• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERDASARKAN KONTEKS BUDAYA ACEH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA SMPN 1 MUARA BATU.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERDASARKAN KONTEKS BUDAYA ACEH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA SMPN 1 MUARA BATU."

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MELALUI

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

BERDASARKAN KONTEKS BUDAYA ACEH UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIK DAN KETERAMPILAN SOSIAL

SISWA SMPN 1 MUARA BATU

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memenuhi Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

MAHRANI AUFA

NIM : 8146171049

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i ABSTRAK

MAHRANI AUFA. Pengembangan Perangkat Pembelajaran melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berdasarkan Konteks Budaya Aceh untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik dan Keterampilan Sosial Siswa SMPN 1 Muara Batu. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan. 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) Validitas perangkat PBM-BKBA yang dikembangkan; 2) Kepraktisan Perangkat PBM-BKBA yang dikembangkan; 3) Efektivitas perangkat PBM-BKBA yang dikembangkan; 4) Peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa SMPN 1 Muara Batu dengan menggunakan perangkat PBM-BKBA yang dikembangkan; 5) Peningkatan keterampilan sosial siswa dengan menggunakan perangkat PBM-BKBA yang dikembangkan; dan 6) Proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal kemampuan komunikasi matematik. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap, yakni tahap pertama pengembangan perangkat PBM-BKBA dengan menggunakan model pengembangan 4-D, dan tahap kedua mengujicobakan perangkat PBM-BKBA yang dikembangkan di kelas VIII/2 dan VIII/1 SMPN 1 Muara Batu. Dari hasil uji coba I dan uji coba II diperoleh: 1) Perangkat PBM-BKBA yang dikembangkan valid dengan rata-rata total validitas RPP = 4,60, buku siswa = 4,60, LAS = 4,60; 2) Perangkat PBM-BKBA yang dikembangkan praktis, ditinjau dari: a) penilaian ahli/praktisi perangkat pembelajaran yang dikembangkan tersebut dinyatakan dapat diterapkan; b) hasil pengamatan keterlaksanaan perangkat pembelajaran telah memenuhi kategori sangat tinggi dan lembar observasi keterlaksanaan perangkat pembelajaran telah dapat dikatakan baik; 3) Perangkat PBM-BKBA yang dikembangkan efektif, ditinjau dari: a) ketuntasan belajar siswa secara klasikal; b) aktivitas aktif siswa dalam batas toleransi yang telah ditetapkan; c) respon siswa terhadap komponen-komponen perangkat pembelajaran dan kegiatan pembelajaran positif; 4) Peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa dengan menggunakan perangkat PBM-BKBA yang dikembangkan; 5) Peningkatan keterampilan sosial siswa dengan menggunakan perangkat PBM-BKBA yang dikembangkan; dan 6) proses jawaban siswa pada uji coba II lebih baik dari uji coba I.

(7)

ii

ABSTRACT

MAHRANI AUFA. Development of learning device through Problem based learning Model based on the context of Aceh Culture to Improve Communication Skills Mathematics and Social Skills students of Junior High School 1 Muara Batu subdistrict. Thesis. Medan. Mathematics magister program. UniversitasNegeri Medan. 2016.

This research aims to describe : 1) The validity of the PBM-BKBA device developed ; 2) The practicality of PBM-BKBA device developed ; 3) The effectiveness of the PBM-BKBA device developed; 4) Improvement of mathematical communication ability of middle school students junior high school 1 muara batu using the PBM-BKBA developed; 5) Social skills improvement using the PBM-PBM-BKBA developed; and 6) Process the student answers in resolving problems such as the mathematical communication skills.This research is the development of study. This research was conducted in two stages; the first stage is development PBM-BKBA using the 4-D model, the second stageis testing the PBM-BKBA device developed in class VIII/2 and VIII/1 junior high school 1 Muara Batu. From the test I and test II was obtained: 1) PBM-BKBA device developed valid with an average total validity RPP = 4,60, student book = 4,60, LAS= 4,60; 2) PBM-BKBA device developed is practical, in terms of: a) expert assessment of learning developed the devices stated can be applied; b) the observations indicate learning devices have met the very high category and observation sheet implementation of the learning device has can be good; 3) PBM-BKBA device developed is effective, review of : a) Mastery Learning students in classical; b) the active student activity within the tolerance limits have been set; c)students' response to device components of learning and learning activities showed positive results; 4) the improvement of communication capabilities math students by using a PBM-BKBA device developed; 5) social skills student increased by using the PBM-BKBA device developed; and (6) the students answers on test II better than test I.

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Berdasarkan Konteks Budaya Aceh untuk Meningkatkan Kemampuan

Komunikasi matematik dan Keterampilan Sosial Siswa SMPN I Muara Batu.

Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah umat. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dengan keikhlasan dan ketulusan, baik langsung maupun tidak langsung sampai terselesainya tesis ini. Semoga allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas kebaikan tersebut. Terima kasih dan penghargaan khususnya peneliti sampaikan kepada:

1. Teristimewa kepada kedua orang tua saya Ayahanda Anwar Daud dan Ibunda Nurlaila, serta kakak dan abangku tersayang yang senantiasa memberikan perhatian, kasih sayang, nasihat, motivasi, do’a dan dukungan baik moril maupun materi yang tak terhingga.

2. Ibu Ani Minarni, M.Si selaku Pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran-saran yang sangat berarti bagi penulisan tesis ini sampai dengan selesai.

3. Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd, Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd, serta Ibu Dr. Izwita Dewi, M.Pd selaku narasumber yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

(9)

iv

5. Direktur, Asisten Direktur I dan II beserta staf program pascasarjana Universitas Negeri Medan yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

6. Bapak Sanusi, S.Pd selaku kepala sekolah SMPN 1 Muara Batu yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian lapangan. 7. Rekan-rekan tercinta dari keluarga besar Dikmat A-4 dan Dikmat A-3 Stambuk

2014, kepada Mizan Maulana yang selalu memberikan motivasi serta semua pihak dari rekan-rekan satu angkatan Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNIMED yang telah banyak memberikan semangat, bantuan, motivasi serta dorongan dalam menyelesaikan tesis ini.

8. Semua pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan dukungan do’a dan motivasi yang diberikan selama ini.

Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan masukan dan manfaat bagi para pembaca, sehingga dapat memperkaya khasanan penelitian-penelitian sebelumnya, dan dapat memberikan inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.

(10)

v 1.1. Latar belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 25

1.3 Batasan Masalah ... 26

1.4 Rumusan Masalah ... 27

1.5 Tujuan Penelitian ... 28

1.6 Manfaat Penelitian ... 29

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Kemampuan Komunikasi Matematik ... 31

2.2 Keterampilan Sosial (Social Skills) ... 39

2.3 Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 49

2.4 Budaya Aceh... 58

2.5 Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berdasarkan Konteks Budaya Aceh... 65

2.6 Keterkaitan Budaya dalam Pembelajaran Matematika ... 67

2.7 Teori Belajar Pendukung Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berdasarkan Konteks Budaya Aceh ... 73

2.8 Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 78

2.9 Kualitas Perangkat Pembelajaran ... 87

2.10 Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran... 96

2.11 Respon Siswa ...103

2.12 Proses Jawaban Siswa ...103

2.13 Hasil Penelitian yang Relevan ...105

2.14 Kerangka Konseptual ...107

2.15 Pertanyaan Penelitian ...115

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ...117

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...117

(11)

vi

3.4 Definisi Operasional ...118

3.5 Prosedur Pengembangan Perangkat Pembelajaran ...120

3.6 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ...131

3.7 Teknik Analisis Data ...137

3.8 Indikator Keberhasilan Perangkat Pembelajaran Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Aceh ...150

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ...152

4.1.1 Deskripsi Tahap Pengembangan Perangkat Pembelajaran ...153

4.1.1.1 Tahap I. Pendefinisian (Define) ...153

4.1.1.2 Tahap II. Perancangan (Design) ...161

4.1.1.3 Tahap III Pengembangan (Develop) ...173

4.1.1.4 Tahap VI Penyebaran (Disseminate) ...192

4.1.2 Deskripsi Kepraktisan Perangkat PBM-BKBA yang dikembangkan ...192

4.1.2.1 Analisis Kepraktisan Perangkat PBM-BKBA pada Uji Coba I ...192

4.1.3 Deskripsi Efektivitas Perangkat PBM-BKBA yang dikembangkan ...196

4.1.3.1 Analisis Efektivitas Perangkat PBM-BKBA pada Uji Coba I ...196

4.1.4 Deskripsi Hasil Angket Sikap Keterampilan Sosial pada Uji Coba I ...203

4.1.5 Analisis Kepraktisan Perangkat PBM-BKBA pada Uji Coba II ...206

4.1.6 Analisis Efektivitas Perangkat PBM-BKBA pada Uji Coba II ...210

4.1.7 Deskripsi Hasil Angket Sikap Keterampilan Sosial pada Uji Coba II ...217

4.1.8 Deskripsi Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa menggunakan Perangkat PBM-BKBA yang dikembangkan ...220

