• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN UNTUK MENINGKATKAN METAKOGNISI SISWA SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGGUNAAN STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN UNTUK MENINGKATKAN METAKOGNISI SISWA SMA"

Copied!
270
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN STRATEGI PEMBELAJARAN

INKUIRI PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL

KALI KELARUTAN UNTUK MENINGKATKAN

METAKOGNISI SISWA SMA

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Kimia

oleh Maulida Fitriana

4301410065

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

Kegagalan biasanya merupakan langkah awal menuju sukses, tapi sukses itu sendiri sesungguhnya baru merupakan jalan tak berketentuan menuju puncak sukses. (Lambert Jeffries)

PERSEMBAHAN 1. Untuk orang tuaku. 2. Untuk kakakku. 3. Untuk sahabatku.

4. Untuk teman-teman seperjuangan RotiPia (Rombel Tiga Pendidikan Kimia 2010).

(6)

vi

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan petunjuk-Nya yang senantiasa tercurah sehingga tersusunlah skripsi yang berjudul “Penggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan untuk Meningkatkan Metakognisi Siswa SMA”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini selesai atas bantuan, petunjuk, saran, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang. 3. Ketua Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang.

4. Dr. Sri Haryani, M.Si, dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dr. Sri Susilogati Sumarti, M.Si dan Prof. Dr. Supartono, MS, dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran yang membangun guna perbaikan skripsi ini.

6. Kepala SMA Negeri 1 Donorojo yang telah memberikan izin penelitian.

7. Guru Kimia kelas XI SMA Negeri 1 Donorojo yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap, semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa khususnya dan bagi semua pihak pada umumnya.

Semarang, Agustus 2014

(7)

vii

Fitriana, Maulida. 2014. Penggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan untuk Meningkatkan Metakognisi siswa SMA. Skripsi, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Dr. Sri Haryani, M.Si.

Kata Kunci: Metakognisi, Strategi Pembelajaran Inkuiri

Pola pembelajaran yang diterapkan selama ini masih didominasi paradigma teaching (teacher-centered) dan non-kontruktivistik bukan paradigma learning (students-centered). Guru lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran sebagai pemberi pengetahuan bagi siswa. Akibatnya siswa memiliki banyak pengetahuan tetapi tidak dilatih untuk menemukan pengetahuan dan konsep yang dimiliki. Permasalahan tersebut dapat menghambat pengembangan keterampilan berpikir untuk mengkontruksikan pengetahuannya. Pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan keterampilan berpikir dapat menjadi alternatif untuk perbaikan kemampuan berpikir siswa dalam memahami konsep kimia. Salah satu upaya untuk membangun kemampuan berpikir siswa dapat dilakukan dengan pengembangan aspek metakognisinya. Metakognisi mempunyai peran penting dalam mengatur dan mengontrol proses-proses kognitif seseorang dalam belajar dan berpikir, sehingga belajar dan berpikir yang dilakukan oleh seseorang menjadi lebih efektif dan efisien. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan metakognisi siswa melalui strategi pembelajaran inkuiri materi kelarutan dan hasil kali kelarutan di SMAN 1 Donorojo. Metode eksperimen dengan desain pretest-posttest group design digunakan dalam penelitian ini. Objek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA. Teknik pengambilan sampel adalah cluster random sampling

karena populasi berdistribusi normal dan homogen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai postes kelas eksperimen 75,15 dan kelas kontrol 72,42. Berdasarkan hasil analisis N-gain pada kelas eksperimen menunjukkan peningkatan metakognisi sebesar 0,68 antara sebelum dan sesudah penggunaan strategi pembelajaran inkuiri. Sedangkan hasil analisis N-gain pada kelas kontrol menunjukkan peningkatan metakognisi sebesar 0,62 antara sebelum dan sesudah penggunaan strategi pembelajaran langsung. Pada uji hipotesis diperoleh thitung

sebesar 1,65 kurang dari tkritis 1,66 yang berarti rata-rata hasil belajar kognitif kelas

(8)

viii

solubility product to improve the students’ metakognition in senior high school.

Thesis, Chemistry Departement, Facilty of Mathematics and Natural Sciences, Semarang Sate University. Supervisor: Dr. Sri Haryani, M.Si.

Keywords: Metacognition, The Inquiry Learning Method

Learning patterns that are applied during this time still dominated teaching paradigm (teacher-centered) is not a paradigm of learning (students-centered). Teachers are more active in learning activities as the giver of knowledge for students. As a result students have much knowledge but are not trained to find knowledge and concepts that are owned. These problems could hinder the development of thinking skills to construct knowledge. Learning oriented on the development of thinking skills can be an alternative for repair thinking ability of students in understanding the concept of chemistry. One of the efforts to build the students' thinking ability may be made with the development of metacognition. Metacognition has an important role in regulating and controlling one's cognitive processes in learning and thinking, so that learning and thinking is done by someone to be more effective and efficient. The objective of this study is to find out the improvement of the students’ metacognition by using the inquiry learning method on the water-soluble substance and the result of its product in SMAN 1 Donorojo. This study is an experimental research and the design was pretest-posttest group design. Object of this study is eleventh grade students of science program. The selection of the sample was by using cluster random sampling

because the populations of this study were normal and homogenous. The result of this study showed that the mean score of post-test in the experiment group (75.15) was higher than that of the control group (72.42). The results of the analysis of N-gain in experiment group showed an increase of students’ metacognition 0.68 between before and after the use of inquiry learning method. While the results of the analysis of N-gain in the control group shows an improvement of students’ metacognition 0.62 between before and after the use of conventional method. In the hypothesis result, tarithmetic (1.65) was lower than that of the tcritic (1.66). The

(9)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat penelitian ... 6

1.5 Penegasan Istilah ... 7

2. KAJIAN PUSTAKA ... 10

2.1 Pengertian Strategi Pembelajaran ... 10

2.2 Strategi Pembelajaran Inkuiri ... 11

2.3 Metakognisi ... 16

2.4 Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ... 22

2.5 Kerangka Berpikir ... 27

2.6 Hipotesis... 28

2.7 Indikator Keberhasilan Penelitian ... 28

3. METODE PENELITIAN ... 29

(10)

x

3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 30

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1 Hasil Penelitian ... 47

4.2 Pembahasan ... 58

5. PENUTUP... 73

5.1 Simpulan ... 73

5.2 Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74

(11)

xi

1.1 Operasi-operasi Kunci dalam Metakognisi ... 8

2.1 Kemampuan yang Dikembangkan dalam Proses Inkuiri ... 13

2.2 Indikator Metakognisi ... 19

3.1 Rancangan Penelitian ... 30

3.2 Interpretasi Kriteria Validitas Instrumen ... 33

3.3 Hasil Analisis Validitas Soal Uji Coba ... 33

3.4 Interpretasi Kriteria Reliabilitas Instrumen ... 34

3.5 Kriteria Indeks Kesukaran ... 35

3.6 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba ... 35

3.7 Kriteria Daya Pembeda Instrumen ... 36

3.8 Klasifikasi Reliabilitas Lembar Observasi Psikomotorik ... 37

3.9 Klasifikasi Reliabilitas Lembar Observasi Afektif ... 39

3.10 Interpretasi Kriteria Reliabilitas Angket ... 40

3.11 Kriteria Hasil Belajar Afektif ... 45

3.12 Kriteria Hasil Belajar Afektif Tiap Aspek ... 45

3.13 Kriteria Hasil Belajar Psikomotorik ... 46

3.14 Kriteria Hasil Belajar Psikomotorik Tiap Aspek ... 46

3.15 Kriteria Skor Kuesioner Siswa ... 46

4.1 Hasil Uji Normalitas Data Populasi ... 47

4.2 Hasil Uji Homogenitas Populasi ... 48

4.3 Hasil Uji Normalitas Data Pretes ... 49

4.4 Hasil Uji Normalitas Data Postes ... 49

4.5 Hasil Analisis Normalized-gain ... 49

4.6 Hasil Analisis Peningkatan Metakognisi Siswa Kelas Eksperimen ... 50

4.7 Hasil Analisis Peningkatan Metakognisi Siswa Kelas Kontrol ... 50

4.8 Hasil Analisis Kesamaan Dua Varian ... 51

4.9 Hasil Uji Peningkatan Hasil Belajar ... 52

4.10 Pencapaian Indikator Metakognisi ... 53

(12)

xii

(13)

