(Analisis Kata Al-Qisth Pada Berbagai Ayat)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Alfionitazkiyah
NIM: 1110034000005
PROGRAM STUDI TAFSIR-HADITS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
iv Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbutkti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 30 Oktober 2014
v
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. atas segala karunia dan
rahmat-Nya. Salawat teriring salam serta untaian kata-kata mutiara yang indah
senantiasa selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw. sehingga penulis
dapat menyelesaiakan penyusunan skripsi yang berjudul “Keadilan Dalam
Al-Qur’an (Analisis Kata Al-Qisth Pada Berbagai Ayat).”
Skripsi ini tidak akan bisa tuntas tanpa adanya orang-orang berjasa
dibelakang penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, dan
Dekan Fakultas Ushuluddin.
2. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA., selaku ketua jurusan Tafsir-Hadis yang
telah mensahkan proposal skripsi. Dan juga kepada sekretaris jurusan
Tafsir-Hadis, Jauhar Azizy, MA., yang telah banyak sekali membantu
penulis agar skripsi ini menjadi baik.
3. Dr. Abdul. Moqsith, M.Ag, selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan masukan dan saran agar skripsi ini menjadi layak untuk
ditampilkan.
4. Seluruh dosen program studi Tafsir-Hadis yang telah banyak memberikan
ilmu selama berkiprah di UIN Syarif Hidayatullah.
5. Kepada kedua orang tua, yang tercinta A. Malik dan Hj. Inayah, yang
selalu memberikan dukungan dan motivasi, dan tiada hentinya berdoa
vi
7. Seluruh teman-teman Tafsir-Hadits, yang selalu memberikan
dukungannya.
8. Pimpinan dan segenap karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan
Fakultas, yang telah banyak membantu demi selesainya skripsi ini.
Akhirnya, penulis menyadari dengan wawasan keilmuan yang masih
sedikit, kurangnya referensi, dan rujukan lain yang belum terbaca, menjadikan
skripsi ini jauh dari sempurna. Namun, penulis telah berusaha menyelesaikan
skripsi ini sesuai dengan kemampuan penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik
dari para pembaca sangat diperlukan sebagai bahan perbaikan penulisan ini.
Semoga skripsi ini memberikan manfaat khususnya bagi diri sendiri, dan
bagi orang lain yang membacanya. Serta memberikan pemahaman tafsir mengenai
Keadilan Dalam Al-Qur’an (Analisis Kata Al-Qisth Pada Berbagai Ayat).
Ciputat, 30 Oktober 2014
vii
Padanan Aksara 1. Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin
ا : a ط : th
ب : b ظ : zh
ت : t ع : ‘
ث : ts غ : gh
ج : j ف : f
ح : h ق : q
خ : kh ك : k
د : d ل : l
ذ : dz م : m
ر : r ن : n
ز : z و : w
س : s ـه : h
ش : sy ء : ,
ص : sh ي : y
viii
Fathah : a : ā : ai
Kasrah : i : ī : au
Dhammah : u : ū
3. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti alif lam ( ) al-qamariyah ditrnsliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh:
: al-Baqarah : al-Māidah
b. Kata sandang yang diikuti dengan alif lam ( ) asy-syamsiyah
ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di deoan dan sesuai
dengan bunyinya. Contoh:
: ar-Rajulu : as-Sayyidah
: asy-Syamsu : ad-Dārimī
c. Syaddah (Tasydīd)
Syaddah (Tasydīd) dalam system aksara Arab digunakan lambang (), sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
cara menggandakan huruf yang bertanda tasydīd. Aturan ini berlaku secara umum, baik tasydīd yang berada di tengah kata, di akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah.
Contoh:
ix
Alfionitazkiyah
Keadilan Dalam Al-Qur’an (Analisis Kata Al-Qisth Pada Berbagai Ayat)
Latar belakang penulisan skripsi ini adalah ketertarikan penulis terhadap
pokok bahasan mengenai Keadilan Dalam Al-Qur’an (Analisis Kata Al-Qisth
Pada Berbagai Ayat), mengingat bahwa al-qisth merupakan bagian dari sifat manusia yang harus selalu ditegakkan kepada siapapun dan kapanpun. Karena
sifat ini memiliki dampak yang sangat positif bagi orang yang menegakkannya.
Kajian skripsi ini merupakan kajian pustaka dengan metode pembahasan
yang bersifat deskriptik-analitik, yakni menggambarkan dan menguraikan data-data penafsiran al-Qur’an tentang materi bahasan yang didapat dari berbagai
macam sumber bacaan yang primer dan sekunder.
Sumber-sumber utama dari bahan-bahan kajian ini diambil dari lima kitab
tafsir al-Qur’an, seperti Mafātih Al-Ghaib karya Fakhruddīn Ar-Rāzī, Ruh Al-Ma’ānī fī Tafsīr Al-Qur’an Al-’Azhīm wa As-Sab’ Al-Matsānī karya Al- lūsī, Al-Kasysyāf karya az-Zamakhsyarī, At-Tahrīr wa At-Tanwīr karya Ibn ’ syūr, dan Al-Mīzān fi Tafsīr Al-Qur’an karya Thabāthabāi’.
Temuan yang didapat dari hasil penelitian mengenai Keadilan Dalam
Al-Qur’an (Analisis Kata Al-Qisth Pada Berbagai Ayat) adalah bahwa setiap kata di dalam al-Qur’an memiliki makna khusus tersendiri. Ada dua kata yang bermakna
adil di dalam al-Qur’an yaitu al-‘adl dan al-qisth. Kata al-qisth memiliki dua makna, pertama, bermakna adil dan kedua, bermakna menyimpang. Serta beberapa objeknya, yaitu al-qisth adalah sifat orang yang berilmu, al-qisth
terhadap anak yatim, al-qisth dalam jual-beli, al-qisth dalam melerai pertikaian,
al-qisth terhadap orang-orang non muslim.
Selanjutnya, penulisan skripsi ini diharapkan mampu memberikan
sumbangan untuk memperluas wawasan intelektual pembaca dan memperkaya
x
KATA PENGANTAR ... v
PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penulisan ... 7
D. Metodologi Penulisan ... 7
E. Tinjauan Pustaka ... 8
F. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG KEADILAN ... 11
A. Definisi Keadilan Secara Bahasa... 11
B. Definisi Keadilan dari Berbagai Disiplin Ilmu ... 16
C. Term Keadilan dalam Al-Qur’an... 18
D. Urgensi Keadilan ... 23
BAB III OBJEK AL-QISTH DALAM AL-QUR’AN ... 25
A. Term Al-Qisth dalam Al-Qur’an ... 25
B. Objek Al-Qisth dalam Al-Qur’an ... 36
1. Al-Qisth adalah Sifat Orang yang Berilmu ... 37
2. Al-Qisth terhadap Anak Yatim ... 40
xi
BAB IV PENUTUP ... 56
A. Kesimpulan ... 56
B. Saran ... 57
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup bersama dalam suatu
komunitas masyarakat dengan jangka hidup waktu yang lama. Mereka saling
berinteraksi dan melakukan tindakan yang menghasilkan timbal balik kepada
sesamanya. Sehingga tidak mustahil terjadi konflik sosial1 di antara mereka.
