• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Amerika Serikat dalam mendukung kemerdekaan Sudan Selatan Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebijakan Amerika Serikat dalam mendukung kemerdekaan Sudan Selatan Tahun 2011"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

oleh

Shofia Nida

1110113000049

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

memberikan dukungannya terhadap kemerdekaan Sudan Selatan pada tahun 2011.

Skripsi ini melihat latar belakang Amerika Serikat melalui faktor apa yang menjadi

dasar bagi Amerika Serikat untuk mendukung kemerdekaan baik itu faktor internal

maupun faktor eksternal. Sumber data penelitian ini diperoleh dari pengumpulan

studi pustaka dan wawancara. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kebijakan

yang dilakukan Amerika Serikat serta bagaimana Amerika Serikat akhirnya

mendukung kemerdekaan Sudan Selatan setelah memberikan banyak dukungan.

Skripsi ini menemukan bahwa kebijakan Amerika Serikat dalam mendukung

kemerdekaan Sudan Selatan didasari atas faktor yang datang dari kepentingan

Amerika Serikat seperti protes yang dilakukan oleh kelompok Kristen Evangelis yang

melakukan protes atas apa yang terjadi pada masyarakat Sudan Selatan hingga adanya

kepentingan minyak Amerika Serikat di Sudan. Untuk lebih memahami kebijakan

Amerika Serikat di Sudan, penelitian ini menggunakan teori kebijakan luar negeri

dengan menggunakan pandangan Rosenau, Alex Mintz, serta Holsti. Penelitian ini

juga menggunakan konsep kepentingan nasional yang dapat menjelaskan latar

belakang atas dukungan Amerika Serikat pada kemerdekaan Sudan Selatan.

Kata kunci: Sudan, Sudan Selatan, Amerika Serikat, CPA, dukungan,

(6)

hidayahNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

judul KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

KEMERDEKAAN SUDAN SELATAN TAHUN 2011”.

Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar

sarjana pada program studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya menyadari

bahwa skripsi ini tidak dapat selesai tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu Saya ingin menyampaikan beberapa ucapan terima kasih kepada

beberapa pihak yang setia memberikan semangat serta dukungan bagi penulis hingga

skripsi ini dapat selesai, diantaranya adalah:

1. Keluarga tercinta, terima kasih Ayahanda Abdul Karim, dan Ibunda

Kholilah yang selalu memanjatkan do’a agar Saya mendapatkan

kelancaran dalam menimba ilmu, serta dukungan materil kepada penulis

selama ini hingga dapat menyelesaikan kuliah hingga sarjana.

2. Kepada Kakak Edy Dailami dan Adik tersayang Muthmainnah Farhana

yang selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini,

terima kasih ya.

3. Dosen pembimbing saya, Ibu Rahmi Fitriyanti. Terima kasih selalu

memberikan waktunya untuk penulis serta dukungan dan motivasinya

selama ini mengerjakan skrispsi ini.

4. Ketua Prodi Hubungan Internasional, Ibu Debbie Affianty Lubis, serta

seluruh dosen FISIP UIN atas segala ilmu yang diberikan selama masa

(7)

6. Kepada sahabat Saya, terima kasih Riska, Uni Ira, Diedie, Sentika, Nina,

Ica, Alna, Wanda, Dinar, Fitriani, Syifa, dan Fauzi yang selalu

memberikan dukungan lewat sharing yang bermanfaat kepada penulis. 7. Kepada teman-teman terbaik di kelas HI B, Asri Kusumastuty, Rahmi

Kamilah, Fahmy Ramdhani, Uum Khumairah, terima kasih atas

pertemanan, kenangan serta dukungan selama masa perkuliahan dan

penyususnan skripsi ini.

8. Kepada teman-teman seperjuangan HI B angakatan 2010 yang selalu solid, terima kasih atas segala kebersamaannya selama masa kuliah, serta

kenangan yang tidak akan terlupakan.

9. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu persatu

yang telah membantu penulisan skripsi ini. Semoga kebaikan kalian

dibalas oleh Allah SWT.

Saya menyadari bahwa skripsi ini terdapat banyak kekurangan dan tidaklah

sempurna, meskipun demikian mudah-mudahan skripsi ini dapat menambah

wawasan bagi pihak yang membacanya dan bermanfaat bagi yang

membutuhkan.

Jakarta, 28 November 2014

(8)

KATA PENGANTAR………..……….……. v

DAFTAR ISI……….………. vii

DAFTAR TABEL ……….…………. ix

DAFTAR GAMBAR ………..…….…. x

DAFTAR SINGKATAN……… xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….……….. 1

B. Perumusan Masalah………. 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………. 5

D. Tinjauan Pustaka………..……. 6

E. Kerangka Pemikiran ……… 10

1. Teori Kebijakan Luar Negeri……… 10

2. Teori Kepentingan Nasional………..………… 15

F. Hipotesa……… 17

G. Metode Penelitian………..…….. 17

H. Sistematika Penulisan ……….…...….. 19

BAB II SEJARAH KONFLIK SUDAN DAN SUDAN SELATAN A. Perang Sipil Pertama Tahun 1959-1980……… 23

B. Perang Sipil Kedua Tahun 1983-2005……….. 25

1. Perang Darfur Tahun 2003………. 27

(9)

2. Dukungan Ekonomi……… 47

3. Dukungan Militer ……… 49

BAB IV FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI AMERIKA SERIKAT

MENDUKUNG KEMERDEKAAN SUDAN SELATAN

A. Kepentingan Amerika Serikat di Sudan Selatan…….………… 52

B. Faktor yang Mempengaruhi Amerika Serikat Mendukung

Kemerdekaan Sudan Sudan……… 53

1. Faktor Interal………..……… 54

a. Opini Publik:

Dukungan Kelompok Kristen Evangelis …..………….… 54

b. Pembangunan Ekonomi:

Kebutuhan Energi Minyak Amerika Serikat ……… 57

2. Faktor Eksternal ………..……… 59

a. Great power Structure:

Balance of Power Tiongkok di Sudan……….……. 59 b. Terorisme:

Terosisme di Sudan………...……… 64

3. Faktor Penghambat

a. Sikap Tiongkok ……… 66

b. Sikap Pemerintah:

1. Sudan………..…… 67

(10)
(11)

Tabel IV. C.2.a. Peran Tiongkok dan Amerika Serikat di Sudan dan Sudan

(12)
(13)

Lamoiran 2 Statement Presiden Bush ……….………xxv

Lampiran 3 Statement Presiden Hilary Clinton………xxviii

(14)

CPA : Comperhensive Peace Agreement

DK PBB : Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa

DLF : Darfur Liberation Font

ICC : International Criminal Court

ICISS : International Commission on Intervention and State

Sovereignty

JEM : Justice and Equality Movement

IGAD : Intergovernmental Authority on Development

SPLA : South’s Sudan People’s Liberation Army

SPLM : Sudan People’s Liberation Movement

SLM/A : Sudan Liberation Movement/ Army

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sudan Selatan merupakan negara yang baru saja meraih kemerdekaannya

pada tahun 2011. Nama resmi Sudan Selatan adalah Republik Sudan Selatan, letak

geografisnya di Afrika timur berdekatan dengan Kenya, Uganda, dan Republik

Demokratik Kongo di sebelah selatan, Republik Afrika Tengah di sebelah barat, dan

Sudan di sebelah utara. Hampir seluruh Sudan Selatan dikelilingi daratan. Kota

terbesar Sudan Selatan adalah Juba, yang juga sebagai ibu kota negara.1

Sebelum merdeka, Sudan Selatan mengalami konflik yang disebabkan oleh

banyak faktor. Konflik tersebut dimulai tahun 1955 setelah Inggris memberikan

kemerdekaan kepada Sudan yang mempunyai latar belakang berbeda dengan wilayah

Selatan.2 Perbedaan latar belakang ini menyebabkan konflik di Sudan karena

perbedaan agama dan perbedaan suku ras diantara masyarakatnya. Bermula dari

pemerintah Sudan yang masyarakatnya didominasi oleh pemeluk agama Islam dan

Sudan Selatan yang mayoritas pemeluk agama Kristen, diduga termarginalkan oleh

1 South Sudan profile, tersedia di http://www.bbc.com/news/world-africa-14069082 diakses

pada 20 Mei 2014

2South Sudan Description, tersedia di

(16)

pemerintah. Kemudian, Sudan juga tidak mampu untuk mengelola sumber daya yang

dimilikinya, yang menimbulkan ketidakseimbangan bagi proses pembangunan serta

pertumbuhan perekonomian yang tidak merata.3

Sebelum melakukan Referendum pada 2011, Sudan mengalami konflik

Darfur pada tahun 2003 hingga 2005 yang disebabkan oleh pertikaian antara

pemberontak dan tentara pemerintah yang saling menyerang. Selain itu, konflik

semakin meningkat akibat perebutan perbatasan Darfur yang memiliki sumber

minyak yang banyak. Hal ini diperparah dengan perbedaan pandangan referensi tapal

batas yang dipercayai kedua negara ini. Sudan berpegang pada keputusan Arbitrase

Den Haag, kemudian wilayah Selatan mengacu pada tapal batas bekas kolonial

Inggris pada masa penjajahan dulu.4

Akibat dari konflik Darfur, sebanyak 300.000 jiwa warga Darfur tewas5 dan

PBB mengatakan bahwa lebih dari 100.000 orang mengungsi akibat kekerasan yang

dilakukan milisi pemerintah Sudan.6 Dengan keadaan seperti ini, Sudan Selatan

mendesak untuk memisahkan diri dari Sudan.