xiii

2.1 Model Keterampilan Berpikir Metakognisi... 21

2.2 Kerangka Berpikir ... 27

4.1 Persentase Aspek Afektif ... 55

(14)

xiv

Lampiran Halaman

1. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 77

2. Soal Uji Coba ... 78

3. Hasil Analisis Soal Uji Coba ... 98

4. Perhitungan Validitas Butir Soal ... 100

5. Perhitungan Reliabilitas dan Tingkat Kesukaran Soal ... 102

6. Perhitungan Daya Beda Soal ... 103

7. Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 104

8. Soal Pretes ... 105

9. Soal postes ... 120

10. Pedoman Penskoran Criterion-Referenced Test dan Pencapaian Indikator Metakognisi ... 136

11. Silabus ... 138

12. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 140

13. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 171

14. Lembar Kerja Siswa ... 199

15. Daftar Nilai Semester Ganjil Kelas XI IPA ... 217

16. Uji Normalitas Kelas XI IPA1 ... 218

17. Uji Normalitas Kelas XI IPA2 ... 219

18. Uji Homogenitas Populasi ... 220

19. Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 221

20. Daftar Nilai Pretes-Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 222

21. Uji Normalitas Data Pretes Kelas Eksperimen ... 223

22. Uji Normalitas Data Postes Kelas Eksperimen ... 224

23. Uji Kesamaan Dua Varian Pretes-Postes Kelas Eksperimen ... 225

24. Uji Peningkatan Hasil Belajar Kelas Eksperimen ... 226

25. Uji Normalitas Data Pretes Kelas Kontrol ... 227

26. Uji Normalitas Data Postes Kelas Kontrol ... 228

(15)

xv

30. Uji Kesamaan Dua Rata-rata Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 232

31. Analisis Kemampuan Metakognisi Siswa Kelas Eksperimen ... 233

32. Analisis Kemampuan Metakognisi Siswa Kelas Kontrol ... 235

33. Uji N-Gain Kemampuan Metakognisi Siswa ... 237

34. Kriteria Penilaian Aspek Afektif ... 238

35. Analisis Aspek Afektif ... 240

36. Rubrik Penilaian Aspek Psikomotorik ... 242

37. Analisis Aspek Psikomotorik ... 247

38. Lembar Penilaian Diri Kuesioner Siswa ... 251

(16)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Pendidikan yang berlangsung di dalam lembaga pendidikan formal adalah pendidikan yang terarah pada tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut maka disusun kurikulum sebagai alat yang membawa segala kegiatan kependidikan kepada tujuan yang dikehendaki (Gulo, 2008:28). Pendidikan masa kini mencoba membantu siswa belajar untuk mengorganisasi dan mengkonstruksi pendapat, merumuskan masalah, menyusun hipotesis, dan mencari pembuktian sendiri (Saptorini, 2010). Ini artinya siswa menjadi pusat pembelajaran (student centered). Pola pembelajaran yang diterapkan selama ini masih didominasi paradigma teaching (teacher-centered) dan non-kontruktivistik bukan paradigma learning (students-centered), sehingga pembelajaran menjadi kurang efektif dan tidak terkontruksi dengan baik (Danial, 2010).

(17)

mengembangkan keterampilan berfikirnya. Dampak pola pembelajaran seperti ini akan tampak setelah siswa mengikuti tes yang memperoleh nilai rendah (Danial, 2010).

(18)

dapat menghambat pengembangan keterampilan berpikir untuk mengkontruksikan pengetahuannya.

Pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan keterampilan berpikir dapat menjadi alternatif untuk perbaikan kemampuan berpikir siswa dalam memahami konsep kimia. Salah satu upaya untuk membangun kemampuan berpikir siswa dapat dilakukan dengan pengembangan aspek metakognisinya. Kemampuan metakognisi mempunyai indikator yang mencerminkan tingkat ketercapaiannya yaitu ketika siswa mampu berpikir dengan mengoptimalkan kemampuan berpikir yang dimiliki, mengidentifikasi strategi belajar yang baik, dan secara sadar mengarahkan strategi belajarnya (Kadir: 2009).

Proses metakognisi adalah suatu aktivitas mental dalam struktur kognitif yang dilakukan secara sadar oleh seseorang untuk mengatur, mengontrol, dan memeriksa proses berpikirnya (Haryani, 2012:47). Menurut Romli (2010), metakognisi mempunyai peran penting dalam mengatur dan mengontrol proses-proses kognitif seseorang dalam belajar dan berpikir, sehingga belajar dan berpikir yang dilakukan oleh seseorang menjadi lebih efektif dan efisien. Oleh karena itu dengan mengembangkan kesadaran metakognisinya, siswa terlatih untuk selalu merancang strategi terbaik dalam memilih, mengingat, mengenali kembali, `mengorganisasi informasi yang dihadapi, dan menyelesaikan masalah.

(19)

dalam keberhasilan belajar, oleh karena itu penting mempelajari aktivitas dan pengembangannya untuk menentukan bagaimana siswa dapat diajar menerapkan sumber-sumber pengetahuan mereka dengan lebih baik melalui kontrol metakognitifnya. Metakognisi merupakan proses membangkitkan minat sebab kita menggunakan proses kognitif untuk merenungkan proses kognitif kita. Metakognisi sangat penting kerena pengetahuan tentang proses kognitif dapat menuntun kita dalam menyusun dan memilih strategi untuk memperbaiki kinerja kognitif. Meningkatnya kemampuan metakognisi dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa (Kadir, 2009).

Berdasarkan karakteristik pembelajaran berbasis pengembangan kemampuan metakognisi tersebut, pembentukan kemampuan metakognisi merupakan hal penting untuk mendukung optimalisasi proses belajar kimia. Dengan demikian hasil belajar kognitif dapat tercapai optimal. Pengembangan kemampuan metakognisi dan hasil belajar kognitif dalam pembelajaran kimia memerlukan strategi yang tepat. Salah satu strategi yang dapat meningkatkan kemampuan metakognisi sekaligus hasil belajar kognitif adalah strategi pembelajaran inkuiri.

(20)

kemampuan berpikir kritis. Strategi pembelajaran inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan kegiatan belajar secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri (Gulo, 2008:84-85).

Strategi pembelajaran inkuiri memiliki keunggulan dibandingkan dengan strategi pembelajaran langsung. Menurut Kunandar sebagaimana dikutip oleh Anggraeni et al (2013), keunggulan penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah memacu keinginan siswa untuk mengetahui, memotivasi mereka untuk melanjutkan pekerjaan sehingga mereka menemukan jawaban dan siswa belajar menemukan masalah secara mandiri dengan memiliki keterampilan berpikir kritis. Manfaat yang diperoleh bagi siswa dalam pembelajaran inkuiri adalah siswa akan memahami konsep-konsep dasar dan ide-ide lebih baik, membantu dalam menggunakan daya ingat dan transfer pada situasi-situasi proses belajar yang baru dan mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.

(21)

mengadakan penelitian dengan judul “Penggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Untuk Meningkatkan Metakognisi Siswa SMA”.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah yang didapat adalah 1. Apakah penggunaan strategi pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan

metakognisi siswa?

