RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH PADA USAHA
CEMPAKA BARU DI KECAMATAN CISARUA
KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
LISDA ELSERA BR GINTING H34066073
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
LISDA ELSERA BR GINTING. Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI).
Sayuran merupakan komoditas hortikultura yang memiliki nilai tambah bagi pembangunan nasional karena dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Dewasa ini kecenderungan minat masyarakat terhadap sayuran terus meningkat, akibat dari pola hidup sehat yang telah menjadi gaya hidup masyarakat. Hal ini berpengaruh terhadap perkembangan bisnis jamur tiram putih, dimana sebagai tanaman sayuran berpotensi untuk dikembangkan dan mendatangkan nilai ekonomi bagi masyarakat karena jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi dan dapat menjadi bahan pangan alternatif yang disukai oleh semua lapisan masyarakat. Cempaka Baru merupakan salah satu usaha yang membudidayakan tanaman jamur tiram putih.
Permasalahan yang dihadapi Cempaka Baru adalah bahwa usaha ini mengalami risiko produksi, hal ini dapat dilihat dari produksi atau produktivitas yang berfluktuasi setiap periode selama masa tanam berlangsung. Usaha Cempaka Baru memperoleh produktivitas tertinggi untuk tanaman jamur tiram putih yang dibudidayakan yaitu sebesar 0,38 kg per baglog, sedangkan produktivitas terendah yang dialami sebesar 0,15 kg per baglog. Kondisi tersebut disebabkan karena tanaman jamur tiram putih rentan terhadap perubahan cuaca dan iklim yang sulit diprediksi serta serangan hama dan penyakit tanaman yang sulit dikendalikan. Selain itu keterampilan tenaga kerja yang dimiliki masih belum memadai, ditambah lagi dengan tingkat kegagalan tegnologi pengukusan yang dimiliki yaitu sebesar lima persen. Risiko produksi tersebut akan berakibat terhadap kegagalan produksi yang akan menurunkan pendapatan usaha. Untuk itu, maka dapat dianalisis alternatif untuk mengatasi risiko produksi yang dihadapi Cempaka Baru.
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis risiko produksi dari kegiatan budidaya jamur tiram putih pada usaha Cempaka Baru dan hubungannya dengan return yang diharapkan, dan (2) menganalisis alternatif penanganan untuk mengatasi risiko produksi di usaha Cempaka Baru.
Penelitian dilaksanakan pada usaha Cempaka Baru di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Desember 2008 hingga Januari 2009. Jenis data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak usaha, sedangkan data sekunder diperoleh dari buku, artikel, skripsi serta literatur lainnya yang sudah diterbitkan. Data-data tersebut berupa informasi seputar usaha Cempaka Baru dengan kegiatan budidaya jamur tiram putih yang dilakukan, meliputi luas lahan, biaya, jumlah produksi, proses produksi serta data lainnya yang mendukung penelitian.
Coefficient Variation yang diduga dapat menunjukkan besarnya risiko yang terjadi.
Indikasi adanya risiko produksi pada budidaya jamur tiram putih dapat dilihat dengan adanya fluktuasi/variasi jumlah produksi ataupun produktivitas yang dialami Cempaka Baru. Risiko produksi tersebut mengakibatkan kerugian yang ditanggung usaha. Dengan adanya risiko produksi, hasil panen yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan, dalam arti mengalami penurunan. Dari hasil penilaian risiko yang menggunakan ukuran coefficient variation, diketahui bahwa budidaya jamur tiram putih pada Cempaka baru menghadapi risiko produksi sebesar 0,32. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh Cempaka Baru, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0,32 satuan.
Berdasarkan hasil penilaian risiko produksi pada kegiatan budidaya jamur tiram putih Cempaka Baru diperoleh nilai expected return sebesar 0,25. Artinya, usaha Cempaka Baru dapat mengharapkan perolehan hasil sebanyak 0,25 kg per baglog untuk setiap kondisi dalam proses budidaya yang telah diakomodasi oleh perusahaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan budidaya jamur tiram putih memberi harapan perolehan hasil produksi sebesar 0,25 kg untuk setiap baglog jamur tiram putih.
RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH PADA USAHA
CEMPAKA BARU DI KECAMATAN CISARUA
KABUPATEN BOGOR
LISDA ELSERA BR GINTING H34066073
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi padaDepartemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi
Nama
NIM :
:
:
Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor
Lisda Elsera Br Ginting
H34066073
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi NIP. 19640921 199003 2 001
Mengetahui :
Ketua Departemen Agribisnis
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Risiko Produksi
Budidaya Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, September 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Lisda Elsera Br Ginting, lahir di Berastagi Kabupaten
Karo Sumatera Utara pada tanggal 12 Februari 1986. Anak kedua dari tiga
bersaudara dari pasangan Bapak Tempoh Ginting dan Ibunda Rahmawati Br
Tarigan.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Inpres Peceren Berastagi
pada tahun 1997 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000
di SLTP Negeri 1 Berastagi. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Negeri 1
Berastagi diselesaikan pada tahun 2003 dan pendidikan tingkat universitas melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Diploma III
diselesaikan pada tahun 2006.
Penulis diterima pada Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Risiko
Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bogor”. Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat risiko produksi
pada proses budidaya jamur tiram putih serta pengaruhnya terhadap pendapatan
pada usaha Cempaka Baru dan menganalisis alternatif yang dilakukan untuk
mengatasi risiko produksi di usaha budidaya jamur tiram putih tersebut.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi penulis
khususnya dan umumnya bagi pembaca dalam memberi informasi seputar jamur
tiram putih dan risiko produksi yang dihadapi.
Bogor, September 2009
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan
penghargaan kepada :
1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan,
waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama menulis
skripsi.
2. Orangtua dan keluarga tercinta (Bapak, Mamak, Abangku dr. Thomson dan
Adikku yang masih di TPB) untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang
diberikan. Semoga bisa menambah kebanggaan Bapak dan Mamak serta
memperoleh yang lebih baik lagi. Amin.
3. Ir. Narni Farmayanti, MSc dan Etriya, SP. Mm sebagai dosen penguji, yang
telah memberikan waktunya untuk memberikan masukan terhadap penulisan
penelitian ini.
4. Ardian Surbakti atas kasih sayang dan semangat untuk mengingatkan agar
mengerjakan skripsi, serta pengorbanan yang sangat besar sewaktu mencari
tempat penelitian dan disaat operasi sampai penyembuhannya.
5. Monalisa Sembiring selaku pembahas dalam seminar, yang telah memberi
saran dan koreksi terhadap penulisan skripsi.
6. Pihak usaha Cempaka Baru atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan
yang diberikan.
7. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman ekstensi Agribisnis angkatan 1,
2 dan 3 atas semangat dan sharing selama kuliah hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih atas
bantuannya.
Bogor, September 2009
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 9
II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1. Gambaran Umum Jamur ... 10
2.2. Jamur Tiram Putih ... 11
2.3. Penelitian Terdahulu ... 13
III KERANGKA PEMIKIRAN ... 20
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 20
3.1.1 Analisis Risiko Agribisnnis ... 20
3.1.2 Risiko dan Pendapatan ... 22
3.1.3 Menganalisis Risiko ... 23
3.1.4 Strategi Pengelolaan Risiko ... 25
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 27
IV METODE PENELITIAN ... 29
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29
4.2. Jenis dan Sumber Data ... 29
4.3. Metode Pengumpulan Data ... 30
4.4. Metode Analisis Data ... 31
4.4.1 Analisis Kuantitatif ... 31
4.4.2 Analisis Manajemen Risiko ... 34
V GAMBARAN UMUM USAHA ... 35
5.1. Sejarah Singkat Usaha Cempaka Baru ... 35
5.2. Organisasi dan Manajemen Usaha ... 37
5.3. Sumber Daya Usaha Cempaka Baru ... 40
5.3.1 Tenaga Kerja ... 40
5.3.2 Fisik ... 41
5.3.3 Modal ... 42
5.4. Operasional Kegiatan ... 42
5.4.1 Bahan Baku Pembuatan Bibit ... 45
5.4.2 Proses Pembuatan Bibit ... 46
5.4.3 Budidaya ... 48
5.4.4 Panen ... 49
5.4.5 Penanganan Pasca Panen ... 50
5.4.6 Pola Tanam Usahatani ... 50
RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH PADA USAHA
CEMPAKA BARU DI KECAMATAN CISARUA
KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
LISDA ELSERA BR GINTING H34066073
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
LISDA ELSERA BR GINTING. Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI).
