PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK NARAPIDANA WANITA HAMIL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2022 TENTANG PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN PEREMPUAN KELAS II A PEKANBARU
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Fakultas Syariah dan Hukum
OLEH : EZI GUSTIRA NIM: 11820720373
PROGRAM S1 ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2022 M/1444 H
i ABSTRAK
EZI GUSTIRA (2022) : Perlindungan Hukum terhadap Hak Narapidana Wanita Hamil Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Pekanbaru.
Negara Indonesia merupakan negara hukum. Hukum merupakan sesuatu yang sangat penting untuk mengatur dan menjamin hak dan kewajiban seseorang.
Perlindungan hukum adalah memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.
Wanita dan laki-laki mempunyai hak yang sama dihadapan hukum.
Narapidana wanita hamil yang sedang menjalani masa pidananya di dalam Lembaga Pemasyarakatan merupakan bagian dari masyarakat, selaku manusia ia mempunyai hak-hak yang wajib dijunjung tinggi dan dilindungi oleh hukum dan pemerintah serta kewajiban yang harus dilakukan. Narapidana wanita merupakan terpidana yang hilang kemerdekaan yang menjalani pembinaan dalam sistem pemasyarakatan di Indonesia.
Sistem pemasyarakatan merupakan upaya pembinaan yang dilakukan di Lembaga pemasyarakatan di Indonesia, pembinaan tersebut ditujukan bagi warga binaan yang melakukan tindak pidana dan di jatuhi hukuman penjara. Dalam proses pembinaan tersebut warga binaan diayomi dan dibina oleh petugas pemasyarakatan dan dilindungi hak-haknya sebagai warga negara.
Dari latar belakang diatas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak narapidana wanita hamil di lembaga pemasyarakatan serta hambatan pihak lapas terhadap hak-hak wanita hamil di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Pekanbaru.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum sosiologis.
Teknik pengumpulan data didapati langsung melalui responden atau narasumber.
Sumber hukum primer dan sekunder dianalisis menggunakan metode analisis kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kurangnya perhatian pihak Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Pekanbaru pada perlindungan hukum terhadap hak narapidana wanita hamil. Hal inilah yang menyebab kurangnya perlindungan hukum terhadap narapidana wanita hamil, salah satunya tidak terpenuhi hak wanita hamil dan terkait hambatan lembaga pemasyarakatan perempuan terhadap pemberian hak narapidana wanita hamil yaitu kurangnya keterbatasan petugas wanita yang mempengaruhi proses pemberian hak, keterbatasan tenaga kesehatan dalam merawat ibu hamil dan janinnya dan keterbatasan pemasukan dana dari pemerintah sehingga menyebabkan keragaman dalam proses pelaksanaan hak.
Kata Kunci :Perlindungan Hukum, Narapidana Wanita Hamil
KATA PENGANTAR
Assalamua‟alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, pertama penulis ucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta keberkahan-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK NARAPIDANA WANITA HAMIL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2022 TENTANG PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN PEREMPUAN KELAS II A PEKANBARU.”
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan untuk baginda Nabi Muhammad SAW yang merupakan suri tauladan dan rahmat bagi seluruh alam yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan hingga kepada zaman terang bederang seperti saat ini. Semoga kita mendapatkan syafa‟at beliau di akhirat kelak, Aamiin Ya rabbal‟alamin. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah guna melengkapi tugas dan memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H).
Dalam penulisan skripsi ini juga penulis telah banyak mendapatkan dukungan baik berupa materil maupun moril, serta arahan berupa petunjuk dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan oleh penulis. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang setulus- tulusnya kepada:
1. Allah SWT atas segala nikmat dan karunia serta rahmat yang tak terhingga kepada penulis sehingga penulis mampu melewati berbagai rintangan dalam perjalanan kehidupan penulis hingga saat ini.
iii
2. Ayahnda tercinta Buhori, Ibunda tercinta Zauyah, selaku orang tua yang telah membesarkan dan selalu memberikan do‟a, nasehat, dukungan yang tak terhingga senantiasa mengalir tiada henti-hentinya kepada anak-anaknya, dan memberikan yang terbaik sehingga mampu menempuh jenjang pendidikan yang tinggi semata-mata agar anak-anaknya menjadi orang yang berguna, dan berakhlak mulia.
3. Abang Adi Saputra, Adik Gustiani dan M. Aidil Azmi yang selalu memberikan do‟a dan dukungannya baik berupa materil maupun moril.
4. Bapak Prof. Dr. Hairunnas, M.Ag selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau beserta seluruh jajarannya.
5. Bapak Dr. Zulkifli, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau beserta seluruh jajarannya.
6. Bapak Dr. H. Erman Gani, M.Ag selaku Wakil Dekan I Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau beserta seluruh jajarannya.
7. Bapak Dr. H. Mawardi, S.Ag, M.Si selaku Wakil Dekan II Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau beserta seluruh jajarannya.
8. Ibu Dr. Sofia Hardani, M.Ag selaku Wakil Dekan III Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau beserta seluruh jajarannya.
9. Bapak Asril, S.H.I. M.H selaku ketua Jurusan Ilmu Hukum sekaligus Pembimbing I.
10. Bapak Dr. Alpi Syahrin, S.H., M.H selaku sekretaris Jurusan Ilmu Hukum beserta Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen yang dengan tulus ikhlas dalam memberikan pengajaran proses transfer ilmu serta bimbingan.
11. Ibu Hellen Last Fitriani, S.H., M.H selaku Pembimbing II dalam penulisan skripsi ini yang telah begitu banyak meluangkan waktunya untuk membimbing dan selalu memberikan petunjuk kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
12. Bapak Peri Pirmansyah, S.H., M.H selaku Pembimbing Akademik yang senantiasa membimbing penulis selama proses perkuliahan.
