• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Rumah Adat Tradisional Karo Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya Di Desa Dokan Kabupaten Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Potensi Rumah Adat Tradisional Karo Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya Di Desa Dokan Kabupaten Karo"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI RUMAH ADAT TRADISIONAL KARO SEBAGAI

DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI DESA DOKAN

KABUPATEN KARO

KERTAS KARYA

Dikerjakan

O L E H

YESTI GIBIERTA GINTING NIM : 082204005

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

PROGRAM STUDI NON GELAR DIII PARIWISATA

BIDANG KEAHLIAN USAHA WISATA

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

POTENSI RUMAH ADAT TRADISIONAL KARO SEBAGAI

DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI DESA DOKAN

KABUPATEN KARO

OLEH

YESTI GIBIERTA GINTING 082204005

Dosen Pembimbing, Dosen Pembaca,

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Kertas Karya : Potensi Rumah Adat Tradisional Karo Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya Di Desa Dokan Kabupaten Karo Oleh : Yesti Gibierta Ginting

NIM : 082204005

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dekan,

Dr. Syahron Lubis, MA NIP. 19511013 197603 1 001

PROGRAM STUDI D3 PARIWISATA Ketua,

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Kertas Karya dengan judul “POTENSI RUMAH ADAT TRADISONAL KARO DESA DOKAN

SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI KABUPATEN KARO” guna memenuhi syarat untuk memperoleh Gelar Ahli Madya Diploma III Program Studi Pariwisata Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Selanjutnya penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada orang tua, Ayahanda Tobat Jawak dan Ibunda Terikut br Tarigan yang telah memberikan perhatian dan dorongan moril maupun materil yang tidak ternilai harganya sehingga penulis dapat menyelesaikan Kertas Karya ini.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Arwina Sufika, S.E., M.Si. selaku Ketua Jurusan Diploma III Pariwisata Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Dra. Nurcahaya Bangun, M.Si. selaku Dosen Pembimbing penulis. 4. Mukhtar Majid, S.Par, MA. selaku dosen pembaca penulis.

(5)

6. Untuk nenekku tersayang Jendariah Sinulingga terimakasih banyak karena telah mendukung dan membantuku selama menyelesaikan perkuliahanku. 7. Kedua adikku Elsi Harefa Ginting dan Gusti Randa yang telah mendukung

dan memberi semangat sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan.

8. Untuk Udaku terimakasih buat dukungannya selama menyelesaikan kertas karya ini, semoga sukses selalu dalam perkuliahannya juga.

9. Untuk seluruh teman-teman anak UW ’08, teruslah berkarya.

Penulis menyadari bahwa dalam Kertas Karya ini masih terdapat kekurangan baik ditinjau dari segi pengalaman, penyusunan materi maupun teknik penulisan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan Kertas Karya ini.

Demikianlah harapan penulis, semoga Kertas Karya ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2011 Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAKSI ... v

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Metode Penelitian... 7

1.6 Sistematika Penulisan ... 7

BAB II : URAIAN TENTANG KEPARIWISATAAN 2.1 Definisi Pariwisata ... 9

2.2 Pengertian Objek Wisata dan Daya Tarik Wisata ... 11

2.3 Klasifikasi Motif Wisata ... 13

2.4 Jenis-jenis Wisata ... 13

2.5 Pengaruh Pariwisata Terhadap Kebudayaan ... 14

(7)

BAB III : GAMBARAN UMUM KABUPATEN KARO

3.1 Letak Geografis Kabupaten Karo ... 20

3.2 Demografi Kabupaten Karo ... 22

3.3 Sistem Pemerintahan Kabupaten Karo ... 22

3.4 Mata Pencaharian Masyarakat di Kabupaten Karo ... 23

3.5 Agama... 24

3.6 Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata Kabupaten Karo ... 24

3.7 Gambaran Umum Desa Dokan ... 35

BAB IV : POTENSI RUMAH ADAT TRADISIONAL KARO SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI DESA DOKAN 4.1 Cara-cara Mendirikan Rumah Adat Tradisional Karo dan Struktur Bangunan ... 37

4.2 Jabu (Ruangan) dalam Rumah Adat Tradisional Karo ... 43

4.3 Bagian-bagian Rumah Adat Tradisional Karo... 45

4.4 Potensi Rumah Adat Tradisional Karo Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya di Desa Dokan ... 48

BAB V : PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 51

5.2 Saran ... 52

(8)

ABSTRAK

Keanekaragaman kebudayaan tradisional di Indonesia memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang datang berkunjung, baik wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara. Kabupaten Karo merupakan daerah kunjungan wisata yang utama di Provinsi Sumatera Utara. Berbagai objek wisata menarik terdapat di daerah ini, salah satu diantaranya adalah objek wisata Desa Dokan, yang didalamnya terdapat bangunan tradisional yang disebut Rumah Adat Tradisional Karo. Secara harfiah Rumah Adat Tradisional Karo berarti sebuah bangunan rumah besar yang terdiri dari atas delapan bagian/hunian/kepala keluarga. Namun yang menarik adalah menyangkut konstruksi dan ornamen bangunannya yang unik serta yang lebih penting struktur dan sistem kekerabatan penghuninya yang spesifik. Kesemuanya itu menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Karena itu Rumah Adat Tradisional Karo yang masih ada di Desa Dokan yakni bangunan besar dengan delapan kepala keluarga penghuni, harus tetap dipelihara dan dilestarikan sebagai objek wisata penunjang kepariwisataan di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Dengan demikian maka Rumah Adat Tradisional Karo di Desa Dokan sebagai objek wisata menarik untuk diamati, dikembangkan dan dilestarikan guna menunjang kiprah kepariwisataan Sumatera Utara khususnya Kabupaten Karo.

(9)

ABSTRAK

Keanekaragaman kebudayaan tradisional di Indonesia memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang datang berkunjung, baik wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara. Kabupaten Karo merupakan daerah kunjungan wisata yang utama di Provinsi Sumatera Utara. Berbagai objek wisata menarik terdapat di daerah ini, salah satu diantaranya adalah objek wisata Desa Dokan, yang didalamnya terdapat bangunan tradisional yang disebut Rumah Adat Tradisional Karo. Secara harfiah Rumah Adat Tradisional Karo berarti sebuah bangunan rumah besar yang terdiri dari atas delapan bagian/hunian/kepala keluarga. Namun yang menarik adalah menyangkut konstruksi dan ornamen bangunannya yang unik serta yang lebih penting struktur dan sistem kekerabatan penghuninya yang spesifik. Kesemuanya itu menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Karena itu Rumah Adat Tradisional Karo yang masih ada di Desa Dokan yakni bangunan besar dengan delapan kepala keluarga penghuni, harus tetap dipelihara dan dilestarikan sebagai objek wisata penunjang kepariwisataan di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Dengan demikian maka Rumah Adat Tradisional Karo di Desa Dokan sebagai objek wisata menarik untuk diamati, dikembangkan dan dilestarikan guna menunjang kiprah kepariwisataan Sumatera Utara khususnya Kabupaten Karo.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bangsa Indonesia adalah bangsa besar yang terdiri dari berbagai suku, tersebar di seluruh pelosok tanah air. Setiap suku memiliki kebudayaan, tradisi dan adat istiadat yang berbeda dan beraneka ragam. Keunikan setiap suku dengan budaya dan adat istiadatnya inilah yang menjadi kekayaan Bangsa Indonesia, dan suku Karo sebagai salah satu suku yang ada di Sumatera Utara juga tidak berbeda dengan suku-suku lainnya. Suku Karo juga memilki budaya dan adat istiadatnya sendiri yang cukup unik dan menarik.

(11)

Kabupaten Karo merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata utama di Sumatera Utara dengan potensi yang cukup memadai. Namun potensi yang ada

tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena keterbatasan dana dalam pembangunan dan pengembangannya. Menyadari akan hal tersebut,

Pemerintah Kabupaten Karo dalam memasuki era otonomi dan globalisasi berupaya membenahi Kepariwisataan Karo dari segala aspek dengan tujuan meraih tempat sebagai Daerah Tujuan Wisata Utama, sehingga sektor kepariwisataan menjadi sumber atau pemasok dana strategis dalam menunjang pembangunan daerah.

Agar potensi kepariwisataan di Kabupaten Karo dapat berkembang dan dapat dijadikan sebagai produk andalan yang layak dijual di pasar global, harus ditangani oleh tenaga profesional di bidang kepariwisataan. Tenaga profesional diartikan bahwa tenaga-tenaga aparatur pemerintah pengelola pariwisata yang mampu membawa dan menggerakkan organisasi pariwisata dan masyarakat membangun sektor kepariwisataan dengan mengacu kepada visi pembangunan yang telah ditetapkan, serta mengadopsi prinsip-prinsip “Good Governance” dalam melaksanakan pelayanan masyarakat (Dinas Kepariwisataan Kabupaten Karo, 2010).

Dalam pengembangan dan pembangunan Pariwisata Kabupaten Karo saat ini , adapun upaya-upaya yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Pembenahan aspek fundamental Pariwisata yaitu Keamanan, Kebersihan, Ketertiban Umum, Keindahan dan Sosial Budaya.