Sayuran merupakan komoditas hortikultura yang memiliki nilai tambah bagi pembangunan nasional karena dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Dewasa ini kecenderungan minat masyarakat terhadap sayuran terus meningkat, akibat dari pola hidup sehat yang telah menjadi gaya hidup masyarakat. Hal ini berpengaruh terhadap perkembangan bisnis jamur tiram putih, dimana sebagai tanaman sayuran berpotensi untuk dikembangkan dan mendatangkan nilai ekonomi bagi masyarakat karena jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi dan dapat menjadi bahan pangan alternatif yang disukai oleh semua lapisan masyarakat. Cempaka Baru merupakan salah satu usaha yang membudidayakan tanaman jamur tiram putih.
Permasalahan yang dihadapi Cempaka Baru adalah bahwa usaha ini mengalami risiko produksi, hal ini dapat dilihat dari produksi atau produktivitas yang berfluktuasi setiap periode selama masa tanam berlangsung. Usaha Cempaka Baru memperoleh produktivitas tertinggi untuk tanaman jamur tiram putih yang dibudidayakan yaitu sebesar 0,38 kg per baglog, sedangkan produktivitas terendah yang dialami sebesar 0,15 kg per baglog. Kondisi tersebut disebabkan karena tanaman jamur tiram putih rentan terhadap perubahan cuaca dan iklim yang sulit diprediksi serta serangan hama dan penyakit tanaman yang sulit dikendalikan. Selain itu keterampilan tenaga kerja yang dimiliki masih belum memadai, ditambah lagi dengan tingkat kegagalan tegnologi pengukusan yang dimiliki yaitu sebesar lima persen. Risiko produksi tersebut akan berakibat terhadap kegagalan produksi yang akan menurunkan pendapatan usaha. Untuk itu, maka dapat dianalisis alternatif untuk mengatasi risiko produksi yang dihadapi Cempaka Baru.
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis risiko produksi dari kegiatan budidaya jamur tiram putih pada usaha Cempaka Baru dan hubungannya dengan return yang diharapkan, dan (2) menganalisis alternatif penanganan untuk mengatasi risiko produksi di usaha Cempaka Baru.
Penelitian dilaksanakan pada usaha Cempaka Baru di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Desember 2008 hingga Januari 2009. Jenis data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak usaha, sedangkan data sekunder diperoleh dari buku, artikel, skripsi serta literatur lainnya yang sudah diterbitkan. Data-data tersebut berupa informasi seputar usaha Cempaka Baru dengan kegiatan budidaya jamur tiram putih yang dilakukan, meliputi luas lahan, biaya, jumlah produksi, proses produksi serta data lainnya yang mendukung penelitian.
Coefficient Variation yang diduga dapat menunjukkan besarnya risiko yang terjadi.
Indikasi adanya risiko produksi pada budidaya jamur tiram putih dapat dilihat dengan adanya fluktuasi/variasi jumlah produksi ataupun produktivitas yang dialami Cempaka Baru. Risiko produksi tersebut mengakibatkan kerugian yang ditanggung usaha. Dengan adanya risiko produksi, hasil panen yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan, dalam arti mengalami penurunan. Dari hasil penilaian risiko yang menggunakan ukuran coefficient variation, diketahui bahwa budidaya jamur tiram putih pada Cempaka baru menghadapi risiko produksi sebesar 0,32. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh Cempaka Baru, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0,32 satuan.
Berdasarkan hasil penilaian risiko produksi pada kegiatan budidaya jamur tiram putih Cempaka Baru diperoleh nilai expected return sebesar 0,25. Artinya, usaha Cempaka Baru dapat mengharapkan perolehan hasil sebanyak 0,25 kg per baglog untuk setiap kondisi dalam proses budidaya yang telah diakomodasi oleh perusahaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan budidaya jamur tiram putih memberi harapan perolehan hasil produksi sebesar 0,25 kg untuk setiap baglog jamur tiram putih.
RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH PADA USAHA
CEMPAKA BARU DI KECAMATAN CISARUA
KABUPATEN BOGOR
LISDA ELSERA BR GINTING H34066073
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi padaDepartemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi
Nama
NIM :
:
:
Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor
Lisda Elsera Br Ginting
H34066073
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi NIP. 19640921 199003 2 001
Mengetahui :
Ketua Departemen Agribisnis
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Risiko Produksi
Budidaya Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, September 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Lisda Elsera Br Ginting, lahir di Berastagi Kabupaten
Karo Sumatera Utara pada tanggal 12 Februari 1986. Anak kedua dari tiga
bersaudara dari pasangan Bapak Tempoh Ginting dan Ibunda Rahmawati Br
Tarigan.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Inpres Peceren Berastagi
pada tahun 1997 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000
di SLTP Negeri 1 Berastagi. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Negeri 1
Berastagi diselesaikan pada tahun 2003 dan pendidikan tingkat universitas melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Diploma III
diselesaikan pada tahun 2006.
Penulis diterima pada Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Risiko
Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bogor”. Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat risiko produksi
pada proses budidaya jamur tiram putih serta pengaruhnya terhadap pendapatan
pada usaha Cempaka Baru dan menganalisis alternatif yang dilakukan untuk
mengatasi risiko produksi di usaha budidaya jamur tiram putih tersebut.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi penulis
khususnya dan umumnya bagi pembaca dalam memberi informasi seputar jamur
tiram putih dan risiko produksi yang dihadapi.
Bogor, September 2009
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan
penghargaan kepada :
1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan,
waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama menulis
skripsi.
2. Orangtua dan keluarga tercinta (Bapak, Mamak, Abangku dr. Thomson dan
Adikku yang masih di TPB) untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang
diberikan. Semoga bisa menambah kebanggaan Bapak dan Mamak serta
memperoleh yang lebih baik lagi. Amin.
3. Ir. Narni Farmayanti, MSc dan Etriya, SP. Mm sebagai dosen penguji, yang
telah memberikan waktunya untuk memberikan masukan terhadap penulisan
penelitian ini.
4. Ardian Surbakti atas kasih sayang dan semangat untuk mengingatkan agar
mengerjakan skripsi, serta pengorbanan yang sangat besar sewaktu mencari
tempat penelitian dan disaat operasi sampai penyembuhannya.
5. Monalisa Sembiring selaku pembahas dalam seminar, yang telah memberi
saran dan koreksi terhadap penulisan skripsi.
6. Pihak usaha Cempaka Baru atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan
yang diberikan.
7. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman ekstensi Agribisnis angkatan 1,
2 dan 3 atas semangat dan sharing selama kuliah hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih atas
bantuannya.
Bogor, September 2009
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 9
II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1. Gambaran Umum Jamur ... 10
2.2. Jamur Tiram Putih ... 11
2.3. Penelitian Terdahulu ... 13
III KERANGKA PEMIKIRAN ... 20
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 20
3.1.1 Analisis Risiko Agribisnnis ... 20
3.1.2 Risiko dan Pendapatan ... 22
3.1.3 Menganalisis Risiko ... 23
3.1.4 Strategi Pengelolaan Risiko ... 25
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 27
IV METODE PENELITIAN ... 29
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29
4.2. Jenis dan Sumber Data ... 29
4.3. Metode Pengumpulan Data ... 30
4.4. Metode Analisis Data ... 31
4.4.1 Analisis Kuantitatif ... 31
4.4.2 Analisis Manajemen Risiko ... 34
V GAMBARAN UMUM USAHA ... 35
5.1. Sejarah Singkat Usaha Cempaka Baru ... 35
5.2. Organisasi dan Manajemen Usaha ... 37
5.3. Sumber Daya Usaha Cempaka Baru ... 40
5.3.1 Tenaga Kerja ... 40
5.3.2 Fisik ... 41
5.3.3 Modal ... 42
5.4. Operasional Kegiatan ... 42
5.4.1 Bahan Baku Pembuatan Bibit ... 45
5.4.2 Proses Pembuatan Bibit ... 46
5.4.3 Budidaya ... 48
5.4.4 Panen ... 49
5.4.5 Penanganan Pasca Panen ... 50
5.4.6 Pola Tanam Usahatani ... 50
5.6. Arus Kas Usaha Cempaka Baru ... 54
VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH ... 55
6.1. Identifikasi Risiko Produksi Cempaka Baru ... 55
6.2. Penilaian Risiko Produksi Jamur Tiram Putih Cempaka Baru ... 63
6.3. Strategi Pengolahan Risiko Produksi Cempaka Baru ... 65
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69
7.1. Kesimpulan ... 69
7.2. Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 72
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Perkembangan Nilai Ekspor-Impor Sektor
Pertanian Tahun 2005-2006 ………...
