STUDI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN UNJUK KERJA KOMPOR BIOETANOL GEL DENGAN MEMBUAT
VARIASI TEMPAT PEMBAKARAN (BURNER) DAN DIAMETER LUBANG UDARA
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
OLEH
RIKI MADI PUTRA NIM. 130421008
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN EKSTENSI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Kata Pengantar
Alhamdullilahi Rabil alamin. Segala puji hanya bagi Allah SWT, Tuhan
semesta alam. Serta salawat dan salam kita hadiahkan kepada Rasulullah SAW,
beserta keluarga, sahabat, serta umat yang mengikuti risalah Beliau hingga akhir
zaman. Sehingga Skripsi ini dapat selesai sesuai dengan batas waktu yang telah
ditentukan.
Skripsi ini berjudul “STUDI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN UNJUK KERJA KOMPOR BIOETANOL GEL DENGAN MEMBUAT VARIASI TEMPAT PEMBAKARAN DAN DIAMETER LUBANG UDARA” yang merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana (S1) Ekstensi
Fakultas Teknik Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyusun Skripsi ini tidak sedikit penulis menemukan kesulitan
yang bersifat teknis, maupun non teknis. Namun, atas dorongan serta keinginan
yang besar , sehingga terselesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam perencanaan dan penulisan skripsi ini
penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril
maupun materil hingga akhirnya pada kesempatan ini penulis ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini :
1. Bapak Dr. Ir. M. Sabri, MT., selaku dosen pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktunya dalam membimbing penulisan skripsi
ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara, beserta segenap staf dan jajaranya.
3. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen
Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak dan Ibu dosen beserta staf Departemen Teknik Mesin, yang
sudah membantu melancarkan dan memberikan banyak ilmu, hingga
skripsi ini bisa selesai tepat waktu.
5. Kedua orang tua, yang senantiasa memberikan bantuan moril dan
6. Semua kakak-kakak, yang sudah memberikan bantuan moril dan
materi dalam penelitian Skripsi ini, hingga penelitian ini terlaksana.
7. H.drg. Lana Lubis, yang sudah membriakan tempat tinggal gratis
selama mengerjakan skripsi ini.
8. Irwan Efendi Siregar, Amd, sebagai teman yang sudah banyak
membantu mengasih saran dan bantuan lainya selama pengerjaan
skripsi ini.
9. Teman-teman Ekstensi angkatan 13 yang selalu membantu dalam
memberikan saran dan masukan untuk menyelesaikan Skripsi ini, yang
tidak bisa saya sebutkan satu-persatu.
10.Teman kos dan sahabat yang sudah banyak memebirikan motivasi dan
masukan yang sangat berarti, hingga skripsi ini bisa selesai dengan
baik.
Penulis juga menyadari bahwa dalam penelitian dan penulisan skripsi ini
banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu mohon kritik dan sarannya guna
menyempurnakan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam
menumbuhkan suasana ilmiah dan kreatifitas dalam pengembangan teknologi
tepat guna di lingkunghan Teknik Mesin USU khususnya dan di lingkungan
Universitas Sumatera Utara umumnya agar berguna bagi kemajuan bangsa dan
negara.
Medan, 26 Oktober 2015
Penulis,
ABSTRAK
Bioetanol gel merupakan bahan bakar energi terbarukan (renewable
energy) yang potensial karena sumbernya mudah diperbaharui dan lebih aman jika
dibandingkan dengan bioetanol cair. Selain itu bahan bakar bioetanol gel juga
lebih murah dari pada bahan bakar fosil seperti premium, gas dan minyak tanah.
Namun penggunaan bioetanol gel sebagai pengganti bahan bakar fosil masih sangat
minim. Hal ini disebabkan pabrik yang memproduksi bioetanol gel terbatas dan
masih sedikit yang tau cara memanfaat bioetanol gel agar dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, seperti halnya kompor bioetanol gel. Untuk itu, diperlukan
studi khusu mengenai pembuatan dan unjuk kerja kompor berbahan bakar
bioetanol gel. Penelitian ini bertujuan membuat prototype kompor bioetanol gel
dan mencari tau karakteristik dan perbandingan unjuk kerja kompor bahan bakar
bioetanol gel dengan cara membuat berbagai variasi tempat pembakaran (burner)
dan diameter lubang udara 5 mm, 4 mm, 3 mm, 2,5 mm, dan 2 mm. Variabel
kendali dalam penelitian ini adalah bioetanol gel produksi CV. Joy Fresh
Internasional dengan kadar etanol 90%, carbopol 1,05%, kadar air 7,33 % dengan
HHV 16.942,572 (kJ/ kg) dan LVH 16.717,369 (kJ/kg). Tempat pembakaran
(burner) terbuat dari kaleng minuman (soft drink) bekas. Data pada penelitian ini
akan diproses dengan menggunakan Metode Water Boilling Tester (WBT)
sehingga diperoleh hasil berupa pengaruh masing - masing variasi burner terhadap
bahan bakar bioetanol gel pada kompor. Dari penelitian diperoleh, kompor
dengan variasi kedua (V1) dengan diameter lubang udara 5 mm adalah kompor
yang paling efektif dan efisien dengan nilai efesiensi termal (hc) 67%,
karakteristi apinya biru dan stabil.
ABSTRACT
Bioethanol fuel gel is renewable energy (renewable energy) potential as the source is updated and more secure when compared with liquid bioethanol. Besides ethanol gel fuel is also cheaper than fossil fuels such as premium, gas and kerosene. However, the use of bioethanol gel as a substitute for fossil fuels are still very minimal. This is due to factory producing bioethanol gel is limited and little is know how to capitalize on bioethanol gel that can be used in everyday life, as well as bio-ethanol gel stoves. For that, a special study is needed regarding the manufacture and performance of bioethanol gel-fueled stove.This study aims to create a prototype stove bioethanol gel and seek to know the characteristics and comparative performance of bioethanol gel fuel stove by creating a wide variety of combustion (burner) and the air hole diameter 5 mm, 4 mm, 3 mm, 2.5 mm, and 2 mm. Control variables in this study is the production of bioethanol gel CV. Fresh Joy International with ethanol content of 70%, 1.05% Carbopol, 7.33% moisture content with HHV 16942.572 (kJ / kg) and LVH 16717.369 (kJ / kg). Incinerators (burner) made from canned drinks (soft drinks) ex. The data in this study will be processed using a method Boilling Water Tester (WBT) in order to obtain results in the form of influence each - each a variation on bioethanol fuel burner on the stove gel. From the study showed, a stove with a second variation (V2) with a diameter of 4 mm air holes are stoves most effective and efficient with thermal efficiency values (hc) 67% and, blue flame characteristics and stable.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
DAFTAR HADIR ASISTENSI ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR NOTASI ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Hipotesis ... 2
1.3 Tujuan ... 3
1.4 Rumusan Masalah ... 3
1.5 Batasan Masalah... 3
1.6 Mamfaat Penelitian ... 4
1.7 Sistematika Penulisan... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Desain Kompor ... 6
2.2 Bioetanol ... 7
2.3 Pembuatan Bioetanol ... 9
2.4 Mamfaat Bioetanol ... 15
2.5 Bioetanol Gel ... 16
2.6 Jenis-Jenis Kompor Bioetanol... 32
2.7 Proses Pembakaran... 35
2.8 Perpindahan Panas ... 36
2.8.1 Radiasi ... 36
2.8.1 Konduksi ... 37
2.8.3 Konveksi ... 38
2.8.4 Teori Pembakaran ... 39
2.8.5 Metode Water Boiling Test... 40
