• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Simplisia dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-Heksan, Etil Asetat dan Etanol Daun Muda Dari Labu Siam (Sechium edule (Jacq.) Sw.) Dengan Metode DPPH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakterisasi Simplisia dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-Heksan, Etil Asetat dan Etanol Daun Muda Dari Labu Siam (Sechium edule (Jacq.) Sw.) Dengan Metode DPPH"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

MADU HUTAN LHOKNGA, MONTASIK DAN SARE

KABUPATEN ACEH BESAR SECARA

SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL

SKRIPSI

OLEH: DIANA FEBRITA

NIM 081524042

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KARAKTERISASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

MADU HUTAN LHOKNGA, MONTASIK DAN SARE

KABUPATEN ACEH BESAR SECARA

SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: DIANA FEBRITA

NIM 081524042

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

KARAKTERISASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MADU HUTAN LHOKNGA, MONTASIK DAN SARE

KABUPATEN ACEH BESAR SECARA SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL

OLEH: DIANA FEBRITA

NIM 081524042

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: Agustus 2011

Pembimbing I Panitia Penguji

Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195103261978022001 NIP 195301011983031004

Pembimbing II, Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. NIP 195103261978022001

Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt. Dr. Marline Nainggolan, M.Si., Apt. NIP 195112231980032002 NIP 195709091985112001

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. NIP 195107231982032001

Disahkan Oleh: Dekan

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena limpahan rahmat dan

karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

”Karakterisasi Simplisia dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-Heksan, Etil

Asetat dan Etanol Daun Muda Dari Labu Siam (Sechium edule (Jacq.) Sw.)

Dengan Metode DPPH”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih dan

penghargaan yang tulus kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, Sudirman Nasir

dan Mulida Gustina atas doa dan pengorbanannya dengan tulus dan ikhlas, juga

kepada adik-adik tersayang yang selalu setia memberi doa, dorongan dan

semangat.

Penulis juga ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas

selama masa pendidikan.

2. Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt., dan Dra. Herawaty Ginting, M.Si.,

Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan

nasehat selama penelitian dengan penuh kesabaran hingga selesainya

penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., Dr. Marline Nainggolan, M.Si., Apt.,

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah

memberikan masukan dan saran selama penelitian hingga selesainya

(5)

4. Ibu Dra. Saodah, M.Sc, Apt., selaku dosen wali yang telah memberi

bimbingan dan dorongan kepada penulis selama perkuliahan.

5. Ibu dan Bapak Kepala Laboratorium Penelitian dan Laboratorium

Farmakognosi yang telah memberikan fasilitas, petunjuk dan membantu

selama penelitian.

6. Sahabat-sahabat terbaikku Rosdiana Lubis, Willy Delviana, Muzzammil di

Farmasi Klinis dan Komunitas 2007 terima kasih atas segala perhatian dan

kebersamaan selama ini.

Medan, Agustus 2011

Penulis,

(6)

KARAKTERISASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MADU HUTAN LHOKNGA, MONTASIK DAN SARE

KABUPATEN ACEH BESAR SECARA SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL

Abstrak

Madu merupakan cairan kental yang di kumpulkan dalam indung madu oleh lebah. Madu mengandung asam organik, enzim, asam fenolat, flavonoid, beta karoten, Vitamin A, vitamin C dan Vitamin E. Dalam madu terdapat banyak nutrisi yang berfungsi sebagai antioksidan dan semua senyawa tersebut bekerjasama dalam melindungi sel normal dan menetralisir radikal bebas. Telah dilakukan karakterisasi dan penentuan aktivitas antioksidan pada madu hutan Lhoknga, hutan Montasik dan hutan Sare. Aktivitas antioksidan ditentukan dengan peredaman 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) secara spektrofotometri visible.

Karakterisasi madu dilakukan dengan pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, kadar abu total dan kadar abu yang tidak larut dalam asam. Madu di uji aktivitas antioksidannya sebagai penangkap radikal

1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) secara spektrofotometri visibel. Data diolah

menggunakan rumus persen inhibihi untuk mendapatkan aktivitas antioksidan.. Hasil pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap ketiga madu hutan Lhoknga, Montasik dan Sare merupakan cairan kental, berwarna coklat kemerahan, coklat kekuningan, coklat kekuningan tua, mempunyai bau dan rasa yang khas. Hasil mikroskopik madu menunjukkan adanya butir butir serbuk sari. Kadar air masing masing madu yang diperoleh 20,62%; 23,94%; 21,91%, kadar abu total 0,23%; 0,24%; 0,23% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,13%; 0,10%; 0,11%.

Hasil uji aktivitas antioksidan ketiga madu dengan konsentrasi masing-masing 3000 µg/ml, 4000 µg/ml, 5000 µg/ml diperoleh nilai aktivitas antioksidan madu hutan Lhoknga 73,34%; 73,89%; 79,66%; madu Montasik 63,36%; 68,88%; 74,18; madu Sare 65,58%; 67,17%; 75,06%. Sedangkan BHT sebagai pembanding dengan konsentrasi 20 µg/ml, 40 µg/ml, 60 µg/ml diperoleh nilai

aktivitas antioksidan 74,46%; 83,31%; 86,87%. BHT pada konsentrasi 20 µg/ml menunjukkan aktivitas antioksidan yang hampir sama dibandingkan dengan ketiga madu pada konsentrasi 5000 µg/ml. Peningkatan aktivitas antioksidan mempunyai arti bahwa telah terjadinya penangkapan radikal DPPH oleh madu.

(7)

CHARACTERIZATION AND ANTIOXIDANT ACTIVITY TEST OF HONEY FROM LHOKNGA, MONTASIK, AND SARE FOREST

IN ACEH BESAR REGENCY ACCORDING TO SPECTROPHOTOMETRY VISIBLE

Abstract

Honey is viscous liquid was collected in honey ovarian by bee. Honey contain of organic acid, enzyme, fenolic acid, flavonoid, beta caroten, Vitamin A, C and E. Honey contain many nutrision that use as antioxidant and all of that cooperate to save the normal cell from free radicals. It has been done characterization an antioxidant activity test of honey from Lhoknga, Montasik and Sare forest. Antioxidant activity determined by damping of

1.1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) according to spectrophotometry visible.

The characterization of honey by macroscopic examination, microscopic examination, determination of water content, total ash content and acid insoluble ash content. Honey was tested antioxidant activity assay as a catcher

1.1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) radicals. The data were analyzed using a percen of

inhibition equation to obtain antioxidant activity.

The macroscopic examination of Honey from Lhoknga, Montasik and Sare forest is viscous liquid, reddish brown, fawn, dark fawn, has a special smell and taste. The microscopic examination of honey showed that they had bee pollen. The results obtained characteristic of each honey are 20.62%; 23.94%; 21.91% water content, 0.23%; 0.24%; 0.23% total ash content, 0.13%; 0.10%; 0.11% acid insoluble ash content.

