• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 77 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PEMBANGUNAN HOTEL DI YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PELAKSANAAN PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 77 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PEMBANGUNAN HOTEL DI YOGYAKARTA"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 77 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PEMBANGUNAN

HOTEL DI YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjan Hukum

Diajukan Oleh :

Nama : HILMY CHAIDAR Nim : 20120610036

Prodi : Ilmu Hukum

Bagian : Hukum Administrasi Negara

FAKULTAS HUKUM

(2)
(3)

ABSTRAK

Pesatnya pembangunan hotel saat ini juga mulai mendapat respon negatif dari masyarakat Yogyakarta di beberapa lokasi atas kekhawatiran dampak sosial dan dampak lingkungan yang akan ditimbulkan. Hal ini tentu bukan masalah yang bisa diremehkan mengingat pariwisata sangat membutuhkan dukungan positif dari masyarakat lokal selaku tuan rumah. Oleh sebab itu perlu dilakukan respon tanggapan dan kajian dalam menentukan kebijakan terhadap pengendalian hotel, mengingat berbagai kekhawatiran pembangunan hotel ini dari sudut pandang kebutuhan wisatawan, peluang ekonomi bagi investor/swasta, pemerintah selaku regulator dan masyarakat sebagai basis daya dukung sosial pariwisata Kota Yogyakarta. Dari situ Pemerintah Daerah mencoba menimbang dan menindak lanjuti keluhan warga masyarakat dengan mengeluarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel. Kemudian mengeluarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 Tentang perubahan Atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel. Berdasarkan hal tersebut maka penulis bertujuan untuk meneliti pelaksanaan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 Tentang perubahan Atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Hukum empiris, adapun data diperoleh dari studi lapangan dan studi kepustakaan. Data primer maupun data skunder di olah dan dianalisa secara kualitatif, penelitian ini dilaksanakan di kota Yogyakarta.

Hasil penelitian menunjukan Pelaksanaan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 tentang perubahan atas peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 tahun 2013 tentang Pengendalian Hotel di kota Yogyakarta sejauh ini dapat dikatakan berjalan dengan baik dan sudah sesuai dengan maksud dan tujuannya sebagai pengendalian hotel. Hal ini dapat dilihat dari proses perizinan yang telah berjalan mulai dari proses pendaftaran, proses pengolahan dokumen, pengecekan kondisi lapangan sampai pengeluaran izin pembangunan hotel.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan rasa syukur mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,

Karena berkat limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya maka skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada

Nabi Muhammad SAW.

Skripsi yang berjudul "pelaksanaan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan hotel di Kota Yogyakarta. Disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh Gelar Sarjana hukum pada Fakultas HukumUniversitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas semua bantuan

yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung selama

penyusunan skripsi ini hingga selesai. Secara khusus rasa terimakasih tersebut

kami sampaikan kepada:

1. Keluargaku tercinta Ibuku Ai Nurhayati dan Ayahku Wawan Rahmawan

dan kakakku Shandy Fahrisi dan adikku M. Akmal Azhari dan Rihan

Al-Lail terimakasih atas doa dan dukungannya yang tiada habisnya selama

(5)

2. Bapak Dr. Trisno Raharjo.,SH.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Bapak Sunarno.,S.H.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang berkenan

meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan mencurahkan segala perhatiannya

untuk memberiakan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Beni Hidayat.,S.H.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang

telah memberikan bimbingan dan arahan selama bimbingan Skripsi.

5. Segenap dosen dan karyawan di Fakultas Hukum Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan ilmu dan pengalaman

hidup yang bermanfaat bagi penulis.

6. Gina qisthi terimakasih atas doa, dukungan dan kebersamaanya selama

ini.

7. Teman-teman SMAN5 Tasikmalaya Viqi, Wayan, Castrio, Guswan, Bimo,

Fikar.

8. Teman-temanku Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

angkatan 2012, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

9. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terimakasih

atas bantuan dan doannya. Dengan iringan doa semoga Allah SWT

berkenan melimpahkan rahmat dan cintanya kepada semua pihak yang

telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ahirnya penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

(6)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, baik dari segi materi

meupun penyajiannya. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat

diharapkan dalam penyempurnaan skripsi ini.

Terakhir penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan hal yang

bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis

juga.

Yogyakarta, 5 Desember 2016

Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

A. Latar Belakang Masalah………..1

B. Rumusan Masalah………...……….…...4

C. Tujuan Penelitian………...………….4

D. Manfaat Penelitian………...…...5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGENDALIAN PEMBANGUNAN HOTEL ………..7

A. Pengendalian Hotel di Kota Yogyakarta………..………...…7

1. Fungsi Pemerintah ………...7

2. Definisi Pegendalian Hotel……….11

3. Definisi Pembangunan………....13

4. Definisi Hotel……….16

5. Pengendalian Pembangunan Hotel………...17

B. Tinjauan Umum Tentang Izin Mendirikan Bangunan………...18

1. Pengertian Perizinan………...18

2. Tujuan Perizinan……….20

3. Pengertian Izin Mendirikan Bangunan………...21

4. Dasar Hukum Izin Mendirikan Bangunan………..23

(8)

6. Kegunaan Izin Mendirikan Bangunan………26

BAB III METODE PENELITIAN……….27

A. Jenis Penelitian………27

B. Data Penelitian………27

C. Teknik Pengumpulan Data………..29

D. Lokasi Penelitian……….29

E. Narasumber, Responden……….29

F. Teknik Pengambilan Sampel………...30

G. Teknik Analisis Data………...30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………..32

A. Pelaksanaan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Ttahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta……...……….. ………31

B. Hambatan-hambatan Dalam Pelaksanaan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta………….………...61

BAB V PENUTUP………77

A. Kesimpulan………..77

(9)
(10)
(11)

ABSTRAK

Pesatnya pembangunan hotel saat ini juga mulai mendapat respon negatif dari masyarakat Yogyakarta di beberapa lokasi atas kekhawatiran dampak sosial dan dampak lingkungan yang akan ditimbulkan. Hal ini tentu bukan masalah yang bisa diremehkan mengingat pariwisata sangat membutuhkan dukungan positif dari masyarakat lokal selaku tuan rumah. Oleh sebab itu perlu dilakukan respon tanggapan dan kajian dalam menentukan kebijakan terhadap pengendalian hotel, mengingat berbagai kekhawatiran pembangunan hotel ini dari sudut pandang kebutuhan wisatawan, peluang ekonomi bagi investor/swasta, pemerintah selaku regulator dan masyarakat sebagai basis daya dukung sosial pariwisata Kota Yogyakarta. Dari situ Pemerintah Daerah mencoba menimbang dan menindak lanjuti keluhan warga masyarakat dengan mengeluarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel. Kemudian mengeluarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 Tentang perubahan Atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel. Berdasarkan hal tersebut maka penulis bertujuan untuk meneliti pelaksanaan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 Tentang perubahan Atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Hukum empiris, adapun data diperoleh dari studi lapangan dan studi kepustakaan. Data primer maupun data skunder di olah dan dianalisa secara kualitatif, penelitian ini dilaksanakan di kota Yogyakarta.