4.1.9 Deskripsi Peningkatan Keterampilan Sosial Siswa setelah Penerapan Perangkat PBM-BKBA yang dikembangkan ...222

4.1.10 Deskripsi Proses Jawaban Siswa ...225

4.1.10.1 Analisis Proses Jawaban Siswa pada Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ...225

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ...256

4.2.1 Validitas Perangkat PBM-BKBA yang dikembangkan ...256

(12)

vii

4.2.3 Efektivitas Perangkat PBM-BKBA yang

dikembangkan ...260 4.2.4 Peningkatan Kemampuan komunikasi Matematik

Menggunakan Perangkat PBM-BKBA

yang dikembangkan ... 265 4.2.5 Peningkatan Keterampilan Sosial Siswa

Menggunakan Perangkat PBM-BKBA

yang dikembangkan ... 266 4.2.6 Proses Jawaban Siswa dalam Menyelesaikan

Soal-Soal Kemampuan Komunikasi Matematik ... 268 4.3 Keterbatasan Penelitian ... 269

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 270 5.2 Saran ... 271

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah ...56

Tabel 2.2 Criteria for High Quality Interventions ...87

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian One Shot Case Study ...129

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ...133

Tabel 3.3 Pendoman Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematik ...133

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Instrumen Keterampilan Sosial Siswa ...135

Tabel 3.5 Pemberian Skor Angket Keterampilan Sosial Siswa...135

Tabel 3.6 Kriteria Tingkat Kevalidan ...139

Tabel 3.7 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ...140

Tabel 3.8 Interpretasi Reliabilitas Instrumen Tes ...142

Tabel 3.9 Tingkat Penguasaan Kemampuan Komunikasi Matematik ...145

Tabel 3.10 Persentase Waktu Ideal untuk Aktivitas Siswa ...146

Tabel 3.11 Tingkat Penguasaan Keterampilan Sosial ...148

Tabel 3.12 Kriteria Proses Jawaban Kemampuan Komunikasi Matematik ...149

Tabel 4.1 Rangkuman Hasil Wawancara tentang Hasil Keterampilan Sosial Siswa ...157

Tabel 4.2 Analisis Tugas Materi Prisma dan Limas pada LAS...158

Tabel 4.3 Analisis Tugas Materi Prisma dan Limas pada RPP dan Buku Siswa ...159

Tabel 4.4 Sub Topik dan Tujuan Pembelajaran Setiap Pertemuan ...161

Tabel 4.5 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ...162

Tabel 4.6 Kisi-Kisi Angket Sikap Keterampilan Sosial ...164

Tabel 4.7 Media dan Alat Bantu Pembelajaran Materi Prisma dan Limas ...165

Tabel 4.8 Hasil Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ...174

Tabel 4.9 Hasil Validasi Buku Siswa (BS)...177

Tabel 4.10 Hasil Validasi Lembar Aktivitas Siswa (LAS) ...179

Tabel 4.11 Hasil Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ...182

Tabel 4.12 Hasil Validasi Keterampilan Sosial Siswa Setiap Butir pernyataan...183

Tabel 4.13 Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ...184

Tabel 4.14 Validitas Butir Angket Sikap Keterampilan Sosial ...184

Tabel 4.15 Revisi Buku Siswa ...188

Tabel 4.16 Rata-Rata Nilai Pengamatan Keterlaksanaan Perangkat Pembelajaran Uji Coba I ...193

(14)

Tabel 4.18 Deskripsi Hasil Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa

Uji Coba I ...197

Tabel 4.19 Tingkat Penguasaan kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Hasil Posttest Uji Coba I...197

Tabel 4.20 Tingkat Ketuntasan Klasikal Kemampuan Komunikasi Matematik pada Uji Uji Coba I ...198

Tabel 4.21 Persentase Rata-Rata Waktu Ideal Aktivitas Siswa Uji Coba I ..200

Tabel 4.22 Hasil Analisis Respon Siswa Uji Coba I ...202

Tabel 4.23 Rerata Skor Uji Coba I Keterampilan Sosial Tiap Indikator ...204

Tabel 4.24 Tingkat Penguasaan Keterampilan Sisial Siswa Uji Coba I ...205

Tabel 4.25 Rata-Rata Nilai Pengamatan Keterlaksanaan Perangkat Pembelajaran Uji Coba II ...207

Tabel 4.26 Reliabilitas Instrumen Perangkat PBM-BKBA pada Uji Coba II ...209

Tabel 4.27 Deskripsi Hasil Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Uji Coba II ...210

Tabel 4.28 Tingkat Penguasaan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Hasil Posttest Uji Coba II ...211

Tabel 4.29 Tingkat Ketuntasan Klasikal Kemampuan Komunikasi Matematik pada Uji Coba II ...212

Tabel 4.30 Persentase Rata-Rata Waktu Ideal Aktivitas Siswa Uji Coba II ...213

Tabel 4.31 Hasil Analisis Data Angket Respon Siswa Uji Coba II ...215

Tabel 4.32 Rerata Skor Uji Coba II Keterampilan Sosial Tiap Indikator ...218

Tabel 4.33 Tingkat Penguasaan Keterampilan Sosial Uji Coba II ...219

Tabel 4.34 Deskripsi Hasil Kemampuan Komunikasi Matematik ...220

Tabel 4.35 Rata-Rata kemampuan Komunikasi Matematik Siswa untuk Setiap Indikator ...221

Tabel 4.36 Rata-Rata Skor Uji Coba I dan Uji Coba II Keterampilan Sosial Siswa ...223

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Proses Jawaban Tes Komunikasi Matematik No. a ...7

Gambar 1.2 Proses Jawaban Tes Komunikasi Matematik No. b ...7

Gambar 1.3 Beberapa Kekurangan RPP yang dirancang oleh Guru SMP Negeri 1 Muara Batu ...16

Gambar 1.4 Beberapa kekurangan buku ajar yang dirancang oleh Guru SMP Negeri 1 Muara Batu ...18

Gambar 2.1 Seni Tari: Tari Saman dan Rapai Geleng ...62

Gambar 2.2 Seni Rupa Rumah Adat Aceh ...63

Gambar 2.3 Mesjid Baiturrahman dan Menaranya ...64

Gambar 2.4 Lonceng Cakra Donya ...64

Gambar 2.5 Hikayat Prang Sabi ...65

Gambar 2.6 Kotak Kado ...71

Gambar 2.7 Kertas Kado Bermotif Batik Aceh ...71

Gambar 2.8 Ukiran Rumoh Krong Bade (Rumah Adat Aceh) ...72

Gambar 2.9 Tahap Pendefinisian dalam Model 4-D ...98

Gambar 2.10 Tahap Perancangan dalam Model 4-D...100

Gambar 2.11 Tahap Pengembangan dalam Model 4-D ...101

Gambar 2.12 Tahap Penyebaran dalam Model 4-D ...102

Gambar 3.1 Bagan Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model 4-D ...122

Gambar 3.2 Prosedur Penelitian Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah Berdasarkan Konteks Budaya Aceh (PBM-BKBA) ...130

Gambar 4.1 Hasil Analisis Konsep untuk Materi Prisma dan Limas ...158

Gambar 4.2 Tampilan Cover Buku Siswa ...168

Gambar 4.3 SK, KD, Indikator Pembelajaran dan Kata Kunci ...169

Gambar 4.4 Tampilan Peta Konsep Prisma dan Limas ...169

Gambar 4.5 Tampilan Materi Prisma dan Limas ...170

Gambar 4.6 Tampilan Lembar Aktivitas Siswa (LAS) ...171

Gambar 4.7 Sebelum dan setelah validasi RPP I Validator II ...175

Gambar 4.8 Sebelum dan setelah validasi RPP III Validator II ...175

Gambar 4.9 Sebelum dan setelah validasi RPP I Validator III ...176

Gambar 4.10 Sebelum dan setelah validasi RPP II Validator III ...176

Gambar 4.11 Sebelum dan setelah validasi setiap RPP Validator IV ...176

Gambar 4.12 Sebelum dan setelah validasi Buku Siswa Validator I ...178

Gambar 4.13 Sebelum dan setelah validasi Buku Siswa Validator I ...178

Gambar 4.14 Sebelum dan setelah validasi LAS 1 Validator I ...180

Gambar 4.15 Sebelum dan setelah validasi LAS 3 Validator II ...180

Gambar 4.16 Sebelum dan setelah validasi LAS 2 Validator III ...181

(16)

