RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) YANG DIBERI
FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR (FMA) PADA TANAH SALIN
SKRIPSI
OLEH :
TEGUH HAKIKI NST 050307025
BDP – PEMULIAAN TANAMAN
DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) YANG DIBERI
FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR (FMA) PADA TANAH SALIN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian, Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
Judul Penelitian : RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) YANG DIBERI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR (FMA) PADA TANAH SALIN
Nama : TEGUH HAKIKI NST
Nim : 050307025
Program Studi : PEMULIAAN TANAMAN
Di Setujui Oleh :
( Prof. Dr.Ir. Rosmayati, MS) (Ir.Yusuf Husni Ketua Pembimbing
) Anggota Pembimbing
Diketahui Oleh :
(Dr.Ir. T Sabrina, MAgr.Sc, Ph.D) Ketua Departemen
ABSTRAK
TEGUH HAKIKI NST: Respon Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merril) Yang Diberi Mikoriza Arbuskula (FMA) Pada Tanah Salin, dibimbing oleh ROSMAYATI dan YUSUF HUSNI.
Produktivitas tanaman kedelai pada tanah salin dipengaruhi oleh input yang diberikan kepada tanaman yaitu dengan pemberian mikoriza. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di lahan percobaan Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang (± 1,5 m dpl.) pada Mei – Juli 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktorial yaitu mikoriza dengan taraf perlakuan (M0 =Tanpa pemberian mikoriza dan M2 = pemberian mikoriza 10 g/tanaman), perlakuan diulang enam kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ).
Hasil analisis data menunjukkan bahwa pemberian mikoriza meningkatkan tinggi tanaman pada umur 5 MST, jumlah cabang, dan jumlah polong pertanaman, serta mempercepat umur berbunga tanaman
ABSTRACT
TEGUH HAKIKI NST: Response of Growth and Production of Soybeans (Glycine max (L.) Merrill) The mycorrhizal Given Arbuskula (FMA) In Soil Salinity, supervised by ROSMAYATI and YUSUF HUSNI.
Soybean crop productivity on saline land affected by the input that is given to the provision of mycorrhizal plants. For which a research field trials have been conducted in the village of Tanjung Tuan Rejo District Percut Sei Deli Serdang regency (± 1.5 m asl.) In May-July 2012. Experimental was conducted using a factorial randomized block design that is mycorrhizal with standard treatment (M0 = No provision of mycorrhizal and mycorrhizal granting M2 = 10 g / plant), the treatment was repeated six times. The data were analyzed using variance (ANOVA) and continued with HSD.
The analysis of data showed that administration of mycorrhizae improve plant height at age 5 MST, the number of branches, number of pods and cropping, as well as accelerate the age of flowering plants.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Respon Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine Max (L.) Merill) Yang Diberi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Pada Tanah Salin” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Rosmayati MS. selaku Ketua Komisi
Pembimbing dan Bapak
yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian
serta dalam menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada Ayahanda
Syamsul Nasution dan Ibunda Yulismiati, kepada adikku tersayang
Dwi Anggreni Nasution, Ryan Tri Atmaja Nasution, Wijaya Kesuma Nasution,
Dinda Halimah Nasution dan Shafira Nasution, serta seluruh anggota keluarga
yang senantiasa banyak memberikan dukungan moril maupun materil.
Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan
yang telah banyak membantu yaitu: Siti, Siol, Elfrin, Andriyani, Fredy, Andre,
Prima, Dedy dan adik-adik ’08 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Kepada
seluruh temam-teman Armyplant stambuk ’05 terima kasih atas persaudaraan dan
kebersamaan yang telah terjalin serta atas dukungan yang diberikan kepada
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini di masa yang akan datang.
Medan, Juli 2012
RIWAYAT HIDUP
Teguh Hakiki Nasution dilahirkan di Kisaran pada tanggal 19 Mei 1987, putra dari ayahanda Syamsul Nst dan Ibunda Yulismiati yang merupakan anak
pertama dari enam bersaudara.
Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Taman Siswa Kisaran, pada tahun
2005 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB) dan memilih Departemen Budidaya Pertanian Program Studi Pemuliaan
Tanaman.
Pengalaman di bidang kemasyarakatan, penulis peroleh saat mengikuti
praktek kerja lapangan (PKL) di Balai Penelitian Benih Kelapa Sawit RISPA
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
Kegunaan Penelitian... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
Pengaruh Salinitas Terhadap Tanaman ... 9
Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA)... 11
Peranan Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) Dalam Pertumbuhan ... 13
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian... 16
Bahan dan Alat ... 16
Metode Penelitian ... 16
PELAKSANAAN PENELITIAN ... 18
Persiapan lahan ... 18
Aplikasi FMA dan Penanaman ... 18
Pemupukan... 18
Penjarangan... 18
Pemeliharaan Tanaman ... 19
Penyiraman ... 19
Penjarangan ... 19
Penyulaman ... 19
Penyiangan ... 19
Pengendalian Hama dan Penyakit ... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ... 21 Pembahasan ... 23 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 25 Saran ... 25 DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
TEGUH HAKIKI NST: Respon Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merril) Yang Diberi Mikoriza Arbuskula (FMA) Pada Tanah Salin, dibimbing oleh ROSMAYATI dan YUSUF HUSNI.
Produktivitas tanaman kedelai pada tanah salin dipengaruhi oleh input yang diberikan kepada tanaman yaitu dengan pemberian mikoriza. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di lahan percobaan Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang (± 1,5 m dpl.) pada Mei – Juli 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktorial yaitu mikoriza dengan taraf perlakuan (M0 =Tanpa pemberian mikoriza dan M2 = pemberian mikoriza 10 g/tanaman), perlakuan diulang enam kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ).
