• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pola Kepemimpinan dan Metode Penugasan Tim terhadap Motivasi Kerja Perawat Pelaksana di RSUD Kabanjahe Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pola Kepemimpinan dan Metode Penugasan Tim terhadap Motivasi Kerja Perawat Pelaksana di RSUD Kabanjahe Tahun 2012"

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH POLA KEPEMIMPINAN DAN METODE PENUGASAN TIM TERHADAP MOTIVASI KERJA PERAWAT PELAKSANA

DI RSUD KABANJAHE TAHUN 2012

TESIS

Oleh

KALVIN GINTING 107032039/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE INFLUENCE OF PATTERN OF LEADERSHIP AND TEAM ASSIGNMENT METHOD ON TEH WORK MOTIVATION OF

NURSES AT KABANJAHE GENERAL HOSPITAL IN 2012

THESIS

By

KALVIN GINTING 107032039/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGARUH POLA KEPEMIMPINAN DAN METODE PENUGASAN TIM TERHADAP MOTIVASI KERJA PERAWAT PELAKSANA

DI RSUD KABANJAHE TAHUN 2012

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

KALVIN GINTING 107032039/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : PENGARUH POLA KEPEMIMPINAN DAN METODE PENUGASAN TIM TERHADAP MOTIVASI KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RSUD KABANJAHE TAHUN 2012

Nama Mahasiswa : Kalvin Ginting Nomor Induk Mahasiswa : 107032039

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah diuji

Pada tanggal : 20 September 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : 1. Drs. Amir Purba, M.S, Ph.D Anggota : 1. dr. Heldy BZ, M.P.H

(6)

PERNYATAAN

PENGARUH POLA KEPEMIMPINAN DAN METODE PENUGASAN TIM TERHADAP MOTIVASI KERJA PERAWAT PELAKSANA

DI RSUD KABANJAHE TAHUN 2012

TESIS

dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012

(7)

ABSTRAK

Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Mengingat perawat sebagai sumber daya terpenting dalam menjalankan roda suatu rumah sakit dengan tidak mengecilkan arti Sumber Daya Manusia (SDM) yang lain, maka perawat dituntut untuk memiliki kemampuan intelektual, interpersonal, kemampuan teknis dan moral. Berdasarkan survei pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe ditemukan bahwa pola kepemimpinan belum berjalan dengan baik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan metode tim sehingga motivasi perawat pelaksana belum maksimal dan ini berdampak pada rendahnya angka BOR ( Bed Occupancy Rate ) tahun 2011 hanya 45% yang belum mencapai standar nasional yaitu 80%.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pola kepemimpinan dan metode penugasan tim terhadap motivasi kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe. Rancangan penelitian ini adalah cross sectional dengan jenis survey explanatory yang dimulai pada bulan April sampai Juli 2012. Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana (total sampling) yang memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yaitu sebanyak 116 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner yang telah disiapkan kemudian dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier berganda pada α= 0,05. Sehingga diperoleh persamaan garis regresi:Y = 36,696 + 0,369 (X1) + 0,424 (X2).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola kepemimpinan dan metode penugasan tim berpengaruh terhadap motivasi kerja perawat pelaksana dengan ρ=

0,0001. Responden penelitian yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 21 responden (18,1%) dan perempuan 95 responden (81,9%), Mayoritas perawat pelaksana menilai pola kepemimpinan berada pada kategori kurang baik 68 orang (58,6%). Mayoritas perawat pelaksana menilai metode penugasan tim berada pada kategori baik. Mayoritas perawat pelaksana menyatakan motivasi kerja berada pada kategori baik.

Disarankan agar pemimpin perlu mempertahankan dan meningkatkan kompetensinya dengan cara mengikuti pelatihan untuk penyegaran, mengikuti workshop juga meningkatkan tim kerja efektif melalui kegiatan rapat bulanan, temu ramah. Pimpinan juga perlu mempertahan motivasi kerja perawat pelaksana yang sudah berada dalam kategori baik atau meningkatkannya lagi dengan cara memberikan penghargaan non material, seperti: selalu memberikan pujian, perhatian dan dukungan sehingga pelayanan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe semakin baik kepada masyarakat.

(8)

ABSTRACT

Hospital as one of health facilities is a part of health human resources which is very much needed in supporting the implementation of health efforts. Considering nurse as the most important source without discouraging the other human resources in running a hospital, the nurses are required to have intellectual, interpersonal and technical abilities and moral. Based on the result of preliminary survey done at Kabanjahe General Hospital, the pattern of leadership has not run well in the implementation of team method nursing care that the motivation of nurses was not maximum and this has brought an impact to the BOR (Bed Occupancy Rate) in 2011 (only 45%) which did not reach the national standard of 80%.

The purpose of this explanatory survey study with cross-sectional design conducted from April to July 2012 was to find out the pattern of leadership and team assignment method on the motivation of nurses working at Kabanjahe General Hospital. The population of this study was all of the 116 nurses providing nursing care to the patients and all of the nurses were selected to be the samples for this study through total sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests at α = 0.05 with the regression line equation Y = 36.696 A+ 0.369 (X1) + 0.424 (X2

The result of this study showed that the pattern of leadership and team assignment method had influence on the motivation of nurses with p = 0.001. The respondents of this study consisted of 21 men (18.1%) and 95 women (58.6%). Majority of the nurses (68 nurses or 58.6%) said that the pattern of leadership was in the less good category but the team assignment method and work motivation were in good category.

).

A leader is suggested to maintain and improve his/her competency by attending trainings for refreshment and to attend workshops to improve the effective team work through monthly meetings. A leader should also maintain or improve the good motivation of the nurses by giving the nurses non-material awards such as compliment, attention and support that the service provided by Kabanjahe General Hospital for the community becomes better.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis telah dapat menyusun dan menyelesaikan Tesis dengan judul “Pengaruh Pola Kepemimpinan dan Metode Penugasan Tim terhadap Motivasi Kerja Perawat Pelaksana di RSUD Kabanjahe Tahun 2012”.

Dalam proses penelitian dan penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan, bimbingan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Drs. Amir Purba, M.S, Ph.D dan dr. Heldy BZ, M.P.H, selaku Dosen Pembimbing Tesis.

(10)

6. Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes selaku penguji tesis yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengadakan penelitian.

8. Seluruh staf pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

9. Ayahanda tercinta Saragih Ginting, BA dan Ibunda tercinta Keriahen Br. Surbakti, AMa.Pd yang selalu mendoakan dan dan memberi dorongan dalam bentuk materil maupun moril yang memotivasi penulis.

10.Kakak tercinta Selfi Henseri Leli, S.Kep, Ners dan Abang Ferdinan Barus yang senantiasa mendoakan dan memberi dorongan dalam bentuk materil dan moril kepada penulis.

11.Kepada adik tercinta Salmen Ginting, SE dan Lily Cristalina Putri Suri Purba, SE yang senantiasa mendoakan dan memberi dorongan dalam bentuk materil dan moril kepada penulis.

12.Kepada adik bungsu tercinta Winardi Ginting yang senantiasa mendoakan dan memberi dorongan dalam bentuk materil dan moril kepada penulis.

(11)

14.Kepada adik dan teman di kos Monalisa Br. Pelawi, Halal Putra Purba, Juprianta Purba, Novita Br. Ginting, SST yang senantiasa memberi dorongan dan semangat kepada penulis.

15.Teman-teman mahasiswa-mahasiswi Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara angkatan 2010 khususnya ARS A : Alam, Aulia, Castry, Eldha, Dewi, Hendra, Irsam, Hasanah, Ica, Fitri, Muklis, Pirma, Ris, Rasken, Robinson, Nehru, Ati, Yanti, Aswin, Fahmi, Rida, Sinta, Linda dan Sri Yunita yang telah memberi kenangan, dinamika dan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari dalam penyusunan tesis ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bertujuan untuk menyempurnakan tesis ini. Mudah-mudahan tesis ini bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan mendapatkan kasih dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, Oktober 2012 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Kalvin Ginting dilahirkan di Kabanjahe pada tanggal 24 Oktober 1979, anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Saragih Ginting, BA dan Ibunda Keriahen Br. Surbakti, AMa.Pd sekarang menetap di Desa Ndokumsiroga Kecamatan Simpang Eampat Kabupaten Karo.