Hasil penelitian menunjukan Pelaksanaan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 tentang perubahan atas peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 tahun 2013 tentang Pengendalian Hotel di kota Yogyakarta sejauh ini dapat dikatakan berjalan dengan baik dan sudah sesuai dengan maksud dan tujuannya sebagai pengendalian hotel. Hal ini dapat dilihat dari proses perizinan yang telah berjalan mulai dari proses pendaftaran, proses pengolahan dokumen, pengecekan kondisi lapangan sampai pengeluaran izin pembangunan hotel.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dewasa ini merupakan salah satu

provinsi dengan tingkat kemajuan pembangunan yang pesat. Yogyakarta dikenal

sebagai kota pariwisata dan kota pelajar dengan unsur budaya yang melekat, dan

memiliki magnet yang cukup kuat untuk menarik para wisatawan dari penjuru

daerah tanah air maupun mancanegara. Kunjungan wisata ke Yogyakarta semakin

meningkat dari tahun ke tahun, baik dari wisatawan domestik maupun wisatawan

mancanegara. Hal itu pula yang mendorong jumlah kebutuhan hotel sebagai

sarana peristirahatan dan penginapan turut meningkat, seiring jumlah wisatawan

yang makin bertambah. Saat ini dalam lingkar daerah wisata khususnya di Kota

Yogyakarta, lazim ditemui hotel dari berbagai macam kelas, mulai dari kelas

losmen, motel, melati hingga hotel berbintang, sehingga berbagai investor saling

bersaing untuk mendirikan hotel di berbagai tempat demi melayani wisatawan dan

mendapat keuntungan.

Persaingan dari para investor untuk mendirikan bangunan hotel di

beberapa lokasi strategis di Yogyakarta dari tahun ke tahun terus meningkat

secara signifikan. Pendirian bangunan hotel tersebut tidak serta merta berdiri

begitu saja di sebuah lahan, namun dibutuhkan prosedur perizinan agar sebuah

hotel dapat dibangun. Dalam pengertian umum berdasar Kamus Besar Bahasa

(13)

dalam KBBI diartikan sebagai pernyataan mengabulkan (tidak melarang), atau

persetujuan membolehkan. Dengan demikian, secara umum perizinan dapat

diartikan sebagai hal pemberian pernyataan mengabulkan, atau persetujuan

membolehkan.1 Di tengah optimisme pembangunan dan persaingan bisnis,

pembangunan hotel sebagai sarana peristirahatan pun kian sukar untuk

dikendalikan. Hotel-hotel dibangun tanpa memperhatikan bahwa lahan yang

dipergunakan untuk membangun semakin terbatas. Hal ini dipandang penting,

sehingga perlu sebuah peraturan untuk mengatur, sehingga terbit Peraturan

Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 tentang perubahan atas peraturan

walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan

Hotel.

Peraturan Walikota ini muncul setelah menimbang bahwa luas wilayah

Kota Yogyakarta terbatas, dan dalam rangka menjaga kualitas pelayanan

pariwisata, maka perlu pengendalian pembangunan jumlah hotel. Dengan

dikeluarkannya peraturan walikota tersebut maka diharapkan jumlah permohonan

izin pembangunan hotel pun semakin terkendali pula. Peraturan Walikota

Yogyakarta tersebut tentu mengacu pada Undang-undang Dasar 1945, dimana

Undang-undang Dasar 1945 merupakan peraturan tertinggi dan peraturan yang

berada di bawahnya tidak boleh bertentangan. Seperti yang tertuang dalam Pasal

18 Undang-undang Dasar 1945 yang berisi, “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

1

Pusat Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesa, Edisi Ketiga, Balai Pustaka,

(14)

kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai

pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”.

Moratorium pembangunan hotel yang semestinya berakhir pada 31

Desember 2016 mendatang yang sebelumnya di atur berdasarkan peraturan

Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Pengendalian

Pembangunan Hotel di atur dalam Pasal 3 yang berisi, “Penghentian sementara

penerbitan izin mendirikan bangunan hotel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) berlaku sejak 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember 2016”.

Setelah berlakunya peraturan Walikota Pada tanggal 30 september 2016

moratotium pembangunan hotel resmi diperpanjang oleh pemerintah Yogyakarta

hingga 31 Desember 2017 berdasarkan peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55

Tahun 2016 tentang perubahan atas peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77

Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel, khususnya dalam pasal 3

yang berisi, “Penghentian sementara penerbitan izin mendirikan bangunan hotel

berlaku sejak 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember 2017”.

Perhimpunan Hotel Dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY mencatat

terdapat 86 hotel berbintang dengan sekitar 8.600 kamar dan 1.100 hotel non

berbintang dengan sekitar 12.500 kamar. Menurur Kepala Dinas Perizinan Kota

Yogyakarta menuturkan pada moratorium sebelumnya, mulai dari 1 januari 2014

hingga saat ini, terdapat 104 permohonan izin pembangunan hotel baru.

(15)

permohonan izin sebelum moratorium yang belum di keluarkan karena berbagai

persyaratan yang belum terpenuhi.2

Berdasarkan latar belakang diatas, untuk mengendalikan jumlah

pembangunan hotel di Yogyakarta dan jumlah permohonan izin mendirikan

bangunan hotel, perlu sebuah peraturan untuk mengatur. Untuk itu penulis tertarik

untuk meneliti tentang pelaksanaan Peraturan Walikota Yogakarta Nomor 55

Tahun 2016 Tentang perubahan Atas peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77

Tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan peraturan Walikota Yogakarta Nomor 55 Tahun

2016 Tentang perubahan Atas peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77

Tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota

Yogyakarta?

2. Apakah hambatan-hambatan yang dihadapi pemerintah kota Yogyakarta

dalam melaksanakan peraturan Walikota Yogakarta Nomor 55 Tahun

2016 Tentang perubahan Atas peraturan peraturan Walikota Yogyakarta

Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota

Yogyakarta?

C. Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui pelaksanaan peraturan Walikota Yogakarta Nomor 55

Tahun 2016 Tentang perubahan Atas peraturan Walikota Yogyakarta

2

(16)

Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota

Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat pemerintah kota

Yogyakarta dalam melaksanakan peraturan Walikota Yogakarta Nomor 55

Tahun 2016 Tentang perubahan Atas peraturan Walikota Yogyakarta

Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota

Yogyakarta.

D. Manfaat penelitian

Bedasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini praktis memberikan manfaat

untuk:

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan di bidang hukum pada umumnya dan khususnya

perkembangan pada bidang hukum administrasi Negara mengenai

pelaksanaan peraturan Walikota Yogakarta Nomor 55 Tahun 2016

Tentang perubahan Atas peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun

2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta.

2. Manfaat praktis

a. Memberikan masukan kepada Pemerintah dan pihak-pihak yang terkait

mengenai pelaksanaan peraturan Walikota Yogakarta Nomor 55 Tahun

2016 Tentang perubahan Atas peraturan Walikota Yogyakarta Nomor

77 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota

(17)

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan

(18)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENGENDALIAN

PEMBANGUNAN HOTEL

A. Pengendalian Hotel di Kota Yogyakarta 1. Fungsi Pemerintah

Tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah menjaga ketertiban

dalam kehidupan masyarakat sehingga setiap warga dapat menjalani kehidupan

secara tenang, tenteram dan damai. Pemerintahan modern pada hakekatnya adalah

pelayanan kepada masyarakat, pemerintahan tidak diadakan untuk melayani

dirinya sendiri. Pemerintah dituntut mampu memberikan pelayanan kepada

masyarakatnya dan menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap orang dapat

mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai kemajuan

bersama. Secara umum fungsi pemerintahan mencakup :

a. Fungsi Pelayanan

Perbedaan pelaksanaan fungsi pelayanan yang dilakukan Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah terletak pada kewenangan masing-masing.

