• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arahan Program Pengembangan Wilayah Desa Desa Penyangga Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Arahan Program Pengembangan Wilayah Desa Desa Penyangga Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK)"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

(TNUK)

TB IWAN MULYAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Arahan Program Pengembangan Wilayah Desa-desa Penyangga Taman Nasional Ujung Kulon adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2015

(3)

Penyangga Taman Nasional Ujung Kulon. Dibimbing oleh BABA BARUS dan MUHAMAD FIRDAUS

Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu merupakan wilayah penyangga Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Berdasarkan RTRW Kabupaten Pandeglang 2013, wilayah diperuntukkan sebagai pusat pengembangan perdagangan dan jasa. Namun pada kenyataannya sampai saat ini perkembangan wilayah di kedua kecamatan ini masih terkendala dengan keterbatasan infrastruktur. Kondisi ini menjadi permasalahan utama dari rencana perkembangan wilayah yang telah ditetapkan. Penelitian ini bertujuan: (1) Menganalisis hierarki wilayah desa-desa Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu; (2) Menganalisis komoditas unggulan yang mendukung perkembangan wilayah desa-desa Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu; (3) Menyusun arahan program pengembangan perekonomian di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu.

Hasil penelitian terdapat 12 desa dengan hierarki III dengan ketersediaan infrastruktur kurang. Dari desa-desa yang termasuk hierarki III terdapat lima desa yang memiliki penduduk prasejahtera relatif tinggi (79,9%-87,8%). Pada hierarki II dengan ketersediaan infrastruktur sedang, sedangkan satu desa berada pada Hierarki I dengan ketersediaan infrastruktur baik. Komoditas unggulan di Kecamatan Sumur yaitu: padi sawah, sayuran, tanaman hias dan peternakan, perikanan dan pariwisata. Komoditas unggulan di Kecamatan Cimanggu yaitu: padi sawah, padi ladang, palawija, sayuran, tanaman hias, peternakan dan perkebunan. Arahan pengembangan wilayah di Kecamatan Sumur adalah perikanan dan pariwisata, dengan program penerapan teknologi perikanan modern, pembangunan pelabuhan/darmaga, lembaga keuangan/modal, sarana dan prasarana. Arah pengembangan di Kecamatan Cimanggu adalah pertanian dan perkebunan, dengan program penerapan teknologi pertanian, fasilitas teknologi pengolahan pasca panen, lembaga keuangan/modal, sarana dan prasarana penunjang ekonomi masyarakat.

(4)

TB IWAN MULYAWAN. Direction Program of Regional Development Buffer Villages at Ujung Kulon National Park. Under direction of BABA BARUS and MUHAMAD FIRDAUS

Sumur District and Cimanggu District are buffer areas of Ujung Kulon National Park (UKNP). Based on the Spatial Planning of Pandeglang Regency 2013, the areas are designated as the center development of trade and services. In fact the development in these two districts is still constrained due to the lack of infrastructure. This condition is the main problem of regional development plan. This study aims to: (1) analyze of village hierarchy based on areas Sumur District and Cimanggu District; (2) analyze the main commodities that support the regional development Sumur District and Cimanggu District; (3) set the economic development programs in Sumur District and Cimanggu District. The results of show there are twelve (12) UKNP buffer villages in hierarchy III that have lack of infrastructure. In hierarchy III, there are five villages that have a relatively high economically disadvantaged population (79.9% - 87.8%). There are six villages in hierarchy II that have medium availability of infrastructure and only one village in hierarchy I that has good infrastructure. The main commodities of Sumur District, namely: rice (wet cultivation), vegetables, ornamental plants, livestock, fisheries and tourism. The main commodities of Cimanggu District, namely: rice (wet & dry cultivation), crops, vegetables, ornamental plants, livestock and plantations. The direction of regional development in Sumur District is fishery and tourism by implementing the program of modern fishing technology, construction of ports, financial/capital institutions, facilities and infrastructure for tourism. The direction of regional development in Cimanggu District is agriculture and plantation by implementing the program of agricultural technology, facilities of post-harvest processing technology, financial/capital institutions, facilities and infrastructure to support local economy.

(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2015

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

(TNUK)

TB IWAN MULYAWAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Nama : Tb Iwan Mulyawan

NRP : A156110021

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc Ketua

Prof. Muhamad Firdaus, PhD Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

(9)

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 sampai Februari 2014 ini adalah Arahan Pengembangan Wilayah Desa-desa Penyangga Taman Nasional Ujung Kulon.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing atas segala dukungan, motivasi, arahan dan bimbingan yang diberikan dari tahap awal sampai penyelesaian tesis ini

2. Bapak Prof. Muhamad Firdaus, PhD selaku anggota komisi pembimbing atas segala dukungan, motivasi, arahan dan bimbingan yang diberikan selama penelitian sampai penyelesaian tesis ini

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus selaku ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB atas segala arahan dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini.

4. Ibu Dr. Dra. Khursatul Munibah, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB beserta seluruh staf pengajar dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.

5. Ibu Dr. Mirajiani, SP., M.Si atas segala dukungan, motivasi, arahan dan bimbingan yang diberikan dari tahap awal sampai penyelesaian tesis ini. 6. Badan Taman Nasional Ujung Kulon Kabupaten Pandeglang yang telah

memberikan izin penelitian di wilayah Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu desa-desa penyangga Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) 7. Bapak Camat, Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang yang telah

memberikan izin penelitian di wilayah Kecamatan Sumur.

8. Bapak Camat, Kecamatan Cimanggu Kabupaten Pandeglang yang telah memberikan izin penelitian di wilayah Kecamatan Cimanggu.

9. Rekan-rekan PWL Regular dan Bappenas Angkatan 2011 atas segala dukungannya selama ini, serta pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu dalam membantu penyelesaian tesis ini.

10.Kedua orang tua tercinta: Ayahanda Tb Zaenudin dan Ibunda Kusniah, serta

seluruh keluarga besar atas segala do’a dan dukungan selama ini.

Akhirnya, semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat. Amiin.

Bogor, Januari 2015

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ...ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Manfaat Penelitian. ... 3

1.5 Kerangka Pemikiran . ... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Wilayah ... 6

2.2 Pembangunan Wilayah . ... 6

2.3 Konsep Ruang dan Wilayah... 8

2.4 Tujuan Pengembangan Wilayah ... 8

2.5 Pelaku-Pelaku Pengembangan Wilayah ... 9

2.6 Sektor Basis ... 9

2.7 Komoditas Unggulan ... 10

3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12

3.2 Sumber Data dan Informasi Penelitian ... 12

3.3 Bahan dan Alat ... 12

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 12

3.5 Teknik Analisis Data ... 13

3.5.1 Analisis Metode Skalogram ... 14

3.5.2 Analisis LQ . ... 16

3.5.3 Analisis SSA . ... 17

3.5.4 Pendekatan Stabilitas Produksi . ... 18

3.5.5 Analisis SWOT . ... 19

3.5.6 Analisis Faktor Strategi Internal dan Ekternal ... 20

3.5.7 Analisis Matriks Internal Eksternal (IE) ... 22

3.5.8 Analisis Matriks Space ... 23

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH ADMINISTRASI 4.1 Wilayah Administrasi Penelitian... 25

4.2 Kondisi Fisik dan Geografi ... 26

4.2.1 Iklim dan Curah Hujan ... 26

4.2.2 Tofografi... 27

4.2.3 Tanah dan Geologi ... 28

4.2.4 Hidrologi Perairan Sungai ... 29

4.3 Kondisi Sosial Ekonomi Wilyah ... 30

4.3.1 Kependudukan ... 30

4.3.2 Perekonomian Daerah ... 33

(12)

4.3.4 Kelembagaan Sosial dan Budaya Masyarakat ... 35

4.3.5 Kondisi Sarana Prasarana ... 35

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tingkat Pengembangan Wilayah Desa-Desa Kecamatan Sumur dan Kecamatn Cimanggu . ... 38

5.1.1 Hierarki Wilayah Menurut Analisis Skalogram ... 38

5.2 Potensi Ekonomi Wilayah di Kecamatan Sumur Dan Kecamatan Cimanggu... . 42

5.2.1 Sektor Pertanian ... 42

5.2.2 Sektor Perikanan ... 43

5.2.3 Sektor Pariwisata ... 45

5.3 Analisis Sektor Unggulan di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu ... 48

5.3.1 Analisis LQ. ... 48

5.3.2 Analisis SSA . ... 51

5.4 Tingkat Pengembangan Wilayah dan Komoditas Sektor Unggulan. ... 53

5.5Strategi Pengembangan Wilayah dan Potensi Ekonomi Wilayah di Kecamatan Sumur... 54

5.5.1 Analisis Faktor Strategi Internal Eksternal... 56

5.5.2 Analisis Matriks Internal Eksternal... 59

5.5.3 Analisis Matriks Space ... 60

5.5.4 Tahap Pengambilan Keputusan Analisis SWOT ... 61

5.6Strategi Pengembangan Wilayah dan Potensi Ekonomi Wilayah di Kecamatan Cimanggu ... 65

5.6.1 Analisis Faktor Strategi Internal Eksternal... 62

5.6.2 Analisis Matriks Internal Eksternal... 68

5.6.3 Analisis Matriks Space ... 69

5.6.4 Tahap Pengambilan Keputusan Analisis SWOT ... 69

5.7 Arahan Prorgam Pengembangan wilayah . ... 72

6. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 71

6.2 Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

.

