• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layang Di Perairan Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Desain Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layang Di Perairan Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN LAYANG

DI PERAIRANKABUPATEN DONGGALA

SULAWESI TENGAH

ANDI HERYANTI RUKKA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Desain Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layang di Kabupaten Donggala adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

ANDI HERYANTI RUKKA. Desain Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layang di Perairan Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO, JOHN HALUAN, A. MASYAHORO dan MUSTARUDDIN.

Nelayan Kabupten Donggala mayoritas adalah nelayan tradisional yang menggunakan alat tangkap sederhana seperti purse seine, pukat pantai, pancing, gillnet dan payang. Adapun jenis-jenis hasil tangkapannya berupa ikan pelagis seperti cakalang (Katsuwonus pelamis), ikan layang (Decapterus ruselli) ikan selar (Selaroides leptolepis), teri (Stolephorus indicus), tembang (Sardinella fimbriata), lemuru (Sardinella longiceps) dan kembung (Rastrelliger spp). Namun yang paling dominan tertangkap di perairan sekitar Kabupaten Donggala adalah ikan layang (Decapterus ruselli). Ikan laying merupakan ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis penting yang banyak diminati masyarakat. Ikan laying memiliki rasa yang enak dengan kandungan protein yang tinggi, dan banyak dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menyusun strategi pemanfaatan perikanan layang diperairan Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam perencanaan pembangunan perikanan tangkap baik oleh pemerintah maupun masyarakat.

Waktu penelitian dilakukan pada bulan April 2014 - Mei 2015 yang bertempat di Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Metode pengambilan data yaitu melalui observasi dan wawancara. Pengambilan datadilakukan terhadap pihak-pihak yang benar-benar mewakili (puposive sampling). Jenis data terdiri atas dua yaitu data primer meliputi rata-rata jumlah trip, produksi, alat tangkap dan hasil tangkapan dan data sekunder meliputi data hasil tangkapan 5 tahun terakhir, jumlah trip, jumlah alat tangkap dan data hasil tangkapan per alat tangkap.

Analisis data dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis stok sumberdaya ikan, analisis pemilihan alat yang dapat dikembangkan dan analisis SWOT dalam menganalisis penyusunan strategi.

Berdasarkan hasil dari analisis mengestimasi sumberdaya ikan layang di Kabupaten Donggala maka perairan Donggala memiliki produksi lestari (Hmsy) sebesar 166,87 ton/tahun dengan effort optimal sebesar 1425 trip/tahun. Alat tangkap yang perlu dikembangkan dan mendapat prioritas adalah alat tangkap gillnet. Hasil analisis SWOT didapatkan alternatif rumusan strategi dalam pemanfaatan ikan layang di Kabupaten Donggala adalah ; 1) Mengoptimalkan fungsi cold storage, 2) Pemberian penyuluhan kepada nelayan secara berkala, 3) Koperasi dikelola dengan baik, agar nelayan bisa mendapatkan modal usaha dengan bunga ringan, 4) Pengaturan nelayan andon agar tidak terjadi konflik, 5) Perluasan daerah penangkapan, 6) Mengatur lokasi yang dijadikan untuk dermaga kapal tongkang yang membawa hasil penambangan.

(5)

SUMMARY

ANDI HERYANTI RUKKA. Design Utilization of Indian Scad Resources in DonggalaWaters, Central Sulawesi. Supervised by SUGENG HARI WISUDO, JOHN HALUAN, A. MASYAHORO and MUSTARUDDIN.

Fishermen in Donggala Regency majority are traditional fishermen using simple fishing gear such as purse seine, beach seines, hand line, gillnet and seine. As for the types of their pelagic fish catch such as skipjack (Katsuwonus pelamis), indian scad (Decapterus russelli), trevally fish (Selaroides leptolepis), anchovy (Stolephorus indicus), sardine (Sardinella fimbriata), scad (Sardinella longiceps) and mackerel (Rastrelliger spp) . However, the most dominant caught in the waters around Donggala is indian scad (Decapterus russelli). Indian scad is a small pelagic fish that has an important economic value and high deman. Indian scad has a good flavor with a high protein content, and widely consumed in fresh and processed form .

The general objective of this research is to develop strategies for the utilization of indian scad fisheries Donggala waters, Central Sulawesi. This can be used as a reference in fisheries development planning by both government and society .

The research was conducted in April 2014 - May 2015 in Donggala, Central Sulawesi. Methods of collecting data through observation and interviews. Data was taken against those who truly represent (purposive sampling). This type of data consists of two primary data and secondary .

Data analysis was done in this research is descriptive analysis, analysis of the stock of fish, election analysis tools that can be developed and SWOT analysis in analyzing the strategy formulation.

Based on the results of the analysis of the resource estimate fish float in the Donggala waters has a sustainable production ( Hmsy ) amounted to 166.87 tons/year with optimal effort for 1425 trips/year . Gear need to be developed and given priority is the gillnet fishing gear . SWOT analysis results obtained alternative formulation of strategies in the utilization of fish float in Donggala is ; 1) Optimize function of cold storage, 2) Providing counseling to fishermen regularly, 3) Cooperation must be well managed, so that fishermen can obtain capital at low interest rate, 4) Setting fishermen andon to avoid conflicts, 5) Expansion of fishing areas, 6) Optimizing the amount of fishing gear that operates in Donggala .

(6)

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

DESAIN PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN

LAYANG DI PERAIRAN KABUPATEN DONGGALA

SULAWESI TENGAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)

PengujipadaUjianTertutup: 1. Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar MSi 2. Dr Ir H. Marjani Sultan MSi

(9)

Judul Disertasi : Desain Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layang di Perairan Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah.

Nama : Andi Heryanti Rukka

NIM : C462110021

Disetujui Oleh KomisiPembimbing

Dr Ir Sugeng Hari Wisudo MSi Prof Dr Ir John Haluan MSc Ketua Anggota

Dr Ir A. Masyahoro MSi Dr Mustaruddin STP Anggota Anggota

Diketahui oleh :

Ketua Program Studi TeknologiPerikananLaut

DekanSekolahPascasarjana

Prof DrIrMulyono SBaskoro MSc DrIrDahrulSyah MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan dengan judul Desain Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layang di Perairan Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr Ir Sugeng Hari Wisudo MSi, Prof Dr Ir John Haluan MSc, Dr Ir A. Masyahoro, MSi dan Dr Mustaruddin STP sebagai komisi pembimbing yang telah banyak memberi sarandan arahan sehingga disertasi ini dapat terselesaikan.

2. Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar MSi sebagai dosen penguji di luar komisi dan Dr Ir Marjani Sultan MSi sebagai penguji eksternal.

3. Rektor, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan staf, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelutan, Ketua Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap (SPT) beserta Bapak ibu Dosen SPT atas segala perhatian, motivasi ilmu yang diberikan dan penyedia fasilitas selama penulis melaksanakan pendidikan di IPB.

4. Kementrian Pendidikan Nasional yang telah memberikan bantuan dana pendidikan Pasca Sarjana BPPS.

5. Prof Dr Ir Muhammad Basir SE MS, selaku Rektor Universitas Tadulako yang telah memberikan ijin tugas belajar dan biaya transport kepada penulis.

6. Teman sejawat Dosen Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Tadulako 7. Kepala dan staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Palu dan Kabupaten Donggala. 8. Kepala Pelabuhan Perikanan Ikan dan staf Kabupaten Donggala.

9. Orang tuaku Bapak Hendrik Rukka (Alm) dan Ibu Hj. Andi Marwiyah Binti Pattahalang Karaeng Lassa beserta Bapak dan ibu Mertua Almarhum Usman Manggasi dan Eng Tumbelaka, atas segala curahan kasih sayang, perhatian, dorongan, didikan dan do’anya kepada penulis.

10. Suamiku tercinta Sonny Manggasi dan anakku tersayang Hani Soerya Mufti Manggasi dan Adni Batrisyia Manggasi atas segala bantuan dorongan, perhatian dan pengertiannya serta do’anya kepada penulis sehingga disertasi ini bisa terselesaikan.

11. Kakak-kakakku tersayang (Ir A. Hermaya Rukka MSi & Ir Makmur Lateng, A.Herlina Rukka SKM (Alm) & Arman Sukara SKM MKes, Bambang Hermanto Rukka (Alm), A.Hernawaty Rukka SIP MSi & Nuryamin Surur SE serta A.Hernaningsih Rukka SKM M.Adm.Kes & A.Luha Alang S.Sos M.Hum) atas segala dukungan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan disertasi.

