• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pengembangan kawasan pelabuhan perikanan kamal muara dan dadap dalam konteks pengelolaan wilayah pesisir terpadu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pengembangan kawasan pelabuhan perikanan kamal muara dan dadap dalam konteks pengelolaan wilayah pesisir terpadu"

Copied!
718
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN PELABUHAN

PERIKANAN KAMAL MUARA DAN DADAP DALAM

KONTEKS PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR TERPADU

Oleh:

RUDDY SUWANDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN PELABUHAN

PERIKANAN KAMAL MUARA DAN DADAP DALAM

KONTEKS PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR TERPADU

Oleh:

RUDDY SUWANDI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Judul Disertasi : Analisis Pengembangan Kawasan Pelabuhan Perikanan Kamal Muara dan Dadap dalam Konteks Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu

Nama : Ruddy Suwandi NRP : SPL 995163

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Metujui ,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja Ketua

Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Anggota Anggota

Mengetahui,

Tanggal Ujian 16 Juli 2007 Tanggal Lulus... Ketua Departemen Manajemen

Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Sulistiono, M. Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

(4)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul “Analisis Pengembangan Kawasan Pelabuhan Perikanan Kamal Muara dan Dadap dalam Konteks Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu”, adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya tulis yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, September 2007

(5)

ABSTRACT

RUDDY SUWANDI. Development Analysis of Kamal Muara – Dadap Fishing Port Area in the Context of Integrated Coastal Zone Management. Supervised by DANIEL R MONINTJA as the chairman, ROKHMIN DAHURI and ERNAN RUSTIADI as the members.

Two fish landing ports which located at different administrative zone and at the very short distance would give different impact of development program at each area. Tangerang has a fish landing port named PPI/TPI Dadap at the eastern area while Jakarta Utara has the PPI/TPI Kamal Muara at the west part. Both separated only 700 meter. Self autonomy gave also influence on the development program. To observe the inter-influence of both fish landing port, some analysis were used eg. fisheries dependent ratio, Shift share, Location Quotient, scalogram, and stella and visual basic. The result indicated that PPI/TPI Dadap has no dependent any more on fisheries, on the contrary with PPI/TPI Kamal Muara; the development program at both local government has not implemented the ICZM concept. It is recommended that TPI Dadap function is switched from fish landing place to coastal tourism activity landing base.

(6)

ABSTRAK

RUDDY SUWANDI. Analisis Pengembangan Kawasan Pelabuhan Perikanan Kamal Muara dan Dadap dalam Konteks Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Dibimbing oleh DANIEL R MONINTJA sebagai Ketua, ROKHMIN DAHURI dan ERNAN RUSTIADI masing-masing sebagai anggota.

Dua buah pusat aktivitas pendaratan ikan yang berdekatan dan terletak di dua wilayah administrasi yang berbeda dapat menimbulkan pengaruh yang tidak sama terhadap program pembangunan di daerah masing-masing. Tangerang mempunyai PPI/TPI Dadap di wilayah paling timur yang letaknya hanya sekitar 700 m dengan PPI/TPI Kamal Muara di kawasan paling barat dari Pemkot Jakarta Utara. Era otonomi daerah juga berpengaruh terhadap kebijakan program pembangunan masing-masing pemerintah daerah. Untuk melihat pengaruh yang terjadi akibat keberadaan kedua PPI/TPI tersebut, maka digunakan analisis ketergantungan perikanan, analisis shift share, LQ, skalogram, serta stella dan visual basic. Kesimpulan penelitian penunjukkan bahwa PPI/TPI Dadap sudah tidak bergantung lagi pada sumberdaya perikanan, sementara PPI/TPI Kamal Muara ketergantungannya semakin meningkat; serta program pembangunan yang dilakukan di kawasan Dadap-Kamal Muara sejauh ini belum sepenuhnya dilakukan berdasarkan konsep pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu. Direkomendasikan bahwa TPI Dadap difungsikan sebagai pelabuhan yang mendukung kegiatan wisata pantai dan wisata bahari.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil‘alamin, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas kanrunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program doktor (S3) pada PS SPL SPs IPB.

Disertasi ini tidak mungkin dapat selesai tanpa bantuan beberapa pihak, baik yang terkait langsung maupun yang tidak. Kepada Komisi Pembimbing, yang diketuai oleh Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja dengan anggota Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri dan Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. penulis mengucapkan terimakasih atas bimbingan yang diberikannya. Ucapkan terimakasih penulis sampaikan juga kepada Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc. Ir. Aminuddin, M.Si., Dr. Ir. AM Azbas Taurusman, M.Si, dan Ir. Arief Budi Purwanto, M.Si., atas kesediaannya dalam memberikan arah penyusunan model dinamika ekonomi serta meningkatkan mak’na sejak rencana penelitiannya ini; kepada Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc., atas waktunya dalam melayani diskusi dan berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan seluruh kegiatan penulisan sejak usulan penelitian sampai draft disertasi ini; kepada Ir. Ita Carolita, M.Si dari LAPAN, atas bantuannya dalam penyediaan citra satelit LANDSAT untuk kawasan Dadap-Kamal Muara, kepada Sdr. Ir. MA. Rakhmat Kurnia, M.Si dan Ir. Admo Wibowo, atas bantuannya dalam konsultasi tentang pemanfaatan program visual basic untuk pemodelan ketergantungan daerah perikanan dari TPI. Penulis menyampaikan terimakasih juga kepada Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto atas dorongan semangat dan kewenangannya dalam memberikan kelonggaran waktu selama penyelesaian disertasi ini. Bantuan biaya juga penulis peroleh dari Ditjen Dikti Depdiknas melalui program BPPS dan juga dari PKSPL IPB. Semoga Allah YME membalas semua kebaikan orang dan lembaga tersebut dengan limpahan rahmat yang setimpal.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa disertasi ini jauh dari sempurna. Namun demikian, semoga ada manfaatnya bagi yang menggunakannya.

Bogor, September 2007

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 11 Mei 1958, sebagai anak ke empat dari 13 bersaudara dari pasangan Suwanda (almarhum) dan Onah Mariyam. Masa kecil sampai menempuh pendidikan di SLA penulis habiskan di Garut Jawa Barat.

Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknik dan Manajemen Penangkapan, Fakultas Perikanan IPB, lulus tahun 1981. Pada tahun 1984, penulis diterima pada program S-2 Program Studi Ilmu Pangan PPs IPB, yang dapat diselesaikan oleh penulis pada tahun 1990. Dari tahun 1991 sampai 1993, penulis menempuh program S-2 lagi di School of Food and Environmental Studies Humberside University di England. Pada tahun 1999, penulis diterima untuk program S-3 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana IPB.

Sejak tahun 1981 sampai sekarang, penulis menjadi staf pengajar Departemen Teknologi Hasil Perairan - Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Selain itu, penulis aktif sebagai staf peneliti pada Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan – IPB, sejak didirikannya tahun 1996 sampai sekarang. Pada lembaga ini, penulis banyak terlibat dalam kegiatan pelatihan untuk topik-topik pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan secara terpadu (Integrated Coastal Zone Planning and Management, ICZPM) dan juga yang berkaitan dengan penanganan dan pengolahan pasca panen hasil perikanan.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xv

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan ... 10

1.4 Kerangka Berpikir ... 10

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Wilayah Pesisir ... 12

2.2.1 Pengembangan Wilayah dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu 14 2.2.2 Pengembangan wilayah ... 14

2.2.3 Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu ... 24

2.2.4 Pengelolaan wilayah Jakarta dan sekitarnya secara terpadu . 35 2.3 Pengelolaan Perikanan Terpadu dan Berkelanjutan ... 41

2.3.1 Kebijakan pengelolaan perikanan di Indonesia... 44

2.3.2 Pelabuhan perikanan ... 45

2.3.3 Tempat pelelangan ikan ... 55

2.3.4 Kelembagaan TPI ... 57

2.4 Analisis Perkembangan Aktivitas Pembangunan... 59

2.4.1 Ketergantungan daerah perikanan (fisheries dependent region) . 59 2.4.2 Land rent, social rent, dan environmental rent... 61

2.4.3 Metode skalogram ... 68

2.4.4 Model sistem pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan ... 70

(10)

3 METODOLOGI PENELITIAN ... 81

3.1 Waktu Penelitian ... 81

3.2 Ruang Lingkup dan Lokasi Penelitian ... 81

3.3 Alat dan Bahan Penelitian ... 83

3.4 Metode Penelitian ... 83

3.4.1 Pengumpulan Data ... 83

3.4.2 Analisis Data ... 85

3.4.3 Model Analisis ... 90

4 KEADAAN DAERAH PENELITIAN ... 98

4.1 Keadaan Umum ... 98

4.2 Kondisi Lingkungan ... 101

4.2.1 Penduduk dan mata pencaharian ... 106

4.2.2 Lingkungan perairan ... 110

4.3 Kondisi Pemanfaatan Lahan ... 118

4.4 Kondisi Perikanan ... 122

4.4.1 Keragaan perikanan Kota Jakarta Utara ... 122

4.4.2 Keragaan perikanan Kabupaten Tangerang ... 153

4.4.3 Keragaan perikanan kawasan Dadap-Kamal Muara ... 160

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 168

5.1 Analisis Kondisi Lingkungan Kawasan Dadap-Kamal Muara, pemanfaatan dan ketergantungan daerah perikanan dari TPI Dadap dan TPI Kamal Muara ... 168

5.1.1 Kondisi Lingkungan Kawasan Dadap-Kamal Muara ... 168

5.1.2 Analisis tingkat ketergantungan Kawasan Dadap dan Kamal Muara terhadap perikanan ... 174

5.2 Analisis Struktur Komposisi Pertumbuhan Ekonomi Wilayah, Pemusatan Aktivitas serta Distribusi dan Hierarki Pelayanan Fasilitas Sosial ... 187