Hasil analisis data menunjukkan bahwa pemberian mikoriza meningkatkan tinggi tanaman pada umur 5 MST, jumlah cabang, dan jumlah polong pertanaman, serta mempercepat umur berbunga tanaman
ABSTRACT
TEGUH HAKIKI NST: Response of Growth and Production of Soybeans (Glycine max (L.) Merrill) The mycorrhizal Given Arbuskula (FMA) In Soil Salinity, supervised by ROSMAYATI and YUSUF HUSNI.
Soybean crop productivity on saline land affected by the input that is given to the provision of mycorrhizal plants. For which a research field trials have been conducted in the village of Tanjung Tuan Rejo District Percut Sei Deli Serdang regency (± 1.5 m asl.) In May-July 2012. Experimental was conducted using a factorial randomized block design that is mycorrhizal with standard treatment (M0 = No provision of mycorrhizal and mycorrhizal granting M2 = 10 g / plant), the treatment was repeated six times. The data were analyzed using variance (ANOVA) and continued with HSD.
The analysis of data showed that administration of mycorrhizae improve plant height at age 5 MST, the number of branches, number of pods and cropping, as well as accelerate the age of flowering plants.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Komoditas ini kaya protein nabati yang diperlukan untuk meningkatkan gizi masyarakat, aman dikonsumsi, dan harganya murah, sekitar 20% minyak dan 30 % protein terkandung pada bijinya. Di Indonesia kedelai merupakan bahan
makanan terpenting yang dapat diolah menjadi bahan makanan bergizi. Sampai
sekarang walaupun peningkatan hasil telah diperoleh sedemikian besar, impor
kedelai masih terpaksa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam
negeri (Kartasapoetra, 1988).
Produksi kedelai di Indonesia pernah mencapai puncaknya pada tahun
1992 yaitu sebanyak 1,87 juta ton. Namun setelah itu, produksi terus mengalami
penurunan hingga hanya 0,672 juta ton pada tahun 2003. Artinya, dalam 11 tahun
produksi kedelai merosot mencapai 64 persen. Sebaliknya, konsumsi kedelai
cenderung meningkat sehingga impor kedelai juga mengalami peningkatan
mencapai 1,307 juta ton pada tahun 2004 (Atman, 2009). Berbagai upaya
pemerintah seperti program kedelai mandiri (prokema), gema palagung dan
program lainnya ternyata tidak mampu meningkatkan produksi kedelai nasional.
Untuk mengatasi kesenjangan itu maka pemerintah mencanangkan Program
Swasembada Kedelai 2008 melalui penerapan teknologi produksi dan juga
melalui perluasan areal tanam (Kisman, 2007)
Pengembangan areal tanam kedelai dapat dilakukan pada lahan sawah,
lahan kering (tegalan), lahan bukaan baru dan lahan pasang surut yang telah
sesuai (spesifik) bagi agroekologi/wilayah setempat (Simatupang, dkk, 2005).
Indonesia mempunyai ribuan hektar lahan salin yang sangat potensial apabila
dikelola dengan baik, sehingga dapat bermanfaat secara optimal. Ditjen Pengairan
Departemen Pekerjaan Umum (1998) menyebutkan bahwa luas lahan lebak adalah
13,317 juta ha, telah direklamasi, atau dibuka untuk persawahan dan permukiman
sekitar 1,547 juta ha, yaitu melalui program reklamasi oleh pemerintah seluas
0,448 juta ha, dan oleh swadaya masyarakat sekitar 1,009 juta ha. Luas lahan
lebak yang belum dimanfaatkan diperkirakan masih sekitar 11,770 juta ha
(Las, 2006). Luas lahan rawa di Sumatera Utara 317.675 Ha. Dengan luas lahan
pasang surut sebesar 247.293 Ha. Lahan lebak seluas 70.382 Ha. Luas areal yang
sudah direklamasi 147.500 Ha dengan areal persawahan seluas 93.990 Ha.
Kecamatan Percut Sei Tuan Memiliki areal pasang surut potensial seluas 2100 Ha
yang digunakan untuk lahan pertanian dan pertambakan dengan saluran irigasi
sepanjang 41.931m. Kecamatan Percut Sei Tuan terdapat lahan yang potensial
untuk pertanaman pangan, namun banyak dialih fungsikan sebagai tambak yang
lebih menguntungkan, karena tanah kurang subur akibat salinasi.
Tanah salin adalah salah satu lahan yang belum dimanfaatkan secara luas
untuk kegiatan budidaya tanaman, hal ini disebabkan adanya efek toksik dan
peningkatan tekanan osmotik akar yang mengakibatkan terganggunya
pertumbuhan tanaman. Habitat salin ditandai oleh kelebihan garam anorganik dan
terutama terjadi di daerah kering dan semi kering. Akumulasi garam dalam tanah
lapisan atas biasanya hasil dari evapotranspirasi menyebabkan kenaikan air tanah
yang mengandung garam. Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula (CMA)
tanaman pada tanah salin. Cendawan ini membentuk simbiosis mutualistik dengan
perakaran tanaman sehingga dapat membantu tanaman tumbuh lebih baik pada
daerah-daerah marjinal. Mikoriza adalah simbiosis antara fungi tanah dengan akar
tanaman yang memiliki banyak manfaat di bidang pertanian, diantaranya adalah
membantu meningkatkan status hara tanaman, meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap kekeringan, penyakit, dan kondisi tidak menguntungkan lainnya. Fungi
ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif teknologi untuk membantu
pertumbuhan, meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman yang ditanam
pada lahan - lahan marjinal (Nurbaity, dkk, 2009).
Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
respon pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max (L.) Merill) dengan
pemberian FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada tanah salin.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui respon pertumbuhan dan komponen produksi kedelai
yang diberi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada tanah salin.
Hipotesis Penelitian
Diduga ada pengaruh pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)
terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai pada tanah salin.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara, Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Sharma (1993), tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Polypetales
Family : Papilionaceae
Genus : Glycine
Species : Glycine max (L.)
