• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat biologis dan karakteristik karkas dan daging Bandicoot (Echymipera kalubu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sifat biologis dan karakteristik karkas dan daging Bandicoot (Echymipera kalubu)"

Copied!
335
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT BIOLOGIS DAN KARAKTERISTIK KARKAS

DAN DAGING BANDIKUT (

Echymipera kalubu

)

IRBA UNGGUL WARSONO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Sifat Biologis dan Karakteristik Karkas dan Daging Bandikut (Echymipera kalubu) adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini.

Bogor, Mei 2009

(3)

IRBA UNGGUL WARSONO. The Biological, Carcass and Meat Characteristics of the Spiny Bandicoots (Echymipera kalubu). Under supervision of EDDIE GURNADI, AMINUDDIN PARAKKASI and RUDY PRIYANTO.

The main objective of this study was to investigate the biological, carcass and meat characteristics of the spiny bandicoots (Echymipera kalubu). The research conducted using explorative method. Sixty eight mature bandicoots consisted of 36 males and 30 females were used to explore external characteristics, morphometry, behaviour, food preference and food intake, carcass and meat characteristics. Organoleptic test was used to have information on taste, smells and meat colour.

The results, showed that the frequency and duration of Spiny Bandicoot behaviour at the night were eating (304.31 sec and 7.4 times), drinking (113.79 sec and 5.3 times) and grooming (151.46 sec and 4.85 times). The total time of the bandicoots activity at the night was 1.32 % for eating, drinking and grooming, 55.75 % for foraging and 42.93 % for shelter seeking. White breast bandicoots had obviously heavier hind legs but lighter fore legs meat compared with Red breast bandicoots. Meat and carcass characteristics of male and female bandicoots were dressing percentage (70.48 and 65.13), pH (5.78 and 5.66), tenderness (1.03 and 1.07 kg/cm2), cooking loss (33.62 and 34.47 %) and water holding capacity (37.14 and 35.98 % mgH2O). Meat composition contain complete amino acids and fatty acids, but a bit higher polysaturated fatty acids than other domestic livestocks especially palmitic acids (36.76 %). Flavor (taste, smells) and colour of the meat bandicoots can be accepted by people in Manokwari regency as well as like on pork, chiken and beef.

(4)

IRBA UNGGUL WARSONO. Sifat Biologis dan Karakteristik Karkas dan Daging Bandikut (Echymipera kalubu). Dibimbing oleh EDDIE GURNADI, AMINUDDIN PARAKKASI dan RUDY PRIYANTO.

Bandikut (Echymipera sp.) adalah salah satu satwa endemik Papua dan sering diburu untuk dimanfaatkan dagingnya. Bandikut keberadaannya belum banyak diungkap dan hidupnya masih liar sebagai hewan berkantung (marsupial), nokturnal, soliter dan suka berkelahi (pugnacious). Tujuan penelitian ini untuk memperoleh informasi dan gambaran tentang karakteristik eksternal dan tingkah laku serta data dasar yang berhubungan dengan morfometri, preferensi dan konsumsi pakan, karakteristik karkas dan daging serta penerimaan masyarakat terhadap daging bandikut dalam rangka budidaya dan pengembangan satwa bandikut melalui pemeliharaan secara ex-situ.

Penelitian menggunakan metode eksploratif. Materi penelitian yang digunakan adalah bandikut dewasa dari jenis Echymipera kalubu, diperoleh secara acak dari hutan di daerah Manokwari Papua Barat, sebanyak 68 ekor, terdiri dari 38 ekor jantan dan 30 ekor betina. Pengamatan karakteristik eksternal dan morfometri menggunakan 30 ekor hewan (16 jantan dan 14 betina). Pengamatan tingkah laku menggunakan 8 ekor (6 jantan 2 betina). Percobaan pakan menggunakan 6 ekor (3 jantan dan 3 betina), pengamatan karakteristik karkas dan daging menggunakan 20 ekor (10 jantan dan 10 betina), pengujian organoleptik daging menggunakan 2 ekor jantan, sementara untuk keperluan identifikasi spesimen jenis bandikut digunakan satu ekor jantan dan satu ekor betina.

Hasil kajian menunjukkan bahwa bandikut memiliki ciri umum bulu tubuhnya kaku, berwarna coklat kehitaman dengan ujung rambut campuran hitam dan coklat kekuningan. Warna bulu bagian ventral dari abdomen sampai moncong rahang bawah termasuk ke empat kaki batas sendi berwarna putih atau merah kecoklatan sehingga pada penelitian ini terdapat bandikut dada merah dan dada putih. Ekor bandikut pendek, kaku dan tidak berbulu. Jari kaki belakang pada jari ke dua dan ke tiga bersatu sebatas ujung sendinya. Bandikut betina berkantung (pouch) dengan 8 puting, memiliki kloaka tempat saluran akhir pencernaan, urin dan reproduksi. Bobot tubuh bisa mencapai berat 4 600 g, hewan jantan lebih berat dari betina. Tubuhnya padat dan kompak, leher pendek dan kokoh. Kepala sempit dengan moncong panjang serta geligi yang banyak dan kecil (I4/3 C1/1 P3/3 M4/4). Kedua kaki depan bandikut lebih pendek dari kaki belakang, cara berjalan berjingkrak atau melompat, bila berdiri tubuh melengkung dengan kedua kaki depan menggantung.

Di lingkungan ex-situ, bandikut pada malam hari menggunakan waktu untuk

(5)

bobot badan. Rata-rata persentase karkas bandikut dengan cara pengulitan sebesar 67,8 % tetapi bila dengan cara pembakaran bulu menjadi 74,5 – 82,52 %. Distribusi bobot daging pada potongan karkas terhadap bobot karkas atau bobot total daging bandikut, menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara bandikut jantan dan betina, tetapi berbeda secara signifikan (P<0.05) antara bandikut dada merah dan dada putih. Bobot daging potongan karkas bagian kaki depan bandikut dada merah (157,7 g) secara bermakna (P<0.05) lebih tinggi dari pada bobot daging potongan karkas kaki depan bandikut dada putih (146,10 g). Sebaliknya, distribusi bobot daging potonganan karkas terhadap bobot total daging karkas yang sama menunjukkan bobot daging potongan karkas bagian kaki belakang bandikut dada merah (207,52 g) secara bermakna (P<0.05) lebih rendah dari pada bobot daging potongan karkas kaki belakang bandikut dada putih (227,62 g).

Daging bandikut memiliki pH normal daging segar yaitu 5,7, tingkat keempukan1,05 lebih empuk dari daging kelinci (1,8) dan daging ternak domestikasi lainnya. Susut masak (cooking loss) daging bandikut sebesar 34,04 %, termasuk normal karena kurang dari 40 %. Daya mengikat air daging (water holding capacity) cukup tinggi sebesar 36,56 % mgH2O dibandingkan dengan daging ternak domestikasi atau hewan yang lain. Daging bandikut mengandung air 72,42 % dengan kadar lemak 3,26 %, protein kasar 18,72 % dan abu 2,53 %. Komposisi asam amino dan asam lemak daging bandikut, baik jumlah maupun jenisnya cukup lengkap, namun daging bandikut sedikit kaya asam lemak jenuh jenis laurat (1,97 %), miristat (3,79 %) dan palmitat (36,76 %), bila dibandingkan dengan ternak domestikasi lainnya. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa baik warna, bau maupun rasa daging bandikut dapat diterima dan disukai oleh masyarakat di Manokwari seperti halnya terhadap daging babi, daging ayam dan daging sapi.

(6)

©

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009

Hak cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

SIFAT BIOLOGIS DAN KARAKTERISTIK KARKAS

DAN DAGING BANDIKUT (

Echymipera kalubu

)

IRBA UNGGUL WARSONO

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr.Ir. Asnath M. Fuah

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr.Ir. Machmud Thohari

(9)

Nama : Irba Unggul Warsono

NIM : D061020101

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Em. Dr. R. Eddie Gurnadi, M.Sc Ketua

Prof. Dr. Aminuddin Parakkasi, M.Sc Dr. Ir. Rudy Priyanto Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Departemen IPTP Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan

Penyayang atas limpahan kasih, berkat dan anugerahNya, sehingga karya ilmiah ini

berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian ini telah dilaksanakan sejak

Juli 2005 sampai Maret 2007 dengan judul Sifat Biologis dan Karakteristik Karkas

dan Daging Bandikut (Echymipera kalubu).

Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Prof. Em. Dr.