Sehingga dapat memunculkan tindakan-tindakan yang menyimpang dari
nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dianggap tidak sesuai dengan
akhlak yang terpuji. Dalam menindak lanjuti penyimpangan tersebut masyarakat
tidak harus main hakim sendiri melaikan harus adanya keadilan yang ditegakkan
dalam mengatasi penyimpangan tersebut. Oleh karenanya keadilan dalam suatu
komunitas masyarakat sangatlah penting untuk selalu ditegakkan.2
Sikap adil adalah suatu tindakan/akhlak yang sangat terpuji dan bahkan
harus selalu ditegakkan dalam berbagai aspek kehidupan. Di dalam al-Qur‟an pun
aspek yang banyak dipaparkan adalah aspek akhlak, yaitu aspek yang mengatur
hubungan makhluk kepada Allah seperti firman-Nya dalam Q.S. Ash-Shaff t
[37]:159-160, Q.S. Asy-Syūra [42]:05 dan Q.S. Al-Muzammil [73]:09, hubungan
sesama mannusia sebagaimana tertulis di dalam Q.S. Al-Baqarah [02]:83 dan Q.S.
An-Nis [04]:86 dan hubungan kepada lingkungan sebagaimana tertulis di dalam
Q.S. Al-An‟ m [06]:38. Dari tiga aspek tersebut dapat disimpulkan bahwa
1
Konflik sosial adalah bagian dari interaksi social yang bersifat asosiatif. Konflik atau pertentangan diartikan sebagai sebuah bentuk interaksi yang ditandai ole keadaan saling mengancam, menghancurkan, melukai, atau melenyapkan. Hal ini terjadi di dalam dinamika masyarakat. Lihat Tri Sunarti, Sosiologi, (Sukoharjo: Graha Multi Grafiko, 2007), h. 41
2
manusia sebagai mkhluk ciptaan-Nya diharuskan untuk selalu bergaul dengan
apapun dan siapapun yang disebut habl minallah danhabl minann s.
Dari dua macam interaksi tersebut manusia lebih banyak menghabiskan
waktu hidupnya berinteraksi dengan sesamanya (habl minann s). Oleh karenanya
al-Qur‟an telah menjelaskan tentang tata cara manusia bersikap kepada manusia
lainnya. Di antaranya adalah dengan berbuat ihsan (baik), jujur, tolong-menolong, tenggang rasa, saling menghormati, adil dan lain-lain. Dari beberapa sikap/sifat
yang telah tersebut ada salah satu sifat yang sulit dilakukan yaitu sifat adil. Tidak
semua orang dapat berlaku adil kepada sesamanya, meskipun orang tersebut ingin
berlaku adil.
Keadilan adalah sesuatu yang abstrak. Sulit untuk diungkapkan dan
dideskripsikan. Terkadang keadilan dikaitkan dengan hukum. Keadilan dapat
dimaknai memberikan sesuatu kepada setiap anggota masyarakat sesuai dengan
haknya yang harus diperolehnya tanpa diminta; tidak berat sebelah atau tidak
memihak kepada salah satu pihak; mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana
yang benar dan mana yang salah, bertindak jujur dan tetap menurut peraturan
yang telah ditetapkan. Keadilan merupakan nilai-nilai kemanusiaan asasi dan
menjadi pilar bagi berbagai aspek kehidupan, baik individual, keluarga, dan
masyarakat. Ibn Qudamah mengatakan bahwa keadilan merupakan sesuatu yang
tersembunyi, motivasinya semata-mata karena takut kepada Allah Swt.3
Adil juga termasuk satu kata yang mudah diucapkan, tetapi berat untuk
ditegakkan. Kata ini berbentuk kata benda tetapi maknanya adalah kata kerja.
Sehingga mengindikasikan adanya perintah untuk menegakkan dan berlaku adil
3 Abdul „Azis Dahlan,
kepada setiap orang. Kata adil juga sering dimaknai “menempatkan sesuatu pada
tempatnya”.4
Adapun orang-orang yang adil yang mengurus urusan orang-orang muslim
dan menunaikan hak-haknya, maka mereka kelak akan mendapatkan derajat yang
tinggi dan kegembiraan yang besar. Mereka akan berada di menara-menara
cahaya di sisi kanan Rabb ar-Rahm n. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh „Abdullah bin „Amr bin al-„Ash ra.5
Sesungguhnya orang-orang yang adil di sisi Allah akan berada di atas menara-menara cahaya di sebelah kanan Rabb yang Rahm n, dan kedua tangan-Nya di sebelah kanan orang-orang yang adil di dalam menetapkan hukum, adil dalam keluarga dan adil dalam kepemimpinannya. Sedangkan dalam suatu riwayat ditambahkan; “Nabi Muhammad bersabda: dan keduanya adalah tangan kanan (kebaikan)”.6
Hadits di atas menerangkan bahwa Nabi menjamin orang-orang yang
berbuat adil akan berada di sisi Allah. Nabi pun menerangkan bahwa orang-orang
yang berbuat adil yang dijamin adalah mereka yang selalu menegakkan keadilan
dengan mengunakan term al-qisth. Dalam Q.S. An-Nis ‟ [04]:03 Allah juga menggunkan kata al-qisth untuk menerangkan keadilan seorang wali terhadap anak yatim yang berada dibawah tanggungannya.
4
Maksud dari arti tersebut adalah menempatkan yang hak pada tempatnya yang hak dan sesuatu yang batil pada tempatnya yang batil.
5
Yusuf Abdullah Daghfaq, Berbuat Adil Jalan Menuju Bahagia, (Jakarta: Gema Insani Press, 1992), h. 58
6Abū „Abdurrahm n bin Syu‟aib bin „Alī
Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.7
Asb b al-nuzūl ayat ini adalah bahwa ada seorang anak yatim perempuan
yang cantik dan memiliki harta yang banyak. Ia berada di bawah tanggungan
walinya. Wali anak yatim tersebut menyukai akan kecantikan dan hartanya yang
melimpah. Sehingga ia ingin menikahinya tetapi sang wali tidak mau memberikan
mahar baginya. Bahkan tujuan sang wali ingin mengambil/menikmati kekayaan
dari harta yang dimiliki anak yatim tersebut tanpa mengelolahnya. Menurut
al-Thabarī kata adil yang pertama bermakna adil bagi seorang wali anak yatim dalam
bemberikan hak-hak yang harus didapatkan anak yatim tersebut dari harta yang
dimilikinya dengan mengelolahnya sebaik-baiknya.8
Sedangkan makna adil yang
kedua adalah keadilan dalam bemberikan nafkah batin, waktu/giliran dan kasih
sayang yang sama terhadap istri-strinya.9
Dari tafsiran ayat di atas secara eksplisit dapat dikatakan bahwa aspek
yang dibahas dengan menggunakan term al-„adl adalah bersifat batiniyah atau
immateri (abstrak). Sedangkan aspek yang dibahas dengan menggunakan term al-qisth bersifat indrawi/lahiriyah.
