• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pendapatan PKL Makanan dan Implikasi Kebijakan Penanganan PKL di Kota Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pendapatan PKL Makanan dan Implikasi Kebijakan Penanganan PKL di Kota Bogor."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

PENDAPATAN PKL MAKANAN DAN IMPLIKASI

KEBIJAKAN PENANGANAN PKL DI KOTA BOGOR

SRIKANDHI ANNISAA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pendapatan PKL Makanan dan Implikasi Kebijakan Penanganan PKL di Kota Bogor adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Srikandhi Annisaa

(4)

ABSTRAK

SRIKANDHI ANNISAA. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pendapatan PKL Makanan dan Implikasi Kebijakan Penanganan PKL di Kota Bogor. Dibimbing oleh MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL.

Migrasi dapat menyebabkan peningkatan jumlah penduduk di perkotaan. Kota Bogor sebagai salah satu kota penyangga Jakarta selain Depok, Tangerang dan Bekasi memiliki jumlah penduduk hingga 950 334 orang. Masalah yang timbul akibat migrasi yaitu pengangguran dan kemiskinan.Munculnya pengangguran akibat ketidakmampuan lapangan pekerjaan menyerap angkatan kerja yang terus bertambah sedangkan kemiskinan merupakan dampak dari pengangguran. Mereka yang tidak dapat bekerja di lapangan pekerjaan yang telah ada (sektor formal), kemungkinan akan bekerja di sektor informal atau membuka lapangan kerja baru. Salah sektor informal adalah Pedagang Kaki Lima(PKL) yang menjadi objek penelitian ini. Sampai 2010, jumlah PKL yang berada di Kota Bogor mencapai 10 522 orang. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan PKL makanan dan implikasi kebijakan penanganan PKL.Penelitian ini menggunakan data primer sebanyak 51 orang responden.Hasilnya, faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan adalah modal, pendidikan, lama jam kerja per hari, pengalaman, retribusi, pelatihan dan lokasi. Rekomendasi kebijakan penanganan PKL antara lain legalisasi lokasi, pelatihan, pemberian modal bantuan dan pengurangan biaya retribusi.

Kata Kunci: PKL makanan, pendapatan, analisis regresi

ABSTRACT

SRIKANDHI ANNISAA. Factors Affecting Food Street Vendors Income and The Implication of Policy to HandleThe Street Vendors in Bogor City.Supervised by MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL.

Migration causes the increasing of population in urban area. Bogor as a satellite city beside Depok, Tangerang and Bekasi has a population amounted 950 334 people. Problem appears because of the migrants are unemployed and poor. Unemployment is a condition of unability a job field to absrop employment. Eventhough poverty is a consequence of unemployment,person who don’t work in formal sector, have a possibility to work in informal sector or create a new job. The object of this research is street vendor which is an example of informal sector. Until 2010, population of street vendor in Bogor reach 10 522 people. This research elaborates factors that affect income and policy implication to handle street vendors. This research used primary data from 51 responden. The results are factors that affect income such as capital, education, hour of work per day, experience, toll, training and location. Policy recommendations to handle street vendorsare legalization location, training, capital injection and reduce toll payment.

(5)
(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

PENDAPATAN PKL MAKANAN DAN IMPLIKASI

KEBIJAKAN PENANGANAN PKL DI KOTA BOGOR

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

(8)
(9)
(10)

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pendapatan PKL

Makanan dan Implikasi Kebijakan Penanganan PKL di Kota Bogor. Nama : Srikandhi Annisaa

NIM : H14090050

Disetujui oleh

Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, M.S. Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Ketua Departemen

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah sektor informal, dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pendapatan PKL Makanan dan Implikasi Kebijakan Penanganan PKL di Kota Bogor.

Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, M.S. selaku dosen pembimbing skripsi atas segala masukannya yang membangun serta kepercayaan dan kesabarannya dalam membimbing penulis hingga selesainya penelitian ini. 2. Bapak Dr. Muhammad Findi A, M.E. selaku dosen penguji utama yang telah

banyak memberikan saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini.

3. Ibu Laily Dwi Arsyianti, M.Sc. selaku dosen penguji komisi pendidikan yang memberikan banyak masukan mengenai penyusunan yang baik.

4. Bapak Undang di BPS Kota Bogor atas bantuan dan motivasinya bagi penulis serta para Pedagang Kaki Lima yang telah bersedia menjadi responden.

5. Kedua orang tua penulis, Ibu Ida H. dan Bambang K. atas segala doa, dukungan dan kasih sayang yang tak terhingga serta Adik Arimbi atas doa, perhatian dan motivasi kepada penulis.

6. Seluruh dosen yang telah memberikan banyak ilmu yang sangat berharga dan segenap Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi atas bantuannya selama ini. 7. Sahabat penulis Gina Fatria, Meilani Putri, Sonya Puspa, Manda Khairatul dan

Mas Andro atas kebersamaan, perhatian, motivasi dan dukungannya kepada penulis.

8. Teman-teman satu bimbingan Wasi Nur, Malla Dewi dan Maslina Karlince atas bantuan, dukungan dan kerjasamanya.

9. Teman-teman Kos Putri Puri Madani, Nina Hanifa, Nuha Hera, Vioci Desa dan Nisa atas motivasi, perhatian dan kebersamaannya selama ini.

10. Seluruh teman-teman Ilmu Ekonomi 46 atas kebersamaan dan keceriaan selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang 1 

Perumusan Masalah 4 

Tujuan Penelitian 6 

Manfaat Penelitian 7 

Ruang Lingkup Penelitian 7 

TINJAUAN PUSTAKA 7 

Sektor Informal 7 

Pedagang Kaki Lima 8 

Pendapatan 9 

Modal 9 

Retribusi 9 

Penelitian Terdahulu 10 

Kerangka Pikir 12 

METODE 12 

Lokasi dan Waktu Penelitian 12 

Metode Pengambilan Sampel 13 

Jenis dan Sumber Data 13 

Metode Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pendapatan 13 

Definisi Operasional Variabel 14 

Pengujian Statistik Analisis Regresi 15 

Pengujian Asumsi Klasik 15 

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 

Gambaran Umum Kota Bogor 17 

Kondisi Usaha PKL Makanan 18 

Karakteristik Responden PKL Makanan di Kota Bogor 20 

Analisis Regresi Linier Berganda 22 

SIMPULAN DAN SARAN 27 

Simpulan 27 

Saran 27 

DAFTAR PUSTAKA 28 

LAMPIRAN 30

(13)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah penduduk yang datang dan pindah di Kota Bogor tahun 2009-

2012 1 

2 Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk di Kota Bogor tahun

1990, 2000, dan 2010 2 

3 Penduduk usia 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan utama di Kota

Bogor tahun 2008-2011 3 

4 Persentase Penduduk Miskin Usia 15 Tahun ke atas dan Status Bekerja

Kota Bogor Tahun 2008-2011 4 

5 Tarif retribusi berdasarkan Perda Nomor 4 Tahun 2012 9 

6 Distribusi Sampel Responden PKL 18 

7 Karakteristik responden PKL makanan di Kota Bogor 21  8 Faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan PKL 23 

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pendapatan

PKL makanan di Kota Bogor 12 

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil output analisis regresi berganda 30 

2 Hasil uji kenormalan 30 

3 Hasil uji Glejser 31 

4 Hasil output Pearson correlation 31 

5 Distribusi PKL Kota Bogor 32 

6 Daftar lokasi pembinaan dan penataan usaha Pedagang Kaki Lima

(PKL) 34 

(14)
(15)
(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Todaro dan Smith (2006) mengemukakan migrasi adalah perpindahan penduduk dari perdesaan ke perkotaan. Migrasi dapat menyebabkan ketidakseimbangan struktural antara sisi penawaran dan sisi permintaan. Pada sisi penawaran, migrasi internal dapat meningkatkan jumlah pencari kerja di perkotaan yang melampaui tingkat atau batasan pertumbuhan penduduk. Pada sisi permintaan, kesempatan kerja yang tersedia relatif terbatas akibat penciptaan kerja lebih sulit dan mahal di perkotaan dari penciptaaan kerja di pedesaan.

Todaro dan Smith (2006) juga mengemukakan bahwa orang-orang melakukan migrasi pada umumnya berdasarkan perimbangan ekonomi rasional, dimana keputusan untuk melakukan migrasi tergantung kepada perbedaan upah rill yang lebih besar yang diharapkan antara desa dan kota serta peluang untuk memperoleh pekerjaan di kota. Pada intinya teori ini menganggap bahwa para migran akan membandingkan penghasilan yang diharapkan di daerah tujuan dengan penghasilan di daerah asal. Mereka akan melakukan migrasi bila penghasilan di daerah tujuan lebih besar dari penghasilan di daerah asal.

Jumlah penduduk yang datang dan pindah di Kota Bogor dapat ditunjukkan pada Tabel 1.Pada tahun 2009 jumlah penduduk yang datang lebih besar dibandingkan jumlah penduduk pindah yakni masing-masing 12 709 orang dan 3 391 orang. Pada tahun 2011 jumlah penduduk yang datang dan pindah justru berkebalikan dengan tahun 2009, dimana jumlah penduduk yang datang sebanyak 13 869 orang dan jumlah penduduk yang pindah sebanyak 18 588 orang. Data terbaru 2012 menunjukkan jumlah penduduk yang datang sebanyak 19 642 orang sedangkan jumlah penduduk yang pindah sebanyak 27 146.Walaupun jumlah penduduk yang pindah lebih besar dari jumlah penduduk yang datang, Kota Bogor masih memiliki daya tarik bagi para migran.

