• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PROGRAM GENERASI BERENCANA DI KOTA BANDAR LAMPUNG (Studi Pada Badan Kordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kota Bandar Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI PROGRAM GENERASI BERENCANA DI KOTA BANDAR LAMPUNG (Studi Pada Badan Kordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kota Bandar Lampung"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTATION OF GENERATION PLANNING PROGRAM (GENRE) IN BANDAR LAMPUNG CITY

BY ARDIANSYAH

Generation planning program is government’s policy which is responsible to overcome the population problems. Generation planning program is one of the government's efforts in making the development of population, in order to support Indonesian youth being more visionary so that can be useful for the nation. In fact, the development of Generation Planning Program in Bandar Lampung City, is not running as it expected. This research aims to learn about the implementation of Generation Planning Program in Bandar Lampung City.

This research using qualitative research method with the primary and secondary data. The processed data is presented in the form of a description, and then interpreted to be discussed and analyzed qualitatively, and then to subsequently be concluded. Based on the results of research and discussion it is known that the development of Genre program is not running optimally in Bandar Lampung city. The communication in the implementation of the Genre program in Bandar Lampung city conducted with socialization, but the program socialization was not conducted properly. Commitment and responsibility of PIK Youth in implementing the Genre program is not good. There is a dishonesty shown by the manager of PIK Youth on Implementing the genre program in Bandar Lampung city. Fragmentation of the PIK Youth was eventually impede coordination among implementors, so that PIK Youth and schools can not become a partner on implementing the Genre program in the Bandar Lampung city.

(2)

KOTA BANDAR LAMPUNG Oleh

Ardiansyah

Program Generasi Berencana merupakan kebijakan dari pemerintah yang bertanggung jawab mengatasi permasalahan kependudukan. Program Generasi Berencana adalah salah satu upaya pemerintah dalam melakukan pembangunan kependudukan, guna mendukung remaja-remaja Indonesia lebih visioner agar berguna untuk bangsa. Pada perkembangan pelaksanaan program Genre di Kota Bandar Lampung ternyata belum seperti apa yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi Program Generasi Berencana di Kota Bandar Lampung.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data yang sudah diolah kemudian disajikan dalam bentuk uraian, lalu dintreprestasikan atau ditafsirkan untuk dilakukan pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk selanjutkan ditarik suatu kesimpulan.

(3)

IMPLEMENTASI PROGRAM GENERASI BERENCANA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(Studi Pada Badan Kordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kota Bandar Lampung)

Oleh ARDIANSYAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA ADMINISTRASI NEGARA

Pada

Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

IMPLEMENTASI PROGRAM GENERASI BERENCANA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(Studi Pada Badan Kordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kota Bandar Lampung)

Skripsi

Oleh

ARDIANSYAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

Gambar 2. Distribusi Persentase Kegiatan Ekonomi 2012 ... 57

Gambar 3. Struktur Organisasi Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan ... 66

Gambar 4. Wawancara Kepala Bidang Keluarga Sejahtera BKKBN Lampung ... 86

Gambar 5. Wawancara Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat BKKBPP Kota Bandar Lampung ... 86

Gambar 6. Penyebaran Kuesioner/Angket Penelitian ... 86

Gambar 7. Stand/Banner Program GenRe di Kota Bandar Lampung ... 94

Gambar 8.Sosialisasi Program GenRe di Kota Bandar Lampung ... 94

Gambar 9. Petugas Lapangan GenRe di Kota Bandar Lampung ... 100

Gambar 10. Buku Pedoman dan Kaset CD Pelaksanaan Program sebagai salah satu Sumberdaya Informasi ... 100

Gambar 11. Pusat Informasi Konseling di Kota Bandar Lampung ... 100

(6)
(7)
(8)

DAFTAR ISI A. Tinjauan tentang Kebijakan Publik ... 13

1. Pengertian Kebijakan Publik ... 13

2. Pengertian Program ... 16

B. Implementasi Kebijakan Publik ... 18

C. Model Implementasi Kebijakan ... 20

D. Tinjauan Tentang Program Generasi Berencana ... 32

E. Konsep Teori Pembinaan dan Remaja ... 36

F. Kerangka Pemikiran ... 41

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Tipe Penelitian... 42

B. Fokus Penelitian ... 43

C. Lokasi Penelitian ... 44

D. Informan Penelitian ... 45

E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 46

F. Analisis Data ... 49

(9)

B. Kantor Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Kota Bandar Lampung ... 58 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Implementasi Program Generasi Berencana di Kota Bandar Lampung ... 68 B. Hasil Wawancara ... 80 C. Pembahasan ... 87 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 107 B. Saran ... 109 DAFTAR PUSTAKA

(10)

Halaman Tabel 1. Kasus Narkoba Di Kota Bandar Lampung 2011-2014 ... 5 Tabel 2. Jumlah Penderita HIV/AIDS di Kota Bandar Lampung

2011-2013 ... 6 Tabel 3. Kegiatan Pusat Informasi Konseling ... 9 Tabel 4. Kegiatan Bina Keluarga Remaja (BKR) ... 9 Tabel 5. Jumlah Remaja di Kota Bandar Lampung, Berdasarkan Hasil

Sensus Penduduk Tahun 2012 ... 56 Tabel 6. Distribusi Persentase Kegiatan Ekonomi Tahun 2012

Tabel 7. Distribusi Jawaban Responden Tentang Adanya Program

Generasi Berencana di Kota Bandar Lampung ... 69 Tabel 8. Distribusi Jawaban Informan tentang Tentang Adanya Program

Generasi Berencana di Kota Bandar Lampung ... 70 Tabel 9. Distribusi Jawaban Informan tentang Pengetahuan Latar

Belakang Munculnya Program Generasi Berencana di Kota

Bandar Lampung ... 71 Tabel 10. Distribusi Jawaban Informan tentang Pengetahuan Mengenai

Maksud dan Tujuan Program Generasi Berencana di Kota

Bandar Lampung ... 71 Tabel 11. Distribusi Jawaban Tentang Pengetahuan Informan Mengenai

Tahap-Tahap Pelaksanaan Program Generasi Berencana di

Kota Bandar Lampung ... 72 Tabel 12. Distribusi Jawaban Informan tentang Sosialisasi yang

dilakukan Implementor ... 74 Tabel 13. Distribusi Jawaban Responden Tentang Pendapatan yang

dilakukan Implementor ... 74 Tabel 14. Distribusi Jawaban Informan tentang Proses Program Generasi

Berencana di Kota Bandar Lampung ... 75 Tabel 15. Distribusi Jawaban Informan tentang Kerjasama Para

Implementor... 76 Tabel 16. Distribusi Jawaban Informan tentang Pemahaman Implementor

Terkait Tugas dan Fungsinya ... 77 Tabel 17. Distribusi Jawaban Informan Mengenai Kinerja dan Tanggung

Jawab PIK ... 77 Tabel 18. Distribusi Jawaban Informan Tentang Komitmen Implementor

dalam Menjalankan Program Generasi Berencana di Kota

Bandar Lampung ... 78 Tabel 19. Distribusi Jawaban Informan Tentang Pelaksanaan Program

(11)
(12)

MOTO

“K

esedihan membuat akal terpana dan tidak berdaya. Jika anda tertimpa

kesedihan, terimalah dia dengan keteguhan hati dan berdayakanlah akal

untuk mencari jalan keluar

”.

(Socrates)

“COGITO ERGO SUM (Aku berfikir, maka aku ada)”.

(Rene Descartes)

Usaha merupakan wujud tekad yang nyata dari seseorang untuk

memelihara mimpi-mimpinya tetap dalam kepalan.