The result of antioxidant activity test all of three kind honey with each concentration 3000 µg/ml, 4000 µg/ml, 5000 µg/ml obtained the antioxidant activity of honey from Lhoknga 73.34%; 73.89%; 79.66%, honey from Montasik 63.36%; 68.88%; 74.18 and honey from Sare 65.58%; 67.17%; 75.06%. Whereas BHT as consideration with concentration 20 µg/ml, 40 µg/ml, 60 µg/ml obtained

the antioxidant activity 74.46%; 83.31%; 86.87%. BHT 20 µg/ml showed antioksidan activity as same as with three of honey with consentration 5000 µg/ml. Increase value of antioxidant activity showed that occurrence radical DPPH catching.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRAC ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 3

1.3Hipotesis ... 3

1.4Tujuan Penelitian ... 4

1.5Manfaat Penelitian ... 4

1.6Kerangka Pikir Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Madu ... 5

2.1.1 Proses Terbentuknya Madu ... 5

2.1.2 Jenis Madu ... 6

2.1.3 Kualitas Madu ... 7

(9)

2.1.5 Manfaat Madu ... 9

2.2 Radikal Bebas ... 9

2.3 Antioksidan ... 10

2.3.1 Antioksidan Sintetik ... 11

2.3.2 Butylated Hydroxytoluen (BHT) ... 11

2.4 DPPH ... 12

2.4.1 Pelarut ... 13

2.4.2 Pengukuran Absorbansi-Panjang Gelombang... 13

2.4.3 Waktu Pengukuran ... 13

2.5 Spektrofotometri ... 14

BAB III.METODE PENELITIAN ... 15

3.1 Alat-alat ... 15

3.2 Bahan-bahan ... 15

3.3 Pengumpulan Sampel ... 15

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 16

3.4.1 Pereaksi Molish ... 16

3.4.2 Pereaksi Benedict ... 16

3.4.3 Pereaksi Seliwanoff ... 16

3.4.4 Larutan DPPH 0,5 mM ... 16

3.5 Pemeriksaaan Karakteristik Sampel ... 16

3.5.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 16

3.5.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 17

3.5.3 Penetapan Kadar Air ... 17

(10)

3.5.5 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam ... 18

3.6 Skrining Madu ... 18

3.6.1 Pemeriksaan Flavonoid ... 18

3.6.2 Pemeriksaaan Sukrosa ... 18

3.6.3 Pemeriksaan Glukosa ... 19

3.6.7 Pemeriksaan Fruktosa ... 19

3.7 Pengujian Kemampuan Antioksidan Dengan Spektrofotometri Visibel ... 19

3.7.1 Prinsip Metode DPPH ... 19

3.7.2 Pengukuran Larutan DPPH ... 19

3.7.3 Pembuatan Larutan Induk ... 20

2.7.4 Pengukuran Aktivitas Antioksidan Sampel Uji... 20

2.7.5 Pengukuran Aktivitas Antioksidan BHT ... 20

2.7.6 Penentuan Persen Peredaman ... 20

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

5.1 Kesimpulan ... 26

5.2 Saran ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 27

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Persyaratan Kualitas Madu ... 8

3.1 Hasil karakterisasi madu ... 22

3.2 Hasil skrining fitokimia madu ... 23

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.3.2.1 Rumus Bangun BHT ... 11

Gambar 2.4.1 Rumus Bangun DPPH ... 12

Gambar 2.4.2 Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari antioksidan ... 13

Gambar 2.5.1 Konstruksi Dasar dar Spektrofotometri ... 14

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Bagan Kerja Penelitian ... 29

2. Gambar Daerah Pengambilan Madu ... 30

3. Gambar Makroskopik Madu ... 31

4. Gambar Mikroskopik Madu ... 32

5. Hasil Perhitungan Karakteristik Madu ... 33

6. Gambar Alat Spektrofotometri UV-Vis ... 38

7. Data absorbansi dan % inhibisi madu hutan Lhoknga, Montasik, Sare dan BHT ... 39

(14)

KARAKTERISASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MADU HUTAN LHOKNGA, MONTASIK DAN SARE

KABUPATEN ACEH BESAR SECARA SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL

Abstrak

Madu merupakan cairan kental yang di kumpulkan dalam indung madu oleh lebah. Madu mengandung asam organik, enzim, asam fenolat, flavonoid, beta karoten, Vitamin A, vitamin C dan Vitamin E. Dalam madu terdapat banyak nutrisi yang berfungsi sebagai antioksidan dan semua senyawa tersebut bekerjasama dalam melindungi sel normal dan menetralisir radikal bebas. Telah dilakukan karakterisasi dan penentuan aktivitas antioksidan pada madu hutan Lhoknga, hutan Montasik dan hutan Sare. Aktivitas antioksidan ditentukan dengan peredaman 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) secara spektrofotometri visible.

Karakterisasi madu dilakukan dengan pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, kadar abu total dan kadar abu yang tidak larut dalam asam. Madu di uji aktivitas antioksidannya sebagai penangkap radikal

1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) secara spektrofotometri visibel. Data diolah

menggunakan rumus persen inhibihi untuk mendapatkan aktivitas antioksidan.. Hasil pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap ketiga madu hutan Lhoknga, Montasik dan Sare merupakan cairan kental, berwarna coklat kemerahan, coklat kekuningan, coklat kekuningan tua, mempunyai bau dan rasa yang khas. Hasil mikroskopik madu menunjukkan adanya butir butir serbuk sari. Kadar air masing masing madu yang diperoleh 20,62%; 23,94%; 21,91%, kadar abu total 0,23%; 0,24%; 0,23% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,13%; 0,10%; 0,11%.

Hasil uji aktivitas antioksidan ketiga madu dengan konsentrasi masing-masing 3000 µg/ml, 4000 µg/ml, 5000 µg/ml diperoleh nilai aktivitas antioksidan madu hutan Lhoknga 73,34%; 73,89%; 79,66%; madu Montasik 63,36%; 68,88%; 74,18; madu Sare 65,58%; 67,17%; 75,06%. Sedangkan BHT sebagai pembanding dengan konsentrasi 20 µg/ml, 40 µg/ml, 60 µg/ml diperoleh nilai

aktivitas antioksidan 74,46%; 83,31%; 86,87%. BHT pada konsentrasi 20 µg/ml menunjukkan aktivitas antioksidan yang hampir sama dibandingkan dengan ketiga madu pada konsentrasi 5000 µg/ml. Peningkatan aktivitas antioksidan mempunyai arti bahwa telah terjadinya penangkapan radikal DPPH oleh madu.

(15)

CHARACTERIZATION AND ANTIOXIDANT ACTIVITY TEST OF HONEY FROM LHOKNGA, MONTASIK, AND SARE FOREST

IN ACEH BESAR REGENCY ACCORDING TO SPECTROPHOTOMETRY VISIBLE

Abstract

Honey is viscous liquid was collected in honey ovarian by bee. Honey contain of organic acid, enzyme, fenolic acid, flavonoid, beta caroten, Vitamin A, C and E. Honey contain many nutrision that use as antioxidant and all of that cooperate to save the normal cell from free radicals. It has been done characterization an antioxidant activity test of honey from Lhoknga, Montasik and Sare forest. Antioxidant activity determined by damping of

1.1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) according to spectrophotometry visible.

The characterization of honey by macroscopic examination, microscopic examination, determination of water content, total ash content and acid insoluble ash content. Honey was tested antioxidant activity assay as a catcher

1.1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) radicals. The data were analyzed using a percen of

inhibition equation to obtain antioxidant activity.