Tabel 1. Jenis Data, Sumber dan Metode Data ... 14

Tabel 2. Variabel-variabel Dalam Pengukuran Analisis Skalogram ... 15

Tabel 3. Variabel Analisis Location Quetion ... 17

Tabel 4. Variabel yang Digunakan Dalam Shift Share Analysis ... 18

Tabel 5. Matriks Internal Strategicfaktor Analysis Summery (IFAS) .... 21

Tabel 6. Matriks Eksternal Strategicfaktor Analysis Summery (EFAS). 22 Tabel 7. Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan di Kecamatan Sumur dan Cimanggu ... 27

Tabel 8. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk 2011 ... 30

Tabel 9. Klasifikasi Kesejahteraan Masyarakat Desa Penyangga ... 31

Tabel 10. Status Desa-Desa Terhadap Kawasan TNUK ... 32

Tabel 11. Presentase Distribusi PDRB ADHB Kabupaten Pandeglang Menurut Lapangan Usaha 2007-2011 ... 33

Tabel 12. Indek Pengembangan (IPD) di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu ... 40

Tabel 13. Sub-Sektor Produksi di Kecamatan Cimenggu ... 42

Tabel 14. Produksi Perikanan di Kecamatan Sumur dan Kabupaten Pandeglang ... 43

Tabel 15. Jumlah Wisatawan yang Berkunjung ke TNUK ... 46

Tabel 16. Nilai LQ Desa-Desa Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu . ... 49

Tabel 17. Nilai Shift Share Analysis Sub-Sektor Produksi Di Kecamatan Sumur ... 51

Tabel 18. Nilai Shift Share Analysis Sub-Sektor Produksi Di Kecamatan Cimanggu ... 51

Tabel 19. Stabilitas Produksi Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu ... 52

Tabel 20. Klasifikasi Kesejahteraan, Pengembangan Wilayah dan Sektor Unggulan Desa-desa Kecamatan Sumur dan Cimanggu ... 53

Tabel 21. Faktor-Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman. 55 Tabel 22. Hasil Analisis Matriks IFAS ... 57

Tabel 23. Hasil Analisis Matriks EFAS ... 59

Tabel 24 Faktor Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman . 64 Tabel 25. Internal Strategi Faktor Analysis Summary (IFAS) ... 66

Tabel 26. Eksternal Strategi Faktor Analysis Summery (EFAS) ... 67

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Penelitia ... 5

Gambar 2. Modela Matriks SWOT ... 22

Gambar 3. Model Matrik Internal Eksternal . ... 23

Gambar 4. Model Matriks Space ... 24

Gambar 5. Peta Wilayah Administrasi Kecamatan Sumur dan Cimanggu. 25 Gambar 6. Peta Curah Hujan Kecamatan Sumur dan Cimanggu ... 26

Gambar 7. Sarana Transportasi Jalan Kecamatan Sumur dan Cimanggu 36 Gambar 8. Sarana Pendidikan SD di Kecamatan Sumur dan Ciamnggu 36 Gambar 9. Sarana Peribadatan di Desa Ujungjaya Kecamatan Sumur .. 37

Gambar 10. Saran Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) ... 37

Gambar 11. Peta Hierarki Pengembangan Wilayah Desa-desa Kecamatan Sumur Berdasarkan Analisis Skalogram ... 41

Gambar 12. Sektor Pertanian ... 43

Gambar 13. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kecamatan Sumur ... 44

Gambar 14. Sektor Industri Pengolahan Ikan ... 45

Gambar 15. Kawasan Wisata Pulau Panaitan TNUK ... 47

Gambar 16. Akses Masyarakat . ... 48

Gambar 17. Hasil Analisis Matriks Internal Eksternal ... 60

Gambar 18. Hasil Analisis Matriks Space ... 61

Gambar 19. Hasil Analisis Matriks SWOT ... 62

Gambar 20. Hasil Analisis Matrik Internal Eksternal ... 68

Gambar 21. Hasil Analisis Matriks Space Kecamatan Cimanggu ... 69

Gambar 22. Hasil Analisis Matriks SWOT di Kecamatan Cimanggu.... 70

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Nilai Hierarki Kecamatan Sumur dan Cimanggu

Berdasarkan Hasil Analisis Skalogram ... 75 Lampiran 2. Rating Faktor Strategi Internal dan Eksternal di

Kecamatan Sumur ... 77 Lampiran 3. Rating Faktor Startegi Internal dan Eksternal di

Kecamatan Cimanggu ... 78 Lampiran 4. Bobot Faktor Strategi Internal dan Ekternal

Kecamatan Sumur ... 79 Lampiran 5. Bobot Faktor Strategi Internal dan Ekternal

Kecamatan Cimanggu ... 80 Lampiran 6. Kuesioner Analisis SWOT ... 81

(16)

I.

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pengembangan wilayah Kabupaten Pandeglang tidak terlepas dari keberadaan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang merupakan wilayah konservasi sumberdaya alam (SDA). Kebijakan pengembangan wilayah Taman Nasional Ujung Kulon merupakan bagian dari strategi kebijakan pembangunan yang terkait dengan pemeliharaan dan perwujudan kelestarian lingkungan hidup, dimana TNUK sebagai kawasan konservasi berupaya mempertahankan fungsi ekologis yang mendororng sumberdaya alam (SDA) dan ekosistemnya untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan masyarakat.

Implikasi langsung dari keberadaan TNUK adalah terbukanya akses wilayah, baik akses masuk maupun akses keluar wilayah setempat. Sebelumnya perkampungan atau pemukiman masyarakat di pesisir Ujung Kulon, sudah ada semenjak Indonesia sebelum merdeka, oleh karena ketiadaan sarana dan prasarana transportasi darat, maka perkampungan yang ada menjadi terisolasi. Ketika TNUK ditetapkan menjadi CAUK (Cagar Alam Ujung Kulon) akses jalan mulai dibuka (dari wilayah Kecamatan Cibaliung sampai Kecamatan Sumur, kecamatan terujung Wilayah Ujung Kulon) pada tahun 1970-an dan diperbaiki pada tahun 1980-an dengan prasarana jalan yang lebih memadai. Terbukanya isolasi wilayah ini membawa arti yang sangat penting bagi perekonomian wilayah oleh karena terbukanya akses keluar dan akses masuk merupakan syarat penting untuk mengembangkan sektor-sektor ekonomi masyarakat.

Keberadaan TNUK sebagai pariwisata, baik yang dibangun oleh pihak swasta (Pulau Umang) maupun kawasan zona pemanfaatan dari TNUK sendiri yang dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata yaitu Pulau Handeuleum, Pulau Peucang dan Pulau Panaitan. Wilayah desa-desa di sekitar TNUK merupakan wilayah yang menjadi sasaran kebijakan pembangunan di Kabupaten Pandeglang dengan kebijakan pembangunan wilayah terpadu dengan fokus pengembangan wilayah TNUK sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) di Kabupaten Pandeglang yang terkait erat dengan pelestarian aset sumberdaya alam, namun pada pengembangannya juga berpengaruh terhadap aspek sosial ekonomi masyarakat desa-desa di sekitar wilayah tersebut. Pengembangan wilayah dapat dilihat pada potensi ekonomi wilayah dan sumberdaya alam yang ada (Regameya dan Kytzia, 2007). Ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya alam masih cukup tinggi (Niu et al. 2012).

