• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis perkembangan perekonomian wilayah kota Cirebon tahun 2001-2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis perkembangan perekonomian wilayah kota Cirebon tahun 2001-2008"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH FARIDAH H14061585

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

FARIDAH. Analisis Perkembangan Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2001-2008 (dibimbing oleh ALLA ASMARA)

Pembangunan ekonomi mempunyai tujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat, pemerataan pendapatan dan memperluas kesempatan kerja dan juga diharapkan dapat mencapai target-target seperti yang telah ditetapkan baik untuk regional maupun nasional. Untuk itu pemerintah daerah dituntut untuk siap menjalankan tugas pemerintah dan pembangunan secara efektif, efisien, dan berkelanjutan. Pemerintah daerah harus mampu bersikap kreatif dan inovatif dalam menggali potensi ekonomi yang terdapat di daerah, sehingga dapat membuka ekonomi yang baru.

Pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon berperan penting terhadap pertumbuhan ekonomi Nasional, hal ini dikarenakan Kota Cirebon merupakan pusat pertumbuhan nasional untuk wilayah Jawa Barat bagian timur. Selama empat Tahun terakhir (2005-2008) pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon mengalami fluktuasi, seiring produktivitas sektor-sektor ekonomi mengalami perubahan dari Tahun ke Tahun. Pertumbuhan tertinggi dicapai pada Tahun 2007, sehingga pada Tahun ini produktivitas perekonomian di Kota Cirebon dirasakan relatif sangat baik dibanding Tahun-Tahun sebelum dan sesudahnya.

Tingginya laju pertumbuhan ekonomi ini tidak berarti bahwa masyarakat sudah sejahtera karena ternyata tingkat pengangguran terbuka Kota Cirebon juga tinggi. Pada penelitian ini akan melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian serta mengidentifikasi sektor-sektor mana saja yang berpotensi menjadi sektor perekonomian yang progresif dan sektor yang unggulan di Kota Cirebon pada Tahun 2001-2008.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sektor progresif dan sektor unggulan yang dapat dijadikan sebagai pemacu laju pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran. Analisisnya menggunakan Shift Share untuk mengetahui sektor mana yang progresif yang dapat dilihat dari pertumbuhan regionalnya, pertumbuhan proporsionalnya dan pertumbuhan pangsa wilayahnya serta analisis Location Quotient (LQ) untuk melihat sektor basisnya.

Berdasarkan hasil analisis Shift Share terdapat tiga sektor yang memiliki nilai pergeseran bersih (PB) yang negatif (non progresif) yaitu sektor pertanian, sektor industri, sektor pengangkutan dan lima sektor yang memiliki nilai PB yang positif (progresif) yaitu sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor lembaga keuangan, dan sektor jasa-jasa. Sedangkan berdasarkan analisis LQ yang menjadi sektor unggulan adalah sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor pengangkutan, dan sektor lembaga keuangan.

(3)
(4)

Oleh Faridah H14061585

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Faridah

Nomor Registrasi Pokok : H14061585 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Perkembangan Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2001-2008

Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Alla Asmara, S.Pt, M.Si. NIP. 19730113 199702 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen ilmu Ekonomi

Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003

(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2011

(7)

Penulis bernama Faridah lahir di Kota Cirebon, 8 Juli 1989. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Sanusi dan Ibu Eli Fatonah. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN PEKALANGAN I Cirebon, kemudian melanjutkan ke SLTPN 7 Cirebon dan lulus pada Tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 3 Cirebon dan lulus pada Tahun 2006.

(8)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Perkembangan Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2001-2008”. Skripsi ini menganalisis sektor-sektor perekonomian yang mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) secara drastic dengan tujuan untuk mengurangi tingkat pengangguran terbuka Kota Cirebon. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini terselaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa tulus dan hormat, penulis menghaturkan terima kasih kepada :

1. Alla Asmara, S.Pt M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar mengarahkan, membimbing dan memberikan dorongan sejak perencanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini berakhir.

2. Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si sebagai dosen penguji utama dan Fifi Diana Thamrin, M.Si sebagai dosen komisi pendidikan yang telah memberikan masukan kepada penulis.

3. Badan Pusat Statistik, BAPPEDA, serta instansi-instansi terkait yang telah memberikan informasi kepada penulis.

4. Ayah Sanusi dan Ibu Eli Fatonah selaku orang tua tercinta atas kasih sayang yang tulus, kesabaran, dan dukungan, serta do’a yang tiada henti untuk penulis.

(9)

Zulharman ‘Pelangi Hijau’ dan tidak lupa Alm. Nur Rohman‘Pelangi Merah’ yang sampai akhir hayatnya memberikan pesan yang baik kepada kami untuk bisa lulus bersama, terima kasih atas persahabatan yang indah dan tak terlupakan ini.

7. Mutiara Probokawuryan, Luthfi Tiandra Fajri, dan Ukke Hentresna Lestari teman seperjuangan yang saling mendukung saat penyusunan skripsi penulis. 8. Teman-teman Arsida (Ina, Ivong, mba Leni, mba Yunita, mba Madun, Ikmah,

arie, mba Rina, chuby dll) dan teman-teman IE 43 atas kebersamaan dan persaudaraan yang terjalin selama ini.

9. Saudara-saudara dari IKC (Mas Dadan, Mas Marto, Mas Firman, Fahmi, Adhi, Mas Yadi, Fauzah, Susi, Iin, Ipit, Chepy, dkk) atas perhatiannya dari awal masuk ke IPB sampai lulus dari IPB. Kalian adalah keluarga baru saya di IPB.

10.Kepada teman-teman B01 2006 (Faisal Nafis, Angga, Uul, Ina, Dina, Dhia, Kecap, Adi, Apri, Igoy, dkk) walaupun kebersamaan kita hanya satu tahun tapi kenangan bersama kalian takkan pernah terlupakan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya dan untuk kemajuan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bogor, Juli 2011

(10)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 5

2.1. Teori Basis Ekonomi ... 5

2.2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi ... 5

2.3. Konsep Wilayah ... 9

2.4. Kendala dan Strategi Pembangunan Wilayah ... 12

(11)

4.3. Struktur Perekonomian ... 53

4.4. Visi dan Misi Kepala Daerah ... 57

4.5. Sektor Perekonomian ... 59

4.5.1. PDRB Menurut Sektor Perekonomian ... 59

4.5.2. Pertumbuhan Ekonomi ... 61

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 67

5.1. Analisis Laju Pertumbuhan PDRB Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon dan Propinsi Jawa Barat pada Periode 2001-2008... 67

5.2. Rasio PDRB Kota Cirebon dan Propinsi Jawa Barat Tahun 2001-2008 . 70 5.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kota Cirebon Tahun 2001-2008... 72

5.4. Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon ... 76

5.5. Analisis Sektor Unggulan Kota Cirebon ... 79

5.6. Penyerapan Tenaga Kerja di Sektor Perekonomian ... 80

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 82

6.1. Kesimpulan ... 82

6.2. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

4.1. Peranan NTB Atas Dasar Harga Berlaku Setiap Sektor Dalam

Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005-2008 ... 55 4.2. Sektor-sektor Perekonomian Kota Cirebon ... 60 4.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Cirebon Atas Dasar Harga

Konstan 2000 Tahun 2005-2008 ... 63 5.1. Perubahan PDRB Kota Cirebon Menurut Sektor Perekonomian

Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2001 dan Tahun 2008 ... 67 5.2. Perubahan PDRB Provinsi Jawa Barat Menurut Sektor Perekonomian

Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2001 dan Tahun 2008 ... 70 5.3. Rasio PDRB Kota Cirebon dan PDRB Provinsi Jawa Barat

(Nilai Ra, Ri dan ri) ... 71 5.4. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Kota Cirebon

Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Tahun 2001-2008 ... 73 5.5. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Kota Cirebon

Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional, Tahun 2001-2008 ... 74 5.6. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Kota Cierebon

Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah, Tahun 2001-2008. 75 5.7. Pergeseran Bersih Kota Cirebon, Tahun 2001 dan 2008……….. 77 5.8. Nilai Location Quotient (LQ) Sektor-sektor Perekonomian Kota Cirebon

Atas Dasar Harga Konstan, Tahun 2001-2008 ... 80 5.9. Penduduk 10 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran Terbuka Kota

Cirebon 2005-2008 ... 3

2. Model Analisis Shift Share ... 17

3. Kerangka Pemikiran ... 23

4 Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian ... 30

5. Piramida Penduduk Kota Cirebon Tahun 2008-2009 ... 52

6. Produk Domestik Regional Bruto Kota Cirebon Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2005 – 2008 ... 54

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

(15)

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi mutlak diperlukan oleh suatu daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, dengan cara mengembangkan semua bidang yang berpotensi pada suatu daerah. Menurut Todaro (2003) pembangunan adalah merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga-lembaga nasional termasuk pula percepatan atau akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan yang absolut.