13. Pihak Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Pekanbaru yang telah sudi memberikan data kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Semoga bantuan, dukungan, dan arahan serta bimbingan yang telah diberikan kepada penulis tersebut menjadi amal ibadah serta mendapat balasan dari Allah SWT.Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyajian skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan penulisan karya ilmiah penulis yang akan datang.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Pekanbaru, 15 Agustus 2022
Penulis
EZI GUSTIRA 11820720373
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan Masalah ... 8
C. Rumusan Masalah ... 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
E. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis ... 12
1. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum ... 12
2. Tinjauan Umum tentang Pemidanaan ... 16
3. Tinjauan Umum tentang Narapidana ... 21
4. Tinjauan Umum tentang Persamaan Hak ... 26
5. Tinjauan Umum tentang Hak-hak Wanita Hamil ... 28
6. Tinjauan Umum tentang Lembaga Pemasyarakatan .... 35
B. Penelitian Terdahulu ... 45
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 48
B. Lokasi Penelitian ... 49
C. Populasi dan Sampel ... 50
D. Jenis dan Sumber Data ... 51
E. Metode Pengumpulan Data ... 52
F. Metode Analisis Data ... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Perlindungan Hukum terhadap Hak Narapidana Wanita Hamil di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II
A Pekanbaru ... 54 B. Hambatan pihak lembaga pemasyarakatan perempuan
terhadap pelaksanaan Hak Narapidana Wanita Hamil di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A
Pekanbaru ... 61 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan... 66 B. Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA
vii
DAFTAR TABEL
Tabel III.I Populasi dan Sampel ... 50
A. Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum yang menjujung tinggi nilai keadilan. Keadilan bagi setiap warga negara dijamin oleh negara tanpa terkecuali dengan memberlakukan aturan-aturan hukum untuk membentuk negera yang harmonis, aman dan damai. Adanya hukum menjadi sesuatu yang sangat penting untuk mengatur dan menjamin hak dan kewajiban seseorang. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) Pasal 1 ayat (1) menyebutkan, Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip terpenting Negara Hukum adalah adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (Equality Before The Law). Oleh karena itu, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Hukum pidana di Indonesia terbagi dua, yaitu hukum pidana umum dan hukum pidana khusus, secara defenitif, hukum pidana umum dapat diartikan sebagai perundang-undangan pidana dan dapat berlaku umum, yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta semua perundang-undangan yang mengubah dan menambah KUHP. Adapun hukum pidana khusus bisa dimaknai sebagai perundang-undangan di bidang tertentu yang memiliki sanksi pidana, atau tindak-tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan khusus di luar KUHP, baik perundang-undangan pidana
2
maupun bukan pidana tetapi memiliki sanksi pidana (ketentuan yang menyimpang dari KUHP). Membahas mengenai hukum pidana, sangat jelas proses pemidanaan. Setelah mendapat putusan akhir dari pengadilan. Maka selanjutnya adalah terdakwa akan menjalani hukum sebagai narapidana dalam lembaga pemasyarakatan.1
Pemidanaan atau penjatuhan pidana terhadap seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana bukanlah semata-mata bertujuan untuk pembalasan terhadap perbuatan yang dilakukannya. Pidana penjara merupakan salah satu bentuk sanksi pidana yang sering digunakan dalam menanggulangi masalah kejahatan.2
Pemidanaan dengan sistem pemasyarakatan merupakan upaya atau rangkaian penegakan hukum yang bertujuan agar narapidana menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana.3 Disamping itu setelah narapidana bebas dari pidana, mereka dapat diterima kembali, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab di dalam masyarakat dan lingkungannya. Lembaga pemasyarakatan sebagai ujung tombak pelaksanaan asas pengayoman merupakan tempat untuk mencapai tujuan tersebut di atas melalui pendidikan, rehabilitas, dan reintegritasi.4
1 Aziz Syamsudin, Tindak Pidana Khusus, Ed. I (Cet. IV: Jakarta : Sinar Grafika, 2014), h. 8.
2 Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, (Bandung: PT.
Refika Aditama, 2006), h. 2.
3 Tongat, Pidana Kerja Sosial dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta:
Djambatan, 2022), h. 57.
4Ibid, h. 181.
Orang tahanan atau narapidana, yang direnggut kebebasannya oleh negara atas dasar hukum, merupakan kelompok yang rentan (vulnerable) dalam masyarakat. Kemungkinan untuk menerima resiko diperlakukan buruk, kekerasan untuk memperoleh pengakuan disiksa, penghilangan secara paksa, hingga kepada menerima kondisi tempat tahanan yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia, sangat mudah menimpa narapidana. Apalagi sudah terlanjur berkembang opini masyarakat, bahwa orang orang yang sudah hilang kemerdekaannya, memang sudah tidak mempunyai hak apa pun baginya.5
Minimnya kapasitas lembaga pemasyarakatan, ketidaklengkapan sarana dan prasarana, buruknya pelayanan, serta kurangnya sipir menjadi pemicu buruknya pelayanan hak-hak narapidana. Pada saat ini narapidana wanita adalah yang paling rentan bahaya fisik dan psikis.6
Konsep lapas bukanlah semata-mata merumuskan tujuan dari pidana penjara, melainkan merupakan suatu sistem pembinaan, suatu metodologi
“Treatment of Offenders” (perlakuan terhadap pelanggar) dengan pendekatan yang berpusat kepada potensi-potensi yang baik itu ada pada individu yang bersangkutan maupun di tengah-tengah masyarakat. Dari konsep ini LAPAS tidak hanya dijadikan wadah untuk menghilangkan kemerdekaan seseorang yang melakukan criminal, melainkan sebagai wadah pembinaan terhadap
5Lembaga Studi dan Advokat Masyarakat, Hak-hak Narapidana, (Jakarta: Lembaga Studi dan Advokat Masyarakat, 1996), h. 5.
6<http//www.kompas.com>, 31/12/2009, di unduh pada Tanggal 19 Oktober 2021: 14:00 WIB.
4
Narapidana, begitu juga di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Pekanbaru.
Hukum pidana dianggap sebagai ultimum remedium (hukum pidana hendaknya dijadikan sebagai upaya terakhir dalam hal penegakan hukum) dan juga residu dari bidang hukum lain, setelah bidang hukum lain dianggap tidak mampu menyelesaikan konflik yang timbul dalam masyarakat. Dalam hukum pidana sanksi berupa pidana adalah sanksi yang sangat keras yaitu dapat berupa pidana badan, pidana atas kemerdekaan, bahkan pidana jiwa.7
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Narapidana wanita hamil juga mendapatkan hak sebagai seorang manusia dalam posisinya sebagai subjek hukum. Oleh sebab itu, hak-hak yang melekat padanya haruslah dijunjung tinggi dan dilindungi agar narapidana wanita hamil dapat tumbuh menjadi pribadi yang bermanfaat. Perlindungan hak narapidana wanita hamil menjadi penting, karena narapidana wanita hamil adalah manusia yang utuh, yang memiliki hak secara asasi.8
Pengakuan hak-hak narapidana terlihat pada materi muatan yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, Pasal 20 ayat
7Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia-Suatu Pengantar, (Bandung: Refika Aditama, 2011), h. 140.
8Hadi Supeno, Deskriminasi Anak:Transformasi Perlindungan Anak dan Wanita Berkonflik dengan Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h.12.
1 bagian keempat mengenai pelayanan kesehatan dan makanan dinyatakan bahwa:
Pasal 20 ayat (1)
“Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang sakit, hamil atau menyusui berhak mendapatkan makanan tambahan sesuai dengan pertunjuk dokter”.
Dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa setiap narapidana berhak mendapatkan makanan pokok dan makanan tambahan sesuai dengan petunjuk dokter, yang dimaksud dengan makanan tambahan adalah penambahan jumlah kalori di atas rata-rata jumlah kalori yang ditetapkan.
Bagi wanita yang sedang hamil ditambah 300 (tiga ratus) kalori seorang sehari. Bagi wanita yang sedang menyusui dapat ditambah antara 800 (delapan ratus) sampai dengan 1000 (seribu) kalori seorang sehari.9
Seperti yang kita ketahui bahwa narapidana wanita tentunya berbeda dengan narapidana pria, dimana narapidana wanita mempunyai keistimewaan khusus yang tidak dimiliki oleh narapidana pria yaitu narapidana wanita mempunyai siklus seperti menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui.
