POTENSI RUMAH ADAT TRADISIONAL KARO DESA MELAS
SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI KABUPATEN
KARO
KERTAS KARYA
OLEH:
SERLY MEI RINA SITEPU
NIM: 082204032
PROGRAM STUDI D-III PARIWISATA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PERSETUJUAN
POTENSI RUMAH ADAT TRADISIONAL KARO DESA MELAS
SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI KABUPATEN
KARO
OLEH:
SERLY MEI RINA SITEPU
NIM: 082204032
Dosen Pembimbing, Dosen Pembaca,
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Kertas Karya
: POTENSI RUMAH ADAT
TRADISIONAL KARO DESA MELAS
SEBAGAI DAYA TARIK WISATA
BUDAYA DI KABUPATEN KARO
Oleh
: SERLY MEI RINA SITEPU
NIM
: 082204032
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dekan,
Dr. Syahron Lubis, M.A.
NIP. 19511013 197603 1 001
PROGRAM STUDI D-III PARIWISATA
Ketua,
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Kertas Karya dengan judul “POTENSI RUMAH ADAT TRADISONAL KARO DESA MELAS SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI KABUPATEN KARO” guna memenuhi syarat untuk memperoleh Gelar Ahli Madya Diploma III Program Studi Pariwisata Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Selanjutnya penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada orang tua, Ayahanda Alm. K. Sitepu dan Ibunda H. Br. Bangun yang telah memberikan perhatian dan dorongan moril maupun materil yang tidak ternilai harganya sehingga penulis dapat menyelesaikan Kertas Karya ini.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Syahron Lubis, M.A. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
2. Arwina Sufika, S.E.,M.Si. Selaku Ketua Jurusan Diploma III Pariwisata Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Dra. Nurcahaya Bangun, M.Si. Selaku dosen pembimbing penulis.
4. Drs. Marzaini Manday MSPD. Selaku dosen pembaca penulis .
5. Bang Ilal dan seluruh dosen serta staf pengajar program studi pariwisata/usaha wisata yang telah mendidik dan membimbing penulis selama perkuliahan.
7. Untuk seluruh teman-teman UW’08, maupun teman-teman di luar lingkungan kampus. Teruslah berkarya teman.
8. Untuk Desnalri Sinulingga, Joey Bangun dan teman-teman yang telah membantu menyelesaikan kertas karya ini.
Penulis menyadari bahwa dalam Kertas Karya ini masih terdapat kekurangan baik ditinjau dari segi pengalaman, penyusunan materi maupun teknik penulisan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan Kertas Karya ini.
Demikianlah harapan penulis, semoga Kertas Karya ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Medan, Mei 2011
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR……….. i
DAFTAR ISI………. iii
DAFTAR TABEL……… vi
DAFTAR GAMBAR………... vii
ABSTRAK……… viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah……….. 1
1.2 Rumusan Masalah……….. 7
1.3 Tujuan Penelitian……… 7
1.4 Manfaat Penelitian………. 8
1.5 Metode pengumpulan Data……… 9
BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Beberapa Pengertian Tentang Kepariwisataan……… 10
2.1.1 Wisatawan………. 10
2.1.2 Pariwisata……….. 11
2.1.3 Sarana dan Prasarana………. 13
Halaman
2.2.1 Jenis-jenis Wisata Menurut Maksud
Perjalanan yang Dilakukan……….. 16
2.2.2 Daya Tarik Wisata……… 17
2.2.3 Daya Tarik Wisata Budaya………. 18
2.3 Pengertian Kebudayaan……….. 20
2.4 Rumah Adat Tradisional Karo……… 21
BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN KARO 3.1 Kabupaten Karo………. 24
3.1.1 Letak Geografis……… 24
3.1.2 Sistem Pemerintahan………. 25
3.1.3 Kependudukan , Agama dan Sistem Mata Pencaharian… 26 3.1.4 Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata Kabupaten Karo…. 27 3.2 Desa Melas……….. 36
3.2.1 Letak Geografis………... 36
Halaman
3.2.3 Sistem Mata Pencaharian, Agama
dan Kependudukan……… 37
BAB IV POTENSI RUMAH ADAT TRADISONAL KARO DESA MELAS SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI KABUPATEN KARO
4.1 Bagian-bagian Rumah Adat dan Fungsi Rumah Adat…… 38
4.1.1 Bagian-bagian Rumah Adat………... 38
4.1.2 Fungsi Rumah Adat……… 41
4.2 Jabu dalam Rumah Adat……… 41
4.3 Bentuk dan Fungsi Ornamen pada Rumah Adat Karo…… 48
BAB V PENUTUP……….. 52
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan
Wisatawan Nusantara Tahun 2010……… 5
Tabel 3.1 Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Karo……… 26
Tabel 3.2 Sebaran Daya Tarik Wisata di Kabupaten Karo……….. 28
Tabel 3.3 Daftar Hotel di Kabupaten Karo………. `32
Tabel 3.4 Daftar Restoran di Kabupaten Karo……… 33
Tabel 3.5 Daftar Penukaran Mata Uang di Kabupaten Karo………….. 33
Tabel 3.6 Daftar Biro Perjalanan/ Agen Perjalanan di Kabupaten Karo… 34
Tabel 3.7 Daftar Pusat Kesehatan/ Rumah Sakit di Kabupaten Karo…… 35
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Susunan Jabu pada Rumah Adat Tradisional Karo………….. 47
ABSTRAK
Sektor pariwisata menjadi sangat penting ketika potensi kepariwisataan yang ada menjadi sektor yang dapat diandalkan untuk memberikan devisa (pemasukan) yang besar bagi negara, daerah dan masyarakat setempat. Seperti yang kita ketahui bahwa Kebudayaan Indonesia sebagai salah satu daya tarik kepariwisataan terdapat di berbagai daerah di nusantara. Begitu juga halnya di provinsi Sumatera Utara, keanekaragaman budaya yang dimiliki yang menjadi karakteristik atau keunikan masing-masing daerah adalah merupakan potensi kepariwisataan yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
Kabupaten Karo adalah salah satu daerah tujuan wisata yang memiliki beberapa objek wisata yang cukup potensial dan menarik. Rumah adat tradisional karo merupakan daya tarik wisata yang cukup potensial dalam meningkatkan kepariwisataan Kabupaten Karo. Keunikan arsitektur dan ornamen-ornamen rumah adat dapat menambah daya tarik bangunan tersebut. Desa Melas adalah salah satu desa di Tanah Karo yang memiliki dua rumah adat tradisional. Potensi yang ada di Desa Melas, baik potensi sumber daya alam, sumber daya budaya maupun sumber daya manusia dapat diberdayakan secara lebih optimal sehingga meningkatkan kualitas kepariwisataan Kabupaten Karo dan memberi manfaat bagi masyarakat karo umumnya dan masyarakat Desa Melas khususnya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kepariwisataan di Indonesia dulu telah mengalami perkembangan dan secara
umum memberikan banyak manfaat bagi bangsa Indonesia, tetapi kini mengalami
kemerosotan seiring dengan terjadinya berbagai bencana alam dan kejadian-kejadian
di berbagai daerah tujuan wisata, seperti pemboman di pulau Bali, meletusnya
beberapa gunung di Indonesia, serta situasi dan kondisi ekonomi, sosial, budaya dan
keamanan di Indonesia yang tidak stabil.
Pemerintah mempunyai garis kebijakan mengenai kepariwisataan yang bertujuan
untuk meningkatkan devisa negara, membuka peluang kerja dan meningkatkan
penghasilan penduduk serta memberdayakan perekonomian masyarakat. Adapun
usaha kegiatan tersebut antara lain:
1. Mengadakan penyuluhan dan pembinaan kelompok seni budaya dan objek
wisata,
2. Pembinaan industri kerajinan,
3. Sadar wisata.
Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah tersebut digunakan untuk
memperkenalkan dan mengembangkan kebudayaan bangsa Indonesia dengan tetap
bahwa pemerintah Indonesia sangat serius dan peduli terhadap dunia kepariwisataan.