Tabel 1Jumlah penduduk yang datang dan pindah di Kota Bogor tahun 2009- 2012

Kategori Jumlah Penduduk (orang)

2009 2010 2011 2012

Penduduk datang

12 709 3 096 13 869 19 642

Penduduk pindah

3 391 6 143 18 588 27 146

Sumber:BPS Kota Bogor, 2011

(17)

2

pertumbuhan penduduk Kota Bogor tahun 1990-2000 sebesar 10.25% sedangkan pada tahun 2000-2010 sebesar 2.3%.

Tabel 2Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk di Kota Bogor tahun 1990, 2000, dan 2010

Kecamatan Jumlah Penduduk (Orang)

Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun (%)

1990 2000 2010 1990-2000 2000-2010

Bogor Selatan 52 061 147 507 181 392 10.50 2.09 Bogor Timur 62 403 77 000 95 098 2.12 2.13 Bogor Utara 81 046 132 113 170 443 4.93 2.57 Bogor Tengah 35 393 91 230 101 398 9.55 1.07 Bogor Barat 40 808 166 427 211084 14.17 2.40

Tanah Sareal - 136 542 190919 - 3.38

Jumlah 271 711 750 819 950334 10.25 2.38

Sumber: BPS Kota Bogor, 2011

Para migran yang datang ke kota seringkali tidak memperhitungkan resiko yang akan diterimanya. Salahsatu resiko yang akan diterima adalah keterbatasan lapangan pekerjaan. Para migran yang datang harus mampu bersaing dengan penduduk asli kota tersebut. Jika tidak dapat bersaing para migran akan menjadi pengangguran. BPS (2012) dari sisi ekonomi, pengangguran merupakan produk dari ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang tersedia. Ketersediaan lapangan kerja yang relatif terbatas, tidak mampu menyerap para pencari kerja yang senantiasa bertambah setiap tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Tingginya angka pengangguran menimbulkan berbagai masalah di bidang sosial, seperti kemiskinan dan kerawanan sosial.

Pertumbuhan tenagakerja yang kurang diimbangi dengan pertumbuhan lapangan kerja akan menyebabkan tingkat kesempatan kerja cenderung menurun. Di sisi lain, jumlah penduduk yang bekerja tidak selalu menggambarkan jumlah kesempatan kerja yang ada. Hal ini dikarenakan sering terjadinya mismatch dalam pasar kerja, dan juga kecenderungan orang memiliki pekerjaan rangkap (BPS 2012).

(18)

3

Tabel 3Penduduk usia 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan utama di Kota Bogor tahun 2008-2011

Jenis kegiatan utama 2008 2009 2010 2011

I Angkatan kerja 463172 476 126 418 742 436 206

II Bukan angkatan kerja (Sekolah, Mengurus Rumah Tangga, dan lainnya)

303 907 316 876 220 004 268 225

JUMLAH 767 079 793002 638 746 704 431

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) (%)

60.38 60.04 65.56 61.92

Tingkat Pengangguran (%) 18.52 19.04 17.20 10.31

Sumber:Kota Bogor Dalam Angka, BPS, 2012

Para migran yang datang ke kota namun tidak memiliki pekerjaan maka akan dikategorikan miskin. Hal ini dikarenakan para migran tidak memiliki pendapatan untuk tetap bertahan hidup di kota. Akibatnya muncul dualisme sektor yakni sektor formal dan sektor informal. Migran yang datang ke kota dan memiliki keterbatasan keahlian sudah tentu sulit mencari pekerjaan di sektor formal. Sektor formal memiliki kesulitan untuk dimasuki akibat berbagai macam persyaratan. Di sisi lain, terdapat sektor informal sebagai jawaban bagi migran untuk memiliki pendapatan dikarenakan keterbatasan keahlian.

Keberadaan sektor informal yang umumnya tidak terorganisir dan tidak tertata secara khusus melalui peraturan, resminya baru dikenal pada tahun 1970-an sesudah diadak1970-annya ser1970-angkai1970-an observasi di beberapa negara-negara berkembang yang sejumlah besar tenagakerja perkotaannya tidak memperoleh tempat atau pekerjaan di sektor modern yang formal. Di kota-kota itu, para tenaga kerja pendatang baru yang sangat banyak harus menciptakan suatu lapangan kerja sendiri atau bekerja pada perusahaan-perusahaan kecil milik keluarga. Bidang-bidang kerja kecil-kecilan seperti itu sangat banyak jenisnya. Mulai dari pedagang keliling, pedagang asongan di jalanan dan trotoar, penulisan papan nama, pemulung hingga pembersih sampah (Todaro dan Smith 2006).

Sektor informal memberikan kemungkinan kepada tenagakerja yang berlebih di perdesaan untuk migrasi dari kemiskinan dan pengangguran. Sektor informal sangat berkaitan dengan sektor formal di perkotaan. Sektor formal tergantung pada sektor informal terutama dalam hal input murah dan penyediaan barang-barang bagi pekerja di sektor formal. Sebaliknya, sektor informal tergantung dari pertumbuhan di sektor formal. Sektor informal kadang-kadang justru mensubsidi sektor formal dengan menyediakan barang-barang dan kebutuhan dasar yang murah bagi pekerja di sektor formal (BAPPENAS 2009).

(19)

4

Di satu segi sektor informal masih memegang peranan penting menampung angkatan kerja, terutama angkatan kerja muda yang masih belum berpengalaman atau angkatan kerja yang pertama kali masuk ke pasar kerja.Keadaan ini dapat mempunyai dampak positif mengurangi tingkat pengangguran terbuka. Tetapi di segi lain menunjukkan gejala tingkat produktifitas yang rendah, karena masih menggunakan alat-alat tradisional dengan tingkat pendidikan serta keterampilan yang relatif rendah (Firnandy 2007).

Berdasarkan Tabel 4 yang menunjukkan persentase penduduk miskin usia 15 ke atas dan status bekerja Kota Bogor. Pada tahun 2008, sektor informal mampu menyerap penduduk miskin sebesar 50.01%. Pada tahun 2009, sektor informal juga masih lebih tinggi dibandingkan dengan sektor formal yakni 37.65%. Namun pada tahun 2011, semakin banyak penduduk miskin yang tidak bekerja yaitu sebanyak 51.68%. Dari tabel pula menunjukkan penduduk miskin yang tidak bekerja semakin banyak tiap tahunnya.Ada kecenderungan penduduk miskin semakin tidak dapat memasuki sektor informal untuk bekerja.

Tabel 4Persentase Penduduk Miskin Usia 15 Tahun ke atas dan Status Bekerja Kota Bogor Tahun 2008-2011

Tahun Status Bekerja

Tidak Bekerja Bekerja di Sektor Informal Bekerja di Sektor Formal

2008 11.11 50.01 38.88

2009 15.30 37.65 22.67

2010 17.24 34.48 48.28

2011 51.68 21.10 27.23

Sumber: BPS, 2008-2011

Perumusan Masalah

Migrasi, selain dapat menimbulkan masalah peningkatan jumlah penduduk juga dapat menimbulkan masalah pengangguran dan kemiskinan. Pengangguran terjadi akibat angkatan kerja yang masuk ke perkotaan tidak dapat terserap seluruhnya.Sementara kemiskinan timbul akibat seseorang tidak memiliki penghasilan.Jalan alternatif yang dipilih oleh para pendatang (migran) untuk tetap bertahan hidup di perkotaan adalah dengan masuk ke sektor informal.Sektor informal mudah dimasuki tanpa harus memiliki keterampilan seperti di sektor formal.

Peluang sektor informal untuk tetap bertahan atau berkembang, dapat dilihat dari sisi penawaran, masih terdapat struktural ketenagakerjaan di dalam negeri yang memberi peluang besar bagi pertumbuhan sektor informal. Dengan adanya krisis ekonomi, peluang tersebut semakin besar, terbukti pada saat krisis ekonomi tahun 1998 lalu telah memberi sejumlah dorongan positif bagi pertumbuhan

(20)

5

Salahsatu sektor informal yang terdapat di perkotaan adalah Pedagang Kaki Lima (PKL). Istilah PKL ini berkembang dari Prancis, yaitu trotoir. Di sepanjang jalan raya di Prancis, dimana berderet bangunan bertingkat, pada lantai paling bawahnya biasanya disediakan ruang untuk pejalan kaki selebar lima kaki atau setara dengan 1.5 meter. Dalam perkembangannya para pedagang informal menempati trotoar tersebut untuk berjualan, sehingga muncul istilah pedagang kaki lima. Di Indonesia sendiri lebih dikenal dengan istilah PKL.

Sekitar tahun 1980-an, kita hanya mengenal istilah pedagang pasar, pedagang kelontong, pedagang makanan, dan sebagainya.Saat itu, pengertian pedagang hanya terkait dengan lokasi atau jenis barang dagangan. Di awal tahun 1990-an, mulai dikenal istilah pedagang kaki lima yang identik dengan orang yang menjual dagangan menggunakan gerobak. Asumsi kasarnya, gerobak adalah benda yang ditopang empat kaki kayu. Bila ditambahkan dengan orang yang memegangnya, maka kakinya menjadi lima (Handayani 2009).

