JENIS DAN BIAYA OBAT ANTIHIPERTENSI
PADA PENDERITA HIPERTENSI YANG BEROBAT JALAN DI POLIKLINIK JANTUNG RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2011
Oleh :
DEWI PUTRI REJEKINTA BERUTU 080100134
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JENIS DAN BIAYA OBAT ANTIHIPERTENSI
PADA PENDERITA HIPERTENSI YANG BEROBAT JALAN DI POLIKLINIK JANTUNG RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2011
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh :
DEWI PUTRI REJEKINTA BERUTU 080100134
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Jenis dan Biaya Obat Antihipertensi pada Penderita Hipertensi yang Berobat Jalan
di Poliklinik Jantung RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2011
Nama : Dewi Putri Rejekinta Berutu
NIM : 080100134
Pembimbing Penguji I
(Prof. dr. A. Afif Siregar, Sp.A(K), Sp.JP(K))
Nip: 195004161 97711 1 001 Nip: 19690609 199903 2 001
(dr. Arlinda Sari Wahyuni,
M.Kes)
Penguji II
(dr.Hemma Yulfi, DAP&E, Med.Ed
Nip: 19741019 200112 2 001
)
Medan, Desember 2011
Dekan,
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan hasil penelitian ini, yang merupakan salah satu tugas akhir dalam
menyelesaikan Program Pendidikan S1 Kedokteran Fakultas Kedokteran USU.
Judul Karya Tulis Ilmiah ini adalah “Jenis dan Biaya Obat Antihipertensi
pada Penderita Hipertensi yang Berobat Jalan di Poliklinik Jantung RSUP Haji
Adam Malik Medan Tahun 2011”. Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis telah
memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada:
1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. dr. A. Afif Siregar, Sp.A (K), Sp. JP (K), yang dengan sepenuh hati
telah mendukung, membimbing, dan mengarahkan penulis mulai dari
perencanaan penelitian, proses penelitian sampai selesainya laporan hasil
penelitian ini.
3. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes, selaku Dosen Penguji I yang telah
memberikan masukan untuk menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.
4. dr. Hemma Yulfi, DAP&E, Med.Ed, selaku Dosen Penguji II yang telah
memberikan kritik dan saran bagi tulisan hasil penelitian ini.
5. Seluruh dosen dan pegawai Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara yang telah membantu kelancaran pembuatan karya ilmiah ini.
6. Terima kasih kepada staf pegawai divisi Litbang (Penelitian&
Pengembangan) RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan
izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
7. Terima kasih kepada seluruh dokter, perawat dan kakak Co-ass yang
bertugas di Poliklinik Jantung RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah
membantu kelancaran penulis selama proses penelitian.
8. Terima kasih buat orang tua, ayahanda (Alm) Amir Berutu dan ibunda
Sitinurbini Manik, S.Pd serta seluruh keluarga atas dukungan doa, dana
9. Terima kasih juga buat teman spesial Asmar Husein Nasution, yang
senantiasa selalu memberikan motivasi, semangat dan doa kepada penulis
hingga selesai laporan hasil penelitian ini.
10.Serta buat teman- teman yang telah membantu penelitian ini, Conny
Napitupulu, Amido Rey, Handayan Hutabarat, Veronica Marbun, Dhyka
Alloyna Sinuhaji, Rahayu Angkat, serta teman- teman stambuk 2008,
penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuannya.
Penulis menyadari bahwa laporan hasil penelitian ini masih jauh dari
sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar
penulis dapat menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.
Medan, 13 Desember 2011
ABSTRAK
Pendahuluan: Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah > 140 mmHg (tekanan sistolik) dan/ atau > 90 mmHg (tekanan diastolik).
Pengobatan utamanya dapat berupa diuretik, beta blocker, calcium channel
blocker, ACE- Inhibitor, atau alpha blocker, bergantung pada berbagai pertimbangan pada pasien. Penyakit hipertensi ini merupakan penyakit dengan kategori biaya pengobatan yang tinggi dikarenakan alasan tingginya angka kunjungan ke dokter, perawatan rumah sakit, dan atau penggunaan obat- obatan jangka panjang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan biaya obat-obatan yang digunakan pasien yang berobat jalan dengan hipertensi di RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan Juli- Agustus tahun 2011.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan desain
cross sectional study, diambil secara total sampel. Data diperoleh dari catatan rekam medik pasien hipertensi di Poliklinik Jantung RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan Juli-Agustus tahun 2011.
Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penderita hipertensi sebanyak 206 orang. Dengan jenis kelamin terbanyak adalah laki- laki yaitu 121 orang (58,7%), dan perempuan sebanyak 85 orang (41,3%). Terbanyak pada kelompok usia 51- 55 tahun sebanyak 39 pasien (18,9 %). Lama menderita hipertensi terbanyak 3-5 tahun sebanyak 168 pasien (81,6%). Jenis obat yang paling banyak adalah kombinasi beta blocker dan angiotensin receptor blocker sebanyak 38 pasien (18,4%). Penggunaan biaya terendah yang dikeluarkan sebesar Rp. 27.000,- dengan jenis obat Furosemide golongan diuretik, serta yang paling banyak
Rp.672.000,- dengan jenis obat Spironolakton (diuretik), Bisoprolol (beta
blocker), Nifedipine paten (calcium channel blocker), dan Telmisartan paten (angiotensin receptor blocker). Dengan nilai rata- rata pengeluaran biaya per bulan yaitu Rp.256.000,-.
Kesimpulan: Jenis obat yang paling banyak adalah kombinasi beta blocker dan
angiotensin receptor blocker sebanyak 38 pasien (18,4%). Penggunaan biaya terendah yang dikeluarkan sebesar Rp. 27.000,- dan biaya yang paling banyak Rp.672.000,-.
ABSTRACT
Introduction: Hypertension is a condition which blood pressure of someone is > 140 mmHg (systolic blood pressure) and/ or > 90 mmHg (diastolic blood pressure). The most treatment can be from diuretic, beta blocker, calcium channel blocker, ACE-Inhibitor, or alpha blocker, based on various consideration of patient. This hypertension disease represent the disease with the high medication expense category because of high number of visit to doctor, hospital treatment, and or long-term use of drugs.
Methode: The purpose of this study is to determine the type and cost of drugs in patients with hypertension outpatient in RSUP Haji Adam Malik Medan during July- August year 2011.
Result: This research used descriptive research method with cross sectional design by the total sampling methode. The data was obtained from medical records of patients with hypertension in Cardiology Outpatient Clinic of RSUP Haji Adam Malik during July- August 2011.
Discussion: The results of this study showed that the patients with hypertension were 206 peoples. With the largest gender was male 121 peoples (58,7%), and female was 85 peoples (41,3%). The most of them were in 51- 55 years of age group as many as 39 patients ( 18,9 %). The longest time of hypertension is in 3-5 year as many as 168 patients ( 81,6%). The most drug type was combination of beta blocker and angiotensin receptor blocker as many as 38 patients ( 18,4%). The lowest cost that was issued for medication by Rp. 27.000,- with drug type was Furosemide (diuretic), and the largest cost for medication was Rp.672.000,- with drug type were Spironolakton ( diuretic), Bisoprolol ( beta blocker), Nifedipine Patent ( calcium channel blocker), and Telmisartan Patent ( angiotensin receptor blocker). With value average drug expenditure was Rp.256.000,- monthly.
