• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efek Antibakteri Jintan Hitam Dan Madu Terhadap Bakteri Pseudomonas Aeruginosa Pada Otitis Media Supuratif Kronis Secara In Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Efek Antibakteri Jintan Hitam Dan Madu Terhadap Bakteri Pseudomonas Aeruginosa Pada Otitis Media Supuratif Kronis Secara In Vitro"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEK ANTIBAKTERI JINTAN HITAM DAN MADU TERHADAP BAKTERI PSEUDOMONAS AERUGINOSA PADA OTITIS MEDIA

SUPURATIF KRONIS SECARA IN VITRO

Oleh :

MOHAMAD ZAKUAN BIN ABD RAHMAN 090100438

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UJI EFEK ANTIBAKTERI JINTAN HITAM DAN MADU TERHADAP BAKTERI PSEUDOMONAS AERUGINOSA PADA OTITIS MEDIA

SUPURATIF KRONIS SECARA IN VITRO

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

MOHAMAD ZAKUAN BIN ABD RAHMAN 090100438

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

UJI EFEK ANTIBAKTERI JINTAN HITAM DAN MADU TERHADAP BAKTERI PSEUDOMONAS AERUGINOSA PADA OTITIS MEDIA

SUPURATIF KRONIS SECARA IN VITRO

Nama : MOHAMAD ZAKUAN BIN ABD RAHMAN NIM : 090100438

Pembimbing Penguji I

(dr.T.Siti Hajar Haryuna,Sp.THT-KL) (dr.Sarah Dina, Sp.OG(K))

NIP: 19790620 200212 2 003 NIP: 19680415 199703 2 001

Penguji II

(dr.RR.Sinta Irina,Sp.An) NIP: 19670927 201012 2 002

Medan, Januari 2013 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

Abstrak

Jintan hitam dan madu mempunyai efek antibakteri terhadap pertumbuan Pseudomonas aeruginosa. Jintan hitam mengandung thymoquinone yang merupakan bahan aktif mampu menghambat sintesis protein dan menyebabkan gangguan fungsi sel pada bakteri. Madu mempunyai efek antibakteri dengan mekanisme peroksida menyebabkan lisis pada sel bakteri. Tujuan penelitian ini untuk melihat perbedaan efek antibakteri jintan hitam dan madu terhadap Pseudomonas aeruginosa.

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium dengan desain Posttest Control Only Group Design. Sampel yang digunakan adalah bakteri Pseudomonas aeruginosa dari stamp yang diisolasi dari sekret telinga pada pasien Otitis Media Supuratif Kronis. Uji efek antibakteri menggunakan metode difusi cakram cara Kirby-Baeur dengan bahan coba jintan hitam dan madu. Untuk kontrol digunakan aquades dan siprofloksasin. Zona hambat yang terbentuk diukur menggunakan penggaris. Data dianalisa dengan uji Oneway ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Komparansi Ganda.

Hasil menunjukkan rata-rata zona hambat aquades 0 mm, siprofloksasin 32 mm, jintan hitam 9 mm dan madu 12 mm. Hasil pengamatan rata-rata zona hambat setiap bahan coba kecuali aquades, mempunyai daya hambat terhadap Pseudomonas aeruginosa dengan kemampuan yang berbeda. Hasil uji analisis Oneway ANOVA dan Least Significant Difference menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (P<0,05) antara rata-rata zona hambat kelompok perlakuan bahan coba.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa siprofloksasin memiliki efek antibakteri terbesar diikuti madu dan jintan hitam.

(5)

Abstract

Black cumin and honey have antibacterial effects against Pseudomonas aeruginosa growth. Black cumin contains Thymoquinone, an active component that can inhibit protein synthesis and causes cell dysfunction in bacteria. Honey has an antibacterial effect by causing cell lysis by peroxide mechanism in bacterial cells. The purpose of this study to see the difference in the antibacterial effect of black cumin and honey againstPseudomonas aeruginosa.

It is a laboratorium experiment using posttest only control group design. The sample used were Pseudomonas aeruginosa from stamp isolated from ear secretions in chronic suppurative otitis media patient. Antibacterial effect was analysed using disc diffusion method Kirby-Baeur in disc containing black cumin and honey. The control used were distilled water and ciprofloxacin. Inhibition zone formed was measured using a ruler. Data were analyzed by Oneway ANOVA test followed by a LSD.

The results showed an average inhibition zone of aquades 0 mm, 32 mm ciprofloxacin, black cumin 9 mm and honey 12 mm. Average inhibition zone for every disc except aquades shows that it can inhibitPseudomonas aeruginosawith different diameter. Oneway ANOVA result analysis and Least Significant Difference showed significant difference (P <0.05) between the mean inhibition zone of each disc.

From these results it can be concluded that ciprofloxacin has the greatest antibacterial effect followed by honey and black cumin.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

karya tulis ilmiah ini, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Karya Tulis Ilmiah ini berjudul “Uji

Efek Antibakteri Jintan Hitam dan Madu terhadap Pseudomonas aeruginosa pada

Otitis Media Supuratif Kronis secara in vitro”. Dalam penyelesaian penulisan

karya tulis ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak.

Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih dan penghargaan

setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp. THT, sebagai Dosen Pembimbing saya

yang telah banyak memberi arahan dan masukan kepada penulis, sehingga

karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Ibu dr. Sarah Dina, Sp.OG (K) dan Ibu dr. RR. Shinta Irina, Sp.An.,

sebagai Dosen Penguji yang telah meluangkan waktu dan pemikiran untuk

kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.

4. Ibu dr. Sri Amelia, M.Kes dan Ibu Syariah, Analis serta staf dan pegawai

Laboratorium Mikrobiologi FK USU yang memberi masukan dan

membantu penulis untuk menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.

5. Rasa hormat dan terima kasih yang tiada terhingga saya persembahkan

kepada kedua orang tua saya, ayahanda Abd Rahman dan ibunda saya

Rahilah serta saudara-saudara saya atas doa, semangat, dan bantuan yang

diberikan kepada penulis selama ini.

6. Seluruh teman-teman saya khususnya teman-teman stambuk 2009 yang

tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan dan

(7)

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna.

Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang

membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis

ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, Januaru 2013

Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1 Otitis Media Supuratif Kronis...4

2.2.2. Morfologi dan identifikasi ...8

2.2.3 Struktur antigen dan toksin ...9

2.2.4 Biofilm bakteri ...9

(9)

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 24

3.2. Definisi Operasional... 24

3.3 Hipotesa... 29

BAB 4 METODE PENELITIAN... 30

4.1. Rancangan Penelitian ...30

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...30

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ...31

4.4. Metode Pengumpulan Data ...33

4.5. Metode Analisis Data...39

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...40

5.1. Hasil Penelitian ...40

5.1.1 Deskripsi lokasi penelitian ...40

5.1.2 Deskripsi karakteristik sampel penelitian ...41

5.1.3 Hasil uji laboratorium ...41

5.1.4 Hasil analisa statistik...43

5.2. Pembahasan...46

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN...49

6.1. Kesimpulan ...49

6.2. Saran...49

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Klasifikasi Bakteri Pseudomonas aeruginosa...7

2.2 Klasifikasi Jintan Hitam...18

2.3 Komposisi Jintan Hitam...19

3.1 Kriteria Ciprofloxacin menurut CLSI 2011 ...27

5.1 Daya hambat Jintan Hitam dan Madu terhadap P. aeruginosa...41

5.2 Daya hambat Aquades dan Ciprofloxacin terhadap P.aeruginosa...42

5.3 Daya hambat Jintan Hitam dibanding Ciprofloxacin ...42

5.4 Daya hambat Madu dibanding Ciprofloxacin ...43

5.5 Hasil rata-rata diameter dan standar deviasi ...43

5.6 Hasil Uji Kolmogorov Smirnov……….. 44

5.7 Hasil Uji ANOVA...44

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Pewarnaan Bakteri ...7

2.2 Bunga dan Biji Jintan Hitam ...17

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ...24

4.1 Cara mengambil koloni bakteri dengan menggunakan ose...35

4.2 Cara memasukkan ose dalam larutan saline...35

4.3 Larutan McFarland 0,5...36

4.4 Kapas lidi steril yang dicelup dan gerakan menekan pada dinding tabung 36 4.5 Kapas lidi steril yang diusapkan pada seluruh lempeng MHA ...37

4.6 Cara mengusap kapas lidi steril pada seluruh lempeng agar...37

4.7 Cara meletakkan cakram pada media MHA ...37

4.8 Cara mengukur diameter zona hambat...38

4.9 Cara mengukur diameter zona hambat menggunakan penggaris...38

(12)

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM

BSN : Badan Standardisasi Nasional

CLSI : Clinical and Laboratory Standards Institute

MDR-TB : Multidrug resistant Tuberculosis

MDR-PA : Multidrug resistant Pseudomonas aeruginosa

MHA : Mueller Hinton Agar

OMP : Otitis Media Perforate

OMSK : Otitis Media Supuratif Kronis

(13)

Abstrak

Jintan hitam dan madu mempunyai efek antibakteri terhadap pertumbuan Pseudomonas aeruginosa. Jintan hitam mengandung thymoquinone yang merupakan bahan aktif mampu menghambat sintesis protein dan menyebabkan gangguan fungsi sel pada bakteri. Madu mempunyai efek antibakteri dengan mekanisme peroksida menyebabkan lisis pada sel bakteri. Tujuan penelitian ini untuk melihat perbedaan efek antibakteri jintan hitam dan madu terhadap Pseudomonas aeruginosa.

