• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengolahan Kopi Arabika Dan Bioetanol (Studi Kasus: Unit Pengolahan Kopi Arabika Usaha Tani Empat Desa Sukorejo, Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengolahan Kopi Arabika Dan Bioetanol (Studi Kasus: Unit Pengolahan Kopi Arabika Usaha Tani Empat Desa Sukorejo, Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso)"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA

PENGOLAHAN KOPI ARABIKA DAN BIOETANOL

(Studi kasus: Unit Pengolahan Kopi Arabika Usaha Tani Empat Desa Sukorejo, Kecamatan Sumberwringin,

Kabupaten Bondowoso)

MUHAMMAD FAJAR DJAMANA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengolahan Kopi Arabika Dan Bioetanol (Studi kasus: Unit Pengolahan Kopi Arabika Usaha Tani Empat Desa Sukorejo, Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

MUHAMMAD FAJAR DJAMANA. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengolahan Kopi Arabika dan Bioetanol (Studi kasus: Unit Pengolahan Kopi Arabika Usaha Tani Empat Desa Sukorejo, Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso). Dibimbing oleh ADI HADIANTO.

Kopi arabika merupakan salah satu produk ekspor unggulan Indonesia. Proses pengolahan basah kopi arabika akan menghasilkan limbah cair yang dapat diolah menjadi bioetanol. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi kondisi usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol apabila dilihat dari aspek non finansial meliputi aspek komersial, aspek teknis, dan aspek institusional-organisasi-manajerial, (2) menganalisis kelayakan usaha pengolahan kopi arabika apabila dilihat dari aspek finansial, (3) menganalisis kelayakan usaha pengolahan kopi arabika dengan adanya pengolahan bioetanol apabila dilihat dari aspek finansial, dan (4) menganalisis manfaat pengolahan bioetanol terhadap usaha pengolahan kopi arabika jika dilihat melalui perhitungan Incremental Net Benefit. Dalam menganalisis kelayakan finansial digunakan kriteria investasi yaitu Net Present Value, Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio, dan Payback Period. Sedangkan identifikasi aspek non finansial yang meliputi aspek komersial, aspek teknis, dan aspek institutional-organisational-managerial dilakukan secara deskriptif. Untuk mengetahui manfaat tambahan dari adanya pengolahan bioetanol pada usaha pengolahan kopi arabika digunakan perhitungan Incremental Net Benefit. Hasil penelitian ini menunjukkan usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol yang dilakukan Usaha Tani Empat di Desa Sukorejo, Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso secara finansial dinyatakan layak dilaksanakan. Dari aspek non finansial tidak ditemukan kendala yang berarti dalam menjalankan usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol Usaha Tani Empat. Selain itu, perhitungan Incremental Net Benefit menunjukkan bahwa pengolahan bioetanol pada usaha pengolahan kopi arabika menguntungkan untuk dilaksanakan, sehingga dapat dijadikan sebagai referensi bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan energi nasional khususnya di sektor perkebunan kopi.

(6)

ABSTRACT

MUHAMMAD FAJAR DJAMANA. Financial Feasibility Analysis of Arabica Coffee and Bioethanol Unit Processing (Case study: Usaha Tani Empat Arabica Coffee Unit Processing Sukorejo Village, Subdistrict of Sumberwringin, District of Bondowoso). Supervised by ADI HADIANTO.

Arabica coffee is one of featured Indonesia export commodities. Wet processing of Arabica coffee will generate liquid waste that can be processed into bioethanol. The purpose of this study were (1) to identify the condition of non financial aspect includes commercial aspects, technical aspects, and managerial aspects, (2) to analyse the feasibility of arabica coffee unit processing if seen from financial aspect, (3) to analyse the feasibility of arabica coffee unit processing by processing bioethanol if seen from financial aspect, and (4) to analyse the benefit of bioetanol processing on arabica coffee unit processing if seen by using Incremental Net Benefit calculation. In terms of analyzing financial feasibility this study used investment criteria namely Net Present Value, IRR, Net Benefit Cost Ratio, and Payback Period. Whereas the identification of non financial aspects comprise of commertial aspect, technical aspect, and managerial aspect explained descriptively. In order to comprehend the additional benefit of processing bioethanol on arabica coffee unit processing, formulated by Incremental Net Benefit. This study shows that arabica coffee and bioetanol processing by Usaha Tani Empat in Sukorejo Village, Subdistrict of Sumberwringin, District of Bondowoso financial determined feasible. In terms of non financial aspect, there is no essential obstacles to run arabica coffee and bioetanol processing unit in Usaha Tani Empat. In addition, the formulation of Incremental Net Benefit shows that the bioethanol processing in arabica coffee processing unit is beneficial to run, so that it can be reference for government in determining national energy policies, particularly in the sector of coffee plantation.

(7)

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA

PENGOLAHAN KOPI ARABIKA DAN BIOETANOL

(Studi kasus: Unit Pengolahan Kopi Arabika Usaha Tani Empat Desa Sukorejo, Kecamatan Sumberwringin,

Kabupaten Bondowoso)

MUHAMMAD FAJAR DJAMANA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi

Nama NIM

Tanggal Lulus:

Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengolahan Kopi Arabika dan Bioetanol (Studi kasus: Unit Pengolahan Kopi Arabika Usaha Tani Empat Desa Sukorejo, Kecamatan S umberwringin, Kabupaten Bondowoso)

Muhammad Fajar Djamana H44110014

Disetujui oleh

ianto SP M.Si

Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

• •

Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah analisis kelayakan, dengan judul Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengolahan Kopi Arabika Dan Bioetanol (Studi kasus: Unit Pengolahan Kopi Arabika Usaha Tani Empat Desa Sukorejo, Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Adi Hadianto, SP, M.Si dan ibu Fitria Dewi Raswatie SP, M.Si yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Subaili, Bapak Soni, dan Bapak Gatot yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, dan Lina Mulyana atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 23

3.1.1 Teori Biaya dan Manfaat ... 23

3.1.2 Studi Kelayakan Usaha ... 25

3.1.3 Aspek-aspek Persiapan dan Analisis Proyek ... 26

3.1.4 Analisis Kelayakan Finansial ... 28

3.1.5 Perhitungan Incremental Net Benefit ... 30

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 30

BAB 4 METODE PENELITIAN... 35

4.5.1 Identifikasi Aspek-aspek Non-Finansial ... 36

4.5.2 Komponen Biaya dan Manfaat ... 37

4.5.3 Analisis Kelayakan Finansial ... 37

4.5.4 Kriteria Investasi ... 37

4.6 Asumsi Dasar ... 40

BAB 5 GAMBARAN UMUM ... 43

5.1 Gambaran Umum Usaha Tani Empat ... 43

(14)

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

6.1 Identifikasi Aspek-aspek Non-Finansial ... 51

6.1.1 Aspek Komersial (Pasar) ... 51

6.1.2 Aspek Teknis ... 57

6.1.3 Aspek Institusional-organisasi-manajerial ... 75

6.2 Analisis Aspek Finansial ... 80

6.2.1 Analisis Finansial Usaha Pengolahan Kopi Arabika ... 80

6.2.2 Kelayakan Investasi Usaha Pengolahan Kopi Arabika Usaha Tani Empat ... 90

6.2.3 Analisis Finansial Usaha Pengolahan Kopi Arabika dan Bioetanol Usaha Tani Empat ... 91

6.2.4 Kelayakan Investasi Usaha Pengolahan Kopi Arabika dan Bioetanol Usaha Tani Empat ... 97

6.2.5 Perhitungan Incremental Net Benefit ... 99

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

7.1 Kesimpulan ... 105

7.2 Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 107

LAMPIRAN ... 111

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Luas areal dan produksi kopi Indonesia tahun 2012-2014 ... 2 2 Luas areal dan produksi kopi perkebunan rakyat

Kecamatan Sumberwringin per desa tahun 2013 ... 5 3 Luas areal tanam kopi Kecamatan Sumberwringin

per desa tahun 2009-2013 (hektar) ... 6 4 Produksi kopi Kecamatan Sumberwringin per desa

tahun 2009-2013 (ton)... 6 5 Rincian harga peralatan pengolah kopi bantuan pemerintah

Provinsi Jawa Timur 2012 ... 59 6 Biaya investasi usaha pengolahan kopi arabika

Usaha Tani Empat ... 81 7 Umur teknis dari investasi yang ditanamkan dalam usaha

pengolahan kopi arabika Usaha Tani Empat ... 82 8 Biaya re-investasi yang diperlukan pada usaha

pengolahan kopi arabika Usaha Tani Empat ... 85 9 Biaya tetap yang dikeluarkan pada usaha

pengolahan kopi arabika Usaha Tani Empat per tahun ... 86 10 Biaya variabel yang dikeluarkan pada usaha

pengolahan kopi arabika Usaha Tani Empat per tahun ... 87 11 Salvage value usaha pengolahan kopi arabika

