ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH
DI KAMPUNG KUKUPU KELURAHAN CIBADAK
KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR
(Studi Kasus : Kumbung Jamur Bapak Ramadin)
SKRIPSI
MERIZKA PRATAMI PUTRI H34104085
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
i
RINGKASAN
MERIZKA PRATAMI PUTRI. Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih di Kampung Kukupu Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor (Studi Kasus : Kumbung Jamur Bapak Ramadin). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah bimbingan SUHARNO).
Jamur adalah sayuran yang dapat dikembangkan dan diarahkan untuk memperbaiki keadaan gizi masyarakat. Permintaan terhadap jamur mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun, hingga saat ini jumlah produksi jamur yang ada belum dapat memenuhi permintaan. Usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Ramadin merupakan kegiatan usaha terbesar di Kota Bogor. Berdasarkan permasalahan yang terdapat di lokasi penelitian, maka tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi sumber risiko produksi budidaya jamur tiram putih milik Bapak Ramadin, (2) menganalisis berapa besar probabilitas dan dampak dari sumber risiko produksi dalam kegiatan usaha budidaya milik Bapak Ramadin, dan (3) menganalisis alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko produksi yang terjadi pada usaha milik Bapak Ramadin.
Penelitian dilakukan pada usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Ramadin yang terletak di Kampung Kukupu Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa usaha tersebut merupakan usaha dengan skala produksi terbesar di Kota Bogor. Usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Ramadin mengalami fluktuasi produktivitas yang mengindikasikan adanya risiko produksi. Penelitian dilakukan pada bulan September 2012 sampai dengan Januari 2013. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian bersumber dari data primer dan data sekunder. Dalam mengidentifikasi sumber risiko digunakan metode deskriptif. Metode kuantitatif digunakan dalam menghitung probabilitas dengan menggunakan metode Z-score dan menghitung dampak dengan menggunakan metode VaR.
ii
ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH
DI KAMPUNG KUKUPU KELURAHAN CIBADAK
KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR
(Studi Kasus : Kumbung Jamur Bapak Ramadin)
MERIZKA PRATAMI PUTRI H34104085
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
iii Judul Skripsi : Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih di Kampung Kukupu
Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor
(Studi Kasus : Kumbung Jamur Bapak Ramadin)
Nama : Merizka Pratami Putri
NIM : H34104085
Disetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Suharno, M. Adev
NIP. 19610610 198611 1 001
Diketahui
Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP. 19580908 198403 1 002
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis
Risiko Produksi Jamur Tiram Putih di Kampung Kukupu Kelurahan Cibadak
Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor (Studi Kasus : Kumbung Jamur Bapak
Ramadin)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2013
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 10 Februari 1989.
Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ayahanda
Sumarno MT, SmHk dan Ibunda Dra. Siti Sumeni.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Natar pada tahun
2001 dan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 1 Natar diselesaikan
pada tahun 2004. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Natar
diselesaikan pada tahun 2007.
Penulis diterima pada Program Keahlian Supervisor Jaminan Mutu Pangan,
Program Diploma Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI) pada tahun 2007. Penulis melanjutkan studi pada Departemen
Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada tahun 2007.
Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai Sekretaris 1 Minat
Profesi Mahasiswa Pangan dan Gizi (MAPAGI) periode 2009, Ketua Training
Achievement Motivation Diploma IPB tahun 2009, Ketua Training The Seven
Awareness Diploma IPB tahun 2008, Sekretaris 1 Diploma Medical Team (DMT)
periode 2008, Wakil Sekretaris Umum FASTER Alih Jenis Agribisnis periode
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Risiko
Produksi Jamur Tiram Putih di Kampung Kukupu Kelurahan Cibadak Kecamatan
Tanah Sareal, Kota Bogor (Studi Kasus : Kumbung Jamur Bapak Ramadin)”.
Penelitian ini bertujuan menganalisis sumber risiko produksi jamur tiram
putih, kemungkinan terjadinya risiko, dan dampak yang ditimbulkan akibat
terjadinya risiko di Kumbung Jamur Bapak ramadin.
Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena
keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Februari 2013
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih
dan penghargaan kepada :
1. Dr. Ir. Suharno, M. Adev selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan,
waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama
penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM dan Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen
penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta
memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
3. Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen evaluator pada kolokium proposal
penelitian yang telah meluangkan waktunya serta meberikan saran dan kritik
demi perbaikan skripsi ini.
4. Dra. Yusalina, Msi yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh
dosen serta staf Departemen Agribisnis.
5. Aditia Farman selaku pembahas seminar hasil penelitian penulis atas waktu
dan masukannya.
6. Orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa
yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.
7. Bapak Ramadin dan seluruh pekerja di Kumbung Jamur Bapak Ramadin atas
waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan.
8. Teman – teman seperjuangan Alih Jenis Agribisnis angkatan 1 dan 2 atas
semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas
bantuannya.
Bogor, Februari 2013
viii
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 13
3.1. Kerangka Pemikiran Teoristis ... 13
3.1.1. Konsep Risiko ... 13
3.1.2. Klasifikasi Risiko ... 14
3.1.3. Manajemen Risiko ... 15
3.1.4. Pengukuran Risiko ... 17
3.1.5. Teknik Pemetaan ... 17
3.1.6. Konsep Penanganan Risiko ... 18
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 19
IV. METODE PENELITIAN ... 22
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22
4.2. Jenis dan Sumber Data ... 22
4.3. Metode Pengumpulan Data ... 23
4.4. Metode Analisis Data ... 23
4.4.1. Analisis Deskriptif ... 24
4.4.2. Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko ... 24
4.4.3. Analisis Dampak Risiko ... 25
4.4.4. Pemetaan Risiko ... 26
4.4.5. Penanganan Risiko ... 27
V. GAMBARAN UMUM USAHA ... 29
5.1. Profil Usaha ... 29
5.2. Kegiatan Produksi ... 29
5.3. Sumber Daya Manusia ... 33
VI. ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH ... 35
6.1. Identifikasi Sumber Risiko Produksi ... 35
6.2. Analisis Probabilitas Sumber Risiko Produksi ... 38
6.3. Analisis Dampak Sumber Risiko Produksi ... 39
6.4. Pemetaan Risiko Produksi ... 40
ix
VII.KESIMPULAN DAN SARAN ... 44
7.1. Kesimpulan ... 44
7.2. Saran ... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 46
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Produksi Jamur di Indonesia Tahun 2007-2011 ... 1
2. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jamur di Indonesia Tahun 2007-2011 ... 2
3. Produksi Jamur di Pulau Jawa Tahun 2007-2011 (Ton) ... 3
4. Perbandingan Kandungan Gizi Jamur (dalam %) ... 3
5. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jamur di Pulau Jawa Tahun 2010 ... 4
6. Produksi Jamur Tiram Putih Menurut Wilayah Kota dan Kabupaten di Jawa Barat Tahun 2009 ... 5
7. Data Beberapa Pelaku Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih di Kota Bogor Tahun 2011 ... 6
8. Formulasi Media ... 30
9. Probabilitas Risiko dari Sumber Risiko Produksi ... 38
10. Dampak Risiko dari Sumber Risiko Produksi ... 40
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Produktivitas Jamur Tiram Putih di Kumbung jamur
Bapak Ramadin ... 8
2. Siklus Manajemen Risiko ... 15
3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ... 21
4. Peta Risiko ... 27
5. Preventif Risiko ... 28
6. Mitigasi Risiko ... 28
7. Alur Kegiatan Produksi Jamur Tiram Putih di Kumbung Jamur Bapak Ramadin ... 30
8. Struktur Organisasi Kumbung Jamur Bapak Ramadin ... 34
9. Hasil Pemetaan Sumber Risiko ... 42
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Analisis Probabilitas Sumber Risiko Kegagalan Sterilisasi Baglog
(Pengukusan) ... 49
2. Analisis Probabilitas Sumber Risiko Penyakit ... 49
3. Analisis Probabilitas Sumber Risiko Perubahan Suhu ... 50
4. Analisis Dampak Sumber Risiko Kegagalan Sterilisasi
Baglog (Pengukusan) ... 50
5. Analisis Dampak Sumber Risiko Penyakit ... 51
6. Analisis Dampak Sumber Risiko Perubahan Suhu ... 51
7. Produktivitas Jamur Tiram Putih di Kumbung Jamur Bapak Ramadin Tahun 2009 – 2011 ... 52
8. Dokumentasi Produksi Jamur Tiram Putih di Kumbung Jamur Bapak
1
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sayuran adalah salah satu produk hortikultura yang merupakan bahan
makanan penting bagi tubuh. Jamur merupakan salah satu jenis sayuran produk
hortikultura yang dapat dikembangkan dan diarahkan untuk memperbaiki keadaan
gizi masyarakat. Di Indonesia kegiatan budidaya jamur termasuk relatif baru.