Kewenangan pemerintah pusat mencakup urusan Pertahanan Keamanan, Agama,

Hubungan luar negeri, Moneter dan Peradilan. Secara umum pelayanan

pemerintah mencakup pelayanan publik (Public service) dan pelayanan sipil

(Civil service) yang menghargai kesetaraan.

(19)

Fungsi ini dilaksanakan pemerintah dengan membuat peraturan

perundang-undangan untuk mengatur hubungan manusia dalam masyarakat.

Pemerintah adalah pihak yang mampu menerapkan peraturan agar kehidupan

dapat berjalan secara baik dan dinamis. Seperti halnya fungsi pemerintah pusat,

pemerintah daerah juga mempunyai fungsi pengaturan terhadap masyarakat yang

ada di daerahnya. Perbedaannya, yang diatur oleh Pemerintah Daerah lebih

khusus, yaitu urusan yang telah diserahkan kepada Daerah. Untuk mengatur

urusan tersebut diperlukan Peraturan Daerah yang dibuat bersama antara DPRD

dengan eksekutif.

c. Fungsi Pembangunan

Pemerintah harus berfungsi sebagai pemacu pembangunan di

wilayahnya, dimana pembangunan ini mencakup segala aspek kehidupan tidak

hanya fisik tapi juga mental spriritual. Pembangunan akan berkurang apabila

keadaan masyarakat membaik, artinya masyarakat sejahtera. Jadi, fungsi

pembangunan akan lebih dilakukan oleh pemerintah atau Negara berkembang dan

terbelakang, sedangkan Negara maju akan melaksanakan fungsi ini seperlunya.

d. Fungsi Pemberdayaan (Empowerment)

Fungsi ini untuk mendukung terselenggaranya otonomi daerah, fungsi ini

menuntut pemberdayaan Pemerintah Daerah dengan kewenangan yang cukup

dalam pengelolaan sumber daya daerah guna melaksanakan berbagai urusan yang

didesentralisasikan. Untuk itu Pemerintah Daerah perlu meningkatkan peranserta

(20)

pemerintahan. Kebijakan pemerintah, pusat dan daerah, diarahkan untuk

meningkatkan aktifitas ekonomi masyarakat, yang pada jangka panjang dapat

menunjang pendanaan Pemerintah Daerah. Dalam fungsi ini pemerintah harus

memberikan ruang yang cukup bagi aktifitas mandiri masyarakat, sehingga

dengan demikian partisipasi masyarakat di Daerah dapat ditingkatkan. Lebih-lebih

apabila kepentingan masyarakat diperhatikan, baik dalam peraturan maupun

dalam tindakan nyata pemerintah.1

Berdasarkan Undang-undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah, fungsi pemerintah daerah dapat dibagi menjadi fungsi pemerintahan

absolut, fungsi pemerintahan wajib, fungsi pemerintahan pilihan, dan fungsi

pemerintahan umum. Berikut adalah penjelasan mengenai fungsi pemerintahan

daerah dalam pembangunan tersebut :

1) Fungsi Pemerintahan Absolut

Fungsi yang termasuk dalam fungsi pemerintahan absolut memiliki

kewenangan pada pemerintah pusat (asas sentralisasi). Namun demikian ada

kalanya pemerintah pusat dapat memberikan kewenangan ini pada pemerintah

daerah baik kepada kepala daerah maupun instansi perangkat daerah.

2) Fungsi Pemerintahan Wajib

Fungsi permerintahan yang termasuk dalam fungsi pemerintahan wajib

dibagi kewenangannya pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah (asas

1

(21)

desentralisasi/dekonsentrasi). Pemerintah daerah wajib melaksanakan fungsi

pemerintahan ini apabila urusan pemerintahan ini menyangkut kehidupan

masyarakat yang ada di dalam wilayahnya agar tidak menjadi penyebab

terciptanya masyarakat majemuk dan multikultural. Pada umumnya urusan

pemerintahan wajib merupakan pelayanan dasar bagi masyarakat.

3) Fungsi Pemerintahan Pilihan

Fungsi pemerintahan pilihan juga dibagi kewenangannya antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah (asas desentralisasi atau dekonsentrasi).

Fungsi pemerintahan ini berkaitan dengan letak geografis, sumber daya

alam, globalisasi dan sumber daya manusia yang khas berada di suatu daerah.

4) Fungsi Pemerintahan Umum

Fungsi pemerintahan umum memiliki tugas, fungsi dan wewenang

presiden dan wakil presiden, namun pelaksanaannya di daerah dilakukan oleh

kepala daerah baik gubernur, bupati, maupun walikota. Mengenai pelaksanaan ini,

gubernur bertanggung jawab kepada presiden melalui mentri yang bersangkutan.

Bupati dan walikota pun memiliki tanggung jawab yang sama namun

penyampaiannya dilakukan melalui gubernur. Instansi dan perangkat daerah

ditunjuk untuk membantu pelaksanaan urusan pemerintahan umum ini.2

2

(22)

2. Definisi Pengendalian Hotel

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 Tentang Tata Cara

Pengendalian dan Evaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan, pengendalian

adalah serangkaian kegiatan manajemen yang dimaksudkan untuk menjamin agar

suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang

ditetapkan. Sedangkan pengawasan (pemantauan) adalah kegiatan mengawasi

perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan, mengidentifikasi serta

mengantisipasi permasalahan yang timbul dan atau akan timbul untuk dapat

diambil tindakan sedini mungkin.

Tujuan dari pengendalian dan evaluasi perencanaan pembangunan daerah

ini adalah untuk mewujudkan konsistensi antara kebijakan dengan pelaksanaan

dan hasil rencana pembangunan daerah, konsistensi antara rencana pembangunan

jangka panjang daerah dengan rencana jangka panjang nasional dan rencana tata

ruang wilayah, konsistensi antara rencana pembangunan jangka menengah daerah

dengan rencana jangka panjang daerah dan rencana tata ruang wilayah daerah,

konsistensi antara rencana kerja pemerintah daerah dengan rencana jangka

menengah daerah, dan kesesuaian antara capaian pembangunan daerah dengan

indikator-indikator kinerja yang telah ditetapkan Mendagri.3

Kebijakan pengendalian pemanfaatan ini meliputi kebijakan mekanisme

perijinan, pengawasan dan penertiban. Masing-masing kebijakan diuraikan

berikut ini:

3

(23)

1. Kebijakan mekanisme perijinan adalah:

a. Menyelenggarakan pengendalian pemanfaatan ruang melalui

mekanisme perijinan yang efektif.

b. Menyusun ketentuan teknis, standar teknis, kualitas ruang, dan standar

kinerja sebagai rujukan bagi penerbitan ijin yang lebih efisien dan

efektif.

c. Menerapkan proses pengkajian rancangan dalam proses penerbitan

perijinan bagi kegiatan yang berdampak penting.

2. Kebijakan pengawasan adalah:

a. Menyusun mekanisme dan kelembagaan pengawasan yang menerus dan

berjenjang dengan melibatkan aparat wilayah dan masyarakat.

b. Menyerahkan tanggung jawab utama pengawasan teknis pemanfaatan

ruang kepada instansi yang menerbitkan perijinan.

c. Mengefektifkan RDTRK untuk mengkoordinasikan pengendalian

pemanfaatan ruang kota.

d. Menyediakan mekanisme peran serta masyarakat dalam pengawasan.

3. Kebijakan penertiban adalah:

a. Mengintensifkan upaya penertiban secara tegas dan konsisten terhadap

kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan atau tidak

berijin secara bertahap.

b. Mengefektifkan fungsi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan

Satuan Polisi Pamong Praja dalam menertibkan pelanggaran

(24)

c. Mendayagunakan masyarakat, instansi teknis dan pengadilan secara

proporsional dan efektif untuk menertibkan pelanggaran pemanfaatan

ruang.

