase, sehingga mengakibatkan fungsi saluran yang tidak optimal (karena endapan lebih cepat terbentuk).

3. Kesadaran masyarakat tentang Pengelolaan Saluran Air Limbah domestik (SPAL) masih sangat rendah.

4. Kurangnya kesadaran masyarakat Kabupaten Jepara untuk menguras tangki septik mengindikasikan banyaknya tangki septik yang tidak aman atau diduga cubluk, sehingga sangat berpotensi untuk mencemari tanah dan badan air sekitarnya.

5. Membutuhkan strategi khusus untuk mencari solusi yang paling tepat guna meningkatkan kesadaran masyarakat tentang perubahan perilaku seperti di antaranya adalah melalui kampanye Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Walaupun untuk hal kampanye/penyuluhan/advokasi PHBS DKK Kabupaten Jepara telah mendanai kegiatan ini rata-rata Rp 40 juta/tahun, namun hasilnya masih kurang optimal.

3.3 Pengelolaan Persampahan (Limbah Padat)

3.3.1 Landasan Hukum/Legal Operasional

1. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah 2. Undang–Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Permukiman

3. Undang–Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

4. Undang–Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

5. Undang–Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang 6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah 7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (AMDAL)

8. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Limbah B3

(22)

10. Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Jepara

11. Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 7 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 2 Tahun 1999 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan

12. Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Jepara

3.3.2 Aspek Institusional

Sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Jepara, sebagai unsure Pelaksana Daerah maka pengelolaan persampahan menjadi kewenangan Dinas Perumahan Tata Ruang dan Kebersihan (DPTRK) Kabupaten Jepara. Isu utama yang menjadi beban tugas DPTRK Kabupaten Jepara adalah masalah pengelolaan kebersihan dan pertamanan, pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA), pengelolaan instalasi pengolahan limbah dan pengomposan (vermikasi).

Secara organisatoris, unsur DPTRK Kabupaten Jepara yang bertugas dalam mengelola sampah atau kebersihan adalah Bidang Kebersihan dan Pertamanan yang membawahi 2 seksi, yaitu :

1. Seksi Kebersihan 2. Seksi Pertamanan

3.3.3 Cakupan Pelayanan

(23)

Dalam rangka menunjang operasional persampahan, DPTRK Kabupaten Jepara telah memiliki beberapa sarana dan prasarana persampahan sebagaimana tabel dibawah ini.

Tabel 3.12

Sarana dan Prasarana Persampahan Kabupaten Jepara

No Jenis Quantity

1 Gerobak dan Becak Sampah 74 buah 2 Mini Truck Kijang Pick Up 2 unit

3 Dump Truck 4 unit

4 Arm Roll 5 unit

6 Container 6-14 m3 78 buah

7 Container 1-2 m3 3 buah

8 Transfer Depo (100-200 m2) 3 buah

9 Peralatan Kebersihan dan Pengaliran 1 paket

10 TPSS 44 unit

11 Luas dan Kapasitas TPA 2,84 ha & 101.410,99 m3/tahun 12 Fasilitas Pengomposan Terpusat 2 unit

13 Fasilitas Pengolahan Sampah Terpusat 1 unit 14 Instalasi Pengolahan Air Lindi (leachete) 2 kotak

15 Excavator 1 unit

16 Sumur Pantau 5 unit

Sumber : DPTRK Kabupaten Jepara, 2010

3.3.4 Aspek Teknis dan Teknologi

(24)

merencanakan untuk memperluas TPA dengan membebaskan tanah penduduk sekitarnya, dimana hal ini memungkinkan karena lahannya masih kosong.

3.3.5 Identifikasi Persampahan di Kabupaten Jepara

Guna mengetahui segala permasalahan persampahan di Kabupaten Jepara, berikut ini disajikan identifikasi persampahan di Kabupaten Jepara berdasarkan Studi Manajemen Persampahan Kota Jepara (Bappeda, 2008).

a. Pewadahan

Pewadahan sampah adalah suatu cara penampungan sampah sementara di sumbernya baik individual maupun komunal. Pewadahan merupakan bagian dari sistem pengelolaan setelah mengadakan kegiatan identifikasi dan inventarisasi sumber sampah. Kegiatan pewadahan ini adalah sebagai bagian dari upaya minimalisasi dimana sangat penting dalam rangka memudahkan pengumpulan dan pengambilan.

Sistem pewadahan sampah Kabupaten Jepara dengan cara individual dan disediakan oleh DPTRK. Jenis wadah dan kapasitasnya adalah :

ƒ Drum/tong sampah dengan kapasitas sekitar 40 liter.

ƒ Ban bekas dengan kapasitas sekitar 125 liter.

ƒ Pasangan bata dengan kapasitas sekitar 100 liter.

ƒ Keranjang sampah dan kotak kayu dengan kapasitas sekitar 40-60 liter.

Jenis wadah rumah-rumah di Kabupaten Jepara dapat dibedakan berupa:

ƒ Wadah yang Disediakan oleh Dinas Permukiman, Tata Ruang dan Kebersihan (DPTRK) Kabupaten Jepara

(25)

Gambar 3.3

Pewadahan dari Bin Plastik

Sumber : Dokumentasi 2008

ƒ Wadah yang Disediakan Paguyuban Sampah Bersama (PSB)

Tipe-tipe bak sampah yang disediakan oleh PSB bervariasi jenisnya. Ada yang menggunakan bin plastik, bin karet, bin tong, dan pasangan batu-bata. Biasanya warga menaruh bak-bak sampah ini di depan halaman rumah untuk memudahkan petugas kebersihan mengambil sampah.

ƒ Wadah yang disediakan oleh Dinas Koperasi, UMKM dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Jepara

Wadah-wadah sampah di pasar-pasar disediakan oleh Dinas Koperasi, UMKM dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Jepara.

