• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Overweight dan Obesitas pada Siswa SMA Yayasan Pendidikan Harapan 1 Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Overweight dan Obesitas pada Siswa SMA Yayasan Pendidikan Harapan 1 Medan"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh: AFDHAL PUTRA

120100112

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh: AFDHAL PUTRA

120100112

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Overweight dan Obesitas pada Siswa SMA Yayasan Pendidikan Harapan 1 Medan

Nama : Afdhal Putra

NIM : 120100112

Pembimbing Penguji

dr. Putri C. Eyanoer, MS.Epi, Ph.D

NIP. 19720901 199903 2 001 dr. Milahayati Daulay, M.Biomed NIP. 19800720 200606 2 001

Dekan,

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Overweight dan obesitas pada remaja merupakan permasalahan yang penting terkait kesehatan pada dewasa nantinya. Beberapa hal yang terkait dengan overweight dan obesitas pada remaja termasuk peningkatan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular, diabetes melitus tipe 2, dan obesitas yang menetap hingga dewasa.

Studi case-control ini dilakukan untuk menentukan faktor risiko overweight dan obesitas pada remaja di SMA Harapan 1, Medan. Sampel diambil dengan cara simple random sampling. Kemudian sampel penelitian ditimbang, diukur, serta dilakukan pengisian kuisoner. Analisis data dengan menggunakan uji Chi-Square.

Hasil analisis data menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara porsi fast food dengan overweight dan obesitas (p-value: <0,05) namun tidak terdapat hubungan yang kuat sebagai faktor risiko (OR: < 1). Sementara itu, faktor resiko lain seperti frekuensi konsumsi fast food, konsumsi serat, aktivitas fisik, uang saku, dan pengaruh teman sebaya tidak terkait dengan overweight dan obesitas secara signifikan (p-value: >0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa promosi kesehatan yang diberikan pada siswa juga difokuskan pada kuantitas dari makanan yang dimakan.

(5)

ABSTRACT

Adolescent overweight and obesity is an important concern for adulthood health. Numerous health consequences of adolescent overweight and obesity exist including risk for cardiovascular disease, type 2 diabetes, and persistence of obesity into adulthood.

Case-control study was performed to determinate risk factors associated with adolescent overweight and obesity in Harapan 1 Senior High School, Medan. The Subjects were taken by using simple random sampling. The subject were weighted, measured, and asked to fill up questioner. The data was analyzed using Chi-Square Test.

The result showed significant associated between fast food serving with adolescent overweight and obesity (p-value: < 0,05 ) but the association was not as risk factor (OR: < 1). Whereas, other risk factor such as fast food frequency, fiber intake, physical activity, money pocket, and peer pressure did not associated with adolescent overweight and obesity significantly (p-value: > 0,05). Thus, it can be suggested that health promotion given to the student should concentrate on the quality of food taken among adolescent.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang memberikan kesempatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. dr. Putri Chairani Eyanoer, MS.Epi, Ph.D yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan penelitian ini serta mendidik dan memotivasi penulis untuk menjadi lebih baik.

2. dr. Milahayati Daulay, M.Biomed dan dr. Sri Amelia, M.Kes yang telah memberikan kritikan dan saran sehingga penelitian ini menjadi lebih baik. 3. Pihak SMA Yayasan Harapan 1 Kota Medan yang mendukung penulis dalam

melakukan penelitian ini.

4. Kedua orang tua dan saudara penulis yang mendukung penulis dalam melakukan penelitian ini.

5. Teman-teman yang membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Penulis selalu berharap kritikan dan saran dari semua pihak sebagai evaluasi penulis dalam melakukan penelitian ini.

Medan, Desember 2015

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 3

1.3.Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus... 4

1.4.Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Pengertian dan Pengukuran Overweight dan Obesitas ... 5

2.2. Faktor Risiko Overweight dan Obesitas ... 7

2.3. Hubungan Fast Food dengan Kejadian Overweight dan Obesitas ... 11

2.4. Hubungan Konsumsi Serat dengan Kejadian Overweight dan Obesitas 13 2.5. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Overweight dan Obesitas 14

2.6. Hubungan Uang Saku dengan Kejadian Overweight dan Obesitas ... 14

2.7. Hubungan Pengaruh Kelompok dengan Kejadian Overweight dan Obesitas ... 15

2.8. Komplikasi ... 16

2.9. Manajemen Berat Badan pada Overweight dan Obesitas ... 18

2.10. Pencegahan ... 20

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 21

(8)

3.2. Variabel ... 21

3.3. Defenisi Operasional... 22

3.4. Hipotesis ... 23

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 24

4.1. Jenis Penelitian ... 24

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 24

4.2.2. Waktu Penelitian ... 24

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 24

4.3.1. Populasi Penelitian ... 24

4.3.2. Sampel Penelitian... 24

4.3.3. Kriteria Inklusi ... 25

4.3.4. Estimasi Besar Sampel ... 25

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 27

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 27

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

5.1.Hasil Penelitian ... 28

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 28

5.1.2. Karakteristik Responden ... 28

5.1.3. Hasil Analisis Data ... 31

5.2. Pembahasan ... 34

5.2.1. Konsumsi Fast Food ... 35

5.2.2. Konsumsi Serat ... 36

5.2.3. Aktivitas Fisik ... 36

5.2.4. Uang Saku ... 37

5.2.5. Pengaruh Kelompok ... 38

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

6.1. Kesimpulan ... 39

6.2. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Overweight dan Obesitas Berdasarkan IMT Menurut

WHO ... 6

Tabel 2.2 Klasifikasi Overweight dan Obesitas Berdasarkan IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik ... 6

Tabel 2.3 Target Berat Badan Remaja Umur 12-18 Tahun ... 18

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 22

Tabel 4.1 Estimasi Besar Sampel ... 26

Tabel 5.1 Karakteristik Responden ... 29

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden ... 30

(10)

DAFTAR SINGKATAN

CDC Centers for Disease Control and Prevention

CI Confident Interval

CT Computerized Tomography

FDA Food and Drug Administration

IMT Indeks Massa Tubuh

KEMENKES Kementrian Kesehatan MC4R Melanocortin 4 Receptors

MRI Magnetic Resonance Imaging

OR Odds Ratio

OSA Obstructive Sleep Apnea

PYY Peptide-YY

RIKESDAS Riset Kesehatan Dasar SMA Sekolah Menengah Atas

TEE Total Energy Expenditure

UPC Uncoupling Protein

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Daftar Riwayat Hidup ... 49

Lampiran II Kurva CDC IMT Terhadap Status Gizi pada Laki-laki Usia 2-20 Tahun ... 50

Lampiran III Kurva CDC IMT Terhadap Status Gizi pada Perempuan Usia 2-20 Tahun ... 51

Lampiran IV Lembar Penjelasan ... 52

Lampiran V Lembar Pernyataan Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) Kesediaan Mengikuti Penelitian ... 53

Lampiran VI Kuesioner Penelitian ... 54

Lampiran VII Surat Ethical Clearence ... 57

Lampiran VIII Hasil SPSS ... 58

(12)

ABSTRAK

Overweight dan obesitas pada remaja merupakan permasalahan yang penting terkait kesehatan pada dewasa nantinya. Beberapa hal yang terkait dengan overweight dan obesitas pada remaja termasuk peningkatan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular, diabetes melitus tipe 2, dan obesitas yang menetap hingga dewasa.

Studi case-control ini dilakukan untuk menentukan faktor risiko overweight dan obesitas pada remaja di SMA Harapan 1, Medan. Sampel diambil dengan cara simple random sampling. Kemudian sampel penelitian ditimbang, diukur, serta dilakukan pengisian kuisoner. Analisis data dengan menggunakan uji Chi-Square.

Hasil analisis data menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara porsi fast food dengan overweight dan obesitas (p-value: <0,05) namun tidak terdapat hubungan yang kuat sebagai faktor risiko (OR: < 1). Sementara itu, faktor resiko lain seperti frekuensi konsumsi fast food, konsumsi serat, aktivitas fisik, uang saku, dan pengaruh teman sebaya tidak terkait dengan overweight dan obesitas secara signifikan (p-value: >0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa promosi kesehatan yang diberikan pada siswa juga difokuskan pada kuantitas dari makanan yang dimakan.

(13)

ABSTRACT

Adolescent overweight and obesity is an important concern for adulthood health. Numerous health consequences of adolescent overweight and obesity exist including risk for cardiovascular disease, type 2 diabetes, and persistence of obesity into adulthood.

Case-control study was performed to determinate risk factors associated with adolescent overweight and obesity in Harapan 1 Senior High School, Medan. The Subjects were taken by using simple random sampling. The subject were weighted, measured, and asked to fill up questioner. The data was analyzed using Chi-Square Test.

The result showed significant associated between fast food serving with adolescent overweight and obesity (p-value: < 0,05 ) but the association was not as risk factor (OR: < 1). Whereas, other risk factor such as fast food frequency, fiber intake, physical activity, money pocket, and peer pressure did not associated with adolescent overweight and obesity significantly (p-value: > 0,05). Thus, it can be suggested that health promotion given to the student should concentrate on the quality of food taken among adolescent.