5.2.1 Komposisi pertumbuhan sektor-sektor ekonomi wilayah ... 188

5.2.2 Pemusatan aktivitas ekonomi wilayah ... 190

5.2.3 Distribusi dan hierarki pelayanan fasilitas sosial ... 194

5.3 Analisis pemanfaatan lahan dan daya tampung pelabuhan perikanan di kawasan Dadap-Kamal Muara ... 196

(11)

ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN PELABUHAN

PERIKANAN KAMAL MUARA DAN DADAP DALAM

KONTEKS PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR TERPADU

Oleh:

RUDDY SUWANDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN PELABUHAN

PERIKANAN KAMAL MUARA DAN DADAP DALAM

KONTEKS PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR TERPADU

Oleh:

RUDDY SUWANDI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

Judul Disertasi : Analisis Pengembangan Kawasan Pelabuhan Perikanan Kamal Muara dan Dadap dalam Konteks Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu

Nama : Ruddy Suwandi NRP : SPL 995163

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Metujui ,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja Ketua

Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Anggota Anggota

Mengetahui,

Tanggal Ujian 16 Juli 2007 Tanggal Lulus... Ketua Departemen Manajemen

Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Sulistiono, M. Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

(14)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul “Analisis Pengembangan Kawasan Pelabuhan Perikanan Kamal Muara dan Dadap dalam Konteks Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu”, adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya tulis yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, September 2007

(15)

ABSTRACT

RUDDY SUWANDI. Development Analysis of Kamal Muara – Dadap Fishing Port Area in the Context of Integrated Coastal Zone Management. Supervised by DANIEL R MONINTJA as the chairman, ROKHMIN DAHURI and ERNAN RUSTIADI as the members.

Two fish landing ports which located at different administrative zone and at the very short distance would give different impact of development program at each area. Tangerang has a fish landing port named PPI/TPI Dadap at the eastern area while Jakarta Utara has the PPI/TPI Kamal Muara at the west part. Both separated only 700 meter. Self autonomy gave also influence on the development program. To observe the inter-influence of both fish landing port, some analysis were used eg. fisheries dependent ratio, Shift share, Location Quotient, scalogram, and stella and visual basic. The result indicated that PPI/TPI Dadap has no dependent any more on fisheries, on the contrary with PPI/TPI Kamal Muara; the development program at both local government has not implemented the ICZM concept. It is recommended that TPI Dadap function is switched from fish landing place to coastal tourism activity landing base.

(16)

ABSTRAK

RUDDY SUWANDI. Analisis Pengembangan Kawasan Pelabuhan Perikanan Kamal Muara dan Dadap dalam Konteks Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Dibimbing oleh DANIEL R MONINTJA sebagai Ketua, ROKHMIN DAHURI dan ERNAN RUSTIADI masing-masing sebagai anggota.

Dua buah pusat aktivitas pendaratan ikan yang berdekatan dan terletak di dua wilayah administrasi yang berbeda dapat menimbulkan pengaruh yang tidak sama terhadap program pembangunan di daerah masing-masing. Tangerang mempunyai PPI/TPI Dadap di wilayah paling timur yang letaknya hanya sekitar 700 m dengan PPI/TPI Kamal Muara di kawasan paling barat dari Pemkot Jakarta Utara. Era otonomi daerah juga berpengaruh terhadap kebijakan program pembangunan masing-masing pemerintah daerah. Untuk melihat pengaruh yang terjadi akibat keberadaan kedua PPI/TPI tersebut, maka digunakan analisis ketergantungan perikanan, analisis shift share, LQ, skalogram, serta stella dan visual basic. Kesimpulan penelitian penunjukkan bahwa PPI/TPI Dadap sudah tidak bergantung lagi pada sumberdaya perikanan, sementara PPI/TPI Kamal Muara ketergantungannya semakin meningkat; serta program pembangunan yang dilakukan di kawasan Dadap-Kamal Muara sejauh ini belum sepenuhnya dilakukan berdasarkan konsep pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu. Direkomendasikan bahwa TPI Dadap difungsikan sebagai pelabuhan yang mendukung kegiatan wisata pantai dan wisata bahari.

(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil‘alamin, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas kanrunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program doktor (S3) pada PS SPL SPs IPB.

Disertasi ini tidak mungkin dapat selesai tanpa bantuan beberapa pihak, baik yang terkait langsung maupun yang tidak. Kepada Komisi Pembimbing, yang diketuai oleh Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja dengan anggota Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri dan Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. penulis mengucapkan terimakasih atas bimbingan yang diberikannya. Ucapkan terimakasih penulis sampaikan juga kepada Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc. Ir. Aminuddin, M.Si., Dr. Ir. AM Azbas Taurusman, M.Si, dan Ir. Arief Budi Purwanto, M.Si., atas kesediaannya dalam memberikan arah penyusunan model dinamika ekonomi serta meningkatkan mak’na sejak rencana penelitiannya ini; kepada Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc., atas waktunya dalam melayani diskusi dan berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan seluruh kegiatan penulisan sejak usulan penelitian sampai draft disertasi ini; kepada Ir. Ita Carolita, M.Si dari LAPAN, atas bantuannya dalam penyediaan citra satelit LANDSAT untuk kawasan Dadap-Kamal Muara, kepada Sdr. Ir. MA. Rakhmat Kurnia, M.Si dan Ir. Admo Wibowo, atas bantuannya dalam konsultasi tentang pemanfaatan program visual basic untuk pemodelan ketergantungan daerah perikanan dari TPI. Penulis menyampaikan terimakasih juga kepada Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto atas dorongan semangat dan kewenangannya dalam memberikan kelonggaran waktu selama penyelesaian disertasi ini. Bantuan biaya juga penulis peroleh dari Ditjen Dikti Depdiknas melalui program BPPS dan juga dari PKSPL IPB. Semoga Allah YME membalas semua kebaikan orang dan lembaga tersebut dengan limpahan rahmat yang setimpal.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa disertasi ini jauh dari sempurna. Namun demikian, semoga ada manfaatnya bagi yang menggunakannya.

Bogor, September 2007

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 11 Mei 1958, sebagai anak ke empat dari 13 bersaudara dari pasangan Suwanda (almarhum) dan Onah Mariyam. Masa kecil sampai menempuh pendidikan di SLA penulis habiskan di Garut Jawa Barat.

Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknik dan Manajemen Penangkapan, Fakultas Perikanan IPB, lulus tahun 1981. Pada tahun 1984, penulis diterima pada program S-2 Program Studi Ilmu Pangan PPs IPB, yang dapat diselesaikan oleh penulis pada tahun 1990. Dari tahun 1991 sampai 1993, penulis menempuh program S-2 lagi di School of Food and Environmental Studies Humberside University di England. Pada tahun 1999, penulis diterima untuk program S-3 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana IPB.

Sejak tahun 1981 sampai sekarang, penulis menjadi staf pengajar Departemen Teknologi Hasil Perairan - Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Selain itu, penulis aktif sebagai staf peneliti pada Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan – IPB, sejak didirikannya tahun 1996 sampai sekarang. Pada lembaga ini, penulis banyak terlibat dalam kegiatan pelatihan untuk topik-topik pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan secara terpadu (Integrated Coastal Zone Planning and Management, ICZPM) dan juga yang berkaitan dengan penanganan dan pengolahan pasca panen hasil perikanan.

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xv

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan ... 10

1.4 Kerangka Berpikir ... 10

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Wilayah Pesisir ... 12

2.2.1 Pengembangan Wilayah dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu 14 2.2.2 Pengembangan wilayah ... 14

2.2.3 Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu ... 24

2.2.4 Pengelolaan wilayah Jakarta dan sekitarnya secara terpadu . 35 2.3 Pengelolaan Perikanan Terpadu dan Berkelanjutan ... 41

2.3.1 Kebijakan pengelolaan perikanan di Indonesia... 44

2.3.2 Pelabuhan perikanan ... 45

2.3.3 Tempat pelelangan ikan ... 55

2.3.4 Kelembagaan TPI ... 57

2.4 Analisis Perkembangan Aktivitas Pembangunan... 59

2.4.1 Ketergantungan daerah perikanan (fisheries dependent region) . 59 2.4.2 Land rent, social rent, dan environmental rent... 61

2.4.3 Metode skalogram ... 68

2.4.4 Model sistem pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan ... 70

(20)

3 METODOLOGI PENELITIAN ... 81

3.1 Waktu Penelitian ... 81

3.2 Ruang Lingkup dan Lokasi Penelitian ... 81

3.3 Alat dan Bahan Penelitian ... 83

3.4 Metode Penelitian ... 83

3.4.1 Pengumpulan Data ... 83

3.4.2 Analisis Data ... 85

3.4.3 Model Analisis ... 90

4 KEADAAN DAERAH PENELITIAN ... 98

4.1 Keadaan Umum ... 98

4.2 Kondisi Lingkungan ... 101

4.2.1 Penduduk dan mata pencaharian ... 106

4.2.2 Lingkungan perairan ... 110

4.3 Kondisi Pemanfaatan Lahan ... 118

4.4 Kondisi Perikanan ... 122

4.4.1 Keragaan perikanan Kota Jakarta Utara ... 122

4.4.2 Keragaan perikanan Kabupaten Tangerang ... 153

4.4.3 Keragaan perikanan kawasan Dadap-Kamal Muara ... 160

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 168

5.1 Analisis Kondisi Lingkungan Kawasan Dadap-Kamal Muara, pemanfaatan dan ketergantungan daerah perikanan dari TPI Dadap dan TPI Kamal Muara ... 168

5.1.1 Kondisi Lingkungan Kawasan Dadap-Kamal Muara ... 168

5.1.2 Analisis tingkat ketergantungan Kawasan Dadap dan Kamal Muara terhadap perikanan ... 174

5.2 Analisis Struktur Komposisi Pertumbuhan Ekonomi Wilayah, Pemusatan Aktivitas serta Distribusi dan Hierarki Pelayanan Fasilitas Sosial ... 187

