• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Ikan Terumbu Herbivora dan Makroalga Padina minor di Daerah Transplantasi Karang, Pulau Karya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dinamika Ikan Terumbu Herbivora dan Makroalga Padina minor di Daerah Transplantasi Karang, Pulau Karya"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

KARANG, PULAU KARYA

EKO SETIYAWAN C2407048

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul :

Dinamika Ikan Terumbu Herbivora dan Makroalga Padina minor di Daerah Transplantasi Karang, Pulau Karya

Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2012

(3)

Eko Setiyawan. C24070048. Dinamika Ikan Terumbu Herbivora dan Makroalga Padina minor di Daerah Transplantasi Karang, Pulau Karya. Dibawah bimbingan M. Mukhlis Kamal dan Beginer Subhan

Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang memiliki struktur yang sangat kompleks dan menyediakan habitat untuk ribuan hubungan ikan terumbu dan invertebrata (Knowlton 2001). Dalam dekade terakhir ini, kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu mengalami kerusakan terumbu karang karena berbagai faktor penyebab baik oleh sebab alami maupun akibat kegiatan manusia yang telah mencapai angka rata-rata 70% kondisinya buruk (Estradivari et al. 2009). Ancaman serius yang diterima terumbu karang disebabkan oleh limbah antropogenik. Sedangkan ancaman secara alami salah satunya adalah dominasi alga di terumbu karang (Green & Bellwood 2009). Adanya dominasi alga di terumbu karang menyebabkan terjadinya kompetisi spasial antara alga dengan terumbu karang dan merusak jaringan karang. Salah satu teknik rehabilitasi terumbu karang adalah transplantasi karang. Indikator keberhasilan transplantasi karang adalah meningkatnya luas penutupan karang hidup dan struktur komunitas ikan yang stabil. Penelitian ini bertujuan mengkaji dinamika ikan terumbu herbivora dan makroalga di area transplantasi karang Pulau Karya, Kepulauan Seribu.

Jenis data yang diambil berupa data primer meliputi parameter perairan, spesies ikan terumbu dan luas penutupan makroalga. Pengambilan data ikan terumbu menggunakan metode visual sensus, yaitu pengamat berenang secara perlahan (konstan) di atas garis transek dan mencatat ikan-ikan yang ditemui dengan jarak pandang sejauh 2,5 meter ke kanan dan ke kiri serta ke depan sejauh-jauhnya. Sedangkan pengambilan data makroalga menggunakan metode sensus luasan makroalga yang menempel di modul transplantasi karang. Pengambilan data dilakukan sebanyak 5 kali dengan rentang waktu 3 bulan mulai dari Juni 2010-Juli 2011. Analisis data yang digunakan meliputi kelimpahan ikan terumbu, indeks ekologi (keanekaragana, keseragaamn, dan dominasi), percent cover makroalga, regresi linear sedarhana (RLS) dan analisis ragam klasifikasi satu arah (anova single factor).

(4)

iv

(5)

KARANG, PULAU KARYA

EKO SETIYAWAN C2407048

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

Judul : Dinamika Ikan Terumbu Herbivora dan Makroalga Padina minor di Daerah Transplantasi Karang, Pulau Karya Nama Mahasiswa : Eko Setiyawan

Nomor Pokok : C24070048

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M. Sc NIP. 13208493

Beginer Subhan S. Pi, M. Si NIP. 19800118 200501 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perikanan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP. 19660728 199103 1 002

(7)

Alhamdulillah puja dan puji syukur selalu terpanjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang tiada henti-hentinya mencurahkan nikmat kepada hamba-Nya atas rahmat dan karunia-hamba-Nya pula sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “Dinamika Ikan Terumbu Herbivora dan Makroalga Padina minor di Daerah Transplantasi Karang, Pulau Karya”

diajukan sebagai salah satu syarat untuk untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih saya ucapakan kepada bapak M. Mukhlis Kamal selaku dosen pembimbing pertama dan bapak Beginer Subhan selaku pembimbing kedua yang banyak memberikan bimbingan, masukan, dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skrisi ini.

Sangat disadari oleh penulis bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun dengan senang hati akan diterima dan digunakan sebagai masukan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan orang lain.

Bogor, Januari 2012

(8)

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc dan Beginer Subhan, S.Pi, M.Si, masing-masing selaku ketua dan angota komisi pembimbing skripsi dan akademik yang telah banyak memberikan arahan dan masukan hingga penyelesaian skripsi ini.

3. Dr. Ir. Ario Damar, M.Si selaku dosen penguji dan Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil selaku ketua komisi pendidikan program S1 atas saran, nasehat dan perbaikan yang diberikan.

4. PKSPL-IPB dan PT. CNOOC yang telah mendanai penelitian ini, kepada Dr. Ir. Ario Damar, M. Si selaku koordinator dan Beginer Subhan, S. Pi, M. Si selaku peneliti dan subkoordinator penelitian “Rehabilitasi Ekosistem Terumbu Karang dan Sumberdaya Air Kep. Seribu”.

5. Para staf Tata Usaha MSP yang sangat saya banggakan, terutama Mbak Widar dan Mbak Maria atas arahan dan kesabarannya.

6. Keluarga tercinta, Bapak, Ibu, dan Ananda Akhsan atas doa, kasih sayang, dukungan dan motivasinya.

7. Tim Ikan dan Karang (Dani, Muhidin, Mutty, Adit, Linggom dan Arief) atas suka duka, perjuangan, kekompakan, kerjasama dan semangatnya, “we always a team”.

8. Teman-teman MSP 44 dan diklat 27 atas suka duka, perjuangan, kekompakan,

kerjasama dan semangat serta motivasinya, “we always a big brother”.

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonogiri, pada tanggal 08 September 1988 dari Pasangan Bapak Daroji dan Ibu Suyatni. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal ditempuh di SD BPPI Cokroaminoto, Pare – Kediri (1995), MTsN Model Pare (2001) dan SMAN 1 Pare (2004). Pada tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis berkesempatan menjadi Asisten Mata Kuliah Ikhtiologi (2009), Metode Observasi Bawah Air (2009), aktif sebagai pengurus Fisheries Diving Club (FDC) pada tahun 2009-2011, dan ikut Ekspedisi Zooxanthellae XI di Halmahera Selatan sebagai Koordinator Publikasi dan Dokumentasi, serta bekerjasama dengan BRPSI-KKP dalam rangka Riset Pemulihan Sumberdaya Ikan melalui Terumbu Buatan di Nusa Tenggara Barat dan Riset Perkembangan Rekayasa Habitat melalui Terumbu Buatan di Kepulauan Seribu pada tahun 2011.

(10)

Halaman

3.4.6. Analisis hubungan antara ikan herbivor dengan makroalga ... 19

3.4.7. Analisis ragam klasifikasi satu arah (Anova Single Factor) ... 19

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi lingkungan perairan ... 21

4.2. Struktur komunitas ikan terumbu ... 23

(11)
(12)

Halaman

1. Kondisi toleransi makroalga terhadap suhu pada bebagai wilayah ... 12 2. Alat yang digunakan dalam pengambilan data ikan

herbivora dan makroalga ... 15 3. Alat yang digunakan dalam pengambilan parameter

kualitas perairan ... 16 4. Parameter fisika-kimia peraiaran di area transplantasi

(13)

Halaman

1. Skema perumusan masalah ... 3

2. Padina minor ... 9

3. Peta lokasi penelitian ... 15

4. Metode sensus visual ikan terumbu ... 16

5. Metode pengukuran makroalga ... 17

6. Kelimpahan ikan terumbu secara umum di area transpantasi karang Pulau Karya ... 25

7. Kelimpahan ikan terumbu berdasarkan famili di area transplantasi karang Pulau Karya ... 26

8. Indeks ekologis ikan terumbu di area transplantasi karang Pulau Karya ... 28

9. Komposisi trofik level ikan terumbu di area transplantasi karang Pulau Karya ... 30

10.Komposisi jenis karang di area transplantasi karang Pulau Karya ... 32

11.Komposisi bentuk pertumbuhan di area transplantasi karang Pulau Karya ... 33

12.Kelimpahan ikan terumbu herbivora di area transplantasi karang Pulau Karya ... 35

13.Komposisi tipe fungsional ikan herbivora di area transplantasi Karang Pulau Karya ... 36

14.Indeks ekologis ikan terumbu herbivora di area transplantasi karang Pulau Karya ... 37

15.Grafik luas penutupan makroalga di area transplantasi karang Pulau Karya ... 39

16.Regresi linear sederhana antara kelimpahan ikan herbivora dengan percent cover makroalga ... 40

(14)

Halaman

1. Data ikan terumbu di area transplantasi karang Pulau Karya,

Kepulauan Seribu ... 48 2. Contoh perhitungan data ikan terumbu di area transplantasi

(15)

1.1.Latar belakang

Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang memiliki struktur yang sangat kompleks dan taksonomi yang beragam di muka bumi ini. Produktivitas yang tinggi membuat ekosistem terumbu karang dapat melayani jutaan orang di dunia. Selain itu, habitat untuk sepuluh ribu hubungan ikan terumbu dan invertebrata disediakan oleh terumbu karang (Knowlton 2001). Meskipun kurang dari 0,1% terumbu karang menempati lingkungan laut di dunia, mereka mampu mendukung hampir 1/3 kehidupan ikan di laut (Spalding et al. 2001). Keanekaragaman yang tinggi membuat terumbu karang menjadi salah satu ciri khas ekosistem daerah tropik.