Gambar 4.18 Sebelum dan setelah validasi LAS 3 Validator V ...182 Gambar 4.19 Keterlaksanaan Perangkat Pembelajaran Uji Coba I

Untuk Setiap Pertemuan ...197 Gambar 4.20 Rata-Rata Keterlaksanaan Perangkat Pembelajaran

Keseluruhan untuk Uji Coba I ...198 Gambar 4.21 Persentase Reliabilitas Keterlaksanaan Perangkat

PBM-BKBA untuk Setiap Pertemuan Pada Uji Coba I ...195 Gambar 4.22 Persentase Reliabilitas Keseluruhan

Keterlaksanaan Perangkat PBM-BKBA Pada

Uji Coba I ...196 Gambar 4.23 Tingkat Kemampuan Komunikasi Matematik Hasil

Posttest Uji Coba I ...198 Gambar 4.24 Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan

Komunikasi Matematik Siswa pada Uji Coba I ...199 Gambar 4.25 Diagram Persentase Waktu Ideal Aktivitas Siswa

Uji Coba I ...200 Gambar 4.26 Rata-Rata Skor Keterampilan Sosial Tiap Indikator

Uji Coba I ...205 Gambar 4.27 Hasil Angket Keterampilan Sosial Siswa Uji Coba I ...206 Gambar 4.28 Rata-Rata Keterlaksanaan Perangkat Pembelajaran

Uji Coba II Untuk Setiap Pertemuan ...207 Gambar 4.29 Rata-Rata Keterlaksanaan Perangkat Pembelajaran

Keseluruhan untuk Uji Coba II ...208 Gambar 4.30 Persentase Reliabilitas Keterlaksanaan Perangkat

PBM-BKBA untuk Setiap Pertemuan Pada Uji Coba II ...209 Gambar 4.31 Persentase Reliabilitas Keseluruhan Keterlaksanaan

Perangkat PBM-BKBA Pada Uji Coba II ...209 Gambar 4.32 Tingkat Kemampuan Komunikasi Matematik Hasil

Posttest Uji Coba II ...211 Gambar 4.33 Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan

Komunikasi Matematik Siswa pada Uji Coba II ...212 Gambar 4.34 Diagram Persentase Waktu Ideal Aktivitas Siswa

Uji Coba II ...214 Gambar 4.35 Rata-Rata Skor Keterampilan Sosial Tiap

Indikator Uji Coba II ...218 Gambar 4.36 Hasil Angket Keterampilan Sosial Siswa Uji Coba II ...220 Gambar 4.37 Rata-Rata Kemampuan Komunikasi Matematik

untuk Setiap Indikator ...222 Gambar 4.38 Diagram Keterampilan Sosial Siswa Uji Coba I dan

Uji Coba II ...223 Gambar 4.39 Contoh proses jawaban siswa butir soal 1c

kategori baik aspek menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang dijelaskan dengan kata-kata sendiri

(17)

Gambar 4.40 Contoh proses jawaban siswa butir soal 1c kategori baik aspek menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang dijelaskan dengan kata-kata sendiri

dalam bentuk tulisan uji coba II ...226 Gambar 4.41 Contoh proses jawaban siswa butir soal 1c kategori

cukup aspek menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang dijelaskan dengan kata-kata sendiri dalam

bentuk tulisan uji coba I ...227 Gambar 4.42 Contoh proses jawaban siswa butir soal 1c kategori cukup

aspek menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang dijelaskan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk tulisan uji coba II ...227 Gambar 4.43 Contoh proses jawaban siswa butir soal 1c kategori

kurang baik aspek menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang dijelaskan dengan kata-kata sendiri

dalam bentuk tulisan uji coba I ...227 Gambar 4.44 Contoh proses jawaban siswa butir soal 1a kategori

baik aspek menyatakan suatu situasi dengan gambar uji

coba I ...228 Gambar 4.45 Contoh proses jawaban siswa butir soal 1a kategori

baik aspek menyatakan suatu situasi dengan gambar uji

coba II ...228 Gambar 4.46 Contoh proses jawaban siswa butir soal 1a kategori

cukup aspek menyatakan suatu situasi dengan gambar

uji coba I ...229 Gambar 4.47 Contoh proses jawaban siswa butir soal 1a kategori

cukup aspek menyatakan suatu situasi dengan gambar

uji coba II ...229 Gambar 4.48 Contoh proses jawaban siswa butir soal 1a kategori

kurang baik aspek menyatakan suatu situasi dengan

gambar uji coba II ...230 Gambar 4.49 Contoh proses jawaban siswa butir soal 1b kategori

baik aspek menyatakan situasi ke dalam model

matematika uji coba I ...231 Gambar 4.50 Contoh proses jawaban siswa butir soal 1b kategori

baik aspek menyatakan situasi ke dalam model

matematika uji coba II ...231 Gambar 4.51 Contoh proses jawaban siswa butir soal 1b kategori

cukup aspek menyatakan situasi ke dalam model

matematika uji coba I ...232 Gambar 4.52 Contoh proses jawaban siswa butir soal 1b kategori

cukup aspek menyatakan situasi ke dalam model

matematika uji coba II ...232 Gambar 4.53 Contoh proses jawaban siswa butir soal 2b kategori

baik aspek menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang dijelaskan dengan kata-kata sendiri dalam

(18)

Gambar 4.54 Contoh proses jawaban siswa butir soal 2b kategori baik aspek menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang dijelaskan dengan kata-kata sendiri dalam

bentuk tulisan uji coba II ...234 Gambar 4.55 Contoh proses jawaban siswa butir soal 2b kategori

cukup aspek menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang dijelaskan dengan kata-kata sendiri dalam

bentuk tulisan uji coba I ...234 Gambar 4.56 Contoh proses jawaban siswa butir soal 2b kategori

cukup aspek menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang dijelaskan dengan kata-kata sendiri dalam

bentuk tulisan uji coba II ...234 Gambar 4.57 Contoh proses jawaban siswa butir soal 2a kategori

baik aspek menyatakan suatu situasi dengan gambar uji

coba I ...235 Gambar 4.58 Contoh proses jawaban siswa butir soal 2a kategori

baik aspek menyatakan suatu situasi dengan gambar uji

coba II ...236 Gambar 4.59 Contoh proses jawaban siswa butir soal 2a kategori

cukup aspek menyatakan suatu situasi dengan gambar

uji coba I ...236 Gambar 4.60 Contoh proses jawaban siswa butir soal 2a kategori

cukup aspek menyatakan suatu situasi dengan gambar

uji coba II ...236 Gambar 4.61 Contoh proses jawaban siswa butir soal 2a kategori

kurang baik aspek menyatakan suatu situasi dengan

gambar uji coba I ...237 Gambar 4.62 Contoh proses jawaban siswa butir soal 2c kategori

baik aspek menyatakan situasi ke dalam model

matematika uji coba I ...238 Gambar 4.63 Contoh proses jawaban siswa butir soal 2c kategori

baik aspek menyatakan situasi ke dalam model

matematika uji coba II ...238 Gambar 4.64 Contoh proses jawaban siswa butir soal 2c kategori

kurang baik aspek menyatakan situasi ke dalam model

matematika uji coba I ...239 Gambar 4.65 Contoh proses jawaban siswa butir soal 2c kategori

kurang baik aspek menyatakan situasi ke dalam model

matematika uji coba II ...239 Gambar 4.66 Contoh proses jawaban siswa butir soal 3a kategori

baik aspek menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang dijelaskan dengan kata-kata sendiri dalam

bentuk tulisan uji coba I ...240 Gambar 4.67 Contoh proses jawaban siswa butir soal 3a kategori

baik aspek menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang dijelaskan dengan kata-kata sendiri dalam

(19)