Gambar 3.4

Tempat Sampah dari Pas. Batu Bata

Sumber : Dokumentasi 2008

ƒ Wadah yang Disediakan Warga Masyarakat Non-PSB

(26)

Gambar 3.5

Tempat Sampah dari Ban Bekas dan Anyaman Bambu

Sumber : Dokumentasi 2008

b. Pengumpulan

Pengumpulan sampah di pemukiman menggunakan :

Gerobak Sampah (0.75 m3) ; di daerah pemukiman menengah ke bawah dengan rasio : 1 gerobak untuk 100 rumah (400 – 500 jiwa) dengan luas pelayanan maksimum 0.5 km2

Gambar 3.6 Gerobak Sampah

Sumber : Dokumentasi 2008

ƒ Truk jenis Pick Up; mengambil di tong sampah pinggir jalan dan pemukiman tingkat atas, daerah komersial dan jalan protokol dengan kapasitas 3 m3/rit

(27)

Gambar 3.7 Truk Dump

Sumber : Dokumentasi 2008

ƒ Trukjenis Arm Roll/Load Haul (LH); mengambil sampah dari TPS ke TPA, dengan steel container dengan kapasitas 8 m3/rit

Gambar 3.8 Arm Roll

Sumber : Dokumentasi 2008

Pola pengumpulan sampah dibedakan atas individual, komunal. Pola pengumpulan dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Individual, dimana proses penanganan persampahan dengan cara mengumpulkan sampah dari masing-masing sumber sampah dan diangkut langsung ke TPA tanpa melalui proses pemindahan. Pola pelayanan individu diangkut dengan dump truk. Wilayah pelayanan meliputi pertokoan, perkantoran, dan hotel.

(28)

Masyarakat yang tempat tinggalnya dekat dengan TPS kontainer dan belum mendapatkan pelayanan secara individu dan tidak melakukan penanganan On Site (setempat) membuang sampah langsung ke TPS/kontainer terdekat. Dari TPS/Kontainer petugas baru mengangkutnya ke TPA. Daerah-daerah yang melakukan pola komunal ini adalah Daerah-daerah yang dekat dengan TPS/Kontainer.

Pada pola komunal ini sangat mengutamakan penggunaan TPS. Sampah berada di TPS sekitar < 6 jam dengan sistem pengambilan sampah dari TPS menuju TPA.

Gambar 3.9 Kontainer Sampah

Sumber : Dokumentasi 2008

Sedangkan TPS, sebagai tempat pembuangan sampah sementara sebelum diangkut ke TPA memiliki 2 (dua) jenis yaitu dengan kontainer dan tanpa kontainer, yang penempatannya dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 3.13

Jenis dan Penempatan TPS

NO NAMA TPS LOKASI

TPS DENGAN KONTAINER 1 MUNANJIN

2 SETDA I Komplek Setda

3 TOPLING Jl. Kusumo Utoyo

4 STADION Jl. Jend. Soedirman

5 PEMANDIAN KARTINI I dan II Komplek Pantai Kartini

6 TPI UJUNGBATU Jl. Ujungbatu

7 STADION BARU Jl. Ujungbatu

(29)

NO NAMA TPS LOKASI

9 PASAR II Komplek Pasar II

10 BPR Komplek Terminal Lama

11 TERMINAL Komplek Terminal

12 SMP I Jl. Yos Sudarso

13 SCJ Komplek SCJ

14 RSU KARTINI Senenan

15 PASAR RAHAYU Jl. Pasar Rahayu

16 SMA TAHUNAN Komplek SMA Tahunan

17 NGABUL Ngabul, Tahunan

18 PASAR TAHUNAN I dan II Komplek Pasar Tahunan 19 BALAI DESA UJUNGBATU I dan II Balai Desa Ujungbatu

20 KOTA JATI Ngabul

21 KEPOLISIAN WR. Supratman

22 PHI Jepara

23 RS ISLAM Mulyoharjo

24 SMIK Mulyoharjo

25 BELIK Jepara

26 KOTA JATI Mambak Mambak

27 PUSKESMAS Mlonggo Mlonggo

28 TANAH ABANG Jobokuto

29 SARIPAN Saripan

30 SMEA Jepara

31 SANGGAR PRAMUKA Jepara

32 RSS RANDU GEDHE Jepara

33 TPK A. Yani

34 KALINYAMATAN I dan II Kalinyamatan

35 RSS LEBUAWU Lebuawu

36 PECANGAAN I dan II Pecangaan

37 RS KEDUNG Kedung

38 PUJASERA NGABUL Ngabul

39 KARUNGGONI Pecangaan

40 JOBOKUTO Jepara

41 BANGSRI I dan II Bangsri

42 WEDELAN Wedelan

43 RSS JERUK WANGI Bangsri

(30)

NO NAMA TPS LOKASI

45 PUSKESMAS BANGSRI Bangsri

46 PUSKESMAS KELING Keling

47 PASAR KRASAK Krasak Bangsri

48 KELET I dan II Kelet

49 PASAR LEBAK Lebak

TPS TANPA KONTAINER

1 SMP 2 Komplek SMP 2

2 PUSKESMAS Komplek Puskesmas Kota

3 MANGUNSARKORO I dan II Jl. Ki Mangunsarkoro

4 PENGKOL Jl. Ahmad Yani

5 BPD Jl. KS. Tubun

6 JEMBATAN SLAMET RIYADI Jl. Slamet Riyadi 7 SUB TERMINAL MULYOHARJO Jl. Mulyoharjo

8 SETDA LAMA Komplek Setda

Sumber : DPTRK Kabupaten Jepara, 2008

Adapun peta penempatan kontainer sampah adalah seperti pada peta penempatan TPS dan kontainer sampah berikut dibawah ini.

Gambar3.10

(31)

c. Pemindahan

Sampah yang dibawa oleh alat pengumpul dipindahkan langsung ke TPS atau kontainer yang nantinya dibawa oleh alat pengangkut. Armada pengangkut memanfaatkan dump truk atau arm roll. Dump truk datang dengan muatan kosong lalu menaikkan sampah langsung dari TPS atau kontainer.

Tipe pemindahan yang digunakan adalah transfer tipe II dan transfer tipe III. Terdapat TPS dengan transfer tipe II yaitu tempat pertemuan antara alat pengumpul dan alat pengangkut. Sementara sisanya menggunakan transfer tipe III yaitu tempat pertemuan antara gerobak dan kontainer dengan kapasitas 6 m3. Kontainer yang ada sebanyak 52 buah dengan kapasitas masing-masing 6 m3. Sebagian besar TPS dan kontainer ditempatkan di Kota Jepara. Kecamatan-kecamatan lain yang dilayani antara lain : Kecamatan Tahunan, Kecamatan Pecangaan, Kecamatan Mlonggo, Kecamatan Kalinyamatan dan Kecamatan Bangsri.

d. Pengangkutan

Operasi pengangkutan sampah dilakukan dari kontainer maupun TPS-TPS ke tempat pembuangan akhir. Pola pengangkutan sampah di Kabupaten Jepara saat ini adalah dengan cara sarana pengangkut yang mengambil sampah di tempat pemindahan yang tersedia di TPS. Setelah pengambilan dari TPS tersebut, truk pengangkut langsung menuju TPA.