Usaha Tani Empat ... 89 12 Hasil perhitungan kriteria investasi usaha pengolahan kopi

arabika Usaha Tani Empat ... 90 13 Biaya investasi tambahan usaha pengolahan kopi arabika

Usaha Tani Empat untuk memproduksi bioetanol ... 92 14 Umur teknis dari investasi tambahan yang ditanamkan pada

usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol

Usaha Tani Empat ... 93 15 Biaya re-investasi untuk investasi tambahan yang ditanamkan

dalam usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol

Usaha Tani Empat ... 93 16 Biaya variabel tambahan per tahun yang dikeluarkan pada

usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol

Usaha Tani Empat ... 94 17 Manfaat tambahan yang diperoleh usaha pengolahan kopi

(16)

18 Salvage value barang investasi tambahan usaha

pengolahan kopi arabika dan bioetanol Usaha Tani Empat ... 97

19 Hasil perhitungan kriteria investasi usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol Usaha Tani Empat ... 98

20 Perbandingan kriteria investasi ... 99

21 Komponen biaya manfaat usaha pengolahan kopi arabika (tanpa bioetanol) ... 101

22 Komponen biaya manfaat usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol (dengan bioetanol) ... 102

23 Perhitungan Incremnetal Net Benefit ... 102

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Konsumsi (■) dan produksi (●) minyak bumi Indonesia tahun 2008-2013 ... 1

2 Struktur buah kopi ... 19

3 Fungsi biaya ... 23

4 Kerangka pemikiran operasional ... 33

5 Struktur organisasi kelompok pekebun kopi Usaha Tani Empat ... 46

6 Saluran pemasaran kopi Usaha Tani Empat ... 55

7 Buah kopi arabika gelondongan ... 59

8 Mesin pengupas kulit buah kopi silinder tiga (pulper) (a) dan mesin pencuci kopi (b) ... 60

9 Terpal (a), para-para (b), dan bak persegi 750 liter (c) ... 60

10 Destilator bertingkat berbahan Stainless Steel (a), tank air 225 liter (b), dan tong plastik 150 liter (c) ... 62

11 Standar Operasional Prosedur pengolahan kopi arabika olah basah usaha pengolahan kopi arabika Usaha Tani Empat ... 67

12 Tahapan proses produksi bioetanol ... 69

13 Thermometer pengontrol suhu pada destilator bertingkat ... 70

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Kuisioner Penelitian ... 113 2 Perhitungan salvage value dari investasi usaha pengolahan

kopi arabika Usaha Tani Empat (tanpa pengolahan bioetanol) .. 118 3 Cash flow usaha pengolahan kopi arabika Usaha Tani Empat

(tanpa pengolahan bioetanol) ... 119 4 Perhitungan salvage value dari investasi usaha pengolahan

kopi arabika dan bioetanol Usaha Tani Empat ... 121 5 Cash flow usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol

Usaha Tani Empat ... 122 6 Cash Flow usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol

(18)
(19)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang masih menggantungkan pemenuhan kebutuhan energinya pada minyak bumi, batu bara, dan gas alam. Menurut Pusat Data dan Informasi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (PUSDATIN ESDM) tahun 2014, pemakaian energi di Indonesia pada tahun 2013 didominasi oleh minyak bumi, biomassa, batu bara, dan gas alam masing-masing sebesar 399 259; 284 980; 178 817; 125 529 Barrel of Oil Equivalent (BOE). PUSDATIN ESDM juga mencatat cadangan minyak bumi Indonesia pada tahun 2012 hanya sekitar 3.7 miliar barel (0.2% cadangan dunia). Semakin rendahnya cadangan energi fosil di Indonesia saat ini diperparah dengan pertumbuhan

penduduk yang semakin meningkat dan pemborosan dalam penggunaan energi

fosil.

Sumber: British Petroleum (2014)

Gambar 1 Konsumsi (■) dan produksi (●) minyak bumi Indonesia tahun 2008-2013

Gambar 1 menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2008 hingga tahun 2013

konsumsi minyak bumi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 konsumsi minyak bumi di Indonesia mencapai 1.29 juta barel/hari, tahun 2011 mengalami peningkatan menjadi 1.57 juta barel/hari, dan pada tahun 2013 terus meningkat menjadi 1.62 juta barel/hari. Sementara itu, Gambar 1 juga menunjukkan bahwa pada kurun waktu yang sama produksi minyak bumi di Indonesia mengalami penurunan. Pada tahun 2008 produksi minyak bumi di

(20)

2

Indonesia mencapai satu juta barel/hari, tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 952 ribu barel/hari, dan pada tahun 2013 menurun menjadi 882 ribu barel/hari.

Meningkatnya konsumsi dan menurunnya produksi minyak bumi di Indonesia mendorong Indonesia untuk melakukan impor minyak. Menurut PUSDATIN ESDM (2014), pada tahun 2013 Indonesia tercatat mengimpor minyak sebanyak 205.63 juta barel. Kebutuhan minyak yang sangat besar ini mendorong pemerintah dalam mengembangkan suplai energi alternatif terbarukan untuk mengurangi penggunaan energi fosil melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengembangkan energi terbarukan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara murah dan terjangkau. Salah satu program pemerintah dalam mengembangkan energi alternatif adalah pengembangan bioenergi. Bioenergi atau bahan bakar bio adalah bahan bakar yang dihasilkan dari biomassa, yaitu material yang dihasilkan dari makhluk hidup melalui proses fotosintesis baik berupa produk maupun buangan (Abdullah et al. 1998).

Pengembangan energi terbarukan yang dicanangkan oleh pemerintah mendorong usaha-usaha diberbagai bidang pertanian untuk memproduksi energi alternatif dari berbagai limbah yang dihasilkan. Salah satu usaha yang cukup potensial dalam pengembangan energi terbarukan adalah Usaha Tani kopi. Menurut International Coffee Organization (2014), Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Colombia. Areal tanam kopi Indonesia tersebar hampir diseluruh wilayah nusantara. Selain merupakan salah satu penghasil kopi terbesar, Indonesia juga merupakan negara eksportir kopi terbesar di dunia.

Tabel 1 Luas areal dan produksi kopi di Indonesia tahun 2012-2014

No Coffee, Green Indonesia

(21)

3

Menurut data United States Department of Agriculture (2014) (Tabel 1),

luas areal tanam kopi Indonesia pada tahun 2013 dan 2014 adalah seluas 1.24 juta hektar dengan produksi 9.5 juta Green Bean Equivalent (GBE) kopi. Pada tahun 2014 Indonesia memproduksi kopi arabika sebesar 1.65 juta GBE dan kopi robusta sebesar 7.85 juta GBE. Total produksi rata-rata kopi jenis arabika adalah sekitar 17% dari total produksi kopi keseluruhan. Selain itu, data pada Tabel 1 menunjukkan total ekspor kopi Indonesia tahun 2014 mencapai 7.80 juta GBE.

Usaha Tani kopi menghasilkan limbah yang berasal dari proses pengolahan kopi. Proses pengolahan kopi secara basah akan menghasilkan limbah dalam bentuk cair. Limbah cair dari pengolahan kopi belum dimanfaatkan secara optimal. Umumnya limbah tersebut dibuang di sekitar lokasi unit pengolahan kopi selama beberapa bulan, sehingga menimbulkan bau busuk. Menurut Shanmukhappa et al. (1998) dalam Samanvitha (2013) limbah cair kopi yang dibuang tanpa perlakuan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Untuk itu perlu adanya pengolahan terhadap limbah cair yang ada. Pengolahan limbah merupakan hal penting untuk dijadikan pijakan bagi unit pengolahan kopi karena dapat memberikan berbagai keuntungan. Keuntungan pemanfaatan tersebut antara lain dapat meningkatkan pendapatan petani, menjaga ketahanan energi, memiliki sinergitas dengan kebutuhan pangan dan pakan, dan mencegah pencemaran lingkungan (Hill et al. 2006)

Salah satu cara untuk memanfaatkan limbah cair kopi adalah dengan mengolahnya menjadi bioetanol. Bioetanol merupakan etanol atau etil alkohol yang diproses dari bagian tumbuhan tertentu (Yudiarto 2008). Menurut Dodic et al. (2009) bioetanol memiliki bilangan oktan tinggi dan menghasilkan panas lebih tinggi untuk penguapan, sehingga dapat digunakan sebagai campuran bensin. Bioetanol sebagai bahan bakar, bersifat lebih ramah lingkungan dibandingkan bensin karena emisi yang dihasilkan sangat kecil (Demirbas T dan Demirbas A 2010).