2. Apakah penggunaan strategi pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa?

1.3

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk

1. Meningkatkan metakognisi siswa kelas XI IPA melalui penggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri.

2. Meningkatkan hasil belajar siswa melalui peneggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri.

1.4

Manfaat Penelitian

(22)

1.5

Penegasan Istilah

Penegasan Istilah dalam konteks ini dimaksudkan untuk mencari kesamaan visi dan persepsi serta untuk menghindari distorsi pemahaman. Oleh sebab itu diperlukan beberapa penjelasan tentang istilah dan pembatasan-pembatasan penting yang ada dalam skripsi yang berjudul “Penggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan untuk Meningkatkan Metakognisi Siswa SMA”

1. Metakognisi

Metakognisi merupakan aspek pengetahuan yang paling tinggi tingkatannya dalam revisi taksonomi Bloom setelah faktual, konseptual, dan prosedural. Menurut Slavin, sebagaimana dikutip oleh Danial (2010) mengatakan bahwa metakognisi adalah pengetahuan tentang pembelajaran diri sendiri atau pengetahuan cara belajar. Selain itu, menurut Flavell, sebagaimana dikutip oleh Haryani (2012:45), menyatakan bahwa metakognisi didefinisikan sebagai pengetahuan dan kognisi tentang objek-objek kognitif, yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan kognitif. Metakognisi diukur dengan tes penguasaan konsep dengan soal

(23)

Tabel 1.1. Operasi-Operasi Kunci dalam Metakognisi (Beyer dalam Anderson, 2001:79)

Perencanaan

(planning) Pemantauan (monitoring) (Penilaian assessing) Menyatakan tujuan Menjaga tujuan yang

telah ditetapkan Menilai pencapaian tujuan Memilih operasi yang

dipakai Menjaga urutan operasi agar sesuai dengan masalah yang dihadapi

Menimbang keakuratan dan ketepatan hasil-hasil

Mengurutkan

operasi-operasi Mengetahui bahwa tujuan telah tercapai Mengevaluasi kesesuaian prosedur yang digunakan Mengidentifikasi

kesalahan dan hambatan

Memutuskan kapan menggunakan operasi yang berikutnya yang lain

Menilai penanganan kesulitan dan hambatan

Mengidentifikasi cara-cara untuk mengatasi kesalahan dan hambatan

Memilih operasi yang

paling sesuai Menimbang efisiensi rencana dan pelaksanaan

Memprediksi hasil

yang diinginkan Mengatasi kesalahan dan hambatan Mengetahui kapan kesulitan dan

hambatan itu teratasi

2. Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan

Kelarutan dan hasil kali kelarutan yang dimaksud di sini adalah materi yang akan diberikan kepada siswa selama penelitian berlangsung. Materi yang akan diberikan disesuaikan dengan kompetensi dasar dan indikator yang sudah ditentukan dalam silabus.

3. Strategi Pembelajaran Inkuiri

(24)
(25)

10

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1

Pengertian Strategi Pembelajaran

Dalam dunia pendidikan strategi diartikan sebagai a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular education goal (Sanjaya, 2006:126). Menurut Hamruni (2011:3) strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkain kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan sebagai sumber daya dalam pembelajaran. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian, penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan.

(26)

Suprihatiningrum (2013:153) strategi pembelajaran adalah rancangan prosedural yang memuat tindakan yang harus dilakukan guru dalam proses pembelajaran untuk mencapai sebuah tujuan. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan serangkaian cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan adalah hal penting dalam implementasi suatu strategi. Oleh karena itu, sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya.

2.2

Strategi Pembembelajaran Inkuiri

2.2.1

Pengertian Strategi Pembelajaran Inkuiri
(27)

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai strategi pembelajaran inkuiri di atas dapat disimpulkan bahwa dengan strategi pembelajaran inkuiri siswa diharapkan dapat belajar secara mandiri dan mengembangkan kreativitasnya untuk memecahkan masalah. Inkuiri tidak hanya mengembangkan keterampilan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional. Keterampilan inkuiri merupakan suatu proses yang bermula dari merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan (Gulo, 2008:93).

(28)

proses mental. Dalam strategi pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut agar menguasai pelajaran, tetapi dapat menggunakan potensi yang dimilikinya (Hamruni, 2011:89). Kemampuan yang dikembangkan dalam proses inkuiri disajikan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kemampuan yang Dikembangkan dalam Proses Inkuiri (Gulo, 2008:95).

No Tahap Inkuiri Kemampuan yang Dituntut 1. Merumuskan Masalah a. Kesadaran terhadap masalah

b. Melihat pentingnya masalah c. Merumuskan masalah 2. Merumuskan Jawaban

Sementara (Hipotesis) a. Menguji dan menggolongkan jenis data yang dapat diperoleh b. Melihat dan merumuskan hubungan

yang ada secara logis c. Merumuskan hipotesis 3. Menguji Jawaban

Tentatif a. Merakit peristiwa - Mengidentifikasikan peristiwa yang dibutuhkan

- Mengumpulkan data - Mengevaluasi data b. Menyusun data

- Mentranslasikan data - Menginterprestasikan data - Mengklasifikasikan data c. Analisis data

- Melihat hubungan

- Mencatat persamaan dan perbedaan - Mengidentifikasikan tren, sekuensi

dan keteraturan

4. Menarik Kesimpulan a. Mencari pola dan makna hubungan b. Merumuskan kesimpulan

5. Menerapkan Kesimpulan dan Generalisasi

(29)

yang kurang berpengalaman belajar. Siswa belajar lebih kepada bimbingan dan petunjuk guru sehingga mampu memahami konsep – konsep pelajaran. Siswa dihadapkan pada tugas – tugas yang relevan untuk diselesaikan, baik melalui kelompok maupun individual, agar bisa menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri.

2.2.2 Langkah-Langkah Strategi Pembelajaran Inkuiri

Secara umum proses pembelajaran dengan strategi pembelajaran inkuiri dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Orientasi

Orientasi dilakukan untuk membina suasana pembelajaran yang responsive. Pada langkah ini guru mengkondisikan siswa agar siap melaksanakan proses pembelajaran. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahapan orientasi ini adalah:

a. Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.

b. Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan.

c. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memotivasi belajar siswa.

(30)

Merumuskan maslah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki, artinya siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat atas permasalahan yang ada.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan masalah, yaitu: a. Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa.

b. Masalah yang dikaji mengandung teka-teki yang jawabannya pasti. c. Monsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah

diketahui terlebih dahulu oleh siswa. 3. Mengajukan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban semantara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Jawaban sementara ini perlu dikaji kebenarannya. Perkiraan sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan tapi harus memiliki landasan berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan bersifat rasional dan logis.

4. Mengumpulkan Data

Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis. Dalam strategi pembelajarn inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Tugas dan peran guru dalam tahap ini adalah mengajukan pertanyaan pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.

5. Menguji Hipotesis

(31)

pengumpulan data. Menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan.

6. Merumuskan Kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.

(Hamruni, 2011:95-99)

Selain itu menurut Gulo (2008:98) kegiatan belajar mengajar pada strategi pembelajaran inkuiri dapat dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu:

a. Menghadapi stimulus (terencana atau tidak terencana), b. Menjajaki reaksi terhadap situasi yang merangsang,

c. Merumuskan tugas yang dipelajari dan mengorganisasikan kelas (merumuskan masalah, tugas kelas, peranan, dan sebagainya),

d. Belajar menyelasaikan masalah secara independen atau kelompok, e. Benganalisis proses dan kemajuan kegiatan belajar,

f. Evaluasi dan tindak lanjut.

2.3

Metakognisi

2.3.1 Pengertian Metakognisi

(32)

yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan kognitif. Meskipun demikian, menurutnya konsep metakognisi dapat diperluas mencakup sesuatu yang psikologis, seperti jika seseorang memiliki pengetahuan atau kognisi tentang emosi, motif diri sendiri, atau orang lain. Metakognisi dapat dikatakan sebagai kemampuan berpikir tentang berpikir. Kenyataannya gambaran tersebut tidak sesederhana itu, karena terdapat beberapa perbedaan istilah atau konsep metakognisi. Metakognisi terdiri dari dua proses dasar yang berlangsung scara stimulan yakni memonitor kemajuan ketika belajar dan membuat perubahan serta mengadaptasi strategi-strategi jika memiliki persepsi tidak melakukan sesuatu yang baik.

(33)

menyimpulkan dan menjelaskan kejadian-kejadian psikologi pada dirinya dan ogang lain.

Dari paparan tersebut, Haryani mengemukakan bahwa proses metakognisi adalah suatu aktivitas mental dalam struktur kognitif yang dilakukan secara sadar oleh seseorang untuk mengatur, mengontrol, dan memeriksa proses berpikirnya sendiri (Haryani, 2012:47). Sedangkan menurut Romli (2010), metakognisi adalah pengetahuan seseorang tentang proses berpikirnya sendiri, atau pengetahuan seseorang tentang kognisinya serta kemampuan dalam mengatur dan mengontrol aktivitas kognisinya dalam belajar dan berpikir. Jadi dapat disimpulkan bahwa metakognisi merupakan keterampilan berfikir yang dimiliki seseorang untuk mengkoordinasikan pengetahuan yang dimiliki mulai dari merencanakan sampai mengevaluasi proses kognitifnya.

