• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Kompor Bioetanol Gel dengan Membuat Variasi Tempat Pembakaran (Burner) dan Diameter Lubang Udara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Kompor Bioetanol Gel dengan Membuat Variasi Tempat Pembakaran (Burner) dan Diameter Lubang Udara"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN UNJUK KERJA KOMPOR BIOETANOL GEL DENGAN MEMBUAT

VARIASI TEMPAT PEMBAKARAN (BURNER) DAN DIAMETER LUBANG UDARA

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

OLEH

RIKI MADI PUTRA NIM. 130421008

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN EKSTENSI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

Kata Pengantar

Alhamdullilahi Rabil alamin. Segala puji hanya bagi Allah SWT, Tuhan

semesta alam. Serta salawat dan salam kita hadiahkan kepada Rasulullah SAW,

beserta keluarga, sahabat, serta umat yang mengikuti risalah Beliau hingga akhir

zaman. Sehingga Skripsi ini dapat selesai sesuai dengan batas waktu yang telah

ditentukan.

Skripsi ini berjudul “STUDI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN UNJUK KERJA KOMPOR BIOETANOL GEL DENGAN MEMBUAT VARIASI TEMPAT PEMBAKARAN DAN DIAMETER LUBANG UDARA” yang merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana (S1) Ekstensi

Fakultas Teknik Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun Skripsi ini tidak sedikit penulis menemukan kesulitan

yang bersifat teknis, maupun non teknis. Namun, atas dorongan serta keinginan

yang besar , sehingga terselesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam perencanaan dan penulisan skripsi ini

penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril

maupun materil hingga akhirnya pada kesempatan ini penulis ucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini :

1. Bapak Dr. Ir. M. Sabri, MT., selaku dosen pembimbing yang telah

banyak meluangkan waktunya dalam membimbing penulisan skripsi

ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara, beserta segenap staf dan jajaranya.

3. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen

Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak dan Ibu dosen beserta staf Departemen Teknik Mesin, yang

sudah membantu melancarkan dan memberikan banyak ilmu, hingga

skripsi ini bisa selesai tepat waktu.

5. Kedua orang tua, yang senantiasa memberikan bantuan moril dan

(10)

6. Semua kakak-kakak, yang sudah memberikan bantuan moril dan

materi dalam penelitian Skripsi ini, hingga penelitian ini terlaksana.

7. H.drg. Lana Lubis, yang sudah membriakan tempat tinggal gratis

selama mengerjakan skripsi ini.

8. Irwan Efendi Siregar, Amd, sebagai teman yang sudah banyak

membantu mengasih saran dan bantuan lainya selama pengerjaan

skripsi ini.

9. Teman-teman Ekstensi angkatan 13 yang selalu membantu dalam

memberikan saran dan masukan untuk menyelesaikan Skripsi ini, yang

tidak bisa saya sebutkan satu-persatu.

10.Teman kos dan sahabat yang sudah banyak memebirikan motivasi dan

masukan yang sangat berarti, hingga skripsi ini bisa selesai dengan

baik.

Penulis juga menyadari bahwa dalam penelitian dan penulisan skripsi ini

banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu mohon kritik dan sarannya guna

menyempurnakan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam

menumbuhkan suasana ilmiah dan kreatifitas dalam pengembangan teknologi

tepat guna di lingkunghan Teknik Mesin USU khususnya dan di lingkungan

Universitas Sumatera Utara umumnya agar berguna bagi kemajuan bangsa dan

negara.

Medan, 26 Oktober 2015

Penulis,

(11)

ABSTRAK

Bioetanol gel merupakan bahan bakar energi terbarukan (renewable

energy) yang potensial karena sumbernya mudah diperbaharui dan lebih aman jika

dibandingkan dengan bioetanol cair. Selain itu bahan bakar bioetanol gel juga

lebih murah dari pada bahan bakar fosil seperti premium, gas dan minyak tanah.

Namun penggunaan bioetanol gel sebagai pengganti bahan bakar fosil masih sangat

minim. Hal ini disebabkan pabrik yang memproduksi bioetanol gel terbatas dan

masih sedikit yang tau cara memanfaat bioetanol gel agar dapat digunakan dalam

kehidupan sehari-hari, seperti halnya kompor bioetanol gel. Untuk itu, diperlukan

studi khusu mengenai pembuatan dan unjuk kerja kompor berbahan bakar

bioetanol gel. Penelitian ini bertujuan membuat prototype kompor bioetanol gel

dan mencari tau karakteristik dan perbandingan unjuk kerja kompor bahan bakar

bioetanol gel dengan cara membuat berbagai variasi tempat pembakaran (burner)

dan diameter lubang udara 5 mm, 4 mm, 3 mm, 2,5 mm, dan 2 mm. Variabel

kendali dalam penelitian ini adalah bioetanol gel produksi CV. Joy Fresh

Internasional dengan kadar etanol 90%, carbopol 1,05%, kadar air 7,33 % dengan

HHV 16.942,572 (kJ/ kg) dan LVH 16.717,369 (kJ/kg). Tempat pembakaran

(burner) terbuat dari kaleng minuman (soft drink) bekas. Data pada penelitian ini

akan diproses dengan menggunakan Metode Water Boilling Tester (WBT)

sehingga diperoleh hasil berupa pengaruh masing - masing variasi burner terhadap

bahan bakar bioetanol gel pada kompor. Dari penelitian diperoleh, kompor

dengan variasi kedua (V1) dengan diameter lubang udara 5 mm adalah kompor

yang paling efektif dan efisien dengan nilai efesiensi termal (hc) 67%,

karakteristi apinya biru dan stabil.

(12)

ABSTRACT

Bioethanol fuel gel is renewable energy (renewable energy) potential as the source is updated and more secure when compared with liquid bioethanol. Besides ethanol gel fuel is also cheaper than fossil fuels such as premium, gas and kerosene. However, the use of bioethanol gel as a substitute for fossil fuels are still very minimal. This is due to factory producing bioethanol gel is limited and little is know how to capitalize on bioethanol gel that can be used in everyday life, as well as bio-ethanol gel stoves. For that, a special study is needed regarding the manufacture and performance of bioethanol gel-fueled stove.This study aims to create a prototype stove bioethanol gel and seek to know the characteristics and comparative performance of bioethanol gel fuel stove by creating a wide variety of combustion (burner) and the air hole diameter 5 mm, 4 mm, 3 mm, 2.5 mm, and 2 mm. Control variables in this study is the production of bioethanol gel CV. Fresh Joy International with ethanol content of 70%, 1.05% Carbopol, 7.33% moisture content with HHV 16942.572 (kJ / kg) and LVH 16717.369 (kJ / kg). Incinerators (burner) made from canned drinks (soft drinks) ex. The data in this study will be processed using a method Boilling Water Tester (WBT) in order to obtain results in the form of influence each - each a variation on bioethanol fuel burner on the stove gel. From the study showed, a stove with a second variation (V2) with a diameter of 4 mm air holes are stoves most effective and efficient with thermal efficiency values (hc) 67% and, blue flame characteristics and stable.

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

DAFTAR HADIR ASISTENSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR NOTASI ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Hipotesis ... 2

1.3 Tujuan ... 3

1.4 Rumusan Masalah ... 3

1.5 Batasan Masalah... 3

1.6 Mamfaat Penelitian ... 4

1.7 Sistematika Penulisan... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Desain Kompor ... 6

(14)

2.2 Bioetanol ... 7

2.3 Pembuatan Bioetanol ... 9

2.4 Mamfaat Bioetanol ... 15

2.5 Bioetanol Gel ... 16

2.6 Jenis-Jenis Kompor Bioetanol... 32

2.7 Proses Pembakaran... 35

2.8 Perpindahan Panas ... 36

2.8.1 Radiasi ... 36

2.8.1 Konduksi ... 37

2.8.3 Konveksi ... 38

2.8.4 Teori Pembakaran ... 39

2.8.5 Metode Water Boiling Test... 40

2.8.5.1Metode Star Dingin ... 40

2.8.5.2Metode Star Panas ... 41

2.8.5.3Metode Simmering ... 42

2.8.6Udara Sebagai Salah Satu Faktor Utama Pembakaran ... 45

BAB III METODE PENELITIAN ... 48

3.1 Diagram Alir Penelitian ... 48

3.2Waktu dan Tempat ... 49

3.2 Alat dan Bahan ... 49

3.2.1 Bahan... 49

(15)

3.3 Parameter-parameter Pengujian ... 51

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 56

3.5 Prosedur Pengujian Unjuk Kerja Kompor ... 56

3.6 Proses Pembuatan Prototype Kompor ... 56

3.6.1Proses Pembuatan Tempat Pembakaran (Burner)... 57

3.6.2Proses Pembuatan Kerangka Kompor ... 58

3.7Prosedur Pengujian Unjuk Kerja Kompor ... 60

3.8Variasi Tempat pembakaran (burner) yang Diuji ... 63

3.8.1Tempat pembakaran (burner) Variasi Pertama ... 63

3.8.2Tempat pembakaran (burner) Variasi Kedua ... 64

3.8.3Tempat pembakaran (burner) Variasi Ketiga ... 65

3.8.4Tempat pembakaran (burner) Variasi Keempat ... 66

3.8.5Tempat pembakaran (burner) Variasi Kelima ... 67

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISA ... 68

4.1 Perhitungan Unjuk Kerja Kompor ... 68

4.1.1Bahan Bakar yang Dikonsumsi (fcm) ... 68

4.1.2 Perubahan dalam tempat pembakaran atau sisa pembakaran selama tahap uji (∆ cc) ... 70

4.1.3Bahan bakar setara yang dikonsumsi (fcd)... 71

4.1.4 Air yang menguap (w cv) ... 73

4.1.5 Air yang tersisa di akhir uji (wcr) ... 75

(16)