Selain itu, upaya pemerintah melalui kebijakannya dalam hal kepariwisataan juga
bertujuan untuk membina dan melestarikan budaya bangsa sebagai aset wisata yang
tidak ternilai harganya. Seperti yang dituangkan dalam undang-undang Nomor 9
tahun 1990 tentang kepariwisataan, dijelaskan bahwa pariwisata adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya
tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang itu.
Sumatera utara adalah salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki potensi
wisata, baik di bidang alam maupun budaya. Sumatera Utara juga dikenal sebagai
salah satu Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang cukup terkenal di kalangan wisatawan
domestik maupun wisatawan mancanegara. Sektor pariwisata menjadi sangat penting
ketika potensi kepariwisataan yang ada menjadi sektor yang dapat diandalkan untuk
memberikan devisa (pemasukan) yang besar bagi negara, daerah dan masyarakat
setempat. Seperti yang kita ketahui bahwa Kebudayaan Indonesia sebagai salah satu
daya tarik kepariwisataan terdapat di berbagai daerah di nusantara. Begitu juga
halnya di provinsi Sumatera Utara, keanekaragaman budaya yang dimiliki yang
menjadi karakteristik atau keunikan masing-masing daerah adalah merupakan potensi
kepariwisataan yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi Pegunungan Bukit Barisan dan
merupakan Daerah Hulu Sungai. Luas wilayah Kabupaten Karo adalah 2.127,25 km2
geografis terletak diantara 2050’-3019’ Lintang Utara dan 97055’-98038’ Bujur Timur.
Kabupaten Karo berbatasan dengan :
• Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Deli Serdang
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Toba Samosir
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten
Simalungun
• Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Propinsi NAD)
Kabupaten Karo terkenal sebagai daerah penghasil produk pertanian dan juga sebagai
Daerah Tujuan Wisata di Indonesia dengan Kota Berastagi sebagai pusat
Kepariwisataan berjarak 66 Km dari Kota Medan (Bandara Polonia Medan) dan 11
Km dari Kota Kabanjahe sebagai Pusat Pemerintahan.
Potensi Obyek Wisata Kabupaten Karo :
• Obyek Wisata Alam : Alam Pegunungan, Hutan Raya, Air Terjun. Danau, Air
Panas Alama dan Gua.
• Obyek wisata Budaya : Rumah Tradisional Karo, Kesenian Budaya
Tradisional Karo, Upacara Ritual dan Pesta Tahunan.
• Obyek wisata peninggalan Sejarah : Museum Karo Lingga, Peninggalan
Meriam Putri Hijau, Peninggalan Bangunan Arsitektur Zaman Belanda
Kota Berastagi sebagai pusat Kepariwisataan Karo memiliki aksesibilitas sangat baik,
wisatawan dapat mengunjunginya menggunakan bus ukuran besar. Kota Berastagi
juga memiliki sarana akomodasi dan restoran yang sangat memadai dan fasilitas
umum seperti station bus, sarana komunikasi, sarana kesehatan, perbankan, Money
Changer. Berastagi juga terletak pada posisi strategis di jalan utama yang
menghubungkan Kota Medan dengan Parapat (Simalungun) atau Taman Iman
(Dairi), jadi kota ini juga merupakan pintu gerbang perjalanan wisata ke obyek wisata
lainnya di Sumatera Utara. Di daerah ini kita dapat nikmati keindahan Gunung berapi
Sibayak yang masih aktif yang memiliki ketinggian 2.172 meter dan Gunung
Sinabung dengan tinggi 2.417 meter. Kabupaten Karo sering disebut sebagai "Taneh
Karo Simalem".
Objek dan Daya Tarik Wisata Kabupaten Karo (ODTW) didominasi oleh
ODTW Alam, Budaya dan Minat Khusus. Dilihat dari potensi kepariwisataan, daerah
ini memiliki berbagai daya tarik wisata yang sangat memadai, meskipun obyek wisata
yang ada sebagian belum dikelola dengan optimal. Obyek-obyek wisata tersebut
tersebar di hampir seluruh penjuru wilayah Kabupaten Karo. Dari identifikasi yang
telah dilakukan oleh Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Karo, tinjauan
beberapa kebijakan dan hasil pengamatan survey lapangan terdapat obyek wisata
alam, obyek wisata budaya, peninggalan sejarah serta beberapa atraksi wisata yang
Kabupaten Karo yang dulunya dikenal dengan kota wisata yang ramai
dikunjungi wisatawan baik wisatawan domestik maupun mancanegara, kini
mengalami kemerosotan. Hal ini bisa dilihat dari jumlah wisatawan yang berkunjung
semakin lama semakin berkurang. Secara statistik, jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara maupun wisatawan nusantara dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.1 Jumah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan Nusantara Tahun 2010
Sumber : Dinas Kepariwisataan Kabupaten Karo, 2010.
Selain itu, salah satu kendala dalam pengembangan kepariwisataan pada saat ini
adalah kurangnya daya tarik objek itu sendiri. Hal ini dapat terjadi karena keaslian
atau kealamian objek wisata itu hampir hilang. Disamping itu kurangnya perhatian
pemerintah dan ketidakpedulian masyarakat setempat sehingga banyak objek wisata
di Kabupaten Karo tidak terawat dan hampir rusak total.
Tanah Karo sebagai bagian dari Propinsi Sumatera Utara memiliki beberapa
objek wisata yang potensial. Salah satu di antaranya adalah Rumah Adat Tradisional
Desa Melas adalah sebuah desa kecil yang terletak di kecamatan Dolat Rakyat, lebih
kurang 4 km dari kota Berastagi. Masyarakat desa Melas umumnya adalah petani
yang bercocok tanam tanaman seperti buah-buahan dan sayuran. Masyarakat desa
Melas juga masih memegang teguh serta menjalankan adat dan budaya Karo dalam
setiap kegiatan kehidupannya sehari-hari, misalnya: upacara adat perkawinan,
upacara 7 bulanan bayi dalam kandungan, upacara adat kematian, dan lain-lain.
Umumnya kegiatan-kegiatan adat dan budaya tersebut sebagian besar masih dipakai
dan dijalankan oleh masyarakat desa Melas. Semua potensi alam, budaya dan
kehidupan masyarakat desa Melas merupakan modal utama yang cukup menarik
untuk diberdayakan sebagai daya tarik wisata dalam meningkatkan kepariwisataan di
Kabupaten Karo.
Desa Melas memiliki tinggalan dua buah bangunan rumah adat. Satu sudah
roboh karena gempa akibat letusan gunung Sinabung dan satu lagi masih utuh namun
tidak ditempati lagi sejak 30 tahun yang lalu. Rumah adat inilah yang akan direnovasi
dengan tetap mempertahankan keasliannya sehingga dapat dihuni kembali. Jumlah
penduduk yang hanya kurang lebih 30 kepala keluarga bisa jadi merupakan faktor
pendukung dikembangkannya kepariwisataan di desa Melas. Di samping itu, antusias
penduduk untuk merevitalisasi rumah adat yang ada di desa Melas sangat tinggi,
terbukti dengan keikutsertaan masyarakat dalam memperbaiki rumah adat dengan
cara bergotong royong. Karena belum mendapat simpati dari pemerintah, karang
taruna desa Melas mulai memperbaiki rumah adat tahap pertama tanggal 14 Januari
dengan dana dari hasil pengumpulan koin yang sudah diterima. Perbaikan tahap
kedua dilaksanakan pada tanggal 4, 5 dan 6 Maret 2011 dengan mengganti atap atau
ijuk yang ada di rumah adat tersebut.
Desa Melas dengan keberadaan rumah adatnya yang cukup potensial sebagai
daya tarik wisata, melatarbelakangi penulis untuk mengangkat desa ini sebagai objek
penelitian dengan judul : “Potensi Rumah Adat Tradisional Karo Desa Melas Sebagai
Daya Tarik Wisata Budaya Kabupaten Karo”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka rumusan masalah yang
akan diangkat dalam kertas karya ini adalah:
1. Bagaimana potensi rumah adat tradisional karo desa Melas sebagai daya tarik
wisata budaya di Kabupaten Karo?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui potensi rumah adat tradisional karo desa Melas sebagai
daya tarik wisata budaya di Kabupaten Karo.