Sekarang ini, ekosistem yang memiliki beragam manfaat dan peranan yang penting ini mendapatkan tekanan yang cukup berat, baik dari alam maupun kegiatan manusia. Dalam dekade terakhir ini, kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu mengalami kerusakan terumbu karang karena berbagai faktor penyebab baik oleh sebab alami maupun akibat kegiatan manusia yang telah mencapai angka rata-rata 70% kondisinya buruk. Ancaman serius yang diterima terumbu karang disebabkan oleh antropogenik, khususnya overeksploitasi sumberdaya laut, penangkapan ikan dengan alat yang tidak ramah lingkungan dan aliran limbah dari daerah laut. Sedangkan ancaman secara alami adalah badai, gempa dan tsunami sehingga terjadi dominansi alga di terumbu karang (Green & Bellwood 2009).

(16)

Beberapa faktor kunci penting dalam memperbaiki resilience terumbu karang, yaitu kemampuan rekruitmen karang (coral recruitment) dan daya tahan hidup (survivorship), termasuk ketersediaan larva karang, kualitas air dan kualitas substrat. Dalam beberapa kondisi, agen biologis seperti calcareous alga merah, khususnya crostoce koralin alga, dan mungkin juga luasan rekruitmen karang (Birrell et al. 2008). Selain itu, kelompok ikan herbivora dan echinoids memiliki peranan penting dalam resilience terumbu karang dalam mengendalikan komunitas alga dan pengaruh interaksi kompetisi antara karang dan makroalga.

Lebih dari 4000 spesies atau kurang lebih 18% ikan yang ada didunia dapat ditemukan di terumbu karang (Spalding et al. 2001). Keberadaan ikan terumbu terkait dengan kondisi terumbu karang. Ikan terumbu memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan resilience terumbu karang (Green & Bellwood 2009). Banyak penelitian yang telah dilakukan dalam melihat peranan ikan terumbu di daerah terumbu karang, salah satunya adalah Paddack et al. (2006) yang menyatakan bahwa ikan grazers memiliki peranan yang sangat penting dalam membatasi pertumbuhan makroalga di daerah Karibia. Demikian juga penelitian Aronson & Precht (2000) yang menunjukkan bahwa ketika luas penutupan terumbu karang dan kelimpahan ikan terumbu herbivora menurun, pertumbuhan makroalga meningkat secara drastis. Berdasarkan latar belakang ekologi tersebut maka untuk penelitian ini akan dititikberatkan pada dinamika ikan terumbu herbivora dan makroalga di daerah transpantasi karang, sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam pengelolaan transplantasi karang.

1.2.Perumusan masalah

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Estradivari et al. (2009) dari hasil pengamatan tahun 2003-2007 menunjukkan bahwa bahwa kerusakan terumbu karang di Kepulauan Seribu, baik oleh sebab alami maupun akibat kegiatan manusia telah mencapai angka rata-rata 70% kondisinya buruk. Ancaman yang sangat serius adalah kegiatan manusia dari limbah antrophogenik yang ada di Pulau Karya.

(17)

kompetisi ruang dengan makroalga. Salah satu pengendali makroalga adalah ikan herbivora. Oleh sebab itu, keberadaan ikan herbivora sangat penting dalam mempercepat pertumbuhan terumbu karang secara tidak langsung.

Gambar 1. Skema perumusan masalah

Penelitian ini objek pengamatan dititikberatkan pada jenis makroalga

Padina minor karena merupakan makroalga yang tumbuh mendominasi dan ikan terumbu herbivora yang merupakan ikan pemakan alga di daerah tranpalantasi terumbu karang di Pulau Karya. Selain itu, Padina minor juga memiliki karakteristik tubuh yang relatif besar sehingga dapat dengan mudah diamati perubahan luas penutupan Padina minor.

Ekosistem terumbu karang

Kerusakan Alami : 1. Sedimentasi

2. Perubahan suhu yang drastis 3. Badai & gempa

Kerusakan akibat manusia :

1. Pencemaran limbah antrophogenik 2. Pengerukan dan reklamasi pantai 3. Kegiatan wisata

Degradasi ekosistem terumbu karang

Konservasi & rehabilitasi terumbu karang

Transplantasi terumbu karang

Kompetisi dengan makroalga

Ikan herbivora

(18)

1.3.Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pengaruh ikan terumbu herbivora dalam mengendalikan makroalga di daerah rehabilitasi karang Pulau Karya, Kepulauan Seribu dengan:

1. Menganalisis kelimpahan, indeks ekologi dan komposisi trofik level ikan terumbu.

2. Menganalisis perubahan kelimpahan dan komposisi trofik level ikan terumbu herbivora.

3. Menganalisis perubahan luas penutupan makroalga.

1.4.Manfaat

(19)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan terumbu herbivora

Sale (1991) mendefinisikan ikan terumbu adalah ikan-ikan yang hidup pada daerah terumbu karang sejak juvenil (anakan) sampai dewasa. Ikan-ikan ini berasosiasi dengan terumbu karang pada habitat yang disukainya, yaitu pada daerah yang tersedia banyak makanan dan aman dari predator. Mereka menggunakan bentuk karang sebagai tempat pertahanan diri dari pemangsa. Keberadaan ikan terumbu di perairan tergantung pada jenis substrat dan bentuk petumbuhan karang dibandingkan dengan luas penutupan karang hidup (Aktani 2003).

Level trofik (terkait dengan tipe makanan) ikan terumbu adalah hal yang penting dalam mempelajari karakteristik ikan terumbu. Perilaku makan pada ikan terumbu dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu herbivora, planktivora, dan karnivora. Ketiga bagian ini mewakili kelompok utama dalam ikan terumbu. Di samping itu, setiap kelompok ikan memiliki peran dan fungsi yang berbeda dalam proses-proses ekologi.

Ikan herbivora adalah konsumen langsung bagi produsen primer. Pada rantai makanan tidak hanya terjadi perpindahan makanan, namun juga terdapat proses pemindahan energi. Melalui proses fotosintesis produsen primer mengolah nutrient menjadi protein dan gula (sumber energi) untuk digunakan dalam metaboisme dan pertumbuhan. Sumber energi tersebut dibutuhkan oleh herbivora dan karnivora. Selain memakan produsen, herbivora juga berperan dalam menyalurkan energi ke konsumen lainnya dalam rantai makanan (Sale 1991)

(20)

terumbu, dimana hal ini memberikan pengaruh positif maupun negatif pada karang. Ketiga, interaksi antara ikan-ikan herbivora merupakan alat dalam model demografi dan perilaku ikan terumbu secara keseluruhan.

Ikan herbivora memiliki berbagai cara makan berbagai bahan tanaman, termasuk makroalga, turf alga epilithic, bahan detrital dan organisme yang terkait (termasuk bakteri). Ada cukup banyak variasi ikan herbivora dan tidak semua melakukan peran yang sama juga serta tidak memiliki dampak yang sama pada ekosistem terumbu karang. Green & Bellwood (2009) menyebutkan bahwa ikan herbivora terdiri dari beberapa kelompok yang memiliki kebiasaan makan dan dampak yang dihasilkan pada substrat yang berbeda-beda, yaitu scrapers atau

small excavator, large axcavator atau bioreders, grazers atau detritivores, dan

browsers.

a. Scrapers atau small excavator : di dominasi oleh famili Scaridae yang terdiri dari dua kelompok yang memiliki perbedaan dari bentuk morfologi rahang dan kebiasaan makan. Kedua kelompok tersebut sama-sama memakan turf

alga dan mereka menghilangkan substrat ketika mereka makan turf alga tersebut. Jumlah substrat yang hilang akibat gigitan mereka berbeda untuk masing-masing kelompok. Sebagian besar famili Scaridae (genus Hipposcarus

dan Scarus) adalah pengikis (scraperes). Gigitan meraka tidak terlalu dalam terhadap substrat ketika mereka memakan turf alga. Spesies penggerus besar (large excavator: Bolbometopon muricatum, Cetoscarus bicolor, dan semua spesies dari genus Chlorurus) berbeda dengan scrapers, mereka menghilangkan substrat sangat besar atau dalam untuk setiap gigitan. Kelompok scrapers memiliki panjang <35 cm.

b. Large axcavator atau bioreders : sebagian besar kelompok ini merupakan pelaku bierosion pada terumbu, menghilangkan karang mati dan menyediakan substrat yang bersih bagi rekrutmen karang. Kelompok ini memiliki panjang tubuh lebih dari 35 cm dan memiliki peran yang berbeda terkait resillience

terumbu karang yaitu membuka site baru untuk kolonisasi alga dan karang.