Perkembangan PDB Komoditas Hortikultura Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku
Periode 2004-2006 ...
Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor-Impor
Sayuran di Indonesia Tahun 2005-2008 ...
Produksi Tanaman Sayuran Indonesia
Periode 2007 – 2008 ...
Rata-rata Permintaan Ekspor Jamur
Indonesia per Bulan, Tahun 2007 ...
Produktivitas Tanaman Jamur di
Indonesia Tahun 2005 – 2008 ...………
Karakteristik Umum Beberapa Jenis
Jamur Konsumsi ...
Daftar-Daftar Penelitian Terdahulu Yang
Berhubungan Dengan Penelitian Penulis ...
Karakteristik Tenaga Kerja Cempaka
Baru Tahun 2009 ...
Kebutuhan Bahan Baku Pembuatan Bibit
per 500 Baglog Pada Usaha Cempaka Baru ...
Ukuran Pendapata Cempaka Baru Periode
Oktober 2008 – Januari 2009 ...
Rata-Rata Produktivitas Jamur Tiram Putih Dan Peluang yang Dihadapi
Cempaka Baru, 2008 ...
Hasil Penilaian Risiko Produksi Budidaya Jamur Tiram Putih pada Cempaka Baru,
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Grafik Produktivitas Jamur Tiram Putih
Cempaka Baru Tahun 2007-2008 ………..……
Tiga Elemen Risiko ………
Hubungan Risk and Return ………
Perilaku Individu Menghadapi Risiko ………...
Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan ………..
Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ...
Hierarki Organisasi Usaha Cempaka Baru ...
Alur Proses Produksi Budidaya Jamur
Tiram Putih Cempaka Baru ...
Pola Tanam Jamur Tiram Putih
Cempaka Baru Tahun 2008 ...
Saluran Pemasaran Jamur Tiram Putih
Cempaka Baru ... 8
21
23
25
26
28
38
44
52
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Daftar Sarana Fisik Cempaka Baru Tahun 2009 ………...
Perhitungan Biaya Usahatani Cempaka Baru
(Satu Periode Produksi) ………
Perhitungan Biaya Penyusutan Cempaka Baru ……….
Perhitungan Nilai Variance, Standard Deviation,
dan Coefficient Variation ………... Ukuran Pendapatan Cempaka Baru ...
Gambar Jamur Tiram Putih ... 75
76
77
78
79
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi
perekonomian Indonesia, karena merupakan sumber mata pencaharian utama dari
sebagian besar penduduk Indonesia. Selain itu, sektor pertanian ikut memberi
sumbangsih bagi sektor lainnya, yaitu sektor industri dimana sebagian besar
bahan baku yang digunakan berasal dari produk pertanian. Perkembangan volume
dan nilai ekspor-impor sektor pertanian Indonesia pada tahun 2005-2006 dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Nilai Ekspor-Impor Sektor Pertanian Tahun 2005-2006 No. Sub Sektor
2005 2006 Perkembangan (%)
Volume (Juta Kg) Nilai (Juta USD) Volume (Juta Kg) Nilai (Juta USD) Volume Nilai 1 Tanaman Pangan - Ekspor - Impor 792,8 6.631,3 206,7 1.596,4 575,1 8.521,1 184,0 1.879,8 -27,46 28,49 -10,96 17,75 2 Hortikultura - Ekspor - Impor 260,3 685,9 151,8 262,5 346,4 743,8 172,8 412,1 33,07 8,44 13,83 56,99 3 Perkebunan - Ekspor - Impor 12.854,0 1.651,7 7.496,5 1.200,6 15.150,0 1.346,5 10.115,0 1.273,5 17,86 -18,48 34,93 6,05 4 Peternakan - Ekspor - Impor 192,3 723,9 298,9 893,6 144,3 648,6 282,4 910,6 -24,96 -10,40 -5,52 -1,90 Sumber : Departemen Pertanian (2009)
Tabel 1 menunjukkan perkembangan nilai ekspor dan impor produk sektor
pertanian pada tahun 2005 sampai tahun 2006. Pada tabel tersebut dapat dilihat
bahwa Indonesia memiliki nilai impor yang lebih besar dibanding nilai ekspornya,
kecuali produk perkebunan. Untuk subsektor hortikultura terjadi peningkatan
jumlah ekspor yang cukup besar yaitu 33,07 persen, lebih tinggi dari peningkatan
jumlah impor yang hanya 8,44 persen.
Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang menempati
posisi penting dalam memberi kontribusi bagi perekonomian Indonesia.
2 menjadi empat kelompok besar, yaitu tanaman buah-buahan, tanaman sayuran,
tanaman biofarmaka dan tanaman hias. Kontribusi komoditas hortikultura bagi
perekonomian Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2 berdasarkan penilaian jumlah
Produk Domestik Bruto (PDB), dimana PDB tersebut merupakan salah satu
indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengetahui peranan dan
kontribusi subsektor hortikultura terhadap pendapatan nasional.
Tabel 2. Perkembangan PDB Komoditas Hortikultura Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Periode 2004-2006
Kelompok Komoditi
Nilai PDB (Milyar Rp) Perkembangan (%) 2004 2005 2006 2004-2005 2005-2006
Buah-buahan 30.765 31.694 35.448 3,02 12,00
Sayuran 20.749 22.629 24.694 9,06 9,12
Tanaman Biofarmaka 722 2.806 3.762 288,64 34,07
Tanaman Hias 4.609 4.662 4.734 1,15 1,54
Hortikultura 56.845 61.791 68.639 8,70 11,08
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian (2009)
Pada Tabel 2 dapat dilihat perkembangan PDB komoditas hortikultura
Indonesia yang menunjukkan angka positif dari setiap kelompok komoditinya.
Kelompok komoditi sayuran menunjukkan perkembangan yang stabil pada angka
sembilan persen. Sayuran merupakan salah satu komoditas yang memberikan nilai
tambah bagi pembangunan nasional karena dapat memberikan kontribusi terhadap
peningkatan pendapatan dan kesejahtraan masyarakat. Kegiatan usahatani
komoditas sayuran yang saat ini mulai banyak dikembangkan, selain memiliki
peranan yang sangat besar dalam rangka pemenuhan gizi masyarakat, komoditas
ini juga sangat potensial dan prospektif untuk diusahakan karena umumnya
metode pembudidayaannya mudah dan sederhana1.
Komoditas sayuran sedikitnya memiliki tiga peranan strategis dalam
pembangunan dan perekonomian Indonesia, yaitu : (a) sebagai salah satu sumber
pendapatan masyarakat, (b) sebagai bahan makanan masyarakat khususnya
3 sumber vitamin dan mineral, dan (c) salah satu sumber devisa negara non-migas2.
Oleh karena itu produksi komoditas sayuran perlu dijaga dan terus ditingkatkan,
sehingga dapat membantu perkembangan perekonomian Indonesia. Untuk
mengetahui perkembangan produksi tanaman sayur di Indonesia dapat dilihat dari
jumlah dan nilai ekspor-impor sayuran dari tahun 2005 hingga tahun 2008 pada
Tabel 3.
Tabel 3. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor-Impor Sayuran di Indonesia Tahun 2005-2008
Tahun
Ekspor Impor
Volume (ribu Ton) (%)
Nilai (juta USD) (%)
Volume (ribu Ton) (%)
Nilai (juta USD) (%)
2005 152,7 (-) 110,6 (-) 508,3 (-) 188,0 (-)
2006 236,2 (54,7) 126,2 (14,1) 550,4 (8,3) 257,8 (37,1)
2007 209,4 (-11,3) 137,1 (8,6) 784,9 (42,6) 351,4 (36,3)
2008* 175,9 (-16,0) 171,5 (25,1) 917,2 (16,8) 442,4 (25,9)
Keterangan : *) angka sementara
(%) persentase perkembangan setiap tahunnya
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian (2009)
Berdasarkan informasi pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa Indonesia lebih
banyak mengimpor sayuran dari pada melakukan ekspor. Impor sayuran
dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi kekurangan produksi di dalam negeri.
