STUDI PERBANDINGAN EFEKTIVITAS INFUS KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa Linn.) YANG SEGAR DAN
KERING TERHADAP KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH MARMUT
SKRIPSI
DISUSUN OLEH:
ANDI JOSEP NICOLAS HUTAHAEAN NIM 050804066
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
STUDI PERBANDINGAN EFEKTIVITAS INFUS KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa Linn.) YANG SEGAR DAN
KERING TERHADAP KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH MARMUT
Oleh :
ANDI JOSEP NICOLAS HUTAHAEAN NIM 050804066
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: April 2010
Pembimbing I, Panitia Penguji
(Dr. Ginda Haro, M.Sc.,Apt.) (Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.) NIP. 195108161980031002 NIP. 195311281983031002
Pembimbing II, (Dr. Ginda Haro, M.Sc.,Apt.) NIP. 195108161980031002
(Drs. Saiful Bahri, MS., Apt.) (Dra. Saodah M.Sc., Apt.) NIP. 195208241983031001 NIP. 194901131976032001
(Dra. Herawaty M.Si., Apt.) NIP. 195112231980032002
Studi Perbandingan Efektivitas Infus Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.) yang Segar dan Kering terhadap Kadar
Kolesterol Serum Darah Marmut Abstrak
Hibiscus sabdariffa L., merupakan tumbuhan yang telah lama digunakan
sebagai minuman ringan dan herba pengobatan, telah ditemukan dapat
menurunkan kolesterol darah hewan. Umumnya Hibiscus sabdariffa L. digunakan
dengan cara menyeduh kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) yang telah
dikeringkan, namun penggunaan rosella yang segar jarang dilaporkan di
Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan efektivitas dari
kelopak bunga rosela yang segar dan kering dalam menurunkan kolesterol darah.
Telah dilakukan studi efek penurunan kolesterol darah dalam
kelompok-kelompok dari hewan marmut dengan pemberian infus kelopak bunga rosella.
Kelompok 1 (kelompok kontrol) mendapat jumlah yang sesuai dengan air
secukupnya. Kelompok 2 diberikan dosis dari ekstrak air kelopak bunga rosella
segar dan kelompok 3 diberikan dosis dari ekstrak air kelopak bunga rosella
kering. Infus dilakukan dengan cara pemanasan pada suhu 90oC selama 15 menit.
Marmut diberikan makanan yang mengandung kolesterol selama 5 minggu
untuk meningkatkan kadar kolesterol darah marmut menjadi hiperkolesterolemia.
Kemudian marmut diberi perlakuan dengan infus dari kelopak bunga rosella yang
segar dan kering, setelah 6 jam serum kolesterol darah ditentukan. Hasilnya
menunjukkan infus kelopak bunga rosella segar menurunkan kadar kolesterol
hingga 1,66 mg/dl serum kolesterol darah dan kelopak bunga rosella kering
menurunkan kadar kolesterol hingga 4,50 mg/dl serum kolesterol darah. Secara
statistic kelompok dengan pemberian infuse kelopak bunga rosella segar dan
kering tidak menunjukkan perbedaan. Baik kelopak bunga rosella yang segar
maupun yang kering menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Kelompok kontrol menunjukkan peningkatan hingga mencapai
20 mg/dl kolesterol serum darah, 6 jam setelah perlakuan dengan hanya aquadest
(tanpa dosis ekstrak Hibiscus sabdariffa L.)
Kata Kunci : Hibiscus sabdariffa L., Kolesterol, ekstrak air, hiperkolesterolemia, kelopak bunga yang segar dan kering.
Study of Comparison of Fresh and Dried Roselle calyces (Hibiscus sabdariffa Linn.) Infusion Effectivity on Guinea Pigs
Blood Serum Cholesterol Level. Abstract
Hibiscus sabdariffa L., a plant long used as a soft drink and medical herb,
has been found to reduce blood cholesterol in animals. Commonly Hibiscus
sabdariffa L. were used by brewing the dried roselle calyces (Hibiscus sabdariffa
L.) but the fresh roselle calyces were reported uncommonly in Indonesia. The aim
of this research is to compare the effectivity of fresh to dried roselle calyx in
reducing blood cholesterol.
It has been conducted study of cholesterol reducing effect in groups of
guinea pigs given infusion of roselle calyces. Group 1 (control group) received an
equivalent volume of water ad libitum. Group 2 were given dose of fresh calyces
aqueous extract and group 3 were given dose of dry calyces aqueous extract. The
infusion were done by means of heat in 90oC for 15 minutes.
The guinea pigs were fed cholesterol containing food during 5 weeks to
increase guinea pigs blood cholesterol level become hypercholesterolemia. Then
the guinea pigs were treated with aqueous extract of fresh and dry calyces of
roselle, after 6 hours serum cholesterol were determined. The result shows that
aqueous extract of fresh calyces of roselle decrease to 1.66 mg/dl blood serum
cholesterol and dry calyces of roselle decrease serum cholesterol to 4.50 mg/dl
blood serum cholesterol. Statistically groups that were given infusion of fresh and
dry roselle calyces didn’t showed a difference. Both fresh and dry calyces of
roselle show a significant difference compared to control group. The control
group show elevated level reached to 20 mg/dl of blood serum cholesterol after 6
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2.Perumusan Masalah ... 3
1.3.Hipotesis ... 3
1.4.Tujuan Penelitian... 4
1.5.Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Uraian Tumbuhan ... 5
2.1.1. Sistematika Tumbuhan ... 5
2.1.2. Nama Lain (Sinonim) ... 6
3.5.2. Pembuatan Infus Kelopak Bunga Rosella 10% ... 21
3.5.3.Pemberian Infus Rosella pada Marmut yang Hiperkolesterolemia ... 21
3.5.4. Pengambilan Darah ... 22
3.5.5. Pengukuran Kadar Kolesterol Serum Darah Marmut ... 22
3.6. Analisis Data ... 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
4.1. Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 24
4.2. Hasil Karakterisasi Simplisia ... 24
4.3. Hasil Penentuan Kadar Kolesterol ... 25
4.4. Perbandingan Efek Antikolesterol Dari Infus Rosella Kering Dan Segar... 28
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 30
5.1. Kesimpulan ... 30
5.2. Saran ... 30
DAFTAR PUSTAKA ... 31
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Hasil Karakterisasi Simplisia ... 24
Tabel 2. Kadar Kolesterol Darah Marmut Normal, Hiperkolesterolemia dan
