• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kondisi Ruang, Frekuensi Dan Volume Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Dan Periode Layak Display Dracaena Marginata “Tricolour”

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kondisi Ruang, Frekuensi Dan Volume Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Dan Periode Layak Display Dracaena Marginata “Tricolour”"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONDISI RUANG, FREKUENSI DAN

VOLUME PENYIRAMAN TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PERIODE LAYAK

DISPLAY

Dracaena marginata

“Tricolour”

Oleh :

Ita Lestari A34301058

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

ITA LESTARI. Pengaruh Kondisi Ruang, Frekuensi dan Volume Penyiraman Terhadap Pertumbuhan dan Periode Layak Display Dracaena marginata ”Tricolour” (dibimbing oleh NURHAYATI H. S. ARIFIN dan EKO SULISTYONO).

Tanaman dalam ruang adalah tanaman yang mampu bertahan hidup dan berfungsi sebagai elemen dekoratif maupun fungsional di dalam ruang. D. marginata ”Tricolour” atau disebut juga Rainbow Plant memiliki daun yang indah dan sering digunakan sebagai tanaman dalam ruang. Dalam mengatur kebutuhan lingkungan tanaman hias dalam ruang, ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan, yaitu kebutuhan cahaya, kelembaban dan suhu. Kelembaban sangat berhubungan erat dengan suhu. Pada ruang AC, meski suhunya rendah, ternyata kelembabannya juga rendah, karena udara yang terdapat didalamnya adalah udara kering. Kelembaban juga dapat dipengaruhi dari segi penyiraman, baik frekuensi maupun volume penyiramannya. Dengan memperhatikan faktor ini, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui frekuensi dan volume penyiraman terbaik yang mendukung kelembaban media sehingga tanaman hias daun yang ditempatkan di dalam ruangan masih dapat bertahan dalam kondisi baik (layak

display).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara kondisi ruang, frekuensi dan volume penyiraman terhadap pertumbuhan dan periode layak

display D. marginata ”Tricolour”. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Hortikultura dan Ruang 608, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor pada bulan Januari hingga April 2005.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan rancangan perlakuan tiga faktorial. Faktor pertama adalah kondisi ruang, yang terdiri atas ruang AC dan non AC. Faktor kedua adalah frekuensi penyiraman, yang terdiri dari 1 dan 2 kali penyiraman dalam seminggu. Faktor ketiga adalah volume penyiraman, yang terdiri dari 50 dan 75 ml. Setiap perlakuan terdiri dari 4 ulangan. Tanaman yang digunakan berasal dari hasil stek selama 1 bulan dengan ukuran tinggi tanaman berkisar 25-30 cm, diameter batang 1-2 cm dan jumlah daun 30-35 helai per tanaman. Sebelum dilakukan penelitian, tanaman diaklimatisasi terlebih dahulu selama 14 hari dengan intensitas cahaya 740.4 f.c. Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan serta periode layak display

(3)

melihat perbedaan kombinasi antar perlakuan. Pengolahan skoring warna daun diuji dengan analisis non parametrik Kruskal Wallis dan pengolahan tanggapan responden diuji dengan analisis non parametrik Friedman pada software Minitab. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu rata-rata harian di ruang AC sebesar 20.6oC dan suhu rata-rata harian di ruang non AC sebesar 25.8oC dengan rata-rata kelembaban relatif harian pada ruang AC sebesar 70.2% dan ruang non AC rata-rata kelembaban relatif hariannya sebesar 82.3%. Intensitas cahaya pada hari cerah di ruang AC sebesar 319.66 f.c dan 317.01 f.c untuk ruang non AC. Rata-rata intensitas cahaya pada hari berawan di ruang AC sebesar 269.40 f.c dan 267.71 f.c untuk ruang non AC.

Ruang non AC memberikan nilai lebih besar terhadap kelembaban media dan pertumbuhan tanaman kecuali terhadap pertambahan tinggi tanaman. Frekuensi penyiraman sebanyak 2 kali seminggu memberikan nilai lebih besar dibandingkan penyiraman sebanyak 1 kali seminggu hampir untuk semua parameter yang diamati kecuali pertambahan lebar daun. Perlakuan ruang, frekuensi, volume penyiraman, maupun interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan panjang daun untuk setiap minggu pengamatannya. Volume penyiraman sebanyak 75 ml/penyiraman memberikan nilai lebih besar dibandingkan volume penyiraman sebesar 50 ml/penyiraman untuk semua peubah yang diamati. Pada 12 MSP, kelembaban media untuk penyiraman 75 ml/penyiraman di ruang AC sebesar 53.71% dan ruang non AC sebesar 86.84%.

Perubahan score warna daun hasil pengamatan visual tidak selalu sejalan dengan perubahan kandungan klorofil dan antosianin. Namun, terdapat kecenderungan bahwa secara umum kandungan klorofil meningkat dan kandungan antosianin menurun (walaupun beberapa relatif stabil). Ruang AC menunjukkan bahwa peningkatan jumlah klorofil diikuti dengan penurunan jumlah antosianin daun. Pada ruang non AC, ternyata jumlah klorofil menurun tetapi jumlah antosianin relatif stabil.

Berdasarkan hasil uji kesukaan terhadap kualitas visual D. marginata

”Tricolour” yang dilakukan oleh 20 responden, rata -rata responden memberikan

score 3 (cukup suka) terhadap warna daun dan penampilan fisik tanaman pada 2 MSP. Namun pada 6 MSP, score yang diberikan responden baik untuk warna daun dan penampilan fisik tanaman menurun menjadi score 4 (tidak suka). Keseimbangan pot dengan tanaman pada minggu yang sama masih dianggap cukup suka (score 3) oleh responden.

(4)

PENGARUH KONDISI RUANG, FREKUENSI DAN

VOLUME PENYIRAMAN TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PERIODE LAYAK

DISPLAY

Dracaena marginata

”Tricolour”

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Ita Lestari A34301058

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : PENGARUH KONDISI RUANG, FREKUENSI DAN VOLUME

PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERIODE LAYAK DISPLAY Dracaena marginata “Tricolour”

Nama : Ita Lestari

NRP : A34301058

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Nurhayati H. S. Arifin, MSc. Ir. Eko Sulistyono, MSi. NIP. 131 578 796 NIP. 131 667 779

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr. NIP. 130 422 698

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 31 Mei

1983. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Achmad

Nurjaman, MBA dan Siti Djuhariah.

Pada tahun 1989 penulis lulus dari TK Ibnu Sina, Kepulauan Batam,

kemudian pada tahun yang sama penulis masuk ke SDN 015 Lubuk Baja,

Kepulauan Batam dan lulus pada tahun 1995 dari SDN Polisi IV, Bogor. Pada

tahun 1998 penulis menyelesaikan studi di SMPN 6 Bogor. Selanjutnya penulis

lulus dari SMUN 5 Bogor pada tahun 2001.

Tahun 2001 penulis diterima di IPB melalui jalur UMPTN. Selanjutnya

tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Hortikultura,

Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Penulis juga aktif sebagai

anggota Divisi Kemahasiswaan Himagron (Himpunan Mahasiswa Agronomi)

(7)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya, karena hanya atas

kehendak-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Pengaruh Kondisi Ruang, Frekuensi dan Volume Penyiraman Terhadap Pertumbuhan dan Periode Layak Display Dracaena marginata ”Tricolour”.

Tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui berapa lama periode layak

display akibat pengaruh dari ruang, frekuensi dan volume penyiraman yang dilakukan terhadap D. marginata ”Tricolour” yang memiliki warna daun menarik. Pada kesempatan ini, penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya terhadap:

1. Dr. Ir. Nurhayati H. S. Arifin, MSc. dan Ir. Eko Sulistyono, MSi selaku

pembimbing skripsi atas kesabarannya dalam membimbing serta memberikan

pengarahan, saran dan kritik selama penyusunan skripsi ini.

2. Keluarga tercinta, bapak, mamah, A Iwan, Teh Rina, dan De Irma atas dukungannya baik moril maupun materil.

3. Keluarga Seno, atas segala bantuan yang sudah diberikan.

4. Pa Didi, Ibu Juju dan Ibu Yuyun atas kerjasama dan bantuannya

5. Nia, Mely, Ica, Poppy, Yasinta, dan teman-teman Hortikultura angkatan 38

yang tidak dapat penulis sebut satu persatu namanya yang telah mendukung

dan selalu memberi semangat baru terhadap penulis.

6. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini.

Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat

dan informasi lebih terutama mengenai tanaman dalam ruang bagi yang

membutuhkan serta bagi industri tanaman hias khususnya.