The macroscopic examination of Honey from Lhoknga, Montasik and Sare forest is viscous liquid, reddish brown, fawn, dark fawn, has a special smell and taste. The microscopic examination of honey showed that they had bee pollen. The results obtained characteristic of each honey are 20.62%; 23.94%; 21.91% water content, 0.23%; 0.24%; 0.23% total ash content, 0.13%; 0.10%; 0.11% acid insoluble ash content.

The result of antioxidant activity test all of three kind honey with each concentration 3000 µg/ml, 4000 µg/ml, 5000 µg/ml obtained the antioxidant activity of honey from Lhoknga 73.34%; 73.89%; 79.66%, honey from Montasik 63.36%; 68.88%; 74.18 and honey from Sare 65.58%; 67.17%; 75.06%. Whereas BHT as consideration with concentration 20 µg/ml, 40 µg/ml, 60 µg/ml obtained

the antioxidant activity 74.46%; 83.31%; 86.87%. BHT 20 µg/ml showed antioksidan activity as same as with three of honey with consentration 5000 µg/ml. Increase value of antioxidant activity showed that occurrence radical DPPH catching.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Radikal bebas merupakan suatu molekul atau atom yang memiliki satu

atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Adanya elektron yang tidak

berpasangan menyebabkan molekul tersebut menjadi sangat reaktif untuk mencari

pasangannya dengan menarik atau menyerang elektron dari senyawa lain sehingga

menyebabkan senyawa tersebut akan menjadi radikal juga (Kosasih, 2004).

Tubuh kita secara terus-menerus membentuk radikal bebas melalui

peristiwa metabolisme sel normal, peradangan, kekurangan gizi dan adanya

respons terhadap pengaruh dari luar tubuh seperti polusi lingkungan, sinar

ultraviolet dan asap rokok. Akibat yang ditimbulkan oleh lingkungan tercemar,

kesalahan pola makan dan gaya hidup, justru merangsang tumbuhnya radikal

bebas yang dapat merusak tubuh kita, proses penuaan berdasarkan timbulnya

kerusakan jaringan disebabkan oleh radikal bebas (Parwata, 2010).

Penelitian baru di bidang gizi pada tingkat sel membuktikan bahwa

antioksidan mampu melindungi jaringan tubuh dari efek negatif radikal bebas

(Bruce,2005). Senyawa antioksidan diantaranya adalah asam fenolat, flavonoid,

β-karoten, vitamin E, vitamin C dan asam organik. Zat-zat gizi mineral seperti

mangan, seng, tembaga dan selenium. Selain antioksidan alami terdapat

antioksidan sintetik antara lain Butylated Hydroxyanisole (BHA), Butylated

Hydroxytoluen (BHT), propil galat (Kumalaningsih, 2006). Selain dalam

(17)

Madu adalah makanan yang mengandung aneka zat gizi seperti

karbohidrat , protein, asam amino, vitamin, mineral, dekstrin, pigmen tumbuhan

dan komponen aromatik. Asam fenolat dalam madu memiliki daya aktif tinggi

serta dapat meningkatkan perlawanan tubuh terhadap tekanan oksidasi. Disamping

kandungan gulanya yang tinggi (fruktosa 41,0 %; glukosa 35 %; sukrosa 1,9 %)

madu juga mengandung komponen lain seperti tepung sari dan berbagai enzim

pencernaan serta mengandung berbagai vitamin seperti vitamin A, B1, B2, C, E,

mineral seperti kalsium, natrium, kalium, magnesium, besi, dan garam iodine.

Madu juga mengandung berbagai asam organik seperti asam malat, tartrat, sitrat,

laklat, dan oksalat. Karena itu madu sangat tinggi sekali khasiatnya (Anonim a,

2009).

Madu merupakan bahan konsumsi yang sangat baik untuk

mempertahankan kesehatan dan stamina jasmani (Anonim, 2010). Kandungan

nutrisi dalam madu yang berfungsi sebagai antioksidan adalah vitamin C, asam

organik, enzim, asam fenolat, flavonoid dan beta karoten yang bermanfaat sebagai

antioksidan tinggi serta Vitamin A, Vitamin E yang juga merupakan salah satu

vitamin antioksidan esensial yang utama (Parwata, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian tentang aktivitas antioksidan yang telah

diteliti pada madu Randu dan madu Kelengkeng menunjukkan bahwa madu dari

jenis bunga yang berbeda memiliki aktivitas antioksidan yang berbeda (Parwata,

2010). Penelitian lain tentang aktivitas antioksidan telah dilakukan terhadap madu

floral Australia dari jenis bunga berbeda yang memiliki aktivitas antioksidan

(18)

Madu hutan merupakan salah satu jenis madu yang diperoleh lebah liar

yang hidup di hutan belantara yang menghisap bakal kuncup bunga bunga yang

bermekaran di alam hutan belantara, tidak ada rekayasa atau campur tangan

manusia (Anonim, 2010). Hutan Lhoknga, Montasik dan Sare merupakan hutan

penghasil madu di kabupaten Aceh Besar, yang telah di ketahui mempunyai

khasiat sangat baik bagi kesehatan.

Mengingat belum adanya publikasi yang menyebutkan tentang aktivitas

antioksidan madu hutan, terutama madu hutan Lhoknga, Montasik dan Sare maka

perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui besarnya aktivitas antioksidan secara

spektrofotometri visible pada madu hutan Lhoknga, Montasik dan Sare yang

banyak digunakan oleh masyarakat dikabupaten Aceh Besar.

1.2`Perumusan Masalah

a. Apakah karakteristik madu hutan Lhoknga, montasik dan Sare sesuai

berdasarkan Standar Nasional Indonesia.

b. Seberapa besar aktivitas antioksidan madu hutan Lhoknga, Montasik dan

Sare dibandingkan dengan BHT.

1.3`Hipotesis

a. Karakteristik madu hutan Lhoknga, Montasik dan Sare dapat diperoleh

dengan menggunakan prosedur dari Standar Nasional Indonesia.

b. Aktivitas antioksidan madu hutan Lhoknga, Montasik dan Sare setara

dengan aktivitas antioksidan BHT.

1.4Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui karakteristik madu hutan Lhoknga, Montasik dan Sare

(19)

Karakterisasi

Skrining

Uji Aktivitas Antioksidan

b. Untuk mengetahui besarnya aktivitas antioksidan madu hutan Lhoknga,

Montasik dan Sare dibandingkan dengan BHT.

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentang aktivitas

antioksidan pada madu hutan Lhoknga, Montasik dan Sare yang berada di

Kabupaten Aceh Besar.

1.6Kerangka Pikir Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar. 1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian

Madu Lhoknga

larut dalam asam

- Fruktosa

- Glukosa

- Fruktosa

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Madu

Madu adalah zat manis alami yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari

bunga tanaman atau bagian lain dari tanaman. Madu merupakan produk yang

unik dari hewan, yang mengandung persentase karbohidrat yang tinggi, praktis

tidak ada protein maupun lemak. Nilai gizi dari madu sangat tergantung dari

kandungan gula-gula sederhana, fruktosa, glukosa dan sukrosa. Warnanya kuning

pucat sampai coklat kekuningan, rasa dan harumnya madu sangat dipengaruhi

oleh jenis nektar yang dikumpulkan dari bunga (SNI, 2004; Sarwono, 2001).

Madu adalah salah satu makanan penting untuk sumber nutrisi manusia

karena mengandung 82,3% karbohidrat yang jauh lebih tinggi dibandingkan

produk-produk ternak lainnya. Selain mengandung gula, madu juga mengandung

garam mineral, protein, dan vitamin (Sarwono, 2001; Sihombing, 1997).