2. Tujuan umum yaitu untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar
Ahli Madya di Pariwisata Program Diploma III Pariwisata, Fakultas Sastra,
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dapat dibagi menjadi manfaat teoritis dan manfaat praktis.
a. Manfaat teoritis penelitan ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu kepariwisataan, khususnya pariwisata budaya, baik dari segi
bentuk maupun strategi pengembangan.
b. Manfaat praktis penelitian diharapkan bermanfaat bagi pemerintah daerah
sebagai pengambil kebijakan, bagi para pelaku pariwisata serta bagi masyarakat
sebagai pemilik daerah objek wisata tersebut dalam pembangunan kepariwisataan di
daerahnya.
Di atas semua itu, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi masyarakat
setempat karena keterlibatan masyarakat setempat dalam pengembangan
kepariwisataan tidak hanya akan memberikan keuntungan secara ekonomis namun
dapat meningkatkan kesadaran wisata dan kualitas hidup masyarakat. Perkembangan
yang baik pasti akan memberikan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat setempat
dan bisa menjadi contoh bagi daerah lainnya dalam memberdayakan potensi
kepariwisataannya yang sesuai dengan keadaan daerahnya masing-masing.
1.5 Metode Pengumpulan Data
Untuk keabsahan kertas karya ini, penulis mempersiapkan data dan keterangan yang
akurat yang dapat dipertanggungjawabkan. Adapun tehnik yang digunakan oleh
1. Field Research , yaitu melaksanakan penelitian langsung ke lapangan dengan
mengamati (foto) untuk mendapatkan informasi mengenai rumah adat
tradisional karo.
2. Library Research, yaitu mengumpulkan data dari berbagai sumber tertulis
yang relevan dengan objek penulisan baik berupa buku, majalah, surat kabar,
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Beberapa Pengertian Tentang Kepariwisataan
Secara Etymologis, kata “pariwisata” berasal dari bahasa Sansekerta. Kata
pariwisata terdiri dari dua suku kata yaitu masing-masing kata “pari” dan “wisata”.
Pari berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar. Wisata berarti perjalanan. Atas dasar
itu, maka kata “pariwisata” diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali
atau berputar-putar dari suatu tempat ke tempat lain.(Yoeti, 1996: 112).
2.1.1 Wisatawan
Selanjutnya tentang batasan yang diterima oleh Badan PBB pasal 5 Resolusi
Deqan Ekonomi dan Sosial PBB No. 870 tentang pengunjung (visitor) yang dibagi
atas dua macam:
a. Wisatawan ialah pengunjung sementara yang tinggal paling sedikit selama 24
jam di Negara yang dikunjungi dalam bentuk;
• Pesiar (leisure) ialah orang yang berkunjung untuk keperluan rekreasi,
berlibur, kesehatan, studi, keagamaan dan olah raga.
b. Pelancong/ Exursionist yaitu pengunjung sementara yang kurang dari 24 jam
di Negara yang dikunjungi.
Batasan yang dikemukakan di atas telah diterima oleh PBB atas ususl IOTO
(International Union of Official Travel Organisation) di Roma tahun 1963, dan
kemudian tahun 1968 mengalami perubahan yang diterima oleh The United Nations
Commision dan berlaku bagi wisatawan Internasional.
2.1.2 Pariwisata
Batasan pariwisata secara umum berdasarkan Undang-Undang No. 9 tahun 1990
tentang pariwisata adalah:
• Wisata ialah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan perjalanan
tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk
menikmati objek dan daya tarik wisata.
• Wisatawan ialah orang yang melakukan perjalanan wisata ke tempat-tempat
objek wisata.
• Pariwisata ialah segala sesuatu yang berhubungan dengan wiata, termasuk
pengelola atau penyelenggara objek serta daya tarik wisata sehingga dengan
usaha itu orang/wisatawan datang untuk mengunjunginya.
• Kepariwisataan ialah segala sesuatu yang berhubungan dengan
• Usaha wisata ialah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa
pariwisata, dengan menyediakan, mengusahakan objek dan daya tarik,
mengusahakan sarana dan prasarana yang terkait dengan pariwisata.
• Objek dan daya tarik wisata ialah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata.
• Kawasan pariwisata ialah kawasan tertentu yang dibangun atau disediakan
untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.
Beberapa pengertian kepariwisataan menurut para ahli (dalam Yoeti, 1982:
115-118) antara lain:
1. E. Gunyer Freuler
“Pariwisata dalam artian modern adalah merupakan phenomena dari jaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan atas kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuhkan (cinta) terhadap keindahan alam dan pada khususnya disebabkan oleh bertamabhanya pergaulan berbagai bangsa dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil dari pada perkembangan perniagaan, industry perdagangan serta penyempurnaan dari alat-alat pengangkutan.”
2. Prof. Hans. Buchli
3. Prof. Kurt Morgenroth
“Kepariwisataan, dalam arti sempit, adalah lalu lintas orang-orang yang meninggalkan tempat kediamannya untuk sementara waktu untuk berpesiar ditempat lain, semata-mata sebagai konseumen dari buah hasil perekonomian dan kebudayaan guna memenuhi kebutuhan hidup dan budayanya atau keinginan yang beraneka ragam dari pribadinya.”
4. Dr R Gluckmann
“Dengan kepariwisataan kita artikan keseluruhan hubungan antara manusia yang hanya berada sementara waktu dalam suatu tempat kediaman dan berhubungan dengan manusia-manusia yang tinggal ditempat itu.”
5. Ketetapan MPRS No. I-II Tahun 1960
“Kepariwisataan dalam dunia modern pada hakikatnya adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam member liburan rohani dan jasmani setelah beberapa waktu bekerja serta mempunyai modal untuk melihat-lihat daerah lain (Pariwisata dalam negeri) atau Negara-negara lain (Pariwisata luar negeri).”
2.1.3 Sarana dan Prasarana (Karyono, 1997: 74-77)
1. Sarana
Sarana kepariwisataan adalah perusahaan-perusahaan yang memberikan
pelayanan kepada wisatawan, baik secara langsung atau tidak langsung dan
hidup serta kehidupannya banyak bergantung pada kedatangan wisatawan.
Sarana kepariwisataan dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Sarana pokok kepariwisatan adalah perusahaan yang kehidupannya bergantung
pada arus kedatangan orang yang melakukan perjalanan seperti: Travel Agent
akomodasi lainnya, Bar dan restoran serta rumah makan lainnya, objek wisata
dan atraksi wisata.
b. Sarana pelengkap kepariwisataan adalah perusahaan atau tempat yang
menyediakan fasilitas rekreasi yang fungsinya melengkapi sarana pokok
kepariwisataan dan membuat para wisatawan dapat lebih lama tinggal pada
suatu daerah tujuan wisata seperti: sarana olahraga dan sarana pelengkap
lainnya.
c. Sarana penunjang kepariwisataan adalah perusahaan yang menunjang sarana
pelengkap dan sarana pokok. Berfungsi tidak hanya membuat wisatawan
tinggal lebih lama namun agar wisatawan lebih banyak mengeluarkan uangnya
di tempat yang dikunjunginya seperti: Night Club dan Casinos.
2. Prasarana
Prasarana (infrastuctures) adalah semua fasilitas yang memungkikan
proses perekonomian berjalan dengan lancar sehingga memudahkan manusia
untuk dapat memenuhi kebutuhannya (Yoeti, 1985).
Salah Wahab, Ph.D. (dalam Yoeti, 1985) dalam bukunya Tourism
Management membagi prasarana menjadi tiga kelompok yaitu:
a. Prasarana umum meliputi: system penyediaan air bersih, kelistrikan, jalur-jalur
b. Kebutuhan Pokok Pola Hidup Modern misalnya: rumah sakit, apotek, bank,
pusat-pusat perbelanjaan, salon, kantor-kantor pemerintahan dan
pompa-pompa bensin.
c. Prasarana yang diperuntukkan bagi wisatawan adalah:
- Tempat Penginapan Wisatawan
Hotel, motel, pension, rumah susun, kamar keluarga yang disewakan,
bangunan wisata social (desa wisata, tempat perkemahan, pondok remaja
dan sebagainya).
