ANALISIS EKONOMI USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH
DI KECAMATAN CISARUA DAN KECAMATAN
MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR
SHINTA MARGARETTA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Ekonomi Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2013
RINGKASAN
SHINTA MARGARETTA. Analisis Ekonomi Usahatani Jamur Tiram Putih di
Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh METI EKAYANI dan HASTUTI.
Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung merupakan daerah penghasil jamur tiram putih terbesar di Kabupaten Bogor (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2011). Usahatani jamur tiram putih yang berkembang memiliki perbedaan cara dalam pembuatan media tanam (bag log) dan pembuatan bibit. Perbedaan cara tersebut berdampak pada perbedaan kemampuan memproduksi bag log jamur tiram putih.
Bag log sebagai media tumbuh jamur tiram putih hanya dapat digunakan satu kali periode tanam (empat bulan). Limbah bag log tersebut dapat mencemari lingkungan karena mengandung limbah plastik dan serbuk gergaji. Limbah plastik dapat menimbulkan masalah lingkungan karena limbah plastik tidak dapat diuraikan mikroorganisme atau melapuk oleh iklim dan cuaca, sehingga berpotensi sebagai bahan pencemar khususnya terhadap pencemaran tanah (Hazami, 2004), sedangkan serbuk gergaji pada dasarnya tidak perpotensi mencemari lingkungan karena bersifat organik sehingga dapat diuraikan. Namun kedua limbah tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat dan tenaga kerja sehingga ada manfat lain yang dapat diperoleh masyarakat dan tenaga kerja. Manfaat lain yang diperoleh masyarakat dan tenaga kerja selama ini belum dihitung sehingga perlu dihitung manfaat ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat dan tenaga kerja maka perlu dikaji analisis ekonomi usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung dengan melakukan analisis pendapatan dan analisis penyerapan tenaga kerja serta analisis ekonomi dan analisis sensitivitas. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah: untuk menganalisis pendapatan dan penyerapan tenaga kerja serta menganalisis kelayakan ekonomi dan sensitivitas pada usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung.
Penelitian ini merupakan penelitian survei yang menggunakan data primer. Responden dalam penelitian ini adalah populasi usahatani jamur tiram putih yang ada di Kecamatan Cisarua dan Megamendung. Responden tersebut dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu usahatani non plasma A, usahatani non plasma B dan usahatani plasma. Pembagian kelompok tersebut berdasarkan cara pembuatan media tanam (bag log). Data yang diperoleh berupa kuantitatif dan kualitatif. Pengolahan data secara kuantitatif dengan menggunakan analisis pendapatan dan analisis penyerapan tenaga kerja serta analisis kelayakan ekonomi dan analisis sensitivitas.
Analisis pendapatan dan penyerapan tenaga kerja yang dilakukan menunjukkan bahwa usahatani non plasma A memliki pendapatan dan penyerapan tenaga kerja terbesar, sedangkan usahatani plasma tidak layak untuk dijalankan
karena dalam menjalankan usahataninya petani mengalami kerugian sebesar Rp 239 020/tahun dan diperoleh nilai R/C sebesar 0.99. Berdasarkan kriteria
iv dari pengolahan limbah bag log diperolah masyarakat sekitar usahatani non plasma A dan tenaga kerja usahatani non plasma A sebesar Rp 343 800/tahun.
Analisis sensitivitas yang dilakukan dengan menurunkan harga jamur tiram putih segar sebesar Rp 50.00 menunjukakan bahwa usahatani non plasma A dan usahatani non plasma B layak untuk dilaksanakan jika terjadi penurunan harga jamur tiram segar sebesar Rp 50.00, sedangkan usahatani plasma tidak
layak dilaksanakan jika terjadi penurunkan harga jamur tiram segar sebesar Rp 50.00.
Usahatani jamur tiram putih telah dilaksanakan dengan baik, namun ada beberapa hal yang sebaiknya menjadi masukan bagi petani agar dapat mengembangkan usahataninya dengan baik. Petani sebaiknya membuat bag log
dan bibit sendiri, karena petani yang membuat yang membuat bag log dan bibit sendiri lebih menguntungkan dan dapat meningkatkan penggunaan tenaga kerja. Petani plasma sebaiknya beralih menjadi petani non plasma A dan non plasma B untuk menghindari kerugian dan agar usahatani yang dijalankan tahan terhadap perubahan harga yang terjadi, karena hasil analisis sensitivitas dengan menurunkan harga jamur tiram putih segar sebesar Rp 50.00/kg usahatani non plasma A dan usahatani non plasma B layak untuk dijalankan sedangkan usahatani plasma tidak layak dijalankan. Penelitian lebih lanjut dapat membahas mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan karena adanya usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung.
ANALISIS EKONOMI USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH
DI KECAMATAN CISARUA DAN KECAMATAN
MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR
SHINTA MARGARETTA H44080113
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skrips : Analisis Ekonomi Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor
Nama : Shinta Margaretta
NRP : H44080113
Disetujui
Dr. Meti Ekayani, S Hut, M.Sc Hastuti, SP, MP, M.Si
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan izin dan ridho-Nya
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini tentunya tidak akan
dapat diselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa
bantuan moril maupun materil. Penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
dan penghargaan kepada:
1. Mama (Suharni Puji Astuti S.Pd), Papa (Agus Setyo Budi, SE), Tante (Endah
Ambar Wati, S.Si, M.Si), Om (M. Teguh Wijaya, SE), Eyang Kakung (Dibyo
Suratmo) dan adik (Puguh Tejo P dan Zahra Salsabila W) yang selalu
memberikan kasih sayang, doa, semangat, dan dukungan yang tiada hentinya.
2. Dr. Meti Ekayani, S Hut, M.Sc, selaku dosen pembimbing akademik dan
dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan arahan, bimbingan dan perhatian kepada penulis selama menjadi
mahasiswa di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan sampai
penulis berhasil menyusun skripsi.
3. Hastuti, SP, MP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan dan perhatian
kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
4. Novindra SP, M.Si (selaku dosen penguji utama) dan Asti Istiqomah SP M.Si
(selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah meluangkan waktunya
serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini).
5. Petani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung yang
viii 6. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor yang telah memberikan
data pendukung terkait penelitian ini.
7. Dewi Asrini Fazaria yang telah menemani, memotivasi dan membantu
selama penulis melakukan pengambilan data hingga skripsi ini selesai.
8. Om Dede, Teh Heni dan Teh Nina yang telah menyediakan fasilitas selama
penulis melakukan pengambilan data.
9. Sahabat-sahabat penulis Agus, Devi, Etika, Gilang, Mayang, Putri, Ratna,
Sofi. Sahabat Bisma (Anna, Linda, Maya, Mbk Dian, Rima, Suci),
teman-teman ESL (Ai, Ajeng, Ayu Fitrianan, As ad, Dea Amanda, Firdaus, Indi,
Indri, Iqbal, Kiki, Nanda, Ruben, Vicky, yang tidak dapat disebutkan satu per
satu), teman-teman satu bimbingan skripsi (Agung, Dea Tri, Diah, Elok,
Erwan, Evi, Kak Ade, Kak Tika, Mirza, Nova, Sausan dan Uun).
10. Seluruh dosen dan staf departemen yang telah membantu selama penulis
menyelesaikan studi di ESL.
11. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyusunan skripsi ini.
Bogor, Februari 2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Ekonomi Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor”. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang bagaimana manfaat adanya usahatani jamur tiram putih di Kabupaten Bogor.
Skripsi ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk kalangan akademik sebagai sumber referensi. Berbagai kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini disebabkan karena keterbatasan penulis. Penulis mengucapkan terimakasih atas kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan kontibusi positif bagi semua pihak.