Sistem perakaran kedelai adalah akar tunggang yang terdiri dari akar
utama dan akar cabang. Selain sebagai penyerap unsur hara dan penyangga
tanaman, pada perakaran kedelai ini adalah merupakan tempat terbentuknya
bintil/nodul akar yang berfungsi sebagai bakteri Rhizobium
(Rahman dan Tambas, 1986). Kedelai adalah tanaman setahun yang tumbuh tegak
(tinggi 70-150 cm). menyemak berbulu halus (pubescens), dengan sistem
perakaran luas (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Waktu tanaman kedelai masih sangat muda, atau setelah fase menjadi
kecambah dan saat keping biji belum jatuh, batang dapat dibedakan menjadi dua.
Bagian batang di bawah keping biji yang belum lepas disebut hipokotil,
sedangkan bagian di atas keping biji disebut epycotil. Batang kedelai tersebut
Terdapat empat tipe daun yang berbeda, yaitu kotiledon atau daun biji,
daun primer sederhana, daun bertiga, dan daun profila. Daun primer sederhana
berbentuk telur (oval) berupa daun tunggal (unifoliat) dan bertangkai sepanjang
1-2 cm, terletak berseberangan pada buku pertama di atas kotiledon. Daun-daun
berikutnya daun bertiga (trifoliat), namun adakalanya terbentuk daun berempat
atau daun berlima (Soemaatmadja dkk, 1999).
Kultivar kedelai memiliki bunga bergerombol terdiri atas 3-15 bunga yang
tersusun pada ketiak daun. Karakteristik bunganya seperti famili Legum lainnya,
yaitu corolla (mahkota bunga) terdiri atas 5 petal yang menutupi sebuah pistil dan
10 stamen (benang sari). 9 stamen berkembang membentuk seludang yang
mengelilingi putik, sedangkan stamen yang kesepuluh terpisah bebas
(Poehlman and Sleper, 1995)
Banyaknya polong tergantung jenisnya. Ada jenis kedelai yang
menghasilkan banyak polong, ada pula yang sedikit. Berat masing-masing biji pun
berbeda-beda, ada yang bisa mencapai berat 50-500 gram per 100 butir biji.
Warna biji pun berbeda-beda. Perbedaan warna biji dapat dilihat pada belahan biji
ataupun pada selaput biji, biasanya kuning atau hijau transparan (tembus cahaya).
Disamping itu ada pula biji yang berwarna gelap kecoklat-coklatan sampai hitam,
atau berbintik-bintik. Semua varietas kedelai mempunyai bulu pada batang,
cabang, daun dan polong-polongnya. Lebat atau tidaknya bulu serta kasar
atau halusnya bulu tergantung dari varietas masing-masing
Syarat Tumbuh Iklim
Kedelai merupakan tanaman hari pendek, yakni tidak akan berbunga bila
lama penyinaran (panjang hari) melampaui batas kritis. Setiap varietas
mempunyai panjang hari kritis. Apabila lama penyinaran kurang dari batas kritis,
maka kedelai akan berbunga. Dengan lama penyinaran 12 jam, hampir semua
varietas kedelai dapat berbunga dan tergantung dari varietasnya,
umumnya berbunga beragam dari 20 hingga 60 hari setelah
tanam. Apabila lama penyinaran melebihi periode kritis, tanaman
tersebut akan meneruskan pertumbuhan vegetatifnya tanpa berbunga
(Soemaatmadja, dkk, 1985).
Pada awalnya kedelai merupakan tanaman subtropika hari pendek, namun
setelah di domestikasi dapat menghasilkan banyak kultivar yang dapat beradaptasi
terhadap lintang yang berbeda. Kemampuannya untuk ditanam dimana saja adalah
keunggulan utama tanaman ini. Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu
20-25 0C. Suhu 12-20 0C adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses
pertumbuhan tanaman, tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan
pemunculan biji. Pada suhu yang lebih tinggi dari 30 0C, fotorespirasi cenderung
mengurangi hasil fotosintesis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Kedelai menghendaki air yang cukup pada masa pertumbuhannya
terutama pada saat pengisian biji. Curah hujan yang optimal untuk budidaya
kedelai adalah 100-200 mm/bulan. Tanaman kedelai dapat tumbuh pada
Tanah
Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asal drainase dan
aerasi tanah cukup baik. Tanah-tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol,
grumosol, latosol, dan andosol. Pada tanah-tanah podsolik merah kuning dan
tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang baik,
kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah yang
cukup (Andrianto dan Indarto, 2004).
Kedelai termasuk tanaman yang mampu beradaptasi terhadap berbagai
agroklimat, menghendaki tanah yang cukup gembur, tekstur lempung berpasir dan
liat. Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang mengandung
bahan organik dan pH antara 5,5-7 (optimal 6,7). Tanah hendaknya mengandung
cukup air tapi tidak sampai tergenang (Departemen Pertanian, 1996).
Untuk pertumbuhan kedelai yang optimal tanah perlu mengandung unsur
hara yang cukup gembur dan bebas dari gulma. Tingkat keasaman (pH) tanah :
6,0-6,8 merupakan keadaan optimal untuk pertumbuhan kedelai dan pertumbuhan
bakteri rhizobium, dan pada tanah dengan pH 5,5 kedelai masih memberi hasil
(Departemen Pertanian, 1996).