4.1.7 Efesiensi termal (hc) ... 78

4.1.8 Laju pembakaran (

rcb

) ... 80

4.1.9 Konsumsi bahan bakar spesifik (SCc) ... 82

4.1.10 Konsumsi spesifik Temp-dikoreksi (SC T h) ... 84

4.1.11Daya api (Firepower) (FPc)... 86

4.2 Analisa Pembakaran ... 88

4.3 Rangkuman Hasil Unjuk Kerja Kompor ... 91

BAB V KESIMPULAN... 93

5.1 Kesimpulan ... 93

5.2 Saran ... 93

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Reaksi produksi bioetanol ... 10

Gambar 2.2 Reaksi pengubahan piruvat menjadi alkohol. ... 12

Gambar 2.3 (a) Proses pembuatan bioetanol dari bahan berpati, (b) Diagram alir proses pembuatan bioetanol dari ubi kayu ... 14

Gambar 2.4 Rangkaian alat uji Bioetanol Gel ... 20

Gambar 2.5 Diagram Pareto untuk Analisa Flash Point ... 23

Gambar 2.6 Grafik optimasi 3D % carbopol vs % air untuk nilai flash point ... 23

Gambar 2.7 Grafik kontur permukaan untuk nilai flash point... 24

Gambar 2.8 Diagram Pareto untuk Analisa Nilai Kalor ... 26

Gambar 2.9 Grafik optimasi 3D % carbopol vs % air untuk nilai kalor ... 27

Gambar 2.10 Grafik kontur permukaan untuk nilai kalor ... 27

Gambar 2.11 Diagram Pareto untuk Analisa Viskositas ... 29

Gambar2.12 Grafik optimasi 3D % carbopol vs % air untuk viskositas ... 30

Gambar 2.13 Grafik kontur permukaan untuk viskositas ... 30

Gambar 2.14 Kompor Etanol Bertekanan ... 32

Gambar 2.15 Kompor Minyak Tumbuhan ... 32

Gambar 2.16 Kompor Cleancook ... 33

Gambar 2.17 Lentera Etanol ... 33

Gambar 2.18 (a) Kompor Batubara, (b) Kompor Superblue... 34

(18)

Gambar 2.19 (a) pembakaran sempurna, (b) pembakaran yang baik, (c)

pembakaran tidak sempurna ... 36

Gambar 2.20 Perpindahan Panas Radiasi(a) pada permukaan, (b) antara permukaan dan lingkungan ... 37

Gambar 2.21 Perpindahan Panas Konduksi dan Difusi Akibat Aktivitas Molekul ... 38

Gambar 2.22 Perpindahan Panas Konveksi(a) konveksi paksa, (b) konveksi alamiah, (c) pendidihan, (d) kondensasi ... 39

Gambar 2.23Reaksi Kimia Pembakaran ... 46

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ... 47

Gambar 3.2 Alat dan Bahan Eksperimen ... 48

Gambar 3.3 Timbangan Digital... 49

Gambar 3.4 Gelas Ukur dan Tabung Ukur ... 49

Gambar 3.5 Pemantik Api (korek api) ... 50

Gambar 3.6 Variasi Burner ... 57

Gambar 3.7 Kerangka Kompor dan Burner ... 58

Gambar 3.8 Alat dan Bahan Eksperimen ... 59

Gambar 3.9 Instalisasi Kompor Bioetanol Gel ... 60

Gambar 3.10 Diagram Alir Pengujian Unjuk Kerja Kompor ... 61

Gambar 3.11 Tempat pembakaran (burner) variasi pertama ... 62

Gambar 3.12 Tempat pembakaran (burner) variasi kedua ... 63

Gambar 3.13 Tempat pembakaran (burner) variasi ketiga ... 64

(19)

Gambar 3.15 Tempat pembakaran (burner) variasi kelima ... 66

Gambar 4.1 Grafik bahan bakar yang dikonsumsi (fcm ) ... 68

Gambar 4.2 Grafik perubahan dalam tempat pembakaran (burner) ... 70

Gambar 4.3 Grafik bahan bakar setara yang dikonsumsi (fcd) ... 71

Gambar 4.4 Grafik air yang menguap (wcv) ... 73

Gambar 4.5 Grafik air yang tersisa di akhir uji (wcr) ... 75

Gambar 4.6 Grafik durasi fase (∆ tc) ... 76

Gambar 4.7 Grafik efesiensi termal (hc) ... 78

Gambar 4.8 Grafik laju pembakaran (rcb) ... 80

Gambar 4.9 Grafik konsumsi bahan bakar spesifik (SCc) ... 82

Gambar 4.10 Grafik Konsumsi spesifik temp-dikoreksi (SC T h) ... 84

(20)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati

ataukarbohidrat dan tetes menjadi bioetanol... 10

Tabel 2.2 Sifat-sifat bahan bakar dari bioetanol, gasholine dan butyl eter... 16

Tabel 2.3 Hasil Analisa Nilai Flash Poin ... 21

Tabel 2.4 Perbandingan Hasil Analisa dengan Hasil Prediksi untuk Flash Point 22 Tabel 2.5 Hasil Analisa Nilai Kalor ... 25

Tabel 2.6 Perbandingan Hasil Analisa dengan Hasil Prediksi untuk Nilai Kalor 25 Tabel 2.7 Hasil Analisa Viskositas ... 28

Tabel 2.8 Perbandingan Hasil Analisa dengan Hasil Prediksi untuk Viskositas 29 Tabel 3.1 Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Pertama ... 62

Tabel 3.2 Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Kedua ... 63

Tabel 3.3 Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Ketiga ... 64

Tabel 3.4 Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Keempat ... 65

Tabel 3.5 Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Kelima ... 66

Tabel 4.1 Data perhitungan bahan bakar yang dikonsumsi (fcm) ... 68

Tabel 4.2 Data perhitungan perubahan dalam tempat pembakaran (burner) atau sisa pembakaran selama tahap pengujian (∆ cc) ... 69

Tabel 4.3 Data perhitungan bahan bakar setara yang dikonsumsi (fcd) ... 71

Tabel 4.4 Data perhitungan air yang menguap (wcv) ... 73

Tabel 4.5 Data perhitungan air yang tersisa di akhir uji (wcr) ... 74

(21)

Tabel 4.7 Data perhitungan Efesiensi termal (hc) ... 78

Tabel 4.8 Data perhitungan Laju pembakaran (

rcb

) ... 80

Tabel 4.9 Data perhitungan Konsumsi bahan bakar spesifik (SCc) ... 81

Tabel 4.10 Data perhitungan konsumsi spesifik temperature dikoreksi (SC T h) 84

(22)

DAFTAR NOTASI

f ci Berat bahan bakar sebelum diuji (gram)

P ci Berat bejana/panci dengan air sebelum tes (gram)

T ci Suhu air sebelum tes (ºC)

t ci Waktu di awal tes (min)

f cf Berat bahan bakar setelah uji (gram)

c c Berat sisa bahan bakar setelah uji (gram)

P cf Berat bejana/panci dengan air setelah uji (gram)

T cf Suhu air setelah uji (ºC)

t cf Waktu di akhir tes (min)

f cm Bahan bakar yang dikonsumsi (gram)

c c Perubahan dalam char selama tahap uji (gram)

f cd Bahan bakar setara dikonsumsi (gram)

w cv Air menguap (gram)

w cr Air yang tersisa di akhir uji (gram)

t c Durasi fase (min)

h c Efisiensi termal

r cb Laju pembakaran (gram / min)

SC c Konsumsi bahan bakar spesifik ((gram) bahan bakar / (gram) air)

SC T h Konsumsi spesifik Temp-dikoreksi (bahan bakar gram / gram air)

(23)

ABSTRAK

Bioetanol gel merupakan bahan bakar energi terbarukan (renewable

energy) yang potensial karena sumbernya mudah diperbaharui dan lebih aman jika

dibandingkan dengan bioetanol cair. Selain itu bahan bakar bioetanol gel juga

lebih murah dari pada bahan bakar fosil seperti premium, gas dan minyak tanah.

Namun penggunaan bioetanol gel sebagai pengganti bahan bakar fosil masih sangat

minim. Hal ini disebabkan pabrik yang memproduksi bioetanol gel terbatas dan

masih sedikit yang tau cara memanfaat bioetanol gel agar dapat digunakan dalam

kehidupan sehari-hari, seperti halnya kompor bioetanol gel. Untuk itu, diperlukan

studi khusu mengenai pembuatan dan unjuk kerja kompor berbahan bakar

bioetanol gel. Penelitian ini bertujuan membuat prototype kompor bioetanol gel

dan mencari tau karakteristik dan perbandingan unjuk kerja kompor bahan bakar

bioetanol gel dengan cara membuat berbagai variasi tempat pembakaran (burner)

dan diameter lubang udara 5 mm, 4 mm, 3 mm, 2,5 mm, dan 2 mm. Variabel

kendali dalam penelitian ini adalah bioetanol gel produksi CV. Joy Fresh

Internasional dengan kadar etanol 90%, carbopol 1,05%, kadar air 7,33 % dengan

HHV 16.942,572 (kJ/ kg) dan LVH 16.717,369 (kJ/kg). Tempat pembakaran

(burner) terbuat dari kaleng minuman (soft drink) bekas. Data pada penelitian ini

akan diproses dengan menggunakan Metode Water Boilling Tester (WBT)

sehingga diperoleh hasil berupa pengaruh masing - masing variasi burner terhadap

bahan bakar bioetanol gel pada kompor. Dari penelitian diperoleh, kompor

dengan variasi kedua (V1) dengan diameter lubang udara 5 mm adalah kompor

yang paling efektif dan efisien dengan nilai efesiensi termal (hc) 67%,

karakteristi apinya biru dan stabil.