Akan tetapi, terdapat pula pola pengangkutan sampah dari rumah-rumah (biasanya di perumah-rumahan dan permukiman yang sudah cukup padat jarak antar rumahnya) dimana sampah yang dikumpukan oleh motor sampah tidak dibawa ke TPS dulu tetapi langsung dibawa ke TPA.

Pada saat ini ada 1 pos utama (pool) berpangkalnya truk pengangkut sampah, yaitu : Dinas Permukiman, Tata Ruang dan Kebersihan (DPTRK) Kabupaten Jepara. Setiap sarana pengangkutan beroperasi 2 kali sehari, yaitu setelah mengambil sampah dari TPS langsung menuju TPA dan kemudian kembali ke TPS semula dan seterusnya.

(32)

• TPA Bandengan

Tempat Pembuangan Akhir di Jepara sebenarnya ada 3 unit, namun yang baru beroperasional sesuai prosedur baru 1 (satu) buah yaitu TPA Bandengan.

Gambar 3.11 TPA Bandengan

Sumber : Dokumentasi 2008

Luas TPA Bandengan Kecamatan Jepara 2.84 ha. Jarak TPA dengan perumahan/pemukiman terdekat : 0,6 km, jarak TPA dengan sungai/badan air terdekat : 2 km, jarak TPA dengan pantai : 5 km

Metode secara umum yang digunakan adalah composing dengan menggunakan 2 metode yakni : Vermikasi atau pengolahan sampah dengan memanfaatkan cacing tanah untuk dibuat kompos dan yang kedua dengan menggunakan metode segitiga bamboo untuk proses pelapukan sampah organikmenjadi pupuk.

Sedangkan untuk daur ulang sampah non organikdilakukan kerja sama dengan pihak pemulung sebagaimana surat perjanjian tertanggal 1 Pebruari 2007 dan untuk memudahkan pelaksanaannya telah tersedia seperangkat alat untuk pencacah plastik dan pencacah sampah organik.

Fasilitas yang dimiliki oleh TPA Bandengan telah disesuaikan dengan prosedur yang disyaratkan, seperti pengelolaan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan menggunakan 2 (dua) sistem, yaitu:

i. Controlled Land Fill

(33)

dan metoda depression. Metode ini membutuhkan lahan yang luas dan tanah untuk menimbun dengan volume yang besar.

ii. Daur Ulang Cell

Daur Ulang Cell, merupakan metode lain yang digunakan dalam TPA, yaitu dengan membuat kotak-kotak cell yang ditata berurutan untuk diisi dengan sampah organik. Sampah-sampah tersebut kemudian dibiarkan minimal 2 – 3 tahun, setelah itu dibongkar dan diayak untuk dijadikan pupuk kompos. Sisa produksi yang ada selama ini difungsikan menjadi tanah penutup untuk Controlled Land Fill.

• TPA Gemulung

TPA Gemulung berada di Kecamatan Pecangaan. Luas TPA Gemulung adalah 2910 m2. Sistem pengolahan sampah dengan cara

control landfill (Uruk Tanah). Jangkauan pelayanan TPA Gemulung meliputi Kecamatan Pecangaan, Mayong, Welahan dan Kedung.

Gambar 3.12 TPA Gemulung

Sumber : Dokumentasi 2008

• TPA Krasak

(34)

Gambar 3.13 TPA Krasak

Sumber : Dokumentasi 2008

Upaya minimalisasi jumlah sampah di TPA ini di samping dengan mengandalkan pemulung dalam pemilahan sampah, juga digunakan metode komposting, yaitu :

a. Segitiga Bambu

Berupa metode pengomposan dengan menempatkan sampah-sampah organik dalam segitiga bambu, ditutup dengan plastik, disiram air, dibalik beberapa kali dengan proses yang sama selama 1 – 2 bulan. Pelapukan yang terjadi kemudianlah yang menjadikan menjadi pupuk kompos. Tingkat produksinya rata-rata komposing sampah TPA dengan metode segitiga dan penambahan EM 4 dengan produksi + 4 ton/bulan.

b. Vermikasi

Vermikasi merupakan pengolahan sampah dengan memanfaatkan budidaya cacing lumbricus rubellus. Metode ini adalah dengan memanfaatkan sampah organik dan sampah dari pasar yang dicacah kemudian dicampu dengan kotoran sapi dan buangan RPH. Campuran inilah yang kemudian menjadi makanan bagi cacing. Hasil buangan /kotoran cacing (kascing) inilah yang dimanfaatkan sebagai pupuk. Tingkat produksinya rata-rata komposing dengan sistem vermikasi dengan produksi + 4 ton/bulan.

3.3.6 Peran serta Masyarakat dan Gender dalam Pengelolaan Sampah

(35)

kebersihan dan persampahan yang dimiliki pemerintah daerah menjadikan peran pihak ketiga menjadi besar sebagai pengelola sekaligus pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan, terutama di sekitar lingkungannya. Pemberdayaan ini penting untuk meningkatkan rasa memiliki dan menjaga budaya bersih dan sehat di masyarakat, di samping faktor ekonomis yang ditawarkan terkait dengan share pembagian sebagian retribusi.

Pihak ketiga yang digandeng oleh pemerintah daerah dan turut berperan dalam pengelolaan kebersihan dan persampahan di Kabupaten Jepara antara lain :

ƒ Gemati

Merupakan pihak ketiga yang digandeng untuk pengelolaan kebersihan terutama di TPA. Retribusi mestinya 90 % untuk pengelola dan 10 % masuk kas daerah. Namun dalam kenyataannya angka 10 % yang terserap untuk daerah masih belum bisa dilaksanakan, karena hampir 100 % retribusi masih masuk ke pengelola.