Bogor, Oktober 2005

(8)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Hipotesa ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Botani Dracaena marginata ”Tricolour” ... 3

Syarat Tumbuh Dracaena marginata ”Tricolour” ... 3

Iklim Dalam Ruang ... 4

Penyiraman... 6

BAHAN DAN METODE ... 7

Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 7

Bahan dan Alat ... 7

Metode penelitian ... 7

Pelaksanaan penelitian... 9

Pengamatan ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

Kondisi umum ... 14

Hasil... 17

Tanggapan Responden Terhadap Tanaman ... 29

Pembahasan... 31

KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

Kesimpulan ... 37

Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Score Penampilan Visual Tanaman D. marginata ”Tricolour” ... 12 2. Nilai Evapotranspirasi pada Beberapa Tingkat Ruang,

Frekuensi dan Volume Penyiraman ... 19

3. Nilai Kelembaban media pada Beberapa Tingkat Ruang, Frekuensi

dan Volume Penyiraman... 20

4. Nilai Pertambahan Tinggi Tanaman pada Beberapa Tingkat Ruang,

Frekuensi dan Volume Penyiraman ... 23

5. Nilai Pertambahan Jumlah Daun pada Beberapa Tingkat Ruang,

Frekuensi dan Volume Penyiraman ... 24

6. Nilai Pertambahan Lebar Daun pada Beberapa Tingkat Ruang, Frekuensi dan Volume Penyiraman... 25

7. Nilai Skoring Warna Daun pada Beberapa Tingkat Ruang, Frekuensi

dan Volume Penyiraman... 26

8. Nilai Klorofil dan Antosianin pada Beberapa Tingkat Ruang, Frekuensi dan Volume Penyiraman... 28

9. Tanggapan Responden Terhadap Warna Daun Pada Beberapa Tingkat Ruang, Frekuensi dan Volume Penyiraman ... 29

10. Tanggapan Responden Terhadap Penampilan Fisik Tanaman Pada

Beberapa Tingkat Ruang, Frekuensi dan Volume Penyiraman ... 30

11. Tanggapan Responden Terhadap Keseimbangan Pot dengan Tanaman Pada Beberapa Tingkat Ruang, Frekuensi dan Volume Penyiraman... 30

12. Tanggapan Responden Terhadap Kelayakan Display Tanaman Pada

(10)

Lampiran

1. Suhu dan Kelembaban Pada Ruang AC dan Non AC Selama Penelitian 41

2. Nilai Evapotranspirasi (mm/minggu) pada Beberapa Tingkat Ruang,

Frekuensi dan Volume Penyiraman ... 41

3. Nilai Klorofil dan Antosianin Daun pada Beberapa Tingkat Ruang, Frekuensi dan Volume Penyiraman ... 42

4. Rekapitulasi Sidik Ragam Evapotranspirasi... 43

5. Rekapitulasi Sidik Ragam Kelembaban Media ... 43

6. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertambahan Tinggi Tanaman ... 44

7. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertambahan Jumlah Daun ... 45

8. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertambahan Panjang Daun ... 46

9. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertambahan Lebar Daun ... 46

10. Rekapitulasi Sidik Ragam Perubahan Jumlah Klorofil dan Antosianin Daun... 47

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Suhu Udara Rata-rata Mingguan Selama Penelitian ... 14

2. Kelembaban Udara Relatif Mingguan Selama Penelitian ... 15

3. Grafik Perubahan Jumlah Klorofil Daun... 27

4. Grafik Perubahan Jumlah Antosianin Daun ... 27

Lampiran 1. Denah Penempatan Tanaman di Ruang AC ... 48

2. Denah Penempatan Tanaman di Ruang non AC... 48

3. Standar Skoring Warna Daun ... 49

4. Kondisi Tanaman yang Mengalami Layu (Kiri) dan Layu Permanen (Kanan) ... 50

5. Kondisi D. marginata ”Tricolour” Pada Awal Pengamatan di Ruang Non AC... 51

6. Kondisi D. marginata ”Tricolour” Pada Akhir Pengamatan di Ruang Non AC... 51

7. Kondisi D. marginata ”Tricolour” Pada Awal Pengamatan di Ruang AC ... 52

8. Kondisi D. marginata ”Tricolour” Perlakuan F1V1 pada Akhir Pengamatan di Ruang AC... 52

9. Kondisi D. marginata ”Tricolour” Perlakuan F1V2 pada Akhir Pengamatan di Ruang AC... 53

10. Kondisi D. marginata ”Tricolour” Perlakuan F2V1 pada Akhir Pengamatan di Ruang AC... 53

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman berguna sebagai simbol dan mempunyai banyak kegunaan yang

fungsional. Hijaunya tanaman di dalam ruang kerja, misalnya di perkantoran, bisa

menghilangkan kejenuhan rutinitas kerja, melembutkan pandangan pada material

keras disekeliling tempat kerja, dan memperbaiki sirkulasi udara (Arifin dan

Arifin, 2004). Selain memberikan fungsi secara fisik, tanaman dalam ruang juga

akan memberikan nilai tambah sehingga ruangan menjadi lebih indah, asri dan

sejuk.

Ide untuk membawa tanaman ke dalam ruang terinspirasi oleh taman

gantung Babilonia di Sumeria yang dibangun pada tahun 605 sebelum masehi.

Dalam sejarah Mesir, Yunani, Romawi, dan Cina, penyelenggaraan tanaman hias

untuk ruangan dikerjakan dengan seksama. Ternyata sudah sejak dulu disadari

bahwa keindahan yang hidup diperlukan di sekeliling kita, suatu keindahan yang

bisa kita dapatkan dari tanaman hias yang kita tempatkan di dalam ruangan

(indoor plant).

Tanaman dalam ruang adalah tanaman yang mampu bertahan hidup dan

berfungsi sebagai elemen dekoratif maupun fungsional di dalam ruang. Banyak

sekali jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai tanaman dalam ruang. Berbeda

dengan tanaman hias bunga, tanaman hias daun mempunyai daya tarik tersendiri

pada bagian daunnya. Daya tarik tanaman hias daun yang dapat memberikan

tambahan nilai estetis ternyata juga dapat dilihat dari bentuk, keadaan, warna,

maupun komposisi daun dengan batang yang indah. Keindahan tanaman hias daun

yang memiliki warna daun cerah, seperti warna merah dapat memberikan kontras

dan menjadi point of view suatu ruangan.

Dracaena marginata ”Tricolour” atau disebut juga Rainbow Plant

memiliki daun yang indah. Jenis tanaman ini memiliki lebih dari satu warna

daun/variegata. Menurut Sudarmono (1997), Dracaena marginata ”Tri colour” memiliki bentuk daun yang kecil seperti pita, ramping, serta berwarna hijau gelap,

bagian tepinya merah, dan memiliki warna putih. Hal ini sesuai dengan penelitian

(13)

antara lain adalah tanaman Dracaena marginata ”Tricolour” yang terdiri dari 3 warna.

Dalam mengatur kebutuhan lingkungan tanaman hias, ada tiga hal

pokok yang harus diperhatikan, yaitu kebutuhan cahaya, kelembaban, dan suhu.

Kelembaban sangat berhubungan erat dengan suhu. Kelembaban udara merupakan

suatu kondisi yang menunjukkan jumlah uap air yang berada di dalam udara

(Arifin, 2004). Menurut Rahardi, Wahyuni dan Nurcahyo (1997), kelembaban

tinggi sangat berkaitan dengan suhu rendah, tetapi ruangan AC adalah

kekecualian. Pada ruangan AC, meski suhunya rendah, ternyata kelembabannya

juga rendah, karena udara yang terdapat didalamnya adalah udara kering.

Kelembaban juga dapat dipengaruhi dari segi penyiraman, baik frekuensi

maupun volume penyiramannya. Dengan memperhatikan faktor ini, maka perlu

dilakukan penelitian untuk mengetahui frekuensi dan volume penyiraman terbaik

yang mendukung kelembaban media sehingga tanaman hias daun yang

ditempatkan di dalam ruangan masih dapat bertahan dalam kondisi baik (layak

display).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kondisi ruang,

frekuensi dan volume penyiraman terhadap pertumbuhan dan periode layak

displayDracaena marginata ”Tricolour”.

Hipotesa

Terdapat pengaruh kondisi ruang, frekuensi dan volume penyiraman

terhadap pertumbuhan dan periode layak display Dracaena marginata

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Dracaena marginata ”Tricolour”

D. marginata ”Tri colour” termasuk ke dalam famili Agavaceae (Agave) (Briggs dan Calvin, 1987). Pertumbuhan D. marginata ”Tricolour” cukup lambat.

D. marginata ”Tricolour” memiliki daun yang panjang dan lurus meruncing sepanjang 15-20 cm berwarna hijau tepinya merah. Daun tanpa tangkai muncul

dari batang utama. D. marginata ”Tricolour” daunnya terdiri dari tiga warna, yaitu putih, merah, dan hijau dengan panjang daun 10-15 cm (Don, Handibroto, dan

Emir, 2000). Setiap warna daun membentuk strip panjang dari pangkal sampai

ujung daun (Sudarmono, 1997). Batang tanaman jika telah dewasa akan berkayu

dan penampilannya tegak (Arifin, 2004). Menurut Davidson dan Bland (1993), D. marginata ”Tricolour” dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 8 - 10 kaki (2.5 – 3 m).

Syarat Tumbuh Dracaena marginata ”Tricolour”

D. marginata ”Tricolour” adalah salah satu kelompok tanaman hias yang menyukai suhu 21-24oC pada siang hari dan suhu terendah 15-18oC pada malam hari (Palungkun, Indriani dan Widyastuti, 2002). D. marginata ”Tricolour” dapat tumbuh dengan baik apabila berada pada suhu yang tidak terlalu tinggi ataupun

rendah (16-25oC) dan memiliki kelembaban relatif yang sedang (Brigss dan Calvin, 1987). Suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan daun menjadi layu

serta keriting dan tepi-tepi daun menjadi warna coklat, sedangkan kelembaban

relatif yang rendah juga dapat menyebabkan tepi-tepi daun menjadi warna coklat

dan kuning (Hessayon, 1993).

D. marginata ”Tricolour” baik disimpan di sebelah timur atau barat jendela, karena tanaman ini akan tumbuh baik apabila mendapatkan cahaya light shade

(Hessayon, 1993). Menurut Sudarmono (1997), jika D. marginata ”Tricolour” ini hanya memperoleh cahaya buatan dari lampu, maka memerlukan cahaya

(15)

Iklim dalam Ruang

Setiap ruangan memiliki kondisi lingkungan yang berbeda. Brigss dan

Calvin (1987) mengungkapkan bahwa umumnya iklim dalam ruang dicirikan

dengan intensitas cahaya rendah, udara kering dan suhu yang terlalu rendah atau

terlalu tinggi. Arifin dan Arifin (2004) menambahkan bahwa tanaman tidak akan

merana meskipun ditempatkan di ruangan yang mempunyai temperatur lebih

tinggi daripada kebutuhan suhu optimumnya, asalkan kelembaban relatif ruangan

itu lebih tinggi dan air tersedia lebih banyak.

