• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Antioksidan Daun Muda dan Daun Tua Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) Berdasarkan Perbedaan Tempat Tumbuh Pohon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Antioksidan Daun Muda dan Daun Tua Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) Berdasarkan Perbedaan Tempat Tumbuh Pohon"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

UJI ANTIOKSIDAN DAUN MUDA DAN DAUN TUA

GAHARU(

Aquilaria malaccensis

Lamk) BERDASARKAN

PERBEDAAN TEMPAT TUMBUH POHON

SKRIPSI

Oleh

Rizki Khadijah Harahap 111201016

Teknologi Hasil Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Uji Antioksidan Daun Muda dan Daun Tua Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) Berdasarkan Perbedaan Tempat Tumbuh Pohon

Nama : Rizki Khadijah Harahap

NIM : 111201016

Program Studi : Kehutanan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P Drs. Surjanto, M.Si., Apt.

Ketua Anggota

Mengetahui,

(3)

ABSTRAK

RIZKI KHADIJAH HARAHAP : Uji Antioksidan Daun Muda dan Daun Tua Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) Berdasarkan Perbedaan Tempat Tumbuh Pohon. Dibawah Bimbingan RIDWANTI BATUBARA dan SURJANTO.

Daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) memiliki aktivitas antioksidan yang dapat meredam radikal bebas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa kimia serta mengetahui pengaruh tempat tumbuh pohon gaharu terhadap kandungan senyawa kimia daun muda dan daun tua serta aktivitas antioksidannya. Daun gaharu diekstrak etanol dengan metode maserasi, dipekatkan dengan alat rotary evaporator dan diuapkan dengan waterbath. Pengujian aktivitas antioksidan dengan metode 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil

(DPPH) dengan parameter yang diamati adalah persen peredaman radikal bebas pada menit ke-30 dengan konsentrasi berbeda (40 ppm, 60 ppm, 80 ppm dan 100 ppm) dan nilai IC50 (Inhibitory Concentration) dianalisis menggunakan persamaan regresi. Hasil pemeriksaan EESDG menunjukkan persen peredaman daun muda dari Arboretum Universitas Sumatera Utara lebih tinggi seiring peningkatan konsentrasi sampel yaitu 92,10%; 92,91%; 73,97%; 93,80% dan persen peredaman yang terendah pada daun tua sebesar 22,26%; 25,31 %; 27,94%; 35,72%. Hasil pemeriksaan aktivitas antioksidan dengan menggunakan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 516 nm diperoleh hasil EESDG daun muda dan daun tua dari Langkat memiliki IC50 sebesar 39,70 ppm dan 40,03 ppm, sedangkan daun muda dan daun tua dari Arboretum Universitas Sumatera Utara memiliki IC50 sebesar 30,65 ppm dan 43,20 ppm. Hasil pengujian ini diketahui ekstrak etanol daun gaharu simplisia memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat.

(4)

ABSTRACT

RIZKI KHADIJAH HARAHAP : The test of Antioxidant Contained in fresh and Rotten Leaf of Gaharu ( Aquilaria malaccensis Lamk) Based on the Different Of Grown Ground. Supervised by RIDWANTI BATUBARA and SURJANTO

The leaf of aloe has an antiokxidant activity which can reduce free radicals. The research is done to know the class of chemical compounds and to know the effect of grown ground of Aloe toward chemical compund of fresh and rotten leaf, and its antioxidant activities. Ethanol extractr the leaf of Aloe by using maceration method, concentrated by rotary evaporator and evaporated by waterbath. The test of antioxidant activity use DPPH method 1,1 diphenil-2-picrylhydrazil (DPPH), and an observed pa rameter is the percentage of free- radical- reduction in 30th minute with different concentrations (40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm ) and value of IC50 (Inhubitory concentrasions) is analyzed by using regression equation. The of EESDG show the percentage of muffled fresh-research leaf from arboretum of usu ( univercity of north sumatera ) is higher as the entianceluent of concentrated sample ; 92,10% ; 92,10%; 73,97%; 93,80% and the lowest percentage down to 22,26% ; 25,31%; 27,94%; 35,72%. and result of antioxidant activity by usig light of spectrophotometer is catched on the wave of 516 nm, and get the result that ( EESDG) fresh and rotten leaf from langkat has IC50 of 39,70 ppm and 40,03 ppm.while fresh and rotten leaf from arboretum of usu has IC50 of 30,65 and 43,20 ppm. The research result that the estracts of ethanol and simplisia aloe have a very strong antioxidant activity.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sibuhuan, Kabupaten Padang Lawas pada tanggal 04

September 1992 dari ayah M. Soleh Harahap dan ibu Nur Hanum Siregar S.Pd.

Penulis merupakan putri ke-satu dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar dari SDN 100850

Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas pada tahun 2005, pendidikan tingkat

Sekolah Menengah Pertama dari Madrasah Tsanawiyah Negeri Sibuhuan pada

tahun 2008, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas dari SMA N 1 Barumun

Pada Tahun 2011 dan pada tahun 2011 penulis lulus seleksi masuk perguruan

tinggi melalui jalur Undangan. Penulis memilih Program Studi Kehutanan,

Fakultas Pertanian dan pada semester VII memilih minat studi Teknologi Hasil

Hutan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Himpunan

Mahasiswa Sylva (HIMAS) USU sebagai anggota 2011-2014. Penulis mengikuti

Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Gunung Barus dan Hutan Pendidikan USU Kabupaten Karo selama 10

hari. Penulis pernah menjadi asisten Sifat Kimia Kayu pada tahun 2014 dan 2015.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Perum Perhutani Divisi

Regional Jawa Barat dan Banten Kesatuan Pemangkuan Hutan Ciamis dari

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat serta

karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul

“Uji antioksidan terhadap daun muda dan daun tua gaharu (Aquilaria malaccensis

Lamk.) berdasarkan perbedaan tempat tumbuh pohon”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang

terkandung dalam daun tua dan muda gaharu ( Aquilaria malaccensis Lamk.)

yang berfungsi sebagai antioksidan dan mengetahui pengaruh tempat tumbuh

pohon gaharu (A. malaccensis Lamk.) terhadap kandungan senyawa kimia daun gaharu (daun muda dan daun tua ) serta aktivitas antioksidannya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Orang tua

tercinta (M. Soleh Harahap dan Nur Hanum Siregar S.Pd) yang telah

membesarkan dan mendidik penulis selama ini serta selalu memberi dukungan,

doa, dana dan motivasi untuk tetap semangat dalam penyelesaian skripsi ini. Ibu

Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P dan Bapak Drs. Surjanto, M.Si., Apt. selaku ketua

dan anggota komisi pembimbing yang telah memberi masukan dan saran berharga

dalam penyelesaian skripsi ini. adik terkasih M. Ikbal Harahap dan Evi Marlina

Harahap atas cinta kasih dan doanya kepada penulis. Asisten laboratorium dan

teman-teman penelitian di Laboratorium Farmakognosi, Fakultas Farmasi,

Universitas Sumatera Utara yang bersedia membantu dan memberi masukan

selama melakukan penelitian. Teman-teman Kehutanan angkatan 2011, THH

2011, rekan tim penelitian dan teman terdekat (Putri Andaria Nst, Jhonny

Simatupang, Roy Brema Ginting, Sumarwan Syahputra, Sugiatno, Dea Kartika

(7)

semangat, dukungan dan motivasi. Semua staf pengajar dan pegawai di Program

Studi Kehutanan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh

karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna sebagai

sumber informasi bagi segala pihak yang membutuhkan.