Bogor, Februari 2013
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xxii
DAFTAR GAMBAR ... xxiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xxv
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Manfaat Penelitian ... 9
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 10
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Analisis Proyek ... 11
2.1.1 Pengertian Proyek ... 11
2.1.2 Perbedaan Analisis Ekonomi dan Analisis Finansial ... 11
2.1.3 Aspek Proyek ... 15
2.1.4 Kriteria Kelayakan Investasi ... 17
2.1.5 Analisis Sensitivitas ... 19
2.1.6 Kriteria Skala Usaha ... 19
2.2 Karakteristik Jamur Tiram Putih ... 20
2.3 Biaya dan Pendapatan Usahatani ... 21
2.4 Penelitian Terdahulu ... 22
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 27
3.1 Kerangka Pemikiran ... 28
IV. METODE PENELITIAN ... 30
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30
4.2 Jenis dan Sumber Data ... 30
4.3 Metode Pengambilan Data... 31
4.4 Metode Analisis Data ... 32
4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih ... 33
xi
4.4.3 Analisis Ekonomi Usahatani Jamur Tiram Putih ... 37
4.4.3.1 Penentuan Harga Bayangan ... 38
4.4.3.2 Penentuan Harga Limbah Bag log ... 41
4.4.3.3 Kriteria Kelayakan ... 41
4.4.3.4 Analisis Sensitivitas ... 44
4.5 Asumsi Dasar yang Digunakan ... 44
V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 46
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 46
5.1.1 Kecamatan Cisarua ... 46
5.1.1.1 Keadaan Geografis Kecamatan Cisarua ... 46
5.1.1.2 Keadaan Demografis Kecamatan Cisarua ... 48
5.1.2 Kecamatan Megamendung ... 50
5.1.2.1 Keadaan Geografis Kecamatan Megamendung ... 50
5.1.2.2 Keadaan Demografis Kecamatan Megamendung .... 52
5.2 Gambaran Umum Usahatani Jamur Tiram Putih... 53
5.2.1 Usahatani Non Plasma A ... 56
5.2.2 Usahatani Non Plasma B ... 56
5.2.3 Usahatani Plasma ... 58
5.3 Karakteristik Responden ... 58
5.3.1 Karakteristik Geografis Usahatani Jamur Tiram Putih ... 59
5.3.2 Karakteristik Demografis Usahatani Jamur Tiram Putih ... 60
VI. ANALISIS PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH DI KECAMATAN CISARUA DAN KECAMATAN MEGAMENDUNG ... 62
6.1 Analisis Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung ... 62
xii
VII. ANALISIS EKONOMI USAHATANI JAMUR TIRAM
PUTIH DI KECAMATAN CISARUA DAN KECAMATAN
MEGAMENDUNG ... 66
7.1 Aspek Usahatani Jamur Tiram Putih ... 66
7.1.1 Aspek Pasar ... 66
7.1.1.1 Potensi Pasar (Permintaan dan Penawaran) ... 66
7.1.1.2 Bauran Pemasaran ... 66
7.1.2 Aspek Teknis ... 69
7.1.2.1 Pemilihan Lokasi Usahatani Jamur Tiram Putih ... 69
7.1.2.2 Pemilihan Jenis Teknologi dan Peralatan ... 73
7.1.2.3 Tata Letak Usahatani Jamur Tiram Putih ... 75
7.1.3 Aspek Manajemen dan Hukum ... 76
7.1.4 Aspek Ekonomi dan Sosial ... 79
7.1.5 Aspek Lingkungan ... 80
7.2 Analisis Kelayakan Ekonomi Usahatani Jamur Tiram Putih ... 80
VIII.ANALISIS SENSITIVITAS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH DI KECAMATAN CISARUA DAN KECAMATAN MEGAMENDUNG ... 84
VIII. SIMPULAN DAN SARAN ... 88
9.1 Simpulan ... 88
9.2 Saran ... 89
DAFTAR PUSTAKA ... 90
LAMPIRAN ... 93
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun 2005 - 2009 ... 1
2 Perbandingan Kandungan Gizi Jamur Tiram Putih dengan Bahan Makanan Lain ... 3
3 Kandungan Gizi Beberapa Jenis Jamur ... 3
4 Jumlah Produksi dan Media untuk Membudidayakan Jamur Tiram Putih di Kabupaten Bogor pada Tahun 2007 - 2010 ... 5
5 Penelitian Terdahulu ... 23
6 Jenis, Sumber dan Motode Analisis Data ... 31
7 Jumlah Responden ... 31
8 Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kecamatan Cisarua Tahun 2010 ... 47
9 Jumlah Penduduk, Luas Lahan dan Kepadatannya di Kecamatan Cisarua Tahun 2010 ... 48
10 Alamat Usahatani Jamur Tiram Putih dan Wilayah Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua 2011 ... 49
11 Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kecamatan Megamendung Tahun 2010 ... 51
12 Jumlah Penduduk, Luas Desa dan Kepadatannya di Kecamatan Megamendung Tahun 2010 ... 52
13 Alamat Usahatani Jamur Tiram Putih dan Wilayah Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan Megamendung ... 53
14 Daerah Penghasil Jamur Tiram Putih di Kabupaten Bogor Tahun 2008 - 2010 ... 54
15 Karakteristik Demografi Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung ... 60
16 Perhitungan Pendapatan Rata-rata Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung ... 62
17 Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamtan Cisarua dan Megamendung ... 64
18 Kebutuhan Bahan Baku Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung ... 72
xiv 20 Analisis Sensitivitas dengan Menurunkan Harga Jamur Tiram
Putih Segar sebesar Rp 50.00/kg di Kecamatan Cisarua dan
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Alur Pemikiran Penelitian ... 29 2 Saluran Distribusi Pemasaran Bibit Jamur Tiram Putih di
Kecamatan Cisarua dan Megamendung ... 67 3 Saluran Distribusi Pemasaran Jamur Tiram Putih Segar di
Kecamatan Cisarua dan Megamendung ... 68 4 Struktur Organisasi Usahatani Non Plasma A di Kecamatan
Cisarua dan Megamendung ... 77 5 Struktur Organisasi Usahatani Non Plasma B di Kecamatan
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Kuesioner penelitian ... 94 2 Rincian Kekayaan Usahatani Non Plasma B di Kecamatan
Cisarua dan Kecamatan Megamendung ... 98 3 Rincian Kekayaan Usahatani Plasma di Kecamatan
Cisarua dan Kecamatan Megamendung ... 99 4 Biaya Usahatani Non Plasma A di Kecamatan Cisarua
dan Kecamatan Megamendung ... 100 5 Biaya Usahatani Non Plasma B di Kecamatan Cisarua dan
Kecamatan Megamendung ... 102 6 Biaya Usahatani Plasma di Kecamatan Cisarua dan
Kecamatan Megamendung ... 103 7 Analisis Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih di
Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung ... 104 8 Analisis Ekonomi Usahatani Non Plasma A di Kecamatan
Cisarua dan Kecamatan Megamendung ... 105 9 Analisis Ekonomi Usahatani Non Plasma B di Kecamatan
Cisarua dan Kecamatan Megamendung ... 107 10 Biaya Investasi Usahatani Non Plasma A di Kecamatan
Cisarua dan Kecamatan Megamendung ... 109 11 Analisis Sensitivitas Usahatani Non Plasma A dengan
Menurunkan Harga Jamur Tiram Putih Segar Sebesar Rp 50.00/kg di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan
Megamendung ... 111 12 Analisis Ekonomi Usahatani Plasma di Kecamatan
Cisarua dan Kecamatan Megamendung ... 112 13 Analisis Sensitivitas Usahatani Plasma dengan Menurunkan
Harga Jamur Tiram Putih Segar Sebesar Rp 50.00/kg di
Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung ... 114 14 Analisis Sensitivitas Usahatani Non Plasma B dengan
Menurunkan Harga Jamur Tiram Putih Segar Sebesar Rp 50.00/kg di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara agraris yang mempunyai berbagai jenis komoditas
pertanian yang beragam. Komoditas pertanian di Indonesia yang berpotensi
dikembangkan adalah komoditas hortikultura (Martawijaya dan Nurjayadi, 2010).
Hal ini terkait dengan banyaknya varietas hortikultura yang ada dan nilai ekonomi
yang tinggi. Pembangunan pertanian dibidang pangan khususnya hortikultura
bertujuan untuk swasembada pangan, meningkatkan pendapatan masyarakat,
memperbaiki keadaan gizi melalui penganekaragaman jenis bahan makanan.
Menurut Herbowo (2011), salah satu jenis produk hortikultura adalah sayuran.
Sayuran di Indonesia dapat dibudidayakan dengan baik dan merupakan sumber
pangan yang penting untuk dikonsumsi. Produksi sayuran di Indonesia dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun 2005 - 2009
No Komoditas
2 Berdasarkan Tabel 1, pada tahun 2005 produksi sayur di Indonesia sebesar
9 101 990.00 ton dan laju rata-rata produksi sayuran pada tahun 2005 sampai
2009 sebesar 3.85%, sehingga jumlah total produksi sayuran pada tahun 2009
menjadi 10 571 330.00 ton. Menurut Martawijaya dan Nurjayadi (2010), salah
satu jenis sayuran yang dapat dikembangkan dan diarahkan untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat dan memperbaiki keadaan gizi melalui penganekaragaman
jenis bahan makanan adalah jamur. Berdasarkan Tabel 1, laju rata-rata produksi
jamur pada tahun 2005 - 2009 sebesar 20.74%, hal ini dikarenakan produksi jamur
mengalami penurunan pada tahun 2006.