H.R. Eddie Gurnadi, M.Sc., Prof. Dr. Aminuddin Parakkasi, M.Sc dan Dr.Ir. Rudy

Priyanto selaku pembimbing, yang telah banyak memberi arahan dan koreksi selama

proses penyelesaian karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan

kepada Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fapet IPB dan seluruh

Staf Dosen Fapet IPB, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk bisa

melanjutkan studi di IPB. Kepada Rektor Universitas Negeri Papua (UNIPA) dan

Dekan Fakultas Peternakan, Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPPK) UNIPA yang telah

memberi kesempatan tugas belajar dan bantuan dana untuk penyelesaian studi di IPB

Bogor, penulis menghaturkan terima kasih yang sebesarnya. Ucapan terima kasih

juga disampaikan kepada Departemen Pendidikan Nasional (DITJEN DIKTI),

PEMDA Propinsi Papua Barat dan Yayasan Dana Mandiri atas bantuan beasiswa dan

dana penelitian yang diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan studi pada

Program Pascasarjana di IPB. Kepada teman-teman satu angkatan dan diluar

angkatan yang sama yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, terima

kasih atas dukungan moril dan doa bahkan bantuan materiil, selama penulis

mengikuti pendidikan di IPB. Kepada Bapak dan Almarhumah Ibu, Papa dan Mama

Mertua, Kakak-kakak dan Adik-adik di Semarang dan Bitung-Manado serta Keluarga

Besar Patitis di Semarang, hormat dan terima kasih atas dukungan moril dan doa

yang senantiasa diberikan selama ini. Akhirnya dengan segala kerendahan hati dan

hormat serta kasih, penulis persembahkan karya ini untuk istri tercinta Sientje Daisy

Rumetor yang juga sedang melaksanakan tugas akademik dan anak-anak tersayang

(11)

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2009

(12)

Penulis dilahirkan di Semarang, pada tanggal 29 November 1957, sebagai anak

ke empat dari lima bersaudara dari ayah M Warsimin dan Ibu Anik (Alm.).

Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Pertanian Jurusan Peternakan Universitas

Cenderawasih, lulus tahun 1985. Pada tahun 1991 penulis diterima di program

Magister pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung, dan lulus

pada tahun 1994. Pada tahun 2002, penulis memperoleh kesempatan untuk

melanjutkan ke Program Doktor pada Program Studi Ilmu Ternak Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Saat ini penulis bekerja sebagai Staf Pengajar dengan jenjang kepangkatan

Lektor Kepala di Fakultas Peternakan, Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPPK)

Universitas Negeri Papua Manokwari, sejak tahun 1987 dalam bidang Produksi

Ternak.

Selama mengikuti Program S3, penulis menjadi anggota Ikatan Sarjana

Peternakan Indonesia.

Karya ilmiah berjudul “Sifat Biologis dan Karakteristik Karkas dan Daging

(13)

DAFTAR ISI

- Tahap V : Karakteristik Fisik dan Kimia Daging Bandikut ..

(14)

Tingkah Laku dan Konsumsi Pakan Bandikut ………

- Tingkah Laku Bandikut ……….

- Konsumsi Segar dan Preferensi Pakan Bandikut …………. - Konsumsi Bahan Kering dan Zat Gizi Pakan ………... Karakteristik Karkas dan Distribusi Daging Bandikut …...

- Karakteristik Karkas Bandikut ……….

- Distribusi Potongan Karkas dan Daging Bandikut ……….. Karakteristik Fisik dan Kimia Daging Bandikut ………

- Sifat Fisik Daging Bandikut ………

- Komposisi Kimia Daging Bandikut ……….

- Komposisi Asam Amino dan Asam Lemak Daging Bandikut Penilaian Organoleptik terhadap Daging Bandikut ………

- Warna Daging ………

- Bau Daging ………

- Rasa Daging ………..

PEMBAHASAN UMUM ……….

SIMPULAN DAN SARAN ………..

- Simpulan ………

- Saran ………...

DAFTAR PUSTAKA ………...

LAMPIRAN ………..

48 48 54 56 58 58 62 64 64 69 71 75 75 77 79

81

93 93 94

95

104

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Komposisi bahan dan nutrisi pakan konsentrat ……... 28

2 Rataan, standar deviasi, maksimum, minimum dan koefisien

korelasi ukuran-ukuran tubuh terhadap berat badan bandikut… 44

3 Rataan morfometri bandikut berdasarkan jenis kelamin ……… 46

4 Rataan morfometri bandikut berdasarkan jenis warna dada ….. 47

5 Rataan durasi dan frekuensi makan, minum dan grooming

bandikut di dalam kandang ……… 50

6 Rataan konsumsi pakan segar bandikut pada kondisi kandang

gelap dan terang ………. 54

7 Rataan preferensi konsumsi pakan segar bandikut ……… 55

8 Rataan konsumsi bahan kering dan zat gizi lainnya ……...…... 56

9 Rataan berat karkas dan potongan karkas bandikut berdasarkan

jenis kelamin dan warna dada ……… 59

10 Persentase karkas bandikut dan beberapa jenis ternak atau

hewan lain ……….. 61

11 Distribusi bobot daging potongan karkas (Y) dan bobot potongan karkas (Y) terhadap bobot karkas (X) dan bobot total daging (X) pada jenis kelamin dan warna dada berbeda ………

63

12 Sifat fisik daging bandikut berdasarkan jenis kelamin dan

warna dada ………. 65

13 Sifat fisik daging bandikut dan beberapa daging ternak ……… 66

14 Komposisi kimia daging bandikut dan beberapa hewan/ternak . 69

15 Komposisi asam amino daging bandikut dan beberapa hewan

(16)

16 Komposisi asam lemak daging bandikut dengan beberapa

daging hewan domestikasi (% lemak daging) ……… 73

17 Rataan skor dan median kesukaan terhaap warna daging …….. 75

18 Rataan skor dan median kesukaan terhaap bau daging …….. 77

19 Rataan skor dan median kesukaan terhaap rasa daging …….. 79

20 Proyeksi produksi bandikut selama setahun pertama berdasarkan sifat biologisnya ……….

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Echymipera kalubu ………. 8

2 Kurve pertumbuhan normal dan laju partumbuhan ………… 15

3 Kurva pertumbuhan tulang, otot dan lemak …………... 16

4 Kandang besar yang disekat dan perlengkapannya …………. 23

5 Potongan karkas bandikut ………... 31

6 Uji organoleptik ……….. 35

7 Bandikut dada merah (A) dan bandikut dada putih (B) …… 38

8 Kepala dan moncong bandikut dada putih dan dada merah … 38 9 Jari kaki depan (A), jari kaki belakang (B) dan telapak kaki depan dan kaki belakang (C) ………... 39

10 Susunan geligi bandikut ……….. 39

11 Puting susu dalam kantung bandikut betina serta alat reproduksi bandikut jantan dan betina ……… 40

12 Perkembangan bayi bandikut (1 ke 5) dalam kantung sampai mulai tumbuh rambut dengan mata masih tertutup …………. 41

13 Lubang sarang tempat keluar masuk yang dibuat bandikut … 49 14 Bandikut saat tidur ………...……….. 53

15 Boksplot median terhadap warna daging ……… 76

16 Boksplot median terhadap bau daging ……… 78

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Analisis variansi dan uji-t (LSD) pengaruh jenis kelamin

terhadap morfometri bandikut ………... 105

2 Analisis variansi dan uji-t (LSD) pengaruh jenis warna dada

terhadap morfometri bandikut ………... 116

3a Analisis variansi dan uji-t (LSD) pengaruh jenis kelamin

terhadap berat badan, karkas dan potongan karkas bandikut. 127

3b Analisis variansi dan uji-t (LSD) pengaruh jenis warna dada

terhadap berat badan, karkas dan potongan karkas bandikut. 133

4a Distribusi bobot potongan karkas (Y) terhadap bobot karkas

(X) pada jenis kelamin dan warna dada berbeda …………... 139

4b Distribusi bobot daging potongan karkas (Y) terhadap bobot

karkas (X) pada jenis kelamin dan warna dada berbeda …… 140

4c Distribusi bobot potongan karkas (Y) terhadap bobot total

daging (X) pada jenis kelamin dan warna dada berbeda …... 141 5 Analisis variansi sifat fisik daging bandikut berdasarkan

jenis kelamin dan uji-t (LSD) ……… 142

6 Analisis variansi sifat fisik daging bandikut berdasarkan

jenis warna dada dan uji-t (LSD) ………... 144

7 Uji Kruskal-Wallis antara jenis daging bandikut, sapi, babi dan ayam pedaging terhadap penerimaan/kesukaan warna

daging ………. 145

8 Uji Kruskal-Wallis antara jenis daging bandikut, sapi, babi dan ayam pedaging terhadap penerimaan/kesukaan bau

daging ………. 146

9 Uji Kruskal-Wallis antara jenis daging bandikut, sapi, babi dan ayam pedaging terhadap penerimaan/kesukaan rasa

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permintaan daging nasional dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring

dengan penigkatan jumlah penduduk dan kesadaran akan kebutuhan gizi pada

masyarakat. Untuk memenuhi permintaan ini, pemerintah dan swasta mendatangkan

daging atau ternak bakalan dari luar negeri karena laju pertumbuhan populasi ternak

konvensional penghasil daging cenderung lambat. Konsumsi daging di Indonesia

pada tahun 1999 sampai 2001 adalah 1,19 hingga 1,45 juta ton dan 24-26% berasal

dari daging sapi. Sebanyak 78-85% pasokan daging sapi dipenuhi oleh pasokan

daging sapi lokal, sedangkan sisanya adalah impor (Ditjen Bina Produksi Peternakan,

2001). Pada tahun 2006 impor sapi bakalan mencapai 265 700 ekor, sapi bibit 6 200

ekor dan daging 25 949,2 ton (Ditjen Peternakan, 2007). Di sisi lain Indonesia

memiliki kekayaan fauna yang belum banyak diberdayakan sebagai sumber protein

hewani dan sumber devisa.