2.8.5.1Metode Star Dingin ... 40
2.8.5.2Metode Star Panas ... 41
2.8.5.3Metode Simmering ... 42
2.8.6Udara Sebagai Salah Satu Faktor Utama Pembakaran ... 45
BAB III METODE PENELITIAN ... 48
3.1 Diagram Alir Penelitian ... 48
3.2Waktu dan Tempat ... 49
3.2 Alat dan Bahan ... 49
3.2.1 Bahan... 49
3.3 Parameter-parameter Pengujian ... 51
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 56
3.5 Prosedur Pengujian Unjuk Kerja Kompor ... 56
3.6 Proses Pembuatan Prototype Kompor ... 56
3.6.1Proses Pembuatan Tempat Pembakaran (Burner)... 57
3.6.2Proses Pembuatan Kerangka Kompor ... 58
3.7Prosedur Pengujian Unjuk Kerja Kompor ... 60
3.8Variasi Tempat pembakaran (burner) yang Diuji ... 63
3.8.1Tempat pembakaran (burner) Variasi Pertama ... 63
3.8.2Tempat pembakaran (burner) Variasi Kedua ... 64
3.8.3Tempat pembakaran (burner) Variasi Ketiga ... 65
3.8.4Tempat pembakaran (burner) Variasi Keempat ... 66
3.8.5Tempat pembakaran (burner) Variasi Kelima ... 67
BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISA ... 68
4.1 Perhitungan Unjuk Kerja Kompor ... 68
4.1.1Bahan Bakar yang Dikonsumsi (fcm) ... 68
4.1.2 Perubahan dalam tempat pembakaran atau sisa pembakaran selama tahap uji (∆ cc) ... 70
4.1.3Bahan bakar setara yang dikonsumsi (fcd)... 71
4.1.4 Air yang menguap (w cv) ... 73
4.1.5 Air yang tersisa di akhir uji (wcr) ... 75
4.1.7 Efesiensi termal (hc) ... 78
4.1.8 Laju pembakaran (
rcb
) ... 804.1.9 Konsumsi bahan bakar spesifik (SCc) ... 82
4.1.10 Konsumsi spesifik Temp-dikoreksi (SC T h) ... 84
4.1.11Daya api (Firepower) (FPc)... 86
4.2 Analisa Pembakaran ... 88
4.3 Rangkuman Hasil Unjuk Kerja Kompor ... 91
BAB V KESIMPULAN... 93
5.1 Kesimpulan ... 93
5.2 Saran ... 93
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Reaksi produksi bioetanol ... 10
Gambar 2.2 Reaksi pengubahan piruvat menjadi alkohol. ... 12
Gambar 2.3 (a) Proses pembuatan bioetanol dari bahan berpati, (b) Diagram alir proses pembuatan bioetanol dari ubi kayu ... 14
Gambar 2.4 Rangkaian alat uji Bioetanol Gel ... 20
Gambar 2.5 Diagram Pareto untuk Analisa Flash Point ... 23
Gambar 2.6 Grafik optimasi 3D % carbopol vs % air untuk nilai flash point ... 23
Gambar 2.7 Grafik kontur permukaan untuk nilai flash point... 24
Gambar 2.8 Diagram Pareto untuk Analisa Nilai Kalor ... 26
Gambar 2.9 Grafik optimasi 3D % carbopol vs % air untuk nilai kalor ... 27
Gambar 2.10 Grafik kontur permukaan untuk nilai kalor ... 27
Gambar 2.11 Diagram Pareto untuk Analisa Viskositas ... 29
Gambar2.12 Grafik optimasi 3D % carbopol vs % air untuk viskositas ... 30
Gambar 2.13 Grafik kontur permukaan untuk viskositas ... 30
Gambar 2.14 Kompor Etanol Bertekanan ... 32
Gambar 2.15 Kompor Minyak Tumbuhan ... 32
Gambar 2.16 Kompor Cleancook ... 33
Gambar 2.17 Lentera Etanol ... 33
Gambar 2.18 (a) Kompor Batubara, (b) Kompor Superblue... 34
Gambar 2.19 (a) pembakaran sempurna, (b) pembakaran yang baik, (c)
pembakaran tidak sempurna ... 36
Gambar 2.20 Perpindahan Panas Radiasi(a) pada permukaan, (b) antara permukaan dan lingkungan ... 37
Gambar 2.21 Perpindahan Panas Konduksi dan Difusi Akibat Aktivitas Molekul ... 38
Gambar 2.22 Perpindahan Panas Konveksi(a) konveksi paksa, (b) konveksi alamiah, (c) pendidihan, (d) kondensasi ... 39
Gambar 2.23Reaksi Kimia Pembakaran ... 46
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ... 47
Gambar 3.2 Alat dan Bahan Eksperimen ... 48
Gambar 3.3 Timbangan Digital... 49
Gambar 3.4 Gelas Ukur dan Tabung Ukur ... 49
Gambar 3.5 Pemantik Api (korek api) ... 50
Gambar 3.6 Variasi Burner ... 57
Gambar 3.7 Kerangka Kompor dan Burner ... 58
Gambar 3.8 Alat dan Bahan Eksperimen ... 59
Gambar 3.9 Instalisasi Kompor Bioetanol Gel ... 60
Gambar 3.10 Diagram Alir Pengujian Unjuk Kerja Kompor ... 61
Gambar 3.11 Tempat pembakaran (burner) variasi pertama ... 62
Gambar 3.12 Tempat pembakaran (burner) variasi kedua ... 63
Gambar 3.13 Tempat pembakaran (burner) variasi ketiga ... 64
Gambar 3.15 Tempat pembakaran (burner) variasi kelima ... 66
Gambar 4.1 Grafik bahan bakar yang dikonsumsi (fcm ) ... 68
Gambar 4.2 Grafik perubahan dalam tempat pembakaran (burner) ... 70
Gambar 4.3 Grafik bahan bakar setara yang dikonsumsi (fcd) ... 71
Gambar 4.4 Grafik air yang menguap (wcv) ... 73
Gambar 4.5 Grafik air yang tersisa di akhir uji (wcr) ... 75
Gambar 4.6 Grafik durasi fase (∆ tc) ... 76
Gambar 4.7 Grafik efesiensi termal (hc) ... 78
Gambar 4.8 Grafik laju pembakaran (rcb) ... 80
Gambar 4.9 Grafik konsumsi bahan bakar spesifik (SCc) ... 82
Gambar 4.10 Grafik Konsumsi spesifik temp-dikoreksi (SC T h) ... 84
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati
ataukarbohidrat dan tetes menjadi bioetanol... 10
Tabel 2.2 Sifat-sifat bahan bakar dari bioetanol, gasholine dan butyl eter... 16
Tabel 2.3 Hasil Analisa Nilai Flash Poin ... 21
Tabel 2.4 Perbandingan Hasil Analisa dengan Hasil Prediksi untuk Flash Point 22 Tabel 2.5 Hasil Analisa Nilai Kalor ... 25
Tabel 2.6 Perbandingan Hasil Analisa dengan Hasil Prediksi untuk Nilai Kalor 25 Tabel 2.7 Hasil Analisa Viskositas ... 28
Tabel 2.8 Perbandingan Hasil Analisa dengan Hasil Prediksi untuk Viskositas 29 Tabel 3.1 Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Pertama ... 62
Tabel 3.2 Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Kedua ... 63
Tabel 3.3 Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Ketiga ... 64
Tabel 3.4 Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Keempat ... 65
Tabel 3.5 Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Kelima ... 66
Tabel 4.1 Data perhitungan bahan bakar yang dikonsumsi (fcm) ... 68
Tabel 4.2 Data perhitungan perubahan dalam tempat pembakaran (burner) atau sisa pembakaran selama tahap pengujian (∆ cc) ... 69
Tabel 4.3 Data perhitungan bahan bakar setara yang dikonsumsi (fcd) ... 71
Tabel 4.4 Data perhitungan air yang menguap (wcv) ... 73
Tabel 4.5 Data perhitungan air yang tersisa di akhir uji (wcr) ... 74
Tabel 4.7 Data perhitungan Efesiensi termal (hc) ... 78
Tabel 4.8 Data perhitungan Laju pembakaran (
rcb
) ... 80Tabel 4.9 Data perhitungan Konsumsi bahan bakar spesifik (SCc) ... 81
Tabel 4.10 Data perhitungan konsumsi spesifik temperature dikoreksi (SC T h) 84
DAFTAR NOTASI
f ci Berat bahan bakar sebelum diuji (gram)
P ci Berat bejana/panci dengan air sebelum tes (gram)
T ci Suhu air sebelum tes (ºC)
t ci Waktu di awal tes (min)
f cf Berat bahan bakar setelah uji (gram)
c c Berat sisa bahan bakar setelah uji (gram)
P cf Berat bejana/panci dengan air setelah uji (gram)
T cf Suhu air setelah uji (ºC)
t cf Waktu di akhir tes (min)
f cm Bahan bakar yang dikonsumsi (gram)
∆ c c Perubahan dalam char selama tahap uji (gram)
f cd Bahan bakar setara dikonsumsi (gram)
w cv Air menguap (gram)
w cr Air yang tersisa di akhir uji (gram)
∆ t c Durasi fase (min)
h c Efisiensi termal
r cb Laju pembakaran (gram / min)
SC c Konsumsi bahan bakar spesifik ((gram) bahan bakar / (gram) air)
SC T h Konsumsi spesifik Temp-dikoreksi (bahan bakar gram / gram air)
ABSTRAK
Bioetanol gel merupakan bahan bakar energi terbarukan (renewable
energy) yang potensial karena sumbernya mudah diperbaharui dan lebih aman jika
dibandingkan dengan bioetanol cair. Selain itu bahan bakar bioetanol gel juga
lebih murah dari pada bahan bakar fosil seperti premium, gas dan minyak tanah.