(17)

pengembangan perdagangan dan jasa, khususnya di bidang pariwisata. Pengembangan subsektor pertanian, perkebunan, perikanan dan pariwisata dengan keterbatasan infrastruktur. Kondisi ini menjadikan permasalahan dalam pelaksanaan perencanaan pengembangan wilayah. Adanya analisis mengetahui hierarki wilayah desa-desa di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu; Mengetahui komoditas unggulan yang mendukung pengembangan wilayah di Kecamatan Sumur dan Cimanggu dan Menyusun arahan program pengembangan perekonomian di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu pada masa mendatang.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pandeglang, wilayah Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu merupakan wilayah pusat pengembangan dan jasa. Kecamatan Sumur merupakan wilayah dimana penduduknya mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan, berdasarkan produksi perikanan tangkap di wilayah Kecamatan Sumur pada tahun 2012, sebesar 1470 ton sekitar 15 persen dari potensi keseluruhan di Kabupaten Pandeglang dan potensi keseluruhan di Kabupaten Pandeglang sebesar 9847.45 ton (PDA 2012). Jumlah pengunjung wisata nusantara sekitar 5.459 orang, wisatawan mancanegara sekitar 914 orang (PDA 2012). Sedangkan Kecamatan Cimanggu dengan penduduk mayoritas bermata pencaharian sebagai petani, produksi pertanian padi sawah pada tahun 2012, sebesar 35.519 ton dan padi ladang 2.956 ton. Produksi padi merupakan komoditas unggulan di Kecamatan Cimanggu telah memberikan andil 5,39 persen dari total produksi padi di Kabupaten Pandeglang sebesar 658.683 ton (BPS Kab.Pandeglang, 2012). Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) memiliki kawasan tertentu yang sudah ditetapkan dengan dasar legalitas, kesepakatan dan kesepahaman seluruh para pelaku yang terkait dengan keberadaan TNUK.

(18)

setempat dan pada akhirnya juga berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat secara umum.

Namun tampak sekali bahwa untuk pengembangan subsektor pertanian, perkebunan, perikanan dan pariwisata ini masih terkendala dengan keterbatasan infrastruktur. Kondisi ini menjadikan permasalahan pelaksanaan dari perencanaan pengembangan sektor perdagangan dan pariwisata menjadi stagnan. Penelitian ini ingin melihat permasalahan yang dihadapi masyarakat serta aspek-aspek yang terkait dengan pengembangan wilayah setempat sehingga dirumuskan potensi ekonomi wilayah berdasarkan sektor unggulan sehingga dapat disusun arahan strategi pengembangan wilayah dan perekonomian masyarakat di Kecamatan Sumur dan Cimanggu di masa mendatang.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka beberapa pertanyaan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana hirarki wilayah desa-desa di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu;

2. Bagaimana komoditas unggulan yang dapat dikembangkan dalam mendukung pengembangan wilayah di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu;

3. Bagaimana arahan program pengembangan perekonomian di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu di masa mendatang

1.3Tujuan Penelitian

Secara khusus penelitian ini bertujuan :

1. Mengetahui hirarki wilayah desa-desa di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu;

2. Mengetahui komoditas unggulan yang mendukung pengembangan wilayah di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu;

3. Menyusun arahan program pengembangan wilayah di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memberikan masukan kepada stakeholders terkait dengan kebijakan

pengembangan wilayah di sekitar Taman Nasional Ujung Kulon di masa mendatang

(19)

1.5 Kerangka Pemikiran

Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu merupakan wilayah penyangga Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) terletak di Kabupaten Pandeglang dengan wilayah administratif meliputi 19 desa, 7 desa di Kecamatan Sumur dan 12 desa di Kecamatan Cimanggu. Pengembangan kedua wilayah ini tidak terlepas dari keberadaan TNUK yang merupakan wilayah konservasi sumberdaya alam (SD) dan masyarakat yang berada di wilayah sekitarnya. Melihat kondisi desa-desa di kedua kecamatan ini terdapat tingkat kesejahteraan masyarakat, ketersediaan infrastruktur, sarana prasarana dan sektor unggulan yang berbeda-beda.

Belum optimalnya pembangunan di tingkat perdesaan menjadikan masyarakat sulit untuk melakukan kegiatan ekonominya. Menurut Rustiadi, et al. (2011), pembangunan wilayah sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau manusiawi. Orientasi pembangunan ekonomi masyarakat dititikberatkan pada pembangunan subsektor pertanian, perikanan dan pariwisata serta mendorong keseimbangan pembangunan ke arah sektor perdagangan dan jasa (RTRW Kabupten Pandeglang 2013).

Keberadaan wilayah desa-desa di sekitar TNUK merupakan wilayah yang menjadi sasaran kebijakan pembangunan di Kabupaten Pandeglang. Perencanaan pengembangan wilayah desa-desa di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu masih terkendala karena keterbatasan infrastruktur. Kondisi ini yang menjadikan permasalahan dalam perencanaan pengembangan wilayah. Perlu adanya kajian terkait aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek wilayah. Selanjutnya dari semua kajian tersebut disusun dengan strategi program pembangunan dengan harapan memberikanan hasil pengembangan wilayah Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu di masa yang akan datang.

(20)

Gambar 1. Alur Kerangka Pikir Penelitian

Aspek Kebijakan Aspek

Sosial

Pengembangan Wilayah Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu Kabupaten

Pandeglang

Wilayah Desa-desa Penyangga TNUK

1. Hierarki Wilayah 2. Sektor Unggulan

3. Lokasi Pusat Pengembangan

Analisis Data 1. Data infrastruktur sarana dan prasarana 2. Data demografi

3. Data produksi komoditas

Mata pencaharian adalah pertanian, perkebunan, perikanan dan pariwisata

PENGEMBANGAN WILAYAH DAN POTENSI EKONOMI DESA-DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG

KULON

Aspek Wilayah Aspek

Ekonomi

Persepsi Stakeholder

Arahan Program dan Strategi Pengembangan Wilayah Desa-desa di

(21)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Wilayah

Menurut Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Rustiadi, et al. (2011) wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen-komponennya memiliki arti di dalam pendeskripsian perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pembangunan. Batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu.

Karakteristik dan potensi wilayah sangat menentukan dalam menerapkan strategi pengembangan suatu wilayah. Oleh karena itu, sebelum melakukan perumusan kebijakan yang dilaksanakan akan lebih baik mengetahui tipe/jenis wilayahnya. Menurut Tarigan (2004), salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pengembangan wilayah adalah menyusun perencanaan wilayah. Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah (termasuk perencanaan pergerakan dalam wilayah) dan perencanaan kegiatan pada ruang wilayah tersebut. Perencanaan pembangunan wilayah biasanya terkait dengan apa yang sudah ada di wilayah tersebut.

2.2 Pembangunan Wilayah

Pengembangan suatu wilayah pada dasarnya bertujuan agar wilayah itu berkembang menuju tingkat pengembangan yang diinginkan. Pengembangan wilayah dilakukan melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya yang dimilikinya secara harmonis, serasi dan terpadu dengan pendekatan yang bersifat komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan.

Pengembangan suatu wilayah erat kaitannya dengan pembangunan wilayah. Menurut Todaro (2009) bahwa pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan. Kemiskinan sering kali disebut sebagai wilayah terbelakang.

(22)

pembangunan adalah tercapainya kesejahteraan bagi masyarakat (Rustiadi et al. 2011). Untuk menilai pembangunan dapat digunakan beberapa indikator sebagai berikut:

a. Indikator berbasis tujuan pembangunan: (1) produktivitas, efisiensi dan pertumbuhan (growth); (2) pemerataan, keadilan dan keberimbangan (equity); dan (3) keberlanjutan (sustainability).

b. Indikator pembangunan berbasis sumberdaya, yaitu cara mengukur tingkat kinerja pembangunan dengan mengembangkan berbagai ukuran operasional berdasarkan pemanfaatan dan kondisi sumberdaya yang meliputi sumberdaya manusia, alam, buatan, dan sumberdaya sosial.

c. Indikator pembangunan berbasis proses; merupakan suatu cara mengukur kinerja pembangunan dengan mengedepankan proses pembangunan itu sendiri dengan melihat input, proses atau implementasi, output, outcome, benefit, dan impact.

Menurut Rustiadi et al. (2011), pembangunan regional yang berimbang merupakan pembangunan yang merata dari wilayah yang berbeda untuk meningkatkan pengembangan kapabilitas dan kebutuhan wilayah, yaitu adanya pertumbuhan yang seoptimal mungkin dari potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah sesuai dengan kapasitasnya. Dengan demikian, diharapkan manfaat dari pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan yang merupakan hasil interaksi yang saling memperkuat diantara sesama wilayah yang terlibat, sehingga dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah (disparitas pembangunan regional).

Pembangunan wilayah Budiharsono (2005) menyebutkan bahwa ilmu pembangunan wilayah merupakan wahana lintas disiplin yang mencakup berbagai teori dan ilmu terapan, yaitu geografi, ekonomi, sosiologi, matematika, statistika, ilmu politik, perencanaan daerah, ilmu lingkungan, dan sebagainya. Oleh karena itu ilmu pengetahuan wilayah setidaknya perlu ditopang oleh 6 pilar analisis, yaitu: (1) analisis biogeofisik; (2) analisis ekonomi; (3) analisis sosiobudaya; (4) analisis kelembagaan; (5) analisis lokasi; dan (6) analisis lingkungan.