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium dengan desain Posttest Control Only Group Design. Sampel yang digunakan adalah bakteri Pseudomonas aeruginosa dari stamp yang diisolasi dari sekret telinga pada pasien Otitis Media Supuratif Kronis. Uji efek antibakteri menggunakan metode difusi cakram cara Kirby-Baeur dengan bahan coba jintan hitam dan madu. Untuk kontrol digunakan aquades dan siprofloksasin. Zona hambat yang terbentuk diukur menggunakan penggaris. Data dianalisa dengan uji Oneway ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Komparansi Ganda.

Hasil menunjukkan rata-rata zona hambat aquades 0 mm, siprofloksasin 32 mm, jintan hitam 9 mm dan madu 12 mm. Hasil pengamatan rata-rata zona hambat setiap bahan coba kecuali aquades, mempunyai daya hambat terhadap Pseudomonas aeruginosa dengan kemampuan yang berbeda. Hasil uji analisis Oneway ANOVA dan Least Significant Difference menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (P<0,05) antara rata-rata zona hambat kelompok perlakuan bahan coba.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa siprofloksasin memiliki efek antibakteri terbesar diikuti madu dan jintan hitam.

(14)

Abstract

Black cumin and honey have antibacterial effects against Pseudomonas aeruginosa growth. Black cumin contains Thymoquinone, an active component that can inhibit protein synthesis and causes cell dysfunction in bacteria. Honey has an antibacterial effect by causing cell lysis by peroxide mechanism in bacterial cells. The purpose of this study to see the difference in the antibacterial effect of black cumin and honey againstPseudomonas aeruginosa.

It is a laboratorium experiment using posttest only control group design. The sample used were Pseudomonas aeruginosa from stamp isolated from ear secretions in chronic suppurative otitis media patient. Antibacterial effect was analysed using disc diffusion method Kirby-Baeur in disc containing black cumin and honey. The control used were distilled water and ciprofloxacin. Inhibition zone formed was measured using a ruler. Data were analyzed by Oneway ANOVA test followed by a LSD.

The results showed an average inhibition zone of aquades 0 mm, 32 mm ciprofloxacin, black cumin 9 mm and honey 12 mm. Average inhibition zone for every disc except aquades shows that it can inhibitPseudomonas aeruginosawith different diameter. Oneway ANOVA result analysis and Least Significant Difference showed significant difference (P <0.05) between the mean inhibition zone of each disc.

From these results it can be concluded that ciprofloxacin has the greatest antibacterial effect followed by honey and black cumin.

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi merupakan suatu krisis global yang saat ini mengancam

kesehatan dan harapan hidup manusia. Penyakit ini merupakan penyebab

kematian tertinggi di dunia terutamanya pada anak dan dewasa muda.

Kira-kira lebih dari 13 juta kematian per tahun, paling banyak dilaporkan di negara

berkembang sekitar 1 dari 2 kematian dan juga sering menyebabkan

kecacatan (WHO, 1999a). Salah satu contoh penyakit infeksi adalah otitis

media akut (OMA) yang menjadi otitis media supuratif kronik (OMSK)

akibat kegagalan terapi antibiotik (Bluestone & Klein, 1999).

Prevalensi OMSK di seluruh dunia melibatkan 65-330 juta orang dengan

keluhan telinga berair, dimana 60% di antaranya (39-200 juta) menderita

gangguan pendengaran yang signifikan. Indonesia telah diklasifikasikan

termasuk kategori tinggi berdasarkan prevalensi OMSK (WHO, 2004). Hasil

survei di seluruh dunia menunjukkan prevalensi OMSK di Indonesia adalah

3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari seluruh kunjungan di poliklinik

THT rumah sakit di Indonesia. Di Poliklinik THT RSUP H. Adam Malik

Medan pada tahun 2006 pasien OMSK merupakan 26% pasien yang datang

berobat (Aboet, 2007).

Menurut Mansoor et al. (2009) bakteri paling sering menyebabkan OMSK

adalah Pseudomonas aeruginosa (40%) dan Staphylococcus aureus (30,9%). Pseudomonas aeruginosa termasuk bakteri Gram negatif yang berbentuk batang dengan ukuran 0,5 - 0,8 µm x 1,5 - 3,0 µm yang bersifat invasif dan

toksinogenik (Todar, 2008). Bakteri ini juga merupakan bakteri infeksi

(16)

Dalam penatalaksanaan kasus OMSK WHO (2004) menyatakan antibiotik

golongan kuinolon seperti (ofloksasin, ciprofloxacin) lebih baik dari

golongan bukan kuinolon (gentamisin) dalam menangani otorrhea dan

membunuh bakteri. Antibiotik yang efektif di RSUP. H. Adam Malik adalah

ciprofloxacin (Nursiah, 2003). Penggunaan antibiotik secara tidak terkendali

akan mengakibatkan resistensi antimikroba yang merupakan suatu masalah

global terutamanya di negara berkembang (WHO, 2001). RS di Indonesia

(Jakarta dan sekitarnya) salah satu bakteri tersering adalah multidrug-resistant P.aeruginosa (MDR-PA) pada infeksi nosokomial (Moehario et al., 2012). Oleh karena itu, perlu dicari alternatif lain untuk meningkatkan

kualitas hidup dengan penemuan antibiotik baru (Infectious Diseases Society

of America, 2010).

Obat-obat yang berasal dari tumbuhan berpotensi dijadikan antibiotik,

terutamanya dalam bentuk minyak atsiri yang dapat berfungsi sebagai

antibakteri, antijamur dan antiviral. Oleh itu, jintan hitam dan madu

berpotensi digunakan sebagai alternatif antibiotik dalam penanganan OMSK

(Reichling et al, 2009). Jintan hitam menurut Alsawaf dan Alnaemi (2010)

mempunyai efek antibakteri karena thymoquinone, thymol, apinene, dan p-cymene dengan cara thymoquinone sebagai komponen utama dapat menghambat pembentukan asam nukleat dan sintesis protein. Madu pula

mengandung flavonoid yang sangat tinggi dan membantu jalur utama

antimikroba yaitu hidrogen peroksida (Brudzynski et al., 2011; Brudzynski dan Lannigan, 2012).

Berdasarkan uraian di atas terdapat banyak kasus OMSK dimana

P.aeruginosa merupakan bakteri penyebab paling sering dan juga banyaknya bakteri yang resisten terhadap penggunaan antibiotik, maka penulis ingin

melihat dan membandingkan efek antibakteri jintan hitam dan madu

(17)

1.2 Rumusan Masalah

Apakah minyak jintan hitam dan madu murni mempunyai efek antibakteri

dibanding ciprofloxacin terhadap Pseudomonas aeruginosa pada spesimen dari sekret telinga OMSK.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui efek antibakteri minyak jintan hitam dan madu murni

berbanding ciprofloxacin terhadap pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa pada penderita OMSK.

1.3.2 Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui efek antibakteri minyak jintan hitam

b. Untuk mengetahui efek antibakteri madu

c. Untuk mengetahui efek antibakteri ciprofloxacin

d. Untuk mengetahui perbedaan efek antibakteri minyak jintan hitam, madu

dan antibiotik ciprofloxacin.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 1. Institusi Pendidikan

∑ Memberikan informasi tambahan pada institusi pendidikan tentang efek

antibakteri jintan hitam dan madu sebagai alternatif kepada antibiotik terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa.

2. Masyarakat

∑ Memberikan informasi tambahan bagi masyarakat mengenai jintan hitam

dan madu.

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Otitis Media Supuratif Kronis

Otitis media supuratif kronis (OMSK) dahulu disebut otitis media

perforate (OMP) atau dikenali sebagai congek di Indonesia. OMSK ialah

infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret

yang keluar dari telinga tengah terus menerus (persisten) atau hilang timbul

(rekuren). Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.

Angka kejadian OMSK tinggi di negara berkembang disebabkan

sosio-ekonomi yang rendah, nutrisi buruk dan kurangnya pengetahuan tentang

kesehatan. OMSK dapat diklasifikasi kepada dua jenis tipe, yaitu tipe

tubotimpanal (tipe jinak) dan tipe atikoantral (tipe ganas). Perbedaan tipe

klinik OMSK dibuat berdasarkan perbedaan anatomi yaitu pars tensa atau

pars plasida membran timpani (Djafar, 2001; Dhingra, 2007) .