- Tempat Informasi Wisatawan
Agen perjalanan dan biro perjalanan umum, penyewaan kendaraan dan
tour operator lokal.
- Kantor Informasi dan Promosi
Kantor penerangan wisata di pintu-pintu masuk suatu Negara, kota atau
daerah tertentu. Di Indonesia dikenal dengan Tourist Information Service
(TIC)
- Tempat-tempat Rekreasi dan Sport
- Sarana Transportasi Penunjang seperti kapal udara, laut, sungai, kereta api
2.2 Jenis-Jenis Wisata
2.2.1 Jenis-jenis Wisata Menurut Maksud dari Perjalanan yang Dilakukan
Jenis-jenis wisata menurut maksud dari perjalanan yang dilakukan, (Yoeti,
1996: 126-127) dapat dibagi sebagai berikut:
a. Recreational Tourism atau Leisure Tourism
Yaitu sejenis pariwisata yang maksud perjalanannya untuk mengembalikan
kekuatan fisik maupun mental setelah melakukan pekerjaan/ tugas sehari-hari.
b. Cultural Tourism
Yaitu sejenis pariwisata yang maksud dan tujuan perjalanannya adalah dalam
rangka memperkaya informasi dan menambah pengetahuan tentang negara-negara
lain, di samping ingin mendapat kepuasan, entertainment dan hasil kebudayaan suatu
bangsa, seperti tari-tarian tradisional serta tata cara hidup (the way of life) dari
masyarakat setempat.
Yaitu sejenis pariwisata yang tujuan perjalannya adalah dalam rangka
pengobatan atau memulihkan kesehatan di suatu Negara atau tempat, seperti
mengunjungi: hot spring, mud-bath, treatment by mineral water, treatment by hot san
dan sebagainya.
d. Sport Tourism
Yaitu jenis pariwisata yang bertujuan memenuhi kepuasan untuk melakukan
kegiatan olah raga yang disenangi, seperti: fishing, hunting, deep-sea, diving, skiing,
boating, dan olah raga lainnya.
e. Conference Tourism
Di Indonesia dikenal dengan istilah Pariwisata Konvensi. Yang dimaksudkan
dengan jenis pariwisata ini ialah perjalanan yang dilakukan untuk suatu pertemuan,
konperensi, convention, di mana para pesertanya juga memerlukan fasilitas
kepariwisataan seperti transportasi, akomodasi, pre and post conference tour serta
pembelian souvenir sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang sebagai
kenang-kenangan.
2.2.2 Daya Tarik Wisata (Ismayanti, 2010: 147-155)
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, daya
tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang
menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Daya tarik wisata itu harus
dikelola sedemikian rupa agar keberlangsungannya dan kesinambungannya terjamin.
Adapun daya tarik wisata adalah sebagai berikut;
a. Daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud
keindahan alam, serta flora dan fauna.
b. Daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum,
peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya dan tempat
hiburan. Daya tarik buatan manusia bisa juga merupakan perpaduan buatan
manusia dan keadaan alami, seperti wisata agro, wisata buru.
2.2.3 Daya Tarik Wisata Budaya
Pariwisata budaya merupakan jenis pariwisata yang berdasarkan pada mosaik
tempat, tradisi, kesenian, upacara-upacara dan pengalaman yang memotret suatu
bangsa atau suku bangsa dengan masyarakat, yang merefleksikan keanekaragaman
(diversity) dan identitas (karakter) dari masyarakat atau bangsa yang bersangkutan.
Pariwisata budaya memanfaatkan budaya sebagai potensi wisata dan budaya yang
dapat dibedakan menjadi 3 wujud yaitu:
a. Gagasan (wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan berupa kebudayaan yang berbentuk kumpulan
atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak pada kepala-kepala atau di alam
pemikian warga masyarakat. Jika masyarakat itu menyatakan gagasan dalam
bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan
dan buku-buku hasil karya penulis warga masyarakat tersebut.
b. Aktifitas (tindakan)
Aktifitas berupa wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat. Wujud ini sering disebut dengan sistem sosial.
Sistem sosial ini terdiri dari aktifitas-aktifitas manusia yang saling berinteraksi,
mengadakan kontak, dan bergaul dengan manusia-manusia lain menurut
pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi
dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diamati serta didokumentasikan seperti
upacara Ngaben di Bali.
c. Artefak (karya)
Artefak merupakan wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari
aktifitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa
benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan didokumentasikan.
Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang
satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh wujud
(artefak) manusia dan keseluruhannya membentuk sebuah potensi wisata yang
menarik.
2.3 Pengertian Kebudayaan (Koentjaraningrat, 1990)
Kata “Kebudayaan” berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah yang
merupakan bentuk jamak dari kata “buddhi” yang artinya budi atau akal. Adapun
istilah Culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan
kebudayaan, berasal dari bahasa Latin “Colere” yang artinya mengolah atau
mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal arti kata tersebut,
kemudian culture diartkan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah
dan merubah alam.
Koentjaraningrat memberikan defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut:
“Kebudayaan adalah keseluruhan system gagasan, tindakan, hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia itu sendiri dengan cara belajar.”
Adapun unsur-unsur kebudayaan adalah:
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia seperti, pakaian, perumahan, alat
2. Mata pencaharian dan sistem ekonomi, pertanian, peternakan, sistem produksi
dan sebagainya.
3. Sistem kemasyarakatan, sistem kekerabatan, organisasi, politik, sistem
hukum, perwarisan dan lain-lain.
4. Bahasa, baik lisan maupun tulisan.
5. Kesenian (seni rupa, tari, musik, gerak, seni suara dan lain-lain).
6. Sistem pengetahuan.
7. Religi (sistem kepercayaan).
Kebudayaan merupakan petunjuk hidup suatu masyarakat, atau merupakan garis
pokok perilaku manusia dalam masyarakat. Dalam setiap kebudayaan mempunyai
unsur kebudayaan yang apabila unsur tersebut diintegrasikan akan menjadi satu
kesatuan yang bulat dan menyeluruh.
Hubungan kebudayaan dan pariwisata dinyatakan dalam bentuk penggunaan
kekayaan kebuadayaan sebagai suatu daya tarik wisata, seperti pertunjukan, pameran,
festifal, pesta dan lain sebagainya. Hubungan antara kebudayaan dan pariwisata tidak
hanya ditinjau dari segi hubungan antara wisatawan dengan benda-benda hasil dari
kebudayaan melainkan juga dari sudut kegunaan pariwisata dalam hubungan dengan
2.4 Rumah Adat Tradisional Karo
Suku Karo mempunyai bangunan tradisional sebagaimana daerah-daerah lain di
Indonesia. Sebuah kesain (kepenghuluan) biasanya memiliki bangunan tradisional
yang terdiri dari beberapa buah rumah adat, jambur, geriten dan lesung. Rumah adat
tradisional karo adalah suatu rumah yang didiami oleh beberapa keluarga yang telah
diatur menurut adat dan kebiasaan suku karo. Kerangka bangunan rumah adat
dipasang sedemikian rupa tanpa menggunakan paku tetapi menggunakan kayu yang
diikat dengan rotan atau ijuk. Penghuni rumah adat karo ini pada umumnya terdiri
dari delapan keluarga, namun ada juga yang sepuluh, dua belas, dan bahkan ada yang
mencapai enam belas keluarga. Susunan keluarga di dalam rumah adat mempunyai
tempat dan hak yang tertentu menurut adat tertentu pula. Satu bagian dari rumah yang
ditempati dalam bahasa karo disebut jabu. Rumah adat tradisioanl karo biasanya
disebut rumah siwaluh jabu, karena pada umumnya rumah adat tersebut didiami oleh
delapan keluarga. (Sitanggang, 1994: 24-25). Rumah adat tradisional karo juga
memiliki bentuk, susunan jabu serta oranamen-ornamen unik yang membuat rumah
adat tersebut mempunyai ciri khas tersendiri.