5.2.1 Komposisi pertumbuhan sektor-sektor ekonomi wilayah ... 188

5.2.2 Pemusatan aktivitas ekonomi wilayah ... 190

5.2.3 Distribusi dan hierarki pelayanan fasilitas sosial ... 194

5.3 Analisis pemanfaatan lahan dan daya tampung pelabuhan perikanan di kawasan Dadap-Kamal Muara ... 196

(21)

5.3.2 Analisis daya tampung pelabuhan perikanan di kawasan

Dadap-Kamal Muara ... 209

5.3.3 Analisis model kelimpahan kapal ikan yang dapat dipindahkan dari PPI/TPI Dadap dan PPI/TPI Muara Angke ke PPI/TPI Kamal Muara ... 214

5.4 Skenario pengembangan dan pengelolaan pelabuhan perikanan di kawasan TPI Dadap dan TPI Kamal Muara ... 227

5.4.1 Penentuan lokasi pelabuhan perikanan ... 227

5.4.2 Kelayakan teknis pelabuhan perikanan ... 230

5.4.3 Aspek kelembagaan pelabuhan perikanan ... 232

5.5 Analisis Opini Masyarakat tentang Kondisi Perikanan di Kawasan Dadap-Kamal Muara ... 226

6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 255

6.1 Kesimpulan ... 255

6.2 Saran ... 255

(22)

DAFTAR TABEL

Halaman Nomor

2.1 Kumpulan konsensus dari panduan ICM ... 28

2.2 Derajat dan nama istilah dalam co-management ... 31 2.2. Daftar thesis/disertasi yang berkaitan dengan pengelolaan

wilayah pesisir, perikanan, dan pelabuhan di Indonesia ... 70

2.3 Daftar thesis/disertasi yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah

pesisir, perikanan, dan pelabuhan di Indonesia ... 77

3.1 Matriks keterkaitan antara tujuan, indikator/parameter,

metode analisis, sumber data, dan output ... 87

4.1. Luas dan jumlah desa di Kecamatan Kosambi tahun 2003 ... 102

4.2. Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk

di Kecamatan Penjaringan tahun 2003 ... 107

4.3. Jumlah Penduduk, Kepala Keluarga, Rukun Warga (RW)

dan Rukun Tetangga di Penjaringan 2003 ... 108

4.4 Jumlah kepala keluarga menurut jenis kegiatan di Kecamatan

Penjaringan tahun 2003 ... 109

4.5 Jumlah Kepala Keluarga Menurut Jenis Kegiatan di

Penjaringan tahun 2003 ... 109

4.6. Kisaran tinggi muka laut di Pantai Dadap berdasarkan data

Pasut Tanjung Priok ... 112

4.7 Nilai parameter kualitas air di perairan Kronjo dan Tanjung Pasir ... 115

4.8 Kandungan logam berat di perairan Teluk Jakarta dan daging

kerang hijau antara tahun 2000-2001 ... 117

4.9 Nilai parameter kualitas air di Perairan Dadap hasil uji Kantor MenLH 118

4.10 Tempat Pendaratan Ikan (TPI) di Wilayah Kota Jakarta Utara ... 123

4.11 Distribusi ikan konsumsi di DKI Jakarta tahun 2005 ... 126

4.12 Data jumlah kapal ikan di Kota Jakarta Utara tahun 1992-2003 ... 127

(23)

4.14 Potensi budidaya kerang hijau di Jakarta Utara tahun 2003 ... 130

4.15 Data produksi ikan lokal dan ikan luar daerah dari masing-masing

PPI yang ada di Provinsi DKI Jakarta, tahun 2001-2004 ... 133

4.16 Rekapitulasi retribusi pemakaian tempat pelelangan ikan lokal dan ikan luar daerah dari masing-masing PPI yang ada di

Provinsi DKI Jakarta, tahun 2001-2004 ... 134

4.17 Rekapitulasi data frekwensi tambat labuh kapal yang masuk

di PPI Muara Angke Jakarta Utara tahun 2002-2004 ... 136

4.18 Rekapitulasi data tambat labuh kapal yang masuk di Pelabuhan

Perikanan Muara Angke tahun 2005 ... 136

4.19 Dampak kenaikan BBM terhadap biaya eksploitasi penangkapan ikan di TPI Muara Angke Maret 2005 dari Rp 1.600 menjadi

Rp 2.150 ... 138

4.20 Dampak kenaikan BBM terhadap biaya eksploitasi penangkapan ikan di TPI Muara Angke Maret 2005 dari Rp 2.150 menjadi

Rp 4.300 ... 139

4.21 Ketersediaan dan kebutuhan sarana dan prasarana penanganan dan

pengolahan hasil perikanan ... 141

4.22 Data Nilai Produksi TPI Kamal Muara dan DKI Jakarta dari

Tahun 1997 – 2003 ... 147

4.23 Daftar jenis ikan yang didaratkan di TPI Kamal Muara dari

tahun 1997-2001 (Disnakkanlut. 2002) ... 148

4.24 Volume dan nilai produksi ikan lokal di TPI Kamal Muara

berdasarkan alat tangkap tahun 1997-2001 (Disnakkanlut. 2002) ... 149

4.25 Potensi ekonomi dan penyerapan tenaga kerja rata-rata per hari di lingkungan TPI Kamal Muara tahun 2005 sebelum kenaikan

harga BBM. ... 152

4.26 Potensi Areal Penangkapan di Kabupaten Tangerang ... 154

4.27 Produksi Potensi Pertambakan Kabupaten Tangerang tahun 2004... 155

4.28 Keragaan Tempat Pelelangan Ikan dan Institusi

Penanggungjawab Operasionalnya. ... 157

4.29 Perkembangan produksi ikan hasil tangkap di laut dan perairan

(24)

4.30 Keragaan alat tangkap ikan di Kabupaten Tangerang tahun 2003 ... 159

4.31 Data umum PPI Dadap Kecamatan Kosambi Kabupaten

Tangerang tahun 2003 ... 161

4.32. Daftar Jenis Ikan yang tertangkap di Pantai Dadap (PPLH, 1997) ... 164

5.1 Skenario solusi konflik reklamasi pesisir Dadap dan peran

diantara para stakeholders ... 176 5.2 Skenario solusi konflik rencana reklamasi pantura ... 178

5.3 Rasio jumlah nelayan terhadap total penduduk(RNt) ... 182

5.4 Rasio jumlah nelayan terhadap total tenaga kerja (RMt) ... 182

5.5 Rasio jumlah hasil tangkapan ikan ... 182

5.6 Rasio jumlah kapal ikan (

RK

t) ... 183

5.7 Rasio jumlah tenaga kerja sektor pengolahan hasil perikanan ... 183

5.8 Rasio kontribusi sektor perikanan wilayah desa terhadap

wilayah kabupaten/kota (KPIti) ... 183

5.9 Rasio kesempatan kerja sektor perikanan wilayah desa terhadap

total jumlah penduduk wilayah kabupaten/kota (KPIti) ... 184

5.10 Rasio industri sektor perikanan wilayah desa terhadap jumlah

penduduk wilayah kabupaten/kota (RIti) ... 184

5.11 Hasil rataan variabel ketergantungan daerah penangkapan. ... 184

5.12 Hasil modifikasi dari input data rataan variabel ketergantungan

daerah penangkapan. ... 185

5.13 Hasil normalisasi data berbagai variable ketergantungan perikanan

daerah Dadap dan Kamal Muara dari tahun 1999-2003. ... 185

5.14 Hasil analisis data tahunan berbagai variable ketergantungan

perikanan daerah Dadap dan Kamal Muara dari tahun 1999-2003 ... 186

5.15 Hirarki wilayah Kecamatan Kosambi dan Penjaringan berdasarkan

analisis skalogram ... 195

(25)

5.17 Status lahan di Kelurahan Kamal Muara antara tahun 1997-2000 ... 202

5.18. Data peruntukan lahan di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan

Penjaringan dari tahun 1995-2000 (ha) ... 202

5.19. Data perubahan jumlah bangunan di Kelurahan Kamal Muara

Kecamatan Penjaringan dari tahun 1993-2001 (unit) ... 203

5.20 Distribusi hutan mangrove di wilayah Jakarta ... 204

5.21 Persentase penggunaan tanah di Kecamatan Penjaringan

Tahun 2003 ... 204

5.22 Daftar fasilitas logistik kegiatan perikanan disekitar TPI Dadap

dan Kamal Muara ... 212

5.23 Daftar fasilitas yang perlu dikembangkan di TPI Kamal Muara

untuk menampung kelebihan kapasitas TPI Muara Angke ... 216

5.24 Pergerakan atribut diantara TPI Dadap, TPI Kamal Muara, dan

TPI Muara Angke ... 217

5.25 Nilai konversi variabel sarana dan prasarana pelabuhan

perikanan di Kamal Muara (kapasitas pelabuhan untuk sebanyak 500 unit kapal berukuran 50 GT (perubahan dari total bobot kapal

2.310 GT ke 25.000 GT)1) ... 218

5.26 Model perubahan jumlah kapal yang pindah dan fasilitas

pelabuhan yang perlu ditingkatkan ... 220

2.27 Besaran jumlah ikan dan nilai retribusi yang diperkirakan dapat diperoleh dari operasional 299 unit kapal ikan di TPI Muara