7
Lihat Al-Qur‟an Al-Hadi
8Abū Ja‟far Mu
hammad bin Jarīr At-Thabarī, J mi‟ Al-Bay nfī Ta‟wīl Al-Qur‟an. Jilid 3, (Mesir: Al-Maktabah At-Taufiqiyyah. 2004), h. 242
9
Di dalam Q.S. Al-Anbiy ‟[21]:47 Allah juga menggunakan term al-qisth
untuk menjelaskan hukuman-Nya kepada mkahluk-Nya sesuai dengan amalan
yang pernah diperbuatnya.
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, Maka Tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan.10
Pada ayat ini Allah berfirman dengan menggunakan term al-qisth. Al-Baidhawī berpendapat bahwa keadilan yang maksud dari ayat ini adalah Allah
akan memberikan hukuman atau balasan sesuai dengan lembaran amalan-amalan
yang pernah dilakukan oleh seorang hamba. Allah akan menimbang semua
amalan yang pernah diperbuatnya maupun yang baik atau yang buruk dengan adil
pada hari kiamat. Yakni setiap amalan yang ditimbang tidak akan dikurangi atau
dilebihkan. Sehingga tidak ada seorang pun yang akan dizalimi. Setiap jiwa akan
menerima hukumannya masing-masing sesuai amal perbuatannya semasa
hidupnya.11
Dari ayat-ayat al-Qur‟an dan hadīts di atas, diketahui bahwa keadilan
disebut dengan menggunakan term al-qisth dan seluruh ungkapannya bermakna adil. Dan di dalam al-Qur‟an juga telah jelas sekali bahwa Allah sangat mencintai
orang-orang yang berbua adil dengan sebutan muqsithīn dan bukan dengan lafaz ‟ dilīn.Ini mengindikasikan bahwa derajat lafaz qisth lebih tinggi dari pada lafaz ‟adl.
Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini penting untuk dikaji lebih lanjut
10
Lihat Al-Qur‟an Al-Hadi
11N shiruddīn Abī Sa‟īd ‟Abdullah bin ‟Umar bin Mu
hammad as-Syair zī al-Baidhawī,
dengan judul skripsi KEADILAN DALAM AL-QUR’AN (Analisis Kata Al-Qisth pada Berbagai Ayat).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembahasan tentang kata adil (al-qisth) sangat banyak dan luas aspek-aspek yang terkait dengannya. Seperti berlaku adil ketika menjadi seorang
pemimpin, menegakkan hukum, melerai dua orang yang bertikai sehingga tidak
memihak pada salah satu dari keduanya, memelihara harta orang lain dan harta
anak yatim, adil kepada non muslim, berdagang/jual-beli dalam menentukan
timbangan, berlaku adil terhadap anak adopsi, menjadi saksi, dan sifat adil juga
menjadi identitas orang yang berilmu.
Berdasarkan identifikasi masalah di atas pembatasan masalah yang akan
dibahas hanya menyangkut beberapa aspek yaitu sifat adil yang menunjukkan
identitas orang yang berilmu, berlaku adil terhadap anak yatim, adil dalam
berdagang/jual-beli, melerai orang yang bertikai, dan adil kepada non muslim.
Pembatasan ini betujuan agar pembahasan tentang al-qisth (adil) lebih fokus dan tidak keluar dari tema yang dibahas dari aspek-aspek yang telah
diidentifikasi dengan mengkaitkannya kepada ayat-ayat al-Qur‟an dan hadits yang
berkaitan dengannya, namun tidak terlepas dari penafsiran dan penjelasan
al-Qur‟an dan hadits.
Sedangkan rumusan masalah dalam penulisan ini menggunakan model
pertanyaan yang berguna untuk menjawab pokok permasalahan dan menunjukkan
arah pemahaman yang benar.
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan pokok permasalahn yang telah disebutkan di atas, maka
tujuan penulisan ini yaitu:
1. Mengetahui penjelasan tentang definisi al-qisth dalam al-Qur‟an, bentuk-bentuk kalimat al-qisth yang digunakan al-Qur‟an pada ayat -ayatnya, serta macam-macamnya.
2. Mengetahui dan memahami term al-qisth dalam al-Qur‟an dengan menggunakan penafsiran dari para mufassir tentang ayat-ayat yang
terkait, dan untuk mendapatkan penjelasan tentang objek-objek yang
dikaji dalam al-Qur‟an dengan menggunakan kata al-qisth.
3. Secara akademis, penelitian ini bertujuan untuk memberikan konstribusi
ilmiah dalam khazanah keilmuan Islam, khususnya dalam bidang
Al-Qur‟an. Penulisan ini juga menjadi salah satu bacaan bagi pembaca
yang ingin mendalami wawasan al-Qur‟an, khususnya mengenai
masalah al-qisth. Selain itu bertujuan untuk melengkapi tugas akhir kuliah sebagai persyaratan dalam rangka meraih gelar Sarjana Agama
(S.Ag).
D. Metodologi Penulisan
Kajian penelitian yang digunakan yaitu dengan menggunakan pendekatan
kualitatif dengan menggunakan teknik library research (kepustakaan), yaitu dengan mengumpulkan data-data melalui bacaan dan literatur-literatur yang ada
kaitannya dengan pembahasan penulis. Sebagai data primer penulis merujuk pada
kitab-kitab tafsir karya beberapa mufassir diantaranya kitab Maf tīh Al-Ghaib
-Sab‟ Al-Mats nī karya Al- lūsī, Al-Kasysy f karya az-Zamakhsyarī, At-Tahrīr wa
At-Tanwīr karya Ibn ‟ syūr, dan Al-Mīz n fi Tafsīr Al-Qur‟an karya Thab thab i‟. Sedangkan data sekunder adalah data-data yang dicari dari
sumber-sumber kepustakan berupa kitab-kitab tafsir, buku-buku, majalah, artikel, dan
lain-lain. Sebagai pedoman penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku
Pedoman Akademik Strata 1 yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press tahun 2010,
dan pedoman transliterasi mengikuti Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan
Disertasi Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta (Edisi Revisi), Cetakan kedua, Mei
tahun 2011.
Adapun metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif analitik. Metode deskriptif adalah suatu metode yang bermaksud untuk menggambarkan data-data dalam menguji dan menjelaskan sebuah hipotesis
untuk menjawab pertanyan dari suatu permasalahan. Sedangkan analitik yaitu
sebuah tahapan untuk menguraikan data-data yang telah terkumpul dan tersusun
secara sistematis. Jadi, metode deskriptif analitik adalah sebuah metode
pembahasan untuk menerapkan data-data yang telah tersusun dengan melakukan
kajian terhadap data-data tersebut.
