xviii
RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi :
Nama : Pipit Putri Andini
Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 6 Mei 1992
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Gading Tutuka 2 Blok K4A No.22 Kab.Bandung
Email : pipitandini35@yahoo.com
No. HP : 081214214322
Riwayat Pendidikan :
TAHUN PENDIDIKAN TEMPAT
1996 - 1997 TK Al-Fitri Bandung
1997 - 2003 SDN 2 Soreang Bandung
2003 - 2006 SMPN 1 Soreang Bandung
2006 - 2009 SMAN 1 Margahayu Bandung
THE INFLUENCE OF SELF ASSESMENT SYSTEM AND TAX PENALTY TO TAX PAYER COMPLIANCE
( Survey At Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying )
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan Jenjang S1 Program Studi Akuntansi
Dosen pembimbing: Dr. Ely Suhayati, SE.,M.Si., Ak
Oleh :
Nama : Pipit Putri Andini
NIM : 21109089
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang
telah memberikan taufik serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik. Skripsi ini penulis
susun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Bandung Cibeunying yang berjudul “Pengaruh Self Assesment System dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak”. Skripsi untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam menempuh program studi Strata 1 pada program studi Akuntansi Fakultas
Ekonomi di Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM).
Selama penyusunan Skripsi ini, penulis banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak, baik berupa petunjuk, bimbingan,
pengarahan, maupun bantuan moril dan materiil. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini dengan segenap ketulusan hati penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu :
1. Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor Universitas
Komputer Indonesia.
2. Prof.Dr.Hj.Ernie Tisnawati Sule, SE.,M.Si., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.
3. Dr. Surtikanti, SE., M.Si., Ak, selaku Ketua Program Studi
iv
yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam
membimbing penulis selama proses penyelesaian Skripsi ini.
6. Lilis Puspitawati, SE., M.Si., Ak, selaku Dosen Wali Akuntansi-2 yang
telah memberikan dukungan dan bimbingan kepada penulis selama
kuliah.
7. Ayah dan Ibu tercinta, terima kasih atas doa, kasih sayang dan semangat
yang kalian berikan.
8. Untuk Rahmat Fauzy terima kasih untuk waktu, motivasi, semangat dan
doa yang selalu diberikan selama proses penyelesaian penelitian ini.
9. Untuk sahabat-sahabat tercinta Vallia, Ita dan Rika terima kasih atas
dukungan dan bantuannya selama empat tahun ini kalian sungguh luar
biasa.
10.Untuk sahabat sepanjang masa Fuji, Irmayanti, Novia dan Wiwit terima
kasih atas segala dukungan yang telah diberikan.
11.Untuk teman-teman di kelas Akuntansi 2, tetap kompak selalu.
12.Untuk Bapak Norhensius yang telah membantu banyak dalam
penyelesaian penelitian ini.
Dalam penyusunan Skripsi ini, penulis menyadari bahwa Skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati
v peningkatan mutu Skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat dan
menjadi suatu motivasi untuk lebih maju serta semangat berbuat yang terbaik
untuk diri sendiri dan orang lain.
Terimakasih.
Wassalamua’laikum Wr. Wb.
Bandung, Juli 2013
vi LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... . 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ... . 1
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ... . 5
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... . 6
1.4 Kegunaan Penelitian ... 6
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian... 7
Bab II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... . 9
2.1 Kajian Pustaka ... 9
2.1.1 Self Assesment System ... . 9
2.1.1.1 Pengertian Self Assesment System ... . 9
2.1.1.2 Indikator Self Assesment System ... 11
vii
2.1.2 Sanksi Pajak ... 12
2.1.2.1 Pengertian Sanksi Pajak ... 12
2.1.2.2 Indikator Sanksi Pajak ... 13
2.1.2.3 Ketentuan Sanksi Pajak ... 20
2.1.3 Kepatuhan Wajib Pajak ... 23
2.1.3.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak ... 23
2.1.3.2 Indikator Kepatuhan Wajib Pajak ... 25
2.3.3.3 Manfaat Wajib Pajak Patuh ... 26
2.1.4 Keterkaitan Antara Variabel... 26
2.1.4.1 Pengaruh Self Assesment System terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ... 26
2.1.4.2 Pengaruh Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ... 28
2.2 Kerangka Pemikiran ……… 28
2.3 Hipotesis ... 36
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN ... 38
3.1 Objek Penelitian ... 38
3.2 Metode Penelitian ... 39
3.2.1 Desain Penelitian ... 40
3.3 Operasionalisasi Variabel ... 44
3.4 Sumber Data ... 49
3.5 Alat Ukur Penelitian ... 50
viii
3.7 Metode Pengumpulan Data ... 58
3.8 Metode Pengujian Data ... 60
3.8.1 Metode Analisis... 60
3.8.2 Pengujian Hipotesis ... 69
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 73
4.1 Hasil Penelitian ... 73
4.1.1 Gambaran Umum KPP Pratama Cibeunying ... 73
4.1.1.1 Sejarah Singkat KPP Pratama Cibeunying ... 73
4.1.1.2 Struktur Organisasi ... 77
4.1.1.3 Uraian Tugas... 77
4.1.1.4 Aktivitas KPP Pratama Cibeunying Bandung ... 80
4.1.1.5 Karakteristik Responden ... 84
4.1.2 Hasil Pengujian Alat Analisis ... 87
4.1.2.1 Hasil Pengujian Validitas ... 87
4.1.2.2 Hasil Pengujian Realibilitas... 90
4.1.3 Analisis Deskriptif ... 92
4.1.3.1 Analisis Deskriptif Self Assesment System ... 93
4.1.3.2 Analisis Deskriptif Sanksi Pajak ... 100
4.1.3.3 Analisis Deskriptif Kepatuhan Wajib Pajak ... 107
ix
4.1.4.1 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 113
4.1.4.2 Estimasi Persamaan Regresi ... 117
4.1.4.3 Pengaruh Self Assesment System Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ... 119
4.1.4.4 Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ... 121
4.1.4.5 Pengaruh Self Assesment System dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ... 124
4.2 Hasil Pembahasan ... 127
4.2.1 Pengaruh Self Assesment System Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ... 127
4.2.2 Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ... 128
4.2.3 Pengaruh Self Assesment System dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ... 130
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 132
5.1 Kesimpulan ... 132
5.2 Saran ... 133
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
DAFTAR PUSTAKA………xv
xv
Nonparametik. Edisi 1. Jakarta Kencana .
Abdul Asri Harahap. 2004. Paradigma Baru Perpajakan Indonesia Perspektif Ekonomi. Jakarta : Integritas Dinamika Press.
Damodar Gujarati. 2004. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta: Erlangga.
Chaizi Nasucha. 2004. Reformasi Administrasi Publik.Jakarta: PT Gramedia Widiasrana Indonesia.
Barker et al. 2002. Research Methods In Clinical Psychology. John Wiley & Sons Ltd. England.
Fidi Anggriawan. 2012. DPR dan Kejagung Rumuskan Sanksi Baru Bagi Penggelap Pajak. Diakses pada Okezone, 15 Juli 2012 22:13 wib dari
World Wide Web:
http://news.okezone.com/read/2012/07/15/339/663650/dpr-kejagung-rumuskan-sanksi-baru-bagi-penggelap-pajak.
Hair, Anderson, Tatham & Black. 1988. Multivariat Data Analysis. New Jersey : Prentince Hall.
H.Bohari. 2003. Penerapan Self Assessment Sytem dalam Sistem Perpajakan
Nasional. Majalah Ilmiah Hukum Amanna Gappa No. 13/Tahun
XI/Januari-Maref 2003.
Husein Umar. 2005. Metode Penelitian. Jakarta : Salemba Empat.
John Hutagaol. 2006. Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Melalui Penerapan Strategi Pelayanan dan Penegakan Hukum. Jurnal Perpajakan Indonesia Vol. 5 No.6 Agustus-September 2006.
John Hutagaol. 2007. Strategi Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak.
Akuntabilitas: Maret 2007 Vol 6 No.2 ISSN 1412-0240.
Mardiasmo. 2006. Perpajakan (edisi revisi). Yogyakarta: Andi.
Mardiasmo. 2009. Perpajakan (edisi revisi). Yogyakarta: Andi.
Markus Muda, & Lalu Hendry Juana. 2002. Pajak Penghasilan Petunjuk Umum
Pemajakan Bulanan dan Tahunan Berdasarkan UU Terbaru. Jakarta: PT
xvi
Mohammad Zain.2007. Manajemen perpajakan. Jakarta : Salemba Empat.
Mohammad Zain.2007. Manajemen perpajakan. Jakarta : Salemba Empat.
Nur Indriantoro. 2002. Metodelogi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan
Manajemen. Cetakan 2. Yogyakarta:BPFE-Yogyakarta.
Ni Ketut Muliari & Putu Ery Setiawan. 2010. Pengaruh Persepsi Tentang Sanksi Perpajakan Dan Kesadaran Wajib Pajak Pada Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Denpasar Timur. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis Vol. 6, No. 1 Januari
2011.
Richard Burton. 2002. Penerapan Sanksi Pidana dan Sanksi Administrasi Dalam Hukum Pajak. Jurnal Perpajakan Indonesia Vol. 1. No. 6 Januari 2002.
Safri Nurmantu. 2003. Pengantar perpajakan, edisi 2. Jakarta: Yayasan obor Indonesia.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 04/PJ.33/2001
Siti Kurnia Rahayu. 2010. Perpajakan Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Siti Resmi.2003.Perpajakan Teori dan Kasus.Jakarta:Salemba Empat.
Sony Devano & Siti Kurnia Rahayu. 2005. Perpajakan :Konsep,Teori dan Isu.
Jakarta: Prenada Medio Grup.
Sony Devano & Siti Kurnia Rahayu. 2006. Perpajakan :Konsep,Teori dan Isu.
Jakarta: Prenada Medio Grup.
Sri Rustiyaningsih. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Wajib Pajak. Widya Warta No.02 Tahun XXXV Juli 2011 ISSN 0854-1981.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung : CV.Alfabeta.
Sugiyono. 2010. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: CV.Alfabeta.
Tarjo & Indra Kusumawati. 2006. Analisis Perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi
terhadap Pelaksanaan Self Assessment System: Suatu Studi di Bangkalan.
xvii
Uma Sekaran. 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jakarta : Salemba Empat.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Waluyo & Wirawan B.IIyas. 2003. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Waluyo.2005.Perpajakan Indonesia.Jakarta:Salemba Empat.
Widi widodo. 2010. Moralitas, Budaya dan Kepatuhan Wajib Pajak. Bandung: Alfabeta.
Yamin, Sofyan & Kurniawan. 2009. Structural Equation Modelling dengan Lisrel-PLS. Jakarta : Salemba.
Yulianto. 2009. Pengaruh Implementasi Kebijakan Self Assesment Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Provinsi Lampung. Jurusan
Ilmu Adminitrasi Negara ,Volume 9 No 1 Januari 2009 1-11.
______. 2012. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Rendah. Diakses pada Harian
Seputar Indonesia, Sabtu 25 Februari 2012 dari world wide web: http://www.pajakonline.com/engine/artikel/art.php?artid=8906.
______. 2009. Sejarah Self Assesment System di Indonesia. Di akses dari
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Penelitian
Ada dua hal yang tidak dapat dihindari oleh setiap orang selama hidupnya
yaitu “kematian” dan “pajak” ( death and tax ) yang diungkapkan oleh Muda
Markus (2002:107). Masih menurut Markus (2002), kematian jelas bahwa semua
makhluk akan merasakan kematian, tetapi mengapa pajak juga, karena hampir
seluruh kehidupan perorangan dan perkembangan dunia bisnis dipengaruhi oleh
ketentuan perundang-undangan perpajakan yang tidak mungkin juga dapat
dihindari seperti halnya kematian.
Pajak merupakan iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh wajib pajak membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan
tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas
negara untuk menyelenggarakan pemerintahan (Andriani dalam Siti Kurnia
Rahayu,2010:22).
Menurut John Hutagaol (2006), masalah kepatuhan pajak merupakan
masalah klasik yang dihadapi di hampir semua negara yang menerapkan sistem
perpajakan, berbagai penelitian telah dilakukan dan kesimpulannya adalah
masalah kepatuhan dapat dilihat dari segi keuangan publik, penegakan hukum,
Masih menurut John Hutagaol (2006), dari segi keuangan publik, kalau
pemerintah dapat menunjukkan kepada publik bahwa pengelolaan pajak dilakukan
dengan benar dan sesuai dengan keinginan wajib pajak, maka wajib pajak
cenderung untuk mematuhi aturan perpajakan, namun sebaliknya bila pemerintah
tidak dapat menunjukkan penggunaan pajak secara transparan dan akuntabilitas,
maka wajib pajak tidak mau membayar pajak dengan benar, dari segi penegakan
hukum, pemerintah harus menerapkan hukum dengan adil ke semua orang dan
apabila ada wajib pajak tidak membayar pajak siapapun dia (termasuk para
pejabat publik dan keluarganya) akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan, dan
ketika di lihat dari segi struktur organisasi, tenaga kerja dan etika, ditekankan
pada masalah internal di lingkungan kantor pajak dan apabila struktur
organisasinya memungkinkan kantor pajak untuk melayani wajib pajak dengan
profesional, maka wajib pajak akan cenderung mematuhi berbagai aturan.
Menurut Yulianto (2009), secara teoritis dapat dijelaskan bahwa tinggi
atau rendahnya kepatuhan wajib pajak tergantung kepada implementasi suatu
kebijakan yang dalam hal ini kebijakan self assesment. Masih menurut Yulianto
(2009), untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, maka para wajib pajak harus
mengetahui dengan seksama dan menyeluruh terhadap undang-undang perpajakan
yang diberlakukan dalam suatu Negara, pemahaman wajib pajak terhadap
undang-undang pajak merupakan dimensi yang sangat penting bagi terciptanya kesadaran
dan kepatuhan wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannnya.
Seperti menurut Adjat Jatmika (2012), tingkat kepatuhan wajib pajak (WP) di
3
Pemberitahuan Tahunan (SPT). Dari sekitar 1,3 juta wajib pajak di Jabar pada 2011,
hanya 40% masuk kategori pembayar aktif, sekitar 26% wajib pajak dari badan
(perusahaan) dan 14% wajib pajak perorangan.
Menurut Tarjo dan Indra K (2006) sistem pemungutan pajak yang di anut
oleh Indonesia adalah Sistem “Self Assesment System”, sejak diadakannya
reformasi perpajakan tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan
undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 dan undang-undang-undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sistem pemungutan pajak di
Indonesia berubah dari official assesment system menjadi self assesment system.
Masih dalam Tarjo dan Indra K, official assesment system merupakan sistem
pemungutan yang memberi wewenang kepada fiskus untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang oleh wajib pajak, sedangkan self assesment system merupakan
suatu pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk
menentukan besarnya pajak terutang, peranan pembukuan/ akuntansi sangat
penting karena informasi keuangan yang dihasilkan dari proses pembukuan,
diperlukan untuk keperluan menghitung pajak terutang dan verifikasi, serta
pemeriksaan dan investasi terhadap kebenaran penghitungan jumlah pajak
terutang.
Sistem self assesment yang telah diterapkan sejak tahun 1983 hingga saat
ini pada kenyataannya belum menunjukkan hasil yang diterapkan, hal ini dapat
dilihat dari banyaknya Wajib Pajak yang tidak melaksanakan system self
assesment dengan semestinya dan contoh kondisi tersebut adalah dalam pengisian
menggunakan jasa petugas pajak/fiskus untuk mengisikan SPT Tahunannya (Fuad
Rahmany:2009).
Menurut Muliari (2010) tingkat kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi
beberapa faktor, di antaranya adalah persepsi wajib pajak tentang sanksi
perpajakan dan kesadaran wajib pajak dan terdapat undang-undang yang mengatur
tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Masih menurut Muliari (2010),
agar peraturan perpajakan dipatuhi, maka harus ada sanksi perpajakan bagi para
pelanggarnya. Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila
memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya.
Menurut John Hutagaol (2006), penerapan sanksi perpajakan baik
administrasi (denda, bunga dan kenaikan) dan pidana (kurungan atau penjara)
mendorong kepatuhan wajib pajak, namun penerapan sanksi harus konsisten dan
berlaku terhadap semua wajib pajak. Wajib Pajak memenuhi kewajiban
pembayaran pajak bila uang pajak nantinya diperuntukan untuk membiayai
pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta pembangunan. Masih menurut
John Hutagaol (2006), penerapan perlakuan pajak yang adil terhadap wajib pajak
mendorong kepatuhan wajib pajak karena hal tersebut menciptakan persaingan
yang sehat dalam dunia usaha, sebaliknya perlakuan pajak yang diskriminasi
justru menyebabkan rendahnya kepatuhan pajak.
Sanksi perpajakan sebagaimana yang diatur dalam UU No.9 Tahun 1994
tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan merupakan salah satu upaya
5
wajib pajak (Ridwan 2005:57). Kasus penggelapan pajak akan terus terjadi selama
sanksi terhadap pelaku tidak mengandung efek jera (Bambang Soesatyo:2012).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penulis
tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengn judul “Pengaruh Self Assesment System dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying ”.
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah
Sehubungan dengan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka
penulis mengidentifikasi makalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Self Assesment System belum menunjukkan hasil yang diterapkan.
2. Kasus penggelapan pajak akan terus terjadi selama sanksi pajak tidak
mengandung efek jera.
3. Kepatuhan wajib pajak masih rendah.
1.2.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh self assesment system terhadap kepatuhan wajib pajak
pada KPP Pratama Bandung Cibeunying.
2. Bagaimana pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak pada KPP
Pratama Cibeunying Bandung Cibeunying.
3. Seberapa besar pengaruh self assesment system dan sanksi pajak terhadap
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dirumuskan diatas dapat
diketahui bahwa penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan data
yang akurat dan relevan berkaitan dengan masalah yang sudah diuraikan diatas.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh self assesment system terhadap kepatuhan wajib
pajak pada KPP Pratama Bandung Cibeunying.
2. Untuk mengetahui pengaruh sanksi pajakterhadap kepatuhan wajib pajak pada
KPP Pratama Bandung Cibeunying.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh self assesment system dan sanksi
terhadap kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama Bandung Cibeunying.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu akuntansi dan
memecahkan masalah yang terdapat pada kajian penelitian yaitu mengenai
pengaruh self assesment system dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak.
1.4.1 Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini dapat memecahkan masalah-masalah yang terjadi baik
self assesment system, sanksi pajak dan kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan teori
yang dibangun dan bukti empiris yang dihasilkan maka fenomena kepatuhan
wajib pajak dapat diperbaiki melalui self assesment system dan sanksi pajak yang
7
1.4.1 Kegunaan Akademis
Hasil penelitian sebagai pembuktian empiris dari konsep-konsep yang
telah dikaji yaitu hasil-hasil penelitian sebelumnya dan teori-teori yang telah ada
mengenai hubungan self assesment system, sanksi pajak dan kepatuhan wajib
pajak
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitian
Penulis melakukan penelitian pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di
Bandung Cibeunying yang beralamatkan di Jalan Purnawarman No.21 Bandung.
1.5.2 Waktu Penelitian
Untuk lebih jelasnya tahapan-tahapan dalam melaksanakan penelitian
9 BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Self Assesment System
Menurut Siti Kurnia Rahayu Self Assesment adalah sebagai berikut:
“Self Assesment terdiri dari dua kata bahasa Inggris yakni self yang artinya sendiri, dan to asses yang artinya menilai, menghitung, menaksir. Dengan demikian maka pengertian Self Assesment adalah menghitung atau menilai sendiri. Jadi Wajib Pajak sendirilah yang menghitung dan menilai pemenuhan kewajiban perpajakannya”.
(2010:101) 2.1.1.1 Pengertian Self Assesment System
Merupakan suatu sistem perpajakan yang memperbolehkan wajib pajak
untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya,
sehingga wajib pajak diberi kepercayaan yang penuh dalam pemenuhan kewajiban
perpajakannya.
Self assesment system merupakan metode yang memberikan tanggung
jawab yang besar kepada wajib pajak karena semua proses dalam pemenuhan
Adapun pengertian self assesment system menurut Waluyo dan Wirawan B
Ilyas adalah sebagai berikut :
“Self assesment system adalah pemungutan pajak yang memberi
wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar”.
(2003:18) Sedangkan pengertian self assesment system menurut Siti Kurnia Rahayu
adalah sebagai berikut :
“Self Assesment System adalah suatu sistem perpajakan yang memberi
kepercayaan kepada wajib pajak untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan hak perpajakannya”.
(2010:101) Lain halnya pengertian dan ciri self assesment system menurut
Mardiasmo adalah sebagai berikut:
“Self assesment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Dengan ciri:
a. Wewenang untuk menetukan besarnya pajak ada pada wajib pajak sendiri.
b. Wajib pajak aktif , mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi”.
(2006:7) Dari 3 pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa self assesment
system adalah sistem pemungutan pajak yang menekankan kepada wajib pajak
untuk bersikap aktif dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, karena sistem
11
kewajiban perpajakannya sendiri tanpa adanya campur tangan fiskus atau
pemungut pajak.
2.1.1.2 Indikator Self Assesment System
Hak wajib pajak dan kewajiban wajib pajak menurut Siti Resmi mengatakan bahwa dalam undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 adalah sebagai
berikut :
”Hak wajib pajak dalam undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 adalah:
1. Mengajukan surat keberatan dan banding
2. Memberi kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban perpajakan.
Kewajiban wajib pajak dalam undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 adalah:
1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
2. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar
3. Mengambil sendiri Surat Pemberitahuan, mengisinya dengan benar dan memasukannya sendiri ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah diterapkan”.
(2003:22) 2.1.1.3 Ciri-ciri Self Assesment System
Rimsky K.Judiseno dalam Siti Kurnia Rahayu self assessment system
adalah sebagai berikut :
“Self assesment system diberlakukan untuk memberikan kepercayaan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam menyetorkan pajaknya. Konsekuensinya masyrakat harus benar-benar mengetahui tata cara perhitungan pajak dan segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan pemenuhan perpajakan”.
Adapun ciri self assesment system yang lainnya adalah sebagai berikut:
1. Wajib pajak melakukan peran aktif dalam melakukan kewajiban
perpajakannya.
2. Wajib pajak adalah pihak yang bertanggung jawab penuh atas kewajiban
perpajakannya sendiri.
3. Pemerintah dalam hal ini Instansi Perpajakan melakukan pembinaan,
penelitian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan
bagi wajib pajak, melalui pemeriksaan pajak dan penerapan sanksi
pelanggaran dalam bidang pajak sesuai peraturan yang berlaku.
Self assesment system menyebabkan wajib pajak mendapat beban berat
karena semua aktivitas pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan oleh wajib
pajak sendiri. Wajib pajak harus melaporkan semua informasi yang relevan dalam
SPT, menghitung dasar pengenaan pajak, menghitung jumlah pajak terutang,
menyetorkan jumlah pajak terutang. Karena menuntut kepatuhan secara sukarela
dari wajib pajak maka sistem ini juga akan menimbulkan peluang besar bagi wajib
pajak untuk melakukan tindakan kecurangan, pemanipulasian perhitungan jumlah
pajak, penggelapan jumlah pajak yang seharusnya dibayar.
2.1.2 Sanksi Pajak
2.1.2.1 Pengertian Sanksi Pajak
Landasan hukum mengenai sanksi perpajakan diatur dalam masing-masing
pasal Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan. Sanksi perpajakan dapat
dijatuhkan apabila wajib pajak melakukan pelanggaran terutama atas kewajiban
13
Adapun konsep dari sanksi perpajakan menurut Mardiasmo adalah sebagai berikut :
“Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan”.
(2009:57) 2.1.2.2 Indikator Sanksi Pajak
Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi
administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap suatu norma perpajakan ada
yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi
pidana saja, dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan sanksi
pidana.
Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian sanksi administrasi berikut akan
diuraikan pengertian sanksi menurut beberapa pendapat para ahli perpajakan.
Pengertian sanksi administrasi menurut Mardiasmo adalah sebagai berikut :
“Sanksi administrasi merupakan pembayaran kepada Negara
khususnya yang berupa bunga dan kenaikan”.
(2009:57) Dapat disimpulkan bahwa pada intinya yang dimaksud dengan sanksi
administrasi merupakan pembayaran atas kerugian kepada negara dan
1. Jenis Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga). Adapun jenis-jenis
sanksi menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu adalah sebagai berikut :
a. Denda adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pelaporan.
b. Bunga adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak. c. Kenaikan adalah sanksi administrasi yang berupa kenaikan jumlah
pajak yang harus dibayar, terhadap pelanggaran berkaitan dengan kewajiban yang diatur dalam ketentuan material.
(2006:198) Berdasarkan pengertian diatas maka maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa sanksi administrasi dapat dibagi menjadi tiga yaitu denda yang dikenakan
karena pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak yang berkaitan dengan
pelaporan dalam hal ini berkaitan dengan pelaporan SPT, bunga yang dikenakan
karena pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak yang berkaitan dengan
pembayaran pajak, dan kenaikan yang dikenakan karena pelanggaran yang
berkaitan dengan kewajiban yang telah diatur dalam ketentuan material.
Dalam pelaksanaan pengenaan sanksi ini Direktorat Jenderal Pajak telah
menetapkan besarnya tarif sanksi yang dapat diberikan kepada Wajib Pajak dan
penetapan besarnya tarif sanksi ini tentunya telah dilakukan dengan
pertimbangan-pertimbangan yang matang. Ketentuan besarnya tarif sanksi
administrasi diatur dalam Undang-Undang Perpajakan. Hal ini dilakukan agar
tidak terjadi penyalahgunaan wewenang oleh aparat pajak, sehingga mereka tidak
menetapkan sanksi sewenang-wenang dan yang pada akhirnya justru
memberatkan bahkan mungkin merugikan Wajib Pajak. Sanksi perpajakan yang
15
Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 2.1
Sanksi Administrasi Bunga 2% per bulan
No Masalah Cara Membayar/Menagih
1
Pembetulan sendiri SPT (SPT Tahunan atau SPT Masa) tetapi belum diperiksa
SSP/STP
2
Dari penelitian rutin:
PPh pasal 25 tidak/kurang dibayar.
PPh pasal 21, 22, 23 dan 26 serta PPN yang terlambat dibayar.
SKPKB, STP, SKPKBT tidak/kurang dibayar atau terlambat dibayar.
SPT salah tulis/salah hitung.
Dilakukan pemeriksaan pajak kurang dibayar (maksimum 24 bulan)
SSP/SKPKB
4 Pajak diangsur/ditunda; SKPKB, STP SSP/STP
5 SPT Tahunan PPh ditunda, pajak kurang bayar SSP/STP
Sumber: Mardiasmo (2009:58)
Catatan:
1. Sanksi administrasi berupa bunga dapat dibagi menjadi bunga pembayaran,
bunga penagihan dan bunga ketetapan.
2. Bunga pembayaran adalah bunga karena melakukan pembayaran pajak tidak
pada waktunya, dan pembayaran pajak tersebut dilakukan sendiri tanpa adanya
surat tagihan berupa STP, SKPKB dan SKPKBT. Dengan demikian bunga
pembayaran umumnya dibayar dengan menggunakan SSP, yaitu meliputi
antara lain:
a. Bunga karena pembetulan SPT.
b. Bunga karena angsuran/penundaan pembayaran.
d. Bunga karena ada selisih antara pajak yang sebenarnya terutang dan pajak
sementara.
3. Bunga penagihan adalah bunga karena pembayaran pajak yang ditagih dengan
surat tagihan berupa STP, SKPKB, SKPBT tidak dilakukan dalam waktu batas
pembayaran. Bunga penagihan umumnya ditagih dengan STP.
4. Bunga ketetapan adalah bunga yang dimasukan dalam surat ketetapan pajak
ditambah pokok pajak. Bunga ketetapan dikenakan maksimum 24 bulan.
Bunga ketetapan umumnya ditagih dengan SKPKB.
Tabel 2.2
Sanksi Administrasi Denda
No Masalah Cara Membayar/Menagih
1 Masa tetapi belum disidik.
SSP ditambah 150%
3
Khusus PPN:
a. Tidak melaporkan usaha. b. Tidak membuat/mengisi faktur.
c. Melanggar larangan membuat faktur (PKP yang tidak dikukuhkan).
SSP/SKPKB (ditambah 2% denda dari dasar pengenaan)
4
Khusus PBB:
a. SPT, SKPKB tidak/kurang bayar atau terlambat dibayar.
b. Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang bayar.
STP + denda 2% (maksimum 24 bulan). SKPKB + denda administrasi dari selisih pajak terutang
Sumber: Mardiasmo (2009:58)
Pengertian sanksi pidana menurut Mardiasmo adalah sebagai berikut:
“Sanksi pidana merupakan siksaan atau penderitaan. Merupakan
suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi”.
17
Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan ada tiga macam
sanksi pidana yaitu: denda pidana, kurungan, dan penjara. Adapun penjelasan
macam sanksi pidana sebagai berikut:
1. Denda pidana
Berbeda dengan sanksi berupa denda administrasi yang hanya
diancam/dikenakan kepada Wajib Pajak yang melanggar ketentuan
peraturan perpajakan, sanksi denda pidana selain dikenakan kepada Wajib
Pajak ada juga yang diancamkan kepada pejabat pajak atau kepada pihak
ketiga yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada tindak
pidana yang bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan.
2. Pidana kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat
pelanggaran. Dapat ditujukan kepada Wajib Pajak, dan pihak ketiga.
Karena pidana kurungan diancamkan dengan denda pidana, maka
masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti
dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian.
3. Pidana penjara
Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman
perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan.
Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada pihak ketiga,
Menurut Mardiasmo tentang ketentuan sanksi pidana adalah sebagai berikut :
“Ketentuan mengenai sanksi pidana di bidang perpajakan diatur atau ditetapkan dalam UU No.6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan UU No.12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UU No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan”.
(2009:60) Berikut ini merupakan tabel ketentuan sanksi pidana yang terdapat dalam
undang-undang perpajakan mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan
UU No.28 Tahun 2007 dan UU UU No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan.
Tabel 2.3
Ketentuan Sanksi Pidana
Yang dikenakan
Sanksi Pidana Norma Sanksi Pidana
I. Setiap Orang 1. Kealpaan tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi tidak benar/lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar.
2. Sengaja tidak menyampaikan SPT, tidak meminjamkan pembukuan, catatan atau dokumen lain, dan hal-hal lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 KUP.
3. Melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, dalam
Didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajakan terutama yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga bulan) atau paling lama 1 (satu) tahun.
Pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (tahun) dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terurtang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
19
rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak.
restitusi yang dimohonkan dan /atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.
1. Sengaja tidak menyampaikan SPOP atau menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar lain-lain sebagaimana diatur dalam pasal 25 UU PBB.
Pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan atau setinggi-tingginya 2 (dua) kali jumlah pajak terutang.
a. Pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun dan atau setinggi-tingginya 5 (lima) kali jumlah pajak terutang.
b. Sanksi (a) dapat dilipat duakan jika sebelum lewat satu tahun terhitung sejak selesainya menjalani sebagian/ seluruh pidana yang dijatuhkan melakukan tindak pidana lagi.
II. Pejabat
Kealpaan tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 UU KUP (tindak pelanggaran).
Sengaja tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 UU KUP (tindak kejahatan).
Pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah).
Pidana kurungan selama-lamanya 2 (dua) tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
III. Pihak Ketiga
Sengaja tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya dan atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 (1) huruf d dan e UU PBB.
Pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000 (dua juta rupiah).
Sumber : Mardiasmo (2009:60-62)
Catatan:
1. Pidana penjara dan atau denda pidana (karena melakukan tindak kejahatan
terhadap perpajakan) dapat dilipatgandakan, apabila melakukan tindak pidana
perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani
2. Penuntutan tindak pidana terhadap pejabat hanya dilakukan apabila ada
pengaduan dari orang yang kerahasiaannya dilanggar. Jadi pidana terhadap
pejabat merupakan delik aduan.
3. Tindak pidana perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau 5 tahun.
2.1.2.3 Ketentuan Sanksi Pajak
Ketentuan sanksi perpajakan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dapat
diringkas sebagai berikut:
Tabel 2.4
Ketentuan Sanksi Perpajakan
Pasal Kesalahan Sanksi Administrasi Sanksi Pidana
Pasal 7 (1) SPT Masa Pajak
Pertambahan Nilai apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak
Denda sebesar Rp 500.000 ( lima ratus ribu rupiah )
Pasal 7 (1) SPT Masa lainnya apabila
SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak
Denda sebesar Rp 100.000 ( seratus ribu rupiah )
Pasal 7 (1) SPT Tahunan Pajak
Penghasilan WP badan apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun
Pasal 8(2) WP membetulkan sendiri
SPT Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar
Bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar
Pasal 8 (2a) WP membetulkan sendiri
SPT Masa yang
21
mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar
jumlah pajak yang kurang dibayar
Pasal 9 (2a) Penyetoran pajak pajak yang
terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak
Bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran
Pasal 9 (2b) Kekurangan pembayaran
pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran
Pasal 39 (1) a. tidak mendaftarkan diri
untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; b. menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; c. tidak menyampaikan
Surat Pemberitahuan; d. menyampaikan Surat
Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia,
Denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
h. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau
i. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara
Pasal 39 A
a.menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau b. menerbitkan faktur pajak
tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
Denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak
Pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dalam Pasal 35 tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar
Denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah)
Pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun
Pasal 41B Setiap orang yang dengan
sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
Denda paling banyak Rp75.000.000,00
Pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
Pasal 41C (1)
23
ayat (1) UU KUP
Pasal 41C (2)
Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban
Sumber: UU No. 28 Tahun 2007
2.1.3 Kepatuhan Wajib Pajak
2.1.3.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan Wajib Pajak menurut Norman D. Nowak dikutip oleh Mohammad Zain bahwa kepatuhan Wajib Pajak adalah sebagai berikut :
“Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana:
1. Wajib Pajak Paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan perundang-undangan perpajakan.
2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas. 3. Menghitung pajak yang terhitung dengan benar. 4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya”.