Pengobatan dengan menggunakan madu telah dikenal orang Mesir kuno

sejak 2.600 SM. Bangsa Yunani, Romawi, dan China kuno sudah menggunakan

madu sebagai antiseptik dalam mengobati luka. Walaupun sejak abad ke-19

peranan madu sebagai pemanis telah tergeser oleh kehadiran gula yang terbuat

dari bit dan tebu, sampai sekarang madu masih dimanfaatkan dalam beberapa

produk pangan sebagai bahan tambahan (Sarwono, 2001).

2.1.1. Proses Terbentuknya Madu

Pada dasarnya, madu adalah zat manis alami yang dihasilkan lebah dengan

(21)

oleh kelenjar “necterifier” tanaman dalam bentuk larutan gula dengan konsentrasi

yang bervariasi. Sukrosa, fruktosa, dan glukosa adalah komponen utama nektar, di

samping zat-zat gula lainnya dalam konsentrasi yang lebih sedikit. Di samping itu,

terdapat juga zat lain dalam jumlah yang sedikit yaitu asam amino, resin, protein,

garam, dan mineral. Nektar dikumpulkan lebah pekerja dari bunga dengan cara

mengisapnya memakai mulut dan asaafagus, lalu masuk ke perut di dalam

abdomen. Sebagian air nektar diserap sel-sel dinding perut lebah dan dibuang ke

luar melalui pipa malfigi dan poros usus. Bersama air dibuang juga asam oksalat

dan turunannya, beberapa garam mineral, dan sebagian zat aromatik yang terdapat

di nektar. Zat aromatik yang tertinggal memberikan aroma khusus pada madu.

2.1.2. Jenis Madu

Madu digolongkan menurut jenis tanaman yang menjadi sumber

nektarnya. Jika madu dihasilkan oleh lebah yang mengambil makanannya dari

beragam sumber dan tidak ada tanaman yang dominan dinamakan madu

multiflora atau poliflora, contohnya, madu hutan, sedangkan madu yang berasal

dari salah satu tanaman dominan disebut dengan madu monoflora. Di beberapa

daerah juga terdapat madu biflora yang sumber nektar dominannya berasal dari

dua jenis pohon. Lebah memiliki kecenderungan hanya mengambil nektar dari

satu jenis tanaman tertentu. Lebah tersebut baru akan mengambil nektar dari

tanaman lain jika nektar dari tanaman tertentu tersebut tidak mencukupi.

Madu dapat dibedakan menjadi madu flora, madu ekstra flora,dan madu

embun (honey drew). Madu flora adalah madu yang bersumber dari nektar yang

terdapat dalam bunga. Madu ekstra flora dihasilkan dari sumber tanaman yang

(22)

dalam daun, cabang, atau batang pohon. Madu embun adalah madu yang dibuat

dari cairan yang dihasilkan oleh serangga yang terdapat di pohon-pohon.

(Sarwono, 2001).

2.1.3. Kualitas Madu

Kualitas madu merupakan pertimbangan yang sangat penting, karena itu

sangat perlu diperhatikan bahwa madu harus murni, bersih dari kotoran, misalnya

lalat, insek lain, dan bulu-bulu. Karena itu, adanya pengendalian mutu di

negara/daerah penghasil madu sangat penting khususnya untuk usaha

ekspor madu ke luar negeri. (Winarno, 1982).

Kualitas madu ditentukan oleh cara panen madu, warna madu, cita rasa

madu, jenis madu, komposisi madu, dan kadar air. Baik di alam maupun di

peternakan lebah, waktu pemanenan madu harus diperhatikan. Madu yang

dipanen harus memiliki kadar air di bawah 22%. Jika sel-sel dalam

sarang madu telah ditutupoleh lapisan lilin, madu tersebut telah memenuhi syarat

kadar air dan siap untuk dipanen” (Sarwono, 2001). Persyaratan kualitas madu

berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dapat dilihat pada table 2.1

2.1.4 Kandungan Madu

Madu mengandung vitamin A, B1, B2, B3, B5, B6, C, D, E, K, β-karoten,

flavonoid dan asam fenolik. Didalam madu juga terdapat kandungan mineral dan

garam atau zat lain seperti zat besi, sulfur, magnesium, kalsium, kalium, khlor,

natrium, fosfor dan sodium serta enzim pencernaan. Rata-rata komposisi madu

adalah 23% air; 82,4% karbohidrat; 0,5% protein, asam amino, vitamin dan

mineral. Karbohidrat madu termasuk tipe sederhana yang terdiri dari fruktosa

(23)

Tabel 2.1. Persyaratan kualitas madu

No Jenis uji Satuan Persyaratan

1 Aktifitas enzim diastase, min. DN 3

2 Hidroksimetilfurfural (HMF), maks. mg/kg 50

3 Air, maks. % b/b 22

4 Gula pereduksi (dihitung sebagai glukosa), min. Timbal (Pb), maks Tembaga (Cu), maks.

mg/kg mg/kg

1,0 5,0

10 Cemaran arsen (As), maks. mg/kg 0,5

Disamping kandungan gulanya yang tinggi madu juga mengandung

komponen lain seperti butir-butir serbuk sari. Selain itu madu kaya akan

kandungan antioksidan. Kandungan nutrisi dalam madu yang berfungsi sebagai

antioksidan adalah vitamin C, asam organik, enzim, asam fenolik, flavonoid dan

beta karoten yang bermanfaat sebagai antioksidan tinggi (Anonim, 2010;

Gheldof,et al., 2002) serta Vitamin A, Vitamin E yang juga merupakan salah satu

vitamin antioksidan esensial yang utama (Anonim b, 2009). Dengan demikian

pada madu terdapat banyak nutrisi yang berfungsi sebagai antioksidan dan semua

senyawa tersebut bekerjasama dalam melindungi sel normal dan menetralisir

(24)

2.1.5 Manfaat Madu

Madu merupakan bahan konsumsi yang sangat baik untuk

mempertahankan kesehatan dan stamina jasmani. Mineralnya diperlukan tubuh

agar tetap segar, vitaminnya berperan dalam metabolisme protein dan mencegah

penyakit kulit seperti eksim dan herpes. Kandungan fruktosa madu berperan

dalam mempercepat proses oksidasi alkohol pada hati, sehingga dapat membantu

menanggulangi kerusakan hati pada peminum minuman beralkohol. Pada madu

juga terdapat banyak nutrisi yang berfungsi sebagai antioksidan (Anonim, 2010).

2.2 Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan suatu molekul atau atom yang memiliki satu

atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Adanya elektron yang tidak

berpasangan menyebabkan molekul tersebut menjadi sangat reaktif untuk mencari

pasangannya dengan menarik atau menyerang elekron dari senyawa lain sehingga

menyebabkan senyawa tersebut akan menjadi radikal juga. Reaksi oksidasi tidak

hanya berkaitan dengan kerusakan mutu produk pangan, namun reaksi oksidasi

yang terjadi pada berbagai organ dan cairan tubuh juga berkaitan dengan

munculnya penyakit degeneratif seperti katarak, kanker dan jantung. Target utama

radikal bebas didalam tubuh adalah protein, asam lemak tidak jenuh serta unsur

DNA. Berbagai kemungkinan dapat terjadi sebagai akibat kerja radikal bebas,

misalnya gangguan fungsi sel, kerusakan struktur sel dan molekul termodifikasi

yang tidak dapat dikenali oleh sistem imun. Semua gangguan tersebut dapat

memicu munculnya berbagai penyakit (Kosasih, 2004).

Radikal bebas yang sangat berbahaya dalam makhluk hidup antara lain adalah

(25)

peroksidal (RO-2), peroksinitrit (ONOO-), asam hipoklorit (HOCl), hidrogen

peroksida (H2O2) (Silalahi, 2006).

2.3 Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (elektron donor) atau

reduktan. Antioksidan mencegah terjadinya oksidasi atau menetralkan senyawa

yang telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hidrogen dan atau elektron

(Silalahi, 2006). Senyawa ini mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi

oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal atau dengan mengikat

radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Antioksidan tubuh dikelompokkan

menjadi 3 yakni:

1. Antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah terbentuknya radikal baru

sebelum radikal ini sempat bereaksi, misalnya enzim superoksida dismutase

yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh karena radikal

bebas.

2. Antioksidan sekunder yang berfungsi menangkap senyawa serta mencegah

terjadinya reaksi berantai, misalnya vitamin E, vitamin C dan betakaroten yang

diperoleh dari buah-buahan dan sayur-sayuran.

3. Antioksidan tersier yang memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang

disebabkan radikal bebas, misalnya enzim metionin sulfoksidan reduktase

untuk memperbaiki DNA pada inti sel (Kumalaningsih, 2006).

Antioksidan yang ada di alam dibagi atas tiga macam yaitu:

1. Antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita sendiri berupa enzim pada tubuh

(26)

2. Antioksidan alami merupakan antioksidan yang dapat diperoleh dari tanaman

atau hewan berupa tokoferol, vitamin C, betakaroten, flavonoid dan senyawa

fenolik yang berfungsi menangkap radikal bebas serta mencegah terjadinya

reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar.

3. Antioksidan sintetik, dibuat dari bahan-bahan kimia yang biasanya

ditambahkan ke dalam bahan pangan untuk mencegah terjadinya reaksi

autooksidasi. Senyawa antioksidan sintetik yang secara luas digunakan adalah

Butylated Hydroxyanisole (BHA), Butylated Hydroxytoluen (BHT), propil

galat (Kumalaningsih, 2006).

2.3.1 Antioksidan Sintetik

Antioksidan sintetik biasanya ditambahkan ke dalam bahan pangan yang

mengandung lemak untuk mencegah terjadinya reaksi autooksidasi. Banyaknya

dikembangkan senyawa antioksidan sintetik dikarenakan antioksidan alami seperti

vitamin E dan vitamin C sangat peka oleh berbagai proses pada pengolahan

senyawa lemak, seperti suhu yang tinggi pada penggorengan atau pemanggangan.

Senyawa antioksidan sintetik yang secara luas digunakan adalah Butylated

Hydroxyanisole (BHA), Butylated Hydroxytoluen (BHT), propil galat. (Branen,

et.al., 2002)

2.3.2 Butylated Hydroxytoluen (BHT)

(27)

Butylated Hydroxytoluen mempunyai berat molekul 220,35 dengan rumus

bangun C15H24O. Butylated Hydroxytoluen mengandung tidak kurang dari 99,0%

C15H24O. Pemerian: Hablur padat, putih, bau khas, lemah. Kelarutan: Tidak larut

dalam air dan propilen glikol, mudah larut dalam etanol, kloroform dan eter.

Penyimpanan dalam wadah tertutup baik (Ditjen POM, 1995).

2.4 DPPH

DPPH merupakan singkatan umum untuk senyawa kimia organik yaitu

1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil. DPPH adalah bubuk kristal berwarna gelap

terdiri dari molekul radikal bebas yang stabil. DPPH mempunyai berat

molekul 394.32 dengan rumus bangun C18H12N5O6, larut dalam air. Penyimpanan

dalam wadah tertutup baik pada suhu -20°C (Molyneux, 2004).

Gambar 2.4.1 Rumus Bangun DPPH

DPPH dapat digunakan untuk menguji kemampuan antioksidan yang

terkandung dalam makanan. Prinsipnya dimana elektron ganjil pada molekul

DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 517 nm yang

berwarna ungu. Warna ini akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila

elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang disumbangkan

senyawa antioksidan. Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari

(28)

Gambar 2.4.2 Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari

antioksidan

2.4.1 Pelarut

Metode ini akan bekerja dengan baik menggunakan pelarut metanol atau

etanol karena kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel

uji sebagai antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004).

2.4.2 Pengukuran Absorbansi-Panjang Gelombang

Panjang gelombang maksimum (λmaks) yang digunakan dalam pengukuran

sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang gelombang

maksimum untuk DPPH antara lain 515 nm, 516 nm, 517 nm, 518 nm, 519 nm,

520 nm. Bagaimanapun dalam praktiknya hasil pengukuran yang memberikan

peak maksimum itulah panjang gelombangnya yaitu sekitar panjang gelombang

yang disebutkan diatas (Molyneux, 2004).

2.4.3 Waktu Pengukuran

Lamanya pengukuran menurut beberapa literatur, yang direkomendasikan

adalah selama 30 menit, namun dalam beberapa penelitian khususnya belakangan

ini waktu pengukuran yaitu selama 60 menit. Waktu pengukuran digunakan

sebagai parameter untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan sampel sebagai

rujukan untuk digunakan dalam penelitian-penelitian berikutnya (Molyneux,

(29)

2.5 Spektrofotometri

Spektrofotometri merupakan suatu metode pengukuran energi radiasi atau

intensitas sinar yang terserap oleh larutan. Spektrofotometri UV-Vis (Ultra

Violet-Visibel) adalah salah satu bentuk spektrofotometri absorbsi. Pada cara ini, cahaya

atau gelombang cahaya elektromagnetik (sinar UV-Vis) berinteraksi dengan zat

dan dilakukan pengukuran besarnya cahaya (gelombang elektromagnetik) yang

diabsorbsi (Benson, 1987).

Berdasarkan panjang gelombang spektrofotometer dibagi dua yaitu

spektrofotometer ultraviolet dengan panjang gelombang 200-400 nm,digunakan

untuk senyawa yang tidak berwarna dan spektrofotometri visibel (sinar tampak)

dengan panjang gelombang 400-800 nm, digunakan untuk senyawa yang

berwarna (Rohman, 2007).

Spektrofotometer pada dasarnya terdiri atas sumber cahaya,

monokromator, kuvet untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus (amplifier)

dan alat ukur atau alat pencatat (recorder), seperti yang tertera pada gambar 2.6.1.

Gambar 2.5.1 Konstruksi dasar dari spektrofotometer

Keterangan : 1 = Sumber cahaya

2= Monokromator

3= Kuvet (tempat sampel)

4= Detektor

5= Amplifier

6 = Hasil

(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental. Metode

penelitian meliputi pengumpulan sampel, karakterisasi sampel, skrining dan

pengujian aktivitas antioksidan secara spektrofotometri visibel. Penelitian

dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Laboratorium Penelitian Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan terdiri dari alat alat gelas, seperangkat alat

penetapan kadar air, kertas saring, aluminium foil, neraca kasar (Ohaus), neraca

analitis (Vibra), oven listrik (Stork), Spektrofotometer UV-Visibel (Shimadzu),

penangas air dan eksikator.