4. Menyusun dan menerapkan perangkat sanksi administratif dan fiskal yang

sesuai/tepat/efektif untuk setiap pelanggaran rencana tata ruang secara

konsisten.

5. Menerapkan prinsip ketidaksesuaian penggunaan yang rasional dalam

penertiban pemanfaatan ruang, yaitu kegiatan yang sudah ada dan berijin

tetapi tidak sesuai rencana tata ruang dapat tetap diteruskan dengan

ketentuan :

a. Dilarang mengubah fungsi dan mengubah/memperluas bangunan yang

ada, kecuali sesuai fungsi dalam rencana tata ruang.

b. Apabila ijin habis, maka fungsi dan ketentuan harus mengikuti

peruntukan yang ada dalam rencana tata ruang atau ketentuan teknis

yang ditetapkan.

3. Definisi Pembangunan

Beragam definisi pembangunan yang disampaikan oleh banyak pakar

memang menimbulkan perbedaan pendapat. Namun tetap saja berbagai pendapat

tersebut mengacu pada satu relevansi yang sama. Berdasarkan Peraturan Walikota

kota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang pengendalian pembangunan hotel

terhadap izin pendirian hotel di kota Yogyakarta. Bangunan Gedung adalah wujud

fisik hasil pekerjaan konstruksi termasuk prasarana dan sarana bangunannya yang

(25)

seluruhnya berada diatas dan atau di dalam tanah dan/atau air yang berfungsi

sebagai tempat manusia melakukan kegiatan hunian atau tempat tinggal, kegiatan

keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial dan budaya maupun kegiatan khusus.

Pengertian pembangunan menurut para ahli:

a. Menurut Fakih Umumnya orang beranggapan bahwa pembangunan

adalah kata benda netral yang maksudnya adalah suatu kata yang

digunakan untuk menjelaskan proses dan usaha yang meningkatkan

kehidupan ekonomi, politik, budaya, infrastruktur masyarakat dan

sebagainya.4

b. Kemudian menurut Galtung Pembangunan merupakan upaya untuk

memenuhan kebutuhan dasar manusia, baik secara individual maupun

kelompok, dengan cara-cara yang tidak menimbulkan kerusakan, baik

terhadap kehidupam sosial maupun lingkuangan alam.5

c. Menurut Effendi pembangunan adalah “suatu upaya meningkatkan

segenap sumber daya yang dilakukan secara berencana dan berkelanjutan

dengan prinsip daya guna yang merata dan berkeadilan”. Dalam hal ini

dapat dikatakan bahwa pembangunan berorientasi pada pembangunan

masyarakat, dimana pendidikan menempati posisi yang utama dengan

4

Fakih, Mansour, 2001, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta,

Insistpres bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, hlm.10.

5

Trijono, Lambang, 2007, Pembangunan Sebagai Perdamaian. Jakarta, Yayasan Obor

(26)

tujuan untuk membuka wawasan dan kesadaran warga akan arah dan

cita-cita yang lebih baik.6

d. Menurut Rogers pembangunan adalah suatu proses perubahan sosial

dengan partisipatori yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan

untuk kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya

keadilan, kebebasan dan kualitas lainnya yang dihargai) untuk mayoritas

rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap

lingkungan mereka. Adapun pembangunan sarana fisik diartikan sebagai

alat atau fasilitas yang dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh

masyarakat seperti yang dimaksud berupa:

1) Prasarana perhubungan yaitu: jalan, jembatan dan lain-lain.

2) Prasarana pemasaran yaitu: gedung, pasar.

3) Prasarana sosial yaitu: gedung sekolah, rumah-rumah ibadah, dan

puskesmas.

4) Prasarana produksi saluran air.7

Berdasarkan hal tersebut jelas bahwa pembangunan itu proses perubahan

kearah lebih baik tersebut hanya terwujud dengan melibatkan, menggerakkan

manusianya baik dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan serta

mengevaluasi hasilnya. Selain itu pembangunan merupakan suatu proses, ini

dimaksudkan bahwa setiap usaha pembangunan pasti memerlukan

6

Effendi, Bachtiar, 2002, Pembangunan Daerah Otonomi Berkeadilan, Yogyakarta,

Uhaindo dan Offset, hlm.2.

7

(27)

kesinambungan pelaksanaan, dalam arti tanpa mengenal batas akhir meskipun

dalam perencanaannya dapat diatur berdasarkan azas skala prioritas dan suatu

tahapan tertentu.

Seiring dengan perkembangan mengenai konsep dan pelaksanaan

pembangunan di berbagai negara. Indonesia juga mengalami pergeseran

paradigma pembangunan, baik dari strategi ekonomi, strategi people centered,

hingga pada strategi pemberdayaan masyarakat yang dikatakan suatu alternatif

dari model pembangunan masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan strategi dalam

pembangunan daerah yang termuat dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang

pemerintah daerah.

4. Definisi Hotel

Menurut Pearturan Walikota kota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013

dalam pasal 1 Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan

termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga

motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah

penginapan dan sejenisnya. Dewasa ini bisnis perhotelan semakin tumbuh dan

berkembang di Indonesia. Di banyak daerah jumlah tujuan (destinasi) pariwisata

dan hotel semakin bertambah. Situasi yang sama juga tampak di kota-kota besar.

Hotel dan bisnis pelayanan jasa atau sejenisnya semakin tumbuh subur. pada

(28)

setiap pengusaha hotel akan memberikan pelayanan yang maksimal bagi para

tamunya.8

Menurut Sulastiyono hotel adalah suatu perusahaan yang dikelola oleh

pemiliknya dengan menyediakan pelayanan makanan, minuman dan fasilitas

kamar untuk tidur kepada orang-orang yang melakukan perjalanan dan mampu

membayar dengan jumlah yang wajar sesuai dengan pelayanan yang diterima

tampa adanya perjanjian khusus.9 Untuk lebih memantapkan keberadaannya

dalam masyarakat, suatu hotel harus melakukan pengenalan diri dan berusaha

mendapatkan pengakuan dan kepercayaan dari masyarakat terutama dari mereka

yang hampir selalu memerlukan pelayanan suatu hotel. Hal ini dianggap perlu

karena hotel mempunyai komitmen tertentu terhadap masyarakat dan semuanya

itu harus dipenuhi oleh pejabat yang tepat, pada waktu yang tepat pula.

5. Pengendalian Pembangunan Hotel

Pengendalian pembangunan hotel dimaksudkan untuk menjamin

tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana

dilakukan melalui kegiatan pemantauan dan pengawasan. Pembangunan

berkaitan dengan pemanfaatan tata ruang, sehingga pengendalian pembangunan

berkaitan erat dengan pengendalian pemanfaatan tata ruang.

Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan kegiatan yang berkaitan dengan pengawasan dan penertiban terhadap implementasi rencana sebagai

8

A Yoeti Oka, 2004, Strategi Pemasaran Hotel, Jakarta, PT.Gramedia Pustaka Utama,

hlm.1.