Mekanisme dalam perencanaan pembangunan wilayah memerlukan penelaahan yang menyangkut kepada (1) struktur dan organisasi tata ruang wilayah baik atas dasar potensi wilayahnya maupun integrasi tata ruang dan keterkaitan fungsional antara bagian-bagian wilayah, dan (2) peranan sektor utama dalam memberikan dampak pertumbuhan ekonomi wilayah.

Selanjumya Budiharsono (2005) menyebutkan pentingnya ilmu pembangunan wilayah dalam konteks pembangunan di Indonesia dan wiiayah pesisir pada khususnya, dikarenakan:

a. Indonesia merupakan negara kepulauan, dimana kegiatan-kegiatan pembangunan saat ini dipusatkan di bagian barat Konsentrasi demikian menimbulkan isu pengembangan wilayah out island yang dapat menyebabkan timbulnya berbagai masalah yang berdimensi wilayah. b. Pembangunan masa lalu lebih menitikberatkan pada pembangunan daratan

(23)

c. Letak geografis Indonesia yang sangat dipengaruhi oleh faktor geologis dan ekologis yang menyebabkan keragaman lingkungan.

d. Keragaman kultural menyebabkan adanya perbedaan persepsi terhadap pembangunan.

e. Sifat pembangunan politik di Indonesia yang diwamai oleh kekuatan politik wilayah.

f. Adanya kebijakan otonomi daerah yang merupakan antisipasi terhadap maraknya tuntutan lepasnya beberapa daerah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Diharapkan pemerintah dapat membangun sesuai kebutuhan dan kemampuannya sendiri.

g. Pembangunan Indonesia masih bersifat sektoral, sehingga hasil yang dicapai tidak optimal.

2.3 Konsep Ruang dan Wilayah

Ruang adalah wadah kehidupan manusia beserta sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya meliputi bumi, air, dan ruang angkasa sebagai satu satuan. Konsep ruang mempunyai beberapa unsur, yaitu: (l) jarak, (2) lokasi, (3) bentuk, dan (4) ukuran. Konsep ruang sangat berkaitan erat dengan waktu, karena pemanfaatan bumi dan segala kekayaannya membutuhkan organisasi/pengaturan ruang dan waktu. Unsur-unsur tersebut di atas secara bersama-sama menyusun unit tata ruang yang disebut wilayah

Selanjutnya Budiharsono (2005) menyebutkan definisi wilayah sebagai suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal dalam dimensi ruang yang merupakan wadah bagi kegiatan-kegiatan sosial ekonomi yang memiliki keterbatasan serta kesempatan ekonomi yang tidak sama. Di samping itu, perlu pula diperhatikan bahwa kegiatan sosial ekonomi dalam ruang dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif terhadap kegiatan lairmya.

2.4 Tujuan Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah yaitu setiap tindakan pemerintah yang akan dilakukan bersama-sama dengan para pelakunya dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan bagi wilayah itu sendiri maupun bagi kesatuan administratif di mana wilayah itu menjadi bagiannya. Pada umumnya pengembangan wilayah dapat dikelompokan menjadi usaha-usaha mencapai tujuan bagi kepentingan-kepentingan di dalam kerangka azas:

a. Sosial

(24)

b. Ekonomi

Usaha-usaha mempertahankan dan memacu pengembangan pertumbuhan ekonomi yang memadai untuk mempertahankan kesinambungan dan perbaikan kondisi-kondisi ekonomi yang baik bagi kehidupan dan memungkinkan pertumbuhan kearah yang lebih baik.

c. Lingungan

Pencegahan kerusakan dan pelestarian terhadap keseimbangan lingkungan.

2.5 Pelaku-Pelaku Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah harus dirancang dan dilaksanakan oleh, serta ditujukan bagi kepentingan-kepentingan bersama dan para pelaku-pelakunya adalah sebagai berikut:

a. Pemerintah bertugas sebagai perencanaan, pengawasan, koordinasi maupun adminstari seluruh program-program didalam proses pengembangan wilayah.

b. Masyarakat dalam melaksanakan pengembangan wilayah, sebaiknya program-program yang akan dilaksanakan harus bersifat menampung dan memenuhi kehendak/aspirasi rakyat/ masyarakat (bottom up), dengan demikian masyarak berperan sebagai subyek dan pelaku aktif pengembangan wilayah sehingga akan sesuai dengan kebutuhan masyarakat terlaksannya: kesinambungan financial, kesinambungan sosial, kesinambungan institusional (institutional sustainability).

c. Dunia usaha/pemilik modal: yang akan berperan sebagai pemasok jasa, keahlian atau expertise dana ataupun material yang diperlukan.

2.6 Sektor Basis

Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah atau negara sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya. Nilai strategis setiap sektor dalam memacu menjadi pendorong utama (primemover) pertumbuhan ekonomi wilayah berbeda-beda. Sektor ekonomi suatu wilayah dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Artinya industri basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayah/daerah. Sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di daerahnya sendiri, dan kapasitas ekspor ekonomi daerah belum berkembang (Rustiadi et al., 2011).

(25)

Asumsi dalam LQ adalah terdapat sedikit variasi dalam pola pengeluaran secara geografi dan produktivitas tenaga kerja seragam serta masing-masing industri menghasilkan produk atau jasa yang seragam. Berbagai dasar ukuran dalam pemakaian LQ harus disesuaikan dengan kepentingan penelitian dan sumber data yang tersedia (Blakely 1994 dan Rodinelli 1995 dalam Rustiadi et al. 2011). LQ juga menunjukkan efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada subtitusi impor yang potensial atau produk dengan potensi ekspansi ekspor. Hal ini akan memberikan suatu gambaran tentang industri mana yang terkonsentrasi dan industri mana yang tersebar (Shukla, 2000 dalam Rustiadi et al. 2011).

Arus pendapatan yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi industri basis akan meningkatkan investasi, kesempatan kerja, pendapatan dan konsumsi, pada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan kesempatan kerja serta menaikkan permintaan hasil industri non basis. Hal ini berarti kegiatan industri basis mempunyai peranan penggerak pertama (primer mover role), dimana setiap perubahan kenaikan atau penurunan mempunyai efek pengganda (multipliereffect) terhadap perekonomian wilayah (Rustiadi et al., 2011).

2.7 Komoditas Unggulan

Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis, baik berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur dan kondisi sosial budaya setempat), untuk dikembangkan di suatu wilayah (BPTP, 2003).

Menurut Ali (1998), komoditas unggulan adalah komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif, teknologi yang sudah dikuasai dan memberikan nilai tambah bagi pelaku agribisnis yang diusahakan oleh petani dalam suatu kawasan yang tersentralistik, terpadu, vertikal, dan horisontal. Unggul secara komparatif, berupa keunggulan yang didukung oleh potensi sumberdaya alam (letak geografis, iklim, dan lahan) sehingga memberikan hasil yang tinggi dibandingkan dengan daerah lain, serta peluang pasar lokal, nasional maupun peluang ekspor. Unggul secara kompetitif, berupa keunggulan yang diperoleh karena produk tersebut diupayakan dan dikembangkan sehingga menghasilkan produksi yang tinggi, memiliki peluang pasar yang baik serta menjadi ciri khas suatu daerah.

(26)
(27)

3.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di desa-desa Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak di ujung Kabupaten Pandeglang. Secara administrasi wilayah perencanaan terdiri atas desa-desa di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu terdiri dari 19 desa, 7 desa di Kecamatan Sumur dan 12 desa di Kecamatan Cimanggu. Waktu penelitian mulai dari penyusunan proposal sampai penulisan tesis dilaksanakan pada bulan Februari 2013 dan Agustus 2013.

3.2 Sumber Data dan Informasi Penelitian

Sumber data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah terdiri atas data Primer dan data Skunder. Data perimer diperoleh dengan cara melakukan pengumpulan data melalui:

Wawancara dan pengisian kuesioner. Stakeholder yang terlibat menjadi responden dalam penelitian ini meliputi unsur Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Kantor Kecamatan Sumur, Kantor Kecamatan Cimanggu, Kepala Desa Sumberjaya, Kepala Desa Cimanggu dan desa-desa yang terkait dengan penelitian, tokoh masyarakat, UPT PPI/TPI manajer Kecamatan Sumur, manajer TPI Tamanjaya dan dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Data sekunder bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pandeglang, Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, Podes Kecamatan Sumur, Kecamatan Cimanggu dan instansi lainnya yang terkait dengan kebutuhan data.