Hal ini disebabkan oleh peningkatan kebutuhan akan sayuran yang tidak
diimbangi dengan produksi nasional, ditambah juga dengan masalah penyebaran
di dalam negeri yang tidak merata. Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
Indonesia memiliki peluang yang besar untuk meningkatkan produksi sayuran
nasional.
Saat ini, kecenderungan minat masyarakat terhadap sayuran terus
meningkat, dimana hal tersebut merupakan akibat dari pola hidup sehat yang telah
menjadi gaya hidup masyarakat. Hal ini berpengaruh terhadap perkembangan
bisnis jamur yang merupakan salah satu bagian dari komoditas sayuran. Seiring
dengan perkembangan tanaman sayuran, produksi tanaman jamur juga mengalami
4 perkembangan dalam beberapa tahun terakhir. Data perkembangan produksi sayur
di Indonesia selama tahun 2007 dan tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Produksi Tanaman Sayuran Indonesia Periode 2007 - 2008
No. Komoditas Produksi (Ton) Perkembangan
(%)
2007 2008*
1 Kentang 1.003.732 1.044.492 4,06
2 Sawi 564.912 544.238 -3,66
3 Kacang Panjang 488.499 438.262 -10,28
4 Terung 390.846 389.534 -0,34
5 Wortel 350.170 350.453 0,08
6 Kangkung 335.086 292.182 -12,80
7 Buncis 266.790 242.455 -9,12
8 Labu Siam 254.056 361.301 42,21
9 Bayam 155.863 152.130 -2,40
10 Kembang Kol 124.252 97.703 -21,37
11 Jamur 48.247 61.349 27,16
12 Lobak 42.076 47.968 14,00
Keterangan : *) angka sementara
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian (2009)
Tabel 4 menunjukkan perkembangan produksi dari sebagian besar
tanaman sayuran di Indonesia. Sebagian besar tanaman sayur yang ada pada tabel
tersebut mengalami penurunan produksi dari tahun 2007 ke tahun 2008, antara
lain sayuran kembang kol dengan penurunan sebesar 21,37 persen. Perkembangan
yang cukup baik ditunjukkan oleh sayuran labu siang dan sayuran jamur, dimana
kedua sayuran tersebut menunjukkan perkembangan yang positif pada angka
masing-masing sebesar 42,21 persen dan 27,16 persen.
Dewasa ini jamur telah menjadi kebutuhan dan menjadi bagian hidup
manusia. Tanaman jamur sebagai bahan pangan alternatif yang disukai oleh
semua lapisan masyarakat berpotensi untuk dikembangkan dan mendatangkan
5 mengkonsumsi jamur terus meningkat3. Keadaan tersebut dilihat dari jumlah
permintaan komoditas jamur, khususnya untuk nilai ekspor (Tabel 5).
Tabel 5. Rata-rata Permintaan Ekspor Jamur Indonesia per Bulan, Tahun 2007
Jenis Jamur NegaraTujuan Volume (ton)
Merang kaleng China, USA, UE 80
Tiram putih acar China, Singapura 80
Tiram putih kering China, Korea, USA, UE 30
Shiitake kering Singapura, Jepang 20
Shiitake segar Singapura, China 60
Kuping kering China, Korea, USA, UE 50
Jenis lain China, USA, UE 500
Jumlah 820
Sumber : Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia (2008)
Dari Tabel 5 dapat dilihat tingginya permintaan akan produk jamur setiap
bulannya. Permintaan untuk jamur tiram putih mencapai 80 ton per bulan yang
diekspor ke negara Cina dan Singapura. Untuk jenis jamur lainnya juga memiliki
potensi yang sama, seperti jamur merang dengan permintaan 80 ton per bulan.
Kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi jamur berpengaruh positif
terhadap permintaan pasokan. Permintaan jamur terus meningkat, produksi yang
dihasilkan petani habis terserap. Tingginya permintaan akan jamur tidak diiringi
dengan produksi yang dihasilkan. Produksi jamur Indonesia hanya mampu
memenuhi 50 persen dari permintaan pasar dalam negeri belum termasuk
permintaan pasar luar negeri, seperti Singapura, Jepang, Korea Selatan, China,
Amerika Serikat, dan Uni Eropa4.
Indonesia dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi hanya mampu
memasok 0,9 persen dari pasar dunia, angka tersebut sangat kecil jika dibanding
dengan China yang memasok 33,2 persen pasar jamur dunia5. Konsumen
menyadari bahwa jamur bukan sekadar makanan, tapi juga mengandung khasiat
3 Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia. 2007. Kunci Utama Kenerhasilan Budidaya Jamur. http://www.agrina-online.com. [Maret 2009]
6 obat. Ada perubahan paradigma mengenai manfaat tanaman jamur. Sebelumnya
jamur dianggap sebagai tanaman yang mengandung racun. Saat ini, pembahasan
produk jamur lebih mengarah pada khasiat yang dikandung.
Jamur sebagai tanaman sayur memiliki beberapa jenis, dengan bentuk dan
manfaat yang berbeda. Jenis jamur konsumsi yang sudah umum dikenal
masyarakat antara lain adalah jamur tiram, jamur merang, jamur kuping, dan
jamur kancing. Jenis jamur yang menjadi bahasan dalam penelitian ini adalah
jamur tiram putih.
Salah satu jamur yang cukup dikenal di masyarakat dan banyak
dibudidayakan adalah jamur tiram putih (Pleorotus ostreatus). Menurut Suriawiria (2002), jamur tiram putih termasuk jenis jamur serbaguna. Selain dapat
dikonsumsi dalam bentuk masakan, jamur tiram putih juga dapat dikonsumsi
dalam keadaan mentah dan segar, baik dalam campuran salad maupun lalapan.
Bahkan dapat diolah menjadi crips, cripsy ataupun chips.
Jamur tiram putih seperti halnya dengan jamur lainnya memiliki produksi
yang masih rendah, karena belum mampu untuk memenuhi seluruh permintaan
baik dari dalam negeri maupun permintaan luar negeri. Sebagai tanaman pertanian
sangat erat kaitannya dengan faktor alam dalam perolehan hasil produksi. Seperti
diketahui, bahwa alam tidak dapat diprediksi, mudah berubah, sulit untuk
diramalkan, dan tidak dapat dikendalikan. Alam merupakan suatu ketidakpastian
yang menjadi variabel penyebab terjadinya risiko dalam usaha pertanian, dan
risiko tersebut dapat terjadi pada kegiatan usaha jamur tiram. Risiko perlu untuk
diperhitungkan karena umumnya risiko berdampak pada kerugian yang harus
ditanggung oleh pemilik usaha. Seperti halnya pada budidaya jamur tiram putih di
usaha Cempaka Baru, perlu memperhatikan adanya indikasi risiko untuk
kelangsungan dan perkembangan usaha yang juga berdampak kepada perolehan
pendapatan.
Kata risiko banyak dipergunakan dalam berbagai pengertian, dimana ada
banyak pendapat mengenai pengertian risiko tersebut. Beberapa difinisi risiko
antara lain yaitu merupakan suatu kerugian atau dapat juga diartikan sebagai
7 dan risiko produksi. Untuk mengetahui jenis risiko yang terjadi terlebih dahulu
dilakukan identifikasi risiko pada usaha yang dianggap berisiko. Indikasi risiko
pada suatu usaha dapat dilihat dari fluktuasi atau variasi harga dan hasil produksi
yang diperoleh pada suatu periode tertentu yang dibandingkan dengan periode
sebelum atau sesudahnya. Salah satu indikasi adanya risiko pada usaha jamur di
Indonesia dapat dilihat dari fluktuasi produktivitas tanaman jamur berdasarkan
[image:31.612.133.516.238.356.2]hasil produksi yang dibandingkan dengan luas areal tanamnya (Tabel 6).
Tabel 6. Produktivitas Tanaman Jamur di Indonesia Tahun 2005 – 2008 Tahun Produksi
(Ton) (%)
Luas Panen (Ha) (%)
Produktivitas (Ton/Ha) (%)
2005 30.854 (-) 254 (-) 121,47 (-)
2006 23.559 (-23,64) 298 (17,31) 79,07 (-42,41)
2007 48.247 (104,79) 377 (26,52) 127,98 (48,91)
2008 61.349 (27,16) 402 (6,63) 152,61 (24,63)
Keterangan : (%) persentase perkembangan setiap tahunnya
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian (2009)
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa hasil produktivitas tanaman jamur di
Indonesia secara umum menunjukkan fluktuasi yang signifikan. Kondisi tersebut
menunjukkan indikasi adanya risiko pada usaha tanaman jamur di Indonesia yang
mengarah kepada risiko produksi. Dari data produktivitas nasional tanaman jamur
yang mengindikasikan adanya risiko produksi pada usahatani jamur, maka penting
untuk dikaji adanya risiko produksi pada budidaya jamur tiram putih.