Gambar 4.68 Contoh proses jawaban siswa butir soal 3a kategori cukup aspek menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang dijelaskan dengan kata-kata sendiri dalam

bentuk tulisan uji coba I ...241 Gambar 4.69 Contoh proses jawaban siswa butir soal 3a kategori

cukup aspek menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang dijelaskan dengan kata-kata sendiri dalam

bentuk tulisan uji coba II ...241 Gambar 4.70 Contoh proses jawaban siswa butir soal 3b kategori

baik aspek menyatakan suatu situasi dengan gambar uji

coba I ...242 Gambar 4.71 Contoh proses jawaban siswa butir soal 3b kategori

baik aspek menyatakan suatu situasi dengan gambar uji

coba II ...242 Gambar 4.72 Contoh proses jawaban siswa butir soal 3b kategori

cukup aspek menyatakan suatu situasi dengan gambar

uji coba I ...243 Gambar 4.73 Contoh proses jawaban siswa butir soal 3b kategori

cukup aspek menyatakan suatu situasi dengan gambar

uji coba II ...243 Gambar 4.74 Contoh proses jawaban siswa butir soal 3c kategori

baik aspek menyatakan situasi ke dalam model

matematika uji coba I ...244 Gambar 4.75 Contoh proses jawaban siswa butir soal 3c kategori

baik aspek menyatakan situasi ke dalam model

matematika uji coba II ...244 Gambar 4.76 Contoh proses jawaban siswa butir soal 3c kategori

cukup aspek menyatakan situasi ke dalam model

matematika uji coba I ...245 Gambar 4.77 Contoh proses jawaban siswa butir soal 3c kategori

cukup aspek menyatakan situasi ke dalam model

matematika uji coba II ...245 Gambar 4.78 Contoh proses jawaban siswa butir soal 3c kategori

kurang baik aspek menyatakan situasi ke dalam model

matematika uji coba I ...246 Gambar 4.79 Contoh proses jawaban siswa butir soal 3c kategori

kurang baik aspek menyatakan situasi ke dalam model

matematika uji coba II ...246 Gambar 4.80 Contoh proses jawaban siswa butir soal 4b kategori

baik aspek menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang dijelaskan dengan kata-kata sendiri dalam

bentuk tulisan uji coba I ...247 Gambar 4.81 Contoh proses jawaban siswa butir soal 4b kategori

baik aspek menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang dijelaskan dengan kata-kata sendiri dalam

(20)

Gambar 4.82 Contoh proses jawaban siswa butir soal 4b kategori cukup aspek menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang dijelaskan dengan kata-kata sendiri dalam

bentuk tulisan uji coba I ...248 Gambar 4.83 Contoh proses jawaban siswa butir soal 4b kategori

cukup aspek menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang dijelaskan dengan kata-kata sendiri dalam

bentuk tulisan uji coba II ...248 Gambar 4.84 Contoh proses jawaban siswa butir soal 4b kategori

kurang baik aspek menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang dijelaskan dengan kata-kata sendiri

dalam bentuk tulisan uji coba I ...249 Gambar 4.85 Contoh proses jawaban siswa butir soal 4c kategori

baik aspek menyatakan suatu situasi dengan gambar uji

coba I ...250 Gambar 4.86 Contoh proses jawaban siswa butir soal 4c kategori

baik aspek menyatakan suatu situasi dengan gambar uji

coba II ...250 Gambar 4.87 Contoh proses jawaban siswa butir soal 4c kategori

cukup aspek menyatakan suatu situasi dengan gambar

uji coba I ...250 Gambar 4.88 Contoh proses jawaban siswa butir soal 4c kategori

cukup aspek menyatakan suatu situasi dengan gambar

uji coba II ...251 Gambar 4.89 Contoh proses jawaban siswa butir soal 4c kategori

kurang baik aspek menyatakan suatu situasi dengan

gambar uji coba I ...251 Gambar 4.90 Contoh proses jawaban siswa butir soal 4c kategori

kurang baik aspek menyatakan suatu situasi dengan

gambar uji coba II ...251 Gambar 4.91 Contoh proses jawaban siswa butir soal 4a kategori

baik aspek menyatakan situasi ke dalam model

matematika uji coba I ...252 Gambar 4.92 Contoh proses jawaban siswa butir soal 4a kategori

baik aspek menyatakan situasi ke dalam model

matematika uji coba II ...254 Gambar 4.93 Contoh proses jawaban siswa butir soal 4a kategori

kurang baik aspek menyatakan situasi ke dalam model

matematika uji coba I ...254 Gambar 4.94 Contoh proses jawaban siswa butir soal 4a kategori

kurang baik aspek menyatakan situasi ke dalam model

(21)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran A

1. Lembar Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran...286

2. Lembar Validasi Buku Siswa ...288

3. Lembar Validasi LAS ...290

4. Lembar Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ...292

5. Lembar Validasi Angket Keterampilan Sosial ...294

Lampiran B 1. Lembar Observasi Keterlaksanaan Perangkat Pembelajaran ...297

2. Lembar Observasi Aktivitas Siswa ...299

Lampiran C 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ...301

2. Buku Siswa ...331

3. Lembar Aktivitas Siswa ...389

4. Tes Kemampuan Komunikasi Matematik...424

5. Angket Keterampilan Sosial ...437

6. Angket Respon Siswa ...442

Lampiran D 1. Hasil Validasi Perangkat dan Instrumen Penelitian ...444

2. Hasil Posttest Kemampuan Komunikasi Matematik ...499

3. Analisis Angket Keterampilan Sosial ...507

4. Perhitungan Aktivitas Siswa ...515

5. Analisis Angket Respon Siswa ...519

6. Perhitungan Keterlaksanaan Perangkat Pembelajaran ...521

7. Perhitungan Penentuan Reliabilitas Lembar Pengamatan Keterlaksanaan Perangkat Pembelajaran ...534

Lampiran E 1. Dokumentasi Penelitian ...546

2. Surat SK pembimbing ...549

3. Surat Undangan Seminar Proposal Tesis ...550

4. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana UNIMED ...551

5. Surat Balasan Izin Penelitian dari Sekolah ...552

6. Surat Undangan Sidang Tesis ...553

(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan IPTEK dari waktu ke waktu makin pesat sehingga

mengakibatkan adanya persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, salah satu

diantaranya adalah bidang pendidikan. Fungsi/tujuan pendidikan dalam

masyarakat pada dasarnya adalah sama, yaitu mengajarkan suatu keterampilan

kepada anggota masyarakat dalam melangsungkan kehidupannya.

Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan

potensi dirinya melalui proses pembelajaran. Pendidikan mempunyai pengaruh

yang sangat besar terhadap peningkatan mutu pendidikan yang merupakan salah

satu titik berat pembangunan di bidang pendidikan untuk menghadapi tantangan

masa depan. Suatu pendidikan dikatakan bermutu apabila proses pendidikan

berlangsung secara efektif dan menghasilkan sumber daya manusia yang

bermanfaat bagi bangsa dan negara.

Di dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem

pendidikan Nasional Bab II pasal 3 dikemukakan,

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UU Sisdiknas, 2003:3).

Salah satu lembaga/jenjang pendidikan formal yang bertanggung jawab untuk

mewujudkan fungsi pendidikan adalah jenjang pendidikan dasar (SD/MI), jenjang

(23)

2

pendidikan menengah (SMP/MTs), jenjang pendidikan atas (SMA/MA) dan

Perguruan Tinggi.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di setiap

jenjang pendidikan, dimulai dari pendidikan anak usia dini sampai pada tingkat

Perguruan Tinggi. Matematika juga merupakan ilmu yang mendasari

perkembangan sains dan teknologi, sehingga matematika dipandang sebagai suatu

ilmu yang terstruktur dan terpadu, ilmu tentang pola dan hubungan, dan ilmu

tentang cara berpikir untuk memahami dunia sekitar. Dalam proses pembelajaran

matematika harus menekankan kepada siswa sebagai insan yang memiliki potensi

untuk belajar dan berkembang, dan siswa terlibat secara aktif dalam pencarian

atau pembentukan pengetahuan oleh diri mereka sendiri. Matematika mempunyai

peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan dapat memajukan daya pikir

manusia, sebagaimana yang tertuang dalam PERMENDIKNAS No. 22 Tahun

2006, bahwa:

Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari tingkat sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, dan komperitif serta untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan.

(Depdiknas, 2006:345)

Hal serupa juga dinyatakan oleh Soedjadi (2000:138) bahwa “matematika

sebagai salah satu ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun aspek penalarannya

mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya penguasaan ilmu dan

teknologi”. Berdasarkan ungkapan di atas disimpulkan bahwa matematika adalah

(24)

3

mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif

serta sebagai ilmu yang bisa diterapkan dan berguna dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan PERMENDIKNAS No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran

matematika yang diberikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah

Tsanawiyah (MTs) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berikut:

(1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas masalah, dan (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006:346).

Selanjutnya, Cornelius (Abdurrahman, 2012:204) mengemukakan:

Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.

Kutipan di atas memberikan penekanan bahwa matematika menjadi fokus

perhatian dalam memampukan siswa mengaplikasikan berbagai konsep sehingga

anak didik diharapkan mampu memecahkan masalah yang dihadapi dalam

kehidupan sehari-hari. Mengajar matematika tidak hanya sekedar guru

menyiapkan dan menyampaikan aturan-aturan dan definisi-definisi, serta prosedur

bagi para siswa untuk mereka hafalkan, akan tetapi mengajarkan matematika

(25)

4

proses belajar sebagai upaya untuk mendorong mereka membangun atau

mengkonstruksi pengetahuan mereka. Dalam proses belajar hendaknya diingat

bahwa di akhir dari suatu rangkaian kegiatan belajar mengajar,

kompetensi-kompetensi penalaran, koneksi, komunikasi, representasi harus sudah nampak

sebagai hasil belajar siswa. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran hendaknya

kegiatan belajar diarahkan untuk munculnya kompetensi-kompetensi tersebut.

Namun pada kenyataannya kualitas pendidikan matematika di Indonesia

masih rendah. Hal ini didukung dari hasil TIMSS (The Third International

Mathematics Science Study) mulai tahun 1999, 2003, 2007, dan 2011. Indonesia

pada tahun 1999 berada diperingkat ke 34 dari 38 negara, tahun 2003 berada

diperingkat ke 35 dari 46 negara, dan tahun 2007 berada diperingkat ke 36 dari 49

negara (Kemdikbud:2016). Sedangkan tahun 2011, Indonesia berada ke peringkat

38 dari 42 negara dengan nilai 386 (IEA, 2012:56). Kondisi yang tidak jauh

berbeda juga terlihat dari hasil studi yang dilakukan PISA (Programme For

International Student Assessment), dimana hasil studi PISA tahun 2012 Indonesia

berada di peringkat ke 64 dari 65 negara peserta dengan skor rata-rata 375,

sedangkan skor rata-rata international 500 (OECD, 2014:5).

Rendahnya kualitas pendidikan matematika seperti yang telah diutarakan

di atas harus diperbaiki, karena matematika adalah ilmu dasar yang berguna dalam

kehidupan sehari-hari. Selain itu, suatu bangsa yang ingin dapat menguasai

IPTEK dengan baik perlu mempersiapkan tenaga-tenaga yang memiliki

pengetahuan matematika yang cukup. Oleh karena itu maka matematika di

sekolah harus mampu mengupayakan agar siswa dapat mengembangkan

(26)

5

mengembangkan aktifitas kreatif dan pemecahan masalah. Hal ini sejalan dengan

yang diungkapkan NCTM (2000:29), kemampuan-kemampuan standar yang harus

dicapai dalam pembelajaran matematika meliputi: (1) pemecahan masalah

(problem solving); (2)Penalaran dan bukti (reasoning and proof); (3) komunikasi

(communication); (4) mengaitkan ide (connections); dan (5) Representasi

(representation). Siswa yang memiliki kemampuan komunikasi akan memahami

konsep matematika yang dipelajarinya, dapat memberikan pola, menyelesaikan

masalah, mengambil kesimpulan dari konsep yang dipahami dan

mengkomunikasikan kesimpulan sebagai hasil pemikiran secara jelas.

Merujuk pada salah satu standar proses, yaitu kemampuan komunikasi

matematik merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki siswa. Komunikasi

matematik merupakan suatu kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan

konsep dan strategi matematik. Komunikasi matematik juga merupakan wadah

bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi,

bertukar pikiran dan penemuan serta menilai dan mempertajam ide. Kemampuan

komunikasi matematik adalah suatu bagian yang penting dari matematika, karena

dapat membantu siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Disamping itu

kemampuan komunikasi matematik merupakan salah satu daya matematis

(mathematical power). Daya matematik meliputi standar proses (process

standart), ruang lingkup materi (content stands) dan kemampuan matematis

(mathematics abilities).

NCTM (Ansari, 2012:11) menyatakan bahwa matematika adalah alat

komunikasi (mathematics as communication) merupakan pengembangan bahasa

(27)

6

mengungkapkan dan menjelaskan pemikiran mereka tentang ide matematik dan

hubungannya; (2) merumuskan definisi matematik dan membuat generalisasi yang

diperoleh melalui investigasi (penemuan); (3) mengungkapkan ide matematik

secara lisan dan tulisan; (4) membaca wahana matematika secara lisan dan tulisan;

(5) menjelaskan dan mengajukan serta memperluas pertanyaan terhadap

matematika yang dipelajarinya; dan (6) menghargai keindahan dan kekuatan

notasi matematik, serta perannya dalam mengembangkan ide/ gagasan matematik.

Baroody (Saragih, 2007:5) juga menyebutkan sedikitnya ada dua alasan

penting mengapa komunikasi matematik perlu ditumbuhkembangkan di kalangan

siswa. (1), mathematics as language, (2) mathematics learning as social activity.

Matematika bukan hanya alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), melainkan

sebagai alat untuk menemukan pola, atau menyelesaikan masalah namum

matematika juga an invaluable tool for communicating a variety of ide as clearly,

precisely, and succintly as possible dan sebagai aktivitas sosial seperti halnya

interaksi antar siswa, komunikasi guru dengan siswa merupakan bagian penting

dalam pembelajaran matematika untuk nurturing children’s mathematics

potential. Dengan demikian, komunikasi matematik baik sebagai aktifitas sosial

(social activity) maupun sebagai alat berpikir (thinking) merupakan kemampuan

yang mendapat rekomendasi oleh para pakar pendidikan matematika agar terus

ditumbuhkembangkan dan ditingkatkan di kalangan siswa

Namun kenyataannya, dari hasil penelitian awal peneliti dengan

mengajukan soal untuk mengukur kemampuan komunikasi matematik pada materi

prisma dan limas kepada siswa SMPN 1 Muara Batu didapat bahwa kemampuan

(28)

7

soal yang berhubungan dengan kemampuan komunikasi matematik. Sebagai

contoh, salah satu persoalan kemampuan komunikasi matematik yang diajukan

kepada siswa, yaitu:

Sebuah tempat sendok berbentuk prisma tegak segi enam beraturan tanpa

tutup, dimana bagian alasnya terbentuk dari enam buah segitiga sama sisi. Jika

diketahui panjang rusuk alas 5cm dan tingginya 12cm,

a. Nyatakanlah situasi di atas dalam bentuk gambar!

b. Buatlah model matematika untuk mencari luas permukaan tempat sendok,

kemudian tentukan luas permukaannya!

Dari pertanyaan di atas, beberapa jawaban siswa dapat dilihat sebagai

berikut:

Gambar 1.1 Proses Jawaban Tes Kemampuan Komunikasi Matematik No. a

Gambar 1.2 Proses Jawaban Tes Kemampuan Komunikasi Matematik No. b Siswa belum mampu membuat model matematika untuk menghitung

luas permukaan prisma tegak segi enam dengan benar.

Siswa belum sempurna

(29)

8

Hasil di atas menunjukkan bahwa siswa belum dapat mengkomunikasikan

ide nya dengan baik. Proses jawaban yang dibuat siswa salah dan kurang lengkap.

Seperti yang terlihat pada gambar 1.1, siswa tidak menggambarkan dua rusuk

tegak bagian depan yang mengakibatkan bentuk prisma tegak segi enam beraturan

tidak nampak. Kemudian pada gambar 1.2, siswa belum mampu membuat model

matematika untuk menghitung luas permukaan prisma tegak segi enam secara

benar dan lengkap.

Contoh ini merupakan salah satu soal yang diujikan kepada 45 siswa yang

hadir pada saat tes berlangsung. Jumlah siswa yang mampu menyatakan situasi

yang diberikan dalam bentuk gambar dengan langkah penyelesaian lengkap dan

jawaban benar adalah 12 siswa atau 26,67%, sedangkan yang tidak mampu

menyatakan situasi yang diberikan dalam bentuk gambar yaitu 33 siswa atau

73,33%. Sedangkan jumlah siswa yang mampu membuat model matematika

dengan langkah penyelesaian lengkap dan jawaban benar adalah 4 siswa atau

8,89%, yang mampu membuat model matematika dengan langkah penyelesaian

tidak lengkap dan jawaban benar adalah 15 siswa atau 33,33%, dan yang tidak

mampu membuat model matematika sama sekali adalah 26 siswa atau 57,78%.

Dengan demikian disimpulkan bahwa siswa kesulitan dalam menyelesaikan

masalah yang berhubungan dengan kemampuan komunikasi matematik.

Fakta di lapangan juga menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi

matematik siswa jarang mendapat perhatian. Guru lebih berusaha agar siswa

mampu menjawab soal dengan benar tanpa meminta alasan atas jawaban siswa.

Rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa terungkap dalam studi

(30)

9

matematik siswa berada dalam kualifikasi kurang. Demikian juga Purniawati

(Fachrurazi, 2011:78), yang menyebutkan bahwa respon siswa terhadap soal-soal

komunikasi matematik umunya kurang. Hal ini dikarenakan soal-soal pemecahan

masalah dan komunikasi matematik masih merupakan hal-hal yang baru, sehingga

siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya. Diperkuat oleh Ansari

(2012:70) dalam hasil observasi lapangan yang dilakukan terhadap siswa kelas X

di beberapa SMA Negeri di NAD menunjukkan bahwa rata-rata siswa kurang

terampil dalam berkomunikasi untuk menyampaikan informasi, seperti

menyampaikan ide, mengajukan pertanyaan dan menanggapi pertanyaan atau

pendapat orang lain.

Sebagaimana halnya kemampuan komunikasi matematik, keterampilan

sosial (social skill) siswa juga merupakan hal yang penting untuk diperhatikan.

Keterampilan sosial merupakan bagian dari kecerdasan emosional (EQ)

seseorang. Kecerdasan emosional sangat dibutuhkan dalam kehidupan, khususnya

keterampilan sosial (social skill). Keterampilan sosial (social skill) merupakan

kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam satu konteks sosial

dengan suatu cara yang spesifik yang secara sosial dapat diterima atau dinilai dan

menguntungkan orang lain.

Menurut Maryani (Zahroul F, 2014:2), keterampilan sosial merupakan

hasil dari adanya kejujuran, tanggung jawab, toleransi, empati, beretika, saling

percaya, berbagi secara positif, saling menguatkan dan membangun. Tujuan

pengembangan keterampilan sosial dalam mata pelajaran matematika agar siswa

berpartisipasi secara cerdas dalam masyarakat demokratis, dan mampu

(31)

10

dengan kemampuan meyakinkan orang lain, kemampuan berkomunikasi dengan

baik, kemampuan mengelola konflik dan berorganisasi atau bekerja sama dengan

orang lain, seperti pengaruh, komunikasi, kepemimpinan, katalisator perubahan,

menajemen konflik, pengikat jaringan, kolaborasi, dan kooperasi serta

kemampuan tim.

Anderson (Minarni, 2013:163) mengatakan bahwa dalam taksonomi

tujuan pembelajaran, keterampilan sosial (kecerdasan emosional) termasuk ke

dalam ranah afektif. Keterampilan ini sangat penting karena dari berbagai hasil

penelitian menyebutkan bahwa ada hubungan yang cukup erat antara keterampilan

sosial siswa dengan berbagai kemampuan lainnya seperti bekerjasama dalam

suatu kelompok, berinteraksi dengan teman sebaya, menjalin pertemanan dengan

orang baru, dan menangani konflik. Menurut Dowd dan Tierney (Yanti, 2006:3),

anak-anak perlu diajarkan keterampilan sosial karena hal ini merupakan faktor

penting yang dapat membantu anak berhasil mencapai cita-cita dan sukses dalam

kehidupannya. Selanjutnya Goleman (Yanti, 2006:3) menegaskan bahwa anak

perlu belajar mengatur perasaannya dan mengembangkan keterampilan sosial

untuk meraih prestasi tidak hanya dalam lingkungan akademis namun juga dalam

lingkungan yang lebih luas.

Paparan di atas menunjukkan bahwa betapa pentingnya keterampilan

sosial diajarkan kepada anak. Kurangnya aspek keterampilan sosial dapat

membawa dampak yang cukup signifikan dalam perjalanan hidup seseorang.

Kurangnya keterampilan sosial menyebabkan sikap asosiasi yang ditandai oleh

kecenderungan untuk bersikap individualis (kontra kolaboratif), tidak menghargai

(32)

11

Mujis & Reynolds (Kadir, 2008:344) yang menyatakan bahwa “kurangnya

keterampilan sosial yang dimiliki siswa akan berdampak pada rendahnya prestasi

akademik siswa tersebut, cenderung kesepian dan menampakkan self-esteem yang

rendah, dan ada kemungkinan akan dropt-out dari sekolah. Selanjutnya hal serupa

juga dikemukakan oleh Dahlan (Zahroul F, 2014:2) bahwa guru yang kurang

membekali keterampilan sosial pada anak didiknya, anak-anak tersebut

menunjukkan perilaku kesepian dan pemurung, beringas serta kurang memiliki

sopan santun.

Berbagai fakta yang terjadi akhir-akhir ini antara lain banyaknya

penyimpangan sosial. Salah satunya seperti yang dimuat pada berita Harian

Medan Bisnis yaitu tawuran yang terjadi antara siswa SMKN 1 kontra SMAN 2

Bireuen, Sabtu (5/9) sekitar pukul 11.00 WIB. Aksi saling serang antar siswa

sekolah yang bertetangga tersebut membuat proses belajar mengajar di kedua

sekolah itu terganggu. Penyimpangan selanjutnya bisa dilihat dari berita yang

sekarang hangat diperbincangkan yaitu video kekerasan siswi SMP Negeri 4

Binjai. Video berdurasi 5 menit 46 detik tersebut memperlihatkan seorang siswi

melakukan tindakan kekerasan kepada siswi lainnya di sekitar depan sekolah

mereka. Dari hasil pemeriksaan, insiden kekerasan yang terjadi karena kesalahan

berbicara yang membuat pelaku nekat menghakimi temannya di taman luar

sekolah. Fakta lain juga bisa dilihat dari berita harian Juang News yaitu “Siswa

SMAN 1 Singkil demo tuntut drop out siswa yang memukul gurunya.

Banyaknya jumlah anak yang mengalami gangguan perilaku sehingga

berujung pada penyimpangan sosial seperti yang telah diutarakan di atas

(33)

12

sangat merugikan, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungan sekitar.

Mereka akan sulit menyesuaikan diri dengan pendidikan maupun dengan

pekerjaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami

gangguan perilaku ini memiliki keterampilan sosial yang rendah (Cartledge &

Milburn,1995; Coie, Dodge & Kupersmidt dalam Yanti, 2005:2). Rendahnya

keterampilan sosial ini membuat anak kurang mampu menjalin interaksi secara

efektif dengan lingkungannya, kurang mampu mengontrol emosi, dan sulit

memahami perasaan serta keinginan orang lain.

Fakta yang telah di utarakan di atas menjadi bukti bahwa keterampilan

sosial siswa sangat memprihatinkan. Menurut Maryani (Zahroul F, 2014:2),

banyaknya tawuran, korupsi, hedonisme, disentegrasi bangsa, individualisme,

konflik antar etnis, agama, krisis kepercayaan, kurangnya kasih sayang,

kurangnya empati dan sebagainya, semua itu disebabkan karena semakin

melemahnya keterampilan sosial. Kondisi kemampuan keterampilan sosial siswa

yang memprihatinkan ini harus segera diatasi guna untuk mengurangi

penyimpangan sosial yang sangat merugikan siswa dan masyarakat.

Berdasarkan pengamatan peneliti, rendahnya kemampuan komunikasi

matematik dan keterampilan sosial siswa dikarenakan pembelajaran matematika

yang dirancang guru tidak mendorong partisipasi siswa berinteraksi dengan guru

dan siswa lainnya. Guru hanya menjelaskan materi dan memberikan siswa

beberapa contoh soal kemudian dilanjut dengan memberikan soal latihan.

Kegiatan siswa hanya mengerjakan soal berdasarkan rumus yang ada dan

berdasarkan contoh yang diberikan oleh guru, siswa tidak dilibatkan dalam proses

(34)

13

mengakibatkan siswa tidak terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Model

penyajian materi seperti ini mengakibatkan interaksi-interaksi sosial baik antar

siswa dengan siswa atau siswa dengan guru tidak terjadi saat proses pembelajaran

matematika berlangsung.

Selain itu perangkat pembelajaran yang digunakan dalam proses

pembelajaran tidak efektif, misalnya: Pertama: Rencana pembelajaran yang

dimiliki guru tidak sesuai dengan kriteria pengembangan perangkat pembelajaran

yang baik. Rencana pembelajaran yang ada hanya sebagai pelengkap administrasi,

guru tidak mengembangkan rencana pembelajarannya sendiri; Kedua: Siswa tidak

memiliki lembar aktivitas siswa (LAS) sehingga proses pengembangan

kemampuan komunikasi matematik dan keterampilan sosial siswa tidak

berkembang dengan baik; Ketiga: Masalah-masalah yang disajikan pada buku

pendukung pembelajaran yang digunakan belum dapat mengukur kemampuan

komunikasi matematik dan keterampilan sosial siswa sesuai dengan indikator

yang diharapkan; dan Keempat: Tes kemampuan belajar yang diberikan guru

belum sesuai dengan indikator untuk mengukur kemampuan komunikasi

matematik dan keterampilan sosial siswa.

Dari beberapa hasil pengamatan yang telah dikemukakan di atas,

perangkat pembelajaran menjadi faktor utama rendahnya kemampuan komunikasi

matematik dan keterampilan sosial siswa. Untuk dapat menumbuhkan

kemampuan komunikasi matematik dan keterampilan sosial siswa, diperlukan

suatu perangkat pembelajaran yang mendukung. Hal ini sesuai dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan yang

(35)

14

proses. Berdasarkan landasan hukum tersebut, setiap guru pada satuan pendidikan

berkewajiban untuk menyusun perangkat pembelajaran secara lengkap dan

sistematis agar proses pembelajaran berlangsung dengan interaktif, inspiratif,

menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, yang

kemudian dipertegas melalui Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang

standar proses. Untuk memenuhi standar proses tersebut, maka proses

pembelajaran harus direncanakan, dinilai dan diawasi agar terlaksana secara

efektif dan efisien.

Salah satu perencanaan pembelajaran adalah menyusun perangkat

pembelajaran. Perangkat pembelajaran tersebut berupa Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP), Buku Siswa (BS), Lembar Aktivitas Siswa (LAS), instrumen

evaluasi atau tes kemampuan belajar (TKB) serta media pembelajaran. Pentingnya

perangkat pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar sehingga

pengembangannya sangat dituntut kepada setiap guru maupun calon guru.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menurut Permendiknas Nomor

41 Tahun 2007 adalah rencana pembelajaran yang dikembangkan secara lebih

rinci mengacu pada silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik

dalam upaya pencapaian kompetensi dasar. Selanjutnya menurut Permendikbud

Nomor 81A Tahun 2013 Lampiran IV tentang implementasi kurikulum pedoman

umum pembelajaran, tahapan pertama dalam pembelajaran menurut standar

proses adalah perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan kegiatan

penyusunan RPP. RPP adalah rencana pembelajaran yang dikembangkan secara

(36)

15

Setiap pendidik pada suatu pendidikan berkewajiban menyusun RPP

secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif,

inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi siswa untuk

berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,

dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta

psikologi siswa. RPP memuat langkah-langkah yang dilakukan guru dalam

kegiatan pembelajaran. RPP akan membantu dalam mangorganisir materi standar,

serta mengantisipasi siswa dan masalah-masalah yang mungkin timbul dalam

pembelajaran.

RPP yang dikembangkan oleh guru harus memiliki validitas yang tinggi.

Kriteria validitas RPP yang tinggi menurut pedoman penilaian RPP (Akbar,

2013:144) yaitu:

(1) Ada rumusan pembelajaran yang jelas, lengkap, disusun secara logis, mendorong siswa untuk berpikir tingkat tinggi; (2) Deskripsi materi jelas, sesuai dengan tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, dan perkembangan keilmuan; (3) Pengorganisasian materi pembelajaran jelas cakupan materinya, kedalaman dan keluasannya, sistematik, runtut, dan sesuai dengan alokasi waktu; (4) Sumber belajar sesuai dengan perkembangan siswa, materi ajar, lingkungan konsteksual dengan siswa dan bervariasi; (5) Ada skenario pembelajarannya (awal, inti, akhir) secara rinci, lengkap dan langkah pembelajarannya mencerminkan model pembelajaran yang dipergunakan; (6) Langkah pembelajaran sesuai dengan tujuan; (7) Teknik pembelajaran tersurat dalam langkah pembelajaran, sesuai tujuan pembelajaran, mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif, memotivasi, dan berpikir aktif; (8) Tercantum kelengkapan RPP berupa prosedur dan jenis penilaian sesuai tujuan pembelajaran, ada instrumen penilaian yang bervariasi (test dan non-test), rubrik penilaian.

Kriteria-kriteria pengembangan RPP seperti di atas belum sepenuhnya

ditemukan di SMP Negeri 1 Muara Batu. Beradasarkan hasil pengamatan terdapat

beberapa kekurangan dalam RPP yang dikembangkan oleh guru di SMP tersebut,

(37)

16

siswa; (2) guru tidak memisahkan kegiatan guru dan kegiatan siswa secara lebih

rinci; (3) guru tidak menampakkan matematika (masalah yang ada dalam LAS) di

RPP; (4) RPP yang dipakai masih dalam bentuk RPP lama dan sangat sederhana;

dan (5) instrumen penilaian tidak ada.

Gambar 1.3 di bawah ini merupakan salah satu contoh beberapa

kekurangan RPP di SMP Negeri 1 Muara Batu.

Gambar 1.3. Beberapa kekurangan RPP yang dirancang oleh guru SMP Negeri 1 Muara Batu.

Materi pra-syarat belum dicantumkan

Alangkah lebih baik dalam point

memotivasi siswa ditambahkan gambar benda nyata dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan pembelajaran.

(38)

17

Buku merupakan perangkat yang mendukung pembelajaran. Akbar

(2013:33) mendefinisikan buku ajar merupakan buku teks yang digunakan sebagai

rujukan standar pada mata pelajaran tertentu. Pengembangan buku ajar yang baik

harus memenuhi kriteria valid, praktis dan efektif. Menurut Akbar (2013:34) buku

ajar yang baik adalah:

(1) akurat (akurasi); (2) sesuai (relevansi); (3) komunikatif; (4) lengkap dan sistematis; (5) berorientasi pada student centered; (6) berpihak pada ideologi bangsa dan negara, (7) kaidah bahasa benar, buku ajar yang ditulis menggunakan ejaan, istilah dan struktur kalimat yang tepat; (8) terbaca, nuku ajar yang keterbacaannya tinggi mengandung panjang kalimat dan struktur kalimat sesuai pemahaman pembaca.

Agar buku ajar yang dikembangkan lebih menarik bagi siswa maupun

guru, maka buku ajar tersebut perlu menyertakan kompetensi inti, kompetensi

dasar, indikator dan pengalaman belajar serta peta konsep terkait materi, kegiatan

penemuan konsep melalui masalah otentik yang berkaitan dengan materi,

contoh-contoh masalah nyata, dan kegiatan latihan menyelesaikan masalah. Buku ajar

yang dikembangkan perlu dilengkapi dengan lembar aktivitas yang berisi kegiatan

penemuan konsep yang berkaitan dengan materi, kolom diskusi, dan kolom

kesimpulan.

Dari hasil pengamatan, buku ajar yang digunakan di SMP Negeri 1 Muara

Batu memiliki beberapa kelemahan, yaitu: (1) belum adanya peta konsep terkait

materi, (2) buku teks yang digunakan hanya berisikan konsep-konsep seperti

teorema dan rumus-rumus yang langsung disuguhkan kepada siswa tanpa proses

penemuan ilmiah yang mengakibatkan konsep tersebut tidak bermakna bagi

siswa, (2) bahasa yang digunakan dalam buku teks untuk menginformasikan

konsep yang diberikan masih sulit dipahami siswa, dan (3) masih kurangnya

(39)

18

Gambar 1.4. Beberapa kekurangan buku ajar yang dirancang oleh guru SMP Negeri 1 Muara Batu.

Selain buku teks pada bahan ajar, diperlukan pula perangkat lain yang

membantu siswa memahami materi yang diberikan. Lembar Aktivitas Siswa

(LAS) merupakan salah satu yang mendukung buku ajar siswa. LAS merupakan

perangkat pembelajaran yang dirancang untuk membantu siswa memahami materi

pelajaran melalui suatu kegiatan yang terstruktur dengan berbagai masalah yang Tidak adanya Peta

konsep

Berisikan konsep-konsep seperti teorema dan rumus-rumus yang langsung disuguhkan kepada siswa

(40)

19

diberikan. Suyitno (Fannie & Rohati, 2014:98), mengatakan bahwa LAS

merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang tepat bagi peserta didik karena

LAS membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang

dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis.

Pentingnya peran LAS sebagai salah satu perangkat pembelajaran yang

mendukung buku ajar siswa belum dimanfaatkan dalam pembelajaran di SMP

Negeri 1 Muara Batu. Hal ini menyebabkan siswa kurang terlatih dalam mengasah

kemampuan-kemampuan matematika, khususnya kemampuan komunikasi

matematik dan keterampilan sosial siswa. Untuk itu diharapkan guru dapat

membuat dan mengembangkan LAS yang mendukung buku ajar dan kemampuan

matematika siswa. LAS yang dikembangkan harus memiliki kriteria valid, praktis

dan efektif agar tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai.