3 Jimmy Carter, “Observing the 2011 Referendum on the Self-Determination of Southern

Sudan”, The carter center: final report, 2011,1

(17)

Dari beberapa aktor yang ada dalam mendukung Sudan Selatan, Amerika

Serikat merupakan aktor yang paling terlibat dan menjadi aktor bilateral yang cukup

berpengaruh.7 Amerika Serikat mendukung penuh upaya Sudan Selatan untuk

mencapai kemerdekaannya. Amerika memberikan dukungan diplomatik dengan

mendukung Comprehensive Peace Agreement (CPA) untuk mengadakan referendum bagi Sudan Selatan di kemudian hari.

Tujuan CPA adalah untuk mengakhiri Perang Sipil Kedua di Sudan,

mengembangkan tata pemerintahan yang demokratis di Sudan, dan membagi

pendapatan minyak secara adil serta melakukan kesepakatan untuk mencapai

kemerdekaan dengan melakukan referendum pada tahun 2011.8 Dalam upaya

mencapai perdamaian CPA, Amerika Serikat juga ikut berperan dengan memfasilitasi

melalui upaya regional oleh pembangunan otoritas pemerintahan luar negeri

(IGAD).9

Sebelum pada tahap final CPA, sejumlah persetujuan damai sudah dilewati, di

antaranya adalah Protokol Machos (Chapter I) pada 20 Juli 2002, yang isinya adalah pemerintah dan kelompok pemberontak South’s Sudan People’s Liberation Army

(SPLA) mencapai kesepakatan tentang kekuasaan negara dan agama, dan hak

7 Paul Romita, “The Sudan Referenda: What Role for Internatioanal Actors?”, New York:

International peace institute 2 (November 2010), 6.

8 Rebecca Hamilton, “U.S. Played Key Role in Southern Sudan's Long Journey to

Independence”, The Atlantic, 9 Juli 2011 [artikel on-line] tersedia di

http://www.theatlantic.com/international/archive/2011/07/us-played-key-role-in-southern-sudans-long-journey-to-independence/241660/ diakses pada 25 maret 2013.

9 “Sudans Comperhensive Peace Agreement” Voa, tersedia di

(18)

menentukan nasib sendiri bagi Sudan Selatan.10 Kemudian juga kesepakatan yang

telah dicapai sebelumnya, yaitu Power Sharing (Chapter II), Wealth Sharing(Chapter III), the Resolution of the Conflict in Abyei Area (Chapter IV), the Resolution of the Conflict in Southern Kordofan and Blue Nile States (Chapter V), Security Arrangements (Chapter VI), The Permanent Ceasefire and Security Arrangements Implementation Modalities and Appendices (or Annexure I), The Implementation Modalities and Global Implementation Matrix and Appendices (or Annexure II).11

Selain Amerika Serikat, Tiongkok telah lama menjalin kerjasama dengan

Sudan, dan mempunyai perusahan minyak di Sudan. Tiongkok sebagai mitra bagi

Sudan, membantu sebagian mediasi dengan wilayah Selatan. Amerika Serikat hadir

untuk mendukung wilayah Selatan dengan melakukan negosiasi perjanjian damai

dengan Sudan serta mencabut sanksi embargo bagi Sudan sebagai imbalan jika

menyetujui perdamaian yang dilakukan.12 Perubahan sikap Amerika Serikat ini

menjadi tanda tanya dalam skripsi ini. Respon yang diberikan Amerika Serikat pada

tahun 2000-an berubah lebih kontras karena kebijakannya untuk mendukung

Referendum Sudan Selatan. Hal ini mengingat terdapat dukungan Tiongkok yang

terlebih dahulu karena mempunyai perusahaan minyak besar di Sudan.

10Carter, “Observing the 2011 Referendum on the Self-Determination of Southern Sudan”,

The carter center: final report, 2011, 2.

11 “The Comprehensive Peace Agreement between The Government of The Republic of

Sudan and the Sudan People’s Liberation Movement/ Sudan Peoples’s Liberation Army”.

12 Daniel Large, “China's Sudan Engagement: Changing Northern and Southern Political

Trajectories in Peace and War”, The China Quarterly, 199:610-626, 2009, tersedia di

(19)

Fokus penulisan ini akan meneliti bagaimana dukungan yang dilakukan oleh

Amerika Serikat atas upaya Sudan Selatan dalam melakukan referendum dan

merdeka dari Sudan. Alasan mengapa mengambil penelitian ini karena Amerika

Serikat banyak mengeluarkan respon serta kebijakan sejak Sudan Utara dan Selatan

mengalami konflik hingga akhirnya Sudan Selatan melakukan referendum. Tahun

2011 dipilih karena menjadi tahun bagi Sudan Selatan melangsungkan referendum

dan menjadi negara merdeka. Jadi penelitian skripisi ini akan berjudul “KEBIJAKAN

AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG KEMERDEKAAN SUDAN

SELATAN TAHUN 2011”.

B. Pertanyaan penelitian

Mengapa Amerika Serikat mendukung upaya kemerdekaan Sudan Selatan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Mengetahui latar belakang Amerika Serikat dalam berperan dalam proses

referendum Sudan Selatan

2. Dapat menerapkan teori yang telah dipelajari selama kuliah.

3. Mengetahui kepentingan Amerika Serikat atas perannya dalam perannya pada

proses referendum Sudan Selatan.

(20)

1. Diharapkan menjadi sarana referensi dan informasi bagi studi Hubungan

Internasional, khususnya bagi yang ingin mengkaji lebih jauh peran Amerika

Serikat dalam proses referendum Sudan

2. Diharapkan menjadi media informasi, media ilmu dan pemahaman serta

wawasan bagi para pembaca untuk mengetahui peran Amerika Serikat dalam

proses referendum Sudan

3. Menjadi masukan bagi para pembuat kebijakan, dan referensi bagi para

peneliti.

D. Tinjauan Pustaka

Ketika membahas konflik di Sudan seperti tidak ada habisnya. Konflik yang

dimulai dari masalah konflik etnis ini berlangsung sudah sejak lama, yaitu sejak

tahun 1955, seperti Perang Sipil Pertama dan perang sipil kedua pada tahun 2004.

Banyak litetarur yang telah membahas konflik ini. Beberapa penulisan berikut

merupakan tema tulisannya sama dengan penulis.

Tulisan yang pertama yaitu, dalam jurnal online yang ditulis oleh Astrid Ezhara Sinaga dalam eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3,

2013:667-678 dari Universitas Mulawarman (

http://fisip-unmul.ac.id/main/index.php/id) dengan judul “Keberadaan China dalam Penyelesaian

Konflik Sudan-Sudan Selatan” yang membahas keterlibatan Tiongkok dalam

(21)

Tiongkok berperan dalam penyelesaian konflik tersebut.13 Dalam analisanya, Astrid

menyatakan bahwa Tiongkok merupakan negara yang berperan cukup signifikan.

Sebelum kedua negara ini berpisah, Tiongkok sudah menjalin hubungan yang

baik dengan negara ini. Tiongkok juga menjalin hubungan yang baik dengan

pemimpin Sudan, yaitu Omar Al-Bashir yang ketika konflik Darfur terjadi dituduh

melakukan kejahatan genosida. Tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi hubungan

Tiongkok dengan Sudan. Tiongkok juga menjalin hubungan yang baik dengan

pemimpin Sudan Selatan, Salva Kiir.

Menurut Astrid, upaya penyelesaian Tiongkok dalam konflik Sudan ini tidak

terlepas dari kepentingan Tiongkok di Sudan, yaitu Tiongkok merupakan mitra lama

bagi Sudan dan menempati posisi pertama sebagai negara pengimport minyak dari

Sudan hingga 66%. Tiongkok menjalin hubungan yang baik dengan Sudan karena

adanya perusahaan Tiongkok yang berinventasi di Sudan, yaitu China National Petroleum Corporation (CNPC) yang merupakan investor asing terbesar di Sudan.