Salinitas
Salinitas, proses ini terjadi di daerah kering dan panas merupakan gerakan
garam dari profil tanah bawah (sub soil) ke bagian atas (top soil). Pada bagian atas
terjadi penguapan yang intensif (suasana panas dan kering), sehingga
menyebabkan larutan garam bergerak secara kapilaritas ke atas, menguap, dan
meninggalkan endapan garam dipermukaan tanah. Apabila proses ini berlangsung
Indonesia proses ini tidak berlangsung sepanjang tahun, hanya terdapat di daerah
panas dan kering. Pada musim kemarau terjadi salinisasi, sebaliknya pada musim
hujan terjadi desilinisasi. Pengurangan kadar garam dipermukaan tanah terjadi
karena curah hujan yang turun kemudian melindi ke bawah. Proses salinisasi
hanya terjadi pada tanah yang mempunyai tekstur halus sampai sangat halus
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Tanah-tanah dipengaruhi oleh konsentrasi garam natrium yang tinggi
terjadi melalui 2 cara utama. Yang paling sederhana tanah-tanah pantai yang
digenangi oleh air laut paling tidak sekali dalam setahun, didominasi oleh ion Na+
dan Cl- dan berciri basah (rawa bergaram) atau dalam daerah pedalaman yang
sangat kering dimana evaporasi yang terjadi melebihi presipitasi,influksi air yang
mengandung garam terlarut pada konsentrasi yang sangat rendah pada jangka
waktu yang lama, bisa menyebabkan akumulasi secara besar-besaran garam di
lapisan tanah sebelah atas karena air tanah bergerak lebih banyak ke atas kareana
pencucian yang minimal (Fitter dan Hay, 1991).
Pemanfaatan tanah salin menjadi areal pertanian banyak mengalami
hambatan.. Tanah salin adalah tanah yang mengandung garam mudah larut yang
jumlahnya cukup besar bagi pertumbuhan kebanyakan tanaman seperti klorida
atau sulfat. Kemasaman (pH) tanah salin sekitar 8,5 dan pertukaran kation kurang
dari 15%. Masalah salinitas timbul apabila konsentrasi garam NaCl, Na2CO3,
Na2SO4 terdapat dalam tanah dalam jumlah yang berlebih (Chapman, 1975).
Salinitas adalah konsentrasi garam-garam terlarut dalam jumlah besar yang dapat
Pengaruh Salinitas Terhadap Tanaman
Salinitas adalah salah satu faktor abiotik penting yang membatasi produksi
kedelai di seluruh dunia. Reklamasi tanah bukanlah pilihan ekonomis untuk
meningkatkan produksi kedelai yang mengalami cekaman salinitas. Oleh karena
itu, perbaikan genetik untuk toleransi garam merupakan pilihan yang lebih hemat
biaya. Pemuliaan konvensional telah memberikan kontribusi signifikan terhadap
peningkatan kedelai dalam 50 tahun terakhir. Melalui pemuliaan konvensional,
mudah untuk memanipulasi pewarisan sifat-sifat kualitatif yang kurang peka
terhadap perubahan lingkungan, tetapi sifat kuantitatif seperti hasil atau toleransi
terhadap stres abiotik secara signifikan dipengaruhi oleh lingkungan
(Pathan, et.al, 2007).
Pengaruh salinitas pada tanaman sangat kompleks. Salinitas akan
menyebabkan stres ion, stres osmotik dan stres sekunder. Stres ion yang paling
penting adalah keracunan Na+. Ion Na yang berlebihan pada permukaan akar akan
menghambat serapan K+ oleh akar. Ion K sangat berperan untuk mempertahankan
turgor sel dan aktivitas enzim (Xiong dan Zhu, 2002). Na pada partikel tanah akan
mengakibatkan pembesaran dan penutupan pori-pori tanah yang memperburuk
pertukaran gas serta dispersi material koloid tanah (Sipayung, 2003).
Stres osmotik terjadi karena peningkatan konsentrasi garam terlarut dalam
tanah akan meningkatkan tekanan osmotik sehinggga menghambat penyerapan air
dan unsur-unsur yang berlangsung melalui proses osmosis. Jumlah air yang
masuk ke dalam akar akan berkurang sehingga mengakibatkan menipisnya jumlah
persediaan air dalam tanaman. Stres osmotik pada tanaman ini mengakibatkan
tinggi pada tanaman akan menyebabkan stres sekunder yaitu kerusakan pada
struktur sel dan makromolekul seperti lipid, enzim dan DNA (Xiong dan Zhu,
2002). Gejala kekurangan hara dan keracunan pada tanaman dicirikan dengan
nekrosis, klorosis dan daun gugur (Majerus, 1996).
Dalam penelitian Manurung (2001) mengenai pengaruh NaCl dan KCl
terhadap pertumbuhan dan pruduksi serta serapan hara pada tanaman kedelai
menyatakan bahwa pengaruh NaCl terhadap berat 100 biji mempunyai hubungan
linier yang negatif dimana penambahan NaCl menurunkan berat rata-rata 100 biji,
lebih dipengaruhi faktor genetis bahwa suatu biji tidak terpengaruh oleh
meningkatnya dosis NaCl, tetapi antar varietas menunjukkan perbedaan
signifikan. Karakter biji lebih ditentukan oleh genetic tanaman itu, kecuali dalam
dosis letal. Rendahnya jumlah polong akibat pemberian 313,92 mg/pot NaCl
menunjukan bahwa dosis 100% NaCl telah menghambat proses fotosintesis dan
translokasi sehingga hasil asimilasi akan semangkin berkurang, akibat lain adalah
terganggunya translokasi dari tempat pembuatan (source) ke tempat pemanfaatan
atau sink, penghambatan ini respon tanaman dengan menurunkan laju fotosintesis
sehingga mengganggu transport asimilat dalam floem. Berat kering akar pada
pemberian NaCl di atas 78,48 mg/pot menurun dikarenakan semakin
meningkatnya ion Na di dalam tanah sehingga perkembangan akar akan menjadi
tertekan akibat akumulasi ion Na di sekitar komplek jerapan.