Cahaya

Menurut Hamilton dan Owen (1992), kebutuhan cahaya yang diperlukan

tanaman berbeda-beda, tergantung dari jenis tanaman, misalnya tanaman

herbaceous tumbuh baik apabila mendapat cahaya partial shade. Cahaya merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berperan terhadap tanaman

hias, karena berbagai reaksi penting, salah satunya adalah proses fotosintesis yang

hanya dapat berjalan baik jika tanaman mendapat cahaya (Palungkun, et al, 2002). Wianta (1985) menyebutkan bahwa rata-rata untuk pertumbuhan

tanaman dalam ruang memerlukan intensitas cahaya sebesar 300-400 f.c. Tetapi

beberapa tanaman dapat juga tumbuh pada intensitas cahaya sebesar 100-150 f.c.

Palungkun, et al (2002) sendiri membagi tanaman hias berdasarkan kebutuhan cahaya menjadi tanaman teduh, tanaman setengah teduh, tanaman yang suka

cahaya, dan tanaman yang perlu cahaya langsung.

Pada jenis tanaman berdaun variegata, hal yang tidak menguntungkan

adalah pada bagian warna kuning, krem dan putih karena daun tersebut tidak

mengandung klorofil. Oleh karena itu, tanaman berdaun variegata pada umumnya

memerlukan cahaya yang lebih terang bila ingin memperoleh warna daun yang

lebih kontras (Arifin, 2004)

Tanaman hias daun dapat tumbuh dengan cahaya buatan (lampu), cahaya

alami (sinar matahari), ataupun keduanya selama banyaknya intensitas cahaya

yang diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman (Briggs and Calvin, 1987).

Briggs and Calvin juga mengungkapkan bahwa penggunaan jenis lampu yang

(16)

intensitas cahaya yang berbeda juga. Menurut Soeseno (1993), lampu yang

digunakan usahakan tidak menggunakan bohlam atau lampu pijar, karena panas

yang ditimbulkan oleh bohlam ini mengakibatkan daun ‘terbakar’, yaitu warna

daun menjadi coklat kering seperti terbakar, sedangkan lampu yang dianjurkan

adalah lampu fluorescent atau tabung TL (tube luminescene), yaitu ‘lampu neon’ yang tidak mengandung neon, dimana TL day light ini cahayanya mendekati cahaya matahari sewaktu siang. Selanjutnya Arifin dan Arifin (2004)

mengungkapkan bahwa ’lampu neon’ juga menunjukkan keseimbangan sinar biru

dan sinar merah yang dibutuhkan oleh tanaman untuk meningkatkan fotosintesis,

mendorong pertumbuhan daun, dan meningkatkan produksi bunga.

Suhu

Suhu mempengaruhi proses-proses fisik maupun kimiawi tanaman,

misalnya kecepatan reaksi atau laju difusi dari gas dan zat cair. Semakin tinggi

suhu maka kecepatan reaksi akan semakin cepat (Harjadi, 1996). Perubahan untuk

suhu ruang lebih cepat dibandingkan perubahan suhu pada tanah (Briggs dan

Calvin, 1987).

Tanaman hias dalam ruang umumnya cocok pada ruangan bersuhu 22oC waktu malam dan 24oC waktu siang (Soeseno, 1993). Suhu yang rendah akan mengurangi penguapan, sehingga aktivitas tanaman akan diperlambat, hal ini akan

menyebabkan air dalam tanaman tetap terjaga (Palungkun, et al, 2002).

Suhu tanah yang paling dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman hias

daun berkisar 18-32oC selama suhu ruang berada pada range yang sesuai juga. Suhu tanah yang tinggi (lebih dari 32oC) akan menghambat pertumbuhan akar serta dapat mengurangi pengabsorsian air (Briggs dan Calvin, 1987). Briggs dan

Calvin juga menambahkan bahwa umumnya tanaman hias daun masih dapat

(17)

Kelembaban

Kelembaban adalah tingkat kebasahan atau banyaknya uap air di udara

(Palungkun, et al, 2002). Kelembaban akan tinggi pada suhu yang rendah, begitupun sebaliknya (Briggs and Calvin, 1987). Tetapi, terdapat kekecualian

untuk ruangan ber-AC. Palungkun, et al (2002) mengungkapkan bahwa meskipun suhunya rendah, tetapi kelembaban ruangan berpendingin juga rendah, karena

udara yang terdapat di dalam ruangan berpendingin adalah udara kering. Tanaman

yang ditempatkan pada ruang berpendingin dengan kelembaban relatif yang

rendah akan menyebabkan pucuk daun berwarna coklat karena mengering

(Soeseno, 1993).

Kelembaban relatif yang disarankan agar tanaman hias daun dapat tumbuh

secara baik berkisar 50% (Conover, 1992). Briggs and Calvin (1987) menyatakan

bahwa kelembaban relatif yang berkisar 25% akan memberikan dampak yang

negatif untuk pertumbuhan tanaman dalam ruang, kecuali untuk tanaman

paku-pakuan. Brigss dan Calvin juga menambahkan bahwa rata-rata kelembaban relatif

untuk commercial buildings berkisar 30%-50%. Penelitian Ardie (2004) menyatakan bahwa RH rata-rata ruang berpendingin di Bogor adalah 79,04% dan

84,82% pada ruang tidak berpendingin.

Penyiraman

Penyiraman tanaman bertujuan menyeimbangkan kondisi kelembaban

media dalam pot dengan proses evapotranspirasi yang terjadi di permukaan media

dan dari tanaman (Arifin dan Arifin, 2004). Sebagian besar tanaman

membutuhkan air apabila media tanamnya di dalam pot mulai mengering.

Penyiraman secara teratur tanpa memperhatikan lembab atau keringnya media

tanaman sangat kurang baik. Penyiraman yang terlalu sedikit dapat menyebabkan

air tidak pernah mencapai lapisan media terbawah. Media tersebut akan menjadi

kompak pada sekitar perakaran. Penyiraman yang terlalu banyak dapat

menciptakan kondisi yang ideal bagi pertumbuhan bakteri dan jamur busuk akar

(18)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian berlangsung mulai minggu ketiga bulan Januari 2005 hingga

minggu pertama bulan April 2005. Penelitian ini bertempat di Laboratorium

Pendidikan Hortikultura dan Ruang 608, Departemen Budidaya Pertanian,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan didalam penelitian, yaitu tanaman hias daun

Dracaena marginata ”Tricolour” (tinggi tanaman 25-30 cm, diameter batang 1-2 cm dan jumlah daun 30-35 helai per tanaman), pot plastik hitam berdiameter 17 cm, pupuk NPK 15:15:15, media tanam (tanah steril : kompos : arang sekam =

1:1:1 v/v/v). Alat yang digunakan, yaitu psychometer (termometer bola basah dan bola kering) untuk mengukur suhu dan kelembaban ruang, luxmeter untuk mengukur intensitas cahaya, meteran untuk mengukur tinggi tanaman, lebar, serta

panjang daun, oven dan kertas alumunium untuk mengukur kelembaban tanah,

kamera digital untuk mendokumentasikan gambar penelitian, standar warna untuk

identifikasi warna daun, dan Air Conditioner (AC).

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan lingkungan Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan rancangan faktorial tiga faktor, yaitu faktor kondisi ruang

dengan taraf AC dan non AC, simbol R, frekuensi penyiraman dengan taraf satu

kali seminggu dan dua kali seminggu, simbol F, dan faktor terakhir volume

penyiraman dengan taraf 50 ml dan 75 ml, simbol V. Setiap kombinasi perlakuan

terdiri dari empat ulangan sehingga diperoleh 2 x 2 x 2 x 4 = 32 satuan unit

percobaan. 16 satuan unit percobaan diletakkan di ruang AC dan 16 satuan unit

percobaan diletakkan pada ruang non AC, dengan denah penempatan tanaman

terlampir (Gambar Lampiran 1 dan 2). Adapun kombinasi perlakuan penelitian ini

(19)

R1F1V1 : Tanaman disimpan di ruang AC dengan frekuensi penyiraman 1 kali

seminggu sebanyak 50 ml.

R1F1V2 : Tanaman disimpan di ruang AC dengan frekuensi penyiraman 1 kali

seminggu sebanyak 75 ml.

R1F2V1 : Tanaman disimpan di ruang AC dengan frekuensi penyiraman 2 kali

seminggu sebanyak 50 ml.

R1F2V2 : Tanaman disimpan di ruang AC dengan frekuensi penyiraman 2 kali

seminggu sebanyak 75 ml.

R2F1V1 : Tanaman disimpan di ruang non AC dengan frekuensi penyiraman 1

kali seminggu sebanyak 50 ml.

R2F1V2 : Tanaman disimpan di ruang non AC dengan frekuensi penyiraman 1

kali seminggu sebanyak 75 ml.

R2F2V1 : Tanaman disimpan di ruang non AC dengan frekuensi penyiraman 2

kali seminggu sebanyak 50 ml.

R2F2V2 : Tanaman disimpan di ruang non AC dengan frekuensi penyiraman 2

kali seminggu sebanyak 75 ml.

Model matematika yang digunakan untuk setiap unit percobaan yang

diletakkan pada ruang AC dan non AC adalah:

Yijk = µ + Ri + Fj + Vk + (RF)ij + (RV)ik + (FV)jk +(RFV)ijk + åijk

Keterangan :

Yijk : Nilai hasil pengamatan ruang ke-i, frekuensi ke-j dan

volume ke-k

µ : Nilai rata-rata umum

Ri : Pengaruh ruangan ke-i

Fj : Pengaruh frekuensi penyiraman ke-j

Vk : Pengaruh volume penyiraman ke-k

(RF)ij : Pengaruh kombinasi perlakuan ruang dengan frekuensi

penyiraman

(RV)ik : Pengaruh kombinasi perlakuan ruang dengan volume

(20)

(FV)jk : Pengaruh kombinasi perlakuan frekuensi dan volume

penyiraman

(RFV)ijk : Pengaruh kombinasi perlakuan ruang, frekuensi dan volume

penyiraman

åijk : Galat umum percobaan ruangan ke-i, frekuensi penyiraman ke-j dan volume penyiraman ke-k

Pengolahan data dilakukan dengan uji F pada sistem SAS, kemudian beda

nyata diuji lanjut dengan BNJ (Beda Nyata Jujur) atau sering disebut uji Tukey

pada taraf 5% untuk melihat perbedaan kombinasi antar perlakuan. Untuk

pengolahan skoring warna, data diolah dengan menggunakan uji Kruskal Wallis

sedangkan untuk tanggapan responden diolah dengan menggunakan uji Friedman

pada software Minitab.

