• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelayakan Usaha dan Nilai Tambah Olahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Di Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kelayakan Usaha dan Nilai Tambah Olahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Di Bekasi"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

KELAYAKAN USAHADAN NILAI TAMBAH OLAHAN

JAMUR TIRAM PUTIH

(Pleurotus ostreatus)

DI BEKASI

SARAH PUTRI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul

“Kelayakan Usaha dan Nilai Tambah Olahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus

ostreatus) Di Bekasi”adalah benar karya sendiri dengan arahan pembimbing dan

belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

SARAH PUTRI. Kelayakan Usaha dan Nilai Tambah Olahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Di Bekasi.Dibimbing oleh RITA NURMALINA.

Bekasi sebagai salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki jumlah produksi jamur terendah.Faktor iklim dan temperatur di Bekasi tidak mendukung untuk produksi jamur.Meskipun demikian, hal itu tidak membuat pengusaha jamur patah semangat dalam membudidayakan jamur tiram putih di Bekasi.Salah satu pengusaha jamur tiram putih di Bekasi adalah CV. Megah Makmur Sentosa.CV. Megah Makmur Sentosa berencana untuk mengembangkan usaha jamur tiram putih melalui pembangunan kumbung baru berkapasitas besar untuk memaksimalkan produksi di daerah Bekasi.Studi kelayakan bisnis diperlukan guna menganalisis rencana usaha jamur tiram putih.Aspek utama di dalam kelayakan adalah aspek non finansial dan aspek finansial.Aspek non finansial terdiri dari aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, sosial, ekonomi, dan lingkungan.Analisis juga dilakukan pada perubahan yang terjadi di sekitar bisnis dengan menggunakan analisis switching value.Switching value digunakan untuk menganalisis perubahan maximum dari biaya dan manfaat. Lebih dari itu, analisis nilai tambah adalah alat analisis lain yang digunakan dalam menghitung produksi jamur tiram putih. Hasil analisis akan menunjukkan kelayakan investasi dalam pelaksanaan bisnis jamur tiram putih. Hasil analisis menunjukkan bahwa, nilai NPV yang diperoleh sebesar Rp 170.590.527,00, nilai IRR sebesar 59,60 persen, Net B/C sebesar 2,50 dan DPP selama 4,44 tahun. Sedangkan pada analisis sensitivitas melalui metode switching value diperoleh batas maksimal penurunan jumlah output sebesar 15,85 persen penurunan harga jamur tiram sebesar 18,28 persen, dan kenaikan biaya gas LPG sebesar 589, 66 persen. Hasil analisis menunjukkan bahwa usaha jamur tiram putih peka terhadap perubahan output dan harga jual jamur namun tidak peka terhadap perubahan biaya gas LPG. Analisis nilai tambah yang dilakukan pada kedua produk olahan jamur tiram menunjukkan bahwa pengolahan nugget jamur memiliki nilai tambah sebesar Rp 54.295,00 per kilogram sedangkan pengolahan jamur crispy memiliki nilai tambah sebesar Rp 25.545,00 per kilogram. Hal ini menunjukkan bahwa produk nugget jamur memiliki nilai tambah yang lebih besar dibandingkan produk jamur crispy.

Kata kunci : jamur tiram putih, studi kelayakan, arus kas, switching value, nilai tambah.

ABSTRACT

SARAH PUTRI. Feasibility Business and Value Added White Oyster Mushroom (Pleurotus ostreatus) in Bekasi.Supervised by RITA NURMALINA.

(5)

maximazing production capacity in a area in Bekasi. Feasibility study needs to analize a oyster mushroom bussiness. The main aspects in feasibility are non-financial aspect and non-financial aspect. Non-non-financial aspect are market, technical,

management, legal, social, economy and enviromental. It’s also analyze many

changes around bussiness using switching value. Switching value was used to analyze maximum changes in cost and benefit. More over, value added was another analysis tool that calculated the oyster mushroom product. The results will show feasible of investment to implement the oyster mushroom business. The results of the financial analysis showed, the NPV value is Rp 170.590.527, IRR value is 59,60 percent, Net B/C value is 2,50 and discounted payback periodfor 4,44 years. While the analysis of the sensitivity with using switching value method obtained the maximum limit of output reduction is 15,85 percent, maximum limit of oyster mushrooms price reduction is 18, 28 percent, and the increase ofgas LPG cost is 589, 66 percent. Results of analysis showed that business of white oyster mushrooms are sensitive in changes of output and price of white oyster mushroom but is not sensitive in changes of LPG gas cost. Value-added analysis on these two products of process white oyster mushroom as nugget and crispy mushroom showed that the value addedof nugget is Rp 54.295 per kilogram while value added of crispy mushroom is Rp 25.545 per kilogram. This was showed that nugget product has a value added larger than crispy mushroom products.

(6)
(7)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Pada

Departemen Agribisnis

KELAYAKAN USAHADAN NILAI TAMBAH OLAHAN

JAMUR TIRAM PUTIH

(Pleurotus ostreatus)

DI BEKASI

SARAH PUTRI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Kelayakan Usaha dan Nilai Tambah Olahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Di Bekasi

Nama : Sarah Putri

NIM : H34090104

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Rita Nurmalina,MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang telah senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis terutama dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Kelayakan Usaha dan Nilai Tambah

Olahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Di Bekasi”.Penulis

menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Ir Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama dan Ir Joko Purwono, MS selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan Departemen Agribisnis yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji serta memberikan kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Ibu ProfDr Ir Rita Nurmalina, MS selaku dosen pembimbing akademik serta seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis FEM IPB.

Penghargaan penulis sampaikan kepada Keluarga Bapak Paryanto selaku pemilik CV. Megah Makmur Sentosa, Bapak Marno, Bapak Elang, Bapak Anggit, dan Ibu Yekti, Ibu Egiz atas arahan dan bantuan yang telah diberikan selama penulis mengumpulkan data di lokasi penelitian.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayahanda Hartono Hadiwardojo dan Ibunda Yoel Fattah, ketiga saudara tersayang (Muhammad Irfan SKomdan Rizky Fajar SE serta adik Nailan Fadhly) atas kasih sayang, motivasi, semangat serta doanya demi kelancaran dan kesuksesan penulis. Akhmad Aksanul Takwin AMd sebagai motivator terbaik yang telah memberikan dukungan dan semangat selama proses penyusunan skripsi. Sahabat terbaik sejak TPB hingga sekarang yaitu Hanifatun Nufusia, Evi Astuti, Lita Hidayati, Fitri Agustina, Sara Aisya Safira, Arido Yugovelman, Karim Mustofa, Sobandi Wiguna, Dina Rosyidha atas kekeluargaan, keceriaan dan dukungan yang diberikan.Terimakasih dan tetap semangat kepada Teman-teman Agribisnis 46.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 8

Ruang Lingkup Penelitian 8

TINJAUAN PUSTAKA 8

Gambaran Umum Jamur di Indonesia 8

Jamur Tiram 9

Sarana Produksi jamur Tiram 10

Budidaya Jamur Tiram 12

Penelitian Terdahulu 13

KERANGKA PEMIKIRAN 17

Kerangka Pemikiran Teoritis 17

Teori Manfaat dan Biaya 17

Studi Kelayakan Bisnis 18

Aspek-Aspek Studi Kelayakan Bisnis 19

Analisis Sensitivitas 23

Konsep Nilai Tambah 23

Kerangka Pemikiran Operasional 24

METODE PENELITIAN 27

Lokasi dan Waktu Penelitian 27

Jenis dan Sumber Data 27

Metode Penentuan Responden 27

Metode Pengolahan Data dan Analisis Data 28

Definisi Operasional 32

Asumsi Dasar yang Digunakan 34

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 34

Sejarah Singkat Perusahaan 34

Produksi 36

Pemasaran 37

Manajemen 38

HASIL DAN PEMBAHASAN 39

Analisis Aspek Non Finansial 39

Aspek Pasar 39

Potensi Pasar 40

Pemasaran 42

Perkiraan penjualan 45

Hasil Analisis Aspek Pasar 46

Aspek Teknis 47

(12)

Skala Usaha 48

Penentuan Kapasitas Produksi 49

Layout 50

Pemilihan Jenis Teknologi dan Peralatan 54

Proses Produksi 55

Hasil Analisis Aspek teknis 59

Aspek Manajemen 59

Struktur Organisasi 59

Manajemen 60

Hasil Analisis Aspek Manajemen 61

Aspek Hukum 61

Bentuk Badan Usaha 61

Izin Usaha 62

Hasil Analisis Aspek Hukum 62

Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan 62 Hasil Analisis Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan 63