Setelah Pemberian infus rosella ... 25
Tabel 3. Kandungan Ekstrak Air Hibiscus sabdariffa L. Dengan Menggunakan
HPLC dengan Deteksi Sinar Dioda yang digabung dengan ESI dan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Diagram Kadar Kolesterol Serum Darah Marmut Normal,
Hiperkolesterolemia, dan setelah Pemberian Infus Rosella
± SD ... 25
Gambar 2. Grafik Kadar Kolesterol Serum Darah Marmut Normal, Hiperkolesterolemia, Dan Setelah Pemberian Infus Rosella ± SD ... 26
Gambar 3. Gambar Tumbuhan Rosella ... 35
Gambar 4. Gambar Kelopak Bunga Rosella Segar ... 36
Gambar 5. Gambar Sabdariffa Calyx ... 36
Gambar 6. Bagan Pengolahan Sampel ... 34
Gambar 7. Bagan Alur Penyiapan Hewan Uji Hiperkolesterolemia ... 42
Gambar 8. Bagan Alur Pembuatan Infus Rosella Kering 10% ... 43
Bagan Alur Pembuatan Infus Rosella Segar 10% ... 43
Gambar 9. Bagan Alur Pengambilan Darah Marmut ... 44
Gambar 10. Bagan alur Pengukuran Kadar Kolesterol Serum Darah Marmut 45
Gambar 11. Alat Vitros ... 49
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan ... 33
Lampiran 2. Bagan Pengolahan Sampel ... 34
Lampiran 3. Morfologi Kelopak dan Makroskopik Simplisia ... 35
Lampiran 4. Perhitungan Penetapan Kadar Air... 37
Lampiran 5. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air ... 38
Lampiran 6. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol ... 39
Lampiran 7. Penetapan Kadar Abu ... 40
Lampiran 8. Bagan Alur Penyiapan Hewan Uji Hiperkolesterolemia ... 42
Lampiran 9. Bagan Alur Pembuatan Infus Rosella 10% ... 43
Lampiran 10. Bagan Alur Pengambilan Darah Marmut ... 44
Lampiran 11. Bagan Alur Pengukuran Kadar Kolesterol Serum Darah Marmut ... 45
Lampiran 12. Data Kadar Kolesterol Serum Darah Marmut ... 46
Lampiran 13. Hasil Uji Statistika dengan Program SPSS ... 47
Lampiran 14. Gambar Alat Vitros ... 49
Studi Perbandingan Efektivitas Infus Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.) yang Segar dan Kering terhadap Kadar
Kolesterol Serum Darah Marmut Abstrak
Hibiscus sabdariffa L., merupakan tumbuhan yang telah lama digunakan
sebagai minuman ringan dan herba pengobatan, telah ditemukan dapat
menurunkan kolesterol darah hewan. Umumnya Hibiscus sabdariffa L. digunakan
dengan cara menyeduh kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) yang telah
dikeringkan, namun penggunaan rosella yang segar jarang dilaporkan di
Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan efektivitas dari
kelopak bunga rosela yang segar dan kering dalam menurunkan kolesterol darah.
Telah dilakukan studi efek penurunan kolesterol darah dalam
kelompok-kelompok dari hewan marmut dengan pemberian infus kelopak bunga rosella.
Kelompok 1 (kelompok kontrol) mendapat jumlah yang sesuai dengan air
secukupnya. Kelompok 2 diberikan dosis dari ekstrak air kelopak bunga rosella
segar dan kelompok 3 diberikan dosis dari ekstrak air kelopak bunga rosella
kering. Infus dilakukan dengan cara pemanasan pada suhu 90oC selama 15 menit.
Marmut diberikan makanan yang mengandung kolesterol selama 5 minggu
untuk meningkatkan kadar kolesterol darah marmut menjadi hiperkolesterolemia.
Kemudian marmut diberi perlakuan dengan infus dari kelopak bunga rosella yang
segar dan kering, setelah 6 jam serum kolesterol darah ditentukan. Hasilnya
menunjukkan infus kelopak bunga rosella segar menurunkan kadar kolesterol
hingga 1,66 mg/dl serum kolesterol darah dan kelopak bunga rosella kering
menurunkan kadar kolesterol hingga 4,50 mg/dl serum kolesterol darah. Secara
statistic kelompok dengan pemberian infuse kelopak bunga rosella segar dan
kering tidak menunjukkan perbedaan. Baik kelopak bunga rosella yang segar
maupun yang kering menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Kelompok kontrol menunjukkan peningkatan hingga mencapai
20 mg/dl kolesterol serum darah, 6 jam setelah perlakuan dengan hanya aquadest
(tanpa dosis ekstrak Hibiscus sabdariffa L.)
Kata Kunci : Hibiscus sabdariffa L., Kolesterol, ekstrak air, hiperkolesterolemia, kelopak bunga yang segar dan kering.
Study of Comparison of Fresh and Dried Roselle calyces (Hibiscus sabdariffa Linn.) Infusion Effectivity on Guinea Pigs
Blood Serum Cholesterol Level. Abstract
Hibiscus sabdariffa L., a plant long used as a soft drink and medical herb,
has been found to reduce blood cholesterol in animals. Commonly Hibiscus
sabdariffa L. were used by brewing the dried roselle calyces (Hibiscus sabdariffa
L.) but the fresh roselle calyces were reported uncommonly in Indonesia. The aim
of this research is to compare the effectivity of fresh to dried roselle calyx in
reducing blood cholesterol.
It has been conducted study of cholesterol reducing effect in groups of
guinea pigs given infusion of roselle calyces. Group 1 (control group) received an
equivalent volume of water ad libitum. Group 2 were given dose of fresh calyces
aqueous extract and group 3 were given dose of dry calyces aqueous extract. The
infusion were done by means of heat in 90oC for 15 minutes.
The guinea pigs were fed cholesterol containing food during 5 weeks to
increase guinea pigs blood cholesterol level become hypercholesterolemia. Then
the guinea pigs were treated with aqueous extract of fresh and dry calyces of
roselle, after 6 hours serum cholesterol were determined. The result shows that
aqueous extract of fresh calyces of roselle decrease to 1.66 mg/dl blood serum
cholesterol and dry calyces of roselle decrease serum cholesterol to 4.50 mg/dl
blood serum cholesterol. Statistically groups that were given infusion of fresh and
dry roselle calyces didn’t showed a difference. Both fresh and dry calyces of
roselle show a significant difference compared to control group. The control
group show elevated level reached to 20 mg/dl of blood serum cholesterol after 6
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kolesterol merupakan sterol utama dalam tubuh manusia. Kolesterol
merupakan komponen struktural dari membran sel dan lipoprotein plasma, dan
merupakan starting material dari sintesis asam empedu dan hormon steroid
(Ganong, 1979).