Pariwisata budaya merupakan jenis pariwisata yang berdasarkan pada mosaik
tempat, tradisi, kesenian, upacara-upacara dan pengalaman yang memotret suatu
bangsa atau suku bangsa dengan masyarakat, yang merefleksikan keanekaragaman
(diversity) dan identitas (karakter) dari masyarakat atau bangsa yang bersangkutan.
budaya yang berbentuk fisik berupa benda yang dapat dilihat, diraba dan
BAB III
GAMBARAN UMUM KABUPATEN KARO
3.1 Kabupaten Karo
3.1.1 Letak Geografis
Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi Pegunungan Bukit Barisan dan
merupakan Daerah Hulu Sungai. Luas wilayah Kabupaten Karo adalah 2.127,25 Km2
atau 212.725 Ha atau 2,97 persen dari luas Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara,
dan secara geografis terletak diantara 2°50’–3°19’ Lintang Utara dan 97°55’–98°38’
Bujur Timur. Batas-batas wilayah Kabupaten Karo adalah:
• Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Deli Serdang
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Toba Samosir
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten
Simalungun
• Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Propinsi
Nangroe Aceh Darusalam).
Ibukota Kabupaten Karo adalah Kabanjahe yang terletak sekitar 76 km sebelah
Kabupaten Karo terkenal sebagai daerah pertanian penghasil berbagai
buah-buahan dan bunga-bungaan. Keadaan hutan cukup luas yaitu mencapai 129.749Ha
atau 60,99 persen dari luas Kabupaten Karo. Kabupaten Karo merupakan Daerah
Hulu Sungai (DHS) dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu/Ular, sub Daerah
Aliran Sungai Laubiang. Potensi industri yang ada adalah aneka industri kecil dan
rumahan yang mendukung pertanian dan kepariwisataan. Potensi sumber mineral dan
pertambangan yang ada di Kabupaten Karo cukup potensial namun masih
memerlukan survei lapangan. Suhu udara rata-rata di Kabupaten Karo berkisar antara
18,4°C - 19,3°C pada waktu malam hari dan 21oC – 22oC pada siang hari, dengan
kelembaban udara rata-rata setinggi 88,39 persen, tersebar antara 86,3 persen sampai
dengan 90,3 persen. Kabupaten Karo sama seperti daerah lainnya di Indonesia,
memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau.
3.1.2 Sistem Pemerintahan
Pemerintahan Kabupaten Karo dipimpin oleh seorang Bupati. Bupati saat ini
adalah DR. Kena Ukur Karo Jambi Surbakti. Menurut situs resmi Pemda Kab. Karo
terdapat 14 bupati yang memimpin daerah ini sejak zaman kemerdekaan yaitu :
1.
2.
3.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.DR. Kena Ukur Karo Jambi Surbakti; 2011-2016
Wilayah pemerintahan Kabupaten Karo terbagi dalam 17 Kecamatan dan 258
Desa/Kelurahan.
3.1.3 Kependudukan , Agama dan Sistem Mata Pencaharian
Hasil sensus pertengahan tahun 2009, jumlah penduduk Tanah Karo
diperkirakan sebesar 370.619 jiwa yang mendiami wilayah seluas 2.127,25 Km².
Kepadatan penduduk diperkirakan 174,22 jiwa/ Km². Laju pertumbuhan penduduk
Karo Tahun 2000 – 2009 (keadaan tengah tahun) adalah sebesar 3,01 % per tahun.
Mayoritas penduduk Kabupaten Karo memeluk agama Kristen Protestan yakni sekitar
47,93 %. Berikut ini data tentang pemeluk agama di Kabupaten Karo :
2. Agama Kristen Katolik 28,08 %
3. Agama Islam 24,12 %
4. Agama Hindu dan Budha 2,48 % 5. Agama lain-lain 2,39 %
Mata pencaharian penduduk yang terutama adalah usaha pertanian pangan, hasil
hortikultura dan perkebunan rakyat. Mata Pencaharian penduduk Kabupaten Karo
dijelaskan dalam keterangan berikut :
Tabel 3.1 Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Karo
No Mata Pencaharian Persentase
1. Pertanian 79,93 %
9. Perusahaan Listrik,Gas,Air mineral 0,87 %
10. Lain –lain 0,37 %
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Karo. 2010
3.1.4. Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata Kabupaten Karo
Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) Kabupaten Karo didominasi oleh
ODTW Alam, Budaya dan Minat Khusus. Dilihat dari potensi kepariwisataan, daerah
belum dikelola dengan optimal. Objek-objek wisata tersebut tersebar di hampir
seluruh penjuru wilayah Kabupaten Karo. Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya
Kabupaten Karo melakukan identifikasi mengenai tinjauan beberapa kebijakan dan
hasil pengamatan survey lapangan terdapat objek wisata alam, objek wisata budaya,
peninggalan sejarah serta beberapa atraksi wisata yang menyebar di setiap wilayah
kecamatan. Secara rinci sebaran obyek wisata di Kabupaten Karo dapat dilihat dalam
berikut:
Tabel 3.2 Sebaran Daya Tarik Wisata di Kabupaten Karo No. Jenis Dan Nama
Obyek Wisata
Lokasi Obyek Wisata
Desa Kecamatan
A. Wisata Alam
1. Air Terjun Sikulikap Doulu Berastagi
2. Panaroma Doulu Doulu Berastagi
3. Lau Debuk-Debuk . Semangat Gunung Merdeka
4. Taman Mejuah-juah Berastagi
Gundaling-II Berastagi
5. Bukit Gundaling Gundaling I Berastagi
6. Deleng Kutu Gurusinga Berastagi
7. Tahura Dolat Rakyat Dolat Rakyat
8. Air Panas Alam Semangat Gunung
Semangat Gunung Merdeka
9. Gunung Sibayak Jarang Uda Merdeka
11. Gunung Sinabung Sigarang-garang Naman Taran
12. Uruk Tuhan Bekerah Naman Teran
13. Gua Liang Dahar Lau Buluh Kuta Bulah
14. Air Terjun belingking Mburidi (DAS Lau Biang)
Kuta Buluh
15. Air Terjun Sipiso-piso Pengambatan Merek
16. Gunung Sipiso-piso Situnggaling Merek
17. Tongging-Sikodon-kodon
Tongging Merek
18. Taman Simalem Tongging Merek
19. Gua Ling-ling Gara Kuta Pengkih Mardingding
20. Padang Pengembala Nodi
Mbal-mbal Petarum Lau baling
21. Gunung Barus Basam Barus jahe
22. Gua Roci Basam Barusjahe
B. Agrowisata
Agro Wisata Tanaman
Pasar Buah Berastagi Kota Berastagi
Pasar Bunga Berastagi Kota Berastagi dan di sepanjang jalur jalan menuju Berastagi dan Kabanjahe.
Pasar Buah Dokan Dokan Merek
D. Wisata Budaya
Desa Budaya Peceren Peceren /Sempa Jaya Berastagi
Desa Budaya Lingga Lingga Simpang Empat
Desa Budaya Dokan Dokan Merek
Pakaian Adat ( Uis
E. Peninggalan Sejarah Puntungan Meriam Putri Hijau
Sukanalu Tiga Panah
Legenda (Cerita Rakyat)
Menyebar di seluruh Kecamatan
F. Wisata Minat Khusus
Arung Jeram / Rafting Aliran DAS Lau Biang (Mulai dari Desa Limang -
Gantole dan Paralayang
Togging
Lintas Alam / Tracking Route Perjalanan Berastagi & Bandar Ba
melalui Gunung Barus, dimulai dari Desa Basam (6 Km dari Berastagi).
Route Perjalanan Berastagi-Bukit Lawang.
Route perjalanan Berastagi ke Semang
Gunung (Pemandian Air Panas) dimulai dari Desa Lau Gumba.
Hiking Gunung sibayak dan sinabung
G. Atraksi Wisata
Menyebar di seluruh kecamatan Hari Kemerdekaan
Sumber : Hasil Identifikasi dari Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Karo, 2010.
Sarana dan prasarana yang memadai juga menjadi salah satu penunjang
pariwisata Kabupaten Karo. Penyediaan air bersih yang berasal dari PAM, listrik dari
jaringan telekomunikasi yang memadai adalah prasarana yang ada di Kabupaten Karo
untuk menunjang pertumbuhan industri pariwisata. Adapun sarana-sarana pendukung
industri pariwisata berupa hotel berbintang, restoran, travel agent, money chager, dan
pusat kesehatan.