Komoditas jamur baru dikenalkan pada tahun 1960-an dan mulai diusahakan
secara komersial serta dikenal oleh masyarakat mulai 1970-an. Pengetahuan
masyarakat tentang manfaat dan teknologi produksi, pengolahan, serta produk
olahan jamur masih sangat terbatas. Dewasa ini masyarakat telah mengenal dan
mengetahui bahwa jamur merupakan sumber makanan yang mengandung gizi
tinggi dengan kandungan protein, karbohidrat, serat, mineral, dengan kandungan
lemak rendah yang bermanfaat bagi kesehatan, sehingga beberapa tahun terakhir
produk industri jamur mulai mendapat perhatian. Hal tersebut mengakibatkan
permintaan jamur mengalami peningkatan. Kondisi ini tentu dapat dijadikan
peluang yang berharga khususnya bagi petani jamur untuk menigkatkan
produksinya.
Perkembangan pola kunsumsi masyarakat yang mulai berminat
mengkonsumsi jamur menyebabkan meningkatnya budidaya jamur yang
mendorong peningkatan produksi. Hal yang menarik dari usaha budidaya jamur
adalah aspek ekonomi yang cerah karena tidak membutuhkan lahan yang luas,
media tumbuh/tanam berupa limbah pertanian yang mudah diperoleh dengan
harga relatif murah serta siklus produksi relatif cepat (1-6 bulan).
Tabel 1. Produksi Jamur di Indonesia Tahun 2007-2011
Tahun Produksi (Ton) Pertumbuhan (%)
2007 48.246 -
2008 43.047 -10,77
2009 38.465 -10,64
2010 61.376 59,56
2011* 45.851 25,29
2 Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 1 dapat diketahui produksi
jamur dari tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 10,77 persen
dan pada tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 10,64 persen.
Pada tahun 2009 ke tahun 2010 menglami peningkatan sebesar 59,56 persen dan
pada tahun 2010 ke tahun 2011 mengalami penigkatan sebesar 25,29 persen.
Penurunan produksi disebabkan beberapa faktor diantaranya masih rendahnya
pengetahuan dan keterampilan petani dalam proses budidaya, perubahan cuaca,
skala usaha kecil dan masih tradisional, serta serangan hama dan penyakit.
Peningkatan produksi antara lain disebabkan bertambahnya jumlah petani sebagai
pelaku usaha bididaya jamur.
Keterangan : * = angka sementara Sumber : Departemen Pertanian (2012)
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa produktivitas jamur mengalami
peningkatan dari tahun 2007 ke tahun 2008, kemudian mengalami penurunan dari
tahun 2008 ke tahun 2009, namun kembali mengalami peningkatan pada tahun
2010 dan 2011. Peningkatan dan penurunan produktivitas dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya alam, teknologi, penggunaan bahan baku berkualitas
dan keterampilan sumber daya manusia sebagai tenaga kerja dan pelaku usaha.
Penurunan produktivitas dipengaruhi antara lain oleh kondisi cuaca atau musim
yang dapat mengurangi hasil produksi.
Daerah sentra produksi jamur pada tahun 2010 berada di Pulau Jawa yang
terdiri dari Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta.
Jawa Barat dengan pertumbuhan rata – rata tertinggi dibanding tiga daerah lainnya
menempati posisi kedua setelah Jawa Timur yang diikuti oleh Jawa Tengah dan
3 disebabkan adanya faktor bencana alam dan terjadinya serangan hama serta
penyakit. Data produksi jamur di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Produksi Jamur di Pulau Jawa Tahun 2007-2011 (Ton)
Lokasi Tahun Pertumbuhan
2007 2008 2009 2010 Rata – rata (%)
Jawa Barat 25.579,50 5.416,09 7.306,75 19.623,166 41,55
Jawa Tengah 3.241,50 1.444,95 1.838,93 1.189,386 -21,16
DI. Yogyakarta 975,10 750,30 651,32 804,966 -4,22
Jawa Timur 18.295 35.378,68 28.557,05 39.472,919 37,44
Sumber : Departemen Pertanian (2012)
Di Indonesia jamur yang sering dijadikan bahan makanan yaitu jamur
merang, jamur tiram, dan jamur kuping. Jamur tiram memiliki kandungan gizi
yaitu protein dan lemak yang paling tinggi dibandingkan jamur merang dan jamur
kuping. Kandungan karbohidrat jamur tiram lebih tinggi dari jamur merang tetapi
lebih rendah dari jamur kuping. Perbandingan kandungan gizi pada jamur dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perbandingan Kandungan Gizi Jamur (dalam %)
Bahan Makanan Protein Lemak Karbohidrat
Jamur merang 1,8 0,3 4,0
Jamur tiram putih 27 1,6 58,0
Jamur kuping 8,4 0,5 82,8
Sumber : Rahmat S dan Nurhidayat (2011)
Jamur tiram memiliki beberapa jenis yaitu jamur tiram putih, jamur tiram
abu-abu, jamur tiram cokelat, dan jamur tiram merah. Jenis yang paling banyak
dibudidayakan di Indonesia adalah jamur tiram putih, selain rasanya yang lebih
lezat masyarakat juga lebih menyukai dan mengenal jamur tiram putih
dibandingkan dengan jenis jamur tiram yang lain. Jamur tiram putih dapat
diproduksi sepanjang tahun dalam areal yang relatif sempit, sehingga merupakan
alternatif yang cukup baik dalam rangka memanfaatkan lahan pekarangan. Selain
itu, budidaya jamur tiram tidak menggunakan bahan kimia atau pupuk anorganik
4 Jawa Barat merupakan propinsi yang memiliki luas panen jamur terbesar
kedua setelah Jawa Timur namun memiliki produktivitas terendah. Hal tersebut
dikarenakan para pelaku usaha jamur di Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan
DI Yogyakarta memiliki kemampuan dan pengalaman berusaha yang lebih baik,
menggunakan bahan baku yang berkualitas, mampu menciptakan kondisi
lingkungan tumbuh jamur yang ideal, dan mampu memanajemen risiko produksi
yang terjadi dengan baik. Luas panen, produksi dan produktivitas jamur di Pulau
Jawa pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jamur di Pulau Jawa Tahun
Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2012), daerah sentra jamur tiram
putih di Jawa Barat yaitu Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bogor, Kota Bogor,
Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Bandung. Kota Bogor merupakan daerah
penghasil jamur tiram putih ketiga terbesar di Jawa Barat setelah Kabupaten
Cianjur dan Kabupaten Bogor. Bogor merupakan daerah dengan karakteristik
dataran tinggi yang memiliki suhu rendah dan kelembaban udara tinggi sehingga
cocok bagi pertumbuhan jamur tiram putih. Selain itu, letak geografis Bogor yang
lebih dekat dan akses yang lebih mudah dengan Ibu Kota Jakarta memungkinkan
para pelaku usaha jamur tiram putih untuk memasok produknya ke wilayah
tersebut dibandingkan wilayah lain di Jawa Barat yang memiliki jarak lebih jauh.
Data produksi jamur tiram putih untuk wilayah kota dan kabupaten di Jawa Barat
5
Tabel 6. Produksi Jamur Tiram Putih Menurut Wilayah Kota dan Kabupaten di Jawa Barat Tahun 2009
No Wilayah Produksi (Kw)
1. Kabupaten Cianjur 3.022.746
2. Kabupaten Bogor 357.075
3. Kota Bogor 343.327
4. Kabupaten Sumedang 312.495
5. Kabupaten Bandung 208.900
6. Kota Tasikmalaya 126.386
7. Kabupaten Garut 119.200
8. Kabupaten Indramayu 75.061
9. Kota Banjar 43.918
10. Kabupaten Kuningan 32.055
11. Kabupaten Tasikmalaya 10.365
12. Kota Cimahi 6.480
13. Kabupaten Ciamis 3.191
14. Kabupaten Sukabumi 2.400
15. Kota Cirebon 1.342
Sumber : BPS Jawa Barat (2012)
Di Kota Bogor terdapat beberapa pelaku usaha budidaya jamur tiram putih
dengan berbagai skala usaha yaitu skala besar, skala menengah, dan skala kecil.
Usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Ramadin merupakan kegiatan
usaha terbesar di Kota Bogor dengan jumlah log yaitu 90.000 baglog per bulan
yang termasuk skala usaha besar. Baglog hasil produksi tersebut tidak seluruhnya
digunakan untuk budidaya oleh pemilik usaha, melainkan baglog dijual kepada
para petani lain dengan skala usaha kecil sampai menengah yang datang untuk
membeli baglog. Baglog yang sudah dibeli tersebut kemudian dipelihara atau
dibudidayakan dengan kisaran waktu antara 3 – 4 bulan. Data pelaku usaha dapat
6
Sumber : Dinas Pertanian Kota Bogor (2012)
1.2. Perumusan Masalah
Kumbung jamur milik Bapak Ramadin adalah salah satu usaha yang
bergerak di bidang budidaya jamur tiram putih yang berdiri pada tahun 2008.
Kegiatan budidaya berlokasi di Kampung Kukupu Kelurahan Cibadak Kecamatan
Tanah Sareal, Kota Bogor. Lokasi tersebut pada awalnya merupakan lahan kosong
yang ditumbuhi tanaman bambu. Pada awal kegiatan usaha yaitu tahun 2008,
Bapak Ramadin mampu memproduksi 800 baglog per hari. Pada tahun 2009
meningkat menjadi 2.000 baglog per hari. Dari tahun 2010 hingga saat ini mampu
memproduksi 3.000 baglog per hari. Usaha budidaya jamur tiram putih milik
Bapak Ramadin adalah usaha dengan skala besar yang mampu menghasilkan
90.000 baglog per bulan.
Lokasi usaha yang terletak di Kota Bogor memiliki tingkat risiko produksi
yang lebih tinggi karena keadaan alam yang kurang sesuai dengan kondisi ideal
tumbuh jamur tiram putih. Kota Bogor memiliki suhu rata-rata tiap bulan 260C,
dengan suhu terendah 21,80C dan suhu tertinggi 30,40 C. Jamur tiram putih
tumbuh ideal pada dataran tinggi dengan suhu 220C – 280C. Oleh karena itu,
Bapak Ramadin melakukan modifikasi dalam pembuatan kumbung jamur agar
dapat menyesuaikan dengan kondisi ideal tumbuh jamur.
Jamur tiram putih memiliki tingkat risiko produksi lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis tanaman hortikultura yang lain. Hal tersebut karena
jamur tiram putih memiliki kondisi tumbuh yang harus sesuai dengan keadaan
7 serbuk kayu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan media tanam atau
baglog, dan tempat khusus pemeliharaan atau kumbung.
Pada kegiatan budidaya jamur tiram putih yang dilakukan oleh Bapak
Ramadin, dalam satu siklus produksi waktu yang dibutuhkan yaitu lima bulan
dimulai dari pembuatan baglog sampai pada saat panen terakhir. Jika siklus
pertama dimulai pada bulan Januari – Mei dan siklus kedua dimulai pada bulan
Juli – November, maka dalam satu tahun terdapat dua siklus. Pada bulan Juni dan
Desember adalah waktu untuk pembersihan dan pengistirahatan kumbung.
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data produksi selama tiga tahun
yaitu tahun 2009 sampai 2011. Siklus pertama yaitu Januari sampai Mei 2009,
siklus kedua yaitu Juli sampai November 2009, siklus ketiga yaitu Januari sampai
Mei 2010, siklus keempat yaitu Juli sampai November 2010, siklus kelima yaitu
Januari sampai Mei 2011, dan siklus keenam yaitu Juli sampai November 2011.
Pada tahun 2009 sampai 2011, input yang digunakan berjumlah 10.000 baglog
dengan hasil produksi atau hasil panen berkisar antara 3.000 kg sampai 6.000 kg
dalam satu siklus produksi. Selama menjalankan kegiatan usaha budidaya jamur
tiram putih diperoleh produktivitas tertinggi yaitu 0,6 kg/baglog dan produktivitas
terendah yaitu 0,3 kg/baglog. Produktivitas terendah terjadi pada siklus kedua
yaitu pada bulan Juli sampai November 2009 karena adanya peralihan musim dari
musim kemarau ke musim penghujan. Data tersebut diperoleh dari 1 kumbung
berukuran 6 m x 8 m dengan kapasitas 10.000 baglog
Fluktuasi produktivitas tersebut diakibatkan oleh beberapa masalah yang
timbul selama siklus produksi. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik
usaha, penurunan produktivitas disebabkan adanya serangan penyakit dan kondisi
cuaca. Perubahan kondisi cuaca dari musim hujan ke musim kemarau ataupun
sebaliknya akan mengakibatkan penurunan produktivitas. Ketika musim kemarau
tubuh buah jamur tiram putih akan tumbuh dengan kerdil. Ketika musim
penghujan baglog menjadi mudah terserang penyakit karena kondisi suhu yang
rendah. Hal tersebut terjadi karena jamur tiram putih merupakan tumbuhan yang
sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan suhu.
Berfluktuasinya produktivitas mengindikasikan adanya risiko produksi yang
8 produksi yang dialami oleh petani memberi dampak kerugian, sehingga perlu
dikaji untuk mengetahui sumber risiko, dampak yang ditimbulkan, dan cara
mengatasi risiko tersebut. Fluktuasi produktivitas jamur tiram putih milik Bapak
Ramadin dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 1. Produktivitas Jamur Tiram Putih di Kumbung Jamur Bapak Ramadin Sumber : Pemilik Usaha (2012)
Berdasarkan gambaran kegiatan usaha budidaya jamur tiram yang telah
dipaparkan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apa yang menjadi sumber risiko produksi budidaya jamur tiram putih pada
usaha milik Bapak Ramadin?
2. Berapa besar probabilitas dan dampak dari sumber risiko produksi dalam
kegiatan usaha budidaya milik Bapak Ramadin?
3. Bagaimana alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi sumber
risiko produksi yang terjadi pada usaha milik Bapak Ramadin?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi sumber risiko produksi budidaya jamur tiram putih milik
9 2. Menganalisis berapa besar probabilitas dan dampak dari sumber risiko
produksi dalam kegiatan usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak
Ramadin.
3. Menganalisis alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi sumber
risiko produksi yang terjadi pada usaha budidaya jamur tiram putih milik
Bapak Ramadin.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan sebagai berikut :
1. Bagi pemilik usaha, sebagai bahan pertimbangan untuk perencanaan
pengambilan keputusan dalam mengelola usaha budidaya jamur tiram putih
agar lebih waspada dalam menghadapi risiko dan dapat mengurangi kerugian
yang diterima.
2. Bagi penulis, sebagai pembelajaran dalam menganalisis dan memberikan
alternatif solusi dari permasalahan yang ada.
3. Bagi akademisi, penelitian ini sebagai informasi dan bahan pembanding untuk
penelitian selanjutnya.
10
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian terdahulu mengenai risiko khususnya risiko produksi diperlukan
sebagai informasi bagi penulis dalam melakukan penelitian. Hasil penelitian
tersebut diperlukan sebagai bahan pembelajaran untuk melakukan penelitian
selanjutnya. Beberapa penelitian yang menganalisis risiko produksi jamur tiram
putih yaitu Ginting (2009), Parengkuan (2011), Sumpena (2011), dan Siregar
(2012).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2009), Parengkuan
(2011), dan Sumpena (2011) sumber risiko produksi pada jamur tiram putih yaitu
cuaca atau perubahan suhu, hama, dan sterilisasi atau pengukusan. Selain itu,
keterampilan tenaga kerja dan penyakit juga menjadi sumber risiko produksi pada
penelitian Ginting (2009), Parengkuan (2011), dan Siregar (2012). Sumpena
(2011) menyebutkan teknologi inkubasi sebagai sumber risiko produksi jamur
tiram putih.
Terdapat kesamaan pada pengukuran sumber risiko produksi yang
dilakukan oleh Parengkuan (2011), Sumpena (2011), dan Siregar (2012) yaitu
menggunakan alat analisis Z-score dan VaR. Berbeda dengan penelitian Ginting (2009) yang menggunakan alat analisis variance, standard deviation dan
coefficient variation. Pada penelitian Siregar (2012) terdapat tambahan alat analisis selain Z-score dan VaR yaitu variance, standard deviation dan coefficient variation.