2. Memanfaatkan teknologi komunikasi (internet) sebagai sumber informasi dan sarana promosi.

(12)

4. Mempersiapkan perangkat peraturan kepariwisataan yang lebih baik. 5. Meningkatkan SDM baik aparatur pariwisata maupun stake holder

6. Membuka peluang yang sebesar-besarnya untuk bermitra dengan luar negeri ataupun antar daerah.

7. Memanfaatkan Budaya Karo menjadi produk pariwisata yang layak dijual. 8. Menciptakan iklim investasi yang kondusif.

9. Mengintensifkan pelaksanaan pengutipan retribusi pariwisata

Adapun jumlah data kunjungan wsiatawan yang berkunjung ke Kabupaten Karo dapat dilihat pada Tabel 1.1 antara tahun 2005-2010 :

Tabel 1.1

Kunjungan Wisatawan Ke Kabupaten Karo Periode Tahun 2005 – 2010

Tahun Domestik Mancanager Sumber : Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Karo, 2010

(13)

penjuru wilayah Kabupaten Karo. Dari identifikasi yang telah dilakukan oleh Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Karo, tinjauan beberapa kebijakan dan hasil pengamatan survey lapangan terdapat obyek wisata alam, obyek wisata budaya, peninggalan sejarah serta beberapa atraksi wisata yang menyebar di setiap wilayah Kecamatan, Kabupaten Karo.

Untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata maka di Kabupaten Karo telah tersedia sarana dan fasilitas penunjang kepariwisataan yang cukup memadai yaitu, Hotel Berbintang maupun Hotel Melati, Telekomunikasi, Money Changer, Bank, Kantor Pos, Biro Perjalanan Wisata, Rumah Sakit Umum. Aksesibilitas menuju obyek-obyek wisata di Kabupaten Karo juga sudah memadai dalam arti telah dapat dilalui oleh kenderaan roda empat dan bus besar.

(14)

Di Desa Dokan rumah adat yang tersisa tinggal 6 rumah dan hanya satu yang tidak dipakai lagi. Rumah Adat Karo dikenal dengan sebutan Siwaluh Jabu berasal dari kata waluh yang artinya delapan dan jabu yang artinya rumah. Jadi Siwaluh jabu adalah rumah yang dihuni oleh delapan keluarga. Rumah Adat Karo ini memiliki keunikan tersendiri dan kaya akan seni arsitektur yang tinggi. Bangunan yang dibangun ini memiliki struktur bangunan yang tahan gempa dan proses pembuatannya tidak menggunakan paku untuk menyatukannya. Melihat potensi budaya dan sejarah yang besar ini sayang sekali jika pemerintah daerah mengabaikannya begitu saja. Jika dikelola lebih baik dan digarap seperti objek wisata budaya yang menjual daya tarik wisata berupa rumah adat tradisional seperti Oma Hada di Tumeri, Nias Utara,

Kete' Kesu di Toraja, Desa Lingga, Barus Jahe, Peceren, Melas dan desa-desa

lainnya di Kabupaten Karo bisa menjadi tujuan wisata yang diminati oleh wisatawan lokal bahkan mancanegara (Saiful Azhar, 2010).

Rumah adat Karo dewasa ini terancam kepunahan dan tidak dirawat lagi,

oleh karena itu penulis tertarik mengangkat kertas karya dengan judul ”Potensi Rumah Adat Tradisional Karo Sebagai Daya Tarik Wisata di Desa Dokan Kabupaten Karo”.

1.2 Rumusan Masalah

(15)

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Tujuan Khusus, untuk mengetahui potensi rumah adat tradisional Karo sebagai daya tarik wisata di Dokan Kabupaten Karo.

b. Tujuan Umum

1. Sebagai salah satu syarat kelengkapan akademik untuk meraih gelar Ahli Madya Pariwisata bidang keahlian Usaha Wisata Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan intelektualitas pribadi penulis dalam pendalaman ilmu pariwisata maupun memberikan manfaat bagi masyarakat luas.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara konsepsi maupun praktis, yaitu :

a. Manfaat teoritis, penelitian diharapkan akan memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kepariwisataan, khususnya pariwisata budaya (cultural tourism) baik dari segi bentuk maupun strategi pengembangan.

(16)

1.5 Metode Penelitian

Untuk mempermudah penulis dalam melakukan penelitian ini maka, penulis menggunakan beberapa metode penelitian antara lain :

1. Penelitian Kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang data-datanya diperoleh dari buku-buku dan tulisan yang berkaitan dengan topik.

2. Penelitian Lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan datang langsung ke lapangan atau daerah penelitian yang ditentukan sebelumnya untuk mendapatkan data yang lebih akurat melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait seperti tokoh-tokoh adat dan orang-orang tertentu yang mengerti baik tentang seluk-beluk rumah adat Karo di Desa Dokan.

1.6 Sistematika Penulisan

Pada garis besarnya pembahasan dalam kertas karya ini dibagi dalam bab, adapun sistematika penulisan :

BAB I : PENDAHULUAN

Menguraikan tentang Latar Belakang Pemilihan Judul, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN

(17)

BAB III : GAMBARAN UMUM KABUPATEN KARO

Menguraikan tentang Letak Geografis Kabupaten Karo, Demografi Kabupaten Karo, Sistem Pemerintahan Kabupaten Karo, Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Karo, Agama Kabupaten Karo, Potensi Kepariwisataan Kabupaten Karo dan Gambaran Umum Desa Dokan.

BAB IV : POTENSI RUMAH ADAT TRADISIONAL KARO SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI DESA DOKAN

Menguraikan tentang cara-cara Mendirikan Rumah Adat Tradisional Karo di Dokan Kabupaten Karo, Jabu Dalam Rumah Adat Tradisional Karo, Bagian-Bagian dari Rumah Adat Tradisional Karo di Dokan Kabupaten Karo, Potensi Rumah Adat Tradisional Karo Sebagai Daya Tarik Wisata di Dokan Kabupaten Karo.

BAB V : PENUTUP

(18)

BAB II

URAIAN TENTANG KEPARIWISATAAN

Definisi Pariwisata

Ismayanti Dalam buku Pengantar Pariwisata (2010:1) mendefinisikan pariwisata sebagai, ”…Kegiatan dinamis yang melibatkan banyak manusia serta menghidupkan berbagai bidang usaha”. Berbicara mengenai konsep dan definisi pariwisata, wisatawan serta klasifikasinya perlu ditetapkan dikarenakan sifatnya yang dinamis. Leiper dalam Cooper et.al (1998:5) menyatakan terdapat tiga elemen utama yang menjadikan kegiatan pariwisata bisa terjadi, yaitu sebagai berikut :

1. Wisatawan, ia adalah aktor dalam kegiatan wisata. Berwisata menjadi sebuah pengalaman manusia untuk menikmati, mengantisipasi dan mengingatkan masa-masa di dalam kehidupan.

2. Geografi, pergerakan wisatawan berlangsung pada tiga area geografi, yaitu : a. Daerah Asal Wisatawan (DAW), daerah tempat asal wisatawan berada, tempat ketika ia melakukan aktivitas keseharian, seperti bekerja, belajar, tidur, dan kebutuhan dasar lain. Rutinitas itu sebagai pendorong untuk memotivasi seseorang berwisata. Dari DAW, seseorang dapat mencari informasi tentang objek dan daya tarik wisata yang diminati, membuat pemesanan dan berangkat menuju daerah tujuan.

b. Daerah Transit (DT), tidak seluruh wisatawan harus berhenti di daerah itu. Namun seluruh wisatawan pasti akan melalui daerah tersebut sehingga peranan DT pun penting. Seringkali terjadi, perjalanan wisata berakhir di daerah transit, bukan di daerah tujuan. Hal inilah yang membuat negara-negara seperti Singapura dan Hongkong berupaya menjadi daerahnya multifungsi, yakni sebagai Daerah Transit dan Daerah Tujuan Wisata.

c. Daerah Tujuan Wisata (DTW), daerah ini sering dikatakan sebagai

sharp end (ujung tombak) pariwisata. Di DTW ini dampak pariwisata

sangat dirasakan sehingga dibutuhkan perencanaan dan strategi manajemen yang tepa. Untuk menarik wisatawan, DTW merupakan pemacu keseluruhan sistem pariwisata dan menciptakan permintaan untuk perjalanan dari DAW. DTW juga merupakan raison d’etre atau alasan utama perkembangan pariwisata yang menawarkan hal-hal yang berbeda dengan rutinitas wisatawan.

(19)

Pariwisata merupakan kegiatan yang dapat dipahami dari banyak pendekatan. Dalam Undang-undang RI Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan dijelaskan bahwa :

1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik yang dikunjungi, dalam jangka waktu sementara.

2. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.

3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, dan pemerintah.

4. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai kebutuhan setiap orang dan negara serta intraksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan pengusaha.

5. Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. 6. Pengusaha pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan

kegiatan usaha pariwisata.

7. Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka mengahasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.