9

Sulastiyono, Agus, 2011, Manajemen Penyelenggaraan Hotel, Bandung, Alfabeta.,

(29)

tindak lanjut dari penyusunan rencana atau adanya produk rencana, agar

pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Di tengah optimisme pembangunan dan persaingan bisnis, pembangunan hotel

sebagai sarana peristirahatan pun kian sukar untuk dikendalikan. Hotel-hotel

dibangun tanpa memperhatikan bahwa lahan yang dipergunakan untuk

membangun semakin terbatas. Hal ini dipandang penting, sehingga perlu sebuah

peraturan untuk mengatur, sehingga terbit Peraturan Walikota Yogyakarta

Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel. Peraturan

Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 ini muncul setelah menimbang

bahwa luas wilayah Kota Yogyakarta terbatas, dan dalam rangka menjaga

kualitas pelayanan pariwisata, maka perlu pengendalian pembangunan jumlah

hotel. Dengan dikeluarkannya peraturan walikota tersebut maka diharapkan

jumlah permohonan izin pembangunan hotel pun semakin terkendali pula.

Pengendalian sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (1) peraturan Walikota

Nomor 77 Tahun 2013 dilakukan dengan menghentikan sementara penerbitan

izin mendirikan bangunan hotel di Daerah.

B. Tinjauan Umum Tentang Izin Mendirikan Bangunan 1. Pengertian Perizinan

Secara yuridis pengertian perizinan tertuang dalam Pasal 1 angka 9

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Pasal 1 angka 9 menegaskan

(30)

tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha. Perizinan dapat

didefenisikan dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas yakni

merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum

administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk

mengemudikan tingkah laku para warga.

Izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang

atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari

ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Dengan memberi

izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan

tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenaan

bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan

khusus atasnya. Sedangkan dalam arti sempit yakni pengikatan-pengikatan pada

suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat

undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi

keadaan-keadaan yang buruk.

Tujuannya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat

undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun di mana ia menginginkan dapat

melakukan pengawasan sekedarnya. Hal pokok pada izin dalam arti sempit adalah

bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan dengan tujuan agar

dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenaan dapat dengan

teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah

(31)

tetapi agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu/

dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan.

Unsur-unsur yang terdapat dalam Izin yaitu :

a. Para pihak

b. Objek pengaturan

c. Pengesahan

d. Pihak yang mengeluarkan

e. Jangka waktu

f. Tujuan membuat Izin

g. Alasan penerbitan Izin, atribusi, delegasi dan mandate.

2. Tujuan perizinan

Tujuan sistem perizinan menurut Spelt dan ten Berge beberapa

diantaranya yakni :

a. Keinginan mengarahkan aktivitas-aktivitas tertentu;

b. Mencegah bahaya bagi lingkungan

c. Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu.10

Penetapan perizinan sebagai salah satu instrumen hukum dari pemerintah

yaitu untuk mengendalikan kehidupan masyarakat agar tidak menyimpang dari

ketentuan hukum yang berlaku serta membatasi aktifitas masyarakat agar tidak

10

Y. Sri Pudyatmoko, 2009, Perizinan, Problem dan Upaya Pembenahan, Grasindo,

(32)

merugikan orang lain. Dengan demikian, perizinan lebih merupakan instrumen

pencegahan atau berkarakter sebagai preventif.

3. Pengertian Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Izin Mendirikan Bangunan adalah perizinan yang diberikan oleh

pemerintah kabupaten/kota kepada pemilik gedung untuk membangun,

mengubah, memperluas, mengurangi dan atau merawat bangunan gedung sesuai

dengan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis yang berlaku.11

Berdasarkan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II

Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1988 tentang Ijin Membangun BangunBangunan.

IMBB adalah Izin untuk mendirikan, mengubah, memperbaiki dan atau

membongkar bangun-bangunan. Adapun yang dimaksud dengan

Bangun-bangunan adalah setiap hasil pekerjaan manusia yang tersusun, terletak pada tanah

atau tertumpu pada batu-batu landasan secara langsung atau tidak langsung.

Sedangkan, yang dimaksud dengan mendirikan bangun-bangunan adalah

pekerjaan mengadakan bangun-bangunan seluruhnya atau sebagian, termasuk

pekerjaan menggali, menimbun atau meratakan tanah yang berhubungan dengan

pekerjaan mengadakan bangun-bangunan itu. Istilah lain yang terkait dengan

pengertian IMB di atas antara lain:

a. Mengubah bangun-bangunan, yaitu pekerjaan menggantiatau menambah

bagian bangun-bangunan yang ada termasuk pekerjaan membongkar

11

Marihot Pahala Siahaa, 2008, Hukula Bangunan Gedung di Indonesia, RajaGrafindo

(33)

yang berhubungan dengan pekerjaan mengganti bagian

bangun-bangunan tersebut.

b. Memperbaiki bangun-bangunan, adalah pekerjaan memperbaiki

sebagian bangun-bangunan dengan bahan bangunan yang sama atau

sejenis sehingga tidak terdapat perubahan struktur maupun konstruksi;

c. Membongkar bangunan, yaitu pekerjaan pembongkaran

bangun-bangunan sebagian atau seluruhnya, untuk dibangun kembali dengan

fungsi yang lain atau sama.

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002 tentang

Bangunan Gedung, bahwa IMB merupakan izin mendirikan bangunan yang

diberikan kepada setiap orang atau Badan yang akan membangun baru,

mengubah, memperluas, mengurangi, dan merawat bangunan gedung wajib

terlebih dahulu memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Walikota atau

pejabat yang ditunjuk, dan ditetapkan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.

Sedangkan berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 77 Tahun 2013 tentang

Pengendalian Bangunan Hotel. IMB adalah perizinan yang diberikan oleh

Pemerintah Daerah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru,

mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai

dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.

Setiap orang yang memiliki bangunan gedung wajib memiliki IMB

gedung. IMB adalah awal surat bukti dari pemerintah daerah bahwa pemilik

bangunan gedung dapat mendirikan bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang

(34)

disetujui oleh pemerintah daerah.12 IMB merupakan satu-satunya sarana perizinan

yang diperbolehkan dalam penyelenggaraan bangunan gedung., yang menjadi alai

pengehdali penyelenggaraan bangunan gedung. Proses pemberian IMB harus

mengikuti prinsip-prinsip pelayanan prima dan murah/terjangkau. Permohonan

IMB gedung merupakaa proses awal mendapatkan IMB gedung.

Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang meliputi:

1) Status hak atas tanah dan atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas

tanah;

2) Status kepemilikan bangunan gedung; dan

3) Izin mendirikan bangunan gedung, sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. 13

4. Dasar Hukum Izin Mendirikan Bangunan

a. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

b. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

c. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan

Gedung

d. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah

12

Ibid, hal.63.

13 Ibid

(35)

e. Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang

Bangunan Gedung

f. Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2010-2029

g. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang

Pengendalian Pembangunan Hotel.

5. Prosedur dan Persyaratan IMB bangunan Hotel

Untuk mendapatkan IMB, kita dapat mengajukan permohonan IMB

melalui Unit Pelayanan Terpadu (UPT) dengan loket kepengurusan IMB yang

berada dibawah naungan Dinas Tata Kota, berikut urutan cara mengurus IMB :

a. Mengajukan permohonan IMB

b. Melengkapi persyaratan IMB

c. Membayar retribusi pengajuan IMB sesuai dengan surat perintah

pembayaran

d. Melakukan proses pembangunan sesuai rancangan yang sudah di ajukan

e. Mengambil sertifikat IMB

f. Umumnya lama kepengurusan IMB membutuhkan waktu 20-25 hari kerja

setelah diajukan, tergantung dari kebijakan daerah setempat dan juga

kelengkapan dokumen-dokumen yang diperlukan.

Adapun persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengajuan IMB

Bangunan Hotel di Kota Yogyakarta yakni: 14

14

(36)

1) Fotokopi sertifikat tanah atau surat bukti kepemilikan lain yang sah.

