DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN
TERHADAP PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
INTRA DAN INTERREGIONAL KAWASAN BARAT DAN TIMUR
INDONESIA: SUATU ANALISIS MODEL INTERREGIONAL
SOCIAL ACCOUNTING MATRIX
Oleh :
SLAMET MULJONO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul “DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN TERHADAP PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN INTRA DAN INTERREGIONAL KAWASAN BARAT DAN TIMUR INDONESIA: SUATU ANALISIS MODEL INTERREGIONAL SOCIAL ACCOUNTING MATRIX” merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan dengan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program yang sejenis di perguruan tinggi lain.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Desember 2010
ABSTRACT
SLAMET MULJONO. Impacts of Road Infrastructure Development on Economy and Income Distribution Intra and Interregional West - East Indonesia: An Interregional Social Accounting Matrix Model Analysis. (BONAR M. SINAGA as Chairman, ARIEF DARYANTO and MAX ANTAMENG as Member of Advisory Committee).
The objective of this study is to analyze the impact of road infrastructure development on economy and income distribution in both Intra and Inter West-East Region of Indonesia. The model used is named Interregional Social Accounting Matrix West and East Region of Indonesia (IRSAM WEI). Within the IRSAM WEI framework, construction sector is disaggregated into construction of road infrastructure (includes bridge) and other constructions while urban and rural household income are disaggregated according to the World Bank into low, middle and high income. In order to meet the purposes of the research, data are analyzed descriptively and quantitatively the IRSAM multiplier. The use of Structural Path Analysis (SPA) is intended to clarify the correlation between roads and bridges infrastructure sector and household sector. The correlation between road infrastructure sector and other production sectors in West Region and East Region is determined by quantitatively analyzing the data using structural path analysis, while the impact of the policy in road infrastructure development on the interregional disparity between West Region and East Region is determined by analyzing the data quantitatively using policy simulation analysis.
The results show that the development of road infrastructure provides more value added impact on West Region than on East Region The spillover effect from East Region to West Region is higher than from West Region to East Region. The road infrastructure development policy increase household income. From the Structural Path Analysis shows that the strongest multiplier effect of the policy comes from production factor of worker and capital before to household. The road infrastructure development policy may reduce inequality household income interregional, especially when it is concentrated in East Region. The disparity West-East interregional both for household income and value added may be reduced. Therefore, in order to reduce the disparity West-East Region development, the development of road infrastructure should be more focused on the East Region.
RINGKASAN
SLAMET MULJONO. Dampak Pembangunan Infrastruktur Jalan Terhadap Perekonomian dan Distribusi Pendapatan Intra dan Interregional Kawasan Barat dan Timur Indonesia: Suatu Analisis Model Interregional Social Accounting Matrix. (BONAR M. SINAGA sebagai Ketua, ARIEF DARYANTO dan MAX ANTAMENG sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Kesenjangan dalam pembangunan telah lama menjadi isu penting di Indonesia. Perbedaan perkembangan antardaerah itu menyebabkan terjadinya kesenjangan kesejahteraan dan kemajuan daerah, terutama antara Jawa dan luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan. Kendati sudah banyak hasil-hasil pembangunan yang dirasakan, kesenjangan perkembangan wilayah antara KTI dibandingkan dengan KBI masih tinggi. Ketimpangan yang tinggi dapat membawa dampak buruk terhadap kestabilan ekonomi dan politik.
Penanggulangan ketimpangan pembangunan wilayah, antara lain dengan penyebaran pembangunan infrastruktur transportasi termasuk jalan. Untuk itu, diperlukan strategi pembangunan infrastruktur jalan yang tepat dalam kerangka pertumbuhan ekonomi nasional dan pemerataan ekonomi baik intra maupun interregional, maka perlu dilakukan penelitian dengan tujuan sebagai berikut : (1) menganalisis efek pembangunan jalan terhadap pendapatan tenaga kerja, modal dan lahan yang merupakan faktor produksi baik intra maupun interregional KBI dan KTI, (2) menganalisis efek pembangunan infrastruktur jalan terhadap pendapatan rumahtangga baik intra maupun interregional KBI dan KTI, (3) Menganalisis efek pembangunan jalan terhadap pendapatan sektor-sektor produksi selain sektor pembangunan jalan dan jembatan di KBI dan KTI, (4) menganalisis peranan pembangunan infrastruktur jalan terhadap perubahan pendapatan rumahtangga di KBI dan KTI, (5) menganalisis dampak kebijakan pengembangan jaringan jalan Nasional terhadap ketimpangan pendapatan rumahtangga intra dan interregional KBI dan KTI serta ketimpangan nilai tambah interregional KBI dan KTI.
ketimpangan interregional KTI dan KBI dilakukan dengan analisis simulasi kebijakan, sedangkan pengukuran ketimpangan dilakukan dengan analisis Maximum to Minimum Ratio (MMR) dan Coefficient of Variations (CV).
Dari analisis multiplier pembangunan jalan dan jembatan terhadap pendapatan faktor produksi, menunjukkan bahwa multiplier pendapatan tenaga kerja di kota lebih besar daripada di desa baik di KTI maupun KBI. Spillover multiplier pendapatan tenaga kerja dari KTI ke KBI lebih besar daripada dari KBI ke KTI. Sedangkan, multiplier pendapatan pemilik modal dan lahan di KBI lebih besar daripada di KTI. Untuk multiplier nilai tambah yang merupakan penjumlahan tenaga kerja, modal dan lahan di KBI lebih besar daripada di KTI. Fokus pembangunan jalan ke KTI, sepertinya kurang banyak mengatasi ketimpangan value added KBI dan KTI, hal ini karena multiplier efek intraregional KTI relatif kecil serta spillover dari KTI ke KBI relatif cukup besar.
Dari analisis multiplier pembangunan jalan dan jembatan terhadap pendapatan rumahtangga, pendapatan rumahtangga di KBI lebih besar daripada di KTI, pendapatan rumahtangga di kota lebih besar daripada rumahtangga di desa baik di KBI maupun di KTI. Rumahtangga di kota golongan pendapatan tinggi memperoleh pendapatan terbesar baik di KBI maupun di KTI. Total nilai multiplier sektor pembangunan jalan dan jembatan relatif besar dibanding sektor-sektor lain. Namun, karena rumahtangga kota golongan pendapatan tinggi yang memperoleh pendapatan terbesar sulit sekali mengurangi ketimpangan antargolongan pendapatan rumahtangga, dan ketimpangan spasial antarwilayah kota dan desa baik itu di KBI maupun di KTI.
Untuk multiplier efek terhadap pendapatan sektor produksi, multiplier sektor produksi di KBI lebih besar dari pada di KTI; Ketertkaitan kebelakang dgn sektor industri paling tinggi di KBI; Keterkaitan kebelakang KTI dengan sektor-sektor pertambangan, industri, perdagangan hotel dan restoran. Spillover dari KTI ke KBI lebih besar dari pada KBI ke KTI. Dari angka-angka multiplier tersebut menunjukkan sektor pembangunan jalan dan jembatan untuk saat ini belum atau tidak dapat dijadikan sebagai instrumen kebijakan sektoral yang dapat mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan antarsektor dan antarwilayah KBI dan KTI.
Pembangunan inrfastruktur jalan mampu meningkatkan pendapatan rumahtangga. Efek multiplier yang dijabarkan dalam SPA dipancarkan paling kuat melalui faktor produksi tenaga kerja dan modal sebelum sampai ke rumahtangga. Pengaruh intraregional KBI dan KTI, gol rumahtangga kota dan gol rumahtangga desa menggambarkan hasil yang sama, gol rumahtangga pendapatan tinggi memperoleh pengaruh global tertinggi dari efek dana stimulus. Efek global tertinggi didapat golongan rumahtangga kota pendapatan tinggi sedangkan yang terendah didapat golongan rumahtangga desa pendapatan rendah. Dari analisis SPA, efek spillover dari sektor pembangunan jalan dan jembatan dari KBI ke rumahtangga di di KTI lebih kecil daripada dari KTI ke rumahtangga di KBI.
ketimpangan yang terjadi, bila dikonsentrasikan ke KTI. Terlihat pada simulasi 5 ketimpangan Pendapatan rumahtangga dari nilai base berkurang -3.6123. Ketimpangan nilai tambah dari nilai base berkurang -0.08 (MMR). Dari analisis CV selisih terhadap base relatif kecil, KBI= 0.7828 KTI= 0.9461 NKRI untuk simulasi 5 menurun -0.0037.
Dari analisis-analisis tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sektor pembangunan jalan dan jembatan dapat memberi dampak yang besar terhadap kenaikan nilai tambah di KBI dan di KTI. Untuk setiap tambahan dana stimulus sebesar satu rupiah di sektor pembangunan jalan dapat memberi dampak kenaikan nilai tambah yang lebih tinggi di KBI dibandingkan di KTI.