ƒ Paguyuban RT /RW

Merupakan paguyuban yang dibentuk di setiap hierarkis RT dan RW yang bertanggungjawab dalam pelayanan kebersihan dan pengumpulan sampah. Share retribusi yang ditawarkan oleh Pemerintah Daerah adalah 70% untuk pengelola dan sisanya 30 % terserap untuk kas daerah.

Bentuk peran serta masyarakat Kabupaten Jepara terhadap pengolahan sampah, antara lain:

1. Pengumpulan sampah dari RT sampai ke TPS oleh paguyuban sampah bersama.

2. Penetapan SALAM BERLIAN (Sapu Halaman Bersihkan Lingkungan Anda) terutama untuk jajaran Dinas, Instansi, Lembaga Pemerintah/Swasta.

3. Partisipasi dari pengusaha/wiraswasta berupa pengadaan lomba, percetakan stiker dan poster, bantuan sarana dan prasarana kebersihan. 4. Kegiatan-kegiatan penyuluhan.

(36)

Tabel 3.14

Lokasi Kegiatan 3R Yang Dilakukan Masyarakat

No Lokasi Alamat Jenis

Kegiatan Pemanfaatan

(37)

No Lokasi Alamat Jenis

Kegiatan Pemanfaatan

Vol. yang

SMPN 2,5,6 Pemilahan dan Pengolahan Sampah

Pupuk

Kompos 4 – 6

Guru dan

murid

SMAN 1 Pemilahan dan Pengolahan Sampah

Pupuk

Kompos 4 – 6

Guru dan

murid

SMKN 2, 3 Pemilahan dan Pengolahan Sampah

Pupuk

Kompos 4 – 6

Guru dan

murid

5 Terminal Terminal

Bus Jepara

Puskesmas RSU Kartini

(38)

3.3.7 Permasalahan dalam Pengelolaan Sampah

Beberapa hal yang menjadi kendala dalam pengelolaan sampah di Kabupaten Jepara adalah :

1. Potensi masyarakat secara umum cukup besar, hanya saja belum dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai potensi untuk meningkatkan efektifitas program persampahan.

2. Adanya anggapan di masyarakat bahwa pengelolaan persampahan merupakan tanggung jawab pemerintah daerah.

3. Masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam memelihara kebersihan lingkungan khususnya dalam hal kebiasaan membuang sampah pada tempatnya.

4. Kurangnya partisipasi warga masyarakat dalam pengelolaan persampahan.

5. Keterbatasan luas lahan untuk lokasi TPA (Tempat Pembuangan Akhir. 6. Kurangnya jumlah armada atau prasarana pengangkutan mengakibatkan

sampah yang terlambat diangkut, sehingga menimbulkan bau dan lindi di TPS dan transfer depo.

3.4 Pengelolaan Drainase

3.4.1 Landasan Hukum/Legal Operasional

Landasan hukum pengelolaan drainase adalah :

1. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 239/KPTS/1987 tentang Fungsi Utama Saluran Drainase Sebagai Drainase Wilayah dan Sebagai Pengendalian Banjir.

2. Kepmen Kimpraswil Nomor 534/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal Drainase.

3.4.2 Aspek Institusional

(39)

taman-taman kota. Pendanaan yang disediakan oleh BLH untuk kegiatan ini rata-rata sebesar Rp. 50 juta pertahun.

Struktur organisasi PU & ESDM yang mengurus masalah drainase dan air limbah adalah sebagai berikut dibawah ini:

‐ Kepala Dinas

‐ Sekretaris

a. Sub Bagian umum dan Kepegawaian b. Sub Bagian Perencanaan dan Evaluasi c. Sub Bagian Keuangan

‐ Bidang Bina Marga yang terdiri dari a. Seksi Pembangunan Jalan,

b. Seksi Jembatan dan Sarana Prasarana Umum

‐ Bidang Cipta Karya yang terdiri dari :

a. Seksi Penataan Lingkungan Dan Air Bersih b. Seksi Pemukiman

‐ Bidang Pengairan yang terdiri dari: a. Seksi Bina Manfaat

b. Seksi Pembangunan dan Pemeliharaan

‐ Bidang ESDMyang terdiri dari: c. Seksi Energi

d. Seksi Sumber Daya Mineral

‐ UPT DPU & ESDM 3.4.3 Cakupan Pelayanan

(40)

3.4.4 Aspek Teknis dan Operasional

Drainase adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan ke badan penerima air atau ke bangunan resapan buatan. Ditinjau dari fungsi pelayanan, drainase terdiri atas :

1. Drainase utama (makro) 2. Drainase lokal (mikro)

Drainase utama (makro) yaitu sistem saluran yang menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (catchment area). Biasanya sistem ini menampung aliran yang berskala besar dan luas. Di Kabupaten Jepara yang termasuk dalam drainase utama (makro) ada 4 sungai yaitu Kali Kanal, Kali Wiso, Kali Sikembu dan Kali Sampok.. Pada Kali Kanal dan Kali Wiso yang berada pada daerah perkotaan sebagian besar sudah di tanggul.

Drainase lokal (mikro) yaitu sistem saluran yang menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan yang sebagian besar berada di dalam wilayah kota. Biasanya sistem ini menampung aliran yang berskala lebih kecil dari drainase utama (makro). Di Kabupaten Jepara yang termasuk dalam drainase lokal (mikro) adalah saluran di sepanjang sisi jalan protokol (saluran drainase sekunder) dan saluran di lingkungan pemukiman (saluran drainase tersier/drainase lingkungan). Karakteristik sistem saluran di wilayah kota sudah permanen, pada umumnya masih terbuka dan dimensi sekitar 0,3 – 2 m. Pada umumnya saluran drainase mengikuti alur jalan yang ada, dimulai dari pintu air Demaan dan terbagi menurut hirarki sistem menjadi 7 sistem pelayan (I – VII/Sistem Sikembu). Ada yang bermuara ke sungai/kanal, ada yang langsung ke laut dan ada yang masuk ke rencana pembangunan polder dekat terminal Jepara. Panjang saluran drainase yang melayani 7 sistem pelayanan tersebut sekitar 24.236 m, terdiri dari :

Sistem I = 4.681 m Sistem IV = 3.152 m Sistem VII = 2.676 m Sistem II = 6.042 m Sistem V = 1.300 m

Sistem III = 2.625 m Sistem VI = 3.760 m

(41)