Selanjutnya, dalam artikel jurnal kedua yang ditulis olehDaniel Large pada jurnal

The China Quarterly Volume 199 pada tahun 2009 dengan judul “China’s Sudan Engagement: Changing Northern and Southern Political Trajectories in Peace and

War”.14 Daniel Large pada tulisannya melihat bahwa Tiongkok telah

mengembangkan perannya di Sudan selama perang kedua berlangsung, yaitu dua

13 Astrid Ezhara, “Keberadaan China dalam penyelesaian konflik Sudan- Sudan Selatan”,

Universitas Mulawarman 2013 tersedia di (http://fisip-unmul.ac.id/main/index.php/id) diakses pada Desember 2013.

14Large, “China's Sudan Engagement: Changing Northern and Southern Political Trajectories

(22)

dekade. Tiongkok yang memainkan sejumlah peran dalam upaya menstabilkan Sudan

yang sedang mengalami konflik, telah mengantisipasi terjadinya konflik yang lebih

luas karena akan berdampak pada perusahaan minyak yang dimiliki Tiongkok di

Sudan. Selain Tiongkok merupakan mitra lama Sudan, Tiongkok juga mulai

mengembangkan hubungan baru dengan pemerintah semi-otonomi Sudan Selatan

untuk kepentingan politik masa depan. Daniel Large mengatakan bahwa pendekatan

hubungan baru dengan calon negara baru tersebut merupakan langkah yang strategis

untuk kepentingan Tiongkok untuk kepentingan ekonomi serta politik di masa yang

akan datang.

Tulisan ketiga yaitu dari Fierda Milasari Rahmawati dalam skripsinya yang

berjudul “Peacekeeping Operation PBB pada Konflik Darfur Tahun 2004-2008”

untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosial di Universitas Indonesia.15 Fierda

mengatakan dalam tulisannya yaitu upaya yang dilakukan oleh PBB untuk meredakan

konflik di Darfur yang dilakukan antara tahun 2004 hingga tahun 2008. Dalam

analisisnya, bahwa PBB dalam operasi peacekeeping pada konflik Sudan, yaitu PBB sebagai pihak ketiga yang mengintervensi konflik dengan melakukan peacekeeping operation serta bekerjasama dengan Uni Afrika.

Fierda juga menyinggung sedikit tentang upaya Uni Afrika dalam konflik

Darfur, tetapi itu sebagai pelengkap tulisannya saja. Penelitian Fierda menyarankan

bahwa PBB sebaiknya menyusun mandat peacekeeping operation secara menyeluruh

15 Fierda Milasari Rahmawati, “Peacekeeping Operation PBB pada Konflik Darfur Tahun

(23)

yang meliputi masa terjadinya konflik serta masa pasca-konflik dan melakukan

perubahan-perubahan mendasar pada badan organisasi PBB sendiri.

Kemudian tulisan yang terakhir adalah tulisan Ihsan dengan judul skripsinya

untuk mendapatkan gelar sarjana Sosial di Universitas Islam negeri Syarif

Hidayatullah dengan judul “Peran Uni Afrika dalam Resolusi Konflik Darfur Tahun

2004-2007”. Dalam temuan Ihsan, misi perdamaian Uni Afrika untuk Sudan, The African Union Mission in Sudan (AMIS), tidak berhasil melakukan tugasnya dalam usaha mendamaikan pihak-pihak yang terlibat dalam perseteruan di Darfur, Sudan.16

Keterlibatan Uni Afrika merupakan keterlibatan pihak luar pertama di wilayah ini.

Sebelumnya, Sudan selalu mencegah internasionalisasi konflik dalam negerinya.

Menurut analisa Ihsan, terdapat dua faktor yang melatarbelakangi Uni Afrika

berperan dalam penyelesaian konflik di Sudan. Faktor tersebut adalah faktor internal

dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari komitmen Uni

Afrika Sendiri untuk terlibat dalam penyelesaian konflik pada negara-negara

anggotanya melalui mekanisme penyelesaian konflik yang dimiliki oleh Uni Afrika.

Sedangkan faktor eksternal berasal dari beberapa organsasi internasional yang terus

mendorong Uni Afrika untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh bangsa Afrika

dan untuk mencapai tujuan-tujuannya.

Perbedaan antara penulisan ini dengan penulisan-penulisan di atas adalah,

penulisan ini memfokuskan tulisannya dengan membahas Amerika Serikat dalam

16 Ihsan, “Peran Uni Afrika dalam resolusi konflik Darfur tahun 2004-2007”, Universitas

(24)

mendukung Sudan Selatan mencapai kemerdekaannya. Selain itu skripsi ini akan

membahas keterlibatan serta apa saja yang dilakukan oleh Amerika Serikat serta

faktor yang melatarbelakangi Amerika Serikat dalam mendukung Sudan Selatan

merdeka. Periodisasi dalam penulisan ini yaitu ketika Amerika Seriakat terlibat dalam

konflik yang terjadi antara Sudan dengan Sudan Selatan hingga pada akhirnya Sudan

Selatan mencapai kemerdekaannya pada tahun 2011.

E. Kerangka Pemikiran

Kerangka penelitian dalam penelitian ini menggunakan teori kebijakan luar

negeri, serta konsep kepentingan nasional dan konsep intervensi. Penelitian ini

diharapkan dapat memberikan pemahaman atas latar belakang Amerika Serikat

berperan dalam proses referendum Sudan Selatan.

1. Teori Kebijakan Luar Negeri

Kebijakan luar negeri merupakan tindakan atau gagasan, yang dirancang oleh

pembuat kebijakan untuk memecahkan masalah atau mempromosikan suatu

perubahan dalam lingkungan, yaitu dalam kebijakan, sikap, atau tindakan negara

lain.17 Dalam perannya, sejumlah pemerintah kontemporer memandang diri mereka

sendiri mampu atau bertanggung jawab, untuk memenuhi atau menjalankan tugas

mediasi khusus untuk mendamaikan negara lain atau kelompok negara.

Negara menunjukan suatu tugas atau kewajiban khusus untuk membantu

negara-negara yang sedang berkembang. Keputusan yang dibuat dalam proses

17 K. J. Holsti, Politik Internasional: Kerangka Untuk Analisis. Edisi Terjemahan (Jakarta:

(25)

pembuatan kebijakan luar negeri didasari atas kepentingan nasional yang tidak lepas

dari alasan untuk mempertahankan dan melindungi kekuasaan dan keamanan.

Menurut Rosenau, dalam mengkaji kebijakan luar negeri suatu negara maka akan

meliputi kehidupan internal dan kebutuhan ekternal di dalamnya seperti aspirasi,

atribut nasional, kebudayaan, konflik, kapabilitas, institusi, dan aktivitas rutin yang

ditujukan untuk mencapai dan memelihara identitas sosial, hukum, geografi suatu

negara sebagai negara bangsa.18

Kebijakan luar negeri sebagai pilihan dari individu, kelompok, atau koalisi

yang akan memengaruhi tindakan negaranya dalam lingkup Internasional.19

Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara memang

bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional suatu bangsa pada waktu itu

ditentukan oleh siapa yang berkuasa pada waktu itu. Untuk memenuhi kepentingan

nasionalnya itu, negara-negara maupun aktor dari negara tersebut melakukan

berbagai macam kerjasama, di antaranya adalah kerjasama bilateral, trilateral,

regional, dan multilateral.20

Rosenau mengatakan bahwa kebijakan luar negeri adalah upaya suatu negara

untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya.

Kebijakan ditunjukkan untuk memelihara dan mempertahankan kelangsungan hidup

18 J. N. Rosenau dan K.W. Thompson, World Politics; An Introduction, (New York: The Free

Press, 1976), 27.

19 Alex Mintz dan Karl DeRouen Jr., Understanding Foreign Policy Decision Making,

(Cambridge: Cambridge University Press, 2010), 3.

20 Mochtar Mas’oed. Imlu Hubungan Internasioanl: Disiplin dan Metodelogi, (Jakarta:

(26)

suatu negara.21 Menurut Holsti, lingkup kebijakan luar negeri meliputi semua

tindakan serta aktivitas negara terhadap lingkungan eksternalnya dalam upaya

memperoleh keuntungan dari lingkungan tersebut, serta hirau akan berbagai kondisi

internal yang menopang formulasi tindakan tersebut.22

Kebijakan luar negeri merupakan sebuah bentuk interaksi yang terjadi karena

di dalamnya terdapat sebuah tindakan dan juga respon dari tindakan sebuah negara.

Oleh karena itu, penting untuk memahami kebijakan luar negeri dari level negara.

Level negara ini mencakup faktor internal yang memengaruhi kebijakan yang akan

dibuat. Faktor-faktor internal dapat dilihat dari kerangka institusi, seperti melihat

interaksi antara badan legislatif dan eksekutif serta kondisi negara seperti dalam hal

ekonomi, sejarah, dan kebudayaan suatu negara.23

Selain dalam level negara, kebijakan luar negeri juga dapat dilihat dari level

internasional. Level ini memfokuskan interaksi yang terjadi antarnegara. Sebab,

sistem internasional merupakan sekumpulan negara yang saling berinteraksi yang

dipengaruhi oleh kapabilitas mereka, yakni kekuasaan dan kekayaan, dan hal tersebut

memungkinkan mereka untuk bertindak di lingkungan global. Kemampuan yang

dimiliki suatu negara dapat berubah, yakni apakah kemampuan ekonomi dan militer

mereka bertambah atau berkurang.24

22 K.J Holsti Politik Internasional: Sudatu Kerangka Analisis. Bandung: Bina Cipta, 1992),

21.