Perekonomian KBI lebih cepat merespon dampak pembangunan infrastruktur jalan, dibandingkan dengan perekonomian KTI. Hal tersebut semakin diperjelas dengan melihat spillover effect antara dua kawasan, yang mana spillover effect dari pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di KTI lebih besar ke KBI dibandingkan KBI ke KTI. Dengan kondisi seperti ini, maka pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang selalu terfokus KBI tidak akan menyelesaikan masalah kesenjangan nilai tambah diantara kedua kawasan. Namun demikian, pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang lebih terfokus ke KTI sepertinya kurang banyak juga mengatasi ketimpangan nilai tambah antara KBI dan KTI. Ini terjadi karena selain efek multiplier intraregion nilai tambah yang sangat rendah diterima oleh KTI, spillover effect KTI terhadap KBI juga terlihat tinggi.
Multiplier efek pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan lebih banyak menguntungkan golongan rumahtangga yang berpendapatan tinggi, dan rumahtangga yang berada di kota. Sehingga sangat sulit mengharapkan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan dapat mengurangi ketimpangan antargolongan pendapatan rumahtangga, dan ketimpangan spasial antarwilayah kota dan desa baik itu di KBI maupun KTI. Efek pembangunan sektor infrastruktur jalan dan jembatan terhadap pendapatan rumahtangga belum dapat mengurangi ketimpangan pendapatan yang terjadi selama ini, baik itu ketimpangan antargolongan pendapatan, spasial maupun regional.
Multiplier sektor pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan terhadap sektor produksi terlihat lebih besar di KBI dibandingkan do KTI. Di KBI, sektor pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan paling tinggi memiliki keterkaitan ke belakang dengan sektor industri namun tidak di KTI.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN
TERHADAP PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
INTRA DAN INTERREGIONAL KAWASAN BARAT DAN TIMUR
INDONESIA: SUATU ANALISIS MODEL INTERREGIONAL
SOCIAL ACCOUNTING MATRIX
SLAMET MULJONO
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup:
Dr.Ir. Rina Oktaviani, MS
Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manejemen, Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS
Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manejemen, Institut Pertanian Bogor
Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka:
Ir. I.F. Poernomosidhi Poerwo, M.Sc., Ph.D
Pejabat Fungsional Tata Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum Dr. Muhammad Firdaus, SP., M.Si
Menyetujui,
Menyetujui, 1.Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Ketua
Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec Dr. Max Antameng, MA
Anggota Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi 3.Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Ekonomi Pertanian
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 21 September 2010 Tanggal Lulus :
Judul Disertasi : Dampak Pembangunan Infrastruktur Jalan Terhadap Perekonomian dan Distribusi Pendapatan Intra dan Interregional Kawasan Barat dan Timur Indonesia: Suatu Analisis Model Interregional Social Accounting Matrix Nama Mahasiswa : Slamet Muljono
Nomor Pokok : A161040214
PRAKATA
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas Berkat dan Rahmat-Nya disertasi yang berjudul Dampak Pembangunan Infrastruktur Jalan Terhadap Perekonomian dan Distribusi Pendapatan Intra dan Interregional Kawasan Barat dan Timur Indonesia: Suatu Analisis Model Interregional Social Accounting Matrix dapat diselesaikan dengan baik.
Isu kesenjangan interregional tersebut saat ini masih relevan dan masih menarik, karena pemasalahan kesenjangan ekonomi interregional tersebut belum terpecahkan secara memuaskan, sehingga disertasi ini menjadi penting karena salah satu agenda utama dalam pembangunan KBI dan KTI adalah menyelesaikan masalah ketimpangan struktur ekonomi dan distribusi pendapatan. Berbagai alternatif solusi telah ditawarkan dan beberapa kebijakan serta langkah operasional telah ditempuh namun belum membuahkan hasil.
Penyusunan disertasi ini tidak akan terlaksana baik jika tidak ada arahan dan bimbingan dari komisi pembimbing, dan bantuan dari pihak-pihak lainnya. Karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB yang juga sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan yang sangat konstruktif terhadap segala perbaikan penyusunan disertasi ini serta banyak memberi ilmu ekonomi yang lebih mendalam selama penulis mengikuti kegiatan perkuliahan.
2. Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec selaku Anggota Komisi Pembimbing yang sudah banyak memberi masukan dalam perbaikan penyusunan disertasi kepada penulis disela-sela kesibukan beliau.
Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya juga ingin disampaikan penulis kepada :
1. Direktur Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menempuh program S3 di IPB.
2. Bapak H. Arwin As, SH selaku Bupati Siak, yang juga telah memberikan ijin kepada penulis untuk tetap mengikuti program S3 di IPB ketika penulis bertugas di Kabupaten Siak.
3. Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS, Dr. Ir. Parulian Hutagaol, MS, Dr. Muhammad Firdaus, SP, MSi dan Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS, Dr. Yusman Syaukat, Dr. Dedi Budiman Hakim, Dr. Ir. Poernomosidhi Poerwo, MSc yang telah memberikan masukan-masukan yang sangat berharga kepada penulis untuk perbaikan disertasi ini.
Selain itu, dengan rasa tulus penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada rekan-rekan seangkatan Program S3 EPN Khusus Angkatan II, I,III dan S3 EPN Program Reguler yang bersama-sama dengan kompak dan secara kekeluargaan kita semua menyelesaikan kuliah dan ujian prelim dengan baik. Atas segala dorongan maupun saling bantu membantu selama mengikuti penyelesaian studi bersama di Sekolah Pascasarjana IPB tidak akan penulis lupakan.
Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada istri Hj. Irmawati, ST, dan ketiga anak Rizky Mulya Putra, Keysha Ferrellina Mulya, Tristan Azka Mulya atas kasih dan segala dukungan selama penulis menjalani hari-hari yang mengurangi secara signifikan waktu kebersamaan kita. Tanpa pengertian dan dukungan istri dan anak-anak tercinta, mustahil pendidikan ini dapat terselesaikan dengan baik. Waktu yang bergerak cepat dan menekan akan menjadi tak tertanggungkan tanpa kasih sayang kalian.
Akhirul kata, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang penulis tidak sebutkan lagi satu persatu, yang telah banyak membantu dan memberi dorongan selama ini. Semoga amal dari semua yang berperan tersebut mendapatkan balasan dari Allah SWT yang Maha Bijaksana, Maha Pemurah dan Penyayang. Amin.
Bogor, Desember 2010 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Oktober 1958 di Kota Jember Provinsi Jawa Timur. Merupakan anak ke empat dari lima bersaudara dari pasangan H.Soeripto, SH (almarhum) dan Hj. Siti Mulyati.
Pada tahun 1970 penulis menyelesaikan sekolah dasar di SD Negeri 6 Manado, kemudian melanjutkan pada SMP Negeri 1 Manado dan lulus pada tahun 1973. Selanjutnya pada tahun 1976 lulus dari SMAK Sancta Maria Surabaya. Penulis meneruskan studi di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang, lulus pada tahun 1984. Setelah itu penulis mengikuti studi Pascasarjana Jalan Raya di Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung, lulus tahun 1985. Pada tahun 1989 penulis dengan beasiswa AusAID melanjutkan studi Master of Engineering Science jurusan Teknik Sipil/Transport di School of Civil Engineering The University of New South Wales, Sydney, Australia, lulus tahun 1991. Terakhir, tahun 2004 penulis melanjutkan studi program S3 pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB Bogor dengan Bidang Konsentrasi Ilmu Ekonomi Regional.
Kabupaten Siak. Sejak tahun 2009 hingga kini sebagai staf khusus Direktorat Bina Program, Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum.