PKL merupakan salahsatu permasalahan yang terjadi di perkotaan.Sebagai contoh Kota Solo, jumlah PKL yang tercatat tahun 2006 sebanyak 5 817 orang pedagang.Belum ada data jelas mengenai awal kemunculan PKL di Kota Solo.Keberadaan PKL mulai teridentifikasi dan berkembang pesat setidaknya sejak krisis moneter tahun 1997-1998.Beberapa kasus memperlihatkan, sebagian PKL berasal dari para pekerja di pabrik yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).Mereka bekerja di pabrik-pabrik di berbagai wilayah Karisidenan Surakarta maupun di kota-kota besar di seluruh Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya dan Semarang.Krisis moneter yang melanda Indonesia berdampak pada penutupan pabrik-pabrik.Akibatnya, ribuan buruh harus kehilangan pekerjaannya, padahal pabrik-pabrik tersebut adalah tempat mereka menggantungkan hidup.Sebagian buruh yang mengalami PHK, memutuskan kembali ke daerah asal masing-masing dan melakukan usaha untuk mempertahankan perekonomian keluarga. Hal ini merupakan salahsatu cikal bakal berkembangnya kegiatan perdagangan kaki lima (Handayani 2009).

Di Kota Bogor sendiri yang menjadi objek penelitian juga memiliki permasalahan pedagang kaki lima. Berdasarkan Laporan Akhir Pemetaan Lokasi PKL Kota Bogor 2010, terdapat 10 522 orang yang bekerja sebagai PKL (lihat Lampiran 5). Dari populasi tersebut, jenis barang yang ditawarkan berupa barang industri dan kerajinan; barang hasil pertanian; makanan, minuman, jajanan dan oleh-oleh; jasa (tambal ban dan servis); lainnya. Jenis barang yang banyak dijual oleh pedagang adalah makanan, minuman, jajanan dan oleh-oleh, diikuti oleh barang hasil pertanian dan barang industri dan kerajinan. Proporsi pedagang untuk masing-masing jenis barang tersebut adalah 4 570 orang, 3 521 orang dan 937 orang.

(21)

6

makanan penduduk miskin.Lokasi usaha yang berdekatan dengan perkantoran kian menambah pembeli bagi PKL.

Selain itu Kementrian Koperasi dan UKM melaksanakan program pengembangan PKL pangan atau kuliner melalui rintisan model yang berlokasi di beberapa titik. Rintisan model ini dilaksankan secara multiyears dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 melalui pendampingan koperasi pedagang yaitu KSU Pedagang Bineka dan KSU Pedagang Selobang yang terbentuk pada tanggal 11 Mei 2011.Model pengembangan PKL pangan atau kuliner tersebut telah memberikan perubahan yang menggembirakan terhadap kinerja PKL pangan atau kuliner seperti adanya jaminan keamanan usaha bagi pedagang dan memudahkan mereka mendapatkan berbagai fasilitas untuk pemenuhan kinerja PKL.Hal ini mendukung Kota Bogor sebagai primadona kota wisata kuliner bagi para wisatawan yang berkunjung.

Keberadaan PKL di perkotaan memberikan dampak positif dan negatif bagi lingkungan sekitar. Dampak positif PKL merupakan celah bagi masyarakat yang tidak memiliki keterampilan dan berpendidikan untuk tetap bertahan hidup. Sektor informal dapat berperan sebagai katup pengaman ekonomi karena dapat membuka peluang pekerjaan baru. Dampak negatif munculnya PKL dirasakan oleh para pejalan kaki akibat semakin kecil luas trotoar yang dapat dilalui, sehingga pejalan kaki berjalan tidak pada tempatnya. Tak jarang keberadaan PKL menimbulkan kemacetan bagi para pengguna jalan dan mengurangi nilai keindahan kota.

Berbagai program telah dilakukan untuk menata dan membina para PKL seperti yang telah dilakukan di Stasiun Kereta Api Kota Bogor yang telah tertata rapih lokasi usahanya. Kemudian model pengembangan PKL pangan atau kuliner yang telah disebar di beberapa titik lokasi di Kota Bogor sebanyak 14 lokasi.Lokasi tersebut telah tertata rapih sebagai tempat berjualan dengan didukung fasilitas yang memadai.Lokasi tersebut telah menggunakan kubik-kubik kayu hasil kerjasama dengan Dinas Usaha Kecil dan Menengah Kota Bogor.Dengan adanya berbagai program tersebut, diharapkan terjadinya formalisasi sektor informal menjadi sektor formal sehingga keberadannya terdaftar.

Atas berbagai isu terkini mengenai PKL, peneliti berusaha untuk merumuskan pertanyaan terkait dengan pemaparan latar belakang. Adapun pertanyaannya adalah:

1. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pendapatan PKL makanan? 2. Bagaimana implikasikebijakan penanganan PKL makanan?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menjawab perumusan masalah, yaitu:

1. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan PKL makanan. 2. Merumuskan implikasi kebijakan penanganan PKL makanan dari hasil

(22)

7

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat umum mengenai sektor informal khususnya PKL makanan di Kota Bogor. Selain itu, penelitian ini ingin memberikan masukan bagi aparat pemerintah daerah untuk lebih memperhatikan PKL. PKL tidak hanya berperan dalam menimbulkan kemacetan namun PKL dapat berperan sebagai katup pengaman ekonomi.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan PKL makanan dan implikasi kebijakan penanganan PKL di Kota Bogor. Responden yang diteliti adalah pedagang kaki lima makanan. Lokasi yang menjadi penelitian terbagi menjadi dua, yakni zona legal dan zona ilegal.

TINJAUAN PUSTAKA

Sektor Informal

Berdasarkan kajian tentang sektor informal, beberapa informasi karakteristik pembeda sektor formal dan sektor informal dapat dilihat dari: (i) keteraturan cara kerja, (ii) hubungan dengan perusahaan, (iii) curahan waktu, serta (iv) status hukum kegiatan yang dilakukan. Berdasarkan karakteristik tersebut, beberapa karakteristik sektor informal adalah: mudah masuk; bergantung pada sumberdaya sendiri; kepemilikan keluarga; beroperasi pada skala kecil; padat tenaga kerja; teknologi sendiri; kemampuan didapatkan diluar pendidikan formal; tidak ada peraturan, pasar sangat terbuka dan kompetitif. Sedangkan karakteristik sektor formal adalah: sulit masuk; bergantung pada sumberdaya dari luar; kepemilikan perusahaan; skala besar; padat modal atau modal besar; teknologi impor; kemampuan didapatkan dari pendidikan formal, menggunakan beberapa tenaga asing atau ekspatriat; pasar terproteksi (tarif, kuota, izin perdagangan) (BAPPENAS 2011).

Sektor informal sering dipandang sebagai sektor transisi bagi tenaga kerja dari sektor pertanian di desa ke sektor industri di kota. Fenomena munculnya sektor informal hanyalah bersifat temporer. Akibat keterampilan yang terbatas, para pencari kerja dari desa, pada awal kepindahannya untuk sementara berusaha dan bekerja di sektor informal. Setelah mapan dan berpengalaman mereka mengalihkan usahanya ke sektor formal. Disinilah terjadi proses formalisasi sektor informal, dimana terjadi peralihan status usaha yang tadinya informal menjadi formal, dan berpindahnya pekerja yang tadinya bekerja di sektor informal ke sektor formal (BAPPENAS 2011).

(23)

8

perusahaan persaingan monopolistik yang bercirikan mudahnya untuk memasuki industri, kapasitas berlebih, dan adanya persaingan menurunkan laba (pendapatan) menuju rata-rata harga penawaran tenaga kerja potensial yang baru. Para pekerja yang menciptakan sendiri lapangan kerjanya di sektor informal biasanya tidak memiliki pendidikan formal. Pada umumnya, mereka tidak mempunyai keterampilan khusus dan sangat kekurangan modal kerja. Oleh sebab itu, produktivitas dan pendapatan mereka cenderung lebih rendah daripada kegiatan-kegiatan bisnis yang ada di sektor formal. Selain itu, mereka yang berada di sektor informal tersebut juga tidak memiliki jaminan keselamatan kerja dan fasilitas-fasilitas kesejahteraan seperti yang dinikmati rekan-rekan mereka di sektor formal, misalnya tunjangan keselamatan kerja dan dana pensiun. Umumnya, mereka yang berada di sektor informal adalah pendatang baru dari pedesaan atau kota kecil yang gagal memperoleh tempat di sektor formal.

Pedagang Kaki Lima

Berdasarkan Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2005 tentang penataan pedagang kaki lima, ada beberapa pasal yang perlu diperhatikan mengenai PKL. 1. Bab I Ketentuan Umum Pasal 1, PKL adalah penjual barang dan atau jasa yang

secara perorangan dan atau kelompok berusaha dalam kegiatan ekonomi yang tergolong dalam skala usaha kecil yang menggunakan fasilitas umum dan bersifat sementara atau tidak menetap dengan menggunakan peralatan bergerak maupun tidak bergerak dan atau menggunakan sarana berdagang yang mudah dipindahkan dan dibongkar pasang.

2. Bab II Pasal 2, lokasi usaha hanya dapat dilakukan pada tempat yang ditetapkan oleh Walikota.

3. Pasal 3, setiap orang dilarang melakukan transaksi perdagangan dengan PKL pada lokasi yang dilarang digunakan untuk tempat usaha PKL.

4. Pasal 5, jenis tempat usaha terdiri dari lesehan, gelaran, tenda, gerobak beroda, motor dan mobil.

5. Pasal 7, setiap PKL hanya dapat memiliki satu izin yang diberikan dalam jangka waktu satu tahun dan dapat diperpanjang.

6. Pasal 12, PKL wajib membayar pajak dan atau retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan.

7. Pasal 15, PKL dilarang melakukan kegiatan usahanya di dalam lingkungan instansi pemerintah, sekolah dan tempat peribadatan serta di lokasi pasar, menempati parit, tanggul, taman kota, jalur hijau, monumen dan taman pahlawan. Selain itu, PKL dilarang melakukan usaha di ruas-ruas jalan tertentu yang tidak ditetapkan untuk lokasi PKL.