Analisis Aspek Finansial 63

Arus Penerimaan (Inflow) 63

Arus Pengeluaran (Outflow) 67

Biaya Investasi 67

Biaya Reinvestasi 72

Biaya Operasional 72

Pajak Penghasilan 80

Analisis Laba Rugi 81

Analisis Kelayakan Finansial 82

Analisis Switching Value 83

Hasil Analisis Aspek Finansial 85

Analisis Nilai Tambah 85

SIMPULAN DAN SARAN 89

Simpulan 89

Saran 90

DAFTAR PUSTAKA 90

LAMPIRAN 93

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan kandungan gizi jamur dengan bahan makanan

lain (dalam persen) 1

2 Kandungan asam amino esensial (gram per 100 gram protein) 2 3 Perkembangan jumlah pelaku usaha dan penyerapan tenaga

kerja menurut skala usaha tahun 2009-2010 3 4 Produksi jamur tahun 2007-2011 menurut kabupaten dan kota

di Jawa Barat 4

5 Prosedur analisis nilai tambah metode hayami 32 6 Data jumlah penduduk yang bekerja di sektor perdagangan, hotel

(13)

tiram putih CV. Megah Makmur Sentosa per hari 41 8 Perkembangan produksi jamur di Bekasi tahun 2007-2012 45 9 Perhitungan proyeksi perkembangan jamur di Bekasi 46 10 Jumlah produksi dan nilai penjualan CV.Megah

Makmur Sentosa 66

11 Nilai sisa pembangunan kumbung baru CV.Megah

Makmur Sentosa 67

12 Biaya pembangunan kumbung ukuran 24x15 meter pada

CV. Megah Makmur Sentosa 67

13 Biaya pembangunan kumbung ukuran 8x10,5 meter pada

CV. Megah Makmur Sentosa 68

14 Biaya pembangunan tempat produksi ukuran 28x4 meter

pada CV. Megah Makmur Sentosa 68

15 Biaya pembangunan saung karyawan ukuran 5x5 meter

pada CV. Megah Makmur Sentosa 69

16 Biaya investasi usaha jamur tiram putih CV.Megah

Makmur Sentosa 71

17 Biaya reinvestasi CV. Megah Makmur Sentosa 72 18 Rincian gaji karyawan CV. Megah Makmur Sentosa 73 19 Biaya tetap usaha jamur tiram putih CV. Megah Makmur Sentosa 74

20 Biaya variabel CV.Megah Makmur Sentosa 80

21 Pajak penghasilan CV.Megah Makmur Sentosa (dalam Rp) 81 22 Laba bersih usaha jamur tiram putih CV.Megah Makmur Sentosa 81 23 Rekapitulasi hasil analisis finansial CV.Megah Makmur Sentosa 82 24 Hasil analisis switching value CV.Megah Makmur Sentosa 83 25 Perhitungan nilai tambah pengolahan jamur crispy dan

nugget jamurdalam satu kali proses produksi 87

DAFTAR GAMBAR

1 Proporsi kontribusi UMKM dan usaha besar terhadap PDB

Nasional2009-2010 3

2 Alur kerangka pemikiran operasional kelayakan usaha dan

nilai tambah olahan jamur tiram putih 25

3 Hubungan antara NPV dan IRR 30

4 Saluran pemasaran jamur CV.Megah Makmur Sentosa 38 5 Alur distribusi langsung produk jamur tiram 44 6 Alur distribusi langsung produk bibit dan baglog 44 7 Alur distribusi tidak langsung CV. Megah Makmur Sentosa 44 8 Rencana kondisi rak dan penaruhan baglog pada kumbung 51

9 Rencana layout kumbung 30.000 baglog 52

10 Rencana layout kumbung ukuran 8x10,5 meter 52

11 Rencana layout bangunan produksi 53

12 Rencana layout saung karyawan 54

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Produksi jamur tiram segar CV. Megah Makmur Sentosa pada

tahun 2012 93

2 Resume produksi jamur tiram segar CV. Megah Makmur Sentosa

pada tahun 2012 94

3 Hasil produksi jamur tiram segar CV. Megah Makmur Sentosa

pada tahun 2012 94

4 Layout lokasi usaha 95

5 Siklus produksi jamur tiram putih CV. Megah Makmur Sentosa 96 6 Produksi jamur menurut kabupaten dan kota di Jawa Barat

tahun 2007-2012 101

7 Laba rugi usaha jamur tiram putih pada CV. Megah

Makmur Sentosa 102

8 Cashflow usaha jamur tiram putih pada CV. Megah

Makmur Sentosa 103

9 Analisis switching value (penurunan jumlah output (jamur tiram,

baglog, dan bibit) sebesar 15,85 %) 104

10 Analisis switching value (penurunan harga output jamur tiram

sebesar 18,28 %) 105

(15)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Sektor pertanian berperan penting dalam menggerakkan roda perekonomian bangsa. Komoditas hortikultura merupakan salah satu produk yang berperan dalam menempati posisi penting untuk dikembangkan. Salah satu produk komoditas hortikultura ialah sayuran. Sayuran sebagai salah satu komoditas hortikultura yang unggul, kebutuhannya kini semakin meningkat hal itu seiring perkembangan jumlah penduduk dan teknologi yang juga semakin berkembang pesat. Pengetahuan yang semakin berkembang membawa penduduk untuk mengetahui lebih luas akan manfaat pemenuhan gizi yang seimbang. Hal itu juga berdampak pada sikap penduduk yang semakin selektif dalam memilah-milah makanan guna pemenuhan gizi yang seimbang.

Jamur merupakan salah satu produk hortikultura yang dapat dibudidayakan dengan mudah. Menurut H.M Kudrat Slamet, Ketua Umum Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia (MAJI), jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus), merupakan salah satu jenis jamur yang diminati konsumen, disamping jenis jamur lainnya seperti jamur merang, jamur kuping, champignon dan shiitake. Proses budidaya jamur tiram relatif mudah dilakukan, dimana proses budidaya sehingga menghasilkan jamur tiram segar hanya memerlukan kumbung dan bibit jamur yang tersedia dalam bentuk baglog. Ketika dalam proses budidaya, jamur tiram termasuk salah satu jamur dengan resiko gagal panen yang sangat kecil karena faktor hama penyakit. Selain itu, kandungan gizi jamur tiram lebih kaya dan lebih lengkap dibandingkan nutrisi komoditas sayuran yang lain (Tabel 1).

Tabel 1 Perbandingan kandungan gizi jamur dengan bahan makanan lain (Dalam Persen)a

Bahan makanan Protein Lemak Karbohidrat

Jamur merang 1,8 0,3 4,0

Jamur tiram 27,0 1,6 58,0

Jamur kuping 8,4 0,5 82,8

Bayam - 2,2 1,7

Kentang 2,0 - 20,9

Kubis 1,5 0,1 4,2

Seledri - 1,3 0,2

Buncis - 2,4 0,2

Daging sapi 21,0 5,5 0,5

a

Sumber : Nurjayadi dan Martawijaya 2010

(16)

Kandungan nutrisi jamur tiram yang lengkap dapat dilihat berdasarkan kandungan asam amino yang terdapat pada jamur tiram. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa jamur tiram memiliki kandungan asam amino yang tinggi. Kandungan asam amino dari jamur tiram hampir setara dengan kandungan asam amino pada telur ayam. Pada dasarnya, asam amino merupakan senyawa penyusun protein, yang mana kandungan asam amino merupakan bahan dasar penyusun tubuh manusia dan hewan (Ardiasyah 2006). Dengan kandungan asam amino yang tinggi, jamur tiram dapat digunakan sebagai makanan dengan sumber protein nabati yang sangat dianjurkan.

Tabel 2 Kandungan asam amino esensial (gram per 100 gram protein)a

Asam amino Jenis Jamur Telur ayam

Kancing Shiitake Tiram Putih Merang

Leusin 7,5 7,9 7,5 4,5 8,8

Isoleusin 4,5 4,9 5,2 3,4 6,6

Valin 2,5 3,7 6,9 5,4 7,3

Triptopan 2 - 1,1 1,5 1,6

Lisin 9,1 3,9 9,9 7,1 6,4

Treonin 5,5 5,9 6,1 3,5 5,1

Fenilalanin 4,2 5,9 3,5 2,6 5,8

Metionin 0,9 1,9 3 1,1 3,1

Histiadin 2,7 1,9 2,8 3,8 2,4

Total 38,9 36 46 32,9 47,1

a

Sumber : Nurjayadi dan Martawijaya 2010

Usaha budidaya jamur tergolong usaha industri kecil dan rumah tangga atau biasa disebut Usaha Kecil Menegah (UKM). Sebagai bagian dari agroindustri rumah tangga, budidaya jamur berperan penting dalam perekonomian negara. Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Kecil Menengah berperan dalam meningkatkan pendapatan para pelaku usaha, menyerap tenaga kerja, meningkatkan perolehan devisa, dan mendorong munculnya industri yang lain (Soekartawi 2000). Tabel 3 menunjukkan banyaknya usaha dan tenaga kerja yang terserap oleh industri kecil dan kerajinan rumah tangga.