2.1.1 Etiologi

OMSK jinak bermula sejak usia anak. Tipe ini merupakan lanjutan dari

penyakit otitis media akut yang diikuti dengan demam ruam dan

menyebabkan perforasi yang letaknya sentral. Perforasi ini menetap dan

memudahkan terjadinya infeksi berulang dari telinga luar. Otorrheamenjadi persisten akibat mukosa telinga tengah yang terpapar kepada lingkungan luar

yang penuh dengan aero allergen sehingga terjadinya sensitisasi. Infeksi bisa

terjadi secara ascending melalui tuba eustachia. Infeksi tonsil, adenoid dan

sinus bisa menimbulkan otorrhea yang persisten atau rekuren (Dhingra, 2007).

Penyebab yang lain adalah perubahan tekanan udara tiba-tiba, alergi,

infeksi dan sumbatan (akibat penumpukan sekret, tampon atau tumor)

(19)

2.1.2 Patofisiologi

OMSK dimulakan dengan suatu infeksi akut. Patofisiologi OMSK bermula

dengan proses irritasi dan inflamasi pada mukosa telinga tengah. Respon

inflamasi menimbulkan edema pada mukosa. Inflamasi yang berkelanjutan

akan menyebabkan ulserasi pada mukosa dan kerusakan pada sel epitel.

Penjamu akan menghasilkan suatu jaringan granulasi (respon terhadap

inflamasi) yang bisa membentuk polip pada permukaan rongga telinga

tengah. Siklus infalamasi, ulserasi, infeksi dan pembentukan jaringan

granulasi akan menghancurkan tulang sehingga menimbulkan komplikasi

(Parry, 2011).

2.1.3 Gejala klinis

Gejala klinis pada tipe tubotimpani pertama adalah sekret telinga

(otorrhea) dengan ciri mukoid, mukopurulen yang menetap atau intermittent.

Sekret ini sering muncul pada keadaan infeksi saluran pernafasan atas atau

masuknya air ke dalam telinga. Kedua, terdapat tuli tipe konduktif yang

bervariasi dan jarang melebihi 50 dB. Kadang-kadang pasien bisa

mendengarkan lebih baik pada keadaan telinga penuh dengan sekret

berbanding telinga bersih. Keadaan ini bisa berlanjut sehingga terjadinya pula

tuli sensorineural. Ketiga, adanya perforasi yang letaknya sentral dimana

posisinya bisa anterior, posterior, inferior kepada letak malleus. Keempat, mukosa telinga tengah dapat dilihat apabila perforasi membrane timpani

besar. Mukosa ini terlihat merah, edem dan membengkak pada keadaan

inflamasi (Dhingra 2007).

Pada tipe atikoantral, sekret telinga hanya sedikit dan berbau. Selain itu,

terdapatnya tuli terutamanya tuli konduktif dan bisa ditambah adanya tuli

sensorineural. Perdarahan dapat dijumpai pada tipe ini akibat granulasi atau

polip saat membersihkan telinga. Perforasi yang bisa dilihat adalah attic atau

posterosuperior tipe marginal. Selain itu, terdapat kantong retraksi yang

(20)

atau posterosuperior pars tensa. Kolesteatoma pada tipe ini dapat dilihat pada

kantong retraksi (Dhingra 2007).

2.1.4 Pengobatan

Pada OMSK tipe tubotimpani, tujuan utama pengobatan adalah

mengendalikan infeksi ,membersihkan sekret telinga dan selanjutnya

memperbaiki ketulian dengan operasi. Pertama dilakukan pembersihan pada

liang telinga dari sekret dengan Aural toilet. Kedua, penggunaan antibiotik topikal yang mengandungi neomisin, polimiksin atau gentamisin. Obat ini

dikombinasikan dengan steroid yang mempunyai efek anti inflammasi. Obat

ini diberi 3-4 kali per hari. pH asam sangat bermanfaat dalam membunuh

infeksi bakteri pseudomonas dengan irrigasi menggunakan 1,5% asam asetik.

Pada penggunaan obat ini harus diperhatikan efek ototoksik dari beberapa

sedian dan tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik adalah dari

hasil kultur bakteri penyebab dan uji resistensi (Djafar, 2001; Dhingra, 2007).

Pada OMSK tipe atikoantral adalah operasi. Pengobatan konservatif

dengan medikamentosa merupakan terapi sementara sebelum operasi. Bila

terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses dilakukan terlebih dahulu

sebelum dilakukan mastoidektomi. Tujuan utama operasi adalah

menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membrane timpani

yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran

yang lebih berat serta memperbaiki pendengaran. Jenis pembedahan yang

dapat dilakuan adalah mastoidektomi sederhana, mastoidektomi radikal,

mastoidektomi radikal dengan modifikasi, miringoplasti dan timpanoplasti

(21)

2.2Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas merupakan kelompok bakteri yang tersebar luas dalam tanah

dan air. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan salah kelompok pseudomonas dan tergolong kelompok patogen yang besar pada

manusia, kadang membentuk koloni dalam tubuh manusia. P. aeruginosa bersifat invasif dan toksigenik sehingga pada pasien dengan daya tahan tubuh

yang rendah dapat menyebabkan infeksi. Ia merupakan patogen nosokomial

yang penting (Brooks, Butel dan Morse, 2007).

2.2.1 Klasifikasi bakteri P. aeruginosa Klasifikasikan bakteri P.aeruginosa :

Tabel 2.1 Klasifikasi bakteri P.aeruginosa

Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gamma Proteobacteria

Order : Pseudomonadales

Family : Pseudomonadadaceae

Genus : Pseudomonas

Species : aeruginosa

(Sumber : Todar, 2008)

Gambar 2.1 pewarnaan bakteri

(22)

2.2.2 Morfologi dan identifikasi

P. aeruginosa dengan ciri khasnya berbentuk batang, motil dan berukuran sekitar 0,6 x 2 mm. Bakteri ini tergolong kelompok bakteri gram negatif dan

dapat muncul dalam bentuk tunggal, berpasangan atau kadang-kadang dalam

bentuk rantai pendek. P. aeruginosa dapat tumbuh dengan baik pada suhu

37-42ºC. Bakteri ini tidak memfermentasi karbohidrat dan bersifat

oksidase-positif, tetapi banyak strain mengoksidasi glukosa. P. aeruginosa dapat diidentifikasi berdasarkan morfologi koloni, sifat oksidase-positif, adanya

pigmen yang khas, dan pertumbuhan pada suhu 42ºC (Brooks, Butel dan

Morse, 2007).

P. aeruginosa adalah bakteri obligat aerob yang dapat tumbuh dengan mudah pada banyak jenis medium biakan dan beberapa strain dapat

menyebabkan hemolisis darah. Koloni P. aeruginosa adalah bulat halus dengan warna fluoresensi kehijauan. Bakteri ini sering menghasilkan

piosianin yang tidak dihasilkan spesies pseudomonas lain, pigmen

kebiru-biruan yang tidak berfluorensi, yang berdifusi ke dalam agar. P. aeruginosa juga banyak memproduksi pigmen pioverdin yang berfluorensi, yang

memberikan warna kehijauan pada agar. Beberapa strain menghasilkan

pigmen piorubin yang berwarna merah gelap atau pigmen piomelanin yang

hitam (Brooks, Butel dan Morse, 2007).

P. aeruginosapada biakan dapat membentuk berbagai jenis koloni. Setiap koloni dapat mempunyai aktivitas biokimia, enzimatik dan pola kerentanan

antimikroba yang berbeda. Pada biakan pasien dengan fibrosis kistik sering

membentuk koloni P. aeruginosa yang mukoid akibat produksi berlebihan dari alginate, suatu eksopolisakarida yang berfungsi menghasilkan matriks

sehingga organisme dapat hidup dalam biofilm (Brooks, Butel dan Morse,

(23)

2.2.3 Struktur antigen dan toksin

Struktur dari permukaan sel yang menjulur pili (fimbria) membantu

pelekatan pada sel epitel inang. Sifat endotoksik P. aeruginosa karena lipopolisakarida yang ada dalam berbagai immunotype. Jenis-jenis bakteri P. aeruginosa dapat dibedakan berdasarkan kerentanannya terhadap piosin (bakteriosin) dan immunotype lipopolisakarida. Kebanyakan bakteri P. aeruginosa yang diambil dari infeksi klinis menghasilkan enzim ekstraselullar, termasuk elastase, protease, dan hemolisin (fosfolipase C dan

glikolipid) (Brooks, Butel dan Morse, 2007).

Banyak strain P. aeruginosa yang menyebabkan nekrosis jaringan dan bersifat letal untuk binatang jika disuntikkan dalam bentuk murni dengan

menghasilkan eksotoksin A. Mekanisme Toksin tersebut serupa seperti

mekanisme toksin difteri yaitu dengan cara menghambat sintesis protein

,walaupun struktur kedua toksin tersebut tidak sama. Beberapa serum

manusia menunjukkan sifat antitoksin terhadap eksotoksin A termasuk pasien

yang telah sembuh dari infeksi berat P. aeruginosa(Brooks, Butel dan Morse,

2007).