i
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 9
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 11
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 12
II. PROFIL INFRASTRUKTUR JALAN ... 13
2.1. Umum ... 13
2.2. Karakteristik Ekonomi Infrastruktur Jalan ... 14
2.3. Infrastruktur Jalan di Indonesia ... 15
2.3.1. Jalan Nasional dan Daerah ... 18
2.3.2. Kondisi Jaringan Jalan Nasional ... 21
2.3.3. Perkembangan Jalan Tol ... 26
2.3.3.1. Komparasi Antarnegara ... 26
2.3.3.2. Progres Pembangunan Jalan Tol ... 27
2.4. Daya Saing Jalan di Indonesia ... 29
2.5. Harga Satuan Penanganan Jalan ... 38
2.6. Rangkuman ... 39
III. TINJAUAN PUSTAKA ... 44
3.1. Pengertian Regional ... 44
3.2. Ruang Lingkup Ilmu Ekonomi Regional ... 47
3.3. Pembangunan Ekonomi Regional ... 50
3.3.1. Pertumbuhan Ekonomi Regional ... 50
ii
3.6. Teori Basis Ekspor ... 68
3.7. Peranan Investasi Infrastruktur Publik... 73
3.8. Distribusi Pendapatan ... 77
3.8.1. Distribusi Pendapatan Personal atau Institusi ... 83
3.8.2. Distribusi Pendapatan Fungsional atau Faktorial ... 84
3.9. Ketimpangan Pendapatan... 90
3.10. Konsep dan Aplikasi Model SAM ... 97
3.11. Studi Empirik dengan Model IRSAM ... 113
3.12. Rekomendasi Kebijakan ... 127
IV. KERANGKA PEMIKIRAN ... 128
4.1. Tinjauan Umum ... 128
4.2. Dampak Pembangunan Jalan Terhadap Ekonomi Makro ... 130
4.3. Peran Investasi Infrastruktur Jalan ... 135
4.4. Justifikasi Pengunaan Model IRSAM ... 138
4.5. Kerangka Sederhana SAM ... 139
4.6. Kerangka Analisis Pengganda SAM ... 148
4.7. Kompilasi Jaringan Interregional ... 155
4.8. Metode Updating dan Balancing SAM ... 162
4.9. Konsep Distribusi Pendapatan ... 166
4.10. Structural Path Analysis ... 167
4.10.1. Pengaruh Langsung ... 170
4.10.2. Pengaruh Total ... 171
4.10.3. Pengaruh Global ... 172
V. METODOLOGI PENELITIAN ... 174
5.1.Konstruksi Model IRSAM KBI-KTI ... 174
5.1.1. Membangun Interregional Input Output ... 174
5.1.2. Penyusunan IRSAM... 181
iii
Jembatan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi ... 193
5.2.2. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Pendapatan Rumahtangga ... 193
5.2.3. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Pendapatan Sektor Produksi ... 194
5.2.4. Analisis Jalur Struktural ... 195
5.2.5. Analisis Dampak Kebijakan Pengembangan Jaringan Jalan Nasional ... 196
VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP PEREKONOMIAN ... 199
6.1.Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi ... 199
6.1.1.Efek Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Intraregional . 200
6.1.2.Efek Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Interegional ... 202
6.1.3.Efek Terhadap Nilai Tambah ... 205
6.1.4.Rangkuman ... 206
6.2.Analisis Multiplier Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Pendapatan Rumahtangga ... 208
6.2.1.Efek Terhadap Pendapatan Rumahtangga Intraregional ... 209
6.2.2.Efek Terhadap Pendapatan Rumahtangga Interregional ... 210
6.2.3.Rangkuman ... 214
6.3.Analisis Multiplier Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Pendapatan Sektor Produksi ... 215
6.3.1.Efek Terhadap Pendapatan Sektor Produksi Intraregional .... 215
6.3.2.Efek Terhadap Pendapatan Sektor Produksi Intrerregional ... 217
6.3.3. Rangkuman ... 219
VII. JALUR STRUKTURAL SEKTOR INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN KE RUMAHTANGGA ... 220
7.1. Analisis Jalur Struktural Sektor Infrastruktur Jalan dan Jembatan KBI Terhadap Rumahtangga ... 220
iv
7.4. Rangkuman ... 234
VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA ... 236
8.1. Analisis Simulasi Kebijakan ... 236
8.2. Analisis Distribusi Pendapatan ... 238
8.2.1. Analisis Maximum to Minimum Ratio ... 239
8.2.2. Analisis Coefficient of Variation ... 240
8.3. Rangkuman ... 243
IX. KESIMPULAN DAN SARAN ... 247
9.1. Kesimpulan ... 247
9.2. Saran ... 250
9.2.1. Implikasi Kebijakan ... 250
9.2.2. Penelitian Lanjutan ... 251
DAFTAR PUSTAKA ... 254
v
Nomor Halaman
1. Panjang Jalan, Luas Wilayah dan Penduduk Menurut Pulau di Indonesia
Tahun 2009 ... 21
2. Perkiraan Pencapaian Kondisi Jalan Tahun 2004-2009 ... 23
3. Perkiraan Pencapaian Panjang Jalan di Indonesia Tahun 2005 – 2009 ... 24
4. Perkiraan Pencapaian Kondisi Jalan Kabupaten dan Perkotaan di Indonesia Tahun 2006 – 2008 ... 24
5. Kualitas Jalan di Indonesia Tahun 2000-2006 ... 25
6. Perbandingan Panjang Jalan Tol di Beberapa Negara Asia dan Asean ... 26
7. Ruas Jalan Tol yang Sudah Beroperasi Sampai dengan Tahun 2008 ... 28
8. Faktor Kunci dan Persentase Dua Belas Pilar Daya Saing ... 30
9. Tingkat Kompetitif Indonesia Dibandingkan dengan Negara-negara Tetangga Tahun 2008 ... 32
10. Tingkat Kompetitif Indonesia Dibandingkan dengan Negara-negara Tetangga Tahun 2009 ... 32
11. Tingkat Kompetitif Indonesia Dibandingkan dengan Negara-negara Tetangga Tahun 2010 ... 33
12. Peringkat Indonesia Berdasarkan Logistic Performance Index Dibandingkan dengan Negara Tetangga Tahun 2010 ... 34
13. Kondisi Infrastruktur Indonesia Dibandingkan dengan Negara-negara Tetangga Tahun 2010 ... 35
14. Ranking Regional untuk Akses Jasa Infrastruktur di Indonesia Tahun 2007 ... 36
15. Kenaikan Kemacetan Jalan di Indonesia dari Tahun 1998-2005 ... 36
16. Dampak Menyeluruh Penanaman Investasi Publik ... 74
vi
20. Struktur Sederhana Social Accounting Matrix ... 141
21. Struktur IRSAM ... 142
22. Definisi Neraca Transaksi IRSAM ... 143
23. Tabel I-O ... 181
24. Kerangka Dasar SAM... 182
25. Pengembangan Kerangka Tabel SAM ... 183
26. Data Tabel SAM dari Tabel I-O... 184
27. Tabel SAM Transfer Data dari Tabel I-O... 185
28. Matrik Transfer Antarinstitusi ... 187
29. Tabel SAM Lengkap ... 189
30. Multiplier Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi ... 200
31. Multiplier Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Pendapatan Rumahtangga... 209
32. Total Multiplier Sektor-Sektor Ekonomi Terhadap Pendapatan Rumahtangga... 213
33. Multiplier Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Pendapatan Sektor-Sektor Ekonomi ... 216
34. Analisis Jalur Struktural Sektor Infrastruktur Jalan dan Jembatan KBI Terhadap Rumahtangga... 221
35. Analisis Jalur Struktural Sektor Infrastruktur Jalan dan Jembatan KTI Terhadap Rumahtangga... 228
36. Dampak Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Jembatan Terhadap Perubahan Pendapatan dan Distribusi Pendapatan Rumahtangga... 238
vii
39. Dampak Pembangunan Jalan Sepanjang 1 Km Terhadap Pendapatan Rumahtangga ... 242 40. Dampak Penambahan Panjang Jalan Sesuai Rencana Jaringan Jalan
viii
Nomor Halaman
1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan KBI-KTI Tahun 2000 ... 5 2. Laju Pertumbuhan Atas Dasar Harga Konstan 2000 KBI-KTI
Tahun 2002-2006 ... 6 3. Linkages antara Infrastruktur, Pengurangan Kemiskinan dan
Pertumbuhan ... 7 4. Karakteristik Ekonomi Infrastruktur ... 14 5. Kontribusi pada PDB Nasional Sub Sektor Transportasi di Indonesia
Tahun 2003 ... 16 6. Pilihan Moda untuk Angkutan Penumpang dan Barang ... 17 7. Perkembangan Jaringan Jalan Menurut Status Jalan di Indonesia
Tahun 2002-2006 ... 18 8. Panjang Jalan Nasional Sesuai Klasifikasi Bedasarkan Spesifikasi
Penyediaan Prasarana Jalan di Indonesia Tahun 2009 ... 19 9. Perbandingan Luas Wilayah, Penduduk, Panjang Jalan dan Jumlah
Kendaraan di Indonesia Tahun 2009 ... 20 10. Pencapaian dan Target Kondisi Jalan Nasional di Indonesia
Tahun 2008 ... 22 11. Pertumbuhan Panjang Jalan Tol di Indonesia Tahun 2009 ... 27 12. Perbandingan Peringkat Negara ASEAN Terhadap Dunia dalam Pilar
Infrastruktur dan Kualitas Jalan Tahun 2008-2009 ... 31 13. Perubahan Sistem Distribusi Berdasarkan Peringkat Logistic
Performance Index Tahun 2010 ... 33 14. Proporsi Jalan dengan Perkerasan Antarnegara Tahun 2007 ... 37 15. Rasio Jalan di Indonesia Dibandingkan dengan Negara-negara
ix
20. Distribusi Pendapatan Fungsional, Distribusi Pendapatan Personal, dan Golongan Penduduk Pedesaan di Indonesia ... 85 21. Kurva U Terbalik (Hipotesis Kuznets) ... 91 22. The Economy-Wide Circular Flow of Income ... 104 23. Potensi Kesempatan Kerja ... 132 24. Linkage Mikro Pembangunan Jalan dengan Sektor Industri dan Jasa ... 133 25. Interaksi Tata Ruang dan Sistem Transportasi ... 134 26. Transportasi Menggerakkan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ... 136 27. Kerangka SAM Interregional ... 144 28. Proses Pengganda Antaraneraca Endogen SAM ... 151 29. Jalur Dasar Dalam Analisis Jalur ... 168 30. Sirkuit Dalam Analisis Jalur ... 168 31. An Example of the Possible Linkages Between Two Sectors ... 169 32. Prosedur Penyusunan Koefisien Input Antardaerah... 177 33. Prosedur Penyusunan Matriks Antardaerah ... 178 34. Prosedur Penyusunan Tabel I-O Interregional Tahun 2005 ... 180 35. Diagram Jalur Struktural Sektor Infrastruktur Jalan dan Jembatan KBI
Terhadap Rumahtangga di Desa ... 223 36. Diagram Jalur Struktural Sektor Infrastruktur Jalan dan Jembatan KBI
Terhadap Rumahtangga di Kota ... 224 37. Diagram Jalur Struktural Sektor Infrastruktur Jalan dan Jembatan KBI
Terhadap Rumahtangga Kota Pendapatan Tinggi di KTI ... 228 38. Diagram Jalur Struktural Sektor Infrastruktur Jalan dan Jembatan KTI
Terhadap Rumahtangga di Kota ... 230 39. Diagram Jalur Struktural Sektor Infrastruktur Jalan dan Jembatan KBI
x 40. Ja lur S tr uk tur al E fe k D a n a S ti m u lu s S ekt o r I nf ra st rukt u r J al a n da n Je m b at an T er h ada p R u m a h tan gga B er da sar ka n J a lur y a n g M e m pu ny a i P er sen tas e G lo ba l T er be sar ...