12. Teman-teman seperjuangan Naslina Alimina, Wawan Oktariza, Nasirin, Benny Jeujenan, Syawal dan Eis Purwamijaya (Alm) serta Agnes Puspitasari, Mercy Patanda, Soraya Gigentika, Rijal, Cesar dan Suardi atas bantuan dan dorongannya selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

13. Teman-teman kost Griya Anantha ; Norma K, Suci, Mardiana, Roma, Lolo, Lisna Sri, Clara dan Karin.

14. Pengasuh/asisten dalam mengurus rumah dan mengurus anak-anakku, Almarhumah ibu Ndang, Bude Shinta, Teh Sri, Teh Nur, Mpok Yana dan Teh Asih beserta warga RT.01 RW.05 Cikande Permai Serang Banten yang penuh perhatian terhadap keluarga penulis sehingga penulis bisa beraktifitas dalam menyelesaikan disertasi ini.

Penulis mengakui bahwa disertasi ini masih banyak kekurangan, sehingga saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan agar kedepannya bisa menjadi lebih baik.Semoga disertasi ini bermanfaat, Amin.

(11)
(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 5

Kerangka Pemikiran 5

Metode Penelitian 7

Pengumpulan Data 8

Analisis Data 8

Analisis Sistem 9

2 KEADAAN UMUM KABUPATEN DONGGALA 11 Keadaan Geografis 11

Keadaan Iklim 11

Kondisi Ekonomi 12

Kondisi Perikanan Tangkap 12

3 ESTIMASI POTENSI SUMBERDAYA IKAN LAYANG 17 Pendahuluan 17 Tujuan Penelitian 17 Metode Penelitian 18 Analisis Data 18

Hasil Pembahasan 21

Kesimpulan 24

4 SELEKSI ALAT TANGKAP UNGGULAN 25 Pendahuluan 25 Tujuan Penelitian 26

Metode Penelitian 27

Hasil dan Pembahasan 28

Kesimpulan 34 5 ALOKASI UNIT PENANGKAPAN IKAN LAYANG 35 Pendahuluan 35 Tujuan Penelitian 35

Metode Penelitian 36

Hasil dan Pembahasan 38

Kesimpulan 40 6 STRATEGI PEMANFAATAN IKAN LAYANG 41

Pendahuluan 41

Tujuan Penelitian 42

Metode Penelitian 42

(13)

7 PEMBAHASAN UMUM 51

8 SIMPULAN DAN SARAN 58

DAFTAR PUSTAKA 59

LAMPIRAN 65

(14)

DAFTAR TABEL

1 Batas wilayah 11

2 Jumlah rumah tangga perikanan 13

3 Jumlah kapal perikanan 13

4 Analisis kebutuhan pelaku sistem 14

5 Produksi ikan layang tiap alat tangkap 22

6 Hasil penilaian aspek biologi 29

7 Hasil penilaian aspek teknologi 30

8 Hasil penilaian aspek sosial ekonomi 30

9 Hasil penilaian aspek lingkungan 31

10 Gabungan aspek penilaian berdasarkan CCRF 32

11 Standardisasi hasil penilaian semua aspek 32

12 Matriks evaluasi faktor internal (IFAS) 44

13 Matriks evaluasi faktor eksternal (EFAS) 45

14 Matriks analisis lingkungan internal di PPI Donggala 47

15 Matriks analisis lingkungan eksternal di PPI Donggala 48

16 Analisis SWOT 50

17 Hasil rumusan alternatif strategi SWOT 51

DAFTAR GAMBAR

1 Peta Kabupaten Donggala 2 2 Diagram kerangka pemikiran 6 3 Diagram alir penelitian 7 4 Diagram Sebab akibat 15 5 Diagram input-output 16 6 Produksi ikan layang dari tahun 2010 - 2014 22 7 Kurva produksi lestari (MSY) 2Error! Bookmark not defined. 8 Diagram analisis SWOT 45 9 Diagram Cartesius 49 10 Desain pemanfaatan ikan layang di Kabupaten Donggala 57

DAFTAR LAMPIRAN

1 CPUE tiap alat tangkap 67 2 Fishing Power Indeks (FPI) dan Standardisasi alat tangkap 68 3 Hasil kluaran program LINDO 69

(15)

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

Andon : Nelayan pendatang

By catch : Hasil tangkapan sampingan

CCRF : Code of Conduct for Responsible Fisheries CPUE : Catch per unit effort

DKP : Dinas Kelautan dan Perikanan Eopt : Effort Optimum / upaya optimal FAO : Food and Agriculture Organization JTB : Jumlah tangkapan yang diperbolehkan

KEPMEN : Keputusan menteri

KKP : Kementerian Kelautan dan Perikanan LGP : Linear Goal Programming

MSY : Maximum Sustainable Yield

PAD : Pendapatan Asli Daerah

Pangkalan : Tempat pangkalan kapal-kapal nelayan setelah melakukan penangkapan ikan

PEMDA : Pemerintah Daerah

PPI : Pangkalan Pendaratan Ikan

(16)

1

1

PENDAHULUAN

Latar belakang

Sektor perikanan di Indonesia memiliki potensi ekonomi yang besar. Sebagai sebuah negara maritim, Indonesia memiliki luas laut sebanyak 5,8 juta km2 dan terdiri dari 17.499 pulau dengan garis pantai sepanjang 80.791 km (KKP 2013). Sekitar 50% dari luas laut Indonesia merupakan daerah perairan pantai (DPP) yang memiliki potensi besar karena 70% sumber daya ikan berada di DPP dan sekitar 90% hasil biomassa laut berasal dari DPP (Bappenas 2010). Potensi wilayah kelautan dan perikanan di Indonesia seharusnya dapat memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian Indonesia, namun data menunjukkan bahwa potensi ekonomi kelautan dan perikanan di Indonesia hanya menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional senilai 8,2 triliun rupiah atau hanya sekitar 3.10% dari total PDB Nasional pada tahun 2012 (KKP 2013).

Salah satu isu yang dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah pembangunan perikanan yang menyeimbangkan antara keberlangsungan sumberdaya perikanan dengan tujuan ekonomi. Pada umumnya pengelolaan sumberdaya perikanan yang dilakukan cenderung berorientasi hanya pada pertumbuhan ekonomi semata dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara besar-besaran tanpa memperhatikan aspek kelestariannya. Selain itu, kondisi sumberdaya perikanan di Indonesia khususnya di wilayah pantai cenderung mulai berkurang, sehingga hasil tangkapan beberapa jenis ikan terus mengalami penurunan. Hal ini dapat terjadi karena semakin banyaknya komunitas yang memanfaatkan sumberdaya atau semakin efektifnya alat tangkap yang digunakan, sementara kapasitas daya dukung lingkungan (carrying capacity) sumberdaya perikanan semakin menurun. Kondisi seperti ini pada akhirnya dapat memicu terjadinya dampak sosial berupa konflik antar nelayan di wilayah pantai akibat menurunnya tingkat produktivitas dan pendapatan nelayan.

Tingginya tekanan pemanfaatan sumberdaya perikanan ini disebabkan karena semakin banyaknya penduduk yang memanfaatkan sumberdaya perikanan. Hermawan (2006) menyatakan bahwa suatu rumusan perencanaan pengelolaan sumberdaya perikanan yang komprehensif dan memenuhi kriteria pembangunan secara terpadu dan berkelanjutan adalah pengelolaan yang secara ekonomi harus efisien dan optimal, secara sosial budaya berkeadilan dan dapat diterima, secara ekologi tidak melampaui daya dukung lingkungan (environmentally friendly).

(17)

2

Gambar 1 Peta Kabupaten Donggala

Wilayah Kabupaten Donggala di sebelah barat berbatasan langsung dengan Selat Makassar. Selat Makassar merupakan kawasan perairan yang memiliki potensi kelautan dan perikanan yang besar. Wilayah menjadi bagian dari Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 713 bersama dengan Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali. Penetapan WPPNRI ini berdasarkan pada Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan nomor 18 tahun 2014. Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Donggala, panjang pesisir pantai Kabupaten Donggala adalah 414 km dengan 15 pulau kecil yang berada di sekitarnya. Data yang dihimpun dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Donggala 2014-2019, menunjukkan bahwa potensi perikanan tangkap yang dapat dicapai adalah sekitar 99.100,8 ton per tahun.

(18)

3 kapal tak bermotor. Sebagian besar nelayan di Donggala masih bergerak dalam bidang usaha mikro sampai menengah, hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan potensi kelautan di Donggala belum dilakukan secara maksimal.

Kegiatan penangkapan ikan di laut yang dilakukan oleh masyarakat nelayan di Kabupaten Donggala dan sekitarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor alam misalnya, angin dan gelombang. Pada saat angin dan gelombang besar nelayan tidak akan melaut disebabkan unit penangkapan ikan yang mereka miliki tidak mampu mengatasi faktor alam tersebut. Hal ini disebabkan oleh antara lain ukuran perahu yang kecil dengan tenaga penggerak berupa dayung, layar, dan atau bermesin 5.5 PK (katinting) atau nelayan tidak memiliki alat keselamatan melaut menghadapi badai ombak yang besar.