Kebutuhan spesifik perempuan ini seperti pemulihan kesehatan reproduksi, keluarga berencana, pelayanan untuk kehamilan serta masa melahirkan, dan perawatan setelah mengalami kekerasan atau penyiksaan seksual. Hak-hak
9Penjelasan Pasal 20 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
6
narapidana wanita yang berhubungan dengan hal-hal tersebut sudah selayaknya dipenuhi dan diperhatikan.10
Apabila narapidana wanita yang sedang hamil menjalankan proses pembinaan di lembaga pemasyarakatan mempunyai hak yang lebih spesifik dan lebih mendalam selama masa kehamilan. Narapidana wanita yang sedang hamil selama menjalani proses pembinaan di sebuah lembaga pemasyarakatan diberikan dispensasi seperti keringanan dalam kegiatan dan pekerjaan sehari- hari didalam lembaga pemasyarakatan, misalnya apabila biasanya wanita hamil melakukan pekerjaan yang berat bisa saja diganti oleh narapidana wanita yang lain dan perbedaan makanan bergizi yang dikonsumsi narapidana wanita hamil dengan narapidana wanita lainnya guna menjaga janin yang dikandungnya.
Narapidana yang melakukan tidak kejahatan lalu mereka diberi sanksi/hukuman, tetapi bukan berarti hak mereka juga direnggut seharusnya mereka dididik atas kesalahan yang diperbuat agar tidak mengulangi perbuatan tersebut. Dengan kondisi mengandung bahkan sampai melahirkan, kejadian seperti ini sering terjadi di dalam Lembaga Pemasyaraktan dan hal- hal seperti ini telah diatur dalam sistem operasional prosedur dari pembinaan ibu hamil di lingkungan pemasyarakatan tersebut.
Hak atas keistimewaan yang dimiliki oleh perempuan tersebut dipertanyakan saat perempuan tersebut harus bertanggungjawab atas tindak pidana yang telah dilakukannya. Tindak pidana yang dilakukan oleh
10http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/12/22/73640, di unduh pada Tanggal 19 Oktober 2021: 14:00 WIB
perempuan tersebut mengakibatkan dijatuhinya hukum berupa kurungan penjara di Lembaga Pemasyarakatan.
Sanksi pidana di Lembaga Pemasyarakatan memang bertujuan untuk menghilangkan rasa bebas yang dimiliki oleh narapidana, tetapi penghilangan kebebasan tersebut juga harus mengacu kepada hak asasi manusia dari warga binaan yang harus dijaga oleh petugas pemasyarakatan. Dalam upaya perlindungan hak asasi manusia dalam Lembaga Pemasyarakatan khusus bagi perempuan yang sedang dalam kondisi hamil atau pasca melahirkan, maka diperlukan perlakuan khusus bagi mereka dan Lembaga Pemasyarakatan diharapkan menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan dan pengayoman bagi narapidana sehingga hak-hak mutlak dari narapidana itu sendiri dapat diberikan sebagaimana mestinya sesuai dengan Pasal 9 Ayat (4).
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti pun tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut, dengan judul: “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK NARAPIDANA WANITA HAMIL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2022 TENTANG PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN PEREMPUAN KELAS II A PEKANBARU.”
B. Batasan Masalah
Supaya penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari topik yang diteliti maka peneliti membatasi permasalahan penelitian ini hanya pada
8
perlindungan hukum terhadap hak narapidana wanita hamil berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Pekanbaru.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan yang telah diuraikan dalam latar belakang di atas, penulis merumuskan beberapa permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut:
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak narapidana wanita hamil berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Pekanbaru?
2. Apa saja hambatan lembaga pemasyarakatan perempuan terhadap pelaksanaan hak narapidana wanita hamil berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Pekanbaru?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk menjelaskan perlindungan hukum terhadap hak narapidana wanita hamil berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Pekanbaru.
b. Untuk mengetahui hambatan pihak lembaga pemasyarakatan perempuan terhadap pelaksanaan hak narapidana wanita hamil berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Pekanbaru.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:
a. Secara Teoritis
1) Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diteliti, dalam hal ini mengenai perlindungan hukum terhadap Hak Narapidana Wanita Hamil di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Pekanbaru;
2) Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis sekaligus untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
b. Secara Praktis
1) Bagi penulis : untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta dapat mengaplikasikan dan mensosialisasikan teori yang telah diperoleh selama perkuliahan.
2) Bagi masyarakat : untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai perlindungan hukum terhadap wanita hamil.
10
3) Bagi Pemerintah : diharapkan dapat menjadi rujukan bagi pemerintah dalam melakukan kebijakan pada perlindungan hukum terhadap Hak Narapidana Wanita Hamil di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Pekanbaru.
c. Secara Akademis
Kegunaan akademis yaitu penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi dan data sekunder bagi kalangan akademis yang ingin meneliti hal yang sama.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan penjelasan terhadap isi tulisan ini maka penulis menggambarkan dalam sistematika sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini memuat uraian tentang Latar Belakang Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, selanjutnya akan diakhiri dengan Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini memuat uraian tentang Landasan Teori, Tinjauan Teori Tentang Perlindungan Hukum, Pemidanaan, Narapidana, Persamaan Hak, Hak-Hak Wanita Hamil, Lembaga Pemasyarakatan, dan Penelitian Terdahulu.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi tentang Jenis dan Sifat Penelitian, Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel, Sumber data, Teknik pengumpulan data dan Analisis data.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi Gambaran Umum Lokasi Penelitian dan hasil penelitian tentang:
1. Perlindungan hukum terhadap Hak Narapidana Wanita Hamil di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Pekanbaru.
2. Hambatan pihak lembaga pemasyarakatan perempuan terhadap pelaksanaan Hak Narapidana Wanita Hamil di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Pekanbaru.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini memuat uraian tentang kesimpulan dan saran yang diambil berdasarkan uraian pada bab sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
12 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
1. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum a. Definisi Perlindungan Hukum
Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.11
Sedangkan menurut C.S.T. Kansil perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.12
Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa perlindungan hukum adalah suatu tindakan untuk melindungi atau memberikan pertolongan kepada subjek hukum, dengan menggunakan perangkat-perangkat hukum.13
Pendapat lain Menurut Philipus M. Hadjon bahwa Perlindungan Hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat,
11Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), h.54.
12C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 102.
13Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2011), h.10.
serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan.
Menurut Muktie, A. Fadjar Perlindungan Hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.
Perlindungan hukum merupakan salah satu upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada seseorang untuk melaksanakan kewajibannya. Perlindungan hukum bertujuan agar terciptanya ketertiban sehingga tercapainya keseimbangan antara hak dan kewajiban.14
Perlindungan Hukum terhadap Narapidana Wanita menjadi salah satu yang utama, hal itu karena Negara kita adalah Negara hukum (Rechstaat) dan bukan Negara kekuasaan (Machstaat) sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan resmi Undang-Undang Dasar Negeri Republik Indonesia 1945. Pengakuan atas prinsip The rule of law (peraturan hukum) ini membawa konsekuensi, bahwa Negara melalui alat kekuasaan Negara yang memang memiliki monopoli untuk memberikan dan melaksanakan sanski pidana tidak
14Hetty Panggabean, Perlindungan Hukum Praktik Klinik Kebidanan, (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2018), h. 156.