(2007:31) Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu mengatakan bahwa kepatuhan adalah sebagai berikut :
”Kepatuhan Wajib Pajak dapat didefinisikan dari : 1. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri.
2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan. 3. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak
terutang; dan
4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan”.
Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu adalah sebagai berikut :
”Kepatuhan Wajib Pajak adalah rasa bersalah dan rasa malu, persepsi wajib pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah”.
(2006:110) Menurut Keputusan Menteri Keuangan No 544/KMK/.04/2000 dalam Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu adalah sebagai berikut :
“Kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu Negara”.
Menurut Gunadi pengertian kepatuhan pajak adalah :
“Bahwa Wajib Pajak mempunyai kesediaan memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan, atau pun ancaman dan peringatan sanksi baik hukum maupun admnistrasi”.
(2005:4) Menurut Safri Nurmantu pengertian kepatuhan pajak :
“Kepatuhan Wajib Pajak adalah suatu keadaan dimana wajib pajak
memenuhi semua hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang perpajakannya”.
(2003:148) Berdasarkan empat pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa wajib
pajak yang patuh adalah wajib pajak yang sadar pajak, paham hak dan kewajiban
perpajakannya, dan diharapkan peduli pajak, yaitu melaksanakan kewajiban
25
2.1.3.2 Indikator Kepatuhan Wajib Pajak
Ada 2 macam kepatuhan wajib pajak menurut Mardiasmo dalam buku yang berjudul Perpajakan, menyatakan bahwa kepatuhan terdiri dari sebagai
berikut:
1. Kepatuhan pajak materiil 2. Kepatuhan pajak formil
(2003:5) Penjelasan dari kutipan diatas adalah sebagai berikut:
1. Kepatuhan pajak materiil, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak),
siapa yang dikenakan pajak (sumber), berapa besar pajak yang dikenakan
(tarif), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan
hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak. Contoh: Undang-undang Pajak
Penghasilan.
2. Kepatuhan Pajak Formil, memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil). hukum
ini memuat antara lain :
a. Tata Cara Penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak
b. Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap Wajib Pajak
mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang
c. Kewajiban Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/
pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak misalnya mengajukan keberatan dan
banding.
2.1.3.3 Manfaat Wajib Pajak Patuh
Wajib pajak yang berpredikat patuh dalam pemenuhan kewajiban
perpajakannya tentunya akan mendapat kemudahan dan fasilitas yang lebih
dibandingkan dengan pemberian pelayanan pada wajib pajak yang belum atau
tidak patuh. Menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu mengatakan bahwa
manfaat yang diberikan oleh Dirjen Pajak terhadap wajib pajak patuh adalah:
“1. Pemberian batas waktu penerbitan Surat Keputusan Pengemabilan Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lambat 3 (tiga) bulan sejak permohonan kelebihan pembayaran pajak diajukan wajib pajak diterima untuk Pajak Penghasilan dan 1 (satu) bulan untuk Pajak Pertambahan Nilai, tanpa melalui penelitian dan pemeriksaan oleh Dirjen Pajak.
2. Adanya kebijakan percepatan penerbitan Surat Keputusan Pengemabilan Kelebihan Pajak (SKPPKP) menjadi paling lambat 2 (dua) bulan untuk PPh dan 7 (tujuh) hari untuk PPN”.
(2006:114) 2.1.4 Keterkaitan Antara Variabel
2.1.4.1 Pengaruh Self Assesment System Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Sejak diadakannya reformasi perpajakan tahun 1983, sebagaimana telah
diubah dengan undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 dan undang-undang Nomor
28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sistem
pemungutan pajak di Indonesia berubah dari official assesment system menjadi
self assesment system. Masih menurut Tarjo dan Indra.K, oifficial assesment
27
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak,self assesment
system merupakan suatu pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan besarnya pajak terutang, sehingga peranan
pembukuan/ akuntansi sangat dihasilkan dari proses pembukuan, diperlukan untuk
keperluan menghitung pajak terutang dan verifikasi, serta pemeriksaan dan
investasi terhadap kebenaran penghitungan jumlah pajak terutang ( Tarjo dan Indra K:2006 ).
Menurut Zain, adalah sebagai berikut :
”Sistem pemungutan yang berlaku di Indonesia saat ini adalah self assesment system yaitu ketetapan pajak yang ditetapkan oleh Wajib Pajak sendiri yang dilakukannya dalam SPT. Self assesment system merupakan tipe administrasi perpajakan yang mengungkapkan bahwa tipe administrasi perpajakan banyak ditentukan oleh bentuk kerjasama atau tingkat partisipasi Wajib Pajak atau pemotong/pemungut pajak dan respon Wajib Pajak terhadap pengenaan pajak tersebut”.
(2003:50) Hal tersebut juga dikemukakan oleh Yulianto adalah sebagai berikut :
“Secara teoritis dapat dijelaskan bahwa tinggi atau rendahnya kepatuhan wajib pajak tergantung kepada implementasi suatu kebijakan yang dalam hal ini kebijakan self assessment. Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, maka para wajib pajak harus mengetahui dengan seksama dan menyeluruh terhadap undang-undang perpajakan yang diberlakukan dalam suatu Negara”.