©
Hak cipta milik IPB (Institut Pertanian Bogor)Bogar Agricultural University
•
HOR Cipto Dilindungi Undong-Undong1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh I:?arya tulis ini tanpa mencantuml:?an dan menyebutl:?an sumber:
a. Pengutipan hanya untul:? I:?epentingan pendidil:?an, penelitian, penulisan I:?arya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan I:?ritil:? atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidal:l merugil:lan I:lepentingan yang wajar IPB.
xi
Nomor Halaman
1. Struktur dan Klasifikasi Sektor Interregional SAM Indonesia
(KBI-KTI) Tahun 2005 ... 264 2. Matrik Koefisien Input Interregional SAM Indonesia (KBI-KTI)
Tahun 2005 ... 267 3. Matrik Multiplier Interregional SAM Indonesia (KBI-KTI)
Tahun 2005 ... 310 4. Hasil Simulasi Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Jalan dan
Jembatan di KBI dan KTI ... 352
1.1. Latar Belakang
Kendati sudah banyak hasil-hasil pembangunan yang dirasakan, namun perlu disadari bahwa masalah kesenjangan antardaerah belum ditangani secara serius. Sejalan dengan keberhasilan meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat pada umumnya, pemerintah pada saat ini memberikan perhatian yang lebih besar pada pembangunan daerah-daerah yang masih tertinggal, khususnya di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Hal ini merupakan tantangan pembangunan yang harus dihadapi mengingat masalah kesenjangan dapat mengancam disintegrasi bangsa serta menyulitkan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi nasional yang berlandaskan pemerataan.
Perkembangan ekonomi antardaerah memperlihatkan kecenderungan bahwa provinsi-provinsi di pulau Jawa pada umumnya mengalami perkembangan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan dengan provinsi lainnya di luar Pulau Jawa. Perbedaan perkembangan antardaerah itu menyebabkan terjadinya kesenjangan kesejahteraan dan kemajuan daerah, terutama antara Jawa dan luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan (Kuncoro, 2002). Di samping itu masih ditemui daerah-daerah yang relatif tertinggal dibandingkan dengan yang lainnya seperti daerah terpencil, minus, kritis, perbatasan dan daerah terbelakang lainnya.
bahwa sejak dulu sudah banyak perbedaan antarprovinsi, namun tampak ada pemerataan antarprovinsi sejak 1970-an baik dilihat dari segi laju pertumbuhan maupun kenaikan indikator-indikator sosial di setiap provinsi. Hill mengemukakan KTI masih tertinggal dibandingkan wilayah KBI karena sejak dulu wilayah timur Indonesia memang lebih miskin.
Indonesia bagian timur masih terbelakang dan tertinggal dari provinsi lain, tetapi bisa dikatakan Indonesia bagian timur juga maju dilihat dari laju pertumbuhan sehingga tidak terlalu banyak perbedaan antara Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur. Tetapi oleh karena dari dulu Indonesia bagian timur lebih miskin, maka laju pertumbuhannya tidak setinggi wilayah barat sehingga kesenjangannya semakin lama semakin besar.
Isu kesenjangan interregional tersebut saat ini masih relevan dan masih menarik, hal ini dikarenakan pemasalahan tersebut belum terpecahkan secara memuaskan. Berbagai alternatif solusi telah ditawarkan dan beberapa kebijakan serta langkah operasional telah ditempuh namun belum membuahkan hasil.
di Makassar dan Papua yang sebagian besar adalah industri pertambangan. Usaha jasa yang dominan di KBI adalah jasa keuangan, yang tersedia dari hulu sampai hilirnya, sedangkan di KTI didominasi oleh usaha jasa perdagangan (Ditjen Penataan Ruang, 2002; BPS, 2009)
Isu-isu pengembangan KTI adalah (1) masih rendahnya kemampuan manajemen potensi kelautan di KTI, serta belum terpadu dan sinkronnya pola pengelolaan potensi kelautan yang sangat besar dengan pengelolaan potensi darat yang masih berupa produk awal untuk kebutuhan konsumsi rumahtangga atau lokal (self-containe), (2) rendahnya tingkat aksesibilitas antarkawasan di KTI sehingga masih banyak dijumpai kawasan-kawasan yang terisolasi dari pusat-pusat kegiatan ekonomi, seperti daerah perbatasan, pulau-pulau kecil, pesisir dan daerah pedalaman, (3) dalam kaitan dengan aksesibilitas yang rendah tersebut, secara umum sentra-sentra produksi yang terdapat di KTI belum memiliki aksesibilitas langsung ke pasar internasional, dan (4) masih banyak dan tingginya
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
2000 2001 2002 2003 2004 2005* 2006*
P
DRB (
J
u
ta
Ru
p
ia
h
)
KBI KTI
[image:30.595.111.507.83.322.2]Sumber: BPS (2007)
Gambar 1. Produk Domestik Regioanal Bruto Atas Dasar Harga Konstan KBI-KTI Tahun 2000
Penyeimbangan pembangunan antara KTI dan KBI perlu dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Pembangunan infrastruktur yang membuka aksesibilitas KTI harus diikuti dengan peningkatan kemampuan dan kualitas sumberdaya manusia (SDM) masyarakat di wilayah KTI yang biasanya memerlukan waktu lebih panjang. Pembangunan infrastruktur tanpa diimbangi peningkatan SDM hanya akan menambah tingkat kebocoran regional KTI yang sudah terjadi selama ini.
Sumber: BPS,2007
Gambar 2. Laju Pertumbuhan Atas Dasar Harga Konstan 2000 KBI-KTI Tahun 2002-2006
Integrasi dan interaksi ekonomi antara dua wilayah akan memberikan pengaruh tidak hanya secara internal tetapi juga eksternal dari setiap perubahan ekonomi di suatu wilayah. Artinya, apabila terjadi perubahan (injeksi) ekonomi di KTI, maka perubahan itu di samping memberikan pengaruh terhadap perekonomian KTI sendiri (self-influence), juga terhadap perekonomian KBI (spillover effect). Posisi saling mempengaruhi inilah yang membuka peluang terjadi atau tidaknya penyempitan kesenjangan ekonomi antarwilayah.
Setiap upaya percepatan pertumbuhan ekonomi akan membuka celah terjadinya ketimpangan pendapatan antargolongan masyarakat ataupun interregional. Oleh karena itu, setiap upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi harus disertai dengan upaya untuk mengeliminir setiap celah yang memungkinkan terjadinya ketimpangan pendapatan. Pembangunan infrastruktur mempunyai hubungan yang erat dengan pengentasan kemiskinan dan peluang
0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00
2000 2001 2002 2003 2004 2005* 2006*
(%
)
usaha, secara umum Joint Flag Study (IBRD dan ADB, 2005) digambarkan sebagai berikut:
[image:32.595.123.489.141.383.2]Sumber : IBRD dan ADB, 2005
Gambar 3. Linkages antara Infrastruktur, Pengurangan Kemiskinan dan Pertumbuhan
Pembangunan infrastruktur mempunyai korelasi positif dengan pengentasan kemiskinan, karena pembangunan infrastruktur dapat meningkatkan pertumbuhan. Peningkatan pertumbuhan berarti peningkatan income per kapita dan memiliki multiplier effect termasuk peningkatan kesempatan kerja yang pada akhirnya dapat mengentaskan kemiskinan.
produksi, pusat kota, pusat-pusat permukiman atau konsumsi sehingga membutuhkan prasarana jalan dengan kualitas tinggi serta tingkat aksesibilitas dan mobilitas yang memadai.
