PELAKSANAAN PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN
WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 77 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PEMBANGUNAN
HOTEL DI YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjan Hukum
Diajukan Oleh :
Nama : HILMY CHAIDAR Nim : 20120610036
Prodi : Ilmu Hukum
Bagian : Hukum Administrasi Negara
FAKULTAS HUKUM
ABSTRAK
Pesatnya pembangunan hotel saat ini juga mulai mendapat respon negatif dari masyarakat Yogyakarta di beberapa lokasi atas kekhawatiran dampak sosial dan dampak lingkungan yang akan ditimbulkan. Hal ini tentu bukan masalah yang bisa diremehkan mengingat pariwisata sangat membutuhkan dukungan positif dari masyarakat lokal selaku tuan rumah. Oleh sebab itu perlu dilakukan respon tanggapan dan kajian dalam menentukan kebijakan terhadap pengendalian hotel, mengingat berbagai kekhawatiran pembangunan hotel ini dari sudut pandang kebutuhan wisatawan, peluang ekonomi bagi investor/swasta, pemerintah selaku regulator dan masyarakat sebagai basis daya dukung sosial pariwisata Kota Yogyakarta. Dari situ Pemerintah Daerah mencoba menimbang dan menindak lanjuti keluhan warga masyarakat dengan mengeluarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel. Kemudian mengeluarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 Tentang perubahan Atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel. Berdasarkan hal tersebut maka penulis bertujuan untuk meneliti pelaksanaan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 Tentang perubahan Atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Hukum empiris, adapun data diperoleh dari studi lapangan dan studi kepustakaan. Data primer maupun data skunder di olah dan dianalisa secara kualitatif, penelitian ini dilaksanakan di kota Yogyakarta.
Hasil penelitian menunjukan Pelaksanaan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 tentang perubahan atas peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 tahun 2013 tentang Pengendalian Hotel di kota Yogyakarta sejauh ini dapat dikatakan berjalan dengan baik dan sudah sesuai dengan maksud dan tujuannya sebagai pengendalian hotel. Hal ini dapat dilihat dari proses perizinan yang telah berjalan mulai dari proses pendaftaran, proses pengolahan dokumen, pengecekan kondisi lapangan sampai pengeluaran izin pembangunan hotel.
KATA PENGANTAR
Puji dan rasa syukur mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
Karena berkat limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya maka skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW.
Skripsi yang berjudul "pelaksanaan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan hotel di Kota Yogyakarta”. Disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh Gelar Sarjana hukum pada Fakultas HukumUniversitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas semua bantuan
yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung selama
penyusunan skripsi ini hingga selesai. Secara khusus rasa terimakasih tersebut
kami sampaikan kepada:
1. Keluargaku tercinta Ibuku Ai Nurhayati dan Ayahku Wawan Rahmawan
dan kakakku Shandy Fahrisi dan adikku M. Akmal Azhari dan Rihan
Al-Lail terimakasih atas doa dan dukungannya yang tiada habisnya selama
2. Bapak Dr. Trisno Raharjo.,SH.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Bapak Sunarno.,S.H.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang berkenan
meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan mencurahkan segala perhatiannya
untuk memberiakan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Beni Hidayat.,S.H.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang
telah memberikan bimbingan dan arahan selama bimbingan Skripsi.
5. Segenap dosen dan karyawan di Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan ilmu dan pengalaman
hidup yang bermanfaat bagi penulis.
6. Gina qisthi terimakasih atas doa, dukungan dan kebersamaanya selama
ini.
7. Teman-teman SMAN5 Tasikmalaya Viqi, Wayan, Castrio, Guswan, Bimo,
Fikar.
8. Teman-temanku Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
angkatan 2012, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
9. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terimakasih
atas bantuan dan doannya. Dengan iringan doa semoga Allah SWT
berkenan melimpahkan rahmat dan cintanya kepada semua pihak yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ahirnya penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, baik dari segi materi
meupun penyajiannya. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan dalam penyempurnaan skripsi ini.
Terakhir penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan hal yang
bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis
juga.
Yogyakarta, 5 Desember 2016
Penulis,
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang Masalah………..1
B. Rumusan Masalah………...……….…...4
C. Tujuan Penelitian………...………….4
D. Manfaat Penelitian………...…...5
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGENDALIAN PEMBANGUNAN HOTEL ………..7
A. Pengendalian Hotel di Kota Yogyakarta………..………...…7
1. Fungsi Pemerintah ………...7
2. Definisi Pegendalian Hotel……….11
3. Definisi Pembangunan………....13
4. Definisi Hotel……….16
5. Pengendalian Pembangunan Hotel………...17
B. Tinjauan Umum Tentang Izin Mendirikan Bangunan………...18
1. Pengertian Perizinan………...18
2. Tujuan Perizinan……….20
3. Pengertian Izin Mendirikan Bangunan………...21
4. Dasar Hukum Izin Mendirikan Bangunan………..23
6. Kegunaan Izin Mendirikan Bangunan………26
BAB III METODE PENELITIAN……….27
A. Jenis Penelitian………27
B. Data Penelitian………27
C. Teknik Pengumpulan Data………..29
D. Lokasi Penelitian……….29
E. Narasumber, Responden……….29
F. Teknik Pengambilan Sampel………...30
G. Teknik Analisis Data………...30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………..32
A. Pelaksanaan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Ttahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta……...……….. ………31
B. Hambatan-hambatan Dalam Pelaksanaan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta………….………...61
BAB V PENUTUP………77
A. Kesimpulan………..77
ABSTRAK
Pesatnya pembangunan hotel saat ini juga mulai mendapat respon negatif dari masyarakat Yogyakarta di beberapa lokasi atas kekhawatiran dampak sosial dan dampak lingkungan yang akan ditimbulkan. Hal ini tentu bukan masalah yang bisa diremehkan mengingat pariwisata sangat membutuhkan dukungan positif dari masyarakat lokal selaku tuan rumah. Oleh sebab itu perlu dilakukan respon tanggapan dan kajian dalam menentukan kebijakan terhadap pengendalian hotel, mengingat berbagai kekhawatiran pembangunan hotel ini dari sudut pandang kebutuhan wisatawan, peluang ekonomi bagi investor/swasta, pemerintah selaku regulator dan masyarakat sebagai basis daya dukung sosial pariwisata Kota Yogyakarta. Dari situ Pemerintah Daerah mencoba menimbang dan menindak lanjuti keluhan warga masyarakat dengan mengeluarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel. Kemudian mengeluarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 Tentang perubahan Atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel. Berdasarkan hal tersebut maka penulis bertujuan untuk meneliti pelaksanaan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 Tentang perubahan Atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Hukum empiris, adapun data diperoleh dari studi lapangan dan studi kepustakaan. Data primer maupun data skunder di olah dan dianalisa secara kualitatif, penelitian ini dilaksanakan di kota Yogyakarta.