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada tanaman D. marginata ”Tricolour”, dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut :

1. Persiapan bahan dan alat

Penelitian dimulai dengan mempersiapkan bahan tanaman. Tanaman di

peroleh seragam dari hasil penyetekan selama satu bulan. Tanaman hasil

penyetekan disimpan dibawah naungan paranet 75% dengan intensitas

cahaya sebesar 987 f.c. Untuk mencegah serangan penyakit, sebelum

ditanam kembali, akar dicuci secara hati-hati dengan menggunakan air

bersih. Selanjutnya tanaman dipindahkan dari tempat penyetekan ke pot

berdiameter 17 cm. Media tanam yang digunakan adalah tanah steril,

kompos, dan arang sekam dengan perbandingan 1:1:1 (v/v/v). Pupuk dasar

NPK 15-15-15 diberikan sebanyak 1 g/pot tanaman. Pemberian pecahan

genteng yang diletakkan di dasar pot berfungsi untuk menjaga kelembaban

dan menyimpan air. Aklimatisasi tanaman dilakukan ketika pemindahan

tanaman telah dilaksanakan.

2. Aklimatisasi

Setelah persiapan bahan dan tanaman, tanaman ditempatkan pada ruang

(21)

3. Penempatan tanaman.

Penempatan tanaman dilakukan secara acak baik pada ruang AC maupun

Non AC. Denah penempatan ruangan disajikan pada Gambar Lampiran 1.

4. Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman yang dilakukan adalah pemeliharaan terhadap hama

dan penyakit tanaman. Hama yang menyerang tanaman dikendalikan

secara manual. Pemeliharaan tanaman lainnya, yaitu pembersihan daun

dengan cara mengelapnya, memotong ujung daun yang mengering dan

pemupukan tanaman yang dilakukan satu bulan sekali sebanyak 1

gram/pot.

5. Perlakuan kondisi ruang

AC dan lampu TL dihidupkan sesuai waktu kerja staf laboratorium IPB,

yaitu dimulai pukul 08.00 WIB hingga pukul 15.30 WIB dari hari Senin

hingga Jumat.

6. Perlakuan frekuensi dan volume penyiraman

Penyiraman terdiri dari dua perlakuan, satu kali dalam seminggu (hari

Senin) dan dua kali dalam seminggu (hari Senin dan Kamis) dengan

volume penyiraman yang berbeda pula (50 ml dan 75 ml). Sebanyak

delapan pot akan disiram seminggu sekali dengan volume penyiraman

sebanyak 50 ml pada empat pot tanaman dan empat pot lainnya sebanyak

75 ml. Delapan pot lainnya akan disiram dua kali seminggu dengan

volume penyiraman sebanyak 50 ml pada empat pot tanaman dan empat

pot lainnya sebanyak 75 ml.

Perlakuan frekuensi penyiraman ini didasarkan atas frekuensi penyiraman

pada umumnya untuk rental-rental tanaman hias daun khususnya untuk

daerah Bogor dan Jakarta. Perlakuan volume penyiraman penelitian

berdasarkan kapasitas lapang untuk campuran media dan diameter pot

(22)

Pengamatan

Pengamatan pertama dilakukan pada saat tanaman disimpan di dalam

ruang, baik ruang AC maupun non AC. Pada pengamatan ini pula dilakukan

pengambilan dokumentasi pertama yang dijadikan perbandingan awal.

Pengamatan selanjutnya dilakukan setiap minggu selama 3 bulan kedepan dengan

peubah yang diamati, yaitu:

1. Pertambahan Tinggi Tanaman

Perubahan tinggi tanaman dihitung dengan menggunakan rumus :

(A – B) cm, dimana A : Tinggi tanaman pada pengamatan ke-2, 3, ...., 12 B : Tinggi tanaman pada pengamatan ke-1

Tinggi tanaman dihitung dari atas permukaan media yang telah ditagging

hingga panjang ujung daun terpanjang.

2. Pertambahan Jumlah Daun

Penambahan jumlah daun dilakukan dengan cara menghitung daun muda yang

baru muncul dan telah terbuka sempurna serta sehat.

3. Perubahan Ukuran Daun (Pertambahan Panjang dan Lebar Daun)

Pengambilan ukuran daun D. marginata ”Tricolour” diambil dengan cara pengambilan acak yang mewakili daun muda hingga daun tua sebanyak lima

contoh daun. Daun yang telah dipilih, ditagging. Pengukuran panjang daun dihitung dari permukaan media yang telah di tagging hingga ujung daun, sedangkan lebar daun diukur pada bagian tengah daun.

Perubahan panjang dan lebar daun dihitung dengan menggunakan rumus :

(A – B) cm, dimana A : panjang/lebar daun pada pengamatan ke-2, 3, ...., 12 B : panjang/lebar daun pada pengamatan ke-1

4. Warna daun

Pengamatan terhadap warna daun tanaman dilakukan dengan menggunakan

gradasi warna dari standar warna skoring. Skoring dilakukan dengan

menggunakan kisaran nilai 1-8. Pengambilan standar warna skoring ini

(23)

Cara yang dilakukan pada saat pengamatan, yaitu dengan membandingkan

warna daun tanaman dengan gradasi perubahan warna daun D. marginata

”Tricolour” yang dilakukan seminggu sekali. Pengamatan warna daun ini

dilakukan pada kelima contoh daun yang telah ditagging sebelumnya. 5. Penampilan Visual

Penampilan visual yang diamati meliputi: warna daun, penampilan fisik

tanaman, keseimbangan pot dengan tanaman serta penampilan keseluruhan

tanaman. Penampilan visual diukur dengan menggunakan skoring. Skoring

dilakukan dengan menggunakan kisaran nilai 1-5 (Tabel 1).

Tabel 1. Score Penampilan Visual D. marginata ”Tricolour”

Pengamatan dilakukan pada minggu ke-2, 6 dan 11 dengan metode uji

hedonik, yaitu uji kesukaan. Uji ini menggunakan 20 responden yang diambil

secara acak dari mahasiswa IPB program studi Hortikultura yang telah lulus

mata kuliah Budidaya Bunga dan Tanaman Hias. Kriteria layak display

tanaman hias dalam ruang untuk Dracaena marginata ”Tricolour” adalah warna daun yang masih berada pada range 1-2 ( 95% – 80% daun berwarna merah) (Gambar Lampiran 3), tinggi tanaman berkisar 25-35 cm jika hendak

ditempatkan di atas meja, terbebas dari hama dan penyakit tanaman dan Tono

(2002), menyatakan bahwa konsumen juga menilai kriteria tanaman yang

layak display dari bentuk serta bahan pot yang digunakan. 6. Pengukuran Kelembaban Media

Pengukuran kelembaban media diambil pada 8 MSP dan 12 MSP dengan cara

Gravimetri. Proses gravimetri adalah sebagai berikut : ambil beberapa gram

(24)

timbang media hingga didapatkan berat basah media . Selanjutnya masukkan

ke dalam oven dengan suhu 105oC selama sehari sampai berat media tetap kemudian timbang kembali dan didapatkan berat kering media. Untuk

mengetahui kelembaban suatu media menggunakan rumus :

Kelembaban tanah = (BB – BK ) * 100% BK

Keterangan :

BB = Berat Basah (gram)

BK = Berat Kering (gram)

7. Perkolasi dan Evapotranspirasi

Pengukuran perkolasi diukur setelah dilakukan penyiraman, dengan cara

mengukur jumlah ml air yang keluar dari pot. Evapotranspirasi dihitung

dengan menggunakan rumus :

Evapotranspirasi (mm/minggu) = Irigasi - Perkolasi

Data pendukung penelitian ini, antara lain: analisis pigmen daun, yaitu

analisis klorofil dan antosianin, analisis media yang dilakukan sebelum penelitian,

kelembaban nisbi ruangan dan pengukuran temperatur harian menggunakan

Psychometer, serta pengukuran intensitas cahaya menggunakan Luxmeter.

Menurut Handoko (1993) rumus untuk menghitung suhu rata-rata harian dan

kelembaban rata-rata harian adalah:

Trata-rata harian : ((2 T07.30 )+ T12.30 + T17.30)/4

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Keadaan Lingkungan Ruang Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua taraf kondisi ruang

yaitu ruang AC dan ruang non AC. AC dinyalakan mulai pukul 8.00 WIB hingga

pukul 15.30 WIB (disesuaikan dengan waktu kerja). Pencahayaan yang diterima

oleh tanaman di ruang AC dominan berasal dari jendela yang berposisi di sebelah

barat dibandingkan timur ditambah dengan bantuan cahaya dari lampu TL,

sedangkan untuk ruang non AC, cahaya yang diterima dominan berasal dari

jendela yang berposisi di sebelah timur dibandingkan barat ditambah dengan

bantuan cahaya dari lampu TL. Penyalaan lampu dimulai pada pukul 8.00 WIB

hingga pukul 15.30 WIB yang dilakukan bersamaan pada kedua ruang.

Suhu harian selama dilakukan penelitian berkisar 19.8oC – 21.4oC untuk ruang AC dengan suhu rata-rata sebesar 20.6oC, sedangkan untuk ruang non AC suhu harian berkisar 24.6oC – 26.5oC dengan suhu rata-rata sebesar 25.8oC (Gambar 1).

Gambar 1. Suhu Udara Rata-rata Mingguan Selama Penelitian

Kelembaban adalah tingkat kebasahan atau banyaknya uap air di udara

(Palungkun, et al, 2002). Kelembaban relatif (relative humidity/RH; kelembaban nisbi) merupakan perbandingan antara kandungan tekanan uap air aktual dengan

keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air sehingga

(26)

Fluktuasi kelembaban relatif yang cukup tajam terjadi pada ruang AC.

