Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
oleh
Shofia Nida
1110113000049
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
memberikan dukungannya terhadap kemerdekaan Sudan Selatan pada tahun 2011.
Skripsi ini melihat latar belakang Amerika Serikat melalui faktor apa yang menjadi
dasar bagi Amerika Serikat untuk mendukung kemerdekaan baik itu faktor internal
maupun faktor eksternal. Sumber data penelitian ini diperoleh dari pengumpulan
studi pustaka dan wawancara. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kebijakan
yang dilakukan Amerika Serikat serta bagaimana Amerika Serikat akhirnya
mendukung kemerdekaan Sudan Selatan setelah memberikan banyak dukungan.
Skripsi ini menemukan bahwa kebijakan Amerika Serikat dalam mendukung
kemerdekaan Sudan Selatan didasari atas faktor yang datang dari kepentingan
Amerika Serikat seperti protes yang dilakukan oleh kelompok Kristen Evangelis yang
melakukan protes atas apa yang terjadi pada masyarakat Sudan Selatan hingga adanya
kepentingan minyak Amerika Serikat di Sudan. Untuk lebih memahami kebijakan
Amerika Serikat di Sudan, penelitian ini menggunakan teori kebijakan luar negeri
dengan menggunakan pandangan Rosenau, Alex Mintz, serta Holsti. Penelitian ini
juga menggunakan konsep kepentingan nasional yang dapat menjelaskan latar
belakang atas dukungan Amerika Serikat pada kemerdekaan Sudan Selatan.
Kata kunci: Sudan, Sudan Selatan, Amerika Serikat, CPA, dukungan,
hidayahNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
judul “KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG
KEMERDEKAAN SUDAN SELATAN TAHUN 2011”.
Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar
sarjana pada program studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya menyadari
bahwa skripsi ini tidak dapat selesai tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu Saya ingin menyampaikan beberapa ucapan terima kasih kepada
beberapa pihak yang setia memberikan semangat serta dukungan bagi penulis hingga
skripsi ini dapat selesai, diantaranya adalah:
1. Keluarga tercinta, terima kasih Ayahanda Abdul Karim, dan Ibunda
Kholilah yang selalu memanjatkan do’a agar Saya mendapatkan
kelancaran dalam menimba ilmu, serta dukungan materil kepada penulis
selama ini hingga dapat menyelesaikan kuliah hingga sarjana.
2. Kepada Kakak Edy Dailami dan Adik tersayang Muthmainnah Farhana
yang selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini,
terima kasih ya.
3. Dosen pembimbing saya, Ibu Rahmi Fitriyanti. Terima kasih selalu
memberikan waktunya untuk penulis serta dukungan dan motivasinya
selama ini mengerjakan skrispsi ini.
4. Ketua Prodi Hubungan Internasional, Ibu Debbie Affianty Lubis, serta
seluruh dosen FISIP UIN atas segala ilmu yang diberikan selama masa
6. Kepada sahabat Saya, terima kasih Riska, Uni Ira, Diedie, Sentika, Nina,
Ica, Alna, Wanda, Dinar, Fitriani, Syifa, dan Fauzi yang selalu
memberikan dukungan lewat sharing yang bermanfaat kepada penulis. 7. Kepada teman-teman terbaik di kelas HI B, Asri Kusumastuty, Rahmi
Kamilah, Fahmy Ramdhani, Uum Khumairah, terima kasih atas
pertemanan, kenangan serta dukungan selama masa perkuliahan dan
penyususnan skripsi ini.
8. Kepada teman-teman seperjuangan HI B angakatan 2010 yang selalu solid, terima kasih atas segala kebersamaannya selama masa kuliah, serta
kenangan yang tidak akan terlupakan.
9. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu persatu
yang telah membantu penulisan skripsi ini. Semoga kebaikan kalian
dibalas oleh Allah SWT.
Saya menyadari bahwa skripsi ini terdapat banyak kekurangan dan tidaklah
sempurna, meskipun demikian mudah-mudahan skripsi ini dapat menambah
wawasan bagi pihak yang membacanya dan bermanfaat bagi yang
membutuhkan.
Jakarta, 28 November 2014
KATA PENGANTAR………..……….……. v
DAFTAR ISI……….………. vii
DAFTAR TABEL ……….…………. ix
DAFTAR GAMBAR ………..…….…. x
DAFTAR SINGKATAN……… xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….……….. 1
B. Perumusan Masalah………. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………. 5
D. Tinjauan Pustaka………..……. 6
E. Kerangka Pemikiran ……… 10
1. Teori Kebijakan Luar Negeri……… 10
2. Teori Kepentingan Nasional………..………… 15
F. Hipotesa……… 17
G. Metode Penelitian………..…….. 17
H. Sistematika Penulisan ……….…...….. 19
BAB II SEJARAH KONFLIK SUDAN DAN SUDAN SELATAN A. Perang Sipil Pertama Tahun 1959-1980……… 23
B. Perang Sipil Kedua Tahun 1983-2005……….. 25
1. Perang Darfur Tahun 2003………. 27
2. Dukungan Ekonomi……… 47
3. Dukungan Militer ……… 49
BAB IV FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI AMERIKA SERIKAT
MENDUKUNG KEMERDEKAAN SUDAN SELATAN
A. Kepentingan Amerika Serikat di Sudan Selatan…….………… 52
B. Faktor yang Mempengaruhi Amerika Serikat Mendukung
Kemerdekaan Sudan Sudan……… 53
1. Faktor Interal………..……… 54
a. Opini Publik:
Dukungan Kelompok Kristen Evangelis …..………….… 54
b. Pembangunan Ekonomi:
Kebutuhan Energi Minyak Amerika Serikat ……… 57
2. Faktor Eksternal ………..……… 59
a. Great power Structure:
Balance of Power Tiongkok di Sudan……….……. 59 b. Terorisme:
Terosisme di Sudan………...……… 64
3. Faktor Penghambat
a. Sikap Tiongkok ……… 66
b. Sikap Pemerintah:
1. Sudan………..…… 67
Tabel IV. C.2.a. Peran Tiongkok dan Amerika Serikat di Sudan dan Sudan
Lamoiran 2 Statement Presiden Bush ……….………xxv
Lampiran 3 Statement Presiden Hilary Clinton………xxviii
CPA : Comperhensive Peace Agreement
DK PBB : Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
DLF : Darfur Liberation Font
ICC : International Criminal Court
ICISS : International Commission on Intervention and State
Sovereignty
JEM : Justice and Equality Movement
IGAD : Intergovernmental Authority on Development
SPLA : South’s Sudan People’s Liberation Army
SPLM : Sudan People’s Liberation Movement
SLM/A : Sudan Liberation Movement/ Army
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sudan Selatan merupakan negara yang baru saja meraih kemerdekaannya
pada tahun 2011. Nama resmi Sudan Selatan adalah Republik Sudan Selatan, letak
geografisnya di Afrika timur berdekatan dengan Kenya, Uganda, dan Republik
Demokratik Kongo di sebelah selatan, Republik Afrika Tengah di sebelah barat, dan
Sudan di sebelah utara. Hampir seluruh Sudan Selatan dikelilingi daratan. Kota
terbesar Sudan Selatan adalah Juba, yang juga sebagai ibu kota negara.1
Sebelum merdeka, Sudan Selatan mengalami konflik yang disebabkan oleh
banyak faktor. Konflik tersebut dimulai tahun 1955 setelah Inggris memberikan
kemerdekaan kepada Sudan yang mempunyai latar belakang berbeda dengan wilayah
Selatan.2 Perbedaan latar belakang ini menyebabkan konflik di Sudan karena
perbedaan agama dan perbedaan suku ras diantara masyarakatnya. Bermula dari
pemerintah Sudan yang masyarakatnya didominasi oleh pemeluk agama Islam dan
Sudan Selatan yang mayoritas pemeluk agama Kristen, diduga termarginalkan oleh
1 South Sudan profile, tersedia di http://www.bbc.com/news/world-africa-14069082 diakses
pada 20 Mei 2014
2South Sudan Description, tersedia di
pemerintah. Kemudian, Sudan juga tidak mampu untuk mengelola sumber daya yang
dimilikinya, yang menimbulkan ketidakseimbangan bagi proses pembangunan serta
pertumbuhan perekonomian yang tidak merata.3
Sebelum melakukan Referendum pada 2011, Sudan mengalami konflik
Darfur pada tahun 2003 hingga 2005 yang disebabkan oleh pertikaian antara
pemberontak dan tentara pemerintah yang saling menyerang. Selain itu, konflik
semakin meningkat akibat perebutan perbatasan Darfur yang memiliki sumber
minyak yang banyak. Hal ini diperparah dengan perbedaan pandangan referensi tapal
batas yang dipercayai kedua negara ini. Sudan berpegang pada keputusan Arbitrase
Den Haag, kemudian wilayah Selatan mengacu pada tapal batas bekas kolonial
Inggris pada masa penjajahan dulu.4
Akibat dari konflik Darfur, sebanyak 300.000 jiwa warga Darfur tewas5 dan
PBB mengatakan bahwa lebih dari 100.000 orang mengungsi akibat kekerasan yang
dilakukan milisi pemerintah Sudan.6 Dengan keadaan seperti ini, Sudan Selatan
mendesak untuk memisahkan diri dari Sudan.