Hasil penelitian yang dilakukan Ginting (2009) menggunakan coefficient variation diperoleh hasil sebesar 0,32. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil yang diperoleh dari kegiatan budidaya jamur tiram putih, maka risiko yang dihadapi
adalah sebesar 0,32. Setiap satu kilogram hasil yang diperoleh akan mengalami
risiko sebanyak 0,32 kg pada saat terjadi risiko produksi. Parengkuan (2011)
memperoleh yaitu probabilitas dan dampak risiko terbesar ada pada sumber risiko
kesalahan penanganan pada saat proses sterilisasi log dengan nilai sebesar 45,2
persen, sedangkan perubahan suhu merupakan sumber risiko yang memberikan
dampak terbesar dengan nilai Rp.17.053.516. Pada penelitian Sumpena (2011),
hasil analisis diperoleh probabilitas kegagalan produksi akibat serangan hama
11 pengukusan (sterilisasi) sebesar 9,30 persen, kurangnya keterampilan tenaga kerja
sebesar 4,60 persen, dan teknologi inkubasi yang kurang tepat sebesar 7,10
persen. Dampak kegagalan produksi akibat serangan hama adalah Rp. 303.698,34,
akibat perubahan cuaca adalah Rp. 412.830,07, akibat teknologi pengukusan
(sterilisasi) adalah Rp. 386.172,75, akibat kurangnya keterampilan tenaga kerja
adalah Rp. 376.110,75, dan akibat teknologi inkubasi yang kurang tepat adalah
Rp. 391.443,75. Berdasarkan penelitian Siregar (2012) menggunakan variance,
standard deviation dan coefficient variation diketahui usaha budidaya jamur tiram putih mengalami risiko produksi sebesar 0,10. Hal ini berarti setiap satu satuan
rupiah yang diperoleh akan menghasilkan risiko sebesar 0,10 atau sebesar 10%.
Nilai probabilitas sumber risiko yang tertinggi adalah teknologi pengukusan
(sterilisasi) yaitu sebesar 46,4 %, diikuti oleh sumber keterampilan tenaga kerja
41,7 % penyakit sebesar 35,2 %, dan sumber risiko hama sebesar 33,7 %. Nilai
dampak sumber risiko yang tertinggi adalah teknologi pengukusan (sterilisasi)
yaitu sebesar Rp 138.625.507,40 diikuti oleh sumber risiko keterampilan tenaga
kerja sebesar Rp 83.156.725,33 sumber risiko akibat penyakit sebesar Rp
41.587.652,21 serta hama sebesar Rp 13.862.550,73.
Strategi pengelolaan risiko Ginting (2009) dan Sumpena (2011) yaitu
meningkatkan perawatan, membersihkan kumbung, merencanakan pembibitan
dengan bahan berkualitas, mengembangkan sumber daya manusia, dan
menggunakan peralatan steril. Menurut Parengkuan (2011) strategi penanganan
risiko yang dilakukan yaitu mengembangkan sumber daya manusia, memperbaiki
fasilitas fisik, dan penggabungan usaha dengan pembudidaya jamur tiram putih di
wilayah lain. Siregar (2012) menyebutkan strategi pengelolaan risiko yaitu
perencanaan pembibitan dengan baik, menambah intensitas pemeriksaan terhadap
baglog yang sudah dipanen, dan teknik penyimpanan baglog di dalam ruang
pemeliharaan lebih ditata dengan baik. Strategi mitigasi yang dapat dilakukan
yaitu membeli autoclave yang baru untuk mengganti penggunaan drum pengukus, pengawasan oleh pemimpin pada saat proses pengukusan, pemimpin melakukan
tindakan tegas dalam mengarahkan dan membimbing tenaga kerja dan
keterampilan tenaga kerja dapat ditingkatkan dengan mengikuti penyuluhan atau
12 Penelitian yang dilakukan memiliki kesamaan topik dan komoditas namun
berbeda lokasi dengan penelitian sebelumnya. Penelitian Siregar (2012),
Parengkuan (2011), dan Ginting (2009) berlokasi di Kabupaten Bogor, sedangkan
penelitian yang akan dilakukan sama dengan Sumpena (2011) di Kota Bogor.
Kesamaan lainnya dengan Parengkuan (2011), Sumpena (2011), dan Siregar
(2012) adalah dalam alat analisis yang digunakan yaitu metode Z-score dan VaR. Perbedaan dengan penelitian Ginting (2009) yaitu tidak menggunakan variance,
standard deviation dan coefficient variation. Penentuan alat analisis yang digunakan oleh peneliti disesuaikan dengan tujuan penelitian yang dilakukan yaitu
menganalisis probabilitas dan dampak dari masing – masing sumber risiko
13
III.
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoristis 3.1.1. Konsep Risiko
Risiko adalah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diukur oleh
pengambil keputusan dan pada umumnya pengambil keputusan mengalami suatu
kerugian, risiko erat kaitannya dengan ketidakpastian, tetapi kedua hal tersebut
memiliki makna yang berbeda. Ketidakpastian (uncertainty) adalah suatu kejadian
yang tidak dapat diukur oleh pengambil keputusan dengan demikian adanya
ketidakpastian dapat menimbulkan risiko (Robinson dan Barry, 1987).
Djohanputro (2008) mengatakan bahwa pengertian dasar risiko terkait
dengan keadaan adanya ketidakpastian dan tingkat ketidakpastiannya yang telah
diketahui tingkat probabilitasnya dan kejadiannya.
Menurut Darmawi (2010), risiko dihubungkan dengan kemungkinan
terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan atau tidak terduga.
Penggunaan kata “kemungkinan” tersebut sudah menunjukkan adanya
ketidakpastian. Menurut Darmawi (2010), ketidakpastian tersebut merupakan
kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko, sedangkan kondisi yang tidak pasti
timbul karena berbagai macam hal, antara lain :
1. Jarak waktu dimulai perencanaan atas kegiatan sampai kegiatan itu berakhir.
Makin panjang jarak waktu makin besar ketidakpastiannya.
2. Keterbatasan tersedianya informasi yang diperlukan.
3. Keterbatasan pengetahuan atau keterampilan mengambil keputusan, dan lain
sebagainya.
Menurut Kountur (2008), terdapat tiga unsur penting dari suatu kejadian
yang dianggap sebagai risiko, yaitu: (1) Merupakan suatu kejadian. (2) Kejadian
tersebut masih merupakan kemungkinan, jadi bisa terjadi dan bisa tidak. (3) Jika
14
3.1.2. Klasifikasi Risiko
Menurut Harwood et al (1999), terdapat beberapa sumber risiko yang dapat
dihadapi oleh petani, yaitu :
1. Risiko Produksi
Sumber risiko yang berasal dari kegiatan produksi diantaranya adalah gagal
panen, rendahnya produktivitas, kerusakan barang yang ditimbulkan oleh
serangan hama dan penyakit, perbedaan iklim dan cuaca, kesalahan sumberdaya
manusia, dan masih banyak lagi.
2. Risiko Pasar atau Harga
Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya adalah barang tidak dapat
dijual yang diakibatkan ketidakpastian mutu, permintaan rendah, ketidakpastian
harga output, inflasi, daya beli masyarakat, persaingan, dan lain-lain. Sementara
itu risiko yang ditimbulkan oleh harga antara lain harga dapat naik akibat dari
inflasi.
3. Risiko Kelembagaan
Risiko yang ditimbulkan dari kelembagaan antara lain adanya aturan
tertentu yang membuat anggota suatu organisasi menjadi kesulitan untuk
memasarkan ataupun meningkatkan hasil produksinya.
4. Risiko Kebijakan
Risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan-kebijakan antara lain adanya
kebijakan-kebijakan tertentu yang keluar dari dalam hal ini sebagai pemegang
kekuasaan pemerintah yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha. Dalam
artian kebijakan tersebut membatasi gerak dari usaha tersebut. Contohnya adalah
kebijakan tarif ekspor.