Conclusion: The most drug type was combination of beta blocker and angiotensin receptor blocker. The lowest cost that was issued for medication by Rp. 27.000,- and the largest cost for medication was Rp.672.000,-.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIR ... xi
DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.4. Manfaat Penelitian ... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1. Hipertensi ... 4
2.1.1. Pengertian Hipertensi ... 4
2.1.2. Klasifikasi Hipertensi ... 5
2.1.3. Etiologi Hipertensi ... 6
2.1.4. Patogenesis Hipertensi ... 6
2.1.5. Diagnosis Hipertensi ... 8
2.1.6. Penatalaksanaan Hipertensi ... 12
2.1.7. Biaya Obat Hipertensi ... 14
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 15
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 15
3.2. Variabel & Defenisi Operasional ... 15
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 17
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 17
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 18
4.5. Metode Analisis Data ... 18
BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 19
5.1. Hasil Penelitian ... 19
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 19
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ... 19
5.1.3. Deskripsi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 19
5.1.4. Deskripsi Berdasarkan Usia ... 20
5.1.5. Deskripsi Berdasarkan Klasifikasi Tekanan Darah ... 21
5.1.6. Deskripsi Berdasarkan Lama Hipertensi ... 21
5.1.7. Deskripsi Berdasarkan Jenis Obat yang Digunakan ... 22
5.1.8. Distribusi Berdasarkan Jumlah Penggunaan Obat dan Biaya ... 26
5.1.9. Distribusi Biaya Berdasarkan Klasifikasi Hipertensi ... 27
5.1.10 Distribusi Berdasarkan Biaya/ Bulan ... 28
5.2. Pembahasan ... 29
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 33
6.1. Kesimpulan ... 33
6.2. Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA ... 35
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Pasien 15
Hipertensi dengan Jenis Obat, Biaya Obat,
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
2.1 Klasifikasi Tekanan Darah untuk DewasaUsia 18 Tahun 5
atau Lebih*
2.2 Klasifikasi Tekanan Darah untuk Orang Dewasa (Revisi 5
JNC 6 ke JNC 7)
5.1 Distribusi Jenis Kelamin 20
5.2 Distribusi Berdasarkan Usia 20
5.3 Distribusi Tekanan Darah Berdasarkan Klasifikasi JNC VI 21
5.4 Distribusi Lama Hipertensi 21
5.5 Distribusi Pemakaian Obat Tunggal maupun Kombinasi
dengan Obat Lain 22
5.6 Distribusi Pemakaian Obat Diuretik Tunggal maupun Kombinasi
dengan Obat Lain 23
5.7 Distribusi Pemakaian Obat Alpha Blocker Tunggal maupun Kombinasi
dengan Obat Lain 23
5.8 Distribusi Pemakaian Obat Beta Blocker Tunggal maupun Kombinasi
dengan Obat Lain 24
5.9 Distribusi Pemakaian Obat Calcium Channel Blocker Tunggal
maupun Kombinasi dengan Obat Lain 24
5.10 Distribusi Pemakaian Obat ACE-Inhibitor Tunggal maupun
Kombinasi dengan Obat Lain 25
5.11 Distribusi Pemakaian Obat Angiotensin Receptor Blocker
Tunggal maupun Kombinasi dengan Obat Lain 25
5.12 Distribusi Berdasarkan Jumlah Penggunaan Obat dan Biaya 26
5.13 Biaya yang Dikeluarkan Berdasarkan Terkontrol atau Tidaknya
Pasien Hipertensi 27
DAFTAR LAMPIR
LAMPIRAN I Daftar Riwayat Hidup
LAMPIRAN II Surat Izin Melakukan Penelitian
LAMPIRAN III Ethical Clearence
DAFTAR ISTILAH/ SINGKATAN
ACE-I : Angiotensin Converting Enzym-Inhibitor
ACER : Analysis of Cost Effectiveness Ratio
ARB : Angiotensin Receptor Blocker
BB : Beta Blocker
ABSTRAK
Pendahuluan: Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah > 140 mmHg (tekanan sistolik) dan/ atau > 90 mmHg (tekanan diastolik).
Pengobatan utamanya dapat berupa diuretik, beta blocker, calcium channel
blocker, ACE- Inhibitor, atau alpha blocker, bergantung pada berbagai pertimbangan pada pasien. Penyakit hipertensi ini merupakan penyakit dengan kategori biaya pengobatan yang tinggi dikarenakan alasan tingginya angka kunjungan ke dokter, perawatan rumah sakit, dan atau penggunaan obat- obatan jangka panjang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan biaya obat-obatan yang digunakan pasien yang berobat jalan dengan hipertensi di RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan Juli- Agustus tahun 2011.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan desain
cross sectional study, diambil secara total sampel. Data diperoleh dari catatan rekam medik pasien hipertensi di Poliklinik Jantung RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan Juli-Agustus tahun 2011.
Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penderita hipertensi sebanyak 206 orang. Dengan jenis kelamin terbanyak adalah laki- laki yaitu 121 orang (58,7%), dan perempuan sebanyak 85 orang (41,3%). Terbanyak pada kelompok usia 51- 55 tahun sebanyak 39 pasien (18,9 %). Lama menderita hipertensi terbanyak 3-5 tahun sebanyak 168 pasien (81,6%). Jenis obat yang paling banyak adalah kombinasi beta blocker dan angiotensin receptor blocker sebanyak 38 pasien (18,4%). Penggunaan biaya terendah yang dikeluarkan sebesar Rp. 27.000,- dengan jenis obat Furosemide golongan diuretik, serta yang paling banyak
Rp.672.000,- dengan jenis obat Spironolakton (diuretik), Bisoprolol (beta
blocker), Nifedipine paten (calcium channel blocker), dan Telmisartan paten (angiotensin receptor blocker). Dengan nilai rata- rata pengeluaran biaya per bulan yaitu Rp.256.000,-.
Kesimpulan: Jenis obat yang paling banyak adalah kombinasi beta blocker dan
angiotensin receptor blocker sebanyak 38 pasien (18,4%). Penggunaan biaya terendah yang dikeluarkan sebesar Rp. 27.000,- dan biaya yang paling banyak Rp.672.000,-.
ABSTRACT
Introduction: Hypertension is a condition which blood pressure of someone is > 140 mmHg (systolic blood pressure) and/ or > 90 mmHg (diastolic blood pressure). The most treatment can be from diuretic, beta blocker, calcium channel blocker, ACE-Inhibitor, or alpha blocker, based on various consideration of patient. This hypertension disease represent the disease with the high medication expense category because of high number of visit to doctor, hospital treatment, and or long-term use of drugs.
Methode: The purpose of this study is to determine the type and cost of drugs in patients with hypertension outpatient in RSUP Haji Adam Malik Medan during July- August year 2011.
Result: This research used descriptive research method with cross sectional design by the total sampling methode. The data was obtained from medical records of patients with hypertension in Cardiology Outpatient Clinic of RSUP Haji Adam Malik during July- August 2011.
Discussion: The results of this study showed that the patients with hypertension were 206 peoples. With the largest gender was male 121 peoples (58,7%), and female was 85 peoples (41,3%). The most of them were in 51- 55 years of age group as many as 39 patients ( 18,9 %). The longest time of hypertension is in 3-5 year as many as 168 patients ( 81,6%). The most drug type was combination of beta blocker and angiotensin receptor blocker as many as 38 patients ( 18,4%). The lowest cost that was issued for medication by Rp. 27.000,- with drug type was Furosemide (diuretic), and the largest cost for medication was Rp.672.000,- with drug type were Spironolakton ( diuretic), Bisoprolol ( beta blocker), Nifedipine Patent ( calcium channel blocker), and Telmisartan Patent ( angiotensin receptor blocker). With value average drug expenditure was Rp.256.000,- monthly.
Conclusion: The most drug type was combination of beta blocker and angiotensin receptor blocker. The lowest cost that was issued for medication by Rp. 27.000,- and the largest cost for medication was Rp.672.000,-.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah
>140 mmHg (tekanan sistolik) dan/ atau >90 mmHg (tekanan diastolik) (Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure VII, 2003). Hipertensi berkontribusi terhadap resiko terjadinya
penyakit lain, seperti trombo-embolik, jantung koroner, dan stroke yang dapat
mengakibatkan kerusakan jantung, otak, ginjal, dan dapat berakhir pada kematian.
Menurut Riskesdas (2007) hipertensi sebesar 6,8 % merupakan penyebab
kematian ketiga pada semua umur setelah Stroke dan TB.
Hipertensi merupakan penyakit pembuluh darah yang merupakan kasus
ketujuh terbanyak pada pasien yang rawat jalan di rumah sakit di Indonesia tahun
2009 (Ditjen Yanmed. Kemkes RI, 2010). Hasil Riskesdas (2007) prevalensi
hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas adalah sebesar 29,8 %. Menurut
provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalsel (39,6 %), dan yang terendah di
Papua Barat (20,1 %). Di Sumatera Utara sendiri, berdasarkan pengukuran
tekanan darah dinyatakan 26,3 pasien hipertensi.
Tujuan pengobatan penderita hipertensi adalah untuk mencegah morbiditas
dan mortalitas yang disebabkan oleh gangguan dengan menggunakan cara yang
paling nyaman. Pengobatan utamanya dapat berupa diuretik, beta blocker,
calcium channel blocker, ACE-Inhibitor, atau alpha blocker, bergantung pada
berbagai pertimbangan pada pasien, termasuk mengenai (1). Biaya (diuretik
biasanya merupakan obat yang paling murah), (2). Karakteristik demografi
(umumnya Afro-Amerika lebih berespons terhadap diuretik dan calcium channel
blocker dibandingkan terhadap beta blocker atau ACE-Inhibitor), (3). Penyakit
yang terjadi bersamaan (beta blocker dapat memperburuk asma, diabetes melitus,
dan iskemia perifer tetapi dapat memperbaiki angina, disritmia jantung tertentu,
menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan seperti gangguan fungsi
seksual) (Price & Wilson, 2006).
Pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta,
gambaran pengobatan pada penderita hipertensi yang rawat jalan diperoleh hasil
golongan obat yang paling banyak digunakan adalah ACEIs, obat yang digunakan
adalah captopril sebanyak 66%. Antihipertensi yang digunakan tunggal sebanyak
54%, sedangkan kombinasi 2 dan 3 macam antihipertensi sebanyak 46%. Untuk
aturan pemakaian antihipertensi yang paling banyak adalah 1x sehari yaitu 76%.
Sedangkan di Rumah Sakit Islam Klaten diperoleh hasil jenis obat yang paling
banyak digunakan adalah amlodipin sebanyak 27,5% dan golongan obat
terbanyak yang digunakan adalah golongan calcium channel blocker
dihydropiridine sebanyak 36,1%. Durasi pemakaian obat adalah kurang dari 5 hari
sebanyak 58,0%; 5-10 hari 29,5%; dan lebih dari 10 hari 12,5%. Kombinasi obat
yang diberikan bervariasi antara 1-3 macam obat (Christy, 2010).
Penyakit hipertensi ini merupakan penyakit dengan kategori biaya
pengobatan yang tinggi dikarenakan alasan tingginya angka kunjungan ke dokter,
perawatan rumah sakit, dan atau penggunaan obat- obatan jangka panjang. Biaya
untuk mengobati penyakit hipertensi saat ini sudah tidak dapat dikendalikan.
Menurut The National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) pada tahun
2002 total biaya kesehatan untuk hipertensi di Amerika telah diperkirakan sekitar
$ 47,2 milyar per tahunnya. Total pelayanan kesehatan ini sudah termasuk biaya
obat yang terhitung bisa lebih dari 70% dari total biaya pelayanan kesehatan untuk
hipertensi (Dipiro et al., 2005).
Dengan dilatarbelakangi hal tersebutlah penelitian ini akan dilakukan
untuk memberi informasi tentang jenis obat yang digunakan pada pasien
hipertensi yang rawat jalan dan biaya yang dihabiskan untuk obat itu. Penelitian
ini akan dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan, karena rumah sakit tersebut
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, dirumuskan
masalah yang akan dibahas, yaitu: Apakah jenis obat, dan berapa biaya obat yang
dipakai dalam mengobati hipertensi selama berobat jalan?
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan umum
Untuk mengetahui jenis dan biaya obat-obatan yang digunakan pasien yang
berobat jalan dengan hipertensi di RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan
Juli- Agustus tahun 2011.
Tujuan khusus
1. Mengetahui jenis obat yang digunakan dalam penatalaksanaan pasien yang
berobat jalan dengan penyakit hipertensi.
2. Mengetahui besar biaya obat pada pasien yang berobat jalan dengan
penyakit hipertensi.
1.4.Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi kepada pasien dan keluarga pasien terhadap biaya yang
akan dikeluarkan selama pengobatan dan perawatan di rumah sakit.
2. Sebagai informasi kepada pengelola pembiayaan kesehatan mengenai jenis
dan biaya obat-obatan pada pasien yang berobat jalan dengan penyakit
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hipertensi
2.1.1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah terjadinya peningkatan secara abnormal dan terus
menerus tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor yang tidak
berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara
normal (Brian Hayens, 2003). Hipertensi juga dikatakan sebagai suatu keadaan
dimana tekanan darah seseorang adalah > 140 mmHg (tekanan sistolik) dan/ atau
> 90 mmHg (tekanan diastolik) (Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure VII, 2003).
Menurut Joewono, 2003 juga mengatakan bahwa batasan hipertensi sulit untuk
dirumuskan, maka tidak ada batas yang jelas antara normotensi dan hipertensi.
Tetapi jelas terdapat korelasi langsung antara tekanan darah dan resiko penyakit
kardiovaskuler; makin tinggi tekanan darah maka makin tinggi resiko terjadi
stroke dan penyakit jantung koroner. Batasan (defenisi) hipertensi hanya dapat
dibuat secara operasional yaitu tingkat tekanan darah yang mana deteksi dan
2.1.2. Klasifikasi Hipertensi
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih*
Kategori Sistolik
(mmHg)
Diastolik
(mmHg)
Normal < 130 < 85
Normal tinggi 130- 139 85- 89
Hipertensi+
Tingkat 1 (ringan) 140- 159 90- 99
Tingkat 2(sedang) 160- 179 100- 109
Tingkat 3 (berat) ≥ 180 ≥ 110
Dikutip dari Sixth Report of the Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, NIH Pub No 98-4080, National Heart, Lung, and Blood Institute of Health.
* Tidak meminum obat hipertensi dan tidak sakit akut. Apabila tekanan sistolik dan diastolik turun dalam kategori yang berbeda, maka yang dipilih adalah kategori yang lebih tinggi.
+ Berdasarkan pada rata- rata dari dua kali pembacaaan atau lebih yang dilakukan pada setiap dua kali kunjungan atau lebih setelah skrining awal.
Ada revisi klasifikasi hipertensi dari JNC 6 ke JNC 7, yakni:
Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah untuk Orang Dewasa
Blood Pressure
Classification
Systolic Blood
Pressure (mmHg)
Diastolic Blood
Pressure (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Prehypertension 120- 139 80- 89
Stage 1 hypertension 140- 159 90- 99
Stage 2 hypertension ≥ 160 ≥ 100
Dikutip dari The Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.
JAMA 2003;289:2560–71.
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥ 18
tahun) berdasarkan rata- rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih kunjungan
klinis. Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal pada
< 80 mmHg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi
mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cenderung meningkat ke
klasifikasi hipertensi di masa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage)
hipertensi, dan semua pasien pada kategori ini harus diberi obat.
2.1.3. Etiologi Hipertensi
Menurut Robbins (2007), ada bermacam- macam jenis dan penyebab
hipertensi (sistolik dan diastolik), antara lain: hipertensi essensial (90- 95% kasus)
dan hipertensi sekunder (5-10 % kasus). Penyebab hipertensi sekunder dapat dari
ginjal, sistem endokrin, sistem kardiovaskular, dan neurologik.
Penyebab dari organ ginjal dapat berupa: glumerulonefritis akut, penyakit
ginjal kronis, penyakit polikistik, stenosis arteri renalis, vaskulitis ginjal, dan
tumor penghasil renin. Penyebab dari sistem endokrin dapat berupa: hiperfungsi
adrenokorteks (sindroma cushing, aldosteronisme primer, hiperplasia adrenal
kongenital, ingesti licorice), hormon eksogen (glukokortikoid, estrogen [termasuk
akibat kehamilan dan kontrasepsi oral], makanan yang mengandung tiramin dan
simpatomimetik, inhibitor monoamine oksidase), feokromositoma, akromegali,
hipotiroidisme (miksedema), hipertiroidisme (tirotoksikosis), akibat kehamilan
(Robbins, 2007).
Penyebab dari sistem kardiovaskular antara lain, yaitu: koarktasio aorta,
poliarteritis nodosa, peningkatan volume intravaskular, peningkatan curah
jantung, rigiditas aorta. Penyebab dari sistem neurologik, yaitu: psikogenik,
peningkatan tekanan intrakranium, apnea tidur, dan stress akut, termasuk
pembedahan (Robbins, 2007).
2.1.4. Patogenesis Hipertensi
Pada hipertensi essensial, faktor genetik jelas berperan dalam menentukan
Dipostulasikan bahwa α-adducin mengatur pemindahan natrium di tubulus ginjal dan bahwa protein G merupakan suatu jalur sinyal yang mempertahankan
homeostatis natrium. Namun kecil kemungkinannya bahwa mutasi di satu lokus
gen akan muncul sebagai penyebab utama hipertensi essensial. Yang lebih
mungkin terjadi adalah efek kombinasi mutasi atau polimorfisme di beberapa
lokus gen memengaruhi tekanan darah. Namun, walaupun efek genetik penting,
faktor lingkungan yang memengaruhi curah jantung, dan atau resistensi perifer,
mungkin juga penting (Robbins, 2007).
Penurunan ekskresi natrium pada keadaan tekanan arteri normal mungkin
merupakan peristiwa awal dalam hipertensi essensial. Penurunan ekskresi natrium
kemudian dapat menyebabkan meningkatnya volume cairan, curah jantung, dan
vasokonstriksi perifer sehingga tekanan darah meningkat. Pada keadaan tekanan
darah yang lebih tinggi, ginjal dapat lebih banyak mengekskresikan lebih banyak
natrium untuk mengimbangi asupan dan mencegah retensi cairan. Oleh karena itu,
ekskresi natrium akan berubah, tetapi tetap steady state (“penyetelan ulang
natriuresis tekanan”). Namun, hal ini menyebabkan peningkatan stabil tekanan
darah. Hipotesis alternatif menyatakan bahwa pengaruh vasokonstriktif (faktor
yang memicu vasokonstriksi fungsional atau rangsang yang memicu perubahan
struktural langsung di dinding pembuluh sehingga resistensi perifer meningkat)
merupakan penyebab primer hipertensi. Selain itu, pengaruh vasokonstriktif yang
kronis atau berulang dapat meyebabkan penebalan struktural pembuluh resistensi.
Pada model ini, perubahan struktural pada dinding pembuluh mungkin terjadi
pada awal hipertensi, mendahului dan bukan mengikuti vasokonstriksi (Robbins,
2007).
Faktor lingkungan mungkin memodifikasi ekspresi gen pada peningkatan
tekanan. Stress, kegemukan, merokok, aktivitas fisik kurang, dan konsumsi garam
dalam jumlah yang besar dianggap sebagai faktor eksogen dalam hipertensi.
Memang, bukti yang mengaitkan tingkat asupan garam harian dengan prevalensi
hipertensi pada berbagai kelompok populasi sangat mengesankan (Robbins,
Secara singkat, hipertensi essensial adalah suatu penyakit multifaktor
kompleks, yakni faktor lingkungan (misal, stress dan asupan garam) memengaruhi
variabel yang secara genetis rentan. Gen kerentanan untuk hipertensi essensial
saat ini belum diketahui, tetapi mungkin mencakup gen yang mengendalikan
respons terhadap peningkatan beban natrium ginjal, kadar zat pressor, reaktivitas
sel otot polos vaskular terhadap zat pressor, atau pertumbuhan sel otot polos. Pada
hipertensi yang sudah terbentuk, peningkatan volume darah dan peningkatan
resistensi perifer berperan dalam meningkatkan tekanan darah (Robbins, 2007).
2.1.5. Diagnosis Hipertensi
Dalam Soebel & Bakris (1998) dikatakan untuk mendiagnosa pasien
hipertensi dapat dilakukan dengan langkah- langkah:
a. Riwayat
1. Untuk mendeteksi penyebab sekunder:
Menanyakan apakah usia pasien < 35 tahun atau > 55 tahun, karena usia
ini mendukung hipertensi sekunder, menanyakan riwayat keluarga dan riwayat
pengobatan sebelumnya; tidak adanya riwayat keluarga dapat mendukung
hipertensi sekunder, neoplasma endokrin multiple (MEN), sindroma von
Hippel-Lindau, dan neurofibromatosis dihubungkan dengan feokromositoma. Adanya
trauma pinggang atau nyeri pinggang dapat menunjukkan iskemia renalis.
Hipertensi sistolik dapat disebabkan oleh: anemia berat, hipertiroidisme, penyakit
tulang paget, insufisiensi aorta. Menanyakan riwayat pengobatan termasuk obat-
obat bebas (counter medications), seperti: dekongestan (contoh, semprot nasal dan
obat flu), obat antiasma (contoh, Primatene Mist), preparat penurun berat badan,
obat anti inflamasi nonsteroid, jamu- jamuan seperti teh untuk penurun berat
badan dan ramuan dedaunan lainnya.
Menanyakan latar belakang pribadi dan sosial, menanyakan apakah pasien
dalam tembakau yang dapat memperburuk feokromositoma. Sebagian besar
pasien usia lanjut dengan hipertensi renovaskular memiliki riwayat merokok.
Menanyakan apakah pasien ada mengonsumsi obat- obatan terlarang seperti
amfetamin dan kokain, karena obat ini merupakan penyebab hipertensi yang
penting. Menanyakan apakah pasien ada mengonsumsi makanan, tembakau dan
beberapa jenis minuman yang diberi aroma licorice.
Menanyakan beberapa hal untuk melakukan tinjauan sistem, seperti:
apakah pasien ada poliuria, polidipsia, atau nokturia yang dapat mengesankan
kelainan renal atau endokrin, terutama pada anak. Menanyakan apakah ada pasien
mengalami kenaikan berat badan, ekimosis, edema, jerawat baru, perubahan
libido, dan perilaku, atau perubahan pola menstruasi yang menunjuk pada
sindroma cushing. Menanyakan apakah ada oligomenore dan hirsutisme yang
dapat menyertai sindroma cushing, tiroid, atau sindroma androgenital.
Menanyakan apakah ada sakit kepala, diaporesis, palpitasi, hipotensi postural,
kemerahan dan intoleransi panas yang dapat mengesankan feokromositoma.
2. Untuk menilai status end-organ
Menanyakan apakah belakangan ini ada mengalami angina atau infark
miokard (penurunan tekanan darah bermakna yang dapat membahayakan),
menanyakan apakah ada serangan iskemi serebrovaskular sementara (Transient
Iskemic Attack), menanyakan apakah ada gagal jantung kongestif dan klaudikasio.
3. Untuk menilai faktor- faktor resiko
Menanyakan penggunaan tembakau, riwayat diabetes melitus di keluarga,
dan menanyakan latar belakang keluarga berupa kematian yang berhubungan
dengan komplikasi vaskular.
b. Pemeriksaan fisik
1. Untuk mendeteksi penyebab sekunder:
Memperhatikan keadaan umum, apakah ada sindroma cushing dengan
supraclaviculer fullness (sangat umum) dan hirsutisme. Melihat apakah ada
koarktasio aorta dengan tanda- tanda: pertumbuhan lengan yang tidak seimbang
atau penurunan perkembangan ekstremitas bawah, sangat tidak umum tetapi lebih
spesifik daripada ketidakseimbangan tekanan darah. Melihat apakah ada
marfanoid habitus pada neoplasma endokrin multiple tipe III (2b). Melihat apakah
ada hirsutisme dengan atau tanpa virilisme pada kelamin atau infantilisme genital
mungkin menjadi sebuah petunjuk untuk sindroma androgenital. Melihat apakah
ada kepucatan dari ekstremitas (feokromositoma).
Mengukur tekanan darah yang diambil dari kedua ekstremitas atas,
berbaring dan berdiri, dan di tungkai jika berusia < 35 tahun. Pada hipertensi
essensial, diastolik meningkat saat berdiri; penurunan menunjukkan hipertensi
sekunder. Tekanan darah yang tidak seimbang pada lengan atau tekanan pada
tungkai, tekanan pada lengan pada umumnya lebih berhubungan dengan
aterosklerosis daripada koarktasio. Menilai fundi: adanya hemangioma retinal
pada sindroma von Hippel-Lindau. Menilai karotid: bising di sini menunjukkan
bahwa stenosis arteri renalis yang aterosklerotik mungkin terjadi. Menilai adanya
bising ekstrakardiak, pada dada mungkin menunjukkan koarktasio, pada abdomen
mungkin menunjukkan stenosis arteri renalis, terdengar paling baik di lateral
sampai garis tengah di atas umbilikus atau pada panggul. Bila sistolik saja tidak
spesifik, komponen diastolik lebih spesifik dan bising terjadi pada 40% pasien
dengan stenosis arteri renalis yang aterosklerotik.
Melakukan pemeriksaan palpasi abdomen, melihat apakah ada penyakit
ginjal polikistik, kista renal dari sindroma von Hippel-lindau. Jarang terjadi
palpasi kuat dapat menimbulkan paroksisme feokromositoma.
Melihat apakah ada bintik cafe’au lait, biasanya terlokalisir, daerah
hiperpigmentasi tegas dengan diameter 0,5- 12 cm. Lebih dari 5 bintik dengan
diameter lebih dari 0,5 cm menunjukkan kemungkinan neurofibromatosis yang
Memeriksa fundi, kardiak, neurologik, pulsasi dan pemeriksaan untuk
aneurisma serta edema, ronkhi pada paru, tekanan vena jugularis.
3. Pemeriksaan yang relevan dengan hipertensi sistolik
Memeriksa tiroid, apakah ada tremor, pucat, dan insufisiensi aorta.
c. Evaluasi laboratorium
Evaluasi laboratorium dilakukan untuk menilai panel kimiawi serta
menilai abnormalitas elektrolit. Menilai apakah hiperkalsemia, yang biasanya ada
pada hiperparatiroidisme, neoplasia endokrin multiple, feokromositoma,
hiperglikemia, sindroma cushing feokromositoma, akromegali, dan bersama-
sama dengan diabetes melitus primer.
Menilai abnormalitas elektrolit, seperti pemeriksaan urinanalisis,
elektrokardiogram, radiografi dada, pemeriksaan hematokrit. Evaluasi minimum
absolut harus mencakup pemeriksaan carik celup urine, pemeriksaan hematokrit,
pemeriksaan kalium, kreatinin dan pemeriksaan elektrokardiogram.
d. Uji laboratorium tambahan
Pemeriksaan ekokardiogram tidak diperlukan secara rutin tapi mungkin
berguna dalam mengambil keputusan untuk memberikan terapi.
Melakukan pemantauan tekanan darah di rumah yang dikerjakan sendiri
oleh pasien yang terutama berguna pada pasien dengan riwayat keluarga negatif
dan hipertensi labil serta mereka dengan intoleransi pengobatan yang jelas.
Pemantauan rawat jalan ini berguna pada kasus tertentu (contoh, sinkop nokturnal
tanpa pemantauan abnormalitas Holter.
Melakukan pemeriksaan ultrasonogarfi renal pada semua anak hipertensi,
yang mana mereka dengan gejala obstruksi (termasuk frekuensi urinaria atau
poliuria, dan mereka dengan kreatinin serum meningkat.
Melakukan pemeriksaan hipertensi sekunder: “pemicu” evaluasi lanjutan.
Awitan pada usia < 25 tahun atau > 50 tahun menyarankan pemeriksaan untuk
2.1.6. Penatalaksanaan Hipertensi 1. Terapi tanpa obat
a. Penurunan stress
Penurunan stress dapat dilakukan dengan menghindari stress yang tidak
perlu. Kasus jarang yang membutuhkan perubahan pekerjaan. Tidak ada bukti
keuntungan jangka panjang dari biofeedback.
b. Diet
Pengaturan diet dengan resrtriksi garam secara moderate= 2 gm Natrium
(5 gm NaCl). Setidaknya 50% dari pasien memberikan respons walaupun tanpa
memberi terapi obat, setidaknya secara terpisah (berkisar 4 mmHg). Walaupun
pada yang tidak “memberi respons”, sering kali secara nyata memperkuat efek
pengobatan. Penilaian pemenuhan dengan natrium urine 24 jam (sahih walaupun
dengan diuretik, jika mereka sudah mulai tiga minggu sebelumnya). Efek paling
besar pada pasien- pasien yang sudah tua, Afro-Amerika, dan mereka dengan
hipertensi berat.
Diet kalsium yang lebih tinggi masih kontroversial. Kebanyakan dapat
dibenarkan pada pasien- pasien dengan resiko osteoporosis dan mungkin
memperburuk batu ginjal kalsium. Pencapaian berat badan ideal menurunkan
tekanan darah, bahkan tanpa pembatasan asupan garam. Diet rendah kolesterol,
rendah asam lemah jenuh. Melakukan olahraga isotonik dalam batas kewajaran.
Penurunan asupan etanol. Diet tinggi kalium (cukup untuk pemeliharaan serum K
normal, asupan sebaiknya ≥ 60 mEq/ hari). Diet ini telah direkomendasikan oleh
JNC-V saat ini. Sebaiknya tidak direkomendaikan pada pasien dengan
hiperkalemik sebelum terapi karena mungkin dapat menurunkan tekanan darah
lebih lanjut pada pasien dengan antihipertensi. Meningkatkan asupan seledri (6- 8
batang sehari) mungkin menurunkan tekanan arteri yang meningkat lebih dari 20
%.
stroke, perdarahan subarakhnoid, hipertensi maligna, kanker, kematian mendadak,
dan emfisema.
2. Terapi dengan Obat
a. Diuretik (misalnya chlortalidone [Hygrotone®], bendroflumethiazide
[Aprinox®], menurunkan tekanan darah dengan bekerja di ginjal. Diuretik
menyebabkan ginjal mengeluarkan kelebihan garam dalam darah melalui
urine. Hal ini mengurangi volume cairan dalam sirkulasi dan kemudian
menurunkan tekanan darah.
b. Alpha blocker (misalnya doxazosin [Cardura®], terrazosin [Hytrin®],
menurunkan tekanan darah dengan memblokade reseptor pada otot yang
melapisi pembuluh darah. Jika reseptor tersebut diblokade, pembuluh
darah akan melebar (berdilatasi), sehingga darah mengalir dengan lebih
lancar dan tekanan darah menurun.
c. Beta blocker (misalnya atenolol [Tenormin®], bisoprolol [Concor®,
Emcor®], menurunkan tekanan darah dengan memperlambat denyut dan
mengurangi kekuatan kontraksi jantung. Dengan demikian, tekanan yang
disebabkan oleh pompa jantung juga berkurang. Beta blocker juga
memperlebar (mendilatasi) pembuluh darah dengan mempengaruhi
produksi hormon renin yang mengurangi resistensi sistemik, sehingga
jantung dapat bekerja lebih ringan.
d. Calcium channel blocker (misalnya amlodipine [Tensivask®, Istin®],
felodivine [Plendil®]), menurunkan tekanan darah dengan memblokade
masuknya kalsium ke dalam sel. Jika kalsium memasuki sel otot, maka
otot akan berkontraksi. Dengan menghambat kontraksi otot yang
melingkari pembuluh darah, pembuluh akan melebar sehingga darah
mengalir dengan lancar dan tekanan darah menurun.
e. ACE-Inhibitor (angiotensin-converting enzyme) (misalnya, captopril
[Capoten®], ramipril [Triatec®], perindopril [Coversyl®]), menurunkan
menyebabkan konstriksi pembuluh darah. Dengan demikian, obat ini dapat
memperlebar pembuluh darah dan mengurangi tekanan darah.
f. Angiotensin receptor blocker, (misalnya losartan [Cozaar®], irbesartan
[Aprovel®], bekerja dengan cara yang sama seperti ACE-Inhibitor, yaitu
dengan memblokade efek konstriksi dari angiotensin II. Berbeda dengan
ACE-Inhibitor yang memblokade produksi angiotensin II, ARB bekerja
dengan memblokade pengikatan angiotensin ke reseptor spesifiknya,
bukannya mengurangi produksi angiotensin. Oleh karena angiotensin tidak
dapat menkonstriksi pembuluh darah, maka pembuluh darah akan melebar
(berdilatasi) dan tekanan dalam sistem sirkulasi berkurang (Palmer, 2002).
2.1.7. Biaya Obat Hipertensi
Tujuan pengobatan penderita hipertensi adalah untuk mencegah morbiditas
dan mortalitas yang disebabkan oleh gangguan dengan menggunakan cara yang
paling nyaman. Pengobatan utamanya dapat berupa diuretik, beta blocker,
calcium channel blocker, ACE-Inhibitor, atau alpha blocker, bergantung pada
berbagai pertimbangan pada pasien, termasuk mengenai (1). Biaya (diuretik
biasanya merupakan obat yang paling murah), (2). Karakteristik demografi
(umumnya Afro-Amerika lebih berespons terhadap diuretik dan calcium channel
blocker dibandingkan terhadap beta blocker atau ACE-Inhibitor), (3). Penyakit
yang terjadi bersamaan (beta blocker dapat memperburuk asma, diabetes melitus,
dan iskemia perifer tetapi dapat memperbaiki angina, disritmia jantung tertentu,
dan sakit kepala migraine) dan (4). Kualitas hidup (beberapa obat hipertensi dapat
menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan seperti gangguan fungsi
seksual) (Price & Wilson, 2006).
Penyakit hipertensi ini merupakan penyakit dengan kategori biaya
pengobatan yang tinggi dikarenakan alasan tingginya angka kunjungan ke dokter,
$ 47,2 milyar per tahunnya. Total pelayanan kesehatan ini sudah termasuk biaya
obat yang terhitung bisa lebih dari 70% dari total biaya pelayanan kesehatan untuk
BAB 3
[image:31.595.127.426.199.279.2]KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Pasien Hipertensi dengan Jenis Obat, Biaya Obat, dan Lama Hipertensi
3.2Variabel dan Definisi Operasional
- Pasien hipertensi adalah pasien dengan tekanan darah > 140 mmHg
(tekanan sistolik) dan/ atau > 90 mmHg (tekanan diastolik) yang sedang
berobat jalan di Poliklinik Jantung RSUP Haji Adam Malik Medan pada
bulan Juli- Agustus 2011. Cara pengukurannya adalah observasi rekam
medik. Alat ukurnya adalah rekam medik. Hasil pengukurannya,
hipertensi. Hipertensi jika tekanan darah > 140 mmHg (tekanan sistolik)
dan/ atau > 90 mmHg (tekanan diastolik). Skala pengukurannya adalah
nominal.
- Jenis obat hipertensi adalah segala jenis golongan obat yang digunakan
dalam pengobatan hipertensi, meliputi : diuretik, alpha blocker, beta
blocker, calcium channel blocker, ACE-Inhibitor, dan angiotensin
receptor blocker (ARB). Cara pengukurannya adalah dengan observasi
dan analisa rekam medik. Alat ukurnya adalah rekam medik. Hasil
pengukurannya adalah mungkin golongan diuretik, alpha blocker, beta
blocker, calcium channel blocker, ACE-Inhibitor, dan angiotensin
receptor blocker (ARB). Skala pengukurannya adalah nominal. - Jenis Obat Hipertensi
- Biaya Obat Hipertensi
medik dan MIMS. Hasil pengukurannya dinyatakan dalam Rupiah. Skala
pengukurannya nominal.
- Lama hipertensi adalah waktu sejak pasien dinyatakan hipertensi sampai
saat datang berobat jalan ke Poliklinik Jantung RSUP Haji Adam Malik
Medan. Cara ukur nya adalah dengan observasi dan analisa rekam medik
pasien. Alat ukurnya adalah rekam medik. Hasil pengukurannya,
dinyatakan pasien hipertensi lama adalah jika pasien telah menderita
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan desain
cross sectional study untuk melihat gambaran jenis dan biaya obat antihipertensi
pada penderita hipertensi yang berobat jalan di Poliklinik Jantung RSUP Haji
Adam Malik Medan tahun 2011.
4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian 4.2.1.Waktu Penelitian
Waktu penelitian direncanakan dimulai pada bulan Juli- Agustus 2011.
4.2.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Poliklinik Jantung RSUP Haji Adam
Malik Medan.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian
Adapun populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang berobat jalan di
Poliklinik Jantung RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan Juni- Juli 2011.
4.3.2 Sampel
Dari populasi tersebut di atas akan diambil sampel dengan menggunakan
total sampling. Adapun sampel dari penelitian ini adalah pasien hipertensi yang
berobat jalan di Poliklinik Jantung RSUP Haji Adam Malik yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
Kriteria inklusi:
1. Pasien yang datang berobat jalan hipertensi ke Poliklinik Jantung RSUP
3. Pasien hipertensi yang sudah dinyatakan hipertensi selama lebih dari 3
tahun.
Kriteria eksklusi:
1. Ibu hamil
2. Pasien yang cacat dan atau dengan kelainan tulang belakang (lordosis).
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Metode pengambilan data adalah dengan menggunakan rekam medik yang
berisi data- data yang sesuai dan relevan terhadap masalah penelitian, yaitu data
tentang jenis obat antihipertensi, selanjutnya untuk melihat biaya obat
antihipertensi digunakan MIMS 2011.
4.5 Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan SPSS 17.0 for
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Jantung RSUP Haji Adam Malik
Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no. 17, kelurahan Kemenangan Tani,
kecamatan Medan Tuntungan. Rumah Sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas
A sesuai dengan SK Menkes No. 355/ Menkes/ SK/ VII/ 1990. RSUP Haji Adam
Malik Medan telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standard dan
tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga
merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi
Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien
dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji
Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel
Dari rekam medis yang diteliti dan dari pasien yang datang berobat jalan
di Poliklinik Jantung RSUP Haji Adam Malik Medan selama periode 7 Juli 2011
sampai 6 Agustus 2011 diperoleh sebanyak 206 sampel. Semua data diperoleh
dari data sekunder yaitu data rekam medis pasien yang menderita hipertensi lama
di Poliklinik Jantung RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2011.
5.1.3. Deskripsi Berdasarkan Jenis Kelamin
Jumlah pasien rawat jalan dengan hipertensi lama di Poliklinik Jantung
Tabel 5.1 Distribusi Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah %
Laki- laki 121 58,7
Perempuan 85 41,3
Jumlah 206 100
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa dari 206 sampel terdapat 121
orang berjenis kelamin laki- laki ( 58,7%), dan 85 orang berjenis kelamin
perempuan ( 41,3%).
5.1.4. Deskripsi Berdasarkan Usia
[image:36.595.114.517.386.643.2]Distribusi sampel berdasarkan usia dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 5.2 Distribusi berdasarkan Usia
No Usia Frekuensi %
1 36-40 tahun 2 1
2 41-45 tahun 6 2,9
3 46-50 tahun 22 10,7
4 51-55 tahun 39 18,9
5 56-60 tahun 38 18,4
6 61-65 tahun 29 14,1
7 66-70 tahun 35 17,0
8 71-75 tahun 25 12,1
9 76-80 tahun 8 3,9
10 81-85 tahun 2 1,0
Total 206 100,0
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa usia pasien dengan hipertensi
terbanyak adalah pada usia 51-55 tahun yaitu 39 orang (18,9%). Sedangkan yang
paling sedikit pada golongan usia 36-40 tahun yaitu 2 orang (1%) dan golongan
5.1.5. Deskripsi Berdasarkan Klasifikasi Tekanan Darah
Tabel 5.3 Distribusi Tekanan Darah Berdasarkan Klasifikasi JNC VII No Klasifikasi Tekanan Darah Frekuensi %
1 Normal (Hipertensi
terkontrol)
3 1,5
2 Pre-hipertensi 36 17,5
3 Hipertensi derajat 1 112 54,4
4 Hipertensi derajat 2 55 26,7
Total 206 100
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa dari 206 pasien hipertensi, tekanan
darah pasien terbanyak pada klasifikasi hipertensi derajat 1 (Tekanan Darah
Sistolik 140-159 mmHg; Tekanan Darah Diastolik 90-99 mmHg) sebanyak 112
orang (54,4%). Sedangkan pasien hipertensi yang tekanan darah nya terkontrol
(normal) hanya 3 orang (1,5%).
5.1.6. Deskripsi Berdasarkan Lama Hipertensi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, pasien hipertensi lama yang
berobat jalan paling lama 31 tahun, dengan rata- rata dari seluruh pasien selama
4,7 tahun.
Tabel 5.4 Distribusi Lama Hipertensi
Lama Hipertensi Frekuensi Persen (%)
3-5 tahun 168 81,6
6-10 tahun 25 12,1
11-15 tahun 7 3,4
16-20 tahun 2 1,0
21-25 tahun 2 1,0
[image:37.595.115.518.550.748.2]Berdasarkan tabel 5.4 lama hipertensi 3-5 tahun terbanyak sebanyak 168
orang (81,6%), lama hipertensi 6-10 tahun sebanyak 25 orang (12,1%), lama
hipertensi 11-15 tahun sebanyak 7 orang (3,4%), lama hipertensi 16-20 tahun dan
21-25 tahun sebanyak masing- masing 2 orang (1%), lama hipertensi 26-30 tahun
sebanyak 1 orang (0,5%), dan lama hipertensi > 30 tahun sebanyak 1 orang
(0,5%).
5.1.7. Deskripsi Berdasarkan Jenis Obat yang Digunakan
Obat yang dicatat pada pasien adalah obat antihipertensinya saja. Hal ini
dilakukan karena kebanyakan pasien hipertensi tidak hanya datang dengan
tekanan darahnya yang tinggi melainkan juga disertai dengan kondisi/ penyakit
yang lain.
[image:38.595.113.517.449.682.2]5.1.7.1 Penggunaan Obat
Tabel 5.5 Distribusi Pemakaian Obat Tunggal maupun Kombinasi dengan Obat Lain
Golongan Obat Frekuensi Persen (%)
Diuretik 3 1,5
Alpha Blocker 0 0
Beta Blocker 16 7,8
Calcium Channel Blocker 5 2,4
ACE-Inhibitor 7 3,4
Angiotensin Receptor Blocker 14 6,8
Kombinasi 2 golongan 108 52,5
Kombinasi 3 golongan 47 22,8
Kombinasi 4 golongan 6 2,9
Total 206 100,0
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa penggunaan obat yang paling
diuraikan secara mendetail pada bagian berikutnya. Penggunaan alpha blocker
tunggal tidak ada (0%), karena pada penelitian ini penggunaan alpha blocker
diresepkan bersama dengan golongan obat yang lain (polifarmasi).
[image:39.595.114.515.264.415.2]5.1.7.2. Jenis Obat Golongan Diuretik
Tabel 5.6 Distribusi Pemakaian Obat Diuretik Tunggal maupun Kombinasi dengan Obat Lain
Jenis Obat Frekuensi Persen (%)
Tidak pakai 147 71,4
Furosemide 20 9,7
Spironolakton 14 6,8
HCT 10 4,9
Furosemide+Spironolakton 15 7,3
Total 206 100,0
Berdasarkan tabel 5.6, dari 206 orang sampel terdapat 147 orang yang
tidak menggunakan diuretik, 20 orang menggunakan Furosemide, 14 orang
menggunakan Spironolakton, 10 orang menggunakan HCT, dan 15 orang
menggunakan kombinasi diuretik Furosemide dan Spironolakton.
5.1.7.3. Jenis Obat Golongan Alpha Blocker
Tabel 5.7 Distribusi Pemakaian Obat Alpha Blocker Tunggal maupun Kombinasi dengan Obat Lain
Jenis Obat Frekuensi Persen (%)
Tidak pakai 203 98,5
Terrazosin 3 1,5
Total 206 100,0
5.1.7.4. Jenis Obat Golongan Beta Blocker
Tabel 5.8 Distribusi Pemakaian Obat Beta Blocker Tunggal maupun Kombinasi dengan Obat Lain
Jenis Obat Frekuensi Persen (%)
Tidak pakai 75 36,4
Bisoprolol Generik 11 5,3
Bisoprolol Paten 120 58,3
Total 206 100,0
Berdasarkan tabel 5.8, dari 206 orang pasien terdapat 120 orang yang
menggunakan Bisoprolol generik, 11 orang menggunakan Bisoprolol paten, dan
sisanya 75 orang tidak menggunakan golongan obat beta blocker.
5.1.7.5. Jenis Obat Calcium Channel Blocker
Tabel 5.9 Distribusi Pemakaian Obat Calcium Channel Blocker Tunggal maupun Kombinasi Dengan Obat yang Lain
Jenis Obat Frekuensi Persen (%)
Tidak pakai 138 67,0
Amlodipine Generik 2 1,0
Amlodipine Paten 55 26,7
Nifedipine Paten 8 3,9
Diltiazem HCL Paten 2 1,0
Verapamil HCL Generik 1 0,5
Total 206 100,0
Berdasarkan tabel 5.9, pasien yang tidak memakai golongan obat calcium
channel blocker ada sebanyak 138 orang, diikuti pemakaian Amlodipine paten
sebanyak 55 orang, Nifedipine paten 8 orang, Amlodipine generik 2 orang, dan
[image:40.595.111.525.452.630.2]5.1.7.6. Jenis Obat ACE-Inhibitor
Tabel 5.10 Distribusi Pemakaian Obat ACE-Inhibitor Tunggal maupun Kombinasi dengan Obat Lain
Jenis Obat Frekuensi Persen (%)
Tidak Pakai 152 73,8
Captopril Generik 1 0,5
Ramipril Paten 22 10,7
Tenalapril Generik 9 4,4
Lisinopril Paten 22 10,7
Total 206 100
Berdasarkan tabel 5.10 yang tidak memakai golongan obat ACE-Inhibitor
sebanyak 152 orang, diikuti pemakaian Ramipril paten 22 orang, Lisinopril paten
22 orang, Tenalapril generik 9 orang, dan Captopril generik 1 orang.
5.1.7.7. Jenis Obat Angiotensin Reseptor Blocker
Tabel 5.11 Distribusi Pemakaian Obat Angiotensin Reseptor Blocker Tunggal maupun Kombinasi dengan Obat Lain
Jenis Obat Frekuensi Persen (%)
Tidak pakai 95 46,1
Irbesartan Paten 69 33,5
Valsartan Generik 37 18,0
Telmisartan Paten 5 2,4
Total 206 100,0
Berdasarkan tabel 5.11 yang tidak memakai obat golongan angiotensin
reseptor blocker sebanyak 95 orang, diikuti pemakaian Irbesartan paten sebanyak
[image:41.595.114.516.496.629.2]5.1.8. Distribusi Berdasarkan Jumlah Penggunaan Obat dan Biaya Tabel 5.12 Tabel Jumlah Penggunaan Obat dan Biaya untuk 1 Bulan
Jenis Obat Frekuensi Persen (%) Biaya (Rp)
1 Jenis Obat
Diuretik 3 1,5 397500
Beta Bloker 16 7,8 1.171.500
CCB 5 2,4 764.550
ACE-I 7 3,4 2.625.000
ARB 14 6,8 2.213.400
2 Jenis Obat
Diuretik+BB 4 1,9 697.050
Diuretik+CCB 2 1,0 302.680
Diuretik+ACE-I 9 4,4 706.725
Diuretik+ARB 3 1,5 477.000
BB+CCB 8 3,9 1.314.210
BB+ACE-I 21 10,2 6.446.100
BB+ARB 38 18,4 11.393.250
CCB+ARB 19 9,2 5.686.920
CCB+ACE-I 3 1,5 1.337.230
ACE-I+ARB 1 0,5 203.550
3 Jenis obat
Diuretik+BB+ACE-I 8 3,9 2.017.500
Diuretik+BB+ARB 12 5,8 7.749.540
BB+CCB+ARB 11 5,3 3.819.810
BB+CCB+ACE-I 1 0,5
Diuretik+BB+CCB 5 2,4 719.460
Diuretik+CCB+ARB 5 2,4 1.638.960
Diuretik+ACE-I+ARB 1 0,5 198.525
Diuretik+CCB+ACE-I 1 0,5 331.050
Diuretik+Alpha Bloker+ARB 1 0,5 464.400
Alpha Bloker+CCB+ARB 1 0,5 481.080
4 Jenis Obat
Diuretik+BB+CCB+ACE-I 1 0,5 577.500
Diuretik+BB+CCB+ARB 4 1,9 1.927.020
BB+CCB+ACE-I+ARB 1 0,5 425910
Total 206 100,0 Rp. 52.774.000
Berdasarkan tabel 5.12 Penggunaan obat terbanyak adalah gabungan beta
blocker dan angiotensin receptor blocker sebanyak 38 orang pasien (18,4%).
[image:43.595.112.537.106.238.2]5.1.9. Distribusi Biaya Berdasarkan Klasifikasi Hipertensi
Tabel 5.13 Biaya yang Dikeluarkan Berdasarkan Terkontrol atau Tidaknya Pasien Hipertensi
Klasifikasi Frekuensi Biaya (Rupiah)
Normal (Hipertensi
Terkontrol)
3 198.500
Hipertensi Tidak Terkontrol 203 52.575.500
Total 206 Rp. 52.774.000,-
Berdasarkan tabel 5.13 biaya yang dikeluarkan untuk pasien hipertensi
terkontrol (tekanan darah saat kunjungan normal) jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan pasien hipertensi yang tidak terkontrol tekanan darahnya. Adapun biaya
yang dikeluarkan pasien yang tekanan darahnya normal/ terkontrol adalah sebesar
Rp.198.500,-/ bulan dengan rata- rata per orang nya sebesar Rp. 66.200,-. Terlihat
jelas bahwa biaya yang dikeluarkan untuk hipertensi terkontrol lebih mnimum
5.1.10. Distribusi Berdasarkan Biaya/bulan
Tabel 5.13 Biaya yang Dikeluarkan
Minimum Maksimum Rata- rata Total
Rp. 27.000,- Rp. 672.000,- Rp. 256.000,- Rp. 52.774.000,-
Berdasarkan tabel 5.13 biaya yang paling sedikit dikeluarkan seorang
pasien hipertensi adalah Rp. 27.000,- dengan jenis obat Furosemide golongan
diuretik, sedangkan biaya yang paling banyak yang dikeluarkan seorang pasien
hipertensi adalah Rp. 672.000,- dengan penggunaan gabungan obat golongan
diuretik, beta blocker, calcium channel blocker dan angiotensin receptor blocker.
Rata- rata biaya obat yang dikeluarkan per bulan adalah sebesar Rp. 256.000.- dan
total biaya yang dikeluarkan untuk seluruh pasien hipertensi selama sebulan
5.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil yang didapat selama periode bulan Juli- Agustus 2011
di Poliklinik Jantung RSUP Haji Adam Malik Medan, didapati pasien hipertensi
sebanyak 206 orang, dengan jenis kelamin laki- laki yaitu sebanyak 121 orang
(58,7%), diikuti jenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 85 orang (41,3%). Dari
penelitian yang dilakukan sebelumnya di bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum Kota Padang Panjang Sumatera Barat dengan sampel 188 orang didapati
penderita dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 73 orang (38,8%) dan
penderita dengan jenis kelamin laki- laki 118 orang (61,2%) (Kunia, 2007). Studi
yang lain juga dilakukan di Kota Pekanbaru dimana terdapat 30,5% kejadian
hipertensi pada kelompok jenis kelamin laki- laki dan 69,5% kejadian hipertensi
pada kelompok jenis kelamin perempuan (Poerwati, 2008). Berdasarkan data
WHO (2000), hipertensi telah menjangkiti 26,4% populasi dunia dengan
perbandingan 26,4% pada pria dan 26,1% pada wanita. Hal ini menggambarkan
adanya variasi kejadian hipertensi pada kelompok jenis kelamin perempuan
dibandingkan dengan kelompok jenis kelamin laki- laki. Dengan kata lain, jenis
kelamin bukan merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi (Ginting, 2008).
Pada penelitian ini didapati mayoritas sampel berusia antara 51- 55 tahun
yaitu 39 orang (18,9%) diikuti pada kelompok usia 56- 60 tahun yaitu 38 orang
(18,4%). Sedangkan yang paling sedikit pada golongan usia 36- 40 tahun yaitu 2
orang (1%) dan golongan usia 81- 85 yaitu 2 orang (1%). Pada studi sebelumnya
juga yang dilakukan di Kelurahan Lau Cimba Kabanjahe juga disebutkan bahwa
kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok usia 41-50 tahun sebesar 50,5%
(Sagala, 2009). Menurut National Center for Health Statistic (2008) secara global
prevalensi hipertensi meningkat 67% pada usia > 60 tahun. Hal ini terjadi karena
pada kisaran usia tersebut arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku
karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh
sistolik 140-159 mmHg dan atau tekanan darah diastolik 90-99 mmHg. Hal ini
sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Kota
Padang Panjang Sumatera Barat, yakni terdapat 50% pasien hipertensi klasifikasi
sedang (Tekanan Darah Sistolik 140- 159 mmHg; Tekanan Darah Diastolik 90-99
mmHg) (Kurnia, 2007).
Dari penelitian ini juga didapatkan pasien hipertensi lama yang berobat
jalan paling cepat 3 tahun dan yang paling lama 31 tahun, dengan rata- rata dari
seluruh pasien selama 4,7 tahun.
Berdasarkan penelitian ini terdapat 5 jenis golongan obat antihipertensi
yang digunakan, yaitu golongan diuretik, alpha blocker, beta blocker, calcium
channel blocker, ACE-Inhibitor, dan angiotensin receptor blocker. Penggunaan
obat yang paling banyak adalah kombinasi 2 golongan obat, yaitu beta blocker
ditambah angiotensin receptor blocker (18,4%). Penggunaan obat antihipertensi
di Poliklinik Jantung RSUP Haji Adam Malik Medan ada yang memakai 1
golongan obat saja 21,9%, kombinasi 2 golongan obat 52,5%, kombinasi 3
golongan obat 22,4%, dan kombinasi 4 golongan obat 3,4%. Obat yang paling
banyak diresepkan adalah golongan beta blocker dengan jenis Bisoprolol paten
sebanyak 58,3 % dari seluruh pemakaian golongan obat beta blocker. Pada
penelitian sebelumnya mengenai gambaran pengobatan penderita hipertensi
pasien rawat jalan di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta diperoleh hasil
golongan obat yang paling banyak digunakan adalah ACE-Inhibitor, obat yang
digunakan adalah Captopril sebanyak 66%. Antihipertensi yang digunakan
tunggal sebanyak 54%, sedangkan kombinasi 2 dan 3 macam antihipertensi
sebanyak 46%. Sedangkan di Rumah Sakit Islam Klaten diperoleh hasil jenis obat
yang paling banyak digunakan adalah amlodipine sebanyak 27,5% dan golongan
obat terbanyak yang digunakan adalah golongan calcium channel blocker
-dihydropiridine sebanyak 36,1%. Penggunaan kombinasi obat bervariasi antara 1-
3 macam golongan obat (Christy, 2010). Penggunaan polifarmasi dalam terapi
hipertensi sangat dipengaruhi oleh penyakit/ penyulit yang menyertai pasien
Berdasarkan penelitian Da Costa et al., (2002) dalam Mahardika (2009),
kombinasi diuretik dengan beta blocker mempunyai nilai efektivitas (ACER)
sebesar 291,2, kombinasi diuretik dengan calcium channel blocker mempunyai
nilai efektivitas (ACER) sebesar 863,6, kombinasi diuretik dengan ACE-Inhibitor
mempunyai nilai efektivitas (ACER) sebesar 1252,3, kombinasi beta blocker
dengan calcium channel blocker mempunyai nilai efektivitas (ACER) sebesar
1045,4, kombinasi beta blocker dengan ACE-Inhibitor mempunyai nilai
efektivitas (ACER) sebesar 933,6. Sehingga kombinasi diuretik dengan beta
blocker lebih cost effective dibandingkan dengan kombinasi yang lainnya.
Penatalaksanaan secara farmakologis pada hipertensi ringan, tekanan
darah dapat dinormalkan pada sebagian besar pasien dengan obat tunggal.
Monoterapi ini juga memadai untuk beberapa pasien dengan hipertensi sedang.
Diuretik dan beta blocker, adalah satu- satunya obat yang telah terbukti mampu
mengurangi morbiditas dan mortalitas hipertensi sedang. Adanya penyakit yang
mengikuti seyogyanya mempengaruhi pilihan untuk penggunaan obat
antihipertensi karena dua penyakit dapat mendapatkan mamfaat dari satu obat
tunggal. Sebagai contoh, ACE-Inhibitor terutama berguna pada pasien diabetes
dengan penyakit ginjal. Beta blocker atau calcium channel blocker sangat berguna
bagi pasien yang juga menderita angina, diuretik ataupun ACE- Inhibitor pada
pasien dengan gagal jantung kongestif. Ras juga mempengaruhi pemilihan obat;
orang kulit hitam memberikan respon lebih baik terhadap diuretik dan calcium
channel blocker daripada terhadap beta blocker dan ACE- Inhibitor (Katzung,
2001).
Pada penelitian dengan 206 pasien hipertensi yang dilakukan di Poliklinik
Jantung RSUP Haji Adam Malik ini didapati bahwa biaya minimum seorang
pasien hipertensi untuk obat antihipertensi adalah sebesar Rp. 27.000,-/bulan yaitu
obat Furosemide golongan diuretik sedangkan biaya maksimum sebesar Rp.
52.774.000,- untuk 206 pasien selama 1 bulan. Biaya total ini merupakan biaya
obat selama 1 bulan, karena pasien hipertensi yang rawat jalan di Poliklinik
Jantung RSUP Haji Adam Malik melakukan kunjungan ke dokter/ kontrol selama
satu kali per bulan. Sehingga jika dikalkulasikan biaya total untuk pasien
hipertensi selama 1 tahun adalah sebesar Rp. 633.288.000,-. Sungguh angka yang
sangat besar untuk negara kita yang sedang berkembang ini. Penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh lembaga The National Heart, Lung, and Blood
Institute (NHLBI) pada tahun 2002 total biaya kesehatan untuk hipertensi di
Amerika telah diperkirakan sekitar $ 47,2 milyar per tahunnya. Total pelayanan
kesehatan ini sudah termasuk biaya obat yang terhitung bisa lebih dari 70% dari
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Jenis obat antihipertensi yang paling banyak digunakan di
Poliklinik Jantung RSUP Haji Adam Malik Medan adalah
kombinasi 2 golongan obat antara beta blocker dan angiotensin
receptor blocker sebanyak 38 orang (18,4%). Kombinasi ini
merupakan kombinasi dua golongan obat yang paling efektif.
2. Biaya yang terendah yang dikeluarkan seorang pasien hipertensi
adalah Rp. 27.000,-/bulan dengan jenis obat Furosemide golongan
diuretik dan biaya yang tertinggi sebesar Rp.672.000,-/bulan
dengan jenis obat Spironolakton golongan diuretik, Bisoprolol
paten golongan beta blocker, Nifedipine paten golongan calcium
channel blocker, dan Telmisartan paten golongan angiotensin
receptor blocker.
3. Rata- rata biaya pengobatan hipertensi untuk 1 orang pasien selama
satu bulan sebesar Rp. 256.000,-.
4. Didapati 206 pasien hipertensi di Poliklinik Jantung RSUP Haji
Adam Malik Medan yang datang rawat jalan selama periode 7 Juli
2011- 6 Agustus 2011.
5. Jumlah pasien hipertensi yang berjenis kelamin laki- laki sebanyak
121 orang (58,7 %) dan perempuan 85 orang (41,3 %) dengan
angka kejadian tertinggi pada kelompok umur 51- 55 tahun.
6. Pasien hipertensi terbanyak pada klasifikasi hipertensi derajat 1
dengan lama menderita hipertensi rata- rata 4,7 tahun.
sebahagian besar pasien hipertensi yang datang kontrol setiap
bulannya berada dalam klasifikasi hipertensi derajat 1 yang masih
jauh dari target terapi hipertensi.
2. Agar kepada petugas pelayanan kesehatan lebih tepat dalam
memberikan pengobatan dikarenakan biaya yang sangat mahal
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007. Laporan Nasional
2007.110-112.
Brown, C.T., 2006. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam: Price, S.A., dan
Wilson, L.M. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6 th
ed. Jakarta: EGC.582-588.
Burns, K.D., Kumar, V., 2007. Pembuluh Darah. Dalam: Kumar, V., Cotran, R.S.,
Robbins, S.L., Buku Ajar Patologi. 7th ed. Jakarta:EGC. 379-382.
Christy, D., 2010. Gambaran Pengobatan Hipertensi pada Pasien Rawat Inap di
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Periode
Juni- Juli Tahun 2009. Surakarta: Skripsi Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010. Profil Kesehatan Indonesia
2009. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.
Fisher, N.D.L., Williams, G.H., 2003. Hypertensive Vascular Disease. In: Kasper,
D.L., Braunwald E, Fauchi, A.S., et.al. Harrison’s Principles of Internal
Medicine.16th ed.
Fuster, V., Alexander, R.W., et.al. 2001. The Heart. 10th ed. New York:
McGraw-Hill.1616-1621.
Ginting, Masdar. 2008. Determinan Tindakan Masyarakat Dalam Pencegahan
Penyakit Hipertensi di Kecamatan Belawan. Medan: Tesis Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Gray, H.H., et al, 2005. Lecture Notes Kardiologi. 4th ed. Jakarta:Erlangga. 57-69.
Guidesline Committee. 2003. European Society of Hypertension-European
Society of Cardiology Guidesline f