3.2 Bahan-bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah madu dari hutan Lhoknga,

Montasik dan Sare. Bahan-bahan kimia adalah 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl

(DPPH) (Sigma), Butylated Hydroxytoluen (BHT) (Sigma), metanol, serbuk Mg,

amil alkohol, α-naftol, asam nitrat pekat, natrium sitrat, natrium karbonat,

tembaga (II) sulfat, resrsinol, asam klorida pekat dan air suling.

3.3 Pengumpulan Sampel

Madu yang di gunakan diperoleh dari hutan Lhoknga, hutan Montasik dan

(31)

3.4 Pembuatan Pereaksi 3.4.1 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh

larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.4.2 Pereaksi Benedict

Sebanyak 34,6 g natrium sitrat dan 20 g natrium karbonat dilarutkan dalam

180 ml air suling diaduk dan di saring, kemudian di tambahkan 3,46 g tembaga

(II) sulfat dalam 20 ml kemudian ditambahkan air suling sampai 200 ml (Ditjen

POM, 1995).

3.4.3 Pereaksi Benedict

Sebanyak 1 g resorsinol dilarutkan dalam asam klorida pekat, kemudian

dicukupkan volumenya sampai 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.4.4 Larutan DPPH 0,5 mM

Sebanyak 20 mg DPPH ditimbang kemudian dilarutkan dalam metanol

hingga volume 100 ml (Molyneux, 2004).

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Sampel

Pemeriksaan karakteristik sampel meliputi pemeriksaan makroskopik,

mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar

abu yang tidak larut dalam asam.

3.5.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap madu meliputi pemeriksaan

(32)

3.5.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap madu untuk melihat butir

butir serbuk sari yaitu dengan cara meneteskan madu di atas objek glass lalu

ditutupi dengan kaca penutup kemudian diamati di bawah mikroskop.

3.5.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen).

Cara kerja:

1. Penjenuhan Toluen

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu

alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2

jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume

air dalam tabung penerima dibaca skalanya.

2. Penetapan Kadar Air Sampel

Ke dalam labu yang berisi toluen jenuh diatas, dimasukkan 5 g madu yang

telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah

toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian

besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap

detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan

toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan

mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume

air dibaca. Selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang

terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (SNI, 2010)

3.5.4 Penetapan Kadar Abu Total

(33)

telah dipijar di dalam oven pada suhu 105ºC selama 30 menit dan ditara,

diratakan. Krus dipijarkan perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran

dilakukan pada suhu 500-600ºC sampai bobot tetap. Kemudian didinginkan dan

ditimbang. Kadar abu total dihitung dalam persen (SNI, 2010).

3.5.5 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25

ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, kemudian dicuci dengan

air panas. Residu dan kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC

selama 30 menit lalu dipijar pada suhu 500-600ºC sampai bobot tetap, kemudian

didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung

dalam persen (SNI, 2010).

3.6 Skrining Madu

3.6.1 Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 10 g madu ditambah 100 ml air panas, dididihkan selama 5

menit dan disaring dalam keadaan panas. Ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g

serbuk Mg, 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan

memisah. Flavonoid positif jika pada lapisan amil alkohol terjadi warna merah

kekuningan atau jingga (Farnsworth, 1966).

3.6.2 Pemeriksaan Sukrosa

Sebanyak 5 ml madu di masukkan kedalam tabung reaksi, lalu

ditambahkan 2 tetes pereaksi Molish di campur rata, kemudian di tambahkan 3 ml

asam sulfat pekat secara perlahan lahan melalui dinding tabung, cincin ungu yang

(34)

3.6.3 Pemeriksaan Glukosa

Sebanyak 5 ml pereaksi benedict dimasukkan dalam tabung reaksi,

kemudian di tambahkan 8 tetes larutan madu di campur rata dan didihkan selama

5 menit, biarkan samapai dingin kemudian di amati perubahan warnanya, jika

terbentuk endapan merah bata menunjukkan reaksi postif (Gunawan, 2004).

3.6.4 Pemeriksaan Fruktosa

Masukkan 0,5 mL larutan madu ke dalam tabung reaksi, tambahkan 5 mL

pereaksi Seliwanoff, campur dan letakkan tabung di dalam penangas air mendidih

selama 60 detik, jika terbentuk warna merah menunjukkan reaksi positif

(Gunawan, 2004).

3.7 Pengujian Kemampuan Antioksidan Dengan Spektrofotometri Visibel 3.7.1 Prinsip Metode DPPH

Kemampuan sampel uji dalam meredam proses oksidasi DPPH

(1,1-diphenyl-2-picryl-hydrazil) sebagai radikal bebas dalam larutan metanol (sehingga

terjadi perubahan warna DPPH dari ungu menjadi kuning) dengan nilai IC50

(konsentrasi sampel uji yang mampu meredam radikal bebas 50%) digunakan

sebagai parameter untuk menentukan aktivitas antioksidan sampel uji.

3.7.2 Pengukuran Larutan DPPH

Timbang 20 mg DPPH kemudian dilarutkan dalam metanol hingga

volume 100 ml untuk mendapatkan Larutan DPPH 0,5 mM . Dipipet sebanyak 5

ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, dicukupkan dengan

metanol sampai garis tanda. Pengukuran dilakukan setelah didiamkan selama 60

(35)

3.7.3 Pembuatan Larutan Induk

Sebanyak 500 mg sampel uji (madu) ditimbang, dimasukkan ke dalam

labu 50 ml dilarutkan dengan metanol lalu volumenya dicukupkan dengan

metanol sampai garis tanda (konsentrasi 10.000 µg/ml).

3.7.4 Pengukuran Aktivitas Antioksidan Sampel Uji

Larutan induk dipipet sebanyak 7,5 ml dan 10 ml dan 12,5 ml ke dalam

labu tentukur 25 ml untuk mendapatkan konsentrasi larutan uji 3000 µg/ml, 4000

µg/ml dan 5000 µg /ml. Ke dalam masing-masing labu tentukur ditambahkan 5 ml

larutan DPPH 0,5 mM lalu volumenya dicukupkan dengan metanol sampai garis

tanda. Pengukuran dilakukan setelah didiamkan selama 60 menit pada panjang

gelombang 516 nm.

3.7.5 Pengukuran Aktivitas Antioksidan BHT

Sebanyak 25 mg BHT ditimbang, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25

ml dilarutkan dengan metanol lalu volumenya dicukupkan dengan metanol sampai

garis tanda. Dipipet sebanyak 0,5 ml; 1 ml; dan 1,5 ml ke dalam labu tentukur 25

ml untuk mendapatkan konsentrasi larutan uji 20 µg/ml, 40 µg/ml dan 60 µg/ml.

Ke dalam masing-masing labu tentukur ditambahkan 5 ml larutan DPPH 0,5 mM

lalu volumenya dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda. Pengukuran

dilakukan setelah didiamkan selama 60 menit pada panjang gelombang 516 nm.

3.7.6 Penentuan Persen Peredaman

Penentuan aktivitas penangkap radikal bebas dari sampel uji menggunakan

metode DPPH. Pengukuran dilakukan setelah didiamkan selama 60 menit.