(34)

2.3.2 Indikator Metakognisi

Metakognisi terdiri dari 2 komponen utama, yaitu pengetahuan metakognisi dan regulasi metakognisi. Pengetahuan metakognisi mengacu pada pengetahuan tentang kognisi seperti pengetahuan tentang keterampilan (skill) dan strategi kerja yang baik untuk pebelajar dan bagaimana serta kapan menggunakan keterampilan dan strategi tersebut. Selanjutnya regulasi metakognisi mengacu pada kegiatan-kegiatan yang mengontrol pemikiran dan belajar seseorang seperti merencanakan, memonitor pemahaman, dan evaluasi. Danial (2010).

[image:34.612.162.501.461.698.2]

Menurut Romli (2010), komponen atau indikator metakognisi terdiri dari tiga elemen, yaitu (1) menyusun strategi atau rencana tindakan, (2) memonitor tidakan, dan (3) mengevaluasi tindakan. Ketiga komponen tersebut secara rinci dapat dijabarkan dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Indikator Metakognisi (diadaptasi dari Mc Gregor, Scraw, dan Anderson & Krathwol) dalam Haryani (2011:58)

No. Level Metakognisi Sub Level Metakognisi 1. Menyadari proses

berpikir dan mampu menggambarkannya

- Menyatakan tujuan

- Mengetahui tentang apa dan bagaimana - Menyadari bahwa tugas yang diberikan

membutuhkan banyak referensi - Menyadari kemampuan sendiri dalam

mengerjakan tugas

- Mengidentifikasi informasi

- Memilih opersi/prosedur yang dipakai - Mengurutkan operasi yang digunakan - Merancang apa yang akan dipelajari 2. Mengembangkan

pengenalan strategi berpikir

- Memikirkan tujuan yang telah ditetapkan - Mengelaborasi informasi dari berbagai

sumber

(35)

No. Level Metakognisi Sub Level Metakognisi meningkatkan pemahaman

- Memikirkan bagaimana orang lain memikirkan tugas

3. Merefleksi prosedur

secara evaluative - - Menilai pencapaian tujuan Menyusun dan menginterpretasi data - Mengevaluasi prosedur yang digunakan - Mengatasi kesalahan/hambatan dalam

pemecahan masalah

- Mengidentifikasi sumber-sumber kesalahan dari percobaan

4. Mentransfer pengalaman pengetahuan dan prosedural pada konteks lain

- Menggunakan operasi yang berbeda untuk penyelesaian masalah yang sama - Menggunakan operasi/prosedur yang

sama untuk masalah lain

- Mengembangkan prosedur untuk masalah yang sama

- Mengaplikasikan pemahamannya pada situasi baru

5. Menghubungkan pemahaman konseptual dengan pengalaman

- Mengaitkan data pengamatan dengan pembahasan

- Menganalisis efisiensi an efektifitas prosedur

2.3.3 Metakognisi dan Berpikir

(36)
[image:36.612.144.506.133.388.2]

keterampilan. Menurut Presseisen keterkaitan antara kedua dimensi tersebut dibuat dalam bentuk bagan yang disajikan dalam Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Model keterampilan berpikir metakognitif (Presseisen dalam Costa) dalam Haryani (2012:55)

Pemantauan kinerja tugas memerlukan keterlibatan peserta didik untuk mengawasi aktivitasnya sendiri, dan menjaga sekuen yakni membedakan subtujuan dari suatu tugas dan menghubungkannya dengan tujuan yang sesungguhnya. Dimensi kedua yaitu dalam memilih strategi yang sesuai untuk bekerja, teori metakognitif menyarankan bahwa urutan belajar yang pertama adalah mengenali masalah sehingga dapat memfokuskan perhatian terhadap apa yang diperlukan dan menentukan perhatian terhadap apa yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Dalam perspektif metakognitif, pemikir menjadi lebih memiliki kemampuan melakuka proses berpikir yang lebih

Metakognisi

Pemilihan dan pemahaman strategi yang tepat:

 Memfokuskan perhatian pada apa yang dibutuhkan

 Mengkaitkan apa yang diketahui pada materi yang dipelajari

 Menguji ketepatan suatu strategi

Monitoring kinerja tugas:

 Menjaga tugas, sekuen

 Mendeteksi dan mengoreksi kesalahan

 Alokasi waktu kerja

 Akurasi kinerja lebih besar

(37)

berdaya guna dan lebih mandiri karena keterampilan ini berkenbang dan terus berulang (Haryani, 2012:55-56)

2.4

Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan

2.4.1 Kelarutan

Kelarutan (solubility) suatu zat dalam suatu pelarut menyatakan jumlah maksimum suatu zat yang dapat larut dalam suatu pelarut. Satuan kelarutan umumnya dinyatakan dalam gram L-1 atau mol L-1. Besarnya kelarutan suatu

zat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sebagai berikut. 1. Jenis pelarut

Senyawa polar (mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar. Misalnya alkohol dan semua senyawa asam adalah senyawa polar, sehingga mudah larut dalam air yang juga senyawa polar. Selain senyawa polar, senyawa ion juga mudah larut dalam air dan terurai menjadi ion-ion.

Senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar, misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa polar umumnya tidak larut dalam senyawa nonpolar, misalnya alkohol tidak larut dalam minyak tanah.

2. Suhu

(38)

2.4.2 Hasil Kali Kelarutan (Ksp)

Senyawa-senyawa ion yang terlarut di dalam air akan terurai menjadi partikel dasar pembentuknya yang berupa ion positif dan ion negatif. Bila kedalam larutan jenuh suatu senyawa ion ditambahkan kristal senyawa ion maka kristal tersebut tidak melarut dan akan mengendap. Kristal yang tidak larut ini tidak mengalami ionisasi. Bila ke dalam system tersebut ditambahkan air maka endapan kristal tersebut akan segera terionisasi, dan sebaliknya bila air dalam larutan tersebut diuapkan maka ion-ion akan segera mengkristal. Dalam peristiwa tersebut terjadi system kesetimbangan antara zat padat dengan ion-ionnya didalam larutan.

Pada larutan jenuh senyawa ion AmBn di dalam air akan menghasilkan reaksi

kesetimbangan,

AmBn(s) mAn+(aq) + nBm-(aq)

Harga hasil kali kelarutannya dinyatakan dengan rumus, Ksp AmBn = [An+]m [Bm-]n

2.4.3 Hubungan kelarutan dan Ksp

Pada larutan jenuh senyawa ion AmBn konsentrasi zat di dalam larutan

sama dengan harga kelarutanny dalam satuan mol L-1. Senyawa AmBn yang

terlarut akan mengalami ionisasi dalam system kesetimbangan, AmBn(s) mAn+(aq) + nBm-(aq)

Jika harga kelarutan dari senyawa AmBn sebesar s mol L-1, maka di dalam

reaksi kesetimbangan tersebut konsentrasi ion-ion An+ dan ion Bm- sebagai

(39)

AmBn(s) mA (aq) + nB (aq)

s mol L-1 m s mol L-1 n s mol L-1 sehingga harga hasil kali kelarutannya adalah,

Ksp AmBn = [An+]m [Bm-]n

= (m s)m (n s)n

= mm x nn x (s)(m+n)

Jadi untuk reaksi kesetimbangan:

AmBn(s) mAn+(aq) + nBm-(aq)

Ksp AmBn = mm x nn x (s)(m+n)

Dengan s =kelarutan AmBn dalam satuan mol L-1

Dari rumus tersebut dapat ditentukan harga kelarutan sebagai berikut:

Besarnya Ksp suatu zat bersifat tetap pada suhu tetap. Bila terjadi perubahan suhu maka harga Ksp zat tersebut akan mengalami perubahan.

2.4.4 Pengaruh ion senama terhadap kelarutan

Jika ke dalam larutan jenuh AgCl ditambahkan beberapa tetes larutan NaCl maka akan segera terjadi pengendapan AgCl, demikian pula bila ke dalam lautan AgCl tersebut ditambahkan beberapa tetes larutan AgNO3.

AgCl(s) Ag+(aq) + Cl-(aq)

Bila ke dalam sistem kesetimbangan tersebut ditambahkan ion Cl- maka

(40)

yang mengendap bertambah. Demikian pula bila dalam system kesetimbangan tersebut ditambah ion Ag+, maka sistem kesetmbangan akan bergeser ke kiri

dan berakibat bertambahnya jumlah AgCl yang mengendap. Kesimpulannya bila ke dalam sistem kesetimbangan kelarutan ditambahkan ion yang senama akan mengakibatkan kelarutan senyawa tersebut berkurang.