Di Indonesia sejak tahun 1970 - 1990 ada lima jenis jamur yang
diusahakan secara komersial dan dijadikan bahan makanan. Lima jenis jamur ini
sudah mulai dibudidayakan hingga skala kategori industri yang berarti memiliki
kapasitas produksi cukup besar, yaitu: jamur kancing (Agricus bisporus), jamur
kuping (Auricularia spp), jamur shiitake (Lentinula edodes), jamur tiram putih
(Pleurotus ostreatus), dan jamur merang (Volvarriella volvaceae)
(Pasaribuan et al., 2002).
Jamur tiram putih dari kelima jenis jamur yang dibudidayakan merupakan
jamur yang sering dikonsumsi masyarakat dan dibudidayakan karena memiliki
tekstur daging yang lembut dan rasanya hampir sama daging ayam serta memiliki
kandungan gizi yang tinggi dan berbagai macam asam amino essensial, protein,
lemak, mineral, dan vitamin. Jamur tiram memiliki kandungan gizi tertinggi
dibandingkan dengan jenis jamur lainnya maupun hewani (Martawijaya dan
Nurjayadi, 2011). Perbandingan kandungan gizi jamur tiram putih dengan bahan
3 Berdasarkan Tabel 2, jamur tiram putih memiliki kandungan protein
6.00% lebih tinggi dibandingkan dengan daging sapi. Karbohidrat yang
terkandung dalam jamur tiram putih 57.50% lebih tinggi dibandingkan dengan
daging sapi, meskipun kandungan lemak pada jamur tiram putih jauh lebih rendah
3.90% dibandingkan dengan daging sapi.
Tabel 2. Perbandingan Kandungan Gizi Jamur Tiram Putih dengan Bahan Makanan Lain
(%)
No Bahan Makanan Protein Lemak Karbohidrat
1 Jamur merang 1.80 0.30 4.00
Sumber: Martawijaya dan Nurjayadi, 2011
Jamur tiram putih memiliki kandungan protein tertinggi dari lima jenis
jamur yang dibudidayakan di Indonesia. Kandungan gizi jamur tiram putih
dengan jamur yang lain dapat dilihat dapat Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan Gizi Beberapa Jenis Jamur
(gram/100 gram)
No Jenis Protein Lemak Karbohidrat
1 Jamur tiram putih 27.00 1.60 58.00
2 Jamur kuping 8.40 0.50 82.80
3 Jamur shiitake 17.50 0.50 78.00
4 Jamur kancing 23.90 1.70 62.50
5 Jamur merang 25.90 0.30 4.00
Sumber: Dienazzola R dan Rahmat P, 2009
Jamur tiram sebagai salah satu jenis jamur yang dibudidayakan memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan jenis jamur lainnya. Beberapa keunggulan
jamur tiram adalah: (a) budidaya jamur tiram dapat berlangsung sepanjang tahun,
(b) budidaya jamur tiram dapat dilaksanakan dalam areal yang relatif sempit, (c)
budidaya jamur tiram menggunakan bahan baku serbuk kayu yang mudah
4 jamur lainnya, (e) jamur tiram memiliki masa produksi hingga masa panen yang
paling cepat diantara jamur-jamur lain, dan (f) jamur tiram memiliki tingkat harga
jual yang relatif baik dan stabil dibandingkan jamur yang lain (Martawijaya dan
Nurjayadi, 2010).
Kegunaan jamur tiram putih sebagai obat dan bahan makanan lezat dan
bergizi, membuat permintaan konsumen dan pasar terhadap jamur tiram putih di
berbagai daerah terus meningkat (Meitasari dan Mursidah, 2011). Sebagian
masyarakat mengetahui peluang untuk mengusahakan usahatani jamur tiram putih
dan keunggulan-keunggulan yang dimiliki jamur tiram putih. Peluang usaha ini
kemudian menarik minat masyarakat untuk mengembangkan usahatani jamur
tiram putih, sehingga berdiri lokasi-lokasi budidaya jamur tiram putih.
Wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah merupakan daerah penghasil jamur
di Indonesia (Martawijawa dan Nurjayadi, 2011). Hal ini dikarenakan daerah
tersebut memiliki kondisi alam yang sesuai untuk pertumbuhan jamur tiram putih.
Kondisi alam yang sesuai menjadi faktor pendorong bagi petani untuk
membudidayakan jamur tiram putih.
Tahun 2009 produksi jamur di Propinsi Jawa Barat sebesar 2 561 760 ton
dan meningkat sebesar 137.78% sehingga produksi jamur pada tahun 2010
menjadi 6 091 810 ton, Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah penghasil
jamur di Jawa Barat (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Provinsi Jawa Barat,
2011). Menurut Herbowo (2011), Kabupaten Bogor memiliki kondisi alam yang
cocok untuk pertumbuhan jamur. Hal tersebut menjadi faktor pendorong utama
5 dan media tanam digunakan untuk membudidayakan jamur tiram putih di
Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah Produksi dan Media untuk Membudidayakan Jamur Tiram Putih di Kabupaten Bogor pada Tahun 2007 - 2010
No Tahun Produksi (ton) Laju Produksi (%) Jumlah Media Tanam (log)
1 2007 286.00 - 631 102.00
2 2008 274.00 -4.20 650 000.00
3 2009 240.00 -12.41 565 000.00
4 2010 789.50 228.96 1 621 500.00
Jumlah 1 589 500.00 70.78 1 846 102 000.00
Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2011
Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa jumlah produksi jamur tiram
putih di Kabupaten Bogor pada tahun 2009 mengalami penurunan dibandingkan
tahun 2007 dan 2008. Penurunan produksi diakibatkan adanya serangan hama,
sehingga banyak petani yang mengalami kerugian dan petani memilih untuk
tidak membudidayakan jamur tiram putih lagi (Dinas Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Bogor, 2012). Hal ini mengakibatkan meningkatnya jumlah
permintaan jamur tiram putih di pasar yang tidak dapat dipenuhi. Melihat
peluang pasar beberapa petani mulai membudidayakan jamur tiram putih kembali
pada tahun 2010 sehingga jumlah media dan jumlah produksi jamur tiram putih
meningkat kembali pada tahun 2010, laju rata-rata media tanam sebesar 156.93%
dan laju produksi sebesar 76.78%.
Wilayah penghasil jamur tiram di Kabupaten Bogor menurut Dinas
Pertanian dan Kehutanaan Kabupaten Bogor (2012), yaitu: Megamendung,
Cisarua, Cipanas, Dramaga, Leuwiliang dan Ciapus. Hal ini terjadi karena
ketersediaan bahan baku seperti serbuk gergaji, dedak, kapur dan tambahan unsur
lainnya sebagai bahan baku pembuatan media tanam jamur tiram putih (bag log),
6 Petani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung
membutuhkan investasi untuk menyediakan komponen-komponen seperti bibit
jamur tiram, serbuk gergaji, plastik, dedak, kapur, cincin, karet gelang, koran, dan
gas serta lahan yang digunakan untuk kumbung jamur atau tempat produksi
jamur.
Petani yang membudidayakan jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua
dan Megamendung tidak semuanya membuat media tanam (bag log) dan bibit
jamur tiram putih. Petani yang membuat media tanam (bag log) dan bibit jamur
tiram putih disebut non plasma A. Petani jamur tiram putih yang membuat media
tanam (bag log) namun membeli bibit disebut non plasma B. Petani yang memilih
untuk membeli media tanam (bag log) yang sudah jadi daripada membuat sendiri
disebut plasma. Harga bag log yang sudah jadi di Kecamatan Cisarua dan
Megamendung berkisar antara Rp 1 500/log - Rp 2 000/log. Petani jamur tiram
putih yang membeli bag log sudah jadi hanya menyediakan kumbung untuk
growing (ruangan untuk tumbuhnya jamur) dan menunggu waktu panen.