Tabel 3 menunjukkan bahwa UKM merupakan usaha yang cukup besar yang berkembang di Indonesia dengan perkembangan sebesar 3,43 persen dari tahun 2009 ke tahun 2010 yakni dengan jumlah usaha sebanyak 52.764.603 meningkat menjadi 53.823.732 pada tahun 2010. Selain itu, tenaga kerja yang terserap pada UKM juga merupakan tenaga kerja dengan jumlah yang besar, yakni sebesar 99.401.775 pekerja dengan peningkatan jumlah pekerja sebesar 3,32 persen dari tahun 2009 ke tahun 2010. Adapun jumlah pelaku UKM pada tahun 2012 diprediksi mencapai 4.479.132 unit. Estimasi pertumbuhan pelaku usaha tersebut mencerminkan bahwa setiap pertumbuhan 1 persen PDB akan menciptakan 42.797 pelaku usaha baru di Indonesia.1 Besarnya jumlah UKM di Indonesia membuat usaha ini berkontribusi cukup besar dalam menghasilkan

1

(17)

Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional, Adapun besarnya kontribusi UMKM terhadap PDB Nasional terlihat pada Gambar 1.

Tabel 3 Perkembangan jumlah pelaku usaha dan penyerapan tenaga kerja menurut skala usaha tahun 2009-2010 a

No. Skala Usaha

Jumlah Pelaku Usaha (usaha)

(%) Jumlah Tenaga Kerja (orang)

(%) 2009 2010 2009 2010

1. Usaha Mikro

52.176.795 53.207.500 1,98 90.012.694 93.014.759 3,34 2. Usaha

Kecil

546.675 573.601 4,93 3.521.073 3.627.164 3,01 3. Usaha

Menengah

41.133 42.631 3,64 2.677.565 2.759.852 3,07 Usaha Kecil dan

Menengah (UKM)

52.764.603 53.823.732 2,01 96.211.332 99.401.775 3,32 4. Usaha

Besar

4.677 4.838 3,43 2.674.671 2.839.711 6,17 JUMLAH 52.769.280 53.828.569 2,01 98.886.003 102.241.486 3,39

a

Sumber : Departemen Koperasi 2010

Gambar 1 Proporsi kontribusi UMKM dan usaha besar terhadap PDB Nasional 2009-2010.2

Sumber : Departemen Koperasi, 2010 (Diolah)

Berdasarkan gambar 1 dapat dinyatakan bahwa terdapat kontribusi yang cukup besar dari sektor Usaha Kecil Menengah terhadap perekonomian negara

2

(18)

khusunya peningkatan PDB Nasional. Dengan total persentase sebesar 56,53 persen pada tahun 2009 kemudian meningkat menjadi 57,12 persen di tahun 2010 yaitu dengan sumbangan sebesar Rp 3.466.393,3 milyar dari total PDB Nasional. Hal itu menunjukkan bahwa Usaha Kecil Menengah (UKM) memiliki peranan yang penting dalam perekonomian nasional sekaligus memperkuat stabilitas nasional. Salah satu UKM di bidang pertanian yang kini perkembangannya mulai dirasakan manfaatnya adalah budidaya jamur.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra dan kawasan yang potensial untuk pengembangan dan produksi jamur. Beberapa daerah yang dikembangakan untuk budidaya jamur di Jawa Barat, antara lain Kabupaten Karawang, Bogor, Subang, Sukabumi, Bandung Barat, Indramayu, dan Bekasi (Tabel 4). Terlihat pada Tabel 4 bahwa Kabupaten Bekasi termasuk pada daerah penghasil jamur terendah bila dibandingkan daerah lain pada Provinsi Jawa Barat, yakni dengan produksi jamur pada tahun 2011 sebesar 91.365 kg per periode produksi. Namun, dengan memiliki rata-rata tingkat produksi jamur yang semakin meningkat, menunjukkan Kabupaten Bekasi masih tergolong potensial untuk pengembangan produksi jamur, hal itu juga dihubungkan dengan permintaan jamur di daerah Bekasi yang semakin meningkat.

Tabel 4 Produksi jamur tahun 2007-2011 menurut kabupaten dan kota di Jawa Barata

3. Karawang 46.145 3.811.559 1.851.128 7.304.916 18.377.013 4. Bandung Barat 0 390.401 1.004.884 4.418.284 7.860.090 5. Subang 2.719 348.100 679.911 4.663.867 2.269.471 6. Indramayu 2.914 27.775 57.657 57.413 127.160 7. Bekasi 25.157 35.239 161.620 122.624 91.365 a

Sumber : Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, 2012 (Diolah) ; b

Satuan dalam Kilogram

Menurut pemaparan pengusaha jamur di Bekasi yaitu pemilik CV. Megah Makmur Sentosa, salah satu faktor penyebab kurangnya produksi jamur di Bekasi adalah iklim yang tidak mendukung untuk pertumbuhan jamur yang optimal. Meskipun demikian, dengan banyaknya permintaan jamur di Daerah Bekasi, usaha budidaya jamur tiram akan tetap memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan. Kecamatan Bantar Gebang merupakan salah satu kecamatan penghasil jamur di daerah Bekasi. Jamur yang diusahakan adalah jenis jamur tiram putih. Pasokan jamur tiram segar terbesar di Bekasi berasal dari budidaya yang di lakukan oleh para petani jamur di Kecamatan Bantar Gebang, salah satunya yaitu CV. Megah Makmur Sentosa yang merupakan salah satu produsen jamur tiram putih yang berada di Kecamatan Bantar Gebang, Kabupaten Bekasi.

(19)

CV. Megah Makmur Sentosa adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pengusahaan jamur tiram putih. Pengusahaan jamur tiram putih berkisar pada kegiatan pengomposan, pembibitan, pengadukan, penanaman, pemeliharaan dan pengendalian OPT, pemanenan jamur tiram serta penjualan produk jamur tiram segar dan bibit jamur ke pengumpul pasar setempat dan konsumen langsung disekitar perusahaan. Menurut paparan pemilik, di Bekasi, prospek budidaya jamur tiram putih sangat baik, hal itu terlihat dari hasil produksi jamur tiram segar yang selalu habis terserap pasar. Bahkan, dalam perjalanan pendistribusian produk jamur tiram segar ke pengumpul pasar, produk jamur tiram cepat habis terjual kepada masyarakat sekitar. Hal itu menunjukkan produk jamur yang dihasilkan tidak dapat memenuhi seluruh permintaan jamur tiram dari hasil produksi yang dilakukan.

Permintaan jamur tiram segar pada CV. Megah Makmur Sentosa saat ini berasal dari beberapa warung, pedagang dan pengumpul pasar di wilayah Bekasi. Permintaan jamur tiram putih masih relatif besar, hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan permintaan dari pengepul, pedagang pasar, maupun rumah makan serta katering. Produk jamur yang didistribusikan kepada konsumen melalui pedagang pasar selalu habis terjual, begitupun permintaan dari penduduk sekitar yang menunjukkan minat yang tinggi terhadap produk jamur. Dengan kapasitas produksi saat ini adalah 5.500 kilogram per periode atau berkisar 30 kilogram per hari, sedangkan permintaan distributor mencapai 331 kilogram per hari, menunjukkan pemenuhan permintaan jamur hanya mampu dipenuhi sebesar 9,06 persen.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan pemilik perusahaan, terdapat rencana untuk meningkatkan jumlah produksi jamur untuk memenuhi permintaan pasar dengan cara pembuatan kumbung baru di Desa Nyosog, Bekasi. Pemilihan lokasi kumbung yang akan dibuat merupakan suatu alternatif yang harus dipilih secara matang. Perencanaan usaha yang akan dilakukan adalah dengan membangun sebuah bangunan kumbung baru dengan kapasitas kumbung sebesar 30.000 baglog. Hal itu diupayakan dapat memaksimalkan kapasitas jamur yang dihasilkan dari budidaya. Upaya peningkatan skala usaha yang dilakukan meliputi pembuatan kumbung baru sebagai tempat pemeliharaan jamur, tempat produksi dan pembelian peralatan serta perlengkapan usaha. Hal itu menuntut perusahaan memerlukan investasi berupa sewa lahan untuk pembuatan kumbung berukuran 24x15m2, ruang inkubasi baglog yang di upayakan untuk penjualan baglog, tempat produksi, serta saung sebagai tempat istirahat karyawan. Rencana pembuatan kumbung baru dengan kapasitas 30.000 baglog merupakan suatu perencanaan usaha atas dasar pengembangan dari usaha yang telah dilakukan. Upaya perluasan skala usaha yang akan dilakukan yang diharapkan dapat memenuhi permintaan pasar yang belum bisa terpenuhi.

(20)

mendiversifikasi olahan produk, yang mana usaha pengolahan jamur tiram merupakan salah satu cara peningkatan nilai tambah yang akan diikuti dengan peningkatan pendapatan.

Pengolahan jamur tiram yang biasa sering ditemukan diantaranya adalah pengolahan jamur tiram menjadi jamur crispy dan nugget jamur. Proses pengolahan jamur tiram tergolong mudah untuk dilakukan, yaitu dengan mencampurkan bumbu-bumbu dan adonan untuk kemudian digoreng atau dipanggang hingga menjadi crispy dan nugget. Input yang digunakan cukup berupa jamur tiram putih segar yang dihasilkan dari produksi oleh perusahaan. Usaha pengolahan jamur tiram ini cukup potensial untuk dikembangkan dengan pemasaran dapat dilakukan ke berbagai kalangan.