Sumber daya hayati fauna di Indonesia di antaranya mamalia 12%, burung 17%,

reptilian dan amfibia 16% dari yang ada di dunia (Primack dkk., 1998). Potensi

fauna di luar ternak konvensional yang telah dikenal dan memiliki potensi sebagai

sumber protein hewani perlu digali dan diupayakan pengembangannya untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia yang sampai sekarang masih kaya

tetapi tetap miskin.

Pengembangan potensi sumber daya fauna terutama satwa merupakan sisi

strategis bila dikaitkan dengan potensi unggulan di setiap daerah mengingat Indonesia

sangat beragam baik secara geografis maupun sosial budaya. Salah satu daerah

Indonesia yang memiliki keragaman jenis satwa yang tinggi adalah Papua yang

merupakan bagian dari daerah zoogeografi Australia dengan kekayaan flora dan

fauna spesifik yang tidak dimiliki oleh negara lain di dunia dan Indonesia bagian

barat. Keanekaragaman jenis satwa yang terdapat di Papua merupakan sumber plasma

(20)

Papua mempunyai 125 jenis mamalia, 602 jenis burung dan 223 jenis reptilia dengan

tingkat endemik masing-masing 58,8%, 52% dan 35% (Primack, dkk., 1998).

Bandikut (Bandicoot) adalah salah satu jenis mamalia endemik yang dapat ditemukan di seluruh daerah Papua dari dataran rendah sampai daerah dengan

ketinggian 4300 meter dari permukaan laut. Daging satwa ini telah lama dikonsumsi

oleh masyarakat lokal sebagai sumber protein hewani dan secara budaya dapat

diterima. Sebanyak 3 genus dari 7 genus bandikut yang ada, terdapat banyak di

Australia dan 4 genus lainnya terutama genus Echymipera banyak ditemukan di Papua. Jenis mamalia ini termasuk satwa marsupialia (berkantung), yang oleh

masyarakat Papua selain dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani juga memiliki

nilai etno-zoologis. Bandikut sebagai satwa sumber daging, mempunyai laju

reproduksi paling tinggi di antara semua marsupialia. Seekor induk bandikut dalam

setahun bisa melahirkan 5-6 kali dengan jumlah anak per kelahiran 2-4 ekor, lama

bunting 12-13 hari dan lama menyusu 50-60 hari (Petocz, 1994). Bobot badan hewan

jantan berkisar antara 478-1800 gram dan betina 598-1500 gram tergantung umur dan

jenisnya (Strahan, 1990; Flannery, 1995a dan 1995b). Manfaat lain dari satwa ini

antara lain rambut, tulang dan anak bandikut umur 12 hari dipercaya untuk

pengobatan. Sementara masyarakat memperoleh bandikut dengan cara berburu untuk

perdagangan eceran dan konsumsi sehari-hari.

Tingginya nilai dan manfaat bandikut bagi masyarakat di daerah Papua dapat

menyebabkan kecenderungan menurunnya populasi di alam sehingga kelangsungan

kehidupan satwa ini akan terdesak dari habitatnya. Keadaan tersebut ditunjukkan oleh

tingginya tingkat konsumsi daging bandikut rata-rata 60 g/kapita/hari/musim berburu

di salah satu wilayah distrik Warmare, Kabupaten Manokwari (Kusrini, 2001) dan

hasil perburuan antara 1-10 ekor/sekali berburu (Unenor, 2001). Pembukaan hutan

untuk pemukiman dan lahan pertanian juga dapat menurunkan populasi bandikut,

yang pada gilirannya menyebabkan kepunahan. Upaya-upaya yang tepat perlu

dilakukan untuk mempertahankan keberadaan bandikut di alam dan sekaligus dapat

(21)

melindungi dan mengembangkan satwa ini adalah pembudidayaan bandikut sebagai

ternak pedaging.

Pembudidayaan bandikut menjadi ternak pedaging diperlukan beberapa tahapan

pengkajian. Komponen yang perlu diteliti meliputi jenis pakan, tingkah laku, habitat

yang disenangi serta upaya untuk mengubah pakan alami dan penempatan dalam

kandang (ex-situ) untuk meningkatkan daya adaptasi selama proses budidaya. Faktor lain yang menjadi penentu utama dalam budidaya adalah kinerja produksi dan

reproduksi yang sangat berhubungan dengan kualitas pakannya. Kajian informasi

dasar tersebut dapat menjadi acuan bagi peternak dan penelitian bandikut selanjutnya.

Melalui penguasaan sifat biologis tersebut dapat membantu dalam mengoptimalkan

produktivitas bandikut. Hal ini pada gilirannya dapat memberi nilai tambah bagi

diversifikasi usaha ternak yang dikembangkan dan pendapatan peternak di daerah

tersebut.

Di Australia, penelitian beberapa aspek biologi bandikut secara eksploratif

dalam lingkungan in-situ telah banyak dilakukan, sedangkan di Papua khususnya dan di Indonesia pada umumnya, informasi tentang bandikut masih sangat terbatas.

Sampai sekarang belum ada upaya lembaga pemerintah maupun swasta untuk

mengembangkan bandikut secara ex-situ sebagai satwa budidaya penghasil daging. Sehubungan dengan masalah tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang

sifat biologis dan karakteristik karkas dan daging bandikut dalam rangka

pengembangan satwa endemik bandikut sebagai ternak budidaya.

Tujuan Penelitian

Sesuai pembahasan permasalahan tersebut di atas, penelitian ini dilakukan

dengan tujuan untuk mengamati dan mengkaji :

1. Karakteristik eksternal dan morfometri bandikut

2. Tingkah laku serta preferensi dan konsumsi pakan bandikut dalam lingkungan

ex-situ .

3. Karakteristik karkas dan distribusi potongan karkas dan daging bandikut.

(22)

5. Penilaian organoleptik daging bandikut.

Manfaat Penelitian

Informasi ilmiah hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai

acuan dasar untuk menentukan kebijakan pengembangan satwa endemik bandikut

menjadi komoditi andalan ternak pedaging khas Papua, sekaligus sebagai upaya

pelestarian sumber plasma nutfah Indonesia. Disamping itu, sebagai informasi awal

untuk menentukan kajian-kajian lanjutan dari satwa bandikut dalam rangka

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Sistematika Zoologis Bandikut

Secara umum kedudukan bandikut dalam sistematika zoologis adalah sebagai

berikut (Van Der Zon, 1979; Strahan, 1990; Flannery, 1995a dan 1995b; Petocz,

1994) :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub Phylum : Vertebrata

Class : Mamalia

Subclass : Theria (Parker and Haswell,1897)

Infraclass : Metatheria (Huxley, 1880)

Superordo : Marsupialia (Illeger, 1811)

Ordo : Peramelemorphia (Kirsch,1968) – Bandicoots and bilbies

Family : Peroryctidae (Groves and Flannery,1990) – Peroryctid bandicoots

Genus : Echymipera – New Guineaan Spiny Bandicoots

Species : Echymipera kalubu (Lesson, 1828)

Ordo bandikut dibedakan dalam 2 famili, yaitu Peramelidae (bandicoots and bilbies) memiliki 4 genus, 10 spesies, dan Peroryctidae (Peroryctid bandcoots) mempunyai 4 genus 11 spesies (Lindenmayer, 1997). Family Peramelidae banyak

terdapat di Australia, sedangkan family Peroryctidae, terutama genus Echymipera

banyak ditemukan di kepulauan Maluku, dan New Guinea (Menzies, 1991). Daratan

New Guinea memiliki 5 genus dan 11 spesies. 3 genus (Peroryctes, Microperoryctes

dan Rhynchomeles) dengan 11 spesies merupakan endemik dan genus Echymipera

yang merupakan pusat genus di New Guinea dengan 4 spesies dan, 1 spesies di

antaranya meluas sampai di bagian utara Australia. Genus lain (Isodoon) merupakan pusat genus di Australia dengan 1 spesies juga penyebarannya meluas sampai ke New

(24)

Diskripsi Umum dan Penyebaran Bandikut

Nama bandikut (bandicoot) pertama kali diberikan tahun 1799 oleh peneliti pada beberapa marsupialia Australia dari bahasa Telugu (‘pandi-kokku’) dari suku

yang tinggal di dataran Deccan India Tengah yang berarti “tikus babi”, yaitu nama

tikus lokal India dari marga Bandicota (Petocz, 1994). Menurut Menzies (1991) dan Chambers (2001) semua jenis bandikut dapat mudah dikenali karena ciri utamanya

yaitu jari kaki belakang kedua dan ketiga pada pangkal cakarnya disatukan oleh kulit

dan hanya ujung sendi terakhir dan kukunya yang terpisah. Kedua jari yang bersatu

tersebut berfungsi sebagai sisir untuk membersihkan diri dari ektoparasit dan kotoran.