Namun penggunaan bioetanol gel sebagai pengganti bahan bakar fosil masih sangat
minim. Hal ini disebabkan pabrik yang memproduksi bioetanol gel terbatas dan
masih sedikit yang tau cara memanfaat bioetanol gel agar dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, seperti halnya kompor bioetanol gel. Untuk itu, diperlukan
studi khusu mengenai pembuatan dan unjuk kerja kompor berbahan bakar
bioetanol gel. Penelitian ini bertujuan membuat prototype kompor bioetanol gel
dan mencari tau karakteristik dan perbandingan unjuk kerja kompor bahan bakar
bioetanol gel dengan cara membuat berbagai variasi tempat pembakaran (burner)
dan diameter lubang udara 5 mm, 4 mm, 3 mm, 2,5 mm, dan 2 mm. Variabel
kendali dalam penelitian ini adalah bioetanol gel produksi CV. Joy Fresh
Internasional dengan kadar etanol 90%, carbopol 1,05%, kadar air 7,33 % dengan
HHV 16.942,572 (kJ/ kg) dan LVH 16.717,369 (kJ/kg). Tempat pembakaran
(burner) terbuat dari kaleng minuman (soft drink) bekas. Data pada penelitian ini
akan diproses dengan menggunakan Metode Water Boilling Tester (WBT)
sehingga diperoleh hasil berupa pengaruh masing - masing variasi burner terhadap
bahan bakar bioetanol gel pada kompor. Dari penelitian diperoleh, kompor
dengan variasi kedua (V1) dengan diameter lubang udara 5 mm adalah kompor
yang paling efektif dan efisien dengan nilai efesiensi termal (hc) 67%,
karakteristi apinya biru dan stabil.
ABSTRACT
Bioethanol fuel gel is renewable energy (renewable energy) potential as the source is updated and more secure when compared with liquid bioethanol. Besides ethanol gel fuel is also cheaper than fossil fuels such as premium, gas and kerosene. However, the use of bioethanol gel as a substitute for fossil fuels are still very minimal. This is due to factory producing bioethanol gel is limited and little is know how to capitalize on bioethanol gel that can be used in everyday life, as well as bio-ethanol gel stoves. For that, a special study is needed regarding the manufacture and performance of bioethanol gel-fueled stove.This study aims to create a prototype stove bioethanol gel and seek to know the characteristics and comparative performance of bioethanol gel fuel stove by creating a wide variety of combustion (burner) and the air hole diameter 5 mm, 4 mm, 3 mm, 2.5 mm, and 2 mm. Control variables in this study is the production of bioethanol gel CV. Fresh Joy International with ethanol content of 70%, 1.05% Carbopol, 7.33% moisture content with HHV 16942.572 (kJ / kg) and LVH 16717.369 (kJ / kg). Incinerators (burner) made from canned drinks (soft drinks) ex. The data in this study will be processed using a method Boilling Water Tester (WBT) in order to obtain results in the form of influence each - each a variation on bioethanol fuel burner on the stove gel. From the study showed, a stove with a second variation (V2) with a diameter of 4 mm air holes are stoves most effective and efficient with thermal efficiency values (hc) 67% and, blue flame characteristics and stable.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Tak bisa dipungkiri, sumber energi fosil kini semakin langka dan mahal.
Meningkatnya populasi penduduk mengakibatkan terbatasnya sumber energi fosil
(Non-renewable Energy). Hal ini didukung oleh pernyataan Badan Energi Dunia
(International Energy Agency-IEA), yang menyatakan bahwa hingga tahun 2030
permintaan energi dunia meningkat sebesar 45% atau rata-rata mengalami
peningkatan sebesar 1,6% per tahun. Sebagaian besar atau sekitar 80% kebutuhan
energi dunia tersebut dipasok dari bahan bakar fosil. Hal ini tentu saja menjadi
suatu permasalahan besar yang harus segera dicarikan solusinya.
Kebutuhan energi dari sektor rumah tangga sendiri menyumbang sekitar
13,08 persen. Kebutuhan energi rumah tangga biasanya digunakan untuk
memasak dan kebutuhan elektronik. Memasak merupakan kegiatan rutin yang
dilakukan sehari-hari.
Penelitian-penelitian terhadap energi terbarukan (renewable energy) sudah
banyak dilakukan, salah satunya adalah penelitian kompor bioetanol. Energi
terbarukan tersebut kini sedikit demi sedikit menjadi alternatif bagi masyarakat
dalam menunjang aktifitas sehari-hari terutama dalam memasak.
Bioetanol sendiri adalah etanol hasil proses fermentasi biomassa dengan
bantuan mikroorganisme. Bahan baku pembuatan bioetanol adalah bahan bergula,
berpati dan berserat. Sehingga pengembangan bioetanol sangat cocok
dikembangkan di Indonesia, mengingat Indonesia adalah negara agraris yang kaya
akan hasil pertanian sebagai sumber bahan baku bioetanol. Disamping itu,
bioetanol merupakan solusi alternatif yang menjanjikan karena ramah lingkungan.
Peran Pemerintah dalam upaya pengembangan bioetanol juga ditunjukkan dengan
adanya instruksi presiden (Inpres) No I Tahun 2006 yang mengatur tugas berbagai
kementerian dan pemerintah daerah di dalam mendorong pemanfaatan bahan
Namun, penerapan bioetanol cair sebagai bahan bakar rumah tangga masih
perlu diwaspadai, mengingat bioetanol cair memiliki sifat yang mudah menguap
karena memiliki titik uap dan titik nyala api di suhu yang rendah yaitu 14 °C. Uap
bioetanol tersebut berpotensi menimbulkan bahaya kebakaran apabila terpapar
panas. Pengalaman di Brazil sebagai negara dengan penggunaan bioetanol
terbesar di dunia, menunjukkan bahwa bioetanol dalam bentuk cair merupakan
penyebab utama kebakaran di negara tersebut. Oleh karena itu, bioetanol cair
harus dimodifikasi menjadi bentuk gel yang diharapkan lebih aman dalam proses
pengangkutan maupun dalam penggunaannya, selain itu bioetanol gel juga tidak
berbau menyengat seperti bioetanol cair.
Penggunaan bioetanol cair sebagai bahan bakar kompor untuk memasak
sudah banyak dikembangkan di Indonesia, tapi belum untuk bioetanol gel masih
sangat minim. Penggunaan bioetanol gel sendiri, tidak langsung dapat digunakan
karena sifatnya yang tidak mudah menguap seperti halnya beoetanol cair sehingga
membutuhkan treatment khusus agar bioetanol gel dapat digunakan sebagai bahan
bakar kompor untuk keperluan memasak. Treatment-treatment yang dilakukan
dapat berupa modifikasi lubang udara, lubang api, model tempat pembakaran
(burner) mekanisme pemasukan bahan bakar, bentuk api, bentuk atau kapasitas
kompor dan lain sebagainya.
Berangkat dari pemikiran tersebut, muncul lah ide untuk melakukan
penelitian bagaimana cara membuat sebuah kompor berbahan bakar bioetanol gel
yang dapat digunakan sebagai alat memasak dalam kehidupan sehari-hari, aman,
efektif,efisien dan terjangkau. Untuk itu, diperlukan penelitian komprehensif
dengan melakukan studi eksperimental perbandingan unjuk kerja kompor
bioetanol gel dengan membuat variasi tempat pembakaran (burner) dan diameter
lubang udara.
1.2 Hipotesis
a. Bioetanol gel lebih aman dari pada bioetanol cair.
b. Bahan bakal fosil semakin langka dan mahal.
c. Bioetanol lebih murah dibandingkan bahan bakar fosil.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Membuat prototype kompor bioetanol gel.
b. Mengetahui karakteristik bahan bakar dan api bioetanol gel.
c. Optimasi panas api bahan bakar bioetanol gel.
d. Memperoleh perbandingan unjuk kerja kompor bioetanol gel
dengan variasi tempat pembakaran (burner) dan diameter lubang
udarayang berbeda-beda.
e. Mengetahui perbandingan efiseiensi kompor bioetanol gel dengan
kompor-kompor bioetanol cair yang sudah pernah ada.
1.4 Rumusan Masalah
Sehubungan dengan penelitian mengenai penggunaan bioetanol gel
sebagai bahan bakar kompor, maka permasalahan yang akan dicari solusinya
adalah seberapa besar kemungkinan bioetanol gel untuk jadi bahan bakar kompor
dalam kehidupan sehari-hari dengan melakukan studi perbandingan unjuk kerja
kompor bioetanol gel dengan variasi tempat pembakaran (burner) dan variasi
diameter lubang udara.
Beberapa hal yang jadi permasalahan adalah:
a. Apakah bioetanol gel dapat digunakan sebagai bahan bakar kompor?
b. Bagaiman cara dan metode dalam pengujian unjuk kerja kompor bioetanol
gel yang dapat dilakukan?
c. Apakah api yang dihasilkan bioetanol gel memungkinkan untuk digunakan
sebagai bahan bakar kompor rumah tangga?
d. Apakah kaleng bekas dapat digunakan sebagai kompor?
e. Kaleng bekas yang seperti apa yang dapat digunakan untuk sebagai tempat
pembakaran (burner) kompor bioetanolnya?
1.5 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai proses cara pembuatan,
Water Boiling Test (WBT). Supaya penelitian yang dilaksanakan tidak keluar dari
alur dari tujuan yang hendak dicapai, maka perlu ditentukan batasan-batasan
masalah yang akan diteliti. Adapun batasan-batasan permasalahan tersebut antara
lain:
1. Kondisi suhu dan kelembaban ruangan dianggap tetap dan pengaruh
angin diabaikan.
2. Struktur dan reaksi kimia pembakaran dari bahan bakar tidak termasuk
dalam pembahasan.
3. Tidak membahas mengenai pembuatan bahan bakar secara detail.
4. Bahan material yang digunakan untuk variasi tempat pembakaran
(burner) adalah kaleng minuman bekas.