Berikut adalah beberapa daftar nama hotel berbintang, restoran, travel agent,
money chager dan pusat kesehatan yang ada di Kabupaten Karo (Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kabupaten Karo, 2010):
Tabel 3.3 Daftar Hotel Berbintang Di Kabupaten Karo No. Nama
Jl. Jamin Ginting Desa Sempajaya Berastagi
Toba Int * 34 0628-91373
Tabel 3.4 Daftar Restoran Di Kabupaten Karo
No. Restoran Alamat Makanan Spesifik
1.
1.
2.
3.
Pt Pesiar Indah Travel
Duta Wisata Travel
Pt Trans Travel
Jl. Veteran No. 14 Berastagi
Jl. Veteran No. 93 Berastagi
Jl. Veteran No. 119 Berastagi
0628-91514
0628-92767
0628-91122
Tabel 3.6 Daftar Biro Perjalanan / Agen Perjalanan Di Kabupaten Karo No. Biro Perjalanan/Agen
Perjalanan
Pt Berastagi Duta Wisata Pt Sempakata Travel Pt Natrabu National TravelBureau Pt Bynanga Wista Tour & Travel
Kartika Tour & Travel
Pt Pesiar Indah Travel Duta Wisata Travel Pt Trans Travel
Jl. Bambu Runcing No. 25 Kabanjahe
Jl. Veteran No. 2 Kabanjahe Jl. Veteran No. 2 Kabanjahe Jl. Veteran No. 14 Kabanjahe Jl.Kapt.Bangsi Sembiring
Jl. Veteran No. 14 Berastagi Jl. Veteran No. 93 Berastagi Jl. Veteran No. 119 Berastagi
0628-323674
No. Pusat Kesehatan / Rumah Sakit Umum Flora Rumah Sakit Umum Kabanjahe
Rumah Sakit Umum Esther (Esther Hospital)
Jl. Veteran No. 36 Berastagi Jl. Djamin Ginting Kabanjahe Jl. Selamat No. 8 Kabanjahe
Jl. Veteran No. 21 Kabanjahe
0628-91028 0628-20625 0628-20550 \
0628-20714
Tabel 3.8 Daftar Jumlah Sekolah Di Kabupaten Karo
No. Sekolah Jumlah
1. Sekolah Dasar 253
2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 427 3. Sekolah Menengah Pertama Swasta 149 4. Sekolah Menengah Umum Negeri 14 5. Sekolah Menengah Umum Swasta 13 6. Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 7. Sekolah Menengah Kejuruan Swasta 4
3.2.1 Letak Geografis
Desa Melas merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Dolat
Rakyat, Kabupaten Karo. Luas wilayah Desa Melas adalah 120 ha dan berada pada
ketinggian 2500 mdpl. Batas-batas wilayah Kabupaten Karo adalah:
• Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Dolat Rakyat dan Desa Ujung Sampun
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Aji Julu
• Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Dolat Rakyat dan Desa Ujung
Sampun
• Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sempa Jaya.
Letaknya yang strategis berada tidak jauh dari kota Berastagi. Suhu udara rata-rata di
Desa Melas berkisar antara 18,4°C - 19,3°C, dengan kelembaban udara rata-rata
setinggi 88,39 persen, tersebar antara 86,3 persen sampai dengan 90,3 persen dan
memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau.
3.2.2 Sistem Pemerintahan, Sistem Kemasyarakatan dan Sistem Kekerabatan
Pemerintahan Desa Melas dipimpin oleh seorang Kepala Desa. Kepala Desa saat
ini adalah Dirman Kemit. Masyarakat Desa Melas memiliki sistem kemasyarakatan
dan sistem kekerabatan sama seperti masyarakat Karo pada umumnya. Sistem
kemasyarakatan berupa merga silima, tutur siwaluh dan mencakup sistem
3.2.3 Sistem Mata Pencaharian, Agama dan Kependudukan.
Desa Melas memiliki iklim yang sejuk dan tanah yang subur untuk bercocok
tanam sehingga 90% dari penduduk bekerja sebagai petani dan 10% lagi bekerja
sebagai pegawai dan pedagang. Tanaman yang ditanam biasanya adalah tanaman
muda seperti sayuran, namun ada juga petani yang menanam tanaman tua seperti
jeruk. Dari hasil pertanian tersebut yang mempunyai daya jual yang paling tinggi
adalah sayuran. Di samping bertani, masyarakat juga memelihara ternak berupa
lembu, kerbau dan unggas. Penduduk Desa Melas terdiri dari 103 kepala keluarga
dengan jumlah laki-laki 244 jiwa dan perempuan 222 jiwa. Mayoritas masyarakatnya
80% beragama protestan dan 20% beragama Islam dan Katolik. Desa Melas
memiliki satu buah Poliklinik Desa dengan satu orang bidan dan satu buah gereja
yaitu GBKP (Gereja Batak Karo Protestan). Masyarakat yang beragama Islam atau
Katolik melaksanakan ibadah di rumah ibadah yang ada di kecamatan yang jaraknya
tidak jauh dari desa tersebut.
POTENSI RUMAH ADAT TRADISONAL KARO DESA MELAS SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI KABUPATEN KARO
4.1 Bagian-bagian Rumah Adat dan Fungsi Rumah Adat
4.1.1 Bagian-bagian Rumah Adat
a. Tiang (binangun) berbentuk bulat dan terbuat dari kayu besar yang digunakan
sebagai penopang rumah untuk dapat berdiri tegak dan kokoh. Dapat juga
dikatakan bahwa tiang tersebut gunanya untuk memungkinkan adanya jarak
antara tanah dengan lantai rumah.
b. Tangga terbuat dari kayu atau bambu. Fungsinya sebagai jalan untuk naik dan
turun dari dan ke rumah adat. Biasanya anak tangga berjumlah lima,
menggambakan lima marga yang ada pada masyarakat Karo. Dalam satu
rumah adat terdapat dua tangga yang terletak di masing-masing pintu masuk
dan keluar rumah adat tersebut.
c. Ture terbuat dari bambu yang disusun. Fungsinya sebagai teras rumah adat.
Ture merupakan tempat pertemuan kaum muda mudi pada waktu malam hari
dan bisa juga sebagai tempat menganyam bagi kaum wanita. Jadi, apabila
ingin masuk ke dalam rumah adat, harus menaiki tangga dan melewati ture
d. Lantai rumah yaitu sebagai tempat mengadakan aktifitas atau tempat kegiatan
dari anggota keluarga. Lantai ini dibuat dari kayu ataupun papan.
e. Dapur yaitu sebagai tempat memasak dan merupakan pemisah antara jabu
yang satu dengan jabu yang lain. Dapur terletak di dalam rumah sehingga
dalam satu rumah adat terdapat empat dapur. Satu dapur memiliki 5 tungku
yang terbuat dari batu. Tungku digunakan untuk menopang alat masak karena
jaman dahulu untuk memasak masih mempergunakan kayu. Jika dilihat dari
atas, susunan tungku seperti segitiga yang berhadapan.
f. Tiang penyokong terbuat dari kayu. Merupakan tiang besar yang letaknya di
tengah-tengah terus sampai ke bubungan rumah. Sesuai dengan namanya,
tiang ini berfungsi untuk menyokong serta memperkokoh berdirinya rumah.
g. Para terbuat dari kayu yang disusun. Letaknya tepat di atas dapur, digunakan
untuk tempat menyimpan alat-alat dapur dan kayu api.
h. Dinding disebut juga derpih. Dinding rumah adat adalah papan yang
dipotong, disusun berdiri dan pemasangannya agak miring. Menggambarkan
kerendahan hati dari orang yang mendiami rumah tersebut. Tumpuan derpih
sebelah bawah disebut melmelen. Dinding ini berguna untuk melindungi
penghuni rumah adat dari angin, hujan dan binatang.