Kelembaban relatif mingguan pada ruang AC berkisar 67.3% - 76.3% dengan

rata-rata kelembaban relatifnya sebesar 70.2%. Untuk ruang non AC, kelembaban

relatif berkisar dari 78% - 86.7% dengan rata-rata kelembaban relatifnya sebesar

82.3% (Gambar 2).

Gambar 2. Kelembaban Udara Relatif Mingguan Selama Penelitian

Kuantitas cahaya atau intensitas cahaya ditunjukkan oleh konsentrasi

gelombang cahaya yang dapat dinyatakan dengan ukuran terangnya (foot candle) yang merupakan intensitas penyinaran berdasarkan kepekaan mata manusia

(Harjadi, 1996). Tanaman yang ditempatkan dibalik jendela yang menghadap ke

timur dan terkena cahaya matahari ternyata akan memperoleh intensitas cahaya

hanya sekitar 50% dibandingkan dengan tanaman yang ditempatkan di luar

(Arifin dan Arifin, 2004).

Rata-rata intensitas cahaya pada hari cerah di ruang AC sebesar 319.66 f.c

dan 317.01 f.c untuk ruang non AC. Rata-rata intensitas cahaya pada hari berawan

di ruang AC sebesar 269.40 f.c dan 267.71 f.c untuk ruang non AC.

Kondisi Umum Tanaman

Tanaman yang digunakan untuk penelitian berasal dari penyetekan pucuk

yang dilakukan di kebun percobaan IPB – PKBT, Tajur. Tanaman ditempatkan di

bawah naungan paranet 75% dengan intensitas cahaya sebesar 987 f.c selama 6

minggu hingga tanaman berakar. Selanjutnya tanaman dipindahkan pada pot

(27)

tanaman ditempatkan di ruang yang ternaungi dengan intensitas cahaya sebesar

740.7 f.c selama 2 minggu untuk dilakukan proses aklimatisasi. Kondisi awal

tanaman berada dalam kondisi layak display dengan ketinggian tanaman rata-rata 25 - 30 cm.

Terdapat beberapa tanaman yang ditempatkan di ruang AC telah

menunjukkan adanya gejala serangan hama kutu koma dan kutu perisai pada 2

MSP. Serangan kutu koma dan kutu perisai ini semakin berkembang hingga

penelitian berakhir. Hal ini menyebabkan cepatnya daun-daun berguguran pada

8-12 MSP. Menurut Macmillan (1991), Lepidosaphes beckii (kutu koma) merupakan hama berordo Homoptera dengan famili Diaspididae yang berwarna

coklat keungu-unguan, panjang sekitar 1 mm dan bersifat kosmopolitan. Hama ini

memiliki pelindung pada bagian belakang tubuhnya sehingga menyerupai bentuk

koma. Menurut Arifin (2004), sebagian besar kutu perisai berwarna coklat atau

kekuning-kuningan. Kutu perisai sering tampak pada pada permukaan daun

bagian bawah dan daun muda, kutu ini dapat berpindah ke seluruh bagian

tanaman. Kutu perisai menyerang dengan cara mengisap sambil mengeluarkan

embun madu. Pengendalian kutu koma dan kutu perisai ini hanya dilakukan

secara manual dengan cara mematikan kutu di daerah yang dapat dijangkau oleh

tangan dan dengan menggunakan kuas.

Selain itu, terdapat 2 tanaman yang telah terserang hama pucuk pada ruang

AC sehingga mengakibatkan rusak hingga matinya pucuk tanaman tersebut.

Bekas tusukan terlihat sangat jelas mulai 3 MSP. Diduga, penyerangan ini telah

berlangsung semenjak tanaman berada di lapang karena pada saat telah

ditempatkan di ruangan, tidak terlihat adanya hama yang sedang menyerang,

sehingga hama tidak dapat diidentifikasi dengan jelas. Perlakuan R1F1V1 sudah

tidak dapat layak display akibat mengalami layu permanen yang cukup parah tetapi perlakuan R2F1V1 hanya mengalami layu (Gambar Lampiran 4) .

Serangan hama terutama kutu koma dan kutu perisai pada ruang non AC

tidak sebanyak seperti yang terjadi pada ruang AC. Tetapi terdapat satu tanaman

terkena layu pucuk pada 5 MSP dan satu tanaman terkena bercak daun pada 10

MSP. Beberapa tanaman baik yang ditempatkan di ruang AC maupun non AC

(28)

Hasil

Evapotranspirasi

Faktor tunggal ruang telah memberikan pengaruh sangat nyata pada 1, 2

dan 12 MSP. Frekuensi penyiraman berpengaruh sangat nyata hingga akhir

pengamatan. Volume penyiraman memberikan pengaruh sangat nyata untuk

setiap minggunya kecuali pada 1 MSP (Tabel Lampiran 4). Nilai evapotranspirasi

ruang AC lebih besar, yaitu 3.79 mm/minggu dibandingkan ruang non AC, yaitu

sebesar 3.39 mm/minggu pada 12 MSP. Frekuensi penyiraman 2 kali seminggu

memberikan pengaruh lebih besar dibandingkan dengan frekuensi penyiraman

yang dilakukan seminggu sekali, yaitu sebesar 4.80 mm/minggu pada 12 MSP.

Volume penyiraman sebanyak 75 ml memberikan pengaruh lebih besar terhadap

evapotranspirasi dibandingkan volume penyiraman 50 ml. Nilai evapotranspirasi

untuk volume penyiraman 75 ml sebesar 4.10 mm/minggu dan volume

penyiraman 50 ml sebesar 3.08 mm/minggu pada 12 MSP (Tabel 2).

Interaksi ruang dan frekuensi penyiraman memberikan pengaruh sangat

nyata pada 2 MSP dan memberikan pengaruh nyata pada 9 MSP. Interaksi

perlakuan ruang dan volume penyiraman, memberikan pengaruh sangat nyata

pada 10 MSP. Interaksi ruang dan volume berpengaruh nyata pada 9 dan 11

MSP. Pada 6, 7, 9, 10 dan 12 MSP, interaksi frekuensi dan volume penyiraman

memberikan pengaruh sangat nyata, sedangkan pada 8 dan 11 MSP memberikan

pengaruh nyata (Tabel Lampiran 4). Perlakuan R1F2 memberikan nilai

evapotranspirasi terbesar yaitu 5.00 mm/minggu dan R2F1 memberikan nilai

evapotranspirasi terkecil yaitu 2.18 mm/minggu pada 12 MSP. Nilai terbesar

interaksi ruang dan volume terlihat pada perlakuan R1V2 yaitu sebesar 4.18

mm/minggu dan nilai terkecil terlihat pada perlakuan R1F1, yaitu sebesar 2.93

mm/minggu pada 10 MSP. Untuk interaksi frekuensi dan volume penyiraman,

perlakuan F2V2 memberikan nilai evapotranspirasi tertinggi sebesar 5.47

mm/minggu dan perlakuan F1V1 memberikan nilai evapotranspirasi terkecil

sebesar 2.03 mm/minggu pada 12 MSP (Tabel 2).

Interaksi ruang, frekuensi dan volume penyiraman memberikan pengaruh

sangat nyata pada 5 dan 6 MSP dan pengaruh nyata pada 7 dan 9 MSP (Tabel

(29)

terhadap nilai evapotranspirasi dan terendah pada perlakuan R2F1V1. Nilai

evapotranspirasi tertinggi berturut-turut, yaitu 5.31, 5.09, 4.87, dan 5.47

mm/minggu. Nilai evapotrasnpirasi terendah masing-masing, yaitu 1.54, 1.31,

1.55, dan 1.70 mm/minggu (Tabel 2).

Kelembaban Media

Pengukuran kelembaban media hanya dilakukan pada 8 dan 12 MSP.

Faktor tunggal ruang, frekuensi dan volume penyiraman memberikan pengaruh

sangat nyata (Tabel Lampiran 5). Ruang non AC memberikan pengaruh lebih

besar dibandingkan ruang AC. Kelembaban media di ruang non AC sebesar

57.36% dan ruang AC sebesar 35.48 % pada 8 MSP. Frekuensi 2 kali seminggu

memberikan pengaruh lebih besar, yaitu sebesar 71.04% dibandingkan frekuensi

penyiraman seminggu sekali dengan nilai hanya 21.79% pada 12 MSP. Volume

penyiraman 75 ml juga memberikan pengaruh lebih besar dengan nilai sebesar

45.66% pada 12 MSP (Tabel 3).

Interaksi ruang dan frekuensi penyiraman memberikan pengaruh sangat

nyata baik pada 8 maupun pada 12 MSP. Interaksi ruang dan volume penyiraman

sama sekali tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kelembaban media.

Interaksi frekuensi dan volume penyiraman hanya memberikan pengaruh sangat

berbeda nyata pada 12 MSP. Interaksi ruang, frekuensi dan volume penyiraman

tidak memberikan pengaruh terhadap kelembaban media (Tabel Lampiran 5).