Untuk tanah milik pemerintah/ Negara dan hak guna bangunan

(HGB), apabila masa berlakunya kurang dari 1 (satu) tahun maka

harus diperpanjang dahulu.

2) Untuk tanah milik Kraton, magersari dan jagang, harus ada

persetujuan dari penghageng wahono sarto kriyo (disertai

gambar-gambar situasi yang dikeluarkan oleh Kraton).

3) Untuk pemilik hak atas tanah yang telah meninggal dan belum ada

peralihan hak, maka harus ada surat keterangan waris dan

kerelaan/persetujuan ahli waris yang diketahui oleh RT, RW, Lurah

dan Camat setempat.

4) Untuk tanah yang bukan milik pemohon izin harus ada kerelaan dari

pemilik tanah disertai dengan materai yang cukup.

5) Fotokopi KTP pemohon.

6) Advice planning/keterangan rencana.

7) Gambar situasi bangunan (letak bangunan, akses jalan, taman dalam

persil yang digunakan untuk sumur peresapan air hujan (SPAH).

8) Denah tampak depan, samping, rencana pondasi, atap, gambar

potongan, gambar instalasi, dan sanitasi, disertai dengan tanda tangan

penanggung jawab pada masing-masing gambar.

9) Perhitungan struktur meliputi perhitungan plat, balok, kolom, tangga,

pondasi, rangka dan atap.

(37)

Syarat-syarat di atas merupakan syarat umum yang harus dipenuhi untuk

mendirikan suatu bangunan, namun untuk pembangunan hotel tentu saja harus

memenuhi persyaratan lain kaitannya dengan lingkungan. Untuk pembangunan

hotel harus melampirkan dokumen lingkungan yang berupa AMDAL, UKL-UPL

dan dokumen lingkungan lain yang dikeuarkan oleh Badan Lingkungan Hidup

Kota Yogyakarta.

6. Kegunaan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Izin Mendirikan Bangunan ini sangat penting untuk mewujudkan tata

lingkungan yang sesuai dan teratur, supaya terjadi keserasian antara lingkungan

dengan manusia selaku pengguna lahan. Tidak jarang banyak bangunan yang

tidak mempunyai izin mendirikan bangunan di bongkar, karena berdiri di atas

lahan yang tidak boleh dipakai untuk mendirikan bangunan. Kegunaan dari

IMB, yaitu :

a. Mendukung pelaksanaan pembangunan agar bias sesuai dengan

rancangan teknis dan juga tata ruang yang telah di rencanakan di suatu

daerah.

b. Memudahkan pengawasan pemakaian bangunan, baik dari fungsi

maupun estetika lingkungan.

c. Memperoleh kepastian hukum atas bangunan yang kita mliki.

d. Dapat mempermudah dalam kepengurusan dalam beberapa kegiatan.

e. Menunjang bagi kelangsungan pembangunan daerah dengan eningkatan

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yaitu mengkaji

pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum positif (perundang-

undangan) dan kontak secara faktual pada setiap peristiwa tertentu yang

terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang ditentukan. Penelitian

hukum empiris dilakukan melalui studi lapangan untuk mencari dan

menentukan sumber hukum dalam arti sosiologis sebagai keinginan dan

kepentingan yang ada di dalam masyarakat.1

B. Data Penelitian

Dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder:

1. Data Primer yang diperoleh melalui studi lapangan, yaitu dengan cara

wawancara secara terstruktur maupun bebas dengan narasumber yang

berkaitan dengan penelitian ini.

2. Data sekunder merupakan hasil dari bahan penelitian dari studi

kepusatakan yang diambil dari bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat, yang

mencakup peraturan perundang-undangan terkait dengan topik

masalah yang dibahas yaitu :

1

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2012, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan

(39)

1) Undang-undang Dasar Tahun 1945

2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

Tentang Pemerintah Daerah.

3) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan

Gedung

4) Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

5) Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 Tentang Tata Cara

Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.

6) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah

7) Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012

Tentang Bangunan Gedung.

8) Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010

Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Tahun

2010-2029

9) Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 Tentang

Pengendalian Pembangunan Hotel.

10)Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 Tentang

Perubahan Atas Perubahan Peraturan Walikota Nomor 77 Tahun

2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel.

b. Bahan hukum sekunder yaitu yang memberikan penjelasan bahan

hukum primer yang terdiri dari buku-buku, artikel, dari internet dan

(40)

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan Hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan Hukum primer dan

bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, surat kabar, tabloid

dan artikel-artikel dari internet yang berhubungan dengan masalah

yang akan di bahas dalam penulisan ini.

C. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara yaitu mengajukan pertanyaan kepada narasumber dan

responden baik secara bebas maupun terpimpin.

2. Studi pustaka yaitu penelitian yang mengkaji pada pustaka, buku-buku,

Perundang-undangan, bahan buku dan literature pendukung yang

berkaitan dengan materi penelitian.

D. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian Di Kota Yogyakarta.

E. Narasumber, Responden

1. Narasumber :

a. Bapak Pamungkas Pengamat Tata Kota

2. Responden:

a. Bapak Setiyono Kepala Bidang Pelayanan Dinas Perizinan Kota

Yogyakarta.

b. Bapak Arief Kepala Bidang Pengawasan Dinas Perizinan Kota

Yogyakarta

(41)

F. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan disini adalah sistem random

sampling yaitu setiap individu mempunyai peluang yang sama untuk dipilih

sebagai sampel.2

G. Teknik Analisis Data

Data penelitian diolah dan dianalisa secara kualitatif yaitu menganalisa data

yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun dari hasil penelitian

lapangan yang kemudian dideskripsikan dengan menggunakan kata-kata

sehingga diperoleh bahasa atau paparan dalam bentuk kalimat yang sistematis

dan dapat dimengerti, dan di Tarik kesimpulan.

(42)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 tahun 2016 Tentang Perubahaan Atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta

Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang

Bangunan Gedung tersebut menjadi pedoman Pemerintah Daerah khususnya

Dinas Perizinan Kota Yogyakarta untuk mengeluarkan izin pembangunan hotel.

Dalam perjalanan proses tersebut ternyata banyak warga masyarakat yang

mengeluhkan tentang keberadaan hotel-hotel yang marak dibangun di Kota

Yogyakarta, dikarenakan banyak warga masyarakat yang merasakan dampak

negatif akibat pembangunan hotel tersebut. Dari situ Pemerintah Daerah mencoba

menimbang dan menindak lanjuti keluhan warga masyarakat dengan

mengeluarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang

Pengendalian Pembangunan Hotel.

Maksud dan Tujuan dari Peraturan Walikota Nomor 77 Tahun 2013

Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel yakni:

1. Untuk mengendalikan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta, mengingat

(43)

2. Melindungi usaha-usaha perhotelan yang telah ada di Kota Yogyakarta,

sehingga usaha-usaha perhotelan yang telah ada di Kota Yogyakarta dapat

bersaing atau berkompetisi secara sehat.

3. Sebagai bahan kajian untuk menetapkan jumlah kebutuhan hotel di Kota

Yogyakarta.