Terdapat mazhab yang mengatakan bahwa dengan pembangunan infrastruktur jalan maka akan terjadi pertumbuhan ekonomi. Di lain pihak juga ada aliran yang menyatakan bahwa pembangunan terlebih dahulu baru ada pengembangan prasarana. Keduanya tidak perlu diperdebatkan, karena bukti-bukti empiris menyatakan bahwa kontribusi sektor jalan cukup signifikan terhadap pertumbuhan wilayah.
Pembangunan infrastruktur mempunyai arti strategis karena merupakan tambahan terhadap stok kapital infrastruktur (infrastructure stock) yang mempunyai kaitan yang erat dengan output perekonomian. Semakin bertambah stok modal seperti jalan dan jembatan maka semakin besar pula dorongannya terhadap pertumbuhan ekonomi makro. Pada level makro, gambaran tentang peranan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi umumnya menunjukkan hubungan positif antara pembangunan infrastruktur publik dengan pembentukan modal, lapangan kerja serta pertumbuhan output perekonomian. Khususnya untuk jalan beberapa studi juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas antara investasi di bidang infrastruktur transportasi dengan pembangunan ekonomi (Aschauer, 1991; Forkenbrock and Foster, 1990; Babcock et al., 1997; Ozbay et al., 2003, 2006).
spasial, spillover positif dari keberadaan infrastruktur transportasi terhadap perekonomian daerah akan semakin kecil jika semakin jauh dari infrastruktur tersebut (Ozman, et al., 2007).
1.2. Perumusan Masalah
Kesenjangan dalam pembangunan telah lama menjadi isu penting di Indonesia (Resosudarmo et al., 2009). Perkembangan ekonomi antardaerah memperlihatkan kecenderungan bahwa provinsi-provinsi di pulau Jawa pada umumnya mengalami perkembangan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan dengan provinsi lainnya di luar Pulau Jawa. Perbedaan perkembangan antardaerah itu menyebabkan terjadinya kesenjangan kesejahteraan dan kemajuan daerah, terutama antara Jawa dan luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan (Kuncoro, 2002). Meskipun sudah banyak hasil-hasil pembangunan yang dirasakan, kesenjangan perkembangan wilayah antara KTI dibandingkan dengan KBI masih tinggi. Ketimpangan yang tinggi dapat membawa dampak buruk terhadap kestabilan ekonomi dan politik.
Penanggulangan ketimpangan pembangunan wilayah dapat dilakukan antara lain dengan penyebaran pembangunan prasarana infrastruktur transportasi termasuk jalan (Sjafrizal, 2008; Tjahjati, 2009). Infrastruktur jalan diharapkan dapat berperan sebagai instrumen bagi pengurangan kemiskinan, pembukaan daerah terisolasi, dan juga mempersempit kesenjangan antarawilayah.
tumbuhnya perekonomian nasional dan pengembangan wilayah, sekaligus mempersempit kesenjangan pembangunan antardaerah. Berdasarkan uraian tersebut, untuk memperoleh strategi pembangunan infrastruktur jalan yang tepat dalam kerangka pertumbuhan ekonomi nasional dan pemerataan ekonomi baik intra maupun interregional, maka diperlukan studi yang mengkaji permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
1. Seberapa besar multiplier efek pembangunan infrastruktur jalan terhadap pendapatan faktor produksi yang meliputi tenaga kerja, modal dan lahan baik intra dan interregional KBI dan KTI?
2. Seberapa besar multiplier efek pembangunan infrastruktur jalan terhadap pendapatan rumahtangga intra dan interregional KBI dan KTI?
3. Seberapa besar multiplier efek pembangunan infrastruktur jalan dengan sektor-sektor produksi lainnya di KBI dan KTI?
4. Seberapa besar peranan sektor pembangunan infrastruktur jalan dalam terhadap peningkatan pendapatan rumahtangga di KBI dan KTI?
5. Seberapa besar dampak kebijakan pengembangan jaringan jalan Nasional terhadap ketimpangan pendapatan rumahtangga intra dan interregional KBI dan KTI serta ketimpangan nilai tambah interregional KBI dan KTI?
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
pertumbuhan ekonomi nasional dan pemerataan ekonomi di kedua kawasan tersebut. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Menganalisis multiplier efek pembangunan jalan terhadap pendapatan rumahtangga, modal dan lahan baik intra maupun interregional KBI dan KTI. 2. Menganalisis multiplier efek pembangunan infrastruktur jalan terhadap
pendapatan rumahtangga baik intra maupun interregional KBI dan KTI. 3. Menganalisis multiplier efek pembangunan jalan terhadap pendapatan
sektor-sektor produksi lainnya di KBI dan KTI.
4. Menganalisis peranan pembangunan infrastruktur jalan terhadap perubahan pendapatan rumahtangga di KBI dan KTI.
5. Menganalisis dampak kebijakan pengembangan jaringan jalan Nasional terhadap ketimpangan pendapatan rumahtangga intra dan interregional KBI dan KTI serta nilai tambah interregional KBI dan KTI.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada (1) pemerintah pusat dan daerah sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan ekonomi wilayah yang berorientasi pada pertumbuhan dan pemerataan, dan (2) akademisi dan peneliti sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut, terutama untuk memperluas wawasan dan memperkaya pengetahuan tentang ekonomi interregional di Indonesia.
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
namun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah perbedaan aktivitas ekonomi atau faktor keempat.
Aktivitas ekonomi dapat dikelompokkan menjadi aktivitas produksi dan aktivitas konsumsi. Aktivitas produksi dapat dibagi menurut lapangan usaha, yang akan dikaji berdasarkan struktur ekonomi, keterkaitan antarsektor dan dampak perubahan suatu sektor terhadap output dan pendapatan, baik intraregional maupun interregional. Aktivitas konsumsi menyangkut pengeluaran, pendapatan rumahtangga dan pendapatan pemerintah. Dalam hal ini yang akan dikaji adalah struktur pengeluaran dan sumber pendapatan rumahtangga intraregional dan interregional. Selain itu, dikaji juga kebijakan pemerintah tentang pemerataan pendapatan antargolongan rumahtangga.
2.1. Umum
Infrastruktur adalah satu set struktur yang bergabung satu dengan yang
lain dan membentuk satu rangka yang menyokong keseluruhan struktur tertentu.
Misalnya, infrastruktur pengangkutan terangkum di dalamnya berupa rel kereta
api, jalan raya, lapangan terbang, pelabuhan serta elemen-elemen yang masih
bersangkutan dengan pengangkutan atau transportasi. Definisi infrastruktur dalam
arti ekonomi adalah utilitas publik yang meliputi pembangkit tenaga listrik,
telekomunikasi, suplai air terpipa, sanitasi dan pembuangan limbah, pengumpulan
buangan padat, sampah serta gas terpipa. Pekerjaan umum meliputi: jalan, DAM,
pekerjaan kanal untuk irigasi dan drainase. Sektor transportasi meliputi rel
antarkota, pelabuhan dan bandar udara (World Bank, 1994).
Analisis tentang pengaruh pembangunan infrastuktur publik terhadap
pertumbuhan ekonomi makro nasional dan regional ataupun indikator ekonomi
makro lainnya mempunyai kaitan erat dengan kebijakan pembangunan
infrastruktur publik. Dengan demikian analisis tentang dampak pembangunan
infrastruktur publik di Indonesia mempunyai kaitan yang erat dalam
merencanakan dan melaksanakan pembangunan infrastruktur publik. Dalam
kaitannya dengan jenis-jenis infrastruktur, diatur dengan Peraturan Presiden
nomor 42 tahun 2005, Tentang Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan
Infrastruktur yaitu: infrastruktur transportasi, jalan, pengairan, air minum dan
sanitasi, telematika, ketenagalistrikan, dan infrastruktur pengangkutan minyak dan
Pembangunan infrastruktur mendapat perhatian yang cukup besar
mengingat masih terbatasnya infrastruktur publik untuk menunjang roda kegiatan
ekonomi, sementara program pembangunan nasional mengarah pada upaya untuk
memperkuat kembali pertumbuhan ekonomi setelah terjadi krisis ekonomi yang
cukup parah pada tahun 1998.
2.2. Karakteristik Ekonomi Infrastruktur Jalan
World Bank (1994), menggambarkan karakteristik ekonomi dari
infrastruktur seperti pada Gambar 4. Dari bagian infrastruktur dapat dilihat bahwa
telekomunikasi merupakan anggota infrastruktur yang paling komersial dan
dikategorikan sebagai private goods yang sangat individual.