5. Risiko Finansial
Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial antara lain adalah adanya
piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha terhambat,
perputaran barang rendah, laba yang menurun akibat dari krisis ekonomi dan
15
3.1.3. Manajemen Risiko
Manajemen risiko sebagai suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta
mengendalikan risiko dalam setiap kerugian perusahaan dengan tujuan untuk
memperoleh efektivitas dan efisiensi perusahaan yang lebih tinggi (Darmawi,
2010).
Menurut Darmawi (2010), manajemen risiko mungkin dapat mencegah
perusahaan atau suatu usaha dari kegagalan. Sebagian kerugian seperti hancurnya
fasilitas produksi mungkin dapat menyebabkan perusahaan atau suatu usaha harus
ditutup, jika sebelumnya tidak ada kesiapsediaan menghadapi musibah seperti itu.
Dengan manajemen risiko tersebut perusahaan dapat terhindar dari kehancuran.
Menurut Djohanputro (2008), siklus manajemen risiko terdiri dari lima
tahap seperti pada Gambar 2 berikut ini :
Gambar 2.Siklus Manajemen Risiko
Tahap ini mengidentifikasi apa yang dihadapi oleh perusahaan, langkah
pertama dalam mengidentifikasi risiko adalah melakukan analisis pihak yang
berkepentingan (stakeholder). Tahap 2. Pengukuran risiko
Pengukuran risiko mengacu pada dua faktor yaitu faktor kuantitatif dan
kualitatif, kuantitas risiko menyangkut berapa banyak nilai yang rentan terhadap
risiko, sedangkan kualitatif menyangkut kemungkinan suatu risiko muncul,
16 Menurut Darmawi (2010) sesudah risiko diidentifikasi, maka selanjutnya risiko
itu harus diukur untuk menentukan derajat kepentingannya dan untuk memperoleh
informasi yang akan menolong untuk menetapkan kombinasi peralatan
manajemen risiko yang cocok untuk menanganinya.
Tahap 3. Pemetaan risiko
Pemetaan risiko ditujukan untuk menetapkan prioritas risiko berdasarkan
kepentingan bagi perusahaan, disini dilakukan prioritas risiko mana yang lebih
dahulu dilakukan, selain itu prioritas juga ditetapkan karena tidak semua risiko
memiliki dampak pada tujuan perusahaan. Pemetaan risiko adalah suatu gambaran
tentang posisi risiko pada suatu peta dari dua sumbu yaitu sumbu vertikal
menggambarkan probabilitas, dan sumbu horizontal menggambarkan dampak.
Tahap 4. Model pengelolaan risiko
Model pengelolaan risiko terdapat beberapa macam diantaranya model
pengelolaan risiko secara konvensional, penetapan model risiko struktur
organisasi pengelolaan dan lain-lain.
Tahap 5. Monitor dan pengendalian
Monitor dan pengendalian penting karena :
a) Manajemen perlu memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko
berjalan sesuai rencana.
b) Manajemen juga perlu memastikan pelaksanaan pengelolaan risiko cukup
efektif
c) Monitor dan pengendalian bertujuan untuk memantau perkembangan
terhadap kecenderungan-kecenderungan berubahnya profil risiko
perubahan ini berdampak pada pergeseran data risiko yang otomatis pada
perubahan prioritas risiko.
Dengan manajemen risiko dapat diidentifikasi adanya potensi risiko, dengan
seluruh faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan organisasi. Manajemen risiko
dapat meningkatkan probabilitas keberhasilan dan pencapaian yang baik dari
suatu organisasi. Manajemen risiko juga dapat mengurangi probabilitas kegagalan
17
3.1.4. Pengukuran Risiko
Menurut Darmawi (2010), setelah tahap identifikasi risiko maka selanjutnya
risiko diukur untuk menentukan derajat kepentingannya dan untuk memperoleh
informasi yang akan membantu dalam menetapkan kombinasi peralatan
manajemen risiko yang cocok untuk digunakan. Informasi yang diperlukan
berkaitan dengan dua dimensi risiko yang perlu diukur, yaitu : (a) frekuensi atau
jumlah kerugian yang akan terjadi; (b) keparahan dari kerugian. Sementara itu,
paling sedikit untuk masing-masing dimensi yang ingin diketahui adalah : (a)
rata-rata nilainya dalam periode anggaran; (b) variasi nilai dari suatu periode ke
periode anggaran sebelumnya dan berikutnya; (c) dampak keseluruhan dari
kerugian-kerugian itu jika kerugian tersebut ditanggung sendiri.
Menurut Kountur (2006), tujuan pengukuran risiko yaitu menghasilkan apa
yang disebut dengan status risiko dan peta risiko. Status risiko adalah ukuran yang
menunjukkan tingkatan risiko, sehingga dapat diketahui mana risiko yang lebih
krusial dari risiko lainnya. Peta risiko adalah gambaran sebaran risiko dalam suatu
peta sehingga dapat diketahui dimana posisi risiko terhadap peta. Berdasarkan
peta risiko dan status risiko kemudian dapat dilakukan penanganan risiko sesuai
dengan posisi risiko yang telah dipetakan dalam peta risiko, sehingga proses
penanganan risiko dapat dilakukan dengan tepat sesuai dengan status risikonya
(Kountur, 2006).
3.1.5. Teknik Pemetaan
Menurut Kountur (2006), probabilitas merupakan dimensi pertama yang
menyatakan tingkat kemungkinan suatu risiko terjadi. Semakin tinggi
kemungkinan risiko terjadi, maka semakin perlu mendapat perhatian. Sebaliknya
jika semakin rendah kemungkinan risiko terjadi, maka semakin rendah perhatian
yang diberikan. Umumnya probabilitas dibagi menjadi tiga kategori, yaitu tinggi,
sedang, dan rendah.
Dimensi kedua yaitu dampak yang merupakan tingkat kegawatan atau biaya
yang terjadi jika risiko yang bersangkutan benar-benar menjadi kenyataan.
Semakin tinggi dampak suatu risiko, maka semakin perlu mendapat perhatian
18 risiko maka semakin rendah perhatian yang perlu diberikan. Umumnya dimensi
dampak dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu tinggi, sedang, dan rendah.
Matriks antara kedua dimensi menghasilkan empat kuadran utama. Kuadran
I merupakan area skala prioritas ketiga dengan tingkat probabilitas sedang sampai
besar dan tingkat dampak kecil sampai sedang. Risiko dalam kuadran ini memiliki
tingkat probabilitas kejadian yang besar tetapi berdampak kecil. Risiko ini tidak
terlalu mengganggu pencapaian tujuan perusahaan. Kadang terasa mengganggu
jika risiko tersebut muncul menjadi kenyataan. Namun, hal tersebut biasanya
mampu diatasi oleh perusahaan.
Kuadran II merupakan area dengan skala prioritas pertama. Risiko dalam
kuadran ini memiliki tingkat probabilitas kejadian dan dampak sedang sampai
besar. Kuadran II terdiri dari risiko yang masuk ke dalam prioritas pertama atau
prioritas utama. Jika risiko tersebut terjadi maka target perusahaan tidak akan
tercapai dan berada dalam kondisi terburuk yang bisa dinyatakan tutup atau
bangkrut.
Kuadran III merupakan area dengan skala prioritas keempat dengan tingkat
probabilitas kejadian yang kecil. Jika risiko ini terjadi akan berdampak kecil bagi
perusahaan dalam mencapai target atau tujuan. Risiko yang masuk dalam kuadran
III cenderung dapat diabaikan sehingga perusahaan tidak perlu mengalokasikan
sumber dayanya untuk menangani risiko. Namun, perusahaan tetap perlu
mengadakan pengawasan pada risiko ini.
Kuadran IV merupakan area dengan skala prioritas kedua dengan memiliki
tingkat probabilitas kejadian antara kecil sampai sedang. Risiko dalam kuadran IV
cukup jarang terjadi. Bila risiko pada kuadran IV terjadi akan menyebabkan
terancamnya tujuan perusahaan.
3.1.6. Konsep Penanganan Risiko
Menurut Kountur (2006), berdasarkan peta risiko dapat diketahui cara
penanganan risiko yang tepat untuk dilaksanakan. Terdapat dua strategi
19 1. Preventif
Preventif dilakukan sedemikian rupa sehingga risiko tidak terjadi,
preventif dilakukan dengan beberapa cara diantaranya : (1) Membuat atau
memperbaiki sistem, (2) Mengembangkan sumber daya manusia, dan (3)
Memasang atau memperbaiki fasilitas fisik.