(22)

4

Kecamatan Sumberwringin memiliki areal tanam kopi seluas 1 125.79 hektar dengan kemampuan produksi mencapai 900.63 ton. Dari hasil pra-survey yang telah dilakukan, produktivitas rata-rata kopi arabika di wilayah Sumberwringin mencapai lima hingga delapan ton kopi arabika gelondongan per hektarnya. Adapun menurut Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, produktivitas tanaman kopi arabika rata-rata mencapai satu hingga dua ton kopi gelondongan per hektarnya.

Kegiatan produksi kopi di wilayah Kecamatan Sumberwringin dari sisi budidaya (on-farm) relatif tidak terdapat permasalahan. Hal tersebut dikarenakan para pekebun kopi di Kecamatan Sumberwringin merupakan para pekebun kopi yang telah berpengalaman selama bertahun-tahun dalam kegiatan budidaya kopi. Selain itu, para pekebun kopi tersebut merupakan target binaan Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bondowoso dan telah mendapat bimbingan dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Kabupaten Jember. Kondisi tersebut menyebabkan produktivitas kopi arabika di wilayah ini bisa lebih tinggi dari produktivitas kopi arabika pada umumnya. Kopi arabika gelondongan yang dihasilkan dari kegiatan budidaya tersebut, selanjutnya diolah hingga menjadi biji kopi arabika agar dapat dijual kepada pihak eksportir.

Pada tahun 2012 Pemerintah Provinsi Jawa Timur memberikan bantuan berupa pembangunan unit-unit pengolahan kopi di Kecamatan Sumberwringin. Berbagai alat modern diberikan oleh Pemerintah Provinsi melalui Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bondowoso ke pekebun kopi di Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso. Bantuan tersebut diberikan untuk meningkatkan produksi biji kopi di wilayah Sumberwringin. Teknik pengolahan yang digunakan dalam mengolah kopi arabika gelondongan hingga menjadi biji kopi arabika di wilayah Sumberwringin adalah teknik olah basah. Dalam prosesnya teknik ini menggunakan banyak air untuk mencuci kopi, sehingga akan menghasilkan limbah cair dengan volume yang sangat besar.

(23)

5

sebesar 520.35 ton (Tabel 2). Besarnya produksi kopi arabika tersebut menyebabkan kegiatan pengolahan kopi berlangsung dalam skala besar. Pengolahan kopi arabika dalam skala besar tentu akan menghasilkan limbah cair kopi yang sangat besar volumenya di unit-unit pengolahan kopi di Desa Sukorejo. Limbah cair tersebut sangat potensial untuk dikembangkan menjadi sumber bahan bakar alternatif berupa bioetanol.

Tabel 2 Luas areal dan produksi kopi perkebunan rakyat Kecamatan Sumberwringin per desa tahun 2013

No Desa Luas areal (hektar) Produksi (ton)

1 Sukasari Kidul 7.50 6.00

2 Tegaljati 73.91 59.13

3 Rejoagung 258.70 206.96

4 Sukorejo 650.44 520.35

5 Sumber gading 18.99 15.19

6 Sumberwringin 116.25 93.00

Jumlah 1 125.79 900.63

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bondowoso (2014)

Limbah cair yang dihasilkan oleh unit-unit pengolahan kopi arabika di Desa Sukorejo dibuang disekitar lokasi pengolahan tanpa ada perlakuan. Limbah cair kopi arabika tersebut sangat potensial untuk diolah menjadi bioetanol. Pengolahan limbah cair kopi menjadi bioetanol dapat memberikan keuntungan tambahan bagi unit-unit pengolahan kopi yang ada di Desa Sukorejo.

Berdasarkan pra-survey yang dilakukan peneliti, di Desa Sukorejo telah dilakukan penelitian mengenai pengolahan bioetanol dengan pemanfaatan limbah cair kopi sejak tahun 2014 dan saat ini masih memasuki tahap uji coba. Dengan demikian, usaha pengolahan kopi arabika dengan pemanfaatan limbah cair kopi menjadi bioetanol di Desa Sukorejo masih merupakan usaha baru. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai uji kelayakan terhadap usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

(24)

6

di Desa Sukorejo merupakan sasaran wilayah binaan langsung Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bondowoso. Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Bondowoso (2014), pada tahun 2013 Desa Sukorejo memiliki luas areal tanam kopi seluas 650.44 hektar (Tabel 3).

Tabel 3 Luas areal tanam kopi Kecamatan Sumberwringin per desa tahun 2009-2013 (hektar)

Tabel 3 di atas menunjukan luasan areal tanam kopi di Desa Sukorejo dari tahun 2009 hingga tahun 2013. Pada tahun 2009 hingga tahun 2013 luasan areal tanam kopi di Desa Sukorejo terus mengalami peningkatan dari 352 hektar pada tahun 2009 hingga 650.44 hektar pada tahun 2013. Peningkatan luas areal tanam kopi Desa Sukorejo menunjukkan tren positif disepanjang tahun 2009 hingga tahun 2013. Selain itu, BPS Kabupaten Bondowoso (2014) juga mencatat produksi kopi di Desa Sukorejo menunjukan peningkatan tiap tahunnya (Tabel 4). Tabel 4 Produksi kopi Kecamatan Sumberwringin per desa tahun 2009-2013

(ton)

(25)

7

Sukorejo yang masing-masing telah memiliki unit pengolahan kopi sendiri. Banyaknya unit pengolahan kopi di Desa Sukorejo dan besarnya produksi kopi yang dihasilkan tiap tahunnya menyebabkan Desa Sukorejo memiliki kontribusi besar dalam pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah cair kopi yang dihasilkan oleh unit-unit pengolahan kopi di Desa Sukorejo. Oleh karena itu, kegiatan pengolahan limbah cair kopi menjadi bioetanol sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang dihadapi.

Kegiatan pengolahan limbah cair kopi menjadi bioetanol hanya dilakukan di unit pengolahan kopi arabika milik kelompok pekebun kopi Usaha Tani Empat. Kegiatan pengolahan limbah cair kopi menjadi bioetanol yang dilakukan baru memasuki tahap uji coba. Kegiatan pengolahan limbah cair kopi arabika menjadi bioetanol ini diharapkan mampu menghasilkan 20 liter bioetanol per hari. Bioetanol yang dihasilkan dapat dipasarkan dengan harga Rp 6 500 per liternya. Bahan baku utama dalam kegiatan pengolahan bioetanol ini adalah limbah cair kopi arabika yang diperoleh dari unit pengolahan kopi arabika Usaha Tani Empat di Desa Sukorejo, Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso.

Pengolahan limbah cair kopi di Desa Sukorejo memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan tersebut antara lain dapat mengurangi pencemaran yang diakibatkan oleh limbah cair kopi dan dapat menghasilkan bahan bakar alternatif berupa bioetanol. Kedepannya, kegiatan pengolahan limbah cair kopi dapat menjadikan usaha pengolahan kopi menjadi usaha yang zero waste. Selain itu, bioetanol yang dihasilkan juga dapat mendorong kemandirian energi bagi unit-unit pengolahan kopi di Desa Sukorejo

(26)

8

Perhitungan dan penilaian terhadap biaya dan manfaat, penting dilakukan untuk mengetahui implikasi penanaman modal yang dilakukan oleh pemerintah dalam pengembangan sumber energi alternatif dan pengurangan pencemaran lingkungan pada usaha pengolahan kopi arabika. Melalui perhitungan dan penilaian terhadap biaya dan manfaat dapat diketahui tingkat kelayakan secara finansial pengolahan kopi arabika tanpa dan dengan adanya pemanfaatan limbah cair kopi arabika untuk menghasilkan bioetanol.

Bedasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol apabila dilihat dari aspek non finansial meliputi aspek komersial, aspek teknis, dan aspek institusional-organisasi-manajerial?

2. Bagaimana kelayakan usaha pengolahan kopi arabika apabila dilihat dari aspek finansial?

3. Bagaimana kelayakan usaha pengolahan kopi arabika dengan adanya pengolahan bioetanol apabila dilihat dari aspek finansial?

4. Bagaimana manfaat pengolahan bioetanol terhadap usaha pengolahan kopi arabika jika dilihat melalui perhitungan Incremental Net Benefit?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi kondisi usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol apabila dilihat dari aspek non finansial meliputi aspek komersial, aspek teknis, dan aspek institusional-organisasi-manajerial.

2. Menganalisis kelayakan usaha pengolahan kopi arabika apabila dilihat dari aspek finansial.

3. Menganalisis kelayakan usaha pengolahan kopi arabika dengan adanya pengolahan bioetanol apabila dilihat dari aspek finansial.

(27)

9

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu:

1. Para petani, dengan penelitian ini para petani dapat mengetahui kelayakan usaha pengolahan kopi arabika dalam menghasilkan bioetanol dan hal-hal apa saja yang perlu dilakukan demi keberlangsungan usahanya.

2. Penulis, penelitian ini merupakan salah satu sarana bagi penulis untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah.

3. Pemerintah, penelitian ini merupakan salah satu referensi untuk mengetahui kelayakan usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol. Selain itu, juga dapat menjadi referensi dalam menentukan kebijakan energi nasional yang bertujuan untuk mengembangkan energi yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara murah dan terjangkau terutama bioetanol, sehingga program ini dapat diaplikasikan di wilayah lainnya.

4. Pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca, dan dapat dijadikan acuan atau perbandingan dalam melanjutkan studi lanjutan, khususnya dibidang studi analisis biaya dan manfaat.

1.5 Ruang Lingkup

(28)
(29)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kopi

Kopi termasuk kelompok tanaman semak belukar dengan genus Coffea. Kopi termasuk kedalam famili Rubiacea, subfamili Ixoroidea, dan suku Coffea. Seorang bernama Linnaeus merupakan orang yang pertama mendeskripsikan spesies kopi (Coffea arabica) pada tahun 1753. Menurut Bridson dan Vercourt (1988) dalam Panggabean (2011) kopi dibagi menjadi dua genus, yakni Coffea dan Psilanthus. Genus Coffea terbagi menjadi dua subgenus, yakni Coffea dan Baracoffea. Subgenus coffea terdiri dari 88 spesies dan subgenus Baracoffea tujuh spesies (Panggabean 2011).

Tanaman kopi diduga berasal dari Benua Afrika tepatnya dari Negara Ethiopia. Pada abad ke-9 seorang pemuda bernama Kaldi tidak sengaja memakan biji kopi mentah yang didapat dari semak belukar. Kaldi merasakan perubahan yang luar biasa setelah memakan biji kopi tersebut, lalu dia menceritakan hal tersebut kepada warga sekitar. dan menyebar hingga ke berbagai daerah. Biji mentah yang dimakan tersebut merupakan biji kopi (coffea bean) atau sering disingkat dengan “bean”. Selain coffea bean atau bean, penyebutan lainnya adalah coffea, qawah, café, buni, mbuni, koffie, akeita, kafe, kava, dan kafo. Pada abad ke-17 biji kopi dibawa ke India dan ditanam oleh beberapa orang. Selanjutnya, seorang berkebangsaan Belanda tidak sengaja melihat perkebunan kopi di India dan tertarik untuk membudidayakannya. Berawal dari para pedagang Venezia biji kopi mulai menyebar ke seluruh benua Eropa.

(30)

12

kopi pertama dilakukan pada tahun 1711 oleh VOC, dalam tempo 10 tahun ekspor meningkat hingga 60 ton/bulan.

Pada tahun 1700an harga kopi yang dikirim dari Batavia sekitar tiga guilder/kg, dihitung dengan kurs saat ini harga kopi menjadi sangat mahal pada saat itu. Akhir abad 18 harga kopi mulai turun menjadi 0.6 guilder/kg, sehingga kopi dapat dinikmati oleh kalangan luas. Terlihat bahwa perdagangan kopi sangat menguntungkan VOC tetapi tidak bagi petani kopi di Indonesia saat itu, karena VOC menerapkan sistem cultivation (tanam paksa) dalam budidaya kopi di Indonesia. VOC kemudian melebarkan sayap dengan menanam kopi di luar Jawa seperti di Sumatera, Bali, Sulawesi, dan Timor. Kopi robusta mulai diperkenalkan di Indonesia ditahun 1900an sebagai penganti kopi arabika yang hancur karena penyakit (Budiman 2012).

2.2 Usaha Tani Kopi

Di Indonesia tanaman kopi dibudidayakan oleh rakyat dan perkebunan besar seperti di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, NTT, dan Timur-timur. Tanaman kopi dapat tumbuh dengan baik apabila faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pemeliharaan tanaman dapat dioptimalkan dengan baik. Syarat pertumbuhan kopi secara umum, yaitu varietas unggul atau klon, tanah, iklim, ketinggian tempat, dan pemeliharaan. Setiap daerah memiliki varietas dan klon unggul yang berbeda-beda. Artinya suatu klon unggul yang baik di suatu daerah belum tentu hasilnya optimal jika ditanam di daerah lainnya. Jenis arabika dari suatu daerah memiliki karakter (cita rasa dan aroma) yang berbeda dengan daerah lainnya begitu juga dengan jenis robusta (Murtiningrum 2013).

(31)

13

1 000-1 500 mm/tahun. Sementara itu, curah hujan untuk kopi robusta maksimum 2 000 mm/tahun.

Penanaman perkebunan kopi di suatu daerah perlu melihat data klimatologi daerah tersebut selama lima tahun terakhir. Pasalnya daerah yang berada di atas ketinggian 1 000 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan memiliki curah hujan yang baik, umumnya justru memiliki musim kering relatif pendek. Sebaliknya, tanaman kopi membutuhkan musim kering yang agak panjang untuk memperoleh produksi yang optimal. Ketinggian tempat untuk perkebunan kopi arabika sekitar 1 000-2 100 mdpl. Semakin tinggi lokasi perkebunan kopi arabika, rasa atau karakter kopi yang dihasilkan semakin baik dan enak. Sementara ketinggian yang optimal untuk kopi robusta sekitar 400-1 200 mdpl (Panggabean 2011).

Secara umum bibit dapat dibedakan menjadi dua, yakni generatif dan vegetatif. Bibit yang berasal dari penyambungan atau okulasi (vegetatif) relatif lebih baik. Pasalnya, petani dapat memilih batang yang pertumbuhannya baik dengan klon yang menghasilkan buah relatif banyak dan sudah diuji sebelumnya. Selain itu bibit vegetatif umumnya sudah teruji dari hama dan penyakit. Jika menggunakan bibit yang berasal dari vegetatif, umur bibit sebaiknya sekitar delapan bulan. Bibit yang digunakan baiknya sudah teruji hingga beberapa generasi. Tujuannya agar dapat memprediksikan hasil produksi yang akan diperoleh. Sementara itu, jika bibit yang akan digunakan berasal dari persemaian (generatif) biasanya membutuhkan waktu yang lebih lama, yaitu bibit yang berumur satu tahun (Panggabean 2011).

(32)

14

sebagai pupuk urea atau Za yang merupakan sumber Nitrogen, Triple Super Phospat (TSP), dan KCl.

Selain penggunaan pupuk tunggal, di pasaran juga tersedia penggunaan pupuk majemuk. Pupuk tersebut berbentuk tablet atau briket yang mengandung unsur NPK dan unsur-unsur mikro. Selain pupuk anorganik tersebut, tanaman kopi sebaiknya juga dipupuk dengan pupuk organik seperti pupuk kandang atau kompos. Pemberian pupuk anorganik dilakukan dua kali setiap tahun yaitu pada awal dan akhir musim hujan dengan meletakkan pupuk tersebut di dalam tanah (sekitar 10-20 cm dari permukaan tanah) dan disebarkan di sekeliling tanaman. Adapun pemberian pupuk kandang hanya dilakukan pada tahun pertama (penanaman pertama).

Beberapa kegiatan dalam pemeliharaan tanaman kopi menurut Murtiningrum (2013), yaitu:

a. Pemupukan

1. Pupuk anorganik diberikan dua kali setahun, pada awal dan akhir musim hujan. Setiap tanaman dipupuk dengan urea sebanyak 50 gr, SP 36 sebanyak 25 gr, dan KCl 20 gr.

2. Pupuk organik yang diberikan adalah mulsa yang berasal dari daun-daun atau serasah di sekitar tanaman kopi. Pupuk tersebut diberikan satu sampai dua tahun pada awal musim hujan bersamaan dengan pemberian pupuk buatan.

b. Pemangkasan

Pemangkasan sebaiknya dilakukan pada awal atau akhir musim hujan setelah pemupukan, sehingga tanaman sudah mempunyai simpanan makanan yang cukup sebelum dipangkas. Hal ini dilakukan agar tanaman tidak mudah terserang penyakit dan berproduksi dengan optimal serta tidak sulit dipanen. Ada empat tahap pemangkasan kopi, yaitu pemangkasan pembentukan tajuk, produksi atau pemeliharaan, cabang primer, dan peremajaan.

c. Pencegahan dan pengendalian hama penyakit serta gulma

(33)

15

mutu kopi yang dihasilkan. Oleh sebab itu kegiatan tersebut harus dilakukan dengan baik dan intensif.

Setelah dilakukan proses pemupukan, pemeliharaan tanaman, dan pengendalian hama tibalah masa panen. Panen dilakukan ketika buah kopi sudah berwarna merah hingga merah tua. Panen umumnya dilakukan pada bulan Maret hingga Agustus setiap dua minggu sekali. Tanaman kopi yang dirawat dengan baik biasanya sudah mulai berproduksi pada umur 2.5-3 bahkan empat tahun, tergantung pada iklim dan jenisnya. Tanaman kopi robusta biasanya sudah dapat berproduksi pada umur 2.5 tahun. Adapun kopi arabika dapat mulai berproduksi pada umur 2.5-3 tahun dan bahkan ada yang delapan bulan sudah menghasilkan jika menggunakan bibit vegetatif (Najiyati dan Danarti 1995).

Umur ekonomis kopi dapat mencapai 10-15 tahun. Kopi arabika dapat berproduksi hingga 10 tahun, sedangkan kopi robusta dapat mencapai 15 tahun. Tingkat produksi kopi sangat dipengaruhi oleh tingkat pemeliharaannya, seperti pemupukan, pemberantasan terhadap hama penyakit, dan juga pada pemilihan bibit (Najiyati dan Danarti 1995). Awalnya jumlah buah kopi yang dipanen masih sedikit. Setelah itu, jumlah buah kopi yang dipanen terus meningkat, dari panen tahun kedua hingga tahun ke-14. Satu pohon kopi dapat menghasilkan 1.5-2.5 kg biji kopi (green bean) per tahun. Dalam satu hektar perkebunan kopi, tenaga panen yang digunakan biasanya sebanyak 2-4 orang (Panggabean 2011).

(34)

16

1. Proses kering

Proses kering amat sederhana dan tidak memerlukan peralatan khusus. Setelah dipetik, kopi biasanya dikeringkan dengan cara dijemur selama 10 sampai 15 hari setelah itu kopi tersebut dikupas. Hampir semua kopi Arabika dari Brazil melalui proses kering dan kualitasnya tetap bagus karena kopi yang dipetik biasanya telah betul-betul matang atau berwarna merah.

2. Proses basah

Pada proses basah diperlukan peralatan khusus dan hanya bisa memproses biji kopi yang telah benar-benar matang. Proses jenis ini biasanya dilakukan oleh perkebunan besar dengan peralatan yang memadai termasuk mekanik yang memadai, sehingga mereka tidak tergantung pada cahaya matahari untuk mengeringkan kopi tersebut.

Pengolahan secara basah memiliki keunggulan dari pengolahan secara kering. Beberapa keunggulan tersebut adalah proses lebih cepat, kapasitas pengolahan lebih besar dan biji kopi yang dihasilkan mutunya relatif lebih baik. Sedangkan kelemahan pengolahan secara basah antara lain biaya pengolahan lebih mahal, memerlukan investasi sarana yang cukup mahal, dan menyebabkan pencemaran lingkungan karena air buangan pengolahan.

2.3 Bioetanol

Bioetanol merupakan senyawa alkohol yang diperoleh melalui proses fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme. Menurut Yudiarto (2008), bioetanol adalah etanol atau alkohol yang diproses dari bagian tertentu tumbuhan. Bioetanol dapat diolah dari berbagai sumber bahan baku yang mudah diperoleh. Sumber bioetanol adalah tanaman yang mengandung pati seperti umbi singkong, gula (batang tebu), dan serat selulosa (rumput dan jerami) (Yudiarto 2008). Menurut Chemiawan (2007), substrat yang dapat difermentasikan menjadi bioetanol ada tiga, yaitu:

(35)

17

2. Bahan-bahan berpati (starchy materials): tapioka, maizena, barley, gandum, padi, dan kentang. Jagung dan ubi kayu adalah dua kelompok substrat yang menarik perhatian. Sebanyak 11.7 kg tepung jagung dapat dikonversi menjadi tujuh liter etanol.

3. Bahan-bahan lignoselulosa (lignosellulosic material): sumber selulosa dan lignoselulosa berasal dari limbah pertanian dan kayu. Akan tetapi, hasil etanol dari lignoselulosa sedikit karena kurangnya teknologi untuk mengkonversi gula pentosa menjadi etanol. Sebanyak 409 liter etanol dapat diproduksi dari satu ton lignoselulosa.

Dalam dunia industri, etanol umumnya dipergunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk minuman keras, serta bahan baku farmasi dan kosmetika. Menurut Prihardana dan Samsuri (2008) berdasarkan kadar alkoholnya, etanol terbagi menjadi tiga grade sebagai berikut:

a. Grade industri dengan kadar alkohol 90-94%,

b. Netral dengan kadar alkohol 96-99.5%, umumnya digunakan untuk minuman keras atau bahan baku obat dalam industri farmasi,

c. Grade bahan bakar dengan kadar alkohol di atas 99.5%.

Secara umum produksi bioetanol mencakup tiga rangkaian proses yaitu, persiapan bahan baku, fermentasi dan pemurnian. Bahan baku bioetanol bisa diperoleh dari berbagai tanaman yang menghasilkan gula misal tebu dan molase dan juga tanaman penghasil pati atau tepung seperti jagung, singkong dan juga sagu. Pada tahapan persiapan, bahan baku berupa padatan harus dikonversi terlebih dahulu menjadi larutan gula sebelum akhirnya difermentasi untuk menghasilkan etanol, sedangkan bahan-bahan yang sudah dalam bentuk larutan gula misal molase dapat secara langsung difermentasi. Bahan padatan dikenai perlakuan pengecilan ukuran dan juga tahap pemasakan.

Tahap fermentasi merupakan tahap kedua dalam proses produksi bioetanol. Pada tahap ini terjadi proses pemecahan gula-gula sederhana menjadi etanol dengan melibatkan enzim dan ragi. Fermentasi dilakukan pada suhu sekitar 27-320C. Pada tahap ini akan dihasilkan gas CO2 sebagai by product dan sludge

sebagai limbahnya. Setelah melalui proses pemurnian, gas CO2 dapat digunakan

(36)

18

Tahap berikutnya adalah pemurnian bioetanol yang diperoleh. Tahap ini dilakukan dengan metode destilasi. Destilasi dilakukan pada suhu di atas titik didih etanol murni yaitu pada kisaran 78-1000C. Produk yang dihasilkan pada tahap ini memiliki kemurnian hingga 96%. Etanol hasil destilasi kemudian dikeringkan melalui metode purifikasi untuk meningkatkan kemurnian etanol hingga memenuhi spesifikasi bahan bakar ataupun untuk keperluan industri (Hambali et al. 2008).

2.4 Bioetanol dari Limbah Cair Kopi

Indonesia saat ini sedang mengalami defisit energi dengan volume defisit yang semakin meningkat. Hal ini terjadi karena konsumsi energi terus meningkat, namun sumber energi, khususnya yang tidak terbarukan, semakin menurun produksinya. Untuk mengatasi hal ini, pengembangan sumber energi terbarukan merupakan pilihan yang strategis. Sebagai bangsa yang besar dengan jumlah penduduk mencapai 249.9 juta jiwa pada tahun 2013 (World Bank 2014), Indonesia akan menghadapi masalah energi yang cukup mendasar bila tidak melakukan upaya diversifikasi bahan bakar dalam waktu 10-15 tahun mendatang. Pada tahun 2003, impor bersih BBM Indonesia mencapai 0.336 juta barel/hari atau sedikit lebih kecil dari produksi bagian kontraktor asing (Goenadi 2005). Impor bersih ini diperkirakan akan terus meningkat dengan semakin menurunnya produksi ladang-ladang minyak dan semakin meningkatnya konsumsi minyak masyarakat.

Defisit energi yang kini dialami Indonesia telah mendorong berbagai pihak untuk mengembangkan berbagai sumber energi terbaharukan. Salah satu sumber energi terbarukan adalah bioetanol. Menurut Demirbas T dan Demirbas A (2010), bioetanol dapat diproduksi dari bahan-bahan pangan yang mengandung selulosa, seperti batang jagung, jerami padi, tebu, pulp kayu, switchgrass, dan limbah padat perkotaan. Selain bahan-bahan tersebut bioetanol juga dapat dikembangkan dari limbah yang dihasilkan oleh sektor perkebunan. Salah satunya adalah limbah cair dari hasil pengolahan basah kulit kopi arabika.

(37)

19

International Coffee Organization (2014), Indonesia termasuk dalam lima besar negara produsen kopi di dunia. Pada tahun 2014, volume ekspor kopi Indonesia berada pada urutan keempat setelah Brasil, Vietnam, dan Colombia (International Coffee Organization 2014). Menurut data dari United States Department of Agriculture (2014), luas areal tanam kopi di Indonesia pada tahun 2013 dan 2014 adalah 1.24 juta hektar dengan produksi 9.5 juta GBE kopi.

Kulit buah (exocarp)

Kulit tanduk (endocarp)

Daging buah (mexocarp)

Kulit ari

Lembaga (endosperm) Keterangan gambar:

Sumber: Novita (2012)

Gambar 2 Struktur buah kopi

Struktur komponen penyusun kopi terdiri atas 60% pulp dan lendir serta 40% biji buah (Novita 2012) (Gambar 2). Biji buah kopi terdiri atas dua bagian, yaitu kulit biji dan putih lembaga. Proses pengolahan kering dari buah kopi menjadi biji dilakukan dengan mengupas lapisan kulit buah (exocarp), daging buah (mesocrap), dan kulit tanduk (endocarp). Ketiga lapisan yang terkupas ini disebut limbah kulit kopi (husk). Sedangkan limbah cair kopi dihasilkan dari proses pengolahan basah.

(38)

20

Limbah cair kopi sangat besar volumenya di perkebunan kopi rakyat di Desa Sukorejo, Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso. Limbah cair tersebut sangat potensial untuk dikembangkan menjadi sumber bahan bakar alternatif. Limbah cair kopi yang sehari-harinya dibuang tanpa ada pengolahan lebih lanjut, dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol dengan menggunakan teknologi yang mudah diterapkan di daerah perkebunan kopi rakyat tersebut.

2.5 Tinjauan Studi Terdahulu

Penelitian mengenai kelayakan usaha pengolahan bioetanol telah dilakukan sebelumnya, namun antara penelitian tersebut memiliki persamaan dan perbedaan tersendiri.

Penelitian Fransiska Eka Damayati (2008) membahas mengenai Kelayakan Usaha Bioetanol Ubi Kayu dan Molases di Kecamatan Cicurug, Sukabumi. Penelitian ini menganalisis Kelayakan Usaha Bioetanol Ubi Kayu dan Molases di Kecamatan Cicurug, Sukabumi dari aspek finansial dan non finansial yaitu aspek pasar, teknis, manajemen, sosial, dan lingkungan dari usaha bioetanol ubi kayu dan molasses. Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk menganalisis kelayakan usaha bioetanol ubi kayu dan molases, yaitu aspek pasar, teknis, manajemen, sosial, lingkungan dan finansial. Aspek finansial yang dianalisis meliputi: Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C, Payback Period (PP) dan analisis Switching Value.

(39)

21

Analisis Switching Value dilakukan dengan menganalisis perubahan dua variabel, yaitu kenaikan harga bahan baku dan penurunan volume produksi. Pada usaha bioetanol ubi kayu layak untuk dilaksanakan sampai kenaikan harga ubi kayu sebesar 53.54% serta penurunan produksi sebesar 20.88%. Pada usaha bioetanol molasses layak untuk dilaksanakan sampai kenaikan harga molases sebesar 64.54% serta penurunan volume produksi sebesar 33.56%. Dari hasil analisis switching value dapat diketahui bahwa usaha bioetanol ubi kayu lebih peka terhadap variabel perubahan dibandingkan dengan usaha bioetanol molases.

Penelitian yang dilakukan oleh Rita Nurmalina Suryana, Tintin Sarianti, dan Feryanto pada tahun 2012 menganalisis mengenai kelayakan industri kecil bioetanol berbahan baku molases di Jawa Tengah. Tujuan dari kajian ini adalah (1) menganalisis kegiatan proses produksi bioetanol berbahan dasar molases di Provinsi Jawa Tengah dan (2) menganalisis kelayakan pada aspek non finansial dan aspek finansial dari kegiatan proses produksi bioetano berbahan dasar molases. Dalam menganalisis kelayakan finansial digunakan kriteria investasi yaitu Net Present Value, Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio, dan Discounted Payback Period, serta untuk mengetahui sejauh mana perubahan maksimum dalam tiap komponen biaya dan manfaat dalam kegiatan pengolahan bioetanol berbahan dasar molases digunakan analisis Switching Value.

(40)
(41)

TC

TVC

TFC

0 Keluaran

B

iaya

BAB 3

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Teori Biaya dan Manfaat

Melakukan analisis kelayakan proyek pertanian adalah dengan membandingkan biaya-biaya dengan manfaatnya, kemudian menentukan kelayakan keuntungan proyek yang akan dilaksanakan. Dalam menganalisis suatu usaha, tujuan analisis harus disertai dengan definisi-definisi mengenai biaya-biaya dan manfaat-manfaat. Secara sederhana suatu biaya adalah segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan usaha, dan suatu manfaat adalah segala sesuatu yang membantu suatu tujuan (Nurmalina et al. 2010). Gittinger (1986) mendefinisikan biaya adalah segala sesuatu yang dapat mengurangi tujuan dari usaha yang dijalankan. Biaya tersebut mencakup biaya yang dikeluarkan sebelum usaha berjalan maupun biaya untuk kegiatan operasional selama usaha berlangsung. Bagi perusahaan yang kegiatannya memproduksi barang, biaya adalah nilai input yang digunakan untuk memproduksi output-nya (Lipsey et al. 1993).

Sumber: Lipsey et al. (1993)

Gambar 3 Fungsi biaya

(42)

24

volume produksi. Biaya total (Total Cost) adalah penjumlahan dari biaya tetap total (Total Fixed Costs) dan biaya variabel total (Total Variable Costs). Biaya dapat dibedakan menjadi:

1. Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan dana investasi yang bersifat jangka panjang. Contoh biaya modal seperti dana yang dikeluarkan untuk pengadaan mesin, tanah, maupun gudang. Biaya modal umumnya dikeluarkan dalam jumlah besar dan dikeluarkan untuk mempersiapkan berbagai kebutuhan fundamental suatu proyek.

2. Biaya Tetap

Biaya tetap adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, namun besarnya tidak dipengaruhi oleh perubahan output ataupun input yang digunakan selama produksi.

3. Biaya Variabel

Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat proyek mulai berjalan. Biaya variabel digunakan untuk mendanai berbagai keperluan operasional dalam suatu proyek, seperti pembelian input bahan baku atau upah tenaga kerja. Biaya variabel akan dikeluarkan setiap kali melakukan suatu proses produksi, dan besarannya berubah-ubah mengikuti perubahan jumlah produksi.

4. Biaya lainnya, yaitu biaya yang dikeluarkan dalam suatu proyek di luar biaya modal dan biaya operasional, contohnya seperti pajak.

Menurut Ibrahim (1998) biaya dalam evaluasi proyek umumnya dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung adalah biaya yang berhubungan langsung dengan kepentingan proyek, seperti biaya investasi, biaya operasi, dan biaya pemeliharaan proyek. Biaya tidak langsung adalah biaya yang perlu diperhitungkan dalam analisis proyek, seperti biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi dampak negatif yang disebabkan oleh proyek.

(43)

25

pencapaian tujuan suatu proyek. Menurut Ibrahim (1998) berdasarkan sifatnya manfaat dibedakan menjadi dua:

1. Manfaat langsung (direct benefits)

Manfaat langsung adalah manfaat yang diterima dari adanya suatu proyek, dimana manfaat ini merupakan tujuan utama yang ingin di dapat dari proyek tersebut.

2. Manfaat tidak langsung (indirect benefits)

Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang timbul sebagai dampak yang bersifat multiplier effects dari adanya suatu proyek.

Pada usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol tentunya juga terdapat biaya-biaya yang dikeluarkan dan manfaat-manfaat yang diterima dari kegiatan tersebut. Biaya tetap yang dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan ini adalah seperti biaya tenaga kerja, listrik, dan penggunaan air. Sedangkan biaya variabel yang dikeluarkan adalah seperti biaya pembelian bahan baku dan biaya operasional untuk menjalankan peralatan pengolah biji kopi arabika dan bioetanol. Manfaat yang didapat dari usaha pengolahan kopi dan bioetanol adalah biji kopi arabika olahan dan bahan bakar alternatif berupa bioetanol.

3.1.2 Studi Kelayakan Usaha

Kegiatan usaha atau proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang/biaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan secara logika merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan, dan pelaksanaan dalam satu unit (Gittinger 1986). Secara umum usaha/proyek pasti membutuhkan uang (biaya) yang dikeluarkan demi keberlangsungan suatu proyek dan diharapkan dapat menghasilkan manfaat. Gittinger (1986) juga mengungkapkan bahwa kegiatan pertanian merupakan suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan atau manfaat setelah beberapa Period waktu.

(44)

26

dilaksanakan (Nurmalina et al. 2010). Studi kelayakan usaha merupakan landasan untuk menentukan apakah suatu usaha/proyek layak untuk dilaksanakan. Studi kelayakan usaha sangat diperlukan bagi investor sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam memulai suatu kegiatan usaha/proyek.

3.1.3 Aspek-aspek Persiapan dan Analisis Proyek

Untuk dapat merencanakan dan menganalisis proyek secara efektif, perlu diperhatikan aspek-aspek yang secara bersamaan menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi. Seluruh aspek ini saling berhubungan satu dengan lainnya, dan suatu putusan terhadap suatu aspek akan mempengaruhi putusan-putusan terhadap aspek-aspek lainnya. Menurut Ripman (1964) dalam Gittinger (1986), analisis dan persiapan proyek terbagi dalam enam aspek yaitu aspek teknis, institusional-organisasi-manajerial, sosial, komersial, finansial, dan ekonomi.

1. Aspek-aspek teknis

Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan usaha secara teknis dan pengoperasiannya setelah usaha tersebut selesai dibangun. Analisis secara teknis berhubungan dengan input proyek dan output berupa barang-barang nyata dan jasa. Analisis secara teknis akan menguji hubungan-hubungan teknis yang mungkin berlangsung dalam suatu proyek, sehingga dapat menentukan hasil-hasil yang potensial di areal proyek. Analisis teknis juga menguji fasilitas-fasilitas pemasaran dan penyimpanan untuk menunjang pelaksanaan proyek, dan pengujian sistem-sistem pengolahan yang dibutuhkan (Gittinger 1986).

2. Aspek-aspek institusional-organisasi-manajerial

(45)

27

Masalah manajerial merupakan hal yang menentukan dalam perancangan dan pelaksanaan proyek yang baik (Gittinger 1986).

3. Aspek-aspek sosial

Pola dan kebiasaan-kebiasaan sosial perlu dipertimbangkan dalam persiapan proyek agar dapat ditentukan apakah proyek tersebut tanggap terhadap keadaan sosial yang terjadi di areal proyek. Pihak pemerintah menekankan pembangunan proyek yang sesuai dengan karakteristik sosial daerah tempat proyek dilaksanakan karena alasan sosial. Analisis proyek akan mempertimbangkan secara teliti pengaruh yang merugikan suatu proyek pada golongan-golongan tertentu di daerah-daerah tertentu (Gittinger 1986).

4. Aspek-aspek komersial

Aspek komersial dalam suatu proyek adalah rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan demi keberlangsungan proyek. Dari sudut pandang output, analisis pasar sangat penting untuk melihat suatu daerah yang memiliki permintaan paling potensial terhadap output yang ditawarkan. Dari sudut input, membuat rencana yang tepat untuk meyakinkan ketersediaan input produksi. Aspek komersial juga menyangkut masalah peraturan usaha untuk memperoleh peralatan dan perbekalan (Gittinger 1986).

5. Aspek-aspek finansial

(46)

28

6. Aspek-aspek ekonomi

Aspek ekonomi menerangkan persiapan dan analisis proyek membutuhkan pengetahuan apakah suatu proyek yang diusulkan akan berkontribusi secara nyata terhadap pembangunan perekonomian secara keseluruhan.

3.1.4 Analisis Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan merinci biaya yang dikeluarkan maupun manfaat yang diterima melalui arus kas (cash flow). Setelah itu analisis finansial dari suatu usaha dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria investasi.

1. Arus Kas (Cash flow)

Penerimaan dan pengeluaran dalam proyek merupakan komponen yang sangat penting untuk melihat aktivitas yang berlangsung dalam proyek tersebut. Aliran penerimaan (inflow) dan pengeluaran (outflow) tersebut dikenal dengan istilah aliran kas (cash flow), yaitu aktivitas keuangan yang mempengaruhi kondisi kas pada suatu Period tertentu (Nurmalina et al. 2010). Suatu cash flow terdiri dari beberapa unsur yaitu:

i. Arus penerimaan (Inflow)

Arus penerimaan atau inflow di dalamnya akan dimasukkan setiap komponen yang merupakan pemasukan dalam usaha. Komponen yang termasuk ke dalam inflow antara lain: nilai produksi total, penerimaan pinjaman, bantuan, nilai sewa, salvage value (Nurmalina et al. 2010). ii. Arus pengeluaran (Outflow)

Arus pengeluran adalah aliran yang menunjukkan pengurangan pada kas, akibat biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatan usaha. Komponen yang terdapat dalam outflow diantaranya: biaya investasi, biaya operasional (biaya tetap maupun biaya variabel), dan biaya lainnya yang telah dikeluarkan (Nurmalina et al. 2010).

iii. Manfaat bersih (Net benefit)

(47)

29

2. Kriteria investasi

Studi kelayakan usaha pada dasarnya bertujuan untuk menentukan kelayakan usaha/proyek berdasarkan kriteria investasi (Nurmalina et al. 2010). Menurut Nurmalina et al. (2010) beberapa kriteria investasi diantaranya sebagai berikut:

i. NPV (Net Present Value)

Perhitungan NPV dilakukan untuk mengetahui keuntungan bersih yang diperoleh dari suatu usaha (Nurmalina et al. 2010). Menurut Sinaga (2009) Net Present Value adalah selisih arus penerimaan dan pengeluaran selama umur proyek (masa waktu pembangunan proyek ditambah masa operasional selama umur ekonomisnya) yang sudah dihitung dengan nilainya sekarang (present value) dengan menggunakan discount factor. Pada penelitian ini, perhitungan NPV dilakukan untuk mengetahui keuntungan bersih yang diperoleh dari usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol. Jika NPV menghasilkan nilai positif (NPV ≥ 0), maka investasi yang akan dilakukan dapat dijalankan atau diteruskan. Namun, jika NPV tersebut bernilai negatif maka investasi yang dilakukan tidak layak untuk dijalankan.

ii. IRR (Internal Rate of Return)

(48)

30

IRR yang diperoleh lebih besar atau sama dengan tingkat discount rate (IRR ≥ discount rate), sedangkan jika IRR lebih kecil dari tingkat discount rate maka proyek tersebut tidak layak dilaksanakan.

iii. Net B/C (Net Benefit Cost Ratio)

Perhitungan Net B/C berfungsi untuk melihat perbandingan antara jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan pada usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol dengan keseluruhan jumlah manfaat yang diperoleh. Proyek ini dikatakan layak, jika perhitungan Net B/C yang dilakukan menghasilkan nilai yang lebih besar atau sama dengan satu (Net B/C ≥ 1).

iv. PP (Payback Period)

Perhitungan Payback Period (PP) pada usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol bertujuan untuk mengetahui waktu atau Period pengembalian dari nilai total investasi yang dikeluarkan pada umur usaha. Usaha ini dikatakan layak jika nilai PP kurang dari umur usaha (PP < umur usaha).

3.1.5 Perhitungan Incremental Net Benefit

Usaha pada sektor pertanian atau perkebunan, kerap kali didirikan dengan penambahan manfaat bersih (Incremental Net Benefit), yaitu manfaat bersih dengan usaha (net benefit with business) dikurangi dengan manfaat bersih tanpa usaha (net benefit without business). Hal ini dimungkinkan karena ada faktor produksi atau nilai investasi yang tidak digunakan atau belum termanfaatkan, sehingga pada pelaksanaan usaha belum diketahui manfaatnya bagi usaha yang dijalankan (Nurmalina et al. 2010).

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

(49)

31

sumber energi potensial yang sifatnya terbarukan adalah biomassa. Biomassa merupakan satu-satunya energi terbarukan yang dapat dengan mudah diolah menjadi bahan bakar (Tambunan et al. 2012).

Kegiatan pengolahan limbah cair kopi menjadi bioetanol memiliki peluang yang sangat baik. Indonesia merupakan negara produsen kopi terbesar ketiga di dunia, sehingga potensi ketersediaan limbah cair kopi sangat besar. Melalui pengolahan limbah cair kopi menjadi bioetanol, pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah cair kopi dapat ditanggulangi. Selain itu, kegiatan tersebut dapat mendorong kemandirian energi di sektor perkebunan terutama kopi. Saat ini belum banyak pihak yang melakukan pengolahan limbah cair kopi untuk menjadi bioetanol. Kebanyakan unit-unit pengolahan kopi selaku pihak yang menghasilkan limbah cair kopi dari proses pengolahan membuang begitu saja limbah kopi yang mereka hasilkan. Salah satu unit pengolahan kopi yang memiliki potensi untuk dijadikan tempat memulai dilakukannya pengolahan limbah cair kopi menjadi bioetanol adalah unit pengolahan kopi arabika milik kelompok pekebun kopi Usaha Tani Empat di Desa Sukorejo, Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso.

(50)

32

Penelitian ini akan membahas aspek finansial dan aspek non finansial pada usaha pengolahan kopi arabika milik Usaha Tani Empat yang menghasilkan biji kopi arabika dan bioetanol. Aspek non finansial meliputi aspek komersial, aspek teknis, dan aspek institusional-organisasi-manajerial. Aspek-aspek non finansial tersebut akan dipaparkan secara deskriptif. Analisis terhadap aspek finansial akan dilakukan dengan merinci semua pengeluaran maupun penerimaan yang disusun pada arus kas (cash flow) usaha pengolahan kopi arabika tanpa adanya pengolahan bioetanol dan usaha pengolahan kopi arabika dengan adanya pengolahan bioetanol. Kemudian, dilakukan analisis kelayakan usaha terhadap kedua kondisi usaha tersebut menggunakan perhitungan kriteria investasi yang terdiri dari: Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C serta Payback Period (PP).

Setelah melakukan analisis kelayakan secara finansial dan didapatkan hasil mengenai kelayakan usaha pengolahan kopi arabika tanpa adanya pengolahan bioetanol serta usaha pengolahan kopi arabika dengan adanya pengolahan bioetanol, perhitungan Incremental Net Benefit dilakukan. Perhitungan tersebut dilakukan untuk melihat besarnya manfaat tambahan yang diperoleh usaha pengolahan kopi arabika, karena adanya kegiatan pengolahan bioetanol yang memanfaatkan limbah cair kopi arabika.

(51)
(52)
(53)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksakan di unit pengolahan kopi arabika milik kelompok pekebun kopi Usaha Tani Empat di Desa Sukorejo, Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), didasarkan pada pertimbangan bahwa Desa Sukorejo merupakan sentra produksi kopi di Kabupaten Bondowoso. Selain itu, di unit pengolahan kopi arabika Usaha Tani Empat telah direncanakan kegiatan pengolahan limbah cair kopi untuk menghasilkan bioetanol. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2015.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan terbagi kedalam dua bagian yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dengan metode wawancara kepada ketua kelompok pekebun kopi Usaha Tani Empat, pengurus Koperasi Rejo Tani Kecamatan Sumberwringin, para petani kopi di Desa Sukorejo, Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso, serta kepala program kegiatan pengolahan limbah cair kopi menjadi bioetanol. Sedangkan data sekunder didapat dari laporan yang telah dipublikasikan maupun laporan yang tidak dipublikasikan yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bondowoso, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bondowoso, penelitian terdahulu dan literatur yang terkait dengan penelitian, serta media internet.

4.3 Metode Pengumpulan Data

(54)

36

bioetanol. Data juga dikumpulkan melalui penelusuran pustaka ataupun literatur di perpustakaan Institut Pertanian Bogor, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, instansi terkait, dan media internet.

4.4 Metode Pengolahan Data

Data serta informasi yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan bantuan komputer, yakni program Microsoft Excel 2010. Data dan informasi tersebut sebelumnya dikelompokkan kedalam biaya dan manfaat, kemudian dilakukan analisis secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi aspek-aspek non finansial pada usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol Usaha Tani Empat. Identifikasi dilakukan untuk memberikan gambaran umum mengenai kondisi aspek-aspek non finansial pada usaha tersebut. Analisis kuantitatif dilakukan untuk menilai kelayakan usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol Usaha Tani Empat secara finansial, yakni dengan melakukan perhitungan kriteria investasi.

4.5 Analisis Data

4.5.1 Identifikasi Aspek-aspek Non-Finansial

Penelitian ini akan mengidentifikasi aspek-aspek non finansial pada usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol Usaha Tani Empat. Aspek-aspek non finansial tersebut mencakup aspek komersial, aspek teknis, dan aspek institusional-organisasi-manajerial. Pada aspek teknis, variabel-variabel yang akan diidentifikasi meliputi sumberdaya produksi, penyediaan input produksi, teknik produksi yang digunakan Usaha Tani Empat untuk memproduksi biji kopi arabika serta mengolah limbah cair kopi arabika menjadi bioetanol, dan lokasi usaha.

(55)

37

produk yang dihasilkan Usaha Tani Empat berupa biji kopi arabika dan bioetanol yang akan menunjukkan adanya peluang pasar serta pemasaran output.

4.5.2 Komponen Biaya dan Manfaat

Analisis dilakukan dengan mengelompokkan data yang diperoleh dalam komponen biaya dan manfaat. Komponen biaya adalah semua pengeluaran secara ekonomi yang dikeluarkan oleh usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol Usaha Tani Empat. Pengeluaran ini terdiri dari biaya investasi (meliputi biaya pengadaan tanah, bangunan unit pengolahan, mesin, alat transportasi, dan peralatan), biaya tetap (meliputi upah tenaga kerja, listrik, dan penggunaan air), dan biaya variabel (meliputi biaya pembelian pupuk, biji kopi arabika gelondongan, isi ulang LPG 3 kg, ragi roti, serta bensin dan solar). Sedangkan yang termasuk kedalam komponen manfaat adalah segala bentuk pemasukan yang diperoleh dari usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol Usaha Tani Empat, baik hasil penjualan biji kopi arabika, penghematan biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi biji kopi jika memanfaatkan bioetanol yang dihasilkan, dan penjualan bioetanol yang dihasilkan jika bioetanol tersebut dijual.

4.5.3 Analisis Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan finansial memandang suatu proyek dari sudut private (peserta proyek). Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan melakukan perhitungan secara finansial untuk mengetahui kelayakan usaha dari sudut pandang pelaku usaha (private). Perhitungan secara finansial ini menggunakan komponen biaya dan manfaat untuk memudahkan pengelompokkan kedua bagian tersebut dan juga menggunakan kriteria investasi untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha secara kuantitatif.

4.5.4 Kriteria Investasi

Menurut Nurmalina et al. (2010) metode yang dapat dipakai dalam penilaian aliran kas dari suatu investasi, atau yang biasa disebut dengan kriteria investasi, antara lain:

1. Net Present Value (NPV)

(56)

38

pengolahan kopi arabika dan bioetanol Usaha Tani Empat dinyatakan layak jika nilai NPV lebih besar atau sama dengan nol (NPV ≥ 0) yang artinya usaha tersebut menguntungkan. Secara matematis, perhitungan NPV dapat dirumuskan sebagai berikut:

2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)

Net B/C Ratio adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat yang bernilai negatif. Rasio ini diperoleh dengan membagi nilai sekarang (present value) arus manfaat dengan nilai sekarang arus biaya, yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara jumlah biaya yang dikeluarkan pada usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol Usaha Tani Empat terhadap manfaat yang akan diperolehnya. Secara matematis, perhitungan Net B/C Ratio dapat dirumuskan sebagai berikut:

... (3)

Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar untuk sumberdaya yang digunakan oleh usaha pengolahan kopi arabika dan bioetanol Usaha Tani Empat. IRR dapat digunakan untuk menunjukkan seberapa besar tingkat pengembalian usaha pengolahan kopi

Gambar

Gambar 1  Konsumsi (■) dan produksi (●) minyak bumi Indonesia
Gambar 3  Fungsi biaya
Gambar 4  Kerangka pemikiran operasional
Gambar 5  Struktur organisasi kelompok pekebun kopi Usaha Tani Empat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung dan menganalisis aspek finansial dari unit pengolahan limbah cair PT Pup&#34;k Kujang dengan rnikroalga Chlorella

Mesin pulper yang digunakan pada usaha pengolahan biji kopi ini berjumlah 2 unit dengan kapasitas 100 kg/jam dan jam kerja selama 5 jam/hari, maka dapat diketahui total bahan

Analisis kelayakan finansial difokuskan pada Kelompok Usaha Bersama yang mendapatkan bantuan investasi seperti usaha pengolahan kopi KUB Robusta Akur dimana investasi yang

Flavor kopi biji arabika sangrai seduh yang disukai panelis adalah pada perlakuan fermentasi selama 48 jam dengan wadah ember Desa Pedati dan Sukosawah.. Hasil perpaduan uji

Skripsi berjudul: Analisis Kelayakan Finansial dan Strategi Pengembangan Usaha Pengolahan Kopi Robusta KSU Buah Ketakasi di Desa Sidomulyo Kecamatan Silo Kabupaten

menyatakan dengan sesungguhya bahwa karya tulis ilmiah yang berjudul Peningkatan Keamanan Limbah Cair Pengolahan Kopi Biji Secara Semi Basah dengan Perlakuan

Perencanaan dan Desain Unit Pengolahan Limbah Kopi Hasil Proses Semi Basah (Studi Kasus di Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember); Erik Kristanto,

Debit air limbah pengolahan kopi di unit pengolahan kopi rakyat Ketakasi Sidomulyo Parameter Nilai Kuantitas Air Limbah sesuai Baku Mutu Permen LH No 5 Tahun 2014 30 m3/ton