Menurut WTO (1999:5) yang dimaksud dengan pariwisata adalah sebagai berikut :

a. Tourism-activities of person traveling to and staying in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, business and other purpose;

Pariwisata dapat diartikan sebagai kegiatan manusia yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di daerah tujuan di luar lingkungan kesehariannya. Perjalanan wisata ini berlangsung dalam jangka waktu tidak lebih dari satu tahun secara berturut-turut untuk tujuan bersenang-senang, bisnis dan lainnya.

b. Visitor-any person traveling to a place other than that of his/her usual environment for less than 12 consecutive months and whose main purpose of travel is not to work for pay in the place visited;

(20)

c. Tourist-overnight visitor, visitor staying at least one night in a colection or private accomodation in the place visited;

Wisatawan merupakan pengunjung yang menginap atau pengunjung yang tinggal di daerah tujuan setidaknya satu malam di akomodasi umum ataupun pribadi.

d. Same day visitor-exursionists, visitor who does not spend the night in a collective or private accomodation in the place visited;

Pengunjung harian adalah ekskurionis, pengunjung yang tidak bermalam di akomodasi umum atau pribadi di daerah tujuan.

Definisi-definisi yang menjabarkan unsur-unsur penting dalam kepariwisataan adalah sebagai berikut :

1. Jenis aktivitas yang yang dilakukan dan tujuan kunjungan 2. Lokasi kegiatan wisata

3. Lama tinggal di daerah tujuan wisata

4. Fasilitas dan pelayanan yang dimanfaatkan yang disediakan oleh usaha pariwisata.

Pengertian Objek Wisata dan Daya Tarik Wisata

(21)

a. Daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam seperti flora dan fauna.

b. Daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan sejarah, peninggalan purbakala, seni budaya dan tempat hiburan. Daya tarik buatan manusia bisa juga merupakan perpaduan buatan manusia dan keadaan alami, seperti wisata agro, wisata buru.

Daya tarik wisata merupakan sasaran perjalanan wisata seperti berikut ini : 1. Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam serta flora dan fauna, seperti pemandangan alam, panorama indah, hutan rimba dengan tumbuhan hutan tropis, serta binatang-bintang langka. 2. Karya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala,

peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata petualangan, taman rekreasi, dan tempat hiburan.

3. Sasaran wisata minat khusus, seperti berburu, mendaki gunung, gua, industri dan kerajinan, tempat perbelanjaan dan tempat-tempat berziarah. Dalam literatur kepariwisataan luar negeri tidak dijumpai istilah objek wisata seperti yang dikenal di Indonesia. Untuk pengertian objek wisata mereka lebih menggunakan istilah Tourism Attraction yang diartikan sebagai,” segala objek yang menimbulkan daya tarik bagi wisatawan untuk mengunjunginya, misalnya keadaan alam, bangunan bersejarah, dan pusat rekreasi. Objek dan daya tarik wisata dapat berupa alam, seni, dan budaya, tata hidup yang memiliki daya tarik untuk dikunjungi oleh wisatawan. Beberapa hal yang menjadi daya tarik wisata sehingga wisatawan datang ke suatu daerah adalah :

1. Tata cara hidup manusia (way of life).

2. Hasil ciptaan manusia (man made supply) berupa benda-benda bersejarah, kebudayaan dan keagamaan.

3. Benda-benda yang ada dan terdapat di alam semesta (natural amenities) antara lain :

a. Flora dan fauna b. Bentuk tanah c. Iklim

(22)

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa objek wisata adalah unsur-unsur lingkungan hidup yang terdiri dari sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai daya tarik untuk menjadi sasaran wisata.

2.3 Klasifikasi Motif Wisata

Demikian beragamnya motif yang mendorong seseorang melakukan perjalanan wisata, akan tetapi tidak ada kepastian apakah semua jenis motif wisata telah atau dapat diketahui. Pada hakikatnya orang untuk mengadakan perjalanan wisata itu tidak terbatas dan tidak dapat dibatasi. Dalam buku Tourism, Principles, Practises,

Philosophies, (1972:52), McIntosh mengklasifikasikan motif-motif wisata menjadi

empat (4) kelompok, yaitu :

1. Motif Fisik, yaitu motif-motif yang berhubungan dengan kebutuhan badaniah, seperti olahraga, istirahat, kesehatan dan sebagainya;

2. Motif budaya, yang harus diperhatikan di sini adalah yang bersifat budaya seperti, sekedar untuk mengenal atau memahami tata cara dan kebudayaan bangsa atau daerah lain: kebiasaannya, kehidupannya sehari-hari, kebudayaannya yang berupa bangunan, musik, tarian dan sebagainya; 3. Motif Interpersonal, yang berhubungan dengan keinginan untuk bertemu

dengan keluarga, teman, tetangga, atau sekedar dapat melihat tokoh-tokoh terkenal: penyanyi, penari, bintang film, tokoh politik dan sebagainya; 4. Motif status atau motif prestise. Banyak orang beranggapan bahwa orang

yang pernah mengunjungi tempat lain itu dengan sendirinya melebihi sesamanya yang tidak bepergian. Orang yang pernah bepergian ke daerah-daerah lain dianggap atau merasa dengan sendirinya naik gengsinya atau statusnya.

2.4 Jenis-Jenis Wisata

(23)

2. Wisata Budaya, seseorang yang melakukan perjalanan wisata dengan tujuan untuk mempelajari adat-istiadat, budaya, tata cara kehidupan masyarakat dan kebiasaan yang terdapat di daerah atau negara yang dikunjungi.

3. Wisata Kesehatan, disebut wisata pulih sembuh, artinya seseorang melakukan perjalanan dengan tujuan untuk sembuh dari suatu penyakit atau untuk memulihkan kesegaran jasmani dan rohani. Obyek wisata kesehatan adalah tempat peristirahatan, sumber air panas, sumber air mineral dan fasilitas-fasilitas lain yang memungkinkan seseorang wisatawan dapat beristirahat sambil berwisata.

4. Wisata Olahraga, seseorang yang melakukan perjalanan dengan tujuan untuk mengikuti kegiatan olahraga, misalnya olimpiade.

5. Wisata Komersil, istilah lain dari wisata ini adalah wisata bisnis, wisatawan yang masuk kedalam jenis wisata ini adalah mereka yang melakukan perjalanan untuk tujuan yang bersifat komersil atau dagang, misalnya mengunjungi pameran dagang, pameran industri.

6. Wisata Industri, perjalanan yang dilakukan oleh rombongan pelajar atau mahasiswa untuk berkunjung ke suatu industry yang besar berguna mempelajari atau meneliti industri tersebut, misalnya rombongan pelajar/mahasiswa yang berkunjung ke IPTN untuk melihat industri pesawat terbang.

7. Wisata Politik, seseorang yang berkunjung kesuatu negara untuk tujuan aktif dalam kegiatan politik. Misalnya kunjungan kenegaraan, menghadiri penobatan kaisar Jepang, Penobatan ratu Inggris.

8. Wisata Konvensi, sesoerang yang melakukan perjalanan dan berkunjung ke suatu daerah atau negara dengan tuuan untuk mengikuti konvensi atau konferensi, misalnya KTT Non Blok.

9. Wisata Sosial, kegiatan wisata sosial adalah kegiatan wisata yang diselenggarakan dengan tujuan non-profit.misal ke panti/yayasan.

10.Wisata Pertanian, pengorganisasian perjalanan yang dilakukan dengan mengunjungi pertanian, perkebunan, untuk tujuan studi atau riset atau studi banding.

11.Wisata Maritim atau Bahari, wisata bahari ini sering dikaitkan dengan olahraga air, seperti berselancar, menyelam, berenang, dan obyeknya adalah pantai atau laut. 12.Wisata Cagar Alam, jenis wisata ini adalah berkunjung kedaerah wisata

cagar alam.

13.Wisata Buru, kegiatan wisata ini dilakukan dengan hobi berburu.

14.Wisata Pilgrim, jenis wisata ini dikaitkan dengan agama, kepercayaan atau adat istiadat dalam masyarakat.

(24)

2.5 Pengaruh Pariwisata Terhadap Kebudayaan

Kebudayaan manusia antara lain terdiri dari kepercayaan, nilai, sikap dan kelakuan yang keseluruhannya merupakan bagian dari masyarakat yang dilewati dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kebudayaan diwujudkan dengan cara yang berbeda seperti dalam pekerjaan, pakaian, arsitektur, kerajinan, sejarah, budaya, bahasa, pendidikan, tradisi, kegiatan mengisi waktu luang, kesenian, musik dan kesukaan lainnya.

Proses pengembangan kebudayaan dan terpengaruhnya kebudayaan asli akan membuat kebudayaan beradaptasi dengan perubahan zaman. Proses ini dalam kepariwisataan diakibatkan karena terjadi kontrak antara dua pendukung kebudayaan yang mempunyai kebudayaan yang berbeda pula. Dalam prosesnya, kedua masyarakat mengalami perubahan. Misalnya Pengunjung yang datang ke sebuah daerah dapat menikmati makanan tradisional dari daerah tersebut dan ketika kembali ke tempat asal mereka kadang-kadang membuat makanan yang sama seperti yang telah mereka makan selama liburan. Masyarakat setempat juga sering mempunyai keinginan untuk meniru turis yang datang, yang pernah mereka lihat. Proses kebudayaan saling meminjam atau saling mempengaruhi tersebut melahirkan suatu produk budaya baru.