(21)

seperti famili Scaridae, grazers tidak mengikis atau menggali substrat karang ketika makan. Grazers termasuk spesies Achanturus yang memakan turf alga,

sedimen dan beberapa hewan kecil. Meskipun memiki proporsi yang kecil dalam memakan alga tetapi dengan kelimpahannya yang besar maka dapat mengendalikan alga secara signifikan.

d. Browsers: merupakan kelompok yang secara konsisten memakan makro alga. Kelompok ini adalah Nasinae, Kyphosidae, Ephippidae, Siganidae dan Scaridae dari genus Calotomus dan Leptoscarus.

Semua kelompok di atas mempunyai peranan yang penting dalam resillience

terumbu karang terkait dalam mengendalikan pertumbuhan makroalga dan penyedia substrat yang bersih bagi perekrutan karang. Oleh sebab itu, ikan herbivora merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kalangsungan hidup terumbu karang.

2.1.1. Peranan ikan terumbu herbivora

Ikan terumbu herbivora merupakan salah satu ikan yang memiliki keragaman dan penyebaran yang tinggi. Ikan terumbu herbivora terdiri dari beberapa kelompok yang masing-masing kelompok mempunyai peranan yang berbeda dalam resillience terumbu karang terkait pencegahan perubahan karang ke alga. Di dalam kondisi mesotrofik atau eutrofik, peran herbivora sangat penting untuk mempertahankan komunitas karang dalam berkompetisi dengan makroalga. Dalam kondisi banyak nutrien, kecepatan pertumbuhan makroalga yang pesat dapat membuat makroalga menutupi karang (overgrowth) (McClanahan et al.

2007). Karang yang kalah dalam kompetisi spasial tersebut mengalami kekurangan cahaya matahari sehingga terjadi penurunan metabolisme dan pertumbuhan.

(22)

tergolong rendah dengan adanya makroalga yang tumbuh didekatnya (Lirman 2001).

Sebagian makroalga dapat secara aktif menyerang jaringan karang di dalam kompetisi memperebutkan ruang. Berdasarkan penelitian Jompa & McCook (2003 a, b) menyatakan bahwa ‘turf algaeAnotrichium tenue dan

Corallophila huysmansii dapat tumbuh melukai jaringan karang Porites. Disamping itu, juga menutupi karang dari cahaya matahari. Dari kajian pustaka tersebut, makroalga dianggap tidak dapat menyebabkan kematian karang melainkan secara tidak langsung menurunkan kelangsungan hidup karang. Kecepatan tumbuh makroalga yang dapat memberikan dampak negatif terhadap komunitas karang dianggap hanya muncul jika terjadi pengkayaan nutrien.

Kehadiran ikan herbivora dapat menjadi penyelamat karang tertentu dari agresivitas makroalga tersebut. Menurut penelitian McCook (1996) menunjukkan bahwa makroalga Sargassum siliquosum yang ditransplantasi dari terumbu di paparan dalam ke paparan tengah tidak dapat tumbuh dengan baik jika dikurung dengan hewan herbivora. Hasil ini menunjukkan bahwa kelimpahan ikan herbivora yang tinggi pada paparan tengah sebagai faktor pembatas dari distribusi makroalga tersebut. Peranan ikan herbivora mungkin bukan satu-satunya faktor pembatas dari kelimpahan makroalga.

Ikan herbivora merupakan pelaku penting bioerosion di daerah terumbu karang. Famili Scaridae yang termasuk ke dalam kelompok bioreders memiliki peran penting dalam bioerosion, karena memakan substrat karang. Bioerosion mempunyai peranan yang sangat penting dalam ketahanan terumbu karang karena dapat menghilangkan karang mati dan membersihkan substrat untuk kolonisasi organisme bentik, menyediakan tempat hidup karang, dan mengendalikan pertumbuhan coraline alga dan karang (Hoey & Bellwood 2007).

2.2. Makroalga (Padina minor)

(23)

berbeda dengan tumbuhan laut lainnya seperti lamun dan mangrove karena pada makroalga hanya memiliki sedikit akar, daun, bunga, dan jaringan darah. Makroalga memiliki bentuk yang luas mulai dari jaringan kulit yang sederhana,

foliose (daun melambai) sampai filamentous (menyerupai benang) dengan struktur cabang yang sederhana sampai bentuk yang kompleks. Ukuran makroalga dapat mencapai 3-4 meter (seperti Sargassum).

Menurut Carpenter & Niem (1998) makroalga dapat diklasifikasikan kedalam 3 kelompok utama berdasarkan kandungan pigmen fotositesis, yaitu Chlorophyta (green algae) yang mengandung klorofil, Phaeophyta (brown algae) yang mengandung karotenoid, dan Rhodophyta (red algae) yang mengandung

Phycobilins (phycoerythrin). Padinaminor merupakan salah satu jenis makroalga yang termasuk kedalam alga coklat (brown algae). Hal ini di karenakan Padina minor sebagian besar mengandung pigmen xanthophyll, dinding selnya terdiri dari selulose dan asam alginic, dan hasil fotosintesisnya adalah laminarin dan mannitol. Klasifikasi Padina minor menurut Carpenter & Niem (1998) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisi : Rhodophyta Kelas : Phaeophyceae Ordo : Dictyotales Famili : Dictyotaceae Genus : Padina

Spesies : Padina minor Yamada, 1925

(24)

Karakteristik Padina minor adalahmemiliki bentuk lembaran seperti kipas angin (thalli), berwarna coklat kekuning-kuningan atau sedikit keputih-putihan sehubungan dengan proses pengapuran (calcification). Jenis makroalga ini pada umumnya hidup di daerah perairan pantai khususnya di daerah intertidal dan subtidal (Prathep et al. 2009). Habitat Padina minor menempel pada substrat yang padat atau keras, umumnya yang berbentuk datar seperti karang massive

(Carpenter & Niem 1998).

Distribusi Padina minor pada kawasan tropis meliputi Filiphina, Taiwan, China, Indonesia, Malaysia, Selatan Jepang, Vietnam, Thailand, Guam, dan Kepulauan Pasifik bagian barat. Pada daerah tropis, Padina minor atau makroalga secara umum hidup berdampingan dengan ekosistem lain seperti ekosistem padang lamun dan terumbu karang (Luning 1990). Habitat makroalga di laut terbatas pada zona eufotik dan umumnya pada daerah yang subur pada daerah littoral dan sub-littoral. Secara berurutan dari habitat dangkal ke habitat yang lebih alam didominasi oleh kelas Chlorophyceae, selanjutnya kelas Phaeophyceae, dan Rhodophyceae (Luning 1990).

Berdasarkan pada fungsi karakteristik ekologi (seperti bentuk tumbuhan, ukuran, kekuatan, kemampuan berfotosintesis), kemampuan bertahan terhadap

grazing (perumputan) dan pertumbuhan, makroalga dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Diaz-Pulido & McCook 2008) :

1. Turf algae: kumpulan atau asosiasi beberapa spesies dari alga yang sebagian besar filamentous algae dengan pertumbuhan yang cepat, produktivitas yang tinggi, dan rata-rata berkoloni. Turf algae memiliki biomassa yang rendah per unit area, tetapi mendominasi dalam proporsi yang besar pada area terumbu karang, meskipun pada terumbu karang yang sehat. Ikan herbivora sangat menyukai kelompok alga ini karena memiliki ukaran kurang dari 2 cm memudahkan ikan untuk memakannya. Selain itu, turf alga tidak mengandung bahan kimia yang dapat menghalangi ikan untuk makan.

(25)

karena diperkirakan fleshy alga memproduksi senyawa kimia yang menghalangi ikan herbivora untuk memakannya.

3. Crusrose algae: tumbuhan keras yang melekat pada karang keras sehingga tampak seperti lapisan cat daripada tumbuhan biasa. Kelompok tumbuhan ini memiliki pertumbuhan yang lambat dan menghasilkan kalsium karbonat serta diperkiran memiliki peranan dalam sementasi karangka terumbu karang secara bersama-sama.

Makroalga memiliki peranan yang penting dalam menghasilkan produktivitas primer yang penting karena dapat berfotosintesis sehingga menjadikan makroalga sebagai makanan favorit bagi para herbivora (Diaz-Pulido & McCook 2008) dan sebagai dasar pada jaring-jaring makanan di ekosistem terumbu karang. Selain itu, makroalga juga menyediakan habitat untuk organisme lain yang hidup di laut, yaitu organisme invertebrata dan vertebrata. Berbeda dengan biota lain yang menempati ekosistem terumbu karang seperti ikan terumbu, karang keras dan padang lamun, jika jumlah organisme tersebut semakin melimpah maka akan lebih baik ekosistem tersebut. Sebaliknya, jika makroalga melimpah pada ekosistem terumbu karang maka akan menimbulkan degradasi pada ekosistem terumbu karang, yaitu terjadi pergantian fase dari terumbu karang menjadi makroalga (Diaz-Pulido & McCook 2008).

2.2.1 Aspek ekologi makroalga

Proses kehidupan makroalga sangat bergantung kepada faktor-faktor ekologi, seperti cahaya, salinitas, suhu, dan konsentrasi nurien dalam air. Aspek ekologi merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan perkembangan makroalga. Menurut Luning (1990) menyebutkan bahwa aspek ekologi yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan makroalga meliputi substrat dasar, gerakan air, suhu, salinitas, pasang surut, cahaya, pH, nutrien (nitrogen dan fosfat) dan organisme lain.