(24)

9

Pendapatan

Pendapatan didefinisikan sebagai nilai maksimum yang dapat di konsumsi oleh seseorang dalam satu periode dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti semula. Pendapatan PKL makanan merupakan jumlah harta yang dimiliki pedagang setelah penerimaan dikurangi biaya produksi dari penjualan barang dan jasa. Biaya produksi meliputi retribusi, biaya kebersihan, biaya listrik dan biaya sewa usaha. Pendapatan yang diperoleh diakumulasi selama 30 hari waktu kerja.

Modal

Modal merupakan salah satu faktor masukan (input) yang penting bagi keberlangsungan usaha. Modal adalah dana awal yang dimiliki oleh pedagang dan digunakan untuk memulai usaha. Modal dapat berasal dari lembaga keuangan seperti bank, lembaga keuangan non-bank seperti koperasi ataupun tabungan pribadi. Tidak jarang para pedagang sulit mendapatkan modal usaha dikarenakan birokrasi yang sulit dan berbelit oleh lembaga keuangan.

Retribusi

Peraturan Daerah (Perda) Kota Bogor Nomor 4 Tahun 2012 tentang retribusi jasa umum mengenai ketentuan umum, yang dimaksud dengan retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi yang dikenakan kepada PKL berupa retribusi pelayanan persampahan atau kebersihan yaitu retribusi yang dipungut atas pelayanan pengelolaan persampahan dan kebersihan di daerah.Besar tarif yang dikenakan dapat dilihat tabel berikut.Oleh sebab itu, besaran tarif pungutan resmi berbeda di tiap lokasi berdagang.Perda Nomor 4 Tahun 2012 hanya berlaku di lokasi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kota Bogor. Oleh sebab itu, besaran tarif pungutan resmi berbeda di tiap lokasi berdagang.Perda Nomor 4 Tahun 2012 hanya berlaku di lokasi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kota Bogor.Besaran tarif retribusi dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5Tarif retribusi berdasarkan Perda Nomor 4 Tahun 2012

TIPE/KELAS Tarif (Rp,00)

Mempunyai tempat tetap atau memakai peneduh

1 000/0.01 m3/hr Tidak mempunyai tempat tetap atau

tidak memakai peneduh

500/0.01 m3/hr

(25)

10

Penelitian Terdahulu

Penelitian Dasgupta (2003) membahas tentang struktur dan perilaku sektor informal yaitu pedagang kaki lima di bidang jasa di New Delhi, India.penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik demografi dan sosio ekonomi sektor informal jasa, struktur ekonomi usaha, alasan tenaga kerja bekerja di sektor informal dan hubungannya dengan sektor lain.Penelitian ini menggunakan data primer sebanyak 289 responden. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa ada dominasi migran sebagai pedagang kaki lima; terdapat perbedaan pendapatan yang signifikan antara migran dan non-migran dimana migran memiliki pendapatan lebih rendah; pendapatan dipengaruhi oleh lokasi usaha; pendidikan tidak mampu menjelaskan perbedaan pendapatan; pengalaman kerja memiliki pengaruh positif terhadap pendapatan; rata-rata pendapatan bersih migran di sektor informal jasa lebih rendah dibandingkan dengan upah tenaga kerja tidak terampil di sektor formal; 67.8% migran responden menyatakan bahwa pendapatan yang diterima di perkotaan lebih besar daripada pendapatan perdesaan, tetapi rata-rata pendapatan bersih rumah tangga migran berada dibawah garis kemiskinan. Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pendapatan antara lain rata-rata lama jam kerja per hari, investasi, usia responden dan pengalaman kerja.Selain itu, akses terhadap kebutuhan kredit rendah seperti halnya rendahnya pendidikan.

Penelitian Yusuf (2006), ada tiga fenomena yang melatarbelakangi berkembangnya ekonomi sektor informal, yaitu surplus tenaga kerja, rendahnya daya beli masyarakat dan faktor budaya. Lokasi penelitian di Kota Tangerang dengan mengambil sampel 150 responden yang bekerja di sektor informal menjelaskan bahwa luasnya kesempatan kerja di sektor informal di kota merupakan faktor utama daya tarik migran ke kota. Pendapatan rata-rata migran responden adalah 1631176 rupiah per bulan, lebih tinggi daripada tingkat upah per bulan buruh. Profesi yang paling rendah pendapatannya adalah pemulung, tetapi masih tergolong mampu untuk hidup kota dengan biaya hidup rata-rata 400000 rupiah per bulan. Tingkat pendapatan migran dipengaruhi oleh faktor umur, tingkat pendidikan, lama bekerja di kota, strategi usaha (mobilitas horizontal dan vertikal), status pekerjaan, jenis usaha, dan asal daerah.

Penelitian Murtadlo (2007) mengenai pengaruh modal dan lokasi terhadap pendapatan PKL pakaian jadi di Pasar Anyar Kota Bogor menemukan bahwa modal berpengaruh positif terhadap penjualan dan pendapatan PKL dengan nilai elastisitas 0.407, artinya jika modal yang mereka gunakan dinaikkan sebesar 1% akan meningkatkan pendapatan sebesar 0.407%. Sedangkan lokasi tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pendapatan PKL, menganalisis elastisitas modal dan lokasi terhadap imbalan yang diperoleh keluarga dan tenaga kerja luar keluarga juga menganalisis tingkat pengembalian investasi yang dilihat berdasarkan lokasi berdagang. Faktor-faktor yang diteliti memengaruhi pendapatan meliputi modal, jenis kelamin, pendidikan, lokasi, sumber pasokan, umur dan pengalaman kerja.

(26)

11

global dimana dapat terjadi di desa, kota dan negara. Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi pengaruh pendapatan pedagang kaki lima terhadap investasi, penawaran tenaga kerja dan tingkat buta huruf.Penelitian menggunakan data primer 170 responden pedagang kaki lima. Pendapatan rata-rata per bulan tertinggi adalah pedagang kaki lima pakaian dan selanjutnya adalah pedagang kaki lima makanan. Investasi yang dimaksud berupa modal awal usaha. Sedangkan penawaran tenaga kerja yang dimaksud adalah total anggota keluarga yang turut membantu usaha. Hasil penelitian menemukan bahwa tingkat pendidikan dan investasi berpengaruh positif terhadap pendapatan. Artinya jika terjadi peningkatan tingkat pendidikan dan investasi, turut meningkatkan pendapatan. Sektor pedagang kaki lima merupakan sektor penting yang menyediakan pekerjaan dan pendapatan kepada orang miskin perdesaan yang berada di perkotaan.

Penelitian Mubarok (2012) mengenai karakteristik dan permasalahan pedagang kaki lima (PKL) serta strategi penataan dan pemberdayaannya dalam kaitan dengan pembangunan ekonomi wilayah Kota Bogor menemukan bahwa karakteristik PKL berpendidikan rendah, tidak dapat dikategorikan miskin dan mampu mendapatkan pendapatan bersih diatas UMR kota. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa omset, modal awal dan dummy lokasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan PKL. Selain itu pendapatan PKL berpengaruh nyata terhadap konsumsi rumah tangga. PKL turut berkontribusi terhadap ekonomi Kota Bogor karena telah menjadi mata pencaharian utama dan menciptakan peluang dan lapangan kerja.Tipologi PKL yang dipilih adalah Pasar Sayur Malam, Pasar Kuliner dan Pasar Tumpah. Total sampel yang diambil adalah sebanyak 180 responden.

(27)

12

Kerangka Pikir

Gambar 1Kerangka pikir faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pendapatan PKL makanan di Kota Bogor

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di dua lokasi berbeda dimana lokasi pertama adalah lokasi legal yang dikelola oleh Pemerintah Kota Bogor sedangkan yang kedua adalah lokasi ilegal. Lokasi legal tersebar di beberapa tempat yakni Jalan

Migrasipenduduk ke perkotaan Lapangan pekerjaan terbatas

Timbul pengangguran dan kemiskinan

Dualisme sektor

Sektor informal

Sektor formal Pedagang Kaki Lima

(PKL)

Faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan PKL Makanan Analisis regresi

berganda

(28)

13

Binamarga, Gang Selot, Jalan Papandayan, Jalan Cidangiang Bawah, Jalan Sukasari 3, Jalan Bangbarung Raya dan Jalan Batu Tulis. Sedangkan lokasi ilegal berada di Jalan Cidangiang, Jalan Dewi Sartika, Jalan K.H. Abdullah bin Nuh, Persimpangan Jalan Otto Iskandar Dinata – Jalan Suryakencana, Jalan Dr. Semeru, Gang Aut, dan Jalan Sholeh Iskandar. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan mulai dari bulan April hingga Juni 2013.

Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel menggunakan teknik nonprobability dengan metode purposive sampling dan convenience sampling. Purposive sampling

merupakan prosedur yang digunakan peneliti dalam memilih responden dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu karena karakteristik populasi yang tidak diketahui secara pasti. Sedangkan convenience sampling merupakan teknik dalam memilih sampel berdasarkan kemudahan (Juanda 2009).

Purposive sampling digunakan ketika peneliti menentukan kriteria PKL yang akan diteliti. Peneliti memilih PKL makanan dikarenakan berdasarkan Laporan Akhir Pemetaan Lokasi Pedagang Kaki Lima (2010) jumlah pedagang makanan memiliki populasi terbesar yaitu 4570 orang yang tersebar di 51 titik lokasi.Para pedagang makanan ini memiliki peranan penting dalam penyediaan panganan murah bagi para buruh pabrik seperti yang telah ditelah dijelaskan dalam perumusan masalah. Sedangkan convenience sampling digunakan akibat kesulitan mencari responden yang bersedia diwawancarai pada lokasi yang telah ditentukan. Sampel yang digunakan sebanyak 51 orang responden pedagang kaki lima makanan.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data dan informasi yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Data primer diperoleh dengan metode survei, yaitu informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan wawancara dan kuisioner. Kuisioner berisikan pertanyaan-pertanyaan terkait dengan variabel dalam model regresi. Data primer digunakan untuk melihat hubungan antara pendapatan dan faktor-faktor yangmemengaruhinya.Data primer yang diperoleh sebanyak 51 orang responden pedagang kaki lima. Data sekunder adalah data hasil publikasi atau dalam bentuk

file digital.Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor, Dinas Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Kota Bogor dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Bogor.