Bandikut mempunyai susunan gigi poliprotodon yaitu mempunyai banyak pasang

gigi seri di rahang bawah dan di antara taring. Formula susunan gigi : I 4-5/3, C 1/1,

P 3/3, M 4/4 (Tate, 1948 dan Lindenmayer, 1997).

Bandikut mempunyai kepala panjang dengan telinga agak berbulu dan moncong

runcing yang menandakan indera penciumannya yang tajam. Tubuhnya agak kompak

dan berukuran antara kelinci besar dan tikus. Kaki belakang memanjang mirip kaki

kuskus dan kanguru atau walabi yang memungkinkan bandikut untuk berjingkrak,

berlari kencang dan meloncat. Tungkai kaki depan jauh lebih pendek tetapi kuat dan

mempunyai tiga cakar yang mencolok untuk menggaruk dan menggali. Panjang

ekornya beragam dan tidak prehensile. Rambutnya halus tetapi ada yang jarang, agak

kasar dan kaku, terutama pada bandikut berduri dari genus Echymipera. Warna bulunya beragam bergantung pada spesies, bisa orange, kelabu coklat atau bergaris.

Panjang bandikut berkisar antara 28-81 cm dengan panjang ekor sampai 20 cm

(Manzies, 1991).

Bandikut merupakan hewan marsupial metatherian, mamalia berkantung yang

mempunyai plasenta mirip mamalia eutherian (mamalia berplasenta). Di antara

marsupialia lain, bandikut mempunyai ciri yang unik yaitu mempunyai plasenta

korioalantois, suatu saluran panjang dari dinding uterus induk ke embrio yang berfungsi untuk mengikat anak yang baru lahir selama perjalanan ke kantung

(25)

dan belakang, Di dalam kantung terdapat 6 atau 8 puting susu teratur dalam 2 baris

membusur (Lyne, 1990).

Di dunia terdapat 21 spesies bandikut, sebagian besar hanya ditemukan di New

Guinea dan sedikit di pesisir utara dan timur Australia. Bandikut termasuk hewan

nokturnal, soliter, omnivora (Menzies, 1991). Secara umum daerah penyebaran

bandikut dari ketinggian 0 – 4 300 meter dari permukaan laut pada habitat padang

rumput alam, alang-alang, hutan terbuka, hutan hujan dataran rendah, hutan lebat,

hutan lumut dan areal berpohon.

Bandikut hidup dalam dua kondisi musim, yaitu musim kering dan musim

hujan. Selama musim kering, bandikut hidup pada vegetasi yang lebat yang terdiri

atas gulma-gulma yang tinggi, pohon-pohon kecil dan semak perdu yang lebat.

Kemungkinan ini terjadi karena persediaan pakan yang jarang ditemukan. Sedangkan

selama musim hujan, bandikut keluar dan mengembara di padang rumput terbuka

yang merupakan sumber makanan berlimpah.

Bandikut membuat sarang individu dalam tanah yang terdiri atas timbunan

tanah dan rumput kering yang sederhana serta ranting yang merupakan kamuflase

yang baik dan tahan air. Sarang tempat persembunyiannya di bawah tanah bisa digali

sampai mencapai panjang 1,5 meter. Banyak pula bandikut yang menggunakan

rongga batang pohon sebagai tempat persembunyian atau berlindung. Namun

demikian secara umum, bandikut sangat menyukai dalam area tanah tertutup yang

rendah sebagai tempat tinggal.

Penyakit yang sering menyerang dan membahayakan kesehatan bandikut adalah

toxoplasmosis (Obendorf & Munday, 1990; Miller, et al., 2000). Bandikut hasil tangkapan dari hutan sebagian besar menderita ektoparasit.

Echymipera kalubu (Spiny Bandicoot)

E. kalubu dikenal juga sebagai bandikut kepala hitam (Gambar 1). Bagian kepala berwarna kehitaman dan terdapat batas tajam pada bagian tenggorokan dan

(26)

punggung kehitaman dengan sejumlah variasi kuning kecoklatan sampai leher. Warna

rambut coklat muda pada bagian ventral dan coklat gelap kehitaman dengan ujung

Gambar 1 Echymipera kalubu.

lebih pucat dan panjang pada bagian dorsal. Moncong agak panjang, telinga, ekor dan

kaki pendek serta memiliki 4 pasang gigi seri (Graeme & Maynes, 1990). Pada

telapak kaki belakang berwarna hitam dan sedikit berkembang baik dibanding

Echimipera secara umum (Ziegler, 1977). Bobot badan jantan lebih besar dari pada

betina. Spesies ini merupakan bentuk fauna peralihan antara Australia Utara dan

New Guinea (Gordon, at al. 1990). Populasinya tersebar luas di dataran rendah pada habitat hutan tertutup, hutan terbuka, padang rumput dan semak belukar yang lebih

kering di pulau Wageo, Biak dan Yapen serta bagian utara, timur dan selatan New

Guinea, dengan ketinggian sampai 1550 meter dari permukaan laut .

E. kalubu mempunyai empat sub species yaitu E.k. kalubu, Lesson, 1828; E.k. cockerelli, Ramsay, 1877; E.k. oriomo, Tate and Archbold, 1936; dan E.k. philipi, Throughton, 1945. Rataan ukuran tubuh jantan dan betina (Strahan, 1990; Graeme &

(27)

Ukuran Jantan Betina

Berat Badan (g) 1 500 850

Kepala-badan (mm) 380 280

Ekor (mm) 98 78

Kaki belakang (mm) 66 48,5

Telinga (mm) 32 28

Sifat-sifat Biologis Bandikut Makanan

Bandikut tergolong hewan omnivora (Cockburn, 1990; Reese, 2001; Paliling,

2002), pemakan insekta (semut hitam, belalang, serangga kecil, kumbang muda, larva,

pupa, kupu-kupu kecil, rayap), invertebrata (cacing tanah, laba-laba, ulat kayu) dan

vertebrata kecil, buah-buahan yang jatuh, biji-bijian dan akar pohon. Jenis vertebrata

kecil yang sering dikonsumsi adalah kadal, katak dan tikus. Selain itu bandikut juga

memakan keong, kelapa, pisang, pepaya, ubi jalar, buah sagu, dan sisa makanan

manusia bila masuk ke pemukiman atau kebun penduduk. Namun demikian bandikut

paling menyukai tipe makanan jenis insekta dan invertebrata (Quin, 1985; Stodart,

1977).

Sesuai sifat soliter dan nokturnal pada bandikut, di alam bebas satwa ini

mencari makanan sendirian sepanjang malam, kecuali ada betina yang sedang estrus,

mereka akan mencari makan secara bersama/berpasangan. Bandikut memiliki daerah

teritori tertentu dengan daerah jelajah (home range) sangat luas yaitu 1-4 ha untuk betina dan jantan sampai 40 ha dan saling tumpang tindih (overlap) (Gemmell, 1988). Daerah jelajah jantan 10 kali lebih luas dibanding betina (Cockburn, 1990). Bandikut

menemukan makanan pada tempat yang terbuka atau di dalam tanah. Di dalam

penangkaran, bandikut akan mengkonsumsi makanan di tempat makanan yang sudah

tersedia atau dibawa ke tempat tertentu kemudian sisanya dibawa ke sarangnya. Cara

(28)

makanannya. Bandikut betina di dalam kandang cenderung kanibal untuk membunuh

dan memakan anaknya (Gemmell, 1982).

Reproduksi

Tingkat reproduksi bandikut pada umumnya sangat tinggi, tetapi tingkat

mortalitasnya juga tinggi (30-50%), terutama bandikut muda dalam kantung dan

setelah penyapihan (Gemmell, 1988) . Bandikut termasuk poliestrus dan bereproduksi

sepanjang tahun (Mackerras & Smith, 1960). Betina dewasa mulai kawin sekitar

umur 4 bulan dengan berat badan paling rendah 450 gram dan panjang badan dari

kepala sampai 225 mm dan jantan pada umur 5 bulan dengan berat badan 650 gram

(Lyne, 1964; Flannery, 1995a). Jumlah anak per kelahiran (litter size) 2-4 ekor bahkan ada yang 7 ekor. Seekor betina dalam setahun dapat beranak 5-6 kali.

Interval kelahiran paling umum selama 58 hari. Anak bandikut tinggal dan menyusu

dalam kantung induk sampai umur 48-53 hari dan berhenti menyusu pada umur 59-61

hari ketika kelahiran berikutnya kemudian mengikuti induknya sampai umur 71-73

hari. Induk kawin lagi ketika anaknya berumur 49-50 hari dan masih menyusu

didalam kantung (Stodart, 1977).

Kopulasi berlangsung pada waktu aktif di malam hari tetapi kelahiran terjadi di

siang hari pada waktu betina istirahat. Siklus estrus berkisar antara 17-34 hari atau

rata-rata 21 hari dan puncak estrus terjadi hanya pada satu malam (Lyne, 1976 &

1990). Lama kebuntingan antara 12 hari 8 jam dan 12 hari 14 jam atau rata-rata 12,5

hari (Stodart, 1977; Petocz, 1994; Fishman, 2001). Hal ini merupakan lama bunting

yang paling pendek dan pertumbuhannya dalam kantung lebih cepat dari marsupial

lain. Bandikut lahir dalam kondisi belum berkembang sempurna dan berlindung

dalam kantung induk sampai perkembangannya sempurna. Rambut pertama muncul

di tubuh pada umur 45 hari, mata terbuka antara umur 45 dan 50 hari dan penyapihan

terjadi pada umur 60 hari (Lyne, 1990).