2.4.5 Fungsi dan Manfaat Hasil Kali Kelarutan

Harga hasil kali kelarutan (Ksp) suatu senyawa ionik yang sukar larut dapat memberikan informasi tentang kelarutan senyawa tersebut dalam air. Semakin besar harga Ksp suatu zat, semakin mudah larut senyawa tersebut.

Harga Ksp suatu zat dapat digunakan untuk meramalkan terjasi tidaknya endapan suatu zat jika dua larutan yang mengandung ion-ion dari senyawa sukar larut dicampurkan. Untuk meramalkan terjadi tidaknya endapan AmBn

jika larutan yang mengandung ion An+ dan Bm- dicampurkan digunakan

konsep hasil kali ion (Qsp) berikut ini. Qsp AmBn = [An+]m [Bm-]n

 Jika Qsp > Ksp maka akan terjadi endapan AmBn

 Jika Qsp = Ksp maka akan terjadi larutan jenuh AmBn

 Jika Qsp < Ksp maka belum terjadi larutan jenuh maupun endapan AmBn.

(41)

dalam suatu larutan dapat dilakukan dengan mengalirkan gas H2S ke dalam

larutan tersebut sehingga terjadi reaksi: Zn2+(aq) + S2-(aq) ZnS(s)

Zn2+(aq) + S2-(aq) ZnS(s)

Diketahui harga Ksp ZnS= 1,6x10-22 dan Ksp CdS= 8x10-27, dengan mengatur

(42)
[image:42.612.175.473.94.603.2]

2.5

Kerangka Berpikir

Gambar 2.2. Kerangka Berpikir

Pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir

Strategi Pembelajaran Inkuiri

Melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan analitis, siswa memahami konsep-konsep dasar

dan mampu mengembangkan kemampuan berpikir

Metakognisi meningkat dan Nilai mencapai KKM

Pembelajaran berpusat pada guru dan siswa kurang terlibat dalam

pembelajaran

Pengembangan keterampilan berpikir untuk mengkontruksi

pengetahuan terhambat

Nilai belum mencapai KKM

(43)

2.6

Hipotesis

Menurut Sugiyono (2009:96), hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap rumusan masalah penelitian, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka maka dapat diambil hipotesis:

Ha : strategi pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan metakognisi siswa Ho : strategi pembelajaran inkuiri tidak dapat meningkatkan metakognisi

siswa

2.7

Indikator Keberhasilan Penelitian

(44)

29

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Eksperimen adalah suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang terkontrol. Dalam penelitian eksperimen, para peneliti melakukan tiga persyaratan yaitu kegiatan mengontrol, memanipulasi, dan observasi. Selain itu peneliti juga membagi objek menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (Darmadi, 2013:40)

3.2 Lokasi, Waktu, dan Objek Penelitian

(45)

3.3

Desain penelitian

[image:45.612.132.501.261.415.2]

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian eksperimen at dar ini adalah Pretest-Postest Group Design. Dalam rancangan ini dilibatkan hasil belajar dari dua kelompok yang dibandingkan, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kotrol berdasarkan perbedaan antara pengukuran awal dan pengukuran akhir dari kedua kelompok. Rancangan penelitian ini tampak pada Tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1. Rancangan Penelitian

Kelompok Pretest Treatment Posttest

Eksperimen P1 X P2

Kontrol P1 Y P2

Keterangan

P1 : Tes awal (pretest) yang diberikan sebelum proses belajar mengajar

dimulai, diberikan kepada kedua kelompok (eksperimen dan kontrol) X : perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen yaitu dengan

menggunakan strategi pembelajaran inkuiri

Y : perlakuan yang diberikan kepada kelompok kontrol yaitu dengan menggunakan strategi pembelajaran langsung.

P2 : Tes akhir (posttest) yang diberikan setelah proses pembelajaran

3.4

Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1.1Tes

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tes adalah tes untuk mengukur kemampuan metakognisi yaitu tes dengan indikator metakognisi yang bermuatan konsep. Tes yang diberikan terdiri dari pretest dan posttest.

(46)

mengetahui perbedaan yang terjadi antara tes yang dilakukan setelah suatu program pembelajaran dilakukan.

3.4.1.2Observasi

Observasi dilakukan sebelum dan selama penelitian. Observasi sebelum penelitian dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai pembelajaran yang selama ini dilakukan di sekolah. Observasi selama penelitian dilakukan untuk memperoleh data mengenai aspek afektif dan psikomotorik. Aspek afektif diamati selama proses pembelajaran dan aspek psikomotorik dilakukan saat praktikum.

3.4.1.3Angket (kuesioner)

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan angket bertujuan untuk memperoleh data mengenai kemampuan metakognisi siswa. Hasil angket dianalisis secara deskriptif dengan membuat tabel frekuensi jawaban siswa kemudian dianalisis dan disimpulkan.

3.4.2 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar kimia pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.

(47)

diberikan kepada siswa kelas XI IPA, tes ini terlebih dahulu diuji cobakan untuk diketahui validitas dan reliabilitasnya. Sedangkan penilaian kemampuan metakognisi dilakukan dengan menggunakan rubrik yang divalidasi oleh ahli.

3.4.2.1Analilis Instrumen Tes

Sebelum instrumen digunakan, instrumen terlebih dahulu diujicobakan kepada siswa kelas XII. Data hasil uji coba yang dianalisis yaitu validitas butir soal, realibilitas instrumen, tingkat kesukaran butir soal, dan daya pembeda butir soal.

3.4.2.1.1 Validitas Instrumen

Validitas merupakan ukuran yang menunjukkan kesahihan atau ketepatan suatu instrumen. Instrumen dikatakan valid jika dapat mengukur apa yang hendak diukur dan mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Dalam penentuan tingkat validitas butir soal digunakan korelasi product moment pearson dengan mengkorelasikan antara skor yang diperoleh siswa pada suatu butir soal dengan skor total yang didapat. Rumus yang digunakan:

(Ruseffendi dalam Jihad dan Haris, 2012:179-180) Keterangan:

rxy : koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

N : banyaknya peserta tes X : skor total butir soal

[image:47.612.174.452.597.683.2]

Y : skor total yang diperoleh siswa

Tabel 3.2. Interpretasi Kriteria Validitas Instrumen Interval koefisien Kriteria

0.80< rxy ≤1.00 Sangat tinggi

0.60< rxy ≤0.80 Tinggi

0.40< rxy ≤0.60 Sedang

0.20< rxy ≤0.40 Rendah

(48)

Hasil analisis soal berdasarkan rumus rxy, diperoleh harga koefisien korelasi

[image:48.612.171.462.176.432.2]

yang diinterpretasikan dengan kriteria validitas instrumen pada Tabel 3.2. Hasil tersebut disajikan dalam Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Hasil Analisis Validitas Soal Uji Coba Nomor butir

soal Validitas Keterangan

1 0.51 Sedang

2 0.47 Sedang

3 0.77 Tinggi

4 -0.45 Sangat Rendah

5 0.74 Tinggi

6 0.80 Tinggi

7 0.74 Tinggi

8 0.73 Tinggi

9 0.56 Sedang

10 0.22 Rendah

11 0.67 Tinggi

12 - -

13 0.23 Rendah

14 0.27 Rendah

15 -0.08 Sangat Rendah

Berdasarkan harga validitas, soal yang dipakai adalah soal dengan kategori sedang dan tinggi. Tetapi soal-soal tersebut harus memenuhi kriteria reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran.

3.4.2.1.2 Reliabilitas

(49)

Reliabilitas instrument tes pada penelitian ini menggunakan rumus Alpha karena tes yang digunakan pada penelitian ini adalah tes tertulis berbentuk uraian. Kriteria reliabilitas instrumen ditentukan sesuai Tabel 3.4. Adapun rumus untuk mencari reliabilitas instrumen tes adalah

(Suharsimi, 2012:122)

Keterangan

rii = reliabilitas tes secara keseluruhan

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal = jumlah varians butir

[image:49.612.183.453.303.384.2]

= varians total

Tabel 3.4. Interpretasi Kriteria Reliabilitas Instrumen Interval koefisien Kriteria

0.81-1.00 Sangat tinggi

0.61-0.80 Tinggi

0.41-0.60 Sedang

0.21-0.40 Rendah

<0.20 Sangat rendah

Berdasarkn hasil analisis butir soal diperoleh hasil rii sebesar 0,663. Hal ini

menunjukkan bahwa soal mempunyai kriteria reliabilitas tinggi. Harga rii

tersebut kemudian dikonsultasikan dengan harga r pada tabel r product moment

dengan taraf signifikansi 5% dan n = 10 yaitu 0,632. Kriteria soal reliabel bila harga r11 lebih besar dari r tabel. Jadi dapat disimpulkan bahwa soal reliabel

yang ditunjukkan dengan nilai r11 lebih besar dari harga r product moment.