Pembangunan itu dapat dibedakan menjadi pembangunan fisik serta pembangunan sosial dan ekonomi. Pembangunan fisik dapat didefinisikan sebagai pembangunan riil dalam kehidupan masyarakat di suatu wilayah, misalnya pembangunan gedung perkantoran, pusat perbelanjaan (mall), pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang dapat meningkatkan kenyamanan serta kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Selain itu pemerintah daerah haruslah melakukan pembangunan di bidang sosial dan ekonomi dalam bentuk pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dalam segala bidang dan SDM tersebut bermanfaat sebagai sumber pembangunan wilayah.

(16)

produktivitas masyarakat di wilayah tersebut terus meningkat, maka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di wilayah tersebut juga akan meningkat. Tujuan dari pembangunan sosial dan ekonomi diantaranya menciptakan SDM daerah yang berkualitas dan dapat bersaing di zaman modern seperti sekarang ini. Jika SDM berkualitas di wilayah tersebut berjumlah banyak, maka akan dapat menciptakan sebuah kota yang terus melakukan pembangunan secara berkesinambungan demi kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.

Pembangunan di Indonesia menciptakan pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah, salah satunya daerah Jawa Barat. Pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon berperan penting terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, hal ini dikarenakan Kota Cirebon merupakan pusat pertumbuhan nasional untuk wilayah Jawa Barat bagian timur. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan mengidentifikasi bagaimana profil pertumbuhan sektor perekonomian Kota Cirebon.

Sesuai dengan visi dan misi Kota Cirebon dan dengan memperhatikan latar belakang sejarah/budaya, demografi, potensi dan pertumbuhan yang berkembang, maka fungsi Kota Cirebon diarahkan menjadi: Cirebon sebagai kota perdagangan dan jasa, diharapkan mampu menempatkan fungsinya sebagai pusat pengumpulan, pemasaran, dan distribusi hasil-hasil produksi baik yang berasal dari wilayah Jawa Barat bagian Timur dan Jawa Tengah bagian Barat.

(17)

sektor-sektor ekonomi pada Tahun 2008 tidak sebaik pada Tahun 2007. Begitu pula yang terjadi pada Tahun 2006 dan Tahun 2005. Selama empat Tahun terakhir (2005-2008) pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon mengalami fluktuasi, seiring produktivitas sektor-sektor ekonomi mengalami perubahan dari Tahun ke Tahun. Pertumbuhan tertinggi dicapai pada Tahun 2007, sehingga pada Tahun ini produktivitas perekonomian di Kota Cirebon dirasakan relatif sangat baik dibanding Tahun-Tahun sebelum dan sesudahnya.

Sumber: BAPPEDA Kota Cirebon, 2009

Gambar 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran Terbuka Kota Cirebon 2005-2008

Tingginya laju pertumbuhan ekonomi ini tidak berarti bahwa masyarakat sudah sejahtera karena ternyata tingkat pengangguran terbuka Kota Cirebon juga tinggi. Dapat dilihat dari Gambar 1 bahwa jika terjadi kenaikan LPE maka tingkat pengangguran terbuka akan menurun, begitu juga sebaliknya apabila LPE menurun maka tingkat pengangguran terbuka akan meningkat.

1.2 Perumusan Masalah

Kota Cirebon yang merupakan salah satu pusat pertumbuhan nasional, maka penting dilakukan penelitian bagaimana pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan ekonomi ini dapat dilihat dari bagaimana pertumbuhan sektor perekonomian. Sebagaimana terlihat dari Gambar 1, dimana laju pertumbuhan

(18)

ekonominya memang relative meningkat setiap tahunnya. Namun, ternyata tingkat penganggurannya masih lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonominya.

Hal ini juga dapat dibuktikan dengan hasil uji korelasi antara LPE dengan tingkat pengangguran terbuka yang menunjukkan bahwa adanya hubungan korelasi yang sangat tinggi sebesar -0,904 yang artinya terjadi perbandingan terbalik antara LPE dengan tingkat pengangguran terbuka.

Walaupun dalam peningkatan LPE dapat mengurangi pengangguran tetapi tingkat pengangguran terbuka masih lebih besar. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan diidentifikasi sektor-sektor mana saja yang progresif dan sektor apa saja yang menjadi sektor unggulan di Kota Cirebon yang diharapkan mampu meningkatkan LPE secara maksimal sehingga tingkat pengangguran akan turun secara drastis.

Dalam penelitian yang penulis lakukan, terdapat beberapa permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Adapun permasalahan yang diangkat adalah: 1. Bagaimana pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kota Cirebon? 2. Sektor apa saja yang menjadi sektor progresif Kota Cirebon?

3. Sektor-sektor apa saja yang menjadi sektor unggulan di Kota Cirebon?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kota Cirebon. 2. Mengidentifikasikan sektor yang progresifdi Kota Cirebon.

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Teori Basis Ekonomi

Teori basis ekonomi (economic base theory) merupakan pandangan bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut (Tarigan, 2007). Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan nonbasis. Hanya kegiatan basis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah.

Analisis basis dan nonbasis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah ataupun lapangan kerja. Misalnya, penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja basis dan lapangan kerja nonbasis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk wilayah tersebut. Demikian juga penjumlahan pendapatan sektor basis dan pendapatan sektor nonbasis merupakan total pendapatan wilayah tersebut. Di dalam suatu wilayah dapat dihitung berapa besarnya lapangan kerja basis dan lapangan kerja nonbasis, dan apabila kedua angka itu dibandingkan, dapat dihitung nilai rasio basis (base ratio) dan kemudian dapat dipakai untuk menghitung nilai pengganda basis (base multiplier). Rasio basis adalah perbandingan antara banyaknya lapangan kerja nonbasis yang tersedia untuk setiap satu lapangan kerja basis.

2.2 Konsep Pertumbuhan Ekonomi

(20)

kemampuan tersebut tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan. Pertumbuhan ekonomi juga dapat diartikan sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Persentase pertambahan output haruslah lebih besar dari persentase pertambahan jumlah penduduk dan ada kecenderungan bahwa dalam jangkka waktu tertentu bahwa pertumbuhan itu akan berlanjut. Teori pertumbuhan yang menyangkut ekonomi nasional cukup banyak, seperti Teori Klasik yang terdiri dari Teori Adam Smith dan Teori Richardian, Teori Keynes, dan Teori Harrod-Domar.

Smith dalam Priyarsono et al (2007) menyatakan mengenai faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi, perkembangan penduduk akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar dan perluasan pasar akan meningkatkan spesialisasi dalam perekonomian tersebut. Spesialisasi, kemudian akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan mendorong perkembangan teknologi. Kenaikan dalam produktivitas yang disebabkan dengan kemajuan teknologi akan meningkatkan tingkat upah dari keuntungan, pada saat yang bersamaan pertumbuhan penduduk juga akan meningkatkan akumulasi kapital dari tabungan. Dengan adanya akumulasi kapital maka stok alat-alat modal dapat ditambah dan mendorong meningkatnya produktivitas dan teknologi yang berkelanjutan sehingga proses pertumbuhan akan terus berlangsung sampai seluruh sumberdaya alam termanfaatkan atau tercapai kondisi stasionary state.