Nelayan Kabupten Donggala mayoritas adalah nelayan tradisional yang menggunakan alat tangkap sederhana seperti pukat cincin (purse seine), pukat pantai, pancing, jaring insang (gillnet), dan payang. Adapun jenis-jenis hasil tangkapannya berupa ikan pelagis seperti ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), ikan layang (Decapterus russelli), ikan selar (Selaroides leptolepis), ikan teri (Stolephorus indicus), ikan tembang (Sardinella fimbriata), ikan lemuru (Sardinella longiceps), dan ikan kembung (Rastrelliger spp). Hasil tangkapan dominan di perairan sekitar Kabupaten Donggala adalah ikan layang (Decapterus russelli). Pemanfaatan potensi sumberdaya ikan layang banyak dilakukan oleh nelayan Kabupten Donggala tetapi belum memberikan hasil maksimal yang dapat mengangkat kesejahteraan mereka, terutama nelayan skala kecil.

Pengembangan usaha perikanan ikan layang diarahkan pada pengembangan usaha yang optimum dan sekaligus berkelanjutan. Usaha tersebut masih banyak terkendala dengan berbagai masalah antara lain masalah teknis seperti alat tangkap yang kurang tepat, fasilitas penangkapan yang sangat sederhana, ketersedian pasar, dan masalah kelembagaan. Di lain pihak, terdapat pilihan teknologi yang dapat digunakan dalam proses eksploitasi. Namun demikian, pilihan teknologi yang akan dilakukan harus sesuai dengan prinsip-prinsip perikanan bertanggung jawab sebagaimana yang termuat dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya suatu penelitian secara sistematis yang mengintegrasikan kondisi sumberdaya dengan jenis teknologi yang dipilih serta pengendalian input dalam proses eksploitasi agar pemanfaatan sumberdaya dapat dilakukan secara optimum dan berkelanjutan.

Perumusan masalah

Sumberdaya ikan layang di Kabupaten Donggala memiliki potensi yang cukup besar namun pemanfaatannya belum dilakukan secara optimal. Hal ini berkaitan dengan sumberdaya manusia yang memiliki keterbatasan dalam hal minimnya modal sehingga produktifitas nelayan dan produktifitas alat tangkap rendah.

(19)

4

pendapatan nelayan rendah dan biasanya ada kebijakan pemerintah yang kurang tepat sasaran.

Berdasarkan masalah yang dihadapi maka perlu dipikirkan suatu cara atau strategi apa yang dilakukan agar pemanfaatan ikan layang dapat dimanfaatkan secara optimal, dalam hal ini yang bisa dilakukan adalah menyususn strategi atau menyusun desain konseptual yang didasarkan pada kondisi, potensi dan kebutuhan yang ada di daerah Kabupaten Donggala.

Pemanfaatan ikan layang di perairan Kabupaten Donggala, tentu akan menghadapi beberapa kendala atau permasalahan utama yang perlu dianalisis dan dijawab. Secara spesifik permasalahan pokok dalam memanfaatan perikanan tangkap diperairan Kabupaten Donggala dapat didekati melalui pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana potensi lestari ikan layang (Decapterus russelli) di Kabupaten Donggala ?

2. Bagaimana dengan alat tangkap yang layak atau yang tepat dioperasikan ? 3. Seberapa besar alokasi upaya optimum dalam pemanfaatan sumberdaya

ikan layang, dan

4. Bagaimana rumusan strategi pemanfaatan sumberdaya ikan layang di Kabupaten Donggala ?

5. Bagaimana desain pemanfaatan sumberdaya ikan layang di Kabupaten Donggala.

Prinsipnya untuk membangun sub sektor perikanan tangkap diperairan Kabupaten Donggala diperlukan suatu desain pemanfaatan ikan layang yang jelas, oleh karena itu penulis merasa sangat penting untuk meneliti tentang bagaimana desain pemanfaatan perikanan tangkap khususnya ikan layang di perairan Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah sebagai upaya meningkatkan pendapatan nelayan secara berkelanjutan dan berkesinambungan.

Tujuan penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menyusun desain pemanfaatan perikanan layang diperairan Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam perencanaan pembangunan perikanan tangkap baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Untuk mencapai tujuan umum tersebut, secara lebih spesifik tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Mengestimasi potensi lestari sumberdaya ikan layang di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.

2. Menentukan unit penangkapan pilihan yang tepat untuk memanfaatkan sumberdaya ikan layang.

3. Menentukan alokasi unit penangkapan ikan yang optimum dalam memanfaatkan sumberdaya ikan layang.

4. Merumuskan strategi pemanfaatan perikanan layang yang sesuai untuk perairan pantai Kabupaten Donggala.

(20)

5

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. Kontribusi pemikiran dalam pengembangan ilmu pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan.

2. Sebagai bahan rujukan bagi para peneliti selanjutnya dalam pengembangan ilmu, teknologi dan seni (IPTEKS) perikanan tangkap.

3. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah, utamanya pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakan dan perencanaan pembangunan perikanan tangkap di daerah perairan pantai.

Kebaruan (novelty)

Capaian keilmuan yang ditampilkan sebagai bentuk kebaruan (novelty) dari penelitian ini adalah desain pemanfaatan sumberdaya ikan layang di perairan Kabupaten Donggala secara berkelanjutan yang mencakup estimasi potensi lestari, pilihan teknologi unit penangkapan yang terbaik dari aspek bio-technico-socioeconomic, dan alokasi jumlah optimum penangkapan serta rumusan strategi yang komprehensif untuk mengimplementasikannya.

Kerangka pemikiran

Salah satu aktivitas ekonomi sumberdaya yang sangat kompleks adalah aktivitas perikanan. Hal ini disebabkan ketersediaan dan kelestarian sumberdaya ikan yang dimanfaatkan sangat dipengaruhi oleh cara dan tingkat pemanfaatannya yang terkadang dapat bersifat destruktif. Selain itu, terdapat banyak kegiatan yang memanfaatkan dengan keinginan hanya untuk meningkatkan produksi dan tidak berpikir kelestarian sumberdaya ikan.

(21)

6

Gambar 2 Diagram kerangka pemikiran

Pemanfaatan sumberdaya ikan secara lestari hanya dapat dilakukan bila pemanfaatan tersebut dilakukan dengan cara mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya di alam. Salah satu acuan yang banyak digunakan sebagai acuan adalah melalui penilaian tingkat pemanfaatan maksimum lestari atau Maximum Sustainable Yield (MSY). Nilai MSY selanjutnya akan menentukan berapa volume ikan yang dapat dieksploitasi atau Jumlah Tangkapan yang dibolehkan (JTB).

Pemanfaatan sumberdaya ikan hanya dapat dilakukan secara lestari bila menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan. FAO (1995) dalam CCRF telah mengusulkan beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai dasar bagi penentuan tingkat keramahan lingkungan suatu jenis alat tangkap. Tingkat keramahan lingkungan suatu alat tangkap akan menentukan apakah alat tangkap tersebut dapat direkomendasikan dalam upaya pemanfaatan atau eksploitasi layang di perairan Kabupaten Donggala. Penentuan tingkat keramahan lingkungan menurut CCRF bukan hanya terkait dengan kelayakan secara teknis, tetapi juga menyangkut aspek ekonomi dan sosial dari penggunaan alat itu sendiri.

Apabila telah diketahui alat tangkap yang sesuai untuk dapat dipertahankan atau dikembangkan maka perlu dipikirkan pengalokasian alat tangkap seberapa banyak yang optimal, apakah perlu ditambah armadanya atau dikurangi.

Setelah diketahui potensi sumberdaya ikan layang, alat tangkap pilihan atau yang unggul dari beberapa alat tangkap untuk menangkap ikan layang dan diketahui pula alokasi alat tangkap optimal maka selanjutnya dipikirkan bagaimana strategi yang baik dengan mempertimbangkan analisis kebutuhan, causal loop dan hasil dari input-output untuk penyusunan desain konseptualnya.

(22)

7

Gambar 3 Diagram alir penelitian

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian kombinasi, yaitu metode penelitian yang menggabungkan antara metode kuantitatif dan metode kualitatif. Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak diberlakukan ke populasi, tetapi

(23)

8

ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari. Penelitian kuantitatif, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik (data penelitian berupa angka-angka). Metode kuantitatif dibagi menjadi dua, yaitu metode eksperimen dan metode survei. (Sugiyono, 2013).

Aspek yang dikaji meliputi : 1) kegiatan usaha perikanan, 2) pelabuhan perikanan dan 3) kebijakan/kelembagaan. Metode pengumpulan data meliputi : 1) menggali sumber-sumber sekunder, 2) pengamatan atau observasi langsung di lapangan, dan 3) wawancara terhadap pelaku perikanan.