3.4.2.1.3 Tingkat kesukaran tes

Tes yang baik adalah tes yang mempunyai taraf kesukaran tertentu, sesuai dengan karakteristik peserta tes. Taraf kerusakan suatu tes dapat dicari dengan menggunakan rumus dan diinterpretasikan sesuai kriteria pada Tabel 3.5.

(50)

Keterangan

[image:50.612.193.442.143.217.2]

IK : indeks kesukaran

Tabel 3.5. Kriteria Indeks Kesukaran Interval koefisien Kriteria 0,00 ≤ P < 0,30 Soal sukar 0,30 ≤ P < 0,70 Soal sedang 0,70 ≤ P ≤ 1,00 Soal mudah

(Rudyatmi & Rusilowati, 2012: 95)

Hasil analisis tingkat kesukaran soal disajikan dalam Tabel 3.6. Tabel 3.6. Hasil analisis tingkat kesukaran soal uji coba Nomor butir soal Tingkat Kesukaran Keterangan

1 0.343 Sedang

2 0.412 Sedang

3 0.592 Sedang

4 0.175 Sukar

5 0.210 Sukar

6 0.418 Sedang

7 0.218 Sukar

8 0.218 Sukar

9 0.175 Sukar

10 0.056 Sukar

11 0.052 Sukar

12 0 -

13 0.212 Sukar

14 0.046 Sukar

15 0.094 Sukar

3.4.2.1.4 Daya pembeda soal

Tes yang baik adalah tes yang bisa memisahkan dua kelompok peserta tes atau siswa. Kedua kelompok itu adalah siswa yang betul-betul mempelajari materi pelajaran dan siswa yang tidak mempelajari materi pelajaran. Kriteria daya pembeda disajikan dalam Tabel 3.7 dan untuk menentukan daya beda ditentukan rumus:

[image:50.612.155.475.262.508.2]
(51)

Keterangan

DB : daya beda

[image:51.612.192.442.152.243.2]

Mean kel. Atas : rata-rata nilai kelompok atas Mean kel. Bawah : rata-rata nilai kelompok bawah

Tabel 3.7. Kriteria Daya Pembeda Instrumen Interval koefisien Kriteria

D: 0,00-0,20 Jelek

D: 0,21-0,40 cukup

D: 0,41-0,70 Baik

D: 0,71-1,00 Baik sekali

(Rudyatmi & Rusilowati, 2012:95)

Berdasarkan kriteria daya pembeda instrumen pada Tabel 3.7 hasil analisis daya pembeda soal menunjukkan ada 3 soal yang memenuhi kategori baik yaitu soal nomor 6, 7, dan 8; 3 soal yang memenuhi kategori cukup yaitu soal nomor 3, 5, dan 11; 8 soal memenuhi kategori jelek yaitu soal nomor 1, 2, 4, 9, 10, 13, 14, dan 15; serta ada satu soal yang tidak memenuhi kriteria jelek, cukup, baik, maupun baik sekali yaitu soal nomor 12.

Berdasarkan keempat analisis soal uji coba peneliti memilih 10 soal yang sesuai dengan indikator kompetensi dan indikator metakognisi untuk digunakan sebagai instrumen penelitian yaitu soal nomor 1, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 13 dengan perbaikan kalimat dalam soal maupun kunci jawaban.

3.4.2.2Instrumen Penilaian Non Tes

Instrumen penilaian non tes meliputi aspek psikomotorik dan afektif. Peningkatan keterampilan pada kedua aspek ini diukur dengan menggunakan lembar observasi.

3.4.2.2.1 Lembar Observasi Psikomotorik

1. Validitas Lembar Observasi Aspek Psikomotorik

(52)

diamati. Penentuan validasi non tes ditentukan oleh pakar ahli. Berdasarkan analisis validasi lembar observasi psikomotorik memenuhi kriteria sangat baik dan layak digunakan.

2. Reliabilitas Lembar Observasi Aspek Psikomotorik

Perhitungan reliabilitas lembar observasi psikomotorik menggunakan rumus Spearman :

(Suharsimi, 2002:278) Keterangan:

r11 = reliabilitas instrumen n = jumlah objek yang diamati

[image:52.612.201.431.364.445.2]

= jumlah varians beda butir

Tabel 3.8. Klasifikasi Reliabilitas Lembar Observasi

Interval Kriteria

0,80 < r11≤ 1,0 Sangat tinggi

0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi

0,40 < r11≤ 0,60 Cukup

0,20 < r11≤ 0,40 Rendah

r11≤ 0,20 Sangat rendah

Berdasarkn hasil analisis lembar observasi psikomotorik diperoleh hasil r11

sebesar 0,79. Klasifikasi reliabilitas lembar observasi pada Tabel 3.8 menunjukkan kriteria reliabilitas tinggi. Harga rii tersebut kemudian

dikonsultasikan dengan harga r pada tabel r product moment dengan taraf signifikansi 5% dan n = 10 yaitu 0,632. Kriteria lembar observasi reliabel bila harga r11 lebih besar dari r tabel. Jadi dapat disimpulkan bahwa soal reliabel

(53)

3.4.2.2.2 Lembar Observasi Afektif

1. Validitas Lembar Observasi Aspek Afektif

Instrumen penilaian lembar observasi afektif menggunakan validitas isi, dimana instrumen memiliki kesesuaian isi dalam mengukur indikator yang diamati. Penentuan validasi non tes ditentukan oleh pakar ahli. Berdasarkan analisis validasi lembar observasi psikomotorik memenuhi kriteria sangat baik dan layak digunakan.

2. Reliabilitas Lembar Observasi Aspek Afektif

Perhitungan reliabilitas lembar observasi afektif menggunakan rumus Spearman yaitu:

(Suharsimi, 2002:278) Keterangan:

r11 = reliabilitas instrumen n = jumlah objek yang diamati

[image:53.612.201.431.467.548.2]

= jumlah varians beda butir

Tabel 3.9. Klasifikasi Reliabilitas Lembar Observasi

Interval Kriteria

0,80 < r11≤ 1,0 Sangat tinggi

0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi

0,40 < r11≤ 0,60 Cukup

0,20 < r11≤ 0,40 Rendah

r11≤ 0,20 Sangat rendah

Berdasarkan hasil analisis lembar observasi afektif diperoleh hasil r11 sebesar

0,94. Klasifikasi reliabilitas lembar observasi pada Tabel 3.9 menunjukkan kriteria reliabilitas tinggi. Harga r11 tersebut kemudian dikonsultasikan dengan

harga r pada tabel r product moment dengan taraf signifikansi 5% dan n = 7 yaitu 0,754. Kriteria lembar observasi reliabel bila harga r11 lebih besar dari r tabel.

(54)

3.4.2.2.3 Lembar Angket Respon Siswa

Analisis tahap awal dari angket respon siswa adalah dengan menggunakan validasi isi, dimana instrumen memiliki kesesuaian isi dengan indikator– indikator yang diamati. Validasi ini dilakukan oleh validator (pakar ahli). Berdasarkan analisis validasi lembar observasi psikomotorik memenuhi kriteria sangat baik dan layak digunakan. Sedangkan untuk reliabilitasnya dihitung menggunakan rumus Alpha (Suharsimi, 2009:122). Kriteria reliabilitas lembar observasi disajikan dalam Tabel 3.10.

α = 

  

S x

j S k

k

2 2

1 1 Keterangan:

α = koefisien reliabilitas alpha k = jumlah item

[image:54.612.182.452.407.488.2]

Sj = varians responden untuk item I Sx = jumlah varians skor total

Tabel 3.10. Interpretasi Kriteria Reliabilitas Angket Interval koefisien Kriteria

0.81-1.00 Sangat tinggi

0.61-0.80 Tinggi

0.41-0.60 Sedang

0.21-0.40 Rendah

<0.20 Sangat rendah

Berdasarkn hasil analisis lembar Angket diperoleh hasil sebesar 0,58. Hal ini menunjukkan bahwa lembar Angket mempunyai kriteria reliabilitas sedang. 3.4.3 Teknik Analisis Data

(55)

digunakan statistik. Langkah- langkah yang ditempuh dalam penggunaan statistik untuk pengolahan data tersebut adalah:

3.4.3.1Analisis Tahap awal

Analisis tahap awal meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Hal ini bertujuan untuk mengetahui bahwa populasi berawal dari kondisi yang sama sehingga teknik pengambilan sampel dapat dilakukan sengan teknik Cluster Random Sampling.