(25)

2.6 Hubungan Rumah Adat Tradisional Karo dengan Wisata Budaya

Rumah tradisional Karo merupakan jenis rumah panggung dengan ketinggian bangunan mencapai 12m. Maksud dari pembuatan rumah panggung adalah untuk menghindari ancaman dari binatang buas. Selain itu,bagian kolong rumah biasanya digunakan sebagai tempat ternak dan penyimpanan kayu bakar.

Orientasi bangunan selalu mengarah ke Utara dan Selatan, selain itu pembangunan rumah Adat Tradisional Karo juga harus selalu mengikuti arah aliran-aliran sungai yang terdapat di sekitarnya. Alasan pembangunan rumah tradisional Batak Karo menghadap Utara-Selatan dan juga mengikuti arah aliran sungai adalah karena masih adanya kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan gaib yang dapat mengganggu mereka apabila pembangunan rumah tidak seperti yang telah ditetapkan.

Rumah adat Tradisional Karo mempunyai keunikan tersendiri yaitu usia bangunan yang sudah lebih dari 250 tahun, mempunyai dua lapisan atap, mempunyai ukuran rumah yang paling besar diantara rumah-rumah tradisional

suku Batak lainnya yaitu 10 x 30 m dan mempunyai daya tampung sampai 12 kepala keluarga atau sekitar enam puluh jiwa (Frans Pelamonia, 2004). Hal ini merupakan perbedaan yang dapat kita lihat dari sudut pandang perkembangan

arsitektur yang telah mengalir selama berabad-abad dari manusia pada zaman batu sampai manusia pada zaman modern sekarang ini.

(26)

Potensi wisata yang terdapat di Tanah Karo dapat kita lihat mulai dari potensi alam lingkungan, adat-istiadat, upacara ritual, peninggalan purbakala, sistem pengetahuan tradisional, senjata tradisional, tempat-tempat bersejarah, peninggalan sejarah, serta seni dan budaya yang semuanya itu merupakan sumberdaya dan modal yang besar artinya bagi usaha pengembangan, peningkatan dan pemanfaatan secara optimal untuk berbagai kepentingan, salah satunya adalah kepariwisataan. Pemanfaatan potensi budaya sebagai modal harus diberdayakan secara optimal melalui penyelenggaraan kepariwisataan yang baik, cerdas dan tepat, yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan ekonomi atau pendapatan masyarakat Karo khususnya.

Bila budaya dikaitkan dengan kepariwisataan mau tidak mau kita berbicara masalah pemanfaatan sumber daya budaya itu sendiri, tetapi pemanfaatan tersebut terkait dengan unsur lain sebagai bagian dari upaya pelestarian, yaitu upaya pengembangan dan perlindungan. Pemanfaatan budaya dalam kepariwisataan akan mendukung upaya memelihara, menumbuhkan dan mengembangkan apresiasi dan kreatifitas masyarakat, sebagai upaya pelestarian budaya bangsa.

(27)

Oleh sebab itu sangat dibutuhkan suatu strategi yang tepat dalam mengelola kedua unsur tersebut sehingga dapat saling menunjang dalam konteks pelestarian kebudayaan atau pengembangan wisata budaya. Hal ini harus dilakukan secara komprehensif dan hati-hati, dengan mempertimbangkan faktor-faktor penyebab terjadinya kerusakan budaya.

Dalam perkembangan dunia kepariwisataan, budaya merupakan salah satu hal yang menjadi daya tarik sehingga orang mau melakukan kegiatan wisata.

Disamping itu daya tarik lainnya seperti alam, marina, bahkan dewasa ini muncul wisata belanja dan kuliner (makanan) juga dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan. Namun semua daya tarik yang menjadi tujuan orang untuk melakukan kegiatan perjalanan wisata tersebut haruslah saling mendukung satu dengan yang lainnya.

Pengembangan dunia kepariwisataan terkait dengan wisata budaya tidak semata-mata bertujuan untuk penerimaan devisa dan memperluas lapangan kerja, tetapi pengembangan kepariwisataan dan warisan budaya itu juga terkait dengan upaya memperkenalkan kekayaan kebudayaan dan jati diri orang Karo. Artinya unsur perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sebagai dasar pengertian pelestarian budaya saling kait mengait. Dengan melestarikan kekayaan warisan budaya kita dapat menunjang dunia kepariwisataan.

(28)
(29)

BAB III

GAMBARAN UMUM KABUPATEN KARO

3.1 Letak Geografis Kabupaten Karo

Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi Pegunungan Bukit Barisan dan merupakan Daerah Hulu Sungai. Luas wilayah Kabupaten Karo adalah 2.127,25 Km2 atau 212.725 Ha atau 2,97 persen dari luas Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, dan secara geografis terletak diantara 2°50’–3°19’ Lintang Utara dan 97°55’–98°38’ Bujur Timur. Batas-batas wilayah Kabupaten Karo adalah :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Deli Serdang

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Toba Samosir

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Provinsi Nangroe Aceh Darusalam).

(30)

Kabupaten Karo terkenal sebagai daerah penghasil berbagai buah-buahan dan bunga-bungaan Mata pencaharian penduduk yang terutama adalah pertanian pangan, hasil hortikultura dan perkebunan rakyat. Keadaan hutan cukup luas yaitu mencapai 129.749 Ha atau 60,99 persen dari luas Kabupaten Karo.

Kabupaten Karo merupakan Daerah Hulu Sungai (DHS) dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu/Ular, sub Daerah Aliran Sungai Laubiang. Potensi industri yang ada adalah industri kecil dan aneka industri yang mendukung pertanian dan pariwisata. Potensi sumber-sumber mineral dan pertambangan yang ada di Kabupaten Karo diduga cukup potensial namum masih memerlukan survei lapangan. Iklim (Suhu, Musim, Angin, Curah Hujan) di Kabupaten Karo adalah sebagai berikut :

1. Suhu udara rata-rata di Kabupaten Karo berkisar antara 18,4°C - 19,3°C dengan kelembaban udara pada tahun 2006 rata-rata setinggi 88,39 persen tersebar antara 86,3 persen sampai dengan 90,3 persen.

2. Di Kabupaten Karo seperti daerah lainnya terdapat dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim hujan pertama mulai bulan Agustus sampai dengan bulan Januari dan musim hujan kedua mulai bulan Maret sampai dengan bulan Mei.

3. Pada tahun 2006 ada sebanyak 172 hari jumlah hari hujan dengan rata-rata kecepatan angin 1,32 M/DT.

(31)

3.2 Demografi Kabupaten Karo

Hasil sensus tahun 2000 penduduk Kabupaten Karo berjumlah 283.713 jiwa, pada pertengahan tahun 2009 diperkirakan sebesar 370.619 yang mendiami wilayah seluas 2.127,25 Km². Kepadatan penduduk diperkirakan sebesar 174,22 jiwa/Km². Laju Pertumbuhan Penduduk Karo Tahun 2000-2009 (keadaan tengah tahun) adalah sebesar 3,01 % per tahun.

Tahun 2009 di Kabupaten Karo penduduk laki-laki lebih sedikit dari perempuan. Laki-laki berjumlah 182.497 jiwa dan perempuan berjumlah 188.122 jiwa. Sex rasionya sebesar 97,01. Selanjutnya dengan melihat jumlah penduduk yang berusia di bawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas maka diperoleh rasio ketergantungan sebesar 59,76 yang berarti setiap seratus orang usia produktif menanggung 60 orang dari usia di bawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas. Beban tanggungan anak bagi usia produktif sebesar 52 orang dan beban tanggungan lanjut usia bagi penduduk usia produktif sebesar 8 orang.

3.3 Sistem Pemerintahan Kabupaten Karo

Pemerintahan Kabupaten Karo dipimpin oleh seorang Bupati. Bupati saat ini adalah DR. Kena Ukur Karo Jambi Surbakti. Menurut situs resmi Pemda Kabupaten Karo terdapat 14 bupati yang memimpin daerah ini sejak zaman kemerdekaan yaitu :

1.

2.

3.

4.

(32)

6.

14. DR. Kena Ukur Karo Jambi Surbakti; 2011-2016

Wilayah pemerintahan Kabupaten Karo terbagi dalam 17 Kecamatan dan 258 Desa/Kelurahan.

3.4 Mata Pencaharian Masyarakat di Kabupaten Karo

Mata Pencaharian penduduk Kabupaten Karo menurut sensus penduduk tahun 2009 dijelaskan dalam Tabel 3.1 berikut :

Tabel 3.1 Mata Pencaharian Masyarakat Kabupaten Karo No. Mata Pencaharian Persentase

1. Pertanian 79,93 %

9. Perusahaan Listrik, Gas, Air Mineral 0,87 %

10. Lain-lain 0,37 %

(33)

3.5 Agama

Penduduk Daerah Tingkat II Karo adalah masyarakat suku Karo dan kemudian lambat laun dengan sendirinya banyak ditambah pendatang lain seperti suku Tapanuli, Jawa, Simalungun, Cina, dan lainnya yang datang dari penjuru nusantara walau dalam jumlah terbatas. Mayoritas penduduk Kabupaten Karo memeluk agama Kristen Protestan yakni sekitar 47,93 %. Berikut ini data tentang pemeluk agama di Kabupaten Karo :

1. Agama Kristen Protestan 42,93 % 2. Agama Kristen Katolik 28,08 % 3. Agama Islam 24,12 % 4. Agama Hindu dan Budha 2,48 % 5. Agama lain-lain 2,39 %

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo, 2011

3.6 Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata Kabupaten Karo

(34)

Tabel 3.2

Kunjungan Wisatawan Ke Kabupaten Karo Periode Tahun 2005-2010

Tahun Domestik Mancanagera Jumlah

Total Kunjungan Wisatawan 2005 218.963 8.365 227.328 295.526 2006 374.233 4.665 378.898 492.567 2007 395.923 6.242 402.165 522.815 2008 405.875 6.483 412.358 536.065 2009 434.641 6.491 441.132 573.472 2010 402.102 5.796 407.898 530.267 Sumber : Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Karo, 2011

(35)

Tabel 3.3

Sebaran ODTW dan Lokasi Objek Wisata di Kabupaten Karo

No. JENIS DAN NAMA

OBJEK WISATA

LOKASI OBJEK WISATA

Desa Kecamatan

A. WISATA ALAM

1. Air Terjun Sikulikap Doulu Berastagi 2. Panaroma Doulu Doulu Berastagi 3. Lau Debuk-Debuk . Semangat Gunung Merdeka 4. Taman Mejuah-juah Berastagi Gundaling-II Berastagi 5. Bukit Gundaling Gundaling I Berastagi 6. Deleng Kutu Gurusinga Berastagi 7. Tahura Dolat Rakyat Dolat Rakyat 8. Air Panas Alam Semangat Gunung Semangat Gunung Merdeka 9. Gunung Sibayak Jaranguda Merdeka 10. Danau Lau Kawar Kuta Gugung Naman Teran 11. Gunung Sinabung Sigarang-garang Naman Taran 12. Uruk Tuhan Bekerah Naman Teran 13. Gua Liang Dahar Lau Buluh Kuta Bulah 14. Air Terjun belingking Mburidi (DAS Lau Biang) Kuta Buluh 15. Air Terjun Sipiso-piso Pengambatan Merek 16. Gunung Sipiso-piso Situnggaling Merek 17. Tongging-Sikodon-kodon Tongging Merek 18. Taman Simalem Tongging Merek 19. Gua Ling-ling Gara Kuta Pengkih Mardingding 20. Padang Pengembala Nodi Mbal-mbal Petarum Lau baleng 21. Gunung Barus Basam Barus jahe 22. Gua Roci Basam Barusjahe B AGROWISATA

Menyebar di Setiap Kecamatan 1. Agrowisata Tanaman Pangan dan

Perkebunan (Hamparan Padi, Kopi,

(36)

C WISATA KULINER / BELANJA

1. Pasar Tradisional Berastagi Kota Berastagi 2. Pasar Buah Berastagi Kota Berastagi

3. Pasar Bunga Berastagi Kota Berastagi dan di sepanjang Jalur Jalan Menuju

Berastagi dan Kabanjahe. 4. Pasar Buah Dokan Dokan Merek D WISATA BUDAYA

1. Desa Budaya Peceren Peceren /Sempa Jaya Berastagi 2. Desa Budaya Lingga Lingga Simpang Empat 3. Desa Budaya Dokan Dokan Merek

4. Pakaian Adat ( Uis Karo ) Di Kabupaten Karo 5. Benda Budaya dan Situs Di Kabupaten Karo E PENINGGALAN SEJARAH

1. Puntungan Meriam Putri Hijau Sukanalu Tiga Panah 2. Legenda (Cerita Rakyat) Menyebar di seluruh Kecamatan F WISATA MINAT KHUSUS

1. Arung Jeram / Rafting Aliran DAS Lau Biang (Mulai dari Desa Limang - Perbesi - Bintang Meriah) 2. Gantole dan Paralayang Togging

3. Lintas Alam / Tracking •Route Perjalanan Berastagi & Bandar Baru melalui Gunung Barus, dimulai dari Desa Basam (6 Km dari Berastagi).

•Route Perjalanan Berastagi-Bukit Lawang.

•Route perjalanan Berastagi ke Semangat Gunung (Pemandian Air Panas) dimulai dari Desa Lau Gumba.

4. Hiking Gunung sibayak dan sinabung G ATRAKSI WISATA 7. Upacara Perumah Begu 8. Erdemu Bayu

9. Ngampaken Tulan-Tulan 10. Pesta Tahunan

(37)

Berdasarkan temuan dari Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Karo, 2011 Profil singkat berbagai potensi pariwisata yang ada di Kabupaten Karo adalah sebagai berikut :

a. Wisata Alam Gunung Sibayak

Gunung Berapi Sibayak dalam keadaan aktif berlokasi di atas ketinggian 2.172 M dari permukaan laut. Pendakiannya melewati hutan belantara tropis dan tebing yang penuh tantangan serta di puncak gunung terdapat hamparan dataran tempat berkemah. Dari puncak gunung terlihat kawah yang masih aktif magma dan pemandangan yang indah dan menawan.

Gunung ini dapat didaki dari dua tempat yaitu Desa Jaranguda (1,5 Km dari berastagi) dan Desa Semangat Gunung (12 km dari Berastagi).

Untuk mendaki gunung ini melalui jalan setapak dibutuhkan waktu sekitar 3 jam. Gunung ini telah memiliki jalan aspal sampai ke puncaknya, saat ini kita dapat mencapai puncak gunung dengan kendaraan 4 WD sampai di Bukit Kapur dan melakukan pendakian ke puncak dengan waktu tempuh 30 menit.

Gunung Berapi Sinabung

(38)

dari puncak gunung ini kita dapat memandang ke seluruh wilayah Kabupaten Karo bahkan sampai wilayah Dairi, Simalungun dan Langkat. Gunung ini dapat didaki dari dua tempat yaitu Obyek Wisata Lau Kawar dan Desa Mardingding Jarak dari Kota Berastagi ke tempat awal pendakian Gunung Sinabung 30 km. Pendakian dari Desa Lau Kawar dan Desa Mardingding memakan waktu ± 4 jam. Bukit Gundaling

Bukit Gundaling merupakan tempat wisata dengan pohon kayu yang rindang dan bunga bungaan yang sudah dikenal sejak jaman penjajahan Belanda. Dari Puncak Bukit Gundaling terlihat panorama Gunung Sibayak dan Sinabung serta Kota Berastagi. Jarak dari Kota Berastagi ke Bukit Gundaling ± 2 km dapat menggunakan bus ukuran besar.

Air Terjun Sipiso-piso

Air terjun ini mempunyai ketinggian jatuh 120 m dan dilatarbelakangi panorama indah Danau Toba, bukit bukit, bentangan Pulau Samosir, pematang sawah dan ladang. Jarak dari Kota Berastagi ke objek wisata ini ± 35 km dan dapat menggunakan bus ukuran besar.

Danau Toba -Tongging

(39)

Danau Lau Kawar

Danau ini memiliki luas ± 20 ha diapit oleh alam pegunungan yang ditumbuhi kayu-kayuan hutan tropis dan di pinggir danau terbentang lahan seluas 3 ha sebagai lokasi tempat berkemah. Bagi wisatawan yang berjiwa petualangan dari objek ini dapat melakukan kegiatan panjat tebing dan sekaligus pendakian ke puncak Gunung Sinabung. Jarak dari Kota Berastagi ke objek wisata ini sekitar 27 km dan dapat menggunakan kendaraan roda empat yang melewati beberapa desa dan lahan pertanian.

Lau Debuk-debuk

Objek wisata ini merupakan pemandian air panas yang mata airnya bersumber dari perut bumi, mengandung unsur belerang. Pada waktu waktu tertentu ditemukan masyarakat mengadakan ritual seperti : Erpangir kulau (mandi ritual) yang bertujuan membersihkan diri dari roh-roh jahat dan niat-niat yang tidak baik. Jarak dari Kota Berastagi ke obyek wisata ini sekitar 10 km dan dapat menggunakan bus ukuran besar.

Air Panas Semangat Gunung

(40)

Taman Hutan Raya Bukit Barisan

Objek wisata ini merupakan kawasan hutan seluas ± 8 ha yang ditumbuhi berbagai jenis kayu kayuan hutan tropis berusia di atas 60 tahun dan di dalamnya berkembang berbagai spesies kupu-kupu langka. Di objek wisata ini dipelihara gajah yang dapat dimanfaatkan sebagai transportasi wisatawan mengelilingi hutan. Jarak dari Kota Berastagi ke objek wisata ini 5 km yang dapat menggunakan bus ukuran besar.

Gua Liang Dahar

Gua Liang Dahar mempunyai tiga ruang besar dengan ukuran masing-masing 500 m2, 400 m2, 300 m2 serta ruang ukuran kecil lainnya. Di dalam gua terdapat mata air yang mengalir melalui terowongan kecil ke Desa Bekerah dan di atas dinding gua terdapat sarang burung layang-layang dan kalong. Jarak dari Kota Berastagi ke obyek wisata ini 40 km, sampai ke Desa Lau Buluh dapat menggunakan kendaraan roda empat dan selanjutnya berjalan kaki ± 30 menit.