2. Mitigasi
Mitigasi adalah strategi penanganan risiko yang dimaksudkan untuk
memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko. Strategi mitigasi dilakukan
untuk menangani risiko yang memiliki dampak yang sangat besar. Adapun
beberapa cara yang termasuk ke dalam strategi mitigasi adalah :
a. Diversifikasi
Diversifikasi merupakan cara menempatkan aset atau harta di beberapa tempat
sehingga jika salah satu tempat terkena musibah tidak akan menghabiskan
semua aset yang dimiliki.
b. Penggabungan
Penggabungan (merger) adalah salah satu cara atau pola penanganan risiko
yaitu dengan cara penggabungan dengan pihak atau perusahaan lain. Strategi
ini adalah dengan melakukan penggabungan atau dengan cara melakukan
akuisisi.
c. Pengalihan Risiko
Pengalihan risiko merupakan cara untuk mengurangi dampak risiko yaitu
dengan cara mengalihkan dampak risiko ke pihak lain. Maksud dari
pengalihan risiko ini adalah mengalihkan risiko kepihak lain sehingga jika
terjadi kerugian, pihak lainlah yang menanggung kerugian. Ada beberapa cara
untuk mengalihkan risiko ke pihak lain antara lain : leasing, outsourcing, hedging dan asuransi.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Dalam menjalankan usaha budidaya jamur tiram putih kendala yang
dihadapi oleh Bapak Ramadin sebagai pelaku usaha adalah risiko produksi yang
diindikasikan dengan adanya fluktuasi produktivitas hasil panen. Faktor yang
20 tersebut antara lain kondisi cuaca dan iklim yang sulit diprediksi serta serangan
penyakit tanaman. Kerugian akibat risiko produksi yang dialami adalah jumlah
produksi yang rendah.
Dalam penelitian ini akan dilakukan identifikasi sumber-sumber risiko
produksi yang dihadapi oleh petani. Kemudian dilakukan identifikasi upaya
penanganan risiko produksi yang dilakukan oleh petani. Analisis ini dilakukan
dengan metode analisis deskriptif melalui observasi, wawancara, dan diskusi
dengan pemilik usaha. Analisis selanjutnya yang dilakukan adalah analisis
probabilitas dan dampak risiko produksi jamur tiram putih akibat adanya sumber
risiko. Pengukuran probabilitas atau kemungkinan terjadinya kerugian dilakukan
dengan analisis nilai standar atau Z-score, sedangkan pengukuran dampak risiko dilakukan dengan menggunakan analisis Value at Risk (VaR). Analisis dilakukan dengan menggunakan data produksi jamur tiram putih pada tahun 2009 sampai
2011. Hasil analisis probabilitas dan dampak risiko produksi selanjutnya
dipetakan dalam peta risiko yang akan menunjukkan sebaran sumber risiko
produksi. Setelah itu, ditentukan alternatif strategi penanganan risiko yang tepat
untuk mengendalikan sumber risiko produksi tersebut. Alur kerangka pemikiran
21
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Produksi Menggunakan Analisis Deskriptif pada Aspek Produksi
Probabilitas dari Sumber-sumber Risiko Produksi Menggunakan Metode
Nilai Standar
Dampak dari Sumber-sumber Risiko Produksi (Metode
Value at Risk)
Strategi Penanganan Risiko Produksi Pemetaan Risiko
dari Hasil Perhitungan Probabilitas dan Dampak
22
IV.
METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak
Ramadin yang terletak di Kampung Kukupu Kelurahan Cibadak Kecamatan
Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja
(purposive) dengan mempertimbangkan bahwa usaha tersebut merupakan usaha dengan skala produksi terbesar di Kota Bogor. Usaha budidaya jamur tiram putih
milik Bapak Ramadin mengalami fluktuasi produktivitas yang mengindikasikan
adanya risiko produksi. Penelitian dilakukan pada bulan September 2012 sampai
dengan Januari 2013.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan
kuantitatif. Data kualitatif adalah data non numerik yang berupa keterangan
kegiatan usaha budidaya jamur tiram putih seperti keadaan usaha, perkembangan
usaha, bahan dan peralatan yang digunakan, dan data lain yang berkaitan dengan
penelitian. Data kuantitatif adalah data numerik yang berupa angka seperti data
hasil produksi, jumlah penjualan, harga produk, dan data lain yang berkaitan
dengan penelitian.
Data yang digunakan dalam penelitian bersumber dari data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian
dengan cara pengamatan langsung di lokasi usaha dan wawancara dengan pemilik
usaha untuk mengetahui keadaan umum kegiatan usaha. Selain itu juga dilakukan
wawancara dengan bagian produksi mengenai proses produksi, kendala yang
dihadapi dalam proses budidaya, dan sumber risiko produksi jamur tiram putih.
Data sekunder adalah data yang sudah tertulis atau sudah ada sebelumnya yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Dinas
Pertanian Kota Bogor, perpustakaan, internet dan literatur yang relevan dengan
23
4.3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian yang dilaksanakan dilakukan
dengan cara :
1. Melakukan observasi atau pengamatan. Observasi dilakukan dengan melihat
dan mengamati langsung proses pembuatan baglog dan budidaya jamur tiram
putih yang dilakukan di Kumbung Jamur Bapak Ramadin. Observasi dibatasi
pada satu kumbung pemeliharaan dengan kapasitas 10.000 baglog. Hal tersebut
dilakukan agar hasil analisis yang dilakukan lebih akurat, karena jika data
berasal lebih dari satu kumbung maka akan terdapat perbedaan waktu tanam
pada setiap produksi. Data yang digunakan adalah data dari enam siklus
produksi agar dapat terlihat fluktuasi produktivitasnya. Perhitungan dan
analisis data menggunakan data per siklus produksi bukan data per bulan
karena ingin diketahui risiko produksi secara keseluruhan proses mulai dari
pembuatan media tanam sampai panen terakhir.
2. Melakukan wawancara dengan kepala produksi untuk mengetahui proses
pembuatan baglog, kegagalan pembuatan baglog, proses budidaya jamur tiram
putih, kendala yang dihadapi, dan sumber risiko produksi jamur tiram putih.
3. Melakukan wawancara dengan pemilik usaha untuk mengetahui perkembangan
usaha, jumlah input yang digunakan, jumlah panen, jumlah penjualan, harga
jamur per kilogram, jumlah baglog yang rusak, sumber risiko produksi,
penanganan risiko, dan pengelolaan sumber daya manusia sebagai tenaga kerja.
4.4. Metode Analisis Data
Data primer dan sekunder yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis
menggunakan metode analisis deskriptif dan analisis risiko. Data yang digunakan
untuk mengidentifikasi sumber risiko produksi budidaya jamur tiram putih adalah
data kualitatif hasil wawancara yang kemudian dianalisis menggunakan metode
deskriptif. Untuk mengetahui seberapa besar probabilitas dan dampak risiko
produksi budidaya jamur tiram putih digunakan data kuantitatif yang berasal dari
data produksi dan laporan keuangan, data tersebut kemudian diolah menggunakan
metode analisis risiko. Dalam menganalisis alternatif strategi mengatasi risiko
24
4.4.1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status
kelompok manusia, suatu sel kondisi, suatu sistem pemikiran maupun suatu
peristiwa pada masa sekarang. Tujuan analisis deskriptif adalah membuat
deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analisis ini dilakukan untuk
menganalisis faktor-faktor yang menjadi sumber risiko produksi dalam usaha
budidaya jamur tiram putih di Kumbung Bapak Ramadin.