Sumber:World Bank (1994)
Gambar 4. Karakteristik Ekonomi Infrastruktur
Eksternalitas
Barang Pribadi Kepemilikan
Bersama
Telekomunikasi Bus Antarkota Tenaga Pembangkit Air Tanah Generator Jalan Antarkota
Saluran Irigasi
Distribusi Tenaga Rel, Bandara, dan Pelayan Pipa Suplai Air Lokal
Transmisi Tegangan Saluran Irigasi Tinggi
Sanitasi
Urban Seawerage
Jalan Tol Jalan dalam Kota
Penjaga Jalan Rambu-Rambu
Barang Kelompok Barang Umum
Rendah Lebih Tinggi
Kepemilikan Sendiri Bukan Kepemilikan Sendiri
Bukan Saingan
Spektrum yang lain adalah jalan desa atau kabupaten, tanda lampu lalu
lintas dan pembersihan jalan yang merupakan public goods, sulit diidentifikasi
secara individu dan bersifat non rival. Jalan tol, terutama interurban walaupun
mempunyai karakteristik non rival akan tetapi masih berstatus club goods yang
mempunyai karakteristik luar yang rendah. Berdasarkan gambar yang dibuat oleh
World Bank (1994) tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa perbedaan
karakteristik ekonomi antara telekomunikasi dengan jalan, dapat dikatakan
perbedaan karakteristik antara yang sangat komersial dengan yang tidak komersial
atau kurang komersial.
Jalan secara umum tidak dapat dikategorikan komersial, selain pernyataan
para pakar juga merupakan bukti empirik di lapangan. Jalan tol adalah
satu-satunya jalan yang dapat dikategorikan komersial dengan mempergunakan road
user charges hanya maksimal 5% dari total panjang jalan suatu negara, bahkan di
Indonesia hanya sekitar 0.5% dari total panjang jalan yang keseluruhannya adalah
320.000 km.
2.3. Infrastruktur Jalan di Indonesia
Jalan menurut Undang-undang nomor 38 tahun 2004 sebagai prasarana
transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial-budaya,
lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan
jasa merupakan faktor yang penting dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan
negara. Jalan merupakan satu kesatuan sistem jaringan yang menghubungkan dan
mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia. Selain undang-undang tersebut
0 10 20 30 40 50 60
Transportasi Laut
Transportasi Udara
Transportasi Jalan
ASDP Rel Jasa Angkutan
(%
)
tol serta Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang jalan. Jalan sesuai
dengan peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan umum
dikelompokkan menurut sistem (primer dan sekunder), fungsi (arteri, kolektor dan
lokal), status (nasional, provinsi dan kabupaten atau kota) dan kelas (diatur sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan
jalan).
Adapun kontribusi transportasi jalan terhadap sub sektor transportasi
mencapai 50% (Gambar 5). Selain itu, berdasarkan hasil survei asal tujuan
transportasi nasional 1996 memperlihatkan bahwa moda jalan hampir
mendominasi di seluruh provinsi yaitu antara 60%-90%, kecuali Maluku yang
moda jalannya hanya sebesar 20% (Bappenas, 2003). Sedangkan di pulau Jawa
dan Sumatera moda jalan mendominasi sekitar 80%-90% dari seluruh perjalanan.
Moda jalan merupakan pilihan utama untuk perjalanan jarak pendek dan
menengah dalam satu pulau atau kawasan.
Sumber: Bappenas, 2003
84,13
7,32
0,43 4,83 1,76 1,52 90,34
0,62
1,01
0,98 7 0,05
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
p
er
s
en
Angkutan penumpang
Angkutan Barang
Dari Gambar 6 di bawah ini, dapat dilihat porsi pengangkutan penumpang
dan barang dari moda yang digunakan. Moda pada pengangkutan penumpang dan
barang dibagi menjadi 7 moda, yaitu: jalan, kereta api, sungai, penyeberangan,
laut dan udara. Moda angkutan penumpang yang banyak dipilih atau digunakan
adalah jalan, yaitu 84.13 persen sangat tinggi dibandingkan moda yang lain.
Kereta api menduduki peringkat kedua yaitu 7.32 persen, sedangkan moda-moda
yang lain hanya digunakan kurang dari 5 persen. Hal ini juga terjadi pada moda
pengangkutan barang, jalan merupakan moda yang sangat mendominasi yaitu
90.34 persen, sedangkan moda yang lain hanya mempunyai porsi kurang dari 5
persen. Apabila dilihat dari rata-rata moda untuk angkutan barang dan
penumpang, maka dapat dilihat bahwa yang menggunakan moda jalan adalah
kurang lebih 87 persen.
[image:42.595.103.515.56.804.2]Sumber: Kuncoro (2010)
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000
PRAPELITA PELITA I PELITA II PELITA III PELITA IV PELITA V PELITA VI PROPENAS TAHUN 2005
TAHUN 2006
(Km
)
Nasional Provinsi Kabupaten Kotamadya Tol
2.3.1. Jalan Nasional dan Daerah
Jalan nasional adalah jalan dengan status jalan nasional dan
diselenggarakan oleh pemerintah pusat, sedangkan jalan daerah yaitu meliputi
jalan dengan status jalan provinsi, kabupaten atau kota yang diselenggarakan oleh
masing-masing pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten atau kota
(Undang-undang nomor 38 tahun 2004).
[image:43.595.105.515.126.782.2]Perkembangan jaringan jalan menurut status jalan dapat dilihat pada
Gambar 7. Panjang jalan total seluruh Indonesia terus meningkat terutama terjadi
pada jalan kabupaten. Penambahan panjang jalan kabupaten terus meningkat
cukup tajam dari tahun 1981 – 1994, dan setelah itu relatif stabil. Krisis ekonomi
yang melanda Indonesia mengakibatkan pembangunan dan rehabilitasi jalan
mengalami penurunan, hal ini disebabkan pendanaan difokuskan untuk membantu
masyarakat yang terpuruk akibat krisis ekonomi. Secara umum kondisi jaringan
jalan nasional beberapa tahun terakhir terus mengalami penurunan.
Sumber: Ditjen Praswil 2002, 2005, 2006
[image:43.595.107.514.465.686.2]0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000
2006 2007 2008
(
Km
)
Jalan Tol Jalan Raya Jalan Sedang Jalan Kecil Jalan Sub Standard Total
Beberapa sebab utama adalah kualitas konstruksi jalan yang belum
optimal, pembebanan berlebih (excessive over loading), bencana alam seperti:
longsor, banjir dan gempa bumi, serta menurunnya kemampuan pembiayaan
setelah masa krisis ekonomi yang menyebabkan berkurangnya anggaran alokasi
dana untuk biaya pemeliharaan jalan oleh pemerintah secara drastis. Panjang jalan
nasional sesuai dengan klasifikasi berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana
jalan dapat dilihat dalam Gambar 8. Pulau Jawa dan Bali merupakan pulau yang
paling mudah diakses di Indonesia, karena nilai aksesibilitasnya paling tinggi
mencapai 0.102 km per km2. Pulau Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara dan
Maluku memiliki kesamaan dalam kemudahan mengakses wilayah tersebut.
[image:44.595.102.516.72.783.2]Sumber: Ditjen Bina Marga 2009
Gambar 8. Panjang Jalan Nasional Sesuai Klasifikasi Bedasarkan Spesifikasi Penyediaan Prasarana Jalan di Indonesia Tahun 2009
Pulau Papua merupakan pulau yang paling sulit diakses (terisolir) di
Indonesia karena nilai aksesibilitasnya yang rendah, hanya 0.07 km per km2.
0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0
Sumatra Jaw a Bali&NT Kalimantan Sulaw esi Maluku&Papua
(%)
Luas Wilayah Penduduk Panjang Jalan Kendaraan
tetapi bukan berarti wilayahnya sulit diakses oleh penduduknya, hal ini
dikarenakan adanya moda transportasi air sebagai alternatif yang digunakan di
Kalimantan (Gambar 9).
Sumber: Ditjen Bina Marga 2009
Gambar 9. Perbandingan Luas Wilayah, Penduduk, Panjang Jalan dan Jumlah Kendaraan di Indonesia Tahun 2009
Sungai-sungai di Kalimantan pada umumnya tergolong sungai yang besar
dan dapat dilayari. Namun, kedepan bila lingkungan hutan tidak terjaga dengan
baik sungai-sungai tersebut mungkin tidak dapat dilayari lagi sepanjang tahun
karena semakin dangkal sehingga peran transportasi jalan menjadi sangat penting,
gambaran panjang jalan, luas wilayah dan penduduk dapat dilihat pada Tabel 1.