(26)

Makroalga yang hidup di daerah berpasir memiliki sistem khusus, yaitu sistem

holdfast yang relatif besar dan kokoh, seperti pada spesies Halimeda sp.,

Sargassum sp. dan sebagainya (Paonganan 2008).

Gerakan air meliputi gerakan ombak, arus dan gelombang. Di daerah pantai berbatu, gerakan ombak mempunyai pengaruh yang besar terhadap organisme dan komunitas dibandingkan daerah-daerah laut lainnya. Aktivitas gerakan air mempengaruhi kehidupan di daerah pantai baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung di antaranya pengaruh mekanik, yaitu melepaskan dan menghanyutkan makroalga dari substratnya. Sedangkan pengaruh tidak langsung, yaitu menjamin ketersediaan makanan dari air dan juga meningkatkan kandungan oksigen karena proses pencampuran gas-gas dari atmosfer kedalam air. Selain itu, gerakan air juga memiliki peran sebagai faktor penyebaran stadia reproduksi dan persporaan makroalga (Rusli 2006).

Suhu memiliki peranan penting yang sangat vital bagi makroalga, seperti kematian alga pada suhu tinggi yang disebabkan karena aktivitas fisiologis terganggu seperti perombakan dan rusaknya protein, kerusakan enzim atau membran sel. Sementara pada suhu yang rendah, lemak dan protein yang terdapat dalam membran akan rusak akibat pengkristalan. Kisaran suhu optimal untuk pertumbuhan makroalga berbeda berdasarkan distribusi geografisnya. Di bawah ini adalah gambaran tentang kondisi toleransi (Luning 1990).

Tabel 1. Kondis toleransi makroalga terhadap suhu pada bebagai wilayah

Tipe wilayah Pantai Suhu tahunan

(oC)

Kisaran toleransi suhu (oC)

Eulitoaral spesies Sublitoral suhu

(27)

hiotonik dan hibertonik. Selain itu, salinitas juga mempengaruhi laju fotosintesis pada makroalga.

Pasang surut merupakan proses naik turunya permukaan air laut secara periodik selama satu interval waktu tertentu. Pasang surut merupakan faktor lingkungan yang paling penting yang mempengaruhi kehidupan di pantai. Tanpa adanya pasang surut tidak akan terjadi zonasi organisme pada pantai dan faktor-faktor lain akan kehilangan pengaruhnya. Hal ini disebabkan kisaran yang luas pada banyak faktor fisik akibat hubungan langsung yang bergantian antara keadaan terkena udara terbuka dan keadaan yang terendam air (Luning 1990).

Cahaya mempunyai dua manfaat bagi tumbuhan makroalga, yaitu sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis dan sebagai signal lingkungan untuk proses regulasi dan perkembangan. Sebagai signal lingkungan cahaya dapat mempengaruhi perkembangan dan perubahan morfologi baik permanen maupun sementara, seperti fototropisme atau pergerakan kloroplas. Selain itu, cahaya sebagai signal lingkungan juga terkait proses fisiologis yang dipengaruhi oleh proses fotosintesis (Luning 1990).

Derajat keasaman (pH) air laut mempunyai kisaran pH antara 7,9-8,3. Perubahan yang terjadi pada pH air laut akan mempengaruhi kehidupan makroalga. pH antara 6-9 merupakan kisaran yang paling sering ditemukan di perairan yang memiliki kepadatan rumput laut yang tinggi. Sedangkan kisaran toleransi pH makroalga 6,8-9,6 (Luning 1990).

Keberadaan nutrien (nitrogen dan fosfat) dalam perairan merupakan hal yang sangat penting dalam makroalga. Dalam perairan yang relatif bersih dan terbebas dari pengaruh upwelling dan run off, nutrien merupak faktor pembatas bagi makroalga dan fitoplankton. Nitrogen yang dimanfaatkan oleh makroalga dalam proses thallus dalam bentuk nitrat (NO3) dan amonium (NH4), sedangkan fosfor biasanya dalam bentuk fosfat (PO4). Beradasarkan penelitian McClanahan et al. (2007) pengkayaan nutrien yang terjadi pada ekosistem laut dapat mengakibatkan biomassa makroalga meningkat secara cepat.

Organisme lain meliputi moluska dan ikan dapat berpengaruh terhadap

(28)
(29)

III.

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan di Pulau Karya, Kepulauan Seribu yang dilaksanakan pada bulan Juni 201-Juli 2011. Lokasi pengamatan yang digunakan adalah daerah tranplantasi karang pada kedalaman 2-4 meter di Pulau Karya, Kepulauan Seribu. Gambar 3 dibawah ini merupakan peta lokasi penelitian:

Gambar 3. Peta lokasi penelitian 3.2. Alat-alat penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat yang digunakan untuk pengambilan data ikan herbivora dan makroalga serta kualitas air. Tabel dibawah ini merupakan alat-alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu:

Tabel 2. Alat yang digunakan dalam pengambilan data ikan herbivora dan makroalga.

No. Alat-alat Keterangan

1. Peralatan selam SCUBA Peralatan penyelaman 2. Kamera underwater Mengambil gambar/foto 3. Sabak dan kertas newtop Pencatatan hasil pengamatan

4. Penggaris Pengukuran makroalga

(30)

Tabel 3. Alat yang digunakan dalam pengambilan parameter kualitas perairan.

No. Parameter Satuan Alat yang digunakan Metode

1. Suhu oC Thermometer air raksa In situ

2. Salinitas o/oo Refraktometer Ex situ

3. Kecerahan % Secchi disc In situ

4. Nutrien (Amonia, phosphat, Nitrat)

mg/l Spektrofotometri Ex situ

5. pH pH meter In siti

6. DO Mg/l Titrasi winkler In situ

3.3. Metode pengambilan data

Metode yang akan digunakan dalam pengambilan data ikan terumbu adalah metode sensus visual (visual sensus) (English et al. 1997). Parameter-parameter yang diamati dalam pengukuran data ikan terumbu terdiri dari jumlah individu dari setiap spesies dan ukuran panjang ikan. Pengambilan data dilakukan dengan cara roll meter sepanjang 100 meter dibentangkan di atas modul transplantasi karang, kemudian seorang pengamat data ikan terumbu bergerak sepanjang transek garis 100 meter dengan kecepatan konstan dan mencatat spesies ikan dengan pengamatan sejauh 2,5 meter ke kanan dan 2,5 meter ke kiri. Gambar 4 dibawah ini adalah ilustrasi metode sensus visual.

Gambar 4. Metode sensus visual ikan terumbu

Data makroalga diambil dengan metode sensus, yaitu dengan cara mengukur makroalga yang menempel pada seluruh modul transplantasi karang. Metode yang akan dilakukan seperti pada gambar 5 berikut ini:

2,5 m

(31)

Lebar

Dalam pengambilan data ikan herbivora, data yang dianalisis berupa kelimpahan ikan terumbu dan biomasa ikan terumbu. Sedangkan data makroalga yang dianalisis adalah luas penutupan makroalga (%). Di samping itu, hubungan antara ikan herbivora dengan makroalga dianalisis menggunakan regresi linear sederhana.

3.4.1. Kelimpahan ikan terumbu

Banyaknya individu ikan persatuan luas daerah pengamatan ditunjukan oleh nilai kelimpahan ikan. Kelimpahan ikan dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Ludwig & Reynolds 1988) :

Keterangan :

N = Kelimpahan individu ikan (Ind/ha) ni = Jumlah individu ikan (Ind)

A = Luas daerah pengamatan (m2)

3.4.2. Indeks keanekaragaman (H’)

Indeks Keanekaragaman (H’) digunakan untuk mendapatkan gambaran populasi organisme secara matematis agar mempermudah analisis informasi jumlah individu masing-masing spesies dalam suatu komunitas (Ludwig & Reynolds 1988). Keanekaragaman jenis ikan terumbu dihitung dengan Indeks Shannon-Wiener dengan rumus sebagai berikut:

(32)

jumlah individu ikan terumbu (N)

I = 1, 2,…n

Kategori penilaian untuk keanekaragaman jenis adalah sebagai berikut :

a) H’≤ 1 : Keanekaragaman rendah, penyebaran rendah, kestabilan

komunitas rendah,

b) 1 < H’ < 3 : Keanekaragaman sedang, penyebaran sedang, kestabilan

komunitas sedang,

c) H’ ≥3 : Keanekaragaman tinggi, penyebaran tinggi, kestabialan

komunitas tinggi.