(21)

ditemukan di dalam perekonomian manapun. Sebaliknya, peranan pemerintah dalam perekonomian selalu ada dan diperlukan untuk mengatur perekonomian. Smith juga belum menyadari adanya hukum tambahan hasil yang berkurang (the law of diminishing return) dalam produksi.

Pandangan Ricardo sangat bertentangan dengan teori Smith mengenai akhir dari proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang dan peranan penduduk dalam pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, perkembangan penduduk yang berjalan dengan cepat, pada akhirnya akan menurunkan kembali tingkat pertumbuhan ekonomi ke taraf yang rendah. Pada taraf ini, pekerja akan menerima tingkat upah minimal, yang hanya cukup untuk hidup (subsistence level).

Pada mulanya jumlah penduduk rendah dan sumber daya alam relatif berlimpah. Pengusaha dapat memperoleh tingkat keuntungan yang tinggi. Oleh karena pembentukan modal tergantung pada keuntungan maka laba yang tinggi akan menciptakan tingkat pembentukan modal yang tinggi pula. Ini mengakibatkan kenaikan produksi dan pertambahan permintaan tenaga kerja. Oleh karena jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan meningkat maka upah akan naik dan kenaikan upah ini akan mendorong pertambahan penduduk. Semakin bertambahnya penduduk mengakibatkan semakin banyak pekerja yang digunakan sehingga tambahan hasil yang diciptakan oleh seorang pekerja menjadi lebih kecil dengan semakin banyaknya jumlah pekerja. (Ricardo dalam Priyarsono et al, 2007)

(22)

kenyataannya, terjadi peningkatan upah uang dan laju pertumbuhan penduduk dewasa ini cenderung menurun.

Menurut Keynes dalam Priyarsono et all (2007) pertumbuhan yang stabil terjadi dengan cara pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiskal (perpajakan dan belanja pemerintah), kebijakan moneter (tingkat suku bunga dan jumlah uang yang beredar), dan pengawasan langsung. Pendapatan total merupakan fungsi dari pekerjaan total suatu negara. Semakin besar pendapatan nasionalnya, semakin besar volume pekerjaan yang dihasilkan, demikian sebaliknya. Volume pekerjaan tergantung pada permintaan efektif. Permintaan efektif ditentukan pada titik saat harga permintaan agregat sama dengan harga penawaran agregat. Permintaan efektif terdiri dari permintaan konsumsi dan permintaan investasi.

Kenaikan investasi menyebabkan naiknya pendapatan dan karena pendapatan meningkat maka muncul permintaan yang lebih banyak atas barang konsumsi, yang pada gilirannya menyebabkan kenaikan berikutnya pada pendapatan dan pekerjaan. Proses ini cenderung kumulatif sehingga kenaikan yang berlipat pada pendapatan atau melalui kecenderungan untuk mengkonsumsi. Oleh karena kecenderungan mengkonsumsi (MPC) turun dengan adanya kenaikan pendapatan maka diperlukan suntikan investasi yang besar untuk memperoleh tingkat pendapatan dan pekerjaan yang lebih tinggi dalam perekonomian.

(23)

tambahan investasi tidak akan meningkatkan upah mereka dan tidak akan memberikan tambahan pendapatan yang besar pada perekonomian.

2.3 Konsep wilayah

Menurut Aritetoles dalam Restiviana (2008), konsep wilayah atau region mempunyai tiga macam pengertian, yaitu wilayah homogen (homogeneous region), wilayah polarisasi (polarization region) atau wilayah nodal (nodal region) dan wilayah perencanaan (planning region) atau wilayah program (programming region).

1. Wilayah Homogen

Konsep wilayah homogen diartikan sebagai suatu konsep yang menganggap bahwa wilayah-wilayah geografis dapat dikaitkan bersama-sama menjadi sebuah wilayah tunggal apabila wilayah tersebut mempunyai karakteristik yang serupa. Ciri-ciri tersebut dapat bersifat ekonomi, misalnya struktur produksinya hampir sama, atau pola konsumsinya homogen, dapat juga bersifat geografis, misalnya keadaan topografi atau iklimnya serupa, dan bahkan dapat pula bersifat sosial atau politis, misalnya suatu kepribadian masyarakat yang khas, sehingga mudah dibedakan dengan karakteristik wilayah-wilayah lainnya. 2. Wilayah Nodal

(24)

polarisasi yang lebih rapi dibandingkan dengan kota-kota lain yang tidak terletak pada jaringan lalu lintas jalan raya.

3. Wilayah Perencanaan

Kategori wilayah perencanaan atau wilayah program sangat penting artinya apabila dikaitkan dengan masalah-masalah kebijaksanaan wilayah. Pada tingkat nasional atau wilayah, tata ruang perencanaan oleh penguasa nasional, wilayah difungsikan sebagai alat untuk mencapai sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Pembagian wilayah perencanaan disusun berdasarkan pada analisis kegiatan pembangunan sektoral yang teralokasi pada satuan lingkaran geografis. Wilayah perencanaan merupakan suatu wilayah pengembangan, dimana program-program pembangunan dilaksanakan. Dalam hal ini yang penting diperhatikan adalah persoalan koordinasi dan desentralisasi pembangunan wilayah dapat ditingkatkan dan dikembangkan.

Gunawan dalam Mahila (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan suatu wilayah sering kali tidak seimbang dengan wilayah lainnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: perbedaan karakteristik potensi sumberdaya manusia, demografi, kemampuan sumberdaya manusia, potensi lokal, aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan serta aspek potensi pasar. Berdasarkan perbedaan ini, wilayah dapat diklasifikasikan dalam empat wilayah, yaitu:

1. Wilayah Maju

(25)

2. Wilayah Sedang Berkembang

Wilayah ini memiliki karakteristik pertumbuhan penduduk yang cepat sebagai implikasi dari peranannya sebagai penyangga wilayah maju. Wilayah sedang berkembang juga mempunyai tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi, potensi sumberdaya alam yang melimpah, keseimbangan antara sektor pertanian dan industri serta mulai berkembangnya sektor jasa.

3. Wilayah Belum Berkembang

Potensi sumberdaya alam yang dimiliki wilayah ini, keberadaannya masih belum dikelola dan dimanfaatkan. Tingkat pertumbuhan dan kepadatan penduduk masih rendah, aksesibilitas yang kurang terhadap wilayah lain. Struktur ekonomi wilayah masih didominasi oleh sektor primer dan belum mampu membiayai pembangunan secara mandiri.

4. Wilayah Tidak Berkembang

(26)

2.4Kendala dan Strategi Pembangunan Wilayah

Dalam pembangunan wilayah untuk dapat mewujudkan keterpaduan antar sektor dan menghilangkan kesenjangan antar wilayah atau antar daerah, bukan merupakan pekerjaan yang mudah karena adanya beberapa kendala sebagai berikut:

1. Keterbatasan kemampuan pemerintah untuk mencurahkan dana yang lebih besar untuk pembangunan sarana dan prasarana yang akan lebih membuka dan menyeimbangkan kesempatan dan berkembangnya kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di wilayah-wilayah terbelakang secara lebih cepat.

2. Keterbatasan sumberdaya manusia di wilayah terbelakang, yang antara lain menjadi penyebab sekaligus akibat keterbelakangan itu.

3. Persaingan antar pengusaha di sektor wilayah untuk memanfaatkan kesempatan dan tantangan menghadapi globalisasi.

4. Sulitnya menarik investasi swasta sebagai sumber dan pemacu pertumbuhan ke wilayah terbelakang, terutama investasi yang berkualitas yang mampu membuka lapangan kerja dan meningkatkan pertumbuhan daerah secara berkelanjutan.