Hiperkolesterolemia didefinisikan sebagai tingkat kolesterol yang lebih
tinggi dari normal. Hiperkolesterolemia yang dihasilkan dari perubahan metabolik
kolesterol, merupakan penyebab utama dari gangguan kardiovaskular, seperti
atherosclerosis dan penyakit jantung koroner (Tzu-Li Lin, et al, 2007)
Hiperkolesterolemia akan mengakibatkan terbentuknya Plaque timbunan
kolesterol bagian dari Low Density Lipoprotein (LDL), sel otot, beberapa protein,
dan kalsium yang akan menghambat aliran darah dalam pembuluh darah dengan
cara mempersempit pembuluh darah, mengeraskan dinding pembuluh darah dan
menutup pembuluh darah (Wardlaw, 2003). Ketika penimbunan dalam darah ini
menjadi cukup besar, kolesterol menghambat aliran darah yang kemudian
menimbulkan hipertensi.
Penggunaan tumbuhan secara tradisional dalam pengobatan terhadap
tingginya kadar kolesterol dalam darah semakin disukai karena pada umumnya
tidak menimbulkan efek samping seperti halnya obat-obatan dari bahan kimia
murni atau hasil sintesa.
Rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) tumbuh diseluruh bagian dunia dan telah
tumbuhan tropis yang memiliki tiga jenis warna kelopak yaitu hijau, merah dan
merah tua; kelopak berwarna merah dan merah tua diekstraksi dan diberi pemanis
untuk menghasilkan minuman penyegar sedangkan kelopak dan daun yang
berwarna hijau digunakan untuk membuat sup sayuran (Babalola, 2001). Ekstrak
air Hibiscus sabdariffa L. telah dilaporkan memiliki aktivitas antihipertensif
(Onyenekwe et al, 1999; Hajj dan Hajj, 1999). Kandungan kimia dalam Hibiscus
sabdariffa L. termasuk antosianin, flavonoid dan polifenol memiliki efek
kardioprotektif, mengurangi oksidasi LDL secara in vitro dan mengurangi kadar
kolesterol serum darah tikus dan kelinci (Tzu-Li Lin, et al, 2007), efek
hipokolesterolemik (Chen, et al., 2003), serta efek anti-oksidatif dan
hepatoprotektif (Amin dan Hamza, 2005) pada hewan.
Penggunaan rosella umumnya dengan menyeduh kelopak bunga yang
telah dikeringkan sebagai teh. Penggunaan rosella dalam bentuk segar belum
banyak dilaporkan di Indonesia, sementara di Malaysia hasil panen rosella segar
diproduksi langsung menjadi minuman kesehatan.
Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk membandingkan efek ekstrak air
dari kelopak bunga Rosela yang segar dan kering terhadap kadar kolesterol dalam
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah infus dari kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dapat
menurunkan kadar kolesterol dalam darah marmut yang mengalami
hiperkolesterolemia.
2. Apakah ada perbedaan efek yang signifikan antara pemberian infus
dari kelopak bunga rosella segar dengan kelopak bunga rosella yang
dikeringkan terhadap penurunan kadar kolesterol dalam darah marmut
yang mengalami hiperkolesterolemia.
1.3 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Infus dari kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dapat
menurunkan kadar kolesterol dalam darah marmut yang
mengalami hiperkolesterolemia.
2. Ada perbedaan yang signifikan antara infus dari kelopak bunga rosella
segar dengan kelopak bunga rosella yang dikeringkan terhadap
penurunan kadar kolesterol dalam darah marmut yang mengalami
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini:
1. Untuk mengetahui apakah infus dari rosella yang kering dan yang
segar dapat menurunkan kadar kolesterol darah marmut yang
mengalami hiperkolesterolemia.
2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan efek antikolesterol dari
kelopak bunga rosella segar dan kering.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai sumber informasi penggunaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Uraian Tumbuhan
Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) merupakan species dari Hibiscus alami
dunia tropis. Rosela merupakan tumbuhan tahunan atau herba perennial atau
semak dengan struktur berkayu, tumbuh hingga tinggi 2-2,5 m. daunnya berjari 3
sampai lima, dengan panjang 8-15 cm.
Bunganya berdiameter 8-10cm, putih hingga kuning pucat dengan noda
merah pada dasar di setiap lembaran bunga, dan memiliki kelopak berdaging
gemuk pada dasarnya; 1,5-2 cm lebarnya; bertumbuh hingga 3-3,5 cm; berdaging
dan merah terang seperti matang buah.
(en.wikipedia.com)
2.1.1. Sistematika Tumbuhan
Sistematika tumbuhan rosela :
Kingdom : Plantae
Species : Hibiscus sabdariffa L.
2.1.2. Nama Lain (Sinonim)
Sinonim : Asam paya
Nama umum : Rosela
Nama daerah : Dalam bahasa Melayu, tanaman ini dikenal dengan nama Asam
Paya, Asam Kumbang atau Asam susur.
2.1.3. Kandungan Kimia
Kelopak bunga rosela mengandung protein, serat, dan asam askorbat.
Kandungan mineral dari kelopak rosela kalsium, magnesium, kalium, natrium,
besi dan zinc (Babalola, 2001). Asam hidroksisitrat, asam hibiscus, asam
klorogenik, Myricetin 3-arabinogalactoside, Quercetin 3-sambubioside,
5-O-Caffeoylshikimic acid, Quercetin 3-rutinoside, Quercetin 3-glucoside, Kaempferol
3-O-rutinoside, N-Feruloyltyramine, Kaempferol 3-(p-coumarylglucoside),
Quercetin, Delphinidin 3-sambubioside, Cyanidin 3-sambubinoside,
7-Hydroxycoumarin (Rodríguez-Medina, 2009).
2.1.4. Khasiat dan Penggunaan
kelopak bunga Rosella dapat mengatasi berbagai macam penyakit, di
antaranya:
antioksidatif, antimutagenik, antikanker, hipolipidemik, protektif hati (Tzu Li Lin
et al., 2007) antihipertensif, retensi garam pada urin (Hussaini, 2004)
Hipokolesterolemik (Habibullah, 2007) pengobatan terhadap infeksi saluran
2.2. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia
yang disari mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein. Senyawa aktif yang terdapat dalam
berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid,
flavonoid dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung
simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat
(DitJen POM, 2000). Hasil ekstraksi disebut ekstrak. Ekstrak bisa dalam bentuk
sediaan kering, kental dan cair. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi
serbuk (DitJen POM, 1979).
Ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pangekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar). Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu
(terus-menerus) (Ditjen POM, 2000).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh perkolat yang
3. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu selama dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada
residu pertama 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna
(Ditjen POM, 2000).
4. Soxhletasi
Soxhletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus yang sampelnya dibungkus dengan kertas
saring sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan
dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).
5. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pangadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50oC (Ditjen POM, 2000).
6. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC)
selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM, 2000).
7. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik
8. Destilasi Uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri)
dari bahan segar atau simplisia dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan
parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu
sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa
kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa
kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian. Destilasi uap, bahan
(simplisia) benar-benar tidak tercelupkan ke air yang mendidih, namun dilewati
oleh uap air sehingga kandungan senyawa menguap ikut terdestilasi (DitJen POM,
2000).