23 Marijke Breuning, Foreign policy analisys a comaparative introduction, Palgrave

Macmillan, 1957, 12-13.

(27)

Dalam membahas kebijakan luar negeri dalam skripsi ini, akan dibahas faktor

determinan dari faktor internal dan faktor eksternal. Dalam menjelaskan kasus ini,

akan digunakan faktor internal yaitu:

a. Pembangunan Ekonomi

Dalam melakukan pembangunan ekonomi, pembuat kebijakan akan

melihat industri sebagai acuan untuk membuat suatu kebijakan. Menurut

pandangan Rosenau, suatu negara indusrti memiliki kebutuhan yang berbeda,

mereka perlu mengimpor berbagai jenis komoditas untuk mempertahankan

hubungan moneternya dengan mitra dagang mereka.25

b. Opini Publik

Opini publik merupakan salah satu faktor penentu dalam perumusan

kebijakan luar negeri menurut Rosenau. Faktor opini publik sebagai bentuk

tuntutan masyarakat, hanya dapat memengaruhi rencana pemerintah untuk

membuat kebijakan luar negeri di dalam sebuah negara dengan sistem politik

yang terbuka.26 Dalam sistem politik yang terbuka, biasanya rencana yang

dibentuk para pembuat kebijakan luar negeri didasari oleh tuntutan spesifik

dari masyarakatnya.27

(28)

Kemudian dari faktor eksternal akan menggunakan:

a. Great power structure: Balance of power

Power suatu negara berbeda dengan negara lain, hal ini ditentukan oleh bagaimana peran yang dimiliki oleh negara tersebut. Kapabilitas tersebut

dapat diperlihatkan oleh kekayaan alam yang dimiliki, besar wilayah, atau

pendapatan negara tersebut.28 Balance of power atau perimbangan kekuasaan merupakan pola hubungan suatu negara dengan negara lain atas dasar

perimbangan kapabilitas, kekuatan serta distribusi kemampuan serta

bagaimana negara itu berperan dengan pola yang dihasilkan setara dengan

negara tersebut.29

b. Terorisme

Terorisme yaitu menciptakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk

mengejar perubahan politik melalui perubahan yang dilakukan oleh kekerasan

tersebut.30 Kemudian Martha Crenshaw melihat teroris dari organisasi

non-negara bertindak atas dasar perhitungan manfaat atau nilai yang akan

diperoleh dari suatu tindakan.31 Terorisme banyak didefinisikan dalam empat

karakteristik: (1) ancaman atau penggunaan kekerasan; (2) tujuan politik;

keinginan untuk mengubah status quo; (3) niat untuk menyebarkan ketakutan

28 Breuning, Foreign Policy Analysis, 142. 29 Rosenau dan Thompson. World Politics, 22.

30 Bruce Hoffman, Inside Terrorism, Columbia University Press, 2006, 40.

31 Martha Crenshaw, Theories of Terrorism: Instrumental and Organization Approaches

(29)

dengan melakukan tindakan publik yang spektakuler; (4) sasaran sengaja

warga sipil.32

2. Konsep Kepentingan Nasional

Kepentingan nasional digunakan untuk menggambarkan dan mendukung

kebijakan-kebijakan tertentu. Segala sesuatu yang dibutuhkan oleh negara dirangkum

dalam sebuah kebijakan yang di dalamnya terdapat kepentingan nasional. Terkait

dengan eksistensi negara dan bagaimana negara dapat melangsungkan kehidupannya

agar mencakup general-welfare. Kepentingan nasional dibuat untuk kebaikan negara. Suatu sikap atau kebijakan yang dianggap bisa menguntungkan suatu negara dalam

hubungan dengan negara lain bisa dikatakan sebagai national interest.33

Karena itu, kekuasaan dan kepentingan nasional dianggap sebagai sarana dan

sekaligus tujuan dari tindakan suatu negara untuk bertahan hidup (survival) dalam politik internasional. Menurut Hans J. Morgentahau, kepentingan nasional adalah

kemampuan minimum negara untuk melindungi, dan mempertahankan identitas fisik,

politik, dan budaya dari gangguan negara lain. Dari tinjauan ini para pemimpin

negara menurunkan kebijakan spesifik terhadap negara lain yang sifatnya kerjasama

atau konflik.34

32 Amy Zalman, Types of Terrorism: A Guide to Different Types of Terrorism. New York

Times: About.com. tersedia di http://terrorism.about.com/od/whatisterroris1/tp/DefiningTerrorism.htm

diakses pada 10 november 2014.

33 John Baylis and Steve Smith, The Globalizationof World Politics: An Introduction to

International Relations. Amazon.co.uk: Books, 2001), 210.

34 Morgenthau, 1960 dalam Hyndman, National Interest and the New Look, International

(30)

Kepentingan nasional sebagai dasar untuk menjelaskan perilaku luar negeri

suatu negara. Konsep kepentingan nasional sering dipakai sebagai pengukur

keberhasilan suatu politik luar negeri. Kepentingan nasional (national interest) merupakan pilar utama bagi teori tentang politik luar negeri dan politik internasional

yang realis.35 Kepentingan nasional sebagai dasar untuk menjelaskan perilaku luar

negeri suatu negara. Konsep kepentingan nasional sering dipakai sebagai pengukur

keberhasilan suatu politik luar negeri.36

Menurut Waltz kepentingan para penguasa, dan kemudian negara, membuat

suatu rangkaian tindakan; kebutuhan kebijakan muncul dari persaingan negara yang

diatur; kalkulasi yang berdasarkan pada kebutuhan-kebutuhan ini dapat menemukan

kebijakan-kebijakan yang kan menjalankan dengan baik kepentingan-kepentingan

negara; keberhasilan adalah ujian terakhir kebijakan itu, dan keberhasilan

didefinisikan sebagai memelihara dan memperkuat negara. Hambatan-hambatan

struktural menjelaskan mengapa metode-metode tersebut digunakan berulang kali

disamping perbedaan-perbedaan dalam diri manusia dan negara-negara yang

menggunakannya.37

Jadi, kepentingan nasional adalah sebuah rangkaian konsep aktor internasional

yang berkaitan dengan tujuan suatu negara. Kebijakan tersebut dibuat berdasarkan

35Mas’oed. Ilmu Hubungan Internasional, 139. 36Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional, 139.

37 Robert Jackson and George Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional,

(31)

faktor determinan dari lingkungan domestik maupun lingkungan eksternal suatu

negara.

F. Hipotesa

Dalam melihat dukungan Amerika Serikat dalam mendukung kemerdekaan

Sudan Selatan, skripsi ini memiliki asumsi sementara bahwa:

1. Amerika Serikat mempunyai kepentingan di Sudan Selatan dalam hal kebutuhan

energi khususnya minyak dan gas.

2. Amerika Serikat mencoba membendung pengaruh teroris yang akan meluas di

Sudan.

3. Keterlibatan dan dukungan Amerika Serikat di Sudan Selatan merupakan

kepentingan strategis untuk merubah rezim Islam di Sudan.

G. Metode Penelitian

Dalam mengkaji penelitian ini menggunakan tipe metode penelitian studi

pustaka (library research), yaitu dengan cara mengumpulkan data melalui studi literatur. Metode ini bertujuan memperoleh pemahaman, mengembangkan teori, dan

menggambarkan realistas yang kompleks.38 Penelitian ini juga menggunakan jenis

penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analitis, yaitu menjelaskan mengenai

kasus yang akan dibahas dalam penelitian dan bertujuan mendapatkan deskripsi

38 H. Abdurrahman dan Soejono, Metode penelitian; Suatu Pemikiran dan Penerapan (Rineka

(32)

terhadap variable-variabel dalam pokomasalah melalui interprestasi yang tepat, yaitu

interpretasi berdasarkan konsep dan teori.39

Kemudian sumber kajian pustaka tersebut berupa buku-buku seperti South Sudan; from Revolution to Independence (2012) dan Darfur’s Sorrow (2008), jurnal-jurnal pada Issue Brief The Sudan Referenda: What Role For International Actors?, dan U.S. Played Key Role in Southern Sudan's Long Journey to Independence. Surat kabar harian Kompas, dan situs internet pada http://www.theatlantic.com/ ataupun

laporan-laporan yang berkaitan dengan permasalahan yang berhubungan dengan

permasalahan dan kemudian menganalisanya. Sumber dan literature ini diperoleh dari

beberapa perpustakaan, seperti, Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah, Perpustakaan FISIP Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,

Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, Perpustakaan Universitas Nasional,

Perpustakaan Freedom Institute Jakarta, dan Pusat Informasi Kompas Jakarta.