Strategi yang perlu diperhatikan dalam pengembangan regional, adalah: 1. Desentralisasi kekuasaan dan pengeluaran daerah

(27)

tahapan pembangunan yang sedikit demi sedikit memberikan pengawasan, perencanaan, pendanaan, dan proses implementasi kepada administrasi pemerintah daerah.

2. Peningkatan pendapatan daerah

Pemerintah daerah perlu menyusun sejumlah kritera untuk pemasukan keuangan daerah, seperti kemampuan administrasi dan proses budgedting yang baik dalam rangka menunjang perbaikan kelembagaannya.

3. Pengembangan kelembagaan

Program pengembangan kelembagaan yang perlu dicapai adalah koordinasi antara kelembagaan, transparansi dan rasa tanggung jawab, profesionalisasi pegawai sipil dengan peningkatan standar kinerja dan pengupahan serta pelatihan untuk meningkatkan kemampuan aparat pemerintah.

4. Keanekaragaman kebudayaan

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, pemerintah daerah harus tanggap terhadap perbedaan-perbedaan itu sehingga perlu adanya suatu “penilaian sosial” yang menggambarkan strategi kebudayaan untuk ma

sing-masing daerah.

2.5 Analisis Shift Share

(28)

Indonesia dan Amerika Serikat. Analisis Shift Share juga dapat digunakan untuk menduga dampak kebijakan wilayah ketenagakerjaan.

Knudsen (2000) menyatakan bahwa Shift-share adalah sebuah teknik banyak digunakan untuk analisis ekonomi regional. Sebagai metodologi, shift-share terdiri dari model akuntansi berbasis tradisional, model Analisis Variansi, dan informasi-teori model. Selanjutnya, Shift Share probabilistik memberikan kemajuan besar lebih dari metode akuntansi tradisional berbasis karena memungkinkan peneliti untuk uji kuantitatif hipotesis tentang perubahan dalam pekerjaan atau nilai tambah wilayah atau sektor.

Analisis Shift Share menganalisis berbagai perubahan indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja, pada dua titik waktu di suatu wilayah. Hasil analisis ini juga dapat menunjukkan bagaimana perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya apakah perkembangan suatu wilayah bila dibandingkan dengan wilayah lainnya. Tujuan analisis shift share adalah untuk menentukan produktifitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkan dengan daerah yang lebih besar (regional atau nasional).

(29)

Analisis shift share mempunyai banyak kegunaan, diantaranya adalah untuk melihat:

1. Perkembangan sektor perekonomian di suatu wilayah terhadap perkembangan ekonomi wilayah yang lebih luas.

2. Perkembangan sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya.

3. Perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, sehingga dapat membandingkan besarnya aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan perubahan antar wilayah.

4. Perbandingan laju sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah dengan laju pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya.

Kemampuan analisis shift share dalam memberikan informasi mengenai pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah tidaklah terlepas dari kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan dalam analisis shift share adalah: 1. Persamaan shift share hanyalah Identity equation dan tidak mempunyai

implikasi-implikasi keperilakuan. Metode shift share merupakan teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem perhitungan semata dan tidak analitik.

2. Komponen pertumbuhan regional secara implisit mengemukakan bahwa laju pertumbuhan suatu wilayah hanya disebabkan oleh kebijakan wilayah tanpa memperhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan yang bersumber dari wilayah tersebut.

(30)

diasumsikan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan wilayah. Disamping itu, analisis shift share juga mengasumsikan bahwa semua barang dijual secara regional, padahal tidak semua demikian.

Secara umum terdapat tiga komponen utama dalam analisis shift share (Budiharsono dalam Priyarsono et all, 2006). Ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut yaitu komponen pertumbuhan nasional (PN) atau komponen pertumbuhan regional (PR), komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).

a. Komponen Pertumbuhan Regional (Regional Growth Component)

Komponen pertumbuhan regional (PR) adalah perubahan produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi regional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi regional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah. Bila diasumsikan bahwa tidak ada karakteristik ekonomi antar sektor dan antar wilayah, maka adanya perubahan akan membawa dampak yang sama pada semua sektor dan wilayah tumbuh lebih cepat daripada sektor wilayah lainnya.

b. Komponen Pertumbuhan Proporsional (Proportional Mix Growth Component) Komponen pertumbuhan proporsional (PP) timbul karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (seperti kebijakan perpajakan, subsidi dan pricesupport) dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar.

(31)

Komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut.

Sumber : Budiharsono dalam Priyarsono et al, 2006

Gambar 2 Model Analisis Shift Share

Berdasarkan Gambar 2 dapat ditentukan dan diidentifikasikan perkembangan suatu sektor ekonomi pada suatu wilayah. Apabila PP + PPW ≥ 0,

dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor ke i di wilayah ke j termasuk kedalam kelompok progresif (maju). Sementara itu, PP + PPW < 0 menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor ke i pada wilayah ke j tergolong pertumbuhan lambat.

2.6Analisis Location Quotient (LQ)

Location quotient (kuosien lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut secara nasional. Ada beberapa

(32)

variabel yang bisa diperbandingkan, tetapi yang umum adalah nilai tambah (tingkat pendapatan) dan jumlah lapangan kerja. (Tarigan, 2007)

Menurut Priyarsono et al (2007) terdapat dua asumsi utama yang digunakan dalam metode LQ adalah:

1. Pola konsumsi rumah tangga di daerah bawah identik (sama dengan) pola konsumsi rumah tangga daerah atasnya.

2. Baik daerah atas maupun daerah bawah mempunyai fungsi produksi yang linier dengan produktivitas di tiap sektor yang sama besarnya.

Pada kenyataannya dua asumsi diatas sangat sulit untuk diterima. Umumnya pola konsumsi masyarakat yang tinggal di daerah bawah berbeda dengan daerah atasnya. Demikian juga halnya dengan asumsi kedua. Produktivitas di setiap sektor pada daerah bawah dan atas kemungkinan besar akan berbeda.

Namun demikian, terlepas dari kelemahan-kelemahan di atas, selama data pendapatan dan tenaga kerja di suatu daerah tersedia secara lengkap dan akurat untuk diterapkan. Selain itu perhitungan yang digunakan juga relatif sederhana dan tidak membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama dalam mengklasifikasikan sektor-sektor basis dan non-basis di suatu daerah.

(33)

subsidi atau bantuan khusus oleh daerah yang bersangkutan melebihi yang diberikan daerah-daerah lainnya.

2.7Penelitian Terdahulu

Restiviana (2008) menganalisis laju pertumbuhan PDRB sektor-sektor perekonomian Kabupaten Banyuwangi pada periode Tahun 2003-2006. Hasil penelitiannya berdasarkan analisis Shift Share didapat kesimpulan bahwa sektor perekonomian Kabupaten Banyuwangi yang menunjukkan pertumbuhan terbesar pada periode waktu 2003-2006 adalah sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor bangunan serta sektor listrik, gas dan air bersih. Sedangkan sektor perekonomian yang memiliki tingkat pertumbuhan terkecil adalah sektor pertambangan dan penggalian. Hal ini dikarenakan mata pencaharian masyarakat Kabupaten Banyuwangi tidak didominasi oleh kegiatan produksi di sektor pertambangan dan penggalian, melainkan di sektor pertanian.

Anjani (2007) menganalisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian pasca otonomi daerah Kota Depok. Berdasarkan hasil penelitiannya, pertumbuhan PDRB sektor-sektor perekonomian Kota Depok selama otonomi daerah Tahun 2001-2004, pertumbuhan PDRB Kota Depok mengalami peningkatan. Pada Tahun 2001-2004 secara keseluruhan nilai PB Kota Depok adalah bernilai positif artinya sektor-sektor perekonomian di Kota Depok secara keseluruhan tergolong ke dalam kelompok yang maju. Hal ini menunjukkan bahwa semasa otonomi daerah berlangsung, sektor-sektor perekonomian di kota Depok tidak ada yang pertumbuhannya paling lambat.