E. Tinjauan Pustaka
Pembahasan tentang adil dalam berbagai literatur cukup banyak. Namun
Dasar (UUD). Sejauh yang bisa diketahui belum ditemukan bahasan kata al-qisth
secara mendalam.
Beberapa pembahasan yang terkait dengan adil adalah:
1. Berbuat Adil Jalan Menuju Bahagia karangan Yusuf Abdullah Daghfaq yang diterbitkan oleh Gema Insani Press tahun 1992. Buku ini membahas tentang
sifat adil yang harus dilakukan oleh seorang ulil amri (pemimpin) dan balasan dari Allah bagi orang yang berlaku adil, serta balasan bagi orang yang berbuat
zalim.
2. Konsep Adil Dalam Poligami (Analisis Perspektif Hukum Islam dan Undang-Undang No.1 tahun 1974) ditulis oleh Abdul Khoir Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010. Skripsi ini membahas
sikap adil yang harus dilakukan oleh seorang suami ketika ia melakukan
poligami yang bertumpu pada hukum Islam dan hukum Negara. Sifat adil
yang dituntut pada pembahasan ini adalah adil kepada anak dan istri dalam
pembagian waktu berkumpul bersama keluarga.
3. Analisis Konsep Adil Berpoligami Perspektif Hukum Islam ditulis oleh Nuri Faat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2007. Skripsi ini hampir sama dengan skripsi di atas hanya saja sifat adil yang
dibahas pada skripsi ini adalah keadilan yang harus dilakukan oleh seorang
suami ketika dia berpoligami yang bertumpu pada hukum Islam.
Dari beberapa penelitian yang telah disebutkan di atas belum ada yang
mengkajikeadilan dalam al-Qur‟an; analisis kata al-qisth pada berbagai ayat. Hal ini yang penting untuk dikaji. Posisi penulisan ini mencoba untuk membuat
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun menggunakan sistematika bab per bab. Kemudian
pembahasan dijelaskan dalam sub-sub bab. Bab pertama berisi pendahuluan, yang
terdiri dari sub-sub bab yang menjelaskan latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, tinjauan pustaka, dan
sistematika penulisan.
Pada bab kedua penulis paparkan tentang kajian teoritis tentang keadilan,
yang terdiri dari beberapa sub bab yang menjelaskan tentang definisi keadilan
secara bahasa, definisi keadilan dari berbagai disiplin ilmu, term keadilan dalam
al-Qur‟an dan urgensi keadilan.
Pada bab ketiga penulis memaparkan tentang inti dari pembahasan yang
ingin penulis bahas yaitu objek al-qisth dalam al-Qur‟an, yang terdiri dari dua sub bab yang menerangkan term al-qisth dalam al-Qur‟an dan al-qisth dalam al-Qur‟an terdiri dari lima sub-sub bab yaitu al-qisth terhadap orang-orang non
muslim, al-qisth terhadap anak yatim, al-qisth dalam melerai pertikaian, al-qisth
adalah sifat orang yang berilmu, dan al-qisth dalam jual-beli.
Pada bab keempat ini berupa penutup. Pada bab ini penulis menarik
kesimpulan dari pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya dan
juga menulis saran-saran. Pada akhir penulisan ini adalah Daftar Pustaka, yaitu
paparan buku-buku yang dipakai untuk menjadi rujukan penulisan dalam
BAB II
KAJIAN TEORITIS TENTANG KEADILAN A. Definisi Keadilan Secara Bahasa
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia keadilan diartikan sama berat;
tidak berat sebelah; dan tidak memihak.12 Artinya tidak melebihi atau mengurangi
dari pada yang sewajarnya. Berpihak dan berpegang pada kebenaran.13 Seperti
halnya seorang pemimpin yang menegakkan hukum kepada rakyatnya. Seorang
pemimpin yang adil adalah yang menghukum rakyatnya yang berbuat salah dan
membebaskan rakyatnya yang tidak bersalah. Dalam kasus ini pemimpin tersebut
telah berlaku adil karena menempatkan kebenaran dan keburukan sesuai
tempatnya. Di dalam al-Qur‟an Allah ta‟ala pun telah berfirman bahwa jika
seseorang yang hendak menetapkan hukum maka tetapkanlah dengan adil.
Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka Maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. dan jika kamu memutuskan perkara mereka, Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.14
12
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai pustaka, 2005), h. 4
13
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern Englidh Press, 2002), h. 12
14
Khitab ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw. Jika orang-orang tersebut (kaum Yahudi) datang kepada Nabi dan memintanya untuk menegakkan
hukum di dalam perselisihan yang terjadi di antara mereka, maka tetapkanlah
hukum atau tinggalkanlah (tidak perduli). Ini adalah pilihan bagi Nabi dalam
menghadapi perselisihan kaum Yahudi. Jika Nabi mengabaikannya-tidak
menuruti kamauan mereka-maka hal itu tidak akan memudaratkan Nabi walaupun
mereka melakukannya, karena Allah akan selalu menjaganya. Namun jika Nabi
tidak mengabaikannya, maka Allah menyuruhnya untuk menegakkan hukum
dengan adil-dengan tidak menerima suap-karena Allah menyukai orang-orang
yang berbuat adil dan Allah akan selalu menjaga diri mereka dari hal-hal yang
bersifat haram.15
Keadilan bukan hanya ditegakkan dalam hal kepemimpinan saja. Namun
banyak aspek yang berkaitan dengannya. Salah satunya adalah menjadi seorang
saksi. Seperti dalam kasus persaksian bagi wanita/istri yang berbuat zina. Jika ada
seseorang yang berkata bahwa wania/istri tersebut berzina, maka harus dihadirkan
saksi baginya untuk membenarkan atau menyalahkan persaksiannya.
Sebagaimana firman Allah Swt.
15
Dalam kitab Ma‟ lim At-Tanzīl diterangkan bahwa ayat ini menjelaskan tentang hukum
Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji16 hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.17
Bagi orang yang dihadirkan sebagai saksi harus berlaku adil dengan
memberikan persaksian yang benar dan tidak berdusta. Sehingga persaksiannya
tidak memberatkan salah satu pihak. Sebagaiman firman Allah Swt.
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.18
Arti “hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil” mengindikasikan bahwa
ada dua perkara yang tersirat. Pertama, mengagungkan Allah atas
16
Perbuatan keji: menurut jumhur mufassirin yang dimaksud perbuatan keji ialah perbuatan zina, sedang menurut Pendapat yang lain ialah segala perbuatan mesum seperti : zina, homo sek dan yang sejenisnya. menurut Pendapat Muslim dan Mujahid yang dimaksud dengan perbuatan keji ialah musahaqah (homosek antara wanita dengan wanita).