Angke (data diolah dari Tabel 4.10, Tabel 4..11 dan Tabel 4.12). ... 221

2.28 Data pola perubahan keseimbangan jumlah kapal (dalam GT) di TPI Muara Angke, TPI Kamal Muara, dan TPI Dadap dalam

skenario optimasi TPI Kamal Muara dari tahun 2006-2011 ... 226

5.29 Aspek kelembagaan pengelola TPI Dadap dan Kamal Muara... 237

5.30 Rangkuman kondisi sarana perikanan di kawasan Dadap-

Kamal Muara berdasarkan responden nelayan ... 240

5.31 Rangkuman biaya operasi penangkapan ikan per trip di kawasan

(26)

5.32. Kegiatan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang

Tahun Anggaran 2003 ... 243

5.33. Rangkuman saran penduduk responden nelayan berkaitan

dengan aktivitas perikanan di Kawasan Dadap-Kamal Muara. ... 246

(27)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Nomor

1.1 Kerangka berfikir pemecahan masalah pengembangan pelabuhan perikanan di kawasan TPI Dadap dan TPI Kamal Muara dalam

konteks pengelolaan pesisir terpadu... 11

2.1 Dasar pemikiran terbentuknya virtue universal ... 19

2.2 Indikator pembangunan berkelanjutan ... 22

2.3 Hubungan antara berbagai komponen dalam kegiatan

pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan ... 27

2.4. Derajat interaksi diantara pemerintah dan komunitas dalam

co-management ... 32

2.5 Latar belakang, gagasan, dan sejarah kerjasama BKSP Jabotabekjur .... 36

2.6 Bagan Sekretariat BKSP Jabotabekjur sesuai

PERMENDAGRI No. 6/2006 ... 38

2.7 Bagan alir fungsi pemasaran yang terjadi di TPI ... 56

2.8 Bagan aliran fungsional yang terjadi di TPI di Jawa Tengah ... 58

2.9 Bagan aliran fungsional yang terjadi di TPI di Provinsi Jawa Timur ... 58

2.10 Bagan aliran fungsional yang terjadi di TPI di Provinsi Bali ... 59

2.11 Model Von Thunen tentang land-rent ... 63

2.12 Konsep land rent ... 63 2.13 Kurva penawaran (S) dan permintaan (D) dari lahan ... 67

2.14 Model sebagai re-presentasi realitas dunia nyata ... 76

3.1 Peta lokasi penelitian ... 82

5.1 Profil pertumbuhan PDRB Kabupaten Tangerang 2000 -2002 ... 189

5.2 Profil pertumbuhan PDRB Kota Jakarta Utara 2000-2003 ... 190

5.3 Grafik LQ Sesaat untuk Komoditi Unggulan di Kabupaten

(28)

5.4. Grafik LQ untuk Komoditi Unggulan di Kabupaten Tangerang

pada Tahun 2000 – 2002 ... 192

5.5. Grafik LQ Sesaat untuk Komoditi Unggulan di Kota Jakarta

Utara pada Tahun 2003 ... 193

5.6. Grafik LQ untuk Komoditi Unggulan di Kota Jakarta Utara

pada Tahun 2000 – 2003 ... 193

5.7 Citra satelit landsat di lokasi penelitian, tahun 1992-2002. ... 200

5.8 Pola distribusi ikan yang berasal dari Kawasan Dadap-Kamal Muara ... 211

5.9 Kurva laju perubahan keseimbangan jumlah kapal di TPI Muara Angke, TPI Kamal Muara, dan TPI Dadap dalam skenario optimasi

TPI Kamal Muara ... 222

5.10 Model kualitatif perpindahan sebagian armada penangkapan

ikan ke TPI Kamal Muara ... 223

5.11 Causal loop yang diasumsikan dapat terjadi pada proses pindah

kapal ikan dan investasi fasilitas pelabuhan... 224

(29)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Nomor Lampiran:

1 Hasil analisis ketergantungan perikanan dengan menggunakan WSA program ... 269

2 Data PDRB Kabupaten Tangerang dan PDRB Provinsi Banten ... 274

3 Data PDRB Kota Jakarta Utara, dan Provinsi DKI Jakarta ... 275

4 Analisis skalogram fasilitas sosial di Kecamatan Penjaringan,

Jakarta Utara ... 276 5 Analisis skalogram fasilitas sosial di Kecamatan Kosambi,

Kabupaten Tangerang ... 279 6 Persamaan dalam model dinamik Stella untuk perubahan kapasitas

kapal di PPI/TPI Muara Angke, PPI/TPI Kamal Muara, dan

(30)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sesuai dengan harapan-harapan yang dilontarkan oleh berbagai pihak tentang otonomi daerah dan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, maka berbagai masukan yang dapat dijadikan bahan untuk membuat peraturan turunan dari UU No. 32/2004 tentang Otonomi Daerah dan No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sangat diperlukan. Mengingat masalah otonomi yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan mempunyai dimensi yang berbeda dengan pengelolaan wilayah dan sumberdaya daratan (terrestrial), maka yang sangat mendesak untuk dilakukan secara konkrit oleh daerah adalah mengidentifikasi semua potensi sumberdaya (baik yang dapat pulih maupun tidak dapat pulih) pesisir dan lautan yang dimiliki oleh daerah masing-masing, dalam rangka membuat rencana pengelolaan dan pengembangan kawasan ini. Semakin dini suatu daerah mengetahui secara akurat potensi sumberdaya ini, semakin besar pula peluangnya untuk melakukan pengelolaan secara terpadu, baik dalam koordinasi dan pelaksanaan program pembangunan di lingkungan Pemerintah Daerah (PEMDA) yang bersangkutan maupun dengan PEMDA yang berbatasan wilayahnya. Pengelolaan secara terpadu diyakini dapat menjamin pembangunan berkelanjutan di wilayah pesisir.

(31)

Kawasan Dadap-Kamal Muara yang berlokasi di perbatasan Jakarta-Banten, adalah suatu wilayah yang mempunyai tingkat pembangunan yang relatif pesat. Posisi tersebut memungkinkan pemerintah daerah untuk memanfaatkan para pakar ICZM yang banyak terdapat di sekitar JABODETABEK untuk berperan serta dalam kegiatan pembangunan wilayah pesisir. Keberhasilan atau kegagalan program pembangunan wilayah pesisir di daerah ini akan dengan cepat dapat dipublikasikan ke seluruh Indonesia dan bahkan ke seluruh dunia karena semakin baiknya sistem komunikasi. Hal ini merupakan tantangan bagi para birokrat di lingkungan pemerintah daerah untuk memanfaatkan para ahli ICZM tersebut untuk mencapai hasil pembangunan yang optimal.

Berkaitan dengan program otoda ini, maka PEMDA Kabupaten Tangerang diharapkan lebih jeli untuk menangkap setiap peluang pengembangan sumberdaya pesisir dan lautannya. Hal ini berkaitan dengan semakin padatnya penduduk DKI Jakarta serta semakin banyaknya aspek yang harus ditata oleh PEMDA DKI Jakarta untuk menjaga statusnya sebagai ibukota negara, bukan sebagai sebuah metropolitan yang dikelilingi oleh perkampungan terbesar di dunia.

Kabupaten Tangerang adalah salah satu kawasan penyangga (buffer) setiap gerak pembangunan yang dilakukan oleh DKI Jakarta, khususnya di kawasan Jakarta Utara. Dampak dari kegiatan pembangunan yang dilakukan di kawasan Ibu Kota Negara tersebut dapat bersifat positif atau negatif. Dampak positifnya antara lain:

(1) Berkembangnya investasi di berbagai bidang yang terlalu mahal biayanya jika dikembangkan di kawasan DKI, khususnya bidang industri, pemukiman, dan jasa;

(2) Adanya lowongan pekerjaan yang dapat diisi oleh warga Tangerang (khususnya untuk tenaga kerja yang tidak memerlukan keakhlian spesifik);

(32)

(4) Adanya keuntungan bagi daerah (baik individu maupun perusahaan) dari berkembangnya kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perusahaan secara umum maupun karyawan perorangan;

(5) Terbukanya peluang pemasaran hasil perikanan.

Setiap aktivitas pembangunan, bagaimanapun kecilnya mempunyai kemungkinan menimbulkan dampak negatif. Beberapa dampak negatif yang timbul akibat berkembangkan kawasan Tangerang yang berbatasan dengan DKI Jakarta antara lain:

(1) Terjadinya peningkatan pencemaran lingkungan yang berasal dari kegiatan industri dan pemukiman yang tidak ramah lingkungan;

(2) Timbulnya dampak negatif sosial budaya masyarakat setempat, baik pada tingkah laku dan aspek sosialnya penduduk secara umum, maupun aspek keamanan lingkungannya; serta

(3) Terjadinya perubahan ekosistem dalam suatu kawasan, khususnya kawasan pesisir.

Sektor perikanan tidak terlepas dari aspek penataan yang perlu dilakukan oleh PEMDA DKI Jakarta, karena kawasan perikanan (khususnya tempat pendaratan ikan, penanganan dan pengolahannya, serta pemasarannya) selalu dikonotasikan sebagai daerah sumber polusi (khususnya polusi udara, lingkungan pantai dan perairan) dan pemukiman yang kumuh. Meskipun PEMDA DKI Jakarta telah berhasil melakukan penataan untuk kawasan perikanan Muara Baru dan Muara Angke, tetapi kesan kumuh untuk kedua daerah ini tetap saja ada, karena perkampungan di sekitarnya terimbas kegiatan primer tersebut dan muncullah konsentrasi-konsentrasi kegiatan ekonomi di luar kawasan peruntukannya. Hal yang sama juga akan terjadi dengan daerah-daerah perikanan di kawasan DKI Jakarta lainnya seperti Kamal Muara, Kapuk Muara di sebelah barat atau Cilincing dan Marunda di sebelah timur.

(33)

PPI ini merupakan bagian dari upaya untuk menampung kelebihan kapasitas PPI Muara Angke di sebelah timurnya.