2.3. Kolesterol
Kolesterol merupakan suatu lipida, alkohol berlilin yang ditemukan dalam
membran sel dan ditransportasikan dalam plasma darah dalam semua hewan.
Kolesterol merupakan komponen essensial dari membran sel mamalia yang
dibutuhkan untuk mengadakan permeabilitas membran dan fluiditas yang tepat.
Kolesterol adalah sterol dasar yang disintesa oleh hewan, tetapi jumlah yang kecil
disintesa dalam eukaryota yang lain, seperti tumbuhan dan jamur. Kolesterol tidak
ditemukan dalam prokariotik, termasuk bakteri.
Kolesterol merupakan bagian dari lipid tetapi memiliki struktur yang
bercincin banyak yang membuatnya berbeda dari lipid yang lain. Kolesterol tidak
memiliki tulang punggung gliserol ataupun mengandung asam lemak seperti
trigliserida. Namun, karena kolesterol tidak larut dalam air maka diklasifikasikan
Walaupun kolesterol essensial untuk kehidupan, jumlah yang tinggi dalam
sirkulasi dihubungkan dengan aterosklerosis. Kolesterol dapat termasuk dalam
makanan, diolah dalam tubuh melalui reabsorpsi oleh empedu dalam saluran
pencernaan dan menghasilkan de novo. Untuk orang dengan berat 68 kg, jumlah
total kolesterol tubuh sekitar 35 g, jumlah makanan sehari-hari yang dikomsumsi
adalah 200-300 mg dalam pola diet Amerika Serikat dan 1 gr perhari disintesa
menjadi de novo.
Nama asli kolesterol berasal dari bahasa Yunani chole (empedu) dan
stereos (padat), dan akhiran -ol untuk sebuah alkohol sebagaimana François
Poulletier de la Salle pertama sekali mengidentifikasi kolesterol dalam bentuk
padat dalam batu empedu pada tahun 1769. Namun, pada tahun 1815 seorang ahli
kimia
Kolesterol dibentuk oleh sel-sel tubuh dan dikonsumsi dalam makanan.
Setiap hari tubuh kita menghasilkan hingga 700 miligram kolesterol. Sekitar 10%
dari kolesterol ini dihasilkan oleh hati. Dari 700 miligram, sekitar 400 miligram
digunakan untuk membentuk asam empedu yang baru untuk menggantikan yang
hilang dalam feces, dan sekitar 50 miligram digunakan untuk membentuk
hormone-hormon tertentu. Kolesterol merupakan komponen struktur yang
dibutuhkan dari sel dan lapisan luar partikel yang menghantarkan lipid dalam
darah. Kandungan kolesterol di jantung, hati, ginjal dan otak cukup tinggi,
menggambarkan peran pentingnya di organ-organ ini. (Wardlaw et al.,2004)
penyakit jantung koroner, yang dapat menuju pada serangan jantung.
Meningkatnya tingkat dari kolesterol dalam sirkulasi menyebabkan penimbunan
pada bagian dalam dari pembuluh darah dan penimbunan ini disebut plaque.
Ketika penimbunan dalam darah ini menjadi cukup besar, mereka menghambat
pembuluh darah dan kemudian menurunkan aliran darah. Penimbunan ini
menghasilkan proses penyakit yang disebut atherosclerosis, yang dapat
mengakibatkan penggumpalan darah yang mampu menutup aliran darah.
Penimbunannya juga dapat mengeraskan dinding pembuluh dan hal itu
meningkatkan tekanan darah.
Hati memproduksi lebih banyak lipid dibanding organ tubuh yang lain.
Sumber karbon, hydrogen dan energi yang dibutuhkan untuk membuat senyawa
seperti trigliserida dan kolesterol termasuk karbohidrat dan protein diambil dari
aliran darah. Asam lemak yang diambil dari aliran darah merupakan sumber
utama dari sintesis trigliserida. Alcohol yang dikonsumsi dapat juga digunakan
untuk síntesis trigliserida dan colesterol. Hati menyelubungi kolesterol dan
trigliserida dengan kulit protein dan lipid. Proses ini menghasilkan apa yang
disebut very low density lipoprotein (VLDL).
Ketika VLDL meninggalkan hati, enzim lipoprotein lipase pada pembuluh
darah menghancurkan trigliserida dalam VLDL menjadi asam lemak dan gliserol.
VLDL yang masih tersisa menjadi partikel yang disebut low density lipoprotein
(LDL). Kolesterol merupakan penyusun utama dari LDL. (Wardlaw, 2003)
Partikel LDL diabsorbsi dari aliran darah oleh receptor-receptor pada sel,
dimasukkan, dan dihancurkan dalam sel. Kebanyakan LDL diambil oleh
mendukung proses ini, makanan tinggi akan lipid ini dapat mengurangi
pengambilan LDL oleh hati. Bagian dari colesterol dan protein diabsorbsi
kemudian dihantarkan melewati sel. Proses ini disebut receptor pathway for
cholesterol uptake.
Proses kedua, disebut scavenger pathway for cholesterol uptake, dapat
juga menghilangkan LDL dari sirkulasi. Jalur ini dilakukan oleh sel darah putih
‘scavenger’ tertentu, yang meninggalkan aliran darah dan menguburkan dirinya
dalam pembuluh darah. Sel-sel scavenger ini mendeteksi, menghancurkan
(oxidasi), menelan, dan mencerna LDL berlebih dalam sirkulasi darah. Ketika
dalam sel scavenger, LDL yang dioksidasi dicegah memasuki aliran darah
kembali.
Ketika sel scavenger telah mengumpulkan dan menyimpan kolesterol
bertahun-tahun pada titik berat, kolesterol dibangun dalam dinding pembuluh
darah—terutama dalam arteri—dan plaque pun timbul. Atherosclerosis, juga
diartikan sebagai pengerasan dari arteri, terjadi sebagaimana plaque tumbuh
dalam pembuluh darah. Hal ini biasanya menghambat supplai ke organ,
mengakibatkan tahap untuk serangan jantung dan masalah lain, atau dia koyak
dan menuntun kepada pembentukan gumpalan bekupada arteri ini atau arteri lain.
Beberapa makanan memiliki sifat-sifat antioksidan, yang mengurangi
oksidasi LDL dalam aliran darah dan kemudian mengurangi pengambilan LDL
oleh sel-sel scavenger. Buah dan sayuran kaya akan antioksidan seperti itu
Buah-buahan dan sayuran yang kaya akan antioksidan termasuk plum kering,
kismis, beragam berri, jeruk, anggur, bayam, brokoli, cabe merah dan bawang.