3.4.3.1.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui kenormalan data yang akan dianalisis. Data yang digunakan untuk analisis tahap awal ini adalah nilai ujian akhir semester gasal kelas XI IPA. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi-kuadrat dengan rumus:

(Sudjana, 1996:273)

Keterangan :

χ2 = chi kuadrat Oi = frekuensi pengamatan

Ei = frekuensi yang diharapkan k = banyaknya kelas interval

i = 1,2,3,...,k

Kriteria pengujian adalah jika χ2 hitung< χ2(1-α)(k-3) (taraf signifikan 5%) maka

distribusi data tidak berbeda dengan distribusi normal atau data berdistribusi normal. Jika χ2 hitung > χ2(1-α)(k-3) (taraf signifikan 5%) maka

distribusi data berbeda dengan distribusi normal atau data tidak berdistribusi normal.

3.4.3.1.2 Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui bahwa populasi benar-benar homogen. Uji ini menggunakan Uji Bartlett dengan rumus:

(56)

Keterangan:

2 = berasnya homogenitas B = koefisien Bartlett

Si2 = varian masing-masing kelas

S2 = varian gabungan

ni = jumlah siswa dalam kelas

3.4.3.2Uji Tahap Akhir

3.4.3.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui kenormalan data yang akan dianalisis. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi-kuadrat dengan rumus:

(Sudjana, 1996:273)

Keterangan :

χ2 = chi kuadrat Oi = frekuensi pengamatan

Ei = frekuensi yang diharapkan k = banyaknya kelas interval

i = 1,2,3,...,k

Kriteria pengujian adalah jika χ2 hitung< χ2(1-α)(k-3) (taraf signifikan 5%) maka

distribusi data tidak berbeda dengan distribusi normal atau data berdistribusi normal. Jika χ2 hitung > χ2(1-α)(k-3) (taraf signifikan 5%) maka

distribusi data berbeda dengan distribusi normal atau data tidak berdistribusi normal. Jika data tidak berdistribusi normal analisis data menggunakan statistik nonparametrik.

3.4.3.2.2 Peningkatan Hasil Belajar Kognitif dan Metakognisi

(57)

pembelajaran. Uji peningkatan ini dianalisis dengan uji normalized gain untuk mengetahui besar peningkatan nilai pretest dan posttest. Rumus untuk menghitung N-gain rata-rata yaitu:

N-gain = (Wiyanto dalam Suyanto, 2012:17)

Kriteria tingkat pencapaian n-gain: 0,00-0,29 kategori rendah; 0,30-0,69 kategori sedang; 0,70-1,00 kategori tinggi.

Uji Selanjutnya dilakukan dengan menggunakan uji-t. Untuk menentukan rumus uji-t terlebih dahulu dilakukan uji kesamaan dua varian.

1) Jika dua kelas mempunyai varians tidak berbeda (s12 = s22) digunakan

rumus t thitung =

        2 1 2 1 1 1 n n s X

X dengan s =

2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1      n n s n s n Keterangan :

X 1 = Rata-rata nilai Postes X 2 = Rata-rata nilai Pretes

1

n

= Jumlah siswa

2

n

= Jumlah siswa 2

1

s = Varians nilai Postes

2 1

s = Varians niali Pretes

s = Simpangan baku gabungan

2) Jikadua kelas mempunyai varians yang berbeda (s12 s22) digunakan

rumus t’ t’hitung =

12 1

 

22 2

2 1

/

/n s n

s X X   Keterangan:

(58)

1

n

= Jumlah siswa

2

n

= Jumlah siswa 2

1

s = Varians nilai Postes

2 1

s = Varians niali Pretes

3.4.3.2.3 Uji Kesamaan Dua Varian

Uji kesamaan dua varian bertujuan untuk menentukan rumus t-tes yang digunakan dalam uji hipotesis akhir (Sudjana, 1996:250). Uji kesamaan dua varian dapat dihitung dengan rumus menggunakan rumus:

(1) Jika harga Fhitung < Fα(nb-1)(nk-1) dengan (σ12 = σ22) berarti kedua kelas

mempunyai varians sama sehingga diuji dengan rumus t.

(2) Jika harga Fhitung < Fα(nb-1)(nk-1) dengan (σ12 ≠ σ22) berarti kedua kelas

mempunyai varians berbeda sehingga diuji dengan rumus t’.

Peluang yang digunakan adalah ½ α (α = 5 %), dk untuk pembilang= n1–1 dan

dk untuk penyebut = n2–1.

3.4.3.2.4 Uji Kesamaan Dua Rata-rata Satu Pihak Kanan

Uji hipotesis dilakukan dengan statistik satu pihak, yaitu pihak kanan dengan rumus uji t. Sudjana (1996:243) menyatakan uji ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Berdasarkan uji kesamaan dua varians:

1) Jika dua kelas mempunyai varians tidak berbeda (s12 = s22) digunakan

rumus t thitung =

       2 1 2 1 1 1 n n s X

X dengan s =

(59)

Keterangan :

X 1 = Rata-rata nilai kelas Eksperimen X 2 = Rata-rata nilai kelas kontrol

1

n

= Jumlah siswa

2

n

= Jumlah siswa 2

1

s = Varians nilai kelas eksperimen

2 1

s = Varians niali kelas kontrol s = Simpangan baku gabungan

2) Jika dua kelas mempunyai varians yang berbeda (s12 s22) digunakan

rumus t’

t’hitung =

12 1

 

22 2

2 1

/

/n s n

s X X   Keterangan:

X 1 = Rata-rata nilai kelas Eksperimen X 2 = Rata-rata nilai kelas kontrol

1

n

= Jumlah siswa

2

n

= Jumlah siswa 2

1

s = Varians nilai kelas eksperimen

2 1

s = Varians niali kelas kontrol

3.4.3.2.5 Analisis Hasil Belajar Afektif

[image:59.612.155.477.590.670.2]

Analisis data hasil belajar afektif menggunakan analisis deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui nilai afektif baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Setelah skor dijumlahkan kemudian diinterpretasikan dengan kriteria pada Tabel 3.11 dan Tabel 3.12.

Tabel 3.11. Kriteria Hasil Belajar Afektif Rata- rata skor

responden Kriteria Skor akhir

24 – 28 Sangat Baik/Sangat layak A

19 – 23 Baik/Layak B

14 – 18 Cukup C

(60)
[image:60.612.152.480.335.414.2]

Tabel 3.12. Kriteria Hasil Belajar Afektif Tiap Aspek

Eksperimen Kontrol

Jumlah skor tiap

aspek Kriteria Jumlah Sakor tiap Aspek Kriteria

124 – 152 Sangat Baik 131-160 Sangat Baik

95 – 123 Baik 101-130 Baik

66 – 94 Cukup 71-100 Cukup

38 – 65 Kurang 40-70 Kurang

3.4.3.2.6 Analisis Hasil Belajar Psikomotorik

Analisis data hasil belajar psikomotorik menggunakan analisis deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui nilai psikomotorik baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Setelah skor dijumlahkan kemudian diinterpestasikana dengan kriteria pada Tabel 3.13 dan Tabel 3.14.

Tabel 3.13. Kriteria Hasil Belajar Psikomotorik Rata- rata skor

responden Kriteria Skor akhir

81 – 100 Sangat Baik A

62 – 80 Baik B

43 – 61 Cukup C

25 – 42 Kurang D

Tabel. 3.14 Kriteria Hasil Belajar Psikomotorik tiap aspek

Eksperimen Kontrol

Jumlah skor tiap

aspek Kriteria Jumlah Sakor tiap Aspek Kriteria 124 – 152 Sangat Baik 131-160 Sangat Baik

95 – 123 Baik 101-130 Baik

66 – 94 Cukup 71-100 Cukup

38 – 65 Kurang 40-70 Kurang

3.4.3.2.7 Analisis Kuesioner Siswa

[image:60.612.149.481.452.544.2]
(61)

Tabel 3.15. Kriteria Skor Kuesioner Siswa Rata- rata skor

responden Kriteria Skor akhir

23 – 28 Sangat Baik/Sangat layak A

18 – 22 Baik/Layak B

13 – 17 Cukup C

(62)

47

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1

Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kelas XI IPA SMA N 1 Donorojo diperoleh data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa nilai ujian akhir semester gasal dan tes hasil belajar kognitif sedangkan data kualitatif berupa data hasil observasi aspek afektif dan psikomotorik serta kuesioner siswa.