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peningkatan penderita obesitas menjadi masalah kesehatan yang cukup serius. Sekitar 2-8% dari anggaran pelayanan kesehatan di Eropa digunakan untuk menangani penyakit yang berkaitan dengan overweight dan obesitas (World Obesity Federation, 2012). Berdasarkan studi epidemiologi, prevalensi obesitas di seluruh negara meningkat. Selama 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan obesitas di Amerika Serikat secara drastis. Lebih dari sepertiga orang dewasa (35,7%) dan hampir seperlima anak-anak dan remaja usia 2-19 tahun mengalami obesitas (CDC, 2012).

Di Indonesia, masalah obesitas pada kelompok umur 5-12 tahun tergolong tinggi yaitu 18,8%. Kemudian pada kelompok umur 13-15 tahun prevalensi obesitas sebesar 10,8%. Selanjutnya pada kelompok umur 16-18 tahun prevalensi obesitas sebesar 7,3%, dan pada kelompok umur diatas 18 tahun sebesar 15,4% (Rikesdas, 2013). Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Sumatera Utara tahun 2007, prevalensi berat badan lebih (overweight) dan obesitas pada umur diatas 15 tahun di Kota Medan sebesar 12,5% dan 12,1%, dengan prevalensi provinsi sebesar 10,8% dan 9,9%.

Overweight dan obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan energi dalam waktu yang lama dan dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk sosial, budaya, lingkungan, genetik, dan kebiasaan (Kimm, 2003). Berbagai penelitian menunjukan bahwa lingkungan mempengaruhi kejadian obesitas sebesar 70% dan genetik sebesar 30%. Interaksi tersebut menjadi dasar ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan energi yang keluar yang akan meningkatkan jaringan adiposa (Atkinson, 2005). Hampir tidak ada kejadian overweight dan obesitas yang hanya disebabkan oleh kelebihan makan (overeating) melainkan interaksi yang kompleks dari faktor lingkungan dan genetik.

(15)

dan obesitas. Obeservasi Valery, et al. (2012) pada anak usia 5-17 tahun di Australia Utara menemukan bahwa anak-anak obesitas cenderung menunjukan kebiasaan aktivitas fisik yang kurang yang akan menurunkan jumlah energi yang keluar (total energy expenditure / TEE). Suryaputra dan Nadhiroh (2012) menemukan hal yang sama pada remaja di Surabaya. Sebagian besar kelompok obesitas memiliki aktivitas fisik yang ringan dibanding kelompok yang tidak. Namun penelitian oleh Lestari (2013) di Medan menunjukan hasil yang berlawanan yang mana aktivitas fisik kelompok obesitas dan tidak obesitas tergolong kategori ringan.

Faktor lainnya adalah konsumsi fast food. Fast food merupakan makanan yang mudah disajikan dan cepat dikonsumsi. Fast food tidak memiliki nilai gizi seimbang serta tinggi lemak, garam, gula, dan kalori. Berdasarkan rekomendasi WHO, mengonsumsi 100 g fast food sudah mewakili 1/3 angka kecukupan gizi dari lemak total (Johnson, Sahu, dan Saxena, 2012). Tingginya kadar lemak menyebabkan otak mengirimkan impuls ke sel untuk mengabaikan sinyal dari leptin dan insulin sehingga pusat kenyang terganggu (Benoit, et al., 2009). Oleh karena itu, konsumsi fast food berlebihan dapat mencetuskan obesitas (KEMENKES, 2012; Zulfa, 2011)

Di Amerika Serikat, dari 4.746 siswa dengan rentang usia 11-18 tahun menemukan bahwa sekitar 75% dari populasi tersebut paling sedikit mengonsumsi fast food satu kali dalam seminggu. Di Riyadh, Arab Saudi, fakta membuktikan satu dari empat remaja di sana mengonsumsi fast food lebih dari 2 kali dalam seminggu (ALFariz, et al., 2015). Sedangkan di Surakarta, lebih dari setengah siswa dikategorikan sering mengonsumsi fast food (Muwakhidah dan Dian, 2008). Penelitian yang dilakukan di Medan menunjukan bahwa orang yang mengalami obesitas mempunyai kebiasaan makan fast food minimal 3 kali dalam seminggu (Lestari, 2013).

(16)

kemampuan menahan air dan memberikan rasa kenyang lebih lama sehingga mencegah konsumsi yang berlebihan.

Pengaruh tidak langsung seperti pengaruh kelompok bermain dan uang saku juga akan meningkatkan perilaku yang menyebaban obesitas. Sebagian besar uang saku yang dimiliki remaja digunakan untuk jajan membeli makanan yang diinginkan (Muwakhidah, dan Dian, 2008). Keputusan pemilihan makanan dan jajanan termasuk jajanan fast food dapat dipengaruhi oleh orang lain, dalam hal ini adalah teman bermain atau peer group (Imtihani dan Noer, 2013). Perilaku tersebut terlihat jelas terutama di daerah urban seperti kota-kota besar. Beberapa faktor tersebut terjadi pada masa anak-anak dan remaja (Procter, 2007). Obesitas pada saat remaja berkaitan dengan peningkatan risiko obesitas berat saat dewasa (Natalie, et al., 2010). Oleh karena itu diperlukan pentingnya langkah-langkah pencegahan dengan cara mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan obesitas.

Alexander, et al. (2015), mengatakan bahwa kesulitan dalam penelitian epidemiologi tekait obesitas dipengaruhi oleh ketidakseragaman pengumpulan data dari kelompok usia yang dianggap representatif. Selain itu menurut WHO (2006), menentukan dan mengukur gaya hidup dan kebiasaan anak-anak dan remaja bukanlah hal yang mudah, tetapi sangat bermanfaat untuk mengetahui bagaimana pencegahan obesitas tersebut. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui faktor risiko yang mempengaruhi kejadian overweight dan obesitas pada siswa SMA Yayasan Pendidikan Harapan 1 Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui faktor risiko yang mempengaruhi kejadian overweight dan obesitas pada siswa SMA Yayasan Pendidikan Harapan 1 Medan.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

(17)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian overweight dan obesitas pada kalangan remaja berdasarkan karakteristik.

2. Mengetahui hubungan antara konsumsi fast food dengan kejadian overweight dan obesitas pada siswa SMA Harapan 1 Medan.

3. Mengetahui hubungan antara konsumsi serat dengan kejadian overweight dan obesitas pada siswa SMA Harapan 1 Medan.

4. Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian overweight dan obesitas pada siswa SMA Harapan 1 Medan.

5. Mengetahui hubungan antara uang saku dengan kejadian overweight dan obesitas pada siswa SMA Harapan 1 Medan.

6. Mengetahui hubungan antara pengaruh kelompok dengan kejadian overweight dan obesitas pada siswa SMA Harapan 1 Medan.

1.4. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi masyarakat terutama kalangan remaja, informasi hasil penelitian dapat menjadi tambahan informasi dalam memahami faktor risiko terjadinya overweight dan obesitas.

2. Bagi pihak sekolah, melalui pengetahuan faktor risiko overweight dan obesitas dapat disusun rancangan upaya penyuluhan dan pencegahan. 3. Bagi penulis, menambah wawasan dan pengalaman dalam meneliti

dan mengenali faktor risiko overweight dan obesitas.

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Pengukuran Overweight dan Obesitas

Berat badan lebih (overweight) dan obesitas menggambarkan keabnormalan atau kelebihan akumulasi jaringan adiposa dibanding orang normal yang berdampak pada kesehatan (WHO, 2015; CDC, 2012). Walaupun sering dihubungkan dengan peningkatan berat badan total, hal tersebut tidak berlaku pada orang yang memililiki massa otot yang tinggi (Flier, 2010).

Mengukur jaringan adiposa secara langsung sangat sulit. Berat badan terdistribusi pada seluruh jaringan sehingga penting untuk menentukan apakah kelebihan berat badan tersebut berasal dari jaringan adiposa atau bukan (Flier, 2010). Walaupun tidak mengukur langsung jaringan adiposa, indeks massa tubuh (IMT) menjadi metode yang sering digunakan (WHO, 2015). IMT secara signifikan berbanding lurus dengan massa lemak relatif (Klein dan Romijn, 2003). Cara lain yang bisa digunakan termasuk skinfold thickness (lipat kulit), densitometry (berat dalam air), CT atau MRI dan electrical impedance. (Flier, 2010)

Indeks massa tubuh (IMT) sering digunakan untuk mengklasifikasikan obesitas pada orang dewasa. IMT dinilai dengan membandingkan berat badan (dalam kilogram) dengan tinggi badan (dalam meter kuadrat). IMT ≥ 25 kg/m2

diklasifikasikan sebagai overweight dan ≥ 30 kg/m2 sebagai obesitas (WHO,

2015). Berbeda pada anak-anak, status berat badan ditentukan dengan menggunakan kurva persentil (lampiran II dan III) IMT terhadap usia dan jenis kelamin. Jika IMT berada di antara kurva persentil 85 dan 95 maka dikategorikan overweight sedangkan jika IMT di atas kurva persentil 95 maka dikategorikan obesitas. Hal ini disebabkan distribusi berat badan total anak-anak dipengaruhi usia dan jenis kelamin (CDC, 2012).