(Ardiansyah)

Satu ons aksi lebih berharga daripada satu ton teori

(13)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahim

Kupersembahkan sebuah Karya sederhana ini teruntuk mereka yang mencintaiku dan kucintai:

Kedua orang tua

Ayahku tercinta Haroni. Ibuku tercinta Ridho Waty M.

Adalah alasan utamaku untuk tidak pernah berhenti bermimpi dalam mencapai cita, yang selalu mendoakan dan memberikan segala

bentuk dukungan dalam 24 tahun hidupku

Sungguh, kasih sayang yang kalian berikan tidak akan mampu tergantikan

Kakakku Arief Andhika Kakakku Arfiana

Mereka yang selalu memotivasiku untuk tidak pernah menyerah dalam keadaan sulit sekalipun, yang senantiasa mendoakan serta

mendukung pula mengarahkan disetiapku menghadapi permasalahan, terima kasih.

Keluarga Besarku, sahabat, Rekan-rekan Himagara, Almamater dan seluruh dosen pengajar

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 13 November 1991 di Pringsewu. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara yang tumbuh dan dibesarkan dari pasangan Bapak Haroni dan Ibu Ridho waty M. Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak Amartatani Bandar Lampung lulus tahun 1997, dilanjutkan di SD N 02 Labuhan Dalam Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2003, kemudian dilanjutkan di SMPN 19 Bandar Lampung pada tahun 2006 dan SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung pada tahun 2009. Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2010.

(15)

بِسِِْ هِ بِرَ حِ هِ بِربِسحمِِ

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“ImplementasiبProgramبGenerasiبBerencanaبdiبKotaبBandar Lampung (Studi

Pada Badan Kordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan

Kotaب Bandarب Lampung”. Skripsi ini disusun dengan maksud sebagai salah satu

syarat untuk mencapai gelar Sarjana (S1) pada Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

(16)

selalu kupanjatkan untuk seluruh oksigen yang kuhirup yang telah menghidupiku hingga kini.

2. Keluargaku tercinta yang tidak pernah bosan memberikan do’a dan dukungan hingga terselesaikannya pendidikan di Universitas. Ayahandaku Haroni dan Mamaku Ridho Waty M, kedua orangtua terhebat yang pernah kumiliki yang senantiasa berdoa bagi kesuksesan di setiap langkah anak-anaknya. Saya ucapkan terima kasih atas segala bentuk dukungan dan kesabaran atas penantian ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan dan limpahan rahmat bagi kedua orang tua yang sangat kusayangi, Amin.

3. Bapak Drs. H. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan FISIP.

4. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik juga sebagai Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang membangun serta mendukung kelancaran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

(17)

fikiran dalam proses penyusunan skripsi ini.

7. Ibu Devi Yulianti, S.AN, M.A selaku pembimbing kedua penulis dalam menyelesaikan skripsi, terima kasih untuk bimbingan, saran, arahan serta segala bantuan dalam penyempurnaan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Ibu Rahayu Sulistiowati, S.Sos, M.Si selaku dosen penguji yang turut serta mendukung kelancaran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

9. Bapak Eko Budi Sulistio S.Sos, M.AP yang turut berandil penting dan telah membantu peneliti mengarahkan penelitian skripsi ini

10.Seluruh dosen Ilmu Administrasi Negara yang telah berbagi ilmu dan pengalaman beserta segenap karyawan FISIP yang telah memberi kelancaran dan kenyamanan, selama menjalani masa studi di FISIP Universitas Lampung.

(18)

kelancaran penyelesaian skripsi, terima kasih segalanya.

13.Untuk senior-senior sedarah sekeluarga Bang Romand, Bang Hamdi, Bang Nanda, Bang Nando,yai Awing dan Ahden atas segala dukungan semangat juga tindasan-tindasan membangun.

14.Keluarga D’jambanz, Rewind, Alvo, Edwin, Farhan, Indu, Topang, Nur Dian, Puja, Robie dan syopian terima kasih untuk segala bentuk dorongan dan intimidasi yang sangat membakar semangat.

15.Untuk teman-teman PKT (Pedjoeang Kampoes Terakhir), Ali Syamsu, Ali Imron, Rachmani, Anjas, Hepsa, Datas, Ghali, Widy, Gery, Gideon, Efridho, Risky, Yulius tetap semangat, terus berusaha! Revolusi tidak terjadi di tempat tidoer.

16.Keluarga Besar ADUSELON (Angkatan ke Dua Belas Sekelompok Mahasiswa Publik Administration) : Aden, Rizal, Satria, Pandu, Triyadi, Uyung, Annisa, Bunga, Yogis, Rahman, Desmon, Maya, Kiting, Indah, Erisa, Tio, Hadi, Izal, Cory, Ade, Gusti, Hanny, Karina, Lica, Rofi, Nona dll. Terima kasih saya bisa mengenal kalian, and see you on top, Amin.

(19)

18.Adik-adik HIMAGARA (Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara), Khusus buat ANTIMAPIA (Angkatan Tiga Belas Mahasiswa Public Administration), AMPERA (Angkatan Empat Belas Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara), ALAS MENARA (Angkatan Lima Belas Mahasiswa Imu Administrasi Negara). Terima kasih telah berkesan mewarnai dan melanjutkan roda kepengurusan HIMAGARA.

19.Beserta seluruh pihak yang terkait dan telah memberikan kontribusi dalam penyusunan Skripsi ini yang tidak bisa dituliskan satu per satu. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi mereka yang membacanya.

(20)
(21)
(22)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah populasi penduduk yang sangat tinggi. Menurut data Sensus Penduduk, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa, dengan 27,6% dari jumlah penduduknya adalah remaja umur 10-24 tahun yakni sebanyak 64 juta jiwa1. Dengan jumlah penduduk yang besar ini menjadi tantangan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan infrastruktur dan pelayanan publik dalam rangka pembangunan nasional yang lebih baik.

Menurut Undang Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas, dan kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, sosial budaya, agama serta lingkungan penduduk setempat. Disamping itu pula perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga didefinisikan sebagai rangkaian usaha untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk pada seluruh dimensi penduduk.

1

(23)

Berdasarkan hal tersebut, pemerintah Indonesia harus mengendalikan laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi dengan sebaik-baiknya.Karena jumlah penduduk bukan hanya merupakan modal, tetapi juga akan menjadi beban dalam pembangunan. Jika jumlah penduduk yang besar tersebut tidak seiring dengan kemampuan penyediaan lapangan kerja dan kualitas sumber daya manusia yang baik.

Pembangunan manusia merupakan pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat. Dan salah satu dimensi dalam pembangunan nasional adalah masalah kependudukan. Penduduk merupakan subjek dan objek pembangunan, maka kebijakan kependudukan sangat strategis bagi penerapan kebijakan-kebijakkan lainnya. Oleh karena itu pemerintah harus bisa membekali sumber daya manusia- sumber daya manusia yang ada, guna mendorong pembangunan nasional lebih baik, serta menjadikan jumlah penduduk yang besar tersebut menjadi modal utama pembangunan nasional.

(24)

pemerintah Indonesia harus melakukan tindakan agar dapat meminimalisir jumlah pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi serta memberdayakan jumlah penduduk yang ada agar terciptanya keseimbangan pertumbuhan yang efektif. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu memaksimalkan peranan badan atau instansi yang kompeten dalam menghadapi masalah kependudukan.