Pada OMSK, bakteri ini menggunakan pili untuk menempel pada sel epitel

yang nekrosis atau berpenyakit pada telinga tengah. Setelah itu, organisme ini

akan menghasilkan proteases, lipopolysaccharide dan enzim lainnya untuk mencegah serangan dari sistem imun tubuh. Hasil sekresi enzim bakteri dan

inflamasi akan menambah kerusakan, nekrosis dan akhirnya erosi pada tulang

(menimbulkan komplikasi) (Parry, 2011).

2.2.4 Biofilm bakteri

Biofilm adalah kumpulan bakteri interaktif yang dibungkus dalam matriks

eksopolisakarida dan melekat pada permukaan yang keras atau melekat satu

sama lain. Keadaan ini berbeda dengan planktonik atau pertumbuhan bakteri

(24)

berlendir dibentuk biofilm pada permukaan keras dan terjadi di seluruh alam.

Satu spesies bakteri atau lebih dapat terlibat dan berkumpul bersama untuk

membentuk biofilm (Brooks, Butel dan Morse, 2007).

Pada infeksi manusia yang bersifat persisten dan sulit ditangani biofilm

memainkan peran yang penting sebagai contoh pada penderita kistik fibrosis

yang diinfeksi P aeruginosa pada jalan nafas. Pembentukan biofilm pertama adalah kolonisasi permukaan. Kolonisasi bermula apabila bakteri berada di

atas permukaan dimana bakteri dapat menggunakan flagel untuk bergerak.

Pili dapat digunakan beberapa bakteri untuk menarik diri bersama-sama

menjadi satu kelompok dan bakteri lainnya bergantung pada pembelahan sel

untuk memulai pembentukan koloni. Secara berterusan bakteri

menyekresikan suatu sinyal antara sel Quorum sensing (Brooks, Butel dan Morse, 2007). Dua sistem Quorum sensing yang dikenali dengan nama las dan rhl. Sinyal ini disekresi dalam kadar rendah yang merupakan suatu molekul dalam kadar rendah misalnya sinyal N-acyl homoserine lactone (AHL) (Karatuna dan Yagci, 2010).Semakin banyak jumlah bakteri,semakin

banyak pula konsentrasi sinyal tersebut. Apabila ambang rangsang tercapai,

bakteri akan memberi respon dan mengubah aktivasi gen sehingga mengubah

perilakunya (Brooks, Butel dan Morse, 2007).

Pada bakteri P. aeruginosa dihasilkan alginate. Gen-gen diaktivasi dapat memengaruhi jalur metabolik dimana bakteri di dalam matriks cenderung

mengalami penurunan metabolisme dan produksi faktor virulensi. Matriks

eksopolisakarida dapat melindungi bakteri dari mekanisme imun penjamu.

Beberapa antimikroba menunjukkan sawar difusi untuk matriks, sedangkan

antimikroba yang lain dapat berikatan dengannya. Resistensi terhadap

beberapa antimikroba oleh beberapa bakteri dalam biofilm dengan yang

tumbuh dan hidup bebas dalam bahan medium. Hal inilah yang membantu

menjelaskan mengapa infeksi yang disebabkan oleh biofilm sulit diobati

(25)

2.2.5 Temuan klinis

P. aeruginosa merupakan suatu patogen nosokomial. Menurut Centers for Disease Control and Prevention(CDC), rata-rata infeksi P. aeruginosadi RS Amerika Serikat adalah 0,4% (4 per 1000 pasien) . Bakteri ini merupakan

penyebab infeksi nosokomial keempat dengan persen dari keseluruhan RS

10,1% (Todar, 2008). Di Intensive Care Unit (ICU) RS. Fatmawati, Indonesia

P.aeruginosa merupakan 26,5% bakteri yang dijumpai (Radji, Fauziah dan Aribinuko, 2011). Selain itu, di Indonesia Rumah Sakit (Jakarta dan

sekitarnya) dari tahun 2004-2010, 12-19% bakteri P.aeruginosa didapat dari hasil kultur bakteri kelompok gram negatif (Moehario et al., 2012).

P. aeruginosa menyebabkan infeksi pada luka dan luka bakar sehingga menimbulkan pus hijau kebiruan, pada pungsi lumbal bisa terjadi meningitis

dan penggunaan kateter dan instrument lain atau dalam larutan untuk irigasi

dapat menimbulkan infeksi saluran kemih. Pneumonia nekrotik terjadi karena

keterlibatan saluran napas terutamanya akibat respirator yang terkontaminasi

(Brooks, Butel dan Morse, 2007).

Pada organ mata, bakteri ini merupakan salah satu penyebab keratitis dan

etiologi kepada opthalmia neonatal (Todar, 2008). Pada perenang bakteri ini

sering ditemukan pada otitis eksterna ringan dan pada pasien diabetes dapat

menjadi invasif (bersifat maligna) (Brooks, Butel dan Morse, 2007).

2.2.6 Uji diagnostik laboratorium

Untuk uji diagnostik laboratorium, spesimen diambil dari lesi kulit, pus,

urin, darah, cairan spinal, sputum, dan bahan lainnya diindikasikan sesuai

dengan jenis infeksinya. Pada sediaan apus bakteri batang gram negatif sering

dilihat. Tidak ada karekteristik morfologi spesifik yang dapat membedakan

pseudomonas di spesimen dari bakteri enterik atau batang gram negatif

(26)

Untuk membedakan spesimen, di oleskan pada agar darah dan medium

diferensial yang biasanya digunakan untuk menumbuhkan bakteri batang

gram negatif enterik. Pseudomonas tumbuh dengan mudah pada sebagian

besar medium ini, tetapi pertumbuhan pseudomonas lebih lambat daripada

bakteri enterik. P. aeruginosa mudah dibedakan dari bakteri yang

memfermentasi laktosa karena tidak menfermentasikan laktosa (Brooks,

Butel, dan Morse, 2007).

2.2.7 Pengobatan

Oleh karena tingkat keberhasilan pengobatan dengan terapi obat tunggal

rendah, maka pada infeksi P. aeruginosa yang berat secara klinis bakterinya

dapat dengan cepat menjadi resistan. Penisilin yang aktif melawan P. aeruginosa seperti tikarsillin atau peperasillin dapat digunakan dalam kombinasi dengan aminoglikosida, biasanya tobramisin (Brooks, Butel, dan

Morse, 2007).

Obat lainnya yang bisa digunakan adalah azteronam, imipenem, dan

golongan kuinolon yang baru, seperti ciprofloxacin dan juga golongan

sefalosporin yang baru, seftazidim dan sefoperazon. Seftazidim digunakan

sebagai terapi primer infeksi P. aeruginosa. Uji kepekaan obat antimikroba harus dilakukan sebagai penunjang dalam memilih terapi (Brooks, Butel, dan

Morse, 2007).

2.3 Antimikroba

Antimikroba dapat dibagi kepada agen antibakteri, antifungal dan antiviral.

Agen ini terdiri dari komponen alami (antibiotik) dan komponen sintetis yang

dihasilkan di laboratorium. Antibiotik merupakan sejenis substansi yang

dihasilkan oleh satu mikroba dan menginhibisi pertumbuhan dan viabilitas

(27)

2.3.1 Prinsip kerja obat antimikroba

Toksisitas selektif adalah agen antimikroba yang ideal berbahaya bagi

pathogen tanpa membahayakan sel inang. Sifat toksisitas selektif sering kali

relatif dan bukan absolut yang bermaksud suatu obat dalam suatu konsentrasi

tertentu dapat ditoleransi oleh inang dan merusak mikroorganisme penyebab

infeksi. Toksisitas selektif dapat berfungsi sebagai reseptor spesifik yang

diperlukan untuk pelekatan obat, atau dapat bergantung pada inhibisi proses

biokimia yang penting bagi pathogen tetapi tidak bagi penjamu. Mekanisme

kerja obat antimikroba dapat dibagi kepada empat cara yaitu inhibisi sintesis

dinding sel, inhibisi fungsi membran sel, inhibisi sintesis protein (inhibisi

translasi dan transkripsi bahan genetik) dan inhibisi sintesis asam nukleat

(Jawetz, 1997). Prinsip kerja obat antimikroba dapat dibagi menjadi empat

menurut (Jawetz, 1997) :

i. Cara kerja obat antimikroba dengan inhibisi sintesis dinding sel.

Bakteri mempunyai dinding sel yang merupakan suatu lapisan luar

yang kaku. Dinding sel mengandung polimer kompleks peptidoglikan

yang khas secara kimiawi dan terdiri dari polisakarida dan polipeptida

dengan banyak hubungan silang. Lapisan peptidoglikan dinding sel

bakteri gram positif lebih tebal daripada bakteri gram negatif. Dinding

sel berfungsi mempertahankan bentuk dan ukuran mikroorganisme,

yang mempunyai tekanan osmotik internal tinggi. Kerusakan pada

dinding sel seperti akibat terkena enzim lisozim atau inhibisi pada

pembentukan dinding sel dapat menyebabkan sel menjadi lisis.