1.2. Perumusan Masalah
Cempaka Baru adalah usaha yang bergerak dalam budidaya jamur tiram
putih. Jamur tiram putih merupakan jenis sayuran yang berbeda dengan tanaman
pertanian lainnya dalam hal budidaya. Jamur tiram putih memiliki media tanam
yang disebut substrat, terbuat dari serbuk gergaji yang dicampur dengan bahan
lainnya, tidak seperti hamparan tanah pada umumnya. Media tanam tersebut harus
diolah secara khusus agar memperoleh bibit yang baik. Pembuatan media tanam
membutuhkan keterampilan khusus yang harus dipelajari sebelumnya, jadi tidak
8 Dalam kegiatan usahatani, umumnya risiko terbesar yang dapat terjadi
adalah risiko harga dan risiko produksi. Untuk komoditas jamur tiram putih,
khususnya di Bogor dan pada usaha Cempaka Baru, harga jual yang diterima
relatif stabil pada harga 7.000 rupiah di tingkat petani. Oleh karena itu, pada usaha
ini risiko harga tidak diperhitungkan.
Risiko terbesar yang dihadapi usaha budidaya jamur tiram putih Cempaka
Baru adalah risiko produksi. Dimana hasil panen yang diperoleh bervariasi dalam
jumlahnya. Hasil produksi jamur tiram putih dalam setiap periode memiliki
jumlah yang berbeda. Adanya risiko produksi diperjelas dengan fluktuasi
produktivitas tanaman jamur tiram putih pada usaha Cempaka Baru yang dapat
[image:32.612.134.505.308.487.2]dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik Produktivitas Jamur Tiram Putih ‘Cempaka Baru’ Tahun 2007-2008
Gambar 1 menunjukkan bahwa hasil produksi jamur tiram putih yang
dihasilkan mengalami kondisi yang tidak stabil setiap periodenya, hal ini
menunjukkan adanya risiko produksi pada Cempaka Baru. Keadaan tersebut
membawa kerugian bagi usaha yang juga berdampak terhadap pendapatan.
Kerugian tersebut merupakan risiko yang harus ditanggung Cempaka Baru
sebagai suatu kegiatan usaha.
Usaha Cempaka Baru memperoleh produktivitas tertinggi untuk tanaman
jamur tiram putih yang dibudidayakan yaitu sebesar 0,38 kg per baglog,
sedangkan produktivitas terendah yang dialami sebesar 0,15 kg per baglog.
Periode 1
Periode 1
Periode 2
Periode 2
9 Dimana yang menjadi sumber utama penyebab terjadinya risiko produksi dalam
budidaya jamur tiram putih tersebut antara lain adalah kondisi cuaca dan iklim
yang sulit diprediksi serta serangan hama dan penyakit tanaman yang sulit
dikendalikan. Selain itu, tingkat keterampilan yang dimiliki tenaga kerja pada
usaha ini masih belum memadai dalam melaksanakan kegiatan proses produksi,
khususnya pada saat penyuntikan bibit jamur tiram putih ke dalam substrat (media
tanam). Hal tersebut diatas membawa dampak yang merugikan bagi ‘Cempaka
Baru’, yaitu dapat menyebabkan kegagalan panen.
Kerugian akibat risiko produksi yang dialami adalah jumlah produksi yang
rendah dan kualitas hasil panen juga menurun. Rendahnya produksi tersebut
berdampak terhadap pendapatan yang diterima petani. Berdasarkan perumusan
diatas, disimpulkan masalah yang akan dibahas dalam penelitian, yaitu :
1. Bagaimana pengaruh risiko produksi dalam kegiatan budidaya jamur tiram
putih terhadap pendapatan yang diperoleh ‘Cempaka Baru’?
2. Alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko produksi yang
terjadi pada ‘Cempaka Baru’?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis risiko produksi pada usaha budidaya jamur tiram putih dan
hubungannya dengan pengembalian yang diharapkan.
2. Menganalisis alternatif yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi di
usaha budidaya jamur tiram putih ‘Cempaka Baru’.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi petani jamur, penulis maupun
pembaca, serta masyarakat yang berminat melakukan usaha pada tanaman jamur
tiram putih. Bagi petani, sebagai pertimbangan untuk perencanaan pengambilan
keputusan dalam mengelola usaha jamurnya agar lebih waspada dalam
menghadapi risiko dan dapat mengurangi kerugian yang diterima. Bagi penulis,
memberi pengalaman nyata dalam menganalisis dan memecahkan masalah serta
menambah wawasan dan pengetahuan baru dalam melakukan kegiatan usaha.
Bagi pembaca dan masyarakat, berguna sebagai informasi dan rujukan untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Umum Jamur
Jamur digolongkan ke dalam tumbuhan yang berspora, memiliki inti
plasma, tetapi tidak berklorofil (tidak memiliki zat hujau daun). Tubuhnya
tersusun dari sel-sel berupa benang (hifa) yang akan menyusun tubuh buah yang
disebut miselium. Hifa akan tumbuh bercabang-cabang, sedangkan miselium
membentuk bulatan. Struktur berbentuk bulatan tersebut menjadi cikal bakal
tubuh buah pada jamur.
Menurut Agromedia (2002), sejak 900 tahun Masehi jamur sudah
dibudidayakan di dataran Cina. Jamur pertama yang dibudidayakan di dataran
cina adalah Auricularia sp. atau jamur kuping. Jamur pangan atau jamur konsumsi adalah sebutan untuk berbagai jenis jamur yang biasa dijadikan bahan makanan,
enak dimakan dan tidak mengandung racun yang berbahaya bagi kesehatan, bisa
berupa produk hasil budidaya atau panen dari alam. Beberapa jenis jamur masih
harus dipetik dari alam bebas karena teknik budidaya belum diketahui, contohnya
jamur musim dingin (winter mushroom) dan jamur truffle yang merupakan jamur termahal di dunia. Jamur liar di alam bebas dilarang keras untuk dimakan kalau
tidak bisa membedakan ciri-ciri jamur beracun dengan jamur liar yang bisa
dikonsumsi. Jamur beracun memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Tubuh buah berwarna mencolok, misalnya merah darah, kuning terang, atau
oranye.
2. Umumnya jamur beracun memiliki cincin atau cawan pada pangkal
batangnya.
3. Jamur mengeluarkan bau amoniak atau seperti telur busuk.
4. Jika dipotong dengan pisau stainless akan meninggalkan warna hitam atau biru.
5. Warna berubah menjadi gelap apabila dimasak.
Beberapa contoh jamur pangan antara lain adalah jamur kancing, jamur
tiram, jamur merang, jamur shiitake, dan jamur kuping, dan yang menjadi bahasan
dalam penelitian ini adalah jamur tiram putih. Ciri-ciri umum dan karakteristik
11 Tabel 7. Karakteristik Umum Beberapa Jenis Jamur Konsumsi
Jenis Nama Lain
Nama Ilmiah Bentuk Khasiat
Jamur tiram
Hiratake Pleurotus sp. Bentuk tudung mirip kulit kerang
Mencegah penyakit hipertensi dan serangan jantung Jamur merang - Volvariella volvaceae Memiliki cawan dan hidup pada tumpukan merang
Cocok dikonsumsi oleh orang dengan program diet. Jamur shiitake Jamur payung Lentinus edodes Menyerupai payung dan berwarna kecoklatan 1. Mengurangi kolesterol 2. Memperbaiki sirkulasi darah Jamur kuping
- Auricularia Menyerupai daun telinga, warna coklat muda kemerahan
Dapat menetralkan racun
Sumber : Redaksi Agromedia (2002)
2.2. Jamur Tiram Putih
Jamur tiram putih dalam bahasa latin disebut Pleurotus ostreatus. Jamur tiram putih hidup sebagai saprofit di pohon inangnya. Jamur ini banyak tumbuh
secara liar di kawasan yang berdekatan dengan hutan, menempel pada kayu atau
dahan kering. Mudah dijumpai di kayu-kayu lunak, seperti karet, damar, kapuk,
atau dibawah limbah biji kopi. Jamur ini dapat tumbuh dengan baik di ketinggian
hingga 600 m di atas permukaan laut (dpl), dengan kisaran suhu 15-30 0C dan
kelembaban 80-90 persen. Pertumbuhan jamur tiram putih tidak membutuhkan
intensitas cahaya yang tinggi dan berkembang baik pada media tanam yang
masam, yakni pada PH 5,5-7. Jamur ini tumbuh terutama pada waktu musim
hujan (Redaksi Agromedia, 2002).