Tangerang mempunyai beberapa konsentrasi kegiatan perikanan, yaitu di PPI/TPI Kronjo, PPI/TPI Banyawakan, PPI/TPI Ketapang, PPI/TPI Cituis, PPI/TPI Tanjung Pasir, dan PPI/TPI Dadap. Sejak direncanakan untuk dibangunnya Pelabuhan Kapal Baruna Jaya tahun 1997, maka kondisi PPI Dadap ini semakin ramai, baik bagi kegiatan pendaratan ikan, tempat perbaikan, pemberangkatan, dan berlabuhnya kapal pesiar yacht untuk kegiatan mancing dan wisata di kawasan Kepulauan Seribu, maupun aktivitas pemasarannya melalui restoran seafood. Tidak semua PPI/TPI yang ada di Kabupaten Tangerang mempunyai tingkat aktivitas yang optimal.

Kondisi PPI/TPI lainnya yang ada di Tangerang ada yang sudah sulit untuk dikembangkan, seperti misalnya PPI/TPI Cituis yang terletak di tepi sungai dan dikelilingi oleh pemukiman penduduk, sebagaimana dinyatakan dalam hasil studi PKSPL IPB (PKSPL IPB 2000). Akses jalan yang sempit juga menyebabkan tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk mengembangkan PPI/TPI ini. Jika dilihat dari aspek investasi dan penghasilan yang akan diperoleh, maka biaya pengembangan PPI/TPI Dadap akan lebih kecil dibandingkan dengan PPI/TPI lainnya di kawasan Kabupaten Tangerang dan akan memberikan keuntungan yang lebih besar. Faktor-faktor yang mendukung PPI/TPI Dadap dapat lebih berhasil dari PPI/TPI lainnya adalah:

(1) Lokasinya dekat dengan jalan TOL Jakarta Cengkareng, sehingga akses ke Jakarta, Tangerang, atau daerah lainnya di Jawa Barat dan Banten menjadi lebih lancar;

(2) Pangkalan Pendaratan Ikan Dadap terletak di muara Kali Perancis yang mengalirkan air dari daerah genangan kawasan Bandara Sukarno-Hatta Cengkareng, sehingga kemungkinan terjadinya pendangkalan kolam pelabuhan sangat lambat sekali;

(34)

1.2 Perumusan Masalah

Kerusakan lingkungan pesisir, khususnya ekosistem perairan pantai adalah salah satu isu pokok yang sekarang sedang berkembang di kawasan Dadap-Kamal Muara. Isu yang lainnya adalah masa depan PPI/TPI Dadap dan PPI/TPI Kamal Muara yang tidak diketahui secara jelas dan transparan oleh penduduk lokal. Meskipun menjadi sumber pendapatan bagi nelayan dan pedagang ikan serta menjadi tempat belanja ikan bagi penduduk sekitarnya, program pengembangan PPI/TPI Dadap dan PPI/TPI Kamal Muara di masa yang akan datang tidaklah diketahui oleh masyarakat umum.

Kerusakan ekosistem perairan ditunjukkan dengan rendahnya nilai kualitas air di pesisir utara Jakarta dan Tangerang. Dari penampakan warna air, sampai jarak sekitar 500 m dari garis pantai warna air sudah hitam dengan bau khas senyawa sulfida. Tingkat polusi air juga sudah tinggi yang telah menyebabkan terjadinya beberapa kali kasus matinya ribuan ekor ikan, dan tingginya kandungan logam berat pada benthos dan kerang hijau (Perna viridis L.). Kejadian bulan Mei 2004 dimana ribuan ekor ikan mati di perairan pesisir Jakarta sudah menunjukkan bagaimana buruknya kondisi kualitas airnya.

Kondisi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan program pembangunan yang direncanakan haruslah dikomunikasikan dengan sangat cermat dan terpadu. Bilamana perlu dapat dilakukan suatu kajian yang cukup mendalam untuk mencari jawaban apakah program yang direncanakan pemerintah dapat memberikan keuntungan kepada semua stakeholders, atau hanya menguntungkan segelintir orang saja. Kajian juga dapat memberikan jawaban apakah suatu program pembangunan masih layak untuk diteruskan padahal dukungan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia tidak ada.

(35)

kecil dan pengolah ikan, tetapi juga terhadap para pemilik restoran seafood yang sebelumnya tumbuh menjamur di kawasan ini.

Vakumnya kegiatan PPI/TPI Dadap sejak tahun 1997 secara langsung juga merugikan Pemda Tangerang yang kehilangan sumber dana dari retribusi PPI/TPI dan kegiatan ekonomi ikutannya. Dengan tidak aktifnya PPI/TPI Dadap ini, maka sebagian dari nelayan yang biasanya mendaratkan hasil tangkapannya di sini, kini beralih ke TPI lain yang umumnya berada di kawasan Jakarta Utara, khususnya ke TPI Kamal Muara yang berjarak 700 m di sebelah timurnya. Namun demikian di sisi yang lain, seandainya Pemkab Tangerang mempunyai program lain yang dinilai akan lebih banyak menghasilkan PAD, maka pe-non-aktifan TPI Dadap tersebut akan menjadi suatu jalan ke arah alternatif yang lebih menguntungkan.

Di Kelurahan Dadap, sejak lama sudah ada rencana pembangunan Pelabuhan Kapal Penelitian Baruna Jaya yang tidak jelas kelanjutannya, pembangunan kawasan wisata Pantai Mutiara Dadap, serta pembangunan Pelabuhan Peti Kemas. Di Kamal Muara, rencana pembangunan Kota Air Kamal Muara secara perlahan tapi pasti tetap bergulir. Semua program tersebut seolah-olah menggantung di langit dan sewaktu-waktu dapat turun untuk dilaksanakan. Padahal masyarakat yang akan terkena dampaknya perlu mengetahui secara dini, apa yang akan terjadi dan apa akibatnya bagi penduduk. Mungkinkah masyarakat mendapat keuntungan langsung, atau keuntungan tidak langsung yang masih memungkinkan mereka untuk tetap tinggal di tempat tinggalnya sekarang.

(36)

Penurunan kualitas lingkungan sosial ini sangat meresahkan masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang masih memiliki rasa idealisme untuk mendapatkan pendidikan keluarga yang baik. Kondisi ini memicu terjadinya perusakan 68 rumah liar yang digunakan untuk praktek prostitusi di Dadap tanggal 20 Oktober 1994, yang dipelopori oleh puluhan Ibu-ibu PKK. Shock therapy ini hanya bertahan beberapa bulan saja, karena secara perlahan-lahan tetapi pasti kegiatan prostitusi tersebut tetap berjalan (Anonimous 1996).

Menurut McCann (2001), semua fenomena ekonomi selalu memerlukan tempat (ruang) geografis, baik dalam bentuk tempat perdagangan barang (pasar), ataupun tempat jasa perdagangan itu dilakukan (seperti perkantoran). Sehingga, performa dari lokasi ini sangat menentukan pula keberhasilan proses jual beli, termasuk jasa perdagangan yang tidak melibatkan secara langsung barang yang diperjual belikan. Kondisi ini menyebabkan tingginya permintaan terhadap lahan sehingga harganya pun menjadi sangat tinggi, sehingga keberadaannya menjadi langka. Menurut Rustiadi et al. (2003), kelangkaan ini tidak hanya dilihat dari aspek fisik (ketersediaannya terbatas), tetapi juga oleh kendala-kendala kelembagaan (institutional) seperti kepemilikan, dalam kaitannya dengan hak-hak (property right) atas tanah yang dapat menjadi suatu kendala dalam pemanfaatannya.

Isu lain yang juga bergulir cepat di daerah ini adalah rencana pembangunan kawasan wisata terpadu Pantai Mutiara. Belum juga dokumen AMDALnya dibuat, kegiatan reklamasi seluas 300 ha sudah dilakukan sehingga meresahkan masyarakat dan pemerintah daerah (Anonimous 2004a dan 2005a; Anonimous 2004b). Berdasarkan Perda RTRW No. 5/1992, No. 3/1996, serta Perda No 5/2002 tentang Perubahan Atas RTRW, kawasan Dadap diperuntukkan sebagai daerah pengembangan perikanan dan pariwisata.

(37)

ditandatangani oleh Bupati Agus Djunara. Apalagi pada saat yang bersamaan Dinas Tata Ruang dan Bangunan juga mengeluarkan surat penetapan retribusi fatwa rencana pengarahan lokasi bernomor 974/330-DTRB/IX/2001 yang ditandatangani Kepala Dinas Tata Ruang dan Bangunan, Nanang Komara yang kini menjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang. Dalam fatwa tersebut ditetapkan bahwa dasar hukum pemberian fatwa itu adalah Perda No 8 tahun 1986 jo Perda No 11 tahun 1987 tentang IMB dan Perda No 4 tahun 1994 (Bab IV) tentang retribusi,” jelas sumber tadi. Menurutnya, berdasarkan ketetapan tersebut pihak pengembang diharuskan membayar retribusi biaya urukan senilai Rp 100 per meter persegi (Sinar Harapan 2004a). Dalam berita tersebut juga disebutkan bahwa Pemkab Tangerang telah menerima retribusi ratusan juta rupiah dari pengembang untuk mengeluarkan ijin tersebut. Kemelut yang belum selesai hingga kini tersebut, meskipun telah dibawa dalam diskusi di tingkat DPRD (Suara Publik 2004) dan Komisi VII DPR (Anonimous 2005c, Anonimous 2005d), menunjukkan bahwa telah terjadi kekisruhan dalam implementasi Perda tentang RTRW dan desakan kepentingan beberapa pihak yang berorientasi pada keuntungan ekonomi sesaat.