14
bisa berbuat sewenang-wenang dengan kekuasaannya melainkan hrus senantiasan berpegang pada due process of law (proses hukum). Inti hal ini adalah pengakuan dan penghormatan pada hak-hak asas manusia agar Negara dalam pelaksanaan sanksi pidananya tidak merampas seluruh hak-hak asasi dari warganegara yang terpidana.
Disini hak-hak asasi warga negara yang lainnya tidak kurang pentingnya untuk dilindungi bagi terpidana atau narapidana dilindungi bagi terpidana atau narapidana seperti hak berkomunikasi dengan masyarakat luar.
Terwujudnya kondisi kesetaraan dan keadilan laki-laki dan wanita dan terhapusnya keseimbangan Gender melalui upaya-upaya pemberian hak, kesempatan, peluang, kedudukan dan peranan yang sama kedua jenis kelamin manusia demi menegakkan keadilan bagi kedua gender tersebut dengan menghapuskan nilai-nilai yang tidak demokratis dalam pembagian tugas dan peran mereka, kesetaraan yang dilakukan oleh wanita ialah bukan semata-mata untuk laki-laki saja, namun oleh keduanya yaitu wanita dan laki-laki terhadap sistem masyarakat dengan tradisi yang memberi pengaturan dan nilai-nilai gender yang timpang. Sistem nilai seperti itu perlu diperbaiki agar masyarakat baik laki-laki maupun wanita dapat menjadi pelaku aktif pembangunan di segala bidang kehidupan demi kesejahteraan manusia.
Diberbagai bidang kehidupan seperti pendidikan, kesehatan gizi, keluarga berencana, ekonomi, ketenagakerjaan, politik, peran
serta masyarakat, lingkungan hidup, informasi dan komunikasi, pertahanan keamanan dan kelembagaan wanita masih tetap jauh ketinggalan dari laki-laki. Dibidang pendidikan dan pekerjaa produktif maupun profesinya, wanita juga masih menempati bidang-bidang yang dianggap cocok karena dia berjenis wanita seperti misalnya perawat, sekretaris dan pekerja sosial lainnya. Sedangkan di dalam program- program pembangunan wanita masih kurang mendapat kesempatan, kedudukan maupun sebagai partisipan aktif.
b. Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum
Hukum pidana sebagai hukum yang dibuat untuk mengatur ketertiban dalam masyarakat pada dasarnya memiliki dua bentuk perlindungan hukum yaitu perlindungan preventif dan perlindungan hukum represif. Adanya keterkaitan antara bentuk perlindungan hukum dengan kebijakan kriminal. Untuk menegakkan hukum pidana tidak dapat dilepaskan dari peran negara sebagai institusi yang kewenangannya dapat mengaktifkan penegakan hukum pidana dalam masyarakat.15
Bentuk perlindungan hukum yang paling nyata adalah institusi- institusi penegak hukum seperti pengadilan, kejaksaan, kepolisian, dan lembaga-lembaga penyelesaian sengketa diluar pengadilan
15Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy), Bahan Penataan Nasional Hukum Pidana dan Kriminologi, (Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1998), h. 73.
16
(nonlitigasi) lainnya dan salah satunya yang paling nyata dari pengertian hukum adalah adanya institusi-institusi penegak hukum”.16 c. Perlindungan hukum terhadap narapidana
Perlindungan hukum narapidana dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi narapidana (fundamental rights and freedoms of prisoners) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan narapidana.17
2. Tinjauan Umum tentang Pemidanaan
Teori Pemidanaan adalah proses atau penjatuhan pidana oleh hakim yang disebut pemidanaan. Dalam teori pemidanaan dikenal tiga aliran, yaitu : Aliran Absolut, aliran Relatif dan alliran Gabungan. Selain teori tersebut adapula teori hak, dalam kasus ini seorang Narapidana diberi hak karena manusia dari berbagai lapisan kehidupan yang harus mendapat perlakukan yang sama.18
Sistem pembinaan Narapidana yang dikenal dengan Lembaga Pemasyarakatan, mulai dikenal sejak tahun 1946 dalam Konferensi Dinas Kepenjaraan di Lembang tanggal 27 April 1946. Secara etimologi, pembinaan berarti pembaharuan, penyempurnaan, usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efesien dan efektif untuk memperoleh hasil
16Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 25-43.
17Barda NawawiArief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), h. 12.
18 I Dewa Gede Atmadjadan dan I Nyoman Putu Budiartha, Teori-Teori Hukum, (Malang:Setara Press, 2018), h. 175.
yang lebih baik. Sedangkan secara terminologi pembinaan ialah kegiatan untuk meningkatkan kualitas keimanan Tuhan yang Maha Esa, intelektual, sikap dan prilaku profesional serta kesehatan jasmani dan rohani Narapidana. Sedangkan dalam pengertian menurut Mitha Thoha, pembinaan adalah suatu tindakan, proses, hasil atau pernyataan yang lebih baik. Dalam hal ini menunjukkan adanya kemajuan, peningkatan, pertumbuhan, evolusi atas berbagai kemungkinan, berkembang atau peningkatan atas sesuatu.19
Teori pemidanaan menjelaskan mengenai bagaimana sanksi pidana dijatuhkan kepada si pelaku semata-mata karena sipelaku telah melakukan kejahatan. Pada dasarnya dalam teori ini bertujuan untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat, karena didalam pemidanaan tersebut bukan sebagai pembalasan untuk pelaku yang telah melakukan kejahatan, akan tetapi untuk mencegah agar orang tersebut tidak melakukan tindak pidana kejahatan lagi ataupun mengulangi kejahatan yang pernah dilakukan (Resedivis).
Namun dalam terori Pemidanaan ini terdapat juga kelemahan yang menonjol, antara lain:20
a. Dapat menimbulkan ketidakadilan, karena tidak membedakan kejahatan ringan dan berat yang kedua-duanya disamakan.
b. Keputusan masyarakat diabaikan, karena hanya fokus memperbaiki si pelaku.
c. Sulit dilaksanakan secara praktik karena bertujuan untuk mencegah dan menakut-nakuti tidak berlaku pada Narapidana Resedivis.
19Dwidja Priyatno, Ibid, h. 2.
20I Dewa Gede Atmadja dan I Nyoman Putu Budiartha, Ibid, h. 177.
18
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, mengamanatkan perbaikan secara mendasar dalam pelaksanaan fungsi pemasyarakatan yang meliputi pelayanan, pembinaan, pembimbingan, kemasyarakatan, perawatan, pengamanan, dan pengamatan dengan menjunjung tinggi penghormatan dan pelindungan.
Bukan bertujuan untuk melakukan pembalasan atas keadilan.
Dalam penjatuhan sanksi pidana dalam hal tujuan memperbaiki si pelaku, mencakup 3 sasaran, yaitu:
a. Perbaikan yuridis (menurut hukum atau secara hukum) agar si pelaku menaati Undang-Undang.
b. Perbaikin cara berfikir agar si pelaku insaf akan jeleknya kejahatan.
c. Perbaikan moral agar si pelaku dari sisi nilai kesusilaan menjadi manusia yang bermoral baik.