Medan, Oktober 2015

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

(9)

Pengujian Kemampuan Antioksidan dengan

Spektrofotometer UV-Visibel... 31

Penentuan Persen Perendaman ... 32

Penentuan Nilai IC50 ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Bahan Baku... 34

Penetapan Kadar Air Simplisia ... 34

Ekstraksi Daun Gaharu ... 35

Hasil Skrining Fitokimia ... 39

Hasil Penentuan Panjang Gelombang ... 48

Hasil Analisis Uji Aktivitas Antioksidan ... 49

Hasil Redaman Radikal Bebas DPPH Oleh Sampel Uji ... 51

Nilai IC50 (Inhibitory Concentration ) Sampel Uji ... 53

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 58

Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Hasil Skrining Simplisia dan Ekstrak Metanol Daun Gaharu ... 18

2. Hasil Pengukuran Rata- rata Kadar Air Simplisia Daun Gaharu (A. malaccensis Lamk) ... 35

3. Hasil Ekstrak Metanol Simplisia Daun Gaharu ... 37

4. Hasil Skrining Simplisia dan Ekstrak Metanol Gaharu ... 40

5. Hasil Rata-rata Pengukuran Kadar Tanin Daun Gaharu ... 48

6. Hasil Analisis Peredaman Radikal Bebas Ekstrak Etanol Daun Gaharu ... 52

7. Kategori Kekuatan Aktivitas Antioksidan ... 54

8. Hasil Persamaan Regresi Linier Ekstrak Etanol Daun Gaharu dan IC50 Berdasarkan Perbedaan Tempat Tumbuh Pohon ... 54

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Ekstrak Kering Metanol Daun Gaharu ... 37

2. Pemeriksaan Alkaloid ... 41

3. Pemeriksaan Glikosida ... 42

4. Pemeriksaan Steroid / Triterpenoid ... 43

5. Pemeriksaan Flavonoid ... 43

6. Pemeriksaan Tanin ... 46

7. Pemeriksaan Saponin Setelah Penambahan HCL 2N ... 46

8. Pengukuran Kadar Tanin Daun Gaharu ... 47

9. Kurva Serapan Maksimum ... 49

10.Hasil Analisis Aktivitas Antioksidan Berdasarkan Perbedaan Tempat Tumbuh Pohon ... 50

11.Kurva Hubungan Peredaman dan Konsentrasi pada Daun Tua dari Langkat ... 55

12.Kurva Hubungan Peredaman dan Konsentrasi pada Daun Muda dari Langkat ... 56

13.Kurva Hubungan Peredaman dan Konsentrasi pada Daun Tua dari Arboretum USU ... 56

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Tumbuhan Gaharu (A. malaccensis Lamk.) ... 62 2. Daun Gaharu (A. malaccensis Lamk.) ... 63 3. Proses Pembuatan Simplisia Daun Gaharu

(A. malaccensis Lamk.) ... 64 4. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Gaharu

(A. malaccensis Lamk.) ... 66 5. Penetapan Kadar Air Simplisia Daun Gaharu

(A. malaccensis Lamk.) ... 67 6. Hasil Rendemen Ekstrak Etanol Daun Gaharu

(A. malaccensis Lamk.) ... 68 7. Pengujian Aktivitas Antioksidan Simplisia Daun Gaharu

(13)

ABSTRAK

RIZKI KHADIJAH HARAHAP : Uji Antioksidan Daun Muda dan Daun Tua Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) Berdasarkan Perbedaan Tempat Tumbuh Pohon. Dibawah Bimbingan RIDWANTI BATUBARA dan SURJANTO.

Daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) memiliki aktivitas antioksidan yang dapat meredam radikal bebas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa kimia serta mengetahui pengaruh tempat tumbuh pohon gaharu terhadap kandungan senyawa kimia daun muda dan daun tua serta aktivitas antioksidannya. Daun gaharu diekstrak etanol dengan metode maserasi, dipekatkan dengan alat rotary evaporator dan diuapkan dengan waterbath. Pengujian aktivitas antioksidan dengan metode 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil

(DPPH) dengan parameter yang diamati adalah persen peredaman radikal bebas pada menit ke-30 dengan konsentrasi berbeda (40 ppm, 60 ppm, 80 ppm dan 100 ppm) dan nilai IC50 (Inhibitory Concentration) dianalisis menggunakan persamaan regresi. Hasil pemeriksaan EESDG menunjukkan persen peredaman daun muda dari Arboretum Universitas Sumatera Utara lebih tinggi seiring peningkatan konsentrasi sampel yaitu 92,10%; 92,91%; 73,97%; 93,80% dan persen peredaman yang terendah pada daun tua sebesar 22,26%; 25,31 %; 27,94%; 35,72%. Hasil pemeriksaan aktivitas antioksidan dengan menggunakan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 516 nm diperoleh hasil EESDG daun muda dan daun tua dari Langkat memiliki IC50 sebesar 39,70 ppm dan 40,03 ppm, sedangkan daun muda dan daun tua dari Arboretum Universitas Sumatera Utara memiliki IC50 sebesar 30,65 ppm dan 43,20 ppm. Hasil pengujian ini diketahui ekstrak etanol daun gaharu simplisia memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat.

(14)

ABSTRACT

RIZKI KHADIJAH HARAHAP : The test of Antioxidant Contained in fresh and Rotten Leaf of Gaharu ( Aquilaria malaccensis Lamk) Based on the Different Of Grown Ground. Supervised by RIDWANTI BATUBARA and SURJANTO

The leaf of aloe has an antiokxidant activity which can reduce free radicals. The research is done to know the class of chemical compounds and to know the effect of grown ground of Aloe toward chemical compund of fresh and rotten leaf, and its antioxidant activities. Ethanol extractr the leaf of Aloe by using maceration method, concentrated by rotary evaporator and evaporated by waterbath. The test of antioxidant activity use DPPH method 1,1 diphenil-2-picrylhydrazil (DPPH), and an observed pa rameter is the percentage of free- radical- reduction in 30th minute with different concentrations (40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm ) and value of IC50 (Inhubitory concentrasions) is analyzed by using regression equation. The of EESDG show the percentage of muffled fresh-research leaf from arboretum of usu ( univercity of north sumatera ) is higher as the entianceluent of concentrated sample ; 92,10% ; 92,10%; 73,97%; 93,80% and the lowest percentage down to 22,26% ; 25,31%; 27,94%; 35,72%. and result of antioxidant activity by usig light of spectrophotometer is catched on the wave of 516 nm, and get the result that ( EESDG) fresh and rotten leaf from langkat has IC50 of 39,70 ppm and 40,03 ppm.while fresh and rotten leaf from arboretum of usu has IC50 of 30,65 and 43,20 ppm. The research result that the estracts of ethanol and simplisia aloe have a very strong antioxidant activity.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gaharu termasuk hasil hutan non kayu yang merupakan potensi alami

hutan Indonesia. Penyebaran pohon yang dapat menghasilkan gaharu di Indonesia

adalah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa

Tenggara. Gaharu merupakan resin yang diperoleh dari hasil infeksi mikroba

pada pohon dari famili Thymeleacea, Leguminoceae dan Euforbiaceae. Diantara

beberapa jenis gaharu terdapat 3 (tiga) jenis yang berkualitas baik yaitu Aquilaria malaccensis, Aquilaria filarial dan Aetoxylon sympethallum (Sumarna, 2002).

Berubahnya pola hidup masyarakat serta pola makan yang tidak benar dan

pertambahan usia mengakibatkan pembentukan radikal bebas dalam tubuh.

Padatnya aktivitas kerja cenderung menyebabkan masyarakat mengkonsumsi

makanan yang serba instan dan menerapkan pola makan yang tidak sehat.

Makanan yang tidak sehat akan menyebabkan akumulasi jangka panjang terhadap

radikal bebas di dalam tubuh. Lingkungan tercemar, kesalahan pola makan dan

gaya hidup, mampu merangsang tumbuhnya radikal bebas (free radical) yang dapat merusak tubuh (Mega dan Swastini, 2010).

Upaya untuk mencegah atau mengurangi resiko yang ditimbulkan oleh

aktivitas radikal bebas adalah dengan mengkonsumsi makanan atau suplemen

yang mengandung antioksidan. Antioksidan dapat menetralkan radikal bebas

dengan cara mendonorkan satu atom protonnya sehingga membuat radikal bebas

(16)

Penelitian Mega dan Swastini (2010) menjelaskan bahwa senyawa metabolit

sekunder flavonoid, terpenoid dan senyawa fenol diperkirakan mempunyai aktivitas

sebagai antiradikal bebas (antioksidan). Antioksidan alami tersebar di beberapa

bagian tanaman, seperti pada kayu, kulit kayu, akar, buah, bunga, biji, dan daun

(Trilaksani, 2003).