Perpindahan tempat pendaratan ikan dari nelayan-nelayan tersebut secara ekonomi akan sangat merugikan masyarakat wilayah Dadap khususnya dan Kabupaten Tangerang umumnya. Sebaliknya, peningkatan jumlah nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di wilayah Jakarta Utara tidak hanya menyebabkan peningkatan pendapatan karena terjadinya peningkatan volume kegiatan perikanan, tetapi juga menimbulkan dampak sosial yang cukup besar bagi Kota Metropolitan Jakarta, seperti munculnya daerah-daerah kumuh di sekitar pelabuhan perikanan dan meningkatnya masa tunggu (waiting time) di pelabuhan. Meningkatnya masa tunggu bongkar muat di suatu pelabuhan ini secara ekonomi sangat merugikan nelayan khususnya dan juga merugikan pemerintah secara umum.

(38)

kedua TPI di Jakarta Utara ini. Kurang baiknya prasarana dan sarana pelabuhan telah menyebabkan kurang optimalnya penggunaan tenaga buruh di PPI/TPI Kamal Muara, sementara di PPI/TPI Muara Angke, optimalisasi tenaga buruh terhambat karena kapal ikan yang sudah melakukan bongkar muatan terhambat untuk melakukan “parkir” karena keterbatasan kolam pelabuhan.

Sebagai kawasan yang terletak di perbatasan antara dua daerah tingkat kabupaten/kota dan dua provinsi, yaitu Kabupaten Tangerang Provinsi Banten dan Kota Jakarta Utara Provinsi DKI Jakarta, potensi kawasan Dadap dan Kamal Muara tersebut dapat berpeluang untuk menyumbangkan sesuatu yang bersifat positif bagi kedua belah pihak atau bersifat negatif bagi salah satu atau keduanya. Suatu kegiatan pembangunan di kawasan tersebut yang direncanakan dan dilaksanakan secara terpadu oleh kedua daerah tingkat kabupaten/kota tersebut akan secara pasti memberikan keuntungan bagi keduanya. Tetapi jika hal tersebut dilakukan secara kedaerahan atau bahkan sektoral, besar kemungkinan akan terjadi beberapa hal berikut:

(1) Masing-masing daerah mendapat keuntungan, tetapi persaingan jenis usaha tidak dapat dikontrol dan akan saling menjatuhkan salah satu pihak;

(2) Salah satu daerah akan mendapat keuntungan besar tetapi daerah lainnya mendapat keuntungan sekedarnya;

(3) Salah satu daerah mendapat keuntungan tetapi daerah lainnya mendapat kerugian, baik dilihat dari aspek sumberdaya manusia, biofisik, sosial ekonomi, maupun lingkungan.

(4) Kedua daerah mendapat kerugian, karena beberapa kegiatan yang saling bertentangan di suatu kawasan yang sama akan menimbulkan dampak negatif.

(39)

penduduk lokal dalam perencanaan pembangunan sangatlah vital. Opini masyarakat harus diakomodasi oleh pemerintah sehingga akan diperoleh prinsip-prinsip saling mendapat keuntungan (win-win solution) meskipun tidak penuh.

1.3 Tujuan

Penelitian yang berjudul ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN PELABUHAN PERIKANAN KAMAL MUARA DAN DADAP DALAM KONTEKS PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR TERPADU ini bertujuan untuk:

1) Mengkaji kondisi lingkungan, pemanfaatan dan ketergantungan daerah perikanan dari TPI Dadap dan TPI Kamal Muara sesuai dengan perkembangan kegiatan pembangunan daerah di kawasan tersebut.

2) Menganalisis struktur komposisi pertumbuhan ekonomi wilayah dan pemusatan aktivitas serta hierarki aktivitas pelayanan.

3) Mengkaji pemanfaatan lahan dan daya tampung pelabuhan perikanan di kawasan Dadap-Kamal Muara berkaitan dengan kapasitas tampung TPI Muara Angke di masa yang akan datang

4) Membuat analisis dan skenario pengembangan dan pengelolaan pelabuhan perikanan dalam konteks pengelolaan pesisir terpadu.

5) Membuat kajian opini masyarakat tentang kondisi perikanan di kawasan Dadap-Kamal Muara

1.4 Kerangka Berpikir

(40)

TPI DAN ISU MASALAH EKONOMI & KEBIJAKAN

MASALAH FISIK MASALAH SOSIAL

SKENARIO SOLUSI

Batas kelurahan

[image:40.792.82.717.119.476.2]

Batas kabupaten dan batas provinsi

Gambar 1.1. Kerangka berfikir pemecahan masalah pengembangan pelabuhan perikanan di kawasan TPI Dadap dan TPI Kamal Muara dalam konteks pengelolaan pesisir terpadu.

?

PPI/TPI MUARA ANGKE

Overload

oRencana Pembangunan Pelabuhan Kapal Riset

o Rencana Pembangunan Pelabuhan Kapal Kon-tainer

oRencana pembangunan Kawasan Wisata Pantai Pasir Putih/Mutiara Dadap

PPI/TPI KAMAL MUARA

PPI/TPI DADAP Kota Air Kamal Muara

Gelanggang olah raga

Alur masuk pelabuhan dangkal, kapasitas kecil Inefisensi Kekurangan sarana

prasarana

Konflik tataruang TPI tidak aktif

Tidak optimal

Tenaga buruh kurang optimal

Alur masuk pelabuhan dangkal, kapasitas kecil

Tenaga buruh kurang optimal

Pengangguran dan prostitusi Aktivitas perikanan

tidak optimal

(41)

2 TINJAUAN

PUSTAKA

2.1 Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir didefinisikan oleh FAO sebagai wilayah peralihan atau transisi di antara daratan dan laut, termasuk danau besar di tengah daratan (Scialabba 1998). Wilayah pesisir mempunyai fungsi, bentuk, dan dinamika yang beragam, serta tidak dibatasi oleh batas spasial yang ketat. Sementara itu Chua (2006) mendefinisikan wilayah pesisir sebagai bagian daratan yang berada di sepanjang garis pantai dan berbatasan dengan air laut. Oleh karena itu wilayah pesisir adalah suatu kawasan tempat terjadinya interaksi antara daratan dan perairan. Sebagai akibatnya, secara langsung dipengaruhi oleh kekuatan alam baik yang berasal dari daratan maupun dari laut. Pengaruh daratan antara lain aliran air tawar dan sedimen ke pesisir yang mengakibatkan terbentuknya delta, wetlands dan mudflats. Sebaliknya, pasang surut dan arus laut mendorong air asin jauh masuk ke wilayah daratan. Kekuatan alam lainnya yang juga berlangsung di wilayah pesisir dan berpengaruh nyata adalah angin, suhu, badai, dan curah hujan. Interaksi antara proses-proses fisika, kimia, dan biologi di wilayah peralihan tersebut menciptakan sistem sumberdaya yang menghasilkan barang dan jasa yang unik dan kondusif untuk kehidupan manusia. Chua (2006) juga menjelaskan bahwa aktivitas manusia adalah faktor ke tiga yang mempengaruhi keterpaduan dan kesehatan wilayah pesisir. Di suatu kawasan pesisir yang tidak terdapat komunitas manusia, proses alami dapat menjaga kondisi wilayah tersebut tetap pristine.

Terdapat dua istilah yang umum dipakai, yaitu coastal zones dan coastal area (Scialabba 1998). Bentuk coastal zones lebih dimaksudkan pada definisi berdasarkan wilayah geografis dimana suatu peraturan pengelolaan diberlakukan. Sementara itu coastal area lebih luas penggunaannya pada wilayah pesisir yang belum ditetapkan sebagai wilayah untuk tujuan pengelolaan.

(42)

kegiatan-kegiatan ekonomi yang terjadi, baik kegiatan ekonomi primer maupun sekunder. Menurut Cicin-Sain dan Knecht (1998), tingginya nilai ekonomi suatu kawasan pesisir juga disebabkan oleh daya tariknya yang besar untuk kegiatan wisata. Wilayah pesisir secara biologis juga merupakan tempat yang mempunyai produktivitas paling tinggi dan paling kaya dengan berbagai habitat. Selain itu, sejalan dengan berlangsungnya jaman, kawasan pesisir merupakan suatu tempat yang dapat bertahan terhadap berbagai pengaruh peristiwa alam, seperti badai angin dan gelombang pada skala yang bervariasi. Chua (2006) menyebutkan bahwa lebih dari setengah penduduk dunia hidup di kawasan yang lebarnya 100 km sepanjang garis pantai. Angka ini kemungkinan akan meningkat lagi menjadi 75 % penduduk dunia akan hidup di kawasan pesisir pada tahun 2020.

Menurut kesepakatan umum, definisi wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline), maka wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu: batas sejajar garis pantai (longshore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (crossshore) (Dahuri et al. 1996). Akan tetapi penetapan batas-batas suatu wilayah pesisir yang tegak lurus terhadap garis pantai, sejauh ini belum ada kesepakatan, artinya batas wilayah pesisir dapat saja berbeda antara satu dengan negara yang lain. Hal ini dapat difahami karena adanya perbedaan kondisi lingkungan, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sistem pemerintahan.

Sorensen dan Mc Creary (1990) sebagaimana yang dikutip Dahuri et al. (1996) mengkompilasi beberapa definisi wilayah pesisir dengan kesimpulan:

(1) Batas wilayah pesisir ke arah darat pada umumnya adalah jarak secara arbitrer dari rata-rata pasang tertinggi (mean high tide), dan batas ke arah laut umumnya adalah sesuai dengan batas jurisdiksi provinsi;

(43)

menimbulkan dampak secara nyata terhadap lingkungan dan sumberdaya pesisir. Oleh karena, itu batas wilayah pesisir ke arah darat untuk kepentingan perencanaan dapat sangat jauh ke arah hulu. Jika suatu program pengelolaan wilayah pesisir menetapkan dua batasan wilayah pengelolaan (wilayah perencanaan dan wilayah pengaturan), maka wilayah perencanaan selalu lebih luas daripada wilayah pengaturan;

(3) Batas ke arah darat dari suatu wilayah pesisir dapat berubah, tergantung pada isu pengelolaan yang dilakukannya.