Media tanam (bag log) jamur tiram putih yang sudah tidak produktif
menjadi limbah, limbah bag log terdiri dari plastik dan sisa serbuk gergaji. Plastik
dapat menimbulkan masalah lingkungan karena limbah plastik tidak dapat
diuraikan oleh mikroorganisme atau melapuk oleh iklim dan cuaca, sehingga
berpotensi sebagai bahan pencemar khususnya terhadap pencemaran tanah
(Hazami, 2004). Hal ini mengindikasikan usahatani jamur tiram putih berpotensi
mencemari lingkungan melalui sisa media tanam (bag log) yang digunakan dalam
usahatani ini, namun limbah serbuk gergaji pada usahatani jamur tiram putih di
7 sekitar sebagai bahan pembuatan pupuk organik dan limbah plastik bag log
dimanfaatkan oleh para tenaga kerja untuk dijual kepada penampung barang
bekas. Hal ini juga mengindikasikan bahwa usahatani jamur tiram putih
berpotensi menghasilkan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar melalui
penerimaan dari pupuk organik dan penjualan limbah plastik bag log. Bersarnya
penerimaan dari pupuk organik dan limbah plastik bag log selama ini belum
dihitung penelitian ini menghitung hal tersebut.
Usahatani jamur tiram putih membutuhkan proses yang panjang untuk
melakukan produksi seperti: pembuatan bibit, pengadukan, sterilisasi, inokulasi
(pemberian bibit pada bag log), inkubasi (bag log yang sudah diberi bibit
didiamkan dalam ruangan yang steril sampai keluar spora) dan pertumbuhan
(growing). Oleh karena itu usahatani jamur tiram putih membutuhkan jumlah
pekerja yang banyak.
Pekerja yang bekerja pada usahtani jamur tiram putih adalah warga sekitar
usahatani jamur tiram putih sehingga dengan adanya usahatani jamur tiram putih
dapat mengurangi penganguran. Besarnya manfaat yang diterima masyarakat
berupa penyerapan tenaga kerja juga belum diperhitungkan maka berdasarkan hal
tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai analisis kelayakan ekonomi
usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung
untuk mengetahui berapa besar manfaat ekonomi yang diperoleh petani, tenaga
kerja dan masyarakat sekitar dengan adanya usahatani jamur tiram putih.
1.2 Perumusan Masalah
Pada tahun 2010 banyak berkembang usahatani jamur tiram putih di
8 Megamendung bertambah banyak. Hal ini berdampak pada peningkatan jumlah
produksi jamur tiram putih yang dihasilkan oleh Kecamatan Megamendung
sehingga Kecamatan Cisarua sebagai penghasil jamur tiram putih terbesar pada
tahun 2010 digantikan oleh Kecamatan Megamendung.
Berdirinya usahatani jamur tiram putih selain berdampak pada
peningkatan jumlah poduksi jamur tiram putih juga berdampak pada penyerapan
tenaga kerja di Kecamatan Cisarua dan Megamendung sebab tenaga kerja yang
digunakan pada usahatani jamur tiram putih adalah tenaga kerja yang berasal dari
Kecamatan Cisarua dan Megamendung. Bertambahnya jumlah produksi jamur
tiram putih berarti semakin banyak jumlah bag log yang diproduksi oleh petani.
Hal ini mengkibatkan semakin banyak jumlah limbah bag log yang dihasilkan
oleh usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung,
semakin banyak jumlah limbah bag log yang dihasilkan berdampak pada jumlah
pupuk organik yang dapat dibuat oleh masyarakat sekitar usahatani jamur tiram
putih.
Usahatani pada setiap unit usaha memiliki perbedaan cara dalam
pembuatan media tanam (bag log) dan pembuatan bibit. Perbedaan cara tersebut
berdampak pada perbedaan kemampuan memproduksi jamur tiram putih.
Kecamatan Cisarua dan Megamendung merupakan dua Kecamatan
penghasil jamur tiram putihnya paling besar di Kabupaten Bogor, namun kondisi
yang sebenarnya hasil produktivitas jamur tiram putih satu bag log di petani
Kecamatan Cisarua dan Megamendung baru mencapai 0.30 kg/bag log. Menurut
Dinas Pertanian Kabupaten Bogor (2012), apabila jamur tiram putih
9 0.5 kg/bag log. Produktivitas yang masih rendah ini disebabkan oleh perlakuan
yang berbeda dalam pembuatan bibit, perbedaan cara dalam pembuatan bag log
dan perawatan yang dilakukan petani. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana pendapatan dan penyerapan tenaga kerja usahatani jamur tiram
putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung?
2. Bagaimana kelayakan ekonomi usahatani jamur tiram putih di Kecamatan
Cisarua dan Megamendung?
3. Bagaimana sensitivitas usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan
Megamendung apabila terjadi perubahan harga jamur tiram putih segar?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini
bertujuan:
1. Menganalisis pendapatan dan penyerapan tenaga kerja dengan adanya
usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung.
2. Menganalisis kelayakan ekonomi usahatani jamur tiram putih di Kecamatan
Cisarua dan Kecamatan Megamendung.
3. Menganalisis sensitivitas usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua
dan Kecamatan Megamendung apabila terjadi perubahan tingkat kegagalan
pembuatan bag log dan harga jamur tiram putih segar.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan dari penelitian di atas, maka diharapkan penelitian ini
10 1. Petani jamur tiram putih, sebagai tambahan informasi dan rekomendasi
pengambilan keputusan dalam produksi jamur tiram putih.
2. Masyarakat, sebagai informasi bahwa usahatani jamur tiram putih dapat
menyerap tenaga kerja.
3. Akademisi, sebagai tambahan informasi untuk pelaksanaan penelitian
selanjutnya yang relevan di masa datang.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka ruang
lingkup penelitian ini adalah:
1. Jenis jamur yang dianalisis dalam penelitian ini adalah jamur tiram putih.
Penelitian ini dilakukan di tujuh desa, empat desa di Kecamatan Cisarua yaitu
Desa Tugu Utara, Desa Tugu Selatan, Desa Kopo dan Desa Jogjogan dan tiga
desa di Kecamatan Megamendung yaitu Desa Cipayung, Desa Sukaresmi dan
Desa Sukamaju Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
2. Responden dalam penelitian ini adalah populasi usahatani jamur tiram putih
yang ada di Kecamatan Cisarua dan Megamendung. Responden tersebut dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu (1) usahatani non plasma A, (2) usahatani non
plasma B dan (3) usahatani plasma. Pembagian kelompok tersebut berdasarkan
cara pembuatan media tanam (bag log).
3. Nilai guna kumbung (rumah produksi jamur) dan bag log dalam penelitian ini
tidak diperhitungkan.
4. Harga bayangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga bayangan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisis Proyek
Tujuan dilakukan analisis proyek adalah untuk memperbaiki penilaian
investasi perlu dilakukan perhitungan untuk mengetahui hasil investasi yang
dikeluarkan karena sumber-sumber yang tersedia bagi pembangunan terbatas
(Kadariah, 2001).
2.1.1 Pengertian Proyek
Proyek adalah sebagai suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan
sumber-sumber untuk mendapatkan manfaat atau suatu aktivitas yang
memerlukan biaya dengan harapan untuk mendapatkan hasil di masa yang akan
datang (Kadariah et al., 1976). Menurut Gray et al. (1997), proyek adalah
kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk
kesatuan dengan mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan benefit atau
kemanfaatan. Menurut Gittinger (2008), proyek pertanian adalah kegiatan usaha
yang menggunakan sumberdaya untuk memperoleh keuntungan atau manfaat,
definisi ini dibuat luas karena usaha pertanian bermacam-macam. Kegiatan
pertanian dapat dimasukkan dalam kerangka proyek karena kegiatan pertanian
mengeluarkan uang atau biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan
secara logika merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan,
pembiayaan, dan pelaksanaan dalam satu unit (Gittinger, 2008).
2.1.2 Perbedaan Analisis Ekonomi dan Analisis Finansial
Evaluasi proyek biasanya diadakan dua macam analisis, yaitu analisis
finansial dan analisis ekonomi. Analisis finansial proyek dilihat dari sudut badan
12 proyek (Kadariah, 2001). Menurut Gray et al. (1997), analisis finansial adalah
suatu analisis yang mempunyai kepentingan langsung dalam benefit dan biaya
proyek adalah individu atau pengusaha.
Analisis ekonomi proyek dilihat dari sudut perekonomian sebagai
keseluruhan, analisis ekonomi adalah hasil total atau produktivitas atau
keuntungan yang didapat dari semua sumber yang dipakai dalam proyek untuk
masyarakat atau perekonomian sebagian keseluruhan, tanpa melihat siapa yang
menyediakan sumber-sumber tersebut dan siapa dalam masyarakat yang
menerima hasil dari proyek tersebut. Ada dua unsur yang berbeda dalam analisis
finansial dan analisis ekonomi yaitu: harga dan transfer, transfer terdiri dari:
pajak, subsidi dan bunga (Kadariah, 2001).