Pendidikan di SD Negeri 040409 Surbakti lulus tahun 1992, melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Kabanjahe lulus tahun 1995. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Kabanjahe lulus tahun 1998. selanjutnya meneruskan pendidikan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara tahun 1999 dan selesai tahun 2005. Kemudian melanjutkan pendidikan ke Program Pasca Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat minat studi Administrasi Rumah Sakit pada tahun 2010 sampai sekarang.

(13)

ABSTRAK

Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Mengingat perawat sebagai sumber daya terpenting dalam menjalankan roda suatu rumah sakit dengan tidak mengecilkan arti Sumber Daya Manusia (SDM) yang lain, maka perawat dituntut untuk memiliki kemampuan intelektual, interpersonal, kemampuan teknis dan moral. Berdasarkan survei pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe ditemukan bahwa pola kepemimpinan belum berjalan dengan baik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan metode tim sehingga motivasi perawat pelaksana belum maksimal dan ini berdampak pada rendahnya angka BOR ( Bed Occupancy Rate ) tahun 2011 hanya 45% yang belum mencapai standar nasional yaitu 80%.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pola kepemimpinan dan metode penugasan tim terhadap motivasi kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe. Rancangan penelitian ini adalah cross sectional dengan jenis survey explanatory yang dimulai pada bulan April sampai Juli 2012. Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana (total sampling) yang memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yaitu sebanyak 116 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner yang telah disiapkan kemudian dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier berganda pada α= 0,05. Sehingga diperoleh persamaan garis regresi:Y = 36,696 + 0,369 (X1) + 0,424 (X2).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola kepemimpinan dan metode penugasan tim berpengaruh terhadap motivasi kerja perawat pelaksana dengan ρ=

0,0001. Responden penelitian yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 21 responden (18,1%) dan perempuan 95 responden (81,9%), Mayoritas perawat pelaksana menilai pola kepemimpinan berada pada kategori kurang baik 68 orang (58,6%). Mayoritas perawat pelaksana menilai metode penugasan tim berada pada kategori baik. Mayoritas perawat pelaksana menyatakan motivasi kerja berada pada kategori baik.

Disarankan agar pemimpin perlu mempertahankan dan meningkatkan kompetensinya dengan cara mengikuti pelatihan untuk penyegaran, mengikuti workshop juga meningkatkan tim kerja efektif melalui kegiatan rapat bulanan, temu ramah. Pimpinan juga perlu mempertahan motivasi kerja perawat pelaksana yang sudah berada dalam kategori baik atau meningkatkannya lagi dengan cara memberikan penghargaan non material, seperti: selalu memberikan pujian, perhatian dan dukungan sehingga pelayanan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe semakin baik kepada masyarakat.

(14)

ABSTRACT

Hospital as one of health facilities is a part of health human resources which is very much needed in supporting the implementation of health efforts. Considering nurse as the most important source without discouraging the other human resources in running a hospital, the nurses are required to have intellectual, interpersonal and technical abilities and moral. Based on the result of preliminary survey done at Kabanjahe General Hospital, the pattern of leadership has not run well in the implementation of team method nursing care that the motivation of nurses was not maximum and this has brought an impact to the BOR (Bed Occupancy Rate) in 2011 (only 45%) which did not reach the national standard of 80%.

The purpose of this explanatory survey study with cross-sectional design conducted from April to July 2012 was to find out the pattern of leadership and team assignment method on the motivation of nurses working at Kabanjahe General Hospital. The population of this study was all of the 116 nurses providing nursing care to the patients and all of the nurses were selected to be the samples for this study through total sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests at α = 0.05 with the regression line equation Y = 36.696 A+ 0.369 (X1) + 0.424 (X2

The result of this study showed that the pattern of leadership and team assignment method had influence on the motivation of nurses with p = 0.001. The respondents of this study consisted of 21 men (18.1%) and 95 women (58.6%). Majority of the nurses (68 nurses or 58.6%) said that the pattern of leadership was in the less good category but the team assignment method and work motivation were in good category.

).

A leader is suggested to maintain and improve his/her competency by attending trainings for refreshment and to attend workshops to improve the effective team work through monthly meetings. A leader should also maintain or improve the good motivation of the nurses by giving the nurses non-material awards such as compliment, attention and support that the service provided by Kabanjahe General Hospital for the community becomes better.

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu sama lain (Undang-Undang No. 44 Tahun 2009).

Tenaga kesehatan secara umum merupakan satu kesatuan tenaga yang terdiri dari tenaga medis,tenaga perawatan, tenaga bidan, tenaga paramedis non perawatan dan tenaga non medis. Dari semua kategori tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit, tenaga perawatan merupakan tenaga terbanyak dan mereka mempunyai waktu kontak dengan pasien lebih lama dibandingkan tenaga kesehatan yang lain, sehingga mereka mempunyai peranan penting dalam menentukan baik buruknya mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit (Simmons, 2001).

(16)

Pelayanan keperawatan merupakan bagian yang integral dari sistim pelayanan kesehatan sehingga pelayanan keperawatan mempunyai arti penting bagi pasien khususnya untuk penyembuhan maupun rehabilitasi di rumah sakit. dengan berkembangnya permintaan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan yang berkualitas maka pelayanan keperawatan menjadi pertimbangan penting dalam pengembangan rumah sakit.

Mengingat perawat sebagai sumber daya terpenting dalam menjalankan roda suatu rumah sakit dengan tidak mengecilkan arti Sumber Daya Manusia (SDM) yang lain, maka perawat dituntut untuk memiliki kemampuan intelektual, interpersonal, kemampuan teknis dan moral. Hal ini bertujuan memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Keperawatan memberikan pelayanan di rumah sakit selama 24 jam sehari, serta mempunyai kontak yang konstan dengan pasien (Nursalam, 2007).

(17)

tenaga kerja, bahan, dan waktu. Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pembangkit tenaga (synergist) yang menyatukan usaha banyak pekerja dengan bermacam-macam ketrampilan (Gilles, 2005)

Pola kepemimpinan adalah pola perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba untuk memengaruhi perilaku orang lain. Jadi pola kepemimpinan merupakan salah satu cara bagi seorang pemimpin untuk menggerakkan bawahannya dalam menjalankan operasional perusahaan agar pekerjaannya berjalan dengan baik. Pola kepemimpinan yang efektif akan sangat membantu keberhasilan pencapaian tujuan suatu organisasi. Seorang pemimpin yang baik haruslah pandai memilih dan menerapkan pola kepemimpinan apa sebaiknya diterapkan sehingga ia dapat mengetahui tindakan apa sebaiknya dilakukan dan mengerti akan kebutuhan karyawannya (Rivai, 2009).

Demikian pula halnya dengan motivasi, yang merupakan faktor utama individu dalam melakukan segala tindakan atau pekerjaan untuk mencapai hasil seoptimal mungkin. Motivasi kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap keinginan untuk melakukan tindakan-tindakan dalam menghadapi suatu pekerjaan di lingkungan kerjanya. Di sisi lain motivasi bertujuan untuk menumbuhkan keinginan, kebanggaan, dan kepuasan diri dalam bekerja. Lebih dari itu bahwa motivasi mampu meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kinerja para perawat, sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanannya kepada masyarakat (Nursalam, 2007).

(18)

merupakan sebuah metode penugasan perawatan untuk menghasilkan pegawai keperawatan profesional, teknis, dan penyokong. Di dalam metode tim satu atau dua perawat berijasah, satu atau dua suster, dan satu atau dua pembantu untuk ditugaskan sebagi sebuah tim untuk memberikan perawatan total kepada sekelompok pasien yang dipilih (Nursalam, 2007)

Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe adalah Rumah Sakit Kelas C milik pemerintah Kabupaten Karo sekaligus juga menjadi rumah sakit rujukan bagi Kabupaten Dairi, Pak-Pak Barat dan Aceh Tenggara. Rumah Sakit Umum Kabanjahe memiliki fasilitas rawat inap dan rawat jalan seperti VIP, paviliun, ruang kelas, ruang VK, IGD dan poliklinik. Mempunyai jumlah tempat tidur 141 buah dan memberikan pelayanan kepada pasien umum, Askes maupun Jamkesmas. Selain menjadi rumah sakit rujukan RSUD Kabanjahe juga menjadi lahan praktek bagi D3 Keperawatan, D3 Kebidanan dan SMK. Sesuai dengan berjalannya waktu RSUD Kabanjahe kini tumbuh dan berkembang, berbagai fasilitas sarana dan prasarana pelayanan diupayakan untuk memenuhi mutu pelayanan yang baik (Profil RSU Daerah Kabanjahe).