Ungkapan tindak pidana adalah diambil dari kata strafbaarfeit, didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan tidak penjelasan tertentu mengenai arti strafbaarfeit. Biasanya tindak pidana disama artikan dengan delik. Menurut Moeljatno : perbuatan pidana adalah perbuatan yang memenuhi rumusan dalam undang-undang yang bersifat melawan hukum.
Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dihukum, kecuali berdasarkan ketentuan pidana menurut undang-undang yang telah ada terlebih dahulu dari pada perbuatannya sendiri.
Ketentuan pidana seperti yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengandung tiga aspek asas yang sangat penting, yaitu:
a. Bahwa hukum pidana yang berlaku di negara kita merupakan suatu hukum yang tertulis;
b. Bahwa Undang-Undang Pidana yang berlaku di negara kita tidak dapat diberlakukan surut;
c. Bahwa penafsiran secara analogis itu tidak boleh dipergunakan dalam menafsirkan Undang-Undang Pidana.
Menurut Muladi dan Barda Nawawi Arief, sebagaimana dikutip dari buku Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, karya Priatno Dwidja bahwa pidana mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. Pidana itu hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan.
b. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang).
c. Pidana itu dikenakan kepada seseorang atau Badan Hukum (Korporasi) yang telah melakukan tindak pidana menurut undang- undang21.
Tugas dari hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan hukum yang digolongkan ke dalam perlindungan terhadap nyawa, badan, kehormatan, kebebasan, dan kekayaan. Wujud dari perlindungan tersebut adalah sanski pidana.
Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa, tujuan hukum pidana ialah untuk memenuhi rasa keadilan. Ada beberapa tujuan hukum pidana yaitu:
a. Untuk menakut-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan, baik secara menakut-nakuti orang banyak (general preventiv), maupun secara menakut-nakuti orang tertentu yang sudah
21DwidjaPriyatno, Op.cit, h. 26.
20
menjalankan kejahatan, agar dikemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi (special preventiv);
b. Untuk mendidik, atau memperbaiki orang-orang yang sudah menandakan suka melakukan kejahatan, agar menjadi orang yang baik tabiatnya, sehingga bermanfaat bagi masyarakat22.
Sistem pidana di Indonesia yang tercantum dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana khususnya pidana penjara, karena pelaksanaan pidana penjara dilakukan di lembaga pemsyarakatan. Didalam lembaga pemasyarakatan, mereka yang melakukan kejahatan akan dibina oleh lembaga pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat. Dalam pembinaan di lembaga pemasyarakatan, mereka diarahkan untuk mendapatkan pembinaan secara spiritual dan juga pembinaan keterampilan, agar selepas masa tahanan mereka di lembaga pemsyarakatan mereka bisa menjadi bagian dari masyarakat luas dan mereka bisa memnuhi kebutuhan mereka diarahkan untuk mendapatkan pembinaan secara spiritual dan juga pembinaan keterampilan, agar selepas masa tahanan mereka di lembaga pemasyarakatan mereka bisa diterima kembali di lingkungan mereka sebelumnya.
3. Tinjauan Umum tentang Narapidana a. Definisi Narapidana
Secara bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti dari
“narapidana adalah orang yang sedang menjalani hukuman karena
22 Wirjono Abidin, Pengertian dan Asas Hukum Pidana Dalam Bagan dan Catatan Singkat, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), h. 4.
telah melakukan suatu tindak pidana”.23 Narapidana adalah terpidana yang berada dalam masa menjalani pidana „hilang kemerdekaan‟ di lembaga pemasyarakatan (lapas). Sedangkan pengertian terpidana itu sendiri menurut Gusman Lesmana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 24 Narapidana adalah sebutan yang diberikan kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran hukum, yang dikenai sanksi pidana.25
Sedangkan tahanan adalah seorang tersangka atau terdakwa yang ditempatkan di dalam rumah tahanan (rutan) sesuai Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara.
Sebelum istilah narapidana digunakan, yang lazim dipakai adalah orang penjara atau orang hukuman. Dalam Pasal 4 ayat (1) Gestichtenreglement (Regelemen Penjara) Nomor 708 disebutkan bahwa orang terpenjara adalah :
1. Orang hukuman yang menjalani hukum penjara (Gevengenis Straff) atau suatu status/keadaan dimana orang yang bersangkutan berada dalam keadaan Gavange atau tertangkap;
2. Orang yang ditahan buat sementara;
23Kamus Besar Bahasa Indonesia.Narapidana.https://kbbi.web.id. Diakses pada 19 Oktober 2021: 14:00 WIB
24Kamus Besar Bahasa Indonesia.Narapidana.https://kbbi.web.id. Diakses pada 19 Oktober 2021: 14:00 WIB
25Gusman Lesmana, Bimbingan Konseling, (Jakarta: Kencana, 2021), h. 29.
22
3. Orang di sel;
4. Sekalian orang-orang yang tidak menjalani hukuman orang- orang hilang kemerdekaan (Vrijheidsstraaf) akan tetapi dimasukkan ke penjara dengan sah.
b. Kewajiban Narapidana
Seorang narapidana yang sedang menjalani suatu hukuman di Lembaga Pemasyarakatan karena telah melakukan suatu tindak pidana mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan, kewajiban dari narapidana saat berada di Lembaga Pemasyarakatan itu yakni :
(1) Mengikuti program pembinaan yang meliputi kegiatan perawatan jasmani dan rohani, serta kegiatan tertentu lainnya dengan tertib.
(2) Mengikuti bimbingan dan pendidikan agama sesuai dengan agama dan kepercayaanya.
(3) Mengikuti kegiatan latihan kerja yang dilaksanakan selama 7 jam dalam sehari.
(4) Mematuhi peraturan tata tertib lapas selama mengikuti program kegiatan.
(5) Memelihara sopan santun, bersikap hormat dan berlaku jujur dalam segala perilakunya, baik terhadap sesama penghuni dan lebih khusus terhadap seluruh petugas.
(6) Menjaga keamanan dan ketertiban dalam hubungan interaksi sesame penghuni.
(7) Melaporkan kepada petugas segala permasalahan yang timbul dalam penyelenggaraan pembinaan narapidana, lebih khusus terhadap masalah yang dapat memicu terjadinya gangguan kamtib.
(8) Menghindari segala bentuk permusuhan, pertikaian, perkelahian, pencurian dan pembentukan kelompok-kelompok solidaritas di antara penghuni di dalam lapas.
(9) Menjaga dan memelihara segala barang inventaris yang diterima dan seluruh sara dan prasarana dalam penyelenggaraan pembinaan narapidana.
(10) Menjaga kebersihan badan dan lingkungan dalam lapas.26
26Jurnal dari Erepo.Tinjauan Umum tentang Hak Narapidana. http://erepo.unud.ac.id.