(Wardlaw et al., 2004)
Marmut adalah hewan asli amerika selatan. Hewan ini masih dapat
ditemukan liar di hutan dan padang rumput Peru dan pada umumnya disepakati
hewan marmut percobaan merupakan keturunan dari Cavia aperea. Walaupun
mencit, tikus dan ayam lebih banyak dipakai dalam percobaan daripada marmut,
hewan laboratorium ini masih sangat penting karena marmut mempunyai
beberapa sifat yang tidak terdapat pada hewan percobaan lain (Smith, 1988).
Terdapat beberapa kontroversi terhadap marmut (Cavia porcellus)
diklasifikasikan sebagai pengerat. Tidak ada aspek dari marmut yang membuat
mereka berbeda dari hewan pengerat; tetapi fakta bahwa mereka membawa
mayoritas kolesterolnya dalam LDL. Marmut dipengaruhi oleh faktor makanan,
perlakuan obat, kekurangan asam askorbat, tekanan oksidatif, latihan,jenis
kelamin, dan status hormonal yang tidak diragukan mirip dengan manusia.
Sebagai tambahan, banyak mekanisme bagaimana regulasi marmut terhadap
metabolisme kolesterol dan Lipoprotein sebagai pengaruh dari makanan atau
pemberian obat adalah analog dengan yang dilaporkan dalam percobaan klinis
(Fernandez, 2001).
Lemak dan Kolesterol menunjukkan jumlah lipid yang besar di dalam telur
dengan jumlah lemak yang mendekati jumlah protein. Kolesterol sebagai
makanan sehari-hari menaikkan jumlah kolesterol serum dan asupan yang tinggi
menyebabkan atherosclerosis dalam berbagai jumlah model hewan percobaan.
dihubungkan dengan peningkatan konsentrasi kolesterol LDL sejumlah 8-11%.
Karena hal ini dihubungkan dengan total kolesterol plasma dan peristiwa penyakit
jantung, orang-orang dianjurkan mengkonsumsi tidak lebih dari 300 mg kolesterol
tiap hari dan membatasi asupan telur yang mengandung sekitar 213 mg kolesterol
per satu telur (Habibullah et al., 2007).
Marmut meningkatkan ekskresi baik asam empedu maupun steroid netral
oleh pemberian 1% kolesterol. Mereka dapat mempertahankan kolesterol hanya
bila asupan dari kolesterol relatif sedikit, karena mereka tidak dapat mengontrol
absorpsinya. Marmut yang diberi 1% kolesterol mengabsorpsi 100 mg cholesterol
per hari lebih dari berbagai bentuk apapun yang mereka ekskresikan. Marmut
mengabsorpsi sepuluh kali lebih banyak kolesterol ketika diberi 0,1% kolesterol,
tetapi mengekskresikan hanya dua kalinya (69 dan 37 mg/Kg per hari untuk
pemberian kolesterol 1% dan 0,1% masing-masingnya (Traber dan Ostwald,
1978).
Pemberian asam lemak jenuh pada marmut menghasilkan efek
hiperkolesterolemia. Efek hiperkolesterolemia dari asam lemak jenuh
dibandingkan dengan asam lemak tak jenuh ganda dapat dijelaskan dengan
kombinasi dari peristiwa regulasi di hati : 1) pengurangan kolesteryl ester hati,
yang akan meningkatkan kemungkinan regulasi dari kolesterol bebas. 2)
pengurangan receptor apo B/E. 3) peningkatran aktifitas ACAT, yang akan
meningkatkan kolesteryl ester yang tergabung ke dalam VLDL (Very Low
Asupan asam lemak jenuh menunjukkan FCR (Fractional Catabolic Rate)
lambat. Namun sebaliknya asam lemak tak jenuh ganda memiliki LDL FCR yang
cepat dan jumlah reseptor LDL yang besar. Asam lemak tak jenuh ganda
menghasilkan partikel VLDL kecil yang sudah matang. Marmut dengan
pemberian asam lemak jenuh memiliki LDL yang diperkaya kolesteril ester, yang
dihubungkan dengan konsentrasi LDL kolesterol yang lebih tinggi. Sebaliknya,
marmut dengan makanan mengandung asam lemak tak jenuh ganda memiliki
partikel LDL dengan kolesteril ester rendah. Penambahan asam askorbat telah
dilaporkan menurunkan kerusakan oksidatif endogenous dalam hati marmut
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini adalah metode eksperimental berdasarkan rancangan
acak lengkap. Penelitian meliputi penyiapan sampel, karakterisasi simplisia,
pembuatan ekstrak, penyiapan hewan percobaan dan pengujian efek penurun
kadar kolesterol pada hewan percobaan. Data hasil penelitian dianalisis secara
Anava (analisis variansi) dan dilanjutkan dengan uji beda rata-rata Duncan
meggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 13.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan Laboratorium Sintesa
Bahan Obat Fakultas Farmasi USU Medan.
3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan adalah Vitros DT 60 (Ortho-Clinical
Diagnostics), sentrifuge (swing type model CD-50 SR Tomy Seiko), neraca kasar,
neraca analitis (Metler Toledo), mikropipet (Clinicon), termos es, syringe 1 mL,
politube, termometer, panci infus, pemotong kuku dan alat-alat lain yang
dibutuhkan.
3.1.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah kelopak bunga rosella, pakan BR 1
CP5 11-B, slide reagensia kolesterol (Ortho-Clinical Diagnostics), kolesterol
kontrol, aquadest, hati ayam, kuning telur ayam Eropa. Bahan kimia yang
3.2 Hewan Percobaan
Marmut jenis lokal (dengan berat 200-500 gram) yang berumur 3 bulan
dan telah dikondisikan selama seminggu.
3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel 3.3.1 Pengumpulan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan
dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kelopak bunga rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) yang masih
segar berwarna merah dan cukup tua yang diperoleh dari Pasar I Kampung
Tapanuli, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.
3.3.2 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi Tumbuhan dilakukan di Laboratorium Taksonomi
Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas MIPA, USU, Hasil selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran 1 halaman 33.
3.3.3 Pengolahan Sampel
3.3.3.1 Pengolahan Sampel Segar
Sampel kelopak bunga rosela yang masih segar dikumpulkan, dibersihkan
(disortasi basah), dicuci dengan air sampai bersih, kemudian ditiriskan lalu
disebarkan, setelah itu dikeluarkan bijinya, lalu kelopak ditimbang sebagai berat
basah.
3.3.3.2 Pengolahan Sampel Kering
Sampel kelopak bunga rosela yang masih segar dikumpulkan, dibersihkan
(disortasi basah), dicuci dengan air sampai bersih, kemudian ditiriskan lalu
basah. Kemudian kelopak dikeringkan di oven dengan suhu ± 50°C sampai
kelopak kering dan mudah rapuh, berat kelopak yang kering ditimbang. Kemudian
disimpan di tempat yang terlindung dari sinar matahari.