5. Asumsi yang digunakan dalam pengambilan data adalah sebagai
berikut:
a. Sistem dalam kondisi steady state.
b. Kondisi ruangan konstan pada P = 1 atm; T = 29ºC.
c. Nyala api optimum ditandai dengan pendekatan bentuk dan
warna biru api.
d. Api dalam keadaan stabil menyala tegak ke atas.
e. Bejana yang digunakan tetap
f. Ketinggian beban tetap.
g. Volume air tetap.
h. Nilai kalor bahan bakar tetap.
i. Panas specifik air (Cpw), panas specifik bejana (Cpbjn) dan
panas laten air yang menguap (H) dianggap konstan.
1.6 Manfaat Penelitian
Ada pun manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada aplikasi
bahan bakar nabati terutama pada penggunaan kompor bioetanol gel,
karena lebih aman dari pada gas, murah dan ramah linkungan.
b. Memberikan dampak positif yang signifikan dalam hal berkurangnya
c. Memberikan informasi ilmiah bahwa limbah kaleng minuman bekas juga
bisa dimamfaatkan sebagai kompor yang ramah lingkungan dan memiliki
nilai jual.
d. Mengoptimalkan energi yang dihasilkan oleh nyala api bioetanol gel.
e. Memamfaatkan bioetanol gel sebagai pengganti bahan bakar fosil di dalam
kehidupan sehari-hari.
f. Memamfaatkan limbah kaleng bekas agar lebih berguna, sebagai bukti
nyata kepedulian terhadap pewujudan teknologi yang ramah lingkungan.
g. Memberdayakan para petani pangan, dari pembuatan bioetanol gel agar
hidupnya bisa lebih sejahtera.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini disusun sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan
Berisi latar belakang, permasalahan, batasan masalah, tujuan
penelitian, hipotesis, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Berisi teori - teori yang melandasi penelitian ini, seperti teori
desain, teori tentang bioetanol cair, teori pembuatan bioetanol gel,
teori efisiensi kompor, dan teori pebakaran.
BAB III: Metode Penelitian.
Berisi tentang peralatan eksperimen, perencanaan eksperimen,
prosedur penelitian.
BAB IV: Perhitungan dan Analisa
Berisi analisa data hasil eksperimen yang telah dilakukan untuk
memperoleh suatu kesimpulan.
BAB V: Kesimpulan Dan Saran
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari analisa performansi
penggunaan kompor bioetanol gel dan saran - saran agar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Disain Kompor
Kompor bioetanol gel didesain sesuai keutuhan masarakat urban, yaitu
praktis, moderen, murah dan ramah lingkungan. Banyak software yang dapat
digunakan dalam mendisain seperti, solidwork, autocad, autodeks inventor, catia,
ansys dan banyak lagi.
2.1.1 Solidwork
Sebagai software CAD, Solidworks dipercaya sebagai perangkat lunak
untuk membantu proses desain suatu benda atau bangunan dengan mudah, di
Indonesia sendiri terdapat banyak perusahaan manufaktur yang
mengimplementasikan perangkat lunak solidworks. Keunggulan solidworks dari
software CAD lain adalah mampu menyediakan sketsa 2D yang dapat diupgrade
menjadi bentuk 3D. Selain itu pemakaiannya pun mudah karena memang
dirancang khusus untuk mendesai benda sederhana maupun yang rumit. Inilah
yang membuat solidworks menjadi populer dibandingkan dengan software CAD
lainnya.
Solidworks banyak digunakan untuk merancang roda gigi, mesin mobil,
casing ponsel dan lain-lain. Fitur yang tersedia dalam solidworks lebih
easy-to-use dibanding dengan aplikasi CAD lainnya. Solidworks cocok untuk mahasiswa
yang sedang menempuh pendidikan di jurusan tehnik sipil, tehnik industri dan
tehnik mesin, karena proses penggunaan solidworks lebih cepat dibanding
vendor-vendor software CAD lain yang lebih dulu ada. Solidworks juga dapat melakukan
simulasi pada desain yang dibuat dengan solidworks.
Analisi kekuatan desain juga dapat dilakukan secara sederhana dengan
solidworks, dan yang paling penting, solidworks dapat membuat disain animasi
2.2. Bioetanol
Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa yang
dilanjutkan dengan proses destilasi. Etanol merupakan kependekan dari etil
alkohol (C2H5OH), sering pula disebut grain alcohol atau alkohol. Wujud dari
etanol berupa cairan yang tidak berwarna, mudah menguap dan mempunyai bau
yang khas. Sifat lainnya adalah larut dalam air dan eter, berat jenisnya adalah
sebesar 0,7939 g/mL, dan titik didihnya 78,320ºC pada tekanan 766 mmHg, serta
mempunyai panas pembakaran 7093.72 kkal. Etanol digunakan dalam beragam
industri seperti sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk
minuman keras seperti sake, bahan baku farmasi dan kosmetik, dan campuran
bahan bakar kendaraan, peningkat oktan, dan bensin alkohol.
Pemakaian etanol sebagai sumber energi dalam industri dan kendaraan
akan sangat mengurangi pembuangan gas CO2 yang mengakibatkan pemanasan
global. Cepat atau lambat sumber minyak (fuel source) akan habis karena
depositnya terbatas. Minyak bumi merupakan sumber energi yang tidak dapat
diperbaharui. Keterbatasan itu mendorong negara industri melirik etanol (biofuel)
sebagai sumber energi altenatif. Selain terus-menerus dapat diproduksi oleh
mikroorganisme, etanol juga ramah lingkungan.
Beberapa keunggulan dari penggunaan etanol sebagai bahan bakar yaitu[1] :
1. Diproduksi dari tanaman yang dapat diperbarui (renewable).
2. Mengandung kadar oksigen sekitar 35% sehingga dapat terbakar lebih
sempurna.
3. Penggunaan bioetanol gel dapat menurunkan emisi gas rumah kaca. Salah
satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan bakar
fosil. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca
seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih
banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri
merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan
menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu
kesetimbangan konsentrasi uap air. Gas-gas ini menyerap dan
akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut
terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi
terus meningkat. Akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di
atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya. Untuk mengurangi emisi
rumah kaca yaitu dengan mangganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar
nabati yaitu bioetanol gel.
4. Pembakaran tidak menghasilkan partikel timbal dan benzena yang bersifat
karsinogenik (penyebab kanker). Timbal ditambahkan sebagai bahan aditif
pada bensin dalam bentuk timbal organik (tetraetil-Pb atau tetrametil-Pb).
Pada pembakaran bensin, timbal organik ini berubah bentuk menjadi
timbal anorganik. Timbal yang dikeluarkan sebagai gas buang kendaraan
bermotor merupakan partikel-partikel yang berukuran sekitar 0,01 µm.
Partikel-partikel timbal ini akan bergabung satu sama lain membentuk
ukuran yang lebih besar, dan keluar sebagai gas buang atau mengendap
pada kenalpot. Pengaruh Pb pada kesehatan yang terutama adalah pada
sintesa haemoglobin dan sistem pada syaraf pusat maupun syaraf tepi.
Pengaruh pada sistem pembentukkan Hb darah yang dapat menyebabkan
anemia, ditemukan pada kadar Pb-darah kelompok dewasa 60-80µg/100
ml dan kelompok anak > 40 µg/100 ml. Pada kadar Pb-darah kelompok
dewasa sekitar 40 µg/100 ml diamati telah ada gangguan terhadap sintesa
Hb, seperti meningkatnya ekskresi asam aminolevulinat. Oleh karena itu
bioetanol merupakan cara terbaik untuk mencegah hal tersebut.
5. Mengurangi emisi fine-particulates yang membahayakan kesehatan
manusia. Pembakaran didalam mesin menghasilkan berbagai bahan
pencemar dalam bentuk gas dan partikulat yang umumnya berukuran lebih
kecil dari 2 µm. Beberapa dari bahan-bahan pencemar ini merupakan
senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik dan mutagenik, seperti etilen,
formaldehid, benzena, metil nitrit dan hidrokarbon poliaromatik (PAH).
Mesin solar akan menghasilkan partikulat dan senyawa-senyawa yang
dapat terikat dalam partikulat seperti PAH, 10 kali lebih besar
dibandingkan dengan mesin bensin yang mengandung timbel. Untuk
pyrene dan metil nitrit, kadar di dalam emisi mesin bensin akan sama
besarnya dengan mesin solar. Emisi kendaraan bermotor yang mengandung
senyawa karsinogenik diperkirakan dapat menimbulkan tumor pada organ
lain selain paru. Untuk itu Bahan Bakar Nabati (BBN) merupakan cara
untuk mengurangi emisi fine-particulates.
6. Mudah larut dalam air dan tidak mencemari air permukaan dan air tanah.
Proses destilasi dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95%, untuk
digunakan sebagai bahan bakar perlu lebih dimurnikan lagi hingga
mencapai 99,5% yang sering disebut Fuel Grade Ethanol (FGE).