Pengumpulan Data

Data yang diambil yaitu data primer dan data sekunder. Data primer berupa jenis ikan hasil tangkapan, jumlah trip, daerah penangkapan, rata-rata jumlah hasil tangkapan dan teknik penangkapan yang digunakan yaitu dengan melakukan wawancara dengan nelayan dan petugas dari instansi terkait, banyaknya responden diambil secara proporsive sampling. Proporsive sampling adalah tekhnik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu. Metode sampling ini mengambil sampel secara sengaja yang dirasa dapat mewakili populasi sehingga tujuan yang diinginkan tercapai. Populasi yang diteliti merupakan nelayan di wilayah khususnya di PPN Kabupaten Donggala. Adapun nelayan tersebut yaitu nelayan pancing, nelayan purse seine, nelayan gillnet dan nelayan payang.

Analisis Data

(24)

9

Analisis sistem

Analisis sistem digunakan untuk memahami perilaku sistem, mengidentifikasi faktor-faktor penting keberhasilan sistem, permasalahan yang dihadapi dan alternatif solusi yang dapat diajukan untuk mengatasi permasalahan. Tahap-tahap yang perlu dilakukan yaitu :

1) Analisis kebutuhan, merupakan permulaan pengkajian sistem. Analisis kebutuhan ditentukan berdasarkan kebutuhan pelaku sistem (stakeholder). Untuk keperluan analisis, terlebih dahulu dilakukan identifikasi pelaku secara selektif melalui pengamatan lapangan secara langsung, selanjutnya identifikasi kebutuhan pelaku melalui wawancara semi terstruktur.

2) Formulasi masalah, merupakan permasalahan-permasalahan spesifik yang dihadapi sistem yang menyebabkan sistem tidak dapat bekerja secara optimal. Formulasi masalah dilakukan melalui pengamatan langsung dilapangan dan wawancara semi terstruktur terhadap pelaku sistem.

3) Identifikasi sistem, merupakan gambaran sistem yang memperlihatkan rantai hubungan anatara kebutuhan-kebutuhan dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Identifikasi sistem digambarkan dalam bentuk diagram struktur sistem, diagram sebab-akibat (causal loop), dan diagram input-output.

Penelitian tentang ikan layang yang telah dilakukan selama ini antara lain : 1. Irham, Pola pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan layang (Decapterus spp) di perairan Maluku Utara (2009), dengan menganalisis panjang berat tubuh ikan, perhitungan tingkat kematangan gonad dan perhitungan fekunditas. Juga menganalisis musim penangkapan ikan dimana musim puncak ikan layang di perairan Maluku Utara berlangsung bulan Maret hingga Oktober dengan puncak musim dicapai pada bulan Agustus yaitu pada musim Timur, sedangkan musim paceklik yaitu pada bulan Desember hingga Februari bertepatan dengan musim barat.

2. Raihanah, Strategi pengembangan usaha perikanan pelagis kecil di perairan utara Provinsi Aceh (2011), menggunakan analisis AHP (Analitical Hierarchy Process) dalam menyususn strategi dan upaya yang efektif untuk mengembangkan usaha perikanan pelagis di perairan utara Nangroh Aceh Darussalam.

3. Abdullah Rommy Modafar, keberlanjutan perikanan pelagis di Ternate dan strategi pengembangannya (2011), dengan menggunakan metode Rapfish yang mana kesimpulannya adalah pengelolaan kegiatan perikanan pelagis di Ternate ditinjau dari dimensi ekologi, ekonomi, dan sosial, teknologi dan hukum dan kelembahaan menunjukkan status kurang berkelanjutan. Sedangkan dimensi ekologi, ekonomi dan sosial memiliki status cukup berkelanjutan dan dimensi teknologi dan hukum serta kelembagaan memiliki status kurang berkelanjutan.

(25)

10

Maluku dirancang berdasarkan potensi sehingga dapat meningkatkan produktivitas.

(26)

11

2

KEADAAN UMUM KABUPATEN DONGGALA

Keadaan Geografis

Kabupaten Donggala dengan wilayah seluas 5,275.69 kilometer persegi terbagi menjadi 16 kecamatan dimana Kecamatan Rio Pakava merupakan kecamatan terluas (872,16 km2) sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Banawa Tengah yang hanya memiliki luas 74,64 km2. Wilayah Kabupaten Donggala berbatasan langsung dengan Kabupaten Tolitoli di sebelah utara, Propinsi Sulawesi Barat dan Kabupaten Sigi serta Kota Palu di sebelah selatan, kemudian Selat Makassar dan wilayah Propinsi Sulawesi Barat di sebelah barat, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Parigi Moutong di sebelah timur.

Keadaan Iklim

Sebagaimana dengan daerah-daerah lain di Indonesia, Kabupaten Donggala memiliki dua musim, yaitu musim panas dan musim hujan. Musim panas terjadi antara bulan April – September, sedangkan musim hujan terjadi pada bulan Oktober –Maret.

Hasil pencatatan suhu udara pada Stasiun Udara Mutiara Palu Tahun 2013 bahwa suhu udara rata rata tertinggi terjadi pada bulan Maret (28,180C) dan suhu udara terendah terjadi pada bulan Juli (26,640C). Sementara kelembaban udara yang dicatat pada stasiun yang sama berkisar antara 73 – 81 persen. Kelembaban udara rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Juli yang mencapai 80,78 persen, sedangkan kelembaban udara rata-rata terendah terjadi pada bulan Maret yaitu 73,09 persen. Curah hujan tertinggi yang tercatat pada Stasiun Mutiara Palu Tahun 2013 terjadi pada bulan November 152,00 mm2, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Februari yaitu 28,00 mm2. Sementara itu kecepatan angin rata-rata berkisar antara 3 – 4 knots. Pada Tahun 2013 arah angin terbanyak setiap bulannya datang dari ara`h Barat Laut.

Batas wilayah administrasi Kabupaten Donggala dapat dilihat pada Tabel 1 yang disajikan dibawah ini :

Tabel 1 Batas wilayah

Arah Perbatasan

Utara Kabupaten Tolitoli

Selatan Kabupaten Sigi, Kota Palu dan wilayah Propinsi Sulawesi Barat Barat Selat Makassar dan wilayah Propinsi Sulawesi barat

Timur Kabupaten Parigi Moutong dan Kabupaten Sigi

(27)

12

Kondisi Ekonomi

Sumber Daya Alam (SDA)

Selain SDA di Kabupaten Donggala terdapat potensi alam yang dapat dikembangkan untuk pembangunan yaitu :

- Sungai seluas 5.964,25 Ha yang dapat dipergunakan untuk sumber air bersih, pembangkit listrik, irigasi dan perikanan;

- Danau yang dapat digunakan untuk perikanan, obyek wisata dan pembangkit listrik.

Di Kabupaten Donggala terdapat 2 (dua) danau dengan luas 4.364,44 Ha, yaitu:Talaga Dampelas dan Rano; dan

- Laut yang luasnya sama dengan daratan Kabupaten Donggala dan di dalamnya terdapat 15 (lima belas) pulau yang tidak hanya menyimpan potensi perikanan, tetapi dapat juga untuk obyek wisata. Untuk itulah maka pada Tahun 2009 yang telah disusun rencana induk pengembangan pariwisata Kabupaten Donggala yang meliputi potensi wisata bahari, alam, budaya dan cagar alam.

Kondisi Perikanan Tangkap

Berdasarkan kategori usaha perikanan laut, sebagian besar nelayan di Donggala menggunakan perahu tak bermotor, sedangkan rumah tangga perikanan yang menggunakan perahu motor tempel dan kapal motor berjumlah 2.993 (BPS Kabupaten Donggala, 2013). Gambaran tersebut menunjukkan bahwa nelayan di Donggala masih belum bisa terpenuhi kesejahteraannya. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya nelayan yang tidak memiliki kapal atau masih menggunakan kapal tak bermotor. Makna lain dari data tersebut adalah sebagian besar nelayan di Donggala masih bergerak dalam bidang usaha mikro, kecil, dan menengah, yang dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3). Potret nelayan tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan potensi kelautan di Donggala belum terserap secara maksimal.

(28)

13

Tabel 2 Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) kategori usaha perikanan laut

Sumber : Kabupaten Donggala dalam angka tahun 2014

Tabel 3 Jumlah perahu/kapal perikanan

No Tahun Perahu tak bermotor Perahu motor tempel

Sumber : Kabupaten Donggala dalam angka tahun 2014

Kegiatan penangkapan ikan di laut yang dilakukan oleh masyarakat nelayan di Kabupaten Donggala dan sekitarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor alam misalnya, angin dan gelombang. Pada saat angin dan gelombang besar nelayan tidak akan melaut disebabkan unit penangkapan ikan yang mereka miliki tidak mampu mengatasi faktor alam tersebut; pertama ukuran perahu yang kecil dengan tenaga penggerak berupa dayung, layar, dan atau bermesin 5.5 PK (katinting), kedua nelayan tidak memiliki alat keselamatan melaut menghadapi ombak badai yang besar.