3.4 Karakterisasi Simplisia
Karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, penetapan
kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, dan penetapan kadar sari
yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan pemeriksaan kadar abu
yang tidak larut dalam asam (DitJen POM, 2000).
3.4.1 Pemeriksaan Makrokospik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada simplisia segar yang meliputi
pemeriksaan bentuk, bau, rasa dan warna. Gambar simplisia dapat dilihat pada
lampiran 3 halaman 35.
3.4.2 Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen).
Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung
penyambung dan tabung penerima.
Cara penetapan:
Ke dalam Labu alas bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling,
didestilasi selama 2 jam. Setelah itu toluena didinginkan dan volume air pada
tabung penerimaan dibaca. Kemudian ke dalam labu dimasukkan 5 g serbuk
simplisia yang telah ditimbang seksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15
kemudian toluen dibiarkan dingin, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena
yang telah dijenuhkan. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung
penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluena
memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua
volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan
yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Ditjen POM, 2000).
% kadar air =
x 100%
3.4.3 Penetapan Kadar Sari Yang Larut dalam Air
Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan diudara, dimaserasi
selama 24 jam dalam 100 ml air kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 100
ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama,
dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering
dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa
dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang
larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Ditjen
POM, 2000).
% kadar sari larut dalam air =
x
x 100%
3.4.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol
Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan diudara, dimaserasi
selama 24 jam dalam etanol (95%) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok
selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20
ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah
Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol (95%) dihitung terhadap bahan
yang telah dikeringkan diudara (DitJen POM, 2000).
% kadar sari larut dalam etanol =
x
x 100%
3.4.5 Penetapan Kadar Abu total
Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama
dimasukkan dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara,
kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran
dilakukan pada suhu 600°C selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang
sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan diudara (DitJen POM, 2000).
3.4.6 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu dididihkan dengan 25 ml
asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci
dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan
ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang
dikeringkan diudara (DitJen POM, 2000).
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Penyiapan Hewan Hiperkolesterolemia
Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah marmut yang sehat dan
terlebih dahulu dimasak secara bersama-sama sebagai makanan marmut
sehari-hari. Selain itu, setiap pagi marmut juga diberi induksi campuran kuning telur,
minyak sisa penggorengan, hati ayam dan air secukupnya yang diblender terlebih
dahulu. Marmut diinduksi selama 5 minggu berturut-turut. Diukur kadar
kolesterolnya. Bagan alur pengerjaannya dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman
42.
3.5.2 Pembuatan Infus Kelopak Bunga Rosella 10%
Untuk pembuatan infus rosella kering dilakukan dengan cara menimbang
10 gram kelopak bunga rosella lalu dimasukkan dalam panci infus, kemudian
ditambahkan aquadest 100 ml, setelah itu dipanaskan pada suhu 90oC, ditunggu
selama 15 menit sambil diaduk minimal 3 kali, kemudian diserkai dengan kain
flanel, kemudian filtrat dicukupkan dengan aquadest melalui ampas sampai
diperoleh volume keseluruhan 100 ml. Untuk pembuatan infus rosella segar
dilakukan dengan cara yang sama seperti pada rosella kering. Bagan alur
pengerjaannya dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 43.
3.5.2 Pemberian Infus Kelopak Bunga Rosella Pada Marmut Hiperkolesterolemia
Marmut dibagi menjadi 3 kelompok:
1. kelompok pertama diberikan aquadest sebagai kontrol
2. kelompok kedua diberikan infus kelopak bunga rosella segar 10% dengan dosis
3,2 g/KgBB secara oral, penentuan dosis dilakukan setelah orientasi.
3. kelompok ketiga diberi infus kelopak bunga rosella kering 10 % dengan dosis
3,2 g/KgBB secara oral, penentuan dosis dilakukan setelah orientasi
3.5.4 Pengambilan Darah
Waktu pengambilan sampel darah harus dicegah kontaminasi oleh debu,
rambut atau pengotor lainnya. Cara pengambilan darah;
Marmut dipuasakan terlebih dahulu selama 10-14 jam. Lalu bulu-bulu kaki
marmut dipangkas, kemudian kuku kaki dibersihkan dengan sikat gigi basah
untuk membuang pasir dan sisa pengotor lainnya. Lalu kuku dan kaki marmut
dibersihkan dengan etanol 70%. Setelah itu kuku marmut dipotong dengan
pemotong kuku sampai berdarah kemudian darah yang menetes ditampung hingga
0,5 ml dalam politube berisi heparin, dibiarkan selama 30 menit, dimasukkan
dalam pendingin. Bagan alur pengambilan darah marmut dapat dilihat pada
lampiran 10 halaman 44.
3.5.5 Pengukuran Kadar Kolesterol Serum Darah Marmut
Darah yang telah diambil disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan
3000 rpm, maka akan dihasilkan 2 lapisan yaitu bagian serum dan padatan.
Dipipet bagian serum sebanyak 20 μl kemudian dimasukkan ke dalam tabung
yang telah berisi 20 μl kolesterol kontrol (perbandingan 1:1). Dihomogenkan
dengan alat vortex lalu dipipet 10 µ l dengan mikropipet, lalu diteteskan pada slide
berisi reagen kolesterol yang kemudian diinkubasikan dalam alat vitros DT 60.
Diukur kadar kolesterol pada alat vitros DT 60. Bagan alur pengukuran kadar
2.6 Analisis Data
Data hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan metode ANAVA
(analisis variansi). Analisis statistik ini menggunakan program SPSS (Statistical
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah kelopak rosella,
yang gambarnya dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 35. Hasil identifikasi yang
dilakukan di Laboratorium Taksonomi, Departemen Biologi, FMIPA USU,
menunjukkan bahwa rosella termasuk dalam suku Malvaceae spesies Hibiscus
sabdariffa L., seperti yang tertera pada lampiran 1 halaman 33.
4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia
Hasil karakterisasi simplisia dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Karakterisasi Simplisia
No Karakterisasi simplisia Hasil Persyaratan MMI
1 Pemeriksaan makroskopik Rasa: asam, kelat
Warna: merah kehitaman
2 Kadar air 7,94% < 10%
3 Kadar sari larut dalam air 19,49% > 16%
4 Kadar sari larut etanol 17,53% > 6%
5 Kadar abu total 7,51% < 9 %
6 Kadar abu tidak larut dalam asam 0,12% < 1,5 %
Dari tabel 1 diperoleh hasil, bahwa simplisia yang digunakan memenuhi
dan perhitungan karakterisasi simplisia dapat dlihat pada lampiran 4 halaman 37
sampai lampiran 7 halaman 40.