Salah satu sektor yang menjadi andalan Kota Yogyakarta adalah

pariwisata. Perkembangannya dari tahun ke tahun terus menunjukkan

meningkatnya volume kedatangan wisatawan baik nusantara maupun

mancanegara. Meningkatnya jumlah wisatawan ini juga menjadi potensi ekonomi

yang menggiurkan. Pesatnya pembangunan hotel saat ini juga mulai mendapat

respon negatif dari masyarakat Yogyakarta di beberapa lokasi atas kekhawatiran

dampak sosial dan dampak lingkungan yang akan ditimbulkan. Hal ini tentu

bukan masalah yang bisa diremehkan mengingat pariwisata sangat membutuhkan

dukungan positif dari masyarakat lokal selaku tuan rumah. Oleh sebab itu perlu

dilakukan respon tanggapan dan kajian dalam menentukan kebijakan terhadap

pengendalian hotel, mengingat berbagai kekhawatiran booming pembangunan

hotel ini dari sudut pandang kebutuhan wisatawan, peluang ekonomi bagi

investor/swasta, pemerintah selaku regulator dan masyarakat sebagai basis daya

dukung sosial pariwisata Kota Yogyakarta. Kajian dan analisis singkat dari

beberapa sudut pandang ini diharapkan mampu memberikan alternatif solusi atas

(44)

Sumber : Data Primer

Berdasarkan Hasil wawancara dengan Kepala bidang Pelayanan Dinas

Perizinan Kota Yogyakarta Bapak Setiyono mengungkapkan, bahwa Permohonan

IMB Bangunan Hotel yang masuk pada Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

sebelum 1 Januari 2014 tercatat terdapat 104 permohonan IMB Bangunan Hotel,

Dari 104 permohonan IMB Bangunan Hotel tersebut, 87 Hotel diantaranya sudah

diterbitkan dan 17 lainnya dinyatakan belum memenuhi persyaratan.

Dihubungkan dengan tujuan dari Peraturan Walikota Yogyakarta tersebut yakni

untuk mengendalikan jumlah pembangunan hotel, justru menjadi stimulus bagi

para investor untuk lebih cepat mengajukan permohonan IMB bangunan hotel di

Dinas Perizinan Kota Yogyakarta sebelum masa moratorium pembangunan hotel,

yaitu mulai 1 Januari 2014. Dengan meningkatnya jumlah permohonan IMB

(45)

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian

Pembangunan hotel belum serta merta dapat mengendalikan jumlah pembangunan

hotel di Kota Yogyakarta.

Kawasan Kota Yogyakarta yang sudah begitu padat dengan bangunan,

termasuk bangunan hotel lambat laun akan menimbulkan ketidaknyamanan baik

bagi masyarakat asli Yogyakarta maupun wisatawan yang datang berkunjung.

Penerbitan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang

Pengendalian Pembangunan Hotel menjadi angin segar bagi masyarakat yang

merindukan kondisi kota dimana pembangunan belum sepadat saat ini.

Mencermati tujuan utama dari Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 tahun

2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel adalah ditujukan untuk

mengendalikan pembangunan hotel, namun demikian peraturan tersebut dirasa

kurang efektif. Pemrosesan permohonan IMB bangunan hotel yang masuk

sebelum 1 Januari 2014 menjadi salah satu bukti ketidakefektifan tersebut. Selain

itu belum ada kejelasan mengenai seperti apa penataan kawasan Kota Yogyakarta

khususnya mengenai lokasi persebaran hotel setelah moratorium berakhir.

Pelaksanaan Prosedur Perizinan Pembangunan Hotel Oleh Dinas

Perizinan Kota Yogyakarta berpegangan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2002 tentang Bangunan Gedung. Pemerintah telah mengatur bahwa setiap

bangunan gedung, termasuk bangunan hotel yang dibangun harus mempunyai

asas dan tujuan. Hal tersebut seperti yang tertuang pada pasal 2 Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, bangunan gedung

(46)

serta keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya.

Selanjutnya pada pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang

Bangunan Gedung disebutkan bahwa pengaturan bangunan gedung bertujuan

untuk :

1. Mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata

bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya,

2. Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin

keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan,

kenyamanan dan kemudahan,

3. Mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan

gedung.

Pembangunan hotel harus memenuhi persyaratan administratif dan

persyaratan teknis. Hal tersebut telah diatur pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor

28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung sebagai berikut :

1. Setiap bangunan harus memenuhi persyaratan administratif dan

persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.

2. Pesyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status

kepemilikan banguan gedung, dan izin mendirikan bangunan.

3. Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan

(47)

4. Penggunaan ruang diatas dan/atau di bawah tanah dan/atau air untuk

bangunan gedung harus memiliki izin sesuai ketentuan yang berlaku.

5. Persyaratan administratif dan teknis untuk bangunan gedung adat,

bangunan gedung semi permanen, bangunan gedung darurat, dan

bangunan gedung yang dibangun pada daerah lokasi bencana

ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai kondisi sosial dan budaya.

Setiap pembangunan hotel harus juga memenuhi persyaratan administratif

sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 sebagai berikut:

1. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif

yang meliputi:

a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang

hak atas tanah,

b. Status kepemilikan bangunan gedung, dan

c. Izin mendirikan bangunan gedung,

2. Setiap orang atau badan hukum dapat memiliki bangunan gedung atau

bagian bangunan gedung.

3. Pemerintah Daerah wajib mendata bangunan gedung untuk keperluan

tertib pembangunan dan pemanfaatan.

4. Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan gedung, kepemilikan,

dan pendataan bangunan gedung sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat

(2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.19

19

(48)

Pelaksanaan Prosedur Perizinan Pembangunan Hotel Oleh Dinas

Perizinan Kota Yogyakarta Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012

tentang Bangunan Gedung. Ruang lingkup yang diatur dalam Pasal 2 Peraturan

Daerah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung yaitu : ketentuan fungsi

bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, izin mendirikan bangunan

gedung, sertifikat laik fungsi, pengawasan, peran serta masyarakat,

pembongkaran, administrasi izin mendirikan bangunan, dan ketentuan insentif

serta disinsentif.

Hal ini sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Yogyakarta

Nomor 2 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung yang menyebutkan bangunan

gedung mempunyai fungsi:

1. Fungsi hunian mempunyai fungsi utama sebagai tempat tinggal manusia

yang meliputi rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah tinggal

susun, dan rumah tinggal sementara.

2. Fungsi keagamaan mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan

ibadah yang meliputi bangunan masjid termasuk musholla, bangunan

gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara dan bangunan

kelenteng.

3. Fungsi usaha mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan

kegiatan usaha yang meliputi bangunan gedung perkantoran,

perdagangan, perindustrian, perhotelan/penginapan, wisata dan rekreasi,

(49)

4. Fungsi sosial dan budaya mempunyai fungsi utama sebagai tempat

melakukan kegiatan sosial dan budaya yang meliputi bangunan gedung

pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium,

dan bangunan gedung pelayanan umum

5. Fungsi khusus mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan

kegiatan yang mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi atau yang

penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat disekitarnya

dan/atau mempunyai resiko bahaya tinggi yang meliputi bangunan

gedung untuk reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan

bangunan sejenisnya yang ditetapkan oleh menteri

6. Fungsi campuran atau ganda adalah bangunan gedung yang memiliki

lebih dari satu fungsi.

Berkaitan dengan perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta

sesuai Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang

Bangunan Gedung Pasal 8 dipersyaratkan sebagai berikut:

1. Setiap bangunan gedung wajib memenuhi persyaratan administratif dan

persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.

2. Persyaratan administratif bangunan gedung meliputi:

a. Status hak atas tanah, dan izin pemanfaatan dari pemegang hak atas

tanah.

b. Status kepemilikan bangunan gedung.

(50)

3. Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan

dan persyaratan keandalan bangunan gedung.

Persyaratan administratif bangunan gedung dalam Pasal 9

1. Setiap bangunan harus didirikan pada tanah yang status kepemilikannya

jelas baik milik sendiri maupun milik pihak lain.