3.3 Bahan dan Alat

Bahan penelitian yang digunakan adalah seluruh data yang tertuang pada Tabel 1. Alat yang digunakan dalam mengolah data antara lain : Peta administratif Kecamatan Sumur, kamera dijital, alat tulis, seperangkat komputer yang dilengkapi software Ms word, Excell, Statistik 7, Arc GIS versi 9.3

3.4 Metode Pengumpulan data

Untuk mengetahui keberadaan perkembangan wilayah diperlukan data dan informasi sebagai berikut:

1. Kondisi fisik wilayah penelitian yang meliputi sarana dan prasarana wilayah, infrstruktur, pelayanan, aksesibilitas jalan dan transportasi wilayah Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu

(28)

3. Sosial ekonomi dan demografi masyarakat di setiap wilayah desa-desa yang meliputi: umur, jenis kelamin, mata pencaharian, tingkat pendidikan, ketenagakerjaan dan tingkat pendapatan keluaraga, tingkat produksi, penggunaan sarana produksi, tenaga kerja yang digunakan

4. Pemasaran komoditas wilayah/desa-desa yang meliputi berbagai produk yang dihasilkan, penyediaan sarana produksi, kegiatan pemasaran, struktur permintaan pasar produk tersebut.

5. Peraturan perundangan yang terkait dengan berbagai kebijakan pembangunan wilayah desa-desa di sekitar Taman Nasional Ujung Kulon. 6. Jumlah fasilitas saran prasarana serta kondisinya

Pelaksanaan penelitian, dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan informasi dari instansi-instansi terkait, melakukan pengamatan langsung ke lapangan dan melakukan wawancara. Wawancara dilakukan dengan meminta pendapat melalui kuesioner kepada pelaku utama (stakeholder) perwakilan dari tiap instansi, pembuat kebijakan atau dinas terkait dan akademisi. Informasi dan data yang berhasil dikumpulkan selanjutnya digunakan sebagai bahan dasar untuk kuesioner.

Pengambilan sampel (responden) untuk wawancara dilakukan dengan teknik sampling non probabilitas yaitu dengan melalui pendekatan purposive sampling dalam analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats), dimana sampel (responden) ditentukan berdasarkan pertimbangan penelitian. Penentuan jumlah responden dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut.

Untuk melakukan wawancara dan pengisian kuesioner dengan pengambilan sampel dari berbagai pihak yang terkait di kecamatan, pembuat kebijakan antara lain: Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Pemda Kabupaten Pandeglang dan Akademisi Camat Kecamatan Sumur, Kecamatan Cimanggu dan tokoh masyarakat, jumlah responden dipilih sebanyak 10 (sepuluh) orang yang mewakili guna mengetahui perkembangan wilayah potensi ekonomi di Kecamatan Sumur dan Cimanggu Taman Nasional Ujung Kulon.

3.5 Teknik Analisis Data

(29)

Tabel 1. Jenis Data, Sumber Data dan Metode Analisis Data

3 Menyusun arahan program pengembangan

Menurut Panuju dan Rustiadi (2011), metode skalogram dapat digunakan untuk mengidentifikasi ordo atau hierarki relatif di suatu kawasan. Menurut (Sagala 2009 dalam Ardila 2012). Analisis skalogram bertujuan untuk mengidentifikasikan peran suatu kota berdasarkan pada kemampuan kota/daerah tersebut memberikan pelayanan kepada masyarakat. Semakin lengkap pelayanan yang diberikan, menunjukkan bahwa wilayah tersebut mempunyai tingkatan yang tinggi dan dapat dikatakan sebagai pusat pertumbuhan baik pertumbuhan penduduk atau pertumbuhan keonomi. Analisis ini agar dapat mengidentifikasikan desa-desa mana saja yang dapat menjadi pusat pertumbuhan di kedua kecamatan, dilihat dari fasilitas sarana dan prasarana infrastruktur yang ada.

Metode skalogram untuk mengukur tingkat pengembangan suatu kawasan secara cepat dan mudah. Pada prinsipnya suatu kawasan berkembang secara ekonomi dicirikan oleh tingkat aksesibilitas masyarakat di dalam pemanfaatan sumberdaya ekonomi yang dapat digambarkan secara fisik maupun non fisisk. Tahapan metode skalogram ini dipakai untuk menganalisis hierarki pusat-pusat pelayanan berdasarkan ketersediaan infrastruktur dan fasilitas-fasilitas pelayanan yang dimiliki. Asumsi yang digunakan adalah wilayah yang memiliki ranking tertinggi adalah lokasi yang dapat menjadi pusat pelayanan. Variabel yang digunakan adalah jumlah penduduk, jumlah jenis, jumlah unit, jarak pusat pelayanan dan kualitas pelayanan yang dimiliki masing-masing wilayah.

Tahapan metode skalogram untuk menyusun hierarki dalam pusat pelayanan tersebut:

a. Wilayah disusun urutannya berdasarkan peringkat jumlah penduduk. b. Wilayah tersebut disusun urutannya berdasarkan jumlah jenis fasilitas

yang dimiliki.

(30)

d. Peringkat jenis fasilitas disusun urutannya berdasarkan jumlah total unit fasilitas yang dimiliki oleh masing-masing wilayah tersebut. Dari masing-masing wilayah tersebut akan disusun hierarkinya berdasarkan akumulasi dari sarana yang ada di wilayah, setelah dilakukan pembobotan dan standarisasi. Wilayah dengan tingkat hierarki yang terbesar memiliki tingkat ketersediaan sarana yang terlengkap, demikian seterusanya sampai tingkat hierarki yang terkecil atau pusat pelayanan bagi wilayah yang hierarkinya masing tergolong paling rendah, kemudian urutan hierarki yang diperoleh dapat di kelompokan lagi menurut selang hierarki. Nilai yang digunakan dalam analisis komponen utama dari variabel ini adalah nilai indek fasilitas yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

IFj: � �

� =1

Keterangan: IFj = indek fasilitas pada wilayah ke-j Fij = jumlah fasilitas I wilayah ke-j b j = jumlah total fasilitas di wilayah ke-j

ai = jumlah wilayah/desa yang memiliki fasilitas m = jenis fasilitas yang ada

N = jumlah wilayah/desa secara keseluruhan

Variabel yang digunakan dalam analisis skalogram tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Variabel-variabel dalam pengukuran analisis skalogram

No Variabel No Variabel

1 Jarak kantor desa ke kecamatan 26 Jumlah Polindes 2 Jarak kantor desa ke Kabuapten 27 Sarana Pelayanan KKB 3 Jarak kantor desa ke Propinsi 28 Sarana Pelayanan KB Desa 4 Jarak kantor desa ke kantor camat 29 Sarana Pelayanan Posyandu 5 Jarak RSU 30 Jumlah Keluarga Sejahtera 6 Jarak RS Bersalin/BKIA 31 Jumlah Rumah Tangga

7 Jarak Praktek Bidan 32 Jumlah Rumah Tangga Nelayan 8 Jarak Puskesmas/Pustu 33 Jumlah Rumah Tangga Petani 9 Jarak Praktek Dokter 34 Jumlah Pelanggan Listrik PLN 10 Jarak kantor desa ke kantor polisi 35 Jumlah Pelanggan Listrik Non-PLN 11 Jarak kantor desa ke kantor koramil 36 Panjang Jalan Otonom Aspal (km) 12 Jumlah TK 37 Panjang Jalan Otonom diperkeras 13 Jumlah TK Swasta 38 Banyaknya BANK

14 Jumlah SD 39 Banyaknya LPK

15 Jumlah SD Swasta 40 Banyaknya Koperasi Simpan Pinjam 16 Jumlah MI 41 Pasar Bangunan Permanen

17 Jumlah SLTP 42 Pasar bangunan tidak permanen 18 Jumlah SLTP Swasta 43 Jumlah Minimarket

19 Jumlah MTS 44 Jumlah Ruko

20 Jumlah SLTA 45 Jumlah TPI

21 Jumlah SLTA Swasta 46 Jumlah Rumah Permanen 22 Jumlah Madrasah Aliyah 47 Jumlah rumah semi permanen 23 Jumlah Puskesmas 48 Jumlah Rumah Sederhana 24 Jumlah Pustu 49 Jumlah Warnet

(31)

3.5.2 Analisis Location Quotient (LQ

Tingkat pengembangan perekonomian wilayah Kabupaten Pandeglang berdasarkan PDRB menurut Lapangan Usaha tahun sekarang dan kecamatan yang berada di sekitar kawasan Taman Nasional Ujung Kulon menurut produksi komoditas tahun sebelumnya perlu diketahui lokasi pemusatan/basis aktivitas dan kapasitas perekonomian wilayah serta tingkat kecukupan barang dan jasa dari produksi lokal suatu wilayah, diperlukan suatu metode analisis yang dapat menujukan basis atau tidaknya suatu sektor.