K E L . J O B O K U T O

K E L . B U LU

K E L . K A U M A N

K E L . D E M A A N

K E L . P O T R O Y U D A N

K E L . P A N G G A N G K E L U R A H A N S A R IP A N

S ta d io n K a m a l J u n a e d i

S ka la : 0 2 50 5 00 m

K E L U R A H A N P E N G K O L K E L U R A H A N M U L Y O H A R JO K E L U R A H A N U JU N G B A T U

Gambar 3.14

Peta Jaringan Drainase dan Lokasi Daerah Genangan

(42)

3.4.5 Peran Serta Masyarakat dan Gender Dalam Pengelolaan Drainase

Lingkungan

Peran serta masyarakat diperlukan dalam pengelolaan drainase lingkungan antara lain:

1. Pembersihan saluran dengan cara kerja bakti di setiap lingkungan.

2. Membayar retribusi sampah sehingga tidak membuang sampah ke saluran drainase.

3. Membuat saluran pembuangan air limbah rumah tangga ke belakang rumah. Saluran drainase yang ada di depan rumah hanya untuk pematusan air hujan saja.

4. Mentaati slogan-sloga himbauan yang telah dipasang oleh BLH Kabupaten Jepara di tempat - tempat strategis pinggiran sepanjang sungai, supaya masyarakat ikut menjaga kebersihan sungai dengan tidak membuang sampah pada sungai.

3.4.6 Permasalahan

Di Kabupaten Jepara muncul permasalahan dalam pengelolaan drainase lingkungan yaitu :

1. Ketidakmampuan saluran untuk mengalirkan air yang disebabkan oleh endapan (sedimen), serta dimensi/ukurannya kecil.

2. Adanya sampah-sampah yang menyumbat saluran. Hal ini akan menyebakan berkurangnya kapasitas saluran.

3. Banyak terdapat lokasi-lokasi yang rendah (disekitarnya sudah ditinggikan untuk bangunan) menyebabkan sulitnya mengarahkan saluran dengan air.

(43)

3.5 Penyediaan Air Bersih

3.5.1 Landasan Hukum/Legal Operasional

1. Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 69/KPTS/CK/II/1993 Tahun 1993 tentang Pengelolaan BPAM Diserahkan Dari Pemerintah Provinsi Jawa Tangah Kepada Pemerintah Kabupaten Jepara

2. Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 3 Tahun 1993 tentang Perubahan Status BPAM Menjadi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Jepara

3.5.2 Aspek Institusional

PDAM adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Kabupaten Jepara, yang secara terus menerus dituntut meningkatkan pelayanan air bersih ke masyarakat, meningkatkan kinerja perusahaan serta berusaha memberikan kontribusi untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) kepada Pemerintah Kabupaten Jepara.

3.5.3 Cakupan Pelayanan

Hingga akhir tahun 2009, diidentifikasi bahwa cakupan pelayanan PDAM Kabupaten Jepara sebesar : (1) Kabupaten : 11,13%; (2) Perkotaan : 84,8%; dan (3) Pedesaan : 18,3%. Adapun jumlah sambungan rumah (SR) mencapai 22.115 pelanggan. Sedangkan besarnya angka kehilangan air mencapai 21,64%. Efisiensi penagihan rekening sebesar 80% dan panjang pipa terpasang ± 387,46 km. Adapun kapasitas produksi sebesar ± 281,7 liter/detik dan kapasitas terpasang 354,5 liter/detik. Berdasarkan Studi EHRA Jepara Juli 2010, diketahui bahwa sebagian besar (dominan) rumah tangga di wilayah studi lebih memilih untuk memanfaatkan sumur bor/sumur pompa yaitu sebesar 53,84% dibandingkan air ledeng PDAM yang hanya berjumlah 30,42%. Walaupun secara khusus, data tentang jumlah sumur gali/sumur bor yang dimiliki oleh masyarakat (rumah tangga) di Kota Jepara belum terdata (terdokumentasi) dengan baik.

Dalam rangka penyediaan air bersih yang dbutuhkan oleh masyarakat Kabupaten Jepara, maka kegiatan atau usaha-usaha yang dilakukan oleh PDAM Kabupaten Jepaera antara lain :

(44)

2. Menjaga kuantitas air baku, sehingga kontinuitas pelayanan melalui peningkatan dan kapasitas produksi di masa yang akan datang dapat terpenuhi.

3. Meningkatkan profesionalisme karyawan sehingga kinerja manajemen yang berorientasi kepada pelanggan dapat berjalan baik.

4. Meningkatkan fasilitas pelayanan air bersih kepada masyarakat. 5. Meningkatkan image dan kinerja perusahaan.

3.5.4 Aspek Teknis dan Operasional

Langkah-langkah PDAM Kabupaten Jepara untuk memenuhi kebutuhan air bersih tersebut adalah dengan membuat sumur dalam /pengeboran air bawah tanah (± 150 m) yang digerakkan oleh tenaga listrik dan genset. Unit produksi yang dimiliki oleh PDAM antara lain :

1. Unit Produksi Sumur Dalam Jepara

Sumur Bor Dalam Jepara sejumlah 23 unit dengan kapasitas terpasang 138,8 liter/detik

2. Unit Produksi Sumur Dalam Bangsri

Sumur Bor Dalam Bangsri sejumlah 2 unit dengan kapasitas terpasang 20,5 liter/detik.

3. Unit Produksi Sumur Dalam Mlonggo

Sumur Bor Dalam Mlonggo sejumlah 3 unit dengan kapasitas terpasang 34,4 liter/detik.

4. Unit Produksi Sumur Dalam Pecangaan

Sumur Bor Dalam Pecangaan sejumlah 3 unit dengan kapasitas terpasang 8,1 liter/detik.

5. Unit Produksi Sumur Dalam Tahunan

Sumur Bor Dalam Tahunan sejumlah 5 unit dengan kapasitas terpasang 22 liter/detik.

6. Unit Produksi Sumur Dalam Pakis Aji

Sumur Bor Dalam Pakis Aji sejumlah 3 unit dengan kapasitas terpasang 23,1 liter/detik.

7. Unit Produksi Sumur Dalam Kalinyamatan

Sumur Bor Dalam Kalinyamatan sejumlah 2 unit dengan kapasitas terpasang 20,2 liter/detik.