(19)

Tabel 2.1 Klasifikasi Overweight dan Obesitas Berdasarkan IMT Menurut WHO

Klasifikasi IMT (kg/ m2)

Berat Badan Kurang Normal

Overweight Pre-Obesitas Obesitas Tingkat I Obesitas Tingkat II Obesitas Tingkat III

<18,5 18,5-24,9

>25 25,0-29,9 30,0-34,9 35,0-39,9

>40 Sumber : WHO 2000 dalam IPD, 2013

Tabel 2.2 Klasifikasi Overweight dan Obesitas Berdasarkan IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik

Klasifikasi IMT (kg/ m2)

Berat Badan Kurang Normal

Overweight Berisiko

Obesitas Tingkat I Obesitas Tingkat II

<18,5 18,5-22,9

≥23 23,0-24,9 25,0-29,9

≥30,0 Sumber : WHO 2000 dalam IPD, 2013

(20)

yang sama. Sehingga lokasi distribusi tersebut sangat menentukan morbiditas (Flier, 2010). Obesitas tipe android berhubungan dengan erat profil metabolisme dan risiko kardiovaskular dibanding tipe gynoid (Hellerstein dan Parks, 2007).

2.2. Faktor Risiko Overweight dan Obesitas

Tanda yang umum dari obesitas adalah kelebihan akumulasi jaringan adiposa. Bagaimanapun, obesitas bukan penyakit tunggal. Lebih dari 200 gen pada tikus dan 100 gen pada manusia teridentifikasi mempengaruhi pengaturan berat badan (Srivastava, et al., 2007). Interaksi lingkungan dan genetik menyebabkan akumulasi kelebihan jaringan adiposa. Lazimnya, obesitas terjadi harus ada faktor genetik dan faktor lingkungan. Hipotesis tersebut terbukti pada populasi obesitas dengan variasi yang beragam (Atkinson, 2005).

a. Faktor Genetik

Berdasarkan ilmu genetika, identifikasi dan karakterisasi single-gene dan polygenic pada obesitas membuktikan seberapa bermakna pengaruh keturunan (Srivastava, et al., 2007). Screening genom pada populasi etnik yang berbeda menunjukan lokasi kromosom 2, 4 , 10, 11, dan 20.

1) Single-Gene Defects

(21)

pada obesitas pada tikus dengan defek ob/ob dan pada sebagian kecil pada manusia dilaporkan mengalami defek ini.

Coleman membuktikan bahwa pada tikus dengan defek ob/ob harus dibatasi hingga setengah asupan energi untuk mendapatkan berat badan yang sama dengan tikus yang tidak memiliki defek ob/ob. Ketika diinjeksikan leptin, tikus dengan defek ob/ob mengalami penurunan berat badan menuju level pada tikus yang tidak mengalami defek, termasuk pada manusia. Pada tikus yang mengalami defek db/db menunjukan rusak atau absennya reseptor leptin. Pada penginjeksian leptin pada tikus dengan defek db/db tidak menunjukan penurunan berat badan.

Hanya sebagian kecil pada orang obesitas yang mengalami single-gene disorder. Beberapa penelitian mengidentifikasi bahwa sangat sedikit manusia yang mengalami defisensi leptin, dan reseptor leptin (Clement, et al., 2002). Perubahan gen yang mengekspresikan melanocortin 4 receptors (MC4R) terjadi kurang 5% obesitas pada beberapa etnik. Perubahan tersebut menyebabkan rasa lapar yang tinggi dan menjadi obesitas karena kelebihan makan (overeating) (CDC, 2012).

2) Polygenes Obesity

(22)

mekanisme down-regulation sekresi insulin dan pada obesitas belum menunjukan pengaruh yang jelas (Fisler dan Warden, 2006). Walaupun ada hubungan, mutasi UPC pada obesitas sangat kecil, sebesar 1-3% (Atkinson, 2005).

b. Faktor Lingkungan

1) Ekspresi Genetik oleh Lingkungan

Walaupun suatu gen memiliki peranan yang jelas, faktor lingkungan mungkin menentukan bagaimana suatu gen diekspresikan. Peran faktor lingkungan yang terjadi selama di dalam uterus dan bayi dalam mengakibatkan suatu penyakit menjadi menarik untuk diteliti (Atkinson, 2005).

Blokade Jerman terhadap Belanda selama perang dunia II mengakibatkan banyak ibu hamil yang mengalami kelaparan. Pada tahun 1976, Ravelli, Stein, dan Susser melaporkan bahwa orang lahir pada masa tersebut menunjukan peningkatan prevalensi obesitas. Ibu yang mengalami kelaparan selama bulan ke-6 pertama kehamilan memiliki keturunan obesitas dan menderita sindrom metabolik. Jika pada bulan ke-3 terakhir kehamilan memiliki kecenderungan lebih kurus dari yang normal.

Penelitian case-control pada usia 64-74 tahun menunjukan bahwa orang dengan riwayat berat badan lahir rendah memiliki massa lemak yang banyak dibanding kontrol (Kensara, 2005). Bagaimana hal tersebut bisa terjadi masih belum jelas, tetapi diperkirakan keabnormalan plasenta menjadi penyebab (Atkinson, 2005).

2) Faktor Keluarga dan Etnis

(23)

masing-masing. Tiap etnis menunjukan perbedaan karakter dan jumlah makanan. Faktor tersebut berpengaruh pada asupan energi termasuk frekuensi dan waktu makan serta penggunaan penyedap, minyak, lemak dan sumber makanan pokok (beras atau gandum) (Atkinson, 2005).

3) Komposisi Makanan dan Pola Makan

Kelebihan asupan energi di atas angka kecukupan harian sangat berpengaruh pada kejadian obesitas tetapi tidak benar berasumsi bahwa makan yang berlebihan menyebabkan obesitas. Kualitas dari makanan sangat penting dalam mempengaruhi obesitas. Pada hewan coba, diet tinggi lemak menyebabkan obesitas berat dibanding tinggi karbohidrat (Atkinson, 2005). Hal ini disebabkan karena lemak mengandung energi yang lebih besar dibandingkan dengan protein dan karbohidrat sehingga diet tinggi lemak mempunyai total energi lebih tinggi namun dengan volumenya lebh kecil sehingga penimbunan lemak lebih efisien dibandingkan karbohidrat atau protein (Subardja, 2010).

Konsumsi makanan berserat (diatery fiber) berkontribusi menekan nafsu makan dan mengurangi asupan kalori. Hal ini berkaitan dengan β-glucan yang terdapat pada polisakarida (Akramienė, 2007). β-glucan mengurangi rasa lapar dan meningkatkan rasa kenyang karena ada pengaruh terhadap pengeluaran ghrelin dan PYY. Pada penelitian, kelompok yang mengonsumsi roti yang mengandung β-glucan memiliki kadar ghrelin lebih rendah dan PYY yang lebih tinggi dibanding dengan kelompok yang tidak (Vitaglione, 2009).

4) Aktivitas Fisik

(24)

gerak atau menggunakan sedikit tenaga untuk aktivitas sehari-hari. Sebagai contoh, seorang petani yang membajak sawahnya secara manual akan mengeluarkan energi 400 kkal dibanding menggunakan traktor 130 kkal (Misnadiarly, 2007). Dengan peningkatan taraf hidup dan penggunaan mesin, lebih banyak mobil, dan pekerja kasar yang dibutuhkan semakin sedikit. Terobosan terbaru pada televisi rumah, komputer, dan game komputer meningkatkan aktivitas fisik yang kurang bergerak, terutama bagi anak-anak (Atkinson, 2005).

5) Obat

Beberapa obat diperkirakan meningkatkan asupan makanan maupun berat badan. Glukokortikoid menyebabkan pertambahan jaringan adiposa terutama bagian batang tubuh. Insulin, sulfonilurea dan tiazolidenosa meninduksi peningkatan berat badan dan jaringan adiposa pada pasien diabetes. Phenotiazine dan golongan anti-psikotik serat trisiklik anti-depresan menginduksi pertambahan berat badan. Cyproheptadine dan asam valproat juga telah dicurigai sebagai etiologi obesitas pada beberapa pasien. Terakhir, beta-bloker seperti propanolol diperkirakan mengurangi efek simpatis dan menaikkan berat badan atau susah kehilangan berat badan (Atkinson, 2005).

2.3. Hubungan Fast Food dengan Kejadian Overweight dan Obesitas

Fast food merupakan makanan yang mudah disajikan dan cepat dikonsumsi. Fast food tidak memiliki nilai gizi serta tinggi lemak, garam, gula, dan kalori (Johnson, Sahu, dan Saxena, 2012). Tingginya kadar lemak menyebabkan otak mengirimkan impuls ke sel untuk mengabaikan sinyal dari leptin dan insulin sehingga terganggunya pusat kenyang (Benoit, et al., 2009).