Rencana pembangunan kumbung baru yang akan dilakukan tidak terlepas dari biaya yang harus dikeluarkan serta membutuhkan analisis keuangan yang tepat. Kebutuhan pendanaan yang tidak sedikit membuat studi kelayakan sangat penting untuk dilakukan. Kelayakan usaha baik dari sisi finansial maupun non finansial akan membuka peluang bagi pemilik untuk memperluas jangkauan pemasarannya.

Analisis kelayakan usaha budidaya jamur tiram putih dilakukan dari berbagai aspek yang akan di kaji, di antaranya aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek ekonomi, aspek lingkungan serta aspek pasar. Selanjutnya dilakukan analisis finansial untuk mengetahui kelayakan usaha jamur tiram putih pada CV. Megah Makmur Sentosa.

Pada berbagai situasi dan kondisi kehidupan, terdapat beberapa ketidakpastian, hal itu juga terjadi pada sektor pertanian. Ketidakpastian memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan yang berkaitan dengan usaha yang akan dilakukan. Untuk itu diperlukan analisis sensitivitas untuk menilai apa yang akan terjadi dengan analisis kelayakan usaha apabila terjadi perubahan dalam perhitungan biaya atau manfaat. Perubahan tersebut antara lain penurunan produksi jamur tiram, baglog dan bibit jamur, kenaikan harga gas LPG, serta penurunan harga jual jamur tiram. Penurunan jumlah produksi berkaitan dengan sejauh mana batas produksi yang masih dapat ditolerir sehingga perusahaan memperoleh manfaat dari usaha yang dilakukan. Penurunan harga produk jamur tiram berkaitan dengan struktur persaingan pasar sempurna yang mana tidak menutup kemungkinan bagi setiap pelaku usaha berkesempatan mengambil peluang untuk memasuki usaha ini. Penurunan harga jamur tiram akan terjadi ketika semakin banyak pesaing yang masuk. Gas LPG merupakan biaya variabel terbesar yang harus dikeluarkan dalam produksi. Harga gas LPG yang cenderung berubah-ubah dipengaruhi oleh penguasaan gas LPG oleh pemerintah sebagai sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Sehingga tidak menutup kemungkinan bagi pemerintah untuk menaikan harga gas LPG.

(21)

2004). 3 Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah daya tahan jamur yang rendah terhadap kerusakan, maka perlu dilakukan pengolahan segera setelah dipanen. Analisis nilai tambah perlu dilakukan untuk mengetahui besarnya nilai tambah yang diperoleh pada produk olahan jamur tiram putih yakni jamur crispy dan nugget jamur.

Dari beberapa masalah yang dihadapi oleh CV. Megah Makmur Sentosa sebagaimana penulis sampaikan sebelumnya, penulis melakukan penelitian untuk mencari jawaban atas masalah-masalah :

1. Bagaimana kelayakan usaha jamur tiram putih dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan aspek lingkungan ?

2. Bagaimana kelayakan finansial rencana usaha budidaya jamur tiram putih? 3. Bagaimana tingkat kepekaan usaha budidaya jamur tiram terhadap penurunan

jumlah output (baglog, bibit, dan jamur tiram segar), penurunan harga produk jamur tiram putih dan kenaikan harga gas LPG ?

4. Seberapa besar nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan jamur tiram putih menjadi jamur crispy dan nugget jamur pada home industry pengolahan jamur?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis kelayakan usaha jamur tiram putih CV. Megah Makmur Sentosa dilihat dari aspek non finansial (aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek ekonomi, aspek lingkungan).

2. Menganalisis kelayakan usaha jamur tiram putih CV. Megah Makmur Sentosa dilihat dari aspek finansial.

3. Menganalisis sensitivitas usaha jamur tiram putih CV. Megah Makmur Sentosa apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya.

4. Menganalisis nilai tambah yang dapat dihasilkan dengan adanya usaha pengolahan jamur tiram putih menjadi jamur crispy dan nugget jamur.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi CV. Megah Makmur Sentosa untuk dijadikan bahan pertimbangan atau masukkan dalam membuat rencana usaha selanjutnya. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada investor yang berniat melakukan usaha budidaya jamur tiram putih dan dapat dimanfaatkan sebagai informasi bagi penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

3 Suprihana, Sumaryati E, dan Ekayanti R. 2009. Substitusi Jamur Tiram Putih Untuk Peningkatan Sifat Fisik dan Kimia

(22)

Ruang lingkup penelitian ini adalah mengkaji usaha produksi jamur tiram putih CV. Megah Makmur Sentosa. Analisis yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah analisis kelayakan bisnis dan analisis nilai tambah (value added). Analisis kelayakan bisnis mengkaji dua aspek, yakni aspek non finansial dan aspek finansial. Aspek non finansial terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek hukum, aspek manajemen, serta aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Selain itu, sensitivitas melalui pendekatan switching value terhadap penurunan harga produk jamur tiram segar dan kenaikan harga gas LPG. Analisis nilai tambah mengacu pada metode Hayami, yaitu terhadap hasil olahan jamur tiram menjadi jamur crispy dan nugget jamur yang akan diukur nilai tambah dari produk olahan yang dihasilkan.

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian dengan topik kelayakan usaha dan nilai tambah olahan serta penelitian yang membahas komoditi jamur bukanlah suatu hal yang baru. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan referensi dan pedoman dari beberapa sumber, salah satunya laporan penelitian terdahulu. Referensi yang digunakan berasal dari jurnal, artikel ilmiah laporan penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi. Berdasarkan referensi yang telah dibahas maka akan diperoleh kesimpulan atas beberapa konsep yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini.

Gambaran Umum jamur di Indonesia

Jamur adalah tumbuhan yang menghasilkan spora, selnya memiliki inti sejati, di dalam sel nya tidak terdapat klorofil. Tubuh jamur tersusun dari gabungan benang hifa. Kumpulan benang hifa berwarna putih disebut misselium dan kumpulan misselium yang menggumpal akan membentuk primordium yang merupakan awal dari pembentukkan badan buah jamur.

Jamur tergolong ke dalam organisme heterotrof yang mana tidak mampu melakukan sintesis kebutuhan hidup sendiri layaknya tumbuhan berhijau daun. Oleh karena itu, kehidupan jamur bergantung pada organisme lain. Jamur juga digolongkan sebagai organisme saprofit yang hidup pada material organik yang telah mati. Tempat tumbuhnya di tanah ataupun pada kayu yang telah mulai lapuk. Sampai saat ini, jamur telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan obat (Tim Redaksi Agromedia, 2005). Selain itu, ada beberapa jamur yang beracun sehingga mengakibatkan keracunan sampai meninggal pada manusia.

(23)

parasit tanaman utama, seperti Phytopthora infestans yang terdapat pada tanaman kentang, Sclerospora mayoris yang menyebabkan penyakit bulai pada tanaman jagung, serta penyakit ikan yang terdapat di kolam-kolam. Pada divisi Eumycotina, terdiri atas jamur-jamur sejati. Pengklasifikasian jamur ini dengan pembagian pada empat kelas utama, yakni kelas Chytridiomycetes contohnya Synchytrium psopocarpi yang menyerang daun dan buah kecapir. Kelas Zygomycetes contohnya jamur tempe Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae, kelas Ascomycetes contohnya jamur jelaga yang menyebabkan warna hitam pada daun puluhan jenis tanaman, kelas Basidiomycetes contohnya jamur kuping, jamur merang, dan jamur busut yang enak di malan (Rifai, 1989)

Perkembangan Pembudidayaan Jamur di Indonesia

Prospek pengusahaan jamur kayu di Indonesia cukup cerah, karena kondisi alam dan lingkungan Indonesia sangat cocok untuk budidaya jamur, susbstrat atau log tanam jamur kayu cukup berlimpah, dan bibit unggul jamur sudah tersedia. Tenaga terampil untuk budidaya juga dapat dilatih dalam waktu cepat serta pasar yang cukup luas.

Banyak daerah yang potensial untuk bidang hortikultura juga berpotensi untuk agrobisnis penjamuran, khusunya jamur kayu seperti jamur tiram, jamur kuping, jamur shiitake, bahkan untuk jamur maitake dan jamur ling-zhi yang merupakan jamur berkhasiat obat.

Suriawiria (2001) menyampaikan bahwa banyak alasan yang mendukung perkembangan jamur di Indonesia berlangsung pesat, diantaranya : (1) Lahan yang dibutuhkan untuk budidaya jamur tidak luas, (2) Bahan baku yang digunakan untuk penanaman jamur biasanya sederhana dan murah yang mana dapat menekan biaya produksi, seperti serbuk gergajian kayu, bekatul, serpihan kayu. (3) Waktu antara tanam bibit hingga pemanenan yang singkat. (4) Harga jual jamur kayu sangat tinggi. (5) Jamur kayu memiliki nilai gizi tinggi untuk kesehatan dan kebugaran. Contohnya pada jamur shiitake untuk penurun gula dan kolesterol darah, pencegah kangker dan tumor, pada jamur kuping bermanfaat mencegah radang usus, radang tenggorok, dan penghancur racun. Serta pada jamur ling-zhi sebagai antikanker dan antikarsinogen.