Berbagai pendekatan dan alat analisis telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi komoditas unggulan, yaitu menggunakan beberapa kriteria teknis dan non teknis dalam kerangka memenuhi aspek penawaran dan permintaan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengetahu komoditas unggulan adalah metode Location Quotient (LQ).

Location Quotion (LQ) merupakan metode analisis yang umum digunakan dalam ekonomi geografi terutama tingkat kecamatan. Analisis ini digunakan untuk menujukan lokasi pemusatan/basis aktivitas dan mengetahui kapasitas ekspor perekonomian wilayah serta tingkat kecukupan barang dan jasa dari produksi lokal suatu wilayah. Nilai LQ merupakan suatu indek untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktiviats tersebut dalam total aktivitas wilayah atau dapat diketahui bahwa LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas pada sub wilayah ke i terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. Asumsi yang digunakan dalam analisis LQ adalah: 1) kondisi geografis relatif seragam. 2) pola aktivitas bersifat seragam, dan 3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang seragam. Nilai LQ diketahui dengan rumus:

LQij=� /� � /�…

Keterangan: LQ = nilai LQ untuk aktivitas ke-j di wilayah ke-i Xij = derajat aktivitas ke-j pada wilayah ke-I Xi. = derajat aktivitas total pada wilayah ke-i X… = derajat aktivitas total wilayah

X.j = derajat aktivitas ke-j pada total wilayah i = wilayah/desa yang diteliti

j = aktivitas ekonomi yang dilakukan

Dalam melihat pemusatan aktivitas wilayah/desa juga dilakukan analisis LQ terhadap produksi yang memiliki beberapa komoditas penting di wilayah desa tersebut.

1. Apabila nilai LQij > 1, hal ini menujukan bahwa terjadi konsentrasi suatu aktivitas atau pemusatan di sub wilayah ke-I (desa) secara relatif dibandingkan dengan total wilayah (kecamatan)

2. Apabila nilai LQij = 1, hal ini menujukan bahwa wilayah ke-I (desa) mempunyai pangsa aktivitas setara dengan pangsa total

(32)

Tabel 3. Variabel Analisis Location Quotion No Aktifitas Sektor Komoditas

1.

3.5.3 Shift Share Analisis

Analisis Shift Share (SSA) bertujuan untuk mengetahui tingkat perkembangan ekonomi wilayah, kecendrungan transformasi struktur perekonomian wilayah, sumbangan (share) suatu sektor terhadap perekonomian wilayah yang lebih luas dimana desa atau kelurahan terhadap kota, dan sektor-sektor yang mengalami kemajuan selama periode pengukuran. disamping itu hasil analisis ini dapat menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) aktivitas tertentu di suatu wilayah atau perubahan aktivitas dalam cakupan wilayah yang lebih luas (Budiharsono 2005).

Analisis shift-share digunakan untuk mengetahui potensi pertumbuhan produksi sektoral dari suatu kawasan atau wilayah. Tabel 24 menyajikan nilai Shift Share Analysis produkai dari tiap-tiap kecamatan di Kabupaten Pandeglang dibandingkan dengan Propinsi Banten. Data yang digunakan adalah data Kecamatan Dalam Angka dan Kabuapten Pandeglang dalam Angka dari dua titik tahun yaitu tahun 2007 dan 2012. Pengambilan titik tahun pada dasarnya tidak ada patokan waktu yang baku. Tetapi umumnya rentang waktu yang diasumsikan dapat menunjukkan pola pergeseran yang stabil berkisar antara 3,5 atau 10 tahun atau tergantung data yang tersedia (Rustiadi et al. 2011).

(33)

SSA= �…(�1)

Dimana: A : komponen regional/agregat shift B : komponen proportional shift C : komponen differential shift

X…. : nilai total aktifitas dalam total wilayah X.i : nilai aktifitas tertentu dalam total wilayah

Xij : nilai aktifitas tertentu dalam unit wilayah tertentu tl : titik akhir tahun

t0 : titik awal tahun

j : aktifitas atau sektor ekonomi I : wilayah/desa pesisir

Dalam penelitian ini Shift Share Analysis digunakan untuk mengetahui dekomposisi pertumbuhan pada masing-masing subsektor, yang meliputi: subsektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, sayuran, tanaman obat, tanaman hias, peternakan, perikanan dan pariwisata.

Hasil Shift Share Analysis selanjutnya dimodifikasi dengan hasil analisis LQ untuk mendapatkan sektor unggulan. Kriteria yang digunakan untuk mendapatkan sektor unggulan adalah komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang dapat ditunjukkan melalui nilai LQ > 1 dan memiliki nilai Differential Shift > 0. Variabel yang digunakan dalam analisis SSA pada (Tabel 4).

Tabel 4. Variabel yang digunakan dalam shift share analysis No Aktifitas Sektor Komoditas

1.

(34)

3.5.5 Analisis SWOT

Analisis dengan menggunakan matriks SWOT bertujuan untuk mengidentifikasi alternatif-alternatif strategi yang secara intuitif dirasakan feasible dan sesuai untuk dilaksanakan. Salah satu alasan perlunya dilakukan identifikasi terhadap faktor-faktor internal dan eksternal dengan menggunakan matriks IFAS dan EFAS adalah penentuan analisis SWOT dilakukan setelah mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada.

Dalam rencana strategi bahwa analisis SWOT adalah lazim dan umum digunakan. SWOT merupakan singkatan dari komponen-komponen utama: Strength (S) yang berarti mengacu kepada keunggulan kompetitif dan kompetisi lainnya; Weakness (W) merupakan hambatan yang membatasi pilihan-pilihan pada pengembangan strategi, Opportunity (O) menggambarkan kondisi yang menguntungkan atau peluang yang membatasi penghalang, dan Threat (T) yang berhubungan dengan kondisi yang dapat menghalangi atau ancaman dalam mencapai tujuan. SWOT bukanlah analisis semata melainkan seluruh alat yang secara efektif untuk melakukan analisis yang luas (Glaister dan Falshaw, 1999 dalam Celik et al. 2012)

Menurut Marimin (2008), proses yang dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT agar menghasilkan keputusan yang lebih tepat perlu memperhatikan berbagai tahapan sebagai berikut :

1. Tahap pengambilan data yaitu evaluasi faktor eksternal dan internal. 2. Tahap analisis yaitu pembuatan matriks internal eksternal dan matriks

space.

3. Tahap pengambilan keputusan.

Menurut Marimin (2008), tahap pengambilan keputusan, matriks SWOT perlu merujuk kembali pada matriks IFAS dan matriks EFAS yang sudah dihasilkan. Dengan demikian dapat diketahui posisi suatu usaha berada pada sel mana dari matriks Internal Eksternal dan berada pada kuadran mana dari matriks space.

Matriks SWOT seperti pada Gambar 2 menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki (Marimin, 2008). Dari matriks ini akan terbentuk empat kemungkinan alternatif strategi.

(35)

(S) Strength-Kekuatan (W)Weakness-Kelemahan

(O) Opportunities-Peluang

STRATEGI S-O

Atasi kelemahan dengan memanfatkan peluang

STRATEGI W-O

Gunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

(T) Threats-Ancaman

STRATAEGI S-T

Gunakan kekuatan untuk menghindari ancaman

STRATEGI W-T

Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

Gambar 2. Matriks SWOT

Analisis matriks SWOT menghasilkan 4 (empat) set kemungkinan alternatif suatu strategi yaitu:

1. Strategi SO yaitu strategi yang dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. 2. Strategi ST yaitu strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki

untuk mengatasi segala ancaman yang mungkin timbul.

3. Strategi WO yaitu strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

4. Strategi WT yaitu strategi yang didasari pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman

3.5.6 Analisis Faktor Strategi Internal dan Eksternal

Analisis faktor strategi internal dan eksternal bertujuan untuk mengetahui besarnya nilai atau skor dari masing-masing faktor internal dan eksternal yang mencakup kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Dengan melakukan analisis faktor strategi internal dan eksternal diharapkan akan mampu menganalisis faktor kekuatan dan kelemahan dari dalam serta faktor peluang dan ancaman dari luar terhadap potensi ekonomi wilayah/desa-desa di Kecamatan Sumur dan Cimanggu

a. Analisis Faktor Strategi Internal

Analisis faktor strategi internal dilakukan untuk mengetahui faktor kekuatan dan kelemahan dalam menentukan potensi ekonomi wilayah/desa-desa di Kecamatan Sumur dan Cimanggu. Proses dalam analisis ini dilakukan dengan membuat matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS) seperti pada (Tabel 5).