Menurut Gray et al. (1997), analisis ekonomi adalah menghitung benefit
dan biaya-biaya proyek dari segi pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan
sebagai yang berkepentingan dalam proyek. Dasar perhitungan analisis finansial
dan ekonomi berbeda dalam lima hal yaitu dalam hal penggunaan harga,
perhitungan pajak, subsidi, biaya investasi dan pelunasan pinjaman dalam hal
bunga.
1. Harga
Harga dalam analisis finansial menggunakan harga pasar baik untuk
sumber-sumber yang dipergunakan untuk produksi maupun untuk hasil-hasil
produksi dari proyek, dalam analisis ekonomi menggunakan shadow price yaitu
harga yang disesuaikan sedemikian rupa untuk menggambarkan nilai sosial yang
sebenarnya dari barang dan jasa tersebut. Shadow price didasarkan pada
13 tertentu adalah benefit yang dikorbankan dari proyek marjinal karena
sumber-sumber yang seharusnya dapat dipakai untuk proyek marjinal sekarang
dipergunakan dalam proyek tertentu.
Penentuan shadow price menurut Gray et al., 1997, yaitu Shadow price
modal adalah social opportunity cost tiap-tiap unit modal tersebut yang besarnya
sama dengan tingkat suku bunga sosial. Social opportunity cost modal adalah
benefit yang dapat diperoleh bila modal tersebut diinvestasikan dalam proyek.
Tanah merupakan bagian terpenting dari biaya proyek, misalkan suatu Proyek P,
diperkirakan berumur ekonomis n tahun, menggunakan sebidang tanah yang
luasnya A hektar dan biasanya dipergunakan untuk menanam tebu. Misalkan
selama n tahun nilai bersih tebu atas tanah yang digunakan (penjualan tebu
dikurangi biaya-biaya lainnya) adalah Y rupiah. Maka social opportunity cost
tanah yang dipergunakan dalam proyek P adalah Y rupiah, yaitu nilai bersih tebu
yang diperoleh sebagai hasil tanah tersebut seandainya tanah tetap dipakai untuk
menanam tebu dan bukan untuk proyek P. Shadow price tanah tersebut adalah Y/A
rupiah/ha.
Penentuan shadow price menurut Husnan dan Suwarsono, 1994, yaitu
Harga bayangan untuk gaji tenaga kerja adalah berapa banyak sektor lain bersedia
membayar untuk tenaga kerja tersebut. Proyek yang menciptakan tenaga kerja,
maka harga bayangan tenaga kerja jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga
pasar atau harga yang sesungguhnya. Harga bayangan yang digunakan untuk input
dan output yang diperdagangkan adalah harga internasional atau border price
14 Output yang tidak di perdagangkan diukur sesuai dengan biaya produksi
marginalnya.
2. Pajak
Pajak dalam analisis finansial adalah bagian dari benefit yang dibayar
kepada instansi pemerintah. Analisis ekonomi pajak merupakan transfer, yaitu
bagian dari benefit proyek yang diserahkan kepada pemerintah yang digunakan
untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan (Gray et al., 1997).
3. Subsidi
Penerimaan subsidi dalam analisis finansial berarti pengurangan biaya
yang harus ditanggung oleh pemilik proyek. Oleh sebab itu subsidi mengurangi
biaya sedangkan dalam analisis ekonomi, subsidi dianggap sebagai sumber yang
dialihkan dari masyarakat untuk digunakan dalam proyek. Oleh sebab itu subsidi
yang diterima proyek adalah beban masyarakat, jadi dari segi perhitungan sosial
tidak mengurangi biaya proyek (Gray et al., 1997).
4. Biaya investasi dan pelunasan pinjaman
Biaya investasi pada tahap permulaan proyek pada analisis finansial adalah
investasi yang dibiayai dengan modal sendiri. Bagian investasi yang dibiayai dari
modal pinjaman, baik pinjaman dalam negeri maupun luar negari, tidak dianggap
sebagai biaya pada saat dikeluarkan. Analisis ekonomi seluruh biaya investasi
baik yang dibiayai dengan modal dalam maupun luar negeri, dengan modal saham
atau pinjaman dianggap sebagai biaya proyek pada saat dikeluarkan
15 5. Bunga
Bunga dalam analisis finansial baik bunga atas pinjaman dalam maupun
luar negeri merupakan biaya proyek. Analisis ekonomi bunga atas pinjaman
dalam negeri tidak dimasukkan sebagai biaya karena modal tersebut dapat
dianggap sebagai modal masyarakat dan oleh sebab itu, bunga dianggap bagian
dari benefit sosial. Bunga atas pinjaman luar negeri yang dialokasikan ditentukan,
sama halnya dengan bunga atas pinjaman dalam negeri tidak dihitung sebagai
biaya proyek. Bunga atas pinjaman luar negeri yang terikat dan tersedia hanya
untuk satu proyek tertentu diperhitungkan sebagai biaya proyek pada saat (tahun)
pembayaran (Gray et al., 1997).
2.1.3 Aspek Proyek
Menganalisis suatu proyek, harus mempertimbangkan aspek-aspek yang
saling berkaitan yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan
yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu dan mempertimbangkan
seluruh aspek tersebut pada setiap tahap dalam perencanaan proyek dan siklus
pelaksanaannya. Kadariah (2001), membagi aspek-aspek analisis kelayakan
meliputi aspek teknis, aspek manajerial dan administratif, aspek organisasi, aspek
komersial, aspek finansial, dan aspek ekonomis. Kasmir dan Jafar (2003),
menyatakan secara umum prioritas aspek-aspek yang perlu dilakukan untuk
mengambil keputusan yaitu: aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek
keuangan, aspek teknis, aspek manajemen, aspek ekonomi sosial dan aspek
16 1. Aspek Hukum
Tujuan aspek hukum adalah untuk meneliti keabsahan, kesempurnaan dan
keaslian dari dokumen-dokumen yang dimiliki. Dokumen yang perlu diteliti
meliputi badan hukum, izin-izin yang dimiliki, sertifikat tanah atau dokumen lain
yang mendukung kegiatan proyek yang dilakukan (Kasmir dan Jafar, 2003).
2. Aspek Pasar
Tujuan analisis pasar adalah untuk melihat kondisi permintaan dan
penawaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan suatu barang dan jasa
adalah: harga barang itu sendiri, harga barang lain yang memiliki hubungan,
pendapatan, selera, jumlah penduduk dan faktor khusus. Faktor-faktor yang
mempengaruhi penawaran suatu barang dan jasa adalah: harga barang itu sendiri,
harga barang lain yang memiliki hubungan, teknologi, harga input, tujuan
perusahaan dan faktor khusus (Kasmir dan Jafar, 2003).
3. Aspek Teknis
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aspek teknis adalah: masalah
penentuan lokasi, luas produksi, tata letak (lay-out), penyusunan peralatan,
pemilihan teknologi dan proses produksi. Aspek teknis penting untuk dilakukan
sebelum suatu proyek dijalankan (Kasmir dan Jafar, 2003).
4. Aspek Manajemen
Mempertimbangkan pola sosial, budaya dan lembaga yang akan dilayani
oleh proyek, struktur kelembagaan disesuaikan dengan negara atau daerah.
Pekerjaan-pekerjaan apa yang diperlukan untuk menjalankan operasi tersebut,
pekerjaan-17 pekerjaan tersebut dan juga struktur organisasi yang akan dipergunakan dalam
suatu proyek (Kasmir dan Jafar, 2003).
5. Aspek Ekonomi dan Sosial
Setiap proyek yang dijalankan akan memberi dampak positif dan negatif.
Dampak positif dan negatif dapat dirasakan oleh berbagai pihak, baik pengusaha,
pemerintah maupun masyarakat. Dampak aspek ekonomi dan sosial dampak
positif yang diberikan dengan adanya investasi lebih ditekankan kepada
masyarakat khususnya dan pemerintah umumnya (Kasmir dan Jafar, 2003).
6. Aspek Lingkungan
Aspek lingkungan disamping untuk mengetahui dampak yang akan
ditimbulkan, juga mencari jalan keluar untuk mengatasi dampak tersebut. Analisis
dampak lingkungan hidup terdapat pada PP nomor 27 tahun 1999 pasal 1 (Kasmir
dan Jafar, 2003).