i. Atap terbuat dari ijuk dengan tebal kira-kira tiga inci. Berfungsi melindungi
supaya tidak cepat rusak. Bahan untuk dijadikan atap ialah ijuk yang agak
lebar dan besar, sedangkan bagian ijuk yang kecil dan halus dijadikan
kelempu (atap bagian bawah).
j. Tali Retret (Pengeretret) terbuat dari ijuk dan berfungsi sebagai pengikat
dinding yang terbuat dari bahan papan karena rumah adat sama sekali tidak
menggunakan paku. Pengeretret ini disusun hingga bermotif cecak, sering
juga disebut beraspati yang menurut kepercayaan suku karo dulu merupakan
lambang dari dewa kemakmuran.
k. Ayo-ayo terbuat dari bambu yang dianyam. Berbentuk segitiga dan terletak di
depan atas searah dengan pintu rumah adat. Pemasangannya miring sama
seperti memasang dinding yang nggambarkan kerendahan hati penghuni
rumah. Dikarenakan rumah adat karo memiliki dua pintu maka setiap rumah
adat memiliki dua ayo-ayo.
l. Tanduk kerbau terbuat dari ijuk yang dibentuk seperti tanduk kerbau. Terletak
di masing-masing ujung ayo-ayo rumah adat dengan posisi tunduk dan saling
membelakangi. Tanduk kerbau pada ujung bubungan atap rumah menandakan
rasa hormat masyarakat karo terhadap orang yang datang dari luar serta
keuletan dalam berjuang. (Sitepu, 1995; Tarigan, 1988; Sitanggang, 1994;
Prinst, 1985)
Fungsi dari rumah adat tidak berbeda dengan fungsi rumah sekarang ini,
yaitu suatu bangunan yang dijadikan tempat berlindung, maka fungsi rumah adat
adalah tempat untuk berlindung dari panas, hujan, bahaya dari luar/ binatang buas dan
sebagai salah satu sarana untuk bersosialisasi dengan saudara, sebagai tempat untuk
beristirahat melepas lelah setelah seharian bekerja di luar rumah.
4.2 Jabu dalam Rumah Adat
Rumah adat biasanya dihuni oleh empat atau delapan keluarga. Dalam
masyarakat karo disebut jabu. Jadi, dalam satu rumah adat yang dihuni oleh delapan
keluarga memiliki delapan jabu. Penempatan keluarga dalam rumah adat (jabu)
dilakukan berdasarkan ketentuan adat istiadat karo. Berikut akan disinggung sedikit
mengenai sistem kemasyarakatan dan sistem kekerabatan masyarakat Karo yang
biasanya mendiami rumah adat. Suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan yang
dikenal dengan nama merga silima, tutur siwaluh, dan rakut sitelu (Daliken Sitelu).
Masyarakat Karo menganut sistem
disebut merga diperuntukkan bagi
beru. Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang. Etnis Karo terdiri
dari 5 kelompok marga yang disebut merga silima. Kelima marga tersebut adalah:
3. Ginting 4. Sembiring 5. Perangin-angin
Kelima marga ini masih mempunyai cabang masing-masing. Merga diperoleh
secara otomatis dari ayah dalam arti, masyarakat Karo menganut sistem garis
keturunan patrilineal. Dengan demikian, setiap orang yang mempunyai merga atau
beru yang sama, dianggap bersaudara. Kalau laki-laki bermarga sama, maka mereka
disebut ersenina. Hal ini juga berlaku bagi perempuan. Perempuan dengan beru yang
sama juga disebut ersenina. Sementara hubungan seorang laki-laki dengan
perempuan yang bermarga sama, disebut erturang, sehingga perkawinan antara pihak
yang bermarga sama tidak diijinkan.
Sistem kekerabatan masyarakat Karo disebut Daliken Sitelu atau Rakut Sitelu.
Secara etymologis, daliken Sitelu berarti tungku yang tiga (Daliken = batu tungku, Si
= yang, Telu = tiga). Unsur Daliken Sitelu ini adalah
• Kalimbubu (Hula-hula (Toba), Mora (Mandailing))
• Sembuyak/Senina (Dongan sabutuha (Toba), Kahanggi (Mandailing))
• Anak Beru (Boru (Toba, Mandailing))
Tungku adalah tempat memasak bagi keluarga yang tinggal dalam rumah adat
sehingga untuk memasak masih mempergunakan kayu. Tungku terbuat dari batu.
Jumlah tungku yang digunakan ada tiga dan disusun seperti bentuk segitiga. Sehingga
apabila alat untuk memasak diletakkan di atasnya, ketiga tungku ini akan
menopangnya dengan kokoh. Batu tersebut melambangkan kekokohan dan
kebersamaan. Ketiga batu dari tungku tersebut melambangkan sistem kekerabatan
masyarakat karo yang terikat dalam sistem kekerabatan daliken sitelu. Dengan
demikian tungku adalah lambang kekokohan dan kebersamaan sistem kekerabatan
masyarakat karo. Setiap anggota masyarakat Karo pada waktunya akan berada di
salah satu posisi tersebut, baik sebagai kalimbubu, senina/sembuyak atau anak beru
dalam lingkungan kekerabatannya.
Tutur siwaluh adalah konsep lain dari sistem kekerabatan masyarakat Karo, yang
berhubungan dengan tuturan sebagai berikut:
1. puang kalimbubu 2. kalimbubu
3. senina 4. sembuyak
5. senina sipemeren
6. senina sepengalon/sedalanen 7. anak beru
Berikut adalah susunan jabu yang menempati rumah adat tradisional masyarakat
karo:
a. Jabu Bena Kayu
Dinamai juga jabu raja atau jabu rambu-rambu. Pada umumnya jabu ini
didiami oleh pihak merga taneh (merga orang yang mendirikan kampung itu).
Dialah yang menjadi kepala atau penghulu di dalam rumah tersebut, berhak
memberi keputusan pada setiap masalah yang ada di dalam rumah adat itu
seperti dalam perselisihan, pelaksanaan adat atau segala sesuatu yang
menyangkut kepentingan anggota rumah dan juga sebagai penanggung jawab
di dalam dan di luar rumah.
b. Jabu Ujung Kayu
Jabu ini bertindak untuk mewakili jabu bena kayu untuk menyampaikan
perintah terhadap anggota di rumah itu atau disebut sebagai tangan kanan dari
jabu bena kayu. Jabu ini didiami oleh anak beru dari bena kayu dan
bertanggung jawab mencari pemecahan masalah yang timbul pada setiap
anggota keluarga.
c. Jabu Sedapuren Bena Kayu (yang satu dapur dengan bena kayu)
Jabu ini dinamai jabu peningge-ninggel. Peninggel-ninggel artinya pencari
dari jabu bena kayu. Bisa juga anak beru ujung kayu. Jabu ini berfungsi untuk
mencari informasi atau berita baik di dalam maupun di luar jabu mengenai
adat. Kepala keluarga dari jabu sedapur bena kayu berhak menggantikan
peranan dari jabu bena kayu apabila penghuni dari jabu bena kayu
berhalangan atau meninggal.
d. Jabu Sedapuren Ujung Kayu (yang satu dapur dengan jabu ujung kayu)
Jabu ini ditempati oleh sembuyak dari jabu ujung kayu. Sering disebut sebagai
jabu arinteneng. Arinteneng adalah semacam kain yang bagus buatannya dan
biasanaya dipakai orang untuk raleng tendi dan jadi perhiasan pada binangun
(tiang) dari rumah baru yang dimasuki. Tujuannya untuk menyelamatkan
anggota keluarga dalam rumah dari gangguan roh. Tugas jabu ini adalah
untuk engkapuri belo, menyerahkan belo kinapur (persentabin) kepada tamu
jabu bena kayu.
e. Jabu Lepar Bena Kayu (berseberangan dengan jabu bena kayu)
Jabu ini disebut juga jabu sungkun berita. Penghuni jabu ini adalah sembuyak
terjadi di luar rumah dan menyampaikannya kepada jabu bena kayu. Jabu ini
bersama dengan jabu bena kayu merumuskan penyelesaian masalah apabila
terjadi pada salah satu jabu atau keluarga.