Pemanfaatan daun gaharu (A. malaccensis Lamk.) diduga memiliki

kandungan senyawa kimia dari golongan flavonoida yaitu flavon, flavonol dan

isoflavon sehingga dimanfaatkan daunnya sebagai minuman seduh yang berperan

sebagai antioksidan. A. malaccensis Lamk sesuai ditanam di antara kawasan dataran rendah hingga ke pegunungan pada ketinggian 0 – 750 meter di atas permukaan laut

dengan curah hujan kurang dari 2000 mm/tahun. Suhu yang sesuai adalah antara

27°C hingga 32°C dengan kadar cahaya matahari sebanyak 70%. Kesesuaian tanah

adalah jenis lembut dan liat berpasir dengan pH tanah antara 4.0 hingga 6.0.

(Sumarna, 2009). Dalam pertumbuhan pohon terbentuk daun muda dan daun

tua.berdasarkan pemanfaatannya,digunakan daun muda dan daun tua untuk

mengetahui kandungan golongan senyawa kimia dan menguji aktivitas antioksidan

(17)

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung dalam daun tua dan muda

gaharu (A. malaccensis Lamk.) yang berfungsi sebagai antioksidan.

2. Mengetahui pengaruh tempat tumbuh pohon gaharu (A. malaccensis Lamk.) terhadap kandungan senyawa kimia daun gaharu (daun muda dan daun tua) serta

aktivitas antioksidannya.

Manfaat Penelitian

1. Mendapatkan informasi mengenai golongan senyawa-senyawa kimia yang

terkandung dalam daun muda dan daun tua gaharu (A. malaccensis Lamk.)

2. Dapat digunakan sebagai acuan mengenai aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol

daun gaharu (A. malaccensis Lamk.) dari daun muda dan daun tua dalam rangka

memanfaatkan antioksidan alami yang berasal dari tumbuhan.

Hipotesis

1. Kandungan senyawa kimia daun muda dan daun tua gaharu (A.malaccensis Lamk) adalah sama tidak berpengaruh oleh tempat tumbuh.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.)

Pohon gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) merupakan salah satu jenis tanaman kehutanan yang telah dikembangkan dengan teknik kultur jaringan. Jenis

A. malaccensis Lamk merupakan jenis pohon gaharu yang paling banyak ditemukan di Sumatera Utara (Yusnita, 2003).

Taksonomi tumbuhan gaharu (A. malaccensis Lamk) menurut Tarigan (2004) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Sub Kelas : Dialypetalae

Ordo : Myrtales

Famili : Thymeleaceae

Genus : Aquilaria

Species : A. malaccensis Lamk.

Gaharu (A. malaccensis Lamk) memiliki morfologi atau ciri-ciri morfologi,

tinggi pohon ini dapat mencapai 40 meter dengan diameter batang mencapai 60 cm.

Pohon ini memiliki permukaan batang licin, warna keputih-putihan, kadang beralur

dan kayunya agak keras. Bentuk daun lonjong agak memanjang, panjang 6-8 cm,

(19)

kehijauan, agak bergelombang, melengkung, permukaan daun atas-bawah licin dan

mengkilap 12-16 pasang, Bunga terdapat di ujung ranting, ketiak daun,

kadang-kadang di bawah ketiak daun. Berbentuk lancip, panjang sampai 5 mm. Buahnya

berbentuk bulat telur, tertutup rapat oleh rambut-rambut yang berwarna merah.

Biasanya memiliki panjang hingga 4 cm lebar 2,5 cm. Buah gaharu (A. malaccensis

Lamk.) berbentuk kapsul, dengan panjang 3,5 cm hingga 5 cm, ovoid dan berwarna

coklat. Kulitnya agak keras dan berbaldu. Mengandung 3 hingga 4 biji benih bagi

setiap buah (Tarigan, 2004 )

Syarat Tumbuh dan Penyebaran Gaharu di Indonesia

Syarat untuk tumbuh dengan baik, gaharu tidak memilih lokasi khusus.

Umumnya gaharu masih dapat tumbuh dengan baik pada kondisi tanah dengan

struktur dan tekstur yang subur, sedang, maupun ekstrim. Gaharu pun dapat dijumpai

pada kawasan hutan rawa, hutan gambut, hutan dataran rendah, ataupun hutan

pegunungan dengan tekstur tanah berpasir. Gaharu (A. malaccensis Lamk.) sesuai ditanam di antara kawasan dataran rendah hingga ke pegunungan pada ketinggian 0 –

750 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan kurang dari 2000 mm/tahun.

Suhu yang sesuai adalah antara 27°C hingga 32°C dengan kadar cahaya matahari

sebanyak 70%. Kesesuaian tanah adalah jenis lembut dan liat berpasir dengan pH

tanah antara 4.0 hingga 6.0 (Sumarna, 2009).

Beberapa hasil uji coba serta informasi dan pengalaman di lapangan

menunjukkan bahwa gaharu tidak memerlukan persyaratan khusus untuk membatasi

(20)

dapat dilakukan pada berbagai lahan dengan variasi kondisi lingkungan dan iklim.

Namun, pertumbuhan optimal akan diperoleh pada kondisi lahan yang struktur

tanahnya lempung, dan liat berpasir, serta solum yang dalam (Sumarna, 2007).

Marga Aquilaria terdiri dari 15 spesies, tersebar di daerah tropis Asia mulai dari India, Pakistan, Myanmar, Laos, Thailand, Kamboja, China Selatan, Malaysia,

Philipina dan Indonesia. Enam diantaranya ditemukan di Indonesia (A. malaccensis,

A. microcarpa, A. hirta, A. beccariana, A. cumingiana dan A. filarial). Keenam jenis tersebut terdapat hampir di seluruh kepulauan Indonesia, kecuali Jawa, Bali dan Nusa

Tenggara. Pohon gaharu di Indonesia dikenal dengan nama yang berbeda-beda seperti

calabac, karas, kekaras, mengkaras (Dayak), galoop (Melayu), kareh (Minang), age

(Sorong), bokuin (Morotai), lason (Seram), ketimunan (Lombok), ruhuwama

(Sumba), seke (Flores), halim (Lampung) dan alim (Batak) (Sumarna, 2002).

Semakin tingginya tingkat permintaan akan gaharu menyebabkan terjadinya

eksploitasi A. malaccensis Lamk secara besar-besaran di hutan alam. Saat ini tanaman gaharu berada diambang kepunahan, hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari

CITES (Convention On International Trade Endangered Species Of Wild Flora And Fauna) yang memasukkan tanaman A. malaccensis ke dalam jenis tanaman terancam punah (Apendix II) (Sumarna, 2009). Pohon gaharu dapat dimanfaatkan bukan hanya

gubalnya saja akan tetapi bagian batang, kulit batang, akar dan daun juga sudah

dimanfaatkan sebagai bahan untuk merawat wajah dan menghaluskan kulit (Tarigan,

2004).

Pemanfaatan daun gaharu akan menjadi sangat penting mengingat masa panen

(21)

yang terbilang cukup lama, daun gaharu dapat dimanfaatkan sebagai obat. Kurangnya

pengetahuan masyarakat akan manfaat daun gaharu menyebabkan pemanfaatan

bagian-bagian gaharu seperti daun belum populer di kalangan masyarakat khususnya

petani gaharu itu sendiri.

Kondisi Iklim di Arboretum Universitas Sumatera Utara Kuala Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang

Arboretum USU merupakan bagian dan terletak di areal kampus Universitas

Sumatera Utara (USU) Kuala Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli

Serdang. Arboretum ini dapat dicapai melalui dua jalur yaitu Medan-Pancur

batu-Kampus USU Kuala Bekala dengan waktu tempuh sekitar 30 menit, dan

Medan-Simalingkar-Kampus USU Kuala Bekala dengan areal Kebun Binatang Medan. Luas

arboretum USU yang diperoleh dari BPDAS Wampu sei Ular yaitu seluas 64,813 Ha.

Secara geografis, arboretum USU berada pada wilayah yang dibatasi

kordinat-kordinat (UTM) sebagai berikut 0518598 (X) dan 0369433 (Y) (titik ujung Utara-

Timur ); 0494330 (X) dan 0390761 (Y) (titik ujung Utara- Barat); 0463655 (X) dan

0394483 (Y) ( titik ujung Selatan – Barat ); dan 0461526 (X) dan 0393193 (Y) (titik

ujung Selatan- Timur ) atau 3028’4λ.5λ” Lintang Utara dan λ8038’03.17” Bujur

Timur. Arboretum USU berbatasan dengan sungai Bekala di sebelah Selatan dan

Timur serta area penggunaan lain untuk sarana kampus di sebelah Barat dan Utara.