Universitas Udayana. h. 13
c. Hak Narapidana
Selain mempunyai kewajiban di dalam Lembaga Pemasyarakatan, seorang narapidana juga mempunyai hak. Dalam kamus Bahasa Indonesia, hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu.27
Seperti halnya manusia pada umumnya, seorang narapidana tetap mempunyai hak yang sama meskipun sebagian dari hak-haknya sementara dirampas oleh negara. Pedoman PBB mengenai Standart Minimum Rules (Aturan Minimum Standar) untuk perlakukan narapidana yang sedang menjalani hukum di Lembaga Pemasyarakatn Perempuan Kelas II A Pekanbaru yang meliputi:28
(1) Buku registrasi;
(2) Pemisahan kategori narapidana;
(3) Fasilitas akomodasi yang harus memiliki ventilasi;
(4) Fasilitas sanitasi yang memadai;
(5) Mendapatkan air serta perlengkapan toilet;
(6) Pakaian dan tempat tidur yang layak;
(7) Makanan yang sehat;
(8) Hak untuk berolahraga diudara terbuka;
(9) Hak untuk mendapatkan pelayanan dokter umum dan dokter gigi;
(10) Hak untuk diperlakukan adil menurut peraturan dan membela dari apabila dianggap indisipliner;
(11) Tidak diperkenankan pengurungan sel pada sel gelap dan hukuman badan;
(12) Borgol dan jaket penjara tidak boleh dipergunakan narapidana;
(13) Berhak mengetahui peraturan yang berlaku serta saluran resmi untuk mendapatkan informasi dan menyampaikan keluhan;
27Kamus Besar Bahasa Indonesia.Hak. https://kbbi.web.id. Diakses pada 29 Agustus 2022.
28Panjaitan dan Simorangkir, 1995. LAPAS Dalam Prespektif Sistem Peradilan Pidana.
Jakarta. Pustaka Sinar Harapan. h. 74.
24
(14) Hak untuk berkomunikasi dengan dunia luar;
(15) Hak untuk mendapatkan bahan bacaan berupa buku-buku yang bersifat mendidik;
(16) Hak untuk mendapatkan pelayanan agama;
(17) Hak untuk mendapatkan jaminan penyimpangan barang-barang berharga;
(18) Pemberitahuan kematian, sakit, dari anggota keluarga.29 d. Narapidana Wanita
Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian:30
Wanita adalah seseorang perempuan dewasa, maksud perempuan dewasa adalah yang dikodratkan oleh Tuhan, berjenis kelamin biologis (seks) yang mempunyai ciri-ciri haid, menyusui, melahirkan serta memiliki rahim yang tidak dapat diubah, dipertukarkan, dan berlaku sepanjang masa.31
Narapidana wanita adalah terpidana wanita yang menjalani sanksi pidana sesuai kejahatan yang telah dibuat dan sesuai putusan pengadilan negeri. Wanita dalam hal ini, seorang yang juga sebagai ciptaan-Nya harus di lindungi dan diberikan haknya, karenanya banyak hal yang dialami wanita dan tidak dialami oleh laki-laki seperti halnya menstruasi, hamil dan menyusui.32
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan Pasal 9 ayat (4) yang berbunyi bahwa :
29Jurnal dari Erepo.Op.Cit, h. 13
30Kamus Besar Bahasa Indonesia, Wanita, URL https://kbbi.web.id. Diakses pada 19 Oktober 2021: 14:00 WIB
31Ibid,h. 321.
32Mirnawati D, “Hak-Hak Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Watampone Perspektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan”. Jurnal Al Dustur: vol 2, no 1, Juni 2019
“Narapidana berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang sesuai dengan kebutuhaan gizi”.33
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Pasal 20 Ayat 1 tentang Perlindungan Terhadap Wanita yang berbunyi:
“Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang sakit, hamil atau menyusui berhak mendapatkan makanan tambahan sesuai dengan petunjuk dokter”
4. Tinjauan Umum tentang Persamaan Hak
Perlakuan yang sama terhadap setiap orang di depan hukum (gelijkheid van ieder voor de wet). Bermakna perlindungan sama di depan hukum (equal justice under the law) dan mendapatkan keadilan yang sama di depan hukum. Persamaan kedudukan dihadapan hukum atau equality before the law, asas ini menjadi salah satu sendi doktrin Rule of Law yang menyebar pada negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Dalam Amandemen Undang-undang dasar 1945, teori equality before the law termasuk dalam Pasal 27 ayat (1) yang menyatakan bahwa:
“Setiap warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.34
Teori dan konsep equality before the law seperti yang dianut oleh Pasal 27 ayat (1) Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 tersebut menjadi dasar perlindungan bagi warga Negara agar diperlakukan sama dihadapan hukum dan pemerentihan. hal ini dimaksud, bahwa semua
33 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan, Pasal 9 ayat 4
34 Yasir Arafat, Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 dan perubahannya, (Permata Press), h.26.
26
orang diperlakukan sama di depan hukum equality before the law dalam arti sederhana bahwa semua orang sama di depan hukum.
Asas persamaan dihadapan hukum merupakan asas dimana terdapat suatu kesetaraan dalam hukum pada setiap individu tanpa ada suatu pengecualian. Asas persamaan dihadapan hukum itu bisa dijadikan sebagai standar untuk mengafirmasi kelompok-kelompok marjinal atau kelompok minoritas. Namun disisi lain, karena ketimpangan sumber daya (kekuasaan, modal dan informasi) asas tersebut sering didominasi oleh penguasa dan pemodal sebagai tameng untuk melindungi aset dan kekuasaannya.
Salah satu ciri penting dalam konsep negara hukum The Rule of Law adalah Equality before the Law atau persamaan dalam hukum selain dari supremasi hukum (Supremacy of Law) dan hak asasi manusia (Human Rights).35
Warga binaan dalam sistem pemasyarakatan memiliki hak untuk mendapatkan pembinaan rohani dan jasmani hak mereka untuk menjalankan ibadahnya, berhubungan dengan pihak luar baik keluarga maupun pihak lain, memperoleh informasi, baik melalui media cetak maupun elektronik, memperoleh pendidikan yang layak dan sebagainya.
Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan di LAPAS dilaksanakan secara intramural (di dalam LAPAS) dan secara ekstramural (di dalam LAPAS). Pembinaan secara ekstramural yang dilakukan di
35Romli Atmasasmita, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, (Bandung:
Mandar Maju, 1995), h. 157.
LAPAS disebut asimilasi, yaitu proses pembinaan Warga Binaan Pemsyarakatan yang telah memnuhi persyarakatan tertentu untuk hidup dan berada kembali di tengah-tengah masyarakat dengan bimbingan pengawasan Balai Pemasyarakatan.
Pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian meliputi hal-hal yang berkaitan dengan:
a. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Kesadaran berbangsa dan bernegara;
c. Intelektual;
d. Sikap dan perilaku;
e. Kesehatan jasmani dan rohani;
f. Kesadaran hukum;
g. Reintegrasi sehat dengan masyarakat;
h. Keterampilan kerja; dan i. Latihan kerja dan produksi.
Semua orang mempunyai kedudukan yang sama didepan hukum berarti sama dengan semua orang mempunyai kedudukan yang sama di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Semua orang adalah subjek hukum.
Tidak peduli kaya atau miskin, anak presiden atau anak pengemis, wanita atau pria, orang hamil atau pun tidak.36
5. Tinjaun Umum tentang Hak-hak Wanita Hamil
Hak adalah tuntutan seseorang terhadap sesuatu yang merupakan kebutuhan pribadinya sesuai dengan keadilan, moralitas, dan legalitas yang dimiliki. Kehamilan merupakan waktu transisi, yaitu suatu masa antara kehidupan sebelum memiliki anak yang sekarang berada dalam kandungan dan kehidupan nanti setelah anak tersebut lahir.