2.1.4 Kriteria Kelayakan Investasi
Pelaksanaan analisis ekonomi usahatani menggunakan metode-metode
atau kriteria-kriteria penilaian investasi. Melalui metode-metode ini dapat
diketahui apakah suatu proyek layak untuk dijalankan dilihat dari aspek
profitabilitas komersialnya. Beberapa kriteria dalam menilai kelayakan suatu
proyek yang paling umum digunakan adalah Net Present Value (NPV), Internal
Rate of Return (IRR) dan Net Benefit per Cost Ratio(Net B/C) (Gray et al., 1997).
Setiap metode ini menggunakan nilai sekarang yang telah di-discount dari arus
manfaat dan arus biaya selama umur usahatani. Kriteria investasi digunakan untuk
18 (Gray et al., 1997). Kriteria investasi yang biasa digunakan untuk menentukan
kelayakan usahatani antara lain:
1. Net Present Value (NPV)
Metode penghitungan Net Present Value (NPV) adalah selisih nilai
sekarang arus benefit dengan nilai sekarang arus biaya. Menghitung nilai
sekarang harus ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan.
NPV menghasilkan nilai positif maka investasi tersebut dapat diterima,
sedangkan jika NPV tersebut bernilai negatif maka sebaiknya investasi tersebut
ditolak (Gray et al., 1997).
2. Internal Rate of Return (IRR)
Investasi dikatakan layak jika IRR lebih besar dari tingkat diskonto,
sedangkan jika IRR lebih kecil dari tingkat diskonto maka proyek tersebut tidak
layak dilaksanakan. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal
yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu
investasi dinyatakan layak jika IRR lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku
(Gray et al., 1997).
3. Net Benefit per Cost Ratio (Net B/C)
Net Benefit per Cost Ratio (Net B/C) adalah besarnya manfaat tambahan
pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Nila Net B/C lebih kecil dari satu,
maka hal ini berarti bahwa dengan discount rate yang dipakai, present value dari
benefit lebih kecil daripada present value dari cost, hal ini berarti bahwa proyek
itu tidak menguntungkan. Kriteria untuk menerima proyek adalah nilai Net B/C
sama dengan atau lebih besar dari satu (Gray et al., 1997).
19 2.1.5 Analisis Sensitivitas
Gittinger (2008), mengungkapkan bahwa analisis sensitivitas merupakan
suatu alat yang langsung dalam menganalisis pengaruh-pengaruh resiko yang
ditanggung dan ketidakpastian dalam analisa proyek. Menurut Kadariah et al.
(1976), tujuan analisis sensitivitas adalah untuk melihat apa yang akan terjadi
dengan hasil analisis proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan dalam
dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit. Perubahan yang mungkin terjadi antara lain:
kenaikan dalam biaya konstruksi (cost over run), perubahan dalam harga hasil
produksi dan terjadi penurunan produktivitas pekerjaan. Gittinger (2008) juga
mengungkapkan bahwa pada bidang pertanian, proyek berubah secara sensitif
akibat empat masalah utama, yaitu harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan
biaya dan hasil.
2.1.6 Kriteria Skala Usaha
Menurut Partomo dan Soejoedono (2004), profil usaha mikro di Indonesia
dapat dilihat dari segi manajemen dan keuangan. Profil usaha kecil Indonesia
dilihat dari segi manajemen, yaitu sebagai berikut: (1) Pemilik sebagai pengelola,
(2) Berkembang dari usaha usaha kecil-kecilan, (3) tidak membuat perencanaan
tertulis, (4) kurang membuat catatan/pembukuan, (5) pendelegasian wewenang
secara lisan, (6) kurang mampu mempertahankan mutu, (7) sangat tergantung
pada pelanggan dan pemasok disekitar usahanya, (8) kurang membina saluran
informasi, (9) kurang mampu membina hubungan perbankan.
Profil usaha kecil Indonesia dari segi keuangan, yaitu sebagai berikut: (1)
memulai usaha kecil-kecilan dengan modal sedikit dana dan keterampilan
20 memperoleh pinjaman bank relatif rendah, (4) kurang akurat perencanaan
anggaran kas, (5) kurang memiliki catatan harga pokok produksi, (6) kurang
memahami tentang pentingnya pencatatan keuangan/akuntansi, (7) kurang paham
tentang prinsip-prinsip penyajian laporan keuangan dan kemampuan analisisnya,
(8) kurang mampu memilih informasi yang berguna bagi usahanya.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 mengenai usaha mikro,
kecil dan menengah, usaha mikro merupakan usaha produktif milik orang
perorangan dan/atau bahan usaha yang memenuhi kriteria usaha mikro
sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Pada Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2008 disebutkan bahwa usaha mikro merupakan usaha yang
memiliki kekayaan bersih paling banyak sebesar Rp 50 000 000, hal ini tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Penjualan paling banyak dari usaha
mikro adalah sebesar Rp 300 000 000/ tahun (Gauza, 2008).
2.2 Karakteristik Jamur Tiram Putih
Jamur tiram dapat dibedakan jenisnya berdasarkan warna tubuh buahnya,
yaitu: Pleurotus ostreat (berwarna putih kekuning-kuningan), Pleurotus
flabellatus (berwarna merah jambu), Pleurotus florida (berwarna putih bersih),
Pleurotus sajor caju (berwarna kelabu) dan Pleurotus cysididiyosus (berwarna
kecoklatan). Mulai tahun 1953 upaya pembudidayaan jamur tiram sudah
dilaksanakan di daerah Eropa, di Jawa Barat budidaya jamur tiram daerah sentral
utama budidaya jamur tiram adalah Sukabumi, Bogor dan Kabupaten Bandung
(Pasaribuan et al., 2002). Tahun 1986 di kawasan Bogor mulai dibudidayakan
jamur tiram putih, akan tetapi baru dikenal masyarakat pada tahun 2000 (Nugraha
21 Menurut Martawijaya dan Nurjayadi (2011), sarana dan prasarana yang
diperlukan dalam budidaya jamur tiram putih meliputi: lokasi dan lahan, kumbung
jamur yang terdiri dari ruang pengadukan bahan dan sterilisasi, ruang pembibitan
dan inkubasi dan ruang pertumbuhan. Bahan baku pembuatan media tanam (bag
log) diantarannya adalah: serbuk gergaji, dedak, kapur dan tepung tapioka.
Tahapan budidaya jamur tiram sebagai berikut: (1) Pembuatan bibit induk, (2)
pembuatan bibit produksi, (3) pembuatan media tanam (bag log) yang terdiri dari:
pengadukan, pengomposan, pengisian media, sterilisasi, pembibitan (inokulasi),
inkubasi dan penempatan di ruangan tumbuh dan (4) panen dan pascapanen.
2.3 Biaya dan Pendapatan Usahatani
Biaya adalah korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi yang
semula fisik, kemudian diberi nilai rupiah (Hernanto, 1996). Biaya usahatani
dibedakan menjadi dua macam yaitu biaya tunai atau biaya yang dibayarkan dan
biaya tidak tunai atau biaya yang tidak dibayarkan. Biaya tunai adalah biaya yang
dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga, biaya untuk
pembelian input produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan peralatan panen
serta biaya untuk irigasi atau pengairan. Biaya tidak tunai adalah biaya yang tidak
dikeluarkan secara langsung tetapi tetap harus diperhitungkan seperti upah tenaga
kerja dalam keluarga serta biaya penyusutan alat-alat pertanian (Hernanto, 1996).
Pendapatan adalah selisih antara penerimaan total usaha dengan
pengeluaran, penerimaan tersebut bersumber dari hasil pemasaran atau penjualan
hasil usaha sedangkan pengeluaran merupakan total biaya yang digunakan selama
proses produksi (Kadarsan, 1995). Pendapatan petani meliputi upah tenaga kerja
22 pendapatan kotor dikurangi biaya alat-alat luar dan bunga modal luar
(Suratiyah K, 2008).
Menurut Hernanto (1996), pendapatan juga dibedakan menjadi pendapatan
tunai dan pendapatan tidak tunai. Pendapatan tunai merupakan pendapatan yang
diperoleh dari penerimaan dan biaya tunai, sedangkan pendapatan tidak tunai
merupakan pendapatan yang diperoleh dari penerimaan dan biaya total. Bentuk
pendapatan tunai dapat menggambarkan tingkat kemajuan ekonomi usahatani
dalam spesialisasi dan pembagian kerja. Besarnya pendapatan tunai atau proporsi
penerimaan tunai dari total penerimaan yang masuk dapat digunakan untuk
perbandingan keberhasilan petani satu dengan yang lainnya.