Sistem Pemanfaatan Perikanan Layang

Pemikiran sistem selalu mencari keterpaduan antar bagian melaui pemahaman yang utuh, oleh karena itu diperlukan suatu kerangka pikir baru yang dikenal sebagai pendekatan sistem (system approach). Perihal dalam pendekatan sistem tidak hanya didekati dari satu segi saja, namun dari beberapa segi yang dipandang penting untuk mendapatkan pemecahan yang objektif. Pendekatan dari satu segi akan mempunyai peluang yang besar untuk memperlihatkan dampak negatif di masa mendatang. Pendekatan integratif diperlukan untuk mengkaji seluruh faktor guna mendapatkan pemecahan yang optimal. Pemecahan masalah dapat mencapai sasarannya dengan pengelolaan fungsi-fungsi dan elemen-elemen sistem ke dalam kesatuan yang terpadu (Eriyatno 2003).

(29)

14

Berdasarkan pengamatan dan pendalaman awal terhadap perilaku sistem diperoleh kebutuhan dari pelaku sistem, formulasi permasalahan yang dihadapi sistem dan identifikasi sistem, serta alternatif permodelan sistem. Deskripsi awal sistem dapat dilihat sebagai berikut :

1) Analisis kebutuhan pelaku sistem

Komponen pelaku yang terlibat dalam sistem pemanfaatan ikan layang di Kabupaten Donggala, diidentifikasi melalui pemahaman dan pendalaman terhadap kondisi di lapangan, yaitu di wilayah perairan Kabupaten Donggala. Pelaku dan kebutuhan masing-masing pelaku sistem, seperti terlihat pada Tabel 4 di bawah ini :

Tabel 4 Pelaku dan kebutuhan dari pelaku sistem pemanfaatan ikan layang di wilayah perairan Kabupaten Donggala

2) Identifikasi sistem

Identifikasi sistem merupakan rantai hubungan antara pernyataan-pernyataan kebutuhan pelaku sistem dengan permasalahan yang telah diformulasikan dalam sistem. Identifikasi sistem digambarkan dalam diagram sebab akibat (causal loop) dan diagram input output. Diagram lingkar sebab akibat menggambarkan keterkaitan antar komponen di dalam sistem, sehingga dapat terlihat mekanisme kinerja sistem dalam memenuhi kebutuhan para pelaku sistem.

No Pelaku Kebutuhan

1 Nelayan Peningkatan produksi

Keberlanjutan kerja Peningkatan pendapatan

2 Pemilik

kapal/pengusaha

Keberlanjutan usaha Peningkatan produksi Peningkatan keuntungan

3 Pedagang Keberlanjutan usaha

Ketersediaan ikan dengan kualitas baik Kemudahan pasar

Peningkatan keuntungan

4 PEMDA Pengelolaan perikanan secara berkelanjutan Peningkatan lapangan kerja

Peningkatan PAD

5 Masyarakat Terbuka lapangan kerja

(30)

15

Gambar 4 Diagram sebab akibat (causal loop) sistem pemanfaatan ikan layang di Kabupaten Donggala

Diagram causal loop dari Gambar 4 terlihat keterkaitan di dalam sistem dan merupakan sistem yang ideal, hal ini dikarenakan polaritas loop positif lebih banyak. Nilai positif polaritas link di tiap link ini ditentukan dengan respon interaksi yang searah. Sedangkan respon interaksi link yang tidak searah akan bernilai negatif. Dimana dengan adanya potensi sumberdaya ikan layang maka apabila sumberdayanya dieksploitasi secara terus menerus bisa terjadi hasil tangkapan menurun maka dari itu diberi tanda negatif (-) namun bisa juga dengan adanya sumberdaya ikan layang dapat sebagai peluang usaha, maka diberi tanda positif (+). Apabila potensi ikan layang sudah dieksploitasi melebihi batas MSY maka unit penangkapan atau armada penangkapan perlu dikurangi, juga dengan adanya sumberdaya ikan maka butuh biaya untuk membangun sarana dan prasarana dan biaya pengadaan alat tangkap, sehinga diberi tanda negatif (-).

(31)

16

INPUT TIDAK TERKENDALI OUTPUT DIKEHENDAKI 1. Musim penangkapan ikan 1. Produksi yang meningkat

2. Potensi ikan 2. Alokasi unit penangkapan 3. Harga ikan optimum

3. Penangkapan berkelanjutan 4. Harga ikan relatif baik/stabil

5. Kesejahteraan nelayan Meningkat.

SISTEM

PERIKANAN LAYANG

INPUT TERKENDALI OUTPUT TIDAK DIKEHENDAKI 1. Teknologi penangkapan ikan 1. By catch meningkat 2. Unit penangkapan (kapal, jaring, 2. Pencemaran lingkungan perairan rumpon dan nelayan) 3. Konflik nelayan

3. Daerah penangkapan 4. Daerah penangkapan terganggu

4. Faktor-faktor teknis produksi lain

MANAJEMEN PENGENDALIAN

Gambar 5 Diagram input-output sistem pemanfaatan ikan layang di Kabupaten Donggala

Sistem mendapat pengaruh dari lingkungan. Adanya input tak terkendali dan pengaruh faktor lingkungan, dapat menyebabkan sistem menghasilkan output tidak sesuai dengan yang diharapkan. Keberhasilan sistem memerlukan suatu mekanisme pengendalian, agar kinerja sistem sesuai dengan yang direncanakan. Mekanisme pengendalian mendapatkan input balik (feed back) dari output yang tidak dikehendaki yang dikembalikan ke dalam sistem.

3) Permodelan sistem

Permodelan sistem dimulai dengan melakukan analisis terhadap kinerja sistem saat ini, dan mencari faktor-faktor yang menjadi penyebab kenapa permasalahan sistem timbul. Hasil analisis dijadikan sebagai landasan untuk mencari solusi yang tepat untuk mengatasi masalah.

INPUT LINGKUNGAN

(32)

17

3

ESTIMASI POTENSI SUMBERDYA IKAN LAYANG

Pendahuluan

Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang beragam dan melimpah dimana estimasi yang dikeluarkan berdasarkan kepmen KP Nomor 45/Men/2011, yaitu sebesar 6.520.100/tahun dengan perincian ikan pelagis kecil menempati urutan pertama, yaitu 3.645.700 ton/tahun, kemudian diikuti ikan demersal 1.452.500 ton/tahun, ikan pelagis besar 1.145.400 ton/tahun, ikan karang konsumsi 145.300 ton/tahun, udang penaeid 98.300 ton/tahun, cumi-cumi 28.300 ton/tahun dan lobster 4.800 ton/tahun.

Salah satu wilayah yang memiliki potensi kelautan dan perikanan yang besar adalah Selat Makassar dan laut Flores yang masuk ke dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 713. Penetapan WPP ini berdasarkan kepmen KP Nomor 18/Men/2014. Kabupaten Donggala merupakan salah satu wilayah di Provinsi Sulawesi Tengah yang memiliki wilayah pesisir pantai di sekitar Selat Makassar. Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Donggala, panjang pesisir pantai Kabupaten Donggala adalah 414 km dengan 15 pulau kecil yang berada di sekitarnya. Data yang dihimpun dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Donggala 2014-2019, menunjukkan bahwa potensi perikanan tangkap yang dapat dicapai adalah sekitar 99.100,8 ton/tahun.

Nelayan Kabupaten Donggala mayoritas adalah nelayan tradisional yang menggunakan alat tangkap sederhana seperti pukat cincin, pukat pantai, pancing, payang dan gillnet untuk menangkap ikan-ikan pelagis dan ikan hasil tangkapannya didominasi oleh ikan layang (Decapterus russelli) dan belum diketahui seberapa besar potensi sumberdayanya. Menurut Tampubolon (2010), penyebaran ikan pelagis di Indonesia merata di seluruh perairan, namun ada beberapa yang dijadikan sentra daerah penyebaran seperti lemuru (Sardinella Longiceps) banyak tertangkap di Selat Bali, layang (Decapterus spp) di Selat Bali, Selat Makassar, Ambon dan Laut Jawa, Kembung Lelaki (Rastrelinger kanagurta) di Selat Malaka dan Kalimantan, Kembung Perempuan (Rastrelinger neglectus) di Sumatera Barat, Tapanuli dan Kalimantan Barat.

Potensi ikan layang dapat diduga dengan model produksi surplus, berdasarkan data tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort). Model produksi surplus adalah suatu metode untuk menentukan tingkat upaya optimum, yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimal yang lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara jangka panjang yaitu hasil tangkapan maksimum lestari (maximum sustainable yield/MSY).

Tujuan Penelitian

(33)

18

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 4 (empat) bulan, yaitu mulai dari bulan September sampai dengan bulan Desember 2014 bertempat di Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah.

Metode penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik (Sugiyono 2013), jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder yang dikumpulkan adalah data time series (2010-2014) dari Dinas Kelautan dan Perikanan Popinsi dan Kabupaten Donggala juga dari Pelabuhan Nusantara Donggala.