(19)

BTO = 35 kali. Pada tahun 2011 BOR sebanyak 45 %, LOS = 4 hari, TOI = 5 hari, BTO = 42 kali (Rekam Medis RSUD Kabanjahe, 2012) . Bila BOR (Bed Occupancy Rate) di atas angka 80% berarti kegiatan rawat inap sangat padat sedangkan bila BOR di bawah 50% berarti tempat tidur yang tersedia belum dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

Jumlah perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe adalah sebanyak 135 orang yang bekerja di ruang VIP sebanyak 10 orang, ruang paviliun sebanyak 9 orang, ruang I sebanyak 7 orang, ruang VK sebanyak 7 orang, ruang kelas II sebanyak 9 orang, ruang IV sebanyak 10 orang, ruang V sebanyak 10 orang, ruang VI sebanyak 9 orang, di IGD sebanyak 11 orang, poliklinik sebanyak 42 orang, ruang OK sebanyak 7 orang, dan ruang hemodialisa sebanyak 4 orang (Profil RSUD Kabanjahe, 2011).

(20)

satu arah saja sehingga perawat pelaksana belum dilibatkan dalam pembuatan kebijakan. Sedangkan data yang berkaitan tanda-tanda rendahnya motivasi kerja antara lain pergantian jaga terutama dari shift sore ke shift malam masih ada perawat yang pergantian jaga hanya berdasarkan catatan status pasien dan tidak langsung ke pasien. Perawat yang shift malam banyak yang datang terlambat serta sering tidur bila pada saat bekerja bila ada mahasiswa keperawatan yang sedang praktek di ruangan tersebut.

Hasil wawancara dengan 15 orang perawat tanggal 7 Februari 2012 didapatkan bahwa pimpinan/atasan di RSUD Kabanjahe menggunakan pola kepemimpinan dengan memberi perintah satu arah dan cenderung otoriter sehingga perawat tidak berani mengemukakan pendapat, ide maupun saran yang berhubungan dengan pekerjaan. Perawat juga takut dipindahkan ke unit kerja Puskesmas di wilayah terpencil atau unit kerja lain bila terlalu mempertanyakan kebijakan pimpinan. Sementara dengan adanya metode penugasan tim membuat perawat dapat berganti jadwal dinas dengan rekan sekerja pada shift pagi,sore atau malam.

1.2. Permasalahan

(21)

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pola kepemimpinan dan metode penugasan tim terhadap motivasi kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh pola kepemimpinan dan metode penugasan tim terhadap motivasi kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Kabanjahe.

1.5. Manfaat Penelitian

A. Manfaat bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

Menambah bahan masukan dan kontribusi dalam bidang ilmu kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan administrasi rumah sakit.

B. Manfaat bagi RSUD Kabanjahe

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam upaya pengembangan sumber daya manusia dalam membuat pola kepemimpinan yang baik untuk meningkatkan motivasi kerja perawat pelaksana.

C. Manfaat bagi Peneliti

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pola Kepemimpinan

2.1.1 Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan

Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu pemimpin sebagai subjek, dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun memengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak semua orang mempunyai kesamaan dalam menjalankan kepemimpinannya (Winardi, 2001).

Seorang pemimpin itu adalah berfungsi untuk memastikan seluruh tugas dan kewajiban dilaksanakn dalam suatu organisasi. Seorang yang secara resmi diangkat menjadi seorang kepala suatu kelompok bisa saja ia berfungsi atau mungkin tidak berfungsi sebagai pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang unik dan tidak diwariskan secara otomatis tetapi seorang pemimpin haruslah memiliki karakteristik tertentu yang timbul pada situasi-situasi yang berbeda (Irawati, 2004).

(23)

Pola kepemimpinan yang dikembangkan oleh seorang pemimpin dipengaruhi oleh tiga faktor utama yang menjadi kekuatanya dan menentukan sejauh mana ia akan melakukan pengawasan terhadap kelompok yang dipimpin yaitu: kekuatan yang bersumber pada dirinya sendiri, kekuatan yang bersumber pada kelompok yang dipimpin dan situasi. Teori ini disebut dengan Continum Leadership yang dikemukakan oleh Tannenbaum, Weachter dan Massarik dalam Muninjaya (2004).

Pola kepemimpinan diartikan sebagai suatu cara penampilan karakteristik atau tersendiri. Menurut Follet dalam Nursalam (2007), pola didefinisikan sebagai hak istimewa yang tersendiri dari ahli dengan hasil akhir yang dicapai tanpa menimbulkan isu sampingan. Sedangkan Gilles dalam Nursalam (2007) menyatakan bahwa pola kepemimpinan dapat diidentifikasi berdasarkan perilaku pemimpian itu sendiri. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh adanya pengalaman bertahun-tahun dan lama dalam kehidupannya oleh karena itu, kepribadian seseorang akan memengaruhi pola kepemimpinan yang digunakan. Pola kepemimpinan seseorang cenderung sangat bervariasi dan berbeda-beda.

Pola kepemimpinan adalah cara pemimpin dalam membawa dirinya sebagai pemimpin, cara berlagak dalam menggunakan kekuasaannya, misalnya pola kepemimpinan otoriter, demokratis, paternalistik (Rachmansyah, 2008).

2.1.2 Jenis Pola Kepemimpinan Menurut Para Ahli

(24)

melalui dua titik yaitu kepemimpinan berfokus pada atasan dan kepemimpinan berfokus pada bawahan. Pola tersebut dipengaruhi oleh faktor manajer, faktor karyawan, faktor situasi. Jika pemimpin memandang kepentingan organisasi harus didahulukan dibanding kepentingan individu, maka pemimpin akan otoriter, akan tetapi jika bawahan mempunyai pengalaman yang lebih baik dan menginginkan partisipasi, maka pemimpin dapat menerapkan pola partisipasinya (Nursalam, 2007).

Pola kepemimpinan menurut teori X dan teori Y dikemukakan oleh Gregor dalam Muninjaya (2004). Teori ini menyebutkan bahwa perilaku seseorang dalam suatu organisasi dapat dikelompokkan dalam dua katub utama, yaitu sebagai : (a) Teori X mengasumsikan bahwa bawahan itu tidak menyukai pekerjaan, kurang ambisi, tidak tanggungjawab, cenderung menolak perubahan dan lebih suka dipimpin daripada memimpin, dan (b) Teori Y mengasumsikan bahwa bawahan itu senang bekerja, bisa menerima tanggungjawab, mampu mandiri, mampu mengawasi diri, mampu berimajinasi, dan kreatif.

(25)

Santai yaitu peran pemimpin tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan pada bawahan. ini sesuai dengan teori Y (Muninjaya, 2004).

Pola kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard dalam Nursalam (2007), memiliki ciri-ciri yang meliputi : (1) Intruksi ditandai dengan : (a) Tinggi tugas dan rendah hubungan, (b) Komunikasi searah, (c) Pengambilan keputusan berada pada pemimpin dan peran bawahan sangat minimal, dan (d) Pemimpin banyak memberikan pengarahan atau instruksi yang spesifik serta mengawasi dengan ketat. (2) Konsultasi ditandai dengan : (a) Tinggi tugas dan tinggi hubungan, (b) Komunikasi dua arah, dan (c) Peran pemimpin dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan cukup besar, bawahan diberi kesempatan untuk memberi masukan, dan menampung keluhan. (3) Partisipasi dengan ciri : (a) Tinggi hubungan tapi rendah tugas, (b) Pemimpin dan bawahan bersama-sama memberi gagasan dalam pengambilan keputusan. (4) Delegasi ditandai dengan : (a) Rendah hubungan dan rendah tugas dan (b) Komunikasi dua arah, terjadi diskusi antara pemimpin dan bawahan dalam pemecahan masalah serta bawahan diberi delegasi untuk mengambil keputusan.

(26)

cara berbagai kegiatan dan pelaksanaannya dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.

Dasar model gaya kepemimpinan situasional adalah : (a) Kadar bimbingan dan pengarahan yang diberikan oleh pemimpin (perilaku tugas), (b) Kadar dukungan sosio emosional yang disediakan oleh pemimpin (perilaku hubungan) dan (c) Tingkat kesiapan atau kematangan yang diperlihatkan oleh anggota dalam melaksanakan tugas dan fungsi mereka dalam mencapai tujuan tertentu (Nursalam, 2007)..