Pada 8 MSP, perlakuan R2F2 memberikan nilai kelembaban tertinggi, yaitu

sebesar 88.87% dan perlakuan R1F1 memberikan nilai terendah, yaitu sebesar

17.73%. Pada interaksi frekuensi dan volume, perlakuan F2V2 memberikan nilai

tertinggi, yaitu sebesar 70.28% dan terendah pada perlakuan R1F1 sebesar

(30)

Tabel 2. Nilai Evapotranspirasi pada Beberapa Tingkat Ruang, Frekuensi dan Volume Penyiraman

(31)

Tabel 3. Nilai Kelembaban Media pada Beberapa Tingkat Ruang, Frekuensi dan

R1F2V1 39.87cd 30.19cd

R1F2V2 66.57bc 53.71bc

R2F1V1 20.05d 20.41d

R2F1V2 31.64 21.99d

R2F2V1 82.80ab 70.80ab

R2F2V2 94.94a 86.84a

Tukey 0.05 27.76 24.15

Ket : - Angka-angka yang tidak diikuti huruf pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Tukey 5% - R1 = Ruang AC - F1 = Frekuensi penyiraman 1 kali seminggu - V1 = Volume 50 ml - R2 = Ruang non AC - F2 = Frekuensi penyiraman 2 kali seminggu - V2 = Volume 75 ml - MSP = Minggu Setelah Perlakuan

Pertambahan Tinggi Tanaman

Faktor tunggal ruang berpengaruh nyata pada 2 MSP dan memberikan

pengaruh sangat nyata pada 3 - 12 MSP. Frekuensi penyiraman hanya

(32)

tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman (Tabel Lampiran 6). pada 12

MSP, ruang AC memberikan nilai lebih besar dibandingkan ruang non AC, yaitu

1.61 cm pada ruang AC dan pada ruang non AC sebesar 1.04 cm. Pada 7 MSP,

frekuensi penyiraman 2 kali seminggu memberikan nilai lebih kecil dibandingkan

frekuensi sekali seminggu, yaitu sebesar 1.06 cm. Tetapi, mulai 10 - 12 MSP,

frekuensi penyiraman 2 kali seminggu memberikan pengaruh lebih besar

dibandingkan frekuensi penyiraman sekali seminggu (Tabel 5).

Interaksi ruang dan volume penyiraman, interaksi frekuensi dan volume

penyiraman serta interaksi ruang, frekuensi dan volume penyiraman tidak

memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman. Interaksi ruang dan frekuensi

penyiraman memberikan pengaruh sangat nyata pada 9 - 12 MSP (Tabel

Lampiran 6). Nilai tertinggi untuk interaksi ruang dan frekuensi penyiraman, yaitu

pada perlakuan R1F2 sebesar 1.92 cm dan terendah pada perlakuan R2F2 sebesar

0.94 cm pada 12 MSP. Walaupun interaksi antara ruang, frekuensi, dan volume

penyiraman tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman, tetapi dengan

uji Tukey (taraf 5%) menunjukkan bahwa pada ruang AC, dengan frekuensi 2 kali

seminggu dan volume penyiraman sebesar 75 ml, pertambahan tinggi tanaman

cenderung lebih besar (Tabel 4).

Pertambahan Jumlah Daun

Faktor tunggal ruang sama sekali tidak memberikan pengaruh terhadap

pertambahan jumlah daun kecuali pada 4 MSP. Frekuensi penyiraman

memberikan pengaruh sangat nyata pada 3, 7 - 12 MSP dan memberikan

pengaruh nyata pada 6 MSP. Volume memberikan pengaruh nyata pada 2, 11 dan

12 MSP (Tabel Lampiran 7). Ruang non AC memberikan pertambahan daun

sebesar 1.4 dan ruang AC sebesar 1.2 pada 4 MSP. Pada 12 MSP, frekuensi

penyiraman 2 kali seminggu memberikan nilai lebih besar, yaitu 2.0 dibandingkan

frekuensi penyiraman sekali seminggu, yaitu 1.6. Volume penyiraman sebanyak

75 ml juga memberikan nilai lebih besar dibandingkan volume penyiraman

sebanyak 50 ml pada 9, 11 dan 12 MSP (Tabel 5).

Interaksi ruang dan frekuensi penyiraman memberikan pengaruh sangat

(33)

Interaksi ruang dan volume penyiraman memberikan pengaruh nyata pada 4, 7 - 9,

dan 11 - 12 MSP. Interaksi frekuensi dan volume penyiraman hanya memberikan

pengaruh sangat nyata pada 4 MSP (Tabel Lampiran 7). Interaksi ruang dan

frekuensi memberikan nilai lebih besar pada perlakuan R1F2, yaitu sebesar 2.2.

Untuk interaksi ruang dan volume, perlakuan R1V2 memberikan nilai lebih besar

dari perlakuan lainnya, yaitu 2.0. Perlakuan F2V1 memberikan nilai terbesar pada

4 MSP, yaitu sebesar 1.5 (Tabel 5).

Interaksi ruang, frekuensi dan volume penyiraman hanya berbeda sangat

nyata pada 3 MSP (Tabel Lampiran 7), dimana perlakuan R2F1V1 dan R2F2V1

memberikan nilai tertinggi, yaitu 1.4 terhadap pertambahan jumlah daun ini

(Tabel 5).

Pertambahan Panjang Daun

Perlakuan ruang, frekuensi, volume penyiraman, maupun interaksinya

tidak berpengaruh nyata terhadap panjang daun untuk setiap minggu

pengamatannya (Tabel Lampiran 8).

Pertambahan Lebar Daun

Baik frekuensi maupun volume penyiraman tidak memberikan pengaruh

nyata terhadap lebar daun. Ruang memberikan pengaruh sangat nyata terhadap

pada 3 MSP dan pengaruh nyata pada 7 - 9 MSP (Tabel Lampiran 9). Ruang non

AC memberikan pengaruh lebih besar dibandingkan ruang AC pada 7 MSP, yaitu

sebesar 0.73 cm pada 3 MSP. Walaupun frekuensi dan volume penyiraman tidak

memberikan pengaruh terhadap pertambahan lebar daun, tetapi dengan uji Tukey

(taraf 5%) menunjukkan bahwa frekuensi penyiraman seminggu sekali cenderung

memiliki nilai lebih besar (Tabel 6).

Interaksi ruang dan frekuensi penyiraman tidak berpengaruh terhadap

lebar daun. Tetapi pada 3 MSP, baik interaksi ruang dan volume penyiraman

maupun interaksi frekuensi dan volume penyiraman memberikan pengaruh nyata.

Interaksi ruang, frekuensi, dan volume penyiraman memberikan pengaruh nyata

pada 9 dan 12 MSP dan memberikan pengaruh sangat nyata pada 10 dan 11 MSP

(Tabel Lampiran 9). Untuk interaksi ruang dan volume, perlakuan R2V1 dan

(34)

0.73 cm pada 3 MSP. Interaksi frekuensi dan volume penyiraman memberikan

pengaruh terkecil pada perlakuan F2V2, yaitu 0.71 cm. Perlakuan R2F1V2

memberikan pengaruh tertinggi, dengan pertambahan lebar daun sebesar 0.76 cm

pada 12 MSP.

Tabel 4. Nilai Pertambahan Tinggi Tanaman pada Beberapa Tingkat Ruang, Frekuensi dan Volume Penyiraman

R1F1V2 1.27abc 1.29abc 1.29abc 1.30abc 1.31abc

R1F2V1 1.29ab 1.52a 1.65ab 1.71ab 1.81ab

(35)

Tabel 5 . Nilai Pertambahan Jumlah Daun pada Beberapa Tingkat Ruang,

(36)

Tabel 6 . Nilai Pertambahan Lebar Daun pada Beberapa Tingkat Ruang,

Ket : - Angka-angka yang tidak diikuti huruf pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Tukey 5% - R1 = Ruang AC - F1 = Frekuensi penyiraman 1 kali seminggu - V1 = Volume 50 ml - R2 = Ruang non AC - F2 = Frekuensi penyiraman 2 kali seminggu - V2 = Volume 75 ml - MSP = Minggu Setelah Perlakuan

Warna Daun

Hampir semua perlakuan mengalami perubahan warna daun. Namun, hasil

analisis Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perlakuan ruang, frekuensi dan

(37)

(Tabel 7). Tetapi, hasil pengolahan data dengan uji F menunjukkan bahwa warna

daun berpengaruh sangat nyata pada interaksi ruang, frekuensi, dan volume

penyiraman terhadap perubahan jumlah klorofil daun. Berbeda dengan jumlah

klorofil daun, jumlah antosianin daun tidak memberikan pengaruh terhadap warna

daun baik untuk faktor tunggal maupun interaksinya (Tabel Lampiran 10).

Perlakuan R2F1V2 memberikan jumlah klorofil lebih besar dibandingkan

perlakuan lainnya, yaitu sebesar 1.36 mg/gram (Tabel 8).

Jumlah klorofil daun untuk setiap perlakuan cenderung naik kecuali untuk

perlakuan R2F2V2. Pada perlakuan R2F1V2, jumlah klorofil yang terkandung di

dalam daun meningkat paling drastis dari jumlah awal dibandingkan perlakuan

lainnya. Tetapi, jumlah klorofil ruang AC rata-rata cenderung naik lebih besar

dibandingkan ruang non AC (Gambar 3). Jumlah antosianin cenderung menurun

dari jumlah awal kecuali pada perlakuan R1F1V2 dan R2F1V2. Tetapi, jika

dilihat dari kestabilan jumlah antosianin pada daun, jumlah antosianin di ruang

AC cenderung menurun sedangkan di ruang non AC relatif stabil (Gambar 4).

Tabel 7. Nilai Skoring Warna Daun pada beberapa Tingkat Ruang, Frekuensi dan Volume Penyiraman

Perlakuan 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP 5 MSP 6 MSP 11 MSP 12 MSP

R1F1V1 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00

R1F1V2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 3.00 3.00

R1F2V1 2.00 2.00 2.00 2.00 3.00 3.00 4.00 4.00

R1F2V2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 3.00 3.00 3.00

R2F1V1 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 4.00 4.00

R2F1V2 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 4.00 4.00

R2F2V1 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00

R2F2V2 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00

(38)

0,0000

Gambar 3. Grafik Perubahan Jumlah Klorofil Daun

0,0000

(39)

Tabel 8 . Nilai Klorofil dan Antosianin pada Beberapa Tingkat Ruang, Frekuensi dan Volume Penyiraman

Perlakuan Klorofil Antosianin

---mg/gram---

(40)

Tanggapan Responden Terhadap Tanaman

Warna Daun

Analisis Friedman menunjukkan bahwa interaksi ruang, frekuensi dan

volume penyiraman memberikan pengaruh sangat nyata pada 2 dan 11 MSP dan

berpengaruh nyata pada 6 MSP. Perlakuan R2F2V2 menempati peringkat pertama

pada 2 – 11 MSP dengan score 3 (cukup suka). Secara keseluruhan, responden tidak menyukai warna daun (score 4) pada 6 dan 11 MSP (Tabel 9).