Nilai serapan larutan DPPH sebelum dan sesudah penambahan ekstrak tersebut

(36)

% inhibisi =

kontrol sampel kontrol

A

) A

(A −

X 100%

Keterangan : Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel

(37)

B A B IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Karakterisasi

Hasil pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap ketiga madu hutan

Lhoknga, Montasik dan Sare merupakan cairan kental, berwarna coklat

kemerahan, coklat kekuningan, coklat kekuningan tua, mempunyai bau dan rasa

yang khas. Hasil pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap madu

menunjukkan adanya butir butir serbuk sari. Hasil penetapan kadar air, kadar abu

total dan kadar abu yang tidak larut dalam asam dapat dilihat pada table 4.1.

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi madu

No Karakterisasi madu

Hasil (%) Madu

Lhoknga

Madu Montasik

Madu Sare

1 Kadar air 20,62 22,94 21,91

4 Kadar abu total 0,23 0,24 0,23

5 Kadar abu yang tidak larut dalam asam

0,13 0,10 0,11

Karakteristik madu telah terdapat dalam Standar Nasional Indonesia.

Persyaratan umum pada Standar Nasional Indonesia yaitu kadar air tidak lebih

dari 22% dan kadar abu tidak lebih dari 0,5%. Hasil penetapan kadar air dan kadar

abu memenuhi persyaratan pada Standar Nasional Indonesia. Kadar abu total

dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa anorganik pada madu, sedangkan

kadar abu yang tidak larut dalam asam dilakukan untuk mengetahui senyawa

(38)

4.2 Hasil Skrining

Hasil skrining terhadap madu diketahui bahwa madu mengandung

senyawa-senyawa seperti yang terlihat pada tabel berikut:

Tabel 3.2 Hasil skrining madu hutan Lhoknga, Montasik dan Sare

No Pemeriksaan Hasil

1 Flavonoid +

2 Fruktosa +

3 Glukosa +

4 Sukrosa +

Hasil skrining madu menunjukkan bahwa madu mengandung fruktosa,

glukosa dan sukrosa serta senyawa kimia golongan flavonoid. Selain flavonid

madu juga mengandung vitamin A, vitamin C, vitamin E asam organik, enzim,

asam fenolat, flavonoid dan beta karoten yang diketahui dapat bertindak sebagai

antioksidan yaitu sebagai penangkap radikal bebas karena gugus hidroksil yang

dikandungnya mendonorkan hidrogen kepada radikal bebas (Silalahi, 2006).

4.3 Hasil Pengukuran Aktivitas Antioksidan

Pemeriksaan aktivitas anti radikal bebas DPPH secara spektrofotometri

dilakukan dengan mereaksikan sampel dengan larutan pereaksi DPPH 0,5 mM.

Pengukuran aktivitas antioksidan madu dengan konsentrasi masing-masing 3000

µg/ml, 4000 µg/ml dan 5000 µg/ml yang dibandingkan dengan BHT konsentrasi

20 µg/ml sebagai kontrol larutan pereaksi DPPH 0,5 mM (tanpa penambahan

sampel). Hasil pengukuran aktivitas antioksidan madu hutan Lhoknga, hutan

(39)

Tabel 4.3.1 Data aktivitas antioksidan madu hutan Lhoknga, Montasik dan Sare serta BHT

Larutan Uji

Aktivitas antioksidan (%) pada konsentrasi

3000 µg/ml 4000 µg/ml 5000 µg/ml

Madu hutan Lhoknga 73,34 73,89 79,66

Madu hutan Montasik 63,36 68,88 74,18

Madu hutan Sare 65,58 67,17 75,06

Pembanding 20 µg/ml 40 µg/ml 60 µg/ml

BHT 74,46 83,31 86,87

Data tersebut menunjukkan adanya peningkatan aktivitas antioksidan pada

ketiga madu dengan konsentrasi yang berbeda. BHT sebagai pembanding dengan

konsentrasi 20µg/ml menunjukkan aktivitas antioksidan yang hampir sama

dibandingkan dengan ketiga madu pada konsentrasi 5000 µg/ml.

Adanya perbedaan aktivitas antioksidan dari madu hutan Lhoknga,

Montasik dan Sare dapat disebabkan karena sumber nektar ketiga madu tersebut

berbeda sehingga komposisi senyawanya berbeda dan menghasilkan aktivitas

antioksidan yang berbeda pula. Pernyataan ini didukung oleh Parwata yang

menyatakan bahwa tiap jenis madu memang memiliki efek antioksidan yang

berbeda-beda dimana jumlah dan kandungan antioksidannya sangat tergantung

dari sumber nektarnya (Parwata, 2010). Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar

(40)

Gambar 4.3.1 Grafik konsentrasi vs aktivitas antioksidan madu hutan Lhoknga,

Montasik dan Sare setelah didiamkan selama 60 menit

Gambar diatas menunjukkan adanya peningkatan aktivitas antioksidan

dari madu hutan Lhoknga, Montasik dan sare. Dimana aktivitas antioksidan

masing-masing madu pada konsentrasi 5000µg/ml lebih besar dibandingkan

dengan konsentrasi 4000µg/ml dan 3000µg/ml. Peningkatan aktivitas antioksidan

ini mempunyai arti bahwa telah terjadinya penangkapan radikal DPPH oleh madu.

Antioksidan pada madu bersumber dari vitamin A, vitamin C, vitamin E asam

organik, enzim, asam fenolat, flavonoid dan beta karoten yang terkandung di

dalam madu.

Madu Hutan Lhoknga Madu Hutan Montasik

(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Hasil pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap ketiga madu hutan

Lhoknga, Montasik dan Sare merupakan cairan kental, berwarna coklat

kemerahan, coklat kekuningan, coklat kekuningan tua,, mempunyai bau

dan rasa yang khas. Hasil pemeriksaan mikroskopik menunjukkan adanya

butir butir serbuk sari. Kadar air, kadar abu total dan kadar abu yang tidak

larut dalam asam masing masing madu yang diperoleh memenuhi

persyaratan Standar Nasional Indonesia.

2. Hasil uji aktivitas antioksidan ketiga madu pada konsentrasi 5000 µg/ml

menunjukkan aktivitas antioksidan yang hampir sama dibandingkan BHT

pada konsentrasi20 µg/ml.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim a. (2009). Madu Secara Umum. http//www.digilib.petra.ac.id/madu-chapter2. (Diakses 28 September 2010)

Anonim b. (2009). Khasiat Madu Bagi Kesehatan. http://www.voa-islam. com/health. (Diakses 22 Agustus 2010)

Anonim. (2010). Madu Makanan Yang Lengkap Menjadi Obat Untuk Berbagai

Jenis Penyakit

2010)

Badan Standarisasi Nasional Indonesia. (2010). Standar Nasional Indonesia Madu

01-3545-2004. Jakarta (Diakses 22 September 2010)

Benson, Harry. (1987). Principles of Chemical Instrumentation. W.B Saunders Company. West Washington. Pages 34

Bruce, R. (2005). Antioxidant In Australia Floral Honeys – Identification of Health-enhanching nutrient components. Journal of Aglicultural an

Food Chamistry

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Halaman 1132-1140

Farnsworth, N.R. (1996). Biological and Phytochemical Screening of Plants,

Journal of Pharmaceutical Sciences. Volume 55. No.3. Reheis Chemical

Company. Chicago: Pages 263

Gheldof, N., Wang, XH., Engeseth, N.J. (2002). Identification and Quantification of Antioxidant of Honeys from Various Floral Source. Journal of

Aglicultural an Food Chamistry

Gunawan, D dan Mulyani, S. (2004). Ilmu Obat Alam. Jilid 1. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 24-35

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa

Tumbuhan. Terjemahan K.Padmawinata. Edisi II. Bandung: ITB Press.