4.3 Hasil penentuan kadar kolesterol
Kadar kolesterol darah marmut normal, hiperkolesterolemia dan setelah
pemberian infus rosella dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kadar kolesterol darah marmut normal, hiperkolesterolemia dan setelah
pemberian infus rosella
Perlakuan
kadar kolesterol (mg/dl)±SD
normal hiperkolesterolemia setelah 6 jam A 4,50±2,22 39,17 ± 13,72 59,17 ± 10,57 B 4,83±2,86 39,83 ± 10,72 38,17 ± 10,25 C 4,50±3,27 39,50 ± 6,66 35,00 ± 6,19
Keterangan :
A: untuk perlakuan tanpa pemberian infus (aquadest)
B: untuk perlakuan dengan pemberian infus rosella segar (dosis 3,2 g/kg BB) C: untuk perlakuan dengan pemberian infus rosella kering (dosis 3,2 g/kg BB) SD: standar deviasi
Gambar1. Diagram kadar kolesterol darah marmut normal, hiperkolesterolemia
(mg/dl) dan setelah Pemberian infus rosella ± SD
Grafik kadar kolesterol dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Grafik kadar kolesterol darah marmut hiperkolesterolemia (mg/dl)
dan setelah Pemberian infus rosella (mg/dl) ± SD
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa marmut mengalami
hiperkolesterolemia pada pemberian campuran telur, hati ayam, minyak sisa
penggorengan, pakan dan nasi putih selama 5 minggu berturut-turut jika
dibandingkan dengan rata – rata kadar kolesterol darah marmut normal.
Grafik di atas menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol (pemberian
aquadest) mengalami peningkatan kadar kolesterol marmut. Menurut
Yakubovskaya (1960), keadaan puasa mengakibatkan terjadinya peningkatan
kadar kolesterol yang sangat signifikan. Peningkatan kadar kolesterol-LDL
plasma pada keadaan puasa disebabkan oleh menurunnya reseptor LDL hepatik
(van der wal et al., 1997).
Rodríguez-Medina, et al., (2009) memeriksa kandungan ekstrak air rosella
dengan menggunakan HPLC dengan deteksi sinar dioda yang digabung dengan
ESI dan ion trap MS dengan hasil seperti pada tabel 3. Hampir semua kandungan
ekstrak air rosella dari tabel 3 bersifat menurunkan dan menghambat peningkatan
kadar kolesterol. Kandungan flavonoid yang tinggi dalam ekstrak air rosella
bersifat menurunkan peroksidasi lipid dengan cara meningkatkan aktivitas enzim
antioksidan sehingga berefek pada menurunnya kadar kolesterol darah.
Tabel 3. Kandungan ekstrak air Sabdariffa calyx dengan menggunakan HPLC dengan deteksi sinar dioda yang digabung dengan ESI dan ion trap MS
Tabel 4.2. Mass spectral and UV data positive mode and negative mode in the Hibiscus sabdariffa aqueous extract DAD-ESITOF/IT
.
Babalola (2001), juga melaporkan adanya kandungan vitamin C yang
Fernandez (2001), efek antioksidan seperti vitamin C pada marmut dapat
meningkatkan jumlah LDL-reseptor hepatik, sehingga dapat menurunkan jumlah
kolesterol dalam darah.
4.4 Perbandingan Efek Antikolesterolemia dari Infus Rosella Kering dan Segar
Untuk melihat perbandingan efek antikolesterolemia dari Infus Rosella
Kering dan Segar dilakukan uji statistik dengan menggunakan Analisa Variansi
(ANAVA). Setelah diuji secara statistik dengan menggunakan ANAVA dengan
taraf signifikansi 95 % yaitu bila F hitung > F tabel maka Ho ditolak artinya ada
perbedaan nyata antara nilai rata – rata kadar kolesterol darah Marmut.
Dari hasil uji ANAVA pada t0 yaitu sebelum perlakuan (lampiran 13
halaman 47), diperoleh fhitung sebesar 0,006 jauh lebih kecil dari ftabel pada taraf
signifikansi 95% (= 2,76). Berarti Ho diterima dan H1 ditolak. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata kadar kolesterol normal dari
ketiga kelompok. Sedangkan hasil uji ANAVA pada t6 yaitu 6 jam setelah
perlakuan, diperoleh fhitung sebesar 11,819 lebih besar dari ftabel pada taraf
signifikansi 95% (= 2,76). Berarti Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini
menunjukkan bahwa ada perbedaan rata-rata kadar kolesterol dari ketiga
kelompok.
Dari hasil beda rata-rata Duncan pada t6 diperoleh kelompok kontrol pada
mg/dL (segar) dan 4,5 mg/dL (kering), namun berdasar hasil statistika dinyatakan
bahwa jumlah penurunan oleh pemberian infus rosella segar dan kering tidak
memiliki perbedaan yang nyata dengan meletakkannya pada subset yang sama.
Kelompok kontrol terletak pada subset yang berbeda yang memberi arti bahwa
ada perbedaan nyata antara kelompok kontrol dengan kelompok dengan
perlakuan, dimana kelompok kontrol tidak menunjukkan penurunan kadar
kolesterol namun sebaliknya menunjukkan peningkatan kadar kolesterol darah
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Pemberian infus kelopak bunga rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) menyebabkan
penurunan kadar kolesterol darah marmut yang mengalami hiperkolesterolemia.
Pemberian infus kelopak bunga rosella segar dengan dosis 3,2g/KgBB
menurunkan kadar kolesterol darah marmut hingga 1,66 mg/dl sedangkan infus
kelopak bunga rosella kering dengan dosis 3,2 g/KgBB menurunkan kadar
kolesterol darah marmut hingga 4,50 mg/dl. Hasil pengujian statistika
menggunakan metode ANAVA terhadap efek tersebut menunjukkan tidak adanya
perbedaan.
5.2. Saran
• Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mengisolasi dan melakukan
elusidasi struktur kandungan kelopak bunga rosella yang mempunyai
DAFTAR PUSTAKA
Amin, A., dan Hamza A. A. (2005). Hepatoprotective effects of Hibiscus, Rosmarinus and Salvia on azathioprine-induced toxicity in rats. Life Sci: 77: 266-278.
Babalola, S. O., Babalola, A. O., dan Aworh, O. C. (2001). Compositional Attributes of the Calyces of Roselle (Hibiscus sabdariffa L.,). The journal of food and technology in Africa: 6: 133-134.
Chen, C.C., Hsu, J.D., Wang, S.F., Ching, H.C., Yang, M.Y., Kao, E.S., Ho, Y.C. dan Wang, C.J. (2003). Hibiscus sabdariffa extracts inhibits the development of atherosclerosis in cholesterol-fed rabbits. J. agric. food chem: 51: 5472-5477.
Ditjen POM, (2000). PARAMETER STANDAR UMUM EKSTRAK TUMBUHAN OBAT. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal: 9-11.
Fernandez, M. L. (2001). Guinea Pigs as Models for Cholesterol and Lipoprotein Metabolism. American Society for Nutritional Sciences: 130: 10-20.