17
Q.S. An-Nis [04]:15 lihat Al-Qur‟an Al-Hadi
18
perintah-Nya dan kedua, saling mengasihi terhadap sesama makhluk ciptaan Allah. Dan lafaz (menjadi saksi dengan adil) adalah lafaz yang menjelaskan perkara yang kedua. Yaitu saling mengasihi terhadap sesama
makhluk. Ar-R zī menjelaskan bahwa tidak boleh saling mengasihi dalam hal
persaksian dikarenakan karabat atau keluarganya, dan tidak boleh
menghalang-halangi pengajuan kesaksian yang dilakukan oleh musuh-musuh dan
lawan-lawannya.19
Firdaus al-Hisyam dan Drs. Rudy Hariyono berpendapat bahwa kata adil
diartikan just, fair, impartial, rightful, lawful, honest (secara pantas, adil, tidak berat sebelah, berdasarkan keadilan, hukum yang sah, lurus hati).20 Dalam kamus
Cambridge kata fair berarti treating everyone in the same way, so that no one has an advantage (perbuatan seseorang dengan cara yang sama, sehinnga tidak ada seorang pun mendapatkan keuntungan).21 Maksud dari definisi tersebut adalah
bahwa tidak ada salah satu yang merasa diuntungkan dan yang lain dirugikan,
melainkan keduanya mendapatkan kepuasaan dan kerelaan dari sebuah keputusan
dan keputusannya pun tidak berat sebelah.
Pengertian di atas sejalan dengan pengertian yang telah dirumuskan dalam
hukum Islam bahwa adil adalah “mempersamakan sesuatu dengan yang lain, baik
dari segi nilai maupun dari segi ukuran, sehingga sesuatu itu menjadi tidak berat
19
Ar-R zī, Tafsīr Al-Fakhr Ar-R zī: Al-Musytahir bi At-Tafsīr Al-Kabīr wa Maf tīh Al-Ghaib, Jilid 6, h. 184
20
Firdaus al-Hisyam dan Rudy Hariyono, Kamus Lengkap 3 Bahasa: Arab Indonesia Inggris, (Surabaya: Gitamedia Press, 2006), h. 523
21
sebelah dan tidak berbeda satu sama lain. Adil juga berarti “berpihak atau
berpegang kepada kebenaran.”22
Berlaku adil sangat terkait dengan hak dan kewajiban. Hak yang dimiliki
seseorang, termasuk hak asasi wajib diperlakukan secara adil. Hak dan kewajiban
terkait pula dengan amanah, sedangkan amanah wajib diberikan kepada yang
berhak menerimanya/ditunaikan. Oleh karena itu hukum yang didasarkan sifat
amanah harus ditetapkan secara adil tanpa diiringi rasa benci dan sifat negatif
lainnya yang dapat merugikan salah satu dari dua pihak.23 Sebagaimana firman
Allah Swt. dalam Q.S. Al-Maidah [05]:08.
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.24
Ayat ini menceritakan kaum Yahudi pada perang Khaibar. Ketika itu
Rasulullah mendatangi mereka untuk membantu meringankan pajak yang harus
mereka keluarkan. Akan tetapi mereka bertekad untuk membunuh Nabi. Sehingga
turunlah ayat ini sebagai nasihat kepada Nabi agar tetap berlaku adil kepada suatu
kaum dan larangan untuk berbuat curang (tidak berbuat adil) yang disebabkan rasa
benci yang terdetik di hati karena perbuatan mereka ke Nabi.25 Oleh karena itu
Allah melarang hamba-hambanya untuk berbuat curang (tidak adil) kepada orang
lain yang disebabkan oleh kebencian.
22
Dahlan, et. al., (eds), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid I, h. 25
23
Dahlan, et. al., (eds), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid I, h. 25
24
Q.S. Al-Maidah [05]:08 lihat Al-Qur‟an Al-Hadi
25 „Abdurrahm n Jaluddīn as
B. Definisi Keadilan dari Berbagai Disiplin Ilmu
Keadilan adalah tindakan yang selalu diinginkan oleh setiap elemem
masyarakat di setiap Negara. Tanpa keadilan kehidupan akan goyah. Karena
seseorang akan bersikap sewenang-wenang dan semenah-menah terhadap
terhadap yang lainnya. Terkadang keadilan tidak hanya berkutik dalam ranah
hukum saja. Jika dilihat dari berbagai disiplin ilmu pengertian keadilanpun akan
berbeda-beda.
Dalam ilmu sosial keadilan didefinisikan dengan adanya keseimbangan
dan pembagian yang proporsional atas hak dan kewajiban setiap warga Negara
yang mencakup seluruh aspek kehidupan: ekonomi, politik, pengetahuan, dan
kesempatan. Definisi lain dari keadilan sosial adalah hilangnya monopoli dan
pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh kelompok atau
golongan tertentu.26
Dalam ilmu tasawuf keadilan didefinisikan dengan seseorang harus
mendapatkan haknya dan memberikan kewajibannya. Dalam hal ini, yaitu
mendamaikan perselisihan antara orang yang menzalimi dengan orang yang
terzalimi.27 Karena kewajiban setiap muslim adalah menegakkan amr ma‟ruf nahi
munkar. Sehingga ketika ia melihat kemunkaran/kezaliman, ia wajib melerainya. Berbeda halnya dalam ilmu hadīts keadilan diartikan sebagai sifat yang
tertancap dalam jiwa seseorang untuk senantiyasa bertakwa dan memelihara harga
diri. Menjauhi dosa besar seperti syirik, sihir, membunuh, memakan riba,
26
Komaruddin Hidayat dan Azyumardi Azra, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education), 6 cet, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 187
27
Muhammad Yusūf Mūsa, Falsafah Al-Akhl qiyah fī Al-Isl m, (Mesir: Muassasah
memakan harta anak yatim, melarikan diri sewaktu perang berkecamuk, menuduh
zina wanita-wanita baik-baik, menyakiti kedua orang tua dan mengaharapkan
kehalalan di al-Bait al-Haram dan menjauhi dosa kecil seperti mengurangi timbangan sebiji, mencuri sesuap makanan, serta menjauhi perkara-perkara
mubah yang dinilai mengurangi harga diri.28
Sedangkan dalam ilmu filsafat menurut Aristoteles (dikutip dari Ibn
Maskawaih) keadilan terbagi menjadi tiga macam yaitu:
1. Keadilan yang dilakukan seorang hamba keada tuhannya. Dalam hal
ini seseorang mengerjakan secara terus-menerus perkara yang telah
diperintahkan/diwajibkan tuhan kepada hamba-Nya.
2. Keadilan yang bersifat komutatif. Yaitu keadilan yang mengatur
hubungan antara satu orang dengan yang lainnya dalam menegakkan
hak-hak tiap individu. Seperti dalam menghormati kepala
negara/pemimpin, menunaikan amanat dan menunaikan janji dalam
bermu‟amalah. Keadilan ini lebih menuntut agar semua orang
menepati apa yang telah dijanjikannya.