(25)

direkomendasikan WHO hanya 5 gram. Contoh lainnya adalah fried chicken KFC memiliki kadar lemak trans sebesar 0,7 gram/100 gram. Dengan kata lain, jika seseorang mengonsumsi 300 gram fried chicken KFC saja hampir mencapai batas maksimal asupan lemak trans yang direkomendasikan sebesar 2,6. Selanjutnya, pizza memiliki kadar lemak total sebesar 7,9 gram /100 gram dengan angka rekomendasi lemak total per hari sebesar 35-79 gram (Johnson, Sahu, dan Saxena, 2012). Kandungan gizi fast food tersebut dapat menyebabkan obesitas jika dikonsumsi secara berlebihan (KEMENKES 2012; Zulfa, 2011).

Di Amerika Serikat, dari 4.746 siswa dengan rentang usia 11-18 tahun menemukan bahwa sekitar 75% dari populasi tersebut paling sedikit mengonsumsi fast food satu kali dalam seminggu. Di Riyadh, Arab Saudi, fakta membuktikan satu dari empat remaja di sana mengonsumsi fast food lebih dari 2 kali dalam seminggu (ALFariz, et al., 2015). Di Surakarta, lebih dari setengah siswa dikategorikan sering dalam mengonsumsi fast food (Muwakhidah dan Dian, 2008).

Penelitian yang dilakukan di Manado pada anak SD umur 6-12 tahun yang dilakukan oleh Domopolli, Mayulu, dan Masi (2013), menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konsumsi fast food dengan obesitas pada anak-anak. Dari penelitian yang dilakukan oeh Virgianto (2005) tentang konsumsi fast food terhadap kejadian obesitas pada remaja umur 15-17 tahun di SMUN 3 Semarang mendapatkan bahwa variasi jenis makanan cepat saji tidak meningkatkan risiko terjadinya obesitas. Meskipun begitu, berdasarkan perhitungan odds ratio pada kontribusi kalori yang berasal dari makanan cepat saji terhadap terjadinya obesitas, menunjukkan bahwa siswa yang intake kalori setiap hari yang berasal dari fast food ≥6%, mempunyai risiko terjadinya obesitas sebesar 4,2 kali lebih tinggi dibandingkan siswa yang intake kalori setiap hari yang berasal dari makanan cepat saji < 6%.

(26)

konsumsi makanan memberikan kontribusi besar untuk terjadinya obesitas. Uji korelasi terhadap variasi jenis makanan fast food dengan kejadian obesitas menunjukkan bahwa tidak didapatkan hubungan antara variasi jenis makanan cepat saji dengan terjadinya obesitas pada remaja. Hal ini disebabkan karena yang mempengaruhi obesitas adalah jumlah masukan kalori, bukan jenis makanannya (Padmiari dan Eka, 2003).

2.4. Hubungan Konsumsi Serat dengan Kejadian Overweight dan Obesitas

Serat pangan, dikenal juga sebagai serat diet atau dietary fiber, merupakan bagian dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan tersusun dari karbohidrat yang memiliki sifat resisten terhadap proses pencernaan dan penyerapan di usus halus manusia serta mengalami fermentasi sebagian atau keseluruhan di usus besar. Sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan sumber serat pangan yang sangat mudah ditemukan dalam bahan makanan (Santoso, 2011).

Burhan, Sirajuddin, dan Indriasari (2013), dalam artikelnya mengatakan bahwa salah satu faktor langsung yang menyebabkan obesitas sentral adalah konsumsi makanan, yaitu makanan dan minuman manis, makanan tinggi lemak, dan konsumsi makanan berserat (sayur-sayuran dan buah-buahan) yang rendah. Berdasarkan penelitian Lestari (2013), terdapat ada hubungan yang bermakna antara asupan serat dengan kejadian obesitas yang mana jumlah kelompok kasus (obesitas) yang mengonsumsi serat ≥ 23,85 gram/hari hanya ada 3 orang (4,0%) dan jumlah kelompok kontrol yang mengonsumsi serat ≥ 23,85 gram/hari sebanyak 39 orang (52,0%).

(27)

mengandung kalori, gula dan lemak yang rendah sehingga dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas (Santoso, 2011).

2.5. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Overweight dan Obesitas

Aktivitas fisik atau disebut juga aktivitas eksternal ialah suatu rangkaian gerak tubuh yang menggunakan tenaga atau energi. Contohnya berjalan, berlari, berolahraga, mengayuh sepeda, dan lain-lain. Aktivitas fisik menentukan kesehatan seseorang. Kelebihan energi karena rendahnya aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko kegemukan dan obesitas. Oleh karena itu, angka kebutuhan energi individu disesuaikan dengan aktivitas fisik (WHO, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Huriyati (2004) di Yogjakarta menyimpulkan bahwa remaja kota menghabiskan lebih banyak waktu untuk aktivitas sedentari daripada remaja pedesaan. Hubungan antara aktivitas sedentari dengan obesitas merupakan faktor independen dari faktor lain seperti asupan energi dan status obesitas keluarga. Hal yang sama juga diungkapkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Anissa, Indriani, dan Yustini (2014) pada remaja di SMA Katolik Cendrawassih Makassar yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara aktivitas sedentari dengan kejadian overweight.

Selain itu, ditemukan juga adanya hubungan obesitas dengan status ketidakpuasan citra tubuh. Terdapat hubungan yang bermakna aktivitas fisik dengan status ketidakpuasan citra tubuh. Artinya remaja yang tidak puas lebih sedikit melakukan aktivitas fisik dibanding remaja yang puas (Tarigan, 2005).

2.6. Hubungan Uang Saku dengan Kejadian Overweight dan Obesitas

(28)

Goon (2013) juga menenunjukan bahwa hampir dari setengah dari total uang saku per bulan mahasiswa Bangladesh dihabiskan untuk membeli makanan jenis fast food.

Hasil statistik penelitian yang dilakukan oleh Muwakhidah dan Dian (2008) pada remaja di SMU Batik I Surakarta menunjukkan bahwa besarnya uang saku tidak menunjukan hubungan secara signifikan. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Sya’diah (2010), pada siswa SMA Negeri 1 Kudus yang menyimpulkan tidak terbukti bermakna bahwa faktor uang saku mempunyai risiko terhadap kejadian obesitas.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Imtihani dan Noer (2013) mengenai hubungan uang saku dengan frekuensi konsumsi fast food pada remaja putri di Semarang terlihat bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa uang saku berhubungan dengan frekuensi konsumsi makanan cepat saji. Hal ini terjadi karena subjek yang mendapatkan uang saku yang cukup, menggunakan uangnya untuk membeli makanan cepat saji.

2.7. Hubungan Pengaruh Kelompok dengan Kejadian Overweight dan Obesitas

(29)

Setiap individu sebenarnya memiliki kecenderungan untuk selalu memberikan kesan yang positif saat bersama dengan orang yang tidak dikenalnya, hal ini menjelaskan mengapa seseorang cenderung makan lebih sedikit ketika makan berama orang yang baru atau belum begitu dikenalnya. Penelitian pada anak usia 2-6 tahun menunjukan bahwa jika terdapat 9 orang dalam kelompok meningatkan jumlah makanan yang dimakan dibanding 3 orang (Lumeng dan Hillman, 2007). Penelitian oleh Horne, et al. dalam Salvy dan Bowker (2014) menemukan bahwa individu yang overweight/obesitas memang cenderung memiliki aktivitas fisik yang lebih rendah, namun ketika bersama dengan teman-temannya yang bukan overweight/obesitas justru menunjukkan peningkatan aktivitas fisik.

Keputusan pemilihan makanan dan jajanan termasuk jajanan fast food dapat dipengaruhi oleh orang lain, dalam hal ini adalah teman bermain atau peer group. Bipasha dan Goon (2013) menemukan bahwa alasan mahasiswa dalam memilih makanan fast food sekitar 13% dipengaruhi oleh kelompok. Di Semarang, para remaja putri sudah bisa menentukan sendiri makanan jajanan seperti apa yang akan dia makan. Hal ini berarti tingkat ketergantungan remaja putri terhadap peer group nya sangat rendah. Keputusan pemilihan makanan cepat saji pun atas keinginan sendiri tanpa pengaruh orang lain. Hal ini di dasarkan atas penelitian yang dilakukan oleh Imtihani dan Noer (2013) pada remaja putri di Semarang.

2.8. Komplikasi

Obesitas pada saat remaja berkaitan dengan peningkatan risiko insiden obesitas berat saat dewasa. Penelitian yang dilakukan oleh Natalie, et al. (2010) mengobservasi dari tahun 1996-2009 menemukan bahwa individu yang obesitas saat remaja memiliki insiden obesitas derajat berat sebesar 37,1% pada laki-laki dan 51,3% pada perempuan.

(30)

Walaupun gejalanya tampak pada saat dewasa, proses awal terjadinya arterosklerosis dimulai saat remaja dan bersifat progresif (Daniels, 2009). Głowińska (2004) menemukan bahwa pada remaja yang obesitas memiliki kadar selectin yang tinggi dibanding yang tidak. Beberapa grup selectin, termasuk E-selectin berperan pada tahap awal arterosklerosis. Selain itu E-selectin ditemukan pada plak yang mengandung lemak (Galkina dan Ley, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Stabouli, et al. (2011) juga menemukan bahwa obesitas pada saat anak-anak dan remaja berperan dalam onset awal arterosklerosis arteri karotis. Hal ini dibuktikan dengan temuan pada anak-anak dan remaja obesitas memiliki penebalan lapisan intima daripada yang bukan obesitas.