Pada awal tahun 1980, beberapa kawasan di Pulau Jawa mulai berdiri perusahaan penjamuran untuk jenis shiitake, jamur tiram, jamur kuping, dengan skala produksi menengah ke atas, yaitu produksi rata-rata 100-250 kg jamur segar per hari. Pada saat ini masih terdapat kendala yang harus dihadapi, seperti tenaga kerja yang masih kurang terlatih, bibit yang dihasilkan masih kurang baik, pengusahaan teknologi untuk budidaya masih terbatas, serta pangsa pasar. Menurut Tim Redaksi Trubus (2001) Jawa Barat termasuk sentra jamur terlengkap di Indonesia dan aneka jamur konsumsi dapat ditemukan disana.

Jamur Tiram

(24)

berbeda dan kandungan gizi yang berbeda-beda pula sesuai jenisnya. Salah satu jamur yang dapat dimakan dan cukup dikenal di Indonesia adalah jamur tiram.

Jamur tiram atau shimeji (Bahasa Jepang) memiliki warna tubuh putih, kecoklat-cokelatan, keabu-abuan, kekuning-kuningan, kemerah-merahan, dan sebagainya dimana namanya tergantung tubuh buah jamur tersebut. Bila sudah terlalu tua, jamur tiram akan liat atau alot. Biasanya jamur akan tumbuh alami dan banyak dicari pada kayu lunak, seperti karet, kapuk, dan kidamar.

Kini, jamur tiram banyak dibudidayakan. Jamur dapat disayur juga diolah menjadi makanan lain seperti kerupuk, keripik atau menjadi tiram-chips. Menurut Suriawiria (2001) di belahan dunia Eropa dan Amerika, jamur banyak dikonsumsi langsung, di jadikan sayuran pada salad. Di Indonesia sendiri, jamur tiram sudah ditemui dalam olahan makanan untuk penyajian dalam ramuan gado-gado, sup, bahkan pepes.

Prospek Bisnis Jamur Tiram

Menurut Wijoyo (2011), usaha budidaya jamur tiram memiliki prospek bisnis yang baik, hal ini dikarenakan jamur tiram merupakan salah satu jamur konsumsi yang banyak diminati pasar. Jamur tiram memiliki kandungan gizi dan berbagai macam vitamin yang mana sering dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan makanan sehat dengan cita rasa yang nikmat. Bentuk tubuh buah yang menarik dan bersih merupakan daya tarik sendiri bagi konsumen, hal inilah yang membuat permintaan pasar jamur tiram semakin meningkat setiap harinya.

Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa memilih usaha jamur tiram : 1. Permintaan pasar terhadap produk jamur tidak tertutup oleh para petani yang

ada.

2. Prospek ekonomi semakin naik karena produk makanan yang berbahan dasar jamur kerap bermunculan di masyarakat luas.

3. Bahan baku pembuatan media tanam mudah di dapat

4. Dapat menciptakan lapangan kerja baru untuk masyarakat luas

5. Proses bertani lebih mudah, praktis dan dapat terkontrol dengan baik.

Rahmat dan Nurhidayat (2011) juga menyampaikan bahwa permintaan terhadap jamur cenderung mengalami kenaikan setiap tahun. Permintaan dari pasar domestik untuk produk jamur tiram saat ini mengalami kenaikan sebesar 10 persen per tahun. Peningkatan permintaan produk jamur tiram terkait beberapa hal, diantaranya kesadaran masyarakat akan khasiat jamur dan kandungan gizi jamur tiram. Selain itu, Menurut catatan Tabloid Peluang Usaha (2009), kebutuhan jamur tiram untuk Jakarta mencapai 15 ton per hari dan Bandung mencapai 7-10 ton per hari. Jumlah ini belum ditambah dengan kebutuhan dari berbagai kota besar lainnya, seperti Surabaya, Semarang, dan Medan.

Sarana Produksi Jamur Tiram

(25)

Pemilihan Lokasi Budidaya

Syarat awal untuk melakukan budidaya jamur adalah pemilihan lokasi. Menurut Widiastuti (2005), terdapat berbagai syarat yang diperlukan dalam pemilihan lokasi, sebagai berikut : (1) Lokasi perlu dipilih sesuai dengan syarat tumbuh jamur. Syarat utama tumbuhnya jamur adalah suhu lingkungan. Jamur tiram membutuhkan suhu kisaran 30-35 derajat Celcius yang mana sesuai dibudidayakan pada kawasan dataran rendah. (2) Lokasi pembudidayaan harus cukup bersih, jauh dari pabrik atau pembuangan limbah berbahaya. Hal ini berupaya untuk menghindari jamur dari hama, penyakit, serta kontaminasi senyawa yang berbahaya. (3) Tempat budidaya sebaiknya dekat dengan sumber bahan baku dimana diupayakan dapat menghemat biaya produksi. (4) Lokasi budidaya harus dekat dengan sumber air. Sumber air harus tersedia dalam keadaan cukup, bersih, dan tidak tercemar. Air sebagai kebutuhan terpenting yang nantinya digunakan pada saat proses pembuatan media dan masa pembentukkan tubuh buah. (5) Lokasi yang dipilih tergolong mudah dalam mendapatkan instalasi listrik. Usaha budidaya dalam skala besar membutuhkan listrik untuk menggerakkan mesin-mesin produksi, memompa air, membantu pengaturan sirkulasi udara, serta penerangan.

Rumah Jamur

Rumah jamur adalah tempat untuk melakukan budidaya jamur. Umumnya terdiri atas dua macam yaitu rumah jamur industri besar dan rumah jamur sederhana. Rumah jamur industri besar berbentuk seperti bangunan pabrik, yang dalam pembangunannya membutuhkan investasi yang mahal. Adapun rumah jamur sederhana berbentuk kumbung. Investasi kumbung untuk pertumbuhan jamur memerlukan biaya lebih rendah yangmana cocok digunakan untuk budidaya jamur skala kecil atau industri menengah.

Pemilihan rumah jamur berbentuk kumbung juga memiliki banyak manfaat lain selain investasinya yang tergolong rendah. Manfaat tersebut antara lain : (1) Masa budidaya tidak tergantung pada musim, (2) Melindungi jamur dari kondisi luar yang tidak mendukung pertumbuhan jamur, seperti angin yang terlalu kencang, (3) Menghemat lahan, penyimpanan media tumbuh jamur menggunakan rak yang disusun bertingkat, (4) Mudah mengelola iklim mikro di dalam kumbung.

Budidaya jamur tiram biasanya menggunakan kumbung sebagai rumah jamur dengan sistem semi permanen. Sistem semi permanen adalah penggunaan bahan-bahan yang sederhana dalam pembuatan kumbung, yang mana dimaksudkan supaya mudah dipindahkan dan daya tahannya tidak terlalu lama.

Peralatan yang Dibutuhkan

(26)

hari, (4) pengusaha besar, umumnya milik kelompok pengusaha besar dengan produksi rata-rata lebih dari 1.000 kg jamur segar per hari.

Budidaya jamur tiram yang umumnya dilakukan oleh pengusaha kecil memerlukan peralatan seperti : (1) Sekop, sekop garpu, terpal plastik dan parang untuk persiapan media, (2) Drum sebagai tempat air dan bahan bakar untuk sterilisasi, (3) Sprayer untuk penggabutan dalam pemeliharaan, (4) Keranjang dan pisau untuk menampung jamur dan pembersihan jamur saat pasca panen.

Sedangkan, bagi pengusaha besar dengan modal kuat, peralatan yang dibutuhkan untuk budidaya jamur tiram misalnya mesin-mesin untuk pembuatan substrat tanam, seperti pengumpul bahan baku, alat angkut, ban berjalan, alat pencampur, alat pengisi. Pada proses sterilisasi menggunakan boiler sebagi alat penghasil uap air panas, dan penggunaan lori untuk pengangkutan pasca panen.

Budidaya Jamur Tiram

Dalam budidaya jamur tiram, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan menyangkut beberapa faktor penentu, yaitu lokasi dengan ketinggian dan persyaratan lingkungan tertentu, sumber bahan baku untuk substrat tanam, dan substrat bibit (Suriawiria 2001).

Langkah yang paling baik bagi pelaku usaha yang baru akan memulai kegiatan budidaya jamur, sebaiknya tidak membuat substrat atau log tanam sendiri namun membeli log atau substrat tanam yang sudah diberi bibit dalam jumlah terbatas sesuai dengan kemampuan pelaku usaha masing-masing. Log atau substrat tanam tersebut kemudian dipelihara sesuai ketentuan. Setelah itu, dilakukan analisis terhadap hasilnya. Menurut Suriawiria (2001) terdapat beberapa kegiatan yang perlu dilakukan dalam budidaya jamur tiram adalah :

Penyiapan Bangunan

Bentuk dan ukuran bangunan disesuaikan dengan kebutuhan, misalnya disesuaikan dengan jumlah log atau substrat tanam yang akan dipelihara. Untuk memelihara sekitar 500 – 1.000 buah log atau substrat tanam, diperlukan bangunan dengan ukuran (panjang, lebar, tinggi) 6 meter x 4 meter x 4 meter. Adapun bahan-bahan yang diperlukan seperti tiang, kaso, dan sebagainya yang terbuat dari bambu atau dari kayu yang sudah diawetkan. Atap maupun dinding bangunan sebaiknya terbuat dari bambu ataupun bahan lain yang tidak cepat dirusak oleh adanya pertumbuhan serat jamur. Bahkan kini, dinding bangunan dapat menggunakan lembaran plastik khusus berwarna gelap.