Tabel 9. Tanggapan Responden terhadap Warna Daun pada Beberapa Tingkat Ruang, Frekuensi dan Volume Penyiraman

2 MSP 6 MSP 11 MSP

Perlakuan

Score Peringkat Score Peringkat Score Peringkat

R1F1V1 3 106.0 4 78.0 4 57.5

Interaksi ruang, frekuensi dan volume penyiraman memberikan pengaruh

sangat nyata terhadap penampilan fisik tanaman. Responden cenderung menyukai

tanaman Dracaena marginata ”Tricolour” dengan score rata-rata 3 (cukup suka) pada 2 MSP. Rata-rata responden menjadi sangat tidak menyukai penampilan

fisik tanaman (score 5) terutama untuk perlakuan R1F1V1 pada 11 MSP.

Keseimbangan Pot dengan Tanaman

Tanggapan responden terhadap keseimbangan pot tidak memberikan

pengaruh nyata pada 2 MSP. Responden cenderung memberikan score 2 (suka) dan menganggap bahwa ukuran pot masih seimbang dengan tanaman pada 2

MSP ini. Perlakuan R1F2V1 masih dianggap paling baik oleh responden. Pada 6

(41)

perlakuan, yaitu dari score 2 (suka) menjadi score 4 (tidak suka) (Tabel 11). Hal ini diduga akibat kurangnya tanaman mendapatkan kebutuhan air yang sesuai.

Tabel 10. Tanggapan Responden terhadap Penampilan Fisik Tanaman pada Beberapa Tingkat Ruang, Frekuensi dan Volume Penyiraman

2 MSP 6 MSP 11 MSP

Perlakuan

Score Peringkat Score Peringkat Score Peringkat

R1F1V1 3 97.0 4 74.0 5 35.0

Tabel 11. Tanggapan Responden terhadap Keseimbangan Pot dengan Tanaman pada Beberapa Tingkat Ruang, Frekuensi dan Volume Penyiraman

2 MSP 6 MSP 11 MSP

Perlakuan

Score Peringkat Score Peringkat Score Peringkat

R1F1V1 2 90.5 3 78.0 4 45.5

Kelayakan display secara keseluruhan

Periode layak display Dracaena marginata “Tricolour” menurut responden masih tetap layak display hingga 2 MSP. Responden sudah

menganggap bahwa tanaman tidak layak display lagi pada 6 MSP (Tabel 13). Hal ini sesuai dengan beberapa parameter pengamatan terhadap responden yang telah

dilakukan, seperti warna daun dan penampilan fisik tanaman. Untuk parameter

warna daun dan penampilan fisik, responden juga sudah menganggap bahwa

(42)

Tabel 12. Tanggapan Responden terhadap Kelayakan Display Tanaman pada Beberapa Tingkat Ruang, Frekuensi dan Volume Penyiraman

2 MSP 6 MSP 11 MSP

Perlakuan

Score Peringkat Score Peringkat Score Peringkat

R1F1V1 3 95.5 4 75.0 5 36.5

Menurut Wianta (1985) kisaran suhu harian tanaman hias dalam ruangan

berkisar 18.23oC – 27oC. Kondisi suhu harian pada ruangan AC selama penelitian berkisar 19.8oC – 21.4oC dan ruangan non AC berkisar dari 24.6oC – 26.5oC, Apabila dibandingkan dengan kisaran suhu harian tanaman dalam ruang, maka

suhu harian selama penelitian masih berada pada kisaran yang sesuai untuk

tanaman hias dalam ruang.

Kehilangan uap air dapat terjadi melalui evaporasi pada permukaan tanah

dan transpirasi dari permukaan daun yang berasal dari air yang sebelumnya

diserap tanaman dari tanah. Evapotranspirasi sendiri merupakan proses jumlah

kehilangan uap air melalui kedua proses, baik evaporasi maupun transpirasi

(Soepardi, 1983). Nilai Evapotranspirasi meningkat pada 2 MSP dan kembali

turun mulai 3-6 MSP. Peningkatan nilai evapotranspirasi pada 2 MSP diduga

akibat penyesuaian tanaman terhadap kondisi lingkungan dalam ruang. Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa ruang AC memberikan nilai evapotranspirasi

lebih tinggi dibandingkan ruang non AC, masing-masing 5,81 mm/minggu untuk

ruang AC dan 5,14 mm/minggu untuk ruang non AC pada 12 MSP. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Soepardi (1983), apabila tekanan uap atmosfer rendah

dibandingkan tekanan uap pada permukaan media, penguapan akan berlangsung

(43)

mempengaruhi evapotranspirasi ditunjukkan oleh kehilangan uap air yang relatif

banyak pada daerah kering. Menurut Palungkun, et al (2002), meskipun suhunya rendah pada ruang AC, tetapi kelembabannya juga rendah karena udara yang

terdapat di dalamnya adalah udara kering.

Stomata daun yang membuka pada siang hari merupakan bagian tanaman

yang berfungsi menyerap CO2 dari udara. Namun pada waktu yang bersamaan,

air di dalam jaringan tanaman juga akan diuapkan melalui stomata dengan cara

transpirasi. Kelembaban udara yang rendah berarti tanaman akan lebih banyak

kehilangan air melalui transpirasi (Arifin, 2004). Hal ini mendukung hasil

penelitian yang menunjukkan bahwa kelembaban media pada ruang AC lebih

rendah dibandingkan dengan ruang non AC.

Pertumbuhan tanaman ditunjukkan oleh pertambahan ukuran dan berat

kering yang tidak dapat balik (Harjadi, 1996). Interaksi ruang, frekuensi dan

volume penyiraman bagi pertumbuhan tanaman, yaitu tinggi tanaman dan

panjang daun tidak memberikan pengaruh berbeda nyata. Perlakuan faktor tunggal

ruang umumnya berbeda nyata pada beberapa perlakuan kecuali untuk panjang

daun. Kondisi tanaman pada ruang non AC masih lebih besar dibandingkan ruang

AC kecuali tinggi tanaman. Hal ini diduga akibat stress lingkungan yang terjadi

pada ruang AC yang dapat menghambat tanaman di dalam pertumbuhannya.

Menurut Harjadi (1996), fotosintesis akan lebih lambat pada suhu rendah.

Akibatnya laju pertumbuhan akan menjadi lebih lambat pula. Tentu saja hal ini

akan mempengaruhi pertumbuhan serta kualitas layak display tanaman.

Tumbuhan melakukan adaptasi dan efisiensi produksi dengan menambah

atau mengurangi jumlah pigmen daun. Pada jenis tanaman berdaun variegata,

tanaman umumnya membutuhkan cahaya yang lebih terang jika ingin

mendapatkan warna yang lebih kontras. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

telah terjadi perubahan warna daun D. marginata ”Tricolour” dari berwarna dominan merah menjadi terlihat lebih hijau pada beberapa perlakuan. Tabel 7

menunjukkan bahwa ruang non AC masih memberikan warna daun lebih baik

dibandingkan ruang AC. Hal ini terlihat juga dari gambar 4 dan gambar 5 yang

menunjukkan bahwa secara keseluruhan jumlah klorofil ruang AC rata-rata naik

(44)

ruang non AC, jumlah klorofil daun cenderung menurun dengan jumlah

antosianin daun yang relatif stabil.

Pigmen-pigmen di dalam lamela kloroplas sebagian besar berupa dua

macam klorofil (a dan b) dan dua macam pigmen kuning sampai oranye yang

diklarifikasikan sebagai karotenoid (karoten dan santofil) (Susilo, 1991).

Spektrum cahaya yang diserap oleh klorofil dan pigmen-pigmen daun sama

dengan rentangan spektrum cahaya yang tampak oleh manusia, yaitu 400-700 nm.

Pada habitat alaminya, tanaman mampu beradaptasi pada rentang cahaya yang

lebar. Akan tetapi, pada saat dihadirkan di dalam ruangan, kita harus menyediakan

intensitas cahaya sesuai yang dibutuhkan tanaman. Menurut Sudarmono (1997),

jika D. marginata ”Tricolour” ini hanya memperoleh cahaya buatan dari lampu, maka memerlukan cahaya berkekuatan 400 fc. Pada saat penelitian, intensitas

cahaya yang diterima tanaman berkisar 319.66 f.c pada ruang AC dan 317.01 f.c

pada ruang non AC untuk hari cerah.

Antosianin merupakan pigmen berwarna kuat dan larut dalam air.

Antosianin adalah penyebab hampir semua warna merah jambu – merah dalam

daun, bunga, dan buah pada tumbuhan. Panjang gelombang antosianin berkisar

515 – 545 nm. (Harborne, 1987). Perubahan warna daun yang terlihat pada saat

penelitian diduga akibat faktor-faktor ini, terutama intensitas cahaya dan panjang

gelombang cahaya yang diterima tanaman.

Pengaruh Frekuensi dan Volume Penyiraman

Kehilangan air dapat menyebabkan terhentinya pertumbuhan, dan

defisiensi air yang terus menerus menyebabkan perubahan-perubahan dalam

tanaman yang tidak dapat balik (irreversible), dan mengakibatkan kematian. Hal ini dapat terjadi sangat cepat dalam keadaaan panas dan kering untuk

tanaman-tanaman yang strukturnya tidak serasi untuk mencegah kehilangan air (Harjadi,

1996).

Frekuensi penyiraman 2 kali seminggu sebanyak 75 ml memberikan

pengaruh lebih baik untuk semua perlakuan apabila dilihat dari interaksi ruangan,

frekuensi dan volume penyiraman. Tetapi faktor tunggal frekuensi penyiraman

(45)

warna daun (jumlah klorofil dan antosianin). Dracaena marginata ”Tricolour” akan tumbuh optimum pada kelembaban yang relatif tinggi sehingga sangat

membutuhkan frekuensi penyiraman yang teratur untuk menjaga kelembabannya

(Rothenberger dan Trinklein, 1998).