Obat-obat golongan B-laktam merupakan bekerja dengan mekanisme

inhibisi sintesis dinding sel bakteri sehingga aktif membunuh bakteri

yang merupakan salah satu dari beberapa aktivitas obat. Obat-obat

yang bekerja dengan cara inhibisi sintesis dinding sel adalah penisilin,

sefalosporin, vankomisin, dan sikloserin. Obat-obat lain bekerja

dengan menghambat langkah awal dalam biosintesis peptidoglikan

(28)

ii. Cara kerja obat antimikroba dengan inhibisi fungsi membran sel.

Semua sitoplasma sel hidup diikat oleh membran sitoplasma yang

berperan sebagai barier permeabilitas selektif. Membran sitoplasma

mengontrol komposisi internal sel dengan transport aktif. Jika fungsi

sitoplasma ini terganggu dapat mengakibatkan kerusakan atau

kematian sel karena makromolekul dan ion dapat keluar dari sel.

Obat-obat yang bekerja dengan cara inhibisi fungsi membrane sel

adalah polimiksin, amfoterisin B, kolistin, dan imidazol serta triazol.

iii. Cara kerja obat antimikroba dengan inhibisi sintesis protein.Ribosom

berperan sebagai tempat sintesis protein. Bakteri mempunyai ribosom

70S. Pada mikroba normal sintesis protein, pesan mRNA secara

simultan “dibaca” oleh beberapa ribosom yang memanjang di

sepanjang untai mRNA yang disebut sebagai polisom. Obat-obat yang

bekerja dengan cara inhibisi sintesis protein adalah eritromisin,

linkomisin, tetrasiklin, aminoglikosida, dan kloramfenikol.

iv. Cara kerja obat antimikroba dengan inhibisi sintesis asam nukleat.

Obat-obat yang bekerja dengan cara inhibisi sintesis asam nukleat

adalah kuinolon, pirimetamin, rifampin, sulfonamide, trimetoprim,

dan trimetreksat. Rifampin menghambat pertumbuhan bakteri dengan

secara kuat berikatan pada RNA polymerase dependen-DNA bakteri.

Obat-obat golongan kuinolon dan fluorokuinolon menghambat sintesis

DNA mikroba dengan menghambat DNA girase. Mikroorganisme

mempunyai asam p-aminobenzoat (PABA) yang merupakan metabolit

penting dalam sintesis asam folat. Cara kerja spesifik PABA berupa

kondensasi suatu pteridin yang bergantung adenosine trifosfat (ATP)

dengan PABA untuk menghasilkan asam dihidropteroat, yang

kemudian diubah menjadi asam folat. Asam folat merupakan suatu

prekursor penting dalam sintesis asam nukleat. Sulfonamid adalah

(29)

Sulfonamid dapat masuk ke dalam reaksi di tempat PABA dan

bersaing untuk pusat aktif enzim sehingga mentuk analog asam folat

non fungsional yang mencegah pertumbuhan sel bakteri lebih lanjut.

2.3.2 Resistensi terhadap obat antimikroba

Menurut Jawetz (1997) mekanisme resistensi bakteri terhadap obat

antimikroba adalah seperti berikut :

i. Mikroorganisme menghasilkan enzim yang menginaktivasi aktivitas

obat. Staphylococcidan bakteri batang gram negatif lain yang resisten

terhadap penisilin G menghasilkan sejenis enzim beta-laktamase yang

menginaktivasi obat tersebut.

ii. Mikroorganisme juga dapat mengubah permeabilitas sel membrannya

terhadap obat yang menganggu transpor aktif ke dalam sel seperti

pada tetrasiklin didapat dalam jumlah yang banyak pada bakteri yang

rentan tetapi tidak pada bakteri yang resisten

iii. Mikroorganisme dapat mengubah struktur sasaran atau reseptor bagi

obat. Pada organism yang rentan terdapat resistensi kromosom

terhadap aminoglikosida berhubungan dengan hilangnya atau

perubahan protein spesifik pada subunit 30S ribosom bakteri yang

bertindak sebagai reseptor tempat bekerja obat.

iv. Mikroorganisme bisa mengubah jalur metabolik yang langsung

dihambat oleh obat ini. Pada beberapa bakteri yang resisten terhadap

sulfonamid tidak membutuhkan asam p-aminobenzoat (PABA) yang

merupakan metabolit penting, tetapi dapat menggunakan asam folat

yang telah dibentuk sebelumnya.

v. Mikroorganisme dapat mengubah enzim yang tetap dan dapat

melakukan fungsi metabolismenya seperti pada mutan yang resisten

sulfonamid , dihidropteroat sintetase mempunyai afinitas yang jauh

(30)

2.3.3 Ciprofloxacin

Ciprofloxacin merupakan obat golongan fluorokuinolon yang merupakan

analog asam nalidiksat yang difluorinasi. Obat ini aktif terhadap berbagai

bakteri gram positif dan gram negatif. Obat ini bekerja dengan menghambat

kerja DNA girase (topoisomerase II) yaitu enzim yang bertanggungjawab

terhadap terbuka dan tertutupnya lilitan DNA sehingga mencegah relaksasi

DNA superkoil yang dibutuhkan untuk transkripsi dan duplikasi normal

(Chambers, 2004).

Setelah pemberian per oral, ciprofloxacin diabsorbsi dengan baik

(keberadaan hayati oral 70%) dan didistribusikan secara luas dalam cairan

tubuh dan jaringan. Waktu paruh dalam serum berkisar antara 3-5 jam.

Setelah menelan 500 mg, maka kadar puncak serum adalah

2,4mikrogram/mL. Absorpsi per oral terganggu oleh adanya kation divalent

seperti antasida. Ekskresi obat terutamanya melalui ginjal dengan mekanisme

sekresi tubulus (dapat dihambat oleh probenesid) atau filtrasi glomerulus.

Sampai 20% dari dosis dimetabolisasi di dalam hati (Chambers, 2004).

Obat golongan ini efektif dalam menghambat bakteri batang gram negatif

termasuk Enterobacteriaceae, Pseudomonas, Neisseria dan lain-lain pada

konsentrasi serum 1-5 mikrogram/mL. Pada organism gram positif dan

pathogen intraselular seperti Legionella, Chlamydia dan beberapa

mikrobakteri dihambat dengan jumlah agak tinggi. Ciprofloxacin merupakan

obat golongan fluorokuinolon paling aktif terhadap bakteri gram negatif

terutamanya P aeruginosa. Resistensi disebabkan karena perubahan pada enzim target, DNA girase atau perubahan pada permeabilitas organisme

(31)

2.4 Jintan Hitam

Jintan hitam adalah suatu jenis tumbuhan herbal dari keluarga

“Ranunculaceae” yang ditanam bagi memperolehi biji-biji ataupun bunganya.

Jintan hitam dikenali dengan nama Nigella Sativa dan dikenali dengan banyak nama seperti “Panacea” yang bermaksud “mengobati semua” (latin

lama); “Habbah Sawda” atau “Habbat el Baraka” yang diterjemahkan sebagai

“biji yang berkat” (Arab); “Kalonji” (india) dan “Hak Jung Chou” (China). Ia

merupakan tumbuhan herba yang tumbuh dengan tinggi kira-kira 45 cm.

Secara tradisional, biji dan minyak dari jintan hitam digunakan untuk

mengobati pelbagai jenis penyakit (Padhye et al., 2008; Rajsekhar dan

Kuldeep,2011).

Gambar 2.2 menunjukkan bunga (kiri) dan biji jintan hitam (kanan)

(32)

2.4.1 Klasifikasi

Klasifikasi jintan hitam :

Tabel 2.2 Klasifikasi Jintan Hitam

Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Ranunculales

Famili : Ranunculaceae

Genus : Nigella

Spesies : N. Sativa

(Sumber : Rajsekhar dan Kuldeep, 2011)

2.4.2 Komposisi

Jintan hitam mengandungi nutrisi seperti karbohidrat, protein dan lemak.

Selain itu, jintan hitam mempunyai vitamin dan zat-zat ion yang diperlukan

tubuh seperti tiamin, riboflavin, piridoksin, niasin, folasin ,kalsium , zat besi,

kuprum, fosfor dan sebagainya. Ia juga mempunyai asam lemak

monounsaturated fatty acids (MUFA) dan polyunsaturated fatty acids (PUFA) (Rajsekhar dan Kuldeep, 2011).

Ia juga mengandung minyak seperti α-thujene, 2(1H)-naphthalenone, α -pinene, α-phellandrene, limonene, thymoquinone, mystricin yang memberi kontribusi dalam efek antimikroba (Gerige et al., 2009).

(33)

Tabel 2.3 menunjukkan komposisi jintan hitam

(34)

2.4.3 Manfaat

Manfaat jintan hitam secara farmakologis menurut Sharma et al. (2009)

adalah mempunyai efek antimikroba, aktivitas hepatoprotektif, antidiabetik,

antifertility, antioxytoxic, sitotoksik, antihelmintic, analgesik dan sebagainya.