3.4.3. Indeks Keseragaman (E)

Indeks Keseragaman (E) menggambarkan ukuran jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Semakin merata penyebaran individu antar spesies maka keseimbangan ekosistem akan makin meningkat (Ludwig & Reynolds 1988). Keseragaman jenis ikan terumbu dihitung dengan indeks keseragaman dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

E = Indeks Keseragaman H’ = Keseimbangan Spesies

H’max = Indeks Keanekaragaman maksimum = ln S S = Jumlah total spesies

Nilai indeks berkisar antara 0-1 dengan kategori sebagai berikut :

a) 0 < E ≤ 0,4 : Keseragaman kecil, komunitas tertekan

b) 0,4 < E ≤ 0,6 : Keseragaman sedang, komunitas labil

c) 0,6 < E ≤ 1,0 : Keseragaman tinggi, komunitas stabil

3.4.4. Indeks dominansi (C)

(33)

Keterangan :

C = Indeks Dominansi

pi = Proporsi jumlah individu pada spesies ikan terumbu i = 1, 2, 3,..n

Nilai indeks berkisar antara 0-1 dengan kategori sebagai berikut : a) 0 < C < 0,5 = Dominansi rendah

b) 0,5 < C ≤ 0,75 = Dominansi sedang

c) 0,75 < C ≤ 1,0 = Dominansi tinggi

3.4.5. Persentase penutupan makroalga

Persen penutupan makroalga (percent cover) dari setiap kedalaman dan setiap titik penyelaman dihitung dengan menggunakan rumus (English

et.al.,1994) :

Keterangan :

L = Persentase penutupan karang (%) n = Jumlah modul transplantasi (400) Aa = Luas penutupan alga per modul (cm2) At = Luas modul (cm2)

3.4.6. Analisis hubungan antara ikan herbivora dengan makroalga

Kelompok parameter ikan herbivora yang terbentuk dari hasil analisis kelompok dihubungkan dengan tutupan makroalga. Prosedur regresi linear sederhana digunakan untuk melihat perbedaan rata-rata tutupan makroalga dengan ikan herbivora tersebut. Perbedaan rata-rata tutupan makroala tersebut diharapkan dapat menggambarkan peran parameter ikan herbivoa terhadap alga.

3.4.7. Analisis ragam klasifikasi satu arah (Anova Single Factor)

(34)
(35)

IV. HASIL DAN PEMABAHASAN

4.1. Kondisi Lingkungan Perairan

Kondisi lingkungan perairan dapat digambarkan melalui informasi parameter fisika kimia peraian. Parameter fisika kimia perairan yang diukur pada penelitian ini meliputi kecerahan, kekeruhan, suhu, pH, salinitas, oksigen terlarut (DO), ammonia (NH3-N), nitrat (NO3-N), nitrit (NO2-N), dan fosfat (PO4-P). Berikut di bawah ini merupakan nilai parameter fisika kimia perairan selama penelitian di daerah transplantasi karang, Pulau Karya, Kepulauan Seribu dan baku mutu air laut untuk biota laut dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Parameter fisika-kimia peraiaran di area transplantasi karang Pulau Karya

No. Parameter Satuan *) Baku mutu menurut KepMen LH No. 51/2004 untuk Biota Laut

(36)

yang diperoleh masih terolong baik untuk pertumbuhan makroalga. Hasil pengukuran suhu perairan ini juga masih sesuai dengan standar baku mutu perairan laut untuk beragam biota laut berdasarkan KepMen LH 51/2004, yaitu antara 28o-32oC.

Hasil pengukuran tingkat kecerahan pada lokasi penelitian diperoleh nilai 100%. Hal ini berarti penetrasi cahaya matahari mencapai dasar perairan sehingga alga zooxanthellae dapat melakukan proses fotosintesis dengan baik dan mengontrol laju pertumbuhan zooxanthellae. Apabila kurangnya intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan maka pertumbuhan karang akan sangat lambat dan tidak akan terbentuk bangunan kapur. Kondisi kecerahan seperti ini sangat mendukung pertumbuhan terumbu karang. Tingkat kecerahan dipengaruhi oleh banyaknya partikel-partikel koloid serta jasad renik yang terdapat dalam air.

Nilai derajat keasaman (pH) yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 8-9,06. Nilai pH ini lebih tinggi dibandingkan dengan standar baku mutu KepMen LH 51/2004 yang berkisar antara 7-8,5. Meskipun begitu, makrolaga memiliki toleransi pH yang berkisar antara 6,8-9,6 sehingga masih dapat tumbuh dengan baik (Luning 1990). Sedangkan bagi terumbu karang memiliki toleransi pH berkisar antara 7,6-8,3 (Carlson & Crow 1995 in Sadarun 1999). Nilai pH yang melebihi standar baku mutu ini terjadi pada bulan Juni 2010 dan September 2010. Hal ini menunjukkan bahwa pada bulan tersebut transplantasi terumbu karang mengalami tekanan dari lingkungan yang menyebabkan pertumbuhan karang terganggu.

Salinitas pada lokasi penelitian ini berkisar antara 28-30‰. Nilai salinitas ini lebih rendah dibandingkan dengan dengan kisaran optimum salinitas untuk pertumbuhan karang, yaitu 32-35‰ (Nybakken 1992). Disamping itu, nilai ini juga lebih rendah daripada standar standar baku mutu KepMen LH 51/2004 yang berkisar antara 33-34‰. Hal ini diduga oleh tingginya curah hujan di lokasi penelitian sehingga nilai salinitas dapat menurun. Nilai salinitas dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni run-off dari daratan, badai, dan hujan sehingga kisaran salinitas bisa sampai berkisar 17,5-52,5‰ (Wells 1932 in Supriharyono 2007).

(37)

hidup akuatik untuk proses pembakaran tubuh. Oksigen terlarut dihasilkan oleh proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan. Nilai kandungan nitrat yang terdeteksi masih sesuai dengan standar baku mutu KepMen LH 51/2004, yaitu <0,0008 mg/l. Sedangkan untuk kandungan fosfat berkisar antara <0,005-0,013 mg/l. Nilai ini sedikit melebihi standar baku mutu KepMen LH 51/2004, yaitu <0,0002 mg/l. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi penyuburan pada lokasi penelitian mulai dari bulan Juni 2010 - Januari 2011. Keberadaan fosfat yang disertai dengan nitrogen yang berlebihan ini dapat menstimulir terjadinya ledakan alga di perairan (Boney 1989 in Effendi 2003).

Nilai amonia yang diperoleh selama pengamatan berkisar antara 0,006 - 0,376 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa nilai amonia tersebut melebihi batas standar baku mutu KepMen LH 51/2004, yaitu <0.3 mg/l. Kandungan amonia yang melebihi standar baku mutu terjadi pada bulan Juni 2010. Sumber amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air (Effendi 2003). Kandungan amonia bebas yang melebihi 0,300 mg/l menyebabkan perairan menjadi toksik bagi beberapa organisme akuatik.

Berdasarkan hasil pengukuran parameter fisika kimia perairan pada daerah transplantasi karang tergolong perairan dengan kesuburan rendah hingga sedang. Hal ini berdasarkan beberapa parameter (amonia dan fosfat) yang sedikit melebihi standar baku mutu KepMen LH 51/2004 untuk biota laut.

4.2. Struktur Komunitas Ikan Terumbu pada Transplantasi Karang

(38)

lingkungan perairan juga sangat mempengaruhi penyebaran ikan terumbu di perairan. Pada penelitian Utami (2010), kondisi lingkungan perairan tergolong kondisi baik, sedangkan pada penelitian ini tergolong dalam perairan dengan kondisi sedang karena terdapat beberapa parameter perairan yang melebihi baku mutu peraiaran, sehingga ikan terumbu lebih banyak di area transplantasi karang pulau Kelapa dibandingkan dengan Pulau Karya. Ikan terumbu lebih memilih habitat yang sesuai dengan karakteristiknya dan akan bermigrasi ke habitat lain jika habitat tidak sesuai dengan karakter ikan terumbu (Aktani 2003).

Kelimpahan ikan terumbu yang terdata selama pengamatan sebanyak 3483 ind/500 m2. Kelimpahan ikan terumbu yang paling tinggi terdapat pada famili Pomacentridae sebanyak 1615 ind/500 m2 dan Labridae sebanyak 649 ind/500 m2, disusul dengan famili Scaridae dan Siganidae yang masing-masing famili sebanyak 368 ind/500 m2 dan 352 ind/500 m2. Tingginya famili Pomacentridae dan Labridae, diduga karena melimpahnya turf alga dan organisme invertebrata yang melimpah pada daerah transplantasi karang yang merupakan sumber makanan bagi kedua famili ini. Selain itu famili Pomacentridae merupakan ikan terumbu yang memiliki spesies yang paling banyak, yaitu sekitar 300 spesies dan sebagian besar berasosiasi dengan terumbu, memakan berbagai jenis invertebrata, alga dan zooplankton (Kuiter 1992, Allen et al. 2003).

Pomacentridae merupakan famili ikan terumbu yang mendominasi di Kepulauan Seribu (Aktani 2003). Famili ini memiliki tingkat kelentingan yang sangat tinggi, yaitu kurang dari 15 bulan (Froese & Pauly 2011). Kelentingan adalah waktu yang dibutuhkan dalam proses menggandakan populasinya. Sehingga dapat dikatakan ikan famili ini menggandakan jumlah populasinya atau bereproduksi dalam waktu kurang dari 15 bulan. Selain itu Pomacentridae juga sangat dipengaruhi oleh karakteristik morfologi dari substrat, bahkan beberapa spesies diantaranya cenderung menggunakan terumbu karang sebagai habitat daripada sebagai sumber makanan (Karnan 2000). Oleh sebab itu, dapat diduga dengan adanya rak dan substrat pada daerah transplantasi karang menarik famili ini untuk hidup di habitat transplantasi karang.

(39)

m2 dan 102 ind/500 m2. Genus Halichoeres yang ditemukan sebanyak 7 spesies yang didominasi oleh spesies Halichoeres chloropterus dan Halichoeres melanurus. Sedangkan genus Thalassoma yang ditemukan hanya 1 spesies, yaitu

Thalassoma lunare. Genus Halichoeres dan Thalassoma tergolong ikan mobile invertebrate feeder yang memakan berbagai jenis hewan invertebrata seperti krustasea dan moluska (Ferreira et al. 2004). Ikan dari genus Halichoeres dan

Thalassoma ini dapat dijumpai dimana-mana pada daerah terumbu karang, karena ikan jenis tersebut toleran pada habitat yang bervariasi (Karnan 2000). Kelimpahan ikan terumbu secara umum dapat dilihat dengan jelas pada gambar 6 berikut ini.

Gambar 6. Kelimpahan ikan terumbu secara umum di area transpantasi karang Pulau Karya

Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa kelimpahan ikan setiap pengamatan memiliki kelimpahan yang berbeda-beda. Kelimpahan ikan terumbu yang tertinggi terdapat pada pengamatan bulan Mei 2011 sebanyak 1255 ind/500 m2. Sedangkan kelimpahan ikan terumbu terendah terdapat pada bulan Juni 2010 sebanyak 261 ind/500 m2. Kelimpahan ikan terumbu yang berbeda setiap pengamatan dapat diduga karena pengaruh kondisi perairan, musim dan sumber makanan. Demikian juga penelitian Hallacher (2003) yang menyatakan bahwa distribusi ikan terumbu tergantung akan pengaruh musim dan sumber makanan yang ada. Besarnya perubahan kelimpahan dan komunitas ikan terumbu tergantung pada seberapa besar pengaruh perubahan musim dan sumber makanan

0

Juni '10 September '10 Januari '11 Mei '11 Juli '11

(40)

yang ada mempengaruhi famili ikan tersebut. Fluktuasi kelimpahan ikan terumbu setiap famili dapat dilihat dengan jelas pada gambar 7 berikut ini.

(41)

Tingginya kelimpahan ikan terumbu pada bulan Mei 2011 ini didominasi oleh famili Pomacentridae sebesar 63,27% dan Labridae sebesar 17,29%. Sedangkan pada bulan Juni 2010, kelimpahan ikan terumbu didominasi oleh famili Pomacentridae sebesar 29,50% dan Nemipteridae sebesar 18,77%. Pada bulan Mei 2011, tingginya famili Pomacentridae didominasi oleh spesies ikan

Amblyglyphidodon curacao dan Pomacentrus alexanderae. Kedua genus tersebut merupakan ikan diurnal yang aktif mencari makan pada siang hari sehingga ikan ini sering ditemukan melimpah pada saat siang hari. Selain itu, kedua genus tersebut merupakan ikan mayor, yaitu ikan terumbu yang berperan dalam rantai makanan (Utami 2010). Sedangkan pada bulan Juli 2010 merupakan kelimpahan ikan yang paling rendah. Rendahnya kelimpahan ikan pada bulan terseut diduga karena faktor lingkungan perairan. Berdasarkan hasil analisis kualitas perairan, kondisi perairan pada bulan tersebut terdapat beberapa parameter yang tidak sesuai dengan baku mutu perairan KepMen LH 51/2004 yang dapat menyebabkan gangguan pada ikan, yaitu amonia dan nitrat serta pH. Kadar amonia pada bulan tersebut > 0,3 mg/l sehingga bersifat toksik bagi ikan. Disamping itu, pH yang tinggi pada bulan tersebut menyebabkan amonia tidak terionisasi sehingga mengakibatkan amonia bersifat toksik. Ikan tidak dapat toleransi pada kadar amonia bebas yang terlalu tinggi karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah dan pada akhirnya menyebabkan sufokasi. Dengan demikian, rendahnya kelimpahan ikan pada bulan Juni 2010 karena faktor lingkungan perairan sehingga menyebabkan ikan bermigrasi ke habitat yang lebih baik.

(42)

famili Siganidae yang ditemukan melimpah pada saat bulan Mei-Juli yang merupakan musim timur.

Kelimpahan ikan terumbu yang memiliki karakteristik teritorial tidak selalu statis, namun dapat berubah akibat perubahan musim atau pengganggu dari luar (predator). Perubahan kelimpahan dan struktur komunitas yang sangat besar terjadi akibat perubahan musim. Perubahan kelimpahan dan struktur komunitas mulai bulan Januari-April. Hal ini sesuai dengan penelitian Myrberg & Thresher (1974) in Hallacher (2003) yang menyatakan bahwa perubahan kelimpahan ikan yang sangat besar terjadi pada bulan Januari-April. Hal ini terkait siklus reproduksi tahunan ikan terumbu dimana kegiatan reproduksi puncaknya terjadi pada bulan April dan minimal pada bulan Januari. Sedangkan untuk kondisi struktur komunitas ikan terumbu dapat dilihat pada gambar 8 dan lampiran 2.

Gambar 8. Indeks ekologis ikan terumbu di area transplantasi karang Pulau Karya

Indeks keanekaragaman (H’) pada setiap pengamatan menunjukkan kisaran antara 2,54-3,09. Sedangkan indeks keseragaman (E) berkisar antara 0,68-0,95. Indeks keanekaragaman dan keseragaman tertinggi ditemukan pada awal pengamatan, yaitu pada bulan Juni 2010 sedangkan yang terendah ditemukan pada akhir-akhir pengamatan, yaitu pada bulan Mei 2011. Indeks dominansi berkisar antara 0,05-0,16 yang tertinggi ditemukan pada akhir-akhir pengamatan, yaitu pada bulan Mei 2011 dan yang terendah ditemukan pada awal pengamatan, yaitu pada bulan Juni 2010.

(43)

Pada pengamatan bulan Juni 2010, diperoleh nilai indeks keanekaragaman sebesar 3,09 dan keseragaman sebesar 0,95 yang tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa komunitas ikan terumbu di Pulau Karya stabil dan penyebarannya merata. Sedangkan indeks dominansi diperoleh nilai 0,05 yang tergolong rendah. Hal ini menunjukan bahwa dalam komunitas ikan terumbu tersebut tidak terjadi dominansi dari salah satu spesies. Sedangkan pada pengamatan bulan Mei 2011 merupakan bulan yang memiliki indeks yang paling rendah dibandingkan dengan bulan-bulan pengamatan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa pada bulan Mei 2011 komunitas ikan terumbu cukup tertekan dengan perubahan lingkungan yang ada dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain. Walaupun begitu, komunitas ikan terumbu masih dalam kondisi sedang dan penyebaran individu tergolong sedang serta dominansi yang masih rendah sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap struktur komunitas ikan terumbu tersebut.

Jika dilihat tren struktur komunitas ikan terumbu (gambar 8) selama pengamatan menunjukkan penurunan sampai bulan Mei 2011 dan mengalami peningkatan pada bulan pengamatan terakhir, yaitu bulan Juli 2011. Hal ini mengindikasikan bahwa selama kondisi komunitas ikan terumbu mengalami tekanan terus-menerus sampai bulan Mei 2011 dan mengalami recovery pada bulan terakhir pengamatan. Jika dilihat dari kondisi perairan menunjukkan adanya tekanan karena terdapat beberapa parameter perairan yang melebihi baku mutu KepMen LH 51/2004, yaitu pada bulan Juni 2010 dan Mei 2011. Parameter tersebut adalah pH, amonia, nitrat dan fosfat. Amonia dapat menjadi racun bagi biota air jika melebihi 0,3 mg/l, sedangkan nitrat dan fosfat dapat menyebabkan ledakan alga/makroalga diperairan jika melebihi 0,2 mg/l (Effendi 2003). Ikan-ikan akan cenderung beruaya mencari habitat yang lain ketika kondisi habitatnya sudah tidak sesuai dengan ikan terumbu tersebut.

4.3. Komposisi trofik level ikan terumbu di area transplantasi karang

(44)

didominasi oleh ikan-ikan omnivora dan mobile invertebrate feeder dengan komposisi 42,26% dan 27,79%. Komposisi ikan dari kelompok trofik pertama, yaitu herbivora yang terdiri dari famili Ephippidae, Pomaentridae, Scaridae dan Siganidae sebesar 24,49%. Sedangkan komposisi ikan yang termasuk kedalam planktivora, yaitu Balistidae, Caesionidae, Centriscidae, dan Pomacentridae hanya sebesar 3,36%. Komposisi kelimpahan ikan terumbu yang paling kecil adalah ikan karnivora hanya sebesar 0,75% dari total kelimpahan ikan yang ada di darah transplatasi karang. Komposisi trofik level ikan terumbu dapat dilihat jelas pada gambar 9 dan lampiran 1.