Remaja didefinisikan yaitu mereka yang berusia 10-24 tahun, dan ditandai dengan perubahan dalam bentuk dan ukuran tubuh, fungsi tubuh, psikologi dan aspek fungsional. Dari segi umur remaja dapat dibagi menjadi remaja awal/early adolescence (10-14 tahun), remaja menengah/middle adolescence (15-19 tahun) dan remaja akhir/late adolescence (20-24 tahun).2

Jumlah remaja yang besar bisa menjadi aset bangsa sekaligus juga masalah bila tidak dilakukan pembinaan dengan baik. Ditambah lagi arus informasi yang tidak terkendali akan juga berdampak positif dan negatif bagi remaja. Kedua hal diatas apabila tidak dikendalikan dan dibina oleh pemerintah akan melahirkan remaja-remaja Indonesia yang berperilaku hidup tidak sehat dan tidak berakhlak. Perilaku hidup seperti ini tentunya akan mempengaruhi pembangunan nasional dalam perspektif kependudukan, karena tentunya permasalahan kependudukan tidak hanya berbicara tentang kuantitas, akan tetapi juga kualitas manusianya. Kualitas manusia Indonesia 10-20 tahun ke depan akan dipengaruhi dari kualitas remaja saat ini.

Pembinaan remaja perlu dilakukan melalui dua sisi, disatu sisi pembinaan dilakukan untuk membantu remaja menghadapi tantangan hidup masa sekarang.

2

(25)

Disisi lain pembinaan perlu juga dilakukan kepada remaja dalam mempersiapkan kehidupan di masa mendatang. Pembinaan dua arah ini perlu dilakukan secara bersinergis. Remaja yang terganggu kehidupannya saat ini, misalnya terganggu oleh risiko TRIAD KRR (Seksualitas, HIV dan AIDS, NAPZA), maka kehidupan masa depannya pun akan terganggu baik dari segi kesehatan ataupun psikologisnya. Disisi lain remaja juga perlu mendapat gambaran tentang perencanaan dan persiapan masa depan, sehingga remaja berhati-hati dalam bersikap, tidak akan melakukan hal-hal yang merugikan, dan menyambut masa depan dengan kesiapan mental khususnya dalam kesiapan kehidupan berkeluarga. Dalam rangka pembinaan remaja ini, pemerintah memberikan kerangka hukum dan acuan yang jelas baik berupa undang-undang, peraturan-peraturan dan ketentuan.

Dasar hukum dalam rangka pembinaan remaja terhadap permasalahan saat remaja ini dan juga mempersiapan masa depan remaja, pemerintah melakukan berbagai program dan kegiatan yang disebar ke instansi berkaitan sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yakni Undang-Undang No 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Dalam pasal 48 ayat (1) pada huruf b menyebutkan bahwa peningkatan kualitas remaja dengan pemberian akses informasi, pendidikan, konseling dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga. Peningkatan kualitas remaja melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga oleh BKKBN.

(26)

Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), serta terinfeksi Human immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). Beberapa fenomena juga dapat kita temukan di Bandar Lampung, sejumlah remaja tertangkap sedang melakukan perilaku seks di beberapa hotel di kawasan kota Bandar Lampung. 3Penyimpangan perilaku remaja di Kota Bandar Lampung makin variatif dengan ditemukannya pelajar yang tertangkap memiliki ganja, pil ekstasi maupun sabu.4

Tabel 1. Kasus Narkoba Di Kota Bandar Lampung 2011-2014

Tahun Jumlah

Sumber: Badan Narkotika Kota Bandar Lampung (diakses 24-2-2015)

3

Di akses dari http://hot.detik.com/read/2013/02/10/010917/2165809/10/18-pasangan-mesum-terjaring-razia-di-bandar-lampung pada tanggal 26-11-2014

4

(27)

Tabel 2. Jumlah Penderita HIV/AIDS di Kota Bandar Lampung 2011-2013

Tahun Usia Penderita HIV/AIDS

2011 1-25 Tahun 14

2012 1-25 Tahun 87

2013 1-25 Tahun 95

2014 1-25 Tahun 131

Sumber; Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung diakses pukul 19:40 17-11-2014

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa jumlah penderita HIV/AIDS dari tahun ketahun semakin meningkat. Untuk mengatasi permasalahan yang ada dikalangan remaja tersebut maka pemerintah melalui BKKBN perlu membuat suatu kebijakan untuk menekan tindakan-tindakan remaja khususnya di Kota Bandar Lampung. Dalam rangka merespon permasalahan remaja tersebut, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengembangkan Program Generasi Berencana (GenRe) bagi remaja dan keluarga yang memiliki remaja yang sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsinya dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan. Hal ini disesuaikan dengan keluarnya Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional No.47/Hk.010 B5/2010 Tentang Rencana Strategi BKKBN 2010-2014.

(28)

dan pendekatan kepada keluarga yang memiliki remaja.5 Pendekatan kepada remaja dilakukan melalui pengembangan wadah Pusat Informasi Konseling Remaja/Mahasiswa (PIK R/M) yang dilaksanakan melalui pendekatan dari, oleh dan untuk remaja. Selain pendekatan langsung kepada remaja, pendekatan dilakukan pula kepada orang tua yang memiliki remaja, mengingat keluarga adalah lingkungan terdekat remaja serta merupakan tempat pertama dan utama dalam pembentukkan karakter. Pendekatan kepada keluarga yang memiliki remaja dilakukan melalui Pengembangan Kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR). Tujuan dari program GenRe adalah memfasilitasi remaja belajar memahami dan mempraktikkan perilaku hidup sehat dan berahlak (healthy and ethical life behaviors) untuk mencapai ketahanan remaja (adolescence resilience) sebagai dasar mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera.

Dalam upaya melaksanakan program GenRe, Pemerintah Kota Bandar Lampung memberikan beban tugasnya kepada Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKKBPP) sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah Keluarga Berencana (SKPD KB) wilayah Kota Bandar Lampungsesuai dengan Peraturan Daerah No 5Tahun 2008 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja, tugas BKKBPP adalah membantu Wali Kota dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah dalam ruang lingkup pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana, dan keluarga sejahtera. BKKBPP Kota Bandar Lampung terus berupaya mengembangkan program tersebut kepada remaja dan keluarga yang memiliki remaja mengetahui pentingnya menjadi Generasi Berencana.

5

(29)

upaya strategis dan berbagai langkah terus dilakukan dengan maksud agar Program Generasi Berencana (GenRe) semakin dikenal luas oleh remaja dan keluarga sehingga permasalahan-permasalahan remaja dapat teratasi. Di Bandar Lampung sebagai contoh pelaksanaan Program Generasi Berencana yakni pembentukan Pusat Informasi Konseling Kesehatan Remaja di SMA 1 Bandar Lampung yang ditetapkan pada 4 November 2013, pembentukan Pusat Informasi Konseling di SMA 6 Bandar Lampung diresmikan pada tanggal 14 Oktober 2013 dan beberapa pembentukan lainnya di wilayah Kota Bandar Lampung.

Berdasarkan data Pusat Informasi Konseling dan Bina Keluarga Remaja tahun 2013 sebagai keluaran dari program Generasi Berencana yang diperoleh, intesifikasi pengelolaan program Genre di Kota Bandar Lampung sebenarnya masih berjalan kurang baik. Jumlah Pusat Informasi Konseling Remaja/Mahasiswa (PIK R/M) dan Bina Keluarga Remaja (BKR) yang terdaftar memang relatif besar, namun belum sesuai dengan standar pencapaian yang telah ditargetkan. Pusat Informasi Konseling Remaja/Mahasiswa dan Bina keluarga Remaja merupakan turunan proses pelaksanaan Program Genre yang secara tidak langsung mengindikatori pelaksanaan program Generasi Berencana tersebut. Fakta ini membuat BKKBPP harus lebih giat mensosialisasikan pelaksanaan program Genre di wilayah Kota Bandar Lampung.