Analisis Data

Analisis CPUE

Perhitungan CPUE digunakan pada penelitian ini untuk mengetahui produktivitas dari unit penangkapan ikan layang yang digunakan oleh nelayan di perairan Donggala. Selain itu, perhitungan ini digunakan pula dalam melakukan analisis potensi. Adapun data yang digunakan berupa data hasil tangkap (cacth) dan upaya penangkapan (effort). Berikut merupakan rumus yang digunakan untuk menghitung CPUE:

Keterangan:

CPUE = hasil tangkapan per upaya penangkapan (ton/trip) Catch = hasil tangkapan (ton)

Effort = upaya penangkapan (trip)

Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis CPUE (Catch per Unit Effort). Perhitungan CPUE bertujuan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan unit penangkapan ikan layang yang didasarkan atas pembagian total hasil tangkapan (catch) dengan upaya penangkapan (effort), rumus yang digunakan sebagai berikut :

CPUEi = ci fi

Keterangan :

ci = Hasil tangkapan ke – i (kg) fi = Upaya penangkapan ke –i (trip)

(34)

19 Unit penangkapan yang dijadikan sebagai standar adalah jenis unit penangkapan yang paling dominan menangkap jenis-jenis ikan pelagis kecil seperti ikan layang di suatu daerah atau mempunyai laju tangkap rata-rata per CPUE terbesar pada periode waktu tertentu. Alat tangkap standar mempunyai faktor daya tangkap atau Fishing Power Index yang sama dengan satu (FPI =1). Jenis alat tangkap lain dapat dihitung nilai daya tangkapnya dengan membagi hasil tangkapn per satuan upaya penangkapan (CPUE) alat tangkap tersebut dengan CPUE dari alat tangkap standar.

Nilai kemampuan tangkap kemudian digunakan untuk mencari upaya standar (standar effort) yaitu dengan mengalikan nilai FPI dan upaya penangkapan alat tersebut.

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : CPUE = C standar; CPUE = Ci

Fstandar Fi

FPI = CPUEstandar = 1

CPUEstandar

FPI = CPUE CPUEstandar

Standar Effort (F standar) = FPI X jumlah effort (fi) FPI = Ci

Fstandar

Keterangan :

FPI = Fishing power indeks F standar = Standar effort

C standar = Hasil tangkapan alat standar F standar = Upaya penangkapan alat standar Ci = Hasil tangkapn tahun ke-i Fi = Upaya penangkapan tahun ke-i CPUE standar = Hasil tangkapn per upaya alat standar

CPUEi = Hasil tangkapan per upaya penangkapan tahun ke – i

Analisis terhadap hubungan antara upaya penangkapn dan hasil tangkapan ikan layang dianalisis dengan metode surplus produksi. Pada model ini setiap populasi ikan layang diperlukan sebagai satu unit tanpa mempertimbangkan struktur dari populasi, sehingga dinamika dari suatu populasi merupakan fungsi dari populasi itu sendiri. Model didasarkan kepada keadaan keseimbangan dimana hasil berimbang dengan pertumbuhan populasi.

(35)

20

pengolahan data melalui pendekatan Model Schaefer. Model surplus produksi sering pula disebut sebagai Model Schaefer. Model ini merupakan model analisis regresi dari CPUE terhadap jumlah effort. Kesederhanaan model ini adalah tidak memerlukan banyak data, tetapi dapat memberikan hasil pokok yang diperlukan dalam pengelolaan (Naamin, 1984).

Secara umum langkah-langkah pengolahan data dalam metode surplus produksi adalah sebagai berikut :

1) Membuat tabulasi hasil tangkapan (catch = C) beserta upaya penangkapn (effort = f), kemudian dihitung nilai hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (CPUE = Catch Per Unit Effort )

2) Jika ada beberapa macam alat tangkap yang digunakan, maka dilakukan standardisasi alat tangkap. Alat tangkap dominan dijadikan standar, sedangkan alat tangkap lain dikonversikan dalam alat tangkap standar. 3) Memplotkan nilai f terhadap nilai e/f dan menduga nilai intercept (a) dan

slope (b) dengan regresi linear.

4) Menghitung pendugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield = MSY) dan upaya optimum (effort optimum = fopt)

Besarnya parameter a dan b secara matematik dapat dicari dengan menggunakan persamaan regresi linear sederhana dengan rumus Y = a + bx.

Selanjutnya, parameter a dan b dapat dicari dengan rumus :

a = (∑yi-b∑xi) ; b = n ∑xiyi –(∑xi)( ∑yi)

n n∑xi –(∑xi)

Keterangan :

Xi = Upaya penangkapan pada periode-i: dan

Yi = Hasil tangkapan per satuan upaya pada periode-i

Rumus-rumus surplus production models (MSY) hanya berlaku bila parameter b bernilai (-), artinya penambahan upaya penangkapan akan menyebabkan penurunan CPUE.

Model persamaan Schaefer dapat ditulis : CPUE = a + bf

Keterangan :

CPUE = Jumlah hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (kg/trip) a = Intercept

b = Koefisien regresi/variabel f

f = upaya penangkapan (trip) pada periode ke-i

(36)

21 Keterangan :

C = Jumlah hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (kg/trip) a = Intercept

b = Koefisien regresi/variabel f

f = Upaya penangkapan (trip) pada periode ke-i Nilai upaya optimum adalah :

Fopt = - (a/2b)

Keterangan :

a = Intercept

b = Koefisien regresi/variabel f

f = Upaya penangkapan (trip) pada periode ke-i Nilai potensi lestari adalah : MSY = -a2/4b Keterangan :

C = Jumlah hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (kg/trip) a = Intercept

b = Koefisien regresi/variabel f MSY = Nilai potensi maksimum lestari

Tingkat pemanfaatan untuk kegiatan penangkapan ikan layang di Perairan Donggala pada tahun terakhir menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

Ci = hasil tangkapan pada tahun ke-i (ton) MSY = nilai potensi lestari (ton)

Hasil dan pembahasan

Sumberdaya perikanan layang diduga merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang paling melimpah di perairan Indonesia. Sumberdaya ini adalah merupakan sumberdaya neritik, karena penyebarannya adalah di perairan dekat pantai. Di daerah-daerah dimana terjadi proses kenaikan air (up welling), sumberdaya ini dapat membentuk biomassa yang sangat besar (Csirke, 1988)

(37)

22

mengakibatkan menipisnya sediaan (stock) punahnya hasil tangkapan persatuan upaya (CPUE) dan kecilnya keuntungan yang didapatkan (Naamin, et al, 1991).

Menurut Wijayanto (2008), CPUE merupakan pendugaan besarnya populasi ikan tidak dapat dilakukan dengan cara observasi langsung didalam habitatnya, maka pada garis besarnya pendugaan besarnya populasi dilakukan dengan pendugaan data CPUE. CPUE merupakan unit populasi ikan per jenis alat tangkap dibagi dengan upaya tangkap. Metode ini digunakan untuk menduga besarnya populasi pada kondisi yang situasinya tidak praktis untuk mendapatkan jumlah yang pasti dari individu ikan dalam suatu area. Data produksi ikan layang tiap alat tangkap dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 7 dibawah ini :

Tabel 5 Produksi ikan layang (Decapterus russelli) tiap alat tangkap Tahun

Produksi (ton)

Payang Purse Seine Pancing Ulur Gill Net

2010 49,3 61,29 4,90 1,32

2011 49,3 61,29 4,90 7,35

2012 37,75 4,28 61,96 59,27

2013 35,95 4,08 59,01 2,18

2014 32,58 24,83 27,59 2,83

Sumber: Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Donggala

Gambar 6 Produksi ikan layang dari tahun 2010 sampai 2014 per tiap alat tangkap

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa jumlah produksi ikan layang untuk keempat alat tangkap ikan layang yaitu payang, purse seine, pancing ulur dan gillnet berfluktuasi setiap tahunnya. Produksi payang 49,3 dam purse seine 61,29 yang tertinggi pada tahun 2010 dan 2011 sedangkan untuk pancing ulur 61,96 dan gillnet 59,27, produksi tertinggi pada tahun 2012. Produksi terendah untuk payang pada tahun 2014 32,58, purse seine pada tahun 2013 4,08, pancing ulur pada tahun 2010 dan 2011 4,90 sedangkan gillnet yang terendah pada tahun 2010.