Mengingat pemanfaatan etanol yang beraneka ragam, maka kadar etanol
yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya. Etanol
yang mempunyai kadar 90-96,5% dapat digunakan pada industri,
sedangkan etanol yang mempunyai kadar 96-99,5% dapat digunakan
sebagai campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Etanol
yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan yang
harus betul-betul kering dan anhydrous supaya tidak korosif, sehingga
etanol harus mempunyai kadar sebesar 99,5-100%. Perbedaan besarnya
kadar akan berpengaruh terhadap proses pengolahan karbohidrat menjadi
glukosa larut air [4].
2.3. Pembuatan Bioetanol
Bioetanol adalah alkohol yang diperoleh dari fermentasi komponen gula
pada biomasa. Hingga saat ini etanol utamanya dibuat dari gula dan tepung biji
bijian. Dengan kemajuan teknologi, etanol dapat dibuat dari selulosa biomasa,
seperti pohon dan rumput. Selain biokonversi, etanol juga dapat dibuat dari
sumber lain, yaitu dengan cara sintesa. Secara umum proses produksi bioetanol
diuraikan di bawah ini. Pembuatan bioetanol yang menggunakan bahan baku
tanaman yang mengandung pati, dilakukan dengan cara mengubah pati menjadi
gula (glukosa) larut air. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau
Tabel 2.1 Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau
karbohidrat dan tetes menjadi bioetanol [1].
Bahan Baku Kandungan
Gula dalam
Bahan Baku
Jumlah Hasil
Konversi
Bioetanol (liter)
Perbandingan
Bahan Baku
dan Bioetanol Jenis Konsumsi
( kg )
Ubi kayu 1000 250-300 166.6 6.5:1
Ubi Jalar 1000 150-200 125 8:1
Jagung 1000 600-700 200 5:1
Sagu 1000 120-160 90 12:1
Talas 1000 500 250 4:1
Pengubahan pati menjadi gula dapat dilakukan dengan dua metode yaitu
hidrolisa asam dan hidrolisa enzim. Namun, pada saat ini metode yang lebih
banyak digunakan adalah dengan hidrolisa enzim. Pada proses pengubahan pati
menjadi gula larut air yang menggunakan metode hidrolisa enzim dilakukan
dengan penambahan air dan enzim, selanjutnya dilakukan proses fermentasi gula
menjadi etanol dengan menambahkan ragi. Reaksi yang terjadi pada proses
produksi bioetanol secara sederhana ditunjukkan pada reaksi 1 dan 2 pada gambar
2.1 dibawah ini [1]:
(C6H10O5)n + H2O N C6H12O6 (1)
(pati) enzim (glukosa)
(C6H12O6)n 2 C2H5OH + 2 CO2 (2)
(glukosa) ragi (etanol)
Gambar 2.1 Reaksi Produksi Bioetanol [1].
Secara sederhana teknologi proses produksi bioetanol yang menggunakan
bahan baku ubi kayu dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu gelatinasi, sakharifikasi,
dan fermentasi. Pada proses gelatinasi ubi kayu dihancurkan kemudian
dihasilkan diperkirakan mencapai 27-30 %. Kemudian pati yang telah diperoleh
dari bubur ubi kayu tersebut dipanaskan selama 2 jam sehingga berbentuk gel.
Pada umumnya, proses gelatinasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
1. Bubur pati dipanaskan sampai 130ºC selama 30 menit, kemudian didinginkan
sampai mencapai temperatur 95ºC yang diperkirakan memerlukan waktu
sekitar 15 menit. Kemudian selama sekitar 75 menit, kondisi temperatur 95ºC
tersebut dipertahankan, sehingga total waktu yang dibutuhkan mencapai 2 jam.
2. Pati langsung ditambah enzim termamyl, kemudian dipanaskan sampai
mencapai temperatur 130ºC selama 2 jam.
Gelatinasi cara pertama, yaitu cara pemanasan bertahap mempunyai
keuntungan, yaitu pada suhu 95ºC aktifitas termamyl merupakan yang paling
tinggi, sehingga mengakibatkan ragi cepat aktif. Pemanasan dengan suhu 130ºC
pada cara pertama tersebut dimaksudkan untuk memecah granula pati, sehingga
lebih mudah terjadi kontak dengan air dan enzim serta dapat berfungsi untuk
sterilisasi bahan, sehingga bahan tersebut tidak mudah terkontaminasi. Gelatinasi
cara kedua, yaitu cara pemanasan langsung (gelatinasi dengan enzim termamyl)
pada temperature 130ºC menghasilkan hasil yang kurang baik, karena
mengurangi dapat mengurangi aktifitas dari ragi. Hal tersebut disebabkan
gelatinasi dengan enzim pada suhu 130ºC akan terbentuk tri-phenyl-furane yang
mempunyai sifat racun terhadap ragi. Gelatinasi pada suhu tinggi tersebut juga
akan berpengaruh terhadap penurunan aktifitas termamyl, karena aktifitas
termamyl akan semakin menurun setelah melewati suhu 95ºC. Selain itu,
tingginya temperature tersebut juga akan mengakibatkan half life dari termamyl
semakin pendek, sebagai contoh pada temperature 93ºC, half life dari termamyl
adalah 1500 menit, sedangkan pada temperature 107ºC, half life termamyl
tersebut adalah 40 menit. Hasil gelatinasi dari ke dua cara tersebut didinginkan
sampai mencapai temperatur 55ºC, kemudian ditambah SAN untuk proses
sakharifikasi dan selanjutnya difermentasikan dengan menggunakan ragi. Ragi
yang sering digunakan dalam fermentasi alkohol adalah Saccharomycescerevisiae,
tinggi (12-18%), tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan
fermentasi pada suhu 4-32ºC [1].
Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi
bioetanol. Mekanisme reaksi pada proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar
2.2. Pada saat keadaan aerob asam piruvat diubah menjadi asetil-koenzimA.
Tetapi karena ragi Saccharomyzes ceraviseze dalam keadaan anaerob, asam
piruvat diubah menjadi etanol dengan bantuan piruvat dekarboksilase dan alkohol
dehidrogenase melalui proses fermentasi alkohol [1].
Gambar 2.2 Reaksi pengubahan piruvat menjadi alcohol [1].
Bioetanol yang dihasilkan dari proses fermentasi biasanya masih
mengandung gas-gas antara lain CO2 dan aldehyde. Gas CO2 pada hasil
fermentasi tersebut biasanya mencapai 35%, sehingga untuk memperoleh
bioetanol yang berkualitas baik, maka bioetanol tersebut harus dibersihkan dari
gas tersebut. Proses pembersihan CO2 dilakukan dengan menyaring bioetanol
yang terikat oleh CO2, sehingga dapat diperoleh bioetanol yang bersih dari gas
CO2. Pada umumnya bioetanol atau alkohol yang dihasilkan dari proses fermntasi
yang mempunyai kemurnian sekitar 30% - 40%, sehingga harus dimurnikan lagi.
Agar mendapatkan kadar bioetanol lebih dari 95% dan dapat dipergunakan
sebagai bahan bakar, alkohol hasil fermentasi yang mempunyai kemurnian sekitar
30 - 40% tersebut harus melewati proses destilasi untuk memisahkan alkohol
Destilasi merupakan pemisahan larutan berdasarkan titik didihnya. Titik
didih etanol murni adalah 78ºC sedangkan air adalah 100ºC. Dengan memanaskan
larutan pada suhu rentang 78 - 100ºC akan mengakibatkan sebagian besar etanol
menguap.
Destilasi fraksinasi merupakan pemisahan atau pengambilan uap dari
setiap tingkat yang berbeda dalam kolom destilasi. Produk yang lebih berat
diperoleh di bagian bawah, sedangkan yang lebih ringan akan keluar dari bagian
atas kolom. Dari hasil destilasi ini, kadar bioetanolnya berkisar antara 95-96%.
Namun, pada kondisi tersebut campuran membentuk azeotrope, yang artinya
campuran alkohol dan air sukar untuk dipisahkan.Untuk memperoleh bioetanol
dengan kemurnian lebih tinggi dari 99,5% atau yang umum disebut Fuel Grade
Ethanol, masalah yang timbul adalah sulitnya memisahkan hidrogen yang terikat
dalam struktur kimia alcohol dengan cara destilasi biasa, oleh karena itu untuk
mendapatkan Fuel Grade Etanol dilaksanakan pemurnian lebih lanjut dengan cara
azeotropic destilasi.
Untuk menghasilkan anhydrous alcohol, kondisi azeotrope harus
dipecahkan dengan bahan pelarut lain. Bahan pelarut yang biasa digunakan
adalah benzene atau n-hexane. Cara lain yang umum dipakai adalah desiccants
process dan molecular sieves. Pada proses desiccant, untuk mendapatkan
anhydrous alcohol digunakan bahan kimia yang sifatnya stabil yang bereaksi
hanya dengan air, dan tidak bereaksi dengan alkohol. Contohnya adalah kalsium
oksida. Reaksi antara CaO dengan air mengeluarkan panas, sehingga perlu
rancangan khusus pada kolomnya. Selain itu berbagai macam pati juga dapat
dipakai sebagai dessicant. Molecular sieves adalah kristal aluminosilikat,
merupakan bahan penyaring yang tidak mengalami hidrasi maupun dehidrasi
pada struktur kristalnya. Molekul penyaring ini secara selektif menyerap air,
karena lubang kristalnya mempunyai ukuran lebih kecil dibanding ukuran
molekul alkohol, dan lebih besar dibandingkan molekul air. Alkohol yang
berbentuk cair maupun uap dilewatkan kolom yang berisi bahan penyaring, air
akan tertahan dalam bahan tersebut dan akan diperoleh alkohol murni. Biasanya
sedangkan pada kolom pertama setelah proses dialirkan udara atau gas panas
untuk menguapkan air.