Rajsekhar dan Kuldeep (2011) menyatakan bahwa jintan hitam

mempunyai efek analgesik, anti inflamasi, antidiabetik, anti kanker,

antimikroba, antistress, antiepilepsi, antioksidan, aktivitas gastroprotektif,

antirheumatik, agen antielastase dan pengurangan sel darah sabit.

Penelitian secara in vivo menunjukkan gejala pada penderita rhinitis

allergi berkurang setelah konsumsi jintan hitam dan direkomendasi untuk

digunakan untuk mengobati penyakit ini apabila ada kontraindikasi dengan

obat lain (Nikakhlagh et al., 2011).

2.4.4 Efek antimikroba

Minyak jintan hitam mempunyai α-thujene, 2(1H)-naphthalenone, α -pinene, α-phellandrene, limonene, thymoquinone, mystricin yang memberi kontribusi dalam efek antimikroba (Gerige et al., 2009). Jintan hitam

mempunyai efek antibakteri karena thymoquinone, thymol, apinene, dan p-cymene dengan cara thymoquinone sebagai komponen utama dapat menghambat pembentukan asam nukleat (RNA) dan sintesis protein (Alsawaf

dan Alnaemi, 2010).

Thymoquinone dan thymohdroquinone merupakan komponen terbesar

jintan hitam. Kedua-duanya menunjukkan efek antimikroba. Thymoquinone

menghambat pembentukan biofilm bakteri dan juga mempunyai KHM

dengan konsentrasi 8-32 μg/ml terhadap beberapa strain bakteri terutamanya

(35)

Pada suatu penelitian uji efek antimikroba jintan hitam terhadap multi-drug resistant bakteri yang diisolasi dari beberapa sumber, dikatakan minyak jintan hitam menunjukkan ketergantungan pada dosis yang diberikan. Bakteri

yang sensitif adalah Staphylococcus aureus,S. epidermis,Streptococcus pyogenes dan Pseudomonas aeruginosa(Salman et al.,2008).

2.5 Madu

Madu adalah suatu substansi yang dihasilkan dari kumpulan nektar

tumbuhan setelah dikumpulkan, dimodifikasi dan disimpan dalam sarang

lebah (National Honey Board, 2003). Madu sering digunakan sebagai obat

tradisional untuk infeksi mikroba pada zaman dahulu (Sherlock et al., 2010).

2.5.1 Komposisi

Gula dan air merupakan komponen utama madu. Gula pada madu

sebanyak 95-99% yaitu monosakarida (85-95%) dimana fruktosa (38,2%) dan

glukosa (31,3%). Gula ini berbentuk 6 rantai karbon yang mudah diserap oleh

tubuh. Selain itu, terdapat juga disakarida seperti maltose, sukrosa, dan

isomaltosa. Oligosakarida ada dalam jumlah yang kecil (Olaitan, Adeleke dan

Ola, 2007).

Air merupakan komponen kedua terpenting setelah gula. Air berperan

dalam penyimpanan madu. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi air

seperti cuaca dan kelembapan di dalam sarang, keadaan madu dan

pengobatan lewat ekstraksi dan penyimpanan. Terdapat 0,57% asam organik

termasuk asam glukonik (produk pencernaan enzim glukosa). Asam organik

ini berperan dalam mengatur keasaman dan rasa dari madu (Olaitan, Adeleke

dan Ola, 2007).

Mineral-mineral yang terdapat pada madu sangat kecil jumlahnya yaitu

0,17% dengan jumlah potassium yang paling banyak. Mineral lain seperti

(36)

lebah terutamanya invertase (saccharase), diastase (amylase) dan glucose oxidaseberperan penting dalam pembentukan madu juga terdapat pada madu. Vitamin C, B (tiamin) dan B2 komplek seperti riboflavin, asam nikotinik dan

B6 asam panthothenik juga didapati pada madu (Olaitan, Adeleke dan Ola,

2007).

2.5.2 Manfaat

Madu berperan dalam penatalaksanaan penyembuhan luka dengan

mencegah dan menghambat pertumbuhan bakteri sehinggu mengurangkan

beban pada luka. Mekanisme kerja ini diakibatkan faktor biokimia yang

menghasilkan hidrogen peroksida dengan enzim glukose oksidase dengan

tambahan mekanisme non peroksid (Lee, Sinno And Khachemoune, 2011).

Pada suatu studi madu, konsumsi madu setiap hari selama 2 minggu pada

mencit betina yang menunjukkan simptom menopause memberikan hasil yang bermanfaat dan protektif. Madu yang digunakan menunjukkan

pencegahan atrofi uterus, atrofi epitel vagina, mempromosi peningkatan

densitas tulang dan mensuppresi peningkatan berat badan pada keadaan

menopause (Zaid et al., 2010). Selain itu, madu mencetus proses apoptosis pada sel karsinoma ginjal (Samarghandian, Afshari and Davoodi, 2011)

Oligosakarida di dalam madu berpotensi sebagai prebiotik yang penting

bagi saluran cerna manusia. Dua flora normal yang penting di usus yaitu

(37)

2.5.3 Efek antimikroba

Madu sering digunakan sebagai obat tradisional untuk infeksi mikroba

sejak zaman dahulu. Potensi efek antibakteri berbeda bagi setiap madu

tergantung beberapa faktor seperti asal geografis sehingga proses

penyimpanan madu. Efek antibakteri adalah karena osmolaritas, pH, produksi

hidrogen peroksida dan adanya komponen fitokimia lainnya seperti

metilgloksal (MGO) (Sherlock et al., 2010).

Madu mempunyai dua mekanisme kerja dalam melawan infeksi yaitu

melalui komponen bakterisid yang aktif membunuh sel dan gangguan pada

Quorum sensing yang melemahkan koordinasi faktor virulensi bakteri. Pada Pseudomonas aeruginosa konsentrasi rendah madu menghambat ekspresi MvfR, las dan rhl regulons termasuk faktor virulensi lainnya pada jaringan Quorum sensing ( Wang et al., 2012). Mekanisme jalur peroksid madu dalam membunuh bakteri melibatkan penghasilan radikal hidroksil dari hidrogen

peroksida dan juga beberapa komponen yang tidak diketahui dalam madu .Ini

akan menghasilkan efek sitotoksik sehingga menghambat pertumbuhan

bakteri dan degradasi DNA. Efek antibakteri ini melalui Fenton-type reaction

dan efek bakteriostatik madu ini tergantung kepada dosis yang diberikan

(Brudzynski dan Lannigan, 2012).

(38)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

1.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini adalah seperti berikut :

Gambar 3.1 : Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Definisi Operasional

a) Jintan hitam merupakan tumbuhan herba yang tumbuh dengan tinggi kira-kira

45 cm yang secara tradisional dipakai untuk pengobatan (Rajsekhar dan

Kuldeep, 2011). Minyak jintan hitam yang digunakan adalah minyak jintan

hitam 100% CV Syifa Herbal Alami dengan nama dagang Habbasyifa.

Minyak ini telah dilakukan uji di Laboratorium FMIPA UI

No.588/LF/VII/2010.

b) Madu adalah suatu substansi yang dihasilkan dari kumpulan nektar tumbuhan

setelah dikumpulkan, dimodifikasi dan disimpan dalam sarang lebah

(National Honey Board, 2003). Madu murni yang digunakan adalah madu

murni (100% Forest Honey) dengan nama dagang Madu Zinedine. Madu ini

memenuhi persyaratan oleh Badan Standardisasi Nasional yaitu

SNI.01-3545-2004, kelulusan Departemen Kesehatan RI No. 209317202220 dan lulus uji

Laboratorium Industri Agro. Laporan hasil uji Laboratorium adalah seperti

(39)

c) Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang, motil dan berukuran sekitar 0,6 x 2 mm. Bakteri ini menghasilkan suatu

pigmen kebiru-biruan yang tidak berfluorensi pada agar (Brooks, Butel dan

Morse, 2007). Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri yang diambil dari sekret telinga pada otitis media supuratif kronis yang kemudiannya

diidentifikasikan dan dibuat stamp di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Bakteri dibiakkan daripada stamp.

d) Aquades adalah air suling hasil dari penyulingan digunakan sebagai kontrol

negatif pada percobaan metode difusi cakram (Disk diffusion).

e) Ciprofloxacin merupakan sejenis antibiotik golongan fluorokuinolon yang

merupakan analog asam nalidiksat (Chambers, 2004). Antibiotik

ciprofloxacin 5µg yang disediakan digunakan sebagai kontrol positif pada

percobaan metode difusi cakram (Disk diffusion) (CLSI, 2011). Kategori

daya hambat ciprofloxacin menurut CLSI (2011) adalah :

i. Susceptible (S) yang berarti bakteri dapat dihambat dengan baik pada konsentrasi yang standar. Diameter zona untuk ciprofloxacin adalah ≥ 21

(40)

ii. Intermediate (I) yang berarti bakteri dapat dihambat tapi dengan daya hambat yang lebih lemah berbanding pada (S) pada konsentrasi yang

standar. Diameter zona untuk ciprofloxacin adalah 16 - 20 mm.

iii. Resistant (R) menunjukkan bakteri dapat dihambat tetapi menunjukkan daya hambat yang sangat lemah berbanding pada (S) dan (I) pada

konsentrasi yang standar. Diameter zona untuk ciprofloxacin adalah ≤ 15

mm.