2.2 Pengembangan Wilayah dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu

Mengadopsi definisi regional science dari Mayhew (1997 dalam Rustiadi et al. 2003), pengembangan wilayah dapat didefinisikan sebagai “suatu aktivitas pembangunan yang menganalisis secara interdisiplin yang mengkhususkan pada integrasi analisis-analisis fenomena sosial dan ekonomi wilayah, mencakup aspek-aspek perubahan, antisipasi (peramalan) perubahan-perubahan hingga perencanaan pembangunan di masa yang akan datang dengan penekanan pada pendekatan kuantitatif”. Sementara itu, pengelolaan wilayah pesisir terpadu didefinisikan oleh European Commission (EC 1999) sebagai berikut: “ICZM has been defined as a dynamic, continuous and iterative process designed to promote sustainable management of coastal zone. ICZM seeks, over the long-term to balance the benefits from economic development and human uses of the coastal zone, the benefits from protecting, preserving and restoring coastal zones, the benefits from minimising loss of human life and property, and the benefits from public access to and enjoyment of coastal zone, all within the limits set by natural dynamics and carrying capacity”.

2.2.1 Pengembangan wilayah

(44)

wilayah sambil memperhitungkan fenomenanya yang dimensi multifaset, baik ekonomi, sosial, politik, atau lingkungan. Suatu pengertian tentang bagaimana kota dan wilayah melakukan kegiatan dan fungsinya agar dapat menghasilkan kontribusi pembuatan kebijakan yang lebih baik, sehingga dapat memperbaiki kualitas standar hidup penduduk di kota atau wilayah tersebut.

Peran dari infrastruktur publik dalam pengembangan wilayah sangatlah komplek sekali karena melibatkan pengadaan barang milik publik, keberadaan generasi eksternal, pembuatan keputusan politik, dan lamanya masa berlalu (The role of public infrastructure in regional development is a highly complex issue involving aspects of public good provision, the generation of externalities, political decision-making, and long time-periods), sebagaimana dinyatakan oleh Lynde dan Richmond (1992) serta Gramlich (1994) dalam McCann dan Shefer (2004), infrastruktur modal milik masyarakat dapat berperan penting dalam melengkapi proses produktivitas sektor swasta regional. Hal ini disebabkan oleh karena infrastruktur menunjukan berbagai karakter barang publik dimana jasa dari modal milik umum didistribusikan secara bebas kepada para produser swasta. Oleh karena itu, karena produk marjinal dari jasa-jasa tersebut biasanya bersifat positif, maka harus dipertimbangkan sebagai suatu komponen integral dari kumpulan fungsi produksi regional.

(45)

Menurut Winoto (1999/2000), wilayah merupakan area geografis yang mempunyai ciri tertentu dan merupakan media bagi segala sesuatu untuk berlokasi dan berinteraksi. Berdasarkan hal ini, wilayah dapat didefinisikan, dibatasi, dan digambarkan berdasarkan ciri atau kandungan area geografis tersebut. Dengan demikian, pengembangan wilayah diartikan sebagai suatu perencanaan area geografis tertentu yang akan menguntungkan baik bagi individu nelayan, petani, masyarakat dan wilayah yang bersangkutan dengan tetap memperhatikan kemampuan sumberdaya alam dan lingkungan pendukung ekosistem yang dikembangkan.

Hoover dan Giarratani (1985) mengelompokkan wilayah ke dalam dua bentuk, yaitu wilayah homogen dan wilayah fungsional. Wilayah homogen dibatasi oleh keseragaman atau kesamaan ciri yang dimilikinya, sementara wilayah fungsional didasarkan pada interaksi yang terjadi dalam suatu wilayah, khususnya dilihat dari keterkaitan aspek ekonomi. Untuk lebih tepat lagi, Winoto (1999/2000) juga menyatakan bahwa pengembangan wilayah dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu berdasarkan aspek fungsional, aspek kehomogenan, dan aspek administrasi. Aspek fungsional meliputi tempat pemusatan penduduk, pemusatan pasar, pemusatan pelayanan, pusat industri dan perdagangan, dan pusat inovasi. Bentuk spesifik dari wilayah fungsional ini disebut wilayah nodal, dimana dapat dianggap sebagai suatu sel dengan satu inti dan dikelilingi oleh plasma. Dalam kenyataan sehari-hari, nodal ini dapat diibaratkan sebagai kota, yang dikelilingi oleh wilayah pedesaan; dimana seluruh pusat kegiatan dan pelayanan terdapat di dalamnya dan didukung oleh wilayah pedesaan yang merupakan daerah pemasok bahan-bahan mentah, tenaga kerja, tempat pemasaran produk-produk yang dihasilkan di kota, dan sebagai tempat penyeimbang ekologis.

(46)

Perumusan suatu virtue atau nilai keutamaan yang dianut masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tingkat kehomogenan masyarakat, baik dilihat dari pendidikan, etnis (sosial budaya), agama, dan pandangan politis dari setiap komponen masyarakat ini. Begitu beragamnya faktor yang mempengaruhi perumusan virtue ini, maka virtue ini baru dapat timbul setelah terbentuk suatu komunitas masyarakat yang saling mengetahui keinginan masing-masing sehingga dapat menemukan suatu resultan dari berbagai keinginan atau ide-ide yang ada dalam masyarakat. Dalam konteks pengembangan wilayah, tentu saja harus menemukan resultan virtue tersebut kemudian mengintegrasikannya ke dalam rencana yang akan diterapkan. Artinya proses perencanaan itu dapat saja berlangsung timbal balik, rencana induk yang sudah ada diintegrasikan ke dalam virtue yang sudah terbentuk, atau virtue-virtue yang ada dalam masyarakat diintegrasikan ke dalam perencanaan. Menurut Winoto (1998/1999), adanya kaitan antara kegiatan pembangunan dengan sistem nilai masyarakat dapat dijelaskan sebagi berikut: pembangunan (baik sebagai suatu proses maupun sebagai suatu cara perwujudan) mengemban tugas kemanusiaan dan tugas kehidupan. Dengan kata lain, pembangunan haruslah dapat mengkomodasi berbagai harapan masyarakat, antara lain harapan tentang kehidupan yang lebih baik, keadilan yang lebih terjamin, rasa memiliki yang kian meningkat, kebebasan dalam mengekspresikan aspirasi kemanusiaannya yang semakin terbuka, ketahanan masyarakat dan bangsa yang semakin kuat, dan kepercayaan diri sebagai manusia maupun sebagai bangsa yang semakin meningkat. Harapan-harapan inilah yang menjadikan setiap anggota masyarakat dan/atau kelompok masyarakat (dengan segala perbedaan latar belakang dan kepentingannya) perlu senantiasa terlibat dan ikut berproses dalam menentukan arah serta prioritas pembangunan pada setiap tahapan yang dilakukan.

(47)

Contoh kasus yang heterogen adalah kelompok masyarakat di kawasan pesisir, dimana terlibat berbagai jenis kegiatan manusia sesuai dengan bidang garapannya masing-masing, mulai dari nelayan, pedagang, industriawan, PNS, dan lain lain. Keragaman mata pencaharian juga mengakibatkan terjadinya interaksi yang lebih intensif diantara berbagai aktivitas yang dapat menghasilkan dampak positif dan negatif.

Menurut Winoto (1998/1999), tidak pernah ada kesepakatan virtue siapakah yang harus dijadikan dasar dalam mengimplementasikan prioritas pelaksanaan pembangunan; selain itu juga tidak ada jaminan bahwa keadilan akan terwujud bila salah satu virtue masyarakat atau kelompok masyarakat dipilih atau dipaksakan sebagai dasar penentuan prioritas pembangunan. Namun demikian, berdasarkan pengalaman yang lalu-lalu dimana program pembangunan lebih banyak ditetapkan dari atas (top-down), maka virtue universal masyarakat diharapkan akan lebih banyak tertampung dalam program pembangunan yang disusun secara bottom up.

(48)
[image:48.612.167.487.86.405.2]

Gambar 2.1. Dasar pemikiran terbentuknya virtue universal

Dari diagram Gambar 2.1 di atas tampak bahwa virtue universal harus mencakup sebagian atau seluruh kepentingan dari setiap unsur yang membentuk ekosistem tersebut (suku bangsa; agama; sosial-ekonomi budaya; aksesibilitas barang, jasa, dan manusia; aspek spasial perwilayahan; serta aspek politik dan keamanan).

Begitu tali pengikat kebhinnekaan ini dilanggar, baik oleh tetangga sebelah, kampung sebelah, agama lain, atau bahkan oleh regim pemerintahan yang otoriter, mulailah virtue itu tidak ditaati lagi, dan barangkali perlu diramu suatu virtue baru sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, politik, dan keamanan. Pada saat ini, aspek kepentingan golongan atas dasar latar belakang politis sangat menonjol, sebagai alat pemersatu atau pemecah virtue.

VIRTUE

UNIVERSAL

ASPEK AGAMA

SUKU/ BANGSA

ASPEK WILAYAH

SPASIAL

AKSESIBILITAS BARANG, JASA,

MANUSIA

POLITIK & KEAMANAN

(49)

Aspek wilayah perlu dimasukkan dalam kegiatan perencanaan pembangunan suatu kawasan adalah karena sebagaimana definisi Winoto (1999/2000), wilayah merupakan area geografis yang mempunyai ciri tertentu dan merupakan media bagi segala sesuatu untuk berlokasi dan berinteraksi. Artinya, dibatasi dan digambarkan berdasarkan ciri atau kandungan area geografis tersebut. Pada intinya, suatu perencanaan pembangunan suatu wilayah haruslah mencakup individu manusia, masyarakat, sumberdaya alam dan lingkungan yang ada di wilayah tersebut (termasuk yang harus dipertimbangkan adalah virtue universal dan partial dari masyarakatnya).