Jenis data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh

dari berbagai literatur dan hasil olahan yang diperoleh dari berbagai sumber.

Kemudian, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif.

Permasalahan digambarkan berdasarkan fakta-fakta yang ada kemudian dihubungkan

antara fakta yang satu dengan fakta yang lainnya, kemudian ditarik kesimpulan.

Metode penulisan yang digunakan adalah metode deduktif, di mana terlebih dahulu

menggambarkan permasalahan secara umum, kemudian menarik kesimpulan yang

bersifat khusus.

(33)

Selanjutnya, tahap penelitian ini dilakukan dengan mencermati atau

mengenali tingkat analisa yang digunakan dalam menggambarkan, menjelaskan, atau

memprediksikan suatu fenomena. Tingkat analisa adalah unit atau obyek yang akan

diteliti dalam kaitannya dengan variabel lain. Dalam disiplin Hubungan Internasional,

tingkat analisa diperlukan untuk menyederhanakan objek dan masalah penelitian.40

Setelah data terkumpul, data tersebut akan dianalisa dan dilihat dalam penelitian dan

hasilnya akan menjadi sebuah skripsi.

40 Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional; Metodelogi dan Disiplin, (LP3ES,

(34)

A. Hubungan Amerika Serikat dengan Wilayah Sudan Selatan

1. Dukungan Diplomatik

2. Dukungan Militer

3. Dukungan Ekonomi

BAB IV FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI AMERIKA SERIKAT MENDUKUNG KEMERDEKAAN SUDAN SELATAN

A. Kepentingan Amerika Serikat di Sudan Selatan

B. Faktor yang Mempengaruhi Amerika Serikat Mendukung Kemerdekaan Sudan Sudan:

(35)

BAB II

SEJARAH KONFLIK SUDAN DAN SUDAN SELATAN

Sudan merupakan negara terbesar di kawasan Afrika41 dengan luas wilayah

2,505,813 km persegi dan populasi mencapai 39,154,490 jiwa. Negara ini merdeka

pada tahun 1956 dari kekuasaan Anglo Mesir. Ibu kota negara berada di Khartoum.

Namun, dalam perjalanan kemerdekaannya keutuhan negara ini tidak berlangsung

lama,42 pemerintahan Sudan terbelah menjadi dua kubu menjadi Sudan bagian Utara

dan Sudan bagian Selatan.

Sudan jatuh pada konflik yang panjang dan memakan banyak korban jiwa

akibat konflik tersebut. Dalam menjelaskan konflik yang terjadi di Sudan, diperlukan

penjelasan yang panjang untuk memahami akar masalahnya. Dalam memahami

konflik ini, diperlukan penjelasan komperhensif dengan pendekatan yang sistematis

hingga diperlukan penjelasan yang panjang mengenai sejarah mengingat konflik ini

terjadi disebabkan oleh multifaktor.

41Amanda Briney, Geography of Sudan, tersedia di

http://geography.about.com/od/sudanmaps/a/sudan-geography.htm diakses pada 29 Maret 2011.

42 Leben Nelson Moro, “Governance of Oil Resources and the Referendum in Southern

(36)

Gambar II.1 Peta Sudan dan Sudan Selatan

Sumber: http://www.enoughproject.org/conflicts/sudans diakses pada 29 Maret 2014

Dalam bab ini akan dibahas awal penyebab konflik di Sudan hingga konflik

kedua yang terjadi di Darfur melalui sudut pandang sosial, politik, serta budaya. Bab

ini akan mencoba menjelaskan serta memahami latar belakang penyebab konflik di

(37)

A. Perang Sipil Pertama (1955 -1972)

Pada tahun 1947, Inggris yang ketika itu merupakan kolonial di Sudan

memutuskan bahwa Sudan bagian Utara harus bersatu menjadi suatu negara dengan

Sudan bagian Selatan. Keputusan Inggris saat itu merupakan suatu kesalahan, karena

kedua bagian Sudan ini sangatlah berbeda latar belakang terutama dalam hal agama

dan ras serta suku. Sudan bagian Utara yang dihuni oleh orang-orang ras Arab yang

mempraktikkan ajaran Islam, sedangkan bagian Selatan yang mempunyai beragam

etnis dan budaya Afrika merupakan penganut agama Kristen.43

Sudan merupakan negara yang merdeka pada tahun 1956 atas kekuasaan

Anglo Mesir. Sejak kemerdekaannya, Sudan tidak lepas dari konflik kecil yang yang

selalu muncul. Hal ini disebabkan oleh pemerintah pusat di Khartoum (Utara) lebih

mendominasi pemerintahan karena dahulu sebagian besar kolonial menetap di Utara.

Dengan posisi pemerintahan yang berada di wilayah Utara membuat masyarakat

Selatan menjadi khawatir dengan ketidakadilan pemerintah karena dalam

pemerintahan yang berisi 800 kursi, hanya enam yang diisi oleh Sudan bagian

Selatan. Dengan posisi pemerintahan yang didominasi oleh Sudan mengakibatkan

kesenjangan pembangunan di kedua wilayah.44

Akibat pemerintahan yang didominasi oleh Utara, sebagian besar politik

Sudan juga sering mengeluarkan kebijakan yang memaksa wilayah Selatan agar

sesuai dengan pemerintah pusat yang berada di Khartoum, walaupun mereka berbeda

43Nelson Moro, “Governance of Oil Resources and the Referendum in Southern Sudan”. 44Lauren Ploch Blanchard, “Sudan and South Sudan: Current Issues for Congress and U.S

(38)

pendapat. Perbedaan ini diperparah oleh perbedaan ras, budaya, dan agama di Sudan.

Pemerintah Khartoum yang didominasi ras Arab, mencoba mengIslamkan pedesaan

yang berbeda agama serta kelompok etnis yang merasa terpinggirkan oleh

pemerintah pusat.45 Sudan diperintah oleh Front Nasional Islam (NIF), sebuah rezim Islam di bawah Presiden Omar Al-Bashir yang memiliki powerbase terutama di wilayah Utara yang beretnis Arab dan beragama Islam. Wilayah Pusat dan Selatan

dihuni oleh kelompok yang berbeda, dengan campuran bahasa Afrika, yang berasal

dari kelompok beragama Kristen dan Animisme.46

Ketidakpuasan wilayah Selatan atas diskriminasi pemerintah Khartoum

memicu pemberontakan untuk melawan pemerintah Khartoum. Telah berulang kali

penduduk Selatan berusaha untuk mendapatkan otonomi yang signifikan atau

kemerdekaan dari Khartoum, namun mereka yang tidak mendapatkan haknya dan

terpaksa berjuang dengan menggunakan senjata untuk mencapainya.47 Kelompok

dari wilayah lain yang tidak hanya dari Selatan, juga memulai aksinya terhadap

pemerintah dengan mengikuti alasan yang sama dengan Selatan. Sebagian besar

kelompok-kelompok lain akhirnya bergabung dengan pemberontak Selatan.48

45Lauren Ploch Blanchard, “Sudan and South Sudan,” 6.

46 Tim Youngs, “Sudan: conflict in Darfur”, research paper 04/51, House of Commons

Library, 23 Juni 2004, 7.

47Tim Youngs, “Sudan: conflict in Darfur”, 7.

(39)

Konflik ini menjadi perang Saudara pertama di Sudan yang terjadi atas

keinginan masyarakat Sudan Selatan yang ingin terbebas dari pemerintahan Utara.49

Dalam upaya mengakhiri perseteruan yang terjadi sejak 1955-1972, diadakan

perjanjian Adis Ababa pada tahun 1972. Perjanjian ini mengakhiri pemberontakan

Sudan bagian Utara dan Selatan dengan beberapa point penting yaitu, pembentukan

pemerintah otonom tunggal yang mengontrol seluruh Sudan Selatan, pendirian

Konsul Eksekutif Tinggi untuk mengurus masalah tata daerah Sudan Selatan, dan

penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi di Sudan Selatan.50

Perdamaian atas perjanjian Adis Ababa tidak berlangsung lama. Pada tahun

1980, Presiden Jaafar Nimeiry, yaitu pemimpin militer sekaligus presiden terpilih

Sudan 1969-1985, membuat kebijakan baru yang membawa Sudan pada Perang Sipil

Kedua.

B. Perang Sipil Kedua (1983-2005)

Kebijakan yang dibuat Presiden Nimery membuat Sudan memulai kembali

konflik saudaranya pada 1983. Presiden Nimery melakukan banyak pendekatan

diktator kepada pemerintah seperti pembubaran DPRD Sudan Selatan dan parlemen

nasional hingga pemenjaraan bagi orang yang menentang pemerintahannya.51

Kebijakan lain Presiden Nimery adalah mengubah hukum pemerintahan Sudan

49Greg Larson, “A brief history of modern Sudan South Sudan”, The Valentino Achak Deng

Foundation, and Water for South Sudan, Inc. tersedia di http://www.waterforsouthsudan.org/brief-history-of-south-sudan/ diakses pada 10 Juni 2014.