(24)

ABSTRACT

Bioethanol fuel gel is renewable energy (renewable energy) potential as the source is updated and more secure when compared with liquid bioethanol. Besides ethanol gel fuel is also cheaper than fossil fuels such as premium, gas and kerosene. However, the use of bioethanol gel as a substitute for fossil fuels are still very minimal. This is due to factory producing bioethanol gel is limited and little is know how to capitalize on bioethanol gel that can be used in everyday life, as well as bio-ethanol gel stoves. For that, a special study is needed regarding the manufacture and performance of bioethanol gel-fueled stove.This study aims to create a prototype stove bioethanol gel and seek to know the characteristics and comparative performance of bioethanol gel fuel stove by creating a wide variety of combustion (burner) and the air hole diameter 5 mm, 4 mm, 3 mm, 2.5 mm, and 2 mm. Control variables in this study is the production of bioethanol gel CV. Fresh Joy International with ethanol content of 70%, 1.05% Carbopol, 7.33% moisture content with HHV 16942.572 (kJ / kg) and LVH 16717.369 (kJ / kg). Incinerators (burner) made from canned drinks (soft drinks) ex. The data in this study will be processed using a method Boilling Water Tester (WBT) in order to obtain results in the form of influence each - each a variation on bioethanol fuel burner on the stove gel. From the study showed, a stove with a second variation (V2) with a diameter of 4 mm air holes are stoves most effective and efficient with thermal efficiency values (hc) 67% and, blue flame characteristics and stable.

(25)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tak bisa dipungkiri, sumber energi fosil kini semakin langka dan mahal.

Meningkatnya populasi penduduk mengakibatkan terbatasnya sumber energi fosil

(Non-renewable Energy). Hal ini didukung oleh pernyataan Badan Energi Dunia

(International Energy Agency-IEA), yang menyatakan bahwa hingga tahun 2030

permintaan energi dunia meningkat sebesar 45% atau rata-rata mengalami

peningkatan sebesar 1,6% per tahun. Sebagaian besar atau sekitar 80% kebutuhan

energi dunia tersebut dipasok dari bahan bakar fosil. Hal ini tentu saja menjadi

suatu permasalahan besar yang harus segera dicarikan solusinya.

Kebutuhan energi dari sektor rumah tangga sendiri menyumbang sekitar

13,08 persen. Kebutuhan energi rumah tangga biasanya digunakan untuk

memasak dan kebutuhan elektronik. Memasak merupakan kegiatan rutin yang

dilakukan sehari-hari.

Penelitian-penelitian terhadap energi terbarukan (renewable energy) sudah

banyak dilakukan, salah satunya adalah penelitian kompor bioetanol. Energi

terbarukan tersebut kini sedikit demi sedikit menjadi alternatif bagi masyarakat

dalam menunjang aktifitas sehari-hari terutama dalam memasak.

Bioetanol sendiri adalah etanol hasil proses fermentasi biomassa dengan

bantuan mikroorganisme. Bahan baku pembuatan bioetanol adalah bahan bergula,

berpati dan berserat. Sehingga pengembangan bioetanol sangat cocok

dikembangkan di Indonesia, mengingat Indonesia adalah negara agraris yang kaya

akan hasil pertanian sebagai sumber bahan baku bioetanol. Disamping itu,

bioetanol merupakan solusi alternatif yang menjanjikan karena ramah lingkungan.

Peran Pemerintah dalam upaya pengembangan bioetanol juga ditunjukkan dengan

adanya instruksi presiden (Inpres) No I Tahun 2006 yang mengatur tugas berbagai

kementerian dan pemerintah daerah di dalam mendorong pemanfaatan bahan

(26)

Namun, penerapan bioetanol cair sebagai bahan bakar rumah tangga masih

perlu diwaspadai, mengingat bioetanol cair memiliki sifat yang mudah menguap

karena memiliki titik uap dan titik nyala api di suhu yang rendah yaitu 14 °C. Uap

bioetanol tersebut berpotensi menimbulkan bahaya kebakaran apabila terpapar

panas. Pengalaman di Brazil sebagai negara dengan penggunaan bioetanol

terbesar di dunia, menunjukkan bahwa bioetanol dalam bentuk cair merupakan

penyebab utama kebakaran di negara tersebut. Oleh karena itu, bioetanol cair

harus dimodifikasi menjadi bentuk gel yang diharapkan lebih aman dalam proses

pengangkutan maupun dalam penggunaannya, selain itu bioetanol gel juga tidak

berbau menyengat seperti bioetanol cair.

Penggunaan bioetanol cair sebagai bahan bakar kompor untuk memasak

sudah banyak dikembangkan di Indonesia, tapi belum untuk bioetanol gel masih

sangat minim. Penggunaan bioetanol gel sendiri, tidak langsung dapat digunakan

karena sifatnya yang tidak mudah menguap seperti halnya beoetanol cair sehingga

membutuhkan treatment khusus agar bioetanol gel dapat digunakan sebagai bahan

bakar kompor untuk keperluan memasak. Treatment-treatment yang dilakukan

dapat berupa modifikasi lubang udara, lubang api, model tempat pembakaran

(burner) mekanisme pemasukan bahan bakar, bentuk api, bentuk atau kapasitas

kompor dan lain sebagainya.

Berangkat dari pemikiran tersebut, muncul lah ide untuk melakukan

penelitian bagaimana cara membuat sebuah kompor berbahan bakar bioetanol gel

yang dapat digunakan sebagai alat memasak dalam kehidupan sehari-hari, aman,

efektif,efisien dan terjangkau. Untuk itu, diperlukan penelitian komprehensif

dengan melakukan studi eksperimental perbandingan unjuk kerja kompor

bioetanol gel dengan membuat variasi tempat pembakaran (burner) dan diameter

lubang udara.

1.2 Hipotesis

a. Bioetanol gel lebih aman dari pada bioetanol cair.

b. Bahan bakal fosil semakin langka dan mahal.

c. Bioetanol lebih murah dibandingkan bahan bakar fosil.

(27)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Membuat prototype kompor bioetanol gel.

b. Mengetahui karakteristik bahan bakar dan api bioetanol gel.

c. Optimasi panas api bahan bakar bioetanol gel.

d. Memperoleh perbandingan unjuk kerja kompor bioetanol gel

dengan variasi tempat pembakaran (burner) dan diameter lubang

udarayang berbeda-beda.

e. Mengetahui perbandingan efiseiensi kompor bioetanol gel dengan

kompor-kompor bioetanol cair yang sudah pernah ada.

1.4 Rumusan Masalah

Sehubungan dengan penelitian mengenai penggunaan bioetanol gel

sebagai bahan bakar kompor, maka permasalahan yang akan dicari solusinya

adalah seberapa besar kemungkinan bioetanol gel untuk jadi bahan bakar kompor

dalam kehidupan sehari-hari dengan melakukan studi perbandingan unjuk kerja

kompor bioetanol gel dengan variasi tempat pembakaran (burner) dan variasi

diameter lubang udara.

Beberapa hal yang jadi permasalahan adalah:

a. Apakah bioetanol gel dapat digunakan sebagai bahan bakar kompor?

b. Bagaiman cara dan metode dalam pengujian unjuk kerja kompor bioetanol

gel yang dapat dilakukan?

c. Apakah api yang dihasilkan bioetanol gel memungkinkan untuk digunakan

sebagai bahan bakar kompor rumah tangga?

d. Apakah kaleng bekas dapat digunakan sebagai kompor?

e. Kaleng bekas yang seperti apa yang dapat digunakan untuk sebagai tempat

pembakaran (burner) kompor bioetanolnya?

1.5 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai proses cara pembuatan,

(28)

Water Boiling Test (WBT). Supaya penelitian yang dilaksanakan tidak keluar dari

alur dari tujuan yang hendak dicapai, maka perlu ditentukan batasan-batasan

masalah yang akan diteliti. Adapun batasan-batasan permasalahan tersebut antara

lain:

1. Kondisi suhu dan kelembaban ruangan dianggap tetap dan pengaruh

angin diabaikan.

2. Struktur dan reaksi kimia pembakaran dari bahan bakar tidak termasuk

dalam pembahasan.

3. Tidak membahas mengenai pembuatan bahan bakar secara detail.

4. Bahan material yang digunakan untuk variasi tempat pembakaran

(burner) adalah kaleng minuman bekas.

5. Asumsi yang digunakan dalam pengambilan data adalah sebagai

berikut:

a. Sistem dalam kondisi steady state.

b. Kondisi ruangan konstan pada P = 1 atm; T = 29ºC.

c. Nyala api optimum ditandai dengan pendekatan bentuk dan

warna biru api.

d. Api dalam keadaan stabil menyala tegak ke atas.

e. Bejana yang digunakan tetap

f. Ketinggian beban tetap.

g. Volume air tetap.

h. Nilai kalor bahan bakar tetap.

i. Panas specifik air (Cpw), panas specifik bejana (Cpbjn) dan

panas laten air yang menguap (H) dianggap konstan.

1.6 Manfaat Penelitian

Ada pun manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada aplikasi

bahan bakar nabati terutama pada penggunaan kompor bioetanol gel,

karena lebih aman dari pada gas, murah dan ramah linkungan.

b. Memberikan dampak positif yang signifikan dalam hal berkurangnya

(29)

c. Memberikan informasi ilmiah bahwa limbah kaleng minuman bekas juga

bisa dimamfaatkan sebagai kompor yang ramah lingkungan dan memiliki

nilai jual.

d. Mengoptimalkan energi yang dihasilkan oleh nyala api bioetanol gel.

e. Memamfaatkan bioetanol gel sebagai pengganti bahan bakar fosil di dalam

kehidupan sehari-hari.

f. Memamfaatkan limbah kaleng bekas agar lebih berguna, sebagai bukti

nyata kepedulian terhadap pewujudan teknologi yang ramah lingkungan.

g. Memberdayakan para petani pangan, dari pembuatan bioetanol gel agar

hidupnya bisa lebih sejahtera.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini disusun sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan

Berisi latar belakang, permasalahan, batasan masalah, tujuan

penelitian, hipotesis, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Berisi teori - teori yang melandasi penelitian ini, seperti teori

desain, teori tentang bioetanol cair, teori pembuatan bioetanol gel,

teori efisiensi kompor, dan teori pebakaran.

BAB III: Metode Penelitian.

Berisi tentang peralatan eksperimen, perencanaan eksperimen,

prosedur penelitian.

BAB IV: Perhitungan dan Analisa

Berisi analisa data hasil eksperimen yang telah dilakukan untuk

memperoleh suatu kesimpulan.

BAB V: Kesimpulan Dan Saran

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari analisa performansi

penggunaan kompor bioetanol gel dan saran - saran agar

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Disain Kompor

Kompor bioetanol gel didesain sesuai keutuhan masarakat urban, yaitu

praktis, moderen, murah dan ramah lingkungan. Banyak software yang dapat

digunakan dalam mendisain seperti, solidwork, autocad, autodeks inventor, catia,

ansys dan banyak lagi.

2.1.1 Solidwork

Sebagai software CAD, Solidworks dipercaya sebagai perangkat lunak

untuk membantu proses desain suatu benda atau bangunan dengan mudah, di

Indonesia sendiri terdapat banyak perusahaan manufaktur yang

mengimplementasikan perangkat lunak solidworks. Keunggulan solidworks dari

software CAD lain adalah mampu menyediakan sketsa 2D yang dapat diupgrade

menjadi bentuk 3D. Selain itu pemakaiannya pun mudah karena memang

dirancang khusus untuk mendesai benda sederhana maupun yang rumit. Inilah

yang membuat solidworks menjadi populer dibandingkan dengan software CAD

lainnya.

Solidworks banyak digunakan untuk merancang roda gigi, mesin mobil,

casing ponsel dan lain-lain. Fitur yang tersedia dalam solidworks lebih

easy-to-use dibanding dengan aplikasi CAD lainnya. Solidworks cocok untuk mahasiswa

yang sedang menempuh pendidikan di jurusan tehnik sipil, tehnik industri dan

tehnik mesin, karena proses penggunaan solidworks lebih cepat dibanding

vendor-vendor software CAD lain yang lebih dulu ada. Solidworks juga dapat melakukan

simulasi pada desain yang dibuat dengan solidworks.

Analisi kekuatan desain juga dapat dilakukan secara sederhana dengan

solidworks, dan yang paling penting, solidworks dapat membuat disain animasi

(31)

2.2. Bioetanol

Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa yang

dilanjutkan dengan proses destilasi. Etanol merupakan kependekan dari etil

alkohol (C2H5OH), sering pula disebut grain alcohol atau alkohol. Wujud dari

etanol berupa cairan yang tidak berwarna, mudah menguap dan mempunyai bau

yang khas. Sifat lainnya adalah larut dalam air dan eter, berat jenisnya adalah

sebesar 0,7939 g/mL, dan titik didihnya 78,320ºC pada tekanan 766 mmHg, serta

mempunyai panas pembakaran 7093.72 kkal. Etanol digunakan dalam beragam

industri seperti sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk

minuman keras seperti sake, bahan baku farmasi dan kosmetik, dan campuran

bahan bakar kendaraan, peningkat oktan, dan bensin alkohol.

Pemakaian etanol sebagai sumber energi dalam industri dan kendaraan

akan sangat mengurangi pembuangan gas CO2 yang mengakibatkan pemanasan

global. Cepat atau lambat sumber minyak (fuel source) akan habis karena

depositnya terbatas. Minyak bumi merupakan sumber energi yang tidak dapat

diperbaharui. Keterbatasan itu mendorong negara industri melirik etanol (biofuel)

sebagai sumber energi altenatif. Selain terus-menerus dapat diproduksi oleh

mikroorganisme, etanol juga ramah lingkungan.

Beberapa keunggulan dari penggunaan etanol sebagai bahan bakar yaitu[1] :

1. Diproduksi dari tanaman yang dapat diperbarui (renewable).

2. Mengandung kadar oksigen sekitar 35% sehingga dapat terbakar lebih

sempurna.

3. Penggunaan bioetanol gel dapat menurunkan emisi gas rumah kaca. Salah

satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan bakar

fosil. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca

seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih

banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri

merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan

menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu

kesetimbangan konsentrasi uap air. Gas-gas ini menyerap dan

(32)

akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut

terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi

terus meningkat. Akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di

atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya. Untuk mengurangi emisi

rumah kaca yaitu dengan mangganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar

nabati yaitu bioetanol gel.

4. Pembakaran tidak menghasilkan partikel timbal dan benzena yang bersifat

karsinogenik (penyebab kanker). Timbal ditambahkan sebagai bahan aditif

pada bensin dalam bentuk timbal organik (tetraetil-Pb atau tetrametil-Pb).

Pada pembakaran bensin, timbal organik ini berubah bentuk menjadi

timbal anorganik. Timbal yang dikeluarkan sebagai gas buang kendaraan

bermotor merupakan partikel-partikel yang berukuran sekitar 0,01 µm.

Partikel-partikel timbal ini akan bergabung satu sama lain membentuk

ukuran yang lebih besar, dan keluar sebagai gas buang atau mengendap

pada kenalpot. Pengaruh Pb pada kesehatan yang terutama adalah pada

sintesa haemoglobin dan sistem pada syaraf pusat maupun syaraf tepi.

Pengaruh pada sistem pembentukkan Hb darah yang dapat menyebabkan

anemia, ditemukan pada kadar Pb-darah kelompok dewasa 60-80µg/100

ml dan kelompok anak > 40 µg/100 ml. Pada kadar Pb-darah kelompok

dewasa sekitar 40 µg/100 ml diamati telah ada gangguan terhadap sintesa

Hb, seperti meningkatnya ekskresi asam aminolevulinat. Oleh karena itu

bioetanol merupakan cara terbaik untuk mencegah hal tersebut.

5. Mengurangi emisi fine-particulates yang membahayakan kesehatan

manusia. Pembakaran didalam mesin menghasilkan berbagai bahan

pencemar dalam bentuk gas dan partikulat yang umumnya berukuran lebih

kecil dari 2 µm. Beberapa dari bahan-bahan pencemar ini merupakan

senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik dan mutagenik, seperti etilen,

formaldehid, benzena, metil nitrit dan hidrokarbon poliaromatik (PAH).

Mesin solar akan menghasilkan partikulat dan senyawa-senyawa yang

dapat terikat dalam partikulat seperti PAH, 10 kali lebih besar

dibandingkan dengan mesin bensin yang mengandung timbel. Untuk

(33)

pyrene dan metil nitrit, kadar di dalam emisi mesin bensin akan sama

besarnya dengan mesin solar. Emisi kendaraan bermotor yang mengandung

senyawa karsinogenik diperkirakan dapat menimbulkan tumor pada organ

lain selain paru. Untuk itu Bahan Bakar Nabati (BBN) merupakan cara

untuk mengurangi emisi fine-particulates.

6. Mudah larut dalam air dan tidak mencemari air permukaan dan air tanah.

Proses destilasi dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95%, untuk

digunakan sebagai bahan bakar perlu lebih dimurnikan lagi hingga

mencapai 99,5% yang sering disebut Fuel Grade Ethanol (FGE).

Mengingat pemanfaatan etanol yang beraneka ragam, maka kadar etanol

yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya. Etanol

yang mempunyai kadar 90-96,5% dapat digunakan pada industri,

sedangkan etanol yang mempunyai kadar 96-99,5% dapat digunakan

sebagai campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Etanol

yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan yang

harus betul-betul kering dan anhydrous supaya tidak korosif, sehingga

etanol harus mempunyai kadar sebesar 99,5-100%. Perbedaan besarnya

kadar akan berpengaruh terhadap proses pengolahan karbohidrat menjadi

glukosa larut air [4].

2.3. Pembuatan Bioetanol

Bioetanol adalah alkohol yang diperoleh dari fermentasi komponen gula

pada biomasa. Hingga saat ini etanol utamanya dibuat dari gula dan tepung biji

bijian. Dengan kemajuan teknologi, etanol dapat dibuat dari selulosa biomasa,

seperti pohon dan rumput. Selain biokonversi, etanol juga dapat dibuat dari

sumber lain, yaitu dengan cara sintesa. Secara umum proses produksi bioetanol

diuraikan di bawah ini. Pembuatan bioetanol yang menggunakan bahan baku

tanaman yang mengandung pati, dilakukan dengan cara mengubah pati menjadi

gula (glukosa) larut air. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau

(34)

Tabel 2.1 Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau

karbohidrat dan tetes menjadi bioetanol [1].

Bahan Baku Kandungan

Gula dalam

Bahan Baku

Jumlah Hasil

Konversi

Bioetanol (liter)

Perbandingan

Bahan Baku

dan Bioetanol Jenis Konsumsi

( kg )

Ubi kayu 1000 250-300 166.6 6.5:1

Ubi Jalar 1000 150-200 125 8:1

Jagung 1000 600-700 200 5:1

Sagu 1000 120-160 90 12:1

Talas 1000 500 250 4:1

Pengubahan pati menjadi gula dapat dilakukan dengan dua metode yaitu

hidrolisa asam dan hidrolisa enzim. Namun, pada saat ini metode yang lebih

banyak digunakan adalah dengan hidrolisa enzim. Pada proses pengubahan pati

menjadi gula larut air yang menggunakan metode hidrolisa enzim dilakukan

dengan penambahan air dan enzim, selanjutnya dilakukan proses fermentasi gula

menjadi etanol dengan menambahkan ragi. Reaksi yang terjadi pada proses

produksi bioetanol secara sederhana ditunjukkan pada reaksi 1 dan 2 pada gambar

2.1 dibawah ini [1]:

(C6H10O5)n + H2O N C6H12O6 (1)

(pati) enzim (glukosa)

(C6H12O6)n 2 C2H5OH + 2 CO2 (2)

(glukosa) ragi (etanol)

Gambar 2.1 Reaksi Produksi Bioetanol [1].

Secara sederhana teknologi proses produksi bioetanol yang menggunakan

bahan baku ubi kayu dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu gelatinasi, sakharifikasi,

dan fermentasi. Pada proses gelatinasi ubi kayu dihancurkan kemudian

(35)

dihasilkan diperkirakan mencapai 27-30 %. Kemudian pati yang telah diperoleh

dari bubur ubi kayu tersebut dipanaskan selama 2 jam sehingga berbentuk gel.

Pada umumnya, proses gelatinasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:

1. Bubur pati dipanaskan sampai 130ºC selama 30 menit, kemudian didinginkan

sampai mencapai temperatur 95ºC yang diperkirakan memerlukan waktu

sekitar 15 menit. Kemudian selama sekitar 75 menit, kondisi temperatur 95ºC

tersebut dipertahankan, sehingga total waktu yang dibutuhkan mencapai 2 jam.

2. Pati langsung ditambah enzim termamyl, kemudian dipanaskan sampai

mencapai temperatur 130ºC selama 2 jam.

Gelatinasi cara pertama, yaitu cara pemanasan bertahap mempunyai

keuntungan, yaitu pada suhu 95ºC aktifitas termamyl merupakan yang paling

tinggi, sehingga mengakibatkan ragi cepat aktif. Pemanasan dengan suhu 130ºC

pada cara pertama tersebut dimaksudkan untuk memecah granula pati, sehingga

lebih mudah terjadi kontak dengan air dan enzim serta dapat berfungsi untuk

sterilisasi bahan, sehingga bahan tersebut tidak mudah terkontaminasi. Gelatinasi

cara kedua, yaitu cara pemanasan langsung (gelatinasi dengan enzim termamyl)

pada temperature 130ºC menghasilkan hasil yang kurang baik, karena

mengurangi dapat mengurangi aktifitas dari ragi. Hal tersebut disebabkan

gelatinasi dengan enzim pada suhu 130ºC akan terbentuk tri-phenyl-furane yang

mempunyai sifat racun terhadap ragi. Gelatinasi pada suhu tinggi tersebut juga

akan berpengaruh terhadap penurunan aktifitas termamyl, karena aktifitas

termamyl akan semakin menurun setelah melewati suhu 95ºC. Selain itu,

tingginya temperature tersebut juga akan mengakibatkan half life dari termamyl

semakin pendek, sebagai contoh pada temperature 93ºC, half life dari termamyl

adalah 1500 menit, sedangkan pada temperature 107ºC, half life termamyl

tersebut adalah 40 menit. Hasil gelatinasi dari ke dua cara tersebut didinginkan

sampai mencapai temperatur 55ºC, kemudian ditambah SAN untuk proses

sakharifikasi dan selanjutnya difermentasikan dengan menggunakan ragi. Ragi

yang sering digunakan dalam fermentasi alkohol adalah Saccharomycescerevisiae,

(36)

tinggi (12-18%), tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan

fermentasi pada suhu 4-32ºC [1].

Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi

bioetanol. Mekanisme reaksi pada proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar

2.2. Pada saat keadaan aerob asam piruvat diubah menjadi asetil-koenzimA.

Tetapi karena ragi Saccharomyzes ceraviseze dalam keadaan anaerob, asam

piruvat diubah menjadi etanol dengan bantuan piruvat dekarboksilase dan alkohol

dehidrogenase melalui proses fermentasi alkohol [1].

Gambar 2.2 Reaksi pengubahan piruvat menjadi alcohol [1].

Bioetanol yang dihasilkan dari proses fermentasi biasanya masih

mengandung gas-gas antara lain CO2 dan aldehyde. Gas CO2 pada hasil

fermentasi tersebut biasanya mencapai 35%, sehingga untuk memperoleh

bioetanol yang berkualitas baik, maka bioetanol tersebut harus dibersihkan dari

gas tersebut. Proses pembersihan CO2 dilakukan dengan menyaring bioetanol

yang terikat oleh CO2, sehingga dapat diperoleh bioetanol yang bersih dari gas

CO2. Pada umumnya bioetanol atau alkohol yang dihasilkan dari proses fermntasi

yang mempunyai kemurnian sekitar 30% - 40%, sehingga harus dimurnikan lagi.

Agar mendapatkan kadar bioetanol lebih dari 95% dan dapat dipergunakan

sebagai bahan bakar, alkohol hasil fermentasi yang mempunyai kemurnian sekitar

30 - 40% tersebut harus melewati proses destilasi untuk memisahkan alkohol

(37)

Destilasi merupakan pemisahan larutan berdasarkan titik didihnya. Titik

didih etanol murni adalah 78ºC sedangkan air adalah 100ºC. Dengan memanaskan

larutan pada suhu rentang 78 - 100ºC akan mengakibatkan sebagian besar etanol

menguap.

Destilasi fraksinasi merupakan pemisahan atau pengambilan uap dari

setiap tingkat yang berbeda dalam kolom destilasi. Produk yang lebih berat

diperoleh di bagian bawah, sedangkan yang lebih ringan akan keluar dari bagian

atas kolom. Dari hasil destilasi ini, kadar bioetanolnya berkisar antara 95-96%.

Namun, pada kondisi tersebut campuran membentuk azeotrope, yang artinya

campuran alkohol dan air sukar untuk dipisahkan.Untuk memperoleh bioetanol

dengan kemurnian lebih tinggi dari 99,5% atau yang umum disebut Fuel Grade

Ethanol, masalah yang timbul adalah sulitnya memisahkan hidrogen yang terikat

dalam struktur kimia alcohol dengan cara destilasi biasa, oleh karena itu untuk

mendapatkan Fuel Grade Etanol dilaksanakan pemurnian lebih lanjut dengan cara

azeotropic destilasi.

Untuk menghasilkan anhydrous alcohol, kondisi azeotrope harus

dipecahkan dengan bahan pelarut lain. Bahan pelarut yang biasa digunakan

adalah benzene atau n-hexane. Cara lain yang umum dipakai adalah desiccants

process dan molecular sieves. Pada proses desiccant, untuk mendapatkan

anhydrous alcohol digunakan bahan kimia yang sifatnya stabil yang bereaksi

hanya dengan air, dan tidak bereaksi dengan alkohol. Contohnya adalah kalsium

oksida. Reaksi antara CaO dengan air mengeluarkan panas, sehingga perlu

rancangan khusus pada kolomnya. Selain itu berbagai macam pati juga dapat

dipakai sebagai dessicant. Molecular sieves adalah kristal aluminosilikat,

merupakan bahan penyaring yang tidak mengalami hidrasi maupun dehidrasi

pada struktur kristalnya. Molekul penyaring ini secara selektif menyerap air,

karena lubang kristalnya mempunyai ukuran lebih kecil dibanding ukuran

molekul alkohol, dan lebih besar dibandingkan molekul air. Alkohol yang

berbentuk cair maupun uap dilewatkan kolom yang berisi bahan penyaring, air

akan tertahan dalam bahan tersebut dan akan diperoleh alkohol murni. Biasanya

(38)

sedangkan pada kolom pertama setelah proses dialirkan udara atau gas panas

untuk menguapkan air.

Pada industri pembuatan etanol, juga akan diperoleh hasil lain, baik yang

dapat dimanfaatkan langsung maupun harus diproses lebih lanjut. Hasil samping

tersebut antara lain stillage, karbondioksida, dan minyak fusel.Stillage adalah sisa

destilasi yang tertinggal dalam kolom bagian bawah dan masih bercampur dengan

air. Stillage tersebut masih banyak mengandung bahan-bahan organik yang tidak

terfermentasikan. Stillage dari proses destilasi jumlahnya cukup besar, yaitu

10-13 kali jumlah alkohol yang dihasilkan. Mengingat bahan yang terkandung di

dalamnya, maka stillage dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, makanan ternak dan

biogas. Sedangkan gas karbondioksida yang dihasilkan selama proses fermentasi

biasanya diserap dan dimurnikan kemudian ditekan menjadi bentuk cair. Minyak

fosil yang pada prinsipnya merupakan campuran amyl, butyl, isobutyl,

n-propyl dan iso-n-propyl alkohol juga asam-asam, ester maupul aldehid, dapat

digunakan sebagai bahan baku kimia, bahan pelarut dan bahan bakar. Agar lebih

jelas, proses pembuatan bioetanol dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini [1].

(a) (b)

Gambar 2.3 (a) Proses pembuatan bioetanol dari bahan berpati, (b) Diagram alir

(39)

2.4. Mamfaat Bioetanol

2.4.1 Bioetanol sebagai bahan bakar kendaraan bermotor.

Pada dasarnya etanol dapat diperoleh melalui dua cara. Pertama, etanol

yang diperoleh melalui proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme.

Kedua, etanol diperoleh dari hasil sintesa etilen. Bioetanol dapat digunakan untuk

berbagai keperluan. Bioetanol banyak digunakan dalam industri minuman,

kosmetik dan industri farmasi seperti deterjen, desinfektan dan lain-lain. Alkohol

dari produk petroleum atau dikenal sebagai alkohol sintetis banyak dipakai untuk

bahan baku pada industri acetaldehyde, derivat acetyl dan lain-lain. Selain

bioetanol dikenal pula gasohol, yang merupakan campuran bioetanol dengan

premium yang digunakan sebagai bahan bakar. Brazil, Amerika Serikat,

Argentina, Australia, Kuba, Jepang, Selandia Baru, Afrika Selatan, Swiss dan

lain-lain telah mengunakan bahan bakar alternatif ini untuk digunakan pada

kendaraan bermotor.

Campuran bioetanol dan premium dapat divariasikan kadarnya. Misalnya

Gasohol BE-10, yang mengandung 10% bioetanol, sisanya premium.

Kualitasetanol yang digunakan tergolong fuel grade etanol yang kadar etanolnya

99%. Etanol yang mengandung 35% oksigen dapat meningkatkan efisiensi

pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Rendahnya biaya produksi

bioetanol karena sumber bahan bakunya merupakan limbah pertanian yang tidak

bernilai ekonomis dan berasal dari hasil pertanian budidaya yang dapat diambil

dengan mudah. Dilihat dari proses produksinya juga relatif sederhana dan murah.

Keuntungan lain dari bioetanol adalah nilai oktannya lebih tinggi dari

premium sehingga dapat menggantikan fungsi bahan aditif, seperti Metil

Tertiary Butyl Ether (MTBE) dan Tetra Ethyl Lead. Kedua zat aditif tersebut

telah dipilih menggantikan timbal pada premium. Etanol absolut memiliki angka

oktan (ON) 117, sedangkan Premium hanya 87-88. Gasohol BE-10 secara

proporsional memiliki ON 92 atau setara Pertamax. Pada komposisi ini

bioetanol dikenal sebagai octan enhancer (aditif) yang paling ramah lingkungan

dan di negara-negara maju telah menggeser penggunaan Tetra Ethyl Lead (TEL)

maupun Methyl Tertiary Buthyl Ether (MTBE). Hal tersebut terlihat pada tabel

(40)

Tabel 2.2 Sifat-sifat bahan bakar dari bioetanol, gasholine dan butyl eter [1]

Bioetanol ETBE MTBE Gasoline

Heating value [MJ/kg] 26.8 36.4 35.0 42

Heating value [MJ/I] 21.3 26.9 25.9 32

Octane number (RON) 106 115.118 113.120 92.96

Density at 15ºC [kg/I] 0.79 0.74 0.74 0.76

Visicosity at 20ºC [mm 2/

�]

1.5 1.5 0.7 0.6

Oxygen content [%] 35 16 18 0.2

Fuel Equivalent to Gasoline 0.66 0.83 0.80 1.0

2.4.2 Bioetanol untuk Kompor

Sumber energi fosil di Indonesia khususnya minyak bumi semakin langka.

Penggunaan terbesar adalah pada sektor rumah tangga dan komersial, diikuti oleh

sektor industri, transportasi, dan bahan baku. Hal ini mendorong pemerintah

untuk mulai menggunakan energi baru dan terbarukan (EBT) untuk mencegah

habisnya minyak bumi. Salah satu energi alternatif yang bisa dimanfaatkan

adalah bioetanol.

Sejak 4 tahun yang lalu pertama kali diperkenalkan hingga sekarang,

bioetanol telah mengalami peningkatan dalam penjualannya. Akan tetapi

bioetanol tersebut sebagian besar hanya dikonsumsi untuk skala industri.

Sedangkan untuk transportasi dan target sektor rumah tangga yaitu penggunaan

kompor bioetanol, masih mengalami kendala, terutama kelemahan pada desain

kompornya.

Terkait dengan masalah kompor bioethanol, pemerintah telah

mengupayakan rencana pengurangan penggunaan minyak tanah untuk keperluan

rumah tangga dengan mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun

2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati sebagai bahan

bakar lain.

Menindak lanjuti Inpres tersebut, masyarakat telah mengupayakan

bioetanol sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah. Penggunaan bioetanol

(41)

bioetanol memang belum sepopuler kompor minyak tanah maupun kompor LPG,

akan tetapi sampai saat ini banyak pihak yang optimis akan kelangsungan hidup

produk tersebut di masa yang akan datang, baik itu untuk perseorangan maupun

instansi.

Salah satu keunggulan kompor bioethanol tersebut adalah bahwa kompor

ini lebih aman daripada menggunakan kompor gas LPG, karena kompor ini tidak

memerlukan tekanan, etanol cukup digantungkan di tempat yang lebih tinggi dari

posisi kompor atau dengan low-pressure. Untuk mematikan kompor ini cukup

dengan dikecilkan regulatornya dan ditiup pada saat api sudah mengecil, bahkan

disiram air pun api sudah mati persis penanganan terhadap kompor minyak tanah.

Dari aspek harga juga sangat kompetitif, dasar aturannya adalah Kepmen

ESDM No. 3784 Tahun 2014 tanggal 2 Oktober 2014 tentang HIP BBN yang

menetapkan formulasinya yaitu Argus FOB Thailand +14%. Atas dasar formulasi

itu harga jual bioetanol adalah USD 550/KL atau Rp 7000 per liter. Jika

ditambahkan biaya handling, distribusi dan marketing Rp 3000 per liter, maka

harga komersialnya Rp 10.000 perliter atau Rp 120,000 untuk 12 liter dan untuk

harga subsidinya Rp 5000 per liter atau Rp 15.000 untuk kemasan melon 3 liter.

Padahal kalori panasnya labih tinggi ketimbang LPG, karena itu mampu

memasak lebih cepat.

Seandainya kompor bioetanol ini digunakan secara masif di republik ini

maka akan menimbulkan efek berganda yang akan berimbas langsung kepada

kesejahteraan petani. Seandainya singkong digunakan sebagai bahan baku

pembuatan bioetanol, maka akan bergulir kegiatan perekonomian dari petani

sampai pengguna energi akhir yaitu para ibu rumah tangga pemakai kompor

bioetanol. Dan jika bahan baku etanol tersebut terbuat dari tetes tebu (molasses),

maka putaran dana triliunan rupiah itu akan mampu memberdayakan puluhan

pabrik gula dan petani tebu yang kini kondisinya rata-rata hidup segan mati tak

mau.

Kelemahan utama beberapa kompor bioetanol produksi lokal seperti:

kompor Bionas dari Yogyakarta, kompor Kuwatsu, serta kompor Repindo antara

lain kurang efisien, kurang nyaman dan kurang user-friendly bagi penggunanya.

(42)

masyarakat hingga saat ini. Karena itu, perlu dikembangkan kompor bioetanol

yang lebih berkualitas dan dapat memenuhi kebutuhan penggunanya. Dan itu

sangat memungkinkan karena cara kerjanya yang amat sederhana [1].

2.5. Bioetanol Gel

Bahan Bakar Minyak (BBM) sudah menjadi bagian dari kebutuhan

masyarakat. BBM menjadi kebutuhan yang sangat penting dan paling dicari oleh

masyarakat. Terutama minyak tanah, hampir semua lapisan masyarakat

menggunakan minyak tanah. Namun karena deposit minyak bumi Indonesia

hanya tinggal 20 tahun maka harus dicari bahan bakar alternatif lain yang dapat

menggantikan minyak tanah.

Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif yang bejanaensial karena

sumbernya mudah diperbaharui. Namun ada beberapa kendala yang harus

dihadapi agar bioetanol dapat digunakan oleh masyarakat secara luas yaitu:

1. Bioetanol hanya diproduksi di daerah tertentu, tidak setiap daerah terdapat

produsen bioetanol.