Percumbuan bandikut dilakukan saat betina mengalami estrus (birahi). Betina

yang sedang estrus akan mensekresikan bau spesifik melalui urine yang dibuang

(29)

dan mengejar sampai betina bersedia dikopulasi (Petocz, 1994). Masa estrus hanya

beberapa malam saja. Proses percumbuan sampai terjadi kopulasi berlangsung sampai

5 jam lebih. Sedangkan proses kopulasinya sendiri hanya berlangsung selama 2-4

menit (Manufandu, 2000).

Proses kelahiran bandikut sama seperti hewan marsupialia lainnya, lahir dalam

kondisi belum masak, kurang dari 10 menit mampu merayapi rambut menuju ke

puting susu di kantung induknya dengan ikatan plasenta korioalantois dan induknya

tidak mencoba membersihkan tubuh anaknya karena tidak berselaput (Stodart, 1990).

Plasenta ini merupakan saluran berbentuk bebat panjang yang menghubungkan

dinding uterus induk dan embrio. Fungsi saluran tersebut hanya sebagai pengikat

anak yang baru lahir dengan induknya selama proses perjalanan ke kantung dan tidak

berfungsi dalam pertukaran nutrisi dan darah dari induk ke anaknya seperti pada

hewan-hewan eutherian (mamalia berplasenta). Menurut Lyne (1990), alantois

sebagai vesikel kecil mulai muncul dan tertanam ketika embrio berumur 9,5 hari.

Proses masuknya anak ke kantung induk saat kelahiran merupakan naluri alami

anak yang berusaha tanpa bantuan induk. Induk secara naluri membantu membuat

jalan pada rambut antara pangkal kedua paha menuju ke kantung dengan cara

menjilati sambil mengeluarkan cairan atau lendir dari mulutnya sehingga cukup licin

untuk dilewati anaknya. Anak bandikut yang baru dilahirkan dilengkapi dengan cakar

besar yang dapat membantu bergelantungan ketika merayap ke kantung induknya.

Setelah masuk ke dalam kantung, cakar tersebut akan tanggal dengan sendirinya

(Manufandu, 2000).

Bayi bandikut dalam keadaan tidak berambut, mata tertutup dan kaki depan

berkembang tidak sebanding dengan bagian tubuh lainnya. Bandikut muda

melekatkan diri pada salah satu puting dan memulai masa menyusu selama 55-60 hari

untuk menyempurnakan pertumbuhan dan perkembangan di dalam kantung induknya

sampai anak berikutnya lahir (Petocz, 1994; Lancaster, 2001). Rata-rata panjang anak

bandikut yang baru dilahirkan sekitar 13 mm dengan berat 0,2 gram (Lyne, 1990).

Anak-anak yang sudah disapih ikut mencari makan bersama induknya hanya

(30)

teritori atau home rangenya sendiri. Lama hidup (lifespan) bandikut sekitar 3.3-4

tahun (Lobert & Lee, 1990).

Tingkah laku (Behavior)

Tingkah laku hewan merupakan suatu kondisi penyesuaian hewan terhadap

lingkungannya. Setiap hewan secara naluri dengan tingkah lakunya akan beradaptasi

dengan lingkungan tertentu dan pada banyak kasus merupakan hasil seleksi alam

seperti terbentuknya perubahan struktur fisik (Stenley & Andrykovitch, 1984).

Tingkah laku hewan mamalia umumnya mempunyai fleksibilitas dan bervariasi.

Menurut Vaughan (1986), hewan mamalia akan belajar lebih cepat dan dapat

memodifikasi tingkah laku untuk menyesuaikan dengan lingkungan. Satwa liar yang

didomestikasi akan mengalami perubahan tingkah laku yaitu berkurangnya sifat liar,

sifat bersarang, sifat berpasangan, sifat terbang dan agresivitas (Craig, 1981).

Pada tingkat adaptasi, tingkah laku ditentukan oleh kemampuan belajar hewan

untuk menyesuaikan tingkah lakunya terhadap suatu lingkungan yang baru. Menurut

Stanley & Andrykovitch (1984), tingkah laku maupun kemampuan belajar hewan

ditentukan oleh sepasang gen atau lebih sehingga terdapat variasi tingkah laku

individu dalam satu spesies meskipun secara umum relatif sama dan tingkah laku

tersebut dapat diwariskan kepada turunannya yaitu berupa tingkah laku dasar.

Tingkah laku dasar hewan merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir (innate behaviour), antara lain gerakan menjauh atau mendekat dari stimulus, perubahan pola tingkah laku dengan adanya kondisi lingkungan yang berubah dan tingkah laku akibat

mekanisme fisiologis, seperti tingkah laku jantan dan betina saat estrus. Penampilan

tingkah laku individu selain dipengaruhi oleh faktor genetik tetua juga dipengaruhi

oleh faktor lingkungan internal atau status fisiologis (misal umur, sex, lapar, sehat)

dan faktor ekternal seperti lingkugan fisik (nutrisi, temperature, pembatasan gerakan,

panjang hari) dan lingkungan social, misal ukuran kelompok, kelompok sexual,

parental contact (Craig, 1981).

Menurut Craig (1981) sistem tingkah laku hewan (misalnya tingkah laku

(31)

rangkaian, yaitu fase hasrat (appetitive behaviour), fase kebiasaan yang konsisten atau naluri (consummatory behaviour) dan fase respon kelanjutan yang menguntungkan (refractory behaviour). Selanjutnya Scott (1972) membagi sistem tingkah laku berdasarkan fungsi-fungsi yang berhubungan dengan kenyamanan

hewan, yaitu ingestive (tingkah laku makan dan minum); eliminative (tingkah laku kencing dan membuang kotoran); shelter seeking (tingkah laku mencari tempat berlindung); investigatory (tingkah laku penyelidikan terhadap keadaan bahaya di sekitarnya); allelomimetic (tingkah laku berkelompok); agonistic (tingkah laku yang berkaitan dengan agresivitas, kepatuhan dan pertahanan); sexual (tingkah laku kawin); epimeletic (care-giving), tingkah laku keindukan; et-epimeletic (care-seeking), tingkah laku melindungi anak atau interaksi dengan hewan dari kelompok lain; play (tingkah laku bermain).

Tingkah laku bandikut di alam (in-situ) selalu menandai dan mempertahankan daerah teritorinya. Bandikut mempunyai kelenjar bau di telinga, mulut, kantung dan

kloaka yang mensekresikan bau spesifik (Fisherman, 2001) sehingga dapat menandai

melalui urin dan fesesnya. Satwa ini termasuk satwa marsupial yang soliter yaitu tidak hidup dalam kelompok kecuali induk dan anaknya, nocturnal (lebih banyak aktif pada malam hari) dan oportunis (selalu mencari kesempatan dan menghabiskan waktu untuk mencari makan).

Pada siang hari bandikut lebih banyak berada di sarangnya dan hanya muncul

dari sarangnya pada senja atau bila terancam untuk melarikan diri dengan cepat. Saat

akan meninggalkan sarang, bandikut akan memastikan keadaan sekelilingnya dengan

berjalan pelan, mengendus dan bergerak kemudian masuk kembali ke sarang.

Beberapa saat setelah yakin aman, bandikut akan keluar dan lari cepat setelah

menutupi lubang sarang dengan serasah di sekitarnya.

Bandikut secara gigih akan melindungi diri sendiri dan mempertahankan

teritorinya dari bandikut jantan yang lain, terutama bila terdapat betina yang sedang

birahi. Paling sedikit ada dua jantan akan saling berkelahi satu sama lain untuk

menguasai teritori. Selanjutnya akan ada satu jantan yang dibunuh atau menjadi

(32)

(takut). Konsekuensi dari jantan subordinat harus menyerahkan semua bandikut

betinanya kepada jantan dominan.

Pertumbuhan dan Perkembangan

Istilah pertumbuhan sudah banyak didefinisikan. Pertumbuhan tubuh hewan

adalah pembentukan jaringan baru yang mengakibatkan terjadinya perubahan berat,

bentuk dan komposisi tubuh (Hammond, 1982), perubahan ukuran atau bentuk tubuh

yang dapat dinyatakan dengan ukuran panjang, volume ataupun berat (Williams,

1982), peningkatan bobot badan yang berhubungan dengan interval waktu (Maynard

et al, 1982), peningkatan bobot badan sampai mencapai ukuran dewasa (Taylor, 1984), peningkatan tinggi, panjang, ukuran lingkar dan bobot yang terjadi pada

hewan muda yang sehat, diberi pakan, minum dan tempat berlindung yang layak

(Swatland, 1984). Lebih khusus Boggs & Markel (1984) menjelaskan bahwa

pertumbuhan merupakan suatu bagian integral dari produksi daging hewan karena

tingkat pertumbuhan mempengaruhi efisiensi produksi dan secara luas mencerminkan

keuntungan atau kerugian selama produksi.