Pada industri pembuatan etanol, juga akan diperoleh hasil lain, baik yang
dapat dimanfaatkan langsung maupun harus diproses lebih lanjut. Hasil samping
tersebut antara lain stillage, karbondioksida, dan minyak fusel.Stillage adalah sisa
destilasi yang tertinggal dalam kolom bagian bawah dan masih bercampur dengan
air. Stillage tersebut masih banyak mengandung bahan-bahan organik yang tidak
terfermentasikan. Stillage dari proses destilasi jumlahnya cukup besar, yaitu
10-13 kali jumlah alkohol yang dihasilkan. Mengingat bahan yang terkandung di
dalamnya, maka stillage dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, makanan ternak dan
biogas. Sedangkan gas karbondioksida yang dihasilkan selama proses fermentasi
biasanya diserap dan dimurnikan kemudian ditekan menjadi bentuk cair. Minyak
fosil yang pada prinsipnya merupakan campuran amyl, butyl, isobutyl,
n-propyl dan iso-n-propyl alkohol juga asam-asam, ester maupul aldehid, dapat
digunakan sebagai bahan baku kimia, bahan pelarut dan bahan bakar. Agar lebih
jelas, proses pembuatan bioetanol dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini [1].
(a) (b)
Gambar 2.3 (a) Proses pembuatan bioetanol dari bahan berpati, (b) Diagram alir
2.4. Mamfaat Bioetanol
2.4.1 Bioetanol sebagai bahan bakar kendaraan bermotor.
Pada dasarnya etanol dapat diperoleh melalui dua cara. Pertama, etanol
yang diperoleh melalui proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme.
Kedua, etanol diperoleh dari hasil sintesa etilen. Bioetanol dapat digunakan untuk
berbagai keperluan. Bioetanol banyak digunakan dalam industri minuman,
kosmetik dan industri farmasi seperti deterjen, desinfektan dan lain-lain. Alkohol
dari produk petroleum atau dikenal sebagai alkohol sintetis banyak dipakai untuk
bahan baku pada industri acetaldehyde, derivat acetyl dan lain-lain. Selain
bioetanol dikenal pula gasohol, yang merupakan campuran bioetanol dengan
premium yang digunakan sebagai bahan bakar. Brazil, Amerika Serikat,
Argentina, Australia, Kuba, Jepang, Selandia Baru, Afrika Selatan, Swiss dan
lain-lain telah mengunakan bahan bakar alternatif ini untuk digunakan pada
kendaraan bermotor.
Campuran bioetanol dan premium dapat divariasikan kadarnya. Misalnya
Gasohol BE-10, yang mengandung 10% bioetanol, sisanya premium.
Kualitasetanol yang digunakan tergolong fuel grade etanol yang kadar etanolnya
99%. Etanol yang mengandung 35% oksigen dapat meningkatkan efisiensi
pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Rendahnya biaya produksi
bioetanol karena sumber bahan bakunya merupakan limbah pertanian yang tidak
bernilai ekonomis dan berasal dari hasil pertanian budidaya yang dapat diambil
dengan mudah. Dilihat dari proses produksinya juga relatif sederhana dan murah.
Keuntungan lain dari bioetanol adalah nilai oktannya lebih tinggi dari
premium sehingga dapat menggantikan fungsi bahan aditif, seperti Metil
Tertiary Butyl Ether (MTBE) dan Tetra Ethyl Lead. Kedua zat aditif tersebut
telah dipilih menggantikan timbal pada premium. Etanol absolut memiliki angka
oktan (ON) 117, sedangkan Premium hanya 87-88. Gasohol BE-10 secara
proporsional memiliki ON 92 atau setara Pertamax. Pada komposisi ini
bioetanol dikenal sebagai octan enhancer (aditif) yang paling ramah lingkungan
dan di negara-negara maju telah menggeser penggunaan Tetra Ethyl Lead (TEL)
maupun Methyl Tertiary Buthyl Ether (MTBE). Hal tersebut terlihat pada tabel
Tabel 2.2 Sifat-sifat bahan bakar dari bioetanol, gasholine dan butyl eter [1]
Bioetanol ETBE MTBE Gasoline
Heating value [MJ/kg] 26.8 36.4 35.0 42
Heating value [MJ/I] 21.3 26.9 25.9 32
Octane number (RON) 106 115.118 113.120 92.96
Density at 15ºC [kg/I] 0.79 0.74 0.74 0.76
Visicosity at 20ºC [mm 2/
�]
1.5 1.5 0.7 0.6
Oxygen content [%] 35 16 18 0.2
Fuel Equivalent to Gasoline 0.66 0.83 0.80 1.0
2.4.2 Bioetanol untuk Kompor
Sumber energi fosil di Indonesia khususnya minyak bumi semakin langka.
Penggunaan terbesar adalah pada sektor rumah tangga dan komersial, diikuti oleh
sektor industri, transportasi, dan bahan baku. Hal ini mendorong pemerintah
untuk mulai menggunakan energi baru dan terbarukan (EBT) untuk mencegah
habisnya minyak bumi. Salah satu energi alternatif yang bisa dimanfaatkan
adalah bioetanol.
Sejak 4 tahun yang lalu pertama kali diperkenalkan hingga sekarang,
bioetanol telah mengalami peningkatan dalam penjualannya. Akan tetapi
bioetanol tersebut sebagian besar hanya dikonsumsi untuk skala industri.
Sedangkan untuk transportasi dan target sektor rumah tangga yaitu penggunaan
kompor bioetanol, masih mengalami kendala, terutama kelemahan pada desain
kompornya.
Terkait dengan masalah kompor bioethanol, pemerintah telah
mengupayakan rencana pengurangan penggunaan minyak tanah untuk keperluan
rumah tangga dengan mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun
2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati sebagai bahan
bakar lain.
Menindak lanjuti Inpres tersebut, masyarakat telah mengupayakan
bioetanol sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah. Penggunaan bioetanol
bioetanol memang belum sepopuler kompor minyak tanah maupun kompor LPG,
akan tetapi sampai saat ini banyak pihak yang optimis akan kelangsungan hidup
produk tersebut di masa yang akan datang, baik itu untuk perseorangan maupun
instansi.
Salah satu keunggulan kompor bioethanol tersebut adalah bahwa kompor
ini lebih aman daripada menggunakan kompor gas LPG, karena kompor ini tidak
memerlukan tekanan, etanol cukup digantungkan di tempat yang lebih tinggi dari
posisi kompor atau dengan low-pressure. Untuk mematikan kompor ini cukup
dengan dikecilkan regulatornya dan ditiup pada saat api sudah mengecil, bahkan
disiram air pun api sudah mati persis penanganan terhadap kompor minyak tanah.
Dari aspek harga juga sangat kompetitif, dasar aturannya adalah Kepmen
ESDM No. 3784 Tahun 2014 tanggal 2 Oktober 2014 tentang HIP BBN yang
menetapkan formulasinya yaitu Argus FOB Thailand +14%. Atas dasar formulasi
itu harga jual bioetanol adalah USD 550/KL atau Rp 7000 per liter. Jika
ditambahkan biaya handling, distribusi dan marketing Rp 3000 per liter, maka
harga komersialnya Rp 10.000 perliter atau Rp 120,000 untuk 12 liter dan untuk
harga subsidinya Rp 5000 per liter atau Rp 15.000 untuk kemasan melon 3 liter.
Padahal kalori panasnya labih tinggi ketimbang LPG, karena itu mampu
memasak lebih cepat.
Seandainya kompor bioetanol ini digunakan secara masif di republik ini
maka akan menimbulkan efek berganda yang akan berimbas langsung kepada
kesejahteraan petani. Seandainya singkong digunakan sebagai bahan baku
pembuatan bioetanol, maka akan bergulir kegiatan perekonomian dari petani
sampai pengguna energi akhir yaitu para ibu rumah tangga pemakai kompor
bioetanol. Dan jika bahan baku etanol tersebut terbuat dari tetes tebu (molasses),
maka putaran dana triliunan rupiah itu akan mampu memberdayakan puluhan
pabrik gula dan petani tebu yang kini kondisinya rata-rata hidup segan mati tak
mau.
Kelemahan utama beberapa kompor bioetanol produksi lokal seperti:
kompor Bionas dari Yogyakarta, kompor Kuwatsu, serta kompor Repindo antara
lain kurang efisien, kurang nyaman dan kurang user-friendly bagi penggunanya.
masyarakat hingga saat ini. Karena itu, perlu dikembangkan kompor bioetanol
yang lebih berkualitas dan dapat memenuhi kebutuhan penggunanya. Dan itu
sangat memungkinkan karena cara kerjanya yang amat sederhana [1].