Ciri-ciri fisik jamur tiram putih tudungnya menyerupai cangkang kerang
dengan diameter antar 5-15 cm. Permukaannya licin dan menjadi berminyak
ketika berada dalam kondisi lembab, bagian tepi sedikit bergelombang dan posisi
tangkai berada di tengah, disamping tudung. Daging buahnya berwarna putih dan
tebal. Jamur tiram putih memiliki kandungan gizi yang tinggi dengan jumlah
protein nabati mencapai 10-30 persen, asam amino esensial yang dibutuhkan
tubuh. Dalam bentuk kering jamur ini mengandung vitamin C sebanyak 35-35 mg
12 tiram putih memiliki berbagai macam khasiat untuk kesehatan tubuh, antara lain
sebagai sumber protein nabati yang rendah kolesterol sehingga dapat mencegah
penyakit hipertensi dan serangan jantung (Redaksi Agromedia, 2002).
Jamur tiram putih memiliki beberapa keunggulan, selain harga yang relatif
mahal sehingga tingkat keuntungan yang dihasilkan relatif tinggi, umur singkat,
dan sangat laku di pasaran. Selain itu, keunggulan lainnya, cara budidaya mudah,
dapat dilakukan sepanjang tahun dan tidak memerlukan lahan yang luas.
Diversifikasi produk jamur tiram putih dapat berbentuk segar, kering, kaleng, atau
diolah menjadi keripik, pepes, tumis, dan nugget.
Syarat tumbuh jamur tiram meliputi beberapa parameter, terutama
temperatur, kelembaban relatif, waktu, kandungan CO2, dan cahaya. Parameter
tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap setiap stadium atau tingkatan,
misalnya :
a. Terhadap pertumbuhan miselia pada substrat tanam,
b. Terhadap pembentukan bakal kuncup jamur,
c. Terhadap pembentukan tubuh buah,
d. Terhadap siklus panen, dan
e. Terhadap perbandingan antara berat hasil jamur dengan berat substrat log
tanam jamur.
Rantai budidaya jamur tiram putih dimulai dari serbuk gergaji,
pengayakan, pencampuran, sterilisasi, inokulasi, inkubasi, spawn running,
growing, dan pemanenan. Untuk media tanamnya dapat berupa serbuk kayu (gergajian), jerami padi, alang-alang, limbah kertas, ampas tebu dan lainnya.
Sebagai campuran dapat ditambahkan bahan-bahan lain berupa bekatul (dedak)
dan kapur pertanian. Media dimasukkan dalam plastik polypropilen dan
dipadatkan kemudian diseterilisasi selama 10-12 jam. Sterilisasi bertujuan untuk
menekan pertumbuhan mikrobia lain yang bersifat antagonis dan menjadi
penghambat pertumbuhan bagi tanaman induk dalam hal ini jamur tiram putih.
Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara memanaskan baglog dengan uap panas
selama 8-12 jam pada suhu kurang lebih 95 °C. Setelah sterilisasi selesai, baglog
didinginkan dalam ruangan tertutup selama 24 jam untuk menghindari
13 Tahapan selanjutnya adalah proses inokulasi. Inokulasi adalah proses
penularan miselium dari bibit ke media tanam. Proses ini dilakukan dengan steril
dan dalam ruang inokulasi. Kemudian masuk pada masa inkubasi yakni tahap
penumbuhan miselia jamur. Proses ini memerlukan waktu kurang lebih 40-60 hari
sampai baglog berwarna putih. Suhu ruang inkubasi harus dijaga dalam kondisi
yang stabil dan rendah cahaya 22-28 °C dengan kelembaban 70–90 persen.
Setelah mencapai 40 hari, baglog berwarna putih merata, kemudian dipindahkan
ke kumbung. Proses penumbuhan tubuh buah diawali dengan membuka ujung
baglog untuk memberikan oksigen pada tubuh buah jamur. Umumnya 7-14 hari
kemudian, tubuh buah akan tumbuh. Setelah 7-30 hari sejak dibukanya ujung
baglog, akan tumbuh tubuh buah yang terus membesar hingga mencapai
pertumbuhan optimal yang siap dipanen (3-4 hari). Panen pertama 30 hari sejak
pembukaan ujung baglog, sedangkan pemanenan berikutnya dilakukan setiap
10-14 hari.
Tubuh buah yang siap panen harus segara panen agar kualitas jamur
terjaga dengan baik. Dalam penanganan pascapanen, hasil yang diperoleh segera
dibersihkan dari kotoran yang menempel pada tubuh buah jamur untuk menjaga
daya tahan produk. Jamur tiram putih segera disimpan dalam freezer agar tahan dalam waktu satu sampai dua minggu. Sementara untuk produk jamur kering,
dilakukan penjemuran di bawah sinar matahari selama kurang lebih lima hari
(Suriawiria, 2002).
2.3. Penelitian Terdahulu
Anggraini (2003), menganalisis risiko usaha peternakan sapi perah.
Peternakan ini digolongkan dalam risiko dinamis karena dipengaruhi perubahan
ekonomi, yaitu peningkatan harga bahan bakar minyak berpengaruh terhadap
harga pakan sebagai pembiayaan terbesar pada usaha peternakan. Penelitian ini
menggunakan model persamaan regresi berganda untuk melihat faktor-faktor
yang mempengaruhi risiko usaha peternakan sapi, meliputi fluktuasi keuntungan
di musin hujan, fluktuasi keuntungan di musim kemarau, fluktuasi harga susu,
fluktuasi biaya pakan, skala usaha, dan saluran pemasaran. Hasil yang diperoleh
14 Fariyanti (2008), menggunakan data cross section dengan 143 rumahtangga petani sayuran sebagai sampel. Analisis risiko digunakan data panel
untuk tiga musim tanam. Analisis Risiko produksi dilakukan dengan
menggunakan model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH). Hasil yang diperoleh bahwa risiko produksi kentang maupun kubis dipengaruhi secara nyata oleh risiko produksi pada musim sebelumnya. Risiko
produksi pada kentang lebih tinggi dibandingkan kubis, sedangkan risiko harga
kentang lebih rendah dari pada kubis. Untuk diversifikasi usahatani kentang dan
kubis memiliki risiko produksi (portofolio) lebih rendah dibandingkan spesialisasi
kentang atau kubis.