2. Bioetanol yang berbentuk cair beresiko tumpah saat didistribusikan ke

daerah lain. Hal ini disebabkan biasanya bioetanol didistribusikan dalam

drum-drum yang kurang aman dalam pengangkutannya (jika dibandingkan

pengangkutan minyak tanah oleh Pertamina yang dimasukkan dalam

tangki).

3. Selain itu, bioetanol yang berwujud cair lebih beresiko mudah tumpah dan

mudah meledak karena sifatnya yang volatil. Oleh karena itu bioetanol

cair diubah menjadi bioetanol gel yang lebih aman dalam proses

pengangkutan dan penggunaannya.

Bioetanol gel memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bakar

alternatif lainnya yaitu selama pembakaran gel tidak berasap, tidak berjelaga,

tidak mengemisi gas berbahaya, non karsinogenik, non korosif. Bentuknya yang

gel memudahkan dalam pengemasan dan dalam pendistribusian. Bioetanol gel

(43)

Untuk membuat bioetanol gel dibutuhkan pengental berupa tepung, seperti

kalsium asetat, atau pengental lainnya seperti xanthan gum, carbopol EZ-3

polymer, dan berbagai material turunan selulosa.

Untuk pengental jenis polimer carboxy vinyl seperti carbopol dibutuhkan

air untuk membentuk struktur gel yang diinginkan. Penambahan pengental dan air

saat pembuatan bioetanol gel sangat mungkin mempengaruhi sifat fisik bioetanol

gel yang dihasilkan. Sifat fisik yang mungkin terpengaruh antara lain flash point,

nilai kalor dan viskositas.

Selain dipergunakan untuk campuran bahan bakar bensin premium,

bioetanol dapat juga dipergunakan untuk bahan bakar rumah tangga

menggantikan minyak tanah.

Pembuatan bioetanol gel dapat dilakukan sebagai berikut: (1) aduk

sebanyak 1-5% kalsium asetat yang berbentuk tepung dengan air sebanyak 20%

dari jumlah bioetanol; (2) tambahkan 1 liter bioetanol berkadar 70-90% lalu

diaduk; (3) tambahkan 5% natrium hidroksida sebagai penyeimbang pH agar

tingkat kemasaman mencapai 5-6, kemudian daya aduk diperbesar minimal

dengan kecepatan 2.500 rpm; (4) dalam waktu 5 menit bioetanol gel sudah

terbentuk.

Dengan bioetanol berbentuk gel, bagi ibu rumah tangga pekerjaan mengisi

bahan bakar kompor menjadi lebih praktis. Di samping itu, bentuk kompor untuk

bioetanol gel sangat sederhana, bentuknya mirip kompor konvensional karena

pada kompor yang tidak bersumbu ini terdapat tempat meletakkan bioetanol gel.

Ketika bioetanol gel dikompor habis, api akan padam; penambahan bioetanol gel

harus dilakukan saat api telah padam, peletakan maupun penambahan gel dapat

dilakukan dengan menggunakan sendok. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

pemakaian bioetanol gel lebih hemat daripada minyak tanah, daya bakar 200 gram

bioetanol gel setara dengan daya bakar 1 liter minyak tanah.

Afrika Selatan merupakan negara pertama yang telah menerapkan

pemakaian bioetanol gel secara meluas di masyarakatnya. Sejak tahun 2007

bioetanol gel sudah akrab dipakai sebagai bahan bakar rumah tangga di sana, oleh

(44)

berbagai ragam bahan baku bioetanol, sudah saatnya untuk mulai

mengembangkan bioetanol gel.

Dengan bentuk bioetanol gel dapat dibuat bentuk kompor yang sederhana,

diharapkan bioetanol dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif rumah

tangga oleh masyarakat luas, menggantikan minyak tanah dan gas LPG yang

keberadaannya semakin langka dan mahal[1].

Indra Triaswati dan Lani Nurhayanti, Jurusan Teknik Kimia Fakultas

Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang, 2009, melakukan sebuah penelitian

mengenai bioetanol gel. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

bioetanol dengan kadar 70 %, air, trietanolamine (TEA), carbopol. Peralatan

penelitian yang digunakan antara lain statif, klem, beaker glass ukuran 2 liter,

pengaduk, motor pengaduk, regulator, gelas ukur 10 ml, gelas ukur 500 ml dan

timbangan[2]. Adapun rangkaian alat dapat dilihat pada gambar 2.4

Gambar 2.4 Rangkaian alat uji Bioetanol Gel [2]

Variabel kendali dalam penelitian ini adalah bioetanol 90% massa dari

campuran bioetanol gel (400 g bioetanol = 500 ml bioetanol ) dan waktu

pengadukan 1 jam Variabel yang dipilih sebagai variabel berubah adalah %

carbopol (% massa dari campuran bioetanol gel) (level bawah=0,85%, level

tengah=1,05% dan level atas=1,25%), dan % air (% massa dari campuran

bioetanol gel) (level bawah=7,5%, level tengah=7,9%, dan level atas=8,3%).

Percobaan dirancang dengan metode Central Composite Design menggunakan

(45)

Prosedur kerja proses dimulai dengan mengaduk bioetanol dan air sambil

menambahkan carbopol dengan perlahan-lahan. Lalu menambahkan

trietanolamine setelah carbopol larut dengan jumlah yang sama dengan carbopol.

Pengadukan dilanjutkan selama 1 jam dan bioetanol gel terbentuk. Kemudian

menganalisa flash point, nilai kalor, dan viskositasnya.

Pengaruh Persentase Air dan Carbopol terhadap Flash Point sangat

berpengaruh. Bioetanol gel yang dihasilkan dianalisa nilai flash point-nya. Hasil

analisa dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut:

Tabel 2.3 Hasil Analisa Nilai Flash Poin [2].

Run Carbopol (%massa) Air (%massa) Flash Point (ºC)

1 0.85 7.5 17.9

2 0.85 8.3 18.6

3 1.25 7.5 18.3

4 1.25 8.3 19.8

5 0.76 7.9 18.7

6 1.33 7.9 19.7

7 1.05 7.33 19.7

8 1.05 8.46 18.8

9 1.05 1.97 20.7

10 1.05 9 21.4

Aplikasi Metode Respon Permukaan menghasilkan persamaan model

matematis yang merupakan hubungan empiris nilai flash point dengan variabel

percobaan yang diberi kode X1 dan X2 ,dengan X1 adalah persentase carbopol

dan X2 adalah persentase air. Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan model

(46)

Y = 21,050+0,37678 X1-1,06875 X12+0,11590 X2-1,04375 X22+0,200 X1X2 (2.1)

Hasil prediksi dengan persamaan model matematis dibandingkan dengan

[image:46.595.108.515.210.447.2]

hasil analisa tersaji dalam tabel 2.4

Tabel 2.4 Perbandingan Hasil Analisa dengan Hasil Prediksi untuk Flash Poin [2].

Run �� (%) �� (%) Yo (ºC) Yp(ºC)

1 0.85 7.5 17.9 18.6

2 0.85 8.3 18.6 18.5

3 1.25 7.5 18.3 18.9

4 1.25 8.3 19.8 19.6

5 0.76 7.9 18.7 18.4

6 1.33 7.9 19.7 19.4

7 1.05 7.33 19.7 18.8

8 1.05 8.46 18.8 19.1

9 1.05 1.97 20.7 21.1

10 1.05 9 21.4 21.1

Keterangan :

X1 = Persentase carbopol ( %)

X2 = Persentase air ( %)

Yo = Nilai flash point hasil analisa (℃)

Yp = Nilai flash point hasil prediksi (℃)

Data tersebut kemudian diolah dengan metode central composit design

dari program Statistica 6 untuk mengetahui pengaruh dari variabel - variabel yang

(47)
[image:47.595.156.473.86.291.2]

Gambar 2.5 Diagram Pareto untuk Analisa Flash Point[2]

Dari gambar 2.5 (Pareto Chart) variabel yang berpengaruh adalah

carbopol(Q), air(Q). Kedua variabel tersebut dicari kondisi operasi optimumnya

[image:47.595.152.477.425.661.2]

dengan menggunakan grafik optimasi 3 dimensi dan grafik kontur permukaan.

Grafik optimasi 3 dimensi dan grafik kontur permukaan dari ketiga variabel tersebut

bisa dilihat di gambar 2.6 dan 2.7.

(48)
[image:48.595.140.487.89.338.2]

Gambar 2.7 Grafik kontur permukaan untuk nilai flash point [2].

Grafik optimasi dan kontur permukaan di atas menunjukkan pengaruh

persentase carbopol dan air terhadap nilai flash point .Terlihat bahwa nilai flash

point optimum (21ºC) tercapai pada persentase carbopol 1,09 % dan persentase air

7,9 %. Carbopol merupakan polimer yang bersifat hidrofilik yang dapat menyerap

dan menahan air dalam jaringan polimernya. Carbopol akan mengembang dalam

air 1000 kali lebih besar dari volume semula dan 10 kali dari diameter semula

untuk membentuk struktur gel.

Struktur gel akan menurunkan volatilitas bioetanol sehingga nilai flash

point-nya akan naik. Air merupakan materi yang tidak bisa terbakar sehingga

keberadaannya dalam bioetanol akan menaikkan nilai flash point bioetanol. Dari

hasil ini dapat disimpulkan bahwa persentase carbopol dan persentase air

mempengaruhi flash point. Bioetanol gel yang dihasilkan dianalisa nilai kalor-nya.