(41)
(42)

f) Zona hambat adalah suatu zona dimana bakteri tidak tumbuh pada media

MHA yang ditandai dengan daerah yang bening.

Cara ukur : Cara Kirby-Bauer metode diffusi cakram.

Alat ukur : Penggaris

Hasil ukur :

i. Untuk bakteri Pseudomonas aeruginosa terhadap kertas cakram aquades.

- Ada jika terdapat zona hambat dan dibandingkan dengan cakram lainnya.

Cakram ciprofloxacin dijadikan standardisasi mengikut (CLSI, 2011).

- Tidak ada , jika tidak terdapat zona hambat.

ii. Untuk bakteri Pseudomonas aeruginosa terhadap kertas cakram ciprofloxacin.

- Ada jika terdapat zona hambat dan dibandingkan dengan cakram lainnya.

Cakram ciprofloxacin dijadikan standardisasi mengikut (CLSI, 2011).

- Tidak ada , jika tidak terdapat zona hambat.

iii. Untuk bakteri Pseudomonas aeruginosa terhadap kertas cakram minyak

jintan hitam.

- Ada jika terdapat zona hambat dan dibandingkan dengan cakram lainnya.

Cakram ciprofloxacin dijadikan standardisasi mengikut (CLSI, 2011).

- Tidak ada , jika tidak terdapat zona hambat.

iv. Untuk bakteri Pseudomonas aeruginosa terhadap kertas cakram madu murni.

- Ada jika terdapat zona hambat dan dibandingkan dengan cakram lainnya.

Cakram ciprofloxacin dijadikan standardisasi mengikut (CLSI, 2011).

- Tidak ada , jika tidak terdapat zona hambat.

(43)

3.3 Hipotesis

Hipotesa pada penelitian ini adalah :

Terdapat perbedaan daya hambat Minyak jintan hitam, madu murni dan

ciprofloxacin terhadap Pseudomonas aeruginosa dari spesimen sekret telinga

pada otitis media supuratif kronis dimana ciprofloxacin mempunyai efek

(44)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu jenis studi eksperimental murni dengan

desain Posttest Only Control Group Design. Penelitian ini telah dilakukan pada bakteri Pseudomonas aeruginosa dari spesimen sekret telinga pada pasien Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK).

Penelitian dilakukan dengan metode difusi cakram (Disk diffusion

method) cara Kirby-Bauer yang dimodifikasi (WHO, 1999b). Kelompok

eksperimen terdiri dari minyak jintan hitam dan madu murni yang diuji efek

antibakteri. Kelompok perlakuan menggunakan cakram yang direndam bahan

perlakuan. Pada kelompok kontrol menggunakan aquades (kontrol negatif)

dan ciprofloxacin 5µg/cakram (kontrol positif). Hasil ciprofloxacin mengikut

standar (CLSI, 2011). Kelompok eksperimen yang diuji menggunakan

minyak jintan hitam 10mg/ml dan madu murni 20mg/ml lalu dibuat

perbandingan kelompok kontrol positif dan kelompok kontrol negatif.

Pengulangan untuk setiap kelompok dilakukan sebanyak 5 kali. Hasil

menunjukkan suatu zona bening pada media yang menunjukkan adanya daya

hambat dengan menggunakan penggaris dalam ukuran millimeter (mm).

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Waktu yang diperlukan dalam penelitian adalah selama 4 minggu

(November – Desember 2012). Lokasi penelitian yang dipilih adalah

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(FK USU) untuk melakukan uji efek antibakteri pada bakteri Pseudomonas aeruginosa dari spesimen sekret telinga pada Otitis Media Supuratif Kronis. Poliklinik THT RSUP H Adam Malik merupakan tempat dimana spesimen

(45)

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah semua bakteri Pseudomonas aeruginosa. Sampel yang digunakan adalah biakan bakteri Pseudomonas aeruginosa dari spesimen sekret telinga pada Otitis Media Supuratif Kronis yang datang ke Poliklinik THT RSUP. H. Adam Malik Medan.

Besar sampel pada percobaan ini menggunakan rumus Federer (1963) dalam

(Wahyuni, 2007).

Dimana : t = jumlah kelompok perlakuan

r = jumlah replikasi

Penelitian ini menggunakan 4 Kelompok yang masing-masing terdiri atas :

a. Kelompok I : Aquades

b. Kelompok II : Ciprofloxacin 5µg

c. Kelompok III : Minyak Jintan hitam 10mg/ml

d. Kelompok IV : Madu murni 20mg/ml

Jadi perlakuannya (t) adalah = 4

( 4 – 1 ) ( r –1 ) ≥ 15

3r –3 ≥ 15

r ≥ 6

Jumlah replikasi (r) untuk setiap kelompok adalah 6 dan dibutuhkan sebanyak 24

cakram pada 6 media.

(46)

Sampel yang digunakan adalah seperti berikut :

I. K1 = kelompok kontrol negatif bakteri sebanyak 6 sampel yang

menggunakan aquades.

II. K2 = kelompok kontrol positif bakteri sebanyak 6 sampel yang

menggunakan ciprofloxacin.

III. P1 = kelompok perlakuan bakteri sebanyak 6 sampel yang menggunakan

minyak jintan hitam.

IV. P2 = kelompok perlakuan bakteri sebanyak 6 sampel yang menggunakan

madu murni.

Kriteria yang dipilih untuk pemilihan pasien untuk diambil sampel bakteri adalah

seperti berikut :

i. Kriteria inklusi

∑ Pasien baru/lama yang tidak mendapat pengobatan antibiotika lokal atau sistemik selama 7 hari.

∑ Berumur diatas 12 tahun

∑ Bakteri Pseudomonas aeruginosatumbuh dalam media biakan. ∑ Bersedia untuk diambil sampel sekret telinga untuk penelitian ini. ii. Kriteria eksklusi

∑ Pasien mengalami komplikasi penyakit OMSK setelah dilakukan

pemeriksaan rutin.

∑ Sekret telinga pasien sedikit atau tidak ada

(47)

4.4 Metode Pengumpulan Data 4.4.1 Alat dan bahan penelitian a) Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

i. Cakram kosong

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

i. Madu murni 375gr

ii. Minyak jintan hitam 60 ml

iii. Biakan murni P.aeruginosa dari sampel yang diisolasi dari sekret telinga pada penderita OMSK.

iv. Media MHA (Mueller Hinton Agar)

v. Larutan Saline

vi. Aquades

(48)

4.4.2 Variabel

a) Variabel bebas

Variabel bebas yang termasuk pada penelitian ini adalah minyak jintan

hitam dan madu murni.

b) Variabel tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah pertumbuhan bakteri

Pseudomonas aeruginosa pada media MHA dengan melihat ada atau tidaknya zona hambat.

c) Variabel terkendali

Media untuk pertumbuhan P.aeruginosa, suhu inkubator (37 ºC), waktu inkubasi (16-18 jam), teknik pengisolasian dan pengkulturan, penggunaan

alat, bahan dan media yang disterilisasi, waktu pengamatan, suspensi

P.aeruginosa pada saat diinokulasi pada media MHA.

d) Variabel tidak terkendali

Asal jintan hitam dan madu (faktor geografis) berhubungan dengan tanah,

curah hujan dan lingkungan sekitar tanaman.

4.4.3 Mikroorganisme

Bakteri Pseudomonas aeruginosa diisolasi dari sekret telinga pada pasien

Otitis Media Supuratif Kronis yang datang ke Poliklinik THT RSUP. H.

Adam Malik, kemudian diidentifikasi dan dibuat stamp di Laboratorium

Mikrobiologi FK USU sesuai dengan Standard Operational Procedure (SOP)

(49)

4.4.4 Pembuatan cakram minyak jintan hitam dan madu

Pembuatan menggunakan metode celup (immersion method). Cakram

direndam didalam konsentrasi masing-masing bahan percobaan. Kemudian

dibiarkan kering didalam piring petri dalam inkubator pada suhu 35 selama 2

jam.

4.4.5 Uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi cakram

Alat-alat dan bahan disediakan terlebih dahulu. Prosedur yang digunakan

sesuai WHO (1999b) yaitu metode Kirby-Baeur yang dimodifikasi. Sebanyak

3-5 koloni dari spesimen Pseudomonas aeruginosa diambil dengan ose bulat dan dimasukkan pada larutan saline.

Gambar 4.1 Cara mengambil koloni bakteri dengan menggunakan ose

(Sumber : WHO, 1999b)

Gambar 4.2 memasukkan ose dalam larutan saline

(50)

Kemudian kekeruhan larutan ini disesuaikan dengan standard larutan Mc

Farland 0,5.