Bahan-bahan yang diperlukan untuk rak atau tempat pemeliharaan susbstrat tanam sebaiknya terbuat dari bambu tua, hal itu dikarenakan ketika jamur tumbuh maka bambu tidak mudah rusak. Jumlah dan tinggi rak tergantung pada tinggi ruangan pemeliharaan dan jumlah substrat tanam yang akan dipelihara.

Pemeliharaan

(27)

diatur antara 28 – 30 derajat Celcius. Sementara untuk pertumbuhan tubuh buah jamur sampai panen, temperatur diatur antara 26-28 derajat Celcius.

Selama pertumbuhan bibit dan pertumbuhan tubuh buah, kelembaban juga harus diatur sekitar 90 persen. Ketika kelembaban kurang, misalnya 80 persen maka substrat tanam akan kering. Agar kelembaban terjamin, penyiraman lantai dengan air bersih dilakukan setiap hari pada pagi san sore hari.

Pertumbuhan tubuh buah jamur pada awalnya umum ditandai dengan adanya bintik-bintik serat berwarna putih yang semakin lama semakin membesar dan selang beberapa hari akan tumbuh jamur kecil. Ketika terjadi kondisi seperti itu, tutup kapas dan leher pralon segera dilepaskan dari substrat tanam.

Kehadiran jamur asing yang merugikan ditandai dengan tumbuhnya miselia berupa serat jamur berwarna, seperti hitam, biru, cokelat, kuning. Apabila hal itu terjadi, jamur segera dipisahkan.

Pemanenan

Setelah jamur dipanen, batang jamur bekas dibersihkan dari substrat tanam. Batang jamur yang tersisa dan dibiarkan akan membusuk dan merugikan. Setelah itu, lembar kantong plastik diturunkan ke bawah agar jamur tumbuh lagi.Pemanenan jamur dapat dilakukan 4-8 kali tergantung pada kandungan substrat tanam, bibit jamur, serta lingkungan selama pemeliharaan. Jumlah jamur yang dipanen per musim dapat mencapai 600 gram, dengan berat substrat tanam adalah 1 kg.

Penelitian Terdahulu

Penelitian ini memerlukan suatu sumber informasi yang dapat digunakan sebagai referensi yaitu melalui penelitian terdahulu. Hal yang dikaji dalam penelitian terdahulu antara lain ialah produk yang diteliti, periode pembangunan investasi, alat analisis yang digunakan, tingkat diskonto yang digunakan, penetapan umur usaha, asumsi aspek finansial, dan indikator perubahan pada analisis sensitivitas.

Penelitian mengenai kelayakan usaha pernah dilakukan untuk produk agribisnis yang sama, yaitu jamur tiram putih. Nur (2012) melakukan penelitian mengenai kelayakan pengembangan usaha jamur tiram putih pada PD Cahya Mandiri Mushroom di Desa Sukawening, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Selain itu, penelitian terdahulu mengenai jamur tiram putih pernah dilakukan oleh Putri. Putri (2010) melakukan penelitian mengenai kelayakan usahatani jamur tiram dengan menggunakan sistem kemitraan. Lokasi

penelitian dilakukan di D’Lup Farm, Desa Sudajaya Girang, Kabupaten

Sukabumi. Analisis kelayakan untuk produk agribisnis tidak hanya dilakukan pada produk sayuran berupa jamur. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat berbagai produk agribisnis dibidang perikanan yang telah di teliti kelayakan usahanya. Oom (2010) meneliti tentang Analisis kelayakan pengembangan usaha ikan hias air tawar. Lokasi penelitian bertempat pada Arifin Fish Farm di Desa Ciluar, Kota Bogor.

(28)

membangun investasi sebelum pelaksanaan kegiatan operasional usaha tersebut. Nur (2012), menggunakan tahun ke-1 sebagai tahun pembangunan investasi. Penggunaan tahun pertama dikarenakan pengembangan usaha hanya membutuhkan waktu kurang dari satu tahun, sehingga dalam periode tahun pertama sudah dapat dilakukan panen jamur dan produksi baglog. Oom (2010) juga menggunakan tahun pertama sebagai periode pembangunan investasi, dimana pembangunan investasi dalam usaha ini tidak memerlukan periode terlalu lama. Namun, Putri (2010) menggunakan perhitungan umur usaha dari mulai tahun ke-0, dimana dijelaskan perlunya waktu kurang lebih selama satu tahun untuk melakukan persiapan sebelum usaha budidaya jamur tiram dilakukan. Pada penelitian mengenai kelayakan usaha dan nilai tambah olahan jamur tiram putih CV. Megah Makmur Sentosa ini, peneliti menggunakan tahun pertama sebagai tahun pembangunan investasi usaha. Menurut pemilik CV. Megah Makmur Sentosa, pembangunan kumbung baru berkapasitas 30.000 baglog sebagai investasi terpenting yang digunakan dalam usaha ini tidak memerlukan periode yang lama untuk membangunnya. Oleh karena itu, pembangunan investasi dilakukan pada tahun pertama usaha.

Mengenai alat analisis yang digunakan dalam penelitian studi kelayakan bisnis, alat analisis yang digunakan pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Alat analisis yang digunakan ialah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP). Penelitian terdahulu yang dijadikan referensi pada penelitian ini menggunakan alat analisis yang sama. Namun, terdapat perbedaan pada salah satu kriteria investasi yang digunakan, yaitu payback period. Penelitian mengenai kelayakan usaha dan nilai tambah olahan jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) pada CV. Megah Makmur Sentosa ini menggunakan metode yang berbeda yaitu discounted payback period untuk menentukan periode pengembalian investasi. Hal ini dikarenakan penggunaan metode ini untuk mengetahui perbandingan manfaat yang diperoleh atas usaha di masa mendatang dengan menggunakan nilai uang saat ini. Oleh karena itu, nilai manfaat bersih yang digunakan adalah manfaat bersih yang telah didiskonto.

Tingkat diskonto yang digunakan dalam penelitian terdahulu memiliki nilai yang berbeda-beda. Hal ini beracu pada sumber permodalan yang digunakan dalam pengembangan usaha. Nur (2012), menggunakan tingkat diskonto sebesar 6,7 persen sebelum dilakukan pengembangan. Nilai ini didasarkan pada rata-rata BI rate bulan Januari – Oktober 2011. Sedangkan discount rate yang digunakan sebesar 8,6 persen ketika dilakukan pengembangan dimana modal yang didapat berasal dari pinjaman ke Bank BRI. Berdasar penelitian yang dilakukan Oom (2010), tingkat diskonto yang digunakan sebesar 10,25 persen dalam lahan 800 m2. Nilai ini diperoleh melalui persentase tingkat suku bunga yang didapat merupakan rata-rata bunga pinjaman kepada Bank BRI sebesar 14 persen dengan suku bunga deposito sebesar 6,5 persen. Pada penelitian mengenai kelayakan usaha jamur tiram putih CV. Megah Makmur Sentosa ini, tingkat diskonto yang digunakan adalah 5,00 persen. Nilai ini diperoleh berdasarkan tingkat suku bunga deposito Bank Mandiri pada tahun 2013, dimana modal yang digunakan dalam melakukan usaha adalah modal sendiri.

(29)

berdasarkan umur ekonomis peralatan yang digunakan perusahaan yaitu kumbung jamur. Umur bisnis pada penelitian Putri (2010) didasarkan pada usia bangunan kumbung yaitu selama lima tahun. Umur ekonomis bangunan digunakan sebagai dasar penetapan umur bisnis karena bangunan merupakan investasi yang memerlukan biaya terbesar setelah lahan. Pada penelitian Oom (2010), menggunakan umur bisnis selama sepuluh tahun. Hal ini didasarkan atas umur ekonomis yang paling lama yaitu bangunan akuarium dan bak semen. Dalam penelitian mengenai kelayakan usaha dan nilai tambah olahan jamur tiram putih CV. Megah Makmur Sentosa ini, Umur ekonomis yang digunakan peneliti adalah lima tahun. Hal ini berdasarkan bangunan kumbung dimana kumbung terbuat dari bambu sebagai investasi terbesar dan paling krusial dalam usaha.

Dalam penelitian yang dilakukan Nur (2012), dilakukan analisis kelayakan dari aspek non finansial dan finansial. Aspek non finansial yang terdiri atas aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya, serta aspek lingkungan. Pada pengkajian aspek finansial, penelitian ini terdiri atas dua skenario usaha. Skenario pertama adalah mengkaji kelayakan finansial budidaya jamur sebelum dilakukan pengembangan, dan skenario kedua adalah ketika dilakukan pengembangan dengan melakukan perluasan kumbung. Oom (2010) melakukan analisis kelayakan secara non finansial dengan mengkaji aspek-aspek kelayakan non finansial mencakup aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya, serta aspek lingkungan. Serta dilakukan analisis finansial terhadap rencana usaha produksi ikan hias dengan output ikan patin, ikan black ghost, serta ikan Ctenopoma acutirostre.