Profil lipid yang tinggi dapat ditemukan pada remaja yang mengalami obesitas. Sebagaimana dalam penelitian yang dilakukan oleh Mexitalia, et al. (2009) pada siswa SMP di Semarang bahwa rerata profil lipid berada di atas normal pada siswa yang pengukuran antropometrinya tergolong obesitas.

Di Amerika Serikat, terjadi peningkatan kejadian diabetes melitus tipe 2 dari 0,35 per 1000 remaja (umur 10-19 tahun) pada tahun 2001 menjadi 0,46 per 1000 pada tahun 2009 (Dabelea, 2014). Kejadian diabetes melitus tipe 2 pada kalangan remaja selain dikaitkan dengan riwayat keluarga juga dikaitkan dengan obesitas (Vasconcelos, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Mexitalia (2009) pada siswa SMP kelas VII menunjukan prevalensi remaja obesitas yang mengalami gangguan glukosa darah 7,6 sedangkan pada remaja yang berat badan normal tidak ada mengalami gangguan.

(31)

2.9. Manajemen Berat Badan pada Overweight dan Obesitas

[image:31.612.127.522.303.447.2]

Prinsip penatalaksanaan obesitas adalah mencegah komplikasi dan menurunkan gejala klinis yang timbul karena obesitas dengan menurunkan berat badan (Subardja, 2010). Penurunan berat badan harus SMART: spesific, measurable, achievable, realistic, dan time limited (Sugondo, 2009). Pada anak dan remaja ditetapkan target penurunan berat badannya berdasarkan usia, derajat obesitasnya, serta ada tidaknya penyakit penyerta/komplikasi. Rekomendasi yang dianjurkan untuk remaja seperti pada tabel 2.3 (Subardja, 2010).

Tabel 2.3 Target Berat Badan Remaja Umur 12-18 Tahun

Umur Katergori IMT Target BB untuk memperbaiki persentil IMT 12-18 tahun P5-84 atau P85-94

tanpa risiko

Pertahankan kecepatan BB; setelah

pertumbuhan linier lengkap, pertahankan BB P85-94 dengan

risiko

Pertahankan BB atau penurunan BB bertahap

P95-99 Penurunan BB maksimal 1 kg/minggu >P99 Penurunan BB maksimal 1 kg/minggu Sumber : Endokrinologi Anak, 2010

Prinsip manajemen obesitas adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi dengan menentukan target berat badan, pengaturan diet, peningkatan aktivitas fisik, dan memodifikasi pola hidup. Tujuan tatalaksana obesitas adalah mengurangi IMT dan massa lemak, serta mencegah atau mengatasi komorbiditas akut dan kronik (Subardja, 2010). Meliputi:

a. Terapi Diet

(32)

mengurangi asupan energi sebanyak 100 kkal per hari dapat mengurangi berat badan sekitar 5 kg per tahunnya (Subardja, 2010).

Disamping pengurangan lemak jenuh, total lemak seharusnya dikurang dan sama dengan 30 persen dari total kalori. Ketika asupan lemak dikurangi, prioritas harus diberikan untuk mengurangi lemak jenuh. Hal tersebut bermaksud untuk menurunkan konsentrasi kolesterol-LDL (Sugondo, 2009).

b. Aktivitas fisik

Peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen penting dari program penurunan berat badan, walaupun sejatinya penurunan berat badan terjadi karena penurunan asupan energi. Aktivitas fisik yang lama sangat membantu pada pencegahan peningkatan berat badan. Keuntungan tambahan aktivitas fisik adalah pengurangan risiko kardiovasular dan diabetes (Sugondo, 2009).

Peningkatan pengeluaran energi menjadi konsep dalam peningkatan aktivitas fisik. Dampak dari peningkatan aktivitas fisik saja dalam manajemen obesitas sulit didapat. Peningkatan aktivitas fisik bermakna dalam menyokong manajemen diet (Flier, 2010). Penelitian memperlihatkan penurunan berat badan akan lebih mudah dicapai bila dikombinasikan dengan olahraga dibanding hanya diet saja. Untuk aktivitas ringan dibutuhkan 1,5-2,0 kkal/meint, aktivitas sedang 3,5-7,0 kkal/menit, pada aktivitas berat 7,4 kkal/menit atau lebih (Subardja, 2010).

c. Farmakoterapi

Farmakoterapi dikelompokan menjadi 3 kelompok, pertama obat yang mempengaruhi asupan makanan, kedua obat yang mempengaruhi penyimpanan energi dan terakhir obat yang meningkatkan penggunaan energi (Subardja, 2010). Sibutramin, contoh obat yang mempengaruhi asupan makan berkerja menghambat pengambilan kembali norepineprin dan serotonin (Flier, 2010). Namun pengguna perlu pemamantauan ketat karena dapat menyebabkan hipertensi. FDA (Food and Drug Administration) juga menyetujui phentermin, golongan obat mirip amfetamin (amphetamine-like agents) untuk penggunaan jangka pendek.

(33)

LDL, dan resiko diabetes tipe 2 (Subardja, 2010). Kelompok terakhir adalah hormon tiroid. Hormon ini menginduksi pengurangan berat badan tanpa lemak (lean body mass) tetapi juga meningkatkan risiko keadaan hipertiroid (Flier, 2010)

2.10. Pencegahan

Secara umum pencegahan obeitas dilakukan dengan memberikan pengertian, memperbaiki pola asuhan makan, meningkatkan aktivitas fisis, mengenalkan pendidikan gizi sedini mungkin, membatasi promosi makanan tidak sehat, melakukan inovasi produk makanan, dan deteksi dini.

Dari aspek endokrin, upaya yang erat hubungannya adalah : o Memperbaiki pola makan

o Meningkatkan aktivitas fisik

o Membuat produk makanan dengan efek insulinogenik rendah

(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFNISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dari penelitian ini adalah :

Keterangan gambar 3.1 : variabel yang diteliti variabel yang tidak diteliti

3.2. Variabel

Variabel dalam penelitian ini adalah:

a. Variabel bebas (independen) : Konsumsi fast food, konsumsi serat,

aktivitas fisik, pengaruh kelompok, dan uang saku

b. Variabel tergantung (dependent) : overweight dan obesitas

Overweight

Obesitas Genetik

Ekspresi

Keluarga dan Fast Food

Konsumsi Serat

Aktivitas

Obat-Komposisi

Makanan dan Pola Makan Uang Saku

(35)
[image:35.612.133.538.143.709.2]

3.3. Definisi Operasional Tabel 3.1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara dan alat ukur Kategori Skala ukur

1 Konsumsi

fast food Kekerapan dan porsi dalam mengonsumsi makanan yang disajikan secara cepat dan memiliki kadar kalori yang tinggi Kuesioner dengan

pertanyaan no 13 dan 14 1. Sering (≥ 3 x / minggu) 2. Jarang (< 3 x /

minggu) 3. > 1 porsi 4. 1 porsi

Ordinal

2 Konsumsi

serat Kekerapan responden dalam mengonsumsi serat dalam seminggu

Kuesioner dengan

pertanyaan no 16 dan 18 1. Jarang (< 3 x / minggu) 2. Sering (≥ 3 x /

minggu)

Ordinal

3 Aktivitas

Fisik Kegiatan sehari-hari yang mempengaruhi pengeluaran energi

Kuesioner dengan

pertanyaan no 20 dan 21 1. Ringan (skoring ≤ 1)

2. Sedang

(skoring >1)

Ordinal

4 Uang Saku Jumlah uang

yang diberikan oleh orang tua untuk kebutuhan sehari-hari

Kuesioner dengan

pertanyaan no 25 1.2. ≥Rp25.000,00 <Rp25.000,00 Ordinal

5 Pengaruh

Kelompok Hubungan sosial antara individu satu dengan individu lain dalam kelompok yang memiliki persamaan usia dan status sosial yang memberikan pengaruh dalam kebiasaan makan dan aktivitas fisik Kuesioner dengan

pertanyaan no 28-36 1. Berpengaruh (skoring > 4)

2. Tidak

berpengaruh (skoring ≤ 4)

Ordinal

6 Overweight

dan Obesitas Kelebihan akumulasi lemak dalam tubuh dibanding orang normal pada umumnya

 Mengukur berat badan

dengan menggunakan timbangan SMEC

 Menghitung tinggi

badan menggunakan stadiometer pada timbangan SMEC

 Menghitung IMT

dengan rumus : ( )

( )

1. Overweight

dan Obesitas

2. Non obesitas

(36)

 Obesitas jika di atas persentil 85 berdasarkan kurva CDC 2-20 tahun menurut jenis kelamin dan umur

3.4. Hipotesis

1. Terdapat hubungan konsumsi fast food dengan kejadian overweight dan

obesitas pada remaja.

2. Terdapat hubungan konsumsi serat dengan kejadian overweight dan

obesitas pada remaja.