Hasil penelitian menunjukan Pelaksanaan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 tentang perubahan atas peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 tahun 2013 tentang Pengendalian Hotel di kota Yogyakarta sejauh ini dapat dikatakan berjalan dengan baik dan sudah sesuai dengan maksud dan tujuannya sebagai pengendalian hotel. Hal ini dapat dilihat dari proses perizinan yang telah berjalan mulai dari proses pendaftaran, proses pengolahan dokumen, pengecekan kondisi lapangan sampai pengeluaran izin pembangunan hotel.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dewasa ini merupakan salah satu
provinsi dengan tingkat kemajuan pembangunan yang pesat. Yogyakarta dikenal
sebagai kota pariwisata dan kota pelajar dengan unsur budaya yang melekat, dan
memiliki magnet yang cukup kuat untuk menarik para wisatawan dari penjuru
daerah tanah air maupun mancanegara. Kunjungan wisata ke Yogyakarta semakin
meningkat dari tahun ke tahun, baik dari wisatawan domestik maupun wisatawan
mancanegara. Hal itu pula yang mendorong jumlah kebutuhan hotel sebagai
sarana peristirahatan dan penginapan turut meningkat, seiring jumlah wisatawan
yang makin bertambah. Saat ini dalam lingkar daerah wisata khususnya di Kota
Yogyakarta, lazim ditemui hotel dari berbagai macam kelas, mulai dari kelas
losmen, motel, melati hingga hotel berbintang, sehingga berbagai investor saling
bersaing untuk mendirikan hotel di berbagai tempat demi melayani wisatawan dan
mendapat keuntungan.
Persaingan dari para investor untuk mendirikan bangunan hotel di
beberapa lokasi strategis di Yogyakarta dari tahun ke tahun terus meningkat
secara signifikan. Pendirian bangunan hotel tersebut tidak serta merta berdiri
begitu saja di sebuah lahan, namun dibutuhkan prosedur perizinan agar sebuah
hotel dapat dibangun. Dalam pengertian umum berdasar Kamus Besar Bahasa
dalam KBBI diartikan sebagai pernyataan mengabulkan (tidak melarang), atau
persetujuan membolehkan. Dengan demikian, secara umum perizinan dapat
diartikan sebagai hal pemberian pernyataan mengabulkan, atau persetujuan
membolehkan.1 Di tengah optimisme pembangunan dan persaingan bisnis,
pembangunan hotel sebagai sarana peristirahatan pun kian sukar untuk
dikendalikan. Hotel-hotel dibangun tanpa memperhatikan bahwa lahan yang
dipergunakan untuk membangun semakin terbatas. Hal ini dipandang penting,
sehingga perlu sebuah peraturan untuk mengatur, sehingga terbit Peraturan
Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 tentang perubahan atas peraturan
walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan
Hotel.
Peraturan Walikota ini muncul setelah menimbang bahwa luas wilayah
Kota Yogyakarta terbatas, dan dalam rangka menjaga kualitas pelayanan
pariwisata, maka perlu pengendalian pembangunan jumlah hotel. Dengan
dikeluarkannya peraturan walikota tersebut maka diharapkan jumlah permohonan
izin pembangunan hotel pun semakin terkendali pula. Peraturan Walikota
Yogyakarta tersebut tentu mengacu pada Undang-undang Dasar 1945, dimana
Undang-undang Dasar 1945 merupakan peraturan tertinggi dan peraturan yang
berada di bawahnya tidak boleh bertentangan. Seperti yang tertuang dalam Pasal
18 Undang-undang Dasar 1945 yang berisi, “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas
1
Pusat Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesa, Edisi Ketiga, Balai Pustaka,
kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”.
Moratorium pembangunan hotel yang semestinya berakhir pada 31
Desember 2016 mendatang yang sebelumnya di atur berdasarkan peraturan
Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Pengendalian
Pembangunan Hotel di atur dalam Pasal 3 yang berisi, “Penghentian sementara
penerbitan izin mendirikan bangunan hotel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) berlaku sejak 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember 2016”.
Setelah berlakunya peraturan Walikota Pada tanggal 30 september 2016
moratotium pembangunan hotel resmi diperpanjang oleh pemerintah Yogyakarta
hingga 31 Desember 2017 berdasarkan peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55
Tahun 2016 tentang perubahan atas peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77
Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel, khususnya dalam pasal 3
yang berisi, “Penghentian sementara penerbitan izin mendirikan bangunan hotel
berlaku sejak 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember 2017”.
Perhimpunan Hotel Dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY mencatat
terdapat 86 hotel berbintang dengan sekitar 8.600 kamar dan 1.100 hotel non
berbintang dengan sekitar 12.500 kamar. Menurur Kepala Dinas Perizinan Kota
Yogyakarta menuturkan pada moratorium sebelumnya, mulai dari 1 januari 2014
hingga saat ini, terdapat 104 permohonan izin pembangunan hotel baru.
permohonan izin sebelum moratorium yang belum di keluarkan karena berbagai
persyaratan yang belum terpenuhi.2
Berdasarkan latar belakang diatas, untuk mengendalikan jumlah
pembangunan hotel di Yogyakarta dan jumlah permohonan izin mendirikan
bangunan hotel, perlu sebuah peraturan untuk mengatur. Untuk itu penulis tertarik
untuk meneliti tentang pelaksanaan Peraturan Walikota Yogakarta Nomor 55
Tahun 2016 Tentang perubahan Atas peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77
Tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan peraturan Walikota Yogakarta Nomor 55 Tahun
2016 Tentang perubahan Atas peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77
Tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota
Yogyakarta?
2. Apakah hambatan-hambatan yang dihadapi pemerintah kota Yogyakarta
dalam melaksanakan peraturan Walikota Yogakarta Nomor 55 Tahun
2016 Tentang perubahan Atas peraturan peraturan Walikota Yogyakarta
Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota
Yogyakarta?
C. Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui pelaksanaan peraturan Walikota Yogakarta Nomor 55
Tahun 2016 Tentang perubahan Atas peraturan Walikota Yogyakarta
2
Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota
Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat pemerintah kota
Yogyakarta dalam melaksanakan peraturan Walikota Yogakarta Nomor 55
Tahun 2016 Tentang perubahan Atas peraturan Walikota Yogyakarta
Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota
Yogyakarta.
D. Manfaat penelitian
Bedasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini praktis memberikan manfaat
untuk:
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan di bidang hukum pada umumnya dan khususnya
perkembangan pada bidang hukum administrasi Negara mengenai
pelaksanaan peraturan Walikota Yogakarta Nomor 55 Tahun 2016
Tentang perubahan Atas peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun
2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta.
2. Manfaat praktis
a. Memberikan masukan kepada Pemerintah dan pihak-pihak yang terkait
mengenai pelaksanaan peraturan Walikota Yogakarta Nomor 55 Tahun
2016 Tentang perubahan Atas peraturan Walikota Yogyakarta Nomor
77 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PENGENDALIAN
PEMBANGUNAN HOTEL
A. Pengendalian Hotel di Kota Yogyakarta 1. Fungsi Pemerintah
Tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah menjaga ketertiban
dalam kehidupan masyarakat sehingga setiap warga dapat menjalani kehidupan
secara tenang, tenteram dan damai. Pemerintahan modern pada hakekatnya adalah
pelayanan kepada masyarakat, pemerintahan tidak diadakan untuk melayani
dirinya sendiri. Pemerintah dituntut mampu memberikan pelayanan kepada
masyarakatnya dan menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap orang dapat
mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai kemajuan
bersama. Secara umum fungsi pemerintahan mencakup :
a. Fungsi Pelayanan
Perbedaan pelaksanaan fungsi pelayanan yang dilakukan Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah terletak pada kewenangan masing-masing.
Kewenangan pemerintah pusat mencakup urusan Pertahanan Keamanan, Agama,
Hubungan luar negeri, Moneter dan Peradilan. Secara umum pelayanan
pemerintah mencakup pelayanan publik (Public service) dan pelayanan sipil
(Civil service) yang menghargai kesetaraan.
Fungsi ini dilaksanakan pemerintah dengan membuat peraturan
perundang-undangan untuk mengatur hubungan manusia dalam masyarakat.
Pemerintah adalah pihak yang mampu menerapkan peraturan agar kehidupan
dapat berjalan secara baik dan dinamis. Seperti halnya fungsi pemerintah pusat,
pemerintah daerah juga mempunyai fungsi pengaturan terhadap masyarakat yang
ada di daerahnya. Perbedaannya, yang diatur oleh Pemerintah Daerah lebih
khusus, yaitu urusan yang telah diserahkan kepada Daerah. Untuk mengatur
urusan tersebut diperlukan Peraturan Daerah yang dibuat bersama antara DPRD
dengan eksekutif.
c. Fungsi Pembangunan
Pemerintah harus berfungsi sebagai pemacu pembangunan di
wilayahnya, dimana pembangunan ini mencakup segala aspek kehidupan tidak
hanya fisik tapi juga mental spriritual. Pembangunan akan berkurang apabila
keadaan masyarakat membaik, artinya masyarakat sejahtera. Jadi, fungsi
pembangunan akan lebih dilakukan oleh pemerintah atau Negara berkembang dan
terbelakang, sedangkan Negara maju akan melaksanakan fungsi ini seperlunya.
d. Fungsi Pemberdayaan (Empowerment)
Fungsi ini untuk mendukung terselenggaranya otonomi daerah, fungsi ini
menuntut pemberdayaan Pemerintah Daerah dengan kewenangan yang cukup
dalam pengelolaan sumber daya daerah guna melaksanakan berbagai urusan yang
didesentralisasikan. Untuk itu Pemerintah Daerah perlu meningkatkan peranserta
pemerintahan. Kebijakan pemerintah, pusat dan daerah, diarahkan untuk
meningkatkan aktifitas ekonomi masyarakat, yang pada jangka panjang dapat
menunjang pendanaan Pemerintah Daerah. Dalam fungsi ini pemerintah harus
memberikan ruang yang cukup bagi aktifitas mandiri masyarakat, sehingga
dengan demikian partisipasi masyarakat di Daerah dapat ditingkatkan. Lebih-lebih
apabila kepentingan masyarakat diperhatikan, baik dalam peraturan maupun
dalam tindakan nyata pemerintah.1
Berdasarkan Undang-undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, fungsi pemerintah daerah dapat dibagi menjadi fungsi pemerintahan
absolut, fungsi pemerintahan wajib, fungsi pemerintahan pilihan, dan fungsi
pemerintahan umum. Berikut adalah penjelasan mengenai fungsi pemerintahan
daerah dalam pembangunan tersebut :
1) Fungsi Pemerintahan Absolut
Fungsi yang termasuk dalam fungsi pemerintahan absolut memiliki
kewenangan pada pemerintah pusat (asas sentralisasi). Namun demikian ada
kalanya pemerintah pusat dapat memberikan kewenangan ini pada pemerintah
daerah baik kepada kepala daerah maupun instansi perangkat daerah.
2) Fungsi Pemerintahan Wajib
Fungsi permerintahan yang termasuk dalam fungsi pemerintahan wajib
dibagi kewenangannya pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah (asas
1
desentralisasi/dekonsentrasi). Pemerintah daerah wajib melaksanakan fungsi
pemerintahan ini apabila urusan pemerintahan ini menyangkut kehidupan
masyarakat yang ada di dalam wilayahnya agar tidak menjadi penyebab
terciptanya masyarakat majemuk dan multikultural. Pada umumnya urusan
pemerintahan wajib merupakan pelayanan dasar bagi masyarakat.
3) Fungsi Pemerintahan Pilihan
Fungsi pemerintahan pilihan juga dibagi kewenangannya antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah (asas desentralisasi atau dekonsentrasi).
Fungsi pemerintahan ini berkaitan dengan letak geografis, sumber daya
alam, globalisasi dan sumber daya manusia yang khas berada di suatu daerah.
4) Fungsi Pemerintahan Umum
Fungsi pemerintahan umum memiliki tugas, fungsi dan wewenang
presiden dan wakil presiden, namun pelaksanaannya di daerah dilakukan oleh
kepala daerah baik gubernur, bupati, maupun walikota. Mengenai pelaksanaan ini,
gubernur bertanggung jawab kepada presiden melalui mentri yang bersangkutan.
Bupati dan walikota pun memiliki tanggung jawab yang sama namun
penyampaiannya dilakukan melalui gubernur. Instansi dan perangkat daerah
ditunjuk untuk membantu pelaksanaan urusan pemerintahan umum ini.2
2
2. Definisi Pengendalian Hotel
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 Tentang Tata Cara
Pengendalian dan Evaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan, pengendalian
adalah serangkaian kegiatan manajemen yang dimaksudkan untuk menjamin agar
suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang
ditetapkan. Sedangkan pengawasan (pemantauan) adalah kegiatan mengawasi
perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan, mengidentifikasi serta
mengantisipasi permasalahan yang timbul dan atau akan timbul untuk dapat
diambil tindakan sedini mungkin.
Tujuan dari pengendalian dan evaluasi perencanaan pembangunan daerah
ini adalah untuk mewujudkan konsistensi antara kebijakan dengan pelaksanaan
dan hasil rencana pembangunan daerah, konsistensi antara rencana pembangunan
jangka panjang daerah dengan rencana jangka panjang nasional dan rencana tata
ruang wilayah, konsistensi antara rencana pembangunan jangka menengah daerah
dengan rencana jangka panjang daerah dan rencana tata ruang wilayah daerah,
konsistensi antara rencana kerja pemerintah daerah dengan rencana jangka
menengah daerah, dan kesesuaian antara capaian pembangunan daerah dengan
indikator-indikator kinerja yang telah ditetapkan Mendagri.3
Kebijakan pengendalian pemanfaatan ini meliputi kebijakan mekanisme
perijinan, pengawasan dan penertiban. Masing-masing kebijakan diuraikan
berikut ini:
3
1. Kebijakan mekanisme perijinan adalah:
a. Menyelenggarakan pengendalian pemanfaatan ruang melalui
mekanisme perijinan yang efektif.
b. Menyusun ketentuan teknis, standar teknis, kualitas ruang, dan standar
kinerja sebagai rujukan bagi penerbitan ijin yang lebih efisien dan
efektif.
c. Menerapkan proses pengkajian rancangan dalam proses penerbitan
perijinan bagi kegiatan yang berdampak penting.
2. Kebijakan pengawasan adalah:
a. Menyusun mekanisme dan kelembagaan pengawasan yang menerus dan
berjenjang dengan melibatkan aparat wilayah dan masyarakat.
b. Menyerahkan tanggung jawab utama pengawasan teknis pemanfaatan
ruang kepada instansi yang menerbitkan perijinan.
c. Mengefektifkan RDTRK untuk mengkoordinasikan pengendalian
pemanfaatan ruang kota.
d. Menyediakan mekanisme peran serta masyarakat dalam pengawasan.
3. Kebijakan penertiban adalah:
a. Mengintensifkan upaya penertiban secara tegas dan konsisten terhadap
kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan atau tidak
berijin secara bertahap.
b. Mengefektifkan fungsi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan
Satuan Polisi Pamong Praja dalam menertibkan pelanggaran
c. Mendayagunakan masyarakat, instansi teknis dan pengadilan secara
proporsional dan efektif untuk menertibkan pelanggaran pemanfaatan
ruang.
4. Menyusun dan menerapkan perangkat sanksi administratif dan fiskal yang
sesuai/tepat/efektif untuk setiap pelanggaran rencana tata ruang secara
konsisten.
5. Menerapkan prinsip ketidaksesuaian penggunaan yang rasional dalam
penertiban pemanfaatan ruang, yaitu kegiatan yang sudah ada dan berijin
tetapi tidak sesuai rencana tata ruang dapat tetap diteruskan dengan
ketentuan :
a. Dilarang mengubah fungsi dan mengubah/memperluas bangunan yang
ada, kecuali sesuai fungsi dalam rencana tata ruang.
b. Apabila ijin habis, maka fungsi dan ketentuan harus mengikuti
peruntukan yang ada dalam rencana tata ruang atau ketentuan teknis
yang ditetapkan.
3. Definisi Pembangunan
Beragam definisi pembangunan yang disampaikan oleh banyak pakar
memang menimbulkan perbedaan pendapat. Namun tetap saja berbagai pendapat
tersebut mengacu pada satu relevansi yang sama. Berdasarkan Peraturan Walikota
kota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang pengendalian pembangunan hotel
terhadap izin pendirian hotel di kota Yogyakarta. Bangunan Gedung adalah wujud
fisik hasil pekerjaan konstruksi termasuk prasarana dan sarana bangunannya yang
seluruhnya berada diatas dan atau di dalam tanah dan/atau air yang berfungsi
sebagai tempat manusia melakukan kegiatan hunian atau tempat tinggal, kegiatan
keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial dan budaya maupun kegiatan khusus.
Pengertian pembangunan menurut para ahli:
a. Menurut Fakih Umumnya orang beranggapan bahwa pembangunan
adalah kata benda netral yang maksudnya adalah suatu kata yang
digunakan untuk menjelaskan proses dan usaha yang meningkatkan
kehidupan ekonomi, politik, budaya, infrastruktur masyarakat dan
sebagainya.4
b. Kemudian menurut Galtung Pembangunan merupakan upaya untuk
memenuhan kebutuhan dasar manusia, baik secara individual maupun
kelompok, dengan cara-cara yang tidak menimbulkan kerusakan, baik
terhadap kehidupam sosial maupun lingkuangan alam.5
c. Menurut Effendi pembangunan adalah “suatu upaya meningkatkan
segenap sumber daya yang dilakukan secara berencana dan berkelanjutan
dengan prinsip daya guna yang merata dan berkeadilan”. Dalam hal ini
dapat dikatakan bahwa pembangunan berorientasi pada pembangunan
masyarakat, dimana pendidikan menempati posisi yang utama dengan
4
Fakih, Mansour, 2001, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta,
Insistpres bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, hlm.10.
5
Trijono, Lambang, 2007, Pembangunan Sebagai Perdamaian. Jakarta, Yayasan Obor
tujuan untuk membuka wawasan dan kesadaran warga akan arah dan
cita-cita yang lebih baik.6
d. Menurut Rogers pembangunan adalah suatu proses perubahan sosial
dengan partisipatori yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan
untuk kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya
keadilan, kebebasan dan kualitas lainnya yang dihargai) untuk mayoritas
rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap
lingkungan mereka. Adapun pembangunan sarana fisik diartikan sebagai
alat atau fasilitas yang dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh
masyarakat seperti yang dimaksud berupa:
1) Prasarana perhubungan yaitu: jalan, jembatan dan lain-lain.
2) Prasarana pemasaran yaitu: gedung, pasar.
3) Prasarana sosial yaitu: gedung sekolah, rumah-rumah ibadah, dan
puskesmas.
4) Prasarana produksi saluran air.7
Berdasarkan hal tersebut jelas bahwa pembangunan itu proses perubahan
kearah lebih baik tersebut hanya terwujud dengan melibatkan, menggerakkan
manusianya baik dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan serta
mengevaluasi hasilnya. Selain itu pembangunan merupakan suatu proses, ini
dimaksudkan bahwa setiap usaha pembangunan pasti memerlukan
6
Effendi, Bachtiar, 2002, Pembangunan Daerah Otonomi Berkeadilan, Yogyakarta,
Uhaindo dan Offset, hlm.2.
7
kesinambungan pelaksanaan, dalam arti tanpa mengenal batas akhir meskipun
dalam perencanaannya dapat diatur berdasarkan azas skala prioritas dan suatu
tahapan tertentu.
Seiring dengan perkembangan mengenai konsep dan pelaksanaan
pembangunan di berbagai negara. Indonesia juga mengalami pergeseran
paradigma pembangunan, baik dari strategi ekonomi, strategi people centered,
hingga pada strategi pemberdayaan masyarakat yang dikatakan suatu alternatif
dari model pembangunan masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan strategi dalam
pembangunan daerah yang termuat dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang
pemerintah daerah.
4. Definisi Hotel
Menurut Pearturan Walikota kota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013
dalam pasal 1 Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan
termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga
motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah
penginapan dan sejenisnya. Dewasa ini bisnis perhotelan semakin tumbuh dan
berkembang di Indonesia. Di banyak daerah jumlah tujuan (destinasi) pariwisata
dan hotel semakin bertambah. Situasi yang sama juga tampak di kota-kota besar.
Hotel dan bisnis pelayanan jasa atau sejenisnya semakin tumbuh subur. pada
setiap pengusaha hotel akan memberikan pelayanan yang maksimal bagi para
tamunya.8
Menurut Sulastiyono hotel adalah suatu perusahaan yang dikelola oleh
pemiliknya dengan menyediakan pelayanan makanan, minuman dan fasilitas
kamar untuk tidur kepada orang-orang yang melakukan perjalanan dan mampu
membayar dengan jumlah yang wajar sesuai dengan pelayanan yang diterima
tampa adanya perjanjian khusus.9 Untuk lebih memantapkan keberadaannya
dalam masyarakat, suatu hotel harus melakukan pengenalan diri dan berusaha
mendapatkan pengakuan dan kepercayaan dari masyarakat terutama dari mereka
yang hampir selalu memerlukan pelayanan suatu hotel. Hal ini dianggap perlu
karena hotel mempunyai komitmen tertentu terhadap masyarakat dan semuanya
itu harus dipenuhi oleh pejabat yang tepat, pada waktu yang tepat pula.
5. Pengendalian Pembangunan Hotel
Pengendalian pembangunan hotel dimaksudkan untuk menjamin
tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana
dilakukan melalui kegiatan pemantauan dan pengawasan. Pembangunan
berkaitan dengan pemanfaatan tata ruang, sehingga pengendalian pembangunan
berkaitan erat dengan pengendalian pemanfaatan tata ruang.
Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan kegiatan yang berkaitan dengan pengawasan dan penertiban terhadap implementasi rencana sebagai
8
A Yoeti Oka, 2004, Strategi Pemasaran Hotel, Jakarta, PT.Gramedia Pustaka Utama,
hlm.1.
9
Sulastiyono, Agus, 2011, Manajemen Penyelenggaraan Hotel, Bandung, Alfabeta.,
tindak lanjut dari penyusunan rencana atau adanya produk rencana, agar
pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Di tengah optimisme pembangunan dan persaingan bisnis, pembangunan hotel
sebagai sarana peristirahatan pun kian sukar untuk dikendalikan. Hotel-hotel
dibangun tanpa memperhatikan bahwa lahan yang dipergunakan untuk
membangun semakin terbatas. Hal ini dipandang penting, sehingga perlu sebuah
peraturan untuk mengatur, sehingga terbit Peraturan Walikota Yogyakarta
Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel. Peraturan
Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 ini muncul setelah menimbang
bahwa luas wilayah Kota Yogyakarta terbatas, dan dalam rangka menjaga
kualitas pelayanan pariwisata, maka perlu pengendalian pembangunan jumlah
hotel. Dengan dikeluarkannya peraturan walikota tersebut maka diharapkan
jumlah permohonan izin pembangunan hotel pun semakin terkendali pula.
Pengendalian sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (1) peraturan Walikota
Nomor 77 Tahun 2013 dilakukan dengan menghentikan sementara penerbitan
izin mendirikan bangunan hotel di Daerah.
B. Tinjauan Umum Tentang Izin Mendirikan Bangunan 1. Pengertian Perizinan
Secara yuridis pengertian perizinan tertuang dalam Pasal 1 angka 9
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Pasal 1 angka 9 menegaskan
tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha. Perizinan dapat
didefenisikan dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas yakni
merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum
administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk
mengemudikan tingkah laku para warga.
Izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang
atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari
ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Dengan memberi
izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan
tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenaan
bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan
khusus atasnya. Sedangkan dalam arti sempit yakni pengikatan-pengikatan pada
suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat
undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi
keadaan-keadaan yang buruk.
Tujuannya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat
undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun di mana ia menginginkan dapat
melakukan pengawasan sekedarnya. Hal pokok pada izin dalam arti sempit adalah
bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan dengan tujuan agar
dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenaan dapat dengan
teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah
tetapi agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu/
dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan.
Unsur-unsur yang terdapat dalam Izin yaitu :
a. Para pihak
b. Objek pengaturan
c. Pengesahan
d. Pihak yang mengeluarkan
e. Jangka waktu
f. Tujuan membuat Izin
g. Alasan penerbitan Izin, atribusi, delegasi dan mandate.
2. Tujuan perizinan
Tujuan sistem perizinan menurut Spelt dan ten Berge beberapa
diantaranya yakni :
a. Keinginan mengarahkan aktivitas-aktivitas tertentu;
b. Mencegah bahaya bagi lingkungan
c. Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu.10
Penetapan perizinan sebagai salah satu instrumen hukum dari pemerintah
yaitu untuk mengendalikan kehidupan masyarakat agar tidak menyimpang dari
ketentuan hukum yang berlaku serta membatasi aktifitas masyarakat agar tidak
10
Y. Sri Pudyatmoko, 2009, Perizinan, Problem dan Upaya Pembenahan, Grasindo,
merugikan orang lain. Dengan demikian, perizinan lebih merupakan instrumen
pencegahan atau berkarakter sebagai preventif.
3. Pengertian Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Izin Mendirikan Bangunan adalah perizinan yang diberikan oleh
pemerintah kabupaten/kota kepada pemilik gedung untuk membangun,
mengubah, memperluas, mengurangi dan atau merawat bangunan gedung sesuai
dengan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis yang berlaku.11
Berdasarkan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II
Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1988 tentang Ijin Membangun BangunBangunan.
IMBB adalah Izin untuk mendirikan, mengubah, memperbaiki dan atau
membongkar bangun-bangunan. Adapun yang dimaksud dengan
Bangun-bangunan adalah setiap hasil pekerjaan manusia yang tersusun, terletak pada tanah
atau tertumpu pada batu-batu landasan secara langsung atau tidak langsung.
Sedangkan, yang dimaksud dengan mendirikan bangun-bangunan adalah
pekerjaan mengadakan bangun-bangunan seluruhnya atau sebagian, termasuk
pekerjaan menggali, menimbun atau meratakan tanah yang berhubungan dengan
pekerjaan mengadakan bangun-bangunan itu. Istilah lain yang terkait dengan
pengertian IMB di atas antara lain:
a. Mengubah bangun-bangunan, yaitu pekerjaan menggantiatau menambah
bagian bangun-bangunan yang ada termasuk pekerjaan membongkar
11
Marihot Pahala Siahaa, 2008, Hukula Bangunan Gedung di Indonesia, RajaGrafindo
yang berhubungan dengan pekerjaan mengganti bagian
bangun-bangunan tersebut.
b. Memperbaiki bangun-bangunan, adalah pekerjaan memperbaiki
sebagian bangun-bangunan dengan bahan bangunan yang sama atau
sejenis sehingga tidak terdapat perubahan struktur maupun konstruksi;
c. Membongkar bangunan, yaitu pekerjaan pembongkaran
bangun-bangunan sebagian atau seluruhnya, untuk dibangun kembali dengan
fungsi yang lain atau sama.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung, bahwa IMB merupakan izin mendirikan bangunan yang
diberikan kepada setiap orang atau Badan yang akan membangun baru,
mengubah, memperluas, mengurangi, dan merawat bangunan gedung wajib
terlebih dahulu memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Walikota atau
pejabat yang ditunjuk, dan ditetapkan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.
Sedangkan berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 77 Tahun 2013 tentang
Pengendalian Bangunan Hotel. IMB adalah perizinan yang diberikan oleh
Pemerintah Daerah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru,
mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai
dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.
Setiap orang yang memiliki bangunan gedung wajib memiliki IMB
gedung. IMB adalah awal surat bukti dari pemerintah daerah bahwa pemilik
bangunan gedung dapat mendirikan bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang
disetujui oleh pemerintah daerah.12 IMB merupakan satu-satunya sarana perizinan
yang diperbolehkan dalam penyelenggaraan bangunan gedung., yang menjadi alai
pengehdali penyelenggaraan bangunan gedung. Proses pemberian IMB harus
mengikuti prinsip-prinsip pelayanan prima dan murah/terjangkau. Permohonan
IMB gedung merupakaa proses awal mendapatkan IMB gedung.
Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang meliputi:
1) Status hak atas tanah dan atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas
tanah;
2) Status kepemilikan bangunan gedung; dan
3) Izin mendirikan bangunan gedung, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. 13
4. Dasar Hukum Izin Mendirikan Bangunan
a. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
b. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
c. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung
d. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah
12
Ibid, hal.63.
13 Ibid
e. Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Bangunan Gedung
f. Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2010-2029
g. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang
Pengendalian Pembangunan Hotel.