50Christopher R. Mitchell ,”Conflict Resolution and Civil War: Reflections on the Sudanese

Settlement of 1972”, Center for Conflict Analysis and Resolution 1989 , 9.

51 Robert O. Collins, Sudanese independence and civil war, tersedia di

(40)

menjadi hukum Islam. Hal ini menimbulkan keresahan dan ketakutan bagi penduduk

Sudan karena tidak semua penduduk Sudan beragama Islam, terutama di wilayah

Selatan.52

Kebijakan yang ingin diterapkan oleh Presiden Nimeiry membuat Sudan

diberikan sanksi oleh PBB yang didukung oleh Amerika Serikat. Embargo ekonomi

ini mengakibatkan Sudan harus bersikap mandiri karena tidak ada bantuan

international. Dalam keadaan diembargo, Sudan terus berusaha bertahan dengan

kemandiriannya dalam sektor pertanian dan pengembangan teknologi negaranya.53

Keterpurukan Sudan dari embargo diperparah oleh musim kemarau panjang yang

melanda Sudan hingga masyarakat Sudan mengalami kekeringan serta kelaparan.

Akibat kebijakan Presiden Nimery tersebut membuat masyarakat Sudan

bagian Selatan geram hingga Sudan kembali terjatuh dalam penyebab konflik dengan

pola yang sama. Perang Kedua pecah pada tahun 1983 ketika pemerintah Sudan

mencabut otonomi Selatan dan berusaha untuk menerapkan Hukum Syariah Islam di

seluruh negeri.54 Tidak lama berlangsung, kekuasaan Presiden Nimeiry digulingkan

hingga wilayah Utara mengalami ketidakstabilan. Konflik semakin menjadi dengan

adanya kudeta tahun 1993 oleh pemerintahan sipil di bawah aliansi kekuasaan Omar

Al- Bashir sebagai pemimpin militer dan kelompok Islam ekstrimis.55

52 Marina ottaway and Mai El-Sadany, “Sudan: From Conflict To Conflict”, May 2012, 5. 53 Wawancara pada tanggal 7 September, terdapat pada lampiran 1.

(41)

Selain karena kebijakan baru mengenai hukum Islam yang ingin diterapkan

di seluruh Sudan, penyebab perang kali ini lebih kompleks. Hal itu dikarenakan

meningkatnya kompetisi untuk mengontrol sumber minyak di pusat negara yang

baru ditemukan serta adanya perubahan kerjasama pada perusahaan minyak milik

barat yang menolak kebijakan Sudan, sehingga Sudan beralih menjalin kerjasama

dengan pada Tiongkok, Malaysia, serta India.56

Perang sipil pertama di Sudan dapat mereda karena besarnya tekanan dari

pemerintah. Hal ini juga dikarenakan adanya perjanjian yang mengikat pihak Selatan

untuk tidak menyerang pemerintahan kembali di kemudian hari. Namun pada Perang

Sipil Kedua di Sudan, terdapat banyak faktor hingga konflik ini sulit untuk diatasi.

Kondisi ini terus berlangsung hingga ke wilayah Darfur, yaitu bagian barat Sudan.

Penjelasan perang di Darfur akan dibahas pada subbab berikut ini:

1. Perang Darfur Tahun 2003

Darfur merupakan daerah di Sudan tepatnya di sebelah barat dekat dengan

perbatasan Afrika Tengah dan Chad. Di Darfur, masyarakatnya sangat beragam

dengan lebih dari 30 kelompok etnis yang berkebangsaan Afrika dan Arab. Suku

asli di Darfur adalah Fur, Masalit, Daju, Zaghwa, dan Berti. Penduduk di Darfur

didominasi oleh populasi muslim dari berbagai macam etnis.57 Banyak penduduk

Darfur yang beragama Islam dan beretnis Arab mendiami wilayah Utara Darfur,

sedangkan Selatan dihuni oleh petani Afrika.

56 Ottaway and Sadany, Sudan, 6.

(42)

Masyarakat Darfur banyak didiami orang Muslim Arab yang menikah

dengan pribumi Darfur berbangsa Afrika, akibatnya orang Darfur didominasi orang

berkulit hitam Arab-Afrika. Sejak bangsa Arab datang ke Darfur pada abad ke-18,

hubungan mereka dengan suku pribumi terjalin tanpa perselisihan. Jika terjadi

perselisihan pun akan langsung diselesaikan melalui mediasi dengan pemimpin

lokal. Di Darfur sejak dulu hidup banyak dinasti yang menjadikan Darfur semakin

makmur dengan tanah yang subur karena letaknya dekat dengan Gunung Jabal

Marra. Darfur memulai konflik internal ketika abad ke-19 karena tidak adanya

penegak hukum, sedangkan Darfur menjadi tempat perdagangan yang besar saat

itu.58

Salah satu konflik yang tidak dapat dihindari oleh Darfur adalah sejak Inggris

meyerahkan seluruh jajahannya kepada pemerintah yang berpusat di Utara dan hanya

mengembangkan tanah subur di Utara serta mengabaikan daerah selatan dan Darfur

yang berada di Barat. Akibat adanya ketimpangan oleh pemerintahan, mengharuskan

mereka harus berkonflik menuntut hak atas kejengahan yang mereka alami. Hal ini

diperparah ketika Sudan menemukan lahan minyak baru yang pengolahannya

dimonopoli serta adanya pemaksaan hukum Islam yang ingin diterapkan di Sudan.59

Hal lain diperparah dengan adanya pangkalan militer Libya di Darfur untuk

Perang Islam di Chad dalam perang Arab-Fur yang terjadi pada tahun 1987-1989.

Dari perang tersebut, membuat Darfur dibanjiri oleh senjata. Akibatnya, ribuan

(43)

orang tewas dan banyak rumah warga Darfur terbakar. Kesengsaraan Darfur

diperparah oleh kekeringan serta kelaparan yang melanda negara ini pada akhir

tahun 1980, dan tidak ada perhatian dari pemerintah pusat.60

Kebencian karena diksriminasi pemerintah Sudan serta kemampuan untuk

memegang senjata dengan adanya perang Arab-Fur, membuat suku Afrika Darfur

melakukan pemberontakan terhadap pemerintah. Dalam keadaan seperti ini,

pemerintah juga membentuk milisi yang dipersenjatai untuk melawan suku Afrika

Darfur. Milisi ini merupakan asal mula milisi Janjaweed, (yang artinya adalah pasukan penunggang kuda). Omar Al Bashir juga membuat kebijakan dengan memberikan sokongan yang mengatur milisi ini untuk meminggirkan etnis Afrika. 61

Pemerintah Sudan secara resmi memberikan kekebalan hukum bagi milisi

Janjaweed untuk menyerang kelompok-kelompok pemberontak Darfur.62 Selain itu,

pemerintahan Omar Al Bashir juga membantu Osama Bin Laden tahun 1996 dan

melakukan percobaan pembunuhan Hosni Mubarak pada tahun 1998. Amerika

Serikat berupaya memerangi terorisme di Sudan dengan sanksi dan pengecaman bagi

Sudan sebagai negara teroris. Sejak saat itu, Sudan semakin agresif untuk melakukan

aksinya.63

Untuk menandingi milisi Janjaweed, etnis Afrika Darfur membentuk milisi

bersenjata dari etnis non-arab hasil persatuan dari dua milisi besar yaitu South’s

60 Prunier, Darfur, 42-47.

61Michael Ray, Janjaweed, tersedia di

http://www.britannica.com/EBchecked/topic/1003597/Janjaweed diakses pada 23 Juli 2014.

62 Flint and De wall, Darfur: A New History of a Long War [ebook] (Africa Arguments,

2005), 129.

(44)

Sudan People’s Liberation Army (SPLA) dan Darfur Liberation Font (DLF). Dari

sinilah terbentuk milisi Sudan People’s Liberation Movement (SPLM) pada Maret

2003.64 Janjaweed mulai menjadi jauh lebih agresif pada tahun 2003, setelah dua

kelompok pemberontak non-Arab mengangkat senjata melawan pemerintah Sudan

dan menuduh penganiayaan yang dilakukan oleh rezim Arab di Khartoum.

Menanggapi aksi pemberontak Selatan, Milisi Janjaweed mulai menjarah kota-kota

dan desa-desa yang dihuni oleh suku-suku Afrika yang menjadi anggota tentara

pemberontak yang berasal dari suku Zaghawa, Masalit, dan Fur.65

Krisis di Darfur melibatkan pemerintahan Khartoum serta Omar Al-Bashir

sebagai Presiden yang membuat kebijakan untuk menyerang etnis afrika Darfur

melalui Milisi Janjaweed. Kelompok pemberontak Darfur, seperti Sudanese Liberation Movement/Army (SLM/A), Formerly Darfur Liberation Front (DLF),

serta Justice and Equality Movement (JEM) banyak menjadi korban akibat serangan yang dilakukan oleh pemerintah Khartotoum. Korban jiwa di Darfur mencapai

300.000 orang tewas dan dua juta orang mengungsi.66

Pada tahun 2005, setelah negosiasi panjang, kesepakatan damai

ditandatangani antara pemerintah di Khartoum dan para pemberontak di Selatan.