2.5. Bioetanol Gel
Bahan Bakar Minyak (BBM) sudah menjadi bagian dari kebutuhan
masyarakat. BBM menjadi kebutuhan yang sangat penting dan paling dicari oleh
masyarakat. Terutama minyak tanah, hampir semua lapisan masyarakat
menggunakan minyak tanah. Namun karena deposit minyak bumi Indonesia
hanya tinggal 20 tahun maka harus dicari bahan bakar alternatif lain yang dapat
menggantikan minyak tanah.
Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif yang bejanaensial karena
sumbernya mudah diperbaharui. Namun ada beberapa kendala yang harus
dihadapi agar bioetanol dapat digunakan oleh masyarakat secara luas yaitu:
1. Bioetanol hanya diproduksi di daerah tertentu, tidak setiap daerah terdapat
produsen bioetanol.
2. Bioetanol yang berbentuk cair beresiko tumpah saat didistribusikan ke
daerah lain. Hal ini disebabkan biasanya bioetanol didistribusikan dalam
drum-drum yang kurang aman dalam pengangkutannya (jika dibandingkan
pengangkutan minyak tanah oleh Pertamina yang dimasukkan dalam
tangki).
3. Selain itu, bioetanol yang berwujud cair lebih beresiko mudah tumpah dan
mudah meledak karena sifatnya yang volatil. Oleh karena itu bioetanol
cair diubah menjadi bioetanol gel yang lebih aman dalam proses
pengangkutan dan penggunaannya.
Bioetanol gel memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bakar
alternatif lainnya yaitu selama pembakaran gel tidak berasap, tidak berjelaga,
tidak mengemisi gas berbahaya, non karsinogenik, non korosif. Bentuknya yang
gel memudahkan dalam pengemasan dan dalam pendistribusian. Bioetanol gel
Untuk membuat bioetanol gel dibutuhkan pengental berupa tepung, seperti
kalsium asetat, atau pengental lainnya seperti xanthan gum, carbopol EZ-3
polymer, dan berbagai material turunan selulosa.
Untuk pengental jenis polimer carboxy vinyl seperti carbopol dibutuhkan
air untuk membentuk struktur gel yang diinginkan. Penambahan pengental dan air
saat pembuatan bioetanol gel sangat mungkin mempengaruhi sifat fisik bioetanol
gel yang dihasilkan. Sifat fisik yang mungkin terpengaruh antara lain flash point,
nilai kalor dan viskositas.
Selain dipergunakan untuk campuran bahan bakar bensin premium,
bioetanol dapat juga dipergunakan untuk bahan bakar rumah tangga
menggantikan minyak tanah.
Pembuatan bioetanol gel dapat dilakukan sebagai berikut: (1) aduk
sebanyak 1-5% kalsium asetat yang berbentuk tepung dengan air sebanyak 20%
dari jumlah bioetanol; (2) tambahkan 1 liter bioetanol berkadar 70-90% lalu
diaduk; (3) tambahkan 5% natrium hidroksida sebagai penyeimbang pH agar
tingkat kemasaman mencapai 5-6, kemudian daya aduk diperbesar minimal
dengan kecepatan 2.500 rpm; (4) dalam waktu 5 menit bioetanol gel sudah
terbentuk.
Dengan bioetanol berbentuk gel, bagi ibu rumah tangga pekerjaan mengisi
bahan bakar kompor menjadi lebih praktis. Di samping itu, bentuk kompor untuk
bioetanol gel sangat sederhana, bentuknya mirip kompor konvensional karena
pada kompor yang tidak bersumbu ini terdapat tempat meletakkan bioetanol gel.
Ketika bioetanol gel dikompor habis, api akan padam; penambahan bioetanol gel
harus dilakukan saat api telah padam, peletakan maupun penambahan gel dapat
dilakukan dengan menggunakan sendok. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
pemakaian bioetanol gel lebih hemat daripada minyak tanah, daya bakar 200 gram
bioetanol gel setara dengan daya bakar 1 liter minyak tanah.
Afrika Selatan merupakan negara pertama yang telah menerapkan
pemakaian bioetanol gel secara meluas di masyarakatnya. Sejak tahun 2007
bioetanol gel sudah akrab dipakai sebagai bahan bakar rumah tangga di sana, oleh
berbagai ragam bahan baku bioetanol, sudah saatnya untuk mulai
mengembangkan bioetanol gel.
Dengan bentuk bioetanol gel dapat dibuat bentuk kompor yang sederhana,
diharapkan bioetanol dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif rumah
tangga oleh masyarakat luas, menggantikan minyak tanah dan gas LPG yang
keberadaannya semakin langka dan mahal[1].
Indra Triaswati dan Lani Nurhayanti, Jurusan Teknik Kimia Fakultas
Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang, 2009, melakukan sebuah penelitian
mengenai bioetanol gel. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
bioetanol dengan kadar 70 %, air, trietanolamine (TEA), carbopol. Peralatan
penelitian yang digunakan antara lain statif, klem, beaker glass ukuran 2 liter,
pengaduk, motor pengaduk, regulator, gelas ukur 10 ml, gelas ukur 500 ml dan
timbangan[2]. Adapun rangkaian alat dapat dilihat pada gambar 2.4
Gambar 2.4 Rangkaian alat uji Bioetanol Gel [2]
Variabel kendali dalam penelitian ini adalah bioetanol 90% massa dari
campuran bioetanol gel (400 g bioetanol = 500 ml bioetanol ) dan waktu
pengadukan 1 jam Variabel yang dipilih sebagai variabel berubah adalah %
carbopol (% massa dari campuran bioetanol gel) (level bawah=0,85%, level
tengah=1,05% dan level atas=1,25%), dan % air (% massa dari campuran
bioetanol gel) (level bawah=7,5%, level tengah=7,9%, dan level atas=8,3%).
Percobaan dirancang dengan metode Central Composite Design menggunakan
Prosedur kerja proses dimulai dengan mengaduk bioetanol dan air sambil
menambahkan carbopol dengan perlahan-lahan. Lalu menambahkan
trietanolamine setelah carbopol larut dengan jumlah yang sama dengan carbopol.
Pengadukan dilanjutkan selama 1 jam dan bioetanol gel terbentuk. Kemudian
menganalisa flash point, nilai kalor, dan viskositasnya.
Pengaruh Persentase Air dan Carbopol terhadap Flash Point sangat
berpengaruh. Bioetanol gel yang dihasilkan dianalisa nilai flash point-nya. Hasil
analisa dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.3 Hasil Analisa Nilai Flash Poin [2].
Run Carbopol (%massa) Air (%massa) Flash Point (ºC)
1 0.85 7.5 17.9
2 0.85 8.3 18.6
3 1.25 7.5 18.3
4 1.25 8.3 19.8
5 0.76 7.9 18.7
6 1.33 7.9 19.7
7 1.05 7.33 19.7
8 1.05 8.46 18.8
9 1.05 1.97 20.7
10 1.05 9 21.4
Aplikasi Metode Respon Permukaan menghasilkan persamaan model
matematis yang merupakan hubungan empiris nilai flash point dengan variabel
percobaan yang diberi kode X1 dan X2 ,dengan X1 adalah persentase carbopol
dan X2 adalah persentase air. Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan model
Y = 21,050+0,37678 X1-1,06875 X12+0,11590 X2-1,04375 X22+0,200 X1X2 (2.1)
Hasil prediksi dengan persamaan model matematis dibandingkan dengan
[image:46.595.108.515.210.447.2]hasil analisa tersaji dalam tabel 2.4
Tabel 2.4 Perbandingan Hasil Analisa dengan Hasil Prediksi untuk Flash Poin [2].
Run �� (%) �� (%) Yo (ºC) Yp(ºC)
1 0.85 7.5 17.9 18.6
2 0.85 8.3 18.6 18.5
3 1.25 7.5 18.3 18.9
4 1.25 8.3 19.8 19.6
5 0.76 7.9 18.7 18.4
6 1.33 7.9 19.7 19.4
7 1.05 7.33 19.7 18.8
8 1.05 8.46 18.8 19.1
9 1.05 1.97 20.7 21.1
10 1.05 9 21.4 21.1
Keterangan :
X1 = Persentase carbopol ( %)
X2 = Persentase air ( %)
Yo = Nilai flash point hasil analisa (℃)
Yp = Nilai flash point hasil prediksi (℃)
Data tersebut kemudian diolah dengan metode central composit design
dari program Statistica 6 untuk mengetahui pengaruh dari variabel - variabel yang
Gambar 2.5 Diagram Pareto untuk Analisa Flash Point[2]
Dari gambar 2.5 (Pareto Chart) variabel yang berpengaruh adalah
carbopol(Q), air(Q). Kedua variabel tersebut dicari kondisi operasi optimumnya
[image:47.595.152.477.425.661.2]dengan menggunakan grafik optimasi 3 dimensi dan grafik kontur permukaan.