f. Jabu Lepar Ujung Kayu (berseberangan dengan jabu ujung kayu)
Jabu ini disebut jabu simangan minem dan didiami oleh kalimbubu dari jabu
bena kayu. Fungsi jabu ini mengambil keputusan apabila ada persidangan
dalam rumah. Penghuni rumah ini sangat dihormati sehubungan dengan
kedudukannya sebagai kalimbubu. Dalam pesta adat, jabu ini akan mendapat
tempat duduk yang terhormat.
g. Jabu Sedapur Lepar Bena Kayu
Jabu ini didiami oleh sipemeren atau siparibanen jabu bena kayu. Sering juga
disebut jabu singkapur belo yang kewajibannya adalah jika raja kedatangan
tamu maka istri (ibu) dari jabu ini akan datang untuk mengatur belo dan
memberikannya kepada tamu tersebut.
h. Jabu Sedapur Lepar Ujung Kayu
Jabu ini disebut jabu bicara guru atau dukun. Kewajibannya adalah
mengatur hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan serta bertindak
sebagai penolak bala di dalam rumah tersebut. (Sitepu, 1995; Tarigan, 1988;
Sitanggang, 1994; Prinst, 1985)
Susunan Jabu pada rumah adat karo dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.1 Susunan Jabu pada Rumah Adat Tradisional Karo
a c h f
e g d b
( Sumber :
4.3. Bentuk dan Fungsi Ornamen pada Rumah Adat Karo
Rumah adat memiliki beberapa ornamen atau ragam hias. Adapun nama, jenis,
fungsi dan makna dari beberapa ornamen yang ada pada rumah adat adalah:
a. Tapak Raja Sulaiman
Bentuk: Ornamen ini mengambil nama dari seorang raja yang dikenal sangat
sakti dan berilmu tinggi. Konon ornamen digunakan sebagai
petunjuk jalan supaya tidak tersesat di perjalanan. Ornamen ini
terdapat pada dinding melmelen di pangkal dan ujungnya.
Fungsi: Ornamen ini mempunyai fungsi mistik sebagai penahan roh-roh
jahat, penolak bala, penolak gatal-gatal dan keracunan.
Bentuk: Bentuknya seperti bintang delapan sebagai gambaran arah mata
angin. Hiasan ini terletak di bagian tengah melmelen sesudah Bindu
Natogog. Ornamen ini mengandung arti perlambangan mata angin
sebagai petunjuk arah dunia.
Fungsi: Fungsinya secara magis adalah menentukan hari dan bulan yang baik
untuk manusia. Ornamen ini juga digunakan untuk mencari benda
yang hilang.
c. Embun Sikawiten
Bentuk: Ornamen ini berbentuk hiasan ini dibuat berulang-ulang dan saling
mengait satu sama lain untuk mengisi bidang melmelen yang
mengandung arti kemakmuran.
Fungsi: Hanya berfungsi sebagai hiasan tanpa adanya unsur magis.
d. Bunga Gundur dan Pantil Manggis
Bentuk: Ornamen ini memiliki bentuk seperti bunga labu dan bagian bawah
buah manggis. Kedua ornamen ini dibuat mendampingi motif Tapak
Raja Sulaiman sebagai penambah keindahan. Ornamen ini dianggap
sebagai simbol keindahan dan tidak mengandung unsur mistik.
Fungsi: Fungsiornamen ini adalah sebagai hiasan.
Bentuk: Kedua ornamen ini berbentuk awan berarak yang dibuat
berulang-ulang pada tepi bawah dan atas melmelan sebagai hiasan yang
melambangkan kecerahan.
Fungsi: Fungsi ornamen ini adalah sebgai hiasan.
f. Teger Tudung
Bentuk: Ornamen ini berbentuk kubah mesjid dan dibuat di tengah melmelan
pada pangkal dan ujungnya sebagai hiasan. Teger Tudung
mengartikan ketampanan dengan simbol kewibawaan.
Fungsi: Ornamen ini berfungsi sebagai lambang keagungan.
g. Hiasan Cuping
Bentuk: Pada sudut rumah sebagai batas dinding (derpih) depan dan samping
terdapat sebidang papan yang berbentuk telinga. Sedangkan pada
bagian bawah cuping ini sering dihiasi dengan hiasan kemping yang
melambangkan anting-anting. Cuping mengandung arti pendengaran
tajam.
Fungsi: Fungsinya sebagai nasehat bahwa pemilik rumah harus pandai
menyaring barita-berita atau ucapan orang yang didengar.
Bentuk: Ornamen ini berbentuk cecak dengan kepala berada di bagian kiri dan
kanan. Bahannya terbuat dari tali ijuk yang ditempelkan pada dinding
dan sebagai hiasan yang mengelilingi dinding (derpih) rumah.
Fungsi: Ornamen ini dianggap sebagai simbol kekuatan penangkal setan dan
persatuan masyarakat. Selain itu, ornamen ini berfungsi untuk
memperkuat ikatan antar dinding (fungsi konstruksi).
i. Pengalo-ngalo ( bendi-bendi)
Bentuk: Pengalo-ngalo (bendi-bendi) merupakan ukiran sebagai hiasan daun
pintu. Apabila masuk ke dalam rumah, pengalo-ngalo ini harus
dipegang untuk menjaga keseimbangan karena pintu rumah adat
lebih kecil dari pintu rumah biasanya. Hiasan ini sebagai lambang
kesopanan antara orang yang datang (tamu) dengan penghuni rumah.
Fungsi: Fungsi ornamen ini sebagai penyambut (pengalo-ngalo) tamu.
(Sitepu, 1995; Tarigan, 1988; Sitanggang, 1994; Ginting 1994)
PENUTUP
Sumatera Utara adalah salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki potensi
wisata, baik di bidang alam maupun budaya. Sektor pariwisata menjadi sangat
penting ketika potensi kepariwisataan yang ada menjadi sektor yang dapat diandalkan
untuk memberikan devisa (pemasukan) yang besar bagi negara, daerah dan
masyarakat setempat. Seperti yang kita ketahui bahwa Kebudayaan Indonesia sebagai
salah satu daya tarik kepariwisataan terdapat di berbagai daerah di nusantara. Begitu
juga halnya di provinsi Sumatera Utara, keanekaragaman budaya yang dimiliki yang
menjadi karakteristik atau keunikan masing-masing daerah adalah merupakan potensi
kepariwisataan yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
Kabupaten Karo adalah salah satu daerah tujuan wisata yang memiliki beberapa
objek wisata yang cukup potensial dan menarik. Rumah adat tradisional karo
merupakan daya tarik wisata yang cukup potensial dalam meningkatkan
kepariwisataan Kabupaten Karo. Keunikan arsitektur dan ornamen-ornamen rumah
adat dapat menambah daya tarik bangunan tersebut. Desa Melas adalah salah satu
desa di Tanah Karo yang memiliki dua rumah adat tradisional. Potensi yang ada di
Desa Melas, baik potensi sumber daya alam, sumber daya budaya maupun sumber
daya manusia dapat diberdayakan secara lebih optimal sehingga meningkatkan
kualitas kepariwisataan Kabupaten Karo dan memberi manfaat bagi masyarakat karo
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karo.2010.
Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Karo. 2010.
Ginting, Samaria. 1994. Ragam Hias (Ornamen) Rumah Adat. Medan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Museum Negeri Propinsi Sumatera Utara.
Ismayanti. 2010. Pengantar Pariwisata. Jakarta. PT.Gramedia Widiasarana Indonesia.
Kabupaten Karo
Karyono, A. Hari. 1997. Kepariwisataan. Jakarta. PT.Gramedia Widiasarana Indonesia.
Kerangka Rumah Adat Tradisional Karo
Maret 2011
Koentjaraningrat, 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta. Renika Cipta.
Prinst, Darwan, 1985. Sejarah dan Kebudayaan Karo. Jakarta. Yrama
Sitanggang, Hilderia. 1994, Arsitektur Tradisional Batak Karo, Medan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Sitepu, Sempa. 1995. Sejarah Pijer Podi Adat Nggeluh Suku Karo Indonesia, Medan. Adiyu
Tarigan, Henry Guntur. 1988. Percikan Budaya Karo. Medan. Yayasan Merga Silima
Yoeti,Oka A., 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung. Angkasa.