(30)

di Kota Bandar Lampung. Berikut adalah pencapaian jumlah anggota PIK R/M dan Kelompok BKR di Kota Bandar Lampung :

Tabel 3. Kegiatan Pusat Informasi Konseling

Sumber: diakses dari http://bkkbn.go.id/bqweb/ceria/html pada tanggal 8-9-2014

Tabel 4. Kegiatan Bina Keluarga Remaja (BKR)

(31)

Dari data tersebut terlihat bahwa jumlah Pusat Informasi Konseling di Kota Bandar Lampung tidak memenuhi target. BKKBN memiliki target untuk pengadaan pusat informasi konseling di bandar lampung berjumlah 37, akan tetapi pusat informasi konseling sementara mencapai 26 tempat konseling, sehingga hal ini akan berpengaruh dengan penerapan tujuan dan sasaran program GenRe, yang salah tujuan vitalnya adalah menaikkan standar usia menikah serta mengurangi jumlah pernikahan dini dewasa ini. Untuk itu, BKKBPP (Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan) dinilai kurang maksimal menerapkan kebijakan Generasi Berencana di kota Bandar Lampung. Padahal semestinya di Provinsi Lampung, kota menjadi model dan contoh yang cendrung ideal bagi pengembangan program Genre di Kabupaten lain di Provinsi Lampung. Program Generasi Berencana adalah salah satu upaya pemerintah dalam melakukan pembangunan kependudukan, guna mendukung remaja-remaja Indonesia lebih visioner agar berguna untuk bangsa.

Kaum muda Indonesia adalah masa depan bangsa. Karena itu, setiap pemuda Indonesia, baik yang masih berstatus sebagai pelajar, mahasiswa, ataupun yang sudah menyelesaikan pendidikannya adalah aktor aktor penting yang sangat diandalkan untuk mewujudkan cita-cita pencerahan kehidupan bangsa kita dimasa depan. Peran remaja sangatlah krusial dalam mengisi pembangunan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa. Dalam situasi yang senantiasa tumbuh dan berkembang di era globalisasi ini, menuntut peran aktif mahasiswa, pelajar dan kaum remaja dalam perubahan segala aspek pembangunan nasional.

(32)

semangat kejuangan, sifat kritis, idealis, inovatif dan futuristik tanpa meninggalkan akar budaya bangsa Indonesia. Untuk itu, pemerintah Indonesia menopang tanggung jawab yang besar dalam membina remaja Indonesia menjadi remaja yang menjadi modal atau aset pembangunan bangsa yang membawa perubahan yang baik, sebab penyimpangan perilaku remaja dikhawatirkan akan merubah cara berfikir remaja yang seharusnya menjadi modal justru menjadi beban pembangunan. Program Generasi Berencana merupakan strategi pemerintah untuk membina remaja-remaja Indonesia menjadi remaja visioner yang terhindar dari resiko Triad KRR (Seksualitas, HIV/AIDS, Napza). Melalui generasi berencana pula remaja akan diberikan informasi tentang pentingnya kesehatan reproduksi, keterampilan dan kecakapan hidup, pelayanan konseling dan rujukan KRR untuk mewujudkan Tegar Remaja dalam rangka tercapainya keluarga kecil bahagia sejahtera.

(33)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Implementasi Program Generasi Berencana di Kota Bandar Lampung?”

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan Implementasi Program Generasi Berencana di Kota Bandar Lampung dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan reproduksi dan urgensi penundaan usia pernikahan dikalangan remaja.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam bidang keilmuan Administrasi Negara, khususnya kajian tentang Implementasi Kebijakan Publik.

(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan publik harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi. Sedangkan dari sisi masyarakat, yang penting adalah adanya suatu standar pelayanan publik, yang menjabarkan pada masyarakat apa pelayanan yang menjadi haknya, siapa yang bisa mendapatkannya, apa persyaratannnya, juga bagaimana bentuk layanan itu. Hal ini akan mengikat pemerintah (negara) sebagai pemberi layanan dan masyarakat sebagai penerima layanan.

Kebijakan menurut Anderson, yaitu serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau kelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. Istilah kebijakan publik lebih sering dipergunakan dalam kaitannya dengan tindakan-tindakan atau kegiatan pemerintah.6

Pendapat George C. Edwads III yang menyatakan bahwa “Kebijakan Negara adalah suatu tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan pemerintah”, sehingga

6

(35)

suatu kebijakan tidak hanya suatu tindakan yang diusulkan tetapi juga yang tidak dilaksanakan.7 Demikian pula pendapat Thomas Dye yang mengatakan kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan, definisi tersebut mengandung makna bahwa (1) kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta; (2) kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah.8 Islamy menyatakan kebijakan negara adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan demi kepentingan seluruh masyarakat. Kebijakan Negara tersebut dapat berupa peraturan perundang-undangan yang dipergunakan untuk tujuan, sasaran dari program program dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah.9

Berdasarkan pengertian-pengertian kebijakan publik di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa kebijakan adalah serangkaian tindakan pemerintah yang bersifat mengatur dalam rangka merespon permasalahan yang dihadapi masyarakat dan mempunyai tujuan tertentu, berorientasi kepada kepentingan publik (masyarakat) dan bertujuan untuk mengatasi masalah, memenuhi keinginan dan tuntutan seluruh anggota masyarakat. Kebijakan juga memuat semua tindakan pemerintah baik yang dilakukan maupun tidak dilakukan oleh pemerintah yang dalam pelaksanaanya terdapat unsur pemaksaan kepada pelaksana atau pengguna kebijakan agar dipatuhi.

7

Ibid, hlm. 18

8

Subarsono, A.G. 2011. Analisis Kebijakan Publik. Pustaka Pelajar.Jakarta.2005, hlm. 2

9

(36)

Tidaklah mudah membuat kebijakan publik yang baik dan benar, namun bukannya tidak mungkin suatu kebijakan publik akan dapat mengatasi permasalahan yang ada, untuk itu harus memperhatikan berbagai faktor, sebagaimana dikatakan Amara Raksasataya dalam Islamy mengemukakan bahwa suatu kebijakan harus memuat elemen-elemen yaitu :10

a. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai.

b. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

c. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.

Mengidentifikasi dari tujuan yang ingin dicapai haruslah memahami isu atau masalah publik, dimana masalahnya bersifat mendasar, strategis, menyangkut banyak orang, berjangka panjang dan tidak bisa diselesaikan secara perorangan, dengan taktik dan startegi maupun berbagai input untuk pelaksanaan yang dituangkan dalam rumusan kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan masalah yang ada, rumusan kebijakan merupakan bentuk perundang-undangan, setelah dirumuskan kemudian kebijakan publik di implementasikan baik oleh pemerintah, masyarakat maupun pemerintah bersama-sama masyarakat.

Mendasari pengertian kebijakan di atas maka dapat dikatakan bahwa kebijakan GenRe termasuk kebijakan publik yang bertujuan untuk mempersiapkan kehidupan berkeluarga bagi remaja serta mengendalikan jumlah penduduk. Dalam pelaksanaan kebijakan GenRe di BKKBN mengalami beberapa kendala dalam

10

(37)

pelaksanaannya dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik, hal tersebut sejalan dengan pendapat Riant Nugroho bahwa kebijakan publik adalah jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan.11 Sehingga kebijakan publik mudah untuk dipahami dan mudah diukur, disamping itu harus mengandung beberapa hal sebagaimana yang disampaikan oleh Kismartini, bahwa terdapat beberapa hal yang terkandung dalam kebijakan yaitu :12

a. Tujuan tertentu yang ingin dicapai. Tujuan tertentu adalah tujuan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat (interest public).

b. Serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan. Serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan adalah strategi yang disusun untuk mencapai tujuan dengan lebih mudah yang acapkali dijabarkan ke dalam bentuk program dan proyek. c. Usulan tindakan dapat berasal dari perseorangan atau kelompok dari dalam

ataupun luar pemerintahan,

d. Penyediaan input untuk melaksanakan strategi. Input berupa sumber daya baik manusia maupun bukan manusia.

e. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.

2. Pengertian Program

Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan. Di dalam program dibuat beberapa aspek, disebutkan bahwa di dalam setiap program dijelaskan mengenai:13

a. Tujuan kegiatan yang akan dicapai.

11

Riant Nugroho.2001.Public Policy;.Dinamika Kebijakan. Analisis Kebijakan. Manajemen

Kebijakan, Elekmedia Komputindo. Jakarta. hlm 51.

12

Kismartini.2005.Analisis Kebijakan Publik. Universitas Terbuka. Jakarta. hlm 16.

13

(38)

b. Kegiatan yang diambil dalam mencapai tujuan.

c. Aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui. d. Perkiraan anggaran yang dibutuhkan.

e. Strategi pelaksanaan.

Melalui program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk diopersionalkan. Hal ini sesuai dengan pengertian program adalah kumpulan proyek-proyek yang berhubungan telah dirancang untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang harmonis dan secara integraft untuk mencapai sasaran kebijaksanaan tersebut secara keseluruhan.

Menurut Charles O. Jones, pengertian program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristik tertentu yang dapat membantu seseorang untuk mengindentifikasi suatu aktivitas sebagai program atau tidak yaitu:

a. Program cenderung membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan atau sebagai pelaku program.

b. Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, program kadang biasanya juga diidentifikasikan melalui anggaran.

c. Program memiliki identitas sendiri, yang bila berjalan secara efektif dapat diakui oleh publik.14

Program yang didasarkan pada model teoritis yang jelas, yakni: sebelum menentukan masalah sosial yang ingin diatasi dan memulai melakukan intervensi, maka sebelumnya harus ada pemikiran yang serius terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu terjadi dan apa yang menjadi solusi terbaik.

14

(39)

Berdasarkan hal diatas peneliti menyimpulkan bahwa program merupakan rencana atau rancangan kegiatan yang akan dilakukan. Program adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, juga berlangsung dalam proses yang berkesinambungan dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.

B. Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya pembuat kebijakan untuk mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran. Implementasi adalah sesuatu yang dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.15

Sejalan dengan yang di ungkapkan oleh Mazmanian dan Sabatier, implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikan maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.16

Definisi di atas, menekankan bahwa implementasi tidak hanya melibatkan badan-badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, tetapi juga menyangkut

15

S.Wahab. 2005. Analisis Kebijakasanaan: Dari formulasi ke Implementasi. Kebijaksanaan Negara. Bumi aksara. Jakarta. hlm 64

16

Joko Widodo. 2001. Good Governance Telaah Dari Dimensi Akuntabilitas, Kontrol Birokrasi

(40)

tentang kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat, dan pada akhirnya berdampak baik sesuai dengan harapan maupun yang tidak sesuai dengan harapan.

Secara etimologis pengertian implementasi menurut Kamus Webster yang dikutip oleh Wahab adalah Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaituto implement. Dalam kamus besar webster,to implement (mengimplementasikan) berati to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu).17

Sesuatu yang dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan. Sedangkan pengertian implementasi menurut Van Meter dan Van Horn adalah: Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.18

Sejalan dengan kutipan di atas maka menurut Lester dan Stewart bahwa implementasi adalah:Implementasi dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor , organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak

17

S. Wahab, Op, Cit., hlm 64

(41)

atau tujuan yang diinginkan.19Implementasi merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas mengenai implementasi, peneliti menginterpretasikan bahwa implementasi biasanya menunjukkan seluruh upaya untuk melakukan perubahan melalui sistem baru dalam pemerintahan untuk mencapai tujuan yang telah diharapkan dalam suatu kebijakan/program. Dengan membuat kebijakan tersebut pemerintah harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak terhadap suatu kebijakan/program yang akan dirasakan oleh masyarakatnya. Karena implementasi akan menghasilkan suatu akibat dan memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap suatu keputusan kebijakan yang akan dicapai dalam tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

C. Model Implementasi Kebijakan

Implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan tersebut. Untuk menganalisis bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model implementasi kebijakan.

19

(42)

Sekalipun banyak dikembangkan model-model yang membahas tentang implementasi kebijakan, namun dalam hal ini hanya akan menguraikan beberapa model implementasi kebijakan yang relatif baru dan banyak mempengaruhi berbagai pemikiran maupun tulisan para ahli.

Berikut beberapa model-model implementasi kebijakan dari berbagai ahli : 1. Model yang dikembangkan oleh Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn. Model mereka ini kerap kali oleh para ahli disebut sebagai The top down approach. Menurut Hogwood dan Gunn, untuk dapat mengimplementasikan kebijakan secara sempurna maka diperlukan beberapa persyaratan tertentu. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:

a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan atau kendala yang serius.

(43)

kemungkinan-kemungkinan semacam itu perlu dipikirkan matang-matang sewaktu merumuskan kebijakan.

b. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai.

Syarat kedua ini sebagian tumpang tindih dengan syarat pertama, dalam pengertian bahwa kerap kali ia muncul diantara kendala-kendala yang bersifat eksternal. Jadi, kebijakan yang memiliki tingkat kelayakan fisik dan politis tertentu bisa saja tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan. Alasan yang biasanya dikemukakan ialah terlalu banyak berharap dalam waktu yang terlalu pendek, khususnya jika persoalannya menyangkut sikap dan perilaku. Alasan lainnya ialah bahwa para politis kadangkala hanya peduli dengan pencapaian tujuan, namun kurang peduli dengan penyediaan sarana untuk mencapainya, sehingga tindakan-tindakan pembatasan terhadap pembiayaan program mungkin akan membahayakan upaya pencapaian tujuan program karena sumber-sumber yang tidak memadai.

c. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.

Persyaratan ketiga ini lazimnya mengikuti persyaratam kedua, dalam artian bahwa di satu pihak harus dijamin tidak terdapat kandala-kendala pada semua sumber-sumber yang diperlukan dan di lain pihak pada setiap tahapan proses implementasinya perpaduan diantara sumber-sumber tersebut harus benar-benar dapat disediakan.

(44)

Kebijakan kadangkala tidak dapat diimplementasikan secara efektif bukan lantaran ia telah diimplementasikan secara sembrono/asal-asalan, melainkan karena kebijakan itu sendiri tidak tepat penempatannya.

e. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya.

Pada kenyataannya program Pemerintah, sesungguhnya teori yang mendasari kebijakan jauh lebih kompleks dari pada sekedar berupa jika X dilakukan, maka terjadi Y dan mata rantai kualitas hubungannya hanya sekedar jika X, maka terjadi Y, dan Jika Y terjadi maka akan diikuti oleh Z. Dalam hubungan ini Pressman dan Wildavski memperingatkan, bahwa kebijakan-kebijakan yang hubungan sebab-akibatnya tergantung pada mata rantai yang amat panjang maka ia akan mudah sekali mengalami keretakan, sebab semakin panjang mata rantai kausalitas, semakin besar hubungan timbal balik diantara mata rantai penghubungnya dan semakin menjadi kompleks implementasinya. f. Hubungan saling ketergantungan harus kecil

(45)

bagi keberhasilan implementasi program bahkan hasil akhir yang diharapkan kemungkinan akan semakin berkurang.

g. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.

Persyaratan ini menharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh mengenai dan kesepakatan terhadap tujuan atau sasaran yang akan dicapai dan yang penting keadaan ini harus dapat dipertahankan selama proses omplementasi. Tujuan tersebut haruslah dirumuskan dengan jelas, spesifik dan lebih baik lagi apabila dapat dikuantifikasikan, dipahami,serta disepakati oleh seluruh pihak yang terlibat dalam organisasi, bersifat saling melengkapi dan mendukung serta mampu berperan selaku pedoman dengan mana pelaksanaan program dapat dimonitor.

h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.

Persyaratan ini mengandung makna bahwa dalam mengfayunkan langkah menuju tercapainya tujuan-tujuan yang telah disepakati, masih dimungkinkan untuk memerinci dan menyusun dalam urutan-urutan yang tepat seluruh tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap pihak yang terlibat. Kesukaran-kesukaran untuk mencapai kondisi implementasi yang sempurna ini tidak dapat kita sngsikan lagi. Disamping itu juga duiperlukan bahkan dapat dikatakan tidak dapat dihindarkan keharusan adanya ruangan yang cukup bagi kebebasan bertindak dan melakukan improvisasi, sekalipun dalam program yang telah dirancang secara ketat.

i. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.

(46)

program. Hood dalam hubungan ini menyatakan bahwa guna mencapai implementasi yang sempurna barangkali diperlukan suatu sistem administrasi tunggal.

j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.

Persyaratan terakhir ini menjelaskan bahwa harus terdapat kondisi loyalitas penuh dan tidak ada penolakan sama sekali terhadap perintah dari siapapun dalam sistem administrasi itu. Apabila terdapat potensi penolakan terhadap perintah itu maka iya harus dapat diidentifikasikan oleh kecanggihan system informasinya dan dicegah sedini mungkin oleh sistem pengendalian yang handal.

2. Model yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn

Meter dan Horn dalam teorinya ini beranjak dari suatu argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya mereka menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan implementasi dan suatu model konseptual yang mempertalikan kebijakan dengan prestasi kerja. Kedua ahli ini menegaskan pula pendiriannya bahwa perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep penting dalam prosedur-prosedur implementasi.Van Meter dan Van Horn dalam Subarsono ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu:20

a. Standar dan Sasaran Kebijakan .

20

(47)

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standar dan kebijakan kabur, maka akan terjadi miti interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi. b. Sumber Daya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia.

c. Komunikasi Antar Organisasi dan Penguatan Aktivitas

Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu perlu koordinasi dan kerja sama antara instansi bagi keberhasilan suatu program.

d. Karakteristik Agen Pelaksana

Agen pelaksana mancakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program.

e. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik

Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok kelompok kepentingan daoat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan, dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.

f. Disposisi Implementor

(48)

kebijakan, b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan c) intensitas disposisi implementor, yakni prefansi nilai yang dimiliki oleh implementor.

3. Model yang dikembangkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier

Kedua ahli kebijakan ini berpendapat bahwa peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuannya dalam mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Dan, variabel-variabel yang dimaksud dapat diklarifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu :

Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap, meliputiKesukaran-kesukaran Teknis. Tercapai atau tidaknya tujuan suatu kebijakan akan tergantung pada sejumlah persyaratan teknis, termasuk diantaranya: kemampuan untuk mengembangkan indikator-indikator pengukur prestasi kerja yang tidak terlalu mahal serta pemahaman mengenai prinsip-prinsip hubungan kausal yang mempengaruhi masalah.

4. Implementasi kebijakan Merilee S.Grindle, terdapat dua variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik.21 Keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses pencapaian hasilakhir (outcomes), yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih. Hal ini dikemukakan oleh Grindle, dimana pengukuran keberhasilan implementasi kebijakan tersebut dapat dilihat dari dua hal,yaitu:

a. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang ditentukan (design) dengan merujuk pada

21

(49)

aksi kebijakannya.

b. Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua faktor, yaitu:

a. Impak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok b. Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran

dan perubahan yang terjadi.

Keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik,juga menurut Grindle, amat ditentukan oleh tingkat implementability kebijakanitu sendiri, yang terdiri atas Content of Policy dan Context of Policy (1980:5):

1) Content of Policy menurut Grindle adalah:

a. Interest Affected (kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi) b. Type of Benefits (tipe manfaat)

c. Extent of Change Envision (derajat perubahan yang ingin dicapai) d. Site of Decision Making (letak pengambilan keputusan)

e. Program Implementer (pelaksana program)

f. Resources Committed (sumber-sumber daya yang digunakan) 2) Context ofPolicy menurut Grindle adalah:

a. Power, Interest, and Strategy of Actor Involved (kekuasaan, kepentingan- kepentingan, dan strategi dari aktor yang terlibat.

b. Institution and Regime Characteristic (karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa)

(50)

Variabel-variabel kebijakan bersangkutan dengan tujuan-tujuan yang telah digariskan dan sumber-sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada badan-badan pelaksana meliputi baik organisasi formal maupun informal, sedangkan komunikasi antara organisasi terkait beserta kegiatan-kegiatan pelaksanaannya mencakup antara hubungan di dalam lingkungan sistem politik dan dengan para pelaksana mengantarkan kita pada pemahaman mengenai orientasi dari mereka yang mengoperasionalkan program di lapangan.22

5. Model yang dikembangkan oleh George C. Edwards III

Sementara menurut George Edwards III ada empat faktor yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan, antara lain:23

a. Komunikasi

Berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi dan/atau publik, ketersediaan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan, sikap dan tanggapan dari pihak yang terlibat, dan struktur organisasi pelaksana kebijakan. Indikator yang dapat digunakan dalam mengukur faktor komunikasi Edward. Indikator tersebut antara lain24 :

1) Transmisi

Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian, hal tersebut disebabkan karena komunikasi telah melalui beberapa tingkatan komunikasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi ditengah jalan.

22

Subarsono, Op, Cit., hlm 99

23

Riant Nugroho, Op, Cit., hlm 636

24

(51)

2) Kejelasan

Komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan ( street-level-bureuacrats) haruslah jelas dan tidak membingungkan (tidak ambigu). Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkan flexsibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada tataran yang lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan.

3) Konsisten

Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan komunikasi haruslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau dijalankan). Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

b. Sumber daya

Berkenaan dengan sumber daya pendukung, khususnya sumber daya manusia. Hal ini hal ini berkenaan dengan kecakapan pelaksana kebijakan publik untuk

carry out kebijakan secara efektif. c. Disposisi

Berkenaan dengan kesediaan dari para implementor untuk carry out kebijakan publik tersebut. Kecakapan saja tidak mencukupi, tanpa adanya kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan.

d. Struktur Organisasi

(52)

menjadi penyelenggara implentasi kebijakan publik. Tantangannya adalah bagaimana agar tidak terjadi bureaucratic fragmentation karena struktur ini menjadikan proses implementasi menjadi jauh dari efektif. Di Indonesia sering terjadi inefektivitas implementasi kebijakan karena kurangnya koordinasi dan kerjasama diantara lembaga-lembaga Negara dan/atau pemerintah.