(34)

pendekatan IRIO. Hasil penelitiannya adalah tingkat kontribusi margin Propisi Jawa Barat dan Nasional unggul dalam sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor pertanian. Dalam analisis shift share, sumbangan terhadap Propinsi Jawa Barat pada sektor pertambangan dan penggalian, sektor bangunan dan sektor jasa-jasa. Dengan pendekatan Location Quatient (LQ), mempunyai keunggulan disektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap Nasional baik keterkaitan ke belakang maupun ke depan. Sedangkan terhadap dirinya sendiri mempunyai keunggulan disektor industri pengolahan, sektor bangunan, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.

(35)

Marquez et al (2009) dengan penelitiannya yang berjudul Incorporating Sectoral Structure into Shift–Share Analysis menyajikan sebuah cara baru untuk menggabungkan sektoral dimensi dalam komponen pertumbuhan regional yang disediakan oleh shift share tradisiona lanalisis. Metodologi baru menjelaskan cara bahwa dinamika sektor tertentu disuatu daerah dipengaruhi oleh kinerja sektor lain, struktural, dan efek diferensial. Untuk menggambarkan hal ini perluasan dari metode shift share, sebuah aplikasi disediakan menggunakandata untuk wilayah Spanyol Extremadura untuk periode 1990-2004. Hasil menyoroti bagaimana komponen ini baru dapat memberikan wawasan baru kedalam analisis sektoral dan regional proses pertumbuhan ekonomi.

Mayor dan Lopez (2008) dengan penelitiannya yang berjudul Spatial shift-share analysis versus spatial filtering: an application to Spanish employment data

(36)

Zaccomer (2006) penelitiannya yang berjudul Shift-Share Analysis with Spatial Structure: an Application to Italian Industrial Districts yang bertujuan untuk memperpanjang teknik Shift Share dengan memperkenalkan struktur spasial dalam kasus tertentu yaitu industri kabupaten Italia. Ekstensi hal ini dimungkinkan karena penggunaan hukum status perusahaan bersamaan dengan informasi kegiatan, tersedia pada daftar bisnis Italia di Chamber of Commers. Sejauh analisis spasial yang bersangkutan, dalam pekerjaan ini kita memberikan arti teritorial yang lebih tepat untuk konsep teoritis dari lingkungan.

2.8Kerangka Pemikiran

Kondisi perekonomian suatu wilayah selain dipengaruhi oleh kondisi demografi, potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, aksesibilitas juga dipengaruhi oleh kebijkan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, seperti kebijakan pemerintah tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah pada Tahun 2000.

(37)

Gambar 3 Kerangka Pemikiran

Pada penelitian ini analisis shift share digunakan untuk menganalisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kota Cirebon, sehingga dapat diketahui sektor yang memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dan sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan lambat, selain itu juga dapat menganalisis daya saing antar sektor. Informasi mengenai pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dapat menjadi rekomendasi bagi Pemerintah Daerah untuk menentukan kebijakan pembangunan dan perencanaannya, dan bagi para investor untuk menanamkan modalnya pada sektor-sektor yang menguntungkan.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Analisis Shift Share Analisis Location Quotient (LQ)

Sektor Progresif Sektor Unggulan

Meningkatkan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)

(38)

III. METODE PENELITIAN 3.1Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data PDRB menurut 8 sektor perekonomian. Data sekunder tersebut berupa PDRB sektor-sektor perekonomian Kota Cirebon dan Propinsi Jawa Barat atas dasar harga harga konstan Tahun 2000 periode 2000-2003. Sumber data berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Cirebon, BPS Pusat Jakarta, BPS Jawa Barat, situs pemerintah Kota Cirebon, serta beberapa bahan pustaka lain yang penulis baca dari berbagai sumber.

3.2Metote Analisis Data 3.2.1 Analisis Shift Share

Berdasarkan Budiharsono dalam Priyarsono dan Sahara (2006), terdapat asumsi dalam metode analisis shift share yaitu perubahan indikator kegiatan ekonomi di suatu wilayah dibagi menjadi tiga komponen pertumbuhan, yaitu komponen pertumbuhan regional (PR), komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Pada analisis shift share diasumsikan dalam suatu negara terdapat m daerah yaitu Kota Cirebon (j=1,2,3,…,m) dan n sektor (i=1,2,3,..,n), maka:

1. Menghitung perubahan PDRB adalah sebagai berikut:

∆Yij =Y’ ij + Y ij……… (1)

Dimana :

(39)

Y’ij = PDRB sektor i di wilayah Cirebon pada Tahun akhir analisis (Juta

Rupiah)

2. Rumus persentase perubahan PDRB adalah sebagai berikut:

ij

... (2)

3. Menghitung rasio PDRB

Rasio PDRB digunakan untuk melihat perbandingan PDRB di suatu wilayah tertentu. Rasio PDRB terbagi atas ri , Rj dan Ra, yaitu:

a. ri

……… (3)

Dimana:

ri = Rasio PDRB sektor i pada wilayah Kota Cirebon

Yij = PDRB dari sektor i di wilayah Cirebon pada Tahun dasar analisis (Juta Rupiah).

Y’ij = PDRB dari sektor i di wilayah Cirebon pada Tahun akhir analisis (Juta

Rupiah).

b. Ri

Dimana:

Ri = rasio PDRB propinsi Jawa Barat dari sektor i.

Y’I = PDRB propinsi Jawa Barat dari sektor i pada Tahun akhir analisis (Juta

Rupiah).

Yi = PDRB propinsi Jawa Barat dari sektor i pada Tahun dasar analisis (Juta Rupiah).

(40)

Dimana:

Ra = rasio PDRB Propinsi Jawa Barat

Y’.. = PDRB Propinsi Jawa Barat pada akhir Tahun analisis (Juta Rupiah).

Y.. = PDRB Propinsi Jawa Barat pada Tahun dasar analisis (Juta Rupiah). 4. Menghitung komponen pertumbuhan wilayah

Komponen pertumbuhan regional (PR), komponen pertumbuhan proporsional (PP), dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).

a. Komponen Pertumbuhan Regional (PR)

PRij = (Ra)Yij……….. (6)

Dimana:

PRij = komponen pertumbuhan regional sektor i untuk wilayah Cirebon (Juta Rupiah).

Yij = PDRB dari sektor i diwilayah Cirebon pada Tahun dasar analisis (Juta Rupiah).

b. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)

PPij = (Ri-Ra)Yij……….. (7) Dimana:

PPij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i untuk wilayah Cirebon (Juta Rupiah).

Yij = PDRB dari sektor i di wilayah Cirebon pada Tahun dasar analisis (Juta Rupiah).

Apabila:

(41)

PPij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah Cirebon pertumbuhannya lambat.

c. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) PPWij = (ri-Ri)Yij……… (8) Dimana:

PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i untuk wilayah Cirebon (Juta Rupiah).

Yij = PDRB dari sektor i pada wilayah Cirebon pada Tahun dasar analisis (Juta Rupiah).

Apabila:

PPWij > 0, maka sektor j mempunyai daya saing yang baik dibandingkan dengan sektor i.