Slatyer (1967) mengungkapkan bahwa titik layu permanen adalah

kandungan air yang menyebabkan tanaman akan layu secara permanen walaupun

air telah ditambahkan ke tanah, sehingga merupakan batas terendah persediaan air

tanah bagi pertumbuhan tanaman dan sebagai batas terendah untuk penyerapan

air. Frekuensi penyiraman yang dilakukan 1 kali seminggu dengan volume 50 ml

yang ditempatkan di ruang AC mengalami kelayuan dan mengakibatkan tanaman

mati. Nilai kelembaban media tanaman yang menyebabkan kelayuan permanen ini

sebesar 15.65%. Tanaman yang ditempatkan di ruang non AC mengakibatkan

tanaman juga menjadi layu tetapi belum mengakibatkan kematian tanaman

dengan kelembaban sebesar 20.41%.

Ketidaklayakan display umumnya diperoleh dari perlakuan frekuensi 1 kali seminggu dengan volume penyiraman 50 ml. Hal ini terlihat dari banyaknya

daun yang gugur terutama pada 10-12 MSP. Menurut Yunistia (2003) bahwa

apabila kebutuhan air tidak dapat terpenuhi, maka tanaman cenderung akan

menggugurkan daunnya untuk mengurangi respirasi.

Perlakuan R2F2V2 dengan kelembaban media sebesar 86.84%

memberikan nilai klorofil terkecil dibandingkan semua perlakuan, yaitu sebesar

0.75 mg/gram. Hal ini tentu saja sesuai dengan kelayakan display yang lebih menginginkan dominan warna merah dibandingkan warna lainnya. Tetapi

perlakuan ini tidak memberikan nilai antosianin tertinggi. Nilai antosianin

tertinggi terlihat pada perlakuan frekuensi penyiraman 1 kali seminggu dengan

volume penyiraman 75 ml, yaitu sebesar 0.98 µg/g.

Komposisi media yang digunakan, yaitu tanah tajur, kompos serta sekam

masih memberikan kelembaban media yang baik. Media tanam yang digunakan

pada penelitian ini termasuk ke dalam kelas tekstur liat berdebu karena

(46)

Kualitas Visual

Kualitas visual diperoleh setelah pembagian kuisioner terhadap 20

responden menunjukkan bahwa pada 11 MSP semua perlakuan cenderung sudah

tidak layak display lagi. Ketidaklayakan display ini terlihat hampir pada semua pengamatan kecuali keseimbangan pot. Menurut Arifin (2004) secara umum

perbandingan tinggi tanaman dengan lebar diameter wadah (pot) adalah 3:1, tetapi

hal ini tergantung dari penempatan tanaman di dalam suatu ruangan.

Kualitas visual tanaman yang dinilai terdiri dari penilaian terhadap warna

daun, penampilan fisik tanaman, keseimbangan pot dengan tanaman, serta

kesimpulan untuk kelayakan display tanaman. Kesimpulan kelayakan display ini diambil untuk membandingkan nilai-nilai parameter penilaian kualitas visual

sebelumnya.

Dari segi penilaian terhadap warna daun oleh responden, ternyata

responden menilai bahwa warna daun sudah tidak sesuai mulai 6 MSP (tidak

menyukai, score 4) (Tabel 9). Hal ini pun sesuai dengan penilaian skoring warna daun, yang menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan warna daun mulai 5 MSP

terutama untuk tanaman yang ditempatkan di ruang AC (Tabel 6). Hal ini diduga

karena intensitas cahaya yang kurang mencukupi kebutuhan tanaman. Dari segi

penampilan fisik, responden pun berpendapat bahwa pada 6 MSP telah menurun

(tidak menyukai, score 4). Hal ini diduga karena tanaman mendapatkan kebutuhan air dan kelembaban media serta udara yang tidak sesuai sehingga menghambat

terhadap pertumbuhan yang berakibat terhadap penurunan kualitas visual

tanaman. Tetapi, pada minggu yang sama, rata-rata responden masih cukup

menyukai (score 3) untuk penilaian terhadap keseimbangan pot dengan tanaman. Keseimbangan pot yang masih sesuai dengan tanaman ini diduga akibat

pertumbuhan tanaman terutama pertambahan tinggi tanaman dan lebar daun yang

tidak begitu besar (Tabel 4 dan Tabel 6). Menurut Palungkun, et al (2002), tanaman yang ditempatkan di dalam ruangan tidak mendapatkan kebutuhan

lingkungan yang optimal sehingga dapat menyebabkan tanaman menjadi tidak

segar.

Dari penilaian responden terhadap kualitas visual tanaman, penilaian dari

(47)

berada baik dalam ruang AC maupun ruang non AC dinilai tidak layak display

oleh responden pada 6 MSP. Penilaian oleh responden dilakukan pada 2, 6 dan 11

MSP, sehingga tidak diperoleh data kelayakan display antara 2-6 MSP. Namun, dari data perubahan warna daun, ternyata telah terjadi perubahan warna daun

pada 5 MSP dimana perubahan warna daun untuk ruang AC, jumlah klorofil daun

meningkat dan jumlah antosianin daun menurun sedangkan jumlah klorofil daun

ruang non AC menurun dengan jumlah antosianin daun yang relatif stabil. Nilai

evapotranspirasi ternyata meningkat pada 2 MSP, dimana nilai evapotranspirasi

untuk ruang AC lebih besar dibandingkan ruang non AC. Tetapi peningkatan ini

hanya berlangsung 1 minggu dimana pada minggu ke 3 – 6 MSP, nilai

evapotranspirasi kembali menurun (Tabel 2).

Dari keterangan data perubahan warna daun baik perubahan jumlah

klorofil maupun perubahan jumlah antosianin serta perubahan nilai

evapotranspirasi, maka diduga periode layak display Dracaena marginata

”Tricolour” sekitar 4 MSP. Pada periode layak display yang sama, kondisi tanaman yang ditempatkan di ruang non AC masih lebih baik dibandingkan

(48)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Interaksi ruang, frekuensi dan volume penyiraman umumnya tidak

memberikan pengaruh terhadap beberapa peubah yang diamati kecuali nilai

evapotranspirasi dan pertambahan lebar daun. Faktor tunggal ruang, frekuensi dan

volume penyiraman cenderung memberikan pengaruh terhadap variabel

pengamatan baik berpengaruh sangat nyata maupun nyata. Ruang non AC

memberikan nilai lebih besar terhadap kelembaban media dan pertumbuhan

tanaman dalam ruang kecuali pertambahan tinggi tanaman. Frekuensi penyiraman

sebanyak 2 kali seminggu memberikan nilai lebih besar dibandingkan penyiraman

sebanyak 1 kali seminggu hampir untuk semua parameter yang diamati kecuali

pertambahan lebar daun. Volume penyiraman sebanyak 75 ml/penyiraman juga

memberikan nilai lebih besar dibandingkan volume penyiraman sebesar 50

ml/penyiraman untuk semua parameter yang diamati. Hasil dari

perlakuan-perlakuan tunggal tersebut, diduga akibat kelembaban, baik udara maupun media

sangat mempengaruhi kualitas tanaman. Pada 12 MSP, frekuensi penyiraman 2

kali seminggu sebanyak 75 ml tersebut menghasilkan kelembaban media sebesar

86.84% dan kelembaban rata-rata udara harian sebesar 82.3% di ruang non AC.

Pada frekuensi dan volume yang sama, kelembaban media ruang AC sebesar

53.71% dan kelembaban rata-rata udara harian sebesar 70.2%.

Selain kondisi fisik tanaman, warna daun juga berubah menjadi lebih

hijau. Pada ruang AC, peningkatan jumlah klorofil daun diikuti dengan penurunan

jumlah antosianin daun, sedangkan pada ruang non AC, walaupun jumlah klorofil

menurun tetapi jumlah antosianin relatif stabil.

Secara keseluruhan, dari data perubahan warna daun baik perubahan nilai

klorofil maupun antosianin daun serta data nilai evapotranspirasi dan hasil

Gambar

Tabel 2. Nilai Evapotranspirasi pada Beberapa Tingkat Ruang, Frekuensi dan Volume Penyiraman
Tabel 3. Nilai Kelembaban Media pada Beberapa Tingkat Ruang, Frekuensi dan      Volume Penyiraman
Tabel 4. Nilai Pertambahan Tinggi Tanaman pada Beberapa Tingkat Ruang, Frekuensi dan Volume Penyiraman
Tabel 5 . Nilai Pertambahan Jumlah Daun pada Beberapa Tingkat Ruang, Frekuensi dan Volume Penyiraman
+7

Referensi

Dokumen terkait

8 Dalam mencari pasiennya Smile Train bersama timnya langsung mendatangi para anak penderita sumbing di wilayah pedalaman Indonesia yang belum memiliki pengetahuan

(1) penerima rujukan dapat merujuk balik atau mengarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan sesuai jenjang pelayanannya jika berdasarkan pelayanan kesehatan dimaksud dalam psl 6

Atau dengan kata lain, apabila salah satu pihak telah melakukan sebagian dari prestasinya tetapi tidak sempurna dan pihak lainnya tidak dapat merasakan manfaat

Tingginya permintaan pasar akan kebutuhan kue gipang sebagai salah makanan ringan olahan khas Banten membuat pemilik usaha (owner) dan beberapa karyawan yang

Penelitian lain yang dilakukan oleh Eva M dan Harin Sundari (2012), yang berjudul “ Pengaruh model pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis eksperimen terhadap hasil

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada ketujuh informan tersebut ditemukan bahwa negosiasi “harga kawan” yang terjadi pada jasa fotografi di Kota Medan merupakan hal yang

Semua sampel perona pipi yang dianalisis (merek IZ, VV, KS dan MC) mengandung logam berat kromium sehingga tidak memenuhi persyaratan kosmetik berdasarkan peraturan Kepala BPOM

RIZQI AGUNG NUGROHO, NIM D0413045, judul skripsi STRATEGI ANGOLA DAN KETERLIBATAN KEKUATAN EKSTERNAL DALAM RESOLUSI KONFLIK PERANG SIPIL PASCA KEGAGALAN