3. Terdapat hubungan aktivitas fisik dengan kejadian overweight dan obesitas

pada remaja.

4. Terdapat hubungan uang saku dengan kejadian overweight dan obesitas

pada remaja.

5. Terdapat hubungan pengaruh kelompok dengan kejadian overweight dan

(37)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan studi analitik dengan jenis studi case-control.

Pada penelitian ini, dilakukan pengkajian terhadap hubungan antar variabel independen terhadap variabel, serta mengidentifikasi variabel independen mana yang paling berpengaruh terhadap kejadian variabel dependen (Mukhtar, 2011). Penelitian diawali dengan identifikasi kelompok sampel dengan obesitas (kasus), dan kelompok sampel yang tidak dengan obesitas (kontrol). Kemudian secara retrospektif ditelusuri faktor risiko (variabel independen).

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Peneitian dilakukan pada Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Harapan 1 Medan yang berlokasi di Kota medan.

4.2.2. Waktu Penelitian.

Penelitian ini dilakukan selama satu bulan, yaitu pada bulan September-Desember 2015.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Popululasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi Sekolah Menengah Atas Swasta Harapan 1 Medan.

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi.

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode probability sampling dengan jenis

(38)

4.3.3. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini bersedia menjadi sampel penelitian dan

menandatangani inform consent.

4.3.4. Estimasi Besar Sampel

Pada penelitian ini, besar sampel yang akan diteliti sebesar 100. Sampel diambil dari populasi terjangkau dengan menggunakan estimasi besar sampel untuk proporsi suatu populasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

= 2 + +

Keterangan:

n : jumlah sampel

Zα : nilai distribusi normal baku pada α tertentu

Zβ : nilai distribusi normal baku pada β tertentu

P : ( + )

P1 : proporsiefek standar

P2 : proporsi efek yang diteliti

Q : ( + )

Q1 : 1 −

Q2 : 1 −

(39)
[image:39.612.129.500.152.638.2]

Perhitungan besar sampel untuk masing-masing faktor risiko berdasarkan rumus di atas terdapat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Estimasi Besar Sampel

No Variabel Data Hasil

Perhitungan 1 Fast Food Muwakhidah (2008), Faktor Risiko

yang Berhubungan Obesitas pada Remaja. Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. I, NO. 2, Desember 2008 , Hal 133-140

P1 : 0,65 Q1 : 0,35

P2 : 0,45 Q2 : 0,55

P : 0,55 Q : 0,45

95,97 ≈ 96

2 Makanan

Berserat Lestari, S. (2013) Faktor Risiko Obesitas pada Mahasiswa FK USU. Repository USU.

P1 : 0,88 Q1 : 0,12

P2 : 0,33 Q2 : 0,67

P : 0,606

7 Q : 0,3933

11,2 ≈ 12

3 Aktivitas

Fisik Lestari, S. (2013), Faktor Risiko Obesitas pada Mahasiswa FK USU. Repository USU.

P1 : 0,986

7 Q1 : 0,0133

P2 : 0,76 Q2 : 0,24

P : 0,873

3 Q : 0,1267

32,604 ≈ 33

4 Uang Saku Muwakhidah (2008), Faktor Risiko

yang Berhubungan Obesitas pada Remaja. Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. I, NO. 2, Desember 2008 , Hal 133-140

P1 : 0,55 Q1 : 0,45

P2 : 0,25 Q2 : 0,75

P : 0,4 Q : 0,6

40,673 ≈ 41

5 Pengaruh

Kelompok Belum didapat data dari penelitian lain, maka digunakan nilai asumsi proporsi sebesar 0,5

(40)

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan kuesioner. Semua populasi dijelaskan tujuan dan tahapan penelitian. Bagi yang

menandatangani inform consent dilakukan penimbangan dan pengukuran tinggi

badan. Kemudian dilakukan penghitungan IMT dan diberikan kuesioner. Selanjutnya semua data yang dikumpulkan akan dipilih menggunakan metode probability simple random sampling.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh diolah serta dianalisis dengan bantuan program komputer SPSS. Data akan dianalisis secara deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi berdasarkan karakterisitik sampel. Pada penelitian ini, data yang digunakan adalah data nonparametrik karena tipe data yang digunakan adalah kategorikal atau kualitatif, yaitu berupa nominal dan ordinal. Sehingga, uji hipotesis yang digunakan adalah uji hipotesis komparatif proporsi, dengan

analisis data menggunakan uji chi-square ( ). Pada penelitian ini, digunakan

interval kepercayaan 95% (CI 95%) untuk kesalahan tipe I yang masih dapat diterima sebesar 5% (α = 0,05). Nilai-p 0,05 (5%) atau lebih kecil dikatakan bermakna atau signifikan secara statistik, sehingga hasil yang diperoleh dikatakan bermakna. Dengan demikian, bila nilai p ≤ α maka keputusan hipotesis nol (H0) ditolak (ada hubungan suatu kejadian antara kedua kelompok).

(41)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SMA Yayasan Pendidikan Harapan 1 Kota Medan yang berada di jalan Imam Bonjol no 35. Gedung SMA Yayasan Pendidikan Harapan 1 Kota Medan bersatu dengan SD, SMP, dan Sekolah Tinggi yang juga berada di bawah Yayasan Pendidikan Harapan. Seluruh kelas berada di lantai dua dan tiga. SMA Yayasan Pendidikan Harapan 1 Kota Medan memiliki fasilitas olahraga seperti lapangan basket, futsal, dan voli yang sering digunakan siswa untuk mengisi kegiatan. Selain di lokasi sekolah terdapat kantin, di sekitar pekarangan sekolah juga banyak penjual makanan. Karena terletak di pusat kota, akses sekolah ke tempat pusat keramaian juga mudah dikunjungi sepulang sekolah seperti mall.

5.1.2 Karakteristik Responden

Responden pada penelitian ini adalah siswa SMA Yayasan Pendidikan

Harapan 1 Kota Medan yang menyetujui dan mengisi inform consent.

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode probability sampling dengan jenis

simple random sampling untuk mendapatkan 10 kelas. Kemudian didapatkan 104

responden sebagai kelompok kasus (overweight dan obesitas) dan 153 responden

sebagai kelompok kontrol (non-obesitas). Kemudian dilakukan simple random

(42)
[image:42.612.133.515.164.507.2]

Tabel 5.1 Karakteristik Responden

No Karakteristik Responden Jumlah (n) Persentase (%)

1 Jenis Kelamin

- Laki-Laki

- Perempuan 111 89 55,5 44,5

2 Usia - 14 - 15 - 16 - 17 - 18 9 45 81 61 4 4,5 22,5 40,5 30,5 2 3 Kelas

- X - XI - XII 28 57 115 14 28,5 57,5 4 Suku

- Batak - Karo - Jawa - Melayu - Minangkabau - Aceh

- dan lain-lain

73 5 49 27 23 16 7 36,5 2,5 24,5 13,5 11,5 8 3,5

5 Status Tinggal

- Bersama orang tua

- Bersama saudara

- Kost/asrama 191 7 2 95,5 3,5 1

(43)
[image:43.612.133.518.163.526.2]

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden

No Karakteristik Responden n Kasus % n Kontrol % Total

1 Jenis Kelamin

- Laki-Laki

- Perempuan 59 41 59 41 52 48 52 48 111 89

2 Usia - 14 - 15 - 16 - 17 - 18 6 20 45 29 0 6 20 45 29 0 3 25 36 32 4 3 25 36 32 4 9 45 81 61 4 3 Kelas

- X - XI - XII 15 29 56 15 29 56 13 28 59 13 28 59 28 57 115 4 Suku

- Batak - Karo - Jawa - Melayu - Minangkabau - Aceh

- dan lain-lain

40 2 25 28 7 6 2 40 2 25 28 7 6 2 33 3 24 9 16 10 5 33 3 24 9 16 10 5 73 5 49 27 23 16 7 5 Status Tinggal

- Bersama orang tua

- Bersama saudara

- Kost/asrama 95 5 0 95 5 0 96 2 2 96 2 2 191 7 2

Berdasarkan tabel 5.2, responden yang mengalami overweight dan obesitas

terdiri dari 59% berjenis kelamin laki-laki dan 41% berjenis kelamin peremuan.