PPWij < 0, maka sektor i diwilayah Cirebon tidak dapat bersaing dengan baik apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya.

d. Adapun perubahan dalam PDRB sektor i pada wilayah Cirebon dirumuskan sebagai berikut:

∆Yij = PRij + PPij + PPWij ………. (9) ∆Yij =Y’ ij + Y ij………. (1)

Rumus ketiga komponen pertumbuhan wilayah Cirebon dirumuskan sebagai berikut:

PRij = Yij (Ra) ………..(6)

(42)

Apabila persamaan (1), (6), (7) dan (8) di substitusikan ke persamaan (9), maka akan didapatkan:

∆Yij = PRij + PPij + PPWij

Y’ij - Yij = Y’ij - Yij + (Ra-Ra)Yij + Yij(ri-Ri)

Persentase ketiga pertumbuhan wilayah dapat dirumuskan:

%PRij = Ra……… (10)

%PPij = Ri-Ra………(11)

%PPWij = ri-Ri………..(12)

Atau:

%PRij = (PRij) / Yij * 100% %PPij = (PPij) / Yij * 100% %PPWij = (PPWij) / Yij * 100%

Sumber : Budiharsono dalam Priyarsono dan Sahara, 2006

5. Aplikasi Analisis Shift Share

Untuk mengevaluasi profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan 4 kuadran yang terdapat pada garis bilangan. Sumbu horizontal menggambarkan persentase perubahan komponen pertumbuhan proporsional (PPij), sedangkan sumbu vertikal merupakan persentase pertumbuhan pangsa wilayah (PPWij). Dengan demikian pada sumbu horizontal terdapat PP sebagai absis, sedangkan PPW sebagai ordinat.

(43)

a. Kuadran I merupakan kuadran dimana PP dan PPW sama-sama bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor di wilayah yang bersangkutan memiliki pertumbuhan yang cepat (dilihat dari nilai PP nya) dan memiliki daya saing yang lebih baik apabila dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya (dilihat dari nilai PPW nya).

b. Kuadran II menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah yang bersangkutan pertumbuhannya cepat (PP-nya bernilai positif), tetapi daya saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut dibandingkan dengan wilayah lainnya kurang baik (PPW-nya bernilai negatif).

c. Kuadran III merupakan kuadran dimana PP dan PPW nya bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah yang bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat dengan daya saing yang kurang baik jika dibandingkan dengan wilayah lain.

(44)

Sumber: Budiharsono dalam Priyarsono dan Sahara (2006) Gambar 4. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian

Pada Gambar 4 terdapat garis yang memotong Kuadran II dan Kuadran IV yang membentuk sudut 45 . Garis tersebut merupakan garis yang menunjukkan

nilai pergeseran bersih bernilai nol (PBj=0). Bagian atas garis tersebut menunjukkan PBj > 0 yang mengindikasikan bahwa sektor-sektor tersebut pertumbuhannya progresif (maju). Sebaliknya, di bawah garis 45 berarti PBj < 0

menunjukkan sektor-sektor yang lamban.

Secara matematis nilai pergeseran bersih (PB) sektor i pada wilayah Cirebon dapat dirumuskan sebagai berikut:

PBij = PPij + PPWij ……… (13) Dimana:

PBij = pergeseran bersih sektor i pada wilayah Cirebon

PPij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada wilayah Cirebon

PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah Cirebon

Kuadran IV Kuadran I

PPij

(45)

Apabila:

PBj > 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah Cirebon termasuk ke dalam kelompok progresif (maju)

PBj < 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah Cirebon termasuk lamban.

3.2.2 Metode Location Quotient (LQ)

Pada metode LQ, terdapat teori ekonomi basis, perekonomian di suatu daerah dibagi menjadi dua sektor utama yaitu sektor basis dan non basis. Sektor basis adalah sektor yang mengekspor barang dan jasa ataupun tenaga kerja ke tempat-tempat di luar batas perekonomian daerah yang bersangkutan. Sedangkan, sektor non basis adalah sektor yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di dalam batas-batas daerah itu sendiri. Sektor ini mengekspor barang, jasa, maupun tenaga kerja, sehingga luas lingkup produksi dan daerah pasar sektor non basis hanya bersifat lokal.

Pada metode ini, penentuan sektor basis dan non basis yang dilakukan dengan cara menghitung perbandingan antara pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total semua sektor di daerah bawah dengan pendapatan (tenaga kerja) di sektor i daerah atas terhadap pendapatan (tenaga kerja) semua sektor di daerah atasnya. Secara matematis nilai LQ dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

LQ =

Dimana:

(46)

Sia = PDRB sektor i pada Provinsi Jawa Barat (Juta Rupiah).

Sa = PDRB total semua sektot di Provinsi Jawa Barat (Juta Rupiah).

Jika hasil perhitungan dengan menggunakan rumus diatas menghasilkan nilai LQ > 1, maka sektor i dikategorikan sebagai sektor basis. Nilai LQ yang lebih dari satu tersebut menunjukkan bahwa pangsa PDRB pada sektor i di daerah Cirebon lebih besar dibandingkan Provinsi Jawa Barat dan output pada sektor i tersebut lebih berorientasi ekspor. Sebaliknya, jika nilai LQ < 1 sektor i diklasifikasikan sebagai sektor non basis dan output pada sektor i tersebut cenderung untuk diimpor.

3.3. Konsep dan Definisi Data

PDRB dapat diartikan ke dalam tiga pengertian, yaitu : a. Pendekatan Produksi

PDRB adalah jumlah nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi dalam satu wilayah atau region tertentu, pada suatu waktu tertentu, dimana umumnya dalam jangka satu Tahun.

b. Pendekatan Pendapatan

(47)

Jumlah semua komponen pendapatan ini tiap sektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. PDRB merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh sektor atau seluruh lapangan usaha.

c. Pendapatan Pengeluaran

PDRB adalah semua pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik regional bruto, perubahan stock serta ekspor netto di suatu wilayah atau region pada suatu kurun waktu tertentu. Ekspor netto disini pengertiannya adalah nilai ekspor dikurangi dengan nilai impor dari daerah tertentu dalam kurun waktu tertentu pula.

3. 4. Uraian Sektoral

Uraian sektoral yang mencakup ruang lingkup dari masing-masing sektor kegiatan ekonomi dan cara-cara penghitungan Nilai Tambah Bruto (NTB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar konstan 2000 serta sumber data yang digunakan.

1. Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

Sektor ini terdiri dari Subsektor Tanaman Bahan Makanan, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan.

1.1. Tanaman Bahan Makanan

(48)

Data produksi diperoleh dari Kantor Dinas Pertanian dan Kelautan, sedangkan data harga bersumber dari data harga yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik. Nilai Tambah Bruto (NTB) atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara pendekatan produksi, yaitu dengan mengalikan terlebih dahulu setiap jenis kuantum produksi dengan masing-masing harganya, kemudian hasilnya dikurangi dengan biaya antara.

Biaya antara diperoleh dengan menggunakan rasio biaya antara terhadap output yang merupakan hasil Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR) yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik. Nilai Tambah Bruto (NTB) atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan cara revaluasi.

1.2. Tanaman Perkebunan

Sub sektor ini mencakup komoditi tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat dan perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan besar misalnya komoditi karet, kopra, kopi, kapuk, teh, tebu, tembakau, cengkeh dan lain sebagainya termasuk pula hasil produksi ikutannya dan hasil-hasil pengolahan sederhana seperti minyak kelapa, tembakau olahan, kopi kering dan teh olahan.

(49)

Regional (SKPR). Nilai Tambah Bruto (NTB) atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan revaluasi.

1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya

Sub sektor ini mencakup produksi ternak besar dan ternak kecil misalnya sapi, kerbau, babi, kuda, kambing, domba serta unggas. Dalam sub sektor ini termasuk pula hasil-hasil ternak misalnya susu, kulit dan telur. Yang dimaksud dengan produksi peternakan adalah banyaknya ternak yang lahir dan penambahan berat ternak. Produksi peternakan dihitung berdasarkan perkiraan dengan menggunakan rumus :

Produksi = Jumlah pemotongan + (Populasi ( akhir Tahun - awal Tahun) + Jumlah (Ternak keluar - ternak masuk).

Data jumlah ternak yang dipotong, populasi ternak keluar dan ternak yang masuk diperoleh dari Dinas Peternakan dan Kelautan sedangkan data harga dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara pendekatan produk yaitu dengan mengalikan kuantum setiap jenis produksi dengan masing-masing harganya, kemudian dikurangi dengan biaya antara. Biaya antara diperoleh dengan menggunakan rasio biaya antara terhadap output yang merupakan hasil Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Nilai Tambah Bruto atas dasar harga Konstan 2000 dihitung dengan cara revaluasi.

1.4. Kehutanan

(50)

mengalikan terlebih dahulu masing-masing jenis kuantum produksi kehutanan dengan masing-masing harganya, kemudian dikurangi dengan biaya antara.

Biaya antara diperoleh dengan menggunakan rasio biaya antara terhadap output yang merupakan hasil Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dihitung dengan mempergunakan cara revaluasi. Untuk sub sektor kehutanan di Kota Cirebon sudah sudah tidak dilakukan penghitungan lagi karena komoditi untuk sub sektor kehutanan di Kota Cirebon sudah tidak tersedia.

1.5. Perikanan.

Sub sektor ini mencakup kegiatan perikanan laut, perikanan darat (air tawar dan tambak) dengan pengolahan sederhana (pengeringan dan penggaraman ikan). Data produksi dan harga komoditi perikanan diperoleh dari Kantor Dinas Pertanian, Peternakan dan Kelautan. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi yaitu dengan mengalikan dahulu masing-masing kuantum produksi perikanan dengan harganya, dengan menggunakan rasio biaya antara terhadap output yang satu yang merupakan hasil Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Nilai Tambahan Bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan cara revaluasi.

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian

(51)

maupun benda cair misalnya minyak mentah maupun benda gas misalnya gas bumi.

2.1. Pertambangan

Sub sektor ini mencakup komoditi minyak mentah, gas bumi, batubara, biji emas dan perak. Di wilayah kota Cirebon tidak terdapat kegiatan sub sektor ini, oleh karena itu datanya tidak disajikan.

2.2. Penggalian

Sub sektor ini mencakup kegiatan penggalian dan pengambilan segala macam jenis barang galian seperti batu kapur, pasir, batu-batuan, tanah liat, tanah timbun dan barang galian sejenisnya. Sama dengan sub sektor Pertambangan sub sektor ini pun tidak ada kegiatannya di Kota Cirebon, oleh sebab itu datanya tidak disajikan.

3. Sektor Industri Pengolahan

Sektor Industri Pengolahan mencakup dua Sub sektor yaitu Industri Minyak dan Gas, dan Industri Tanpa Minyak dan Gas.

3.1. Industri Minyak dan Gas Bumi ( Migas )

(52)

3.2. Industri Tanpa Migas

Sub sektor ini mencakup industri besar dan sedang, industri kecil dan kerajinan rumah tangga. Industri besar dan sedang mencakup perusahaan industri yang mempunyai jumlah tenaga kerja 20 orang atau lebih. Sedangkan industri kecil mempunyai tenaga kerja antara 5 sampai dengan 19 orang dan industri kerajinan rumah tangga dengan tenaga kerja 1 sampai dengan 4 orang.

Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku untuk industri besar dan sedang dihitung dengan menggunakan pendekatan produksi, yaitu nilai output dikurangi dengan biaya antara. Nilai output dan biaya antara diperoleh dari Survei Industri Besar dan Sedang yang rutin setiap Tahun dilakukan oleh Badan Pusat Statistik. Sedangkan untuk industri kecil dan kerajinan rumah tangga dilakukan estimasi berdasarkan indikator jumlah tenaga kerja dan rata-rata output per tenaga kerja, hasil suatu Survei Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga.

Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode deflasi dengan deflatornya adalah Indeks Harga Perdagangan Besar untuk barang-barang industri.

4. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih

Sektor ini mencakup kegiatan Subsektor Listrik, Gas dan Air Bersih. 4.1. Listrik

(53)

diperoleh dari PLN, sedangkan biaya antara diperoleh dari perkalian rasio biaya antara dengan nilai outputnya. Rasio ini didapat dari survei yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik. Nilai Tambah Burto atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan menggunakan metode ekstrapolasi dengan ekstrapolatornya adalah Indeks Produksi Listrik.

4.2. Gas Kota

Sub sektor Gas Kota mencakup kegiatan penyediaan gas kota yang biasanya diusahakan oleh Perusahan Gas Negara. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga Tahun berlaku dihitung dengan berdasarkan pendekatan produksi yaitu output dikurangi dengan biaya antara Nilai output dan biaya antara diperoleh dari Survei Gas yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik setiap Tahun. Nilai Tambah Bruto atas dasar konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode ekstrapolasi dengan ekstrapolatornya adalah Indeks Produksi Gas.

4.3. Air Bersih

(54)

5. Sektor Bangunan

Sektor ini mencakup kegiatan pembangunan fisik (konstruksi), baik yang digunakan sebagai tempat tinggal atau pun sarana lainnya yang dilakukan oleh perusahaan kontruksi maupun perorangan. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi, yaitu mengurangi nilai output dengan nilai biaya antara. Data nilai output dan biaya antara diperoleh dari Survei Perusahaan Kontruksi AKI dan Non AKI ditambah dengan kegiataan kontruksi yang dilakukan oleh perorangan atau individu.

Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode deflasi dengan deflatornya indeks harga perdagangan besar untuk barang bangunan.

6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 6.1. Perdagangan Besar dan Eceran

Perdagangan besar mencakup kegiatan pengumpulan dan penjualan kembali barang baru atau bekas oleh pedagang dari produsen atau importir kepada pedagang besar atau pedagang eceran. Perdagangan eceran mencakup kegiatan pedagang yang umumnya melayani konsumen perorangan atau rumah tangga tanpa merubah sifat, baik barang baru maupun barang bekas.

(55)

6.2. Hotel

Sub sektor Hotel mencakup kegiatan penyedian akomodasi yang menggunakan sebagian atau seluruh bangunan sebagai tempat penginapan, yang dimaksud akomodasi di sini adalah baik hotel berbintang maupun hotel tidak berbintang serta tempat tinggal lainnya yang digunakan untuk menginap seperti losmen dan motel.

Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi, yaitu nilai output dikurangi biaya antara. Nilai output diperoleh dariperkalian kamar yang terjual dengan rata-rata tarif per kamar. Biaya antara diperoleh dari perkalian rasio biaya antara hasil Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR) dengan nilai outputnya. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode ekstrapolasi dengan ekstrapolatornya adalah Indeks Jumlah Kamar yang terjual.

6.3. Restoran

Sub sektor Restoran mencakup kegiatan usaha penyediaan makanan dan minuman jadi yang pada umumnya dikonsumsi di tempat penjualan. Kegiatan yang termasuk dalam sektor ini seperti bar, kantin, warung kopi, rumah makan, warung nasi, warung sate, katering dan kegiatan sejenis lainnya.

(56)

dihitung dengan menggunakan metode deflasi, dimana Indeks Harga Konsumen (IHK) Makanan dijadikan deflatornya.

7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 7.1. Angkutan Rel

Angkutan ini mencakup kegiatan pengangkutan barang dan penumpang dengan menggunakan alat angkut kereta api yang sepenuhnya dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI) Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi, yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Nilai output dan biaya antara diperoleh dari Laporan Keuangan PT KAI. Nilai Tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode ekstrapolasi yang memakai Indeks Barang dan Penumpang untuk Angkutan Rel sebagai ekstrapolatornya. Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode revaluasi.

7.2. Angkutan Jalan Raya

(57)

7.3. Angkutan Laut

Sub sektor Angkutan Laut mencakup kegiatan pengangkutan barang dan penumpang dengan menggunakan kapal yang beroperasi di dalam dan di luar daerah domestik oleh perusahaan angkutan laut. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi, yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Output dan biaya antara diperoleh dari Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode ekstrapolasi dengan ekstrapolatornya baik bermotor maupun tidak bermotor serta kegiatan penyeberangan dengan menggunakan kapal ferri. Nilai Tambah Bruto atas harga berlaku dihitung dengan menggunakan pendekatan produksi, yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Nilai output dan biaya antara diperoleh dari Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode ekstrapolasi, dengan memakai Indeks Jumlah Penumpang dan Barang sebagai ekstrapolatornya.