2. Dalam hal tanahnya milik pihak lain, bangunan gedung hanya dapat

didirikan dengan persetujuan atau izin pemanfaatan tanah dari pemegang

hak atas tanah atau pemilik atau yang menguasai tanah dalam bentuk

perjanjian tertulis antara pemegang hak atas tanah atau pemilik atau yang

menguasai tanah dengan pemilik bangunan gedung atau pernyataan

kerelaan persetujuan dari pemilik tanah.

3. Peryataan kerelaan/persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

memuat paling sedikit hak dan kewajiban para pihak, luas, letak, dan

batas-batas tanah, serta fingsi banguan gedung dengan jangka waktu

pemanfaatan tanah maupun tidak.

4. Perjanjian tertulis sebagaimana tertulis pada ayat (2) memuat paling

sedikit hak dan kewajiban para pihak, luas, letak dan batasbatas tanah

serta fungsi bangunan gedung dan jangka waktu pemanfaatan tanah.

Izin Mendirikan Bangunan, Pasal 57 :

1. Setiap orang atau Badan yang akan membangun baru, mengubah,

(51)

dahulu memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) dari Walikota atau

pejabat yang ditunjuk.

2. Izin mendirikan bangunan ditetapkan oleh Walikota atau pejabat yang

ditunjuk.

Persyaratan IMB, Pasal 58:

1. IMB diterbitkan apabila telah memenuhi persyaratan administrasi dan

persyaratan teknis.

2. Persyaratan administrasi terdiri dari:

a. Formulir permohonan IMB yang diisi lengkap dan mencantumkan

tanda tangan pemohon, diketahui oleh tetangga Rukun Tetangga

(RT), Rukun Warga (RW), Lurah dan Camat.

b. Fotocopy KTP pemohon dan atau pemilik bangunan yang masih

berlaku.

c. Fotocopy sertifikat hak atas tanah atau surat bukti kepemilikan tanah

lainnya yang sah.

d. Surat pernyataan bermaterai cukup bahwa tanah yang dimohonkan

tidak dalam sengketa yang ditanda tangani oleh pemohon, pemilik

tanah dan calon pemilik bangunan.

3. Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud diatas terdiri dari:

a. Advice Planning, Advice Planning menurut PP Nomor 36 tahun 2005

tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 tahun

(52)

persyaratan tata bangunan dan lingkungan yang diberlakukan oleh

Pemerintah Kabupaten/Kota pada lokasi tertentu.

b. Gambar rencana arsitektur atau teknis meliputi gambar tapak

bangunan, denah, rencana pondasi, rencana atap, gambar potongan,

gambar instalansi dan sanitasi, gambar struktur, tanda tangan

penanggung jawab gambar, gambar letak sistem deteksi dan proteksi

kebakaran yang disahkan oleh instansi teknis.

c. Terhadap ketinggian bangunan yang ketinggian melebihi ketentuan

dalam dokumen Perencanaan Kota pada kawasan intensitas tinggi

harus mendapatkan rekomendasi ketinggian bangunan.

d. Terhadap Bangunan Cagar Budaya, bangunan yang berada di

kawasan cagar budaya dan bangunan yang berada pada garis

sempadan sungai memerlukan rekomendasi/surat keterangan dari

instansi teknis yang berwenang.

e. Kajian lingkungan hidup sesuai ketentuan perundang-undangan yang

berlaku. 20

Tatacara Penerbitan IMB, pasal 61:

1. Pemohon mengajukan permohonan IMB secara tertulis kepada Walikota

atau Pejabat yang ditunjuk dengan mengisi formulir permohonan yang

telah disediakan dengan melampirkan syarat administrasi dan syarat

teknis yang telah ditetapkan.

20

(53)

2. Apabila persyaratan permohonan lengkap maka permohonan diterima

dan didaftar, serta pemohon diberi bukti pendaftaran;

3. Apabila persyaratan permohonan tidak lengkap maka permohonan tidak

dapat didaftarkan dan pemohon diberi surat keterangan kekurangan

persyaratan.

4. Terhadap permohonan yang telah didaftar, selanjutnya dilakukan

penelitian lapangan/lokasi untuk mengetahui kebenaran persyaratan

administrasi dan teknis serta kesesuaian antara rencana kegiatan

membangun dengan persil dan dokumen rencana kota.

5. Apabila berkas permohonan dan persyaratan dinyatakan lengkap dan

benar, maka Walikota atau Pejabat yang ditunjuk wajib menerbitkan

IMB.

6. Apabila berkas permohonan dan persyaratan dinyatakan kurang lengkap

dan tidak benar, maka Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dapat

menolak permohonan IMB dengan disertai dengan alasan penolakan.

Pengawasan, pasal 80 :

1. Pengawasan terhadap pelaksanaan mendirikan bangunan gedung

dilakukan oleh SKPD yang menerbitkan IMB dapat berkoordinasi

dengan instansi terkait lainnya.

2. Pengawasan pelaksanaan mendirikan bangunan gedung meliputi

pemeriksaan kesesuaian fungsi, persyaratan tata bangunan dan

lingkungannya, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan

(54)

3. Dalam melakukan pengawasan, petugas dari instansi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) berwenang :

a. memasuki dan memeriksa lokasi kegiatan pelaksanaan mendirikan

bangunan; dan

b. memerintahkan kepada pelaksana dan/atau pemilik bangunan untuk

mengubah, memperbaiki, membongkar atau menghentikan sementara

kegiatan mendirikan bangunan apabila pelaksanaannya tidak sesuai

dengan IMB.

4. Apabila dipandang perlu petugas dapat meminta agar IMB beserta

lampirannya diperlihatkan.

5. Petugas dalam melaksanakan pengawasan pelaksanaan mendirikan

bangunan harus membawa:

a. Surat Tugas; dan

b. Kartu tanda pengenal.

Penetapan pembongkaran, pasal 83 :

1. Walikota atau Pejabat yang ditunjuk mengidentifikasi bangunan yang

akan ditetapkan untuk dibongkar berdasarkan hasil pemeriksaan dan

atau laporan dari masyarakat.

2. Bangunan yang dapat dibongkar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi:

a. bangunan yang tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki lagi atau

Referensi

Dokumen terkait

Metode analisis regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel independen yakni, latar belakang pendidikan (X1) dan

Hasil hidrorengkah parafin dengan menggunakan katalis Mo/ZAA menunjukkan adanya penurunan aktivitas katalis pada proses hidrorengkah bila dibandingkan dengan hasil

Setelah pemaparan hasil dari masing-masing variabel dalam penelitian, disini juga akan dijelaskan mengenai temuan hasil dari pengaruh yang ditimbulkan dari uji

Sedang Terdapat dokumen pelaporan terhadap kawasan dilindungi di PT Bukit Raya Mudisa yang telah ditata dan dikelola sesuai dengan hasil tata ruang areal/Landscaping, yakni

Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut: (1) Berdasarkan persentase skor kinerja ilmiah siswa pertemuan pertama dan kedua diperoleh hasil bahwa

Menimbang : bahwa berdasarkan pengajuan daftar usulan piutang PBB-P2 yang dihapuskan oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Barat, maka perlu

System musyawarah yang berbeda, terlewatnya kekayaan penduduk dan perbedaan harga antar desa dan tersendatnya pembayaran ganti rugi telah menimbulkan

Kecerdasan ini harus dikembangkan agar anak didik dapat tumbuh dan besar menjadi manusia yang cerdas dan siap menghadapi segala tantangan dimasa depa, yaitu kecerdasan