Tingginya konsentrasi garam menyebabkan gangguan pada seluruh siklus
hidup kedelai. Tingkat toleransi kedelai pada berbagai varietas kedelai bervariasi
menurut tingkat pertumbuhan. Perkecambahan biji kedelai akan terhambat pada
menurunkan persentase perkecambahan. Pengaruh garam pada tahap awal dan
penurunan persentase perkecambahan lebih menonjol pada varietas yang sensitif
dibandingkan varietas toleran. Sifat-sifat agronomi kedelai sangat dipengaruhi
oleh salinitas yang tinggi, diantaranya :
1. Pengurangan tinggi tanaman, ukuran daun, biomassa, jumlah ruas, jumlah
cabang, jumlah polong, bobot tanaman dan bobot 100 biji
2. Penurunan kualitas biji
3. Penurunan kandungan protein biji
4. Menurunkan kandungan minyak pada biji kedelai
5. Nodulasi kedelai
6. Mengurangi efisiensi fiksasi nitrogen
7. Menurunkan jumlah dan bobot bintil akar (Phang, et al, 2008) .
Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA)
Fungi mikoriza arbuskular adalah salah satu tipe fungi mikoriza dan
termasuk ke dalam golongan endomikoriza. Fungi mikoriza arbuskula termasuk
ke dalam kelas Zygomycetes, dengan ordo Glomales yang mempunyai 2
sub-ordo, yaitu Gigasporineae dan Glomineae. Gigasporineae dengan famili
Gigasporaceae mempunyai 2 genus, yaitu Gigaspora dan
Scutellospora. Glomaceae mempunyai 4 famili, yaitu famili Glomaceae dengan
genus Glomus dan Sclerocystis, famili Acaulosporaceae dengan genus
Acaulospora dan Entrophospora, Paraglomaceae dengan genus Paraglomus, dan
Archaeosporaceae dengan genus Archaeospora (
Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) merupakan asosiasi antara cendawan
Mikoriza berasal dari karta miko (mykes= cendawan) dan rhiza yang berarti akar.
Mikoriza dikenal dengan jamur tanah karena habitatnya berada di dalam tanah dan
berada di area perakaran tanaman (rizosfer). Selain disebut sebagai jamur tanah
juga biasa dikatakan sebagai jamur akar. Keistimewaan dari jamur ini adalah
kemampuannya dalam membantu tanaman untuk menyerap unsur hara terutama
unsur hara Phosphates (P) (Syib’li, 2008). Mikoriza merupakan suatu bentuk
hubungan simbiosis mutualistik antar cendawan dengan akar tanaman. Baik
cendawan maupun tanaman sama-sama memperoleh keuntungan dari asosiasi ini.
infeksi ini antara lain berupa pengambilan unsur hara dan adaptasi tanaman yang
lebih baik. Dilain pihak, cendawan pun dapat memenuhi keperluan hidupnya
(karbohidrat dan keperluan tumbuh lainnya) dari tanaman inang
(Anas, 1997).
Hampir semua tanaman pertanian akarnya terinfeksi cendawan mikoriza.
Gramineae dan Leguminosa umumnya bermikoriza. Jagung merupakan contoh
tanaman yang terinfeksi hebat oleh mikoriza. Tanaman pertanian yang telah
dilaporkan terinfeksi mikoriza vesikular-arbuskular adalah kedelai, barley,
bawang, kacang tunggak, nenas, padi gogo, pepaya, selada, singkong dan sorgum.
Tanaman perkebunan yang telah dilaporkan akarnya terinfeksi mikoriza adalah
tebu, teh, tembakau, palem, kopi, karet, kapas, jeruk, kakao, apel dan anggur
(Rahmawati, 2003).
Fungi ini membentuk spora di dalam tanah dan dapat berkembang biak
jika berassosiasi dengan tanaman inang. Sampai saat ini berbagai usaha telah
dilakukan untuk menumbuhkan cendawaan ini dalam media buatan, akan tetapi
yang menyebabkan FMA belum dapat dipoduksi secara komersil dengan
menggunakan media buatan, walaupun pengaruhnya terhadp pertumbuhan
tanaman sangat mengembirakan. Spora cendawan ini sangat bervariasi dari sekitar
100 µm sampai 600 µm. oleh karena ukuranya yang cukup besar inilah maka
spora ini dapat dengan mudah diisolasi dari dalam tanah dengan menyaringnya
(Pattimahu, 2004).
Peranan Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dalam Pertumbuhan tanaman Tanaman yang bermikoriza tumbuh lebih baik dari tanaman tanpa
bermikoriza. Penyebab utama adalah mikoriza secara efektif dapat meningkatkan
penyerapan unsur hara baik unsur hara makro maupun mikro. Selain daripada itu
akar yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan yang
tidak tersedia bagi tanaman (Anas, 1997).
Selain dari pada membentuk hifa internal, mikoriza juga membentuk hifa
ekternal. Pada hifa ekternal akan terbentuk spora, yang merupakan bagian penting
bagi mikoriza yang berada diluar akar. Fungsi utama dari hifa ini adalah untuk
menyerap fospor dalam tanah. Fospor yang telah diserap oleh hifa ekternal, akan
segera dirubah manjadi senyawa polifosfat. Senyawa polifosfat ini kemudian
dipindahkan ke dalam hifa internal dan arbuskul. Di dalam arbuskul senyawa
polifosfat ini kemudian dipindahkan ke dalam hifa internal dan arbuskul. Di
dalam arbuskul senyawa polifosfat dipecah menjadi posfat organik yang
kemudian dilepaskan ke sel tanaman inang. Dengan adanya hifa ekternal ini
penyerapan hara terutama posfor menjadi besar dibanding dengan tanaman yang
tidak terinfeksi dengan mikoriza. Peningkatan serapan posfor juga disebabkan
suatu enzim yang diserap oleh tanaman. Sebagai contoh dapat dilihat pengaruh
mikoriza terhadap pertumbuhan berbagai jenis tanaman dan juga kandungan
posfor tanaman (Anas, 1997).