(27)

koordinasi. Staf/bawahan mengevaluasi pekerjaan sesuai dengan caranya sendiri. Pemimpin hanya sebagai sumber informasi dan pengendalian secara minimal (Nursalam, 2007).

Sedangkan Lewin, Lippit dan White dalam Muninjaya (2004), menyebutkan bahwa pola perilaku kepemimpinan yang umum ada tiga sebutan umum untuk perilaku pemimpin : otokratik, demokratik, dan bebas/Laissez Faire.

Riset telah membuktikan bahwa kebanyakan ciri kepemimpinan dalam pekerjaan masuk dalam dua jenis dasar perilaku tugas yang bersifat mengarahkan, komunikasi satu arah yang menjelaskan apa yang harus dikerjakan setiap orang, kapan dan bagaimana itu harus dikerjakan, dan perilaku hubungan yang bersifat mendukung, komunikasi dua rah termasuk mendengar tanpa mengkaji dan jenis pemberian semangat lain. Suatu pola kepemimpinan tidak pernah hanya terdiri dari salah satu komponen, tetapi kedua komponen, hanya saja beban setiap komponennya bisa berbeda.

(28)

pemimpin menyusun serangkaian tujuan yang menantang untuk bawahannya (Rivai, 2009).

Dasar pola kepemimpinan situasional adalah : kadar bimbingan dan pengarahan yang diberikan oleh pemimpin (perilaku tugas), kadar dukungan sosio emosional yang disediakan oleh pemimpin (perilaku hubungan), tingkat kesiapan atau kematangan yang diperlihatkan oleh anggota dalam melaksanakan tugas dan fungsi mereka dalam mencapai tujuan tertentu (Rivai, 2009).

Pola kepemimpinan merupakan faktor penting dalam menentukan keefektifan. Pola mengacu pada pendekatan atau cara yang digunakan oleh seorang pemimpin untuk memengaruhi perilaku orang lain dalam berbagai situasi. Pola kepemimpinan berhubungan dengan banyaknya kontrol atau kebebasan yang diberikan pada kelompok oleh manajer (Potter & Perry, 2005).

Menurut Hersey dan Blanchard dalam menilai pola kepemimpinan efektif berdasarkan situasional penting diperhatikan adalah kompetensi yang dimiliki seorang manajer keperawatan yang terdiri dari kemampuan pengorganisasian, pengambilan keputusan dan perencanaan, hubungan masyarakat/komunikasi, anggaran, pengembangan, personaliti/perilaku, negosiasi (Nursalam, 2007).

2.1.3 Peranan Pemimpin di Organisasi

(29)

sumber biaya, dan (6) penjamin mutu tinggi dalam kinerja. Di samping itu, apabila terjadi kemacetan dalam perkembangan organisasi seorang pemimpin harus berperan sebagai penggerak agar suasana kerja dapat bergairah untuk berubah.

Pengembangan organisasi tidak akan berjalan tanpa ada usaha direktur dan seluruh staf. Hal itu perlu disadari semua pihak. Dalam era lingkungan yang dinamis, bukan saatnya lagi para direktur menunggu petunjuk pelaksanaan dari atasan atau pemilik rumah sakit. Direktur rumah sakit saat ini harus memahami perkembangan lingkungan yang ada. Ia harus siap mendapat tekanan dari berbagai pihak, masyarakat, pemilik rumah sakit, pasien, dan staf di dalam rumah sakit itu sendiri.

Akan tetapi ada pula direktur yang praktis menyerupai seorang kepala kantor. Ia tidak mempunyai pandangan mengenai masa depan dan tidak perduli pada perubahan lingkungan. Perlu dicermati bahwa kemampuan berpikir, menafsirkan perubahan lingkungan, dan bertindak sebagai arsitek penyusunan visi memang bukan dari budaya kerja pegawai negeri (Trisnantoro, 2005).

Pertanyaan-pertanyaan mengenai nilai-nilai bekerja seluruh staf rumah sakit perlu muncul dalam pikiran direktur. Hal ini kemudian digunakan untuk menggalang kultur organisasi rumah sakit. Peran ini membutuhkan ketrampilan khusus, terutama komunikasi interpersonal. (Trisnantoro, 2005).

2.2 Perawat

(30)

dan proses penuaan. Perawat profesional adalah perawat yang bertanggungjawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya, sesuai dengan kewenangannya (Depkes RI, 2002). 2.2.1 Keperawatan sebagai Profesi

Keperawatan sebagai profesi merupakan salah satu pekerjaan dimana dalam menentukan tindakannya didasari pada ilmu pengetahuan serta memiliki ketrampilan yang jelas dalam keahliannya, selain itu sebagai profesi keperawatan mempunyai otonomi dalam kewenangan dan tanggungjawab dalam tindakan serta adanya kode etik dalam bekerjanya kemudian juga berorientasi pada pelayanan dengan melalui pemberian asuhan keperawatan kepada individu, kelompok atau masyarakat (Hidayat, 2010).

Lokakarya keperawatan tahun 1983 dalam Hidayat (2010) menyatakan keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan biopsikososial dan spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

2.2.2 Peran Perawat

Lokakarya keperawatan 1983 dalam Gaffar (2000) membagi empat peran keperawatan diantaranya :

(31)

Peran ini dikenal dengan istilah care giver. Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung atau tidak langsung kepada klien sebagai individu, keluarga dan masyarakat. Metode yang digunakan adalah pendekatan pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan.

b. Peran sebagai pendidik

Sebagai pendidik atau health educator, perawat berperan mendidik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat serta tenaga keperawatan atau tenaga kesehatan yang berada di bawah tanggungjawabnya. Peran ini dapat berupa penyuluhan kesehatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok atau masyarakat) maupun bentuk desiminasi ilmu kepada peserta didik keperawatan, antara sesama perawat atau tenaga kesehatan lain.

c. Peran sebagai pengelola

Dalam hal ini perawat mempunyai peran dan tanggungjawab dalam mengelola pelayanan maupun pendidikan keperawatan yang berada di bawah tanggungjawabnya sesuai dengan konsep manajemen keperawatan dalam kerangka paradigma keperawatan. Sebagai pengelola perawat berperan dalam memantau dan menjamin kualitas/pelayanan keperawatan serta mengorganisasi dan mengendalikan sistem pelayanan keperawatan.

d. Peran sebagai peneliti

(32)

penelitian serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan.

2.2.3 Proses Keperawatan

Proses keperawatan merupakan cara yang sistematis yang dilakukan oleh perawat bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian, menentukan diagnosis, merencanakan tindakan yang akan dilakukan serta mengevaluasi asuhan yang telah diberikan dengan berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan pada setiap tahap saling terjadi ketergantungan dan saling berhubungan (Hidayat, 2010).

Dalam proses keperawatan, ada lima tahap di mana tahap-tahap tersebut tidak dapat dipisahkan dan saling berhubungan. Tahap-tahap ini secara bersama-sama membentuk lingkaran pemikiran dan tindakan yang kontinu, yang mengulangi kembali kontak dengan pasien. Tahap-tahap dalam proses keperawatan tersebut adalah sebagai berikut: (1) pengkajian, (2) diagnosa keperawatan, (3) perencanaan, (4) implementasi, (5) evaluasi (Nursalam, 2007).

(33)

2.2.4 Keperawatan Tim

Keperawatan tim dikembangkan pada tahun 1950-an dalam upaya untuk mengurangi masalah yang berkaitan dengan pengaturan fungsional asuhan pasien. Dalam keperawatan tim, petugas bantuan bekerjasama dalam memberikan asuhan kepada sekelompok pasien di bawah arahan perawat profesional.

Asuhan yang komprehensif dapat diberikan kepada pasien, melalui komunikasi tim yang luas, meskipun jumlah petugas bantuan relatif banyak. Sebuah tim harus terdiri atas tidak lebih dari lima orang atau tim tersebut akan kembali pada urutan organisasi yang lebih fungsional.

Keperawatan tim biasanya diasosiasikan dengan kepemimpinan demokratis. Anggota kelompok diberikan otonomi sebanyak mungkin saat mengerjakan tugas yang diberikan, meskipun tim tersebut berbagi tanggung jawab dan akuntabilitas secara bersama. Perlunya ketrampilan komunikasi dan koordinasi yang baik membuat pelaksanaan keperawatan tim sulit dilakukan dan membutuhkan disiplin diri yang besar di pihak anggota tim (Huston dan Marquis, 2010)

Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri dari tenaga profesional, tehnikal dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu.