Metode Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pendapatan

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan analisis linier berganda dengan pendekatan OLS (Ordinary Least Square) menggunakan

softwareMinitab 14 dan Microsoft Excell 2007.

(29)

14

dari beberapa peubah bebas X1, X2, …, Xk dan komponen sisaan ε (error). Model ini merupakan pengembangan model regresi sederhana (1 peubah bebas). Persamaan model regresi linier berganda secara umum (model populasi) adalah sebagai berikut:

Yi = βi X1i + β2 X2i + β3 X3i +…+ βk Xki + εi

Subskrip i menunjukkan nomor pengamatan dari 1 sampai N untuk data populasi, atau sampai n untuk data contoh (sample). Xki merupakan pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk.

Model regresi linier berganda yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan PKL makanan adalah:

Yi = β1 + β2 MODi + β3 Ui + β4 PENDi + β5 LJKi + β6 PENGi + β7 RETi + β8 PELi + β9 LOKi

Keterangan:

Yi : Pendapatan bersih per hari PKL (rupiah) MODi : Modal awal usaha PKL (rupiah)

Ui : Usia PKL (tahun)

PENDi : Tingkat pendidikan PKL (1 = SD, 2 = SMP, 3 = SMA, 4 =Perguruan Tinggi)

LJKi : Lama jam kerja per hari (jam)

PENGi : Lama pengalaman kerja sebagai PKL (tahun)

RETi : Pungutan resmi atau tidak resmi yang dibayar PKL (rupiah)

PELi : Pelatihan yang diperoleh dari Pemerintah Kota Bogor (1 = pernahdan 2 = tidak pernah)

LOKi : Lokasi penelitian (1 = lokasi legal dan 0 = lokasi ilegal)

Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel-variabel yang digunakan dalam analsis regresi untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan antara lain:

1. Pendapatan bersih PKL (Yi) adalah selisih antara penerimaan yang diperoleh dengan biaya untuk menghasilkan barang atau jasa usaha tersebut. Satuan pendapatan adalah rupiah per hari.

2. Modal (MODi) adalah jumlah dana yang digunakan untuk peralatan seperti gerobak, peralatan makan, dan tenda. Satuan modal adalah rupiah.

3. Usia (Ui) adalah usia saat menjadi PKL. Satuan usia adalah tahun.

4. Tingkat pendidikan (PENDi) adalah pendidikan yang pernah ditempuh oleh pedagang dan digolongkan menjadi SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. 5. Lama jam kerja (LJKi) adalah lamanya pedagang berjualan dalam satu hari.

Satuan lama jam kerja adalah jam per hari.

6. Pengalaman (PENGi) adalah lamanya pengalaman menjadi PKL. Satuan pengalaman kerja adalah tahun.

(30)

15

8. Pelatihan (PELi) adalah suatu sarana yang diberikan oleh Pemerintah Kota Bogor untuk meningkatkan higienitas makanan yang disajikan.

9. Lokasi (LOKi) adalah lokasi penelitian meliputi lokasi legal dan lokasi ilegal.

Pengujian Statistik Analisis Regresi

Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat yang digunakan. Besarnya R2 berada diantara 0 dan 1 (0<R2<1). Semakin mendekati 1 nilai R2 maka keragaman yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor yang ada di dalam model menjadi semakin besar.

Uji F-statistic

Uji F-statistic digunakan untuk mengetahui apakah secara bersama-sama variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian memengaruhi variabel terikat secara signifikan. Jika nilai F hitung lebih besar dari nilai F kritis, maka tolak hipotesis nol bahwa pengaruh semua variabel penjelas sama dengan nol. Jika nilai F hitung tidak lebih daripada nilai F kritis, maka tidak menolak hipotesis nol bahwa variabel-variabel penjelas tidak berpengaruh apapun terhadap variabel tak bebas.

Uji t-statistic

Uji t-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel terikat secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel bebas. Dalam pendekatan uji signifikansi untuk pengujian hipotesis kita mengembangkan suatu statistik uji, mencari tahu distribusi sampling atau penarikan sampelnya, memilih tingkat signifikansi α dan menentukan nilai kritis dari statistik uji pada tingkat signifikasi yang dipilih. Bandingkan nilai statistik uji yang diperoleh dari sampel yang ada dengan nilai kritisnya dan menolak hipotesis nol apabila nilai hitung dari statistik uji lebih besar dari nilai kritisnya.

Pengujian Asumsi Klasik Uji Normalitas

(31)

16

distribusi normal.Hipotesis H0 pada uji ini adalah distribusi sisaan mengikuti distribusi normal sedangkan H1 adalah distribusi sisaan tidak mengikuti distribusi normal.Pengambilan keputusan dapat didasarkan pada nilai p-value yaitu jika p-value ≥α maka H0 diterima, sedangkan jika p-value <α maka H0 ditolak.

Uji Heteroskedastisitas

Suatu model mengalami heteroskedastisitas jika ragam error tidak konstan, sedangkan salah satu asumsi dasar metode regresi liniear adalah asumsi bahwa semua sisaan menyebar identik dengan ragam sama atau homogen yang dikenal sebagai homoskedastisitas. Penyebab adanya heteroskedastisitas ini adalah adanya data pencilan, pada data cross section, variasi dapat ditimbulkan dari korelasi yang tinggi antara x dan y.Pengujian asumsi heteroskedastisitas dalam analisis regresi menggunakan uji Glejser yang dilakukan dengan meregresikan antara variabel independen dengan nilai absolut residualnya.Pengambilan keputusan asumsi heteroskedastisitas tidak terpenuhi jika nilai signifikansi antara variabel independen dengan absolut residual lebih dari 0.05.

Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah terjadinya korelasi yang tinggi antara peubah bebas Xi yang berarti terdapat hubungan linear antar variabel penjelas X. Multikolinearitas terdiri dari multikolinearitas tidak sempurna dan multikolinearitas sempurna. Multikolinearitas tidak sempurna terjadi jika korelasi antara variabel Xi tidak sempurna [|r|<1], hal ini akan berakibat sebagai berikut: 1. Interpretasi dari koefisien dugaan menjadi sulit.

2. Nilai varians dari dugaan koefisien regresi menjadi lebih besar. 3. Banyak variabel Xi tidak signifikan.

4. Koefisien dugaan regresi menjadi lebih sensitif jika terjadi perubahan.

Multikolinearitas sempurna terjadi jika korelasi antar variabel Xi sempurna (r±1) atau dengan kata lain, variabel Xi yang satu merupakan kelipatan dari variabel Xi yang lainnya. Cara untuk mengatasi multikolinearitas antara lain yang pertama dengan uji korelasi Pearson dimana dikatakan terdapat multikolinearitas jika t hitung lebih besar dari t tabel atau nilai p-value kurang dari alpha. Kedua dengan melihat nilai VIF dan ketiga dengan melihat nilai R2 dan signifikansi dari variabel dimana dikatakan terjadi multikolinearitas jika nilai R2nya tinggi tetapi banyak variabel Xi yang tidak signifikan. Beberapa cara untuk mengatasi masalah multikolinearitas:

1. Menghilangkan variabel Xi yang menjadi penyebab multikolinearitas. 2. Menggunakan komponen regresi komponen utama (PCA).

3. Menggunakan model distribusi langsung. 4. Memilih spesifikasi model yang sesuai. 5. Menambah data baru.

(32)

17

regresi secara bersama-sama variabel independen.Jika diperoleh R2variabel melebihi R2pada model regresi, maka terdapat masalah multikolinearitas.

Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah terjadinya korelasi yang tinggi antar nilai error dari periode waktu (time series). Konsekuensi dari adanya autokorelasi:

1. Estimator kuadrat terkecil masih linear dan tak bias.

2. Tapi estimator tersebut tidak efisien yang artinya tidak memiliki variasi minimum bila dibandingkan dengan prosedur yang mempertimbangkan korelasi.

3. Varians taksiran dari estimator OLS bersifat bias. 4. Tes t dan F yang biasa tidak andal.

5. Varians dan kesalahan standar peramalan yang dihitung secara konvensional mungkin tidak efisien.

Pengujian ada tidaknya autokorelasi pada model dengan menggunakan uji statistik Durbin Watson dilihat dari nilai statistik Durbin Watsonyang mendekati 2 maka tidak terjadi masalah autokorelasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kota Bogor

Secara geografis, Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43’30”BT-106 derajat 51’00”BT dan 30’30” LS-6 derajat 41’00”LS. Kota Bogor memiliki ketinggian rata-rata minimal 190 meter dan maksimal 350 meter diatas permukaan laut. Jarak Kota Bogor dengan ibukota Jakarta kurang lebih 60 km.

Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118.50 km2. Di Kota Bogor mengalir beberapa sungai yang permukaan airnya jauh di bawah permukaan tanah, yaitu sungai Ciliwung, Cisadane, Cipakancilan, Cidepit, Ciparigi dan Cibalok. Dengan kondisi sungai seperti ini, Kota Bogor relatif aman dari bahaya banjir walaupun memiliki banyak aliran sungai.

1. Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor

2. Timur : berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor

3. Utara : berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojonggede, dan Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor

4. Barat : berbatasan dengan Kecamatan Kemang dan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor

(33)

18

Dengan ketinggian antara 190-330 m diatas permukaan laut, suhu di Kota Bogor relatif sejuk, didukung frekuensi curah hujan cukup tinggi. Pada tahun 2010 curah hujan tertinggi pada bulan Februari (806.4 mm) dan terendah pada bulan Desember (276.8 mm). Jumlah rata-rata hujan di Kota Bogor selama tahun 2010 adalah 21 hari per bulan.

Kondisi Usaha PKL Makanan

Usaha PKL Makanan yang menjadi objek penelitian adalah usaha makanan dan minuman. Jenis makanan yang menjadi objek penelitian antara lain mi ayam, ketoprak, soto mi, bubur ayam, doclang, bakso maupun makanan siap saji seperti warung nasi, warung sunda dan warung masakan padang. Jenis minuman yang menjadi objek penelitian antara lain jus buah, es doger dan minuman siap minum. Individu yang menjadi responden tersebar di beberapa lokasi di Kota Bogor.Distribusi sampel responden dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6Distribusi Sampel Responden PKL

Lokasi Jumlah Responden (orang) Persentase (%) Legal

1.Jalan Binamarga 2 4

2.Gang Selot 4 8

3.Jalan Papandayan 3 6

4.Jalan Cidangiang Bawah 6 12

5.Jalan Sukasari 3 4 8

6. Jalan Bangbarung Raya 1 2

7. Jalan Batu Tulis 1 2

Ilegal

1.Jalan Cidangiang 2 4

2.Jalan Dewi Sartika 4 8

3.Jalan KH. Abdullah bin Nuh

5 10 4.Persimpangan Jalan Otto

Iskandardinata – Jalan Suryakencana

4 8

5.Jalan Veteran 5 10

6.Gang Aut 5 10

7.Jalan Dr Semeru 2 4

8.Jalan Sholeh Iskandar 3 6

TOTAL 51 100

(34)

19

Keputusan (SK) Walikota Bogor Nomor 511.23.45-63 Tahun 2010 tentang penunjukkan lokasi pembinaan dan penataan usaha Pedagang Kaki Lima (PKL), ditetapkan beberapa lokasi yang diperbolehkan untuk berdagang (lihat Lampiran 6). Setiap pedagang yang menempati lokasi tersebut mendapatkan ijin tertulis dari Walikota Bogor c.q. Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor dan wajib membayar Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, Retribusi Pelayanan Persampahan dan khusus untuk usaha PKL yang berjualan makanan dan minuman wajib membayar pajak restoran.

Lokasi ilegal merupakan lokasi diluar pembinaan dan penataan Pemerintah Daerah Kota Bogor.Para pedagang yang berjualan di lokasi ilegal menggunakan media berupa gerobak, tenda, meja, kursi dan peralatan makan.Hal ini berbeda dengan lokasi legal, dimana lokasi ini memiliki fasilitas kios atau kubik-kubik kayu yang memadai dengan ukuran yang berbeda-beda tiap area.Pada lokasi ilegal sering terjadi penggusuran yang dilakukan oleh petugas Satpol PP setempat dan para pedagang harus mengeluarkan uang untuk menebus kembali barang dagangan yang disita petugas sedangkan lokasi legal tidak terkena penggusuran. Dilihat dari biaya retribusi yang dikenakan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Bogor, untuk lokasi legal besaran biayanya telah ditentukan sesuai ukuran kios sedangkan lokasi ilegal ditetapkan oleh wilayah setempat seperti kelurahan dan oknum tertentu, namun ada juga pedagang yang tidak membayar retribusi. Saat ini seluruh pedagang di lokasi legal belum dipungut pajak restoran dikarenakan belum ada data jelas dan lengkap mengenai omset pedagang sehingga besarnya pajak belum ditentukan.Pajak restoran ini nantinya akan dipungut oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bogor.

Alasan responden bekerja sebagai PKL beranekaragam.Dari 51 orang responden, 12 orang mengaku alasan memilih bekerja sebagai PKL karena usaha lebih menguntungkan dan 11 orang karena menganggur.Dilihat dari pekerjaan sebelum menjadi PKL, sebanyak 8 orang adalah ibu rumahtangga, 7 orang tidak memiliki usaha dan 6 orang karyawan swasta. Pekerjaan awal seperti tidak memiliki usaha dan ibu rumahtangga tidak menghasilkan pendapatan.Oleh sebab itu, pedagang mengaku bekerja sebagai PKL karena usaha lebih menguntungkan.

Selain itu, dilihat dari daerah asal PKL, sebanyak 29 orang mengaku berasal dari luar Kota Bogor sedangkan 21 orang mengaku berasal dari dalam Kota Bogor. Hal ini berkaitan dengan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa keberadaan sektor informal merupakan salahsatu jalan alternatif bagi migran untuk bekerja.Rata-rata pendapatan antara migran dan nonmigran tidak berbeda jauh, untuk pendapatan migran sebesar 181 724 rupiah sedangkan rata-rata pendapatan nonmigran 182 727 rupiah.Para responden nonmigran memiliki pendapatan yang sedikit lebih besar karena pedagang telah mengetahui seluk beluk Kota Bogor dalam memilih lokasi yang banyak dilewati oleh pembeli.

Jika diteliti berdasarkan lokasi yaitu lokasi legal dan ilegal, pedagang yang berusaha di lokasi ilegal memiliki rata-rata pendapatan lebih besar yaitu 185 667 rupiah bila dibandingkan di lokasi legal sebesar 177 143 rupiah.Lokasi ilegal memiliki pendapatan lebih besar karena beberapa lokasi ilegal tidak dipungut biaya-biaya seperti biaya retribusi.Sehingga pendapatan yang diterima pedagang adalah murni hasil penjualan makanan dalam satu hari.

(35)

20

kebutuhan hidup masing-masing alasan memiliki 6 orang responden. Para PKL berharap dengan memulai usaha sebagai PKL dapat mengumpulkan modal dari hasil keuntungan sehingga dapat ekspansi usaha.Ada juga yang mengaku alasannya ingin mencari pengalaman karena pekerjaan sebelum menjadi PKL responden ini adalah ibu rumahtangga.

Dari pemaparan kondisi usaha PKL yang diteliti, terbukti bahwa seseorang yang bekerja menjadi PKL merupakan para migran sebanyak 29 orang yang datang dari luar kota untuk mencari pekerjaan. Hal ini dikarenakan pendapatan di perkotaan lebih besar dari di pedesaan.Selain itu ada alasan menurunnya kesempatan kerja di perdesaan baik akibat penyempitan lahan pertanian maupun akibat perkembangan teknologi pertanian yang mengurangi ketergantungan pada manusia.Sektor informal seperti PKL mampu menyerap pengangguran perkotaan yang dibuktikan dari alasan responden sebanyak 11 orang menjadi PKL adalah karena menganggur.

Karakteristik Responden PKL Makanan di Kota Bogor

Karakteristik responden yang diteliti dalam penelitian secara ringkas dapat terlihat dari Tabel 7.Variabel yang dijelaskan dalam tabel adalah modal, usia, pendidikan, lama jam kerja, pengalaman, retribusi, pelatihan dan lokasi.

Modal memiliki peranan yang penting dalam memulai usaha. Modal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berupa peralatan makan, tenda dan gerobak. Modal yang digunakan oleh responden paling banyak berada pada rentang 1 juta rupiah hingga 5 juta rupiah dengan persentase 47%. Hal ini sesuai dengan penelitian Mubarok (2012) yang menemukan bahwa berdasarkan tipologi yang diteliti mayoritas responden membutuhkan modal1 juta rupiah hingga 5 juta rupiah dengan persentase 40.83%. Namun, modal untuk menjadi PKL tidak selalu kecil, 14 orang responden mengaku membutuhkan modal 5 juta rupiah hingga 25 juta rupiah. Angka ini cukup mengejutkan untuk profesi PKL, dimana dengan modal yang besar belum tentu diikuti pendapatan yang besar.

Usia responden terbanyak berada pada rentang 31-45 tahun, dimana usia ini merupakan usia produktif. Persentase pada rentang ini sebesar 49%. Hal ini sesuai dengan penelitian Mubarok (2012) yang menemukan bahwa pada rentang usia 31-45 tahun memiliki responden sebesar 47.50%. Penelitian Pratiwi (2013) yang meneliti pedagang di Stasiun Bogor juga menemukan bahwa pedagang yang berada pada usia 31-45 tahun memiliki persentase 39%. Namun, diluar usia produktif sebanyak 11 orang responden yang berusia 46-73 tahun masih bekerja sebagai PKL. Seharusnya pada usia tersebut, mereka telah menikmati hasil bekerja pada usia produktif.

(36)

21

Lama jam kerja per hari responden berada pada rentang 8.5-11 jam per hari. Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian Pratiwi (2013) yang menemukan bahwa pedagang bekerja paling banyak dalam rentang 10-15 jam per hari sedangkan Mubarok (2012) menemukan jam operasi terbanyak berada pada rentang 5-10 jam. Lama jam kerja per hari yang tidak sesuai dengan sektor formal ini belum tentu memiliki pendapatan yang sama dengan sektor formal tersebut. Para PKL harus bekerja ekstra untuk mememiliki pendapatan yang lebih besar apalagi 11 orang responden mengaku berjualan pada rentang 12-24 jam.

Tabel 7Karakteristik responden PKL makanan di Kota Bogor

(37)

22

Lokasi

Legal 21 41

Ilegal 30 59

Pengalaman kerja responden paling banyak berada pada rentang 1-10 tahun dengan presentase 53%. Hal ini sesuai dengan penelitian Pratiwi (2013) dan Mubarok (2012) yang menemukan bahwa pengalaman bekerja pedagang paling banyak berada rentang 1-10 tahun dengan persentase masing-masing 58% dan 57%. Artinya responden yang bekerja sebagai PKL merupakan orang-orang baru yang mencoba untuk memiliki pendapatan dan mencukupi kebutuhan hidup.

Pungutan yang diambil dari responden berupa retribusi jasa usaha mengenai kebersihan. Besaran retribusi berbeda-beda dari lokasi yang diteliti. Lokasi legal dipungut biaya retribusi oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) sedangkan lokasi ilegal dipungut biaya retribusi oleh kelurahan atau oknum-oknum tertentu. Responden mengaku membayar retribusi harian paling banyak berada pada rentang 500 rupiah hingga 3 000 rupiah per hari sebanyak 26 orang sedangkan yang membayar 3 000 rupiah hingga 7 000 rupiah per hari sebanyak 6 orang. Namun masih ada saja yang tidak membayar retribusi, yaitu sebanyak 19 orang.

Pelatihan yang diperoleh responden berupa kebersihan makanan dan penyajian makanan yang diberikan oleh dinas terkait. Sebanyak 67% mengaku belum pernah menerima pelatihan sedangkan sisanya 33% mengaku pernah menerima pelatihan. Pemberian pelatihan ini hanya terbatas untuk lokasi legal yang merupakan lokasi pembinaan dan penataan Pemerintah Daerah Kota Bogor dengan Dinas UMKM Kota Bogor.

Kategori lokasi dalam penelitian ini terbagi menjadi lokasi legal dan ilegal, dimana lokasi legal merupakan lokasi binaan dari Dinas UMKM Kota Bogor. Objek yang diteliti untuk lokasi legal sebesar 41% sedangkan 59% lokasi ilegal.

Analisis Regresi Linier Berganda

Faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan PKL di analisis dengan menggunakan regresi linier berganda dengan bantuan Microsoft Excel 2007 dan

software Minitab 14. Dari Tabel 8, diperoleh R2 sebesar 98.7% artinya keragaman yang mampu dijelaskan dalam model sebesar 98.7% sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Hasil uji-t atau uji model secara parsial menunjukkan bahwa nilai probabilitas yang diperoleh lebih kecil dari alpha

0,05% artinya model sudah mampu menjelaskan keragaman pendapatan.

Berdasarkan uji asumsi klasik dengan melakukan uji kenormalan, multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi maka diperoleh hasil berikut:

1. Nilai p-value pada uji Kolgorov-smirnov> 0.150 masih lebih besar dari alpha

0.05 maka terima H0, artinya asumsi residual menyebar normal terpenuhi. 2. Uji Klein melihat nilai Pearson correlation antar peubah bebas X dalam

model masih lebih kecil dari R2 regresi sebesar 0.98 maka terima H0, artinya data tidak mengalami multikolinearitas.

3. Probabilitas yang diperoleh dari uji Gleitser sebesar 0.499 lebih besar dari

(38)

23

4. Nilai Durbin-watson sebesar 2.06 artinya tidak ada autokorelasi.

Berdasarkan hasil output maka model regresi linier berganda yang diperoleh adalah:

LnY = 1.85 + 0.000053 MOD - 0.00444 U + 0.0596 PEND + 0.0214 LJK + 0.00935 PENG - 0.102 RET + 1.48 PEL + 0.797 LOK

Tabel 8Faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan PKL

Variabel Koefisien Probabilitas

Konstanta 6.375739 0.000*

Modal 1.000053 0.000*

Usia -0.99557 0.115

Pendidikan 1.061444 0.016*

LJK 1.021582 0.000*

Pengalaman 1.009391 0.002*

Retribusi -0.90292 0.000*

Pelatihan 4.396242 0.000*

Lokasi 2.219296 0.000*

R2 = 98.7

Keterangan: *Nyata pada taraf nyata 5%

Berdasarkan hasil uji statistik, modal awal memiliki pengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5% terhadap pendapatan dengan koefisien parameter 1.000. Artinya, setiap kenaikan modal satu satuan maka akan meningkatkan pendapatan sebesar 1 000 rupiah,cateris paribus.Modal diperlukan bagi responden demi kelangsungan usaha.Para responden mengaku kesulitan mendapatkan modal akibat persyaratan yang rumit dan berbelit dari lembaga keuangan. Sementara itu lembaga keuangan tidak ingin memberikan modal kepada pedagang karena khawatir terjadi gagal bayar oleh peminjam. Terkadang para responden menggunakan modal yang berasal dari rentenir dengan bunga tinggi dan ini sangat membebankan pedagang.Modal yang diperlukan oleh responden sebesar 300 ribu rupiah hingga 5 juta rupiah adalah sebanyak 34 orang.

Usia responden berpengaruh negatif dan tidak signifikan pada taraf nyata 5% terhadap pendapatan dengan koefisien parameter -0.99. Artinya, tidak ada hubungan yang memengaruhi antara usia dengan pendapatan.Dalam penelitian iniusia berpengaruh negatif artinya semakin tua usia, semakin menurun tingkat produktifitasnya. Hal ini dikarenakan kemampuan fisik yang semakin menurun untuk tetap bekerja. Berbeda dengan usia produktif yang masih memiliki kemampuan fisik baik dan memiliki motivasi tinggi dalam bekerja. Sehingga dalam usia produktif mampu bekerja lebih giat agar memiliki pendapatan lebih besar. Responden yang memiliki kategori usia produktif adalah sebanyak 40 orang dalam rentang umur 15-45 tahun sedangkan 11 orang sisanya termasuk dalam usia tidak produktif.

(39)

24

satu satuan maka akan meningkatkan pendapatan 1061 rupiah. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Pratiwi (2013) yang menemukan bahwa perolehan nilai probabilitas sebesar 0.825 lebih besar dari alpha 5% sehingga pendidikan tidak berpengaruh signifikan. Dalam penelitian ini, pendidikan berpengaruh positif artinya semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi pendapatan yang akandiperoleh oleh responden. Tingkat pendidikan yang tinggi memberikan ilmu pengetahuan yang lebih dalam dan luas bagi para pedagang sehingga pedagang memiliki kemampuan memadai untuk berwirausaha.Ilmu pengetahuan yang diperoleh dapat berupa pemasaran produk, peluang usaha dan prospek usaha.Sebanyak 3 orang responden mengaku berpendidikan Perguruan Tinggi, kemungkinan dengan latar belakang pendidikan ini pendapatan yang diperoleh semakin tinggi.Namun pendidikan yang berhasil ditamatkan oleh responden paling banyak adalah Sekolah Dasar yakni 20 orang responden.

Lama jam kerja per hari berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5% terhadap pendapatan dengan koefisien parameter 1.02. Artinya, setiap kenaikan satu satuan lama jam kerja per hari maka akan menaikkan pendapatan sebesar 1021 rupiah, cateris paribus. Hal ini sesuai dengan penelitian Pratiwi (2013) yang menemukan bahwa pedagang yang bekerja lebih lama cenderung memiliki omset lebih besar. Perubahan satu jam per hari mampu meningkatkan omset sebesar 47700 rupiah, cateris paribus. Lama jam kerja per hari yang dibutuhkan oleh responden tidak menentu setiap hari. Kadang responden harus berjualan lebih lama dari jam kerja normal karena sepi pembeli. Lama jam kerja per hari yang lebih lama belum tentu menambah pendapatan responden. Namun responden tetap berusaha melakukan kegiatan usaha demi bertahan hidup dan memiliki pendapatan. Responden yang bekerja diluar jam kerja normal sebanyak 34 orang dalam rentang 8.5 jam bahkan sampai 24 jam per hari.

Pengalaman kerja selama menjadi PKL berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5% terhadap pendapatan dengan koefisien parameter 1.009. Artinya, setiap kenaikan satu satuan pengalaman pedagang maka akan meningkatkan pendapatan sebesar 1009 rupiah, cateris paribus.Pengalaman responden yang lebih lama mampu meningkatkan pendapatan karena responden mampu melihat peluang usaha dari komoditi yang di tawarkan. Semakin tinggi permintaan terhadap suatu komoditi maka responden akan semakin banyak menjual barang tersebut.Pengalaman responden yang diteliti sebanyak 30 orang mengaku memiliki pengalaman kurang dari 10 tahun, sedangkan sisanya 21 orang memiliki pengalaman kerja 11 hingga 50 tahun.

(40)

25

Pelatihan yang diperoleh PKL berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5% terhadap pendapatan dengan koefisien parameter 4.396. Artinya, beda rata-rata pendapatan antar responden yang tidak menerima pelatihan lebih besar dibandingkan responden yang menerima pelatihan sebesar 4396 rupiah, cateris paribus. Hal ini disebabkan karena responden yang berada pada lokasi legal masih ada yang belum menerima pelatihan.Para pedagang yang berjualan di lokasi legal sudah pasti mendapatkan fasilitas pelatihan ini.Pelatihan dapat menunjang peningkatan pendapatan.

Lokasi berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5% terhadap pendapatan dengan koefisien parameter 2.219. Artinya, beda rata-rata pendapatan antar responden yang berlokasi di lokasi legal lebih besar dibandingkan responden yang berlokasi di lokasi ilegal sebesar 2219 rupiah, cateris paribus. Lokasi legal mampu meningkatkan pendapatan PKL.