(45)

Sumur Bor Dalam Kedung I sejumlah 2 unit dengan kapasitas terpasang 13,4 liter/detik.

9. Unit Produksi Sumur Dalam Kedung II

Sumur Bor Dalam Kedung II sejumlah 2 unit dengan kapasitas terpasang 17,1 liter/detik.

10. Unit Produksi Sumur Dalam Batealit

Sumur Bor Dalam Batealit sejumlah 1 unit dengan kapasitas terpasang 7,1 liter/detik.

Untuk lebih memperjelas seberapa besar cakupan layanan PDAM, dapat dilihat Peta Jaringan Air Bersih Kabupaten Jepara yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

3.5.5 Permasalahan

Permasalahan yang dihadapi oleh PDAM Kabupaten Jepara sebagai unit usaha yang berkewajiban menyediakan sarana akses air bersih di Kabupaten Jepara dapat adalah sebagai berikut :

1. Kurangnya monopoli dalam pengelolaan air minum, yang terlihat dengan banyaknya masyarakat yang lebih memilih untuk memanfaatkan sumur gali/sumur bor sebagai sarana akses mereka untuk pemenuhan kebutuhan air bersih.

2. Kurangnya manajemen PDAM

3. Kurang disiplinnya pelanggan dalam membayar tagihan rekening air minum.

4. Semakin banyaknya usaha air isi ulang di Kabupaten Jepara yang membuat semakin berkurangnya pelanggan air PDAM.

5. Tingkat kehilangan air yang relatif tinggi yaitu sebesar 21,64% pada tahun 2009 diharapkan dapat segera tertangani, sehingga pendistribusian air bersih menjadi lebih efisien.

6. Berkurangnya catchment area di Kabupaten Jepara mengakibatkan ketersediaan air baku untuk PDAM semakin menipis.

(46)

(sampling) kualitas air bersih yang dilakukan di permukiman padat penduduk dan kumuh di wilayah Kabupaten Jepara. Hasil uji kualitas air sumur dangkal di wilayah pemukiman penduduk dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 3.15

(47)

3.6 Komponen Sanitasi Lainnya

3.6.1 Penanganan Limbah Industri

Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jepara, khususnya BLH dalam upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan, khususnya yang diakibatkan karena pembuangan limbah cair industri, antara lain dengan :

1. Pengujian Limbah Air Sungai

2. Pengembangan Penataan Ruang Terbuka Hijau pada Lokasi Pemukiman, Industri, Pusat Perdagangan dan Padat Lalu Lintas

3. Pembinaan pada Pengusaha Industri untuk memiliki Dokumen Pengelolaan Pemantauan Lingkungan

Kondisi pencemaran limbah cair industri pada umumnya di Kabupaten Jepara masih dibawah ambang batas pencemaran. Walaupun begitu, dalam jangka panjang perlu adanya penataan industri di lokasi tertentu sehingga dengan mudah untuk meminimalkan terjadinya Pencemaran Limbah Cair Industri tersebut.

Permasalahan yang dihadapi dalam penanganan limbah industri yaitu : 1. Pelaku Industri belum seluruhnya mempunyai IPAL (Instalasi

Pengolahan Air Limbah)

2. Terbatasnya lahan untuk pembuatan IPAL Komunal bagi Sentra Industri dan Pemukiman (Limbah Rumah Tangga).

3.6.2 Penangangan Limbah Medis

Limbah medis adalah limbah yang biasanya bersumber dari limbah rumah sakit, baik limbah cair maupun limbah padat. Limbah medis dapat dikategorikan sebagai limbah infeksius dan masuk pada klasifikasi limbah bahan berbahaya dan beracun. Untuk mencegah terjadinya dampak negatif limbah medis tersebut terhadap masyarakat atau lingkungan, maka perlu dilakukan pengelolaan secara khusus.

(48)

khususnya limbah padat yang dihasilkannya untuk dibakar pada unit incinerator

yang dimiliki oleh RSUD Kartini atau pada Puskesmas terdekat.

Hingga tahun 2009 RSUD Kartini merupakan salah satu rumah sakit yang diketahui memiliki pengolahan limbah medis baik padat maupun cair walaupun secara kuantitas maupun kualitas pengolahan limbah masih kurang memadai. Secara detail penjelasan terkait limbah medis ditinjau dari sumber, jenis dan pengolahannya dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Sumber

Sumber timbulan sampah medis yang dihasilkan dari RSUD Kartini secara garis besar berasal dari unit obstetrik, unit emergency, unit laboratorium, kamar mayat, patologi dan otopsi, unit layanan medis, dan sebagainya adalah sebanyak 1.204 kg per bulan.

b. Jenis

Jenis limbah medis dapat berupa benda tajam, infeksius, jaringan tubuh, sitotoksis, farmasi, kimia, dan radio aktif. Jenis lain adalah sampah medis berupa; darah, jaringan, spuit, kapas, kasa, slang infus, jarum suntik, dan sampah lain yang terkontaminasi. Cakupan penanganan sampah medis di RSUD Kartini sudah mencakup 100% dari total timbulan sampah setiap harinya.

Tabel 3.15

Timbulan Limbah Medis & Non Medis RSUD Kartini Kabupaten Jepara Tahun 2009

No Bulan Timbulan Limbah

Medis (Kg)

Timbulan Limbah

Non Medis (Kg)

1 Januari 1.160 1.736

2 Pebruari 1.181 1.364

3 Maret 1.265 1.612

4 April 1.229 1.598

5 Mei 1.216 1.791

6 Juni 1.142 1.524

7 Juli 1.208 1.646

8 Agustus 1.204 1.846

9 September 1.150 1.866

10 Oktober 1.234 2.204

(49)

No Bulan Timbulan Limbah Medis (Kg)

Timbulan Limbah

Non Medis (Kg)

12 Desember 1.236 2.136

Total 14.452 21.621

Rata-rata perbulan 1.204 1.801

Sumber : Instalasi Pemeliharaan Sarana da Prasarana RSUD Kartini Kabupaten Jepara, 2009.

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa volume sampah medis dan sampah non medis setiap bulan mengalami peningkatan.

c. Penanganan (pengelolaan)

ƒ Sampah dipisahkan menjadi dua yaitu sampah medis dan sampah non medis, kedua sampah tersebut diberi wadah dan kantong plastik yang berbeda. Untuk sampah medis dimasukkan ke dalam kantong plastik merah.