5. Prosedur dan Persyaratan IMB bangunan Hotel
Untuk mendapatkan IMB, kita dapat mengajukan permohonan IMB
melalui Unit Pelayanan Terpadu (UPT) dengan loket kepengurusan IMB yang
berada dibawah naungan Dinas Tata Kota, berikut urutan cara mengurus IMB :
a. Mengajukan permohonan IMB
b. Melengkapi persyaratan IMB
c. Membayar retribusi pengajuan IMB sesuai dengan surat perintah
pembayaran
d. Melakukan proses pembangunan sesuai rancangan yang sudah di ajukan
e. Mengambil sertifikat IMB
f. Umumnya lama kepengurusan IMB membutuhkan waktu 20-25 hari kerja
setelah diajukan, tergantung dari kebijakan daerah setempat dan juga
kelengkapan dokumen-dokumen yang diperlukan.
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengajuan IMB
Bangunan Hotel di Kota Yogyakarta yakni: 14
14
1) Fotokopi sertifikat tanah atau surat bukti kepemilikan lain yang sah.
Untuk tanah milik pemerintah/ Negara dan hak guna bangunan
(HGB), apabila masa berlakunya kurang dari 1 (satu) tahun maka
harus diperpanjang dahulu.
2) Untuk tanah milik Kraton, magersari dan jagang, harus ada
persetujuan dari penghageng wahono sarto kriyo (disertai
gambar-gambar situasi yang dikeluarkan oleh Kraton).
3) Untuk pemilik hak atas tanah yang telah meninggal dan belum ada
peralihan hak, maka harus ada surat keterangan waris dan
kerelaan/persetujuan ahli waris yang diketahui oleh RT, RW, Lurah
dan Camat setempat.
4) Untuk tanah yang bukan milik pemohon izin harus ada kerelaan dari
pemilik tanah disertai dengan materai yang cukup.
5) Fotokopi KTP pemohon.
6) Advice planning/keterangan rencana.
7) Gambar situasi bangunan (letak bangunan, akses jalan, taman dalam
persil yang digunakan untuk sumur peresapan air hujan (SPAH).
8) Denah tampak depan, samping, rencana pondasi, atap, gambar
potongan, gambar instalasi, dan sanitasi, disertai dengan tanda tangan
penanggung jawab pada masing-masing gambar.
9) Perhitungan struktur meliputi perhitungan plat, balok, kolom, tangga,
pondasi, rangka dan atap.
Syarat-syarat di atas merupakan syarat umum yang harus dipenuhi untuk
mendirikan suatu bangunan, namun untuk pembangunan hotel tentu saja harus
memenuhi persyaratan lain kaitannya dengan lingkungan. Untuk pembangunan
hotel harus melampirkan dokumen lingkungan yang berupa AMDAL, UKL-UPL
dan dokumen lingkungan lain yang dikeuarkan oleh Badan Lingkungan Hidup
Kota Yogyakarta.
6. Kegunaan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Izin Mendirikan Bangunan ini sangat penting untuk mewujudkan tata
lingkungan yang sesuai dan teratur, supaya terjadi keserasian antara lingkungan
dengan manusia selaku pengguna lahan. Tidak jarang banyak bangunan yang
tidak mempunyai izin mendirikan bangunan di bongkar, karena berdiri di atas
lahan yang tidak boleh dipakai untuk mendirikan bangunan. Kegunaan dari
IMB, yaitu :
a. Mendukung pelaksanaan pembangunan agar bias sesuai dengan
rancangan teknis dan juga tata ruang yang telah di rencanakan di suatu
daerah.
b. Memudahkan pengawasan pemakaian bangunan, baik dari fungsi
maupun estetika lingkungan.
c. Memperoleh kepastian hukum atas bangunan yang kita mliki.
d. Dapat mempermudah dalam kepengurusan dalam beberapa kegiatan.
e. Menunjang bagi kelangsungan pembangunan daerah dengan eningkatan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yaitu mengkaji
pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum positif (perundang-
undangan) dan kontak secara faktual pada setiap peristiwa tertentu yang
terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang ditentukan. Penelitian
hukum empiris dilakukan melalui studi lapangan untuk mencari dan
menentukan sumber hukum dalam arti sosiologis sebagai keinginan dan
kepentingan yang ada di dalam masyarakat.1
B. Data Penelitian
Dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder:
1. Data Primer yang diperoleh melalui studi lapangan, yaitu dengan cara
wawancara secara terstruktur maupun bebas dengan narasumber yang
berkaitan dengan penelitian ini.
2. Data sekunder merupakan hasil dari bahan penelitian dari studi
kepusatakan yang diambil dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier.
a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat, yang
mencakup peraturan perundang-undangan terkait dengan topik
masalah yang dibahas yaitu :
1
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2012, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
1) Undang-undang Dasar Tahun 1945
2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintah Daerah.
3) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan
Gedung
4) Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
5) Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 Tentang Tata Cara
Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.
6) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah
7) Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012
Tentang Bangunan Gedung.
8) Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Tahun
2010-2029
9) Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 Tentang
Pengendalian Pembangunan Hotel.
10)Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Atas Perubahan Peraturan Walikota Nomor 77 Tahun
2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel.
b. Bahan hukum sekunder yaitu yang memberikan penjelasan bahan
hukum primer yang terdiri dari buku-buku, artikel, dari internet dan
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan Hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan Hukum primer dan
bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, surat kabar, tabloid
dan artikel-artikel dari internet yang berhubungan dengan masalah
yang akan di bahas dalam penulisan ini.
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara yaitu mengajukan pertanyaan kepada narasumber dan
responden baik secara bebas maupun terpimpin.
2. Studi pustaka yaitu penelitian yang mengkaji pada pustaka, buku-buku,
Perundang-undangan, bahan buku dan literature pendukung yang
berkaitan dengan materi penelitian.
D. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian Di Kota Yogyakarta.
E. Narasumber, Responden
1. Narasumber :
a. Bapak Pamungkas Pengamat Tata Kota
2. Responden:
a. Bapak Setiyono Kepala Bidang Pelayanan Dinas Perizinan Kota
Yogyakarta.
b. Bapak Arief Kepala Bidang Pengawasan Dinas Perizinan Kota
Yogyakarta
F. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan disini adalah sistem random
sampling yaitu setiap individu mempunyai peluang yang sama untuk dipilih
sebagai sampel.2
G. Teknik Analisis Data
Data penelitian diolah dan dianalisa secara kualitatif yaitu menganalisa data
yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun dari hasil penelitian
lapangan yang kemudian dideskripsikan dengan menggunakan kata-kata
sehingga diperoleh bahasa atau paparan dalam bentuk kalimat yang sistematis
dan dapat dimengerti, dan di Tarik kesimpulan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 tahun 2016 Tentang Perubahaan Atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta
Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Bangunan Gedung tersebut menjadi pedoman Pemerintah Daerah khususnya
Dinas Perizinan Kota Yogyakarta untuk mengeluarkan izin pembangunan hotel.
Dalam perjalanan proses tersebut ternyata banyak warga masyarakat yang
mengeluhkan tentang keberadaan hotel-hotel yang marak dibangun di Kota
Yogyakarta, dikarenakan banyak warga masyarakat yang merasakan dampak
negatif akibat pembangunan hotel tersebut. Dari situ Pemerintah Daerah mencoba
menimbang dan menindak lanjuti keluhan warga masyarakat dengan
mengeluarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang
Pengendalian Pembangunan Hotel.