Ganong, W. (1979). Energy Balance, Metabolism and Nutrition. Rev. Med. Physiol: (9): 239-240.
Habibulah, S. A., Bilbis, L. S., Ladan, M. J., Ajagbonna, O. P., dan Saidu, Y. (2007). Aqueous Extract of Hibiscus Sabdariffa Calyces Reduces Serum Triglycerides but Increases Serum and Egg Yolk Cholesterol of Shika Brown Laying Hens. Asian Journal of Biochemistry: 2 (1): 42-49.
Hussaini, D. C., Orisakwe, O. E., Akunyili, D. N., Njan, A. A., Akumka, D. D., dan Udemezue, O. O. (2004). Subchronic Administration of Nigerian Species of Aqueous Extract of Hibiscus Sabdariffa in Rats did not Produce Cardiotoxicity. European Bulletin of Drug Research: 12: 1-5.
Hajj dan Hajj, (1999). The effect of Hibiscus sabdariffa on essential hypertension. J ethnopharmacol: 65: 231-236.
Onyenekwe, P. C., Ajani, D. A., Ameh, D. A., dan Gamaniel, K. S. (1999). Antihypertensive effect of Hibiscus sabdariffa infusion in spontaneously hypertensive rats and a comparison of its toxicity with that in wistar rats. Cell biochem: 17: 199-206.
Tzu-Li Lin et al, (2007). Hibiscus sabdariffa extract reduces serum cholesterol in men and women. Nutrition research: 27: 140-145.
Van der wal, A. M. G., Bakker, O., and Wiersinga, W. M., (1998). The decrease of liver LDL receptor mRNA during fasting is related to decrease in serum T3. The International Journal of Biochemistry and Cell Biology: 30: 209-215.
Wardlaw, (2003). Contemporary Nutrition. 5th ed. New York: Mc Graw-Hill. Hal. 157-162.
Wardlaw, G. M., Hampl, J. S. dan Disilvestro, R. A. (2004). Perspectives in Nutrition. Avenue of the America (NY): Mc Graw-Hill. Hal. 194-196.
Lampiran 2. Bagan pengolahan sampel
Dibersihkan dari pengotor lain
Dicuci sampai bersih, ditiriskan
Dikeluarkan bijinya Ditimbang
Dikeringkan pada suhu ± 50oC
selama ± 2 minggu
Ditimbang
Dihaluskan
Berat basah 18 Kg Sampel rosella Bunga rosella segar
Berat kering 3,3 Kg (rendemen = 5,55%)
Gambar Kelopak rosella segar
Lampiran 4. Perhitungan Penetapan Kadar Air
Lampiran 5. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air
% kadar air = x x 100%
Lampiran 6. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol
= 16,177 %
% kadar air rata-rata =
Lampiran 8. Bagan Alur Penyiapan Hewan Uji Hiperkolesterolemia
Marmut
Marmut Hiperkolesterolemia
Diberi campuran pakan, nasi putih, telur, dan hati
ayam yang dimasak secara bersama-sama;
diberikan selama 5 minggu
Diukur kadar kolesterolnya
Diberi induksi kuning tekur, minyak sisa
penggorengan, dan hati ayam dengan total 1%
Lampiran 9. Bagan Alur Pembuatan infus rosella 10 % 9.1. Bagan Alur Pembuatan infus rosella kering 10 %
9.2. Bagan Alur Pembuatan Infus Rosella Segar 10 %
Dimasukkan dalam panci infus
Diserkai dengan kain flannel kemudian ditambah
aquadest panas melalui ampas sampai diperoleh
volume keseluruhan 100 ml
Ditambah aquadest sebanyak 100 ml
Dipanaskan pada suhu 900C selama 15 menit
sambil diaduk minimal 3 kali
Infus rosella kering 10 % 10 gram rosella kering
Dimasukkan dalam panci infus
Diserkai dengan kain flannel kemudian ditambah
aquadest panas melalui ampas sampai diperoleh
volume keseluruhan 100 ml
Ditambah aquadest sebanyak 100 ml
Dipanaskan pada suhu 900C selama 15 menit
sambil diaduk minimal 3 kali
Infus rosella segar 10 %
Lampiran 10. Bagan Alur Pengambilan Darah Marmut
Dipuasakan terlebih dahulu selama 10-14 jam
Dipotong kuku marmut dengan gunting kuku
sampai berdarah
Dicukur bulu-bulu kaki marmut
Dibersihkan kuku kaki marmut dengan
menggunakan sikat basah dan etanol 70%
Darah marmut Marmut
Ditampung darah sebanyak 0,5 ml dalam tabung
berisi heparin dan dibiarkan selama 30 menit
Lampiran 11. Bagan Alur Pengukuran Kadar Kolesterol Serum Darah Marmut
Disentrifuge pada 3000 rpm selama 10 menit
Divortex selama 5 menit
Dipipet bagian jernih sebanyak 20 µl
Dimasukkan kedalam tabung yang berisi
kolesterol kontrol sebanyak 20 µl
Hasil Darah marmut
Dimasukkan slide ke dalam alat vitros
Diteteskan campuran serum darah dan kolesterol
kontrol sebanyak 10 µl
Lampiran 12. Data Kadar Kolesterol Darah Marmut 13.1. Data Kontrol (Aquadest)
Marmut Normal (mg/dl) Hiperkolesterolemia (mg/dl) setelah 6 jam (mg/dl)
1 7 48 70
13.2. Data Dengan Pemberian Infus Rosella Segar Dosis 3,2 g/kg BB
Marmut Normal (mg/dl) Hiperkolesterolemia (mg/dl) Setelah 6 jam (mg/dl)
1 4 31 29
13.3. Data Dengan Pemberian Infus Rosella Kering Dosis 3,2 g/kg BB
Marmut Normal (mg/dl) Hiperkolesterolemia (mg/dl) Setelah 6 jam (mg/dl)
Lampiran 13. Hasil SPSS Oneway Post Hoc Tests
Descriptives
6 39.17 13.717 5.600 24.77 53.56 22 59
6 39.83 10.722 4.377 28.58 51.09 28 55
6 39.50 6.656 2.717 32.52 46.48 33 50
18 39.50 10.113 2.384 34.47 44.53 22 59
6 59.17 10.572 4.316 48.07 70.26 43 71
6 38.17 10.245 4.183 27.41 48.92 27 53
6 35.00 6.782 2.769 27.88 42.12 29 47
18 44.11 14.108 3.325 37.10 51.13 27 71
1
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
2.057 2 15 .162
2070.111 2 1035.056 11.819 .001
1313.667 15 87.578
Homogeneous Subsets
Means for groups in homogeneous s ubsets are displayed. Us es Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
a.
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous s ubsets are displayed. Us es Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
Lampiran 14. Alat Vitros