ƒ Sebelum dibuang ke pembuangan sementara, dilakukan desinfeksi dengan bahan kimia untuk membunuh bakteri patogen dan mikroorganisme lain yang bisa membayakan penjamah sampah.

ƒ Pemusnahan sampah medis dengan pembakaran (incenerator).

ƒ Untuk limbah cair diolah dalam suatu IPAL yang dikelola secara mandiri oleh RSUD Kartini. alur IPAL dituangkan pada gambar dibawah berikut ini.

d. Permasalahan

• Selama bulan Januari s/d Mei 2009 sisa/abu pembakaran sampah medis belum maksimal, karena konstruksi cerobong yang terlalu kecil sehingga tidak mampu membakar dengan suhu di atas 900 0C.

(50)

Gambar 3.16

Alur IPAL RSUD Kartini Kabupaten Jepara

Sumber : RSUD Kartini Kabupaten Jepara

KM, Toilet, wc

Auto Rake Screen

FBBR

Bak Pengendapan

Bak Air Terolah

Up Flow Filter

Bak Desinfektan Lift Station

Bufer Basin

Pretreatmen

Laundry

Dapur

Limbah Padat

Incenerator

Dewatering Unit Cake

Air Bersih Bak Penampungan

Lumpur

Saluran Air Kota/ Sungai

(51)

3.6.3 Kampanye PHBS

Untuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara telah melakukan berbagai upaya agar masyarakat bisa mengetahui, memahami, mengerti dan akhirnya mau melakukan apa yang menjadi kewajiban sebagai warga masyarakat untuk turut serta membangun kesehatan baik individu, masyarakat dan lingkungan, agar kualitas kesehatan meningkat, sedangkan kegiatanya antara lain :

1. Pelatihan untuk petugas kesehatan.

2. Sosialisasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Desa/Kelurahan. 3. Survei PHBS di 21 Puskesmas masing-masing 210 KK.

4. Melatih kader kesehatan di kelurahan-kelurahan.

5. Memasang spanduk-spanduk /poster-poster himbauan untuk PHBS. 6. Membentuk Forum Kesehatan Desa (FKD).

7. Lomba Lingkungan Sekolah Sehat (LLSS). 8. Kampanye Anti Rokok tahun 2008.

9. Kampanye Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), peserta 1000 orang anak-anak SD se Kabupaten Jepara.

10. Pelatihan dan praktek CLTS selama 2 hari, tahun 2010.

11. Pelatihan Higiene Sanitasi Sekolah, praktek CTPS, tahun 2010. 12. Survey Peningkatan Sanitasi Obyek Wisata Pantai Kartini (Survey IS).

Ruang lingkup Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), dalam pelaksanaanya ada 5 tatanan yaitu :

1. Tatanan Rumah Tangga Sehat 2. Tatanan Sekolah Sehat

3. Tatanan Perkantoran Sehat

4. Tatanan Tempat-Tempat Umum Sehat 5. Tatanan Pondok Pesantren Sehat

(52)

Puskesmas dengan jumlah desa yang di data ada 188 desa dan 4410 rumah tangga atau 210 rumah tangga setiap Puskesmas adalah sebagai berikut:

1. Tidak merokok sebesar 35,37%.

2. Jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) sebesar 42,49% 3. ASI Eksklusif sebesar 43,06%

4. Melakukan aktifitas fisik tiap hari sebesar 63,88% 5. Menggunakan lantai rumah kedap air sebesar 70,41% 6. Menggunakan jamban sehat sebesar 75,96%

7. Melakukan PSN minimal seminggu sekali sebesar 76,80% 8. Kepadatan hunian rumah per orang min.9 m2 sebesar 78,25 %

9. Mencuci tangan dengan sabun dengan air bersih yang mengalir sebesar 78,32 %

10. Menimbang bayi dan balita sebesar 78,91%

11. Persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan sebesar 80,50 % 12. Membuang sampah pada tempatnya sebesar 82,83%

13. Makan dengan menu seimbang sebesar 89,64 % 14. Menggosok gigi min.2 kali sehari sebesar 93,20 % 15. Menggunakan air bersih sebesar 94,04 %

16. Tidak menyalahgunakan miras dan narkoba sebesar 96,76 %

3.7 Pembiayaan Sanitasi Kota

3.7.1 Kelembagaan Pengelolaan Keuangan Sanitasi

Kelembagaan pengelolaan keuangan untuk sanitasi di kabupaten Jepara dapat diuraikan dalam tabel berikut dibawah ini.

Tabel 3.16

Kelembagaan Pengelolan Keuangan Sanitasi

No Kelembagaan & Referensi

Kesesuaian dalam RPJMD, RKPD dan Pendanaan Program

1 Dokumen Rencana- Rencana Kota a. Moto Kabupaten Jepara yaitu Trus Karya

Tataning Bumi” yang artinya terus bekerja keras membangun daerah, diharapkan visi Kabupaten Jepara sebagai pemicu bagi seluruh komponen masyarakat (stakeholders) untuk terus bekerja keras membangun daerah dalam rangka untuk

Perencanaan Kota (Ref : RPJMD)

(53)

No Kelembagaan & Referensi

Kesesuaian dalam RPJMD, RKPD dan Pendanaan Program

mencapai visi yang dicita-citakan. Visi Kabupaten Jepara sebagaimana tertuang dalam RPJMD Kabupaten Jepara Tahun 2007-2012, adalah :

“Terwujudnya Kabupaten Jepara sebagai

daerah yang religius, aman, maju, demokratis

dan sejahtera dengan bertumpu pada potensi

budaya lokal, melalui peningkatan kualitas

sumber daya yang terlayani oleh pemerintahan

yang bersih”

b. Indikator kekuatan; dokumen perencanaan yang memadai, potensi dan posisi daerah, kinerja yang memadai, pemberdayaan masy. yang memadai, aktivitas forum-2 masyarakat, pendapatan masyarakat.

Indikator kelemahan; pemulihan krisis ekonomi, kualitas SDM terbatas, SDA terbatas, PAD kecil.

Indikator peluang; otonomi daerah, pengelolaan potensi, pasar bebas, investasi & SDM asing yang berkualitas.