2.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian mengenai jamur tiram putih sudah banyak dilakukan,
baik dari segi budidaya maupun ekonominya. Beberapa penelitian yang dapat
dijadikan acuan pada penelitian ini antara lain penelitian Hidayat (2011),
Herbowo (2011), Khairunisa (2011), Nasution (2010), Tria (2010) dan Nisa
(2006). Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
Berdasarkan Tabel 5, perbedaan penelitian ini dengan
penelitian-penelitian sebelumnya adalah dalam hal spesifikasi komoditas, lokasi penelitian-penelitian
dan metode pengolahan data. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Hidayat
(2011), Herbowo (2011) dan Nasution (2010) adalah dalam hal metode
Tabel 5. Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil Penelitian
1. Ivan analisis discounted dengan penilaian terhadap NPV (Net Present Value), B/C
(Benefit-Cost Ratio), dan
IRR (Internal Rate of Return) dan analisis sensitivitas.
Berdasarkan hasil penelitian kegiatan budidaya ini layak diusahakan, karena memenuhi kriteria kelayakan investasi. Di Kecamatan Ciampea nilai NPV sebesar Rp 534 025 601.00, nilai BCR sebesar 1.50, nilai IRR sebesar 104.00%, sedangkan di Kecamatan Ciawi nilai NPV sebesar Rp 1 073 313 595.00, nilai BCR sebesar 1.40 dan nilai IRR sebesar 1 095%. Budidaya jamur tiram ini memiliki prospek untuk menyediakan lapangan usaha dan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar hutan.
2. Abed yang terdiri dari NPV, IRR, Net B/C, dan payback periode.
Berdasarkan hasil penelitian skenario I menghasilkan kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp 708 104 697.01, nilai, Net B/C sebesar 2.32, nilai IRR 45.00% dan PP selama 3 tahun, 6 bulan, 29 hari. Skenario II menghasilkan kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp 403 502 827.98, nilai Net B/C sebesar 1.69, nilai IRR 27 %, dan PP selama 4 tahun, 3 bulan, 11 hari. Skenario III menghasilkan kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp 2 095 013 894.70, nilai Net B/C sebesar 2.77, nilai IRR 59.00%, dan PP selama 2 tahun, 10 bulan, 6 hari.
Tabel 5. Lanjutan
No Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil Penelitian
3. Vidya
Berdasarkan hasil penelitian tingkat daya dukung lingkungan rendah dengan indeks sebesar 0.60 untuk timbulan dan 0.31 untuk mesin. Secara ekonomi UPS layak untuk dijalankan dengan NPV sebesar Rp 966 559 206.00, Net B/C sebesar 3.76, IRR sebesar 58.21% dan setelah dilakukan analisis sensitivitas proyek UPS semakin layak untuk dijalankan. dari analisis Pendapatan (I = R – C) dan analisis efisiensi (R/C) dan analisis kualitatif digunakan untuk
menguraikan hasil analisis kuantitatif yang diperoleh.
Berdasarkan hasil penelitian pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan tunai petani Rp 117 404 544.00 dan pendapatan biaya total Rp 116 514 988.70. Diperoleh nilai R/C atas biaya tunai adalah 1.63 dan R/C atas biaya total sebesar 1.58. Petani jamur Ikhlas dapat dikatan efisien dan layak diusahakan kerena memiliki nilai R/C>1.
Tabel 5. Lanjutan
No Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil Penelitian
5. Edo frontier, dan fungsi dual cost. Fungsi produksi
Hasil penelitian diperoleh biaya total yang dikeluarkan dalam satu periode produksi sebesar Rp 68 705 848.00 dengan biaya tunai Rp 59 965 379.00 dan tidak tunai Rp 8 740 468.00. Diperoleh R/C rasio atas biaya tunai sebesar 1.58 dan R/C rasio atas biaya total sebesar 1.38. Variabel yang berpengaruh nyata pada fungsi produksi jamur tiram model A serta model B adalah serbuk gergaji, tenaga kerja, dan dummy
tepung jagung, sedangkan variabel bag log
hanya pada model A. Faktor manajemen berpengaruh nyata terhadap efek inefisiensi teknis. biaya dan manfaat Net Present Value dan Benefit Cost Ratio.
Berdasarkan hasil penelitian nilai manfaat tanpa proyek, yaitu keuntungan total yang hilang dari usaha sawah dan budidaya ikan campuran adalah Rp12 887 490.00/tahun. Analisis biaya dan manfaat langsungnya adalah nilai manfaat tanpa proyek, yaitu Rp32 451 400.00/tahun. Biaya total yang hilang akibat peralihan fungsi lahan adalah Rp16 545 910.00/tahun, keuntungan total yang hilang usaha sawah dan budidaya ikan campuran adalah Rp12 887 490.00/tahun.
NPV Rp 288 149 354.53 .
26 Analisis usaha yang dilakukan Hidayat (2011), Herbowo (2011) dan
Nasution (2010) adalah analisis finansial usahatani jamur tiram putih sedangkan
dalam penelitian ini analisis usahatani yang dilakukan adalah analisis ekonomi.
Lokasi penelitian Hidayat (2011) yaitu di Kecamatan Ciampea dan Ciawi,
Kabupaten Bogor. Nasution (2010) di Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan,
Kabupaten Bogor sedangkan lokasi penelitian ini di Desa Tugu Utara, Desa Tugu
Selatan, Desa Kopo dan Desa Jogjogan, Kecamatan Cisarua serta Desa Cipayung,
Desa Sukaresmi dan Desa Sukakarya Kecamatan Megamendung, Kabupaten
Bogor, sedangkan penelitian Herbowo (2011) hanya dilakukan di Desa Tugu
Selatan.
Nasution (2011) dan Tria (2010) melakukan analisis efisiensi usahatani
jamur tiram putih sedangkan dalam penelitian ini dilakukan analisis sensitivitas
usahatani jamur tiram putih. Perbedaan penelitian ini dengan Nisa (2006) dalam
hal komoditas dan analisis maanfaat langsung dan tidak langsung. sedangkan pada
penelitian Khairunisa (2011) yang dianalisis adalah UPS “Mutu Elok” dan
penelitian Nisa (2006) komoditas yang digunakan adalah Udang Galah sedangkan
dalam penelitian ini adalah jamur tiram putih. Analisis manfaat langsung dan
tidak langsung dalam penelitian Nisa (2006) dihitung dari sumberdaya lahan
sawah yang digunakan untuk budidaya ikan campuran untuk usaha pembesaran
dan pendederan udang galah sedangkan dalam penelitian ini manfaat langsung
dihitung dari pendapatan usahatani dan manfaat tidak langsung dihitung dari
III.KERANGKA PEMIKIRAN
Menurut Nasution (2010), usahatani jamur tiram memiliki peluang pasar
yang besar hal tersebut dapat dilihat dari permintaan akan jamur tiram yang
cenderung semakin meningkat, meningkatnya permintaan jamur tiram putih
sebesar 20% - 25%/tahun. Permintaan yang semakin meningkat tersebut tidak
diimbangi dengan produksi atau penawaran yang mencukupi. Jamur tiram putih
memiliki harga jual yang stabil di pasar, harga di pasar tradisional berkisar antara
Rp 7 000/kg - Rp 9 000/kg dan di supermarket Rp 25 000/kg (Sunaryanto, 2010).
Harga yang stabil dan peluang pasar jamur tiram yang masih besar seharusnya
dapat memberikan motivasi kepada para petani jamur tiram putih untuk terus
melakukan usahataninya sehingga lebih produktif.
Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor
merupakan salah satu sentral penghasil jamur tiram putih. Produktivitas yang
dihasilkan oleh petani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Megamendung
selama ini belum maksimal. Produktivitas masih 0.30 kg/bag log, sedangkan
menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2012), produktivitas
jamur tiram putih yang baik berkisar antara 0.40 - 0.50 kg/bag log.
Produktivitas jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan
Megamendung belum maksimal karena dalam pembuatan media tanam (bag log)
yang dilakukan oleh setiap unit usaha tidak sama. Petani jamur tiram putih ada
yang membuat bag log dan bibit, membuat bag log namun bibitnya membeli dan
ada juga petani membeli bag log yang sudah jadi. Teknik budidaya jamur tiram
putih yang dilakukan sederhana, misalkan pada proses pengemasan bag log
28 mesin. Alat sterilisasi bag log yang digunakan oleh petani berbeda-beda, ada yang
menggunakan drum dan ada juga yang menggunakan autokfal.