Berdasarkan penjelasan di atas terlihat bahwa perangkat pembelajaran

sangat penting dalam proses pembelajaran, karena dalam perangkat pembelajaran

terdapat seluruh perencanaan pembelajaran yang akan digunakan dalam proses

pembelajaran. Perangkat pembelajaran juga dapat memudahkan guru dalam

mengantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi dalam proses pembelajaran,

dimana proses pembelajaran merupakan proses yang kompleks sehingga berbagai

kemungkinan bisa terjadi. Disamping itu, sebagai tenaga pendidik yang

profesional guru juga dituntut untuk memiliki kemampuan dalam

mengembangkan perangkat pembelajaran, karena dengan mengembangkan

perangkat pembelajaran guru dapat meningkatkan kreativitas dalam mengajar.

Jadi dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan

(41)

20

Tujuan dilakukan pengembangan perangkat pembelajaran adalah untuk

meningkatkan dan menghasilkan sebuah produk baru. Selain itu bertujuan untuk

menghasilkan perangkat pembelajaran yang mampu memecahkan masalah

pembelajaran di kelas, karena pada hakikatnya tidak ada satu sumber belajar yang

dapat memenuhi segala macam keperluan proses pembelajaran. Dengan kata lain

pemilihan perangkat pembelajaran, perlu dikaitkan dengan tujuan yang ingin

dicapai dalam proses pembelajaran terutama dalam meningkatkan kemampuan

matematik siswa, khususnya kemampuan komunikasi matematik dan

keterampilan sosial siswa.

Menanggapi permasalahan yang timbul dalam pembelajaran matematika

seperti yang telah diuraikan di atas, terutama berkaitan dengan kemampuan

komunikasi matematik dan keterampilan sosial siswa, maka perlu bagi guru atau

peneliti memilih pembelajaran yang dapat mengubah paradikma tersebut. Model

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) merupakan salah satu solusinya, sebab

menurut Arends (2008b:41) menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis

masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada

masalah autentik dan bermakna kepada siswa yang berfungsi sebagai landasan

bagi investasi dan penyelidikan siswa, sehingga siswa dapat menyusun

pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi

dan inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri siswa.

Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu dan

meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, serta

(42)

21

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah sebuah model

pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat

digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu

(knowledge) baru. Masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar anak didik

dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong keilmuannya. Pembelajaran Berbasis

Masalah memberikan tantangan kepada siswa, bekerja bersama dalam suatu

kelompok untuk menyelesaikan permasalahan. Diskusi dengan menggunakan

kelompok kecil merupakan poin utama dalam penerapan Pembelajaran Berbasis

Masalah.

Menurut Albanese & Mitchell; Dolmans & Schmidt (Cahyono, dkk.,

2013:3) menyatakan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) selain

melengkapi siswa dengan pengetahuan, PBM juga bisa digunakan untuk

meningkatkan keterampilan pemecahan masalah, kemampuan berpikir kritis dan

kreatif, belajar sepanjang hayat, keterampilan komunikasi, kerjasama kelompok,

adaptasi terhadap perubahan dan kemampuan evaluasi diri. PBM dirancang untuk

membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa

melalui suatu permasalahan. Selain itu melalui PBM siswa dapat

mempresentasikan gagasannya, siswa terlatih merefleksikan persepsinya,

mengargumentasikan dan mengkomunikasikan ke pihak lain sehingga gurupun

memahami proses berpikir siswa, dan guru dapat membimbing serta

mengintervensikan ide baru berupa konsep dan prinsip. Dengan demikian,

pembelajaran berlangsung sesuai dengan kemampuan siswa, sehingga interaksi

antara guru dan siswa, serta siswa dengan siswa menjadi terkondisi dan

(43)

22

Untuk mengembangkan perangkat pembelajaran yang dapat

menumbuhkembangkan kemampuan matematika khususnya kemampuan

komunikasi matematik dan keterampilan sosial melalui pembelajaran berbasis

masalah (PBM), akan lebih efektif jika dalam pengembangan perangkat

pembelajaran tersebut diintergrasikan unsur budaya lokal. Budaya diintegrasikan

sebagai alat bagi proses belajar untuk memotivasi siswa dalam mengaplikasikan

pengetahuan, bekerja secara kelompok, dan mempersepsikan keterkaitan antara

berbagai mata pelajaran. Selain itu dalam pembelajaran, budaya menjadi sebuah

metode bagi siswa untuk mentransformasikan hasil observasi mereka ke dalam

bentuk dan prinsip yang kreatif.

Bishop (Tandililing, 2013:194) mengatakan bahwa matematika merupakan

suatu bentuk budaya. Matematika sebagai bentuk budaya, sesungguhnya telah

terintegrasi pada seluruh aspek kehidupan masyarakat dimanapun berada.

Selanjutnya Pinxten (Tandililing, 2013:194) menyatakan bahwa pada hakekatnya

matematika merupakan teknologi simbolis yang tumbuh pada keterampilan atau

aktivitas lingkungan yang bersifat budaya. Dengan demikian matematika

seseorang dipengaruhi oleh latar budayanya, karena yang mereka lakukan

berdasarkan apa yang mereka lihat dan rasakan.

Pembelajaran Berbasis Budaya (ethnomathematics) merupakan salah satu

alternatif yang dapat menjembatani matematika dengan budaya. Pannen (Sutama,

dkk., 2013:5) mengatakan bahwa pembelajaran berbasis budaya merupakan

strategi penciptaan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman belajar yang

mengintegrasikan budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran. Budaya yang

(44)

23

Integrasi konteks budaya Aceh ke dalam perangkat pembelajaran

matematika dapat memberi peluang bagi guru untuk meningkatkan kemampuan

komunikasi matematik dan keterampilan sosial siswa serta mengenalkan

bermacam ragam konteks budaya Aceh yang dekat dengan lingkungan anak,

sehingga budaya tersebut terjaga kelestariannya dan peluang untuk

pengembangannya tetap terbuka di lingkungan sekolah. Pembelajaran di sekolah

yang terpisah dari budaya lokal dapat mengakibatkan siswa terlepas dari akar

budaya komunitasnya yang pada akhirnya akan membuat peserta didik tidak

mempunyai bekal kemampuan yang baik untuk ikut berpartisipasi dalam

pemecahan masalah-masalah lokal yang membutuhkan metode dan cara yang

melekat pada kebiasaan dan adat istiadat dimana tempat siswa mengarungi

kehidupannya kelak.

Tujuan mengembangkan perangkat pembelajaran matematika berdasarkan

konteks budaya Aceh adalah untuk membantu siswa menjadi sadar akan

bagaimana siswa dapat berpikir secara matematik menurut budaya dan tradisi

mereka. Selain itu, pengembangan perangkat pembelajaran berdasarkan konteks

budaya Aceh dapat membuat guru dan siswa menjalani proses pembelajaran yang

menyenangkan, karena dalam pembelajaran berbasis budaya, guru dan siswa

berpartisipasi aktif berdasarkan budaya yang telah mereka kenal selama ini

sehingga hasil belajar lebih optimal.

Model Pembelajaran Berbasis Masalah berdasarkan konteks budaya Aceh

dapat menjadi alternatif dalam menumbuhkan kepercayaan diri, menyenangkan,

dan meningkatkan kemampuan komunikasi dan keterampilan sosial siswa dalam

Gambar

Gambar 1 .1  Proses Jawaban Tes Kemampuan Komunikasi Matematik No. a
Gambar 1.3 di bawah ini merupakan salah satu contoh beberapa
Gambar 1.4 .  Beberapa kekurangan buku ajar yang dirancang oleh guru SMP Negeri 1 Muara Batu

Referensi

Dokumen terkait

Hasil: Pada penelitian ini diperoleh sampel penelitian sebanyak 39 orang pasien yang terdiri dari 21 orang pasien asma persisten sedang dan berat dan 18 pasien

dominan berada di perairan Selat Malaka yaitu berasal dari Genus Chamalycaeus , sedangkan dari tangkapan trawl ikan demersal yang dominan merupakan

Bermaksud untuk membuat KTM Lokal dikarenakan ……… Bersama surat ini saya lampirkan :. FC Identitas (KTP/SIM) yang

Diharapkan dengan kemampuan menyimpan informasi dalam ingatan jangka pendek yang semakin terorganisasi dengan baik, informasi yang berada di ingatan jangka pendek

Bagaimana struktur komunitas lamun (diversitas, frekuensi, densitas, dominansi, Indeks nilai penting) di daerah intertidal pantai Litianak dan pantai Oeseli di Kabupaten Rote

Masyarakat dapat mengkonsumsi produk pangan yang sehat dan bergizi dengan inovasi yang berbeda sehingga masyarakat mendapatkan alternatif lain dalam mengkonsumsi makanan

Salah satu tujuan pelaksanaan desentralisasi fiskal yang merupakan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

Landasan teori yang digunakan adalah teori Wardaugh (2010), Dalam teori tersebut menjelaskan tentang Pembagian tipe code mixing dibagi menjadi dua bagian,