Indikator ancaman; pasar bebas luar negeri, kemajuan teknologi, tuntutan & kebutuhan masyarakat.

c. Indikasi program yang terkait dengan lingkungan, air dan santisasi, hanya ada pada misi ke-5 saja. Seperti peningkatan kualitas SDM dan mutu pelayanan kepada masyarakat. Terutama layanan masyarakat bid. pendidikan dan kesehatan. Ini berkaitan dengan perbaikan infrastrukur santasi dan perubahan perilaku (PHBS).

2 Urusan Perencanaan

Pembangunan a. Bappeda hanya bersifat mengkoordinasikan perencanaan pembangunan lintas sektoral/bidang.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

b. Pada kondisi eksisting Kabupaten Jepara 2009 (berdasarkan RKPD) tidak ditemukan secara khusus koordinasi perencanaan program dalam bidang kesanitasian. Namun demikian dengan anggaran yang ada, diharapkan terdapat program (bersifat soft-ware/non fisik) yang mengarah kepada penguatan (strenghtening) pemrograman kesanitasian.

(Ref : RKPD & Renja SKPD)

c. Indikasi bahwa koordinasi program kesanitasian bisa diarahkan kepada penguatan (strenghtening) misalnya koordinasi Pokja, survei dan sebagainya, bisa didorong / dimasukkan pada program-program kerjasama pembangunan, peningkatan kapasitas kelembagaan perencanaan pembangunan daerah dan program perencanaan pembangunan daerah.

3 Urusan Pekerjaan a.

(54)

No Kelembagaan & Referensi

Kesesuaian dalam RPJMD, RKPD dan Pendanaan Program

Mineral. Urusan ke-PU-an, adalah; jalan, jembatan, irigasi dan ke cipta-karyaan.

Dinas Pekerjaan Umum & Energi Sumber Daya Mineral

b. Saat ini sedang disusun Studi Penanggulangan Genangan Banjir Akibat ROB Kota Jepara, hal ini mengindikasi bahwa perhatian Pemda sudah sejak dini mengantisipasi terhadap urusan drainase kota sebagai bagian hilir drainase lingkungan yang memberikan dukungan yang cukup baik.

(Ref : RKPD & Renja SKPD)

c. Indikasi tersebut, ternyata dalam pendanaan memang didukung oleh anggaran belanja yang cukup memadai.

d. Kegiatan peningkatan kualitas drainase di antaranya adalah; normalisasi saluran jalan kota, pembersihan saluran drainase.

e. Sebenarnya Dinas PU&ESDM masih bisa didorong untuk mengemban tanggung jawab lebih besar dalam penataan subsektor drainase ini.

4 Urusan Permukiman, Ruang dan Persampahan

a. Sebagaimana diketahui bahwa DPTRK lebih banyak menangani pendanaan persampahan, dan sedikit limbah cair rumah tangga, khususnya pengangkutan limbah tinja. Kedua subsektor ini, dalam hal pengaturan retribuasinya telah didasarkan kepada Perda tentang Persampahan dan Perda lainnya tentang Layanan Penyedotan Kakus/Tinja.

Dinas Permukiman Tata Ruang dan Kebersihan

(Ref : RKPD & Renja SKPD)

b. Urusan kebersihan yang didanai oleh SKPD ini di antaranya adalah; pembersihan ruas-ruas jalan kota, pengelolaan sampah di transfer depo / LPS, peningkatan pengangkutan sampah dari LPS ke TPA, peningkatan daya tampung TPA.

c. Selama ini cakupan layanan persampahan Kabupaten Jepara (hanya di Kec. Jepara dan Tahunan) sudah mencapai 86% dari sumber timbulan awal (rumah tangga), sementara untuk cakupan layanan pembuangan limbah tinja permukiman setiap harinya baru bisa terlayani rata-rata 1 kali 2,5 m3 limbah tinja yang dibuang ke IPLT dengan tarif sekali buang ke IPLT mencapai sebesar Rp. 40.000 per m3.

d. Penanganan pendanaan untuk subsektor persampahan cendrung turun pada tahun 2009 & 2010 hanya 2,8 milyar & 2,9 milyar sedangkan sebelumnya tahun 2007 & 2008 cukup tinggi mencapai 5,9 milyar & 7,7 milyar. Sedangkan sub sektor air limbah rumah tangga mendapatkan pendanaan yang sangat kecil yaitu 3,3 juta tahun 2009 dan 3,4 juta tahun 2010. Hal ini mengindikasikan kedua sub sektor ini masih sangat perlu mendapat perhatian yang signifikan.

e. Untuk penangan air limbah rumah tangga, hanya difokuskan pada pengangkutan limbah tinja saja dan itupun belum optimal, mengingat tidak setiap

Gambar

Tabel 3.2 Hasil Penilaian Adipura Kabupaten Jepara
Tabel 3.3 Program/Proyek/Layanan Berbasis Masyarakat
Tabel 3.4 Angka Kasus Diare di Puskesmas Kabupaten Jepara Tahun 2005 – 2009
Tabel 3.5 Penemuan Pneumonia di Puskesmas Kabupaten Jepara Tahun 2005 – 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penanganan akhir sampah medis adalah tahapan akhir yang paling penting dalam proses pengelolaan sampah medis padat dengan menggunakan alat incenerator serta jika

mengungkapkan bahwa penerimaan itu terkait dengan gengsi kedua belah pihak, namun sebagaimana juga yang dialami oleh Bapak Tanggu pada cerita sebelumnya, kita

Dari hasil pengecekan ulang (cek silang) oleh Tim Mikroskopik Pusat, hasil menunjukkan bahwa ternyata 6 subjek yang dianggap positif oleh petugas puskesmas ternyata

Beberapa hal tersebut dapat terjadi karena pada proses oksidasi memerlukan oksigen dari bahan makanan yang diserap dan akan menghasilkan suatu produk keluaran

Tenaga Kerja berpengaruh positif terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara, setiap kenaikan 1% jumlah tenaga kerja, maka tingkat pertumbuhan ekonomi dua tahun

(2) Untuk mendapatkan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang

Masih diperlukan penelitian lebih jauh mengenai hal ini untuk kerbau Indonesia atau pencarian penciri genetik lain yang menunjukkan polimorfisme dan berhubungan erat dengan

Melalui Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIP), Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Gresik berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/ kegagalan serta