Gua Ling-ling Gara

(41)

Air Terjun Sikulikap

Air terjun ini mempunyai ketinggian jatuh 30 m menghasilkan bunyi alam yang syahdu, dikelilingi hutan tropis tempat Gibon bergantungan yang kadakala berteriak bersahut-sahutan. Di sekitar lokasi ini terdapat kupu-kupuan berwarna-warni. Jarak dari Kota Berastagi ke obyek wisata ini ± 11 km, namun apabila langsung dari Kota Medan dapat singgah di jalan raya dengan berjalan kaki sejauh 800 m.

Air Terjun Belingking

Air terjun ini berbeda dengan air terjun lainnya karena jatuhan airnya bertingkat tiga dengan ketinggian jatuh keseluruhan 100 m dan berlokasi dekat dengan perkampungan penduduk. Jarak dari Kota Berastagi ke objek wisata ini 45 km dan dapat menggunakan kendaraan roda empat.

Deleng Kutu

Nama binatang penghisap darah ini salah satu nama gunung di Tanah Karo. Persisnya di Desa Guru Singa, Kecamatan Berastagi, Gunung Kutu tidak kalah uniknya dengan sejumlah gunung yang berada di Tanah Karo. Padahal gunung ini tidak setinggi Sibayak dan Sinabung, namun panorama alam yang dimiliki cukup mempesona.

Taman Simalem

(42)

b. Wisata Budaya

Desa Budaya Lingga, Dokan dan Peceren

Di Desa ini terdapat bangunan rumah tradisional Karo berusia 250 tahun yang dikenal dengan nama Rumah Siwaluh Jabu dihuni oleh delapan Kepala Keluarga yang hidup berdampingan dalam keadaan damai. Bahan bangunan rumah tradisional ini dari kayu bulat, papan, bambu dan beratap ijuk tanpa menggunakan paku yang dikerjakan tenaga arsitektur masa lalu.

Ketiga desa budaya ini mudah dicapai dengan menggunakan Bus Pariwisata. Berikut adalah jarak tempuh dari Berastagi ke desa-desa Budaya yang ada di Tanah Karo.

• Desa Budaya Lingga 15 km dari Berastagi

• Desa Budaya Dokan 23 km dari Berastagi

• Desa Budaya Peceren 1 km dari Berastagi Guro-guro Aron

(43)

Erpangir Ku Lau

Pada masa lalu Kebudayaan Erpangir Ku Lau merupakan kegiatan Sakral bagi masyarakat suku Karo, yaitu mandi ke sungai dengan memberi sesajen agar kelak dikemudian hari diberkati Tuhan Yang Maha Esa. Acara Erpangir Ku Lau sampai saat ini masih ada di beberapa tempat yang dilaksanakan dalam upacara perkawinan, membuat nama anak dan menolak penyakit yang dibuat oleh roh-roh jahat.

Perumah Begu

Perumah Begu merupakan kegiatan budaya di mana seorang dukun mampu memanggil kembali roh-roh leluhur ke dalam jiwa raganya. Hal ini dilaksanakan untuk berkomunikasi kembali guna mengetahui keadaan leluhur di alam baka dan sekaligus melepaskan rindu. Kegiatan ini masih ditemui dibeberapa tempat secara isidentil.

c. Wisata Peninggalan Sejarah

Peninggalan Sejarah Puntungan Meriam Puteri Hijau

Puntungan Meriam Putri Hijau dapat kita temui di Desa Sukanalu dan Seberaya yang hingga sekarang masih dianggap oleh masyarakat mempunyai

magic dan setiap tahun dibersihkan serta diberi sesajen (upah) atau cibal-cibal

(44)

3.7 Gambaran Umum Desa Dokan

Desa Dokan terletak di Kecamatan Merek, Kabupaten Karo Sumatera Utara. Desa Dokan bias ditempuh sekitar 15 menit dari Kabanjahe. Adapun batas-batasnya sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tambunan - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Nagasaribu

- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sribujandi Kecamatan Simalungun - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ergaji

a. Keadaan Topografi Desa, secara umum keadaan topografi desa Dokan adalah merupakan daerah perbukitan /dataran tinggi.

b. Iklim, desa Dokan mempunyai iklim kemarau dan penghujan, jal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam yang ada di desa Dokan Kecamatan Merek.

c. Mata pencaharian utama masyarakat desa adalah bertani.

(45)

Tabel 3.4 Rekapitulasi Sensus Penduduk Desa Dokan

(46)

BAB IV

POTENSI RUMAH ADAT TRADISIONAL KARO SEBAGAI

DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI DESA DOKAN

4.1 Cara-cara mendirikan Rumah Adat Tradisional Karo dan Struktur Bangunan Bahan-bahan yang dipergunakan untuk membangun Rumah Adat Tradisional Karo bersumber dari hutan. Pada zaman dahulu, pekerjaan membangun Rumah Adat Tradisional Karo dianggap sebagai pekerjaan besar, karena untuk menyelesaikan pembangunan satu rumah adat memakan waktu sampai satu tahun. Oleh karenanya mendirikan rumah tersebut dilakukan secara bertahap dan selalu dilakukan secara bergotong-royong. Unsur penggerak adalah Rakut Adat dan sebagai pembantu ialah golongan masyarakat yang terdapat di suatu desa. Adapun tahapan-tahapan mendirikan rumah adat tradisional Karo adalah sebagai berikut :

a. Padi-padiken yaitu Tapak Rumah. Beberapa keluarga yang bermaksud

(47)

dukun mengambil segenggam tanah pertapakan dan dilengkapi dengan

belo cawir (sirih). Tanah bersama sirih itu diletakkan pada suatu tempat sebelum tidur dengan terlebih dahulu mengucapkan meminta firasat kepada roh yang berkuasa, melalui mimpinya. Besok harinya, dukun memperhatikan mimpinya dan menanyakan mimpi anggota keluarga yang mendirikan rumah itu. Apabila dukun dalam mimpinya menerima firasat baik begitu juga mimpi anggota keluarga yang mendirikan rumah, maka areal itu dapat digunakan.

b. Ngempak. Setelah pertapakan di dapat, maka keluarga-keluarga yang

mendirikan rumah itu menetapkan hari Salangsari (baik) dengan perantaraan dukun, untuk dapat pergi ke suatu hutan guna mencari kayu untuk rumah tersebut. Pada suatu hari yang telah ditentukan mereka berangkat ke sebuah hutan bersama seorang gadis yang masih mempunyai ayah dan ibu, dengan tujuan mencari kayu untuk ditebang. Pada saat penebangan pertama, dukun memperhatikan bagaimana cara tumbang kayu tersebut. Bila pada penebangan pertama itu ternyata ada tanda-tanda yang kurang baik, maka diulang kembali sampai mendapat firasat yang baik.

c. Ngerintak Kayu. Setelah perkayuan dari rumah itu sudah dikumpulkan

(48)

ditentukan. Setelah selesai pekerjaan Ngerintak kayu, biasanya diadakan suatu kenduri (syukuran). Semua orang turut menarik kayu itu dan tukang yang akan mengerjakannya diundang dimana diadakan jamuan makan bersama. Biaya kenduri (syukuran) itu menjadi tanggungan keluarga-keluarga yang mendirikan rumah.

d. Pebelit-belitken. Sebelum pande (tukang) mulai bekerja pada suatu hari yang telah ditentukan, terlebih dahulu diadakan suatu acara yang disebut

Pebelit-belitken, yang mana pada acara ini dihadiri oleh keluarga-keluarga

yang mendirikan rumah beserta Anak Beru, Senina, Kalimbubu, Pengetua atau Bangsa Tanah serta Pande (tukang) rumah yang bakal dibangun. Acara ini bertujuan untuk mengikat suatu perjanjian antara pihak pendiri rumah dengan pande disaksikan oleh pihak Senina dan Kalimbubu dan dijamini oleh Anak Berunya masing-masing. Pada acara ini juga diadakan jamuan makan.

(49)

f. Ngampeken Tekang. Setelah Binangun (tiang besar) selesai dikerjakan dan

ditegakkan di atas (fondasi), begitu juga peralatan pekerjaan, perkayuan besar di bagian bawah rumah itu selesai dipasang, maka sebagian dari pekerjaan pande (tukang) telah dapat dikatakan selesai. Oleh karenanya pekerjaan dapat dilanjutkan dengan Ngampaken Tekang yaitu mengangkat dan menaikan belahan balok panjang yang berfungsi sebagai tutup yang letaknya memanjang di dalam rumah itu. Pekerjaan ini juga harus disertai oleh tenaga gotong-royong oleh keluarga-keluarga yang mendirikan rumah tersebut.

g. Ngapeken Ayo. Rumah Adat Karo mempunyai Ayo, yaitu bagian atas

rumah yang berbentuk segi tiga. Ayo Rumah Adat itu terbuat dari bambu dengan anyaman bercorak khusus diberi ragam warna dengan motif hiasan bidang. Bayu-bayu (anyaman bambu) yang dipergunakan menjadi Ayo rumah itu, dijepit dengan semacam papan yang bagian bawahnya diberi ukiran. Setelah Ayo itu selesai dikerjakan, lalu dipasang menurut pande (tukang) dengan dibantu beberapa orang.

h. Memasang Tanduk. Walaupun bagian-bagian dari rumah itu telah dikerjakan dan rumah itu dapat dipergunakan, tapi sebelum dipasang tanduknya berarti belum selesai. Oleh karena itu dipasang tanduk pada Rumah Adat Karo sudah menjadi keharusan dan tidak dapat diabaikan.