Keadaan topografi arboretum USU cenderung datar hingga agak curam dengan

kemiringan 0-60% dan berada pada ketinggian 73 meter di atas permukaan laut. Jenis

(22)

dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm per tahun. Sedangkan untuk penggunaan

lahan di arboretum USU untuk kehutanan adalah sebesar 42,21 Ha (Siregar, 2013).

Arboretum USU yang dibangun di atas tanah seluas 65 hektar di lahan

Kampus USU Kuala Bekala, saat ini telah mengkoleksi sebanyak 57 jenis pohon

yang terdiri dari 32 jenis pohon hutan, 9 jenis pohon/tanaman perkebunan dan

industri, 12 jenis pohon/tanaman buah-buahan,dan 4 jenis pohon sayuran.dari 57 jenis

pohon tersebut,11 jenis diantaranya merupakan tanaman/pohon eksisting ( yang telah

ada sebelum arboretum dibangun ), dan sisanya 46 jenis merupakan tanaman/pohon

yang diintroduksikan setelah pembangunan Arboretum USU tersebut dicanangkan (

Rauf, 2009 ).

Keadaan Iklim di Langkat, Provinsi Sumatera Utara

Nilai curah hujan bulanan terendah terjadi pada bulan Januari 68 mm/bulan

dan nilai curah hujan terbesar terjadi pada bulan Oktober sebesar 300 mm/bulan.

Menurut klasifikasi Iklim Oldeman yang penggolongannya menitik beratkan pada

bulan basah, lokasi penelitian yang mewakili Langkat termasuk dalam Zona

Agroklimat E2 yang berdasarkan kesesuaian untuk pertanian menunjukkan daerah ini

umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija, itupun tergantung

adanya hujan (Handoko,1995).

A. Topografi

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa keadaan topografi untuk

semua daerah penelitian adalah berbeda-beda (bervariasi). Ini dapat dilihat pada

(23)

40% (berbukit, curam), sedangkan untuk daerah Sei Bingei 8 -15% (agak miring atau

bergelombang), Kuala 2 – 8% (landai atau berombak) dan selesai 0 – 2% (datar)

(Handoko,1995).

B. Tanah (Sifat Fisik Tanah)

Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa tekstur tanah di Langkat

adalah lempung berliat, lempung liat berpasir dan liat. Kedalaman efektif tanah di

Langkat didominasi oleh kedalaman > 90 cm (dalam) sedangkan pada lokasi Bahorok

didominasi oleh kedalaman efektif 60-90 cm (sedang) dan pada lokasi Selesai, Kuala

dan Sei Bingei didominasi oleh kedalaman 30 – 60 cm (dangkal). Nilai permeabilitas

tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Tanah di daerah tersebut

memiliki permeabilitas cepat, sedang sampai cepat dan sedang (Handoko,1995).

Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga

terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair.

Diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan

pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai

simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan

lain-lain (Ditjen POM, 2000).

Beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian

menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Ditjen POM, 2000) antara lain

(24)

A. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada suhu

kamar. Maserasi kinetik dilakukan dengan pengadukan yang kontinu. Remaserasi

dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyarian

maserat pertama dan seterusnya. Prinsip metode ini adalah pencapaian konsentrasi

pada keseimbangan, cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam

rongga sel yang mengandung zat aktif.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru

sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada suhu kamar.

Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara,

tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan perkolat) yang terus-menerus

sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan. Hasil akhir

perkolasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan zat aktif secara kualitatif pada

perkolat terakhir.

B. Cara panas

1. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut

yang selalu baru, yang umumnya dilakukan dengan alat khusus (menggunakan alat

Sokhlet) sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan

(25)

2. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut pada

temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3. Digesti

Digesti adalah proses penyarian simplisia dengan pengadukan secara

terus-menerus pada temperatur yang lebih tinggi dari suhu kamar, yaitu secara umum

dilakukan pada temperatur 40-50°C.

4. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut air

pada temperatur 90°C selama 30 menit.

5. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut air

pada temperatur 90°C selama waktu 15 menit.

Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia adalah pemeriksaan kimia secara kualitatif terhadap

senyawa-senyawa aktif biologis yang terdapat dalam simplisia tumbuhan.

Senyawa-senyawa tersebut adalah Senyawa-senyawa organik. Oleh karena itu skrining terutama

ditujukan terhadap golongan senyawa organik seperti alkaloid, glikosida, flavonoid,

terpenoid, tanin dan lain-lain. Pada penelitian tumbuhan, untuk aktivitas biologi atau

senyawa yang bermanfaat dalam pengobatan perlu diisolasi. Oleh karena itu

pemeriksaan fitokimia, teknik skrining dapat membantu langkah-langkah

(26)

membuktikan adanya senyawa kimia tertentu dalam tumbuhan tersebut dan dapat

dikaitkan dengan aktivitas biologinya (Farnsworth, 1996).

Golongan senyawa-senyawa organik yang perlu diskrining pada penelitian ini

adalah:

1. Alkaloida

Alkaloida sering diartikan dengan senyawa yang mengandung nitrogen

bersifat basa dan mempunyai aktivitas farmakologis. Alkaloida merupakan senyawa

yang mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol dan digunakan secara luas dalam

bidang pengobatan (Harbone, 1987). Pada umumnya alkaloid merupakan senyawa

padat berbentuk kristal atau amorf, tidak berwarna dan mempunyai rasa pahit. Dalam

bentuk bebas alkaloid merupakan basa lemah yang sukar larut dalam air tetapi mudah

larut dalam pelarut organik (Rusdi, 1998).

2. Glikosida

Glikosida adalah komponen yang menghasilkan satu atau lebih gula jika

dihidrolisis. Komponen gula disebut glikon dan bukan gula disebut aglikon.

Berdasarkan atom penghubung bagian gula (glikon) dan bukan gula (aglikon), maka

glikosida dapat dibedakan menjadi:

a. C-glikosida, jika atom C menghubungkan bagian glikon dan aglikon.

b. N-glikosida, jika atom N menghubungkan bagian glikon dan aglikon.

c. O-glikosida, jika atom O menghubungkan bagian glikon dan aglikon.

d. S-glikosida, jika atom S menghubungkan bagian glikon dan aglikon.

(27)

3. Flavonoid

Flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar, mengandung

15 atom karbon dalam inti dasarnya. Flavonoida mencakup banyak pigmen dan

terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus hingga angiospermae.

Flavonoida dalam tubuh bertindak menghambat enzim lipooksigenase yang berperan

dalam biosintesis prostaglandin. Hal ini disebabkan karena flavonoida merupakan

senyawa pereduksi yang baik sehingga akan menghambat reaksi oksidasi

(Robinson, 1995).

4. Steroida/triterpenoida

Inti steroida sama dengan inti triterpenoida tetrasiklik. Steroida alkohol

biasanya dinamakan dengan “sterol”, tetapi karena praktis semua steroida tumbuhan

berupa alkohol seringkali disebut “sterol”. Sterol adalah triterpen yang kerangka

dasarnya cincin siklopentana perhidrofenantrena. Dahulu sterol dianggap sebagai

senyawa hormon kelamin, tetapi pada tahun-tahun terakhir ini makin banyak senyawa

tersebut ditemukan dalam jaringan tumbuhan (Harbone, 1987; Robinson, 1995).

5. Saponin

Saponin berasal dari bahasa Latin yaitu “Sapo” yang berarti sabun dan

sifatnya menyerupai sabun. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang kuat

dan menimbulkan busa, jika dikocok dengan air. Beberapa saponin bekerja sebagai

antimikroba. Dikenal dua jenis saponin, yaitu glikosida triterpenoida dan glikosida

struktur tertentu yang mempunyai rantai samping spiroketal. Kedua jenis saponin ini

(28)

6. Tanin

Tanin merupakan senyawa yang terdapat dalam tumbuhan dan tersebar luas,

memiliki gugus fenol, memiliki rasa sepat dan mempunyai kemampuan menyamak

kulit. Tanin dikelompokkan menjadi dua secara kimia yaitu tanin kondensasi dan

tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat

dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal. Tanin terhidrolisis

mengandung ikatan ester yang dapat terhidrolisis jika di didihkan dalam asam klorida

encer (Robinson, 1995).