7.4. Angkutan Udara

(58)

7.5. Angkutan Sungai dan Penyeberangan

Sub sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan barang dan penumpang dengan menggunakan kapal atau angkutan sungai, baik bermotor maupun tidak bermotor, serta kegiatan penyeberangan dengan alat angkut kapal ferri. NTB atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi yaitu output dikurangi biaya antaranya. Nilai Output dan biaya antara diperoleh dari SKPR. Metode Ekstrapolasi digunakan untuk menghitung NTB atas dasar harga konstan 2000 dengan ekstrapolatornya Indeks Jumlah Penumpang dan Barang.

7.6. Jasa Penunjang Angkutan

Sub sektor ini mencakup kegiatan yang bersifat menunjang dan memperlancar kegiatan pengangkutan, yaitu jasa pelabuhan udara, laut, darat (terminal dan parkir), sungai, bongkar muat laut dan udara, keagenan penumpang, ekspedisi laut, jalan tol dan kegiatan lain sebagainya yang sejenis. Nilai Tambah Bruto atas harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi, yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Nilai output dan biaya antara diperoleh dari Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan menggunakan metode ekstrapolasi dengan memakai Indeks Penumpang dan Barang sebagai ekstrapolatornya.

7.7. Komunikasi

(59)

berita melalui telegram, telepon dan teleks yang diusahakan oleh PT. Telkom dan PT. Indosat. Jasa penunjang telekomunikasi meliputi kegiatan yang menunjang kegiatan komunikasi seperti warung telekomunikasi (wartel, radio panggil dan telepon seluler).

Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan menggunakan pendekatan produksi, yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Nilai output dan biaya antara dari kegiatan pos dan giro serta telekomunikasi diperoleh dari laporan keuangan PT (Persero) Pos Indonesia dan PT. Telkom Wilayah Kota Cirebon. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode ekstrapolasi dengan menggunakan ekstrapolatornya jumlah surat yang dikirim untuk kegiatan pos dan giro dan jumlah pulsa untuk kegiatan telekomunikasi.

8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 8.1. Bank

Sub sektor Bank mencakup kegiatan bank sentral dan bank komersial yang memberikan jasa keuangan kepada pihak lain misalnya menerima simpanan dalam bentuk giro dan deposito, memberikan kredit atau pinjaman baik jangka pendek, menengah dan panjang, mengirim uang, membeli dan menjual surat-surat berharga, mendiskonto surat wesel/surat dagang/ surat hutang dan sejenisnya.

(60)

metode deflasi memakai Indeks Harga Konsumen (IHK) Umum sebagai deflatornya.

8.2. Lembaga Keuangan Lainnya

Sub sektor Lembaga Keuangan lainnya mencakup kegiatan asuransi, dana pensiun, pegadaian, koperasi simpan pinjam dan lembaga pembiayaan. Dalam sub sektor ini juga mencakup kegiatan valuta asing, pasar modal dan jasa penunjangnya seperti pialang, penjamin emisi dan lain sebagainya. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi, yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Data output dan biaya antara sub sektor ini diperoleh dari Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode deflasi memakai Indeks Harga Konsumen (IHK) Umum sebagai deflatornya.

8.3. Sewa Bangunan

(61)

harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode deflasi yang memakai Indeks Harga Konsumen (IHK) perumahan sebagai deflatornya.

8.4. Jasa Perusahaan

Sub sektor Jasa Perusahaan mencakup kegiatan pemberian jasa hukum (Advokat dan Notaris), jasa akutansi dan pembukuan, jasa pengolahan dan penyajian data, jasa pembangunan/ arsitek dan tehnik, jasa periklanan dan riset pemasaran serta jasa persewaan mesin dan peralatan. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan menggunakan pendekatan produksi, yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Nilai output diperoleh dari perkalian jumlah perusahaan dengan rata-rata output per perusahaan hasil Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Biaya antara diperoleh dari hasil perkalian antara rasio biaya antara dengan nilai outputnya. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode revaluasi.

9. Sektor Jasa-Jasa

9.1. Jasa Pemerintahan Umum

Sub sektor ini mencakup kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk kepentingan rumah tangga serta masyarakat umum. Sebagai contoh Jasa Pemerintahan Umum, Pertahanan dan Keamanan dan lain sebagainya.

9.2. Jasa Swasta

Sub sektor ini mencakup kegiatan jasa yang dilakukan pihak swasta, misalnya jasa sosial dan kemasyarakatan, jasa hiburan dan rekreasi serta perorangan dan rumah tangga.

(62)

9.2.1. Jasa Kemasyarakatan

Sub sektor ini mencakup kegiatan jasa pendidikan, kesehatan, riset/ penelitian, palang merah, panti wreda, yayasan pemelihara anak cacat (YPAC), rumah ibadat dan sejenisnya, baik yang dikelola swasta maupun pemerintah. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi, yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Nilai output diperoleh dari hasil perkalian jumlah indikator produksi misalnya jumlah murid, jumlah tempat tidur rumah sakit, jumlah dokter, jumlah panti asuhan dan lain sebagainya dengan rata-rata output per masing-masing indikator dari hasil Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Biaya antara diperoleh dari perkalian antara rasio biaya antara dengan nilai outputnya. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan menggunakan metode revaluasi.

9.2.2. Jasa Hiburan dan Rekreasi

(63)

9.2.3. Jasa Perorangan dan Rumah Tangga

(64)

IV. GAMBARAN UMUM

4.1Wilayah Administratif

Wilayah geografi Kota Cirebon berbentuk dataran rendah dengan topografinya datar (Flat), menurut data Potensi Desa 2003, beberapa kecamatan memiliki letak geografis berupa pesisir pantai (Coast), yaitu Kecamatan Lemahwungkuk dan Kejaksan. Sedangkan untuk tiga kecamatan lainnya, letak geografisnya berupa daerah dataran (Plain).

Kota Cirebon ini merupakan bagian dari wilayah administrasi Propinsi Jawa Barat, dengan luas wilayah adiministrasi sebesar 37,36 km2, yang terbagi menjadi 5 kecamatan dan 22 kelurahan. Wilayah kecamatan yang memiliki luas wilayah terbesar adalah Kecamatan Harjamukti sebesar 47,15% dari luas wilayah Kota Cirebon. Lalu terluas kedua adalah Kecamatan Kesambi, yang luasnya sekitar 21,57%. Selanjutnya berturut-turut Kecamatan Lemahwungkuk (17,42%), Kejaksan (9,68%) dan Pekalipan (4,18%).

4.2Laju Pertumbuhan Penduduk

Gambar

Gambar 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran Terbuka Kota
Gambar 2 Model Analisis Shift Share
Gambar 3 Kerangka Pemikiran
Gambar 4. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel penjelas apa saja yang digunakan, model apa yang digunakan, dan seberapa besar kontribusi masing-masing variabel penjelas.. menjadi tidak penting untuk

SMA N 1 Banguntapan telah menerapkan Kurikulum 2013 pada kelas X dan kelas XI, sementara untuk kelas XII masih menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang akar, berat kering akar, dan berat kering tajuk pada Pulu Lotong dan Pulu Mandoti yang diberi perlakuan cendawan endofit

[r]

Objek penelitian ini adalah gaya kata (diksi) dalam kumpulan puisi Golf Untuk Rakyat karya Darmanto Jatman dan pemaknaannya dengan tinjauan stilistika dan

taekwondo , bermain bola, dan lain sebagainya. Aktivitas yang selalu dilakukan secara rutin oleh masyarakat dalam sunday morning di Alun-Alun Batang seperti senam aerobik,

Kedua , memberi porsi pembahasan tentang ‘Bahasa dan Identitas’ secara lebih grounded, aplikatif, dan kontekstual, yaitu Bahasa dan Identitas dalam keterkaitannya dengan dialek

With the rapid development of sensor networks and Earth observation technology, a large quantity of disaster-related data is available, such as remotely sensed