Tanaman yang bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan dari pada
yang tidak bermikoriza. Rusaknya jaringan korteks akibat kekeringan dan matinya
akar tidak akan permanen pengaruhnya pada akar yang bermikoriza. Setelah
periode kekurangan air (water stress), akar yang bermikoriza akan cepat kembali
normal. Hal ini disebabkan karena hifa cendawan mampu menyerap air yang ada
pada pori-pori tanah saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air.
Penyebaran hifa yang sangat luas di dalam tanah menyebabkan jumlah air yang
diambil meningkat (Anas, 1997).
Terbungkusnya permukaan akar oleh mikoriza menyebabkan akar
terhindar dari serangan hama dan penyakit. Infeksi patogen akar terhambat.
Tambahan lagi mikoriza menggunakan semua kelebihan karbohidrat dan eksudat
akar lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi patogen. Dilain
pihak, cendawan mikoriza ada yang dapat melepaskan antibiotik yang dapat
mematikan patogen (Anas,1997).
Mikoriza sangat mengurangi perkembangan penyakit busuk akar yang
disebabkan oleh Phytopthora cenamoni. Demikian pula mikoriza telah dilaporkan
dapat mengurangi serangan nematode. Jika terhadap jasad renik berguna, FMA
memberikan sumbangan yang menguntungkan, sebaliknya terhadap jasad renik
penyebab penyakit FMA justru berperan sebagai pengendali hayati yang aktif
terutama terhadap serangan patogen akar (Huang et al., 1993). Interaksi
kemampuan FMA dalam melindungi tanaman terhadap serangan patogen
tergantung spesies, atau strain fungi FMA dan tanaman yang terserang
(Mosse, 1981). Telah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa cendawan
mikoriza dapat menghasilkan hormon seperti, sitokinin dan giberalin. Zat
pengatur tumbuh seperti vitamin juga pernah dilaporkan sebagai hasil
metabolisme cendawan mikoriza (Anas, 1997)
Selain itu fungi mikoriza dapat meningkatkan produksi hormon seperti
auksin, sitokinin (Subashini & Natarajan 1997; Hapsoh 2003). Auksin dapat
berfungsi meningkatkan elastisitas dinding sel dan mencegah atau memperlambat
proses penuaan akar, dengan demikian fungsi akar sebagai penyerap unsur hara
dan air diperpanjang (Hapsoh, 2008).
Berbagai mekanisme dapat membantu memperbaiki cekaman kekeringan
pada tanaman bermikoriza, sehingga memperlancar pemulihan tanaman setelah
kekeringan. Sebagai contoh fungi mikoriza kadang-kadang meningkatkan panjang
akar atau meningkatkan sistem perakaran, memungkinkan tanaman terinfeksi
untuk mengeksplorasi lebih banyak volume tanah dan mengekstrasi lebih banyak
air dibandingkan dengan tanaman tidak terinfeksi selama kekeringan. Hifa
mikoriza dapat mempertahankan kontak tanah-akar yang lebih baik selama
kekeringan dan memudahkan pengambilan air. Dengan demikian tanaman
bermikoriza lebih tahan cekaman kekeringan, kemasaman, salinitas, keracunan
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Lahan
Areal penelitian dibersihkan dari gulma dan sampah lainnya. Lahan diukur
dan dilakukan pembuatan blok dengan ukuran 6.9 m x 3.8 m dengan jarak tanam
20 cm x 30 cm dan antar blok 50 cm. Dilakukan pada 2 minggu sebelum
melakukan penanaman.
Aplikasi FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) dan Penanaman
Aplikasi FMA dalam bentuk inokulan diberikan bersamaan dengan
penananaman sebanyak 10 g/lubang tanam sesuai dengan perlakuan. Setelah itu
inokulan ditutup dengan kompos dan benih kedelai ditanam 2 benih/lubang
tanam, kemudian ditutup kembali dengan komposdan diberi jarak antara tanaman
20 x 30 cm.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan sesuai dosis anjuran kebutuhan pupuk kedelai yaitu
100 kg Urea/ha (0.2 g/lubang tanam), 200 kg TSP/ha (0.4 g/lubang tanam), dan
100 kg KCl/ha (0.2 g/lubang tanam). Pemupukan urea dilakukan dalam 2 tahap
yakni pada saat penanaman sebanyak setengah dosis anjuran setengah dosis lagi
diberikan pada saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam (HST), sedangkan
pupuk TSP dan KCL diberikan pada saat pengolahan tanah.
Penjarangan
Penjarangan dilakukan dengan meninggalkan 1 tanaman saja yang
PemeliharaanTanaman Penyiraman
Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari atau
disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Penyulaman
Penyulaman dilakukan untuk menggantikan tanaman yang mati dengan
tanaman cadangan yang masih hidup pada umur yang sama yang telah disediakan
sesuai varietas dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah
tanam (MST).
Penyiangan
Penyiangan dilakukan secara manual dengan cara mencabut gulma yang
ada disekitar tanaman, hal ini dilakukan untuk menghindari persaingan dalam
mendapatkan unsur hara dari dalam tanah. Penyiangan dilakukan pada 4 MST,
7 MST, dan 10 MST
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida
Decis 2,5 EC (mengandung Deltamethrin 25 g/l) 2 cc/l, sedangkan pengendalian
penyakit dilakukan dengan menyemprot Dithane M-45 (mengandung Mankozeb
80%) 2cc/l. Masing – masing disemprot ketika tanaman berumur 8 MST.
Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal batang sampai titik
tumbuh dengan menggunakan meteran. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan
Jumlah Cabang (cabang)
Penghitungan jumlah cabang dilakukan dengan menghitung jumlah
cabang yang muncul di sekitar batang utama. Penghitungan jumlah cabang
dilakukan sejak tanaman berumur 3 MST hingga 5 MST.
Umur Berbunga (hari)
Pengamatan umur berbunga dilakukan dengan pada saat bunga sudah
mulai muncul pada setiap tanaman yang masih hidup. Dilakukan sejak tanaman
berumur 5 MST pada tanaman yang masih hidup.