64Robert O Collins, “Disaster in Darfur”, The Gregg Centre vol 26, No 2, [Jurnal on-line],

2006, tersedia di http://journals.hil.unb.ca/index.php/JCS/article/view/4511 diakses pada 24 Juli 2014, h, 39

65 Brendan Koerner, “Who Are the Janjaweed? “, 19 Juli 2005, tersedia di

http://www.slate.com/articles/news_and_politics/explainer/2004/07/who_are_the_janjaweed.html diakses pada 10 Agustus 2014.

66 “The United States and South Sudan: A Relationship Under Pressure”, Council of

American Ambassadors [artikel on-line] tersedia di

(45)

Hasilnya adalah pihak Sudan Selatan akan memiliki otonomi sendiri selama enam

bulan dan akan memisahkan diri dengan dilakukannya referendum untuk voting

apakah Sudan Selatan masih tetap bagian dari Sudan atau akan memisahkan diri.

Kekayaan alam berupa minyak di perbatasan akan dibagi dua (50:50) untuk kedua

Sudan setelah referendum.

C. Sikap Amerika Serikat

Pada konflik dan pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah Sudan

khususnya di Darfur, sikap marah Amerika Serikat kepada pemerintah Sudan

semakin besar. Menteri Pertahanan Amerika Serikat serta Mahkamah Pidana

Internasional (ICC) mendakwa presiden Sudan, Omar Al Bashir, atas dugaan sebagai

penjahat perang karena telah bertanggung jawab atas dukungan dengan

mempersenjatai milisi Janjaweed untuk membakar desa-desa, memperkosa wanita,

dan membunuh orang-orang dari suku Afrika Darfur.67

Hal ini berbeda dengan yang dikatakan oleh Prof. Amani Lubis selaku

pengamat Kawasan Timur Tengah dan Afrika, Beliau mengatakan bahwa milisi

Janjaweed sudah menaati hukum perang dengan tidak menyerang anak dan wanita.

Banyak pemberitaan barat memberikan informasi yang mengandung unsur

propaganda untuk memojokkan Sudan. Hal ini dilakukan oleh Amerika Serikat

karena terdapat kepentingan yang besar pada konflik ini.68

(46)

Krisis di Darfur membawa dampak yang sangat besar bagi hubungan

Amerika Serikat dan Sudan. Hubungan Sudan dan Amerika Serikat yang

merenggang ketika pemerintah Sudan secara tegas membantu memberikan tempat

bagi Osama bin Laden pada 1990 di Sudan serta membantu kelompok teroris untuk

membunuh Hosni Mubarak. Sanksi yang diberikan Amerika Serikat ketika itu adalah

pemutusan hubungan kerjasama karena Sudan dinyatakan sebagai negara sponsor

terorisme. Dengan hal itu, Sudan dapat menjalin kerjasama kembali dengan Amerika

Serikat meskipun kongres tetap melanjutkan pemberian sanksi terhadap pemerintah

Sudan.69

Amerika Serikat tidak akan membiarkan Sudan akan jatuh kepada genosida

lebih dalam seperti yang terjadi di Rwanda. Genosida membawa Amerika Serikat

memberikan respon yang mendalam, khususnya pada masyarakat Amerika Serikat

mengingat kenangan atas holocaust dan kegagalan dalam bertindak di Rwanda.70 Amerika Serikat berupaya mendukung kebijakan yang membuat konflik Sudan

mereda agar Sudan Selatan dapat mencapai kemerdekaannya.

Dengan jumlah korban jiwa mencapai 300.000 jiwa, berbagai kecaman

datang dari berbagai negara. Amerika Serikat lewat pernyataan Presiden Bush dalam

pidatonya untuk mengecam sikap Sudan. Kemudian juga Amerika Serikat merespon

konflik ini dengan memberikan sejumlah bantuan kemanusiaan untuk masyarakat di

(47)

Sudan Selatan yang harus mengungsi karena rumah mereka terkena dampak

langsung dari konflik tersebut.71

Upaya perdamaian Amerika Serikat untuk melaksanakan perdamaian dengan

lancar dilakukan dengan menjanjikan kebijakan normalisasi hubungan Amerika

Serikat dengan Sudan serta mencabut Sudan sebagai negara sponsor terorisme. Hal

itu dimaksudkan untuk mengantisipasi keburukan yang akan terjadi dikemudian hari.

Dalam proses ini, kongres juga memberikan kebijakan yang akan menciptakan

perdamaian pada proses perdamaian yang akan dilakukan pada 2011.72

Urusan wilayah minyak menjadi salah satu penyebab konflik di Sudan.

Kilang minyak yang dikuasai oleh Sudan ketika pertama kali ditemukan dahulu,

dimonopoli oleh pemerintah Sudan sehingga menjadi sengketa ketika dua negara ini

berpisah. Sudan mulai mengekspor minyak mentah pada tahun 1990, aliran minyak

Sudan melewati wilayah Selatan, sehingga Selatan mengklaim keberadaan minyak

tersebut adalah miliknya.73

Tingkat produksi minyak Sudan mencapai 490.000 per barel setiap harinya.

Ini merupakan sumber terbesar pendapatan untuk Sudan. Ketergantungan Sudan

pada pendapatannya yang berasal dari minyak menjadikan persoalan sengketa

71Kevin Peraino, “Is Massive U.S. Aid Helping South Sudan?”, September 2010, tersedia di

http://www.newsweek.com/massive-us-aid-helping-south-sudan-72101 diakses pada 13 Juli 2014.

(48)

minyak ini menjadi hambatan yang serius.74 Dari hal ini, Amerika Serikat juga

memberikan usulan-usulan mengenai minyak pada kedua Sudan.

Sikap Amerika Serikat terhadap konflik di Sudan menjadi serangakaian

kebijakan yang mengarah pada kecaman atas apa yang terjadi di Sudan. Selain itu

Amerika Serikat juga berusaha menjadi mediator bagi sengketa minyak yang terjadi

di Sudan. Kebijakan Amerika Serikat diupayakan untuk mendukung bagaimana

masyarakat Sudan Selatan dapat segera berpisah dari Sudan.

Kebijakan Amerika Serikat di Sudan Selatan banyak dilakukan untuk

mendukung wilayah Selatan mendapatkan kemerdekaannya. Amerika Serikat banyak

mengeluarkan kebijakan luar negeri sebagai bantuan substansial bagi calon negara

baru tersebut. Untuk melihat apa saja dukungan Amerika Serikat di Sudan Selatan,

akan dijelaskan secara rinci pada bab III.

(49)

BAB III

DUKUNGAN AMERIKA SERIKAT DALAM PROSES

KEMERDEKAAN SUDAN SELATAN

A. Hubungan Amerika Serikat dengan Wilayah Sudan Selatan

Amerika Serikat merupakan negara adidaya yang selalu dapat hadir dalam

sebuah peristiwa internasional. Keterlibatan Amerika Serikat dalam konflik

merupakan sebuah intervensi yang dimaksudkan untuk menjadi fasilitator, mediator,

atau pencetus perdamaian. Pada peristiwa konflik Sudan yang telah terjadi selama

puluhan tahun,75 banyak aktor internasional mencoba memberikan upaya serta solusi

perdamaian antara kubu Utara dan Selatan.

Awal mula hubungan Amerika Serikat dengan Sudan Selatan dalam upaya

perdamaian konflik adalah ketika selama Perang Teluk. Amerika Serikat berseteru

dengan Sudan, hingga mendorong Amerika Serikat yang saat itu dipimpin oleh

Presiden Bill Clinton memberikan bantuannya pada pihak pemberontak di Selatan.76

Kemudian, hubungan ini berlanjut pada Presiden George W. Bush serta Presiden

Barack Obama. Koalisi bipartisan pada pemerintah Amerika Serikat yang dikenal

sebagai “Sudan Caucus” yang mendorong ketiga presiden ini untuk menjadikan

75 Matthew LeRiche and Matthew Arnold, South Sudan: From Revolution to Independence

(United Kingdom: Hurst&Co, 2012), 1.