Gambar 4.3 Larutan McFarland 0,5

(Sumber : Hudzicki, 2012)

Setelah itu, dicelupkan kapas lidi steril ke dalam larutan saline yang

disediakan sebelumnya dengan gerakan menekan dan memutar kapas lidi

steril tersebut pada dinding tabung.

Gambar 4.4 Kapas lidi steril yang dicelup dan gerakan menekan pada

dinding tabung

(Sumber : WHO, 1999b)

Kapas lidi tersebut diusapkan pada permukaan lempeng MHA dan sebar

secara merata pada seluruh permukaan agar sebanyak 3 kali, memutarkan

lempeng pada sudut 60º setelah setiap aplikasi. Selanjutnya kapas lidi diputar

pada hujung sudut lempeng dan setelah selesai inokulum dibiarkan kering

(51)

Gambar 4.5 kapas lidi steril yang diusapkan pada seluruh lempeng MHA

(Sumber : WHO, 1999b)

Gambar 4.6 Cara mengusap kapas lidi steril pada seluruh lempeng agar

(Sumber : Hudzicki, 2012)

Cakram yang disediakan sebelumnya dan ciprofloxacin diletakkan pada

media MHA dengan menggunakan pinset lalu ditekan.

Gambar 4.7 Cara meletakkan cakram pada media MHA

(52)

Media pada disk kemudian diberi label aquades(A), ciprofloxacin (C),

jintan hitam (J) dan madu (M). Setelah selesai, piring petri dimasukkan ke

dalam inkubator dengan suhu 37ºC selama 16-18 jam sesuai CLSI (2011).

Setelah 16-18 jam, piring petri dikeluarkan dari inkubator dan dilihat daya

hambat yang terjadi pada setiap cakram. Daya hambat kemudiannya diukur

dengan menggunakan penggaris. Untuk setiap percobaan dilakukan

penggulangan sebanyak 5 kali. Hasil cakram ciprofloxacin dibaca sesuai

CLSI (2011).

Gambar 4.8 Cara mengukur diameter zona hambat

(Sumber : Hudzicki, 2012)

Gambar 4.9 Cara mengukur diameter zona hambat menggunakan penggaris

(53)

4.5 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan cara mengamati zona

hambat pada media. Data yang akan dianalisis dengan komputerisasi adalah

hasil pengamatan diameter rata-rata pada zona hambat.

Data dari setiap perlakuan dianalisa secara statistik dengan tingkat

kemaknaan (α = 0,05). Pertama dilakukan uji Kolmogorov Smirnov untuk melihat apakah data berdistribusi normal atau tidak. Jika data berdistribusi

normal maka dilakukan uji One Way ANOVA untuk melihat perbedaan daya hambat bakteri pada semua kelompok perlakuan. Jika uji One Way ANOVA

memberikan hasil yang signifikan dilanjutkan dengan uji komparasi ganda

(54)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

Proses pengambilan data untuk penelitian ini telah dilakukan pada tanggal

17 November – 4 Desember 2012 di RSUP. H. Adam Malik Medan dan di

Laboratorium Mikrobiologi FK USU. Jumlah sampel untuk masing-masing

kelompok yaitu aquades, ciprofloxacin, jintan hitam dan madu adalah 6

sampel. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan dianalisa, maka dapat

disimpulkan hasil penelitian.

Gambar 5.1 Hasil uji difusi cakram

5.1.1 Deskripsi lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan yang merupakan

rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990

dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan yang terletak di Jalan Bunga Lau

No.17 km.12, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi

Sumatera Utara.. Laboratorium Mikrobiologi FK USU di jalan Universitas

No.1 Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Provinsi Sumatera

(55)

5.1.2 Deskripsi karakteristik sampel penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah biakan stamp yang dibuat setelah

mengidentifikasi bakteri Pseudomonas aeruginosa yang diambil dari sekret telinga pada penderita Otitis Media Supuratif Kronis yang berobat ke RSUP

H. Adam Malik Medan setelah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

5.1.3 Hasil Uji Laboratorium

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Laboratorium

Mikrobiologi FK USU diperoleh data-data yang terangkum dalam tabel

sebagai berikut:

Tabel 5.1 – Daya hambat madu dan jintan hitam terhadap P. aeruginosa

Kelompok Jintan Hitam (mm) Madu (mm)

1 9.25 15

2 9.50 10

3 9.75 11

4 8.00 12.5

5 9.50 11

6 10.00 12

Penelitian ini juga dilakukan uji kepekaan antibiotik ciprofloxacin

terhadap bakteri yang diuji yang mana ciprofloxacin sebagai kontrol positif

(56)

Tabel 5.2 Daya hambat aquades dan ciprofloxacin terhadap P. aeruginosa

Kelompok Aquades (mm) Ciprofloxacin (mm)

1 0 31.50

2 0 33.50

3 0 31.75

4 0 31.00

5 0 34.00

6 0 32.70

Dari tabel 5.2 dapat diketahui bahwa rata-rata zona hambat ciprofloxacin

terhadap pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa adalah 32.40 mm. Jika disesuaikan dengan table Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI)

2011 maka ciprofloxacin dinyatakan sensitif (zona hambat ≥ 21 mm)

terhadap Pseudomonas aeruginosa.

Perbandingan antara jintan hitam dan ciprofloxacin dapat dilihat pada

tabel 5.3 dan perbandingan antara madu dan ciprofloxacin pada tabel 5.4.

Tabel 5.3 – Daya hambat jintan hitam dibanding ciprofloxacin terhadap

P. aeruginosa

Kelompok Jintan Hitam (mm) Ciprofloxacin (mm)

1 9.25 31.50

2 9.50 33.50

3 9.75 31.75

4 8.00 31.00

5 9.50 34.00

(57)

Tabel 5.4 – Daya hambat madu dibanding ciprofloxacin terhadap P. aeruginosa

Kelompok Madu (mm) Ciprofloxacin (mm)

1 15 31.50

2 10 33.50

3 11 31.75

4 12.5 31.00

5 11 34.00

6 12 32.70

5.1.4 Hasil Analisa Statistik

Hasil rata-rata diameter bagi setiap kelompok adalah seperti berikut :

Tabel 5.5 Hasil rata-rata diameter dan standard deviasi

Kelompok N Rata-rata (mm) Standar Deviasi

Aquades 6 0 0

Ciprofloxacin 6 32.40 1.19

Jintan Hitam 6 9.33 0.70

Madu 6 11.92 1.74

Hasil menunjukkan bahwa ciprofloxacin mempunyai rata-rata paling besar

yaitu 32.40 mm, diikuti madu sebesar 11.92 mm , jintan hitam 9.33 mm dan

aquades 0 mm.

Untuk mengetahui efek minyak jintan hitam (Nigella Sativa) dan madu

(Honey) terhadap pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa dapat digunakan uji ANOVA (Tabel 5.7). Sebelumnya ditentukan apakah distribusinya

normal atau tidak dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov (Tabel

(58)

Tabel 5.6 Uji Kolmogorov Smirnov

Diameter

N 24

Normal Parameters Mean 13.4146

Std. Deviation 12.12687

Most Extreme Differences Absolute .238

Positive .238

Negative -.176

Kolmogorov-Smirnov Z 1.168

Asymp.Sig.(2-tailed) .131

Hasil uji Kolmogorov smirnov menunjukkan distribusi normal dimana P

>0.05. Maka dilanjutkan dengan uji one way ANOVA.

Tabel 5.7 Uji Anova

Diameter

Sum of

Squares

Df Mean Square F Sig.

Between Groups 3357.684 3 1119.228 905.570 .000

Within Groups 24.719 20 1.236

Total 3382.402 23

Dari hasil uji Anova didapati nilai P<0.05 yaitu .000 dan dikatakan ada

perbedaan yang bermakna. Hipotesa nol ditolak. Maka dilanjutkan uji

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi bakteri P.aeruginosa
Gambar 2.2 menunjukkan bunga (kiri) dan biji jintan hitam (kanan)
Tabel 2.2 Klasifikasi Jintan Hitam
Tabel 2.3 menunjukkan komposisi jintan hitam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Otitis media supuratif kronis (OMSK) tipe bahaya adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret purulen dari telinga tersebut

Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret keluar dari telinga terus menerus atau hilang

LATAR BELAKANG: Otitis media supuratif kronis merupakan suatu infeksi kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga lebih dari

Yang disebut otitis media supuratif kronik ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah

Otitis media supuratif kronik adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membrane timpani dan sekret yang keluar dari tengah terus-menerus atau hilang

Comparison of the antimicrobial activity of Ulmo honey from Chile and Manuka honey against methicillin-resistant Staphylococcus aureus, Escherichia coli and

Otitis media supuratif kronik adalah peradangan kronik yang terjadi pada telinga tengah dengan perforasi membrane timpani dan riwayat keluarnya sekret dari

KESIMPULAN Istilah Otitis Media Supuratif Kronis OMSK mengacu pada sekret liang telinga dan perforasi membran timpani yang berlangsung lebih dari dua bulan, baik secara intermiten