Jumlah Polong Per Tanaman (polong)
Pengamatan dilakukan terhadap semua jumlah polong setiap tanaman
dengan menghitung jumlah polong berisi dan jumlah polong hampa. Pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dari analisis sidik ragam diketahui bahwa mikoriza berpengaruh nyata
pada parameter tinggi tanaman 3 MST sampai 5 MST, jumlah cabang, jumlah
polong per tanaman, dan umur berbunga pada kedelai.
Tinggi tanaman (MST)
Dari analisis sidik ragam (Lampiran 4 – 11) dapat diketahui bahwa
mikoriza berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman pada 3 MST
sampai 5 MST. Perkembangan tinggi tanaman pengaruh mikoriza dari 3 MST
sampai 5 MST dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan perkembangan tinggi tanaman (cm ) dari mikoriza
Perlakuan Umur Tanaman (MST)
2 3 4 5
M0= Tanpa FMA 11,28 16,53 a 21,91 a 26,70 b
M1= FMA 10 g/Tanaman 12,18 13,98 b 19,81 b 27,97 a Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5%.
Dari Tabel 1 dapat dilihat rataan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada
perlakuan M1 (27,97 cm) dan terendah pada M0 (26,70 cm)
Jumlah cabang (buah)
Dari analisis sidik ragam (Lampiran 12 - 17) dapat dilihat bahwa mikoriza
nyata terhadap parameter jumlah cabang. Perbedaan jumlah cabang dengan
pemberian mikoriza dari 2 MST sampai 5 MST dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan perkembangan jumlah cabang (buah) dari mikoriza
Perlakuan Umur Tanaman (MST)
3 4 5
M0= Tanpa FMA 0,75 b 2,00 b 2,17 a
M1= FMA 10 g/Tanaman 1,25 a 2,42 a 2,58 b
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa mikoriza berpengaruh nyata terhadap
jumlah cabang pada 3 MST sampai 5 MST dengan rataan jumlah cabang
terbanyak pada M1 ( 2,58 buah) dan terendah pada M0 (2,17 buah ).
Umur Berbunga (HST)
Dari analisis sidik ragam (Lampiran 18 dan 19) dapat dilihat bahwa
mikoriza berpengaruh nyata terhadap parameter umur berbunga. Rataan umur
berbunga dari varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan umur berbunga (HST) dari mikoriza
Perlakuan Umur Tanaman (HST)
M0= Tanpa FMA 28,83 b
M1= FMA 10 g/Tanaman 27,67 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5%. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa umur berbunga tercepat terdapat pada
perlakuan M1 (27,67 hari) dan yang terlama terdapat pada perlakuan M0 yaitu
(28,83 hari).
Jumlah Polong Per Tanaman (polong)
Dari analisis sidik ragam (Lampiran 20 dan 21) dapat dilihat bahwa
mikoriza berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah polong pertanaman.
Rataan jumlah polong per tanaman dapat dilihat pada Tabel 5.
Perlakuan Jumlah Polong Per Tanaman (buah)
M0= Tanpa FMA 7,92 b
M1= FMA 10 g/Tanaman 10,00 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5%. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa rataan jumlah polong per tanaman
terdapat pada perlakuan M1 (10,00 buah) dan yang terendah terdapat pada
Pembahasan
Pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai pada tanah salin
Pemberian mikoriza meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman pada
umur 5 MST, jumlah cabang dan jumlah polong serta mempercepat umur
berbunga. Diduga mikoriza membantu tanaman untuk menyerap unsur hara
terutama unsur hara Phosphates (P). Mikoriza merupakan suatu bentuk hubungan
simbiosis mutualisme antar cendawan dengan akar tanaman. Baik cendawan
maupun tanaman sama-sama memperoleh keuntungan dari asosiasi ini, antara lain
berupa pengambilan unsur hara dan adaptasi tanaman yang lebih baik. Tanaman
yang bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan dan salinitas dari pada yang
tidak bermikoriza. Hifa cendawan mampu menyerap air serta Phospates yang ada
pada pori-pori tanah saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air.
Penyebaran hifa yang sangat luas di dalam tanah menyebabkan jumlah air yang
diambil meningkat. Fungsi utama dari hifa ini adalah untuk menyerap fospor
dalam tanah. Fospor yang telah diserap oleh hifa ekternal, akan segera dirubah
manjadi senyawa polifosfat. Senyawa polifosfat ini kemudian dipindahkan ke
dalam hifa internal dan arbuskul. Di dalam arbuskul senyawa polifosfat ini
kemudian dipindahkan ke dalam hifa internal dan arbuskul. Di dalam arbuskula
senyawa polifosfat dipecah menjadi posfat organik yang kemudian dilepaskan ke
sel tanaman inang. Dengan adanya hifa ekternal ini penyerapan hara terutama
posfor menjadi besar dibanding dengan tanaman yang tidak terinfeksi dengan
mikoriza. Peningkatan serapan posfor juga disebabkan oleh makin meluasnya
daerah penyerapan, dan kemampuan untuk mengeluarkan suatu enzim yang
pertumbuhan berbagai jenis tanaman dan juga kandungan posfor tanaman
(Anas, 1997). Banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa cendawan
mikoriza dapat menghasilkan hormon seperti, sitokinin dan giberalin. Zat
pengatur tumbuh seperti vitamin juga pernah dilaporkan sebagai hasil
metabolisme cendawan mikoriza (Anas, 1997). Selain itu fungi mikoriza dapat
meningkatkan produksi hormon seperti auksin, sitokinin. Auksin dapat berfungsi
meningkatkan elastisitas dinding sel dan mencegah atau memperlambat proses
penuaan akar, dengan demikian fungsi akar sebagai penyerap unsur hara dan air
diperpanjang (Hapsoh, 2008).