Tidak semua bagian tubuh berkembang sama selama pertumbuhan. Perbedaan

pertumbuhan bagian tubuh ini disebut perkembangan. Perkembangan adalah

progress, suatu kemajuan kekompleksitas yang lebih tinggi dan ekspansi ukuran

(Forrest et al, 1975). Perkembangan terjadi dari tahap embrio sampai hewan dewasa (Boggs & Markel, 1984).

Pertumbuhan sering dijelaskan sebagai suatu peningkatan dalam struktur

jaringan, yaitu tulang, otot dan jaringan ikat yang berkaitan dengan otot. Jaringan

tersebut akan dibedakan dari lemak yang berkembang kemudian selama fase

perlemakan. Perlemakan terjadi selama pertumbuhan dan perkembangan normal otot

dan tulang. Sebagian besar perlemakan terjadi setelah perkembangan tulang

sempurna dan perototan mencapai maksimum. Jaringan otot sangat penting bagi ahli

ternak karena komponen ini akhirnya akan dikonsumsi sebagai daging. Sedangkan

(33)

memaksimumkan efisiensi produksi selama pertumbuhan. Lemak juga penting karena

dapat menentukan citarasa/kualitas daging.

Pola pertumbuhan hewan pada kondisi lingkungan ideal, bentuk kurve

pertumbuhan untuk semua spesies mengikuti pola kurve pertumbuhan sigmoid

(Gambar 2). Pada tahap awal, pola pertumbuhan terjadi lambat, kemudian cepat

hingga umur pubertas dan secara berangsur lambat kembali dan berhenti setelah

mencapai kedewasaan (Forrest et al. 1975).

Gambar 2 Kurve pertumbuhan normal dan laju pertumbuhan (Forrest et al. 1975)

Titik belok

Laju pertumbuhan maksimum lahir

pubertas Pertumbuhan

Umur Laju Pertumbuhan

Dewasa tubuh

Lahir

(34)

Titik belok (point of inflection) umumnya dicapai pada awal masa pubertas dan selanjutnya diikuti peningkatan konversi pakan (Williams, 1982), semua jaringan

juga menurun lambat dalam tingkat pertumbuhan dan perkembangannya (Boggs &

Markel, 1984). Selama pertumbuhan sampai dewasa, komposisi tubuh akan

mengalami perubahan. Kerangka berkembang relatif lebih baik setelah lahir dan

setelah pertumbuhan hampir mendekati konstan. Pertumbuhan otot lebih cepat dari

pada tulang setelah lahir sehingga rasio antara otot dan tulang mengalami

peningkatan yang progresif, sedangkan pertumbuhan jaringan lemak pada mulanya

berlangsung lambat tetapi selama periode penggemukan pertumbuhannya meningkat

secara drastis (Kempster et al. 1982). Peningkatan deposit lemak dengan cepat dimulai saat pertumbuhan dan perkembangan otot mulai menurun (Boggs & Markel,

1984). Kurve pertumbuhan postnatal dari tulang, otot dan lemak digambarkan pada

Gambar 3.

Gambar 3 Kurve pertumbuhan tulang, otot, dan lemak

Pertumbuhan Alometri

Pertumbuhan alometri merupakan kajian pertumbuhan relatif yaitu

perubahan-perubahan proporsional tubuh terhadap peningkatan ukuran tubuh. Hal ini atas dasar

konsep bahwa selama pertumbuhan dan perkembangan serta peningkatan berat tubuh Otot

Lemak

(35)

juga akan terjadi perubahan komponen tubuh seperti proporsi organ dan jaringan

(tulang, otot dan lemak) yang berbeda (Soeparno, 1992).

Secara prinsip pertumbuhan merupakan kumpulan dari pertumbuhan

bagian-bagian dari komponennya dan berlangsung dengan kecepatan yang berbeda.

Perubahan ukuran komponen tersebut akan menghasilkan diferensiasi karakteristik

organ dan jaringan termasuk komponen kimia penyusunnya (air, lemak, protein dan

abu). Berat jaringan atau organ suatu spesies pada dasarnya ditentukan oleh berat

tubuhnya. Cara menentukan dan mengukur hubungan alometrik antara berat tubuh

dan komponen-komponen tubuh selama pertumbuhan dapat digunakan persamaan

alometri Huxley : Y = a Xb, dimana Y adalah berat jaringan atau organ, X adalah berat ternak atau variable tidak bebas lain, a adalah konstanta dan b adalah koefisien pertumbuhan relatif atau ratio pertumbuhan alometrik dari variable bebas Y.

Alometri Huxley pada penggunaannya ditransformasikan dalam bentuk

logaritma sehingga menghasilkan garis lurus untuk setiap komponen tubuh (variable

bebas Y) terhadap berat tubuh (variable tidak bebas X). Bentuk transformasi

logaritma persamaan alometri Huxley tersebut adalah log Y = log a + b log X atau ln Y = ln a + b ln X. Nilai b (slope) menunjukkan besar koefisien pertumbuhan Y relatif

terhadap X. Jika nilai b < 1 berarti kecepatan pertumbuhan relatif variable Y lebih

lambat dari pada variable X, b = 1 berarti kecepatan pertumbuhan relatif variable Y

sama dengan variabel X, dan bila b > 1 berarti kecepatan pertumbuhan relatif variabel

Y lebih cepat dari pada variabel X. Menurut Forrest et al. (1975), pada waktu kecepatan pertumbuhan mendekati konstan, maka slope kurva pertumbuhan hampir

tidak berubah, dalam hal ini pertumbuhan otot, tulang dan organ-organ penting

lainnya mulai berhenti, sementara pertumbuhan lemak mulai dipercepat.

Interpretasi terhadap nilai b menurut Natasasmita (1978; 1979), dimana jika

nilai b<1 berarti : (1) persentase Y akan menurun dengan meningkatnya X, (2)

kecepatan pertumbuhan Y dibandingkan X adalah kecil, (3) waktu perkembangan Y

adalah masak dini dan (4) potensi pertumbuhan Y rendah atau sudah berhenti

bertumbuh. Jika nilai b>1 berarti : (1) persentase Y akan meningkat dengan

(36)

waktu perkembangan Y adalah masak lambat dan (4) potensi pertumbuhan Y tinggi

atau sedang bertumbuh. jika nilai b=1 berarti : (1) persentase Y konstan dengan

meningkatnya X, (2) kecepatan pertumbuhan Y dibandingkan X adalah sama, (3)

waktu perkembangan Y adalah masak sedang dan (4) potensi pertumbuhan Y sedang

atau bertumbuh konstan.

Sifat Fisik dan Kimia Daging

Daging merupakan sumber pangan bermutu gizi tinggi yang berasal dari hewan.

Bergizi tinggi karena mudah dicerna dan mengandung asam amino esensial yang

lengkap dan seimbang (Forrest et al., 1975), berperan penting untuk hidup dan penampilan fisiologis yang optimum (Levie, 1979).

Daging adalah komponen utama karkas. Komponen utama daging terdiri atas

otot, lemak dan sejumlah jaringan ikat (kolagen, retikulin dan elastin) di samping

terdapat juga sejumlah pembuluh darah dan saraf (Lawrie, 1988). Kolagen adalah

komponen terpenting, merupakan protein yang paling banyak terdapat dalam tubuh

hewan (Swatland, 1984). Menurut Lister (1980), semakin tua seekor hewan,

kolagennya semakin bertambah besar dan jaringan ikat yang bersilang lebih banyak

sehingga daging menjadi tidak empuk dan liat.

Otot merupakan penyusun utama daging berisi berkas otot (muscle bundle), berkas otot berisi serat otot (muscle fibre), serat otot berisi serabut otot (myofibril) dan serabut otot berisi sarkomer (sarcomere). Di dalam sarkomer terdapat

myofilament actin dan myifilament myosin merupakan unsur terkecil yang membentuk daging (Forrest et al., 1975).

Penilaian terhadap kualitas daging selain dipengaruhi oleh selera, ditentukan

pula oleh sifat fisik dan kimia daging.

Sifat Fisik Daging

Sifat fisik daging yang merupakan kriteria penentu kualitas daging, di antaranya

(37)

Keempukan (tenderness) merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan palatabilitas. Komponen utama yang mempengaruhi keempukan daging

adalah jaringan ikat, serat daging, lemak intra muskular, daya ikat air oleh protein

daging, tingkat kontraksi miofibril, tipe otot, lama dan suhu pemanasan (Forrest et al.,

1975; Soeparno, 1992; Lawrie, 2003). Kesan keempukan mencakup tekstur yang

melibatkan aspek kemudahan awal penetrasi gigi, mudah dikunyah menjadi fragmen

kecil dan jumlah residu yang tertinggal setelah pengunyahan (Lawrie, 1988). Tingkat

keempukan dapat bervariasi di antara spesies, bangsa, potongan karkas, diantara otot

dan pada otot yang sama (Preston & Willis, 1982).