76 Jonathan Jacobs, “South Sudan and the US National Interest”, Think Africa Press 2012,

(50)

Sudan sebagai agenda prioritas pada kebijakan luar negeri demi menghentikan

konflik yang telah lama berlangsung.77

Amerika Serikat menjadi penggerak atas perjanjian damai antara Sudan

dengan Sudan Selatan dari tahun 2001.78 Dalam perannya, Amerika Serikat

memainkan peran kunci dalam membantu membuat protokol yang mengantarkan

konflik dua Sudan ini pada Perjanjian Perdamaian Komprehensif (CPA). CPA

tersebut dilaksanakan pada tahun 2005 sebagai peletak dasar Referendum tentang

penentuan nasib sendiri pada tahun 2011. Hasilnya adalah orang-orang Sudan

Selatan sangat banyak memilih untuk memisahkan diri.79 Dalam menjelaskan

dukungan Amerika Serikat dalam kemerdekaan di Sudan Selatan, akan dibagi pada

tiga dukungan, di antaranya adalah;

1. Dukungan Diplomatik

Luasnya keterlibatan internasional tercermin dari jumlah ditandatanganinya

saksi Comperhensive Peace Agreement (CPA) yaitu Kenya, Amerika Serikat, Inggris, Italia, Norwegia, Belanda, Uganda, Mesir, Intergovernmental Authority on Development (IGAD), Liga Arab, PBB, Uni Eropa, dan Uni Afrika (AU). Terdapat banyak asosiasi internasional formal maupun informal yang telah terlibat di Sudan,

77 Rebecca Hamilton, “U.S. Played Key Role in Southern Sudan's Long Journey to

Independence”.

78Morgan L. Roach and Ray Walser, “The Role of the United States in Southern Sudan’s

Referendum”, Heritage Foundation, Maret 2011.

79 U.S. Relations With South Sudan (U.S Depertment of State, 2014) [database on-line];

(51)

seperti Sudan Troika80 yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, dan Norwegia,

serta lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang secara berkala menangani

masalah di Sudan.81

Dukungan diplomatik Amerika Serikat di Sudan Selatan mulai gencar

dilakukan pada masa pemerintahan Presiden George W. Bush tahun 2001. Kebijakan

yang dibuat Amerika Serikat pada masa itu merupakan kebijakan war on terrorism

yang dipelopori oleh Presiden George W. Bush ke seluruh dunia. Amerika Serikat

menuju ke Sudan karena Bill Clinton, pada tahun 1993, menambahkan Sudan pada

daftar “negara sponsor terorisme”.82

Mengantisipasi apa yang dahulu terjadi pada saat konflik Rwanda, Presiden

Bil Clinton saat itu juga mengatakan penyesalan mendalamnya sebagai seorang

presiden Amerika Serikat yang gagal mencegah pembantaian 800.000 orang dalam

konflik Rwanda. Hal ini membuat Presiden George W. Bush mendorong upaya

perdamaian di Sudan yang telah menelan hampir 300.000 korban jiwa.83 Hal ini juga

didukung oleh adanya ikatan kelomok Kristen Evangelis Amerika Serikat dan

80 Sudan Troika adalah anggota dari tiga dari donor yang menonjol, Amerika Serikat, Inggris

dan Norwegia, kelompok yang mendukung proses negosiasi CPA. Pemerintah Sudan Troika telah kolektif memberikan bantuan 49,5% dari ODA antara tahun 2000 dan 2009.

Tersedia di http://www.state.gov/r/pa/prs/ps/2011/12/178314.htm diakses pada 23 Juli 2014.

81Princeton N. Lyman, “Negotiating Peace in Sudan”.

82Jonathan Jacobs, “Sudan Selatan dan US National Interest”, Think Africa Press, 13 Maret

2012, Africa [datebase on line]; tersedia di http://thinkafricapress.com/south-sudan/oil-us-south-sudan-secession; diakses pada 11 Juli 2014.

83Andrew Quinn, “Sudan vote tests Obama's Africa diplomacy”, Reuters Africa, 5 Januari

(52)

pendiri otoritas Sudan Selatan yang mengkampanyekan pemisahan Sudan Selatan

pada Presiden George W. Bush. 84

Kampanye yang dilakukan kelompok Kristen Evangelis merupakan bentuk

protes atas apa yang terjadi pada konflik Sudan. Hal itu disebabkan karena kelompok

agama dan kelompok politis di Amerika Serikat turut memperhatikan konflik di

sana. Kelompok ini menjadi salah satu alasan Amerika Serikat mendukung proses

kemerdekaan Sudan Selatan yang telah memperjuangkan kemerdekaan Sudan

Selatan sejak abad ke-19.85

Pada awal pemerintahan Presiden George W. Bush kelompok Kristen

Evangelis di Amerika Serikat mendesak presiden untuk mengambil tindakan

menghentikan serangan yang dilakukan oleh Sudan di wilayah Selatan. Kelompok

Kristen Evangelis yang bergabung dengan Black Caucus merasa geram atas laporan dari wilayah Sudan di Utara karena telah memperbudak orang Selatan dan

menyampaikan hal tersebut kepada Kongres.86

Kemarahan kelompok Kristen Evangelis di Amerika Serikat semakin menjadi

atas laporan penindasan yang dilakukan oleh orang Sudan di Utara terhadap orang

Kristen di Selatan. Kelompok Kristen Evangelis menekan Presiden George W. Bush

84Jeffrey Gettleman, “After Years of Struggle, South Sudan Becomes a New Nation”, New

York Times, 9 juli 2011, New York Times Online [artikel on-line], tersedia di

http://www.nytimes.com/2011/07/10/world/africa/10sudan.html?_r=0; diakses 23 Juli 2014.

85Jeffrey Gettleman, “After Years of Struggle”.

(53)

agar mengambil alih perang yang terjadi di Sudan.87 Usaha mereka terbayar pada

tahun 2000 ketika Presiden George W. Bush terpilih sebagai presiden Amerika

Serikat.88

Hal ini merupakan awal terlibatnya Presiden George W. Bush di Sudan, yaitu

pada tahun 2001 setelah dilatik menjadi presiden. Presiden George W. Bush

menunjuk Senator John Danforth sebagai utusan proses perdamaian di Sudan yang

bekerjasama dengan Intergovernmental Authority on Development (IGAD) yang terbukti menjadi negosiator efektif bagi perdamaian di Sudan.89

Hal yang sama juga dilakukan oleh Sudan Selatan untuk mendapatkan

dukungan dari Amerika Serikat yaitu, usaha kepala pemerintah otonom Sudan

Selatan, yaitu Salva Kiir yang kini menjadi presiden Sudan Selatan. Selama

bertahun-tahun, terutama masa Presiden George W. Bush, Kiir bersama kelompok

Kristen bernaung di kalangan Ideologi Ekstrimis Washington untuk berusaha

membentuk kembali keseimbangan kekuasaan di Sudan.90 Rezim Kiir telah lama

menjadi rezim kesayangan Amerika Serikat sebagai negara donor Barat sehingga

Amerika Serikat mendukung Salva Kiir untuk mendapatkan kemerdekaan dari

Sudan.

87 Princeton N. Lyman, “Negotiating Peace in Sudan”, Journal of the School of Global

Affairs and Public Policy (GAPP) at American University in Cairo, Nov. 9, 2010 [jurnal on-line]; tersedia di http://www.aucegypt.edu/gapp/cairoreview/pages/articleDetails.aspx?aid=21; Internet; diunduh pada 15 Juli 2014.

88Jeffrey Gettleman, “After Years of Struggle”. 89Princeton N. Lyman, “Negotiating Peace in Sudan”.

90Kevin Peraino, “Is Massive U.S. Aid Helping South Sudan?”, News Week, 2010, [artikel

Gambar

Tabel IV. C.2.a. Peran Tiongkok dan Amerika Serikat di Sudan dan Sudan
Gambar II.1  Peta Sudan dan Sudan Selatan…………………………………… 22
Gambar II.1 Peta Sudan dan Sudan Selatan
Tabel C.2.a. Peran Amerika Serikat dan Tiongkok di Sudan dan Sudan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini yaitu (1) Manajemen Aset dan Kinerja Keuangan berdasarkan uji Simultan menyatakan bahwa secara bersama-sama atau serempak berpengaruh positif dan signifikan

Berkaitan dengan hal tersebut, Polisi Resort Bungo seyogyanya melaksanakan peran dan fungsi Polri tersebut, salah satu programnya adalah dalam bentuk Patroli

Segunung Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) menghasilkan penekanan yang tinggi terhadap karat putih asal krisan dibanding dengan Cladosporium dari Bandung Barat

Berdasarkan permasalahan penelitian yang berjudul “Penerapan strategi Self-management untuk meningkatkan penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas X MIA 3 SMA

Oleh karena itu, dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemahaman isu-isu kritis lingkungan (X) dengan perspektif global (Y). Dari hasil

4.27 Jumlah Penderita Cacat dan Kelas Indeks Rasio Orang Cacat Kecamatan Batujaya……….. 4.76 Hasil Analisis Indeks Penduduk Terpapar

 Enam dari tujuh kelompok pengeluaran yang ada mengalami kenaikan indeks, yakni berturut-turut: kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau naik 0,90 persen;

Sejak perolehan informasi memerlukan biaya, dan investor tidak dapat mengharapkan untuk melawan pasar ketika harga pasar telah menggambarkan informasi yang telah