(34)

Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim (Nursalam, 2007).

Kelemahannya dari metode tim adalah komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi memerlukan waktu, sehingga pada situasi yang sibuk akan ditiadakan atau dilakukan yang dapat mengakibatkan komunikasi dan koordinasi antar anggota terganggu dan akhirnya menghambat kelancaran tugas (Suyanto, 2009).

Konsep metode tim terdiri dari beberapa poin penting yaitu; (1) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai teknik kepemimpinan, (2) Pentingnya komunikasi yang efektif agar komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin, (3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim, (4) Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik bila didukung oleh kepala ruang (Nursalam, 2007).

2.2.5 Uraian Tugas pada Metode Tim

(35)

Tanggung jawab kepala ruang dibagi dalam berbagai urutan dimulai dari perencanaan yaitu (1) Menunjukkan ketua tim akan bertugas di ruangan masing-masing, (2) Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya, (3) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien: gawat, transisi, dan persiapan pulang bersama ketua tim, (4) Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan

kebutuhan klien bersama ketua tim, mengatur penugasan/penjadwalan, (5) Merencanakan strategi pelaksaan asuhan keperawatan, (6) Mengikuti visite dokter

untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien, (7) Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan dengan cara membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan, membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan keperawatan, mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah,memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk, (8) Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri, (9) Membantu membimbing terhadap peserta didik keperawatan, (10) Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit (Nursalam, 2007).

(36)

dan lain-lain, (6) Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan, (7) Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik, (8) Mendelegasikan tugas saat kepala ruang tidak berada di tempat, kepada ketua tim, (9) Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien, (10) Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya, (11) Identifikasi masalah dan cara penanganan.

Langkah berikutnya pengarahan dimana kepala ruangan memiliki tanggung jawab (1) Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim, (2) Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik, (3) Memberi

motivasi dalam peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan sikap, (4) Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan

asuhan keperawatan pasien, (5) Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan, (6) Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya, (7) Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.

(37)

ketua tim tentang pelaksanaan tugas, (c) Evaluasi, (d) Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim, (f) Audit keperawatan.

2.2.6 Shift Kerja dalam Metode Tim

2.2.6.1 Karakteristik dan Kriteria Shift Kerja

Menurut Nurmianto (2008) Shift kerja mempunyai dua macam bentuk , yaitu shift berputar (rotation) dan shift tetap (permanent). Dalam merancang perputaran shift ada dua macam yang harus diperhatikan:

a. Kekurangan istirahat atau tidur hendaknya ditekan sekecil mungkin sehingga dapat meminimumkan kelelahan.

b. Sediakan waktu sebanyak mungkin untuk kehidupan keluarga dan kontak sosial.

Knauth (1988) dalam Nurmianto (2008) dalam jurnalnya yang berjudul The Design of Shift Systems mengemukakan bahwa terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan dalam shift kerja, antara lain jenis shift (pagi, siang, malam), panjang waktu tiap shift, waktu dimulai dan diakhiri satu shift,distribusi waktu istirahat dan arah transisi shift.

Nurmianto (2008) menyatakan ada lima kriteria dalam mendesain suatu shift kerja, antara lain:

a. Setidaknya ada jarak 11 jam antara permulaan dua shift yang berurutan

(38)

c. Sediakan libur akhir pekan (setidaknya dua hari) d. Rotasi shift mengikuti matahari

e. Buat jadwal sederhana dan mudah diingat. 2.2.6.2 Sistem Shift Kerja

Ada beberapa jenis sistem shift kerja yang dikenal perusahaan. Merancang perputaran shift tidak bisa dilakukan sembarangan, ada hal-hal yang harus diperhatikan dan diingat, seperti yang dikemukakan oleh Pribadi (1998) dalam Nurmianto (2008) yaitu: (a) Kekurangan tidur atau istirahat hendaknya ditekan sekecil mungkin sehingga dapat meminimumkan kelelahan, (b) Sediakan waktu sebanyak mungkin untuk kehidupan keluarga dan kontak sosial.

Pembuatan jadwal shift kerja tidak bisa mengabaikan aspek-aspek yang memengaruhinya. Granjeand (1986) dalam Nurmianto (2008) mengemukakan teori Schwartzenau yang menyebutkan ada beberapa saran yang harus diperhatikan dalam penyusunan shift kerja, yaitu:

a. Pekerja shift malam sebaiknya berumur antara 25 – 50 tahun

b. Pekerja yang cenderung punya penyakit di perut dan usus, serta yang punya emosi tidak stabil disarankan untuk tidak ditempatkan di shift malam.

c. Yang tinggal jauh ditempat kerja atau yang berada di lingkungan yang ramai tidak dapat bekerja malam.

(39)

e. Rotasi pendek lebih baik daripada rotasi panjang dan harus dihindarkan kerja malam secara terus menerus.

f. Rotasi yang baik 2 – 2 – 2 (metropolitan pola) atau 2 – 2 – 3 (continental pola). g. Kerja malam tiga hari berturut-turut harus segera diikuti istirahat paling sedikit

24 jam.

h. Perencanaan shift meliputi akhir pekan dengan dua hari libur berurutan. i. Tiap shift terdiri dari satu kali istirahat yang cukup untuk makan. 2.2.7. Komunikasi dalam Metode Tim

2.2.7.1 Pengertian Komunikasi

Menurut Sopiah (2008) komunikasi didefinisikan sebagai penyampaian atau pertukaran informasi dari pengirim kepada penerima, baik secara lisan, tertulis maupun menggunakan alat komunikasi. Sedangkan menurut Azriel Winnett (2004 dalam Liliweri 2006) komunikasi adalah segala aktivitas interaksi manusia yang bersifat human relationships disertai dengan peralihan sejumlah fakta. Definisi lain tentang komunikasi dari Karlfried Knapp (2003 dalam Liliweri 2006) komunikasi merupakan interaksi antar pribadi yang menggunakan simbol linguistik, seperti sistem simbol verbal (kata-kata), verbal dan non-verbal. Sistem ini dapat disosialisasikan secara langsung/tatap muka atau melalui media lain (tulisan, oral dan visual).

(40)

sampai 46 kali dalam satu jam. Hal ini berarti mereka berkomunikasi setiap satu sampai empat menit. Manajer tingkat bawah menggunakan waktu berkisar antara 20 sampai 50 persen untuk berkomunikasi secara verbal atau lisan, sedangkan waktu yang dipergunakan manajer tingkat menengah dan atas untuk berkomunikasi lebih banyak lagi, yaitu berkisar antara 29 sampai 64 persen. Dan 84 persen komunikasi dilakukan dalam bentuk verbal, baik berhadapan langsung maupun melalui telepon. 2.2.7.2 Fungsi Komunikasi

Menurut Sopiah (2008), ada empat fungsi komunikasi yaitu:

a. Komunikasi berfungsi sebagai pengendali perilaku anggota. Fungsi ini berjalan jika pegawai diwajibkan untuk menyampaikan keluhan terkait dengan pelaksanaan tugas kewajiban pegawai itu dalam perusahaan.

b. Komunikasi berfungsi untuk membangkitkan motivasi pegawai. Fungsi ini berjalan ketika manajer ingin meningkatkan kinerja pegawainya, misalnya manajer menjelaskan atau menginformasikan seberapa baik pegawai telah bekerja dan dengan cara bagaimana pegawai dapat meningkatkan kinerjanya. c. Komunikasi berperan sebagai pengungkapan emosi. Fungsi ini berperan ketika

kelompok kerja karyawan menjadi sumber pertama dalam interaksi sosial. Komunikasi yang terjadi di dalam kelompok ini merupakan mekanisme fundamental di mana masing-masing anggota dapat menunjukan kekecewaan ataupun rasa puas mereka.

(41)

kelompok untuk mengambil keputusan dengan penyajian data guna mengenali dan menilai berbagai alternatif keputusan.