3. Kedilan yang ditegakkan setiap orang dalam hal hutang-piutang dan
wasiat. Keadilan yang harus mereka tegakkan adalah dengan
membayarkan hutangnya dan menjalankan wasiatnya.29
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keadilan adalah
suatu tindakan seseorang untuk menunaikkan hak dan kewajiban terhadap orang
28Muhammad „Ajaj Al
-Khatib, Ushūl Al-Hadīts. Penerjemah H.M Nur Ahmad Musyafiq, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 203.
29 K mil Mu
lain. Jika hal ini dapat tercapai maka kehidupan pun akan berjalan damai dan
sejahtera.
C. Term Keadilan dalam Al-Qur’an
Al-Qur‟an adalah firman Allah Swt. yang terdiri dari susunan berbagai
macam kosakata. Banyaknya kosakata tersebut disesuaikan dengan teks dan
konteksnya. Oleh karena itu cukup banyak pula beberapa kosakata yang memiliki
arti yang sama. Hal inilah yang menjadi perdebatan para mufassir, karena ada
anggapan bahwa kosakata yang terdapat di dalam al-Qur‟an memiliki sinonim.
Ada pula mufassir yang berpendapat bahwa tidak ada sinonimitas di dalam
al-Qur‟an.
‟Aisyah binti Sy thī menolak adanya sinonimitas kata di dalam al-Qur‟an.
Menurutnya setiap kata memiliki arti dan makna tersendiri. Sehingga antara satu
kata dengan kata lainnya tidak memiliki kesamaan makna. Di dalam kitab
Al-Burh n fī ‟Ulūm Al-Qur‟an dijelaskan bahwa ada beberapa kata yang dianggap
mutaradif (sinonim).30 Seperti kata adil. Di dalam al-Qur‟an banyak kata yang semakna dengannya namun berbeda lafaznya yaitu kata ‟adl dan qisth.
30
Adapun beberapa kata yang dianggap memiliki sinonim kata seperti kata al-khauf, di dalam al-Qur‟an kata ini disebutkan sebanyak 125 kali dengan berbagai derivasinya. Kata al-khauf berarti takut dan lafaz lain yang satu arti dengannya kurang lebih ada 8 kata, yaitu kata al-khasyyah, ar-ru‟bah, ar-ruhbah, wajala, asy-syafaqah, hadzara, ar-rau‟u. Kata-kata tersebut memiliki makna yang sama dengan kata al-khauf. Lihat Mann ‟ al-Qathth n, Mab hits fī ‟Ulūm Al-Qur‟an, (Riyadh: D rul Rasyīd, t.t), h. 204
Kata lain yang dianggap memiliki sinonim adalah kata al-bukhl yang berarti pelit, kikir, atau bakhil. Di dalam al-Qur‟an kata al-bukhl disebutkan sebanyak 12 kali pengulangan dengan berbgai macam derivasinya. Kata-kata yang memiliki arti sama dengannya seperti qatara, al-syuh,
Kata al-‟adl bermakna al-istiw ‟ ( ) “suatu keadaan yang
sama/lurus.”31
Makna ini berarti menetapkan hukum dengan benar. Jadi orang yang adil adalah seseorang yang berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan
ukuran yang sama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kata al-‟adl memiliki makna ”persamaan”, dan inilah makna asal kata al-‟adl yang menjadikan pelakunya tidak berpihak kepada salah satu.32 Sehingga ia hanya menegakkan
keadilan terhadap orang yang bersalah sesuai dengan hukum yang telah ditetapkan
di dalam al-Qur‟an dan al-Sunnah. Menurut pendapat al-Raghib al-Ashfahani
dalam kitabnya Al-Mufrad t fī Gharīb Al-Qur‟an mngatakan bahwa pengertian term
„adl adalah ا س ا ع ض ق ظف : ع ا ا ع ا.33
Kata al-‟adl disebutkan di dalam al-Qur‟an sebanyak 28 kali pengulangan dengan berbagai derivasinya. Salah satunya terdapat pada Q.S. al-Nis [04]:129.
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.34
Kata ‟adl pada ayat ini diartikan ‟sama‟ . Menurut al-Baidhawī35 kata ‟adl
pada ayat ini adalah tidak condong sedikitpun kepada salah satu istri sebagaimana
31Abū al
-Husain Ahmad bin F ris bin Zakariy , Mu‟jam Maq yis Al-Lughah, (T.tp:D rul Fikr, t.t), h. 246
32
Dahlan, et. al., (eds), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid I, h. 5
33
Abu al-Q sim al-Husain bin Muhammad (ar-R gib al-Ashfah nī), Al-Mufrad t fī
Gharīb Al-Qur‟an,(T.tp, Maktabah Naz r Mushthafâ al-B z, t.t), h. 422
34
Lihat Al-Qur‟an Al-Hadi
35
yang dilakukan oleh rasulullah dengan menbagikan bagiannya/haknya terhadap
para istrinya ”Ya Allah, inilah pembagianku yang aku mampu, maka janganlah Engkau cela aku pada sesuatu yang Engkau mampu dan tidak aku mampu." (Abu Daud berkata; yaitu hati).36
Hal ini mengindikasikan bahwa rasul membagi hak dan kewajiban kepada
para istrinya dengan adil dalam hal kasih sayang. Begitupun yang dimaksud ayat
ini bahwa jika seorang suami memiliki dua istri maka hendaklah ia berlaku adil
dengan semampunya, tidak condong berbuat baik kepada salah satunya dan
membenci yang lainnya. Rasulullah bersabda ”Barangsiapa yang memiliki dua
orang istri kemudian ia cenderung kepada salah seorang diantara keduanya, maka ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan sebelah badannya miring."37 Dapat disimpulkan bahwa makna kata ‟adl berkaitan dengan sesuatu yang bersifat immateri yaitu bersifat abstrak dan keadilan dengan menggunakan
term al-‟adl sangat sulit untuk dilakukan. 38
Sedangkan kata al-qisth ( ) yang terdiri dari tiga huruf yaitu q f, sīn
dan tha‟ adalah kosa kata bahasa arab yang berbentuk masdar yang memiliki dua
makna yang berbeda.39 Berdasarkan derivasinya, kata al-qisth memiliki dua
36Diriwayatkan oleh „ isyah Dalam kitab
Sunan Abu Daud
Lihat
Abū D ud bin al-Asy‟ats as-Sijist nī al-Adzdī, Sunan Abī D ud, Jilid I, Kitab Al-Nik h, bab fī Al-Qism baina An-Nis ‟, No. Hadits 2134 (Indonesia: Maktabah Risunkur, t.t ), h. 242
37
Diriwayatkan Abu Hurairah dalam kitab Sunan Abu Daud
Lihat Abū D ud, Sunan
Abī D ud, Jilid I, Kitab Al-Nik h, bab fī Al-Qism baina An-Nis ‟, No. Hadits 2133, h. 242
38
Dahlan, et. al., (eds), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid I, h. 6
39
makna pokok yang bertentangan yaitu (adil dan menyimpang).40 Menurut as-Sya‟r wī kata al-qisth yang bermakna adil berasal dari kata
sedangkan yang bermakna menyimpang berasal dari kata
41
Asal makna al-qisth adalah al-nashīb yaitu bagian. Makna pertama adalah keadilan dan makna kedua adalah mengambil bagian orang lain. Menurut
al-Raghib al-Ashfahanī maksud dari makna al-qisth yang kedua adalah kecurangan. Sedangkan kata al-qisth yang bermakna adil berasal dari bentuk tsulatsī mazīd
dari kata bermakna “memberikan bagian orang lain” yang berarti
bertindak secara proporsional. Seperti kalimat bermakna“seorang laki
-laki telah berlaku curang” dan bermakna “seorang laki-laki telah
berlaku adil.”42
Kata al-qisth yang bermakna menyimpang terdapat dalam Q.S Al-Jin [72]:14-15 wa minn al-qasithūn ( = dan ada (pula) di antara kami yang menyimpang dari kebenaran) dan wa amm al-qasithūn ( =
dan adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran). Kata al-qisth pada dua ayat tersebut berbentuk isim f ‟il dari tsulatsī mujarrad. Asal katanya adalah
. Kata ini sangat
bertentangan dengan kata al-qisth yang bermakna adil yang berasal dari kata
40
Ahmad bin Muhammad bin „Alī al-Muqrī al-Fayyūmī, Al-Mishbah Al-Munīr, (Bairūt: D rul Kutub al-„Ilmiyah, 1994), h. 503
41
.Muhammad Mutawallī Asy-Sya‟r wī, Tafsīr Asy-Sya‟r wī, Jilid 4, (T.tp.: Dar at-Tafiqiyyah li at-Turats, t.t.), h. 30
42
walaupun makna keduanya berbeda namun berasal dari satu suku kata.43
Di dalam kitab tafsir Maf tih Al-Ghaib diterangkan bahwa kata al-qisth bermakna
adil digunakan untuk menerangkan sifat orang-orang mukmin dan orang-orang
yang berilmu, dan juga dalam hal mu‟amalah. Sedangkan kata al-qisth bermakna
menyimpang menerangkan tentang sifat orang-orang kafir karena mereka selalu menyimpang dari kebenaran, sifat orang-orang musyrik yang berbuat zalim, dan
termasuk sifat para jin.44
Dalam kamus Al-Munawwir kata al-qisth memiliki banyak arti. Secara etimologi kata al-qisth ( ) an-nashīb artinya bagian dan ada beberapa makna yang semakna dengannya. Seperti al-qisth dapat bermakna ( ) al-miqd r artinya kadar, jumlah, ( ) al-mīz n artinya neraca, timbangan, ( ) ar-rizq artinya rezeki, ( ) an-najm artinya angsuran, cicilan.45 Elias A. Elias dan Edwar E. Elias mengartikan kata al-qisth adalah fair and square46 (dengan jujur).47
Di dalam kitab T j Al-‟ rūs diterangkan bahwa kata al-qisth digunakan untuk menerangkan keadilan yang terkait tentang pembagian saja
ا (bila memutuskan perkara mereka memutuskannya
dengan adil, bila mereka membagi mereka membaginya dengan merata) artinya
43
Abu al-Fadhl Jam luddīn Muhammad bin Mukrim,Lis nul „Arab,(Bairut: D r Sh dar, t.t.), h. 377
44
Muhammad ar-R zī Fakhruddīn, Tafsīr Al-Fakhr Ar-R zī: At-Tafsīr Al-Kabīr wa
Maf tīh Al-Ghaib, (Bairūt: D rul Fikr, 1985), h. 160
45
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Q mūs „Arabī-Indūnisī, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1984), h. 1202
46
Elias A. Elias dan Edwar E. Elias, Q mūs Al-Ily s Al-„Ashrī Injilīzī-„Arabī, (Bairūt:
D rul Jīl, 1974), h. 256
47
apabila mereka membagi (sesuatu) mereka membaginya dengan adil.48 Sedangkan
kata al-‟adl digunakan untuk menegakkan keadilan secara lurus, sesuai dengan
hukum syar‟i, seperti hukum qish s, jinay t, dan sebagainnya. Adanya persamaan
dalam memberikan balasan/ganjaran. Jika hal itu baik, maka katakan baik dan jika
hal itu buruk, maka katakan buruk.49
D. Urgensi Keadilan
Keadilan adalah ambisi orang-orang yang berakal, tujuan orang-orang
bijak dan sasaran yang ingin dicapai oleh semua orang yang normal. Tanpa
keadilan kehidupan akan menjadi goncang, timbangan akan terbalik dan ukuran
akan meleceng. Jika keadilan tidak ditegakkan, maka akan banyak orang-orang
yang kuat berlaku sewenang-wenang terhadap orang yang lemah, dan orang yang
zalim akan berlaku semenah-menah terhadap orang yang merdeka.50 Oleh sebab
48Hadits ini diriwayatkan oleh Abū Mūsa dalam kitab
Musnad Ahmad bin Hanbal
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far Telah menceritakan kepada kami 'Auf dan Hammad bin Usamah telah menceritakan kepadaku 'Auf dari Ziyad bin Mikhraq dari Abu Kinanah dari Abu Musa ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri diatas pintu ka'bah dan disana ada orang-orang dari bangsa Quraisy. Kemudian beliau bersabda seraya seraya memegang dua sisi pintu: "Adakah orang lain dika'bah ini selain orang quraisy?" maka dikatakanlah, "Ya, wahai Rasulullah, yaitu si Fulan anak saudara perempuan kami." Maka beliau bersabda: "Anak dari saudara perempuan suatu kaum adalah termasuk dari kaum itu." kemudian melanjutkan bersabda: "Sesungguhnya urusan ini akan senantiasa di tangan orang-orang Quraisy selama sikap mereka, bila dimintai belas kasihan, mereka mengasihi, bila memutuskan perkara mereka memutuskannya dengan adil, bila mereka membagi mereka membaginya dengan merata. Barangsiapa yang tidak melakukan itu diantara mereka, maka baginya laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya. Dan tidak akan diterima darinya baik amalan wajib maupun amalan sunnahnya."
49
Muhammad Murtadha bin Muhammad al-Husainī al-Zabidī, T j Al-„ rūs min Jawir Al
-Q mūs, (Bairūt: D rul Kutub al-„Ilmiyah, 2007), h. 257
50
itu sangat penting rasa keadilan untuk selalu ditegakkan. Banyak manfaat dari
ditegakkannya keadilan yaitu;
1. Masyarakat akan hidup damai, sejahtera, dan tentram.
2. Tidak adanya kecemburuan antar individu.
3. Tidak adanya pertentangan antara orang yang mengadili dengan orang
yang diadili dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan hukum.
4. Tidak adanya kesenjangan social dan disintegrasi dalam masyarakat.
5. Tidak adanya perpecahan antar masyarakat disebabkan perbedaan suku,
ras, dan budaya.
6. Segala tindakan masyarakat akan berjalan berdasarkan norma-norma dan
nilai-nilai yang berlaku.
Keadilan sangatlah penting serta dibutuhkan baik di suatu komunitas
ataupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab jika tanpa adanya
keadilan maka tidak akan terwujud pemerintahan yang baik, serta tidak akan
terwjud persatuan dan kesatuan bangsa.51
51Medhy Putra, “Keterbukaan dan Keadilan dalam K
ehidupan Berbangsa dan Bernegara
Sebagai Upaya Menghadapi Konflik Di Berbagai Wilayah NKRI.” Artikel diakses pada 27
BAB III
OBJEK AL-QISTH DALAM AL-QUR’AN
Firman-firman Allah yang terdapat di dalam al-Qur‟an terdiri dari berbagai
macam pola-pola kalimat dan kosakata. Terkadang dalam satu pembahasan Allah
menjelaskan kata yang sama namun menggunakan berbagai macam kosa kata.
Seperti kata pelit. Di dalam al-Qur‟an kata pelit tidak diartika dengan satu kosa
kata tetapi dengan berbagai macam kata seperti qatara, bukhl, al-syuh, dan
dhanīn. Perbedaan kosakata yang digunakan menjadi salah satu sebab terjadinya
perbedaan objek-objek yang dibahas pada setiap ayatnnya. Begitu pula yang
terjadi pada kata adil. Allah tidak hanya menggunakan satu kosakata untuk
mengartikan kata adil. Ada beberapa kosakata yang dapat memaknainya dalam
bahasa arab, seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya salah satunya
adalah al-qisth.
Term al-qisth tidak hanya membahas satu objek kajian. Term ini juga terkait dengan beberapa objek keadilan lainnya. Di antara beberapa objek
pembahasannya adalah adil adalah sifat orang yang berilmu, adil dalam
memelihara harta anak yatim, adil dalam transaksi jual-beli, adil dalam melerai
pertikaian, dan adil terhadap orang-orang non muslim.
A. Term Al-Qisth dalam Al-Qur’an
Di dalam al-Qur‟an ada beberapa kosa kata arab yang bermakna adil.
Seperti kata al-„adl dan al-qisth. Menurut pendapat al-Raghib al-Ashfahani dalam kitabnya Al-Mufrad t fī Gharīb Al-Qur‟an mengatakan bahwa keadilan dengan
secara adil).52 Menurut Imam al-Ghazali (dalam bukunya Al-Maqshad fī Syarh
Asma' Allah Al-Husnâ), kata al-muqsith berarti memenangkan/membela orang yang teraniaya/terzalimi dari orang yang menganiaya/menzalimi. Maksud dari
pengertian tersebut adalah dengan menggabungkan/menyatukan keridhaan dari
orang yang terzalimi dengan keridhaan orang yang menzalimi. Sehingga
keduanya merasa rela, sama-sama puas dan senang dengan hasil yang diperoleh.53
Jika dipahami dari definisi ini maka dapat dikatakkan bahwa keadilan yang
dimaksud adalah keadilan yang dapat menyenangkan kedua belah pihak dan tidak
ada yang merasa teraniaya.
Kata al-qisth di dalam al-Qur‟an, dengan berbagai derivasinya disebut sebanyak 25 kali di dalam 22 ayat dan 15 surat. Dalam bentuk mashdar
disebutkan sebanyak 15 kali, dalam bentuk isim tafdhīl disebut 2 kali, dalam
bentuk fi‟il mudh ri‟ disebut 2 kali, dalam bentuk fi‟il amr disebut 1 kali, dalam
bentuk isim f ‟il disebut sebanyak 5 kali, 2 dalam bentuk tsulatsī dan 3 kali dalam
bentuk mazīd. Berbagai derivasinya terdapat di beberapa surat sebagaimana
tercantum pada tabel.54
No. Kosakata Jumlah Surat No.
Sur Ayat Mk Md
1 2 3 4 6 7 8
1
An-Nis 4 3 Md
Al-Mumtahanah 60 8 Md
52
Abu al-Q sim, Al-Mufrad t fī Gharīb Al-Qur‟an, h. 521
53
Abū H mid al-Ghazalī, Al-Maqshad fī Syarh Asma' Allah Al-Husna, (Bairūt: D r al-Kutub al-„Ilmiyah, t.t), 112
54
Muhammad Fu d „Abdul B qī, Al-Mu‟jam Al-Mufahr s li Alfadz Al-Qur‟an Al-Karīm,
2 Al-Hujur t 49 9 Md
3
Al-Jinn 72 14 Mk
Al-Jinn 72 15 Mk
4
Al-Baqarah 2 282 Md
Al-Ahz b 33 5 Md
5
Al-M idah 5 42 Md
Al-Hujur t 49 9 Md
Al-Mumtahanah 60 8 Md
6 1
„ lī„Imr n 3 18 Md
„ lī„Imr n 3 21 Md
An-Nis 4 127 Md
An-Nis 4 135 Md
Al-M idah 5 8 Md
Al-M idah 5 42 Md
Al-An‟ m 6 152 Md
Al-A‟r f 7 29 Mk
Yūnus 10 4 Mk
Yūnus 10 47 Mk
Hūd 11 85 Mk
Al-Anbiy ‟ 21 47 Mk
Ar-Rahm n 55 9 Md
Al-Hadīd 57 25 Md
Kata al-qisth dalam bentuk mashdar disebutkan sebanyak 15 kali dengan kata Seperti yang terdapat pada Q.S. Yunus [10]:04.
Hanya kepadaNyalah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar daripada Allah, Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali (sesudah berbangkit), agar Dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil. dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka.55
Pada ayat ini, huruf “ba” pada lafaz kembali kepada lafaz
yang menerangkan bahwasanya Allah akan memberikan balasan bagi orang yang
telah berbuat adil dan berbuat zalim/kufur dengan adil. Orang yang semasa
hidupnya berlaku adil tidak berbuat zalim dan suka mengerjakan amal-amal
sholeh, maka Allah balas mereka pada hari pembalasan dengan pahala yang besar.
Berlaku adil yang dimaksud adalah berbuat adil dalam segala perkara karena
keadilan yang kuat bagaikan kemusyrikan yaitu sebuah kezaliman yang besar, dan
55
adil adalah sikap untuk mengalahkan kezaliman. Sedangkan bagi orang yang
berlaku kufur kepada Allah, maka akan dibalas dengan sebuah siksaan yang besar
pula yaitu diberikannya minuman berupa air yang sangat panas serta azab yang
pedih. Oleh karena itu sangat beruntunglah bagi orang-orang yang berlaku adil
dan selalu menegakkannya selama hidupnya.56
Balasan yang Allah berikan kepada makhluknya adalah sesuai dengan
amalan mereka masing-masing. Allah tidak akan memberatkan/menzalimi
makhluknya, karena Allah adalah yang Maha Adil dan pasti akan menempatkan
timbangannya dengan seadil-adilnya pada hari kiamat. Sebagaiman firman Allah
pada Q.S. Al-Anbiy ‟[21]:47
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, Maka Tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan.57