Eksternal

(36)

Tabel 5. Matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS) Faktor-Faktor

Strategi Internal

Bobot Rating Skor

Kekuatan : 1. ... 2. ... Dan seterusnya Kelemahan : 1. ... 2. ... Dan seterusnya

Jumlah 1,000

Langkah-langkah penyusunan matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS) sebagai berikut :

1. Menyusun faktor-faktor kekuatan dan kelemahan sebanyak 5 sampai 10 faktor yang menentukan potensi ekonomi wilayah

2. Memasukkan bobot masing-masing faktor kekuatan dan kelemahan pada kolom 2 (dua) dari pembobotan data kuesioner sehingga jumlah bobot sama dengan satu

3. Memasukkan nilai rating (pengaruh) pada kolom 3 (tiga) dari masing-masing faktor kekuatan dan kelemahan dengan memberi skala 4 (sangat kuat) sampai dengan 1 (sangat lemah). Nilai rating disini merupakan hasil pembulatan dari nilai rata-rata semua responden

4. Kolom 4 (empat) diisi hasil kali bobot pada kolom 2 (dua) dengan rating pada kolom 3. Hasil yang diperoleh berupa nilai yang bervariasi dari 1 sampai dengan 4.

5. Langkah selanjutnya adalah menjumlahkan skor pada kolom 4 untuk memperoleh nilai jumlah skor dari faktor internal. Nilai jumlah skor ini akan digunakan dalam analisis matriks internal eksternal.

b. Analisis Faktor Strategi Eksternal

(37)

Tabel 6. Matriks External Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) Faktor-Faktor

Strategi Eksternal

Bobot Rating Skor

Peluang : 1. ... 2. ... Dan seterusnya Ancaman : 1. ... 2. ... Dan seterusnya

Jumlah 1,000

Langkah-langkah penyusunan matriks External Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) sebagai berikut :

1. Menyusun faktor-faktor peluang dan ancaman sebanyak 5 sampai 10 faktor yang menentukan potensi ekonomi wilayah/desa-desa

2. Memasukkan bobot masing-masing faktor peluang dan ancaman pada kolom 2 (dua) dari pembobotan data kuesioner sehingga jumlah bobot sama dengan satu

3. Memasukkan nilai rating (pengaruh) pada kolom 3 (tiga) dari masing-masing faktor peluang dan ancaman dengan memberi skala 4 (sangat kuat) sampai dengan 1 (sangat lemah). Nilai rating disini merupakan hasil pembulatan dari nilai rata-rata semua responden

4. Kolom 4 (empat) diisi hasil kali bobot pada kolom 2 (dua) dengan rating pada kolom 3.

5. Langkah selanjutnya adalah menjumlahkan skor pada kolom 4 untuk memperoleh nilai jumlah skor dari faktor eksternal. Nilai jumlah skor ini akan digunakan dalam analisis matriks internal eksternal.

3.5.7 Analisis Matriks Internal Eksternal (IE)

(38)

Nilai Jumlah Skor Faktor Strategi Internal

Gambar 3. Model matriks internal eksternal

Menurut Rangkuti (2009), matriks internal eksternal dapat digunakan dalam mengidentifikasi suatu strategi yang relevan berdasarkan sembilan sel matriks IE. Kesembilan sel tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan kedalam tiga strategi utama yaitu :

1. Growth strategy yaitu strategi yang didesain untuk pertumbuhan sendiri (sel 1,2 dan 5) atau melalui diversifikasi (sel 7 dan 8)

2. Stability strategy yaitu penerapan strategi yang dilakukan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan (sel 4)

3. Retrenchment strategy yaitu strategi dengan memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan.

3.5.8 Analisis Matriks Space

Analisis matriks space digunakan dalam penelitian ini sebagai upaya untuk mempertajam strategi perkembangan wilayah dan potensi ekonomi wilayah/desa-desa yang berada di dua kecamatan. Dengan menganalisis matriks space, maka dapat diketahui perpaduan faktor internal dan eksternal yang berada pada kuadran dari matriks space yang dibuat. Menurut Rangkuti (2009), matriks space digunakan untuk mempertajam posisi dan arah perkembangan dari analisis matriks internal dan eksternal. Parameter yang digunakan dalam analisis ini

Tinggi Rata-Rata Lemah

(39)

adalah selisih dari skor faktor internal (kekuatan-kelemahan) dan selisih dari skor faktor eksternal (peluang-ancaman).

Menurut Marimin (2008), dalam membuat suatu keputusan untuk memilih alternatif strategi sebaiknya dilakukan setelah perusahaan mengetahui terlebih dahulu posisi perusahaan berada pada kuadran yang mana dari matriks space. Dengan mengetahui posisi perusahaan, maka strategi yang akan diambil akan lebih tepat dan sesuai dengan kondisi internal dan eksternal perusahaan saat ini.

Posisi perusahaan dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kuadran yaitu Kuadran I, II, III, dan IV. Pada kuadran I, strategi yang tepat adalah strategi agresif, kuadran II strategi diversifikasi, kuadran III strategi turn around dan kuadran IV menggunakan strategi defensif (Marimin, 2008). Posisi perusahaan dapat ditunjukkan dalam empat kuadran dengan penjelasan masing-masing kuadran seperti disajikan pada (Gambar 4).

Berbagai Peluang

Kekuatan Eksternal

Kuadran III

Strategi Turn-Around

Kuadran I Strategi Agresif

Kekuatan Internal Kuadran IV

Strategi Defensif

Kuadran II

Strategi Diversifikasi

Berbagai Ancaman

Gambar 4. Model matriks space

Kuadran I, menandakan posisi sangat menguntungkan, dimana perusahaan memiliki kekuatan dan peluang sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada dengan menerapkan strategi pertumbuhan yang agresif.

Kuadran II, menunjukkan perusahaan menghadapi berbagai ancaman, namun masih mempunyai kekuatan sehingga strategi yang diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan menerapkan strategi diversifikasi.

Kuadran III, pada kuadran ini perusahaan mempunyai peluang yang sangat besar namun disisi lain memiliki kelemahan internal. Menghadapi situasi ini perusahaan harus berusaha meminimalkan masalah-masalah internal untuk merebut peluang pasar.

(40)

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4.1 Wilayah Administratif Penelitian

Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) terdapat dua kecamatan penyangga meliputi Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu merupakan kecamatan yang berada di ujung barat Kabuapten Pandeglang. Secara geografis letak wilayah antara 6039’- 6052’ Lintang Selatan dan 105029’-105037’dan 60450LS Bujur Timur dengan luas wilayah 228,35 km2 atau sebesar 9.66 persen dari luas wilayah Kabupaten Pandeglang. Batas administrasi Kecamatan Sumur meliputi:

Utara : Selat Sunda

Selatan : Samudra Indonesia Barat : Selat Sunda

Timur : Kecamatan Cibaliung

Kecamatan Sumur dan Cimanggu memiliki 19 desa terdiri dari 7 (tujuh ) Desa Kecamatan Sumur dan 12 desa Kecamatan Cimanggu. Wilayah administratif (Gambar 5).

(41)

4.2 Kondisi Fisik dan Geografi

4.2.1 Iklim dan Curah Hujan

Dua kecamatan yang berada di semenanjung Taman Nasional Ujung Kulon beriklim tropik laut, menurut Schmidt dan Ferguson (1951) dalam Laporan Balai Taman Nasional Ujung Kulon (2011) bahwa termasuk iklim tipe B dengan Q=20,4. Curah hujan rata-rata dalam satu tahun sebesar 1751 mm dengan temperatur 25-300C dan kelembaban 80-90 persen. Musim hujan terjadi pada bulan Oktober sampai bulan April bersamaan dengan terjadinya musim angin barat laut, dengan curah hujan rata-rata tiap bulan mencapai lebih dari 175,10 mm, dan curah hujan tertinggi pada bulan Januari hingga mencapai lebih dari 386 mm. musim kemarau terjadi pada bulan Juli-Oktober dengan curah hujan normal tiap bulan rata-rata tidak melebihi 150 mm terteta pada Tabel Curah Hujan di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu. Peta curah hujan (Gambar 6).

(42)

Tabel 7. Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu Tahun 2011

Bulan Jumlah hari Hujan (Hari)

Curah hujan (mm)

1 Januari 14 386

2 Februari 21 321

3 Maret 14 106

4 April 14 179

5 Mei 8 102

6 Juni 8 87

7 Juli 2 12

8 Agustus - -

9 September - -

10 Oktober 16 150

11 November 21 253

12 Desember 15 155

Jumlah 133 1751

Rata-rata 13.30 175.10

Sumber: BPS Kabupaten Pandeglang (2011)

Angin bertiup dari arah barat pada musim barat laut yaitu pada bulan Oktober-April dengan kecepatan besar dan sering terjadi badai yang menyebabkan pohon-pohon tumbang dan menyulitkan perjalanan kapal atau motor laut karena ombak besar. Sedangkan angin dari arah Timur/Selatan pada musim Selatan yaitu pada bulan Mei-September membuat perairan bagian Utara Semenanjung Ujung Kulon menjadi terang dan kurang berombak.