Pelarut Etanol

Etanol adalah cairan tak berwarna yang mudah menguap dengan aroma yang

khas. Ia terbakar tanpa asap dengan lidah api berwarna biru yang kadang-kadang

tidak dapat terlihat pada cahaya biasa. Sifat-sifat fisika etanol utamanya dipengaruhi

oleh keberadaan gugus hidroksil dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil

dapat berpartisipasi ke dalam ikatan hidrogen, sehingga membuatnya cair dan lebih

sulit menguap dari pada senyawa organik lainnya dengan massa molekul yang sama.

Etanol merupakan pelarut yang serbaguna, larut dalam air dan pelarut organik

lainnya, meliputi asam asetat, aseton, benzena, karbon tetraklorida, kloroform, dietil

eter, etilen glikol, gliserol, nitrometana, piridina, dan toluena. Ia juga larut dalam

hidrokarbon alifatik yang ringan, seperti pentana dan heksana, dan juga larut dalam

senyawa klorida alifatik seperti trikloroetana dan tetrakloroetilena. Pada ekstraksi

bahan pangan tidak boleh ada residu etanol pada bahan pangan yang diekstraksi

(29)

kepolaritasan), titik didih, sifat racun, mudah tidaknya terbakar dan pengaruh

terhadap peralatan ekstraksi (Gamse, 2002).

Secara umum pelarut yang sering digunakan adalah etanol karena etanol

mempunyai polaritas yang tinggi sehingga dapat mengekstraksi bahan lebih banyak

dibandingkan jenis pelarut organik yang lain. Pelarut yang mempunyai gugus

karboksil (alkohol) dan karbonil (keton) termasuk dalam pelarut polar. Etanol

mempunyai titik didih yang rendah dan cenderung aman. Etanol juga tidak beracun

dan berbahaya. Kelemahan penggunaan pelarut etanol adalah etanol larut dalam air,

dan juga melarutkan komponen lain seperti karbohidrat, resin dan gum. Larutnya

komponen ini mengakibatkan berkurangnya tingkat kemurniannya. Keuntungan

menggunakan pelarut etanol dibandingkan dengan aseton yaitu etanol mempunyai

kepolaran lebih tinggi sehingga mudah untuk melarutkan senyawa resin, lemak,

minyak, asam lemak, karbohidrat, dan senyawa organik lainnya. Penggolongan mutu

etanol dibagi menjadi 4 golongan yaitu: (1) etanol industri, (2) spiritus, (3) etanol

murni, dan (4) etanol absolut (Paturau, 1982).

Radikal Bebas

Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih

elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas sangat reaktif dan dengan mudah

menjurus ke reaksi yang tidak terkontrol menghasilkan ikatan silang dengan DNA,

protein, lipida, atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penting pada

biomolekul. Perubahan ini akan menyebabkan proses penuaan. Radikal bebas juga

(30)

aterosklerosis, jantung koroner, katarak dan penyakit degeneratif lainnya (Silalahi,

2006). Radikal bebas dapat terbentuk dalam tubuh atau masuk melalui pernafasan,

kondisi lingkungan yang tidak sehat dan makanan berlemak (Kumalaningsih, 2006).

Secara teoritis radikal bebas dapat terbentuk bila terjadi pemisahan ikatan

kovalen. Radikal bebas dianggap berbahaya karena menjadi sangat reaktif dalam

upaya mendapatkan pasangan elektronnya, dapat pula terbentuk radikal bebas baru

dari atom atau molekul yang elektronnya terambil untuk berpasangan dengan radikal

bebas sebelumnya. Oleh karena sifatnya yang sangat reaktif dan gerakannya yang

tidak beraturan, maka apabila terjadi di dalam tubuh makhluk hidup akan

menimbulkan kerusakan di berbagai bagian sel (Muhilal, 1991; Aruoma, 1994).

Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul akan

berlangsung sepanjang hidup. Radikal bebas yang sangat berbahaya dalam makhluk

hidup antara lain adalah golongan hidroksil (OH-), superoksida (O-2), nitrogen monooksida (NO), peroksidal (RO-2), peroksinitrit (ONOO-), asam hipoklorit (HOCl) dan hidrogen peroksida (H2O2) (Silalahi, 2006).

Antioksidan

Antioksidan adalah zat yang dalam kadar rendah mampu menghambat laju

oksidasi molekul target atau senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat

memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutuskan reaksi

berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2006). Antioksidan juga dapat

didefinisikan sebagai senyawa yang dapat mencegah terjadinya reaksi oksidasi

(31)

telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hidrogen dan atau elektron (Silalahi,

2006). Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas

dengan cara mendonorkan satu atom protonnya sehingga membuat radikal bebas

stabil dan tidak reaktif (Lusiana, 2010).

Berdasarkan sumbernya, secara umum antioksidan digolongkan dalam dua

jenis, yaitu antioksidan sintetik dan antioksidan alami. Contoh antioksidan sintetik

yang sering digunakan masyarakat antara lain butylated hydroxyanisole (BHA),

butylated hydroxytoluene (BHT), tert-butylhydroquinone (TBHQ) dan α-tocopherol

(Irianti, 2008). Keuntungan menggunakan antioksidan sintetik adalah aktivitas anti

radikalnya yang sangat kuat, namun antioksidan sintetik BHA dan BHT berpotensi

karsinogenik. Untuk itu pencarian sumber antioksidan alami sangat dibutuhkan untuk

menggantikan peran antioksidan sintetik. Antioksidan alami adalah antioksidan yang

merupakan hasil ekstraksi dari bahan alami. Sayur-sayuran dan buah-buahan kaya

akan zat gizi (vitamin, mineral, serat pangan) serta berbagai kelompok zat bioaktif

lain yang disebut zat fitokimia (Silalahi, 2006).

Irianti (2008) juga menyatakan bahwa antioksidan alami sebenarnya sudah

sejak dahulu digunakan secara turun temurun, namun belum banyak diteliti aktivitas

dan kandungan bioaktifnya. Misalnya saja daun gaharu (A. malaccensis Lamk.) yang

sudah dimanfaatkan tetapi belum begitu populer karena kurangnya informasi tentang

kandungan senyawa-senyawa kimia dan kandungan bioaktifnya.

Senyawa kimia yang bermanfaat dari tumbuhan adalah hasil dari metabolit

sekunder yang berupa alkaloid, steroida/terpenoida, flavonoid atau fenolik. Senyawa

(32)

ada di sekitar, sebagai antibiotik dan juga sebagai antioksidan (Atmoko dan Ma’ruf,

Alkaloid Glikosida Steroid/

triterpenoid

Flavonoid Tanin Saponin

4 M - + + + + -

Keterangan : 4M : daun muda dari pohon yang berumur 4 tahun 4T : daun tua dari pohon yang berumur 4 tahun 7M : daun muda dari pohon yang berumur 7 tahun 7T : daun tua dari pohon yang berumur 7 tahun + : Terdeteksi mengandung senyawa

- : Tidak terdeteksi mengandung senyawa

Sumber : Skrining Fitokimia dan Aktivitas antiradikal bebas ekstrak metanol daun gaharu (Mega dan Swastini, 2010)

Dari Tabel 1 diperoleh bahwa simplisia dan ekstrak metanol positif memiliki

senyawa glikosida, steroid/triterpenoid, flavonoid dan tanin. Perbedaan dapat dilihat

pada saponin, dimana pada simplisia saponin tidak terdeteksi sedangkan pada ekstrak

metanolnya positif mengandung saponin hal ini dikarenakan pelarut metanol bersifat

semipolar yang dapat menarik analit yang bersifat polar dan nonpolar sehingga

saponin akan cenderung tertarik oleh pelarut semi polar.

Antioksidan Alami

Antioksidan alami adalah antioksidan yang merupakan hasil ekstraksi dari

(33)

serat pangan) serta berbagai kelompok zat bioaktif lain yang disebut zat fitokimia. Zat

bioaktif ini bekerja secara sinergistik, meliputi mekanisme enzim detoksifikasi,

peningkatan sistem kekebalan, pengurangan agregasi platelet, pengaturan sintesis

kolesterol dan metabolisme hormon, penurunan tekanan darah, antioksidan,

antibakteri serta efek antivirus (Silalahi, 2006).

Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau

polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin

dan tokoferol. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi

flavon, flavonol, isoflavon, katekin, flavanon dan kalkon. Senyawa antioksidan alami

polifenolik dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkelat

logam dan peredam terbentuknya singlet oksigen (Kumalaningsih, 2006).

Antioksidan atau reduktor berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi atau

menetralkan senyawa yang telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hidrogen

dan atau elektron (Silalahi, 2006).

Tanaman yang berkhasiat sebagai antioksidan menurut Hernani dan Rahardjo

(2006), dikelompokkan atas 4 golongan yaitu:

1. Kelompok tanaman sayuran

Brokoli, kubis, lobak, wortel, tomat, bayam, cabai, buncis, pare dan mentimun.

2. Kelompok tanaman buah

Anggur, alpukat, jeruk, semangka, markisa, apel, belimbing, pepaya dan kelapa.

3. Kelompok tanaman rempah

Jahe, temulawak, kunyit, lengkuas, temu putih, kencur, kapulaga, temu ireng, lada,

(34)

4. Kelompok tanaman lain

Teh, ubi jalar, kedelai, kentang, labu kuning dan petai cina.

Dari segi kimia, komponen yang dikandung oleh sumber-sumber antibiotik

tersebut di atas adalah:

a. Sejenis polifenol

Polifenol merupakan senyawa turunan fenol yang mempunyai aktivitas

sebagai antioksidan. Antioksidan fenolik biasanya digunakan untuk mencegah

kerusakan akibat reaksi oksidasi pada makanan, kosmetik, farmasi, dan plastik.

Fungsi polifenol sebagai penangkap dan pengikat radikal bebas dari rusaknya ion-ion

logam. Senyawa polifenol banyak ditemukan pada buah, sayuran, kacang-kacangan,

teh dan anggur (Hernani dan Rahardjo, 2006).

b. Bioflavonoid (flavon, flavonol, flavanon, katekin, antosianida, isoflavon)

Kelompok ini terdiri dari kumpulan senyawa polifenol dengan aktivitas

antioksidan cukup tinggi. Senyawa flavonoid mempunyai ikatan gula yang disebut

sebagai glikosida. Senyawa induk atau senyawa utamanya disebut aglikon yang

berikatan dengan berbagai gula dan sangat mudah terhidrolisis atau mudah terlepas

dari gugus gulanya. Di samping itu senyawa ini mempunyai sifat antibakteri dan

antiviral (Hernani dan Rahardjo, 2006).

c. Vitamin C

Vitamin C mempunyai efek multifungsi, tergantung pada kondisinya. Vitamin

C ini dapat berfungsi sebagai antioksidan, proantioksidan, pengikat logam, pereduksi

dan penangkap oksigen. Vitamin C sangat efektif sebagai antioksidan pada

(35)

C dalam darah dapat menyebabkan beberapa penyakit seperti: asma, kanker, diabetes,

dan penyakit hati. Selain daripada itu vitamin C dapat memperkecil terbentuknya

penyakit katarak dan penyakit mata (Hernani dan Rahardjo, 2006).

d. Vitamin E

Vitamin E merupakan antioksidan yang cukup kuat dan memproteksi sel-sel

membran serta LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol dari kerusakan radikal

bebas. Vitamin E dapat juga membantu memperlambat proses penuaan pada arteri

dan melindungi tubuh dari kerusakan sel-sel yang akan menyebabkan penyakit

kanker, penyakit hati dan katarak. Vitamin E dapat bekerja sama dengan antioksidan

lain seperti vitamin C untuk mencegah penyakit-penyakit kronik lainnya, namun

dalam mengkonsumsi vitamin ini dianjurkan jangan terlalu berlebihan karena akan

menekan vitamin A yang masuk ke dalam tubuh (Hernani dan Rahardjo, 2006).

e. Karotenoid

Beta karotein adalah salah satu dari kelompok senyawa yang disebut

karotenoid. Dalam tubuh senyawa ini akan dikonversi menjadi vitamin A.

Kekurangan beta-karotein dapat menyebabkan tubuh terserang kanker servik. Kanker

ini banyak menyerang kaum wanita yang mempunyai kadar beta-karotein, vitamin E

dan vitamin C rendah dalam darah. Untuk kaum laki-laki vitamin E sangat efektif

mencegah penyakit kanker prostat. Golongan senyawa karotenoid antara lain:

alfa-karotein, lutin dan likopen (Hernani dan Rahardjo, 2006).

f. Katekin

Katekin termasuk dalam senyawa golongan polifenol dari gugusan flavonoid

(36)

Epigallokatekin merupakan katekin yang sangat penting dari teh hijau karena

mempunyai daya antioksidan yang cukup tinggi, serta berperan dalam pencegahan

penyakit jantung dan kanker. Dalam daun kering, teh hijau terdapat sekitar 30-50 mg

flavonoid (Hernani dan Rahardjo, 2006).

Menurut keterangan di atas maka dapat dinyatakan bahwa kelompok

antioksidan dari bioflavonoid (flavon, flavonol, flavanon, katekin, antosianida,

isoflavon) merupakan senyawa dengan aktivitas antioksidan yang cukup tinggi.

Senyawa flavonoid diduga dimiliki daun gaharu (A. malaccensis Lamk.) sehingga

dapat dimanfaatkan sebagai obat karena diduga memiliki antioksidan yang berperan

dalam menekan radikal bebas dalam tubuh manusia.

Pengujian Aktivitas Antioksidan

Aktivitas antioksidan suatu senyawa dapat diukur dari kemampuannya dalam

menangkap radikal bebas. Metode untuk menentukan aktivitas antioksidan ada

beberapa cara, akan tetapi metode pengukuran antioksidan yang sederhana, cepat dan

tidak membutuhkan uji lainnya (santin, oksidase, metode tiosianat, antioksidan total)

adalah metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil). Goldschmidt dan Renn pada tahun 1922 menemukan senyawa berwarna ungu radikal bebas stabil DPPH, yang

sekarang digunakan sebagai reagen kolorimetri untuk proses redoks. Metode DPPH

merupakan suatu metode yang cepat, sederhana, dan murah yang dapat digunakan

untuk mengukur kemampuan antioksidan yang terkandung dalam makanan. Metode

DPPH dapat digunakan untuk sampel yang padat dan juga dalam bentuk larutan dan

(37)

DPPH merupakan singkatan untuk senyawa kimia 1,1-

diphenyl-2-picrylhydrazil. DPPH berupa serbuk berwarna ungu gelap yang terdiri dari molekul radikal bebas yang stabil. DPPH mempunyai berat molekul 394,32 dengan rumus

bangun C18H12N5O6. Penyimpanannya dalam wadah tertutup baik pada suhu -20°C

(Molyneux, 2004). Prinsipnya adalah elektron ganjil pada molekul DPPH

memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang tertentu, berwarna ungu.

Warna akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila elektron ganjil tersebut

berpasangan dengan atom hidrogen yang disumbangkan senyawa antioksidan.

Perubahan warna ini berdasarkan reaksi kesetimbangan kimia (Prakash, 2001).

DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering

digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak

bahan alam. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau

radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan radikal bebas dari DPPH dan

membentuk DPPH tereduksi. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi

berpasangan, maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang.

Perubahan ini dapat diukur sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen yang

ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat reduktor (Molyneux, 2004).

Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah harga

Inhibition Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat

antioksidan yang memberikan % penghambatan sebesar 50%. Bila nilai IC50 yang

(38)

berpotensi sebagai zat antioksidan. Dikatakan mempunyai aktivitas antioksidan

(39)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret hingga Agustus

2015. Tempat pengambilan sampel dilakukan di Arboretum Universitas Sumatera

utara, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara dan di Bohorok, Kabupaten

Langkat Provinsi Sumatera Utara. Uji fitokimia ekstraksi dan pengamatan aktivitas

antioksidan dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Laboratorium Penelitian,

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun gaharu (A. malaccensis

Lamk.) yang muda dan tua. Bahan kimia yang digunakan adalah bahan-bahan kimia

lainnya yang berkualitas pro analisis adalah DPPH (Sigma), produksi E-Merck:

metanol, toluen, kloroform, isopros panol, benzen, n-heksana, asam nitrat pekat, asam klorida pekat, asam sulfat pekat, raksa (II) klorida, bismut (III) nitrat, besi (III)

klorida, timbal (II) asetat, kalium iodida, kloralhidrat, asam asetat anhidrida, natrium

hidroksida, amil alkohol, natrium sulfat anhidrat, serbuk magnesium. Bahan kimia

berkualitas teknis adalah etanol 96% dan air suling.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas

laboratorium (erlenmeyer, gelas beaker, gelas corong, gelas ukur, labu alas bulat,

labu tentukur, tabung reaksi), aluminium foil, blender (National), lemari pengering,

(40)

cawan porselin, lemari pengering, krus tang dan pisau, rotary evaporator (Heidolph

VV-300), freeze dryer (Edwards), spektofotometer UV/Vis (Shimadzu UV-1800) dan kamera digital.