Berdasar penelitian Putri (2010), peneliti menganalisis mengenai kelayakan usahatani jamur tiram dengan sistem kemitraan. Analisis dilakukan dari sisi finansial maupun non finansial. Analisis juga dilakukan pada kondisi risiko produksi secara finansial. Penelitian yang dilakukan adalah kelayakan usaha jamur tiram putih pada CV. Megah Makmur Sentosa. Penelitian mengkaji aspek non finansial yang terdiri atas aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, serta lingkungan. Pengkajian aspek finansial melalui rencana usaha jamur tiram putih melalui pembangunan kumbung berkapasitas 30.000 baglog. Terdapat perbedaan alat analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu menggunakan metode payback period untuk menentukan periode pengembalian investasi sedangkan penelitian ini menggunakan metode discounted payback period. Menurut Nurmalina et al (2009), analisis dengan menggunakan payback period memiliki kelemahan, yaitu diabaikannya nilai waktu uang (time value of money) dan diabaikannya cash flow setelah periode payback. Oleh karena itu, pemakaian metode discounted payback period dapat menjadi solusi untuk mengurangi kelemahan pertama.

(30)

Hasil analisis Oom (2010) menunjukkan bahwa rencana pengembangan usaha ikan hias air tawar layak untuk direalisasikan. Pada tingkat diskonto 10,25 persen untuk pembelian lahan dengan suku bunga deposito 6,5 persen, NPV yang didapat bernilai positif sebesar Rp 2.039.639.749,00. Hal ini berarti bahwa usaha budidaya ikan hias air tawar yang dilakukan selama 5 tahun akan memberikan manfaat bersih sebesar Rp 434.591.902,00. Nilai B/C Ratio sebesar 4,08 yang berarti setiap biaya yang dikeluarkan senilai Rp 1 (nilai sekarang) pada usaha pengembangan ikan hias Arifin Fish Farm maka akan diperoleh manfaat Rp 4,08 (nilai sekarang). IRR yang didapat adalah lebih besar dari 50 persen. Maka dapat disimpulkan bahwa usaha pengembangan ikan hias air tawar yang direncanakan oleh Arifin Fish Farm layak untuk direalisasikan.

Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan Putri (2010) menunjukkan

bahwa usaha jamur tiram putih D’Lup Farm dengan sistem kemitraan tanpa

adanya perhitungan resiko layak dijalankan baik secara finansial maupun aspek-aspek non finansial. Pada saat resiko produksi sebesar 33,3 persen, secara finansial usaha tidak layak utnuk dijalankan. Perhitungan risiko produksi mengacu pada nilai coef. Variation. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis usaha tani jamur tiram putih ketika terjadi penurunan harga jual jamur tiram putih dan peningkatan bahan baku. Hasil analisis berdasar analisis switching value diketahui bahwa maksimum penurunan harga jual jamur tiram dapat ditoleransi sebesar 3,59 persen dan maksimum peningkatan harga bahan baku sebesar 17,75 persen.

Penelitian terdahulu mengenai analisis nilai tambah pernah dilakukan untuk produk agribisnis kayu jenis senggong gergajian. Munawar (2010) meneliti mengenai analisis nilai tambah dan pemasaran kayu senggon gergajian. Lokasi penelitian berada di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai tambah yang didapat dari hasil pengolahan kayu sengon gergajian. Subsistem pengolahan dalam suatu sistem agribisnis memiliki tujuan untuk menghasilkan produk yang memiliki bentuk yang lebih baik diantaranya produk yang yang layak digunakan. Pengolahan kayu gergajian yang dilakukan pada penelitian ini untuk menghasilkan produk berupa kaso ukuran 4 cm x 6 cm x 280 cm, balok ukuran 6 cm x 12cm dan papan ukuran 1,8 cm x 18 cm. Alat analisis yang digunakan untuk menghitung nilai tambah yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis nilai tambah dengan metode hayami.

(31)

tambah 24,22 persen merupakan nilai tambah terbesar. Perbedaan nilai tambah disebabkan oleh perbedaan nilai produk, harga input bahan baku dan perbedaan nilai sumbangan input lain pada masing-masing skala usaha yang dikategorikan.

Analisis nilai tambah pada penelitian ini akan mengkaji dua output produk olahan jamur tiram putih, yakni jamur crispy dan nugget jamur. Adapun analisis yang terdapat dalam perhitungan analisis nilai tambah ini mencakup besarnya nilai tambah, nilai output, keuntungan, dan imbalan bagi tenaga kerja.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis yang tercantum di bawah ini merupakan suatu konsep yang menjelaskan tentang penalaran peneliti berdasar suatu acuan pengetahuan, teori dalil, dan proporsi yang berhubungan dengan penelitian kelayakan usaha budidaya jamur tiram putih di CV. Megah Makmur Sentosa, Kecamatan Bantar Gebang, Kabupaten Bekasi. Berikut ini adalah beberapa teori yang mendasari kerangka pemikiran yang peneliti lakukan.

Teori Manfaat dan Biaya

Kebutuhan biaya, adalah besarnya biaya yang akan dikeluarkan suatu perusahaan untuk menjalankan suatu bisnis, seperti biaya yang diperkirakan pada awal pelaksanaan suatu usaha. Tujuan analisis dalam suatu proyek harus disertai dengan definisi mengenai biaya dan manfaat. Secara sederhana biaya adalah sesuatu yang membantu tujuan (Gittinger 1986). Biaya yang umumnya dimasukan dalam analisis proyek adalah biaya-biaya yang langsung berpengaruh terhadap suatu investasi, antara lain seperti biaya investasi dan biaya operasional.

Biaya investasi adalah biaya yang pada umumya dikeluarkan pada awal kegiatan proyek dalam jumlah yang cukup besar, berupa pengeluaran untuk pembangunan, kendaraan operasional, pembelian mesin, peralatan dan biaya untuk menggantikannya yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan atau manfaat setelah beberapa periode tahun yang akan datang. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan perusahaan secara rutin dalam setiap tahun selama umur proyek (Gittinger 1986).

Biaya (Cost)

1. Biaya proyek

(32)

dalam jumlah yang cukup besar sedangkan biaya operasional adalah biaya yang rutin dikeluarakan setiap tahun pada umur proyek.

2. Biaya operasional

Biaya operasional terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost). Biaya tetap adalah banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi yang jumlah totalnya tidak berubah atau tetap pada volume kegiatan tertentu, meliputi sewa, penyusutan, pajak dan sebagainya. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan cenderung berubah sesuai dengan bertambahnya volume produksi, meliputi biaya-biaya bahan baku, tenaga kerja langsung dan sebagainya.

Manfaat atau penerimaan (Benefit)

Secara ekonomis, manfaat atau benefit diartikan sebagai hasil kali total kualitas output dari suatu proses produksi dengan harga yang dibentuk di pasar yang dinyatakan dalam satuan mata uang tertentu .Manfaat proyek dapat dibagi ke dalam tiga bagian yaitu : Direct benefits, Indirect benefits, dan Intangible benefits.

1. Direct benefits

Direct benefits berupa kenaikan dalam output fisik atau kenaikan nilai output yang disebabkan diantaranya oleh adanya perbaikan kualitas, perubahan lokasi, perubahan dalam waktu penjualan, penurunan kerugian dan penurunan biaya.

2. Indirect benefits

Indirect benefits adalah benefit yang timbul atau dirasakan di luar proyek karena adanya realisasi suatu proyek.

3. Intangible benefits

Intangible benefits yaitu benefit yang sulit dinilai dengan uang, diantaranya adalah seperti perbaikan hidup, perbaikan pemandangan karena adanya suatu taman, perbaikan distribusi pendapatan,integrasi nasional dan pertahanan nasional.

Studi Kelayakan Bisnis

Menurut Gittinger (1986), proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan secara logika merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan dalam satu unit. Rangkaian dasar dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek adalah siklus proyek yang terdiri dari tahaptahap identifikasi, persiapan dan analisis penelitian, pelaksanaan dan evaluasi.

(33)

antara keduanya, terdapat faktor-faktor ketidaksamaan dilihat dari beberapa segi, antara lain: (1) Studi kelayakan dilaksanakan pada waktu suatu gagasan usaha belum dilaksanakan, sedangkan evaluasi proyek dapat dilaksanakan sebelum, pada waktu atau setelah selesainya suatu proyek. ; (b) Umumnya ruang lingkup pembahasan evaluasi proyek lebih luas dari ruang lingkup pembahasan studi kelayakan. Studi kelayakan lebih menitikberatkan pada kelayakan suatu gagasan usaha dilihat dari segi kacamata pengusaha sebagai individu, sedangkan evaluasi proyek melihat kelayakan suatu proyek tidak hanya dilihat dari kacamata individu-individu yang terkena akibat langsung dari suatu proyek, tetapi juga dilihat dari kacamata masyarakat lebih luas yang mungkin mendapat akibat tidak langsung proyek. ; (c) Sejalan dengan ruang lingkup pembahasan evaluasi proyek yang lebih luas, maka metode evaluasi yang digunakan umumnya lebih rumit dari metode evaluasi dalam studi kelyakan. Evaluasi dalam studi kelaykan menekankan aspek finansial, sedangkan pada evaluasi proyek menekankan aspek ekonomi, meskipun aspek finansial juga diperhatikan.