Grafik optimasi 3 dimensi dan grafik kontur permukaan dari ketiga variabel tersebut
bisa dilihat di gambar 2.6 dan 2.7.
Gambar 2.7 Grafik kontur permukaan untuk nilai flash point [2].
Grafik optimasi dan kontur permukaan di atas menunjukkan pengaruh
persentase carbopol dan air terhadap nilai flash point .Terlihat bahwa nilai flash
point optimum (21ºC) tercapai pada persentase carbopol 1,09 % dan persentase air
7,9 %. Carbopol merupakan polimer yang bersifat hidrofilik yang dapat menyerap
dan menahan air dalam jaringan polimernya. Carbopol akan mengembang dalam
air 1000 kali lebih besar dari volume semula dan 10 kali dari diameter semula
untuk membentuk struktur gel.
Struktur gel akan menurunkan volatilitas bioetanol sehingga nilai flash
point-nya akan naik. Air merupakan materi yang tidak bisa terbakar sehingga
keberadaannya dalam bioetanol akan menaikkan nilai flash point bioetanol. Dari
hasil ini dapat disimpulkan bahwa persentase carbopol dan persentase air
mempengaruhi flash point. Bioetanol gel yang dihasilkan dianalisa nilai kalor-nya.
Tabel 2.5 Hasil Analisa Nilai Kalor [2].
Run Carbopol (%massa) Air (%massa) Nilai Kalor (cal/g)
1 0.85 7.5 3889,815
2 0.85 8.3 4015.245
3 1.25 7.5 4060.58
4 1.25 8.3 3989.7
5 0.76 7.9 3998.025
6 1.33 7.9 3948.605
7 1.05 7.33 4049.415
8 1.05 8.46 3970.655
9 1.05 1.97 3966.7210
10 1.05 9 4041.99
Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan model matematis sebagai berikut :
Y = 41.100+17.754 X1+1631,25 X12 + 818,93 X2 -1.49375 X22-1.900 X1X2 (2.2)
[image:49.595.106.516.490.729.2]Hasil prediksi dengan persamaan model matematis dibandingkan dengan hasil analisa tersaji dalam tabel 2.6
Tabel 2.6 Perbandingan Hasil Analisa dengan Hasil Prediksi untuk Nilai Kalor [2]
Run �� (%) �� (%) Yo (cal/g) Yo (cal/g)
1 0.85 7.5 3889,815 3938.971
2 0.85 8.3 4015.245 4022.981
3 1.25 7.5 4060.58 4055.252
4 1.25 8.3 3989.7 3942.889
5 0.76 7.9 3998.025 3858.328
6 1.33 7.9 3948.605 3983.962
7 1.05 7.33 4049.415 4018.917
8 1.05 8.46 3970.655 3998.823
9 1.05 1.97 3966.7210 4004.355
Keterangan :
X1 = Persentase carbopol ( %)
X2 = Persentase air ( %)
Yo = Nilai kalor hasil analisa (cal/g)
Yp = Nilai kalor hasil prediksi (cal/g)
Data tersebut kemudian diolah dengan metode central composit design
dari program Statistica 6 untuk mengetahui pengaruh dari variabel - variabel yang
digunakan. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 2.8
Gambar 2.8 Diagram Pareto untuk Analisa Nilai Kalor[2]
Dari gambar 2.8 (Pareto Chart) variabel yang berpengaruh adalah (1)
carbopol(L), (2)air(L), carbopol (Q), air(Q), dan 1L by 2L. Dari gambar 5 (grafik
pareto) terlihat bahwa tidak ada variabel yang paling berpengaruh terhadap nilai
kalor atau kedua variabel sama- sama memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap nilai kalor. Oleh karena itu kedua variabel tersebut harus dicari
kecenderungannya dan kondisi operasi optimumnya dengan menggunakan grafik
optimasi 3 dimensi dan grafik kontur permukaan. Grafik optimasi 3 dimensi dan
grafik kontur permukaan dari ketiga variabel tersebut bisa dilihat digambar 2.9
Gambar 2.9 Grafik optimasi 3D % carbopol vs % air untuk nilai kalor
Gambar 2.9Grafik optimasi 3D % carbopol vs % air untuk nilai kalor[2]
Gambar 2.10 Grafik kontur permukaan untuk nilai kalor[2]
Grafik optimasi dan kontur permukaan di atas menunjukkan pengaruh
persentase carbopol dan air terhadap nilai kalor .Terlihat bahwa nilai kalor
optimum (4000 cal/g) tercapai pada persentase carbopol 1,09 % dan persentase air
7,9 %. Kandungan air pada bioetanol gel berpengaruh pada laju pembakarannya
Carbopol juga mempengaruhi nilai kalor. Hal ini disebabkan karena
carbopol sebagai gelling agent merupakan gabungan molekul-molekul dan lilitan-
lilitan dari polimer molekul yang akan berikatan melalui ikatan silang membentuk
struktur jaringan tiga dimensi dengan molekul pelarut terperangkap dalam
jaringan ini. Dengan kata lain bioetanol juga ikut terperangkap dalam ikatan
polimer molekul carbopol, sehingga kalor yang dihasilkan oleh bioetanol gel
semakin menurun, dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa persentase carbopol,
persentase air dan interaksi keduanya mempengaruhi nilai kalor.
Pengaruh persentase air dan carbopol terhadap Flash Point. Bioetanol gel
yang dihasilkan dianalisa nilai viskositas-nya. Hasil analisa dapat diihat pada tabel
2.7
Tabel 2.7 Hasil Analisa Viskositas [2]
Run Carbopol (%massa) Air (%massa) Viskositas (cps)
1 0.85 7.5 17400
2 0.85 8.3 24900
3 1.25 7.5 55800
4 1.25 8.3 55700
5 0.76 7.9 21400
6 1.33 7.9 72900
7 1.05 7.33 41200
8 1.05 8.46 40600
9 1.05 1.97 40200
10 1.05 9 42000
Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan model matematis sebagai berikut :
Y = 41.100+17.754 X1+1631,25 X12 + 818,93 X2 -1.49375 X22-1.900 X1X2 (2.3)
Hasil prediksi dengan persamaan model matematis dibandingkan dengan
Tabel 2.8 Perbandingan Hasil Analisa dengan Hasil Prediksi untuk Viskositas [2]
Run �� (%) �� (%) Yo (cps) Yp (cps)
1 0.85 7.5 17400 20764.57
2 0.85 8.3 24900 26202.43
3 1.25 7.5 55800 60072.57
4 1.25 8.3 55700 57910.43
5 0.76 7.9 21400 19254.55
6 1.33 7.9 72900 69470.45
7 1.05 7.33 41200 36954.35
8 1.05 8.46 40600 39270.65
9 1.05 1.97 40200 41100
10 1.05 9 42000 41100
Keterangan :
X1 = Persentase carbopol ( %)
X2 = Persentase air ( %)
Yo = Nilai viskositas hasil analisa (cps)
Yp = Nilai viskositas hasil prediksi (cps)
Data tersebut kemudian diolah dengan metode central composit design
dari program Statistica 6 untuk mengetahui pengaruh dari variabel - variabel yang
[image:53.595.111.512.102.344.2]digunakan. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 2.11
Dari gambar 2.11 (Pareto Chart) variabel yang berpengaruh(1) carbopol
(L). Kedua variabel tersebut dicari kondisi operasi optimumnya dengan
menggunakan grafik optimasi 3 dimensi dan grafik kontur permukaan. Grafik
optimasi 3 dimensi dan grafik kontur permukaan dari ketiga variabel tersebut bisa
[image:54.595.150.511.412.619.2]dilihat di gambar 2.12 dan 2.13
Gambar 2.12 Grafik optimasi 3D % carbopol vs % air untuk viskositas [2]
Gambar 2.13 Grafik kontur permukaan untuk viskositas [2]
Grafik optimasi dan kontur permukaan di atas menunjukkan pengaruh
persentase carbopol dan air terhadap viskositas .Terlihat bahwa viskositas hanya
dipengaruhi oleh carbopol. Namun dari grafik optimasi dan kontur permukaan
digunakan sebagai variabel kurang besar, sehingga nilai viskositas optimum
belum tercapai. Oleh karena itu, untuk membuat bioetanol gel dengan nilai
viskositas optimum diperlukan persentase carbopol lebih dari 1,4 %. Semakin
banyak carbopol yang ditambahkan maka semakin banyak polimer yang saling
berikatan membentuk ikatan tiga dimensi yang merangkap molekul pelarut.
Carbopol akan mengembang dalam air 1000 kali lebih besar dari volume semula
dan 10 kali dari diameter semula. Semakin banyak carbopol maka viskositas
bioetanol gel yang dihasilkan akan semakin besar.
Perbandingan Nilai Kalor Bioetanol Cair dan Bioetanol Gel.
Dari hasil pengukuran dengan menggunakan bom kalorimeter didapatkan
nilai kalor bioetanol cair adalah 4918,66 cal/g dan nilai kalor bioetanol gel adalah
3992,875 cal/g. Terlihat bahwa terjadi penurunan nilai kalor pada bio