Kemudian berdasarkan usia, responden yang mengalami overweight dan obesitas

paling banyak usia 16 tahun sebesar 45 orang (45%). Selanjutnya, berdasarkan

suku, responden yang mengalami overweight dan obesitas dengan persentase

terbanyak terdapat pada suku Batak, Jawa, dan Melayu. Sebaliknya, suku dengan

persentase terkecil overweight dan obesitasnya yaitu, Karo, Minangkabau, dan

Aceh. Terakhir, hampir tidak ada beda jumlah overweight dan obesitas dan

(44)
[image:44.612.133.522.203.666.2]

5.1.3. Hasil Analisis Data

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Uji Statistik Berdasarkan Faktor Risiko

No Variabel n Kasus % n Kontrol % OR Min CI 95% Maks p-value

1 Fast Food

Frekuensi mengonsumsi fast food dalam seminggu

- > 3kali / minggu

- < 3 kali / minggu Porsi mengonsumsi fast food

- > 1 porsi

- 1 porsi

30 70 11 89 30 70 11 89 30 70 23 77 30 70 23 77 1 0,41 0,73 0,19 1,35 0,90 1 0,02*

2 Konsumsi Serat Frekuensi mengonsumsi sayuran dalam seminggu

- < 3 kali / minggu

- > 3kali / minggu Frekuensi mengonsumsi buah-buahan dalam seminggu

- < 3 kali / minggu

- > 3kali / minggu

51 49 49 51 51 49 49 51 55 45 53 47 55 45 53 47 0,85 0,85 0,48 0,48 1,48 1,48 0,57 0,57

3 Aktivitas Fisik Intensitas olahraga

- Ringan

- Sedang

Frekuensi olahraga

- < 2 kali / minggu

- > 2 kali / minggu Durasi olahraga

- < 30 menit

- > 30 menit

32 68 59 41 42 58 32 68 59 41 42 58 38 62 67 33 46 54 38 62 67 33 46 54 0,76 0,70 0,85 0,42 0,39 0,48 1,37 1,26 1,48 0,37 0,24 0,56

4 Uang Saku Jumlah uang saku

- > Rp 20.000,00

- < Rp 20.000,00 Persentase penggunaan uang saku untuk membeli fast food

- > 50 %

- < 50 %

Persentase penggunaan uang saku untuk membeli makanan berserat

- < 50 %

- > 50 %

(45)

No Variabel n Kasus % n Kontrol % OR Min IK 95% Maks p-value

5 Pengaruh Kelompok

Tingkat pengaruh kelompok

- Berpengaruh

- Tidak berpengaruh

Pesepsi terhadap diri sendiri

- Merasa gemuuk

- Merasa normal

Memiliki pengalaman buruk terkait berat badan

- Pernah

- Tidak

Kebiasaan menimbang berat badan

- Sering

- Jarang

Menghabiskan waktu bersama teman di luar sekolah

- > 1 jam

- < 1 jam

Kebiasaan teman responden mengonsumsi fast food

- Sering

- Jarang

Kebiassaan mengikuti teman membeli fast food

- Sering

- Jarang

Kebiasaan teman responden mengajak mengonsumsi fast food

- Sering

- Jarang

Kebiasaan teman responden mengajak olahraga

- Jarang

- Sering

Kebiasaan Olahraga Bersama teman - Jarang - Sering 44 56 56 44 41 59 32 68 80 20 73 27 47 53 45 55 60 40 64 46 44 56 56 44 41 59 32 68 80 20 73 27 47 53 45 55 60 40 64 46 51 49 14 86 23 77 24 76 88 12 74 26 54 46 57 43 59 41 56 44 51 49 14 86 23 77 24 76 88 12 74 26 54 46 57 43 59 41 56 44 0,75 7,81 2,32 1,49 0,54 0,95 0,75 0,61 1,04 1,39 0,43 3,92 1,26 0,80 0,25 0,50 0,43 0,35 0,59 0,72 1,31 15,57 4,29 2,77 1,18 1,78 1,31 1,07 1,83 2,46 0,32 0,001* 0,006* 0,20 0,12 0,87 0,32 0,09 0,88 0,24

[image:45.612.126.526.105.575.2]

Keterangan: (*) signifikan

Tabel 5.3 menunjukan hasil analisis faktor risiko overweight dan obesitas.

Untuk faktor risiko fast food dilakukan analisis terhadap frekuensi mengonsumsi

per minggu dan porsi per kali konsumsi. Berdasarkan frekuensi mengonsumsi fast

food per minggu, didapat hasil yang sama antara kasus dan kontrol dengan 30

(46)

mengonsumsi fast food ≥ 3 kali per minggu dengan kejadian overweight dan

obesitas pada siswa SMA Harapan 1 Kota Medan (p-value: 1). Kemudian

berdasarkan porsi (kuantitas) konsumsi fast food, kelompok yang mengalami

overweight dan obesitas 11% mengonsumsi fast food > 1 porsi dan 89% mengonsumsi satu porsi sedangkan kelompok non-obesitas 23% mengonsumsi fast food > 1 porsi dan 77% mengonsumsi satu porsi. Dari hasil analisis statisik,

terdapat hubungan yang bermakna antara kuantitas konsumsi fast food > 1

dengan kejadian overweight dan obesitas pada siswa SMA Harapan 1 Kota Medan

(p-value: 0,02; CI 95%: 0,19-0,9; OR: 0,41).

Kemudian untuk penilaian faktor risiko konsumsi serat dianalisis berdasarkan frekuensi mengonsumsi sayuran dan buah-buahan per minggu. Berdasarkan frekuensi konsumsi sayuran per minggu, kelompok yang mengalami overweight dan obesitas 51% mengonsumsi sayuran < 3 kali per minggu dan 49% mengonsumsi sayuran ≥ 3 kali per minggu sedangkan kelompok non-obesitas 55% mengonsumsi sayuran < 3 kali per minggu dan 45% mengonsumsi sayuran ≥ 3 kali per minggu. Dari hasil analisis statistik, tidak terdapat ada hubungan antara

frekuensi mengonsumsi sayuran < 3 kali per minggu dengan kejadian overweight

dan obesitas pada siswa SMA Yayasan Pendidikan Harapan 1 Kota Medan (

p-value: 0,57). Kemudian berdasarkan frekuensi konsumsi buah-buahan per minggu,

kelompok yang mengalami overweight dan obesitas 49% mengonsumsi

buah-buahan < 3 kali per minggu dan 51% mengonsumsi buah-buah-buahan ≥ 3 kali per minggu sedangkan kelompok non-obesitas 53% mengonsumsi sayuran < 3 kali per minggu dan 47% mengonsumsi sayuran ≥ 3 kali per minggu. Dari hasil analisis statistik, tidak ada hubungan antara frekuensi mengonsumsi buah-buahan

< 3 kali per minggu dengan kejadian overweight dan obesitas pada siswa SMA

Yayasan Pendidikan Harapan 1 Kota Medan (p-value: 0,57).

Selanjutnya, untuk penilaian faktor risiko aktivitas fisik dianalisis berdasarkan intensitas olahraga per minggu. Pada penelitian ini diperoleh

kelompok yang mengalami overweight dan obesitas 32% melakukan olahraga

(47)

dengan intensitas ringan per minggu dan 62% melakukan olahraga dengan intensitas sedang per minggu. Dari hasil analisis statisik, tidak ada hubungan

antara olahraga dengan intensitas ringan per minggu dengan kejadian overweight

dan obesitas pada siswa SMA Yayasan Harapan 1 Kota Medan (p-value: 0,37).

Kemudian untuk penilaian faktor risiko uang saku dianalisis besarnya uang saku per hari. Pada penelitian ini diperoleh kelompok yang mengalami overweight dan obesitas 85% mendapat uang saku ≥ Rp 20.000,00 dan 15% mendapat uang saku < Rp 20.000,00 sedangkan kelompok non-obesitas 81% mendapat uang saku ≥ Rp 20.000,00 dan 19% mendapat uang saku < Rp 20.000,00. Dari hasil analisis statistik, tidak ada hubungan uang saku ≥ Rp

20.000,00 dengan kejadian overweight dan obesitas pada siswa SMA Yayasan

Pendidikan Harapan 1 Kota Medan (p-value: 0,45).

Untuk faktor risiko pengaruh kelompok dianalisis berdasarkan penilaian scoring dari pengaruh teman terhadap pola makan dan aktivitas fisik. Pada

penelitian ini diperoleh, kelompok yang mengalami overweight dan obesitas 44%

terpengaruh oleh kelompok dan 66% tidak terpengaruh sedangkan kelompok non-obesitas 51% terpengaruh oleh kelompok dan 49% tidak terpengaruh oleh kelompok. Dari hasil analisis statistik, tidak ada hubungan antara pengaruh

kelompok dengan kejadian overweight dan obesitas pada siswa SMA Yayasan

Pendidikan Harapan 1 Kota Medan (p-value: 0,32).

5.2. Pembahasan

Overweight dan obesitas menjadi pusat perhatian masalah kesehatan (World Obesity Federation, 2012). Kondisi ini meningkatkan risiko menderita penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan kanker. Selain berdampak pada

diri sendiri dan keluarga, overweight dan obesitas juga berdampak pada komunitas

terutama pembiayaan kesehatan akibat komplikasi obesitas (Benegas, et al.,

2011).

Overweight dan obesitas merupakan masalah yang kompleks dan multidimensi karena melibatkan faktor genetik, lingkungan, dan sosial. Adanya

(48)

kenyang dan lapar (Vendrell, et all., 2004). Perubahan gaya hidup seperti pola konsumsi makanan mengakibatkan tingginya prevalensi obesitas. Kemudian pengaruh lingkungan juga berkaitan dengan pola makan dan kebiasaan aktivitas fisik

5.2.1. Konsumsi Fast Food

Pada penelitian ini, penilaian hubungan konsumsi fast food dengan

obesitas berdasarkan frekuensi konsumsi per minggu dan banyaknya porsi (kuantitas) konsumsi dalam sekali konsumsi. Hanya berdasarkan kuantitas

konsumsi yang memiliki hubungan yang signifikan (p-value: < 0,05) sedangkan

untuk frekuensi konsumsi per minggu tidak ada hubungan (p-value: > 0,05).