Aspek-Aspek Studi Kelayakan Bisnis

Dalam studi kelayakan bisnis, terdapat berbagai aspek yang harus diteliti, diukur, dan dinilai. Menurut Nurmalina et al (2009), dalam studi kelayakan bisnis terdapat dua kelompok aspek yang perlu di perhatikan yaitu aspek non finansial dan aspek finansial. Aspek finansial terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya serta aspek lingkungan. Masing-masing aspek tidak berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan. Hal tersebut menunjukkan bahwa jika salah satu aspek tidak dipenuhi makan perlu dilakukan perbaikan atau tambahan yang diperlukan (Kasmir & Jakfar 2009).

Aspek Pasar

Analisa pada aspek pasar berperan dalam pendirian maupun perluasan usaha pada studi kelayakan bisnis dan merupakan variabel utama untuk mendapatkan perhatian. Jika pasar yang dituju tidak jelas, prospek bisnis ke depan juga menjadi tidak jelas, maka kegagalan bisnis menjadi besar. Analisis aspek pasar pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui berapa besar luas pasar, pertumbuhan permintaan, dan market share dari produk yang di hasilkan (Umar 2003). Menurut Nurmalina et al (2009) menyebutkan bahwa aspek pasar dan pemasaran mencoba memperlajari tentang :

1. Permintaan dapat di amati secara total maupun diperinci menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan besar pemakai serta memperkirakan proyeksi permintaan tersebut.

2. Penawaran yang diamati dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Bagaimana penawaran di masa lalu dan perkiraan untuk masa yang akan datang. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran seperti barang substitusi, kebijakan dari pemerintah, perubahan harga serta perubahan pola. 3. Harga penentuan harga dilakukan dengan membandingkan barang-barang

(34)

4. Perkiraan penjualan yang dapat di capai perusahaan. Market share yang bisa dikuasai perusahaan dapat dihitung dengan cara :

Aspek Teknis

Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah bisnis tersebut selesai di bangun (Nurmalina et al 2009). Aspek-aspek teknis dapat dianalisis dari beberapa faktor, yakni :

1. Penentuan Lokasi Bisnis

Pada suatu bisnis, pemilihan lokasi bisnis mempertimbangkan beberapa hal, antara lain ketersediaan bahan baku, letak pasar yang di tuju, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan tenaga listrik dan air , fasilitas transportasi dan iklim serta keadaan tanah (agroekosistem) dari lokasi bisnis

2. Proses Produksi

Pada proses produksi, diketahui bahwa ada tiga jenis proses, yaitu proses produksi yang terputus-putus, kontinu, dan kombinasi. Sistem yang kontinu akan lebih mampu menekan risiko kerugian akibat fluktuasi harga dan efektivitas tenaga kerja yang lebih baik di bandingkan dengan sistem terputus. Menurut Suriawiria (2001), sesuai dengan perhitungan dasar agrobisnis jamur kayu yang secara ekonomi dapat dikatakan layak harus mempunyai jumlah produksi antara 750-1250 kg per hari atau rata-rata 1000 kg per hari untuk 10000 baglog.

3. Layout

Layout merupakan keseluruhan proses penentuan bentuk dan penempatan fasilitas-fasilitas yang dimiliki suatu perusahaan. Kriteria yang dapat digunakan untuk evaluasi layout, yaitu : (1) Adanya konsistensi dengan teknologi produksi, (b) Adanya arus produk dalam proses yang lancar dari suatu proses ke proses yang lain, (3) Penggunaan ruangan yang optimal, (4) Terdapat kemungkinan untuk dengan mudah melakukan penyesuaian maupun untuk ekspasnsi, (5) Meminimisasi biaya produksi dan memberikan jaminan yang cukup untuk keselamatan tenaga kerja, (6) Pemilihan Jenis Teknologi dan Equipment, (7) Kriteria yang dapat digunakan dalam pemilihan jenis teknologi adalah seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang diharapkan. Adapun kriteria yang dapat digunakan dalam pemilihan teknologi dan peralatan yaitu : ketepatan jenis teknologi yang dipilih dengan bahan mentah yang digunakan, keberhasilan penggunaan jenis teknologi tersebut di tempat lain yang memiliki ciri-ciri yang mendekati lokasi bisnis, kemampuan pengetahuan penduduk (tenaga kerja) stempat dan kemungkinan pengembangannya, juga kemungkinan penggunaan tenaga kerja asing.

4. Pertimbangan kemungkinan adanya teknologi lanjutan sebagai salinan teknologi yang akan dipilih sebagai akibat keusangan.

(35)

infrastruktur dan fasilitas pengangkutan mesin dari tempat pembongkaran pertama samapai ke lokasi bisnis, (2) Keadaan fasilitas pemeliharaan dan perbaikan mesin maupun peralatan yang ada di sekitar lokasi bisnis, (3) Kemungkin memperoleh tenaga ahli yang akan mengelola mesin dan perlaatan tersebut.

Aspek Manajemen dan Hukum

Menurut Nurmalina et al (2009), aspek manajemen mempelajari tentang manajemen dalam masa pembangunan bisnis dana manajemen dalam masa operasi. Manajemen dalam masa pembangunan usaha diantaranya mencakup siapa pelaksana usaha, bagaimana jadwal penyelessaian usaha tersebut, dan siapa yang melakukan studi masing-masing aspek kelayakan usaha tersebut, sedangkan manajemen dalam operasi memepelajari bagaimana bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih, bagaimana struktur organisasi, bagaimana deskripsi masing-masing jabatan, berapa banyak jumlah tenaga kerja yang digunakan, dan menentukan siapa saja anggota direksi serta tenaga ahli.

Aspek hukum mempelajari jaminan-jaminan yang bisa disediakan bila akan menggunakan sumber dana yang berupa pinjaman, berbagai akta, sertifikat dan izin. Selain itu, aspek hukum diperlukan dalam mempermudah dan memperlancar kegiatan bisnis pada saat akan menjalin kerjasama dengan pihak lain (Nurmalina et al 2009).

Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan

Menurut Nurmalina et al (2009), yang akan di nilai dalam aspek ini adalah seberapa besar bisnis mempunyai dampak sosial, ekonomi dan budaya terhadap masyarakat secara keseluruhan. Hal berikut merupakan penjelasan mengenai aspek sosial, ekonomi, dan budaya.

1. Aspek sosial

Pada aspek sosial melihat adanya penambahan kesempatan kerja atau pengurangan pengangguran, pemerataan kesempatan kerja dan bagaimana pengaruh bisnis tersebut terhadap lingkungan di sekitar lokasi usaha, manfaat dan pengorbaanan sosial yang mungkin dialami oleh masyarakat di sekitar lokasi usaha.

2. Aspek ekonomi

Pada aspek ekonomi melihat suatu bisnis dapat memberikan peluang peningkatan pendapatan masyarakat, peluang peningkatan pendapatan asli daerah, pendapatan dari pajak dan adanya penambahan aktivitas ekonomi.

3. Aspek lingkungan

Pada aspek lingkungan melihat apakahbisnis tersebut berdampak baik atau buruk pada perusahaan, dampak kelestarian lingkungan sekitar khususnya dengan adanya kegiatan bisnis suatu perusahaan, serta dampak terhadap lingkungan pada kebanyakan usaha seperti limbah.

Aspek Finansial

Gambar

Tabel 2  Kandungan asam amino esensial (gram per 100 gram protein)a
Tabel 3  Perkembangan jumlah pelaku usaha dan penyerapan tenaga kerja  menurut skala usaha tahun 2009-2010 a
Gambar 2 Alur kerangka pemikiran operasional kelayakan usaha dan nilai tambah
Gambar 3  Hubungan antara NPV dan IRRa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan masalah yang timbul pada pasien stroke haemoragik stadium. recovery, penulis ingin mengetahui manfaat penatalaksanaan terapi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi A ekstrak metanol daun waru tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa

Karena itu Anda dapat menulis tentang hal-hal yang sudah dikenal peserta didik, baru kemudian diperkenalkan prinsip-prinsip baru yang akan Anda perkenalkan.. Dapat pula

KINERJA PEGAWAI DALAM PELAYANAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN PADA KANTOR KECAMATAN SUNGAI PANDAN KABUPATEN HULUH.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012. tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah (Berita

rRabnb.&,a'l!h!/gPiP!ru*.

[r]

Memiliki pengetahuan tentang berbagai aspek kebahasaan dalam bahasa Jepang (linguistik, wacana, sosiolinguistik dan strategis). Menentukan huruf katakana yang berhubungan