(49)

Tabel 2.5 Hasil Analisa Nilai Kalor [2].

Run Carbopol (%massa) Air (%massa) Nilai Kalor (cal/g)

1 0.85 7.5 3889,815

2 0.85 8.3 4015.245

3 1.25 7.5 4060.58

4 1.25 8.3 3989.7

5 0.76 7.9 3998.025

6 1.33 7.9 3948.605

7 1.05 7.33 4049.415

8 1.05 8.46 3970.655

9 1.05 1.97 3966.7210

10 1.05 9 4041.99

Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan model matematis sebagai berikut :

Y = 41.100+17.754 X1+1631,25 X12 + 818,93 X2 -1.49375 X22-1.900 X1X2 (2.2)

[image:49.595.106.516.490.729.2]

Hasil prediksi dengan persamaan model matematis dibandingkan dengan hasil analisa tersaji dalam tabel 2.6

Tabel 2.6 Perbandingan Hasil Analisa dengan Hasil Prediksi untuk Nilai Kalor [2]

Run (%) (%) Yo (cal/g) Yo (cal/g)

1 0.85 7.5 3889,815 3938.971

2 0.85 8.3 4015.245 4022.981

3 1.25 7.5 4060.58 4055.252

4 1.25 8.3 3989.7 3942.889

5 0.76 7.9 3998.025 3858.328

6 1.33 7.9 3948.605 3983.962

7 1.05 7.33 4049.415 4018.917

8 1.05 8.46 3970.655 3998.823

9 1.05 1.97 3966.7210 4004.355

(50)

Keterangan :

X1 = Persentase carbopol ( %)

X2 = Persentase air ( %)

Yo = Nilai kalor hasil analisa (cal/g)

Yp = Nilai kalor hasil prediksi (cal/g)

Data tersebut kemudian diolah dengan metode central composit design

dari program Statistica 6 untuk mengetahui pengaruh dari variabel - variabel yang

digunakan. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 2.8

Gambar 2.8 Diagram Pareto untuk Analisa Nilai Kalor[2]

Dari gambar 2.8 (Pareto Chart) variabel yang berpengaruh adalah (1)

carbopol(L), (2)air(L), carbopol (Q), air(Q), dan 1L by 2L. Dari gambar 5 (grafik

pareto) terlihat bahwa tidak ada variabel yang paling berpengaruh terhadap nilai

kalor atau kedua variabel sama- sama memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap nilai kalor. Oleh karena itu kedua variabel tersebut harus dicari

kecenderungannya dan kondisi operasi optimumnya dengan menggunakan grafik

optimasi 3 dimensi dan grafik kontur permukaan. Grafik optimasi 3 dimensi dan

grafik kontur permukaan dari ketiga variabel tersebut bisa dilihat digambar 2.9

(51)
[image:51.595.181.448.88.306.2] [image:51.595.127.505.359.606.2]

Gambar 2.9 Grafik optimasi 3D % carbopol vs % air untuk nilai kalor

Gambar 2.9Grafik optimasi 3D % carbopol vs % air untuk nilai kalor[2]

Gambar 2.10 Grafik kontur permukaan untuk nilai kalor[2]

Grafik optimasi dan kontur permukaan di atas menunjukkan pengaruh

persentase carbopol dan air terhadap nilai kalor .Terlihat bahwa nilai kalor

optimum (4000 cal/g) tercapai pada persentase carbopol 1,09 % dan persentase air

7,9 %. Kandungan air pada bioetanol gel berpengaruh pada laju pembakarannya

(52)

Carbopol juga mempengaruhi nilai kalor. Hal ini disebabkan karena

carbopol sebagai gelling agent merupakan gabungan molekul-molekul dan lilitan-

lilitan dari polimer molekul yang akan berikatan melalui ikatan silang membentuk

struktur jaringan tiga dimensi dengan molekul pelarut terperangkap dalam

jaringan ini. Dengan kata lain bioetanol juga ikut terperangkap dalam ikatan

polimer molekul carbopol, sehingga kalor yang dihasilkan oleh bioetanol gel

semakin menurun, dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa persentase carbopol,

persentase air dan interaksi keduanya mempengaruhi nilai kalor.

Pengaruh persentase air dan carbopol terhadap Flash Point. Bioetanol gel

yang dihasilkan dianalisa nilai viskositas-nya. Hasil analisa dapat diihat pada tabel

2.7

Tabel 2.7 Hasil Analisa Viskositas [2]

Run Carbopol (%massa) Air (%massa) Viskositas (cps)

1 0.85 7.5 17400

2 0.85 8.3 24900

3 1.25 7.5 55800

4 1.25 8.3 55700

5 0.76 7.9 21400

6 1.33 7.9 72900

7 1.05 7.33 41200

8 1.05 8.46 40600

9 1.05 1.97 40200

10 1.05 9 42000

Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan model matematis sebagai berikut :

Y = 41.100+17.754 X1+1631,25 X12 + 818,93 X2 -1.49375 X22-1.900 X1X2 (2.3)

Hasil prediksi dengan persamaan model matematis dibandingkan dengan

(53)

Tabel 2.8 Perbandingan Hasil Analisa dengan Hasil Prediksi untuk Viskositas [2]

Run (%) (%) Yo (cps) Yp (cps)

1 0.85 7.5 17400 20764.57

2 0.85 8.3 24900 26202.43

3 1.25 7.5 55800 60072.57

4 1.25 8.3 55700 57910.43

5 0.76 7.9 21400 19254.55

6 1.33 7.9 72900 69470.45

7 1.05 7.33 41200 36954.35

8 1.05 8.46 40600 39270.65

9 1.05 1.97 40200 41100

10 1.05 9 42000 41100

Keterangan :

X1 = Persentase carbopol ( %)

X2 = Persentase air ( %)

Yo = Nilai viskositas hasil analisa (cps)

Yp = Nilai viskositas hasil prediksi (cps)

Data tersebut kemudian diolah dengan metode central composit design

dari program Statistica 6 untuk mengetahui pengaruh dari variabel - variabel yang

[image:53.595.111.512.102.344.2]

digunakan. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 2.11

(54)

Dari gambar 2.11 (Pareto Chart) variabel yang berpengaruh(1) carbopol

(L). Kedua variabel tersebut dicari kondisi operasi optimumnya dengan

menggunakan grafik optimasi 3 dimensi dan grafik kontur permukaan. Grafik

optimasi 3 dimensi dan grafik kontur permukaan dari ketiga variabel tersebut bisa

[image:54.595.150.511.412.619.2]

dilihat di gambar 2.12 dan 2.13

Gambar 2.12 Grafik optimasi 3D % carbopol vs % air untuk viskositas [2]

Gambar 2.13 Grafik kontur permukaan untuk viskositas [2]

Grafik optimasi dan kontur permukaan di atas menunjukkan pengaruh

persentase carbopol dan air terhadap viskositas .Terlihat bahwa viskositas hanya

dipengaruhi oleh carbopol. Namun dari grafik optimasi dan kontur permukaan

(55)

digunakan sebagai variabel kurang besar, sehingga nilai viskositas optimum

belum tercapai. Oleh karena itu, untuk membuat bioetanol gel dengan nilai

viskositas optimum diperlukan persentase carbopol lebih dari 1,4 %. Semakin

banyak carbopol yang ditambahkan maka semakin banyak polimer yang saling

berikatan membentuk ikatan tiga dimensi yang merangkap molekul pelarut.

Carbopol akan mengembang dalam air 1000 kali lebih besar dari volume semula

dan 10 kali dari diameter semula. Semakin banyak carbopol maka viskositas

bioetanol gel yang dihasilkan akan semakin besar.

Perbandingan Nilai Kalor Bioetanol Cair dan Bioetanol Gel.

Dari hasil pengukuran dengan menggunakan bom kalorimeter didapatkan

nilai kalor bioetanol cair adalah 4918,66 cal/g dan nilai kalor bioetanol gel adalah

3992,875 cal/g. Terlihat bahwa terjadi penurunan nilai kalor pada bio

Gambar

Tabel 2.4 Perbandingan Hasil Analisa dengan Hasil Prediksi untuk Flash Poin [2].
Grafik optimasi 3 dimensi dan grafik kontur permukaan dari ketiga variabel tersebut
Gambar 2.7 Grafik kontur permukaan untuk nilai flash point [2].
Tabel 2.6 Perbandingan Hasil Analisa dengan Hasil Prediksi untuk Nilai Kalor [2]
+7

Referensi

Dokumen terkait

The analysis of the reflectance spectra produced by the model also shows that the size of the water droplets in the emulsion is a key parameter in the reflectance spectra shape..

Bersubsidi dari Lini I sampai Lini IV sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian

Mapping of topsoil properties using Visible, Near-Infrared and Short Wave Infrared (VNIR/SWIR) hyperspectral imagery requires large sets of ground measurements for calibrating

Rancang bangun mesin pemanen udang tipe vakum ini merupakan solusi untuk menjawab berbagai kendala pemanenan yang terjadi karena komoditas panen tidak langsung

[r]

Peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik pada kelas eksperimen yang menggunakan metode problem solving lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yang

Namun, Serambi Botani memiliki potensi untuk memilih huruf yang lebih menarik dan lebih unik sehingga dapat meningkatkan persepsi konsumen untuk memberikan nilai yang

Penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan secara kolaboratif antara peneliti sebagai guru, guru kelas V sebagai observer dalam proses pembelajaran nilai tempat