Lestari (2009), melakukan analisis risiko operasional dan risiko pasar
terhadap pembenihan udang vannmei. Risiko opersional disebabkan oleh cuaca
dan penyakit yang menyebabkan fluktuasi produksi benih udang, sedangkan risiko
pasar disebabkan oleh fluktuasi harga jual benih dimana peluang terjadinya
disebabkan karena jenis udang yang diteliti merupakan komoditi baru yang
sedang merintis pasar dan baru dikenal oleh konsumen. Analisis risiko dilakukan
dengan nilai z-score yang merupakan analisis nilai standar, sedangkan untuk
dampak risiko dalakukan dengan menggunakan analisis Value at Risk (VaR). Sumber risiko diklasifikasikan ke dalam empat kuadran risiko berdasarkan
kemungkinan terjadinya dan dampak yang ditimbulkan risiko. Pertaman, sumber
risiko yang dianggap memiliki kemungkinan terjadinya besar dan dampak yang
ditimbulkan juga besar adalah risiko timbulnya penyakit serta risiko karena
tingginya tingkat mortalitas benih udang vannmei. Kedua, sumber risiko dengan
kemungkinan terjadi kecil tetapi berdampak besar adalah risiko pada pengadaan
induk. Ketiga, sumber risiko dengan kemungkinan terjadi besar tetapi berdampak
kecil adalah risiko fluktuasi harga induk, pakan dan benih. Keempat, sumber
risiko dengan kemungkinan terjadi kecil dan dampaknya juga kecil disebabkan
oleh cuaca dan kerusakan peralatan. Dilakukan strategi preventif untuk
mengurangi terjadinya risiko yang terdapat pada kuadran 1 dan 3 dengan
persiapan pemeliharaan, pelatihan sumberdaya manusia, dan kontrak pembelian
dengan pemasok. Strategi mitigasi untuk menangani risiko pada kuadran 2
15 Maharany (2007), meneliti usahatani dan tataniaga jamur tiram putih
dengan metode pengolahan data yang digunakan ini adalah analisis secara
kualitatif, yang dilakukan dengan mendeskripsikan keragaan usahatani jamur tiran
dan fungsi lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran jamur tiram. Analisis
kualitatif melakukan pendekatan dengan metode SCP (structure, conduct,
performance). Sedangkan analisis secara kuantitatif dilakukan dengan melihat tingkat efisiensi usahatani jamur tiram melalui analisis pendapatan dan analisis
fungsi produksi. Selain itu untuk melihat efisiensi tataniaga jamur tiram dilakukan
analisis margin tataniaga dan farmer’s share. Hasil analisis deskriptif mengenai keragaan usahatani jamur tiram tersebut, skala usaha jamur tiram dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu skala kecil (<10.000 log), sekala menengah (10.000-24.000
log), dan skala besar (> 24.000 log). Dari analisis fungsi produksi diperoleh
bahwa ketujuh faktor produksi dalam usaha jamur tiram berpengaruh secara nyata
dalam menentukan hasil panen jamur. Tujuh faktor tersebut adalah bibit jamur,
serbuk kayu, bekatul, kapur, minyak tanah, kapas, dan tenaga kerja. Analisis
tataniaga jamur tiram menunjukkan bahwa terdapat lima saluran tataniaga di
wilayah bandung. Saluran tersebut adalah (1) produsen – pengumpul – pengecer –
konsumen, (2) produsen – bandar pengumpul – pengumpul – pedagang menengah
– pengecer – konsumen, (3) produsen – pengumpul – pedagang besar – pengecer
– konsumen, (4) produsen – pengumpul – pedagang menengah – pengecer –
konsumen, dan (5) tidak terdefinisi oleh peneliti. Hasil yang diperoleh dari
analisis saluran tataniaga bahwa dari kelima saluran tersebut tidak ada yang
efisien. Hal ini dikarenakan keuntungan yang diperoleh petani hampir sama,
bahkan lebih kecil dari keuntungan yang diperoleh lembaga tataniaga.
Nugraha (2006), menganalisis saluran pemasaran jamur yang mengarah
pada efisiensi pemasaran serta margin yang diperoleh petani jamur. Metode yang
diunakan berdasarkan pendekatan kelembagaan (institutional approach) dengan sudut pandang produsen dan pasar tradisional. Responden yang digunakan
sebanyak tujuh orang dari produsen dan 32 orang dari pedagang. Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa saluran pemasaran jamur tiram segar di Bogor melibatkan
enam lembaga, yakni (a) produsen, (b) pengumpul, (c) pedagang besar, (d)
16 terjadi adalah, (a) produsen – konsumen, (b) produsen – pengumpul – konsumen,
(c) produsen – pedagang besar – konsumen, (d) produsen – pengumpul –
pedagang besar – pedagang menengah – konsumen, (e) produsen – pengumpul –
pedagang besar – pedagang menengah – pengecer – konsumen, (f) produsen –
pengecer – konsumen, (g) produsen – supplier – supermarket – konsumen, dan (h) produsen – pengumpul – pedagang besar – supplier – supermarket – konsumen. Hasil analisis menunjukkan bahwa saluran pemasaran jamur yang langsung dari
produsen kepada konsumen memiliki indikasi tingkat efisiensi terbaik. Farmer’s share pada saluran ini menunjukkan nilai maksimal pada angka 100 persen.
Nugrahapsari (2006), menganalisis produk jamur tiram putih dari aspek
ekonomi, apakah secara finansial usaha jamur dapat memberikan keuntungan bagi
pelaku usaha. Dilakukan pengujian kelayakan usaha dengan melihat kemampuan
usaha dalam pembiayaan dan pengembalian yang diperoleh pada variabel Net Present Value, Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio, dan Pay Back Periode pada bunga diskonto sebesar 11,47 persen. Perusahaan ini memproduksi 28.000 baglog jamur per tiga bulan (satu periode produksi). Harga di tingkat
konsumen akhir sebesar Rp 7.000. Hasil yang diperoleh yaitu NPV sebesar Rp
69.853.980,79 adalah nilai bersih yang diperoleh dalam satu tahun. Net B/C
sebesar 2,18 artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memberi
keuntungan sebesar Rp 2,18. IRR sebesar 47 persen, lebih besar dari nilai
diskonto dan Pay Back Periode selama 1,14 tahun. Dari kriteria kelayakan yang diperoleh menunjukkan bahwa budidaya jamur tiram putih pada PT Cipta Daya
Agrijaya layak diusahakan. Hasil analisis sensitivitas secara finansial
menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan harga input minyak tanah sebesar
100 persen maka usaha budidaya jamur tiram putih ini masih tetap layak untuk
diusahakan. Sementara apabila terjadi penurunan harga jual jamur tiram putih
segar di pasar tradisional sebesar 36,36 persen, produksi menurun sebesar 75,62
persen dan produksi baglog menurun sebesar 67,5 persen, maka usaha budidaya
jamur tiram putih ini menjadi tidak layak untuk diusahakan.
Sari (2008), menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani
jamur tiram putih. Dalam penelitian diketahui bahwa kelompok tani tersebut
17 menurun. Kondisi ini berpengaruh pada penurunan pendapatan yang diperoleh
petani. Oleh karena itu dilakukan analisis terhadap faktor-faktor yang berpengaruh
nyata pada usahatani jamur tiram putih dengan pendekatan melalui fungsi
produksi dan elastisitas usaha. Variabel yang diduga sebagai faktor yang
berpengaruh terhadap usaha jamur tiram adalah bibit, serbuk kayu, bekatul, kapur,
kapas, karet, plastik, cincin paralon, minyak tanah dan tenaga kerja. Semua
variabel tersebut merupakan input utama daru usaha budidaya jamur tiram.
Dilakukan analisis dengan menggunakan taraf nyata sebesar satu persen, dengan
jumlah responden sebanyak 30 orang petani jamur tiram. Diperoleh hasil bahwa
variabel serbuk kayu, bekatul, kapur, plastik, dan cincin paralon berpengaruh
secara signifikan terhadap hasil produksi jamur tiram putih. Artinya, bahwa
kelima variabel tersebut sangat berpengaruh dan erat kaitannya dengan hasil
produksi jamur yang diperoleh.
Siregar (2009), menganalisis risiko harga pada day old chick (DOC) broiler dan layer yang merupakan anak ayam berumur sehari serta menganalisis
alternatif strategi dalam menghadapi fluktusasi harga yang diterima perusahaan.
Data yang digunakan merupakan harga jual DOC dan dianalisis dengan
menggunakan model ARCH-GARCH melalui nilai VAR (Value at Risk). Diperoleh hasil bahwa pergerakan harga DOC dipengaruhi oleh kondisi
permintaan dan penawaran di pasar. Berdasarkan hasil analisis GARCH (1,1)
diketahui bahwa risiko harga DOC broiler dipengaruhi oleh volatilitas dan varian
harga sebelumnya dengan tanda yang positif, artinya jika terjadi peningkatan
risiko harga periode sebelumnya maka akan meningkatkan risiko harga periode
berikutnya. Koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 9,99 persen.
Sedangkan harga jual DOC layer dengan ARCH (1) diperoleh hasil bahwa harga
DOC layer dipengaruhi oleh volatilitas harga periode sebelumnya dengan tanda
positif yang artinya jika terjadi peningkatan risiko harga periode sebelumnya
maka akan meningkatkan risiko harga periode berikutnya. Koefisien determinasi
(R2) yang diperoleh sebesar 18,81 persen. Hal ini menunjukkan bahwa untuk
setiap rupiah yang diperoleh perusahaan ternyata risiko harga jual DOC broiler
lebih tinggi dibanding risiko harga jual DOC layer, disebabkan karena permintaan
18 juga karena siklus layer lebih lama dari pada broiler. Strategi yang dapat
disarankan adalah dengan melakukan perencanaan produksi dan penjualan
berdasarkan pengalaman sebelumnya serta melakukan kemitraan dengan peternak
lain.