Maksud dan Tujuan dari Peraturan Walikota Nomor 77 Tahun 2013
Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel yakni:
1. Untuk mengendalikan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta, mengingat
2. Melindungi usaha-usaha perhotelan yang telah ada di Kota Yogyakarta,
sehingga usaha-usaha perhotelan yang telah ada di Kota Yogyakarta dapat
bersaing atau berkompetisi secara sehat.
3. Sebagai bahan kajian untuk menetapkan jumlah kebutuhan hotel di Kota
Yogyakarta.
Salah satu sektor yang menjadi andalan Kota Yogyakarta adalah
pariwisata. Perkembangannya dari tahun ke tahun terus menunjukkan
meningkatnya volume kedatangan wisatawan baik nusantara maupun
mancanegara. Meningkatnya jumlah wisatawan ini juga menjadi potensi ekonomi
yang menggiurkan. Pesatnya pembangunan hotel saat ini juga mulai mendapat
respon negatif dari masyarakat Yogyakarta di beberapa lokasi atas kekhawatiran
dampak sosial dan dampak lingkungan yang akan ditimbulkan. Hal ini tentu
bukan masalah yang bisa diremehkan mengingat pariwisata sangat membutuhkan
dukungan positif dari masyarakat lokal selaku tuan rumah. Oleh sebab itu perlu
dilakukan respon tanggapan dan kajian dalam menentukan kebijakan terhadap
pengendalian hotel, mengingat berbagai kekhawatiran booming pembangunan
hotel ini dari sudut pandang kebutuhan wisatawan, peluang ekonomi bagi
investor/swasta, pemerintah selaku regulator dan masyarakat sebagai basis daya
dukung sosial pariwisata Kota Yogyakarta. Kajian dan analisis singkat dari
beberapa sudut pandang ini diharapkan mampu memberikan alternatif solusi atas
Sumber : Data Primer
Berdasarkan Hasil wawancara dengan Kepala bidang Pelayanan Dinas
Perizinan Kota Yogyakarta Bapak Setiyono mengungkapkan, bahwa Permohonan
IMB Bangunan Hotel yang masuk pada Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
sebelum 1 Januari 2014 tercatat terdapat 104 permohonan IMB Bangunan Hotel,
Dari 104 permohonan IMB Bangunan Hotel tersebut, 87 Hotel diantaranya sudah
diterbitkan dan 17 lainnya dinyatakan belum memenuhi persyaratan.
Dihubungkan dengan tujuan dari Peraturan Walikota Yogyakarta tersebut yakni
untuk mengendalikan jumlah pembangunan hotel, justru menjadi stimulus bagi
para investor untuk lebih cepat mengajukan permohonan IMB bangunan hotel di
Dinas Perizinan Kota Yogyakarta sebelum masa moratorium pembangunan hotel,
yaitu mulai 1 Januari 2014. Dengan meningkatnya jumlah permohonan IMB
Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian
Pembangunan hotel belum serta merta dapat mengendalikan jumlah pembangunan
hotel di Kota Yogyakarta.
Kawasan Kota Yogyakarta yang sudah begitu padat dengan bangunan,
termasuk bangunan hotel lambat laun akan menimbulkan ketidaknyamanan baik
bagi masyarakat asli Yogyakarta maupun wisatawan yang datang berkunjung.
Penerbitan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang
Pengendalian Pembangunan Hotel menjadi angin segar bagi masyarakat yang
merindukan kondisi kota dimana pembangunan belum sepadat saat ini.
Mencermati tujuan utama dari Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 tahun
2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel adalah ditujukan untuk
mengendalikan pembangunan hotel, namun demikian peraturan tersebut dirasa
kurang efektif. Pemrosesan permohonan IMB bangunan hotel yang masuk
sebelum 1 Januari 2014 menjadi salah satu bukti ketidakefektifan tersebut. Selain
itu belum ada kejelasan mengenai seperti apa penataan kawasan Kota Yogyakarta
khususnya mengenai lokasi persebaran hotel setelah moratorium berakhir.
Pelaksanaan Prosedur Perizinan Pembangunan Hotel Oleh Dinas
Perizinan Kota Yogyakarta berpegangan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung. Pemerintah telah mengatur bahwa setiap
bangunan gedung, termasuk bangunan hotel yang dibangun harus mempunyai
asas dan tujuan. Hal tersebut seperti yang tertuang pada pasal 2 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, bangunan gedung
serta keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya.
Selanjutnya pada pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung disebutkan bahwa pengaturan bangunan gedung bertujuan
untuk :
1. Mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata
bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya,
2. Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin
keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan,
kenyamanan dan kemudahan,
3. Mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan
gedung.
Pembangunan hotel harus memenuhi persyaratan administratif dan
persyaratan teknis. Hal tersebut telah diatur pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung sebagai berikut :
1. Setiap bangunan harus memenuhi persyaratan administratif dan
persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.
2. Pesyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status
kepemilikan banguan gedung, dan izin mendirikan bangunan.
3. Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan
4. Penggunaan ruang diatas dan/atau di bawah tanah dan/atau air untuk
bangunan gedung harus memiliki izin sesuai ketentuan yang berlaku.
5. Persyaratan administratif dan teknis untuk bangunan gedung adat,
bangunan gedung semi permanen, bangunan gedung darurat, dan
bangunan gedung yang dibangun pada daerah lokasi bencana
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai kondisi sosial dan budaya.
Setiap pembangunan hotel harus juga memenuhi persyaratan administratif
sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 sebagai berikut:
1. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif
yang meliputi:
a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang
hak atas tanah,
b. Status kepemilikan bangunan gedung, dan
c. Izin mendirikan bangunan gedung,
2. Setiap orang atau badan hukum dapat memiliki bangunan gedung atau
bagian bangunan gedung.
3. Pemerintah Daerah wajib mendata bangunan gedung untuk keperluan
tertib pembangunan dan pemanfaatan.
4. Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan gedung, kepemilikan,
dan pendataan bangunan gedung sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.19
19
Pelaksanaan Prosedur Perizinan Pembangunan Hotel Oleh Dinas
Perizinan Kota Yogyakarta Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012
tentang Bangunan Gedung. Ruang lingkup yang diatur dalam Pasal 2 Peraturan
Daerah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung yaitu : ketentuan fungsi
bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, izin mendirikan bangunan
gedung, sertifikat laik fungsi, pengawasan, peran serta masyarakat,
pembongkaran, administrasi izin mendirikan bangunan, dan ketentuan insentif
serta disinsentif.
Hal ini sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Yogyakarta
Nomor 2 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung yang menyebutkan bangunan
gedung mempunyai fungsi:
1. Fungsi hunian mempunyai fungsi utama sebagai tempat tinggal manusia
yang meliputi rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah tinggal
susun, dan rumah tinggal sementara.
2. Fungsi keagamaan mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan
ibadah yang meliputi bangunan masjid termasuk musholla, bangunan
gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara dan bangunan
kelenteng.