3 Jimmy Carter, “Observing the 2011 Referendum on the Self-Determination of Southern
Sudan”, The carter center: final report, 2011,1
Dari beberapa aktor yang ada dalam mendukung Sudan Selatan, Amerika
Serikat merupakan aktor yang paling terlibat dan menjadi aktor bilateral yang cukup
berpengaruh.7 Amerika Serikat mendukung penuh upaya Sudan Selatan untuk
mencapai kemerdekaannya. Amerika memberikan dukungan diplomatik dengan
mendukung Comprehensive Peace Agreement (CPA) untuk mengadakan referendum bagi Sudan Selatan di kemudian hari.
Tujuan CPA adalah untuk mengakhiri Perang Sipil Kedua di Sudan,
mengembangkan tata pemerintahan yang demokratis di Sudan, dan membagi
pendapatan minyak secara adil serta melakukan kesepakatan untuk mencapai
kemerdekaan dengan melakukan referendum pada tahun 2011.8 Dalam upaya
mencapai perdamaian CPA, Amerika Serikat juga ikut berperan dengan memfasilitasi
melalui upaya regional oleh pembangunan otoritas pemerintahan luar negeri
(IGAD).9
Sebelum pada tahap final CPA, sejumlah persetujuan damai sudah dilewati, di
antaranya adalah Protokol Machos (Chapter I) pada 20 Juli 2002, yang isinya adalah pemerintah dan kelompok pemberontak South’s Sudan People’s Liberation Army
(SPLA) mencapai kesepakatan tentang kekuasaan negara dan agama, dan hak
7 Paul Romita, “The Sudan Referenda: What Role for Internatioanal Actors?”, New York:
International peace institute 2 (November 2010), 6.
8 Rebecca Hamilton, “U.S. Played Key Role in Southern Sudan's Long Journey to
Independence”, The Atlantic, 9 Juli 2011 [artikel on-line] tersedia di
http://www.theatlantic.com/international/archive/2011/07/us-played-key-role-in-southern-sudans-long-journey-to-independence/241660/ diakses pada 25 maret 2013.
9 “Sudans Comperhensive Peace Agreement” Voa, tersedia di
menentukan nasib sendiri bagi Sudan Selatan.10 Kemudian juga kesepakatan yang
telah dicapai sebelumnya, yaitu Power Sharing (Chapter II), Wealth Sharing(Chapter III), the Resolution of the Conflict in Abyei Area (Chapter IV), the Resolution of the Conflict in Southern Kordofan and Blue Nile States (Chapter V), Security Arrangements (Chapter VI), The Permanent Ceasefire and Security Arrangements Implementation Modalities and Appendices (or Annexure I), The Implementation Modalities and Global Implementation Matrix and Appendices (or Annexure II).11
Selain Amerika Serikat, Tiongkok telah lama menjalin kerjasama dengan
Sudan, dan mempunyai perusahan minyak di Sudan. Tiongkok sebagai mitra bagi
Sudan, membantu sebagian mediasi dengan wilayah Selatan. Amerika Serikat hadir
untuk mendukung wilayah Selatan dengan melakukan negosiasi perjanjian damai
dengan Sudan serta mencabut sanksi embargo bagi Sudan sebagai imbalan jika
menyetujui perdamaian yang dilakukan.12 Perubahan sikap Amerika Serikat ini
menjadi tanda tanya dalam skripsi ini. Respon yang diberikan Amerika Serikat pada
tahun 2000-an berubah lebih kontras karena kebijakannya untuk mendukung
Referendum Sudan Selatan. Hal ini mengingat terdapat dukungan Tiongkok yang
terlebih dahulu karena mempunyai perusahaan minyak besar di Sudan.
10Carter, “Observing the 2011 Referendum on the Self-Determination of Southern Sudan”,
The carter center: final report, 2011, 2.
11 “The Comprehensive Peace Agreement between The Government of The Republic of
Sudan and the Sudan People’s Liberation Movement/ Sudan Peoples’s Liberation Army”.
12 Daniel Large, “China's Sudan Engagement: Changing Northern and Southern Political
Trajectories in Peace and War”, The China Quarterly, 199:610-626, 2009, tersedia di
Fokus penulisan ini akan meneliti bagaimana dukungan yang dilakukan oleh
Amerika Serikat atas upaya Sudan Selatan dalam melakukan referendum dan
merdeka dari Sudan. Alasan mengapa mengambil penelitian ini karena Amerika
Serikat banyak mengeluarkan respon serta kebijakan sejak Sudan Utara dan Selatan
mengalami konflik hingga akhirnya Sudan Selatan melakukan referendum. Tahun
2011 dipilih karena menjadi tahun bagi Sudan Selatan melangsungkan referendum
dan menjadi negara merdeka. Jadi penelitian skripisi ini akan berjudul “KEBIJAKAN
AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG KEMERDEKAAN SUDAN
SELATAN TAHUN 2011”.
B. Pertanyaan penelitian
Mengapa Amerika Serikat mendukung upaya kemerdekaan Sudan Selatan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui latar belakang Amerika Serikat dalam berperan dalam proses
referendum Sudan Selatan
2. Dapat menerapkan teori yang telah dipelajari selama kuliah.
3. Mengetahui kepentingan Amerika Serikat atas perannya dalam perannya pada
proses referendum Sudan Selatan.
1. Diharapkan menjadi sarana referensi dan informasi bagi studi Hubungan
Internasional, khususnya bagi yang ingin mengkaji lebih jauh peran Amerika
Serikat dalam proses referendum Sudan
2. Diharapkan menjadi media informasi, media ilmu dan pemahaman serta
wawasan bagi para pembaca untuk mengetahui peran Amerika Serikat dalam
proses referendum Sudan
3. Menjadi masukan bagi para pembuat kebijakan, dan referensi bagi para
peneliti.
D. Tinjauan Pustaka
Ketika membahas konflik di Sudan seperti tidak ada habisnya. Konflik yang
dimulai dari masalah konflik etnis ini berlangsung sudah sejak lama, yaitu sejak
tahun 1955, seperti Perang Sipil Pertama dan perang sipil kedua pada tahun 2004.
Banyak litetarur yang telah membahas konflik ini. Beberapa penulisan berikut
merupakan tema tulisannya sama dengan penulis.
Tulisan yang pertama yaitu, dalam jurnal online yang ditulis oleh Astrid Ezhara Sinaga dalam eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3,
2013:667-678 dari Universitas Mulawarman (
http://fisip-unmul.ac.id/main/index.php/id) dengan judul “Keberadaan China dalam Penyelesaian
Konflik Sudan-Sudan Selatan” yang membahas keterlibatan Tiongkok dalam
Tiongkok berperan dalam penyelesaian konflik tersebut.13 Dalam analisanya, Astrid
menyatakan bahwa Tiongkok merupakan negara yang berperan cukup signifikan.
Sebelum kedua negara ini berpisah, Tiongkok sudah menjalin hubungan yang
baik dengan negara ini. Tiongkok juga menjalin hubungan yang baik dengan
pemimpin Sudan, yaitu Omar Al-Bashir yang ketika konflik Darfur terjadi dituduh
melakukan kejahatan genosida. Tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi hubungan
Tiongkok dengan Sudan. Tiongkok juga menjalin hubungan yang baik dengan
pemimpin Sudan Selatan, Salva Kiir.
Menurut Astrid, upaya penyelesaian Tiongkok dalam konflik Sudan ini tidak
terlepas dari kepentingan Tiongkok di Sudan, yaitu Tiongkok merupakan mitra lama
bagi Sudan dan menempati posisi pertama sebagai negara pengimport minyak dari
Sudan hingga 66%. Tiongkok menjalin hubungan yang baik dengan Sudan karena
adanya perusahaan Tiongkok yang berinventasi di Sudan, yaitu China National Petroleum Corporation (CNPC) yang merupakan investor asing terbesar di Sudan.
Selanjutnya, dalam artikel jurnal kedua yang ditulis olehDaniel Large pada jurnal
The China Quarterly Volume 199 pada tahun 2009 dengan judul “China’s Sudan Engagement: Changing Northern and Southern Political Trajectories in Peace and
War”.14 Daniel Large pada tulisannya melihat bahwa Tiongkok telah
mengembangkan perannya di Sudan selama perang kedua berlangsung, yaitu dua
13 Astrid Ezhara, “Keberadaan China dalam penyelesaian konflik Sudan- Sudan Selatan”,
Universitas Mulawarman 2013 tersedia di (http://fisip-unmul.ac.id/main/index.php/id) diakses pada Desember 2013.
14Large, “China's Sudan Engagement: Changing Northern and Southern Political Trajectories
dekade. Tiongkok yang memainkan sejumlah peran dalam upaya menstabilkan Sudan
yang sedang mengalami konflik, telah mengantisipasi terjadinya konflik yang lebih
luas karena akan berdampak pada perusahaan minyak yang dimiliki Tiongkok di
Sudan. Selain Tiongkok merupakan mitra lama Sudan, Tiongkok juga mulai
mengembangkan hubungan baru dengan pemerintah semi-otonomi Sudan Selatan
untuk kepentingan politik masa depan. Daniel Large mengatakan bahwa pendekatan
hubungan baru dengan calon negara baru tersebut merupakan langkah yang strategis
untuk kepentingan Tiongkok untuk kepentingan ekonomi serta politik di masa yang
akan datang.
Tulisan ketiga yaitu dari Fierda Milasari Rahmawati dalam skripsinya yang
berjudul “Peacekeeping Operation PBB pada Konflik Darfur Tahun 2004-2008”
untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosial di Universitas Indonesia.15 Fierda
mengatakan dalam tulisannya yaitu upaya yang dilakukan oleh PBB untuk meredakan
konflik di Darfur yang dilakukan antara tahun 2004 hingga tahun 2008. Dalam
analisisnya, bahwa PBB dalam operasi peacekeeping pada konflik Sudan, yaitu PBB sebagai pihak ketiga yang mengintervensi konflik dengan melakukan peacekeeping operation serta bekerjasama dengan Uni Afrika.
Fierda juga menyinggung sedikit tentang upaya Uni Afrika dalam konflik
Darfur, tetapi itu sebagai pelengkap tulisannya saja. Penelitian Fierda menyarankan
bahwa PBB sebaiknya menyusun mandat peacekeeping operation secara menyeluruh
15 Fierda Milasari Rahmawati, “Peacekeeping Operation PBB pada Konflik Darfur Tahun
yang meliputi masa terjadinya konflik serta masa pasca-konflik dan melakukan
perubahan-perubahan mendasar pada badan organisasi PBB sendiri.
Kemudian tulisan yang terakhir adalah tulisan Ihsan dengan judul skripsinya
untuk mendapatkan gelar sarjana Sosial di Universitas Islam negeri Syarif
Hidayatullah dengan judul “Peran Uni Afrika dalam Resolusi Konflik Darfur Tahun
2004-2007”. Dalam temuan Ihsan, misi perdamaian Uni Afrika untuk Sudan, The African Union Mission in Sudan (AMIS), tidak berhasil melakukan tugasnya dalam usaha mendamaikan pihak-pihak yang terlibat dalam perseteruan di Darfur, Sudan.16
Keterlibatan Uni Afrika merupakan keterlibatan pihak luar pertama di wilayah ini.
Sebelumnya, Sudan selalu mencegah internasionalisasi konflik dalam negerinya.
Menurut analisa Ihsan, terdapat dua faktor yang melatarbelakangi Uni Afrika
berperan dalam penyelesaian konflik di Sudan. Faktor tersebut adalah faktor internal
dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari komitmen Uni
Afrika Sendiri untuk terlibat dalam penyelesaian konflik pada negara-negara
anggotanya melalui mekanisme penyelesaian konflik yang dimiliki oleh Uni Afrika.
Sedangkan faktor eksternal berasal dari beberapa organsasi internasional yang terus
mendorong Uni Afrika untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh bangsa Afrika
dan untuk mencapai tujuan-tujuannya.
Perbedaan antara penulisan ini dengan penulisan-penulisan di atas adalah,
penulisan ini memfokuskan tulisannya dengan membahas Amerika Serikat dalam
16 Ihsan, “Peran Uni Afrika dalam resolusi konflik Darfur tahun 2004-2007”, Universitas
mendukung Sudan Selatan mencapai kemerdekaannya. Selain itu skripsi ini akan
membahas keterlibatan serta apa saja yang dilakukan oleh Amerika Serikat serta
faktor yang melatarbelakangi Amerika Serikat dalam mendukung Sudan Selatan
merdeka. Periodisasi dalam penulisan ini yaitu ketika Amerika Seriakat terlibat dalam
konflik yang terjadi antara Sudan dengan Sudan Selatan hingga pada akhirnya Sudan
Selatan mencapai kemerdekaannya pada tahun 2011.
E. Kerangka Pemikiran
Kerangka penelitian dalam penelitian ini menggunakan teori kebijakan luar
negeri, serta konsep kepentingan nasional dan konsep intervensi. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan pemahaman atas latar belakang Amerika Serikat
berperan dalam proses referendum Sudan Selatan.
1. Teori Kebijakan Luar Negeri
Kebijakan luar negeri merupakan tindakan atau gagasan, yang dirancang oleh
pembuat kebijakan untuk memecahkan masalah atau mempromosikan suatu
perubahan dalam lingkungan, yaitu dalam kebijakan, sikap, atau tindakan negara
lain.17 Dalam perannya, sejumlah pemerintah kontemporer memandang diri mereka
sendiri mampu atau bertanggung jawab, untuk memenuhi atau menjalankan tugas
mediasi khusus untuk mendamaikan negara lain atau kelompok negara.
Negara menunjukan suatu tugas atau kewajiban khusus untuk membantu
negara-negara yang sedang berkembang. Keputusan yang dibuat dalam proses
17 K. J. Holsti, Politik Internasional: Kerangka Untuk Analisis. Edisi Terjemahan (Jakarta:
pembuatan kebijakan luar negeri didasari atas kepentingan nasional yang tidak lepas
dari alasan untuk mempertahankan dan melindungi kekuasaan dan keamanan.
Menurut Rosenau, dalam mengkaji kebijakan luar negeri suatu negara maka akan
meliputi kehidupan internal dan kebutuhan ekternal di dalamnya seperti aspirasi,
atribut nasional, kebudayaan, konflik, kapabilitas, institusi, dan aktivitas rutin yang
ditujukan untuk mencapai dan memelihara identitas sosial, hukum, geografi suatu
negara sebagai negara bangsa.18
Kebijakan luar negeri sebagai pilihan dari individu, kelompok, atau koalisi
yang akan memengaruhi tindakan negaranya dalam lingkup Internasional.19
Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara memang
bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional suatu bangsa pada waktu itu
ditentukan oleh siapa yang berkuasa pada waktu itu. Untuk memenuhi kepentingan
nasionalnya itu, negara-negara maupun aktor dari negara tersebut melakukan
berbagai macam kerjasama, di antaranya adalah kerjasama bilateral, trilateral,
regional, dan multilateral.20
Rosenau mengatakan bahwa kebijakan luar negeri adalah upaya suatu negara
untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya.
Kebijakan ditunjukkan untuk memelihara dan mempertahankan kelangsungan hidup
18 J. N. Rosenau dan K.W. Thompson, World Politics; An Introduction, (New York: The Free
Press, 1976), 27.
19 Alex Mintz dan Karl DeRouen Jr., Understanding Foreign Policy Decision Making,
(Cambridge: Cambridge University Press, 2010), 3.
20 Mochtar Mas’oed. Imlu Hubungan Internasioanl: Disiplin dan Metodelogi, (Jakarta:
suatu negara.21 Menurut Holsti, lingkup kebijakan luar negeri meliputi semua
tindakan serta aktivitas negara terhadap lingkungan eksternalnya dalam upaya
memperoleh keuntungan dari lingkungan tersebut, serta hirau akan berbagai kondisi
internal yang menopang formulasi tindakan tersebut.22
Kebijakan luar negeri merupakan sebuah bentuk interaksi yang terjadi karena
di dalamnya terdapat sebuah tindakan dan juga respon dari tindakan sebuah negara.
Oleh karena itu, penting untuk memahami kebijakan luar negeri dari level negara.
Level negara ini mencakup faktor internal yang memengaruhi kebijakan yang akan
dibuat. Faktor-faktor internal dapat dilihat dari kerangka institusi, seperti melihat
interaksi antara badan legislatif dan eksekutif serta kondisi negara seperti dalam hal
ekonomi, sejarah, dan kebudayaan suatu negara.23
Selain dalam level negara, kebijakan luar negeri juga dapat dilihat dari level
internasional. Level ini memfokuskan interaksi yang terjadi antarnegara. Sebab,
sistem internasional merupakan sekumpulan negara yang saling berinteraksi yang
dipengaruhi oleh kapabilitas mereka, yakni kekuasaan dan kekayaan, dan hal tersebut
memungkinkan mereka untuk bertindak di lingkungan global. Kemampuan yang
dimiliki suatu negara dapat berubah, yakni apakah kemampuan ekonomi dan militer
mereka bertambah atau berkurang.24
22 K.J Holsti Politik Internasional: Sudatu Kerangka Analisis. Bandung: Bina Cipta, 1992),
21.
23 Marijke Breuning, Foreign policy analisys a comaparative introduction, Palgrave
Macmillan, 1957, 12-13.
Dalam membahas kebijakan luar negeri dalam skripsi ini, akan dibahas faktor
determinan dari faktor internal dan faktor eksternal. Dalam menjelaskan kasus ini,
akan digunakan faktor internal yaitu:
a. Pembangunan Ekonomi
Dalam melakukan pembangunan ekonomi, pembuat kebijakan akan
melihat industri sebagai acuan untuk membuat suatu kebijakan. Menurut
pandangan Rosenau, suatu negara indusrti memiliki kebutuhan yang berbeda,
mereka perlu mengimpor berbagai jenis komoditas untuk mempertahankan
hubungan moneternya dengan mitra dagang mereka.25
b. Opini Publik
Opini publik merupakan salah satu faktor penentu dalam perumusan
kebijakan luar negeri menurut Rosenau. Faktor opini publik sebagai bentuk
tuntutan masyarakat, hanya dapat memengaruhi rencana pemerintah untuk
membuat kebijakan luar negeri di dalam sebuah negara dengan sistem politik
yang terbuka.26 Dalam sistem politik yang terbuka, biasanya rencana yang
dibentuk para pembuat kebijakan luar negeri didasari oleh tuntutan spesifik
dari masyarakatnya.27
Kemudian dari faktor eksternal akan menggunakan:
a. Great power structure: Balance of power
Power suatu negara berbeda dengan negara lain, hal ini ditentukan oleh bagaimana peran yang dimiliki oleh negara tersebut. Kapabilitas tersebut
dapat diperlihatkan oleh kekayaan alam yang dimiliki, besar wilayah, atau
pendapatan negara tersebut.28 Balance of power atau perimbangan kekuasaan merupakan pola hubungan suatu negara dengan negara lain atas dasar
perimbangan kapabilitas, kekuatan serta distribusi kemampuan serta
bagaimana negara itu berperan dengan pola yang dihasilkan setara dengan
negara tersebut.29
b. Terorisme
Terorisme yaitu menciptakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk
mengejar perubahan politik melalui perubahan yang dilakukan oleh kekerasan
tersebut.30 Kemudian Martha Crenshaw melihat teroris dari organisasi
non-negara bertindak atas dasar perhitungan manfaat atau nilai yang akan
diperoleh dari suatu tindakan.31 Terorisme banyak didefinisikan dalam empat
karakteristik: (1) ancaman atau penggunaan kekerasan; (2) tujuan politik;
keinginan untuk mengubah status quo; (3) niat untuk menyebarkan ketakutan
28 Breuning, Foreign Policy Analysis, 142. 29 Rosenau dan Thompson. World Politics, 22.
30 Bruce Hoffman, Inside Terrorism, Columbia University Press, 2006, 40.
31 Martha Crenshaw, Theories of Terrorism: Instrumental and Organization Approaches
dengan melakukan tindakan publik yang spektakuler; (4) sasaran sengaja
warga sipil.32
2. Konsep Kepentingan Nasional
Kepentingan nasional digunakan untuk menggambarkan dan mendukung
kebijakan-kebijakan tertentu. Segala sesuatu yang dibutuhkan oleh negara dirangkum
dalam sebuah kebijakan yang di dalamnya terdapat kepentingan nasional. Terkait
dengan eksistensi negara dan bagaimana negara dapat melangsungkan kehidupannya
agar mencakup general-welfare. Kepentingan nasional dibuat untuk kebaikan negara. Suatu sikap atau kebijakan yang dianggap bisa menguntungkan suatu negara dalam
hubungan dengan negara lain bisa dikatakan sebagai national interest.33
Karena itu, kekuasaan dan kepentingan nasional dianggap sebagai sarana dan
sekaligus tujuan dari tindakan suatu negara untuk bertahan hidup (survival) dalam politik internasional. Menurut Hans J. Morgentahau, kepentingan nasional adalah
kemampuan minimum negara untuk melindungi, dan mempertahankan identitas fisik,
politik, dan budaya dari gangguan negara lain. Dari tinjauan ini para pemimpin
negara menurunkan kebijakan spesifik terhadap negara lain yang sifatnya kerjasama
atau konflik.34
32 Amy Zalman, Types of Terrorism: A Guide to Different Types of Terrorism. New York
Times: About.com. tersedia di http://terrorism.about.com/od/whatisterroris1/tp/DefiningTerrorism.htm
diakses pada 10 november 2014.
33 John Baylis and Steve Smith, The Globalizationof World Politics: An Introduction to
International Relations. Amazon.co.uk: Books, 2001), 210.
34 Morgenthau, 1960 dalam Hyndman, National Interest and the New Look, International
Kepentingan nasional sebagai dasar untuk menjelaskan perilaku luar negeri
suatu negara. Konsep kepentingan nasional sering dipakai sebagai pengukur
keberhasilan suatu politik luar negeri. Kepentingan nasional (national interest) merupakan pilar utama bagi teori tentang politik luar negeri dan politik internasional
yang realis.35 Kepentingan nasional sebagai dasar untuk menjelaskan perilaku luar
negeri suatu negara. Konsep kepentingan nasional sering dipakai sebagai pengukur
keberhasilan suatu politik luar negeri.36
Menurut Waltz kepentingan para penguasa, dan kemudian negara, membuat
suatu rangkaian tindakan; kebutuhan kebijakan muncul dari persaingan negara yang
diatur; kalkulasi yang berdasarkan pada kebutuhan-kebutuhan ini dapat menemukan
kebijakan-kebijakan yang kan menjalankan dengan baik kepentingan-kepentingan
negara; keberhasilan adalah ujian terakhir kebijakan itu, dan keberhasilan
didefinisikan sebagai memelihara dan memperkuat negara. Hambatan-hambatan
struktural menjelaskan mengapa metode-metode tersebut digunakan berulang kali
disamping perbedaan-perbedaan dalam diri manusia dan negara-negara yang
menggunakannya.37
Jadi, kepentingan nasional adalah sebuah rangkaian konsep aktor internasional
yang berkaitan dengan tujuan suatu negara. Kebijakan tersebut dibuat berdasarkan
35Mas’oed. Ilmu Hubungan Internasional, 139. 36Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional, 139.
37 Robert Jackson and George Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional,
faktor determinan dari lingkungan domestik maupun lingkungan eksternal suatu
negara.
F. Hipotesa
Dalam melihat dukungan Amerika Serikat dalam mendukung kemerdekaan
Sudan Selatan, skripsi ini memiliki asumsi sementara bahwa:
1. Amerika Serikat mempunyai kepentingan di Sudan Selatan dalam hal kebutuhan
energi khususnya minyak dan gas.
2. Amerika Serikat mencoba membendung pengaruh teroris yang akan meluas di
Sudan.
3. Keterlibatan dan dukungan Amerika Serikat di Sudan Selatan merupakan
kepentingan strategis untuk merubah rezim Islam di Sudan.
G. Metode Penelitian
Dalam mengkaji penelitian ini menggunakan tipe metode penelitian studi
pustaka (library research), yaitu dengan cara mengumpulkan data melalui studi literatur. Metode ini bertujuan memperoleh pemahaman, mengembangkan teori, dan
menggambarkan realistas yang kompleks.38 Penelitian ini juga menggunakan jenis
penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analitis, yaitu menjelaskan mengenai
kasus yang akan dibahas dalam penelitian dan bertujuan mendapatkan deskripsi
38 H. Abdurrahman dan Soejono, Metode penelitian; Suatu Pemikiran dan Penerapan (Rineka
terhadap variable-variabel dalam pokomasalah melalui interprestasi yang tepat, yaitu
interpretasi berdasarkan konsep dan teori.39
Kemudian sumber kajian pustaka tersebut berupa buku-buku seperti South Sudan; from Revolution to Independence (2012) dan Darfur’s Sorrow (2008), jurnal-jurnal pada Issue Brief The Sudan Referenda: What Role For International Actors?, dan U.S. Played Key Role in Southern Sudan's Long Journey to Independence. Surat kabar harian Kompas, dan situs internet pada http://www.theatlantic.com/ ataupun
laporan-laporan yang berkaitan dengan permasalahan yang berhubungan dengan
permasalahan dan kemudian menganalisanya. Sumber dan literature ini diperoleh dari
beberapa perpustakaan, seperti, Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Perpustakaan FISIP Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, Perpustakaan Universitas Nasional,
Perpustakaan Freedom Institute Jakarta, dan Pusat Informasi Kompas Jakarta.
Jenis data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh
dari berbagai literatur dan hasil olahan yang diperoleh dari berbagai sumber.
Kemudian, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif.
Permasalahan digambarkan berdasarkan fakta-fakta yang ada kemudian dihubungkan
antara fakta yang satu dengan fakta yang lainnya, kemudian ditarik kesimpulan.
Metode penulisan yang digunakan adalah metode deduktif, di mana terlebih dahulu
menggambarkan permasalahan secara umum, kemudian menarik kesimpulan yang
bersifat khusus.
Selanjutnya, tahap penelitian ini dilakukan dengan mencermati atau
mengenali tingkat analisa yang digunakan dalam menggambarkan, menjelaskan, atau
memprediksikan suatu fenomena. Tingkat analisa adalah unit atau obyek yang akan
diteliti dalam kaitannya dengan variabel lain. Dalam disiplin Hubungan Internasional,
tingkat analisa diperlukan untuk menyederhanakan objek dan masalah penelitian.40
Setelah data terkumpul, data tersebut akan dianalisa dan dilihat dalam penelitian dan
hasilnya akan menjadi sebuah skripsi.
40 Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional; Metodelogi dan Disiplin, (LP3ES,
A. Hubungan Amerika Serikat dengan Wilayah Sudan Selatan
1. Dukungan Diplomatik
2. Dukungan Militer
3. Dukungan Ekonomi
BAB IV FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI AMERIKA SERIKAT MENDUKUNG KEMERDEKAAN SUDAN SELATAN
A. Kepentingan Amerika Serikat di Sudan Selatan
B. Faktor yang Mempengaruhi Amerika Serikat Mendukung Kemerdekaan Sudan Sudan:
BAB II
SEJARAH KONFLIK SUDAN DAN SUDAN SELATAN
Sudan merupakan negara terbesar di kawasan Afrika41 dengan luas wilayah
2,505,813 km persegi dan populasi mencapai 39,154,490 jiwa. Negara ini merdeka
pada tahun 1956 dari kekuasaan Anglo Mesir. Ibu kota negara berada di Khartoum.
Namun, dalam perjalanan kemerdekaannya keutuhan negara ini tidak berlangsung
lama,42 pemerintahan Sudan terbelah menjadi dua kubu menjadi Sudan bagian Utara
dan Sudan bagian Selatan.
Sudan jatuh pada konflik yang panjang dan memakan banyak korban jiwa
akibat konflik tersebut. Dalam menjelaskan konflik yang terjadi di Sudan, diperlukan
penjelasan yang panjang untuk memahami akar masalahnya. Dalam memahami
konflik ini, diperlukan penjelasan komperhensif dengan pendekatan yang sistematis
hingga diperlukan penjelasan yang panjang mengenai sejarah mengingat konflik ini
terjadi disebabkan oleh multifaktor.
41Amanda Briney, Geography of Sudan, tersedia di
http://geography.about.com/od/sudanmaps/a/sudan-geography.htm diakses pada 29 Maret 2011.
42 Leben Nelson Moro, “Governance of Oil Resources and the Referendum in Southern
Gambar II.1 Peta Sudan dan Sudan Selatan
Sumber: http://www.enoughproject.org/conflicts/sudans diakses pada 29 Maret 2014
Dalam bab ini akan dibahas awal penyebab konflik di Sudan hingga konflik
kedua yang terjadi di Darfur melalui sudut pandang sosial, politik, serta budaya. Bab
ini akan mencoba menjelaskan serta memahami latar belakang penyebab konflik di
A. Perang Sipil Pertama (1955 -1972)
Pada tahun 1947, Inggris yang ketika itu merupakan kolonial di Sudan
memutuskan bahwa Sudan bagian Utara harus bersatu menjadi suatu negara dengan
Sudan bagian Selatan. Keputusan Inggris saat itu merupakan suatu kesalahan, karena
kedua bagian Sudan ini sangatlah berbeda latar belakang terutama dalam hal agama
dan ras serta suku. Sudan bagian Utara yang dihuni oleh orang-orang ras Arab yang
mempraktikkan ajaran Islam, sedangkan bagian Selatan yang mempunyai beragam
etnis dan budaya Afrika merupakan penganut agama Kristen.43
Sudan merupakan negara yang merdeka pada tahun 1956 atas kekuasaan
Anglo Mesir. Sejak kemerdekaannya, Sudan tidak lepas dari konflik kecil yang yang
selalu muncul. Hal ini disebabkan oleh pemerintah pusat di Khartoum (Utara) lebih
mendominasi pemerintahan karena dahulu sebagian besar kolonial menetap di Utara.
Dengan posisi pemerintahan yang berada di wilayah Utara membuat masyarakat
Selatan menjadi khawatir dengan ketidakadilan pemerintah karena dalam
pemerintahan yang berisi 800 kursi, hanya enam yang diisi oleh Sudan bagian
Selatan. Dengan posisi pemerintahan yang didominasi oleh Sudan mengakibatkan
kesenjangan pembangunan di kedua wilayah.44
Akibat pemerintahan yang didominasi oleh Utara, sebagian besar politik
Sudan juga sering mengeluarkan kebijakan yang memaksa wilayah Selatan agar
sesuai dengan pemerintah pusat yang berada di Khartoum, walaupun mereka berbeda
43Nelson Moro, “Governance of Oil Resources and the Referendum in Southern Sudan”. 44Lauren Ploch Blanchard, “Sudan and South Sudan: Current Issues for Congress and U.S
pendapat. Perbedaan ini diperparah oleh perbedaan ras, budaya, dan agama di Sudan.
Pemerintah Khartoum yang didominasi ras Arab, mencoba mengIslamkan pedesaan
yang berbeda agama serta kelompok etnis yang merasa terpinggirkan oleh
pemerintah pusat.45 Sudan diperintah oleh Front Nasional Islam (NIF), sebuah rezim Islam di bawah Presiden Omar Al-Bashir yang memiliki powerbase terutama di wilayah Utara yang beretnis Arab dan beragama Islam. Wilayah Pusat dan Selatan
dihuni oleh kelompok yang berbeda, dengan campuran bahasa Afrika, yang berasal
dari kelompok beragama Kristen dan Animisme.46
Ketidakpuasan wilayah Selatan atas diskriminasi pemerintah Khartoum
memicu pemberontakan untuk melawan pemerintah Khartoum. Telah berulang kali
penduduk Selatan berusaha untuk mendapatkan otonomi yang signifikan atau
kemerdekaan dari Khartoum, namun mereka yang tidak mendapatkan haknya dan
terpaksa berjuang dengan menggunakan senjata untuk mencapainya.47 Kelompok
dari wilayah lain yang tidak hanya dari Selatan, juga memulai aksinya terhadap
pemerintah dengan mengikuti alasan yang sama dengan Selatan. Sebagian besar
kelompok-kelompok lain akhirnya bergabung dengan pemberontak Selatan.48
45Lauren Ploch Blanchard, “Sudan and South Sudan,” 6.
46 Tim Youngs, “Sudan: conflict in Darfur”, research paper 04/51, House of Commons
Library, 23 Juni 2004, 7.
47Tim Youngs, “Sudan: conflict in Darfur”, 7.
Konflik ini menjadi perang Saudara pertama di Sudan yang terjadi atas
keinginan masyarakat Sudan Selatan yang ingin terbebas dari pemerintahan Utara.49
Dalam upaya mengakhiri perseteruan yang terjadi sejak 1955-1972, diadakan
perjanjian Adis Ababa pada tahun 1972. Perjanjian ini mengakhiri pemberontakan
Sudan bagian Utara dan Selatan dengan beberapa point penting yaitu, pembentukan
pemerintah otonom tunggal yang mengontrol seluruh Sudan Selatan, pendirian
Konsul Eksekutif Tinggi untuk mengurus masalah tata daerah Sudan Selatan, dan
penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi di Sudan Selatan.50
Perdamaian atas perjanjian Adis Ababa tidak berlangsung lama. Pada tahun
1980, Presiden Jaafar Nimeiry, yaitu pemimpin militer sekaligus presiden terpilih
Sudan 1969-1985, membuat kebijakan baru yang membawa Sudan pada Perang Sipil
Kedua.
B. Perang Sipil Kedua (1983-2005)
Kebijakan yang dibuat Presiden Nimery membuat Sudan memulai kembali
konflik saudaranya pada 1983. Presiden Nimery melakukan banyak pendekatan
diktator kepada pemerintah seperti pembubaran DPRD Sudan Selatan dan parlemen
nasional hingga pemenjaraan bagi orang yang menentang pemerintahannya.51
Kebijakan lain Presiden Nimery adalah mengubah hukum pemerintahan Sudan
49Greg Larson, “A brief history of modern Sudan South Sudan”, The Valentino Achak Deng
Foundation, and Water for South Sudan, Inc. tersedia di http://www.waterforsouthsudan.org/brief-history-of-south-sudan/ diakses pada 10 Juni 2014.
50Christopher R. Mitchell ,”Conflict Resolution and Civil War: Reflections on the Sudanese
Settlement of 1972”, Center for Conflict Analysis and Resolution 1989 , 9.
51 Robert O. Collins, Sudanese independence and civil war, tersedia di
menjadi hukum Islam. Hal ini menimbulkan keresahan dan ketakutan bagi penduduk
Sudan karena tidak semua penduduk Sudan beragama Islam, terutama di wilayah
Selatan.52
Kebijakan yang ingin diterapkan oleh Presiden Nimeiry membuat Sudan
diberikan sanksi oleh PBB yang didukung oleh Amerika Serikat. Embargo ekonomi
ini mengakibatkan Sudan harus bersikap mandiri karena tidak ada bantuan
international. Dalam keadaan diembargo, Sudan terus berusaha bertahan dengan
kemandiriannya dalam sektor pertanian dan pengembangan teknologi negaranya.53
Keterpurukan Sudan dari embargo diperparah oleh musim kemarau panjang yang
melanda Sudan hingga masyarakat Sudan mengalami kekeringan serta kelaparan.
Akibat kebijakan Presiden Nimery tersebut membuat masyarakat Sudan
bagian Selatan geram hingga Sudan kembali terjatuh dalam penyebab konflik dengan
pola yang sama. Perang Kedua pecah pada tahun 1983 ketika pemerintah Sudan
mencabut otonomi Selatan dan berusaha untuk menerapkan Hukum Syariah Islam di
seluruh negeri.54 Tidak lama berlangsung, kekuasaan Presiden Nimeiry digulingkan
hingga wilayah Utara mengalami ketidakstabilan. Konflik semakin menjadi dengan
adanya kudeta tahun 1993 oleh pemerintahan sipil di bawah aliansi kekuasaan Omar
Al- Bashir sebagai pemimpin militer dan kelompok Islam ekstrimis.55
52 Marina ottaway and Mai El-Sadany, “Sudan: From Conflict To Conflict”, May 2012, 5. 53 Wawancara pada tanggal 7 September, terdapat pada lampiran 1.
Selain karena kebijakan baru mengenai hukum Islam yang ingin diterapkan
di seluruh Sudan, penyebab perang kali ini lebih kompleks. Hal itu dikarenakan
meningkatnya kompetisi untuk mengontrol sumber minyak di pusat negara yang
baru ditemukan serta adanya perubahan kerjasama pada perusahaan minyak milik
barat yang menolak kebijakan Sudan, sehingga Sudan beralih menjalin kerjasama
dengan pada Tiongkok, Malaysia, serta India.56
Perang sipil pertama di Sudan dapat mereda karena besarnya tekanan dari
pemerintah. Hal ini juga dikarenakan adanya perjanjian yang mengikat pihak Selatan
untuk tidak menyerang pemerintahan kembali di kemudian hari. Namun pada Perang
Sipil Kedua di Sudan, terdapat banyak faktor hingga konflik ini sulit untuk diatasi.
Kondisi ini terus berlangsung hingga ke wilayah Darfur, yaitu bagian barat Sudan.
Penjelasan perang di Darfur akan dibahas pada subbab berikut ini:
1. Perang Darfur Tahun 2003
Darfur merupakan daerah di Sudan tepatnya di sebelah barat dekat dengan
perbatasan Afrika Tengah dan Chad. Di Darfur, masyarakatnya sangat beragam
dengan lebih dari 30 kelompok etnis yang berkebangsaan Afrika dan Arab. Suku
asli di Darfur adalah Fur, Masalit, Daju, Zaghwa, dan Berti. Penduduk di Darfur
didominasi oleh populasi muslim dari berbagai macam etnis.57 Banyak penduduk
Darfur yang beragama Islam dan beretnis Arab mendiami wilayah Utara Darfur,
sedangkan Selatan dihuni oleh petani Afrika.
56 Ottaway and Sadany, Sudan, 6.
Masyarakat Darfur banyak didiami orang Muslim Arab yang menikah
dengan pribumi Darfur berbangsa Afrika, akibatnya orang Darfur didominasi orang
berkulit hitam Arab-Afrika. Sejak bangsa Arab datang ke Darfur pada abad ke-18,
hubungan mereka dengan suku pribumi terjalin tanpa perselisihan. Jika terjadi
perselisihan pun akan langsung diselesaikan melalui mediasi dengan pemimpin
lokal. Di Darfur sejak dulu hidup banyak dinasti yang menjadikan Darfur semakin
makmur dengan tanah yang subur karena letaknya dekat dengan Gunung Jabal
Marra. Darfur memulai konflik internal ketika abad ke-19 karena tidak adanya
penegak hukum, sedangkan Darfur menjadi tempat perdagangan yang besar saat
itu.58
Salah satu konflik yang tidak dapat dihindari oleh Darfur adalah sejak Inggris
meyerahkan seluruh jajahannya kepada pemerintah yang berpusat di Utara dan hanya
mengembangkan tanah subur di Utara serta mengabaikan daerah selatan dan Darfur
yang berada di Barat. Akibat adanya ketimpangan oleh pemerintahan, mengharuskan
mereka harus berkonflik menuntut hak atas kejengahan yang mereka alami. Hal ini
diperparah ketika Sudan menemukan lahan minyak baru yang pengolahannya
dimonopoli serta adanya pemaksaan hukum Islam yang ingin diterapkan di Sudan.59
Hal lain diperparah dengan adanya pangkalan militer Libya di Darfur untuk
Perang Islam di Chad dalam perang Arab-Fur yang terjadi pada tahun 1987-1989.
Dari perang tersebut, membuat Darfur dibanjiri oleh senjata. Akibatnya, ribuan
orang tewas dan banyak rumah warga Darfur terbakar. Kesengsaraan Darfur
diperparah oleh kekeringan serta kelaparan yang melanda negara ini pada akhir
tahun 1980, dan tidak ada perhatian dari pemerintah pusat.60
Kebencian karena diksriminasi pemerintah Sudan serta kemampuan untuk
memegang senjata dengan adanya perang Arab-Fur, membuat suku Afrika Darfur
melakukan pemberontakan terhadap pemerintah. Dalam keadaan seperti ini,
pemerintah juga membentuk milisi yang dipersenjatai untuk melawan suku Afrika
Darfur. Milisi ini merupakan asal mula milisi Janjaweed, (yang artinya adalah pasukan penunggang kuda). Omar Al Bashir juga membuat kebijakan dengan memberikan sokongan yang mengatur milisi ini untuk meminggirkan etnis Afrika. 61
Pemerintah Sudan secara resmi memberikan kekebalan hukum bagi milisi
Janjaweed untuk menyerang kelompok-kelompok pemberontak Darfur.62 Selain itu,
pemerintahan Omar Al Bashir juga membantu Osama Bin Laden tahun 1996 dan
melakukan percobaan pembunuhan Hosni Mubarak pada tahun 1998. Amerika
Serikat berupaya memerangi terorisme di Sudan dengan sanksi dan pengecaman bagi
Sudan sebagai negara teroris. Sejak saat itu, Sudan semakin agresif untuk melakukan
aksinya.63
Untuk menandingi milisi Janjaweed, etnis Afrika Darfur membentuk milisi
bersenjata dari etnis non-arab hasil persatuan dari dua milisi besar yaitu South’s
60 Prunier, Darfur, 42-47.
61Michael Ray, Janjaweed, tersedia di
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/1003597/Janjaweed diakses pada 23 Juli 2014.
62 Flint and De wall, Darfur: A New History of a Long War [ebook] (Africa Arguments,
2005), 129.
Sudan People’s Liberation Army (SPLA) dan Darfur Liberation Font (DLF). Dari
sinilah terbentuk milisi Sudan People’s Liberation Movement (SPLM) pada Maret
2003.64 Janjaweed mulai menjadi jauh lebih agresif pada tahun 2003, setelah dua
kelompok pemberontak non-Arab mengangkat senjata melawan pemerintah Sudan
dan menuduh penganiayaan yang dilakukan oleh rezim Arab di Khartoum.
Menanggapi aksi pemberontak Selatan, Milisi Janjaweed mulai menjarah kota-kota
dan desa-desa yang dihuni oleh suku-suku Afrika yang menjadi anggota tentara
pemberontak yang berasal dari suku Zaghawa, Masalit, dan Fur.65
Krisis di Darfur melibatkan pemerintahan Khartoum serta Omar Al-Bashir
sebagai Presiden yang membuat kebijakan untuk menyerang etnis afrika Darfur
melalui Milisi Janjaweed. Kelompok pemberontak Darfur, seperti Sudanese Liberation Movement/Army (SLM/A), Formerly Darfur Liberation Front (DLF),
serta Justice and Equality Movement (JEM) banyak menjadi korban akibat serangan yang dilakukan oleh pemerintah Khartotoum. Korban jiwa di Darfur mencapai
300.000 orang tewas dan dua juta orang mengungsi.66
Pada tahun 2005, setelah negosiasi panjang, kesepakatan damai
ditandatangani antara pemerintah di Khartoum dan para pemberontak di Selatan.
64Robert O Collins, “Disaster in Darfur”, The Gregg Centre vol 26, No 2, [Jurnal on-line],
2006, tersedia di http://journals.hil.unb.ca/index.php/JCS/article/view/4511 diakses pada 24 Juli 2014, h, 39
65 Brendan Koerner, “Who Are the Janjaweed? “, 19 Juli 2005, tersedia di
http://www.slate.com/articles/news_and_politics/explainer/2004/07/who_are_the_janjaweed.html diakses pada 10 Agustus 2014.
66 “The United States and South Sudan: A Relationship Under Pressure”, Council of
American Ambassadors [artikel on-line] tersedia di
Hasilnya adalah pihak Sudan Selatan akan memiliki otonomi sendiri selama enam
bulan dan akan memisahkan diri dengan dilakukannya referendum untuk voting
apakah Sudan Selatan masih tetap bagian dari Sudan atau akan memisahkan diri.
Kekayaan alam berupa minyak di perbatasan akan dibagi dua (50:50) untuk kedua
Sudan setelah referendum.
C. Sikap Amerika Serikat
Pada konflik dan pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah Sudan
khususnya di Darfur, sikap marah Amerika Serikat kepada pemerintah Sudan
semakin besar. Menteri Pertahanan Amerika Serikat serta Mahkamah Pidana
Internasional (ICC) mendakwa presiden Sudan, Omar Al Bashir, atas dugaan sebagai
penjahat perang karena telah bertanggung jawab atas dukungan dengan
mempersenjatai milisi Janjaweed untuk membakar desa-desa, memperkosa wanita,
dan membunuh orang-orang dari suku Afrika Darfur.67
Hal ini berbeda dengan yang dikatakan oleh Prof. Amani Lubis selaku
pengamat Kawasan Timur Tengah dan Afrika, Beliau mengatakan bahwa milisi
Janjaweed sudah menaati hukum perang dengan tidak menyerang anak dan wanita.
Banyak pemberitaan barat memberikan informasi yang mengandung unsur
propaganda untuk memojokkan Sudan. Hal ini dilakukan oleh Amerika Serikat
karena terdapat kepentingan yang besar pada konflik ini.68
Krisis di Darfur membawa dampak yang sangat besar bagi hubungan
Amerika Serikat dan Sudan. Hubungan Sudan dan Amerika Serikat yang
merenggang ketika pemerintah Sudan secara tegas membantu memberikan tempat
bagi Osama bin Laden pada 1990 di Sudan serta membantu kelompok teroris untuk
membunuh Hosni Mubarak. Sanksi yang diberikan Amerika Serikat ketika itu adalah
pemutusan hubungan kerjasama karena Sudan dinyatakan sebagai negara sponsor
terorisme. Dengan hal itu, Sudan dapat menjalin kerjasama kembali dengan Amerika
Serikat meskipun kongres tetap melanjutkan pemberian sanksi terhadap pemerintah
Sudan.69
Amerika Serikat tidak akan membiarkan Sudan akan jatuh kepada genosida
lebih dalam seperti yang terjadi di Rwanda. Genosida membawa Amerika Serikat
memberikan respon yang mendalam, khususnya pada masyarakat Amerika Serikat
mengingat kenangan atas holocaust dan kegagalan dalam bertindak di Rwanda.70 Amerika Serikat berupaya mendukung kebijakan yang membuat konflik Sudan
mereda agar Sudan Selatan dapat mencapai kemerdekaannya.
Dengan jumlah korban jiwa mencapai 300.000 jiwa, berbagai kecaman
datang dari berbagai negara. Amerika Serikat lewat pernyataan Presiden Bush dalam
pidatonya untuk mengecam sikap Sudan. Kemudian juga Amerika Serikat merespon
konflik ini dengan memberikan sejumlah bantuan kemanusiaan untuk masyarakat di
Sudan Selatan yang harus mengungsi karena rumah mereka terkena dampak
langsung dari konflik tersebut.71
Upaya perdamaian Amerika Serikat untuk melaksanakan perdamaian dengan
lancar dilakukan dengan menjanjikan kebijakan normalisasi hubungan Amerika
Serikat dengan Sudan serta mencabut Sudan sebagai negara sponsor terorisme. Hal
itu dimaksudkan untuk mengantisipasi keburukan yang akan terjadi dikemudian hari.
Dalam proses ini, kongres juga memberikan kebijakan yang akan menciptakan
perdamaian pada proses perdamaian yang akan dilakukan pada 2011.72
Urusan wilayah minyak menjadi salah satu penyebab konflik di Sudan.
Kilang minyak yang dikuasai oleh Sudan ketika pertama kali ditemukan dahulu,
dimonopoli oleh pemerintah Sudan sehingga menjadi sengketa ketika dua negara ini
berpisah. Sudan mulai mengekspor minyak mentah pada tahun 1990, aliran minyak
Sudan melewati wilayah Selatan, sehingga Selatan mengklaim keberadaan minyak
tersebut adalah miliknya.73
Tingkat produksi minyak Sudan mencapai 490.000 per barel setiap harinya.
Ini merupakan sumber terbesar pendapatan untuk Sudan. Ketergantungan Sudan
pada pendapatannya yang berasal dari minyak menjadikan persoalan sengketa
71Kevin Peraino, “Is Massive U.S. Aid Helping South Sudan?”, September 2010, tersedia di
http://www.newsweek.com/massive-us-aid-helping-south-sudan-72101 diakses pada 13 Juli 2014.
minyak ini menjadi hambatan yang serius.74 Dari hal ini, Amerika Serikat juga
memberikan usulan-usulan mengenai minyak pada kedua Sudan.
Sikap Amerika Serikat terhadap konflik di Sudan menjadi serangakaian
kebijakan yang mengarah pada kecaman atas apa yang terjadi di Sudan. Selain itu
Amerika Serikat juga berusaha menjadi mediator bagi sengketa minyak yang terjadi
di Sudan. Kebijakan Amerika Serikat diupayakan untuk mendukung bagaimana
masyarakat Sudan Selatan dapat segera berpisah dari Sudan.
Kebijakan Amerika Serikat di Sudan Selatan banyak dilakukan untuk
mendukung wilayah Selatan mendapatkan kemerdekaannya. Amerika Serikat banyak
mengeluarkan kebijakan luar negeri sebagai bantuan substansial bagi calon negara
baru tersebut. Untuk melihat apa saja dukungan Amerika Serikat di Sudan Selatan,
akan dijelaskan secara rinci pada bab III.
BAB III
DUKUNGAN AMERIKA SERIKAT DALAM PROSES
KEMERDEKAAN SUDAN SELATAN
A. Hubungan Amerika Serikat dengan Wilayah Sudan Selatan
Amerika Serikat merupakan negara adidaya yang selalu dapat hadir dalam
sebuah peristiwa internasional. Keterlibatan Amerika Serikat dalam konflik
merupakan sebuah intervensi yang dimaksudkan untuk menjadi fasilitator, mediator,
atau pencetus perdamaian. Pada peristiwa konflik Sudan yang telah terjadi selama
puluhan tahun,75 banyak aktor internasional mencoba memberikan upaya serta solusi
perdamaian antara kubu Utara dan Selatan.
Awal mula hubungan Amerika Serikat dengan Sudan Selatan dalam upaya
perdamaian konflik adalah ketika selama Perang Teluk. Amerika Serikat berseteru
dengan Sudan, hingga mendorong Amerika Serikat yang saat itu dipimpin oleh
Presiden Bill Clinton memberikan bantuannya pada pihak pemberontak di Selatan.76
Kemudian, hubungan ini berlanjut pada Presiden George W. Bush serta Presiden
Barack Obama. Koalisi bipartisan pada pemerintah Amerika Serikat yang dikenal
sebagai “Sudan Caucus” yang mendorong ketiga presiden ini untuk menjadikan
75 Matthew LeRiche and Matthew Arnold, South Sudan: From Revolution to Independence
(United Kingdom: Hurst&Co, 2012), 1.
76 Jonathan Jacobs, “South Sudan and the US National Interest”, Think Africa Press 2012,
Sudan sebagai agenda prioritas pada kebijakan luar negeri demi menghentikan
konflik yang telah lama berlangsung.77
Amerika Serikat menjadi penggerak atas perjanjian damai antara Sudan
dengan Sudan Selatan dari tahun 2001.78 Dalam perannya, Amerika Serikat
memainkan peran kunci dalam membantu membuat protokol yang mengantarkan
konflik dua Sudan ini pada Perjanjian Perdamaian Komprehensif (CPA). CPA
tersebut dilaksanakan pada tahun 2005 sebagai peletak dasar Referendum tentang
penentuan nasib sendiri pada tahun 2011. Hasilnya adalah orang-orang Sudan
Selatan sangat banyak memilih untuk memisahkan diri.79 Dalam menjelaskan
dukungan Amerika Serikat dalam kemerdekaan di Sudan Selatan, akan dibagi pada
tiga dukungan, di antaranya adalah;
1. Dukungan Diplomatik
Luasnya keterlibatan internasional tercermin dari jumlah ditandatanganinya
saksi Comperhensive Peace Agreement (CPA) yaitu Kenya, Amerika Serikat, Inggris, Italia, Norwegia, Belanda, Uganda, Mesir, Intergovernmental Authority on Development (IGAD), Liga Arab, PBB, Uni Eropa, dan Uni Afrika (AU). Terdapat banyak asosiasi internasional formal maupun informal yang telah terlibat di Sudan,
77 Rebecca Hamilton, “U.S. Played Key Role in Southern Sudan's Long Journey to
Independence”.
78Morgan L. Roach and Ray Walser, “The Role of the United States in Southern Sudan’s
Referendum”, Heritage Foundation, Maret 2011.
79 U.S. Relations With South Sudan (U.S Depertment of State, 2014) [database on-line];
seperti Sudan Troika80 yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, dan Norwegia,
serta lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang secara berkala menangani
masalah di Sudan.81
Dukungan diplomatik Amerika Serikat di Sudan Selatan mulai gencar
dilakukan pada masa pemerintahan Presiden George W. Bush tahun 2001. Kebijakan
yang dibuat Amerika Serikat pada masa itu merupakan kebijakan war on terrorism
yang dipelopori oleh Presiden George W. Bush ke seluruh dunia. Amerika Serikat
menuju ke Sudan karena Bill Clinton, pada tahun 1993, menambahkan Sudan pada
daftar “negara sponsor terorisme”.82
Mengantisipasi apa yang dahulu terjadi pada saat konflik Rwanda, Presiden
Bil Clinton saat itu juga mengatakan penyesalan mendalamnya sebagai seorang
presiden Amerika Serikat yang gagal mencegah pembantaian 800.000 orang dalam
konflik Rwanda. Hal ini membuat Presiden George W. Bush mendorong upaya
perdamaian di Sudan yang telah menelan hampir 300.000 korban jiwa.83 Hal ini juga
didukung oleh adanya ikatan kelomok Kristen Evangelis Amerika Serikat dan
80 Sudan Troika adalah anggota dari tiga dari donor yang menonjol, Amerika Serikat, Inggris
dan Norwegia, kelompok yang mendukung proses negosiasi CPA. Pemerintah Sudan Troika telah kolektif memberikan bantuan 49,5% dari ODA antara tahun 2000 dan 2009.
Tersedia di http://www.state.gov/r/pa/prs/ps/2011/12/178314.htm diakses pada 23 Juli 2014.
81Princeton N. Lyman, “Negotiating Peace in Sudan”.
82Jonathan Jacobs, “Sudan Selatan dan US National Interest”, Think Africa Press, 13 Maret
2012, Africa [datebase on line]; tersedia di http://thinkafricapress.com/south-sudan/oil-us-south-sudan-secession; diakses pada 11 Juli 2014.
83Andrew Quinn, “Sudan vote tests Obama's Africa diplomacy”, Reuters Africa, 5 Januari
pendiri otoritas Sudan Selatan yang mengkampanyekan pemisahan Sudan Selatan
pada Presiden George W. Bush. 84
Kampanye yang dilakukan kelompok Kristen Evangelis merupakan bentuk
protes atas apa yang terjadi pada konflik Sudan. Hal itu disebabkan karena kelompok
agama dan kelompok politis di Amerika Serikat turut memperhatikan konflik di
sana. Kelompok ini menjadi salah satu alasan Amerika Serikat mendukung proses
kemerdekaan Sudan Selatan yang telah memperjuangkan kemerdekaan Sudan
Selatan sejak abad ke-19.85
Pada awal pemerintahan Presiden George W. Bush kelompok Kristen
Evangelis di Amerika Serikat mendesak presiden untuk mengambil tindakan
menghentikan serangan yang dilakukan oleh Sudan di wilayah Selatan. Kelompok
Kristen Evangelis yang bergabung dengan Black Caucus merasa geram atas laporan dari wilayah Sudan di Utara karena telah memperbudak orang Selatan dan
menyampaikan hal tersebut kepada Kongres.86
Kemarahan kelompok Kristen Evangelis di Amerika Serikat semakin menjadi
atas laporan penindasan yang dilakukan oleh orang Sudan di Utara terhadap orang
Kristen di Selatan. Kelompok Kristen Evangelis menekan Presiden George W. Bush
84Jeffrey Gettleman, “After Years of Struggle, South Sudan Becomes a New Nation”, New
York Times, 9 juli 2011, New York Times Online [artikel on-line], tersedia di
http://www.nytimes.com/2011/07/10/world/africa/10sudan.html?_r=0; diakses 23 Juli 2014.
85Jeffrey Gettleman, “After Years of Struggle”.
agar mengambil alih perang yang terjadi di Sudan.87 Usaha mereka terbayar pada
tahun 2000 ketika Presiden George W. Bush terpilih sebagai presiden Amerika
Serikat.88
Hal ini merupakan awal terlibatnya Presiden George W. Bush di Sudan, yaitu
pada tahun 2001 setelah dilatik menjadi presiden. Presiden George W. Bush
menunjuk Senator John Danforth sebagai utusan proses perdamaian di Sudan yang
bekerjasama dengan Intergovernmental Authority on Development (IGAD) yang terbukti menjadi negosiator efektif bagi perdamaian di Sudan.89
Hal yang sama juga dilakukan oleh Sudan Selatan untuk mendapatkan
dukungan dari Amerika Serikat yaitu, usaha kepala pemerintah otonom Sudan
Selatan, yaitu Salva Kiir yang kini menjadi presiden Sudan Selatan. Selama
bertahun-tahun, terutama masa Presiden George W. Bush, Kiir bersama kelompok
Kristen bernaung di kalangan Ideologi Ekstrimis Washington untuk berusaha
membentuk kembali keseimbangan kekuasaan di Sudan.90 Rezim Kiir telah lama
menjadi rezim kesayangan Amerika Serikat sebagai negara donor Barat sehingga
Amerika Serikat mendukung Salva Kiir untuk mendapatkan kemerdekaan dari
Sudan.
87 Princeton N. Lyman, “Negotiating Peace in Sudan”, Journal of the School of Global
Affairs and Public Policy (GAPP) at American University in Cairo, Nov. 9, 2010 [jurnal on-line]; tersedia di http://www.aucegypt.edu/gapp/cairoreview/pages/articleDetails.aspx?aid=21; Internet; diunduh pada 15 Juli 2014.
88Jeffrey Gettleman, “After Years of Struggle”. 89Princeton N. Lyman, “Negotiating Peace in Sudan”.
90Kevin Peraino, “Is Massive U.S. Aid Helping South Sudan?”, News Week, 2010, [artikel