Di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor usahatani jamur tiram putih pada
tahun 2006-2009 berkembang dengan baik, namun pada tahun 2010 usahatani
jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua mengalami penurunan jumlah produksi.
Tahun 2010 Kecamatan Megamendung mulai menghasilkan jamur tiram putih dan
jumlah produksinya lebih besar 510 ton daripada Kecamatan Cisarua yang dikenal
sebagai sentral jamur tiram putih (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten
Bogor, 2011).
Perbedaan cara membuat bag log serta peralatan yang dibutuhkan dan hasil
produktivitas jamur tiram putih yang masih kurang dari standar, maka perlu
dilakukan penelitian mengenai analisis ekonomi usahatani jamur tiram putih yang
dilihat dari manfaat langsung dan tidak langsung serta kelayakan usahatani. Hal
ini dilakukan untuk mengetahui usahatani jamur tiram putih, yaitu usahatani non
plasma A, usahatani non plasma B dan usahatani plasma di Kecamatan Cisarua
dan Megamendung layak atau tidak layak apabila terus dijalankan.
Terdapat dua manfaat yang diterima oleh petani dan masyarakat sekitar,
yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung dilihat dari
pendapatan yang didapat dari usahatani jamur tiram putih dan berapa banyak
tenaga kerja yang dapat terserap dalam usahatani jamur tiram putih. Manfaat tidak
langsung dilihat dari manfaat yang didapat oleh masyarakat sekitar dari
pemanfaatan limbah serbuk gergaji bag log yang dijadikan pupuk organik dan
manfaat yang diperoleh tenaga kerja dari hasil penjualan plastik limbah bag log.
29 ekonomi. Aspek kelayakan ekonomi akan ditinjau kelayakannya dengan
menggunakan kriteria ekonomi. Setelah menganalisis aspek usahatani dan aspek
kelayakan ekonomi dilanjutkan dengan menganalisis sensitivitas dari usahatani
tersebut. Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui perubahan maksimum
yang dapat ditolerir agar usahatani masih bisa dilaksanakan dan masih
memberikan keuntungan normal. Kerangka pemikiran operasional penelitian
tersebut dapat diringkas seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Alur Pemikiran Penelitian
pendapatan dan Usahatani jamur tiram putih
1. Usahatani non plasma A 2. Usahatani non plasma B 3. Usahatani plasma
Analisis ekonomi usahatani jamur tiram putih Manfaat tidak langsung
Pengelolaan usahatani jamur tiram putih yang layak secara ekonomi Produk pertanian sebagai alternatif
pemenuh kebutuhan pangan khususnya tanaman hortikultura
Meningkatnya kebutuhan pangan
Jamur tiram putih merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai kandungan gizi tinggi
30 IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survey yang mengambil data primer di
Desa Tugu Utara, Tugu Selatan, Kopo serta Jogjogan, Kecamatan Cisarua dan di
Desa Cipayung, Sukaresmi dan Sukakarya, Kecamatan Megamendung, Kabupaten
Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan Kabupaten Bogor sebagai lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bogor. Kecamatan Cisarua pada tahun 2006 - 2009
menempati peringkat satu sebagai daerah penghasil jamur tiram putih di
Kabupaten Bogor dan pada tahun 2010 Kecamatan Megamendung menempati
peringkat pertama sebagai penghasil jamur tiram putih di Kabupaten Bogor (Dinas
Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2011). Pelaksanaan penelitian
dilakukan pada bulan April 2012 - Februari 2013, dimana pengambilan data
dilakukan pada bulan April - Agustus 2012.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara pada petani jamur
tiram putih dan pekerja dalam usahatani jamur tiram putih. Data sekunder
digunakan untuk melengkapi data primer hasil wawancara. Wawancara dilakukan
dengan panduang kuesioner, kuesioner penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
Data sekunder yang digunakan meliputi: hasil produksi jamur di Provinsi Jawa
Barat, hasil produksi, jumlah media, produktivitas dan daerah pemasaran jamur
tiram putih di Kabupaten Bogor dan data administrasi desa, serta data-data yang
31 Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten
Bogor, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Kecamatan Cisarua, Kecamatan
Megamendung serta hasil-hasil penelitian terdahulu. Jenis, sumber data dan
metode analisis data yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data
No Tujuan Jenis dan Sumber Data Metode Analisis
1 Analisis pendapatan dan penyerapan tenaga kerja.
Data penerimaan, biaya usahatani jamur tiram putih dan jumlah tenaga kerja. Data primer dari petani.
Data penerimaan dan biaya usahatani jamur tiram putih dan data penerimaan dari pemanfaatan limbah bag log. Data primer dari petani, tenaga kerja dan masyarakat sekitar.
Analisis ekonomi.
3 Analisis sensitivitas usahatani jamur tiram putih.
Data penerimaan dan biaya usahatani jamur tiram putih dan data penerimaan dari pemanfaatan limbah bag log. Data primer dari petani, tenaga kerja dan masyarakat sekitar dan data sekunder dari Dinas Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Bogor
Analisis sensitivitas.
Sumber: Data primer (diolah), 2012
4.3 Metode Pengambilan Data
Teknik pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan dengan sensus
dimana responden dipilih dari seluruh populasi yang ada. Jumlah populasi dalam
penelitian ini adalah 20 responden. Tabel 7 menunjukkan jumlah responden dalam
penelitian yang dilakukan.
Tabel 7. Jumlah Responden
Kecamatan Desa Usahatani Non
Plasma A
32 Berdasarkan Tabel 7, responden dalam penelitian ini adalah unit usahatani
jamur tiram putih yang ada di Desa Tugu Utara, Tugu Selatan, Kopo serta
Jogjokan, Kecamatan Cisarua dan Desa Cipayung, Sukaresmi dan Sukamaju,
Kecamatan Megamendung. Responden dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga
jenis berdasarkan cara memproduksi bag log, yaitu (1) petani non plasma A
adalah petani jamur tiram putih yang memproduksi bag log dan bibit jamur tiram
putih, (2) petani non plasma B adalah petani jamur tiram putih yang memproduksi
bag log dan membeli bibit jamur tiram putih dan (3) usahatani plasma adalah
petani jamur tiram putih yang membeli bag log sudah jadi.
Pengambilan data dari responden bertujuan untuk memperoleh gambaran aktivitas
kegiatan usahatani yang dilakukan, jumlah input dan output yang dihasilkan serta
pengaruh usahatani jamur tiram putih tersebut terhadap kehidupan sehari-hari
masyarakat.
4.4 Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif
dan kuantitatif. Pengolahan data dilakukan secara manual dan menggunakan
komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007. Metode analisis yang
digunakan berdasarkan Tabel 6 adalah analisis pendapatan usahatani, analisis
penyerapan tenaga kerja, analisis ekonomi dan analisis sensitivitas. Umur
usahatani dalam penelitian ini berdasarkan umur teknis bangunan kumbung
sebagai investasi yang paling penting dalam usahatani, yaitu selama 5 tahun. Jenis
output yang dihasilkan adalah jamur tiram putih segar dan bibit jamur tiram putih.
Tingkat diskonto yang digunakan berdasarkan suku bunga deposito rata-rata bank
33 4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Puti
Pendapatan usahatani jamur tiram putih merupakan manfaat langsung dari
kegiatan usahatani jamur putih, pada penelitian ini untuk menghitung pendapatan
usahatani jamur tiram putih dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) pendapatan
usahatani non plasma A, (2) pendapatan usahatani non plasma B dan (3)
pendapatan usahatani plasma.
Pendapatan usahatani adalah selisih antara total penerimaan usahatani
dengan total pengeluaran usahatani yang merupakan nilai semua input yang
dikeluarkan dalam proses produksi (Soekartawi, 2006). Persamaan pendapatan
usahatani dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:
Pd = TR - TC ... (1)
Keterangan:
Pd = pendapatan usahatani (Rp)
TR = total penerimaan (Total Revenue) (Rp)
TC = total biaya (Total Cost) (Rp)
Penerimaan dari usahatani jamur tiram putih diperoleh dari hasil penjualan
jamur tiram putih segar dan bibit jamur tiram putih perkalian antara jumlah
produksi jamur tiram putih dengan harga jual jamur tiram putih dan perkalian
antara jumlah bibit yang diproduksi dengan harga bibit jamur tiram putih. Bibit
yang digunakan merupakan bibit jamur tiram putih dalam satuan botol, satu botol
bibit jamur tiram putih dapat digunakan untuk 15 bag log. Adapun rumus
penerimaan usahatani dalah sebagai berikut :
1. Petani non plasma A