4.4.2. Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko
Risiko dapat diukur jika diketahui kemungkinan terjadinya risiko dan
besarnya dampak risiko. Ukuran pertama dari risiko adalah besarnya
kemungkinan terjadinya yang mengacu pada seberapa besar probabilitas risiko
yang akan terjadi. Metode yang digunakan untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya risiko adalah metode nilai standar atau Z-score. Metode ini dapat digunakan apabila ada data historis dan berbentuk kontinus (desimal). Pada
penelitian ini yang akan dihitung adalah kemungkinan terjadinya risiko pada
kegiatan produksi budidaya jamur tiram putih. Data yang digunakan dalam
menghitung kemungkinan terjadinya sumber risiko adalah data kegagalan baglog
dalam 6 siklus produksi. Menurut Kountur (2006), langkah yang dilakukan untuk
melakukan perhitungan kemungkinan terjadinya risiko menggunakan metode ini
dan aplikasinya pada usaha budidaya jamur tiram putih adalah :
1. Menghitung rata-rata kejadian berisiko :
Dimana:
X = Nilai rata-rata dari kejadian berisiko
Xi = Nilai per siklus (5 bulan) dari kejadian berisiko
25 2. Menghitung nilai standar deviasi dari kejadian berisiko
Dimana:
S = Standar deviasi dari kejadian berisiko
Xi = Nilai per siklus (5 bulan) dari kejadian berisiko
X = Nilai rata-rata dari kejadian berisiko
n = Jumlah data (6 siklus)
3. Menghitung Z-score
Dimana:
Z = Nilai Z-score dari kejadian berisiko
Xi = Batas risiko yang dianggap masih dalam taraf normal (ditentukan
oleh pemilik usaha)
X = Nilai rata-rata kejadian berisiko
S = Standar deviasi dari kejadian berisiko
Jika hasil Z-score yang diperoleh bernilai negatif, maka nilai tersebut berada di sebelah kiri nilai rata-rata pada kurva distribusi normal dan sebaliknya jika nilai
Z-score positif, maka nilai tersebut berada di sebelah kanan kurva distribusi normal Z.
4. Nilai probabilitas terjadinya risiko produksi
Setelah nilai Z-score dari produksi jamur tiram putih diketahui, selanjutnya dapat dicari probabilitas terjadinya risiko produksi yang diperoleh dari tabel
distribusi Z (normal) sehingga diketahui persen kemungkinan terjadinya
keadaan dimana produksi jamur tiram mendatangkan kerugian.
4.4.3. Analisis Dampak Risiko
Metode yang sering digunakan untuk mengukur dampak risiko adalah VaR
26 Penggunaan VaR dalam mengukur dampak risiko hanya dapat dilakukan apabila
terdapat data historis sebelumnya. Analisis ini dilakukan untuk mengukur dampak
dari risiko pada kegiatan produksi jamur tiram putih pada kumbung jamur milik
Bapak Ramadin. Data yang digunakan dalam menganalisis kerugian yang
ditimbulkan adalah data penerimaan atau penjualan hasil panen jamur tiram putih
dalam enam siklus produksi yang diterima oleh Bapak Ramadin. Harga jual jamur
tiram putih terendah yang pernah diterima yaitu Rp. 8.000 dan harga jual tertinggi
yaitu Rp. 8.500. Data harga jual yang digunakan dalam perhitungan dampak
sumber risiko yaitu harga rata – rata sebesar Rp. 8.250. Kejadian yang dianggap
merugikan berupa penurunan produksi sebagai akibat dari terjadinya
sumber-sumber risiko. Menurut Kountur (2006), VaR dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
Dimana :
VaR = Dampak kerugian yang ditimbulkan oleh kejadian berisiko
X = Nilai rata-rata kerugian akibat kejadian berisiko
Z = Nilai z yang diambil dari tabel distribusi normal dengan alfa 5 persen
S = Standar deviasi kerugian akibat kejadian berisiko n = Banyaknya kejadian berisiko (6 siklus)
4.4.4. Pemetaan Risiko
Menurut Kountur (2006), sebelum melakukan penanganan pada risiko, hal
yang perlu dilakukan adalah membuat peta risiko. Peta risiko adalah gambaran
tentang posisi risiko pada suatu peta dari dua sumbu yaitu sumbu vertikal
menggambarkan probabilitas dan sumbu horizontal menggambarkan dampak.
27 Gambar 4. Peta Risiko
Sumber: Kountur (2008)
Sebelum melakukan pemetaan risiko, terlebih dahulu dianalisis status risiko
untuk mengetahui prioritas sumber risiko yang harus ditangani terlebih dahulu.
Status risiko diperoleh dari hasil perkalian probabilitas dan dampak. Probabilitas
atau kemungkinan terjadinya risiko dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
kemungkinan besar dan kemungkinan kecil. Demikian juga dampak risiko dapat
dibagi menjadi dua yaitu dampak besar dan dampak kecil. Batas antara
probabilitas atau kemungkinan besar dan kecilnya terjadinya risiko ditentukan
oleh manajemen, namun pada umumnya risiko-risiko yang probabilitas terjadinya
20 persen atau lebih besar dianggap sebagai kemungkinan besar, sedangkan di
bawah 20 persen dianggap sebagai kemungkinan kecil (Kountur, 2008).
4.4.5. Penanganan Risiko
Berdasarkan hasil pemetaan risiko pada peta risiko, maka selanjutnya dapat
ditetapkan strategi penanganan risiko yang sesuai. Terdapat dua strategi yang
dapat dilakukan untuk menangani risiko, yaitu :
1. Penghindaran Risiko (Preventif)
Strategi preventif dilakukan untuk risiko yang tergolong dalam probabilitas
risiko yang besar. Strategi preventif akan menangani risiko yang berada pada
kuadran 1 dan 2. Penanganan risiko dengan menggunakan strategi preventif, maka
risiko yang ada pada kuadran 1 akan bergeser ke kuadran 3 dan risiko yang berada
pada kuadran 2 akan bergeser kekuadran 4 (Kountur, 2008). Penanganan risiko
28
Gambar 5
.
Preventif RisikoSumber: Kountur (2008)
2. Mitigasi Risiko
Strategi mitigasi digunakan untuk meminimalkan dampak risiko yang
terjadi. Risiko yang berada pada kuadran dengan dampak yang besar diusahakan
dengan menggunakan strategi mitigasi dapat bergeser ke kuadran yang memiliki
dampak risiko yang kecil. Strategi mitigasi menangani risiko sehingga risiko yang
berada pada kuadran 2 bergeser ke kuadran 1 dan risiko yang berada pada kuadran
4 akan bergeser ke kuadran 3. Strategi mitigasi dapat dilakukan dengan metode
diversifikasi, penggabungan dan pengalihan risiko (Kountur,2008). Mitigasi risiko
dapat dilihat pada Gambar 6.
29
V. GAMBARAN UMUM USAHA
5.1. Profil UsahaKumbung jamur milik Bapak Ramadin berlokasi di Kampung Kukupu No.
39 RT. 01/06 Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Bapak
Ramadin Madani,SE berusia 44 tahun, memiliki satu orang istri dan empat orang
anak. Kegiatan usaha sudah berjalan selama empat tahun dimulai pada tahun
2008. Luas lahan yang dimiliki dan digunakan sebagai tempat usaha yaitu 6.000
m2 dengan status kepemilikan lahan yaitu milik sendiri. Biaya investasi yang
digunakan untuk usaha sebesar Rp. 1.000.000.000 bersumber dari milik pribadi.
Kegiatan usaha yang dilakukan yaitu pembuatan dan penjualan bibit jamur,
pembuatan dan penjualan baglog jamur, dan pembudidayaan jamur. Dalam waktu
dua minggu, bibit jamur F1 yang mampu dihasilkan sebanyak 50 botol dengan
harga jual Rp. 35.000 per botol. Dalam waktu satu minggu, bibit jamur F2 yang
mampu dihasilkan sebanyak 360 botol dengan harga jual Rp. 2.500 per botol.
Kegiatan produksi baglog dalam satu hari yaitu 3.000 baglog dengan harga jual
Rp. 2.000 per baglog. Harga jual jamur tiram putih segar yaitu Rp. 8.000 - Rp.
8.500 per kg.
Fasilitas yang dimiliki oleh Bapak Ramadin yaitu : 1) dua kumbung
inkubasi berukuran 6 m x 8 m dengan kapasitas masing – masing kumbung yaitu
10.000 baglog, 2) empat kumbung pemeliharaan atau budidaya berukuran 6 m x
8 m dengan kapasitas masing – masing kumbung yaitu 10.000 baglog, 3) satu
kumbung pemeliharaan bibit F2 dan F3, 4) satu buah steamer berkapasitas 3.000 baglog, 5) ruang penyimpanan bahan baku, 6) ruang pengomposan serbuk kayu,
7) ruang pendinginan baglog setelah disterilisasi, dan 8) ruang inokulasi bibit.