Tanduk itu terdiri dari sepasang tanduk kerbau yang letaknya dipasang

(50)

tanduk itu dibuat dari tali ijuk dilipat dengan semacam perekat dan diberi warna dengan cat putih. Kemudian selanjutnya pekerjaan adalah mengerjakan bahagian Ture (serambi) dan tangannya. Demikianlah urutan acara-acara di dalam pelaksanaan yang mendirikan Rumah Adat Karo, menurut kebiasaan yang berlaku pada suku Karo. Rumah Adat Karo dilihat dari segi bangunan atau bentuknya ada dua macam. Satu dinamai “Rumah Adat Biasa” dan satu lagi “Rumah Anjung-ajung”. Rumah Adat Biasa mempunyai dua Ayo, sedangkan Rumah Adat Anjung-ajung mempunyai delapan Ayo. Bila ditinjau dari segi arsitektur bangunannya yang indah. Selain dari segi keindahannya, dikenal berfungsi sebagai pembinaan keluarga dan sosial. Disamping itu Rumah Adat Karo mempunyai keistimewaan dalam hal pembuatannya, rumah itu dapat berdiri dengan megahnya walaupun dengan peralatan yang sederhana dan tidak menggunakan paku untuk perekatnya (www.tanahkaro.com).

Gambar 4.1 Kerangka Rumah Adat Tradisional Karo

(51)

Rumah adat orang Karo ini biasanya didiami oleh 8 kepala keluarga (ada juga 16 kepala keluarga), seperti Rumah empat ture (empat sisi pintu muka) di kampung Batukarang, Tanah Tinggi Karo. Tinggi rumah adat ini sekitar 30 meter, beratapkan ijuk dan pada tiap muka dari atapnya dipasang tanduk kerbau. Rumah dengan panjang kurang lebih 16 meter dan lebar 10 meter di mana dipasang belahan kayu besar dengan tiang-tiang kayu yang berukuran diameter 60 cm, dinding bagian bawah agak miring kurang lebih 30 derajat, disertai ukiran-ukiran disepanjang bagian dinding dan lain sebagainya yang agak rumit disertai pula pemasangan tali-tali ijuk disepanjang dinding itu yang menggambarkan sejenis binatang melata seperti cicak. Pembuatan dari rumah adat ini sendiri memakan waktu lama, sekitar satu sampai empat tahun. Pembuatannya dirancang oleh arsitektur kepala yang disebut pande (tukang).

Pada masyarakat Karo terdapat suatu rumah yang dihuni oleh beberapa keluarga, yang penempatan jabunya (ruangannya) di dalam rumah tersebut diatur menurut ketentuan adat dan di dalam rumah itu berlaku ketentuan adat, itulah yang disebut dengan rumah adat Karo. Rumah adat Karo ini berbeda dengan rumah adat suku lainnya dan kekhasan itulah yang mencirikan rumah adat Karo. Bentuknya sangat megah dan diberi tanduk. Proses pendirian sampai kehidupan dalam rumah adat diatur oleh adat Karo. Berdasarkan bentuk atap, rumah adat Karo dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Rumah sianjung-anjung, rumah sianjung-anjung adalah rumah bermuka empat

(52)

2. Rumah Mecu, rumah mecu adalah rumah yang bentuknya sederhana, bermuka dua

mempunyai sepasang tanduk.

Sementara itu, bangunan Rumah adat Tradisional Karo juga terdiri dari 2 jenis yaitu menurut binangun (tiang) :

1. Rumah Sangka Manuk, rumah sangka manuk yaitu rumah yang binangunnya

dibuat dari balok tindih-menindih.

2. Rumah Sendi, rumah sendi adalah rumah yang tiang rumahnya dibuat berdiri dan

satu sama lain dihubungkan dengan balok-balok sehingga bangunan menjadi sendi dan kokoh. Dalam nyanyian rumah ini sering juga disebut Rumah Sendi Gading

Kurungen Manik. Rumah adat Karo didirikan berdasarkan arah kenjahe (Utara)

dan kenjulu (Selatan) sesuai aliran air pada suatu kampung.

4.2 Jabu (Ruangan) dalam Rumah Adat Tradisional Karo

Rumah adat Tradisional biasanya dihuni oleh empat atau delapan keluarga. Penempatan keluarga-keluarga itu dalam bagian rumah adat (jabu) dilakukan berdasarkan ketentuan adat Karo. Rumah adat secara garis besar dapat dibagi atas jabu jahe (Utara) dan jabu julu (Selatan). Jabu jahe terbagi atas jabu bena kayu dan

jabu lepar benana kayu. Demikian juga jabu kenjulu dibagi atas dua, yaitu jabu ujung

kayu dan jabu rumah sendipar ujung kayu. Inilah yang sesungguhnya disebut sebagai

jabu adat. Rumah-rumah adat empat ruang ini dahulunya terdapat di Kuta Buluh,

(53)

Dalam hal rumah adat dihuni oleh delapan keluarga, sementara dapur dalam rumah adat hanya ada empat, masing-masing jabu dibagi dua, sehingga terjadilah jabu-jabu

sedapuren bena kayu, sedapuren ujung kayu, sedapuren lepar bena kayu, dan jabu

sedapuren lepar ujung kayu. Adapun susunan jabu dan yang menempatinya adalah

sebagai berikut :

1. Jabu Benana Kayu. Terletak di jabu jahe. Kalau kita ke rumah dari ture jahe,

letaknya sebelah kiri. Jabu ini dihuni oleh para keturunan simantek kuta (golongan pendiri kampung) atau sembuyak-nya. Fungsinya adalah sebagai pemimpin rumah adat.

2. Jabu ujung Kayu (anak beru). Jabu ini arahnya di arah Selatan rumah adat.

Kalau kita masuk ke rumah adat dari pintu kenjulu, letaknya di sebelah kiri atau diagonal dengan letak jabu benana kayu. Jabu ini ditempati oleh anak beru kuta

atau anak beru dari jabu benana Kayu. Fungsinya adalah sebagai juru bicara

jabu bena kayu.

3. Jabu Lepar Benana Kayu. Jabu ini di arah kenjahe (Utara). Kalau kita ke rumah

dari pintu kenjahe letaknya disebelah kanan, Penghuni jabu ini adalah sembuyak

dari jabu benana kayu. Fungsinya untuk mendengarkan berita-berita yang

terjadi di luar rumah dan menyampaikan hal itu kepada jabu benana kayu. Oleh karena itu, jabu ini disebut jabu sungkun berita (sumber informasi).

4. Jabu lepar ujung kayu (mangan-minem). Letaknya di bagian kenjulu (Utara)

(54)

dengan jabu adat, karena penempatannya harus sesuai dengan adat, demikian juga yang menempatinya ditentukan menurut adat. Akan tetapi, adakalanya juga rumah adat itu terdiri dari delapan atau enam belas jabu

5. Jabu sedapuren benana kayu (peninggel-ninggel). Jabu ini ditempati oleh

anak beru menteri dari rumah si mantek kuta (jabu benana kayu), dan sering

disebut jabu peninggel-ninggel. Dia ini adalah anak beru dari ujung kayu.

6. Jabu sidapuren ujung kayu (rintenteng). Ditempati oleh sembuyak dari ujung kayu,

yang sering juga disebut jabu arinteneng. Tugasnya adalah untuk engkapuri belo, menyerahkan belo kinapur (persentabin) kepada tamu jabu benana kayu tersebut. Oleh karena itu, jabu ini disebut juga jabu arinteneng.

7. Jabu sedapuren lepar ujung kayu (bicara guru). Dihuni oleh guru (dukun) atau tabib

yang mengetahui berbagai pengobatan. Tugasnya mengobati anggota rumah yang sakit.

8. Jabu sedapuren lepar benana kayu. Dihuni oleh puang kalimbubu dari jabu benana kayu disebut juga jabu pendungi ranan. Karena biasanya dalam

runggun adat Karo persetujuan terakhir diberikan oleh puang kalimbubu

(Irwan Tarigan Tambun).

4.3 Bagian-bagian Rumah Adat Tradisional Karo

Suku Karo mempunyai bangunan yang tradisional yang Sebuah kesain (kepanghuluan) pada umumnya terdiri dari beberapa buah rumah adat, yaitu jambur,

lesung, dan geriten. Rumah adat merupakan tempat tinggal bersama antara beberapa

(55)

1. Patung Kepala Kerbau. Kepala kerbau yang terdapat pada Rumah Adat Karo berada dalam posisi tanduk dengan tanduk menghadap ke muka, menggambarkan bahwa orang Karo menghormati setiap pendatang ke daerahnya. Tanduk yang runcing itu merupakan kesiagaan dari penduduk apabila pendatang baru itu berniat jahat, dan juga sebagai penangkal dari ilmu hitam yang akan masuk ke rumah tersebut.