(38)

23 menjaga kelestarian ikan layang pada perairan donggala tersebut, maka produksi ikan layang per tahun tidak boleh melebihi 166,87 ton dengan effort per tahun tidak pula melebihi 1.425 trip, seperti terlihat pada Gambar 8 di bawah ini :

Gambar 7 Kurva produksi lestari (MSY) ikan layang di Kabupaten Donggala Kegiatan penangkapan ikan layang di perairan Donggola pada tahun 2010 dan 2012 melebihi batas MSYnya. Hal ini sesuai pernyataan Alatas (2014), dugaan potensi sumberdaya ikan pelagis kecil di WPP 713 adalah sebesar 605.4 ribu ton/thn. Sumberdaya ikan di WPP ini berada dalam status pemanfaatan berlebih (over exploited). Hal tersebut juga dikarenakan effort yang dikeluarkan oleh nelayan untuk menangkap ikan layang melebihi nilai effort lestarinya. Effort yang dikeluarkan nelayan untuk menangkap ikan layang di perairan Donggola tahun 2012 adalah 7.395 trip dan tahun 2013 adalah 7.069 trip.

Seperti yang telah diketahui bahwa effort yang melebihi effort lestari akan berdampak pada menurunnya produksi ikan yang dihasilkan dibandingkan produksi lestarinya. Produksi ikan layang di perairan Donggala pada tahun 2010 dan 2012 adalah 116,54 ton dan 163,26 ton, dimana produksi ikan layang tersebut lebih rendah dari 166,87 ton (yang merupakan nilai produksi lestari ikan layang di perairan Donggola). Menurut Dahuri 2003 dalam Alatas 2014, tingginya intensitas penangkapan ikan akan memberikan dampak berupa penurunan populasi ikan tangkapan yang dicirikan dengan penurunan rata-rata hasil tangkapan per upaya penangkapan ikan, sebuah masalah utama yang umum terjadi dibeberapa daerah di Indonesia seperti Selat Makassar, Laut Jawa, Laut Banda dan Laut Cina Selatan. Peningkatan jumlah unit penangkapan ikan merupakan faktor terjadinya overfishing, selain masalah kerusakan lingkungan. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Monintja (2000), perubahan atau fluktuasi drastis produksi ikan merupakan salah satu indikasi bahwa sumberdaya ikan tersebut sudah mengalami kelebihan tangkap (overfishing).

(39)

24

pada tahun 2014 belum maksimal pemanfaatannya. Tingkat pemanfaatan untuk produksi ikan layang di perairan Donggola pada tahun 2014 adalah 52,64%. Menurut Muksin 2006 dalam Simbolon, et al (2011), tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu : (1) under exploited dengan tingkat pemanfaatan ≤ 65%, (2) optimal dengan tingkat pemanfaatan > 65% dan < 100%, (3) overfishing dengan tingkat pemanfaatan ≥ 100%. Berdasarkan pengelompokkan tersebut, maka tingkat pemanfaatan ikan layang di perairan Kabupaten Donggala pada tahun 2014 termasuk dalam kategori under exploited, yaitu sekitar 52,64%. Dengan demikian upaya penangkapan masih dapat ditambah hingga mencapai batasan keseimbangan secara bio-ekonomi dalam rangka meningkatkan hasil tangkapan.

Tingkat pemanfaatan yang masih dalam kategori under exploited, membuka peluang bagi nelayan untuk lebih mengintensifkan kegiatan penangkapan ikan layang di Kabupaten Donggala. Jadi di tahun 2014 effort berkurang yang mana bisa dikatakan fase pemulihan. Hal ini juga bisa disebabkan kondisi cuaca yang tidak stabil selama tahun 2014, yang dicirikan oleh gelombang tinggi yang terjadi hampir sepanjang tahun, sehingga membatasi upaya tangkap yang dilakukan oleh nelayan skala kecil. Menurut Simbolon 2008, kondisi perairan yang sesuai dengan habitat yang dikehendaki oleh ikan akan berpengaruh terhadap siklus hidup dan recruitmen ikan, dan akibatnya akan berdampak positif terhadap besarnya potensi ikan.

Kesimpulan

1. Ikan layang pada perairan donggala memiliki produksi lestari (Hmsy) sebesar 166,87 ton/tahun dan effort optimal sebesar 1.425 trip/tahun. Untuk menjaga kelestarian ikan layang pada perairan donggala tersebut, maka produksi ikan layang per tahun tidak boleh melebihi 166,87 ton dengan effort per tahun tidak pula melebihi 1.425 trip.

(40)

25

4 SELEKSI ALAT TANGKAP UNGGULAN

Pendahuluan

Teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan adalah upaya sadar danberencana dalam menggunakan alat tangkap untuk mengelola sumberdaya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup tanpa mempengaruhi atau mengganggu kualitas dari lingkungan hidup (Martasuganda, 2002). Selanjutnya Arimoto (2000) mengemukakan bahwa suatu alat tangkap dikatakan ramah lingkungan apabila alat tangkap tersebut tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, yaitu sejauh mana alat tangkap tersebut merusak dasar perairan (benthic disturbance), kemungkinan hilangnya alat tangkap, serta kontribusinya terhadap polusi. Faktor lain adalah bagaimana dampaknya terhadap bio-diversity dan target resources yaitu komposisi hasil tangkapan, adanya by catch serta tertangkapnya ikan-ikan muda.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa aktivitas penangkapan ikan yang ramah lingkungan adalah pemanfaatan sumberdaya hayati yang tidak mengganggu apalagi merusak tatanan integritas ekosistem sumberdaya hayati perairan maka kegiatan penangkapan ikan harus memperhatikan 3 hal yaitu : 1) Habitat dimana ikan dan biota perairan lainnya berada, 2) sumber daya ikan yang merupakan target aktivitas penangkapan, 3) Manusia (nelayan, pedagang, maneger dan stekholder lainnya).

Food Agriculture Organization (FAO), adalah sebuah lembaga dibawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani masalah pangan dan pertanian dunia, tahun 1995 mengeluarkan tata cara teknis kegiatan penangkapan ikan yang bertanggungjawab melalui Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Melalui CCRF ini, FAO menetapkan serangkaian kriteria bagi teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan (environmental friendly fishing technology) dengan harapan dapat memanfaatkan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan. Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) atau ketentuan perikanan yang bertanggung jawab dipergunakan sebagai pedoman melaksanakan kegiatan perikanan secara bertanggung jawab. Pedoman teknis ini akan memberikan kelengkapan bagi upaya nasional dan internasional untuk menjamin pengusahaan yang lestari dan berkelanjutan menyangkut sumberdaya akuatik yang selarasdan serasi dengan lingkungan. Pedoman ini ditujukan terutama bagi para pengambil keputusan dalam otoritas pengelolaan perikanan dan kelompok yang berkepentingan, termasuk perusahan perikanan, organisasi nelayan, organisasi non pemerintah yang peduli.

(41)

26

dengan ukuran kapal dan jenis alat tangkap yang digunakan, perlunya pengaturan opersi penangkapan ikan di lapangan, dimaksudkan agar tidak terjadi benturan antar kelompok nelayan, antar nelayan tradisional dengan nelayan modern. (3) Pemanfaatan. Sumberdaya perikanan harus dikelola secara wajar, agar kontribusinya terhadap nutrisi, ekonomi dan kesejahteraan sosial penduduk dapat ditingkatkan. (4) Peraturan. Perlu diperhatikan adanya peraturan-peraturan yang mengatur jalannya operasi penangkapan ikan yang menuju ramah lingkungan dan bertanggung jawab.

Dalam pengelolaan perikanan, penetapan tujuan yang jelas merupakan hal yang penting untuk mencapai keberhasilan dalam upaya pengembangan perikanan. Organisasi internasional multilateral yang terlibat dalam pengembangan perikanan memberikan prioritas untuk membantu pada sektor perikanan dari negara-negara peserta. Prioritas tersebut umumnya meningkatkan pengertian mengenai sumberdaya perikanan yang tersedia, mengembangkan perikanan yang berkelanjutan, baik secara ekonomi maupun lingkungan, meningkatkan teknik pengelolaan dan memperkuat pelayanan data dan informasi perikanan (Charles 2001). Operasi penangkapan ikan dapat berjalan dengan baik apabila suatu usaha perikanan memiliki beberapa kriteria teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan.

Menurut Monintja (2001) kriteria teknologi penangkapan ikan memiliki beberapa aturan penting, yaitu: selektifitas yang tinggi; tidak membahayakan nelayan; tidak destruktif terhadap nelayan; produksinya berkualitas; produknya tidak membahayakan konsumen; bycatch dan discard minimum, tidak menangkap spesies yang dilindungi atau terancam punah; dampak minimum terhadap keanekaragaman hayati; dapat diterima secara sosial.

CCRF diperlukan sebagai upaya sadar dan berencana dalam mengelola sumberdaya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan. Sasaran pembangunan perikanan tangkap baik di tingkat nasional maupun internasional untuk meningkatkan mutu hidup tanpa mempengaruhi atau mengganggu kualitas lingkungan hidup. Ketentuan perikanan bertanggung jawab, diharapkan dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk melaksanakan kegiatan perikanan yang berwawasan lingkungan. Bertitik tolak dari hal ini, maka diperlukan penelitian mengenai seleksi alat tangkap unggulan berdasarkan CCRF untuk ikan layang di perairan Kabupaten Donggala agar sumberdaya perikanan di daerah ini dapat dimanfaatkan secara maksimal, berkelanjutan, bertanggung jawab sekaligus sebagai wujud partisipasi pelaksanaan perikanan yang bertanggungjawab bersama negara-negara lain di dunia. Untuk menjamin kemungkinan terbaik dalam penyediaan ikan bagi generasi mendatang, maka semua yang terlibat pada perikanan tangkap di perairan Kabupaten Donggala hendaknya bekerjasama dalam melindungi dan mengelola sumberdaya ikan dan habitatnya.