2.2.7.3 Proses dan Unsur-Unsur Komunikasi

Menurut Sopiah (2008) proses komunikasi terdiri dari tujuh unsur utama, yaitu:

a. Pengirim

Pengirim adalah orang yang memiliki informasi dan kehendak untuk menyampaikannya kepada orang lain. Pengirim atau komunikator dalam organisasi bisa karyawan atau bisa juga pimpinan.

b. Penyandian (Encoding)

Penyandian merupakan proses mengubah informasi ke dalam isyarat-isyarat atau simbol-simbol tertentu untuk ditransmisikan. Proses penyandian ini dilakukan oleh pengirim.

c. Pesan

Pesan adalah informasi yang hendak disampaikan pengirim kepada penerima. Sebagian besar pesan dalam bentuk kata, baik berupa ucapan maupun tulisan. Akan tetapi beraneka ragam perilaku non-verbal dapat juga digunakan untuk menyampaikan pesan, seperti gerakan tubuh raut muka, dan lain sebagainya. d. Saluran

(42)

pribadi adalah komunikasi berhadapan muka secara langsung. Beberapa saluran media utama seperti televisi, radio, jaringan komputer, surat kabar, majalah, buku dan lain sebagainya.

e. Penerima

Penerima adalah orang yang menerima informasi dari pengirim. Penerima melakukan proses penafsiran atas informasi yang diterima dari pengirim.

f. Penafsiran

Penafsiran (decoding) adalah proses menerjemahkan (menguraikan sandi-sandi) pesan dari pengirim, seperti mengartikan huruf morse dan lain sebagainya. Sebagian besar proses decoding dilakukan dalam bentuk menafsirkan isi pesan oleh penerima.

g. Umpan balik

Umpan balik (feedback) pada dasarnya merupakan tanggapan penerima atas informasi yang disampaikan pengirim. Umpan balik hanya terjadi pada komunikasi dua arah.

h. Gangguan

(43)

2.3 Teori Motivasi 2.3.1 Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari kata movere yang berarti gerakan atau sesuatu yang bergerak. Sherif dalam Sobur (2005) memberi pengertian motif sebagai suatu istilah generik yang meliputi semua faktor internal yang mengarah pada berbagai jenis perilaku yang bertujuan, semua pengaruh internal, semua kebutuhan (needs) yang berasal dari fungsi-fungsi organisme, dorongan dan keinginan, aspirasi, dan selera sosial, yang bersumber dari fungsi-fungsi tersebut.

Motivasi merupakan isitilah yang lebih umum yang menunjuk pada seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkannya, dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan. Bisa juga dikatakan bahwa motivasi berarti membangkitkan motif, membangkitkan daya gerak, atau menggerakkan seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu kepuasan atau tujuan (Sobur,2005).

[image:43.612.125.531.518.659.2]

Menurut Munandar (2008), berlangsungnya motivasi bisa dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Proses Motivasi Kelompok kebutuhan

yang belum dipuaskan

Dorongan-dorongan Ketegangan

Melakukan

serangkaian kegiatan (perilaku mencari) Tujuan telah tercapai

(kebutuhan yang telah dipuaskan) Reduksi dari

(44)

Sekelompok kebutuhan yang belum dipuaskan menciptakan suatu ketegangan yang menimbulkan dorongan-dorongan untuk melakukan serangkaian kegiatan (berperilaku mencari) untuk menemukan dan mencapai tujuan-tujuan khusus yang akan memuaskan sekelompok kebutuhan tadi yang berakibat berkurangnya ketegangan.

Munandar (2008) menyatakan perilaku mencari dapat merupakan perilaku yang aktif atau proaktif, mencari sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan, dapat pula merupakan perilaku yang lebih reaktif. Lingkungan yang menyodorkan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan. Contoh, kita mencari pekerjaan yang sesuai dengan keahlian dan minat kita. Pada kesempatan lain, sewaktu kita lagi bekerja, datang orang menawarkan pekerjaan yang kita rasakan lebih sesuai dengan minat dan keahlian kita. Pada waktu melakukan perilaku mencari secara aktif, motivasi “didorong keluar”. Pada waktu perilaku mencari lebih reaktif, motivasi “ditarik keluar”.

Pada tahap ‘dorongan-dorongan’ dan tahap ‘melakukan kegiatan-kegiatan’ individu berada dalam situasi pilihan: tujuan-tujuan apa saja yang ingin dan diperkirakan dapat dicapai, yang diharapkan akan memenuhi kelompok kebutuhan apa saja. Masing-masing tujuan memiliki harkat (valence) yang berbeda-beda bagi individu.

(45)

mencapai tujuannya dan memenuhi sekelompok kebutuhannya. Tidak semua kebutuhan dapat dipuaskan pada satu saat. Pada suatu saat sekelompok kebutuhan dapat dipuaskan, pada saat lain kelompok kebutuhan lain. Pemuasan kebutuhan berlangsung terus menerus, secara sadar maupun tidak sadar. .

Menurut bentuknya motivasi terdiri dari motivasi intrinsik yaitu motivasi yang datangnya dari dalam diri individu. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu. Motivasi terdesak adalah motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit dan munculnya serentak serta menghentak dan cepat sekali

(Suarli, 2009).

2.3.2 Teori-Teori Motivasi

Banyak teori tentang motivasi dalam berbagai literatur, masing-masing motivasi tersebut pada dasarnya berusaha menjelaskan mengapa motivasi itu timbul dan bagaimana proses motivasi itu berlangsung.

Landy dan Becker dalam Nursalam (2007) mengelompokkan banyak pendekatan modern pada teori dan praktik menjadi lima kategori: teori kebutuhan, teori penguatan, teori keadilan, teori harapan dan teori penetapan sasaran.

2.3.2.1 Teori Kebutuhan

(46)

kepuasan tertentu dengan kehidupannya. Kebutuhan yang telah terpuaskan bukan lagi menjadi motivator.

Yang termasuk dalam teori kebutuhan adalah: a. Teori hirarki kebutuhan menurut Maslow

Dikembangkan oleh Abraham Maslow, dimana dia memandang manusia sebagai hirarki lima macam kebutuhan,mulai dari kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan, rasa memiliki dan cinta, harga diri dan aktualisasi diri. Menurut Maslow, individu akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang paling menonjol atau paling kuat bagi mereka pada waktu tertentu. b. Teori ERG

Teori ERG adalah teori motivasi yang menyatakan bahwa orang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan tentang eksistensi (existance, kebutuhan mendasar dari Maslow), kebutuhan keterkaitan (relatedness, kebutuhan hubungan antar pribadi) dan kebutuhan pertumbuhan (growth, kebutuhan akan krativitas pribadi, atau pengaruh produktif). Teori ERG menyatakan bahwa kalau kebutuhan yang lebih tinggi mengalami kekecewaan, kebutuhan yang lebih rendah akan kembali, walaupun sudah terpuaskan.

c. Teori tiga macam kebutuhan

(47)

d. Teori motivasi dua faktor

Dikembangkan oleh Herzberg dalam Nursalam (2007) dimana Herzberg meyakini karyawan dapat dimotivasi oleh pekerjaannya sendiri dan didalamnya terdapat kepentingan yang disesuaikan dengan tujuan organisasi. Dari penelitiannya, Herzberg menyimpulkan bahwa ketidakpuasan kerja dan kepuasan kerja dalam bekerja muncul dari dua set faktor yang terpisah.

Faktor-faktor penyebab ketidakpuasan termasuk dalam: gaji, kondisi kerja dan kebijakan organisasi sampai semua memengaruhi konteks tempat pekerjaan dilakukan. Faktor yang paling penting adalah kebijakan organisasi, yang dinilai oleh banyak orang sebagai penyebab utama ketidakefisienan dan ketidakefektifan. Penilaian positif untuk faktor-faktor ini tidak menyebabkan kepuasan kerja tetapi hanya sampai hilangnya ketidakpuasan. Secara lengkap, faktor-faktor yang membuat ketidakpuasan yang amat sangat adalah : kebijakan organisasi dan administrasi, supervisi, hubungan dengan supervisor, kondisi kerja, gaji, hubungan dengan rekan sejawat, kehidupan pribadi, hubungan dengan bawahan, status dan keamanan.

(48)

2.3.2.2 Teori Keadilan

Teori keadilan didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama dalam motivasi pekerjaan adalah evaluasi individu atau keadilan dari penghargaan yang diterima. Individu akan termotivasi kalau mereka mengalami kepuasan dan mereka terima dari upaya dalam proporsi dan dengan usaha yang mereka pergunakan.

2.3.2.3 Teori Harapan

Menyatakan cara memilih dan bertindak dari berbagai alternatif tingkah laku, berdasarkan harapannya apakah ada keuntungan yang diperoleh dari tiap tingkah laku.