Susut masak (cooking loose) adalah kondisi daging mengalami penyusutan atau kehilangan berat selama pemasakan. Secara umum, makin tinggi suhu

pemasakan dan atau makin lama waktu pemasakan, makin besar kadar cairan daging

yang hilang sampai mencapai tingkat konstan. Lemak intramuskuler dapat

menghambat atau mengurangi cairan daging yang keluar selama pemasakan dan

meningkatkan daya ikat air karena dapat melonggarkan mikrostruktur daging

sehingga protein daging dapat lebih banyak mengikat air (Lawrie, 1988). Susut

masak merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar jus

daging yaitu banyaknya air yang terikat di dalam dan di antara otot. Jus daging

termasuk komponen tekstur yang turut menentukan keempukan daging. Daging

dengan susut masak lebih rendah mempunyai kualitas yang lebih baik karena

kehilangan nutrisi selama pemasakan lebih sedikit. Menurut Swatland (1984) susut

masak dapat meningkat dengan panjang serabut yang lebih pendek dan pemanasan

yang lama dapat menurunkan pengaruh panjang serabut otot terhadap susut masak.

Susut masak berhubungan erat dengan daya ikat air dan keempukan daging. Makin

tinggi daya ikat air makin rendah susut masak daging.

Daya ikat air oleh protein daging (water-holding capacity-WHC/water-binding capacity-WBC) adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, seperti pemotongan,

(38)

daging mentah yang dibekukan atau dreep pada daging mentah beku yang disegarkan kembali atau kerut pada daging masak (Lawrie, 1988). Jumlah air yang terikat dalam

daging tergantung pada tingkat dan kecepatan penurunan pH serta jumlah denaturasi

protein (Forrest et al., 1975). Secara umum, daya ikat air dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menyebabkan diferensiasi dalam otot, seperti spesies, umur dan fungsi

otot itu sendiri.

Sifat Kimia Daging

Nilai nutrisi daging bervariasi tergantung spesies, bangsa dan jenis otot (Lawrie,

1988). Secara umum, daging hewan mamalia mengandung air 75%, protein 19%,

lemak 2,5%, karbohidrat 1,2%, substansi non-protein soluble 2,3% dan vitamin dalam jumlah sedikit (Lawrie, 2003).

Protein daging adalah komponen bahan kering yang sebagian besar berupa kolagen terdapat dalam otot dan jaringan ikat. Kolagen jaringan ikat mempunyai

peranan penting terhadap kualitas daging. Nilai nutrisi jaringan ikat lebih rendah dari

pada protein otot sebab sulit untuk diserap dan tidak memiliki asam amino yang

lengkap. Kadar kolagen berbeda pada setiap otot dan tingkatan umur hewan. Keadaan

tersebut dapat dipengaruhi oleh aktivitas gerak urat daging. Di dalam otot, proporsi

protein terbesar terdapat pada myofibril, yaitu lebih dari 50% dan sisanya dalam

jumlah kecil berupa protein regulator. Miofibril mengandung 55-60% protein myosin

dan sekitar 20% protein aktin (Forrest et al., 1975; Swatland, 1984). Protein terdiri atas serangkaian asam-asam amino yang terikat secara kimiawi. Asam amino

merupakan senyawa yang mengandung gugus fungsional, yaitu gugus amino dan

asam karboksilat dan terikat pada atom karbon yang sama (Gaman & Sherrington,

1991). Asam amino dapat berperan pula sebagai pembentuk citarasa (flavour) pada daging. Asam inosinat, glikoprotein adalah komponen senyawa asam amino yang

sangat aktif terhadap citarasa.

Lemak hewan sebagian besar komponennya dipengaruhi oleh unsur-unsur nutrisi pakan yaitu trigliseria, fosfolipid dan sejumlah kecil vitamin yang larut dalam

(39)

trigliserida dan phospolipid. Kemampuan hewan memanfaatkan energi pakan yang

lebih besar akan menyebabkan deposisi lemak lebih besar pula. Sebagian lemak

tubuh disimpan didalam depot lemak dan lemak otot (intramuskuler) yang didominasi

oleh lemak netral, terdapat dalam bentuk ester gliserol dan asam lemak rantai panjang

(Forrest et al., 1975). Lemak tubuh banyak didominasi oleh trigliserida yang mengandung satu molekul asam palmitat dan dua molekul asam oleat (palmitodiolin) dan trigliserida yang mengandung satu molekul asam oleat, palmitat dan stearat

disebut oleopalmitostearin. Trigliserida berfungsi menyimpan kalor dan sebagai bantalan untuk melindungi organ vital tubuh, sedangkan phospolipid dan sterol

(kolesterol) berperan untuk pembentukan membrane sel dan substrat dalam

pembentukan asam empedu (Linder, 1992). Menurut Lawrie (1988) Lemak yang

lebih banyak mengandung ikatan rangkap tidak jenuh akan lebih mudah mengalami

oksidasi. Tingkat kejenuhan lemak banyak dipengaruhi oleh kondisi pakan hewan

dan keadaan ini akan mempengaruhi kualitas daging hewan sendiri.

Abu (mineral) yang terkandung dalam daging relatif konstan di antara otot, umur dan jenis kelamin. Menurut Moran & Wood (1986), pakan konsentrat tinggi

dapat meningkatkan kadar abu dan energi daging tetapi menurunkan kadar air dan

proteinnya. Kadar abu daging berhubungan erat dengan kadar protein dan kadar air

(40)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di 5 lokasi, yaitu : (1) Lokasi pemeliharaan bandikut

(Echymipera sp.) untuk pengamatan morfometri, tingkah laku dan percobaan pakan dilakukan di Taman Ternak FPPK Unipa dan dilanjutkan dengan pengujian

organoleptik warna, bau dan rasa daging bandikut di laboratorium Teknologi Hasil

Ternak, Jurusan Produksi Ternak, FPPK Unipa, Manokwari, (2) Analisis fisik daging

bandikut di laboratorium Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Besar Fapet IPB, (3)

Analisis proksimat pakan di Laboratorium Fisiologi Nutrisi Balitnak Bogor, (4)

Analisis kimia daging bandikut di Laboratorium Pengujian, Balai Besar Penelitian

dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Cimanggu Bogor, dan (5) Identifikasi

spesimen bandikut di Laboratorium Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong.

Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2005 sampai dengan Maret 2007.

Bahan Penelitian

Materi hewan yang digunakan dalam penelitian adalah bandikut dewasa dari

jenis Echymipera sp., diperoleh dari hutan di daerah Manokwari Papua Barat, sebanyak 68 ekor, terdiri dari 38 ekor jantan dan 30 ekor betina. Untuk pengamatan

karakteristik eksternal dan morfometri bandikut digunakan 30 ekor (16 jantan dan 14

betina), pengamatan tingkah laku digunakan 8 ekor (6 jantan 2 betina), percobaan

pakan digunakan 6 ekor (3 jantan dan 3 betina), pengamatan karakteristik karkas dan

daging digunakan 20 ekor (10 jantan dan 10 betina), untuk pengujian organoleptik

daging digunakan 2 ekor jantan, dan 2 ekor (1 jantan dan 1 betina) untuk keperluan

identifikasi spesimen jenis bandikut.

Pengamatan tingkah laku serta preferensi dan konsumsi pakan bandikut

menggunakan sebuah bangunan kandang besar yang disekat menjadi 8 petak

kandang, masing-masing berukuran 2 x 1.8 meter, tinggi sekat 1.5 meter. Dinding

(41)

kandang diberi tanah dan serasah rumput. Semua kandang yang digunakan dilengkapi

tempat pakan dan tempat air minum dari plastik serta tempat sarang bandikut. Setiap

kandang diisi seekor bandikut (sistem individual) yang ditempatkan secara acak.

Model kandang dan perlengkapannya ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Kandang besar yang disekat dan perlengkapannya

Pakan yang digunakan pada penelitian ini adalah pakan yang disesuaikan

dengan kebiasaan makan bandikut dihabitatnya, yaitu berupa pisang, kelapa, serangga

(belalang), cacing tanah, jambu biji masak, papaya, ikan, daging cincang dan

konsentrat sebagai pakan percobaan selanjutnya. Perlengkapan lain yang disiapkan di

(42)

bimetal, peralatan masak serta seperangkat alat untuk analisis proksimat, asam amino,

asam lemak dan trapper (alat perangkap).

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode eksploratif dan teknik

observasi. Teknik pengambilan sampel bandikut ditentukan secara purposif

berdasarkan informasi penduduk setempat tentang keberadaan bandikut. Data yang

terkumpul di analisis secara deskriptif dan secara statistik. Perhitungan analisis data

dibantu dengan menggunakan program perangkat lunak SAS release 6.12.

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap kajian. Kajian yang dilakukan

meliputi karakteristik eksternal dan morfometri bandikut; tingkah laku dan konsumsi

pakan; karakteristik dan distribusi karkas dan daging; sifat fisik dan kimia daging dan

uji organoleptik daging bandikut.