36Abdul Qadir Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, (Bogor: PT. Kharisma Ilmu, 2007), h. 138.
28
Menurut Poewodaminto wanita hamil adalah sebutan untuk orang yang telah mengandung, wanita yang telah bersuami, serta panggilan yang lazim pada wanita hamil.37 Wanita dalam pandangan Islam pada masa jahiliyah tidak berarti apa-apa, mereka hanya dijadikan sebagai bahan pemuas nafsu para lelaki, bahkan apabila mereka memiliki bayai perempuan dianggap aib sehingga jika lahir bayi perempuan ia akan dibunuh.
Hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi telah menjadi isu orang sangat penting untuk disikapi, karena selain menyangkut masalah hak asasi perempuan juga di sebabkan:
a. Hak dan kesehatan reproduksi adalah bagian hak dati hak asasi manusia yang diharuskan dihormati dan dilindungi oleh semua pihak, baik pemerintah maupun dunia usaha, dan masyarakat pada umumnya.
b. Hak dan kesehatan reproduksi memiliki peranan strategis dalam usaha pemberdayaan perempuan.
c. Hak dan kesehatan reproduksi mempunyai peranan sangat penting dalam pengembangan sumber daya manusia, terutama untuk generasi yang akan datang.
Pandangan yang luas berbicara mengenai kesehatan perempuan (bahkan termasuk laki-laki) sepanjang hidupnya, mulai dari seseorang semenjak dilahirkan sampai menjadi tua. Berarti bahwa pemeliharaan alat- alat reproduksi perempuan dimulai sejak masih bayi sampai perempuan mengalami pasca menopause.
37Suprayanto, Defenisi Ibu Hamil, Dr-Suprayanto blogspot.com, diakses 31 Agustus 2022.
Pemikiran mengenai hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi sebenarnya bukan hal baru. Hak-hak tersebut dilahirkan dari integrasi berbagai hak dasar manusia yang diakui secara internasional, dan secara khusus dari berbagi jaminan lain dari hak-hak sosial.
Hak reproduksi yang harus dilihat sebagai hak-hak baru, untuk menciptakan masa depan dengan kehidupan yang lebih berkualitas. Tetapi dalam tataran implementasi perlindungan untuk mendapat akses atau pelayanan terhadap kesehatan reproduksi tersebut belum secara baik dituntaskan dalam perundang-undangan khusus atau program khusus.
Kehamilan merupakan proses alamiah, bila tidak dikelola dengan baik akan memberikan kompilasi pada ibu dan janin dalam keadaan sehat dan aman. Kehamilan merupakan proses yang alamiah. Perubahan- perubahan yang terjadi pada wanita selama kehamilan normal adalah bersifat fisiologis (cabang-cabang biologi yang mempelajari berlangsungnya sistem kehidupan) bukan patalogis.
Kehamilan merupakan pengalaman yang sangat bermakna bagi perempuan, keluarga dan masyarakat. Perilaku ibu selama masa kehamilannya akan mempengaruhi kehamilannya, perilaku ibu dalam mencari penolong persalinan akan mempengaruhi kesehatan ibu dan janin yang dilahirkan. Bidan harus mempertahankan kesehatan ibu dan Janin serta mencegah komplikasi pada saat kehamilan dan persalinan sebagai satu kesatuan yang utuh.
30
Pengaturan mengenai pelaksanaan hak Narpidana wanita tertuang di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Dimana dalam Pasal 20 mengatur perlindungan terhadap Narapidana Wanita, yaitu:
a. Narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang sakit, hamil dan menyusui berhak mendapat makanan tambahan sesuai dengan petunjui dokter.
b. Makanan tambahan juga diberikan kepada narapidana yang melakukan pekerjaan jenis tertentu.
c. Anak dari narapidana wanita dibawa kedalam Lembaga Pemasyarakatan ataupun yang lahir di Lembaga Pemasyarakatan dapat diberi makanan tambahan atas petunjuk dokter, paling lama sampai berumur 2 tahun.
d. Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 telah mencapai umur 2 tahun, harus diserahkan kepada sanak keluarganya.
e. Untuk kepentingan kesehatan anak, kepala Lembaga Pemasyarakatan dapay menentukan makanan tambahan.38
Perlindungan khusus bagi narapidana wanita hamil juga dapat dilihat dalam Perlindungan Hak Asasi Manusia Narapidana Wanita. Dalam Insturment Hak Asasi Manusia Internasional. Yang ditetapkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 16 Desember 1996 disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental terutama untuk bebas dari kematian pada saat melahirkan, perkembangan kesehatan sejak kanak-kanakan berada dalam lingkungan yang sehat dan terbebas dari populasi industri,
38 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan
Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, Pasal 20
pengobatan dan bebas dari penyakit tersebut berlaku juga untuk narapidana perempuan tanpa terkecuali.39
Pelaksanaan hak-hak lain narapidana wanita dilaksanakan berdasarkan kebijakan-kebijakan masing-masing lembaga pemasyarakatan seperti :
a. Memberikan dispensasi untuk tidak mengikuti kegiatan olahraga;
b. Memberikan dispensasi untuk tidak mengikuti kegiatan kerja bakti;
c. Memberikan dispensasi terhadap kegiatan-kegiatan yang membahayakan kesehatan ibu maupun kandungannya.
Adapun dalam penjelasannya disebutkan yang dimaksud dengan kemudahan dan perlakukan khusus adalah pemberian fasilitas jasa, atau penyediaan fasilitas dan sarana demi kelancaran, keamanan, kesehatan, dan keselamatan. Ketentuan ini sangat jelas memberikan hak khusus bagi perempuan hamil untuk mendapatkan pelayanan jasa dari pemerintah berupa keamanan, kesehatan dan kesematannya.
Wanita hamil harus mendapat jaminan keamanan, memperoleh gizi yang cukup, serta perlakukan diskriminasi dan penghukuman.Wanita hamil yang menjalani masa penjara di Lembaga Pemasyarakatan kurang mendapat perhatian khusus karena selama menjalani masa hukumannya wanita hamil tidak mendapatkan perlakuan yang khusus dari Lembaga Pemasyarakatan. Wanita hamil diperlakukan sama dengan narapidana lainnya, padahal wanita membutuhkan khususan karena selain kebutuhsn
39Yeni Handayani, Perlindungan Hak Asasi Manusia Narapidana Wanita Dalam Instrumen Hak Asasi Manusia Internasional, 2019.
32
gizinya yang harus dipenuhi, kebutuhan gizi untuk janinnya juga harus terpenuhi.
Selama masa kehamilannya, narapidana wanita hamil harus dipenuhi hak-haknya secara baik dan layak. Pemenuhan haknya harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.40
Wanita hamil mendapat jaminan keamanan, memperoleh gizi yang cukup, serta perlakukan diskriminasi dan penghukuman. Wanita hamil yang menjalani masa penjara di Lembaga Pemasyarakatan kurang mendapat perhatian khusus karena selama menjalani masa hukumannya wanita hamil tidak mendapat perlakukan khusus dari Lembaga Pemasyarakatan.