Teori harapan berpikir atas dasar : a. Harapan hasil prestasi

Individu mengharapkan konsekuensi tertentu dari tingkah laku mereka Harapan ini nantinya akan memengaruhi keputusan mereka tentang cara bertingkah laku.

b. Valensi

Hasil dari suatu tingkah laku tertentu mempunyai valensi atau kekuatan untuk memotivasi, yang bervariasi dari satu individu ke individu lain.

c. Harapan prestasi usaha

Harapan orang mengenai seberapa sulit untuk melaksanakan tugas secara berhasil dan memengaruhi keputusan tentang tingkah laku.

(49)

yang dirasakan langsung oleh orang yang bersangkutan. Imbalan ekstrinsik, sebagainya, seperti bonus, pujian atau promosi diberikan oleh pihak luar, seperti supervisor atau kelompok kerja (Nursalam,2007).

2.3.2.4 Teori Penguatan

Skinner dalam Nursalam (2007), menunjukkan bagaimana konsekuensi tingkah laku di masa lampau yang memengaruhi tindakan pada masa depan dalam proses belajar siklis. Proses ini dapat dinyatakan sebagai berikut :

Ransangan respon konsekuensi respon masa depan

Dalam pandangan ini, tingkah laku sukarela seseorang terhadap suatu situasi atau peristiwa merupakan penyebab dari konsekuensi tertentu. Teori penguatan menyangkut ingatan orang mengenai pengalaman ransangan respon konsekuensi. Menurut teori penguatan, seseorang termotivasi kalau dia memberikan respon pada ransangan dalam pola tingkah laku konsisten sepanjang waktu. (Nursalam, 2007). 2.3.2.5 Teori Motivasi Prestasi David Mc Clelland

(50)

kepribadian, pengalaman kerja, tipe organisasi. Kebutuhan afiliasi artinya kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain, sosialisasi (Suarli, 2009).

2.3.3 Motivasi Kerja 2.3.3.1 Pengertian

As”ad dalam Suarli (2009) menyatakan bekerja adalah suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan. Bekerja melibatkan aktivitas fisik maupun mental. Gilmer dalam Nursalam (2007) menyatakan bahwa bekerja itu merupakan proses fisik maupun mental manusia dalam mencapai tujuannya.

Mangkunegara dalam Suarli (2009) mengatakan motivasi kerja adalah suatu kondisi yang berpengaruh untuk membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.

2.3.3.2 Prinsip-prinsip dalam Motivasi Kerja Perawat

(51)

Prinsip pendelegasian tugas adalah prinsip dimana pemimpin akan memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai/bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Hal itu akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin. Prinsip perhatian adalah prinsip dimana pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai/bawahannya (Nursalam,2007).

2.3.3.3 Peran Manajer dalam Menciptakan Motivasi

Manajer memegang peranan penting dalam memotivasi staf untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk melaksanakan tugas tersebut, manajer harus mempertimbangkan keunikan/karakteristik dari stafnya dan berusaha untuk memberikan tugas sebagai suatu strategi dalam memotivasi staf (Suarli, 2009).

Hal yang perlu dilaksanakan manajer dalam menciptakan suasana yang memotivasi adalah : (1) Mempunyai harapan yang jelas terhadap stafnya dan mengkomunikasikan harapan tersebut kepada staf, (2) Bersikap adil dan konsisten terhadap semua staf dan karyawan, (3) Mengambil keputusan dengan tepat dan sesuai, (4) Mengembangkan konsep tim kerja, (5) Mengakomodasi kebutuhan dan keinginan staf terhadap tujuan organisasi, (6) Menunjukkan kepada staf bahwa

manajer memahami perbedaan dan keunikan dari masing-masing staf, (7) Menghindari terbentumya kelompok-kelompok yang mempertajam perbedaan

(52)

bermakna, (9) Meminta tanggapan dan masukan dari staf terhadap keputusan yang akan dibuat dalam organisasi, (10) Memastikan bahwa staf mengetahui dampak dari keputusandan tindakan yang akan dilakukan, (11) Memberi kesempatan pada setiap orang untuk mengambil keputusan sesuai tugas yang diberikan, (12) Menciptakan situasi saling percaya dan kekeluargaan dengan staf, (13) Memberikan kesempatan kepada staf untuk mengoreksi dan mengawasi tugas, (14) Menjadi role model bagi staf, (15) Memberikan dukungan yang positif (Suarli, 2009).

2.3.4 Indikator Motivasi Kerja

Indikator motivasi kerja menurut Jewell dan Stegall (1998) adalah penghargaan, pelatihan, kondisi lingkungan kerja, sistem penilaian kerja, dan variasi tugas. Motivasi kerja karyawan tinggi apabila: (1) karyawan mendapatkan penghargaan yang baik dari pimpinan atas prestasi kerja mereka. Penghargaan yang didapatkan bisa berupa bonus, pujian dan promosi jabatan, (2) karyawan diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan dalam rangka meningkatkan ketrampilan karyawan dalam bekerja, (3) kondisi lingkungan kerja yang aman dan nyaman, (4) sistem penilaian kinerja karyawan yang adil dan transparan, (5) variasi tugas dalam bekerja (Jewel dan Stegall, 1998).

(53)

adalah kemampuan bersaing dalam berprestasi rendah, cenderung tidak peduli terhadap hasil pekerjaan yang dilakukan, tingkat aspirasi rendah, berorientasi pada saat ini, suka buang-buang waktu, tidak bertanggung jawab, tidak percaya diri, dan tidak ulet dalam bekerja (Schein, 1991).

2.4. Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan suatu institusi yang fungsi utamanya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

Untuk dapat menyelenggarakan upaya-upaya tersebut dan mengelola rumah sakit agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pasien dan masyarakat yang dinamis, maka setiap komponen yang ada di rumah sakit harus terintegrasi dalam satu sistem.

(54)

Sesuai dengan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009, pembedaan tingkatan menurut kemampuan unsur pelayanan kesehatan yangdapat disediakan, ketenagaan, fisik dan peralatan, maka rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi :

1. Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan subspesialistik luas.

2. Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik luas dan subspesialistik terbatas.

3. Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dasar.

4. Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar.

2.5. LandasanTeori

(55)

sama dengan pola otokrasi, (2) Mendukung, pemimpin bersifat ramah terhadap bawahan, (3) Berpatisipasi, pemimpin bertanya dan menggunakan saran bawahan, (4) Berorientasi pada tugas, pemimpin menyusun serangkaian tujuan yang menantang untuk bawahannya (Rivai, 2009).

Dasar pola kepemimpinan situasional adalah : kadar bimbingan dan pengarahan yang diberikan oleh pemimpin (perilaku tugas), kadar dukungan sosio emosional yang disediakan oleh pemimpin (perilaku hubungan), tingkat kesiapan atau kematangan yang diperlihatkan oleh anggota dalam melaksanakan tugas dan fungsi mereka dalam mencapai tujuan tertentu (Rivai, 2009).

Menurut Hersey dan Blanchard dalam menilai pola kepemimpinan efektif berdasarkan situasional penting diperhatikan adalah kompetensi yang dimiliki seorang manajer keperawatan yang terdiri dari kemampuan pengorganisasian, pengambilan keputusan dan perencanaan, hubungan masyarakat/komunikasi, anggaran, pengembangan, personaliti/perilaku,negosiasi (Nursalam, 2007).

Pengembangan organisasi tidak akan berjalan tanpa ada usaha direktur dan seluruh staf. Hal itu perlu disadari semua pihak. Dalam era lingkungan yang dinamis, bukan saatnya lagi para direktur menunggu petunjuk pelaksanaan dari atasan atau pemilik rumah sakit. Direktur rumah sakit saat ini harus memahami perkembangan lingkungan yang ada. Ia harus siap mendapat tekanan dari berbagai pihak, masyarakat, pemilik rumah sakit, pasien, dan staf di dalam rumah sakit itu sendiri.

(56)

perubahan lingkungan. Perlu dicermati bahwa kemampuan berpikir, menafsirkan perubahan lingkungan, dan bertindak sebagai arsitek penyusunan visi memang bukan dari budaya kerja pegawai negeri. Pertanyaan-pertanyaan mengenai nilai-nilai bekerja seluruh staf rumah sakit perlu muncul dalam pikiran direktur. Hal ini kemudian digunakan untuk menggalang kultur organisasi rumah sakit. Peran ini membutuhkan ketrampilan khusus, terutama komunikasi interpersonal (Trisnantoro, 2005).

Dalam keperawatan tim, petugas bantuan bekerjasama dalam memberikan asuhan kepada sekelompok pasien di bawah arahan perawat profesional. Asuhan yang komprehensif dapat diberikan kepada pasien, melalui komunikasi tim yang luas, meskipun jumlah petugas bantuan relatif banyak. Sebuah tim harus terdiri atas tidak lebih dari lima orang atau tim tersebut akan kembali pada urutan organisasi yang lebih fungsional. Sebuah tim harus terdiri atas tidak lebih dari lima orang atau tim tersebut akan kembali pada urutan organisasi yang lebih fungsional.

Keperawatan tim biasanya diasosiasikan dengan kepemimpinan demokratis. Anggota kelompok diberikan otonomi sebanyak mungkin saat mengerjakan tugas yang diberikan, meskipun tim tersebut berbagi tanggung jawab dan akuntabilitas secara bersama. Perlunya ketrampilan komunikasi dan koordinasi yang baik membuat pelaksanaan keperawatan tim sulit dilakukan dan membutuhkan disiplin diri yang besar di pihak anggota tim (Huston dan Marquis, 2010).

(57)

pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri dari tenaga profesional, tehnikal dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu.

Kelebihannya memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh, mendukung pelaksanaan proses keperawatan, memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim. Kelemahannya komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu-waktu sibuk.

Motivasi merupakan istilah yang lebih umum yang menunjuk pada seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkanya, dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan. Karena itu, bisa juga dikatakan motivasi berarti membangkitkan motif, membangkitkan daya gerak, atau menggerakkan seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu kepuasan atau tujuan (Sobur, 2005). Teori motivasi yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada teori motivasi Herzberg dalam Hasibuan (2005), yaitu motivasi intrinsik meliputi : a) tanggung jawab, b) prestasi yang diraih, c) pengakuan orang lain, d) kemungkinan pengembangan. Sedangkan motivasi ekstrinsik meliputi: a) gaji, b) insentif, c) hubungan kerja, dan d) prosedur kerja.

(58)

strategis. Salah satu tantangan yng dihadapi pimpinan dalam organisasi adalah bagaimana dapat menggerakkan para karyawannya agar mau dan bersedia mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk kepentingan organisasi. Untuk itu, seorang pemimpin harus selalu dapat memelihara semangat, kesadaran dan kesungguhan dari karyawannya untuk terus menunjukkan kinerja yang optimal. Dengan kata lain, salah satu tantangan berat bagi pimpinan adalah bagaimana motivasi kerja karyawan dapat tumbuh dan terbina dengan baik.

2.6. Kerangka Konsep

Konsep pokok dalam penelitian ini adalah pengaruh pola kepemimpinan dan metode penugasan tim terhadap motivasi kerja perawat pelaksana di RSUD Kabanjahe Tahun 2012. Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori, maka kerangka konsep penelitian ini dapat di lihat pada gambar 2.2 berikut:

[image:58.612.120.522.482.656.2]

Variabel independen Variabel dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Pola Kepemimpinan:

a. Perilaku Tugas (Kompetensi) b. Perilaku Hubungan

(Komunikasi)

Metode Penugasan Tim : a. Uraian Tugas b. Shift/Jadwal Dinas c. Komunikasi

Motivasi Kerja Perawat Pelaksana :

a. Prestasi b. Hasil Kerja

c. Orientasi Masa Depan d. Tanggung Jawab e. Percaya Diri

f. Manajemen Waktu dan Pekerjaan

(59)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah cross sectional dengan jenis survey explanatory yaitu untuk menjelaskan pengaruh antara variabel penelitian melalui pengujian hipotesis pada penelitian yaitu pengaruh pola kepemimpinan dan metode penugasan tim terhadap motivasi kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe 3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama Bulan April sampai Juli 2012.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

(60)

3.3.2 Sampel

Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe sebanyak 116 orang .

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh secara langsung dari responden melalui wawancara dengan alat kuesioner yang telah disusun.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe, studi kepustakaan serta majalah/jurnal kesehatan yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antar variabel atau item dengan skor total variabel pada analisis reability dengan melihat nilai correlation corrected item, dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya.

(61)
[image:61.612.115.529.141.432.2]

Tabel 3.1 Uji Validitas Variabel Pola Kepemimpinan

(62)
[image:62.612.114.528.140.573.2]

Tabel 3.2 Uji Validitas Variabel Metode Penugasan Tim

(63)
[image:63.612.114.524.195.646.2]

mempunyai r-hitung > 3,61 (r-tabel), maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan pola kepemimpinan valid.

Tabel 3.3 Uji Validitas Variabel Dependen Motivasi Kerja

Indikator No

Soal

Rhitung Rtabel Keterangan

Prestasi 1

2 3 0,887 0,683 0,556 0,361 0,361 0,361 Valid Valid Valid

Hasil Kerja 4

5 6 7 8 0,887 0,952 0,744 0,887 0,887 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 Valid Valid Valid Valid Valid Orientasi Masa Depan 9

10 11 0.,827 0,751 0,887 0,361 0,361 0,361 Valid Valid Valid

Tanggung Jawab 12

13 14 15 16 0,733 0,817 0,812 0,867 0,958 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 Valid Valid Valid Valid Valid

Percaya Diri 17

18 19 20 21 0,958 0,958 0,958 0,958 0,819 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 Valid Valid Valid Valid Valid Manajemen Antara Waktu

dan Pekerjaan 22 23 24 25 26 0,405 0,958 0,958 0,958 0,705 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 Valid Valid Valid Valid Valid Ulet Dalam Bekerja 27

(64)

Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa seluruh variabel motivasi kerja terdiri dari 30 soal dan dibagi menjadi indikator shift Kerja 10 soal, indikator uraian tugas 10 soal dan indikator komunikasi 10 soal. Masing-masing indikator mempunyai r-hitung > 3,61 (r-tabel), maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan pola kepemimpinan valid.

[image:64.612.112.532.444.600.2]

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketetapan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai r Alpha > r Tabel, maka dinyatakan reliabel. Nilai r reliabel dalam penelitian ini menggunakan critical value of the product moment pada taraf signifikan 95 % (Riduwan, 2005).

Tabel 3.4 Uji Reliabilitas Variabel independen dan Dependen

Indikator No Soal Rhitung Rtabel Keterangan

Kompetensi 1

(65)

Tabel 3.4 (Lanjutan)

Komunikasi 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 0,887 0,915 0,887 0,901 0,887 0,907 0,887 0,912 0,915 0,916 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

Shift Kerja 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 0,921 0,939 0,921 0,940 0,921 0,921 0,921 0,940 0,951 0,921 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Uraian Tugas 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 0,906 0,909 0,909 0,894 0,916 0,911 0,909 0,910 0,894 0,902 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

Komunikasi 1

[image:65.612.113.523.138.695.2]

Gambar

Gambar 2.1. Proses Motivasi
Gambar 2.2. Kerangka Konsep
Tabel 3.1 Uji Validitas Variabel Pola Kepemimpinan
Tabel 3.2 Uji Validitas Variabel Metode Penugasan Tim
+7

Referensi

Dokumen terkait

yang diperlukan untuk mendukung proses utama Jurusan Keperawatan, dilaksanakan. sesuai mekanisme dalam dengan dokumen Standar Mutu Jurusan kode: 00000

b. Dengan menggunakan jangka, lukislah dua buah lingkaran kongruen dengan titik pusat A dan B serta berjari-jari sama dengan tali busur AB.. Tentukan titik potong dari kedua

Untuk mengetahui pengaruh kecambah biji P.amabilis dengan variasi konsentrasi air kelapa terhadap besarnya rerata jumlah kecambah pada masing- masing perlakuan

4) Mengirimkan Laporan Bulanan Pengeluaran Pemindahbukuan dengan format sebagaimana tercantum pada lampiran VI... 5) Konfirmasi atas FKU sebagaimana dimaksud pada angka 1 dikirimkan

[r]

STUDI KASUS GEGAR BUDAYA MAHASISWA AFIRMASI PAPUA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

A significant positive spatial association was identified for both the slope preferences by car and bus where zones with a preference towards longer or shorter trips tended to

yang menggunakan protocol TCP/IP, dimana protocol TCP/IP digunakan untuk meneruskan packet informasi (routing) dalam jaringan LAN,MAN,WAN dan internet, atau lebih