Tujuan Penelitian

(42)

27

Metode penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret-April 2014 di Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono (2013), penelitian kualitatif adalah penelitian lebih bersifat seni (kurang terpola), dan disebut sebagai metode interpretive karena data hasil penelitian lebih berkenaan dengan interprestasi terhadap data yang ditemukan dilapangan. Metode ini juga sering disebut sebagai metode konstruktif karena, dengan metode kualitatif dapat ditemukan data-data berserakan, selanjutnya dikonstruksikan dalam suatu tema yang lebih bermakna dan mudah dipahami.

Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini ada dua jenis yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari beberapa pihak terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulawesi Tengah, DKP Kabupaten Donggala, PPI (Pangkalan Pendaratan Ikan) Kabupaten Donggala dan penelusuran pustaka.

Metode pengumpulan data untuk data primer dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Metode sampling ini mengambil sampel secara sengaja yang dirasa dapat mewakili populasi sehingga tujuan yang diinginkan tercapai. Populasi yang diteliti merupakan nelayan di wilayah Kabupaten Donggala khususnya di PPI Donggala. Adapun nelayan tersebut adalah nelayan yang dominan menangkap jenis ikan pelagis kecil utamanya ikan layang, yaitu nelayan pancing, nelayan gilnet, nelayan purse seine dan nelayan payang.

Analisis ini bertujuan untuk mendapatkan jenis alat tangkap ikan layang yang mempunyai keragaan (performance) yang baik ditinjau dari aspek biologi, teknis, ekonomi dan sosial sehingga merupakan alat tangkap yang cocok untuk dikembangkan. Pengembangan usaha perikanan adalah suatu bentuk proses atau kegiatan manusia dalam meningkatkan produksi di bidang perikanan dan secara tidak langsung dapat meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik (Bahari 1989). Dalam pengembangan perikanan ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh seperti :

a. Aspek biologi, hal ini berkaitan dengan sumberdaya ikan,

d. Aspek ekonomi yang tidak terlepas dengan hasil produksi dan pemasaran yang berdampak pada pendapatan bagi stakeholder.

(43)

28

sebaliknya. Untuk menghindari pertukaran yang terlalu banyak, maka digunakan fungsi nilai yang menggambarkan preferensi pengambil keputusan dalam menghadapi kriteria majemuk.

Penentuan unit-unit penangkapan yang mendukung CCRF dilakukan dengan menggunakan metode skoring dengan pemberian nilai 1 - 4. Setelah diperoleh nilai dengan menggunakan metode skoring terhadap semua kriteria (biologi, teknis, sosial ekonomi dan lingkungan), maka dilakukan standarisasi nilai dengan menggunakan metode fungsi nilai yang dikemukakan oleh Mangkusubroto dan Trisnadi (1985) dengan rumus sebagai berikut :

V (X) = V (A) = )

Dimana :

V (X) = Fungsi nilai dari variabel X X = Nilai variable X

X1 = Nilai tertinggi pada kriteria X X0 = Nilai terendah pada kriteria X V (A) = Fungsi nilai dari alternatif A

V1(X1) = Fungsi nilai dari alternatif pada kriteria ke-i i = 1,2,3,...

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemberian bobot (nilai) terhadap jenis alat tangkap yang menangkap ikan pelagis berdasarkan kriteria CCRF, pada tahap awal dilakukan perincian aspek-aspek berdasarkan CCRF, selanjutnya dilakukan perincian menjadi kriteria-kriteria pada setiap aspek. Selanjutnya aspek-aspek yang telah disusun diturunkan menjadi kriteria-kriteria unit penangkapan berdasarkan CCRF. Setiap kriteria pada setiap aspek memiliki cara pengukuran masing-masing. Hal ini disesuaikan dengan kondisi lapangan dan ketersediaan data. Jenis alat tangkap yang mendapatkan nilai skor tertinggi dapat diartikan lebih baik dari yang lainnya, demikian pula sebaliknya.

Hasil dan Pembahasan

Penentuan unit penangkapan yang mendukung CCRF dilakukan dengan metode skoring. Kriteria-kriteria berdasarkan CCRF yang telah disusun sebelumnya menjadi variabel dalam penilaian dengan cara skoring. Penilaian berdasarkan kriteria-kriteria tersebut dilakukan melalui hasil pengambilan data secara langsung dilokasi penelitian, wawancara dengan nelayan dari unit penangkapan yang ada, pengamatan dan juga ditunjang dengan data sekunder serta studi literatur. Adapun aspek yang perlu dikaji dalam satu unit penangkapan sehingga unit penangkapan tersebut dapat dikatakan mendukung CCRF adalah sebagai berikut :

(44)

29

1. Aspek Biologi

Penilaian keunggulan unit penangkapan ikan layang dilihat dari aspek biologi dengan kriteria penilaian X1 = selektifitas tinggi, X2 = tidak destruktif terhadap habitat, X3 = tidak melakukan penangkapan berlebihan dan X4 = hasil tangkapan berkualitas tinggi seperti terlihat pada Tabel 6, melihat hasil standardisasi penilaian aspek biologi, dimana menempatkan hand line dan gill net menempati urutan prioritas pertama, payang urutan prioritas kedua dan purse seine menempati urutan prioritas ketiga.

Tabel 6 Hasil penilaian aspek biologi

Alat Tangkap

Kriteria penilaian

X1 V1(X1) X2 V2(X2) X3 V3(X3) X4 V4(X4) V(A) UP

Purse seine 2 0,0 3 0,5 2 0,0 3 0,5 1,0 3

Hand Line 4 1,0 4 1,0 3 0,5 3 0,5 3,0 1

Gill net 3 0,5 4 1,0 4 1,0 3 0,5 3.0 1

Payang 3 0,5 3 0,5 3 0,5 3 0,5 2,0 2

Keterangan = X1 = selektifitas tinggi, X2 = tidak destruktif terhadap habitat, X3 = tidak melakukan

penangkapan berlebihan, X4 = hasil tangkapan berkualitas tinggi

Selektivitas yang tinggi, dengan skor :

1 Menngkap lebih dari 3 spesies ikan dengan varisi ukuran yang berbeda jauh

2 Menangkap 3 spesies ikan atau kurang dengan variasi ukuran yang berbeda jauh

3 Menangkap kurang dari 3 spesies ikan dengan ukuran yang relatif seragam

4 Menangkap 1 spesies ikan dengan ukuran yang relatif seragam Tidak merusak habitat, dengan skor :

1 Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas 2 Menyebabkan kerusakan pada wilayah yang sempit

3 Menyebabkan kerusakan sebagian habitat pada wilayah yang sempit 4 Aman bagi habitat

menghasilkan ikan berkualitas tinggi, dengn skor : 1 Ikan mati dan busuk

2 Ikan mati segar, cacat fisik 3 Ikan mati dan segar

4 Ikan hidup 2. Aspek Teknologi

Gambar

Gambar 1  Peta Kabupaten Donggala
Gambar 2   Diagram kerangka pemikiran
Gambar 3  Diagram alir penelitian
Tabel 2  Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) kategori usaha perikanan laut
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengawet makanan yang ketiga yang dikombinasikan dengan ekstrak biji dan kulit mangga adalah sodium metabisulfit. Daya hambat formulasi campuran antara ekstrak kulit/biji

Batu uretra primer sangat jarang terjadi. Pada batu uretra biasanya terjadi karena batu ginjal, ureter dan kandung kemih yang turun ke uretra. Keluhan yang biasa di sampaikan klien

Sehubungan dengan hal tersebut Sekretariat Daerah Kota Bandung diwajibkan untuk menyusun Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP). Penyusunan LKIP Sekretariat Daerah Kota

Faktor intrinsik adalah faktor-faktor dari dalam yang berhubungan dengan kepuasan, antara lain keberhasilan mencapai sesuatu dalam karir, pengakuan yang diperoleh dari

Simpulan : Terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Karang Tengah.. PHBS yang

Kemudian setelah didapatkan data tahun- tahun El Nino dan La Nina, dilakukan prediksi elevasi pasut pada empat titik di perairan Indonesia yang membentang dari Barat ke

Orang tidak merasa bersalah, tidak memikirkan dampak dari pesan melalui media yang dikirimkan akan berpengaruh pada interaksi dan hubungan sosial yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kinerja keuangan terhadap return saham pada perusahaan food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek