SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
WAWAN SOLIHIN NIM: 1111045100015
KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
i
Positif Dan Hukum Pidana Islam Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang (Analisis Yuridis UU No 12 Tahun 1995)”. Konsentrasi Kepidanaan Islam, Program Studi Jinayah Siyasah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perlindungan hak kesehatan fisik narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang berdasarkan UU No 12 Tahun 1995 dan Hukum Pidana Islam. Hal ini dilakukan dengan mengkaji perlindungan hak kesehatan fisik narapidana tersebut berdasarkan hukum positif dan hukum pidana Islam.
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian hukum empiris sosiologis, dengan melihat dari segi Undang-Undang No 12 Tahun 1995 dan fakta sesungguhnya di lapangan yaitu berupa pelaksanaan hak kesehatan tersebut di Lembaga Pemasyarakatan. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan normatif yaitu Undang-Undang No 12 Tahun 1995 dan pendekatan empiris yaitu pelaksanaan perlindungan kesehatan fisik di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang. Sedangkan jenis penelitiannya berupa analisis kualitatif deskriptif yaitu menggambarkan tentang suatu fenomena yang datanya diambil melalui buku-buku literatur, peraturan Undang-Undang yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, wawancara dengan Kasi Binapi, penjaga Lapas, dokter Lapas, dan beberapa narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perlindungan hak kesehatan fisik narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang sudah sesuai dengan Undang-Undang No 12 Tahun 1995 dan hukum pidana Islam yaitu Al-Maqasid Al-Syari’ah yakni Hifzh al-nafsi (memelihara jiwa). Hal itu terlihat dari pelayanan kesehatan dari pihak Lapas yang cukup baik terhadap narapidana yang sakit, baik itu sakit ringan maupun sakit berat. Sarana prasarananya pun sudah lengkap mulai dari program penyuluhan kesehatan, pengecekan kesehatan, asupan makan yang bergizi, alat-alat kesehatan, obat-obatan, tim medis serta kebersihan di Lapas tersebut terjaga dengan baik dan bersih. Sehingga tidak ada narapidana yang meninggal karena sakit di dalam Lapas.
ii
panjatkan kehadirat Allah SWT. Dengan kuasa-Nya kita dapat bernafas,
bergerak, berfikir dan hidup dengan penuh makna dan kebahagiaan atas nikmat
yang indah. Dengan penuh keikhlasan, Penulis bersyukur atas kehidupan yang
telah diberi. Alhamdulillah Allah SWT telah memberikan kita potensi berfikir,
bertindak, berusaha, dan berjuang.
Sholawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada baginda Rasulullah
Muhammad SAW. Nabi yang telah membawa umat Islam dari zaman Jahiliyah
menuju zaman Islamiyah yang seperti sekarang ini. Kesejahteraan dan
keselamatan semoga selalu tercurahkan untuknya, para keluarga, seluruh
sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillah, penulis panjatkan kepada Allah SWT. Tidak ada
kemampuan melainkan apa yang telah Allah SWT berikan, atas Ridha-Nya
pula disertai dengan kesungguhan, maka penulis dapat menyelesaikan salah
satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar (S1) Sarjana Strata
Satu di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan
menghasilkan sebuah karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi yang penulis
iii
dapat diatasi dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu penulis memanjatkan
syukur yang sedalam-dalam kehadirat Allah SWT dan mengucapkan terima
kasih yang tiada terhingga serta menyampaikan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini:
Dr. H. M. Nurul Irfan M. Ag. Yang dengan tulus, ikhlas dan penuh perhatian
telah membimbing, mengarahkan dan memberi petunjuk-petunjuk serta
nasihat-nasihat yang sangat berharga kepada penulis.
Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada yang
terhormat.
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para pembantu Dekan.
3. Ibu Dra. Hj. Maskufa. M.Ag Ketua Program Studi Jinayah Siyasah jurusan
Kepidanaan Islam dan kepada ibu Rosdiana MA, Sekretaris Program Studi
Kepidanaan Islam.
4. Bapak H. Qosim Arsyadani S.Ag.,MA Dosen Akademik yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.
5. Bapak Dr. H.M. Nurul Irfan,M, Ag. sebagai dosen pembimbing yang telah
iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Kepala Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM Provinsi Banten
yang telah memberikan perizinan untuk meneliti di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang.
9. Ketua Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang dan para petugas yang telah
memberikan izin penulis untuk mengadakan penelitian dan memperoleh
informasi, tidak lupa juga rekan-rekan narapidana di Lapas Kelas IIA
Pemuda Tangerang yang telah memberikan informasi kepada penulis.
10. Bapak dan ibuku yang tercinta, bapak H. Sulhi dan Ibu Hj. Marhati’ah yang telah berusaha payah membesarkan dan mengarahkan pendidikan
penulis, sehingga tanpa hal tersebut sulit kiranya penulis dapat mencapai
apa yang diperoleh saat ini. Terima kasih telah memberikan kasih sayang,
doa, motivasi, semangat dan pengorbanan sepanjang masa hingga sekarang
anakmu dapat menuntut ilmu hingga jenjang saat ini.
11. Untuk kakakku Suherman SE, Sukmariah, Edi Suaedi, Wati, Umi Kulsum
yang telah mendukung untuk menyelesaikan Studi di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dan adikku Mursi dan Feri Setiawan yang telah
memberi semangat dan inspirasi.
12. Neng Novi Mela Yuliani S. Pd. Yang selalu sabar menemani, memberi
v
14. Sahabat-sahabat Jurusan Pidana Islam angkatan 2011 yang tidak bisa
disebutkan satu persatu, yang telah memotivasi untuk terselesainya skripsi.
15. Teman-teman Keluarga Mahasiswa Cilegon (KMC) yang tidak bisa
disebutkan satu persatu, yang telah memotivasi untuk terselesainya skripsi.
16. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penyusunan skripsi
ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, semoga semua kebaikan
yang telah diberikan mendapatkan ganjaran yang setimpal serta selalu
mendapat ridha Allah SWT dan keberkahannya Rasulullah SAW.
penulis sangat menyadari keterbatasan kemampuan penulis, serta
mengakui sifat kemanusiaan yang banyak kekurangan dan kesalahan. Segala
petunjuk dari para pembaca sangat diharapkan demi pembenaran dan
kesempurnaan skripsi ini dan semoga membawa manfaat khususnya bagi
penulis dan para pembaca aamiin.
Mengakhiri kata pengantar ini, penulis berdoa semoga partisipasi aktif
semua pihak yang tersebut di atas dan yang tidak dapat disebutkan, benar-benar
menjadi bagian dari rangkaian amal mereka, Aamiin.
Jakarta, Maret 2015
vi
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Lembar Pengesahan Pembimbing
Surat Pernyataan Karya Ilmiah
Abstrak ... ... i
Kata Pengantar ... . ii
Daftar Isi ... vi
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ……… . 15
C.Tujuan dan Manfaat Penelitian ……… ... 16
D.Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ... .... 17
E. Metode Penelitian ... ... 18
F. Sitematika Penulisan ... . 22
BAB II HAM DAN KONSEP PERUNDANG-UNDANGAN NARAPIDANA BERDASARKAN UU NO 12 TAHUN 1995 DAN HUKUM PIDANA ISLAM A.Hakikat Hak Asasi Manusia ... 25
1. Pengertian Hak Asasi Manusia ... . 25
2. Hak Asasi Manusia Menurut Islam ... . 27
3. Jenis-jenis Hak Asasi Manusia Dalam Islam ... 29
vii
5. Jenis-jenis Hak Asasi Manusia ... . 35
B.Hakikat Perlindungan Hak Narapidana ... . 38
C.Konsep Perundangan Terhadap Narapidana Menurut UU No 12 Tahun 1995 ... . 40
1. Hakikat Narapidana ... . 40
2. Hak-Hak Narapidana ... . 41
D.Perlindungan Hak Kesehatan Narapidana Menurut Hukum Pidana Islam dan UU No 12 Tahun 1995 ... ... 42
1. Perlindungan Hak Kesehatan Narapidana Menurut UU No 12 Tahun 1995 ... . 43
2. Perlindungan Hak Kesehatan Narapidana Menurut Hukum Islam ... .. 45
BAB III DESKRIPSI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA PEMUDA TANGERANG DAN KASUS PELANGGARAN HAK NARAPIDANA A.Deskripsi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang ... .. 48
B. Keadaan Bangunan ... . 49
C.Tinjauan Historis ... . 50
D.Tugas Pokok dan Fungsi ... . 51
E. Struktur Organisasi ... . 52
F. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran ... . 53
viii
H.Jumlah Narapidana Keseluruhan Di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Pemuda Tangerang ... 56
I. Sarana Prasarana Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang ... 56
J. Sarana Kesehatan Alat Medis, Obat-obatan, Ruangan, Alur Berobat ... 57
K. Kondisi Saat Ini ... 59
L. Kasus Pelanggaran Hak Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang ... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PERLINDUNGAN KESEHATAN NARAPIDANA A.Kajian Pelaksanaan Hak Kesehatan Fisik Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang Menurut UU No 12 Tahun 1995 ... 62
1. Pelayanan Kesehatan ... 64
2. Asupan Makanan ... 72
3. Akses Kesehatan ... 74
4. Kebersihan ... 75
5. Olahraga ... 76
B. Kajian Pelaksanaan Hak Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang Menurut Hukum Pidana Islam .... 76.
ix
BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan ... 82
B.Saran ... 83
1
A.Latar Belakang Masalah
Manusia sejak lahir tentunya saling membutuhkan satu sama lain karena
manusia merupakan makhluk sosial. Oleh karena itu, manusia harus
mengetahui tata cara dalam kehidupan bermasyarakat agar mampu
menciptakan kehidupan yang damai dan tentram. Dalam kehidupan
bermasyarakat, tentunya akan diatur oleh hukum yang berlaku di negara
tersebut, sehingga masyarakat harus tunduk terhadap hukum tanpa terkecuali.
Hukum berfungsi untuk mengatur tata cara penyelenggaraan negara, seperti
yang dinyatakan oleh Teguh Prasetyo dalam buku yang berjudul Hukum
Pidana menyatakan bahwa tujuan hukum pidana yaitu:
1. Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan
yang tidak baik (Aliran klasik)
2. Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik
menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan
lingkungannya (Aliran modern). 1
Dari tujuan di atas, dapat diketahui bahwa hukum bertujuan untuk
mencegah seseorang agar tidak melakukan kejahatan, sehingga seseorang yang
telah melakukan kejahatan tersebut mampu menyadari serta kembali lagi untuk
1
melakukan perbuatan yang lebih baik, dan dapat bersatu kembali dengan
lingkungan masyarakat.
Pada saat ini, di Indonesia sedang berlangsung usaha untuk
memperbaharui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai bagian
dari usaha pembaharuan hukum Nasional yang menyeluruh. Usaha
pembaharuan itu dilakukan, tidak hanya karena alasan bahwa KUHP yang
sekarang ini diberlakukan dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan
perkembangan masyarakat, akan tetapi karena KUHP tersebut tidak lebih dari
produk warisan penjajahan Belanda yang tidak sesuai dengan pandangan hidup
bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
Seperti yang dinyatakan oleh Jimmly Ashidiqqie dalam bukunya yang
berjudul Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia bahwa “Perlunya KUHP itu
diperbaharui bertolak dari alasan-alasan yang bersifat praktis, filosofis,
sosiologis, dan bahkan alasan yang bersifat praktis karena adanya kebutuhan
dalam praktik”.2 Maka dari itu hukum yang telah ditetapkan dalam KUHP
perlu diadakan pembaharuan dan dikodifikasi mengikuti perkembangan zaman,
sehingga manusia bisa mengetahui dan mentaati peraturan-peraturan baru
tersebut, dimana peraturan tersebut lebih baik dibandingkan KUHP yang lama.
Pembangunan di bidang hukum merupakan bagian yang tidak bisa
dipisahkan dengan pembangunan manusia seutuhnya, untuk itu usaha
pembangunan di bidang hukum perlu terus ditingkatkan. Harus disadari bahwa
pembangunan hukum merupakan salah satu sarana untuk terwujudnya sistem
2
hukum dan produk hukum yang dapat mengayomi dan memberikan landasan
hukum bagi masyarakat dan pembangunan itu sendiri.
Hukum adalah perlindungan bagi para individu agar ia tidak
diperlakukan semena-mena di satu pihak ke pihak yang lain. Hukum
merupakan perlindungan bagi masyarakat dan negara agar tidak ada
seorangpun yang melanggar ketentuan-ketentuan yang telah disepakati
bersama. Oleh karena itu, hukum bukan saja merupakan salah satu jaminan
perlindungan terhadap individu agar tidak diperlakukan semena-mena, tetapi
juga merupakan alat pengatur antar hak dan kewajiban serta antara kewajiban
dan ketertiban. Sehubungan dengan hal tersebut, maka alat penegak hukum
dalam melaksanakan tugasnya bukan semata-mata bertolak pada ketentuan
yang berlaku, tetapi juga wajib melayani kebutuhan masyarakat secara serasi
dan seimbang.
Ali Yuswandi menegaskan bahwa “Aparat penegak hukum harus berani
mengambil langkah-langkah secara tegas kepada setiap pelanggar hukum dan
melindungi setiap orang dari setiap tindakan pelanggar hukum”.3 Maka dari itu,
jika penegak hukum di Indonesia melaksanakan hukumnya dengan tegas, maka
kemungkinan besar lebih sedikit orang yang melakukan pelanggaran hukum
karena manusia cenderung akan takut dengan pelaksanaan hukum yang tegas.
Jika hukuman bisa dibeli maka hukum pun akan rusak dan tidak akan menjadi
sebuah pembelajaran bagi manusia.
3
Meningkatnya kesejahteraan hidup serta makin cepatnya penerapan
teknologi modern justru manusia bukan makin bahagia, akan tetapi malah
mengalami kemunduran-kemunduran yang berhakekat Dehumanisasi.4 Keadaan manusia justru semakin memburuk dan secara keseluruhan bahkan
menunjukkan gejala-gejala rontok. Mengenai kenyataan ini, kalangan ilmuwan
dan kaum cerdik-cendikiawan banyak menuliskan pendapat dan peringatannya,
sedangkan pers dan media masa lainnya sehari-hari penuh dengan berita-berita
tentang makin parahnya keadaan manusia saat ini.
Menurut Djoko Prakoso dan Djaman Andhi Nirwanto dalam bukunya
yang berjudul Hak Asasi Manusia dan Hukum Pidanamenjelaskan bahwa:
Memburuknya keadaan manusia di dunia modern sekarang ini, ternyata bukan saja memiskinkan manusia akan kebajikan dan perhatian terhadap sesamanya, akan tetapi telah meningkatkan pula kecenderungan-kecenderungan yang mendorong meningkatnya perbuatan-perbuatan kekerasaan dan teror, sehingga terasa sangat mengancam peradaban dan martabat manusia modern tersebut.5
Banyaknya tindakan-tindakan yang mengancam peradaban dan martabat
manusia pada saat ini, karena banyaknya tindakan pelanggaran moral yang
buruk sehingga merugikan manusia yang lainnya. Dengan banyaknya tindakan
moral yang buruk maka semakin bertambah pula jumlah narapidana. Meskipun
seseorang telah ditetapkan menjadi seorang narapidana, akan tetapi narapidana
tersebut tetap memiliki hak-hak yang harus dilindungi yang sesuai dengan
4
. Dehumanisme adalah penghilangan harkat manusia. KBBI, Jakarta: Balai Pustaka 1988 cet-1.
5
amanat UU No 12 Tahun 1995 dalam pasal 14 dinyatakan bahwa hak-hak
narapidana meliputi:
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; e. Menyampaikan keluhan;
f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang;
g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya;
i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);
j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;
k. Mendapatkan pembebasan bersyarat; l. Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan
m.Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.6
Meskipun hak-hak narapidana sudah diatur dalam Undang-Undang, akan
tetapi pada kenyataannya masih ada beberapa hak narapidana yang belum
terpenuhi. Tentunya hal ini menjadi masalah dalam pelaksanaan hak asasi
manusia.
Sebagai titik tolak dalam pembahasan masalah hak asasi manusia di
Indonesia ini, maka sorotan kita tidak terlepas dari Undang-Undang Dasar dan
Pancasila, karena Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar dari segala
peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, begitu pula Pancasila
adalah merupakan sumber dari segala sumber tertib hukum Indonesia.
6
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan pengendapan dari
cita-cita dan pengalaman bangsa Indonesia dalam perjuangan pergerakan
kemerdekaan Indonesia untuk menghapuskan penjajahan. Oleh sebab itu, pada
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dimulai dengan menonjolkan hak
setiap bangsa untuk merdeka, sebagaimana dinyatakan pada alinea pertamanya
yaitu “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh
sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.7
Menurut Johnny Ibrahim, dalam bukunya yang berjudul Teori Dan
Metodologi Penelitian Hukum Normatif menyatakan “Pada dasarnya
kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum, sepanjang sejarah
peradaban manusia peran sentral hukum dalam upaya menciptakan suasana
yang menginginkan manusia merasa terlindungi, hidup berdampingan secara
damai dan menjaga eksistensinya di dunia telah diakui”. 8 Manusia sebagai
makhluk yang tidak luput dari kesalahan maka dengan itu manusia tidak bisa
dipisahkan dengan hukum, karena dengan adanya hukum manusia bisa menjadi
lebih baik dan terarah.
Menurut Sholehuddin dalam bukunya yang berjudul Sistem Sanksi
Dalam Hukum Pidana menyatakan bahwa:
Masalah hukum tidaklah dapat dipisahkan dengan masalah pidana dan pemidanaan yang dalam sejarahnya selalu mengalami perubahan. Dari
7
. Djoko Prakoso dan Andhi Nirwanto, Euthanasia, Hak Asasi Manusia dan Hukum Pidana, h, 41-42
8
abad ke abad, keberadaannya banyak diperdebatkan para ahli. Bila disimak dari sudut perkembangan masyarakat, perubahan itu adalah hal yang wajar, karena manusia akan selalu berupaya untuk memperbaharui tentang suatu hal demi meningkatkan kesejahteraan dengan mendasarkan diri pada pengalamannya di masa lampau9.
Maka tidak diherankan lagi jika peraturan selalu mengalami perubahan
dan selalu diperdebatkan oleh kalangan para ahli hukum karena hukum selalu
berubah-ubah tidak ada hukuman yang bisa menjamin tanpa adanya perubahan
yang menuju kebaikan. Dalam pasal 3 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995
menyatakan bahwa:
Fungsi sistem pemasyarakatan menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegritasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab oleh karena itu sistem pemasyarakatan haruslah mampu mengembalikan warga binaannya menjadi pribadi yang taat hukum.10
Sebagai negara hukum, hak-hak narapidana itu harus dilaksanakan sesuai
dengan Undang-Undang, maka dari itu penegak hukum khususnya para staf di
lembaga pemasyarakatan harus menjamin perlindungan hak-hak narapidana
sebagaimana fungsi lembaga pemasyarakatan sendiri yang berfungsi untuk
melakukan pembinaan terhadap narapidananya. Narapidana juga perlu
diperhatikan sebagai mana manusia yang lainnya, agar ketika narapidana sudah
mendapatkan kebebasan bisa menjadi masyarakat yang lebih baik. Walaupun
seorang narapidana telah melakukan kesalahan melanggar hukum akan tetapi
mereka tidak boleh diperlakukan secara tidak manusiawi, misalnya penyiksaan
9
. Muhammad Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana: Ide Dasar Double Track System dan Implementasinya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, h. 1
10
di dalam lembaga pemasyarakatan, tidak mendapat fasilitas untuk menunjang
pelaksanaan hak-haknya dan tidak adanya kesempatan untuk mendapat remisi.
Pada dasarnya hak narapidana antara narapidana laki-laki dan narapidana
perempuan memiliki hak yang sama, hanya ada beberapa saja yang berbeda
karena narapidana perempuan memiliki beberapa hak yang tidak didapatkan
oleh narapidana laki-laki. Ada juga beberapa hal yang berbeda, di antaranya
karena perempuan mempunyai kodrat yang tidak dimiliki oleh narapidana
laki-laki yaitu menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui maka dalam hal ini
hak-hak narapidana perempuan perlu mendapat perhatian yang khusus baik
menurut Undang-Undang maupun berdasarkan peraturan dari petugas lembaga
pemasyarakatan di seluruh wilayah Indonesia.
Selain dibahas dalam hukum positif, hak asasi manusia pun dibahas
dalam hukum pidana Islam. Menurut Frans Maramis terdapat dua pandangan
yang berbeda tentang tujuan dari keberadaan hukum pidana yaitu:
1. Untuk melindungi masyarakat dari kejahatan. Merupakan suatu realitas bahwa dalam masyarakat senantiasa ada kejahatan, sehingga diadakannya hukum pidana adalah untuk melindungi masyarakat dari terjadinya kejahatan.
2. Untuk melindungi individu-individu dari kemungkinan kesewenangan penguasa. Pandangan ini didasarkan pada suatu titik tolak bahwa kekuasaan cenderung disalah gunakan, sehingga diadakannya hukum pidana justru untuk membatasi kekuasaan penguasa.11
11
Selain hal itu bisa kita lihat bahwa hukum pidana Islam dalam buku
Hukum Pidana Islam karangan Asadulloh Al-Faruq menyatakan bahwa
“Hukum Pidana Islam bertujuan melindungi lima kebutuhan hidup manusia
atau yang biasa disebut dengan istilah Al maqasid al syari’ah al khamsah yaitu:
1. Hifzh al din (memelihara agama) 2. Hifzh al nafsi (memelihara jiwa) 3. Hifzh al maal (memelihara harta) 4. Hifzh al nashl (memelihara keturunan) 5. Hifzh al’aqli (memelihara akal).12
Hal tersebut menjelaskan bahwa manusia merupakan makhluk yang
mulia dan setiap manusia berhak memiliki dan dilindungi dalam hak-haknya
sebagai manusia, walaupun manusia sering melakukan kehilafan dan kesalahan
bukan berarti manusia kehilangan hak-haknya.
Menurut Asadulloh Al Faruk dalam buku Hukum Pidana Dalam Sistem
Hukum Islam bahwa “Seseorang yang terkenai pidana dalam hukum pidana
Islam adalah orang yang telah terbukti melalui pembuktian, telah melakukan
suatu tindakan yang dilarang oleh syar’i. Terpidana adalah orang yang benar-benar memiliki kesalahan, dan kesalahan itu bukan sekedar praduga, tetapi
harus dibuktikan sehingga tidak ada lagi keraguan”.13
Dalam bahasa arab ada dua istilah untuk hukuman penjara, pertama: As-Sijnu: mencegah atau menahan, yang kedua Al- Habsu: diartikan juga As-Sijnu,
dengan demikian kedua kata tersebut mempunyai arti yang sama. Menurut
Imam Ibn Al-Qayyim Al-Jauziah, yang dimaksud dengan Al-Habsu menurut
12
Asadulloh Al Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam, Bogor : Ghalia Indonesa, 2009, h. 12
13
syara’ bukanlah menahan pelaku ketempat yang sempit, melainkan menahan
seseorang dan pencegahnya agar ia tidak melakukan perbuatan hukum, baik
menahan tersebut di dalam rumah, masjid maupun di tempat yang lainnya.14
Penahanan model itulah yang dilaksanakan pada masa Nabi dan Abu Bakar,
artinya pada masa Nabi dan Abu Bakar tidak ada tempat yang khusus
disediakan untuk menahan seorang pelaku. Akan tetapi setelah umat Islam
bertambah banyak dan wilayah kekuasaan Islam bertambah luas, Khalifah
Umar pada masa pemerintahannya membeli rumah Shafwan ibn Umayyah
dengan harga 4.000 (empat ribu) dirham untuk kemudian dijadikan sebagai
penjara. Selain tindakan Khalifah Umar dasar hukum untuk diperbolehkannya
hukuman penjara ada dalam surat An-Nisaa ayat 15.15 Yang artinya: Dan
terdapat para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat
orang saksi di antara kamu (yang menyaksikan). Kemudian apabila mereka
telah memberi persaksian maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam
rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang
lain kepadanya. (QS. An-Nisaa’: 15). Hal ini menunjukkan bahwa pada
dasarnya Islam memberikan hukuman bagi para pelanggar dengan tujuan untuk
membina mereka agar bisa mentaati aturan yang ada di masyarakat tanpa
mengurangi hak-hak mereka.
14
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, Cet- 1, h. 261
15
Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian
yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara
maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah SWT pernah
bersabda “Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas
kamu”, (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari
menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan
dan menjamin hak-hak ini. Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin
perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin,
tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan
itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi
melindungi hak-haknya.
Menurut Jimly Asshiddiqie, dalam bukunyaPembaharuan Hukum Pidana
Indonesia menyatakan bahwa:
Yang dimaksudkan dengan orang yang memerangi dan para perusuh dalam ayat ini adalah para perusuh dan pengganggu keamanan umum seperti dengan merampok, menyamun, dan sebagainya. Mereka itu, (maksudnya perampok dan penyamun), apabila tidak mengambil harta dan tidak pula membunuh korbannya tetapi hanya menakut-nakuti saja atau menyebabkan rasa takut saja kepada korban, maka pidana yang diancamkan baginya adalah pidana pengusiran. Ini menunjukan bahwa yang bersangkutan diasingkan dari kehidupan pergaulan sehari-hari yang berarti kemerdekaannya sebagai pribadi ditiadakan atau dikurangi sedemikian rupa, sehingga ia tidak bebas bergaul dalam kehidupannya sehari-hari di tengah-tengah masyarakat.16
Oleh karena itu diasingkan dari kehidupan pergaulan sehari-hari sama
saja dengan di penjara karena kemerdekaannya dikurangi atau tidak bebas
untuk bergaul ke masyarakat dalam hak-haknya.
16
Apa yang dijumpai di dalam lembaga pemasyarakatan sering berbeda
dengan apa yang tercantum di dalam perundang-undangan, karena ada hal yang
belum sepenuhnya dapat terlaksana sebagaimana amanat Undang-Undang.
Seperti yang disampaikan oleh Hazairin dalam bukunya yang berjudul Tujuh
Serangkai Tentang Hukum yang menegaskan bahwa “Hidup dalam penjara
walaupun dalam penjara yang super modern, adalah hidup yang sangat
menekan jiwa, pikiran dan hidup kepribadian”.17 Seharusnya Lapas mampu
menjadikan manusia yang tidak baik menjadi manusia yang baik, sesuai
dengan Undang-Undang, sehingga narapidana bisa diterima dengan baik di
masyarakat dan menjadi agen perubahan di masyarakat. Ketidaksesuaian di
Lembaga Pemasyarakatan dengan pelaksanaan hak-hak yang diamanatkan oleh
Undang-Undang bisa kita lihat dari berbagai peristiwa yang diberitakan oleh:
1. Sindonews.com. Seorang narapidana kasus narkoba atas nama Pati
Taulani (40), tewas di dalam kamar selnya di Lembaga
Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur. Sabtu (21/9/2013).18
2. Liputan6.com. Semarang - Brojol Hermawan, seorang napi kasus pencurian dan kekerasan di Lapas Kelas 1 Kedungpane Semarang,
Jawa Tengah tewas setelah terlibat dalam perkelahian antar
narapidana di dalam Lapas. Ia dikeroyok oleh 2 penghuni lainnya.19
17
. Hazairin, Tujuh Serangkai Tentang Hukum, Jakarta: PT. Tintamas, 1974. h. 2
18
. http://m.sindonews.com/read/785832/31/narapidana-kasus-narkoba-tewas-di-lapas-cipinang. Berita ini diakses Rabu. 17 september-2014 pukul 12.30
19
Berdasarkan peristiwa tersebut bisa kita amati bahwa di dalam Lembaga
Pemasyarakatan ternyata masih terjadi tindakan-tindakan kekerasan, dan
hak-hak narapidana yang belum terpenuhi, yang tentunya hal ini melanggar hak-hak
asasi manusia. Tidak jarang juga narapidana yang meninggal di dalam lembaga
pemasyarakatan disebabkan sakit karena mempunyai penyakit pribadi. Hal
tersebut pun pernah terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang yaitu “Narapidana yang bernama Benget Situmorang meninggal karena sakit di
Rutan Cipinang hal tersebut karena terlantarkan di dalam Rutan”.20
Semua petugas dan penjaga lembaga pemasyarakatan serta staf-staf yang
mempunyai kewajiban untuk menjaga dan melindungi narapidana, jika
peraturan dan fasilitas di dalam lembaga pemasyarakatan teratur dan tercukupi
maka perlindungan hak-hak narapidana akan berjalan dengan baik, karena
narapidana pun mempunyai hak untuk hidup dan untuk dilindungi. Fungsi dari
Lembaga Pemasyarakatan sendiri adalah membina warga binaannya berubah
menjadi lebih baik, bukan semakin memburuk, maka dari itu perlu dibimbing
dan perlu diperhatikan dengan baik hak-haknya.
Keadaan narapidana tersebut tentunya tidak sesuai dengan amanat
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H yang berbunyi: “Setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”.
20
Kesehatan itu sendiri terdiri dari dua yaitu kesehatan jasmani maupun
rohani akan tetapi dalam pelaksanaannya hak kesehatan jasmani maupun
rohani kurang terlaksana dengan baik, seperti narapidana yang meninggal di
dalam lembaga pemasyarakatan karena tidak mendapatkan perlindungan dan
fasilitas kesehatan yang baik, serta masih ada narapidana yang melakukan
kekerasan antar sesama narapidana di lembaga pemasyarakatan.
Kesehatan jasmani adalah keserasian yang sempurna antara
bermacam-macam fungsi jasmani, disertai dengan kemampuan untuk menghadapi
kesukar-sukaran yang biasa, yang terdapat dalam lingkungan, di samping
secara positif merasa gesit, kuat dan bersemangat.21 Kesehatan jasmani atau
kesehatan fisik yaitu bentuk dan fungsi fisiknya tidak mengalami gangguan,
sehingga bisa melaksanakan aktivitasnya dengan normal.
Sedangkan kesehatan mental adalah keserasian yang sempurna atau
integrasi antara fungsi-fungsi jiwa yang bermacam-macam, disertai
kemampuan untuk menghadapi kegoncangan-kegoncangan jiwa yang ringan
yang biasa terjadi pada orang, di samping itu secara positif dapat merasakan
kebahagiaan dan kemampuan.22 Kesehatan mental lebih terpacu dengan
kesehatan jiwa seseorang yang tidak bisa membedakan yang baik dan yang
buruk. Adanya pelanggaran hak narapidana terutama hak kesehatannya di
dalam Lapas, tentunya hal ini harus diselesaikan, terutama Lapas-Lapas yang
21
. Abdul Aziz-Quussiy, Pokok-Pokok Kesehatan Jiwa/Mental, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1986 cet. -2, h. 12
22
merupakan acuan bagi Lapas lainnya maka harus mampu memberikan contoh
yang baik dalam pelaksanaan hak narapidananya.
Berdasarkan karakteristik dari Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang
sendiri, sebagai Lapas terbesar di Provinsi Banten, seperti yang diberitakan di
media massa, maka tentunya Lapas tersebut menjadi acuan dalam pelaksanaan
perlindungan hak kesehatan fisik bagi Lapas di Provinsi Banten lainnya.
Sehubungan dengan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, maka
masalah tersebut akan dibahas dengan judul: “Perlindungan Hak Kesehatan Narapidana Dalam Pandangan Hukum Positif Dan Hukum Pidana Islam Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang (Analisis Yuridis UU No 12 Tahun 1995)”.
B.Pembatasan Dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Penelitian ini hanya dibatasi pada pelaksanaan hak kesehatan fisik baik
itu kesehatan fisik dari dalam maupun dari luar. Pengkajian masalah dalam
penelitian ini menggunakan analisis deskriptif terhadap pelaksanaan hak
kesehatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang. Tujuan
dari pembatasan masalah ini adalah untuk memfokuskan pada hak kesehatan
fisik luar maupun dalam yang sesuai dengan Undang-Undang No 12 Tahun
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut maka rumusan masalahnya
sebagai berikut:
a. Bagaimana pelaksanaan perlindungan hak kesehatan fisik narapidana
di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang
berdasarkan UU No 12 Tahun 1995?
b. Bagaimana pandangan hukum pidana Islam terhadap pelaksanaan
perlindungan hak kesehatan fisik narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang ?
C.Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hak kesehatan fisik
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang
berdasarkan UU No 12 Tahun 1995.
b. Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hak kesehatan fisik
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang
berdasarkan hukum pidana Islam.
2. Manfaat Penelitian
a. Hasil penelitian ini, diharapkan dapat menjelaskan tentang pelaksanaan
perlindungan hak kesehatan fisik narapidana di dalam Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang, yang berdasarkan
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pengembangan
ilmu hukum dan pengetahuan tentang peraturan hak kesehatan
narapidana serta dapat juga dipergunakan sebagai sumbangan terhadap
penelitian yang sejenis maupun berbeda.
D.Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Dalam tinjauan (Review) kajian terdahulu, telah dilakukan beberapa tinjauan ke beberapa skripsi terdahulu yang berhubungan dengan permasalahan
yang ada, agar tidak terjadi plagiasi atau penjiplakan yakni diantaranya:
1. Peraturan dan Pelaksanaan Hak-Hak Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Cipinang (Kajian Hukum Pidana Positif dan Hukum
Pidana Islam) oleh Lukman. Konsentrasi pidana Islam Program Studi
Siyasah Jinayah Syar’iyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012.
Dari review skripsi terdahulu, tidak ditemukan skripsi yang membahas mengenai materi yang terkandung secara menyeluruh dalam judul yang
diangkat yakni mengenai Perlindungan Hak Kesehatan Fisik Narapidana
Dalam Pandangan Hukum Positif Dan Hukum Pidana Islam Di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang (Analisis Yuridis UU No 12
E.Metode Penelitian
Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang
mempunyai langkah-langkah sistematis.23 Pada dasarnya sesuatu yang dicari
dalam penelitian adalah pengetahuan atau lebih tepatnya pengetahuan yang
benar, di mana pengetahuan yang benar ini nantinya dapat dipakai untuk
menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu.24
Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum empiris
sosiologis yaitu untuk melihat bagaimana hukum yang ada yaitu
Undang-Undang No 12 Tahun 1995 dipraktikan di dalam Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Pemuda Tangerang. Dengan demikian, hukum bukan hanya
dipandang sebagai sebuah kaidah saja melainkan juga merupakan sebuah
proses sosial dan lembaga sosial.25
1. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan dua (2) pendekatan, yaitu melalui
pendekatan normatif yaitu pendekatan perundang-undangan berupa
Undang-Undang No 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan sebagai fokus sekaligus
tema sentral penelitian.26 Penelitian ini juga menggunakan pendekatan
penelitian empiris yang berkaitan dengan pelaksanaan perlindungan hak
23
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009, cet -2, h. 42
24
. Bambang Sugono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997, cet -1 h.27-28.
25
. Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2010, cet -1, h. 47
26
kesehatan fisik narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda
Tangerang.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis
penelitian yang berbentuk kualitatif deskriptif yang berusaha untuk
menggambarkan pelaksanaan hak kesehatan fisik narapidana di Lembaga
Permasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang yang dikaitkan dengan
Undang-Undang No 12 Tahun 1995 tanpa membandingkan ataupun mencari
pengaruh antar variabel tersebut.
3. Data Penelitian
Adapun mengenai sumber data yang digunakan yaitu data primer, data
skunder, bahan hukum primer, bahan hukum sekunder serta bahan non hukum
yaitu:
a. Sumber data primer ini diambil melalui:
1) Hasil pengamatan lapangan, gambaran umum dari pelaksanaan
perlindungan hak kesehatan fisik narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang.
2) Hasil wawancara dengan Kasi Binapi atau Petugas di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang, Narapidana, dan
Dokter Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang.
3) Studi dokemen-dokumen yang terkait dengan Lembaga
b. Sumber data sekunder yang digunakan terdiri dari:
1) Al-Qur’an
2) Buku-buku yang berkaitan dengan Ilmu Hukum Pidana dan Hukum
Pidana Islam yang berhubungan dengan permasalahan yang ada.
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan.
4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia
5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pembinaan dan Pembimbing Warga Binaan
Pemasyarakatan
c. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas
(autoritatif).27
Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: (a)
peraturan perundang-undangan No 12 Tahun 1995, (b) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(c) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pembinaan dan Pembimbing Warga Binaan Pemasyarakatan.
d. Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang
merupakan dokumen yang tidak resmi. Oleh karena itu, bahan hukum
sekunder yang digunakan terdiri atas skripsi dan jurnal hukum.28
27
. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta:PT. Sinar Grafika, 2010, cet -2, h. 47
28
e. Bahan non hukum dapat berupa buku-buku, jurnal, laporan hasil
penelitian dan lain sebagainya, sepanjang mempunyai relevansi
dengan objek permasalahan yang akan diteliti.29
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan terdiri dari:
a. Teknik observasi yaitu dengan cara melakukan pengamatan langsung
dengan obyek yang akan diteliti yaitu tentang pelaksanaan perlindungan
hak kesehatan fisik terhadap narapidana.
b. Teknik wawancara yaitu dengan melakukan wawancara kepada subyek
yang terkait dengan penelitian ini yaitu Kasi Binapi, Dokter Lapas, dan
Narapidana serta petugas Lembaga Pemasyarakatan yang bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan hak-hak narapidana.
c. Teknik kepustakaan yaitu mencari data yang berkaitan dengan
permasalahan yang ada melalui Al-Qur’an, Hadits-Hadits hukum dan
Undang-Undang serta buku-buku yang terkait.30
5. Subyek-Obyek Penelitian
Pelaksanaan wawancara dengan Kasi Binapi, Dokter dan Petugas Lapas,
dan Narapidana Kelas IIA Pemuda Tangerang, diperlukan untuk mendapatkan
penjelasan secara langsung tentang pelaksanaan perlindungan hak kesehatan
fisik narapidana. Oleh karena itu yang menjadi subyek penelitian dalam
penelitian ini adalah narapidana, kasi binapi, dokter serta petugas Lapas Kelas
29
. Ibid, h.57
30
IIA Pemuda Tangerang. Sedangkan obyeknya adalah hak-hak kesehatan fisik
narapidana yang berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yaitu
Undang-Undang No 12 Tahun 1995. Adapun yang dijadikan sebagai tempat
penelitian yaitu di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang.
6. Teknik Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
kualitatif. Data kualitatif ini didapatkan dengan hasil wawancara dan observasi.
Desain penulisan ini adalah deskriptif analisis yaitu sebuah studi untuk
menemukan fakta dan interpretasi yang tepat dan menganalisa dengan lebih
dalam tentang hubungannya, sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran
dan penjelasan khususnya mengenai pelaksanaan perlindungan hak kesehatan
fisik narapidana di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman dalam membaca skripsi ini, penulis
telah menyusun pengkajian materi dari yang bersifat umum sampai ke yang
khusus, sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan
Bab ini diuraikan tentang pokok-pokok pikiran yang melatar belakangi
penelitian ini, yang diorganisir menjadi 6 (enam) sub-sub, yaitu: (1) Latar
belakang masalah, (2) Pembatasan dan perumusan masalah, (3) Tujuan dan
BAB II: Ham Dan Konsep Perundang-undangan Narapidana Berdasarkan UU NO 12 Tahun 1995 Dan Hukum Pidana Islam
Bab ini akan menjelaskan tentang Hakikat Hak Asasi Manusia (HAM)
berdasarkan pandangan umum dan pandangan Islam, hakikat perlindungan
HAM, jenis-jenis HAM, sejarah HAM, konsep perundangan terhadap
narapidana menurut UU No 12 Tahun 1995, dan perlindungan hak kesehatan
narapidana menurut hukum pidana Islam dan UU No 12 Tahun 1995.
BAB III : Deskripsi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang Dan Kasus Pelanggaran Hak Narapidana
Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Pemuda Tangerang dan Pelaksanaan pembinaan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang. Dalam bab ini menyajikan
sub-sub, yaitu: Deskripsi, Keadaan Bangunan, Tinjauan Historis, Tugas Pokok dan
Fungsi, Struktur Organisasi, Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Indikator
Keberhasilan, serta sarana prasarana Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Pemuda Tangerang.
BAB IV: Hasil Penelitian Hak Perlindungan Kesehatan Narapidana
Bab ini akan menganalisa pelaksanaan hak untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang dikaitkan dengan Undang-Undang No 12 tahun
BAB V : Penutup
Bab ini merupakan akhir dari pembahasan yang berisi tentang penutupan
dan uraian yang telah dibahas. Di samping itu dimuat pula saran-saran yang
BAB II
HAM DAN KONSEP PERUNDANG-UNDANGAN
NARAPIDANA BERDASARKAN UU NO 12 TAHUN 1995 DAN
HUKUM PIDANA ISLAM
A.Hakikat Hak Asasi Manusia 1. Pengertian Hak Asasi Manusia
Menurut Locke di dalam keadaan alam (state of nature) manusia telah mempunyai hak-hak kodrat yang tidak dapat diganggu gugat yaitu hak hidup,
hak bebas, hak milik dan hak atas kebahagiaan.31
Menurut A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, dalam bukunya yang berjudul
Pendidikan Kewargaan (Civic Education) ICCE UIN Syarif Hidayatullah menyatakan bahwa “Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat
pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang, demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.32
Menurut Muhammad Erwin dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan
Republik Indonesia menyatakanbahwa “Hak asasi manusia merupakan hak dasar,
31
. Mariam Darus Badru lzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya, Bandung: penerbit Alumni 1981, h. 112
32
. A. Ubaedila dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2008, cet -3, h. 132
pemberian Tuhan dan dimiliki manusia selama hidup dan sesudahnya serta
tidak dapat dicabut dengan semau-maunya tanpa ketentuan hukum yang ada,
jelas, adil, dan benar sehingga harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh
individu, masyarakat dan negara”.33
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hak asasi
manusia merupakan hak dasar yang dimiliki manusia selama hidupnya yang
merupakan pemberian dari Tuhan, yang tidak bisa diganggu gugat oleh
siapapun. Oleh karena itu, setiap manusia harus menjunjung tinggi dan
mentaati hak asasi manusia yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang,
sehingga diantara sesama manusia tersebut tidak ada perbedaan baik itu yang
miskin maupun yang kaya. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kerugian
yang akan terjadi di masyarakat.
Hak asasi manusia tersebut harus dijalankan dengan baik. Adanya hak
asasi manusia tersebut maka hak-hak manusia menjadi teratur dan terarah,
sehingga di dalam suatu negara tindakan penindasan akan terminimalisir. Hak
asasi manusia sendiri telah melekat dalam diri manusia, sehingga manusia
bernilai sangat tinggi karena manusia merupakan makhluk yang paling mulia
yang diciptakan oleh Allah SWT sehingga wajib untuk dihormati.
33
2. Hak Asasi Manusia Menurut Islam
Berbicara tentang hak asasi manusia dalam Islam maka yang kita maksudkan adalah hak-hak yang diberikan oleh Tuhan. Menurut Maulana
Abul A’la Maududi bahwa “Hak-hak yang diberikan oleh raja-raja atau majelis-majelis legislatif dengan mudahnya bisa dicabut kembali semudah saat memberikannya, tetapi tidak ada individu maupun lembaga yang memiliki kewenangan untuk mencabut hak-hak yang diberikan oleh
Tuhan”.34
Hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya,
yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya, dan karena itu bersifat suci.35
Oleh karena itu hak asasi manusia harus dijaga dan dijunjung tinggi oleh setiap
manusia karena dalam Islam pun sangat mengedepankan hak asasi tersebut.
Hak Asasi tidak bisa dihilangkan oleh siapapun karena hak asasi pemberian
dari Tuhan, sehingga jika ada manusia yang menghilangkan hak asasi
seseorang maka dia telah melanggar hukum positif dan hukum Islam.
Seiring dengan menguatnya kesadaran global akan arti penting hak asasi manusia dewasa ini, persoalan tentang universalitas hak asasi manusia dan hubungannya dengan berbagai sistem nilai atau tradisi agama terus menjadi pusat perhatian dalam perbincangan wacana hak asasi manusia kontemporer. Harus diakui bahwa agama berperan memberikan landasan etik kehidupan manusia.36
Menurut Supriyanto Abdi, terdapat tiga varian pandangan tentang
hubungan Islam dan hak asasi manusia, baik yang dikemukakan oleh para
sarjana barat atau pemikir muslim sendiri, yaitu:
34. Maulana Abul A’la Maududi, Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Jakarta: Bumi Askara, 1995, cet -1, h. 10
35
. Muchlis M. Hanafi, Hukum Keadilan, Dan Hak Asasi Manusia, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2010, cet -1, h. 278
36
a. Islam tidak sesuai dengan gagasan dan konsepsi hak asasi manusia modern.
b. Islam menerima semangat kemanusiaan hak asasi manusia modern c. Menegaskan bahwa hak asasi manusia modern adalah khazanah
kemanusiaan universal dan Islam memberikan landasan normatif yang sangat kuat terhadapnya.37
Dalam Al-Qur’an banyak sekali yang menyebutkan tentang hak asasi
manusia diantaranya dalam surat Al-Maidah ayat 32:
“Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi bani Israil, bahwa barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barang siapa memelihara kehidupan semua manusia, sesungguhnya Rasul kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di
bumi”. 38
Dalam surat Al-An’am ayat 151 dijelaskan pula bahwa jangan kamu
membunuh nyawa yang diharamkan Allah, kecuali dengan suatu sebab yang
benar. Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa hak untuk hidup bagi manusia
itu tanpa mengenal perbedaan agama, ras ataupun bangsa.
37
. Ibid. h. 58
38. Rachmat Syafe’i. Terjemahan Al-quran kementrian Agama RI, Bandung : Sygma
Bachtiar Surin dalam tafsirnya memberi makna bahwa “Memelihara
Kehidupan” berarti juga memberi makan mereka yang kelaparan, memberi
pengobatan yang sakit, menolong yang kesusahan, alangkah tinggi nilai
kemanusiaan dalam ayat ini.39 Bisa kita lihat bahwa hak asasi manusia dalam
Islam sangat memelihara kehidupan manusia, berupa memberikan pengobatan
bagi yang sakit, memberi makan bagi yang kelaparan dan menolong kepada
yang membutuhkan pertolongan. Oleh karena itu Islam sangat menganjurkan
untuk saling melindungi dan dilindungi antar sesama manusia.
Islam adalah agama universal yang mengajarkan keadilan bagi semua manusia tanpa pandang bulu. Sehingga agama kemanusiaan Islam meletakkan manusia pada posisi yang sangat mulia. Manusia di gambarkan oleh Al-Qur’an sebagai makhluk yang paling sempurna dan harus dimuliakan.40
Hal ini menegaskan bahwa Islam mengajarkan untuk berbuat adil
terhadap sesama manusia dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
3. Jenis-Jenis Hak Asasi Manusia Dalam Islam
Hak asasi manusia dalam Islam yaitu: hak hidup, hak berkeluarga, hak
memelihara agama, hak kepemilikan harta, hak memelihara akal untuk berfikir
dan berekspresi.41
39
. Azhary, Negara Hukum Indonesia, Jakarta: Universitas Indonesia, 1995, cet -1, h. 84
40
. A. Ubaedila dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, h. 125
41
Jenis-jenis hak-hak asasi manusia tersebut, dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Hak hidup
Islam sangat menghormati harkat dan martabat manusia, dan
melarang siapa pun untuk merendahkan harkat dan martabat itu.
b. Hak berkeluarga
Fikih Islam mengatur secara rinci seluk beluk pernikahan dan
pembentukan keluarga dalam bab munakahat. Membina keluarga merupakan sifat naluriah manusia.
c. Hak memelihara agama
Selain sebagai makhluk sosial manusia adalah makhluk beragama.
Status ini meniscayakan manusia untuk percaya kepada Tuhan.
d. Hak kepemilikan harta
Hak kepemilikan harta sangat dihargai dalam Islam. Allah
terang-terangan menyatakan bahwa alam dan seluruh isinya diciptakanuntuk
dimanfaatkan oleh manusia.
e. Hak memelihara akal untuk berfikir dan berekspresi
Hal ini Islam berfikir adalah sebuah kewajiban. Mereka yang mau
menelaah Al-Qur’an akan menemukan puluhan ayat memotivasi
manusia untuk berfikir tentang dirinya dan alam semesta.
Sedangkan menurut Maulana Abul A’la Maududi dalam buku Hak
-Hak Asasi Manusia Dalam Islam, menyatakan bahwa hak asasi manusia
hak penghormatan terhadap kesucian kaum wanita, hak untuk
memperoleh kebutuhan hidup pokok, hak Individu atas kebebasan, hak
atas keadilan, hak kesamaan derajat umat manusia, hak untuk kerja sama
dan tidak bekerja sama”.42
Hak asasi manusia tersebut dijelaskan sebagai
berikut:
a. Hak untuk hidup
Hak asasi yang paling utama adalah hak untuk hidup. Al-Qur’an
menegaskannya dalam surat Al-Maidah ayat 32 “Barang siapa yang
membunuh seorang manusia (tanpa alasan pantas) tanpa direncanakan,
atau bukan karena melakukan perusakan di muka bumi maka
seakan-akan ia dipandang telah membunuh manusia seluruhnya”.
b. Hak atas keselamatan hidup
Hak ini terdapat di surat Al-Maidah ayat 32 dijelaskan “Dan barang
siapa menyelamatkan dengan perbuatannya hidup seorang manusia
maka dengan perbuatannya itu seakan-akan ia menyelamatkan hidup
seluruh umat manusia”.
c. Hak penghormatan terhadap kesucian kaum wanita
Unsur ketiga dalam piagam hak-hak asasi manusia yang diberikan
oleh Islam adalah bahwa kesucian seorang wanita harus dihormati dan
dilindungi setiap saat, baik apabila ia sebangsa dengan kita atau
termasuk bangsa musuh, baik ia tidak ditaklukan, baik ia seagama
dengan kita, atau termasuk bangsa musuh, baik ia kita temukan di
dalam hutan belantara atau di sebuah kota yang ditaklukan, baik ia
seagama dengan kita atau sama sekali ia tidak beragama. Seorang
muslim tidak diperbolehkan menyiksanya secara fisik dalam keadaan
apapun.
d. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup pokok
Surat Az-Zariyat ayat 19 menyatakan
“Dan di antara harta benda mereka sesungguhnya terdapat bagian dari
kaum peminta-minta dan orang miskin”.
e. Hak individu atas kebebasan
Islam secara tegas melarang praktek primitif penangkapan orang
yang merdeka untuk dijadikan hamba sahaya atau budak atau untuk
diperjualbelikan sebagai hamba sahaya. Nabi Muhammad SAW
Mengatakan bahwa “Ada tiga kategori manusia yang aku sendiri akan
menggugatnya pada hari kiamat, yaitu mereka yang menyebabkan
seorang yang merdeka menjadi hamba sahaya, lalu menjualnya dan
memakan uang hasil penjualannya” (Bukhari dan Ibnu Majah).
f. Hak atas keadilan
Ini adalah hak yang sangat penting dan bernilai yang diberikan
Islam kepada manusia. Dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 2
dinyatakan bahwa “Janganlah membiarkan kebencianmu terhadap
suatu kaum mendorongmu berbuat sewenang-wenang”. Dengan
orang-orang beriman, jadikan kamu orang-orang yang benar-benar menegakkan
keadilan, menjadi saksi semata-mata karena Allah”.
g. Kesamaan derajat umat manusia
Islam tidak saja mengakui prinsip kesamaan derajat mutlak
diantara manusia tanpa melihat kepada warna kulit, ras, atau
kebangsaan, melainkan menjadikannya realitas yang penting. Menurut
Islam Tuhan memberikan kepada manusia hak persamaan ini sebagai
hak asasi, oleh karena itu tidak seorang pun yang dapat dikenai
diskriminasi atas dasar warna kulitnya, tempat kelahirannya, ras,
bangsa atau kebangsaan.
h. Hak untuk kerja sama dan tidak bekerja sama
Al-Qur’an mengatakan dalam surat Al-Maidah ayat 2 “Tolong
menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikkan dan takwa dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.
4. Sejarah Hak Asasi Manusia
Sebagai negara anggota PBB, setiap tahun tepatnya pada tanggal 10
Desember kita mengadakan upacara peringatan kelahiran hak-hak asasi
manusia (HAM), sebagai penghormatan dan pengakuan akan harkat dan
martabat manusia sebagaimana di umumkan oleh dokumen PBB Declaration Of Human Right pada tanggal 10 Desember 1948.43
43
Setelah amandemen kedua Undang-Undang Dasar 1945 dan keluarnya
ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XVII/MPR/1998 tentang hak asasi manusia dan diundangkannya
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia, perkembangan hak
asasi manusia di Indonesia semakin pesat.44 Hal ini ditandai dengan adanya
kebebasan berpendapat, dan penegakkan hukum yang tegas terhadap para
pelanggar HAM.
Sejarah hak-hak asasi manusia itu baru tumbuh dan berkembang pada
waktu hak-hak asasi itu oleh manusia mulai diperhatikan dan diperjuangkan
terhadap serangan atau bahaya, yang timbul dari kekuasaan yang dimiliki oleh
kesatuan masyarakat, yang disebut “negara” (staat) oleh sebab itu pada
hakikatnya persoalan hak asasi manusia itu adalah berkisar pada perhubungan
antara manusia (individu) dan masyarakat.45
Para pendiri negara ini sadar benar akan arti penting dan perlunya
jaminan hak-hak asasi manusia itu. Untuk pembuktiannya kita simak dari
dokumen otentik berupa jawaban Soepomo dalam kedudukannya sebagai ketua
panitia kecil perancang Undang-Undang yang diucapkan pada tanggal 15 Juli
1945, sebagai berikut ”Tentang memasukkan hak-hak dasar warga negara
dalam Undang-Undang Dasar, tadi sudah dikatakan bahwa Undang-Undang
Dasar harus mempunyai sistematik”.46
Hal ini menunjukkan bahwa pendiri
44
. Rozali Abdullah, Syamsir, Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan HAM di Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, h. 16
45
. Djoko Prakoso dan Djaman Adhi Nirwanto, EUTHANASIA, Hak Asasi Manusia dan Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984, h. 29
46
bangsa sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia, sehingga mereka
memasukan hak-hak asasi manusia ke dalam Undang-Undang yang bersifat
sistematik.
Perkembangan hak asasi manusia di Indonesia sebenarnya dalam UUD
1945 telah tersurat, namun belum tercantum secara transparan. Setelah
dilakukan amandemen 1 sampai dengan IV Undang-Undang Dasar 1945,
ketentuan tentang hak asasi manusia tercantum pada pasal 28 A sampai 28 J.47
Adapun dalam pasal 28 J dinyatakan sebagai berikut:
Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-Undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakatandemokratis.48
Dari sejarah tersebut dapat terlihat bahwa hak asasi manusia di Indonesia
sudah mulai diperhatikan ketika Indonesia merancang Undang-Undang Dasar.
Perlindungan HAM pada saat itu bertujuan untuk melindungi manusia dari
serangan/bahaya, serta menjaga hubungan antara sesama manusia.
Setelah amandemen kedua, UUD 1945 mengeluarkan ketetapan MPR RI
tentang Hak Asasi Manusia yang tercantum dalam Undang-Undang No 39
Tahun 1999. Adanya Undang-Undang tentang HAM ini maka kehidupan
47
. Muladi, Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep Dan Implikasinya Dalam Perspektif Hukum Dan Masyarakat, Jakarta: PT. Refika Aditama, 2005, cet -1 h. 3
48
manusia akan semakin baik, damai, dan tentram serta tidak ada penindasan
seperti zaman penjajahan.
5. Jenis-Jenis Hak Asasi Manusia
Sementara secara operasional beberapa bentuk hak asasi manusia yang
terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi
manusia adalah sebagai berikut:
a. Hak hidup
b. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan c. Hak mengembangkan diri
d. Hak memperoleh keadilan e. Hak atas kebebasan pribadi f. Hak atas rasa aman
g. Hak atas kesejahteraan
h. Hak turut serta dalam pemerintahan i. Hak wanita
j. Hak anak49
Adapun penjelasan hak asasi manusia yang terdapat dalam PP No 39
Tahun 1999 tersebut yaitu:
a. Hak untuk hidup
Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, meningkatkan
taraf hidupnya, hidup tentram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir batin,
serta memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.
b. Hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan
Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah atas kehendak yang bebas.
49
c. Hak mengembangkan diri
Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya,
baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa
dan negaranya.
d. Hak memperoleh keadilan
Setiap orang tanpa diskriminasi berhak memperoleh keadilan dengan
mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara
pidana, perdata, maupun administrasi, serta diadili melalui proses peradilan
yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin
pemeriksaan secara obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk
memperoleh putusan adil dan benar.
e. Hak memperoleh kebebasan pribadi
Setiap orang bebas memilih dan mempunyai keyakinan politik,
mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk agama tidak diperbudak,
memilih kewarganegaraan tanpa diskriminasi, bebas bergerak, berpindah
dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia.
f. Hak atas rasa aman
Setiap orang berhak atas perlindungan diri, keluarga, kehormatan,
martabat, hak milik, rasa aman dan tentram, serta perlindungan dari
g. Hak atas kesejahteraan
Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, bangsa, dan
masyarakat dengan tidak melanggar hukum, serta mendapatkan jaminan
sosial yang dibutuhkan, berhak atas pekerjaan, kehidupan yang layak, dan
mendirikan serikat pekerja demi melindungi dan memperjuangkan
kehidupannya.
h. Hak turut serta dalam pemerintahan
Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan secara
langsung atau melalui perantara wakil yang dipilih secara bebas, dan dapat
diangkat kembali dalam setiap jabatan pemerintah.
i. Hak wanita
Seorang wanita berhak memilih, dipilih diangkat dalam jabatan, profesi,
dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundangan.
j. Hak anak
Setiap anak berhak atas perlindungan dari orang tua, keluarga,
masyarakat, dan negara, serta memperoleh pendidikan dan pengajaran
dalam rangka pengembangan diri, dan tidak dirampas kebebasannya secara
melawan hukum.50
50
Adapun bentuk-bentuk hak asasi manusia sebagai berikut:
a. Hak-hak sipil, yang meliputi: hak hidup, hak untuk menikah, hak untuk diperlakukan sama dihadapan hukum, hak untuk memeluk agama, dan hak untuk terbebas dari kekerasan.
b. Hak politik, yang meliputi: hak untuk berserikat dan berkumpul, hak untuk menyatakan pendapat secara lisan atau tulisan, hak untuk berpendapat di muka umum, termasuk mencari suaka.
c. Hak ekonomi yaitu: hak untuk memiliki sesuatu, memperalihkannya, seperti membeli dan menjualnya, serta memanfaatkannya, termasuk pula hak atas jaminan sosial, hak dapat perlindungan kerja ataupun hak perdagangan.
d. Hak sosial budaya, yang meliputi: hak atas kesehatan, hak atas pendidikan, hak atas kekayaan intelektual, hak atas pekerjaan, hak atas pemukiman dan perumahan.51
Hak-hak tersebut merupakan komponen dasar bagi penyelengaraan
kehidupan manusia dalam rangka mencapai kehidupan yang sejahtera.
B. Hakikat Perlindungan Hak Asasi Manusia
Menurut Muladi dalam buku Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep Dan Implikasinya Dalam Perspektif Hukum Dan Masyarakat menyatakan
bahwa “Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan
seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku”.52
Undang-Undang tentang hak asasi manusia ini merupakan payung dari
seluruh peraturan perundang-undangan tentang hak asasi manusia. Oleh karena
itu pelanggaran baik yang langsung maupun tidak langsung atas hak asasi
manusia dikenakan sanksi pidana, perdata, dan administratif sesuai dengan
51
. Muladi, Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep Dan Implikasinya Dalam Perspektif Hukum Dan Masyarakat, h. 167
52