Perlakuan pemberian mikoriza menunjukkan perbedaan yang nyata
terhadap umur berbunga kedelai pada tanah salin yaitu diperoleh umur berbunga
tanaman tercepat pada pemberian mikoriza (37,92 hari) dan yang terendah yaitu
tanpa pemberian mikoriza (39,92 hari). Penyebab utama adalah mikoriza secara
efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara baik unsur hara makro maupun
mikro. Selain dari pada itu akar yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara
dalam bentuk terikat dan yang tidak tersedia bagi tanaman (Anas, 1997). Tanaman
bermikoriza lebih tahan cekaman kekeringan, kemasaman, salinitas, keracunan
logam berat dalam tanah (Hapsoh, 2008). Dengan demikian mikoriza dapat
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Pertumbuhan dan produksi kedelai dengan pemberian mikoriza pada tanah
salin meningkatkan tinggi tanaman, jumlah cabang tanaman, jumlah polong per
tanaman, serta mempercepat umur berbunga tanaman.
2. Pemberian mikoriza memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan dan
komponen produksi tanaman dibandingkan tanpa pemberian mikoriza.
Saran
Untuk lahan penelitian di tanah salin selanjutnya sebaiknya plot dibuat
DAFTAR PUSTAKA
Anas, I. 1997.Bioteknologi Tanah. Laboratorium Biologi Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB
Andrianto, T. T., dan N. Indarto. 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Panjang. Absolut, Yogyakarta. hlm: 15-17
Atman, 2009. Strategi Peningkatan Produksi Kedelai Di Indonesia. Jurnal BPTP, Sumatera Barat.
Chapman, U. J. 1975. The Salinity Problem in General, Its Importance and Distribution with Special Reference to Natural Halophytes. Chapman and Hall Ltd, London.
Departemen Pertanian, 1996. Budidaya Tanaman palawija Pendukung Program Makan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Jagung, Kedelai, Kacang Tanah, Sorgum, Ubi Kayu, Sagu, Talas. Departemen Pertanian, Direktorat Jendral Tanaman Pangan dan Hortikultura. Hal: 11.
Fitter, A. H dan R. K. M Hay. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Penerjemah: Sri Ardani dan Purbayanti. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hapsoh,.2008. Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Budidaya Kedelai di Lahan Kering. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Budidaya Pertanian pada Fakultas Pertanian, Medan
Hadijah, 2012. Peranan Mikoriza Pada Acacia Auriculiformis yang ditumbuhkan pada Tanah Salin. UGM, Yogyakarta.
Kartasapoetra, A.G., 1988. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan di Daerah Tropik. Bina Aksara, Jakarta.
Kisman, 2007. Analisis Genetik dan Molekuler Adaptasi Kedelai Terhadap Intensitas Cahaya Rendah Berdasarkan Karakter Morfo-Fisiologi Daun. Disertasi IPB, Bogor.
Kusmiyati, dkk. 2009. Karakter Fisiologis, Pertumbuhan dan Produksi Legum Pakan Pada Kondisi Salin.Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan – Semarang, 20 Mei 2009
Majerus, M. 1996. Plant Materials for Saline- Alkaline Soils. USDA Natural Resources Conservation Services, Montana State University, USA.
Manurung, R.H. 1999. Program pencapaian swasembada kedelai 2001 (Gema Palagung 2001). hlm. 37-47. Dalam N. Sunarlin, D. Pasaribu, dan Sunihardi. Strategi Pengembangan Produksi Kedelai. Prosiding Lokakarya Pengembangan Produksi Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Nurbaity, E.,D, Herdiyanto dan O, Mulyani, 2009. Pemanfaatan Bahan Organik Sebagai Bahan Pembawa Inokulan Fungi Mikoriza. Jurnal Biologi, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung.
Pathan, M.S., J.D. Lee. J.G. Shannon and H.T. Nguyen. 2007. Recent Advances in Breeding For Drought and Salt Stress Tolerance in Soybean.
Pattimahu, D.V. 2004. Restorasi lahan kritis pasca tambang sesuai kaidah ekologi. Makalah Mata Kuliah Falsafah Sains, Sekolah Pasca Sarjana, IPB. Bogor.
Phang, T.H., G. Shao and H.M. Lam. 2008. Salt tolerance in Soybean. Journal of Integrative Plant Biology 50 (10) : 1196-1212.
Poehlman, J.M and D.A Sleper. 1995. Beerding Field Crops. Pamina Publishing Corporation, New Delhi. pp. 301 and 305.
Rosmarkam, A dan N.W Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius, Yogyakarta.hlm: 198-202.
Rubatzky, V.E., dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia, Prinsip, Produksi, dan Gizi. Jilid 2. Penerjemah C. Herison. ITB Press, Bandung
Sharma, O.P. 1993. Plant Taxonomy. Tata Mc Graw Hill publishing Company Limited, New Delhi.
Simatupang, P., Marwoto, dan D.K.S. Swastika. 2005. Pengembangan Kedelai dan Kebijakan Penelitian di Indonesia. Lokakarya Pengembangan Kedelai di Lahan Suboptimal. BALITKABI Malang.
Sipayung, R. 2003. Stres Garam dan Mekanisme Toleransi Tanaman. USU, Medan.
Soemaatmadja, S., M. I. Sumarno, M. Syam, S.O Manurung, Yuswadi, 1985. Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Hal: 87.
Xiong, I dan J.K. Zhu. 2002. Salt Tolerance in The Arabidopsis. American Society of Plant Biologists.
Lampiran 1: Bagan Penelitian
BLOK
I II III IV V VI 6.9 m
b a
Keterangan
a : Jarak antar plot 30 cm U
b : Jarak antar blok 50 cm
Luas Lahan 6.9 m x 3.8 m
M1 M0 M0 M1 M0 M1
Lampiran 2: Bagan tanaman per plot
1.1 m
a
b
c c
Keterangan :
a : Jarak tanam 30 cm b : Jarak tanam 20 cm