Selama masa kehamilannya, narapidana wanita hamil harus dipenuhi hak-haknya secara baik dan layak. Pemenuhan haknya harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut penulis, sebaiknya ruang tahanannya dipisahkan dengan narapidana lain. Karena anak tersebut membutuhkan ruangan yang nyaman dan kondusif. Selain itu juga sebagai bentuk perlindungan kepada si anak, karena dikhawatirkan membawa dampak yang buruk bagi si anak.
Oleh karenanya, perlu adanya pengaturan yang secara bentuk peraturan perundang-undangan. Sehingga, narapidana wanita hamil dapat terayomi dengan baik hak reproduksinya, sehingga tidak berdampak buruk pada anak yang dikandungnya, termasuk kesehatan fisik wanita tersebut.
40Tirsa D.G. Ticoalu, “Perlindungan Hukum Pada Narapidana Wanita Hamil di Lembaga Pemasyarakatan”, Lex Crimen, II2 (April-Juni, 2018), h. 127.
6. Tinjauan Umum tentang Lembaga Pemasyarakatan a. Definisi Lembaga Pemasyarakatan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian lembaga pemasyarakatan adalah sebagai berikut.
1. Lembaga adalah organisasi atau badan yang melakukan suatu penyelidikan atau usaha.
2. Pemasyarakatan adalah nama yang mencakup semua kegiatan yang keseluruhan dibawah pimpinan dan pemilikan Departemen Hukum dan HAM, yang berkaitan dengan pertolongan bantuan atau tuntutan kepada hukuman/bekas tahanan, termasuk bekas terdakwa atau yang dalam tindak pidana diajukan kedepan pengadilan dan dinyatakan ikut terlibat, untuk kembali kemasyarakatan.
Lembaga Pemasyarakatan disingkat (lapas) adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Sebelum dikenal istilah Lapas tempat tersebut dengan istilah penjara. Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksanaan Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu departemen kehakiman).
Lembaga Pemasyarakatan atau yang disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan terhadap warga binaan dan Anak Didik Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan merupakan
34
tempat bagi orang yang dihukum untuk dibina dan dididik selama masa hukumannya.
Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, professional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.
Menurut Soedjono Dirdjosisworo pemasyarakatan berarti kebijakan dalam perlakukan terhadap warga binaan yang berisfat mengayomi masyarakat dari gangguan kejahatan sekaligus mengayomi para warga binaan yang tersesat jalan dan memberi bekal hidup untuk kembali ke dalam masyarakat.
Penghuni Lembaga Pemasyarakatan narapidana atau warga binaan pemasyarakatan juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim. Pegawai Negeri Sipil yang menangani pembinaan narapidana dan tahanan di Lembaga Pemsyarakatan disebut Petugas Pemsyarakatan, atau dahulu lebih dikenal dengan istilah sipir penjara.
Lembaga pemasyarakatan sebagai ujung tombak pelaksanaan dan pengayoman merupakan tempat untuk mencapai tujuan tersebut diatas mulai pendidikan, rehabilitas, reintregasi. Sejalan dengan tujuan dan peran tersebut, maka tepatlah apabila petugas pemasyarakatan yang melaksanakan pembinaan dan bimbingan serta pengamanan warga binaan pemasyarakatan dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2022 tentang Pemasyarakatan ditetapkan sebagai pejabat fungsional penegak hukum.
Dalam sistem pemasyarakatan Narapidana dipandang sebagai manusia yang memiliki fitrah kemanusiaan, i‟tikad dan potensi yang dapat digali dan dikembangkan dalam rangkan pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Prinsip-prinsip pembinaan dengan pendekatan tersebut tercermin dalam usaha-usaha pembinaan terhadap Narapidana berdasarkan sistem pemasyarakatan yang berupaya mewujudkan reintegrasi sosial, yang terdiri dari:
a. Pengayoman;
b. Persamaan perlakuan dan pelayanan;
c. Pendidikan;
d. Pembimbingan;
e. Penghormatan harkat dan martabat manusia;
f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan;
g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu.41
Sistem Lembaga Pemasyarakatan mengenal tahapan-tahapan sebagai pembinaan terhadap Narapidana. Proses pembinaan Narapidana dilakukan dengan melalui empat (4) tahapan, yaitu:
a. Tahap Pertama, yang dilaksanakan sampai dengan 1/3 masa pidananya;
b. Tahap lanjutan, yang dilaksanakan antara 1/3 sampai dengan ½ masa pidananya;
c. Tahap lanjutan, yang dilaksanakan antara ½ sampai dengan 2/3 masa pidananya;
d. Tahap akhir, yang dilaksanakan antara 2/3 masa pidananya sampai narapidana yang bersangkutan bebas.
41Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
36
Sistem pemasyarakatan memandang Narapidana bukan sebagai objek melainkan sebagai subjek pembinaan yang pada hakikatnya melakukan perbuatan hukum karena adanya kerusakan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan.
Peran Lembaga Pemasyarakatan memudahkan pengintegrasian dan penyesuaian diri dengan kehidupan masyarakat, tujuan agar mereka dapat merasakan bahwa sebagai pribadi dan Warga Binaan Indonesia yang mampu berbuat sesuatu untuk kepentingan bangsa dan Negara seperti pribadi dan Warga Negara Indonesia lainnya serta mereka mampu menciptakan opini dan citra masyarakat yang baik.
Dapat disimpulkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan adalah suatu badan hukum yang menjadi wadah untuk menampung kegiatan pembinaan bagi para narapidana, baik pembinaan secara fisik maupun pembinaan secara rohaniah agar dapat hidup normal kembali dan dapat diterima di tengah-tengan masyarakat.
b. Landasan Hukum Lembaga Pemasyarakatan
Peraturan Perundang-undangan yang digunakan sebagai landasan hukum untuk melakukan pembinaan narapidana adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, dari peraturan-peraturan tersebut lebih banyak mengatur mengenai perlindungan hukum narapidana secara keseluruhan secara umum, sedangkan ketentuan yang mengatur
perlindungan hukum terhadap narapidana perempuan secara khusus tersebut hanya beberapa pasal saja.
c. Tujuan Terbentuknya Lembaga Pemasyarakatan
Kedudukan, tugas dan fungsi Lembaga Pemasyarakatan adalah sebagai berikut:
1) Lembaga Pemasyarakatan untuk selanjutnya disebut, Lapas adalah unit pelaksanaan teknis dibidang Pemasyarakatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala kantor Wilayah Departemen Kehakiman.
2) Lembaga Pemasyarakatan mempunyai tugas melaksanakan Pemasyarakatan.
3) Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Lapas mempunyai fungsi sebagai berikut : melakukan pembinaan narapidana/anak didik, melakukan bimbingan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-05.OT.01.01 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.01-PR.07.03 Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan. Dalam pasal 4 tersebut, lembaga Pemasyarakatan diklarifikasikan dalam 4 (empat) kelas yaitu:
1) Lembaga Pemasyarakatan Kelas I
Eselonisasi Lapas Kelas I terdiri atas:
a. Kepala Lapas adalah Jabatan struktural eselon II B;
b. Kepalas Bagian dan Kepala Bidang adalah jabatan struktural eselon III B;
c. Kepalas Satuan Pengamanan adalah jabatan struktural eselin III B.