4.1.1 Hasil Analisis Tahap Awal

Analisis tahap awal dilakukan untuk menentukan sampel kelas kontrol dan kelas eksperimen. Analisis ini terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Data yang digunakan untuk analisis tahap awal adalah data nilai ujian akhir semester gasal Kelas XI IPA.

4.1.1.1Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas data populasi disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Uji Normalitas Data Populasi Kelas 2hitung 2tabel Keterangan

XI IPA 1 5,96 5,99 Berdistribusi Normal XI IPA 2 2,27 7,81 Berdistribusi Normal

Berdasarkan tabel hasil uji normalitas menunjukkan bahwa 2hitung < 2tabel. Hal

(63)

4.1.1.2Uji Homogenitas

[image:63.612.154.477.205.252.2]

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelas berawal dari kemampuan yang sama. Hasil analisis uji homogenitas populasi disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Hasil Uji Homogenitas Data Populasi

Data 2hitung 2tabel Keterangan

Nilai ujian akhir

semester gasal 1,939 3,84 Homogen

Berdasarkan hasil analisis uji homogenitas menunjukkan bahwa 2hitung < 2tabel.

Hal ini berarti kedua kelas homogen atau mempunyai kondisi awal yang sama, dengan demikian teknik pengambilan sampel dapat dilakukan dengan teknik

Cluster Random Sampling.

4.1.2 Hasil Analisis Tahap Akhir

Data yang digunakan untuk analisis tahap akhir adalah nilai pretes-postes kemampuan metakognisi yang meliputi uji normalitas, uji Normalized gain, uji Kesamaan dua varian, dan uji perbedaan dua rata-rata. Sedangkan hasil observasi aspek afektif dan psikomotorik serta kuesioner siswa dianalisis secara deskriptif.

4.1.2.1Uji Normalitas

(64)

Tabel 4.3. Hasil uji normalitas data pretes Kelas 2hitung 2tabel Keterangan Eksperimen 4,62 9,49 Distribusi Normal Kontrol 3,34 9,49 Distribusi Normal

Tabel 4.4. Hasil uji normalitas data postes Kelas 2hitung 2tabel Keterangan Eksperimen 10,18 12,99 Distribusi Normal Kontrol 7,175 7,81 Distribusi Normal

Berdasarkan tabel hasil uji normalitas pretes dan postes, maka data berdistribusi normal sehingga analisis selanjutnya menggunakan analisis parametrik.

4.1.2.2Uji Normalized Gain

[image:64.612.227.403.404.466.2]

Uji normalized gain digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar kognitif dan metakognisi yaitu dengan melihat nilai pretes dan postes. Hasil analisis peningkatan hasil belajar kognitif disajikan dalam Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Hasil Analisis Normalized-gain

Eksperimen Kontrol

Pretest 35.68 36.15

posttest 75.15 72.425

N-gain 0.61 0.56

(65)
[image:65.612.131.505.87.274.2]

Tabel 4.6 Hasil analisis peningkatan metakognisi kelas eksperimen Indikator metakognisi Skor pretes Skor postes N-gain Tingkat

pencapaian

Menyatakan tujuan 79 158 0,71 Tinggi

Mengetahui tentang

apa dan bagaimana 301 380 1 Tinggi

Mengidentifikasi

informasi 534 1041 0,83 Tinggi

Memilih

operasi/prosedur yang dipakai

74 271 0,64 Sedang

Mengurutkan operasi

yang digunakan 410 735 0,60 Sedang

Merancang apa yang

akan dipelajari 56 160 0,32 Sedang

Tabel 4.7 Hasil analisis peningkatan metakognisi kelas kontrol Indikator metakognisi Skor pretes Skor postes N-gain Tingkat

pencapaian

Menyatakan tujuan 85 154 0,6 Sedang

Mengetahui tentang

apa dan bagaimana 317 400 1 Tinggi

Mengidentifikasi

informasi 574 1062 0,78 Tinggi

Memilih

operasi/prosedur yang dipakai

79 269 0,59 Sedang

Mengurutkan operasi

yang digunakan 379 775 0,63 Sedang

Merancang apa yang

akan dipelajari 84 136 0,16 Rendah

Analisis peningkatan metakognisi siswa pada Tabel 4.6 dan 4.7 menunjukkan bahwa kelas eksperimen mempunyai peningkatan metakognisi yang lebih tinggi. Indikator yang paling terlihat adalah pada indikator menyatakan tujuan dan indikator merancang apa yang akan dipelajari.

4.1.2.3Uji Kesamaan Dua Varian

[image:65.612.129.505.297.482.2]
(66)

uji kesamaan dua varian yaitu uji kesamaan dua varian antara nilai pretes-postes kelas kontrol, uji kesamaan dua varian antara nilai pretes-postes kelas eksperimen, dan uji kesamaan dua varian antara kelas kontrol dan kelas eksperimen.

[image:66.612.143.483.361.408.2]

Uji kesamaan dua varian antara nilai pretes-postes kelas kontrol dan uji kesamaan dua varian antara nilai pretes-postes kelas eksperimen digunakan untuk menentukan rumus uji-t sebelum menguji hipotesis peningkatan hasil belajar, sedangkan uji kesamaan dua varian antara kelas kontrol dan kelas eksperimen digunakan untuk mengetahui rumus uji-t sebelum menguji hipotesis perbedaan peningkatan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen.

Tabel 4.8 Hasil analisis uji kesamaan dua varian Kelas Fhitung Ftabel Keterangan

Eksperimen 1,78 1,71 Varian berbeda

Kontrol 1,58 1,69 Varian tidak berbeda

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen Fhitung > Ftabel hal ini

berarti antara nilai pretes-postes mempunyai varian berbeda, sehingga rumus yang digunakan untuk menguji hipotesis peningkatan hasil belajar menggunakan rumus t’. Sedangkan pada kelas kontrol menunjukkan bahwa Fhitung < Ftabel hal

ini berarti antara nilai pretes-postes mempunyai varian tidak berbeda (sama), sehingga rumus yang digunakan untuk menguji hipotesis peningkatan hasil belajar menggunakan rumus t.

4.1.2.4Uji Peningkatan Hasil Belajar

(67)

Tabel 4.9 Uji peningkatan hasil belajar Kelas t’hitung t’tabel Keterangan

Eksperimen 65,80 2,02 Meningkat signifikan Kontrol 21,12 2,00 Meningkat signifikan

Berdasarkan Tabel

Gambar

Tabel 2.2. Indikator Metakognisi (diadaptasi dari Mc Gregor, Scraw, dan
Gambar 2.1. Model keterampilan berpikir metakognitif (Presseisen dalam
Gambar 2.2. Kerangka Berpikiruntuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis,
Tabel 3.1. Rancangan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan kelas XI IPA 2 SMA Negeri 1 Karanganyar

Siswa secara mandiri dapat menjelaskan menyimpulkan pengertian kelarutan dan hasil kali kelarutan, menyimpulkan kesetimbangan dalam larutan jenuh atau larutan garam

Judul Penelitian : Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif “ Be Fun Chemist ” Pada Materi Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan Untuk Meningkatkan Literasi Sains dan

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di SMA Negeri 1 Demak terhadap materi kelarutan dan hasil kali kelarutan selama empat tahun terakhir, menunjukkan bahwa ketuntasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang strategi pembelajaran remedial untuk meningkatkan ketuntasan belajar dan sikap siswa SMA pada materi kelarutan dan

Judul Skripsi : Penerapan Metode Pembelajaran Quiz Team untuk Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa pada Materi Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan di Kelas XI

Materi kelarutan dan hasil kali kelarutan siswa akan mempelajari kelarutan dan hasil kali kelarutan, pengaruh ion senama dan hubungan hasil kali kelarutan dengan

Bagi guru kimia, dapat menggunakan bahan ajar berupa LKPD berbasis berpikir kritis yang telah dibuat pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan ini sebagai