5.2. Kegiatan Produksi
Kumbung Jamur Bapak Ramadin melakukan kegiatan produksi mulai dari
pembuatan media tanam, sterilisasi, inokulasi, inkubasi, pemeliharaan, dan
pemanenan jamur tiram putih. Alur kegiatan produksi jamur tiram putih yang
30
Gambar 7. Alur Kegiatan Produksi Jamur Tiram Putih di Kumbung Jamur Bapak Ramadin
a. Media Tanam
Bahan baku pembuatan media tanam atau baglog di kumbung jamur Bapak
Ramadin adalah serbuk gergaji, tepung jagung, gipsum, dan molase. Serbuk
gergaji terlebih dahulu diproses, yaitu dengan melakukan pengomposan atau
fermentasi. Pengomposan dilakukan untuk menguraikan senyawa - senyawa di
media tanam agar mudah diserap. Cara pengomposan yaitu dengan membuat
tumpukan serbuk gergaji yang diatasnya ditaburi kapur. Proses pengomposan
akan memudahkan jamur menyerap nutrisi dari baglog. Media hasil pengomposan
kemudian dicampur dengan bahan lain. Media harus tercampur rata agar
pertumbuhan jamur tumbuh dengan baik. Formulasi media dapat dilihat pada
Tabel 8. Formulasi media tersebut dapat menghasilkan 2.000 baglog.
Tabel 8. Formulasi Media
Bahan Formula
Serbuk gergaji 2.000 kg
Tepung jagung 60 kg
Gipsum 20 kg
Molase 2 kg
Sumber : Pemilik Usaha (2012)
Pemeliharaan
Pemanenan jamur Inkubasi Inokulasi Pembuatan media tanam
31 Setelah tercampur rata media dimasukkan secara manual kedalam plastik
polipropilen berukuran 20 cm x 35 cm. Kondisi baglog harus padat agar bibit
yang ditanam dapat menjalar rata dan menampung nutrisi lebih banyak. Berat
baglog rata – rata adalah 1.200 – 1.500 kg atau dengan ketinggian 20 cm. Plastik
berisi media kemudian diikat menggunakan tali rapia dan siap untuk disterilisasi.
b. Sterilisasi
Sterilisasi bertujuan mematikan mikroba yang terdapat di dalam baglog.
Alat sterilisasi yang digunakan di kumbung jamur Bapak Ramadin berupa steamer
yang mampu menghasilkan uap bertekanan tinggi. Suhu sterilisasi atau
pemasakan yang ditetapkan yaitu 1000C dengan waktu 4 jam. Sumber bahan
bakar steamer berupa gas, untuk satu kali pemasakan membutuhkan 4 tabung gas yang berisi 12 kg. Kapasitas steamer untuk satu kali pemasakan yaitu 3.000 baglog.
c. Inokulasi
Baglog yang sudah disterilisasi kemudian didinginkan terlebih dahulu
sebelum dimasukkan bibit. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses inokulasi
adalah kebersihan, baik kebersihan alat, tempat, dan pekerja yang melakukan
inokulasi. Bahan dan alat yang digunakan adalah bibit F2, alkohol, kapas, spatula,
bunsen, dan korek api.
Kondisi ruangan inokulasi dan pekerja harus steril. Sebelum mulai bekerja,
pekerja di kumbung jamur Bapak Ramadin harus memastikan kondisi ruangan
dalam keadaan bersih. Selain itu, pekerja juga harus memakai pakaian yang bersih
dan memakai masker. Sebelum memulai inokulasi, pekerja harus menyemprotkan
alkohol pada kedua tangan dan baglog yang akan diinokulasi, setelah itu bunsen
dinyalakan. Terlebih dahulu mulut botol yang berisi bibit dipanaskan dengan api,
kemudian bibit dimasukkan kedalam baglog yang sudah dalam keadaan terbuka
menggunakan spatula, lalu baglog ditutup dengan kapas tepat diatas bibit dan
diikat kembali dengan tali rapia. Penutupan baglog bertujuan menciptakan kondisi
yang baik bagi pertumbuhan miselia jamur, karena miselia jamur tumbuh baik
32
dibuat terpisah dari ruang pemeliharaan atau budidaya. Kapasitas kumbung
inkubasi yaitu 10.000 baglog. Suhu yang dibutuhkan pada saat inkubasi yaitu 26 –
280C. Baglog yang sudah diinokulasi kemudian ditempatkan pada rak yang
terdapat dalam kumbung inkubasi. Inkubasi dilakukan selama kurang lebih 30
hari atau sampai seluruh media ditumbuhi miselia. Selama masa inkubasi, kondisi
kumbung dijaga agar tetap sejuk, lembab, dan bersih.
e. Pemeliharaan
Baglog yang seluruh bagiannya sudah ditumbuhi miselia dipindahkan ke
kumbung pemeliharaan atau budidaya. Baglog di kumbung jamur Bapak Ramadin
ditata dalam rak dengan posisi horizontal. Penutup baglog yang berupa kapas
dibuka. Satu minggu kemudian, bakal tubuh buah akan terbentuk. Pertumbuhan
tubuh buah ditandai dengan adanya bintik – bintik serat berwarna putih yang
semakin hari akan bertambah besar dan siap untuk dipanen. Suhu optimum pada
kumbung pemeliharaan yaitu 22 – 250C. Kondisi kumbung dijaga agar tetap
bersih, sejuk, dan lembab. Kelembaban dijaga dengan melakukan penyiraman 2 –
3 kali sehari. Perawatan dilakukan dengan penyiraman, membuka mulut baglog,
serta mengatasi baglog dari serangan hama dan penyakit.
f. Pemanenan
Pemanenan di kumbung jamur Bapak Ramadin dilakukan dengan cara
mencabut seluruh rumpun jamur yang ada baik berukuran besar maupun kecil
sampai ke akarnya untuk menghindari akar atau batang yang tertinggal. Panen
dilakukan setelah pertumbuhan jamur sudah cukup besar. Setelah pemanenan
maka baglog disiram dengan air agar tidak ada akar yang tertinggal atau pun hama
33 kondisi normal. Namun, pada kondisi musim hujan panen dilakukan pada siang
hari karena kandungan air pada jamur tiram putih di pagi hari masih tinggi,
sedangkan pada siang hari sudah mulai menurun. Kadar air yang tinggi akan
menyebabkan kualitas jamur tiram putih menurun karena umur simpannya akan
semakin pendek. Penanganan pascapanen yaitu dengan membersihkan kotoran
yang menempel pada bagian akar jamur menggunakan pisau atau gunting. Dengan
cara tersebut, umur simpan jamur akan lebih lama dan penampilannya lebih
menarik. Jamur yang telah dipanen kemudian dimasukkan kedalam plastik dengan
berat 5 kg per plastik.
5.3. Sumber Daya Manusia
Tenaga kerja yang dimiliki oleh Bapak Ramadin berjumlah 20 orang yang
terdiri dari 7 orang perempuan dan 13 orang laki – laki. Pekerja bekerja sesuai
dengan divisi masing – masing yaitu 8 orang di divisi produksi baglog, 4 orang di
divisi inokulasi, 3 orang di divisi pembuatan bibit F2 dan F3, dan 5 orang di divisi
pemeliharaan atau budidaya jamur tiram putih.
Divisi produksi baglog bertanggung jawab mulai dari penerimaan bahan
baku yang datang, penyimpanan, pengomposan, pengadukan, pengantongan,
pengukusan (sterilisasi), pendinginan, hingga baglog siap untuk diinokulasi bibit.
Divisi inokulasi bertanggung jawab melakukan inokulasi bibit jamur kedalam
baglog dengan kondisi pekerja dan ruangan steril. Divisi pembuatan bibit F2 dan
F3 bertanggung jawab dalam pembuatan bibit sesuai jumlah yang ditentukan oleh
pemilik usaha dalam setiap minggunya. Divisi pemeliharaan atau budidaya
bertanggung jawab mulai dari masa inkubasi baglog, panen, dan pasca panen atau
pengemasan jamur yang siap untuk dijual. Seluruh tenaga kerja merupakan tenaga
kerja tetap dengan sistem pemberian upah borongan yang dibayarkan pada setiap
minggu. Struktur organisasi di Kumbung Jamur Bapak Ramadin dapat dilihat
34
Gambar 8. Struktur Organisasi Kumbung Jamur Bapak Ramadin Pemilik Usaha
Divisi Produksi
Baglog
Divisi Inokulasi
Bibit
Divisi Pembuatan
Bibit F2 dan F3
Divisi Pemeliharaan atau Budidaya