Gambar 9. Komposisi trofik level ikan terumbu di area transplantasi karang Pulau Karya

Omnivora dan mobile invertebrate feeder merupakan ikan yang paling mendominasi di daerah transplantasi karang ini. Kelimpahan ikan Pomacentridae yang sangat mendominasi menjadikan kelimpahan ikan omnivora mendominasi pada kelompok trofik yang terbentuk pada daerah transplantasi karang ini. Kelimpahan ikan omnivora ini lebih didominasi oleh ikan dari spesies

Amblyglyphidodon curacao, Pomacentrus alexanderae dan Abudefduf sexfasciatus. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Alfaridy (2009) yang dilakukan di Bali, yaitu ikan omnivora merupakan ikan yang mendominasi di daerah transplantasi karang. Aktani (2003) juga menemukan bahwa kelompok ikan omnivora merupakan ikan yang paling mendominasi di Kepulauan Seribu. Di dalam penelitiannya, Aktani (2003) juga menemukan bahwa ikan terumbu lebih

(45)

terkait dengan jenis substrat dan bentuk pertumbuhan karang dibandingkan dengan luas penutupan karang. Ikan omnivora lebih meyukai karang mati sehingga ikan omnivora melimpah pada daerah transplantasi karang ini karena mayoritas substrat dasarnya berupa karang mati. Sedangkan kelimpahan ikan

mobile invertebrate feeder didominasi oleh famili Labridae dengan spesies

Halichoeres melanurus dan famili Nemipteridae dengan spesies Scolopsis lineatus. Ikan ini memakan krustasea, moluska, cacing, dan hewan bentik lainya. Disamping itu, ikan mobile invertebrate feeder menyukai atau berasosiasi baik dengan substrat keras maupun lunak (Ferreira et al. 2004). Menurut Jones et al. (1991) in Ferreira et al. (2004) menyatakan bahwa ikan mobile invertebrate feeder

merupakan kelompok trofik utama baik di daerah tropis maupun subtropis.

Kelimpahan ikan herbivora pada trofik level yang terbentuk pada daerah transplantasi karang ini juga memiliki persentase yang cukup besar, yaitu 24,49%. Ikan herbivora adalah ikan pemakan alga baik makroalga maupun turf alga, seperti ikan Scaridae, Siganidae, dan Ephippidae yang kehadiran mereka di daerah transplantasi karang turut berpengaruh terhadap melimpahnya alga pada ekosistem transplantasi karang tersebut. Hal ini terkait dengan peran mereka dalam mengendalikan populasi alga baik makroalga maupun turf alga pada ekosistem terumbu karang (Green & Bellwood 2009). Pada saat pengamatan, makroalga yang ditemukan pada daerah transplantasi karang menghampar dalam luasan yang relatif besar. Sehingga pertumbuhan transplantasi karang terganggu akan kehadiran alga karena pengendali alga, yaitu ikan herbivora yang kelimpahannya relatif kecil. Sedangkan kelimpahan ikan planktivora ini terkait akan bentuk pertumbuhan karang, khususnya karang foliose (Aktani 2003). Pada daerah transplantasi karang ini tidak ada karang transplantasi yang lifeformnya

(46)

dan Serranidae. Kelimpahan ikan corralivor ini memiliki hubungan positif yang signifikan dengan persen penutupan karang hidup (Maduppa 2006). Jenis ikan ini dapat digunakan sebagai indikator dalam memantau persen penutupan karang hidup karena ketergantungan ikan ini terhadap polip karang sebagai makanannya. Ikan Chaetodon octofasciatus merupakan ikan pemakan polip karang sejati (obligate corralivor) (Maduppa 2006). Sedikitnya kelimpahan ikan corralivor ini dapat diduga bahwa persen penutupan karang hidup di daerah transplantasi karang cukup rendah sehingga ketersediaan polip karang (makanan) terbatas.

4.4. Komposisi jenis karang di area transplantasi karang

Terumbu karang merupakan habitat yang paling disukai oleh ikan, habitat ini menyediakan banyak makanan bagi ikan dan merupakan tempat perlindungan ikan dari predator serta merupakan tempat nursery ground. Transplantasi karang merupakan salah satu metode percepatan perbaikan ekosistem terumbu karang. Metode ini memiliki fungsi yang sama seperti terumbu karang alami, salah satunya adalah sebagai habitat ikan. Jenis-jenis genus karang yang di transplantasikan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 10. Komposisi jenis karang di area transplantasi karang Pulau Karya

(47)

Sarcophyton, Stycoinela, Clavularia dan soft coral yang belum teridentifikasi. Sedangkan untuk genus karang yang kurang dari 5% meliputi genus Astreopora, Caulastrea, Chypastrea, Favia, Hydnophora, Montipora, Pavona, Porites dan

Turbinaria. Berikut ini merupakan gambar yang menunjukkan komposisi bentuk pertumbuhan karang yang ada di area transplantasi karang, yaitu:

Gambar 11. Komposisi bentuk pertumbuhan di area transplantasi karang Pulau Karya

Pada tingkat bentuk pertumbuhan (lifeform), komposisi bentuk pertumbuhan yang terdapat pada area tranplantasi karang terdiri dari 3 tipe bentuk pertumbuhan, yaitu bercabang, massive, dan submassive. Komposisi bentuk pertumbuhan karang yang memiliki dominasi tertinggi pada area transplantasi karang adalah lifeform tipe bercabang yang mencapai 70,27% dari total semua karang yang ditransplantasikan. Bentuk pertumbuhan dengan tipe bercabang ini terdiri dari 2 genus, yaitu Acropora dan Hydnophora. Tipe bercabang ini sangat mendominasi pada area transplantasi karang karena genus karang yang ditanam didominasi oleh genus Acropora yang memiliki lifeform tipe bercabang. Sedangkan untuk bentuk pertumbuhan tipe massive dan submassive merupakan gabungan dari beberapa genus yang berbeda-beda. Tipe massive terdiri dari 5 genus, yaitu Astreopora, Chypastrea, Favia, Porites dan Turbinaria. Sedangkan untuk tipe submassive hanya terdiri dari 3 genus karang, yaitu Caulastrea,

Pocillopora, dan Stylopora.

Setiap tipe bentuk pertumbuhan karang memiliki peranan dan fungsi ekologis masing-masing, salah satunya adalah memiliki fungsi menarik kelompok ikan tertentu untuk berasosiasi. Aktani (2003) menyatakan bahwa komunitas ikan

Bercabang 70.27% Massive

9.23%

(48)

terumbu lebih terkait dengan jenis substrat dan bentuk petumbuhan karang dibandingkan dengan luas penutupan karang hidup. Ikan omnivora lebih menyukai karang mati, sedangkan ikan plantivora lebih menyukai karang-karang dengan tipe lifeform foliose. Dengan demikian, tipe substrat dan bentuk pertumbuhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi struktur dan kompleksitas komunitas ikan di perairan.

4.5. Struktur komunitas ikan terumbu herbivora

Kelimpahan ikan terumbu herbivora yang ditemukan pada komunitas ikan terumbu yang di daerah transplantasi karang sebanyak 855 ind/500 m2 dari 3483 ind/500 m2. Ikan herbivora yang ditemukan terbagi ke dalam 4 famili dengan jumlah spesies sebanyak 18 spesies. Kelimpahan ikan herbivora tertinggi terdapat pada famili Scaridae dan Pomacentridae yang masing-masing sebanyak 384 ind/500 m2 dan 356 ind/500 m2, disusul dengan famili Siganidae sebanyak 277 ind/500 m2 dan Ephippidae sebanyak 15 ind/500 m2.

Scaridae yang sering muncul dalam pengamatan berasal dari genus Scarus

dan Hipposcarus yang kedunya tergolong scrapers. Scrapers adalah ikan herbivora yang makanan utamanya turf alga beserta substratnya, akan tetapi jumlah substrat yang dimakan sedikit. Scaridae merupakan salah satu ikan herbivora terbesar setelah famili Achanturidae. Kedua genus ini merupakan ikan diurnal yang aktif mencari makan pada waktu siang hari. Disamping itu, berdasarkan pengamatan kedua genus tersebut sering ditemukan secara menggerombol (schooling) pada saat mencari makan. Kebiasaan makanan famili Scaridae ini terbagi kedalam 3 tipe, yaitu scrapers dan bioreders serta browser. Hal ini terkait dengan bentuk morfologi rahang dan jenis makanannya (Green & Bellwood 2009). Karakteristik famili ini merupakan kelompok ikan diurnal, dimana aktif mencari makan dalam siang hari dan sering berpindah tempat untuk mencari makan. Ikan famili ini singgah ke habitat hanya untuk mencari makan (Aktani 1990).

(49)

merupakan ikan yang aktif mencari makan dalam siang hari (diurnal) dan ikan famili ini singgah ke habitat hanya untuk mencari makan (Aktani 1990). Oleh sebab itu famili ini sering berpindah tempat untuk mencari makan. Dengan demikian tingginya kelimpahan ikan herbivora diduga karena adanya sumber makanan yang melimpah pada habitat tersebut. Berikut dibawah ini adalah grafik kelimpahan ikan herbivora.