Prosedur Penelitian

Pengambilan Sampel Tanaman

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif dengan tidak membandingkan

tanaman yang sama dari daerah yang lain. Sampel yang digunakan dalam penelitian

ini adalah daun gaharu (A. malaccensis Lamk.) yang diambil dari Arboretum Universitas Sumatera Utara, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang dan di

Bahorok, Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.

Persiapan Bahan Baku

Pada tahapan ini sampel daun gaharu (A. malaccensis Lamk.) yang muda

maupun tua dibersihkan dari kotoran yang menempel dengan air mengalir, kemudian

disebarkan di atas kertas perkamen hingga airnya terserap. Bahan dikeringkan di

lemari pengering hingga kering dan rapuh. Berat dari bahan yang kering ditimbang,

kemudian dihaluskan dengan cara diblender. Simplisia yang telah menjadi serbuk

dimasukkan ke dalam wadah yang terlindung dari sinar matahari sebelum dilakukan

(41)

Pembuatan Pereaksi

1. Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling

secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium kemudian ditambahkan air suling hingga

diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

2. Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml,

pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 10 ml

air suling, kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh

larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3. Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 0,8 g bismut (III) nitrat ditimbang, dilarutkan dalam 20 ml asam

nitrat pekat, pada wadah lain ditimbang sebanyak 27,2 g kalium iodida, dilarutkan

dalam 50 ml air suling, kemudian kedua larutan dicampurkan dan didiamkan sampai

memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan air suling

hingga volume larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

4. Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga

diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1979).

5. Pereaksi Asam Klorida 2 N

Sebanyak 17 ml larutan asam klorida pekat ditambahkan air suling hingga

diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1979).

(42)

Sebanyak 8 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dengan air suling sebanyak

100 ml (Ditjen POM, 1979).

7. Pereaksi Asam Sulfat 2 N

Sebanyak 5,4 ml larutan asam sulfat pekat ditambahkan air suling sampai 100

ml (Ditjen POM, 1995).

8. Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air

suling bebas karbon dioksida sebanyak 100 ml (Ditjen POM, 1995).

9. Pereaksi Besi (III) Klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air

secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

10. Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 20 bagian asam asetat anhidrida dicampur dengan 1 bagian asam

sulfat pekat. Larutan pereaksi ini harus dibuat baru (Harborne, 1987).

11. Larutan DPPH 0,5 mM

Sebanyak 20 mg DPPH ditimbang kemudian dilarutkan dalam metanol hingga

diperoleh volume larutan 100 ml (konsentrasi 200 ppm (Molyneux, 2004).

Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (Destilasi Toluen).

Alat-alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung

(43)

Cara kerja : Ke dalam labu alas bulat dimasukkan 100 ml toluen dan 1 ml air

suling, didestilasi selama 2 jam, toluen didinginkan selama 30 menit dan volume air

di dalam tabung penerima dibaca, kemudian ke dalam labu dimasukkan 2,5 g sampel

yang telah ditimbang seksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah

toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian air

terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah

semua air terdestilasi, bagian-bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen, destilasi

dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada

suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, dibaca volume air dengan

ketelitian 0,05 ml. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).

Skrining Fitokimia

Skirining fitokimia meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloida,

glikosida, steroid/triterpenoid, flavonoid, tannin dan saponin.

1. Pemeriksaan Alkaloid

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, ditambahkan 1 ml asam klorida 2

N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan

dan disaring, filtrat dipakai untuk uji alkaloida. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke

dalam masing-masing tabung reaksi dimasukkan 0,5 ml filtrat.

a. Pada tabung I, ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, akan terbentuk endapan

menggumpal berwarna putih atau kuning.

b. Pada tabung II, ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan terbentuk

(44)

c. Pada tabung III, ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat, akan terbentuk

endapan berwarna coklat sampai kehitaman.

Alkaloid disebut positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua atau tiga dari

percobaan di atas (Ditjen POM, 1995).

2. Pemeriksaan Glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia ditimbang, disari dengan 30 ml campuran dari

tujuh bagian etanol 95% dengan tiga bagian air suling (7:3) dan 10 ml asam klorida

2N. Kemudiaan direfluks selama 10 menit, didinginkan, lalu disaring. Diambil 20 ml

filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M dikocok,

didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol

dan kloroform (2:3), perlakuan ini diulangi sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan

kemudiaan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 500C, sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut, 0,1 ml larutan

percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian diuapkan di atas penangas air.

Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes larutan pereaksi Molish, lalu ditambahkan

dengan perlahan-lahan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuk

cincin ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (glikon) atau

glikosida (Ditjen POM, 1995).

3. Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid

Sebanyak 1 g sebuk simplisia ditimbang, dimaserasi dengan 20 ml n-heksan

selama 2 jam, disaring, lalu filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa

ditambahkan 20 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi

(45)

steroida, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan adanya

triterpenoid (Harborne, 1987).

4. Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditimbang, dilarutkan 100 ml air panas,

dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat

ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil

alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah

atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1996).

5. Pemeriksaaan Tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, disari dengan 10 ml air suling lalu

disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil

sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi

warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Ditjen POM, 1995).

6. Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, dimasukkan ke dalam tabung

reaksi, ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat

selama 10 detik. Saponin positif jika terbentuk busa yang stabil tidak kurang dari 10

menit setinggi 1 sampai 10 cm dan dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N

buih tidak hilang (Ditjen POM, 1995).

Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Gaharu (A. malaccensis Lamk)

Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol 96%,

(46)

1500 ml etanol 96%, ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya dan

sesekali diaduk. Setelah 5 hari campuran tersebut diserkai (saring). Ampas dicuci

dengan etanol 96% secukupnya hingga diperoleh 2000 ml, lalu dipindahkan dalam

bejana tertutup dan dibiarkan di tempat sejuk terlindung dari cahaya selama 2 hari,

kemudian dienaptuangkan lalu disaring. Maserat dipekatkan menggunakan alat rotary

evaporator pada suhu 40°C sampai diperoleh maserat pekat kemudian dikeringkan menggunakan freeze dryer sehingga diperoleh ekstrak kering (Ditjen POM, 1979).

Pengujian Kemampuan Antioksidan dengan Spektrofotometer UV-Visibel

1. Prinsip metode pemerangkapan radikal bebas DPPH

Kemampuan sampel uji dalam meredam proses oksidasi radikal bebas DPPH

dalam larutan metanol (sehingga terjadi perubahan warna DPPH dari ungu menjadi

kuning) dengan nilai IC50 (konsentrasi sampel uji yang memerangkap radikal bebas 50%) sebagai parameter menentukan aktivitas antioksidan sampel uji tersebut.

2. Pembuatan Larutan Blanko

Larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 200 ppm) dipipet sebanyak 5 ml,

kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, dicukupkan volumenya dengan

metanol sampai garis tanda (konsentrasi 40 ppm).

3. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Larutan DPPH konsentrasi 40 ppm dihomogenkan dan diukur serapannya pada

(47)

4. Pembuatan Larutan Induk

Sebanyak 25 mg ekstrak daun gaharu (A. Malaccensis Lamk.) ditimbang kemudian dilarutkan dalam labu tentukur 25 ml dengan metanol lalu volumenya

dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda (konsentrasi 1000 ppm).

5. Pembuatan Larutan Uji

Larutan induk dipipet sebanyak 1 ml; 1,5 ml; 2 ml; 2,5 ml kemudian

masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml (untuk mendapatkan konsentrasi

40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm), kemudian dalam masing-masing labu tentukur

ditambahkan 5 ml larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 40 ppm) lalu volume

dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda, didiamkan di tempat gelap, lalu

diukur serapannya dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang

516 nm, pada waktu selang 5 menit mulai dari 0 menit hingga 30 menit.