Dengan kata lain bahwa pengaruh fast food terhadap overweight dan obesitas

lebih berdasarkan kuantitas daripada frekuensi (Procter, 2007). Namun perlu digaris bawahi bahwa hubungan kuantitas pada penelitian ini memiliki sifat protektif (OR: < 1) pada populasi siswa SMA Yayasan Pendidikan Harapan 1. Hal

ini berarti bahwa semakin banyak mengonsumsi fast food semakin kecil risiko

mengalami overweight dan obesitas.

Hasil tersebut menimbulkan kerancuan bahwa semakin banyak konsumsi seharusnya semakin banyak masukan energi dan juga seharusnya semakin tinggi

risiko overweight dan obesitas. Hal ini mungkin dipengaruhi persepsi responden

terhadap dirinya sendiri. Dari penelitian didapat bahwa ada kemungkinan 7,8 kali

orang obesitas merasa dirinya gemuk (p-value: < 0,001; CI 95% CI 95%:

3,92-15,57). Pada kelompok obesitas 56% merasa dirinya gemuk serta hanya 14% pada kelompok non-obesitas merasa dirinya gemuk. Kemudian dari kelompok

yang merasa dirinya gemuk hanya 8% yang mengonsumsi fast food lebih dari

satu porsi per kali konsumsi. Jadi remaja yang merasa dirinya kegemukan menimbulkan rasa peduli dengan bentuk tubuh (Bargoita, 2013)

Penelitian Rensnick tahun 1986 menunjukan remaja saat itu kurang peduli dengan pola makan sehat. Kemudian pada tahun 1999, Neumark-Stainzer menunjukan terjadi pola perubahan persepsi remaja dalam pemilihan makanan.

(49)

menemukan lebih dari sepertiga remaja di Yunani berusaha mengurangi berat badan dengan diet rendah lemak.

Meskipun demikian, Flier (2010) menyatakan bahwa banyak orang dengan obesitas meyakini dirinya telah mengonsumsi makanan dengan jumlah yang sedikit. Berdasarkan hukum termodinamika bahwa untuk kenaikan berat badan seseorang harus makan lebih banyak daripada orang normal. Namun ada sebagian orang yang mempunyai predisposisi untuk obesitas akan menjadi obesitas tanpa harus adanya peningkatkan konsumsi energi.

5.2.2. Konsumsi Serat

Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara frekuensi mengonsumsi

serat dengan kejadian overweight dan obesitas pada siswa SMA Yayasan

Pendidikan Harapan 1 Medan (p-value: > 0,05). Hasil yang berbeda ditemukan

Hanley, et al (2000). Setiap peningatan 0,77g/MJ asupan serat mengurangi risiko

obesitas 0,69 kali. Secara keseluruhan, lebih dari 50% responden kurang dari 3 kali per minggu. Ini menunjukan rendahnya konsumsi serat baik kelompok kasus dan kontrol. Hal ini didukung oleh penelitian Vitolo, Campagnolo, dan Gama (2007) di Brazil menunjukan 69% remaja perempuan dan 49% remaja laki-laki kekurangan serat.

Rendahnya konsumsi serat pada remaja disebabkan oleh konsumsi

makanan tinggi energi yang berasal dari lemak terutama yang terdapat dalam fast

food (Vitolo, Campagnolo, dan Gama 2007). Kemudian ditambah banyaknya

jumlah tempat makan yang menjual makanan dengan nilai gizi yang buruk seperti

restoran fast food. Akibatnya remaja terpapar makanan yang tidak sehat, terutama

kekurangan serat dalam makanannya (Benegas, et al., 2011). Selain itu, Bargiota

(2013) juga menemukan bahwa remaja sangat jarang memilih makanan berserat seperti salad.

5.2.3. Aktivitas Fisik

Pada penelitian ini didapatkan tidak ada hubungan antara aktivitas fisik

(50)

Harapan 1 Medan (p-value: > 0,05). Primacakti, Sjarif, dan Advani (2014) juga menemukan tidak ada hubungan total pengeluran energi harian pada remaja

obesitas dan non-obesitas di Jakarta Barat. Allison, et al (2007) juga menunjukan

bahwa baik remaja obesitas dan non-obesitas sama-sama memiliki aktivitas fisik yang rendah.

Beberapa tahun terakhir, terjadi kecenderungan kebiasaan aktivitas sedentari akibat perkembangan teknologi sehingga banyak remaja yang

menghabiskan waktu hanya bermain gadget (screen time). Oleh karena itu WHO,

AHA, dan CDC menyarankan pembatasan waktu screen time < 2 jam per hari.

Pada penelitian ini didapatkan hanya 20% responden yang memiliki screen time <

2 jam per hari dan tidak ada perbedaan signifikan antara responden yang obesitas

dan responden yang obesitas berdasarkan screen time (p-value: > 0,05). Ini berarti

responden yang obesitas dan yang tidak mempunyai kecendrungan screening time

yang sama.

National Health Service (NHS) menyarankan agar anak-anak dan remaja usia 5-18 tahun melakukan aktivitas fisik yang menggunakan kekuatan minimal

tiga kali seminggu seperti jogging. Kemudian anak-anak dan remaja dianjurkan

untuk mengurangi waktu duduk seperti menonton, dan bermain komputer. Selain itu intevensi di sekolah dalam mengubah kegiatan fisik sangat berpengarah dalam mengubah pola aktivitas fisik remaja karena lebih dari sepertiga waktu bangun

remaja dihabiskan di sekolah (Kriemler, et al., 2013).

5.2.4. Uang Saku

Pada penelitian ini didapatkan tidak ada hubungan antara uang saku

dengan kejadian overweight dan obesitas pada siswa SMA Yayasan Pendidikan

Harapan 1 Medan. Hal ini didukung dengan hanya 25% dari seluruh responden

yang membelanjakan lebih dari 50% uang sakunya untuk membeli fast food dan

(51)

Hasil yang serupa juga diperoleh Muwakhidah dan Dian (2008) pada remaja di SMU Batik I Surakarta menunjukkan bahwa besarnya uang saku tidak menunjukan hubungan secara signifikan dan Sya’diah (2010), pada siswa SMA Negeri 1 Kudus yang menyimpulkan tidak terbukti bermakna bahwa faktor uang saku mempunyai risiko terhadap kejadian obesitas. Selain itu, meskipun terdapat perbedaan uang saku pada remaja tidak mempengaruhi aktivitas fisik baik yang rendah maupun memiliki uang saku yang tinggi (HSCIC, 2015).

5.2.5. Pengaruh Kelompok

Pada penelitian ini didapat bahwa tidak ada hubungan antara pengaruh

kelompok secara keseluruhan dengan kejadian overweight dan obesitas pada siswa

SMA Yayasan Pendidikan Harapan 1 Medan (p-value: > 0,05). Berdasarkan

kebiasaan mengukuti teman mengonsumsi fast food tidak ada perbedaan

responden yang mengalami obesitas dengan yang tidak (p-value: > 0,05). Namun

hal ini berbeda dengan hasil yang didapatkan Aggarwai (2008) yang mana ditemukan adanya hubungan signifikan antara teman sebagai referensi dalam memilih makanan dengan kejadian obesitas di Ludhiana, India. Para Remaja di

sana cenderung memilih restoran

Gambar

Tabel 2.2 Klasifikasi Overweight dan Obesitas Berdasarkan IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik
Tabel 2.3 Target Berat Badan Remaja Umur 12-18 Tahun
Tabel  3.1. Definisi Operasional
Tabel 4.1 Estimasi Besar Sampel
+5

Referensi

Dokumen terkait

FAKTOR RISIKO FREKUENSI KONSUMSI FAST FOOD TERHADAP KEJADIAN KEGEMUKAN (OVERWEIGHT).. PADA REMAJA DI SMA BATIK

Semakin banyak remaja mengkonsumsi soft drink, dan fast food maka semakin tinggi risiko kejadian obesitas pada remaja umur 15-17 tahun.. Kesimpulan :Fast food dan

Simpulan: Remaja yang memiliki asupan zat gizi makro berlebih, frekuensi konsumsi fast food sering, aktivitas isik tidak aktif, memiliki ibu dan ayah dengan status obesitas,

Sejalan dengan penelitian sebelumnya (23) yang menjelaskan adanya hubungan antara konsumsi fast food lokal dengan kejadian obesitas, yaitu konsumsi fast food lokal ≥

Sehingga penulis tertarik untuk mengetahui hubungan konsumsi fast food dan soft drink dengan kejadian obesitas pada remaja umur 15-17 tahun.. Metode : Penelitian ini

Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa jenis kelamin dan umur tidak berhubungan dengan kejadian obesitas, sedangkan pengetahuan gizi, kebiasaan konsumsi fast

Simpulan: Frekuensi konsumsi western fast food, total energi fast food, total lemak western fast food, dan total natrium fast food merupakan faktor risiko kejadian overweight

Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.. Konsumsi Fast Food Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Obesitas pada Remaja