Tahap I : Persiapan

Bandikut yang terkumpul, secara acak ditempatkan dengan sistem individual di

dalam kandang percobaan. Jumlah sampel yang digunakan adalah 8 ekor bandikut

dewasa, terdiri dari 6 ekor jantan dan 2 ekor betina. Tahap persiapan ini merupakan

masa adaptasi untuk membiasakan bandikut dalam lingkungan baru di dalam kandang,

dan untuk mengetahui jenis pakan alami yang paling disukai dan selanjutnya

ditentukan sebagai pakan alami yang akan digunakan untuk percobaan pakan pada

percobaan selanjutnya. Jenis pakan yang diberikan adalah pakan yang biasa

dikonsumsi bandikut sesuai keterangan dari masyarakat setempat yang mengenal

bandikut, yaitu serangga (belalang), invertebrata (cacing tanah), buah-buahan (pisang,

jambu biji masak, papaya, kelapa muda dan tua), dan sebagai pakan tambahan adalah

kacang tanah, ikan, daging cincang dan pakan konsentrat. Selama pemeliharaan

pakan dan air minum diberikan secara kafetaria dan tak terbatas (ad libitum).

Pada tahap persiapan (selama 2 minggu) dilakukan identifikasi jenis bandikut

(43)

Menzies, 1991; Flannerry, 1995a,b). Pembuatan model specimen jenis bandikut

berupa specimen kering.

Tahap II : Karakteristik Eksternal dan Morfometri Bandikut

Penelitian tentang karakteristik eksternal dan morfometri bandikut ini

menggunakan sampel sebanyak 30 ekor bandikut dewasa , terdiri dari 16 ekor jantan

dan 14 ekor betina yang di pilih secara acak. Tujuan penelitian ini adalah untuk

memperoleh data dasar tentang karakteristik eksternal dan morfometri tubuh bandikut

dan ukuran-ukuran beberapa organ visceral berdasarkan jenis kelamin dan spesies.

Pengamatan identifikasi karakteristik eksternal tubuh bandikut menurut jenis kelamin

maupun jenis spesies dan pengukuran morfometri dilakukan pada bandikut yang telah

mati karena tidak memungkinkan dilaksanakan pada keadaan masih hidup.

Identifikasi karakteristik eksternal dilakukan secara deskriptif dan teknik pengukuran

bagian tubuh menurut panduan Payne (2000) dan Suyanto (2006)

Peubah yang diamati dan teknik pengukuran adalah

1. Karakteristik eksternal, meliputi pengamatan terhadap ciri-ciri dan bentuk

tubuh serta warna bulu, berdasarkan jenis kelamin dan spesies.

2. Morfometri, mencakup :

- Berat badan (BB) dilakukan dengan penimbangan (g).

- Panjang badan dan kepala (BK) : jarak anus sampai ujung hidung (cm).

- Panjang badan (B) : Jarak anus sampai atlas (cm).

- Panjang kepala (K) : jarak ujung hidung sampai atlas (cm).

- Panjang moncong (M) : jarak ujung hidung sampai sudut celah mulut (cm).

- Lingkar leher (L) : tali meter dililitkan rapat melingkar dibagian tengah leher

(cm).

- Lingkar dada (D) : tali meter dililitkan rapat melingkar dibagian tepat di

belakang benjolan tulang bahu (cm).

- Lebar dada (LD) : jarak antara benjolan tulang rusuk kiri dan kanan, diukur

(44)

- Dalam dada (DD) : jarak antara bagian tertinggi pundak dan bagian dada tepat

di belakang kaki depan (cm).

- Panjang telinga (T) : diukur dari pangkal telinga ke titik terjauh di daun

telinga (cm)

- Lebar telingan (LT) : jarak antara kedua titik terjauh dari lebar daun telinga

(cm)

- Tinggi bahu (B) : jarak tegak lurus antara ujung kaki depan sampai tepat di

depan benjolan tertinggi tulang bahu (cm).

- Tinggi pinggul (P) : jarak tegak lurus antara ujung kaki belakang sampai tepat

di belakang benjolan tertinggi tulang pinggul (cm).

- Lingkar paha kaki depan (PD) : tali ukur dililitkan melingkari bagian pangkal

paha depan (cm).

- Lingkar paha kaki belakang (PB) : tali ukur dililitkan melingkari bagian

pangkal paha belakang (cm).

- Lingkar perut (LP) : tali ukur dililitkan melingkari bagian perut di depan kaki

belakang (cm).

- Panjang ekor (E) : diukur dari pangkal sampai ke ujung ekor (cm).

- Panjang telapak kaki depan (TD) : diukur dari ujung tumit sampai ujung jari

kaki depan (cm).

- Lebar telapak kaki depan (LTD) : Jarak antara titik terjauh dari lebar telapak

kaki depan (cm)

- Panjang telapak kaki belakang (TB) : diukur dari ujung tumit sampai ujung

jari kaki belakang (cm).

- Lebar telapak kaki belakang (LTB) : Jarak antara titik terjauh dari lebar

telapak kaki belakang (cm)

- Panjang kuku kaki depan (KD) : diukur dari pangkal sampai ke ujung kuku

kaki depan (cm).

- Panjang kuku kaki belakang (KB) : diukur dari pangkal sampai ke ujung kuku

(45)

- Ukuran organ visceral seperti berat jantung, paru-paru, hati, ginjal dan limfa

diukur dengan penimbangan (g)

- Panjang oesophagus (O) : diukur dari pangkal tenggorokan (larynx) sampai

ujung oesophagus dekat ventrikulus (cm).

- Panjang usus halus (intestinum tenue) (UH) : diukur dari pangkal duodenum (profundus) sampai ujung terminal ileum (osteum ileale) (cm).

- Panjang kolon (intestinum crasum) (K) : diukur dari bagian pangkal kolon (osteum ileale) sampai anus.

- Panjang caecum (C) : diukur dari pangkal sampai ke ujung caecum (cm).

Semua data yang terkumpul ditabulasi. Analisis varians (GLM) digunakan ntuk

melihat pengaruh jenis kelamin atau jenis warna dada bandikut. Uji-t (LSD)

dilakukan untuk membandingkan ukuran-ukuran tubuh antara bandikut jantan dan

betina, dan ukuran-ukuran tubuh antara jenis bandikut. Keeratan hubungan antara

ukuran-ukuran tubuh terhadap berat badan bandikut dilakukan analisis korelasi

Pearson. Perhitungan analisis data dibantu dengan menggunakan program perangkat

lunak SAS release 6.12.

Tahap III: Tingkah Laku dan Konsumsi Pakan Bandikut

Pada penelitian tahap ini ada dua percobaan, yaitu percobaan pertama

pengamatan tentang tingkah laku dan konsumsi pakan segar bandikut, dan percobaan

kedua yaitu pengamatan konsumsi bahan kering dan zat gizi pakan konsentrat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkah laku bandikut di dalam lingkungan

kandang (ex situ), konsumsi segardan preferensi pakan pada keadaan kandang diterangi lampu maupun gelap tanpa penerangan lampu serta untuk mengetahui

konsumsi bahan kering dan zat gizi pakan konsentrat.

Materi bandikut yang digunakan untuk penelitian tingkah laku (percobaan

pertama) merupakan kelanjutan dari materi bandikut yang digunakan pada penelitian

pendahuluan, yaitu menggunakan bandikut 8 ekor, terdiri dari 6 ekor jantan dan 2

ekor betina. Bandikut ditempatkan secara acak didalam kandang individu berukuran

Gambar

Gambar 2  Kurve pertumbuhan normal dan laju pertumbuhan
Gambar 3. Unit Pertumbuhan
Gambar 4  Kandang besar yang disekat dan perlengkapannya
Gambar 5  Potongan karkas bandikut.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tingkah laku yang diperlihatkan oleh tikus ekor putih dalam kandang budidaya (ex-situ) tidak berbeda dengan tingkah laku di habitat aslinya yaitu di hutan (in-situ).. Tikus ekor

Tingkah laku yang diperlihatkan oleh tikus ekor putih dalam kandang budidaya (ex-situ) tidak berbeda dengan tingkah laku di habitat aslinya yaitu di hutan (in-situ).. Tikus ekor

pertumbuhan, karakteristik karkas, serta kualitas daging babi yang diberi. berbagai level denbuterol dalam

Tingkah laku eksternal pada anak prasekolah merujuk pada tingkah laku yang ditunjukkan dengan karakteristik kegagalan anak dalam mengontrol emosi dan impuls-

Sebaliknya, distribusi berat daging potonganan karkas terhadap berat total daging karkas yang sama menunjukkan berat daging potongan karkas bagian kaki belakang bandikut berdada

Menurut Dahlan dan Hanoon (2008), kandungan kolesterol daging rusa tidak di- pengaruhi oleh jenis otot tetapi oleh jenis rusa, rusa tropis (Sambar) lebih rendah

Pengembangkan pemahaman sangat penting tentang mikroba, mikroalga, fungi dan tanaman terhadap tingkah laku mereka di lingkungan alam dan kontaminan, serta pengetahuan

Manfaat yang diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dan mengetahui karakteristik sifat kimia tanah, tingkat penurunan kesuburan lahan, serta tingkat pencemaran kandungan