Halaman 76

Kosasih, E; Setiabudi, T. (2004). Peran Antioksidan pada Lanjut Usia. Jakarta: Pusat Pusat Kajian Nasional Masalah Lanjut Usia. Halaman 42-75

Kumalaningsih, S. (2006). Antioksidan Alami. Cetakan I. Surabaya: Trubus Agrisarana. Halaman 16-25

Molyneux, P. (2004). The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl

(DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin J. Sci.

(43)

Parwata, A., Ratnayani, K., dan Listya, A. (2010). Aktivitas Antiradikal Bebas Serta Kadar Beta Karoten Pada Madu Randu (Ceiba Pentandra) Dan Madu Kelengkeng (Nephelium Longata L.). Jurnal Kimia FMIPA

Universitas Udayana

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 220-264

Sarwono, B. (2001). Lebah Madu. Jakarta: Agromedia Pustaka. Halaman 61-62, 68-69.

Sihombing, D. T. H. (1997). Lebah Madu. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 28, 32, 93.

Silalahi, J. (2006). Makanan Fungsional. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman 38-55

(44)

Sukrosa Fruktosa Madu

(Hutan Lhoknga, Montasik dan Sare)

Karakterisasi Skrining Uji Aktivitas

Antioksidan

Penetapan kadar air

Flavonoid

Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam

Hasil

Penetapan kadar abu total Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan mikroskopik

Glukosa

Lampiran 1. Gambar Bagan Kerja Penelitian

(45)

Lampiran 2. Gambar Daerah Pengambilan Madu

1 2 3

Keterangan :

1. Hutan Lhoknga

2. Hutan Montasik

(46)
(47)

Lampiran 4. Gambar Mikroskopik Madu

Serbuk sari dari masing masing madu

1. Madu Hutan Lhoknga

2. Madu Hutan Montasik

(48)

Lampiran 5. Hasil Perhitungan Karakteristik Madu

1. Perhitungan Kadar Air

% Kadar Air

1. Madu hutan Lhoknga

Berat Sampel : 5,013 g

2. Madu hutan Montasik

(49)

Lampiran 5. (lanjutan)

2. Perhitungan Kadar Sari yang Larut dalam Air

% Kadar Sari yang Larut dalam Air = x 100%

1. Madu hutan Lhoknga

Berat sampel = 5,013 g

2. Madu hutan Montasik

(50)

Lampiran 5. (lanjutan)

3. Perhitungan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol

% Kadar Sari yang Larut dalam Etanol = x 100%

1. Madu hutan Lhoknga

Berat sampel = 5,013 g

2. Madu hutan Montasik

(51)

Lampiran 5. (lanjutan)

4. Perhitungan Kadar Abu Total

% Kadar Abu Total = x 100%

1. Madu hutan Lhoknga

Berat sampel = 2,0004 g

2. Madu hutan Montasik

(52)

Lampiran 5. (lanjutan)

5. Perhitungan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam

% Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam = x 100%

1. Madu hutan Lhoknga

Berat sampel = 2,0004 g

2. Madu hutan Montasik

(53)
(54)

Lampiran 7. Data absorbansi dan % inhibisi madu hutan Lhoknga, Montasik,

Sare dan BHT setelah didiamkan selama 60 menit

1. Data absorbansi dan % inhibisi madu hutan Lhoknga

Konsentrasi Larutan Uji

Absorbansi Pengukuran ke-

Rata-rata

2. Data absorbansi dan % inhibisi madu hutan Montasik

Konsentrasi Larutan Uji

Absorbansi Pengukuran ke-

Rata-rata

3. Data absorbansi dan % inhibisi madu hutan Sare

Konsentrasi Larutan Uji

Absorbansi Pengukuran ke-

(55)

4. Data absorbansi dan % inhibisi BHT

Konsentrasi Larutan Uji

Absorbansi Pengukuran ke-

Rata-rata Absorbansi

Persen Inhibisi

(%)

1 2 3

DPPH 0,1 mM

BHT 20 µg/ml

1,110

0,292

1,113

0,284

1,113

0,275

1,112

0,284 74,46

BHT 40 µg/ml 0,193 0,190 0,174 0,186 83,31

(56)

Lampiran 8. Perhitungan % inhibisi madu hutan Lhoknga, Montasik, Sare dan

BHT setelah didiamkan selama 60 menit

1. Madu hutan Lhoknga

Konsentrasi 3000 µg/ml

% inhibisi = ( )x100%

Konsentrasi 4000 µg/ml

% inhibisi = ( )x100%

Konsentrasi 5000 µg/ml

% inhibisi = ( )x100%

2. Madu hutan Montasik

Konsentrasi 3000 µg/ml

(57)

Konsentrasi 4000 µg/ml

Konsentrasi 5000 µg/ml

% inhibisi = ( )x100%

Konsentrasi 3000 µg/ml

% inhibisi = ( )x100%

Konsentrasi 5000 µg/ml

(58)

4. BHT

Konsentrasi 20 µg/ml

% inhibisi = ( )x100%

Konsentrasi 40 µg/ml

% inhibisi = ( )x100%

Konsentrasi 60 µg/ml

Gambar

Gambar. 1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian
Tabel 2.1. Persyaratan kualitas madu
Gambar 2.3.2.1. Rumus Bangun BHT
Gambar 2.4.1 Rumus Bangun DPPH
+6

Referensi

Dokumen terkait

Senyawa fenolik yang terkandung dalam tanaman, khususnya asam fenolat dan flavonoid, telah diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang dapat menghambat radikal bebas dan

Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan, kondisi optimum ekstraksi senyawa total fenolik buah labu siam menggunakan RSM diperoleh pada waktu ekstraksi 2 jam, nisbah

DPPH yang berperan sebagai radikal bebas akan bereaksi dengan senyawa antioksidan, sehingga DPPH akan berubah menjadi diphenilpycrilhydrazine yang bersifat non-

Histopatologi Pankreas Tikus pada Kondisi Diabetes Melitus Resisten Insulin (Hari ke-9) dengan Perbesaran 100x (I) dan 400x (II), pewarnaan H&E. Pulau Langerhans)

Salah satu metode yang digunakan dalam pengujian zat antioksidan adalah metode DPPH 1,1 difenil-2-pikrilhidrazil yang merupakan radikal bebas, jika direaksikan dengan ekstrak

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang berfungsi untuk melindungi sel dari efek berbahaya radikal bebas oksigen yang berasal dari metabolismetubuh maupun faktor

Histopatologi Pankreas Tikus pada Kondisi Diabetes Melitus Resisten Insulin (Hari ke-9) dengan Perbesaran 100x (I) dan 400x (II), pewarnaan H&E. Pulau Langerhans)

Pemberian antioksidan pada pengobatan diabetes tidak hanya diperlukan untuk mencegah kerusakan oksidatif dengan memperbaiki sel β-pankreas yang rusak akibat radikal bebas,