3. Fungsi usaha mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan
kegiatan usaha yang meliputi bangunan gedung perkantoran,
perdagangan, perindustrian, perhotelan/penginapan, wisata dan rekreasi,
4. Fungsi sosial dan budaya mempunyai fungsi utama sebagai tempat
melakukan kegiatan sosial dan budaya yang meliputi bangunan gedung
pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium,
dan bangunan gedung pelayanan umum
5. Fungsi khusus mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan
kegiatan yang mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi atau yang
penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat disekitarnya
dan/atau mempunyai resiko bahaya tinggi yang meliputi bangunan
gedung untuk reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan
bangunan sejenisnya yang ditetapkan oleh menteri
6. Fungsi campuran atau ganda adalah bangunan gedung yang memiliki
lebih dari satu fungsi.
Berkaitan dengan perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta
sesuai Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Bangunan Gedung Pasal 8 dipersyaratkan sebagai berikut:
1. Setiap bangunan gedung wajib memenuhi persyaratan administratif dan
persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.
2. Persyaratan administratif bangunan gedung meliputi:
a. Status hak atas tanah, dan izin pemanfaatan dari pemegang hak atas
tanah.
b. Status kepemilikan bangunan gedung.
3. Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan
dan persyaratan keandalan bangunan gedung.
Persyaratan administratif bangunan gedung dalam Pasal 9
1. Setiap bangunan harus didirikan pada tanah yang status kepemilikannya
jelas baik milik sendiri maupun milik pihak lain.
2. Dalam hal tanahnya milik pihak lain, bangunan gedung hanya dapat
didirikan dengan persetujuan atau izin pemanfaatan tanah dari pemegang
hak atas tanah atau pemilik atau yang menguasai tanah dalam bentuk
perjanjian tertulis antara pemegang hak atas tanah atau pemilik atau yang
menguasai tanah dengan pemilik bangunan gedung atau pernyataan
kerelaan persetujuan dari pemilik tanah.
3. Peryataan kerelaan/persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
memuat paling sedikit hak dan kewajiban para pihak, luas, letak, dan
batas-batas tanah, serta fingsi banguan gedung dengan jangka waktu
pemanfaatan tanah maupun tidak.
4. Perjanjian tertulis sebagaimana tertulis pada ayat (2) memuat paling
sedikit hak dan kewajiban para pihak, luas, letak dan batasbatas tanah
serta fungsi bangunan gedung dan jangka waktu pemanfaatan tanah.
Izin Mendirikan Bangunan, Pasal 57 :
1. Setiap orang atau Badan yang akan membangun baru, mengubah,
dahulu memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) dari Walikota atau
pejabat yang ditunjuk.
2. Izin mendirikan bangunan ditetapkan oleh Walikota atau pejabat yang
ditunjuk.
Persyaratan IMB, Pasal 58:
1. IMB diterbitkan apabila telah memenuhi persyaratan administrasi dan
persyaratan teknis.
2. Persyaratan administrasi terdiri dari:
a. Formulir permohonan IMB yang diisi lengkap dan mencantumkan
tanda tangan pemohon, diketahui oleh tetangga Rukun Tetangga
(RT), Rukun Warga (RW), Lurah dan Camat.
b. Fotocopy KTP pemohon dan atau pemilik bangunan yang masih
berlaku.
c. Fotocopy sertifikat hak atas tanah atau surat bukti kepemilikan tanah
lainnya yang sah.
d. Surat pernyataan bermaterai cukup bahwa tanah yang dimohonkan
tidak dalam sengketa yang ditanda tangani oleh pemohon, pemilik
tanah dan calon pemilik bangunan.
3. Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud diatas terdiri dari:
a. Advice Planning, Advice Planning menurut PP Nomor 36 tahun 2005
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 tahun
persyaratan tata bangunan dan lingkungan yang diberlakukan oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota pada lokasi tertentu.
b. Gambar rencana arsitektur atau teknis meliputi gambar tapak
bangunan, denah, rencana pondasi, rencana atap, gambar potongan,
gambar instalansi dan sanitasi, gambar struktur, tanda tangan
penanggung jawab gambar, gambar letak sistem deteksi dan proteksi
kebakaran yang disahkan oleh instansi teknis.
c. Terhadap ketinggian bangunan yang ketinggian melebihi ketentuan
dalam dokumen Perencanaan Kota pada kawasan intensitas tinggi
harus mendapatkan rekomendasi ketinggian bangunan.
d. Terhadap Bangunan Cagar Budaya, bangunan yang berada di
kawasan cagar budaya dan bangunan yang berada pada garis
sempadan sungai memerlukan rekomendasi/surat keterangan dari
instansi teknis yang berwenang.
e. Kajian lingkungan hidup sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku. 20
Tatacara Penerbitan IMB, pasal 61:
1. Pemohon mengajukan permohonan IMB secara tertulis kepada Walikota
atau Pejabat yang ditunjuk dengan mengisi formulir permohonan yang
telah disediakan dengan melampirkan syarat administrasi dan syarat
teknis yang telah ditetapkan.
20
2. Apabila persyaratan permohonan lengkap maka permohonan diterima
dan didaftar, serta pemohon diberi bukti pendaftaran;
3. Apabila persyaratan permohonan tidak lengkap maka permohonan tidak
dapat didaftarkan dan pemohon diberi surat keterangan kekurangan
persyaratan.
4. Terhadap permohonan yang telah didaftar, selanjutnya dilakukan
penelitian lapangan/lokasi untuk mengetahui kebenaran persyaratan
administrasi dan teknis serta kesesuaian antara rencana kegiatan
membangun dengan persil dan dokumen rencana kota.
5. Apabila berkas permohonan dan persyaratan dinyatakan lengkap dan
benar, maka Walikota atau Pejabat yang ditunjuk wajib menerbitkan
IMB.
6. Apabila berkas permohonan dan persyaratan dinyatakan kurang lengkap
dan tidak benar, maka Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dapat
menolak permohonan IMB dengan disertai dengan alasan penolakan.
Pengawasan, pasal 80 :
1. Pengawasan terhadap pelaksanaan mendirikan bangunan gedung
dilakukan oleh SKPD yang menerbitkan IMB dapat berkoordinasi
dengan instansi terkait lainnya.
2. Pengawasan pelaksanaan mendirikan bangunan gedung meliputi
pemeriksaan kesesuaian fungsi, persyaratan tata bangunan dan
lingkungannya, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan
3. Dalam melakukan pengawasan, petugas dari instansi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a. memasuki dan memeriksa lokasi kegiatan pelaksanaan mendirikan
bangunan; dan
b. memerintahkan kepada pelaksana dan/atau pemilik bangunan untuk
mengubah, memperbaiki, membongkar atau menghentikan sementara
kegiatan mendirikan bangunan apabila pelaksanaannya tidak sesuai
dengan IMB.
4. Apabila dipandang perlu petugas dapat meminta agar IMB beserta
lampirannya diperlihatkan.
5. Petugas dalam melaksanakan pengawasan pelaksanaan mendirikan
bangunan harus membawa:
a. Surat Tugas; dan
b. Kartu tanda pengenal.
Penetapan pembongkaran, pasal 83 :
1. Walikota atau Pejabat yang ditunjuk mengidentifikasi bangunan yang
akan ditetapkan untuk dibongkar berdasarkan hasil pemeriksaan dan
atau laporan dari masyarakat.
2. Bangunan yang dapat dibongkar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. bangunan yang tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki lagi atau