Gambar 12. Kelimpahan ikan terumbu herbivora di area transplantasi karang Pulau Karya

Berdasarkan data diatas, kelimpahan ikan herbivora menunjukkan peningkatan selama pengamatan kecuali pada bulan Januari 2011 yang mengalami penurunan. Kelimpahan ikan herbivora pada bulan tersebut sangatlah rendah, yaitu 49 ind/500 m2. Famili ikan yang ditemukan pada bulan tersebut adalah Siganidae dan Scaridae. Siganidae merupakan ikan terumbu herbivora pemakan

(50)

dan Scaridae, sehingga kedua famili ini diduga beruaya ke tempat lain untuk mencari sumber makanannya.

Selama pengamatan, ikan terumbu herbivora yang ditemukan tergolong ke dalam 4 fungsional, yaitu grazers, scrapers, bioreders dan browsers. Ikan terumbu herbivora yang paling banyak ditemukan adalah ikan kelompok grazers

yakni sebesar 65%, sedangkan yang paling rendah adalah kelompok ikan

browsers yakni hanya sebesar 2%. Kelompok grazers ini terdiri dari 2 famili, yaitu famili Pomacentridae dan Siganidae. Famili Pomacentridae diwakili oleh spesies Dishistodus prosopotaenia, Dischistodus pseudochrysopoecilus, dan

Hemyglyphidodon plagiometopon. Sedangkan famili Siganidae diwakili oleh 2 spesies, yaitu Siganus javus dan Siganus vulpinus. Kelompok ikan yang paling rendah komposisinya, yaitu browsers hanya terdiri dari 1 famili saja yakni Ephippidae dengan spesiesnya Platax teira. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 13 dibawah ini:

Gambar 13. Komposisi tipe fungsional ikan herbivora di area transplantasi karang Pulau Karya

Kelompok ikan grazers merupakan ikan terumbu herbivora yang paling mendominasi di daerah transplantasi karang ini. Kelimpahan ikan Siganidae yang sangat dominan menjadikan kelimpahan ikan grazers mendominasi pada komposisi fungsional ikan herbivora. Banyaknya alga penempel (turf alga) yang berkembang di sekitar modul transplantasi karang menarik ikan-ikan grazers

untuk mendatangi dan memakan alga yang tumbuh di sekitar permukaan terumbu buatan tersebut termasuk Siganidae. Green & Bellwood (2009) menyatakan bahwa ikan Siganidae merupakan pemakan utama turf alga. Disamping itu, faktor

(51)

lain yang mempengaruhi keberadaan atau distribusi ikan adalah musim. Aktani (2003) menyatakan bahwa komposisi komunitas ikan (spesies dan kelimpahan) berubah sesuai dengan perubahan musim barat dan timur. Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat pada gambar 12 bahwa melimpahnya ikan Siganidae (Siganus javus & S. vulpinus) berada pada bulan Mei-Juli yang merupakan musim timur. Sedangkan pada bulan lainnya ikan Siganidae hanya dapat ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit atau bahkan tidak ditemukan sama sekali pada daerah transplantasi karang.

Pada tingkat komposisi ikan herbivora kelompok ikan scapers menempati urutan kedua setelah grazers. Scrapers merupakan ikan herbivora yang memakan

turf alga bersama dengan substrat karang, namun tidak sebanyak gigitan

bioreders. Scrapers memiliki jumlah yang relatif besar, yaitu 30%. Kelompokini terdiri atas famili Scaridae yang didominasi oleh genus Hipposcarus dan Scarus, khususunya spesies Scarus globiceps. Spesies ini ditemukan sangat melimpah pada bulan Juli, sedangkan pada bulan lainnya hampir tidak ditemukan. Sehingga ikan ini dapat diduga bahwa memiliki korelasi terkait perubahan musim dan merupakan ikan yang melimpah pada musim timur. Hasil indeks ekologi ikan terumbu herbivora dapat dilihat pada gambar 14 dibawah ini:

(52)

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa nilai indeks keanekaragaman ikan terumbu herbivora berkisar antara 1,2-1,7. Sedangkan indeks keseragaman berkisar antara 0,6-0,9 yang tergolong kedalam kondisi keseragaman yang tinggi. Indeks keanekaragaman dan keseragaman yang memiliki nilai tertinggi ditemukan pada pengamatan kedua, yaitu pada bulan September. Sedangkan yang terendah ditemukan pada bulan Juni untuk indeks keanekaragaman dan pada bulan Mei untuk indeks keseragaman. Indeks dominansi memiliki nilai yang berkisar antara 0,18-0,39 yang tergolong kedalam kategori dominansi yang rendah. Pada pengamatan ini, indeks dominansi tertinggi ditemukan pada pengamatan keempat pada bulan Mei, yaitu sebesar 0,396 dan yang terendah pada bulan September dengan nilai sebesar 0,1877.

Pada pengamatan bulan September, nilai indeks keseragaman dan keanekaragaman ikan terumbu herbivora merupakan nilai tertinggi. Nilai indeks keanekaraman masih tergolong kedalam kategori sedang, sedangkan indeks keseragaman tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi komunitas ikan relatif stabil, keanekaragaman sedang dan penyebaran ikan relatif merata. Nilai indeks dominansi tertinggi tejadi pada bulan Mei, yaitu sebesar 0,396 yang masih tergolong kategori rendah. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pada bulan tersebut tidak ada dominansi suatu spesies ikan terumbu herbivora. Secara keseluruhan kondisi komunitas ikan terumbu herbivora relatif stabil dan tidak ada dominansi suatu spesies selama pengamatan. Kondisi ini menunjukkan bahwa komunitas ikan terumbu herbivora tidak mengalami tekanan lingkungan yang besar yang dapat merubah komunitas ikan secara signifikan.

4.6. Dinamika makroalga di daerah transplantasi karang

(53)

setelah bulan Januari. Berikut lebih jelasnya grafik perubahan makroalga setiap pengamatan.

Gambar 15. Grafik luas penutupan makroalga di area transplantasi karang Pulau Karya

Persen penutupan makroalga mengalami puncaknya terdapat pada bulan Januari yang merupakan musim barat atau musim penghujan. Tingginya persen penutupan makroalga pada bulan Januari diduga karena tingginya nitrat dan fosfat pada bulan tersebut serta sedikitnya ikan herbivora pada bulan tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil analisis kondisi perairan pada bulan tersebut yang menunjukkan bahwa kandungan nitrat dan fosfat telah melebihi baku mutu KepMen LH 51/2004. Keberadaan fosfat dan nitrogen yang berlebihan pada perairan dapat menstimulir terjadinya ledakan alga (Boney 1989 in Effendi 2003). Disamping itu, menurut Mayakun & Prathep (2005) menyatakan bahwa kelimpahan dan keanekaragaman makroalga dipengaruhi oleh faktor musim barat dan timur. Melimpahnya Padina minor pada bulan Januari dapat diduga karena adanya run off nutrien selama musim penghujan sehingga menyebabkan pengkayaan nutrien di perairan.

Menurut Green & Bellwood (2009), ikan herbivora dan echinoids

merupakan hewan pemakan alga. Sehingga keberadaan hewan tersebut diduga mempengaruhi perubahan makroalga di daerah transplantasi karang. Hubungan antara dua kelompok biota berdasarkan kelimpahan ikan terumbu herbivora dengan persen penutupan makroalga dianalisa dengan menggunakan regresi linear sederhana. Hasil analisis regresi linear sederhana dapat dilihat pada gambar 16 dan lampiran 2.

Gambar

Gambar 1. Skema perumusan masalah
Gambar 3. Peta lokasi penelitian
Tabel 3. Alat yang digunakan dalam pengambilan parameter kualitas perairan.
Gambar 5. Metode pengukuran makroalga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu olahan makanan yang sehat dan bergizi adalah keripik dari sayur (keripik vegetable ). Keripik merupakan salah satu makanan ringan yang paling disukai masyarakat

Pengertian sistem aplikasi perbankan adalah penggunaan komputer dan alat-alat pendukungnya dalam operasional perbankan yang meliputi pencatatan, penghitungan,

Urin normal pada manusia mengandung air, urea, asam urat, amonia, kreatin, asam laktat, asam fosfat, asam sulfat, dan klorida. Terdapat pula garam-garam, terutama

Lord Rahl was a fool if he thought Lord General Tobias Brogan of the Blood of the Fold was going to surrender like a baneling under hot iron.. Lunetta

Dalam pemenuhan kebutuhan ini, ibu hendaknya memberi kesempatan bagi anak untuk bersosialisasi dengan teman sebayanya.Kebutuhan spiritual, adalah pendidikan yang

Peripheral Component Interconnect (PCI) merupakan bus yang memiliki Peripheral Component Interconnect (PCI) merupakan bus yang memiliki kecepatan tinggi yang

Kalau ia melihat dunia, ia tidak melihat dunia, ia tidak akan akan merasa senang di dalamnya sampai ia dapat melahirkan pertemuan kembali dengan Tuhan merasa senang di

Namun, pada tahun ketiga hingga tahun ke tujuh, harga konversi untuk saham baru yang diterbitkan adalah sebesar Rp 926,16 atau harga rata-rata saham BUMI selama enam bulan