Tarigan (2009), menganalisis risiko produksi pada sayuran organik,
meliputi brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai kriting. Metode yang digunakan
adalah variance, standartd deviation, dan coefficient variation. Hasil yang diperoleh bahwa risiko yang paling tinggi terjadi pada tanaman bayam hijau,
karena bayam hijau sangat rentan terhadap penyakit terutama pada musim
penghujan, sedangkan risiko terendah diperoleh pada tanaman cabai keriting.
Dilakukan penanganan untuk mengatasi risiko tersebut yaitu dengan cara
diversifikasi tanaman, selain itu juga dilakukan kemitraan dengan petani sekitar.
Persamaan dan perbedaan terletak pada konsep dan produk yang
digunakan. Persamaan dengan penelitian pada poin 1, 2, 3, 4 dan 5 terletak pada
konsep yang digunakan yaitu menganalisis risiko yang dihadapi suatu usaha,
sedangkan perbedaannya terletak pada objek yang diteliti. Untuk penelitian pada
poin 6, 7, 8 dan 9 terdapat persamaan dengan penelitian ini yaitu pada objek yang
diteliti adalah jamur tiram putih, sedangkan perbedaannya terletak pada
penggunaan konsep untuk menganalisis jamur. Kelebihan dari penelitian ini
dengan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya pada Tabel 8,
bahwa belum ada yang melakukan penelitian risiko produksi pada budidaya jamur
tiram putih.
Penelitian yang sudah ada sebelumnya memiliki persamaan dan perbedaan
dengan penelitian ini. Daftar penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
19 Tabel 8. Daftar-daftar Penelitian Terdahulu Yang Berhubungan Dengan
Penelitian Penulis
No. Nama Topik Metode
R I S I K O
1 Anggraini (2003) Analisis Risiko Usaha Peternakan Sapi Perah
Persamaan regresi berganda
2 Fariyanti (2008) Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk
Model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH).
3 Lestari (2009) Manajemen Risiko dalam Usaha
Pembenihan Udang Vannmei
Model z-score dan Value at Risk (VaR)
4 Siregar (2009) Analisis Risisko Harga
Day Old Chick (DOC) Broiler dan Layer
Model ARCH dan GARCH
5 Tarigan (2009) Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik
Variance, Standartd deviation, dan Coefficient variation
J A M U R T I R A M P U T I H
6 Maharani (2007) Usaha Tani dan Tataniaga
SCP (structure, performance, conduct) dan farmer’s share
7 Nugraha (2006) Saluran Pemasaran Pendekatan kelembagaan (institutional approach) 8 Nugrahapsari
(2006)
Kelayakan Finansial dan Ekonomi
NPV, IRR, Net B/C, dan
Pay Back Periode
9 Sari (2008) Faktor-Faktor
Usahatani
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Risiko Agribisnis
Kata risiko banyak digunakan dalam berbagai pengertian dan sudah biasa
dipakai dalam percakapan sehari-hari oleh kebanyakan orang. Dalam kegiatan
usaha pengertian risiko yang dimaksud berbeda dengan risiko dalam kehidupan
sehari-hari. Risiko dalam bidang usaha memiliki berbagai kejadian yang
kompleks dengan pertimbangan variabel yang berpengaruh terhadap keputusan
bagi kelangsungan usaha tersebut. Ada banyak pendapat mengenai definisi risiko
yang dapat membantu pembaca untuk memahami konsep risiko dengan lebih
jelas.
Risiko (risk) menurut Robison dan Barry (1987) adalah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan dan pada umumnya
pengambil keputusan mengalami suatu kerugian. Risiko erat kaitannya dengan
ketidakpastian, tetapi kedua hal tersebut memiliki makna yang berbeda.
Ketidakpastian (uncertainty) adalah peluang suatu kejadian yang tidak dapat diukur oleh pengambil keputusan. Adanya ketidakpastian dapat menimbulkan
risiko.
Darmawi (1997), risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya
akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Dengan kata
lain bahwa penggunaan kata ‘Kemungkinan’ tersebut sudah menunjukkan adanya
ketidakpastian. Ketidakpastian itu merupakan kondisi yang menyebabkan
tumbuhnya risiko. Sedangkan kondisi yang tidak pasti tersebut timbul karena
berbagai sebab, antara lain :
a. Jarak waktu dimulai perencanaan atas kegiatan sampai kegiatan itu berakhir.
Makin panjang jarak waktu makin besar ketidakpastiannya.
b. Keterbatasan tersedianya informasi yang diperlukan.
c. Keterbatasan pengetahuan/keterampilan/teknik mengambil keputusan, dan
sebagainya.
21 dan akibat. Hubungan keterkaitan ketiga elemen tersebut dengan risiko, untuk
[image:45.612.133.508.130.362.2]lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Tiga Elemen Risiko
Sumber : Harwood, et al (1999); Moschini dan Hennessy (1999)
Suatu kejadian bisa berakibat merugikan ataupun menguntungkan.
Berdasarkan akibat yang ditimbulkan, risiko dikategorikan menjadi dua yaitu
risiko murni dan risiko spekulatif. Apabila suatu kejadian bisa berakibat hanya
merugikan saja dan tidak memungkinkan adanya keuntungan maka risiko tersebut
disebut Risiko Murni. Misalnya risiko kebakaran, yang bisa terjadi hanya rugi dan
tidak memungkinkan adanya keuntungan. Sedangkan Risiko Spekulatif adalah
risiko yang tidak saja memungkinkan terjadinya kerugian tetapi juga
memungkinkan terjadinya keuntungan. Contohnya risiko investasi, jika
melakukan investasi bisa saja rugi dan bisa juga untung (Kountur, 2008).
Dalam bidang agribisnis, risiko yang dapat terjadi pada kegiatan usahatani
adalah risiko selama proses produksi berlangsung dan risiko terhadap harga jual.
Risiko produksi antara lain disebabkan serangan hama dan penyakit, curah hujan,
musim, kelembaban, teknologi, input, dan bencana alam. Akibat risiko produksi
tersebut berpengaruh terhadap penurunan kualitas serta kuantitas hasil panen.
Sedangkan risiko harga disebabkan oleh fluktuasi harga jual produk di pasar yang
dipengaruhi tingkat inflasi serta kondisi permintaan dan penawaran produk. Condition
EVENT
EFFECT Possibility/
Uncertainty Time
Durability
Exposure
22 3.1.2 Risiko dan Pendapatan
Dalam dunia bisnis, risiko sering dikaitkan dengan perolehan (return). Dalam menganalisis risiko didasarkan pada teori pengambilan keputusan dengan
berdasarkan pada konsep expected utility (Robison dan Barry, 1997). Dalam kaitannya dengan expected utility sangat erat hubungannya dengan probability.
Probability dapat dipandang sebagai frekuensi relatif (relative frequencies) dan digunakan dalam pengambilan keputusan. Utility (kepuasan) sangat sulit diukur sehingga umumnya didekati dengan pengukuran return. Return tersebut dapat berupa pendapatan yang diperoleh usaha selama periode tertentu.
Tingkat risiko suatu kegiatan menjadi acuan dalam menentukan besaran
nilai yang dihasilkan (keuntungan). Umumnya kegiatan bisnis dengan risiko
tinggi diyakini dapat memberikan keuntungan yang besar. Artinya, nilai
keuntungan searah dengan tingkat risikonya. Hal tersebut dapat terwujud apabila
ternyata dalam melakukan kegiatan usaha, risiko yang diperkirakan tidak terjadi
sehingga pelaku usaha tidak perlu mengeluarkan biaya kerugian akibat adanya
risiko. Tetapi apabila ternyata risiko yang diperkirakan terjadi pada kegiatan
usaha yang dipilih, maka yang diperoleh pelaku usaha adalah kegagalan dan
kerugian.
Oleh karena itu, agar bisnis dengan risiko yang besar dapat memberi
pendapatan tinggi, meskipun risiko yang diperkirakan terjadi maka pelaku usaha
dapat melakukan pengelolaan terhadap risiko tersebut. Dengan mengetahui
besarnya risiko yang dihadapi maka keputusan penerapan alternatif pengelolaan
yang digunakan dapat lebih efesien.
Dalam menganalisis risiko didasarkan pada teori pengambilan keputusan
dengan berdasarkan pada konsep expected utility (Robison dan Barry, 1997). Dalam kaitannya dengan expected utility sangat erat hubungannya dengan
probability. Probability dapat dipandang sebagai frekuensi relatif dan digunakan dalam pengambilan keputusan. Utility sangat sulit diukur sehingga umumnya
didekati dengan pengukura