2. Dinding dan ayo-ayo. Dinding dan ayo-ayo yang dipasang miring menggambarkan kerendahan hati daripada masyarakat Karo. Ayo-ayo ini berfungsi untuk mengeluarkan asap dari dapur dan juga berfungsi untuk membuat suhu tidak terlalu dingin.

3. Tali Ret-ret. Pengikat dinding miring, dan ada gambar cicak dengan dua kepala dan jari-jari tiga disebut Beraspati Rumah. Hal ini menggambarkan bahwa ikatan Anak Beru, Kalimbubu, dan Senina penghuni rumah tersebut mempunyai peranan yang sama pentingnya. Ukuran ini selain sebagai hiasan dan pengikat, juga melambangkan persatuan dan dianggap sebagai penangkal setan.

4. Pinggiran Atap. Pinggiran atap (cucuran air hujan) di sekeliling rumah pada segala arah yang sama, menyatakan bahwa penduduk rumah juga mempunyai perasaan senasib sepenanggungan.

5. Dapur. Dapur merupakan tali pengikat seisi rumah untuk tempat

membentuk satu kesatuan.

6. Tungku. Tungku berjumlah 5 buah (tungku persekutuan 1 buah) tiap-tiap jabu (ruangan) mempunyai 3 tungku yang sama tingginya, hal ini

menggambarkan bahwa masyarakat Karo terdiri 3 unsur pengikat yaitu

(56)

7. Jambur, bangunan jambur ini mirip dengan rumah adat, terdiri dari

3 bagian yaitu : Bagian bawah, merupakan suatu lantai tidak berdinding. Bagian tengah, tempat penyimpanan padi. Bagian atas, suatu tempat kosong yang digunakan untuk tempat tidur pemuda-pemuda kampung. Menurut kebiasaan masyarakat Karo, anak laki-laki yang telah berusia 13 tahun, tidak lagi tidur di rumah tapi mereka tidur di jambur.

8. Lesung, beberapa buah kesain mempunyai sebuah lesung persekutuan,

yang digunakan oleh gadis-gadis desa sebagai tempat menumbuk padi di malam hari.

9. Geriten, geriten ini adalah merupakan suatu bangunan yang mirip

(57)

4.4 Potensi Rumah Adat Tradisional Karo Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya di Desa Dokan

Berikut ini di uraikan hal-hal yang menjadi potensi dari Rumah Adat Tradisional Karo di Desa Dokan sebagai Wisata Budaya adalah sebagai berikut :

1. Bentuk serta keunikan dari Rumah Adat itu sendiri yang memiliki nilai budaya yang tinggi dan layak untuk dipasarkan sebagai salah satu daya tarik wisata di Desa Dokan Kabupaten Karo.

2. Rumah Adat Karo Desa Dokan yang tahan gempa walaupun pembangunan pada rumah adat karo tidak menggunakan paku sebagai perekat melainkan kayu untuk menyambung papan yang satu dengan yang lainnya.

3. Ornamen-ornamen dalam rumah adat berupa ragam hias dan ukiran yang sangat menarik serta memiliki makna tersendiri yang cukup bermakna dalam kehidupan masyarakat Karo terkhusus masyarakat yang ada di Desa Dokan itu sendiri.

4. Proses pembangunan rumah Adat Karo yang begitu unik serta dipenuhi oleh rasa gotong-royong dan kerelaan memberikan tenaga.

(58)

dilengkapi kamar tidur dan ruang tamu. Semua anggota keluarga tidur di jabu atau ruangan tanpa penyekat. Khusus untuk bapa (bapak) dan nande (ibu) diberi penyekat berupa kain panjang yang setiap pagi dilepas. Ruangan tadi berfungsi ganda : tempat memasak, tempat makan dan berkumpul, sekaligus tempat tidur keluarga. Karena tidak ada pemisah ruangan, maka pada setiap jam masak, semua ruangan dipenuhi asap kayu bakar yang dipakai sebagai bahan bakarnya. Kecilnya ukuran pintu perik (jendela) juga tak membantu pertukaran udara di dalam rumah sehingga kepengapannya sangat menyesakkan dada.

6. Rumah adat ini umumnya dilengkapi empat dapur. Masing-masing dapur memiliki dua tungku untuk dua keluarga yang biasanya mempunyai hubungan kekerabatan sangat erat. Setiap tungku dapur menggunakan lima batu sebagai pertanda bahwa di suku Karo terdapat lima merga yakni

Ginting, Sembiring, Tarigan, Karo-karo dan Perangin-angin. Di atas

tungku terdapat para, tempat menyimpan bumbu dan ikan atau daging

selain untuk rak piring dan tempat menyimpan segala sesuatu untuk kebutuhan keluarga sehari-hari.

7. Di bagian depan dan belakang rumah terdapat ture seperti teras dilengkapi redan atau tangga. Kedua ujung atap masing-masing dilengkapi dua tanduk kerbau. Tanduk itu diyakini sebagai penolak bala.

Ture biasanya menjadi tempat muda-mudi mengawali percintaannya.

(59)
(60)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi wisata, baik di bidang alam maupun budaya. Sektor pariwisata menjadi sangat penting ketika potensi kepariwisataan yang ada menjadi sektor yang dapat diandalkan untuk memberikan devisa (pemasukan) yang besar bagi negara, daerah dan masyarakat setempat. Seperti yang kita ketahui bahwa Kebudayaan Indonesia sebagai salah satu daya tarik kepariwisataan terdapat di berbagai daerah di nusantara. Begitu juga halnya di provinsi Sumatera Utara, keanekaragaman budaya yang dimiliki yang menjadi karakteristik atau keunikan masing-masing daerah adalah merupakan potensi kepariwisataan yang tidak bisa diabaikan begitu saja.

(61)

5.2 Saran

Rumah Adat Tradisional Karo adalah salah satu asset budaya yang perlu untuk dilestarikan keberadaannya terutama sebagai daya tarik wisata budaya di Tanah Karo. Oleh karena itu, pemerintah daerah Kabupaten Karo dan juga masyarakat Karo sudah selayaknya saling bekerja sama dan sama-sama bekerja untuk melakukan hal-hal yang dianggap perlu untuk melestarikan keberadaan Rumah Adat Tradisional Karo sebagai warisan budaya yang masih ada di Tanah Karo umumnya, di desa Dokan khususnya.

(62)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Karo. 2010 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karo. 2010

Ismayanti. 2010. Pengantar Pariwisata. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia Marpaung, Happy, 2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung : Alfabeta

Pendit, S. Nyoman, 2003. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Peradana. Jakarta : Pradnya paramita

Sitanggang, Hilderia. 1994, Arsitektur Tradisional Batak Karo, Medan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Sitepu, Sempa. 1995. Sejarah Pijer Podi Adat Nggeluh Suku Karo Indonesia, Medan, Adiyu

Soekadijo, R.G, 1997. Anatomi Pariwisata. Jakarta : Gramedia

Tarigan, Henry Guntur. 1988. Percikan Budaya Karo. Medan. Yayasan Merga Silima Yoeti, Oka A. 1979. Pemasaran Pariwisata. Bandung : Angkasa Bandung

(63)
(64)

Gambar

Tabel 1.1  Kunjungan Wisatawan Ke Kabupaten Karo
Tabel 3.1  Mata Pencaharian Masyarakat Kabupaten Karo
Tabel 3.2 Kunjungan Wisatawan Ke Kabupaten Karo
Tabel 3.3 Sebaran ODTW dan Lokasi Objek Wisata  di Kabupaten Karo
+2

Referensi

Dokumen terkait

UPAYA PENGEMBANGAN OBJEK WISATA KAWAH PUTIH TINGGI RAJA SEBAGAI OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA DI KABUPATEN SIMALUNGUN. 4.1 Upaya Kawah Putih

Berdasarkan hasil penelitian jenis makanan yang disajikan oleh rumah makan yang berada di daerah Desa Wisata Mengwi terdapat berbagai variasi menu yang dapat

Dijelaskan juga mengenai potensi daya tarik, penyusunan tema, target pasar yang dituju, media promosi yang dilakukan selama ini, profil peserta, dan kendala dari wisata

Untuk pertanyaan ketiga tentang kegiatan positif bagi pengunjung dalam mendukung promosi objek daya tarik wisata di makam Sunan Bayat, 80% responden menjawab Ya, sangat

Untuk menganalisis berapa nilai Willingness To Pay pengunjung Objek Wisata Pantai Baru dalam upaya perbaikan fasilitas serta pelestarian lingkungan Objek Wisata tersebut... Untuk

Dilatarbelakangi oleh keindahan alam dan keanekaragaman budaya, menjadikan negara Indonesia sebagai negara yang terkenal akan objek wisata, baik itu objek wisata

4 Upaya-upaya pengembangan objek wisata alam Goa Batu Hapu dimasa yang akan datang adalah dengan peningkatan promosi tentang obyek wisata alam Goa Batu Hapu, peningkatan faktor

Objek Wisata Limbuhang Haliau Strategi Analisis Pengembangan ODTW Objek dan Daya Tarik Wisata di Desa Haliau Sikap dan tingkah laku masyarakat sekitar objek wisata sangat