Menurut George Edward III dalam Agustino (2006:153), dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi/organisasi kearah yang lebih baik adalah: melakukan standar operating procedure (SOP) dan pelaksanaan fragmentasi.25 SOP adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkanpara pegawai (atau pelaksana kebijakan/administrator/birokrat) untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya pada setiap harinya sesuai dengan standar yang ditetapkan. Sedangkan pelaksanaan fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggung jawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja.

Model implementasi inilah yang akan digunakan penulis di lapangan untuk menganalisis program generasi berencana dalam upaya mempersiapkan kehidupan berkeluarga bagi remaja serta mengendalikan jumlah pendudukdi Kota Bandar Lampung. Alasan penulis menggunakan model ini karena strategi pemberian informasi lebih spesifik dengan adanya beberapa indikator pendukung penyaluran informasi yakni transmisi.Model implementasi George Edwards III merupakan variabel yang bias menjelaskan secara komprehensif tentang kinerja implementasi dan dapat lebih kongkret dalam menjelaskan proses implementasi yang sebenarnya.

25

(53)

D. Tinjauan Tentang Program Generasi Berencana

Program Generasi Berencana adalah suatu program untuk memfasilitasi terwujudnya Tegar Remaja, yaitu remaja yang berperilaku sehat, terhindar dari risiko Triad KRR, menunda usia pernikahan, mempunyai perencanaan kehidupanberkeluarga untuk mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera serta menjadi contoh, model, idola dan sumber informasi bagi teman sebayanya. Generasi Berencana adalah remaja/mahasiswa yang memiliki pengetahuan, bersikap dan berperilaku sebagai remaja/mahasiswa, untuk menyiapkan dan perencanaan yg matang dalam kehidupan berkeluarga. Remaja atau Mahasiswa Generasi Berencana yang mampu melangsungkan jenjang-jenjang pendidikan secara terencana, berkarir dalam pekerjaan secara terencana, dan menikah dengan

penuh perencanaan sesuai siklus Kesehatan Reproduksi.

Program Generasi Berencana diarahkan untuk dapat mewujudkan remaja yang berperilaku sehat, bertanggungjawab, dan dilaksanakan melalui dua pendekatan, yaitu :

a. Pusat Informasi dan Konseling Remaja / Mahasiswa (PIK R/M), Suatu wadah dalam program Generasi Berencana yang dikelola dari, oleh dan untukremaja/mahasiswa guna memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang kesehatan reproduksi serta kegiatan-kegiatan penunjang lainnya

(54)

rangka pembinaan tumbuh kembang remaja dalam rangka memantapkan kesertaan, pembinaan dan kemandirian ber-KB bagi PUS anggota kelompok.

Adapun tujuan dari program Generasi Berencana dalam BKKBN, 2012 adalah terbagi menjadi dua fokus yakni, tujuan secara umum dan tujuan secara khusus. Secara umum program Generasi Berencana bertujuan untuk memfasilitasi remaja belajar memahami dan mempraktikan perilaku hidup sehat dan berakhlak (healthy and ethical life behaviors) untuk mencapai ketahanan remaja (adolescent resilience) sebagai dasar mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera. Kemudian secara khusus bertujuan agar remaja memahami dan mempraktikan pola hidup sehat dan berakhlak, remaja memahami dan mempraktikan pola hidup yang berketahanan, remaja memahami dan mempersiapkan diri menjadi Generasi Berencana Indonesia.

BKKBN, 2012 mengklasifikasikan sasaran dalam Program Generasi Berencana antara lain sebagai berikut :

a. Remaja (10-24 tahun) dan belum menikah b. Mahasiswa/mahasiswi belum menikah c. Keluarga / Keluarga yang punya remaja d. Masyarakat peduli remaja

Dalam pelaksanaan Program Generasi Berencana, maka diperlukan beberapa kebijakan antara lain :

(55)

2) Peningkatan SDM pengelola dalam melakukan advokasi, sosialisasi, promosi dan desiminasi Program Generasi Berencana pada mitra kerja dan

stakeholder.

3) Pengembangan PIK Remaja/Mahasiswa (Centre of Excellence) untuk dapat berperan sebagai pusat pengembangan PIK Remaja/Mahasiswa, sebagai pusat rujukan remaja/mahasiswa, sebagai percontohan/model 4) Pengembangan Kelompok BKR yang dimulai dari kelompok dengan

stratifikasi Dasar, Berkembang, dan Paripurna.

Adapun strategi Program Generasi Berencana adalah:

1) Memberdayakan SDM pengelola dan pelayanan program Gen Re melalui orientasi, workshop dan pelatihan, serta magang.

2) Membentuk dan mengembangkan PIK Remaja/Mahasiswa dan BKR 3) Mengembangkan materi program Generasi Berencana.

4) Meningkatkan kemitraan program Generasi Berencana dengan stakeholder

dan mitra kerja terkait.

5) Meningkatkan pembinaan, monitoring dan evaluasi secara berjenjang

Secara operasionalnya, Program Generasi Berencana memiliki beberapa strategi untuk mencapai tujuannya, yakni sebagai berikut:

1) Strategi Pendekatan

(56)

pembina, pengelola dan anggota dari lingkungan dekat PIK-R/M dan BKR, yaitu Keluarga, Kelompok Sebaya, Sekolah/Perguruan Tinggi, dan Organisasi Pemuda dan lain-lain. Sasaran ketiga, adalah para pemimpin dari lingkungan jauh PIK-R/M dan BKR, yaitu Pemerintah, DPR, DPRD, Partai Politik, Perusahaan, Organisasi Professi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat dan lain-lain.

2) Strategi Ramah Remaja/Mahasiswa

Melakukan pengelolaan PIK R/M yang bercirikan dari, oleh dan untuk remaja/mahasiswa, melakukan pelayanan PIK R/M yang bernuansa dan bercita rasa remaja/mahasiswa, Dan memfasilitasi dan pembinaan PIK R/M yang berasaskan kemitraan dengan remaja /mahasiswa.

3) Strategi Pembelajaran

Melakukan introspeksi diri, mengambil keputusan – keputusan hidup atas dasar kebenaran (truth) dan kejujuran (sincerity), menjalin hubungan baik di lingkungan dekat dan berkembang dengan sehat serta berperilaku yang baik. 4) Strategi Pelembagaan

(57)

Rujukan Pelayanan Studi Banding Magang untuk meningkatkan kualitas pengelolaan dan pelayanan dalam PIK R/M melalui; tukar pengalaman antar para pembina PIK R/M, tukar pengalaman antar pengelola PIK R/M. Hasil tukar pengalaman sebagai bahan penyempurnaan buku Pedoman Pengelolaan PIK R/M. Terakhir ialah memantapkan pola pembinaan terhadap pengelolaan dan kader BKR secara berjenjang.

5) Strategi Pencapaian

Mengembangkan Prototype materi Program Generasi Berencana dengan adanya mekanisme regenerasi pengelola disesuaikan dengan basis pengembangan, mengembangkan TOT bagi mitra kerja, Mengintegrasikan kegiatan PIK Remaja dengan kegiatan Kelompok BKR, membentuk PIK & BKR di lingkungan Mitra yang bekerja sama dengan BKKBN, mengembangkan BKR di lingkungan keluarga ponpes/tempat pembinaan, dan meningkatkan peran duta mahasiswa Generasi Berencana dalam mensosialisasikan dan promosi Program Generasi Berencana.

E. Konsep Teori Pembinaan dan Remaja 1. Pengertian Pembinaan

(58)

kemungkinan atas sesuatu.26 Sementara Widjaja mendefinisikan pembinaan adalah suatu proses atau pengembangan yang mencakup urutan-urutan pengertian, diawali dengan mendirikan, membutuhkan, memelihara pertumbuhan tersebut yang disertai usaha-usaha perbaikan, menyempurnakan, dan mengembangkannya.27 Pembinaan tersebut menyangkut kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pembiayaan, koordinasi, pelaksanaan, dan pengawasan suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan hasil yang maksimal.

Berdasarkan dari pengertian-pengertian yang dikemukakan di atas dapat kita simpulkan bahwa pembinaan adalah sebuah proses perubahan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya, yang diawali dengan kegiatan perencanaan, perorganisasian, pembiayaan, koordinasi, pelaksanaan dan pengawasan suatu aktifitas kerja untuk mencapai tujuan yaitu hasil yang lebih baik.

2. Pengertian Remaja

Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya.28 Menurut Soetjiningsih masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun,

26

http://ejournal.upn.ac.id/index.php/bahana/article/download/2722/2321 (diakses 11-9-2014)

27

http://eprint.ung.ac.id/67/3/2013-2-86205-121410101-bab2-10012014025721.pdf (diakses 11-9-2014)

28

(59)

yaitu masa menjelang dewasa muda.29 Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan, terdapat definisi tentang remaja yaitu:

a. Menurut undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.

b. Menurut undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1979, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang, yaitu 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki.

c. Menurut dinas kesehatan anak dianggap sudah remaja apabila anak sudah berumur 18 tahun, yang sesuai dengan saat lulus sekolah menengah.

Remaja didefinisikan sebagai orang muda (Young people) yaitu penduduk usia 10-24 tahun (UNFPA dan WHO) dan terbagi menjadi 3 tahap yakni

a. Remaja awal (early adolescent)

b. Remaja madya (middle adolescent)

c. Remaja akhir (late adolescent)

3. Pengertian Pembinaan Remaja

Pembinaan diartikan sebagai proses, perbuatan atau cara membina juga berarti atau berpadan dengan pembangunan atau pembawaan.suatu pembinaan mesti mencakup syarat yaitu ada yang melakukan, sasaran atau obyek, dan hal yang akan dibina. Berdasarkan uraian ini dapat disimpulkan bahwa pembinaan remaja bermakna usaha yang ditempuh oleh seseorang atau kelompok untuk menjadikan remaja lebih baik. Baik dalam arti cara berfikir, bertindak, bersikap terhadap diri sendiri, orang lain, ataupun masyarakat disekelilingnya.

29

Soetjiningsih. 2004. Pertumbuhan Somatik Pada Remaja. Dalam: Soetjiningsih 2004. Tumbuh

(60)

F. Kerangka Pemikiran

Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Kehidupan remaja merupakan kehidupan yang sangat menentukan bagi kehidupan masa depan mereka selanjutnya. Pada tahun 2010 jumlah remaja umur 10-24 tahun sangat besar yaitu sekitar 64 juta atau 27,6% dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa.30 Melihat jumlahnya yang sangat besar, maka remaja sebagai generasi penerus bangsa perlu dipersiapkan menjadi manusia yang sehat secara jasmani, rohani, mental dan spiritual. Akantetapi, remaja mempunyai permasalahan yang sangat kompleks seiring dengan masa transisi yang dialami remaja yaitu permasalahan seputar TRIAD KRR (Seksualitas, HIV, dan AIDS serta Napza), serta rendahnya pengetahuan remaja tentang Kesehatan Reproduksi Remaja.

Oleh karena itu, sebagai salah satu usaha peningkatan pengetahuan serta pembinaan remaja pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu Undang-undang Nomor 52 tahun 2009, tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang telah ditindaklanjuti dengan Peraturan Presiden No 62 Tahun 2010 tentang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa peningkatan kualitas remaja dengan pemberian akses informasi, pendidikan, konseling dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga. Sebagai dasar bagi implementasi kebijakan tersebut, maka dikeluarkan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 47/HK.010/B5/2010 tentang Program Generasi Berencana.

30

(61)

Implementasi kebijakan publik adalah tahap pembuatan kebijakan antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya.31 Implementasi kebijakan merupakan upaya menciptakan keterkaitan yang memungkinkan tujuan kebijakan publik diwujudkan sebagai hasil dari aktivitas pemerintah, sehingga setiap kebijakan perlu diterjemahkan ke dalam program atau tindakan yang lebih spesifik agar tujuan/sasarannya tercapai. Implementasi Program Generasi Berencana dilaksanakan berdasarkan tahap-tahap dalam proses implementasinya. Sebuah proses implementasi kebijakan merupakan proses yang kompleks. Kompleksitas tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, baik menyangkut karakteristik program kebijakan yang dijalankan maupun aktor-aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan. Demikian juga halnya dengan implementasi kebijakan Program Generasi Berencana dalam upaya peningkatan kualitas remaja. Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana proses implementasinya maka diidentifikasi kondisi faktor-faktor atau variabel-variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh George C. Edwards III, yaitu melalui:

1) Komunikasi, 2) Sumber-sumber,

3) Kecendrungan-kecendrungan/ disposisi, 4) Struktur Birokrasi.

Dari faktor atau variabel-variabel di atas, maka dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi berjalannya suatu implementasi dengan membantu

31

(62)

atau sebaliknya dapat menghambat berjalannya suatu implementasi kebijakan sehingga dapat dipergunakan sebagai referensi implementasi kebijakan tahap berikutnya.

Bagan. 1. Kerangka Pikir

Sumber: Diolah oleh peneliti

Semakin tingginya jumlah remaja yang tidak diimbangi dengan urgensi kesehatan reproduksi pada remaja

Undang-undang No 52 Tahun 2009 tentang peningkatan kualitas remaja dengan pemberian akses informasi, pendidikan, konseling dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga.

Peraturan Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional No 47/HK.010/B5/2010 tentang Rencana Strategi BKKBN 2010-2014

Dan Adendum Peraturan Kepala BKKBN No 113/PER/B1/2011 tentang Rencana Strategi BKKBN 2010-2014

Gambar

Tabel 1. Kasus Narkoba Di Kota Bandar Lampung 2011-2014
Tabel 2. Jumlah Penderita HIV/AIDS di Kota Bandar Lampung 2011-2013
Tabel 3. Kegiatan Pusat Informasi Konseling
Gambar 1. Peta Administratif Kota Bandar Lampung
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Saib Suwilo, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Magister Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar menganggap trend gaya busana di era modern yang ada saat ini memang

biomekanik yang digagas Mayerhold ... Teater arena bermula dari peristiwa ritual ... Panggung arena dalam pola bentuk lingkaran ... Panggung arena dalam pola bentuk tapal kuda

Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi pada pesawat ketel uap (boiler) adalah dengan mengeksploitasi energi panas yang terkandung dalam gas buang (flue gas).. Untuk

Pada saat pembuktian kualifikasi penyedia jasa diharuskan untuk membawa dokumen asli dan menyerahkan copynya antara lain :3. Dokumen Penawaran dan dokumen/ isian

Pada usia ini otot dan saraf di dalam mulut bayi cukup berkembang dan mengunyah, menggigit, menelan makanan dengan baik, mulai tumbuh gigi, suka memasukkan sesuatu ke dalam

The internal vehicle wheelchair lift, as the term suggests, can be stored inside the vehicle and is most commonly placed in the rear part of the car.. This internal lift type is