Kondisi jaringan jalan dicerminkan dari kualitas jaringan jalan. Kualitas
jaringan jalan erat kaitannya dengan kenyamanan dan keamanan perjalanan
melewati jaringan jalan, selain itu juga merupakan bentuk kinerja jalan dalam
fungsinya sebagai prasarana transportasi darat. Penilaian kualitas jalan didasarkan
dengan perhitungan berdasarkan indeks yang digunakan di dunia, yaitu
Tabel 1. Panjang Jalan, Luas Wilayah dan Penduduk Menurut Pulau di Indonesia Tahun 2009
Pulau
Panjang Jalan Luas Wilayah Penduduk Aksesibilitas Mobilitas
(Km) % (Km2) % (Jiwa) % (Km/Km2 (Km/1000
penduduk) )
Sumatera 126.769 33.97 446.732 24.12 48,468 345 21.46 0.28 2.62
Jawa 86.647 23.22 129,306.48 6.98 130 401 500 57.74 0.67 0.66
Bali 6.960 1.87 5,449.37 0.29 3 466 800 1.53 1.28 2.01
Nusa
Tenggara 24.609 6.59 65,847 3.56 8 736 700 3.87 0.37 2.82
Kalimantan 42.627 11.42 507,412 27.40 13 107 100 5.80 0.08 3.25
Sulawesi 55.941 14.99 193,847 10.47 16 662 032 7.38 0.29 3.36
Maluku
Papua 29.620 7.94 503,371 27.18 5 012 079 2.22 0.06 5.91
KBI 213.416 57.19 576,038 31.10 178 869 845 79.20 0.37 1.19
KTI 159.757 42.81 1,275,926 68.90 46 984 711 20.80 0.13 3.40
TOTAL 373 173 100.00 1,851,965 100.00 225 854 556 100.00 0.20 1.65
Sumber : BPS, 2007; Bina Marga, 2009
Nilai IRI menggambarkan tingkat kekasaran permukaan jalan dan panjang
jalan kasar per kilometer, semakin besar nilai IRI maka semakin kasar jalan
tersebut. Kriteria jalan dengan kondisi baik berada pada nilai IRI ≤ 4 m per km,
jalan dengan kondisi sedang memiliki nilai IRI antara 4 – 8 m per km, jalan
dengan kondisi rusak ringan nilai IRI-nya adalah 8 – 12 m per km, dan jalan rusak
berat memiliki nilai IRI >12 m per km. Sedangkan jalan dikatakan mantap jika
berkondisi baik dan sedang dan jalan dikatakan tidak mantap jika jalan tersebut
berkondisi rusak ringan dan rusak berat.
2.3.2. Kondisi Jaringan Jalan Nasional
Secara umum, kondisi rata-rata jaringan jalan Nasional di seluruh
Indonesia antara tahun 2005 sampai tahun 2009 semakin membaik. Capaian dan
Sumber: Ditjen Bina Marga,2008
Gambar 10. Pencapaian dan Target Kondisi Jalan Nasional di Indonesia Tahun 2008
Karena keterbatasan pendanaan, sejak tahun 2004-2007 pemerintah hanya
melakukan operasi pemeliharaan jalan nasional agar tetap berfungsi dengan baik,
hal ini disebabkan keterbatasan anggaran pembangunan. Peningkatan kapasitas
jalan baru direncanakan pada tahun 2008 dan 2009, pemerintah akan menambah
lajur dari 59.107 lajur km tahun 2004 menjadi 82.190 lajur km tahun 2008,
sedangkan pada tahun 2009 angka ini akan bertambah menjadi 84.985 lajur km.
Terlepas dari kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemerintah yang
diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 38 tahun 2004 dan Peraturan
Pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang jalan yakni lebar minimal 7 meter, akan
tetapi karena keterbatasan pemerintah masih sekitar 45% dari total panjang jalan
nasional yang masih sub standar. Beberapa ruas jalan nasional masih banyak
dalam kategori sub standard atau di bawah 5 meter satu lajur.
Terkait dengan kapasitas jalan, pemerintah juga menaruh perhatian pada
daya dukung jalan nasional. Daya dukung jalan nasional saat ini rata-rata masih
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00
2005 2006 2007 2008 2009
(%
)
sekitar 8 ton. Kondisi jalan nasional yang mencapai 34.628 km, tercatat kondisi
jalan mantap mencapai 83.23%, rusak ringan 13.34% dan rusak berat 3.43%
(2008) seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkiraan Pencapaian Kondisi Jalan di Indonesia Tahun 2004-2009
N
o
Kondisi Jalan
Tahun 2005
Tahun 2006
Tahun 2007
Tahun 2008
Tahun 2009
km % km % km % km % km %
1 Baik 17037.4 37.0 10956.6 31.6 11905.4 34.4 17200.9 49.7 18092.8 52.2
2 Sedang 10873.4 43.9 17314.3 50.0 16565.7 47.8 11620.1 33.6 12055.9 34.8
3 Rusak ringan
2874.2 8.3 3210.1 9.3 3232.7 9.3 4617.9 13.3 4480.1 12.9
4 Rusak berat
3843.8 11.1 3147.8 9.1 2925 8.4 1189.9 3.4 0 0
Total 34628.8 34628.8 34628.8 34628.8 34628.8
Sumber: Ditjen Bina Marga, 2009
Dalam hal jalan tol, sampai akhir 2009 jalan tol yang ada di Indonesia baru
mencapai 693.27 km. Jika melihat pembangunan jalan tol pertama kali tahun 1978
(jalan tol Jagorawi sepanjang 59 km) maka panjang jalan tol yang ada tidak
mengalami pertumbuhan yang pesat. Pada tahun 1987 terjadi perubahan dalam
perkembangan jalan tol, yaitu masuknya pihak swasta dalam investasi jalan tol.
Sejumlah kendala investasi jalan tol memang masih ada yaitu masalah
pembebasan tanah, peraturan, belum intensnya dukungan pemerintah daerah
dalam pengembangan jaringan jalan tol, serta belum adanya ketentuan yang jelas
mengenai land capping. Pencapaian-pencapaian dalam pengembangan jalan dapat
dilihat dari jalan nasional dan kabupaten atau kota.
1. Perkiraan Pencapaian Jalur
Perkiraan pencapaian jalur kilometer dari tahun 2005 sampai tahun 2009
telah meningkat setiap tahun. Jalur kilometer akhir tahun 2005 mencapai 74.930
km yang telah meningkat jalur kilometer pada tahun 2009 sampai akhir 84,985
km. Informasi lebih rinci tentang pencapaian yang diharapkan jalur kilometer
tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perkiraan Pencapaian Panjang Jalan di Indonesia Tahun 2005 – 2009
Sumber: Ditjen Bina Marga, 2009
2.
Total panjang Jalan Kabupaten dan Kota pada tahun 2008 adalah
288.185.39 km, dengan 22.46% dari total panjang jalan dalam kondisi baik.
Sementara 24.53% dari total panjang jalan nasional berada dalam kondisi baik,
31.14% berada dalam keadaan rusak ringan dan 21.87% mempunyai keadaan
rusak. Untuk informasi lebih rinci mengenai perkiraan pencapaian Kabupaten dan
Urban kondisi jalan 2006 – 2008 dapat dilihat pada Tabel 4.
Pencapaian Perkiraan Kondisi Jalan Kabupaten dan Kota
Tabel 4. Perkiraan Pencapaian Kondisi Jalan Kabupaten dan Perkotaan di Indonesia Tahun 2006 – 2008
No Kondisi Jalan Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008
km % km % km %
1 Baik 69 050.81 24.35 68 727.67 24.26 69 948.76 22.46
2 Sedang 69 921.13 24.65 71 106.71 25.10 72 330.51 24.53
3 Rusak ringan 96 019.32 33.86 90 799.69 32.05 88 462.15 31.14
4 Rusak berat 48 620.38 17.14 52 687.89 18.60 57 443.96 21.87
Total 283 611.64 283 321.96 288 185.39 Sumber: Ditjen Bina Marga, 2009
Tahun Pembangunan Panjang Jalan (Km)
2005 74 930
2006 76 590
2007 78 780
2008 82 189
2009 84 985
Kualitas jalan nasional yang baik relatif cukup tinggi, tetapi terlalu banyak
jalan daerah yang tidak terpelihara dengan baik (Tabel 5). Bila dibandingkan
dengan negara-negara lain dalam kawasan, proporsi jalan dengan perkerasan di
Indonesia relatif cukup tinggi sekitar 60%. Proporsi jalan nasional terpelihara
dengan kondisi baik sampai sedang sekitar 80% menurun sejak tahun 2000.
Kondisi ini kontras dengan kualitas rata-rata dari jalan daerah yang tetap sama
pada tahun 2002. Beberapa wilayah terburuk berada di KTI, dimana kepadatan
penduduk dan kebutuhan lalu lintas rendah, jalannya masih tidak dapat di akses
sepanjang tahun.
Tabel 5. Kualitas Jalan di Indonesia Tahun 2000-2006
Jenis Jalan Panjang Kondisi Standar
Permukaan
2000 2006
Jalan Tol 649 - - 100
Jalan Nasional 34 628 87 81 90
Jalan Provinsi 37 164 81 63 89
Jalan Kabupaten 240 946 49 49 52
Total Jalan (Km) 339 005 - - 60.5
Sumber : World Bank, 2007
Dampak penurunan kualitas jalan terhadap kegiatan ekonomi memang
lebih terasa pada pulau Jawa dan Sumatera (KBI) karena kedua wilayah tersebut
kepadatan dan lalu lintas jalan lebih padat dibandingkan dengan pulau lainnya.