Penentuan Persen Peredaman

Penentuan persen pemerangkapan radikal bebas oleh sampel uji ekstrak etanol

daun gaharu (A. Malaccensis Lamk.), menggunakan metode pemerangkapan radikal

bebas 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH), yaitu dihitung dengan menggunakan

rumus:

% Inhibisi = x 100%

kontrol A

sampel A -kontrol A

Keterangan: Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel Asampel = Absorbansi sampel

(48)

Penentuan Nilai IC50

Nilai IC50 merupakan bilangan yang menunjukkan konsentrasi sampel uji

( g/ml) yang memberikan peredaman DPPH sebesar 50% (mampu meredam proses

oksidasi DPPH sebesar 50%). Nilai 0% berarti tidak mempunyai aktivitas

antioksidan, sedangkan nilai 100% berarti peredaman total dan pengujian perlu

dilanjutkan dengan pengenceran larutan uji untuk melihat batas konsentrasi

aktivitasnya. Hasil perhitungan dimasukkan ke dalam persamaan regresi (Y=AX+B)

dengan konsentrasi ekstrak (ppm) sebagai absis (sumbu X) dan nilai % peredaman

(antioksidan) sebagai ordinatnya (sumbu Y).

Secara spesifik, suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika

nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kuat untuk IC50 bernilai 50-100 ppm, sedang jika IC50

(49)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persiapan Bahan Baku

Pengeringan bahan baku daun dilakukan dengan cara pengeringan secara

buatan yaitu menggunakan lemari pengering dengan suhu 400C-500C. Tujuan pengeringan ini adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,

sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Pengeringan ini juga bertujuan

untuk mengurangi kadar air bahan baku dan menghentikan reaksi enzimatik yang

dapat menurunkan mutu atau merusak simplisia. Pengeringan dengan cara buatan

dapat diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih

merata dan waktu yang diperlukan untuk pengeringan akan lebih cepat, tanpa

dipengaruhi oleh cuaca (Ditjen POM, 1995). Daun yang telah kering dibuat menjadi

serbuk dengan menggunakan blender. Penyerbukan daun sangat penting karena dapat

meningkatkan kontak antara pelarut, atau pereaksi terhadap luas permukaan partikel

serbuk sehingga pelarut atau pereaksi dapat masuk ke dalam serbuk dan akan

mengeluarkan zat kimia yang akan bercampur dengan zat penyari sehingga proses

penyarian dapat berlangsung secara efektif.

Penetapan Kadar Air Simplisia

Penetapan kadar air sangat berhubungan dengan mutu simplisia. Penetapan

kadar air dilakukan untuk memberikan batasan minimal kandungan air yang masih

dapat ditolerir di dalam simplisia maupun ekstrak. Penetapan kadar air di bawah ini

(50)

peneliti Silaban, 2013 (6,32%). Penentuan kadar air berguna untuk menduga

keawetan atau ketahanan sampel dalam penyimpanan serta untuk mengoreksi

rendemen yang dihasilkan. Kadar air simplisia bahan alam biasanya harus lebih

rendah dari 10% agar bakteri atau jamur tidak tumbuh sehingga simplisia dapat

disimpan dalam waktu yang lama (Winarno, 1992). Kadar air simplisia tersebut telah

memenuhi syarat standarisasi kadar air simplisia yaitu tidak melebihi 10%

(Ditjen POM, 1995).

Tabel 2. Hasil Pengukuran Rata-rata Kadar Air Simplisia Daun Gaharu

(A. malaccensis Lamk)

Tempat Daun ( % )

Muda Tua

Arboretum USU 4,99 3,99

Langkat 6,99 5,99

Dari Tabel 2 diperoleh bahwa hasil pengukuran kadar air simplisia daun muda

gaharu memiliki kandungan air yang tinggi dibandingkan kadar air daun tua gaharu.

Kadar air simplisia daun muda gaharu lebih tinggi disebabkan daun muda gaharu

lebih mudah terserang bakteri dan jamur yang dapat menyebabkan kandungan air

tinggi. Hasil pengukuran tabel 2 telah memenuhi syarat standarisasi kadar air

simplisia yaitu tidak melebihi 10% (Ditjen POM, 1995).

Ekstraksi Daun Gaharu

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekstraksi

cara dingin yang tepatnya dengan metode maserasi. Ekstraksi merupakan suatu proses

penarikan komponen yang diinginkan dari suatu bahan. Cara ekstraksi yang paling

(51)

dalam pelarut pada perbandingan tertentu dan menggunakan alat-alat sederhana.

Daun Gaharu yang sudah halus dicampur dengan pelarut etanol, sedangkan lama

maserasi adalah tiga hari dengan perendaman ulang terhadap residu selama dua hari.

Pelarut etanol yang digunakan dalam proses maserasi sangat mempengaruhi

hasil ekstrak. Etanol merupakan pelarut semi polar yang juga dapat mengekstrak

komponen lainnya yang bersifat non polar ataupun polar. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Putri dkk. (2010) yang menyatakan bahwa pelarut etanol dapat melarutkan hampir semua senyawa organik dari sampel. Menurut Heath dan

Reineccius (1986) bahwa etanol mampu mengekstrak senyawa organik, sebagian

lemak serta tanin yang menyebabkan hasil ekstraksi metanol cukup kuat. Selain itu,

pelarut etanol memiliki nilai kostanta dielektrik tinggi jika dibandingkan dengan

pelarut yang lain sehingga pelarut etanol dapat membuka dinding sel yang

mengakibatkan hampir semua senyawa dapat tertarik keluar dari dalam sel.

Serbuk daun gaharu yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 200 gram

untuk semua perlakuan dengan pelarut etanol. Senyawa-senyawa yang terdapat dalam

ekstrak etanol merupakan senyawa-senyawa polar karena etanol merupakan pelarut

organik yang bersifat polar dan semi polar. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Dharmawan, dkk. (1999) bahwa senyawa akan mudah larut dalam pelarut yang sama

(52)

Ekstrak kering etanol daun gaharu yang muda dan yang tua dari tempat tumbuh

pohon yang berada di Arboretum usu dan di Langkat terlihat pada gambar 1.

a.Ekstrak daun Tua Arboretum USU b.Ekstrak daun muda Arboretum USU

c. Ekstrak daun tua Langkat d. Ekstrak daun muda Langkat

Gambar 1. Ekstrak Kering Etanol Daun Gaharu

Pelarut yang digunakan juga tidak mempengaruhi hasil warna dari setiap jenis

daun, cairan hasil penyarian berwarna hitam. Selanjutnya cairan di rotary untuk

menarik kembali pelarut sehingga yang tersisa hanya ekstraknya, ekstrak hasil rotary

berwarna hitam dan berbentuk cair kental untuk semua jenis daun, hal ini

menunjukkan bahwa pelarut yang digunakan menguap secara sempurna pada saat

Gambar

Tabel 1. Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Metanol Daun Gaharu        (A
Tabel 2. Hasil Pengukuran Rata-rata Kadar Air Simplisia Daun Gaharu (A. malaccensis Lamk)
Tabel 3. Hasil Ekstrak Etanol Simplisia Daun Gaharu (A. malaccensis              menggunakan 200 gram daun )
Tabel 4. Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Gaharu (A. malaccensis Lamk)
+7

Referensi

Dokumen terkait

The results showed paraquat increases in liver MDA levels significantly but decreases in liver glutathione levels significantly compared to controls, while taurine and

Berdasarkan tabel 1.1 menunjukan masih banyaknya cacat produksi atau defect yang dihasilkan dalam proses pengecatan Excavator (HEX 320D) sehingga menyebabkan

5.1.1 Proses Menuju Mobil Pemadam dan Menggunakan Alat Pelindung Diri Pekerjaan petugas pemadam yang dituntut harus cepat sampai di lokasi kebakaran untuk memadamkan api

Untuk mengetahui waktu optimum dari hasil milling HEM yang dapat. menghasilkan sifat

Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi pertumbuhan tunas pada bibit okulasi dini menggunakan mata tunas cabang primer dari tanaman entres usia muda jauh lebih

[r]

Kemudian Pasal 145 ayat (2) UU tersebut menyebutkan "Perda yang bertentangandengan kepentinganumum dan/atau peraturanperundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan

Bagian