Iklim Wilayah di dua kecamatan pada umumnya sama dengan iklim di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon termasuk iklim tropika laut. Menurut Schmidt dan Ferguson termasuk dalam tipe iklim B, dengan Curah Hujan 100-400 mm, temperatur 15-300 C dan kelembaban udara 80-90 persen. Perbedaan musim kemarau dan musim hujan sangat tegas dengan musim kering selama 4-6 bulan. Selama musim kering areal persawahan dan kebun masyarakat menjadi kering dan tetapi ada yang bisa ditanami ada juga yang tidak dapat ditanami bagaimana aliran sungai karena sungai-sungai masih tetap berair dengan debit air kecil.

4.2.2 Topografi

(43)

tertingginya 480 meter di atas permukaan laut. Dataran rendahnya merupakan rawa-rawa yang ditumbuhi bakau dan pantainya terdiri dari dataran pesisir dan batu karang.

Pulau-pulau besar yang ada di taman nasional tersebar ada tiga pulau yaitu Pulau Peucang, Pulau Handeuleum dan Pulau Panaitan. Pulau Peucang dan Pulau Handeuleum dan relatif datar sedangkan Pulau Panaitan sebagian besar tofografinya datar sampai berbukit dan bergunung dengan puncak tertinggi Gunung Raksa 320 meter di atas permukaan laut. Pantainya datar berpasir putih dengan beberapa batu karang yang indah.

4.2.3 Tanah dan Geologi

Keadaan tanah di Kecamatan Sumur dan Cimanggu semenanjung ujung kulon mengalami modifikasi lokal yang ekstensif mengiringi terjadinya endapan gunung merapi selama letusan Gunung Krakatau tahun 1883 (Hommeli 1987) dalam Laporan Balai Taman Nasional Ujung Kulon bahwa bahan induk tanah di sekitar Taman Nasional Ujung Kulon berasal daru batuan vulkanik seperti batuan lava merah, marl, tuff, batuan pasir dan konglomerat. Jenis tanah yang paling luas penyebarannya di sebagaian Gunung Honje, Semenanjung Ujung Kulon, dan sebagaian Pulau Peucang adalah jenis tanah kompleks grumosol, regosol, dan mediteran dengan fisiografi bukit lipatan.

Di daerah Gunung Honje terdapat tipe tanah regosol abu-abu berpasir di daerah pantai, tanah podsolik kekuningan dan coklat, tanah mediteran, grumosol, regosol dan latosol. Sebagaian besar tanah di Gunung Honje mempunyai tingkat kesuburan tanah dengan batuan induk asam dan miskin unsure hara. Pulau panaitan umumnya mempunyai tipe tanah alluvial hidromorph, regosol, coklat abu-abu, dengan campuran latosol merah-coklat, serta miskin hara. Tanah di wilayah Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu berdasakan peta tanah dari Lembaga Penelitian Tanah 1954 terdiri dari tipe-tipe regosol abu-abu cokelat berpasir di bagian pantai, grumosol, regosol, dan latosol dibagian sebelah dalam dari pantai terutama pada lereng-lereng Gunung Honje. Tanah-tanah tersebut umumnya mempunyai tingkat kesuburan rendah dan miskin hara.

(44)

4.2.4 Hidrologi Perairan Sungai

Wilayah desa-desa di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu yang berada di Semenanjung Ujung Kulon terdapat pola aliran sungai yang sangat berbeda, pada daerah berbukit di bagian barat banyak sungai kecil dengan arus yang umumnya deras berasal dari Gunung Payung dan Gunung Cikuya, serta sungai-sungai tersebut tidak pernah kering sepanjang tahun. Sungai Cikuya dan Ciujung Kulon mengalirkan airnya ke arah utara, sedang sungai Cibunar mengalirkan airnya ke arah selatan dari Gunung paying dan dataran Talanca. Di bagaian timur Semenanjung Ujung Kulon tidak memiliki pola aliran air yang baik, dan umumnya mengalir kearah utara, timur dan selatan dari dataran Talanca dengan muara-muara yang berendapan/gugusan pasir sehingga membentuk rawa-rawa musiman. Di bagian ini terdapat Sungai Cigenter, Cikarang, Citadahan, Cibandawoh, dan Cikeusik. Di bagian utara Sungai Nyawaan, Nyiur, Jamang, dan Citelang membentuk daerah-daerah rawa air tawar yang luas.

Pulau Peucang tidak dijumpai adanya air sungai, tetapi pada musim hujan pada bagian barat dan timur laut Pulau Peucang terjadi rawa air tawar. Pulau Panaitan umumnya mempunyai pola aliran sungai yang baik, yang mengalir ke arah pantai dengan sungai-sungai kecil (musiman) dan sungai besar antara lain Cilentah yang mengalir ke arah timur, Sungai Cijangkah yang mengalir kearah utara, dan sungai Ciharashas yang mengalir ke selatan ke Teluk Kasuari juga terdapat beberapa hutan rawa air tawar di bagian timur laut (Legon Lentah Citambuyung) dan bagian selatan pada Teluk Kasuari.

Di Gunung Honje Kecamatan Sumur terbentuk dua aliran sungai, yaitu ke arah barat (Teluk Selamat Datang) dan kearah timur/selatan (Samudera Hindia). Sumber mata air sungai-sungai tersebut berasal dari kawasan hutan Taman Nasional Ujung Kulon. Sungai-sungai tersebut mengalir melewati lereng-lereng Gunung Honje menuju pantai, dan umumnya merupakan sungai-sungai kecil dan yang terbesar hanya sungai Cikalejetan berasal dari bagaian barat Gunung Honje mengalir ke arah barat daya mencapai pantai selatan. Air sungai tersebut banyak dipai oleh masyarakat untuk keperluan hidup sehari-hari, serta sumber air tersebut sangat potensial untuk dikembangkan bagi kerpeluar air bersih, irigasi sawah dan kolam ikan. Fluktuasi aliran air pada musim kemarau dan musim hujan berbeda sangat nyata, sehingga di musim kemarau terasa sungai-sungai kering dan dimusim hujan sungai-sungai melimpah airnya. Hal ini terjadi akibat rusaknya fungsi hidrologis dari hutan-hutan yang ada di bagian hulu sungai-sungai tersebut.

4.3 Kondisi Sosial Ekonomi Wilayah

4.3.1 Kependudukan

(45)

penduduk paling banyak di Kecamatan Cimanggu adalah Desa Ciburial sebanyak 5158 jiwa dengan rata-rata 4.252 jiwa/km2dan desa yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit adalah Desa Tugu sebanyak 1456 dengan rata-rata sebesar 0.96. Hal ini menggambarkan bahwa kepadatan penduduk paling tinggi berada di wilayah pesisir adalah Desa Sumberjaya ada kecenderungan bahwa kegiatan ekonomi masyarakat berada di wilayah pesisir. Jumlah penduduk Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu tertera pada (Tabel 8).

Tabel 8. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk tahun 2011

Desa/Kelurahan Luas

Kecamatan Cimanggu 17015 10445 18789 18349 37138

1 Rancapinang 1549 1051 1891 1838 3729

Gambar

Tabel 2. Variabel-variabel dalam pengukuran analisis skalogram
Tabel 5. Matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS)
Gambar 3.  Model matriks internal eksternal
Gambar 5. Peta Wilayah Administratif Kecamatan Sumur dan Kecamatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bila Anda merasa jawaban yang telah Anda silang tidak sesuai dengan diri Anda, Anda dapat mencoret jawaban yang Anda anggap tidak sesuai tersebut dengan tanda (=) hingga

In the assessment process of maturity level in higher education institutions which is based on domain information criterion Acquisition & Implementation (AI), are

Penguatan Tata Kelola Perguruan Tinggi 18/02/2008 18/02/2010 Memudahkan pengawasan keuangan dan pengawasan serta pengelolaaan tata kelola perguruan tinggi 2

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Bogor Periode 1992-2012. Berdasarkan hasil keseluruhan pengujian statistik, dapat diketahui

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kalimat imperatif pada tuturan direktif bermaksud untuk meminta mitra tutur untuk melakukan sesuatu dan dapat

Angket ini dapat digunakan untuk melihat pengaruh dari program CSR Aqua yang telah dilaksanakan terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat Desa Pasanggrahan.. Angket

5) Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS. 6) Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan. 7) Penyakit radang panggul

Untuk mendapatkan hasil yang baik pada model rambut ini, produk penata rambut yang tepat adalah dengan menggunakan pomade. Kebanyakan pomade yang ada