Konsentrasi ketersediaan jalan raya berada di pulau Jawa yang luasnya hanya
6.7% dari luas wilayah Indonesia, tetapi memiliki 27% panjang jalan di wilayah
Indonesia. Hal ini sejalan dengan jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di
pulau Jawa yaitu sebesar 62%. Konsentrasi terkecil di Papua dengan luas 23.4%
dari luas dataran di Indonesia hanya memiliki 6% panjang jalan dari seluruh
2.3.3. Perkembangan Jalan Tol
2.3.3.1. Komparasi Antarnegara
Pembangunan jalan tol di Indonesia sejak awal kehadirannya pada tahun
1978 sampai mencapai jangka waktu seperempat abad berjalan dengan sangat
lambat, khususnya jika dibandingkan dengan pembangunan jalan tol di beberapa
negara tetangga dan negara lain di Asia. Pada tahun 2002 perbandingan panjang
jalan tol di Indonesia dengan panjang jalan tol di Jepang, Malaysia, Korea dan
China dapat dilihat pada Tabel 6 (Santoso, 2004).
Tabel 6. Perbandingan Panjang Jalan Tol di Beberapa Negara Asia dan Asean
Negara Jumlah Penduduk
Panjang Jalan (Km) Km/Jalan/ 1 Juta Penduduk Arteri Tol
Jepang 125.000.000 1 166 340 11 520 9 422
Malaysia 22.000.000 64 949 1 230 3 008
Korea 46.000.000 88 775 2 600 1 986
Cina 1 300 .000.000 1 700 000 100 000 1 384
Indonesia 210 .000.000 26 000 520 126
Sumber : Asosiasi Jalan Tol Indonesia (Santoso, 2004)
Panjang jalan tol yang telah dioperasikan di Indonesia pada tahun 2002
hanya mencapai 520 km, dari panjang ini hanya sekitar 25% yang dikerjakan oleh
sektor swasta. Sementara itu pada tahun yang sama di Malaysia panjang jalan tol
yang dioperasikan sudah mencapai 1.230 km atau 2.4 kali panjang jalan tol di
Indonesia, sedangkan di Korea mencapai 2.600 km (5 kali di Indonesia).
Negara Jepang mempunyai panjang tol mencapai 11.520 km (22.2 kali di
Indonesia) dan di Cina 100.000 km (192.3 kali di Indonesia). Cina memiliki
panjang jalan tol terbesar yaitu sepanjang 100.000 km, akan tetapi dari rasio
[image:52.595.102.510.79.370.2]
Sumber: Ditjen Bina Marga, 2009
Gambar 11. Pertumbuhan Panjang Jalan Tol di Indonesia Tahun 2009
Negara Jepang menempati peringkat teratas yaitu 9.422 km per 1 juta
penduduk dan Malaysia diurutan kedua dengan 3.008 km per 1 juta penduduk,
sementara Indonesia tetap berada pada urutan terbawah dengan 126 km per 1 juta
penduduk. Dari segi panjang jalan tol maupun dari rasio panjang jalan tol dengan
jumlah penduduk, Indonesia jauh tertinggal dengan negara tetangga dan negara
Asia lainnya menunjukkan betapa lambatnya laju pembangunan jalan tol di
Indonesia selama ini. Gambaran spesifik pertumbuhan jalan tol antara tahun 1978
sampai tahun 2008 dapat dilihat pada Gambar 11.
2.3.3.2 Progres Pembangunan Jalan Tol
Seperti dapat dilihat pada Gambar 11 serta Tabel 7 laju pasokan atau
pembangunan jalan tol di Indonesia dapat dibedakan dalam 3 (tiga) kondisi, yaitu
kondisi sebelum krisis (1978–1998), selama krisis (1998–1999) dan pasca krisis
(1999–sekarang). Sebelum krisis, rata-rata laju pasokan jalan tol adalah sebesar
0 100
1980 1982
700
600
500
400
300
200 800
1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996
Tahun
P
anj
ang
Ja
la
n T
o
l
1998 2000 2002 2004 2006
1978 2008 2010
sumber dana: pinjaman luar negeri dan obligasi jasa marga
sektor swasta dengan sistem BOT
swasta dengan BOT+BTO+ penerbitan obligasi
25.75 km per tahun, selama masa krisis pasokan jalan tol relatif tidak mengalami
pertumbuhan sehingga laju pertumbuhan adalah sama dengan nol, sedangkan
[image:53.595.98.511.112.751.2]pasca krisis, laju pasokan rata-rata jalan tol di Indonesia adalah 9.25 km per tahun.
Tabel 7. Ruas Jalan Tol yang Sudah Beroperasi Sampai dengan Tahun 2008
No Jalan Tol
Panjang (km) Mulai
Operasi Jalan
Akses Utama
A JASA MARGA
1 Jakarta-Bogor-Ciawi 50.00 9.00 1978
2 Jakarta-Tangerang 27.00 6.00 1988-1998
3 Surabaya-Gempol 43.00 6.00 1984
4 Jakarta-Cikampek 72.00 11.00 1986
5 Padalarang-Cileunyi 35.63 28.77 1986
6 Prof. DR. Soedijatmo 14.30 1986
7 Lingkar Dalam Kota Jakarta 23.55 1988
8 Balmera 33.70 9.00 1989, 1996
9 Semarang seksi A,B,C 24.75 1987,1983, 1998
10 Ulujami-Pondok Aren 5.55 2001
11 Cirebon-Palimanan 26.30 1998
12 JORR W2 Selatan
(Pond.Pinang-Veteran) 1996
JORR E1 Selatan (Taman
Mini-Hankam Raya) 16.77 1998
JORR E2 (Cikulir-Cakung) 2000-2003
13 Cikampek-Padalarang I 17.50 2004
14 Cikampek-Padalarang II 41.00 2006
15 JORR E1-3,W2-S2-E3,E1-4 14.35 2006
16 JORR Selatan
(Pond.Pinang-Taman Mini) 14.25 1995-1996
TOTAL 459.65 69.77
SUB TOTAL A 529.42
B SWASTA
1 Tangerang-Merak 73.00 1987-1996
2 Ir.Wiyoto Wiyono, Msc. 15.50 1990
3 Surabaya-Gersik 20.70 1989-1996
4 Harbour Road 11.55 1995-1996
5 Ujung Pandang Tahap 1 6.05 1998
6 Serpong-Pondok Aren 7.25 1999
7 SS Waru-Bandara Juanda 12.80 2008
8 Makassar seksi IV 11.60 2008
SUB TOTAL B 158.45
SUB TOTAL A 529.42
SUB TOTAL A + B 687.87
Pada kondisi sebelum krisis laju pasokan jalan tol terkecil (11.80 km per
tahun) adalah pada periode awal 1978–1983 selain karena baru mulai juga sumber
dana terbesar adalah dari anggaran pemerintah, sedangkan laju pasokan terbesar
(36.25 km per tahun) adalah pada periode kedua 1983–1987 dimana sumber dana
berasal dari pinjaman luar negeri dan penerbitan obligasi Jasa Marga.
2.4. Daya Saing Jalan di Indonesia
Beberapa badan internasional telah melakukan survei secara global lebih
dari 100 negara, untuk melihat tingkat daya saing negara dalam kaitannya dengan
parameter produksi yang menjadi tujuan utama pembagunan infrastruktur jalan.
World Economic Forum, merupakan salah satu badan internasional yang
melakukan review serta survei pada 130 negara, dalam kaitannya dengan peranan
sektor jalan terhadap daya saing negara, serta Logistic Performance Index (LPI),
yaitu studi yang dilakukan bersama antara World Bank, pelaku ekonomi
transportasi, penyedia jasa logistik dan akademisi. Asian Development Bank
(ADB), juga melakukan survei tentang peran sektor jalan sebagai bagian dari
infrastruktur dalam kaitannya dengan pertumbuhan maupun perkembangan
ekonomi suatu wilayah. Studi ini mempergunakan patokan Indonesia tahun 2025
menjadi negara independent dan high economies, untuk itu diperlukan
usaha-usaha konkrit dalam kaitannya dengan strategi penyelenggaraan infrastruktur.
World Economic Forum analisis daya saing telah berdasarkan pada Global
Competitiveness Index (GCI) sejak tahun 2005, indeks yang sangat komprehensif
yang mencakup dasar-dasar mikroekonomi dan makroekonomi daya saing
nasional. GCI menunjukkan sejauhmana daya saing nasional merupakan
reformasi dalam bidang yang berbeda yang mempengaruhi produktivitas jangka
panjang suatu negara, mulai dari tata pemerintahan yang baik dan stabilitas
makroekonomi dengan efisiensi pasar faktor produksi, adopsi teknologi dan
inovasi potensi, dikelompokkan menjadi 12 pillars of competitiveness (Tabel 8.).
Tabel 8. Faktor Kunci dan Persentase Dua Belas Pilar Daya Saing
Sumber : Global Competitiveness Index
Global Competitiveness Index telah digunakan oleh negara