Implikasi Kebijakan Penanganan PKL

Berdasarkan hasil penelitian, penulis merumuskan implikasi kebijakan penanganan PKL di Kota Bogor.Kebijakan-kebijakan tersebut dapat di intervensi oleh Pemerintah Kota Bogor selaku pihak berwenang. Hal tersebut dijabarkan sebagai berikut:

1. Legalisasi lokasi

Pedagang yang berjualan di lokasi legal atau lokasi binaan Dinas UMKM Kota Bogor memiliki pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan lokasi ilegal.Hal ini terbukti dari hasil analisis regresi berganda.Beda rata-rata pendapatan antar responden yang berlokasi di lokasi legal lebih besar dibandingkan responden yang berlokasi di lokasi ilegal sebesar 2 219 rupiah,

cateris paribus.Peran Dinas UMKM diperlukan untuk sosialisasi cara melegalkan lokasi unit usaha agar pedagang terdaftar sesuai izin Walikota Bogor. Pedagang yang berlokasi di lokasi binaan memiliki kartu identitas pedagang sebagai tanda bahwa pedagang memiliki izin untuk berdagang. Pedagang yang terdaftar memiliki keuntungan tidak akan terkena penggusuran oleh Satpol PP. Saat ini lokasi legal yang telah dibina dan dikelola oleh Dinas UMKM Kota Bogor baru 14 titik lokasi yang tersebar di Kota Bogor. Lokasi tersebut dikhususkan untuk PKL makanan dan tanaman hias.Padahal PKL yang berjualan di Kota Bogor bukan hanya pedagang jenis makanan, ada juga pedagang yang berjualan pakaian jadi dan barang industri (lihat Lampiran 5).

Setelah dilakukan legalisasi unit usaha, para PKL yang berjualan di lokasi ini telah mengalami transformasi usaha dari yang awalnya sektor informal tidak terdaftar menjadi sektor informal yang terdaftar.Para PKL tersebut menjadi salahsatu perhatian Pemerintah Kota Bogor untuk terus mendapatkan pembinaan dan penataan sesuai dengan program telah dicanangkan.Lokasi legal mampu meningkatkan pendapatan seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

(41)

26

Pelatihan ini mampu meningkatkan pendapatan pedagang sehingga pelatihan sangat dibutuhkan oleh pedagang. Namun hasil penelitian menemukan bahwa beda rata-rata pendapatan antar responden yang tidak menerima pelatihan lebih besar dibandingkan responden yang menerima pelatihan sebesar 4396 rupiah, cateris paribus. Hal ini disebabkan karena responden yang berada pada lokasi legal masih ada yang belum menerima pelatihan.Pelatihan yang diadakan memiliki intensitas rendah, pedagang di lokasi binaan mengaku menerima pelatihan paling banyak 3 kali dalam setahun.Jumlah pelatihan yang kurang diiringi dengan ketidakmauan pedagang untuk hadir membuat pedagang tidak memiliki pengetahuan yang cukup memadai.Peran dinas-dinas terkait yang menyelenggarakan pelatihan dibutuhkan untuk meningkatkan kedisiplinan pedagang agar turut ikut dalam pelatihan.Pelatihan yang diterima oleh pedagang berupa penyajian makanan, pengadaan air bersih, higienitas makanan, Pemakaian Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang benar dan kiat-kiat pemasaran. Pelatihan dilaksanakan oleh dinas-dinas terkait yang bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kota Bogor seperti Dinas UMKM, Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial.

Setelah PKL menempati lokasi legal, maka pedagang berhak mendapatkan pelatihan.Ini merupakan salahsatu fasilitas gratis yang diterima oleh pedagang dalam rangka meningkatkan pengetahuan pedagang. Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan pedagang lebih bijaksana dan waspada terutama dalampenggunaan bahan tambahan pangan berbahaya yang sering ditemui akhir-akhir ini.Pelatihan ini terbukti mampu untuk meningkatkan pendapatan pedagang.

3. Modal usaha

Modal memiliki peran penting dalam peningkatan pendapatan. Hasil penelitian menemukan setiap kenaikan modal satu satuan maka akan meningkatkan pendapatan sebesar 1 000 rupiah,cateris paribus.Namun permasalahan yang dialami oleh pedagang adalah kesulitan dalam mendapatkan modal usaha.Akses terhadap pinjaman ke lembaga keuangan sulit diperoleh, karena persyaratan birokrasi yang rumit. Tak jarang pedagang memanfaatkan bank keliling untuk meminjam dana sebagai modal usaha. Pada lokasi legal telah diresmikan 2 unit koperasi baru pada 11 Mei 2011 untuk 4 titik lokasi, yaitu KSU Pedagang Bineka (untuk lokasi Jalan Binamarga dan Jalan Sukasari 3) dan KSU Pedagang Selobang (untuk lokasi Gang Selot dan Jalan Bangbarung Raya). Peran koperasi adalah sebagai penyaluran dana bantuan modal. Koperasi telah mendapatkan dana sebesar 50 juta rupiah dari Deputi Bidang Pembiayaan dan 30 juta rupiah dari Kementrian Sosial untuk masing-masing koperasi. Dana tersebut digunakan oleh pedagang untuk pengalihan hutang dari rentenir dan sebagian digunakan untuk tambahan modal.

Dengan adanya penambahan modal, terjadi peningkatan laba bersih sebesar 5-10% dibandingkan sebelum ada tambahan modal.Selain itu, 85% pedagang yang berlokasi di lokasi legal terlepas dari jerat rentenir yang memberi pinjaman dengan bunga 20% per bulan, sedangkan dari koperasi hanya 3% per bulan. Modal usaha ini adalah tambahan keuntungan fasilitas setelah pelatihan yang akan diterima oleh pedagang setelah legalisasi lokasi.

(42)

27

Biaya retribusi yang dikeluarkan oleh pedagang per hari mampu menurunkan pendapatan. Berdasarkan penelitian setiap kenaikan satu satuan retribusi akan menurunkan pendapatan sebesar 902 rupiah, cateris paribus. Namun, masih ada saja pedagang di lokasi-lokasi tertentu yang belum dipungut biaya retribusi.Hal ini dikarenakan jumlah populasi PKL yang tersebar di Kota Bogor sering mengalami fluktuasi dan tidak terjangkau oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kota Bogor.Jumlah populasi PKL yang terdata dan dimiliki oleh Pemda hanya sampai pada tahun 2010 saja.Biaya retribusi yang dikenakan berupa pelayanan kebersihan persampahan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Bogor.Lokasi legal yang dipungut biaya retribusi memiliki kuitansi bukti pembayaran yang dilakukan sekali dalam sebulan.Pemungutan tersebut dilakukan oleh DKP Kota Bogor.Pada lokasi ilegal juga dipungut biaya retribusi yang besarannya berbeda-beda untuk tiap lokasi.Pemungutan di lokasi ilegal dilakukan oleh oknum yang mengaku petugas kelurahan setempat dengan bukti pembayaran berupa kupon.Pemungutan biaya retribusi di lokasi ilegal masih diperdebatkan apakah retribusi resmi atau bukan, hal ini dikarenakan belum dapat dipastikan kebenaran oknum yang memungut retribusi tersebut.Besaran nilai rupiah retribusi diberlakukan sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012.

Besaran biaya retribusi untuk lokasi ilegal cenderung lebih besar dibandingkan dengan lokasi legal, karena oknum setempat yang mengambil retribusi tersebut.Oknum tersebut belum diketahui apakah legal dari pemerintah daerah.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil penelitian, maka dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain: 1. Hasil analisis regresi berganda mengenai faktor-faktor yang memengaruhi

pendapatan PKL ditemukan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan adalah modal, pendidikan, lama jam kerja, pengalaman kerja, retribusi, pelatihan dan lokasi. Modal, pendidikan, lama jam kerja, pengalaman kerja, retribusi, pelatihan dan lokasi memiliki pengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5%. Sedangkan retribusi memiliki pengaruh negatif dan signifikan pada taraf nyata 5%. Pada penelitian ini usia tidak berpengaruh terhadap pendapatan PKL.

2. Implikasi kebijakan penanganan PKL di Kota Bogor dapat dimulai dari legalisasi lokasi usaha, pelatihan pedagang, pemberian bantuan modal usaha dan biaya retribusi.

Saran

Adapun saran yang dapat diberikan, antara lain:

Gambar

Tabel 1Jumlah penduduk yang datang dan pindah di Kota Bogor tahun 2009- 2012
Tabel 2Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk di Kota Bogor tahun 1990, 2000, dan 2010
Tabel 3Penduduk usia 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan utama di Kota Bogor tahun 2008-2011
Gambar 1Kerangka pikir faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pendapatan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Responden juga memiliki persepsi yang tidak baik (kurang etis) terhadap keengganan berbagi pengetahuan dan penimbunan (menyimpan) pengetahuan untuk dirinya sendiri..

Kesimpulan dari penelitian ini adalah remediasi kognitif tidak efektif memperbaiki fungsi kognitif global dan efektif dalam memperbaiki fungsi atensi, memori dan

Di sisi lain perlu ditegaskan bahwa dakwah kultural merupakan paradigma dakwah yang tidak menghendaki pemahaman keagamaan yang cenderung normatif seperti pada

Ketatnya persaingan antar bank dan dalam melakukan mobilisasi dna memaksa bank untuk senantiasa menciptakan produk tabungan baru yang dapat memberikan kemampuan bersaing

dengan prestasi akademik pada anak Sekolah Menengah Pertama Santo Thomas

Diharapkan agar Indomaret Tlogomas No 19-20 Malang dapat meningkatkan pelayanannya, dengan mengadakan pembelajaran bagaimana menjadi karyawan yang baik, ramah serta

TIA VERA TANJUNG SARI 7.. GINA YULI ANDINI

Kawasan padat penduduk Kelurahan Naikoten I, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang setiap terjadi hujan dengan intensitas yang cukup tinggi selalu terjadi banjir/genangan air. Hal