(50)

Istilah pengembangan wilayah tentu saja berkaitan erat dengan perencanaan pembangunan wilayah/daerah. Menurut Idrus et al. (1999), pembangunan wilayah merupakan kegiatan pembangunan yang perencanaan, pembiayaan, sampai pada pertanggungjawabannya dilakukan oleh pusat sedangkan pelaksanaannya dapat melibatkan daerah dimana tempat kegiatan tersebut dilaksanakan. Pembangunan daerah sendiri berindikasi bahwa kegiatan pembangunan yang segala sesuatunya dilaksanakan dan dipersiapkan di daerah, seperti perencanaan, pembiayaan, sampai pada pertanggungjawabannya. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka perencanaan pembangunan wilayah/daerah dapat diartikan sebagai suatu proses persiapan penyelenggaraan pembangunan suatu wilayah atau daerah. Sementara itu, Anwar dan Setia Hadi yang dikutif Idrus et al. (1999) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan wilayah diartikan sebagai suatu proses atau tahapan pengarahan kegiatan pembangunan di suatu wilayah tertentu yang melibatkan interaksi antara sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya termasuk sumberdaya alam.

Menurut Hoover dan Giarratani (1985), perkembangan suatu wilayah dapat dilihat pada aspek pertumbuhan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan per kapita, dan perubahan struktur ekonomi. Nasution (1990) menambahkan bahwa mengukur perkembangan suatu wilayah adalah relatif sulit, tetapi beberapa pakar perencanaan dan pengembangan wilayah telah menyepakati beberapa tolok ukur penilaian suatu kegiatan pembangunan, yaitu dilihat dari aspek: (1) pertumbuhan ekonomi; (2) distribusi pendapatan; (3) tingkat kemiskinan; (4) persentase pengangguran; serta (5) kualitas lingkungan hidup dan produktivitas sumberdaya alam.

(51)

yang intinya terkait dengan aspek ekologi, ekonomi, dan budaya. Ilustrasi dari tolok ukur pembangunan berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Ekologi

1 3 S D

2

[image:51.612.204.374.125.278.2]

Budaya Ekonomi

Gambar 2.2. Indikator pembangunan berkelanjutan (Rustiadi et al. 2003) Keterangan:

(1) Bagian 1: culture-ecology interface: didefinisikan bahwa pembangunan merupakan fungsi yang terintegratif dari nilai-nilai budaya yang menyatu terhadap ekosistem. Indikator yang termasuk dalam ukuran perubahan etika lingkungan, komitmen untuk menjaga keseimbangan political-cultural dan eco-tourism;

(2) Bagian 2: culture-economy interface: menggambarkan fungsi tujuan di dalam termin nilai-nilai non market dan keputusan untuk menjaga konservasi lingkungan untuk tujuan budaya. Nilai-nilai kultural ekonomi lebih tinggi, demikian juga refleksinya terhadap politik, institusi, dan struktur hukum;

(3) Bagian 3: Economy-ecology interface: menggambarkan fusngsi tujuan di dalam termin dari nilai-nilai ekonomi dan cost benefit analysis. Indikator dari pembangunan berkelanjutan diukur dari cadangan konservasi alam dan ekonomi capital yang ditunjukkan oleh produksi (keinginan) flow of environmental dan ekonomi yang baik serta pelayanan untuk generasi saat ini dan yang akan datang. Misalnya kesuburan tanah, keragaman budaya, dan ekosistem kesehatan sebagai indikator kualitas lingkungan.

(52)

jika dampaknya merugikan unsur-unsur terkait tersebut. Kadang kala, positif dan negatifnya suatu dampak pengembangan wilayah belum dapat dilihat dalam jangka waktu yang pendek. Contoh kasus adalah penemuan senyawa freon yang dapat digunakan sebagai refrigeran (bahan pendingin) dalam mesin-mesin pembeku dan sebagai bahan penekan pada alat pembentuk aerosol. Baru sekitar 20 tahun kemudian disadari orang bahwa freon ternyata dapat memecahkan lapisan ozon yang menyelimuti bola bumi dari sinar ultra violet. Contoh-contoh lain tentu saja masih sangat banyak, antara lain hilangnya keragamanan hayati karena kegiatan pengembangan wilayah yang tidak didahului studi AMDAL terlebih dahulu, baik dalam bentuk reklamasi lahan untuk kegiatan industri dan pemukiman, maupun pengembangan lahan untuk kawasan persawahan.

Dengan demikian, pada dasarnya indikator-indikator umum keberhasilan atau ketidakberhasilan suatu program pengembangan wilayah dapat dinilai secara ekonomi, sosial, dan ekologi. Sebagaimana yang diuraikan oleh Serageldin (1994), bahwa tujuan ekonomi dari pembangunan yang lestari lingkungan adalah: pertumbuhan (growth), kesamarataan (equity), dan efisiensi (efficiency); tujuan sosialnya adalah: pemberdayaan (empowerment), partisipasi (participation), mobilitas sosial (social mobility); keeratan sosial (social cohesion), identitas budaya (cultural identity), dan pengembangan kelembagaan (institutional development); serta tujuan ekologinya adalah: keterpaduan ekosistem (ecosystem integrity), daya dukung (carrying capacity), keanekaragaman hayati (biodiversity), dan isu global. Menurut Serageldin (1994) juga bahwa seorang ekonom akan melihat pembangunan yang lestari lingkungan itu agak berbeda, yaitu tujuan ekonominya adalah: pertumbuhan dan efisiensi; tujuan sosialnya kesamarataan dan pengurangan kemiskinan; sedangkan tujuan ekologinya adalah pengelolaan sumberdaya alam.

Menurut Idrus et al. (1999), keberhasilan perencanaan pembangunan sangat tergantung pada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya. Di beberapa negara, perencanaan pembangunan dapat berhasil dengan baik antara lain ditentukan oleh beberapa hal seperti:

(1) Dilakukan oleh orang-orang yang ahli di bidangnya;

(53)

(3) Kestabilan politik dan keamanan dalam negeri; (4) Koordinasi yang baik;

(5) Top down dan bottom up planning;

(6) Sistem pemantauan dan pengawasan yang terus menerus; (7) Transparan dan dapat diterima oleh masyarakat.

Untuk melihat apakah tujuan-tujuan tersebut tercapai atau tidak dalam suatu kegiatan pembangunan, maka perlu ditentukan berbagai perubahan dari komponen-komponen tersebut. Tentu saja untuk unsur-unsur yang bersifat positif, maka perubahan haruslah bergerak ke arah posistif, dan sebaliknya untuk unsur-unsur yang bersifat negatif maka perubahan haruslah bergerak ke arah negatif. Sebagai contoh, untuk kesamarataan haruslah semakin baik/banyak, tetapi untuk kemiskinan semakin sedikit.

2.2.2 Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu

(54)

biogeo-kimia, dan kondisi iklim. Sementara itu, suatu kawasan pembangunan dianggap berkelanjutan secara sosial (a socially sustainable area/ecosystem), apabila kebutuhan dasar (pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan pendidikan) seluruh penduduknya terpenuhi; terjadi distribusi pendapatan dan kesempatan berusaha secara adil; ada kesetaraan gender (gender equity); terdapat akuntabilitas dan partisipasi politik.

Chua (2006) menyatakan bahwa upaya pengelolaan pesisir terpadu dimulai tahun 1965 dengan pembentukan Komisi Pengembangan dan Konservasi Teluk San Francisco (San Francisco Bay Conservation and Development Commission). Tahun 1972, Amerika Serikat mengeluarkan Undang-undang Pengelolaan Pesisir Terpadu, sebuah monumen legislasi yang memberi semangat negara bagian-negara bagian lainnya di kawasan pesisir untuk melakukan hal yang sama. Tahun 1978, Konferensi Wilayah Pesisir diselenggarakan untuk pertama kalinya di San Francisco.

(55)

Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumberdaya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu (integrated) guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelajutan. Dalam konteks ini, keterpaduan (integration) mengandung tiga d

Gambar

Gambar 1.1.  Kerangka berfikir pemecahan masalah pengembangan pelabuhan perikanan di kawasan TPI Dadap dan TPI Kamal Muara dalam konteks pengelolaan pesisir terpadu.
Gambar 2.1. Dasar pemikiran terbentuknya virtue universal
Gambar 2.2.  Indikator pembangunan berkelanjutan (Rustiadi et al.  2003)
Gambar 2.3.  Hubungan antara berbagai komponen dalam kegiatan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (Hatziolos 1997)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tähän liittyen varusmiesjohtajien näkemyksissä tuli esiin kuinka kokemus siitä, että yksikössä vaadittiin koulutuksilta hyvää laadullista tasoa ja he halusivat siihen myös

RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai kegiatan yang dapat merusak atau menghancurkan kekayaan budaya baik berupa benda dan budaya maupun lokasi yang

Berikut ini saran yang peneliti paparkan yaitu (1) Penggunaan model active learning dengan metode ccrossword puzzle mampu menarik perhatian serta semangat siswa

Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis tumbuhan spermatophyta yang terdapat di tempat penjualan tanaman hias di Kota Banda Aceh ada 90 jenis yang terdiri dari 3 jenis

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bimbingan kelompok untuk mengurangi kecemasan berbicara di depan kelas pada siswa kelas x SMA NW Pancor tahun

Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil Fasilitas peralatan penyimpanan dingin harus divalidasi secara berkala. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan

Kunjungan lapangan 25 (benih/bibit, pupuk, pestisida, dan hormon pengatur tumbuh dll) termasuk mengurangi penggunaan bahan anorganik dan diganti dengan bahan organik,