(2009) Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dijelaskan bahwa terdapat self
assesment system berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi
2.1.4.2 Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Atas kepercayaan yang diberikan kepada Wajib Pajak, maka diperlukan
tindakan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya, tindakan tersebut salah satunya adalah melalui
pemberian sanksi kepada wajib pajak yang tidak patuh sehingga Wajib Pajak yang
tidak patuh dan yang kepatuhannya tergolong rendah, diharapkan dengan
diberikannya sanksi, tingkat kepatuhannya akan menjadi lebih baik. Hal serupa
juga dikemukakan oleh Mohammad Zain adalah sebagai berikut :
”Sesungguhnya tidak diperlukan suatu tindakan apapun, apabila dengan rasa takut dan ancamam hukuman (sanksi dan pidana) saja wajib pajak sudah akan mematuhi kewajiban perpajakannya. Perasaan takut tersebut merupakan alat pencegah yang ampuh untuk mengurangi penyelundupan pajak atau kelalaian pajak. Jika hal ini sudah berkembang dikalangan para wajib pajak maka akan berdampak pada kepatuhan dan kesadaran untuk memenuhi kewajiban perpajakannya”.
(2007:35) Selain itu Richard Burton menyatakan sebagai berikut :
“Kaidah hukum (hukum pajak) berupa sanksi pidana maupun administrasi pada dasarnya dimaksudkan agar masyarakat patuh dan mau melunasi kewajibannya untuk melunasi utang pajaknya dengan baik dan benar”.
(2002) Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan sanksi
perpajakan diharapkan mampu meningkatkan kesadaran dan kepatuhan Wajib
Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
2.2 Kerangka Pemikiran
29
assessment system menjadi self assessment system. Masih menurut H.Bohari self
assessment system merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak terutang wajib
pajak tidak lagi dipandang sebagai objek dalam self assesment system, tetapi
merupakan subjek yang harus dibina dan diarahkan agar sadar dalam memenuhi
kewajiban kenegaraannya.
Harahap menyatakan sebagai berikut :
“Dianutnya self assessment system membawa misi dan konsekuensi
perubahan sikap (kesadaran) warga masyarakat untuk membayar pajak secara sukarela (voluntary compliance)”.
(2004:43) Menurut Siti Kurnia Rahayu yaitu sebagai berikut :
“Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif Wajib Pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya, karena sebagian besar pekerjaan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan itu dilakukan oleh Wajib Pajak bukan fiskus selaku pemungut pajak sehingga kepatuhan diperlukan dalam self assessment system,dengan tujuan penerimaan yang optimal. Kepatuhan memenuhi kewajiban secara sukarela merupakan tulang punggung self assessment, dimana WP bertanggungjawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut”.
(2010:137) Salah satu poin dari 4 (empat) asas agar terpenuhinya pajak ideal yang
dikemukakan oleh Adolf Wagner, yang dikutip dari Waluyo adalah sebagai berikut :
harus jelas disebutkan siapa atau apa yang dikenakan pajak, berapa besar jumlah pajak tersebut, apa sanksinya jika terlamabat membayar pajak dan lain-lain”.
(2005:13) Kelemahan self assessment system yang memberikan kepercayaan pada
wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan
sendiri pajak terutang dalam praktiknya sulit berjalan sesuai dengan yang
diharapkan, bahkan disalahgunakan (Tarjo dan Indrawati, 2006).
Penerapan self assessment system dalam sistem perpajakan tidak
sepenuhnya berjalan dengan baik karena sebagian Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
masih saja mendapatkan kendala dan hambatan dalam pelaksanaan perpajakan.
Salah satu di antaranya adalah surat pemberitahuan (SPT) yang diisi dan
dilaporkan oleh wajib pajak sulit terdeteksi kebenarannya (John Hutagaol:2007).
Pengertian SPT dalam Pasal 1 butir 10 UU KUP adalah sebagai berikut :
”Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan Perundang-Undangan Perpajakan”.
Menurut Mardiasmo dinyatakan sebagai berikut :
“Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan dituruti atau ditaati atau dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan, dalam undang-undang perpajakan terdapat dua jenis sanksi, berupa sanksi pidana dan administrasi. Sanksi pidana ialah sanksi berupa siksaan atau penderitaan, merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi, sedangkan sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian negara, khususnya yang berupa denda, bunga, dan kenaikan, sanksi perpajakan dikenakan kepada wajib pajak yang tidak patuh dalam memenuhi perpajakannya”.
31
Menurut Keputusan Menteri Keuangan No 544/KMK.04/2000 menyatakan bahwa
kriteria kepatuhan wajib pajak dapat dilihat dari:
1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam 2
tahun terakhir
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak kecuali telah
memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak
3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir
4. Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal
terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan yang terkhir untuk
masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%
5. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit oleh
akuntan publik dengan pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian
sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.
Untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak diperlukan penegakan hukum
(law enforcement) sesuai ketentuan, sebagaimana dijelaskan sebelumnya
pilar-pilar penegakan hukum terdiri dari pemeriksaan pajak (tax audit), penyidikan
pajak (tax investigation) dan penagihan pajak (tax collection), sanksi perpajakan
juga diterapkan atas pelanggaran perpajakan juga memberikan pelajaran kepada
Wajib Pajak sehingga mereka dapat melaksanakan pemenuhan kewajiban dan
Penerapan sanksi perpajakan baik administrasi (denda, bunga dan
kenaikan) dan pidana (kurungan atau penjara) mendorong kepatuhan wajib pajak,
namun penerapan sanksi harus konsisten dan berlaku terhadap semua wajib pajak,
perlakuan penerapan perpajakan yang adil terhadap wajib pajak menciptakan
persaingan sehat di dunia usaha, sebaliknya jika perlakuan pajak yang
diskriminasi akan membuat kepatuhan wajib pajak menjadi rendah ( John Hutagaol :2007 ).
Berdasarkan uraian pemikiran yang didukung oleh para ahli dan peneliti
33
Gambar 2.1
Skema Kerangka Pemikiran Sistem Pemungutan Pajak
Self Assesment System Sanksi Pajak
1. Kewajiban WP : - Mendaftar sendiri - Membayar sendiri - Mengisi sendiri
2. Hak WP :
- Mengajukan banding - Memberi kuasa
kepada orang lain
1.Sanksi Administrasi - Sanksi bunga - Sanksi denda
2.Sanksi Pidana - Denda Pidana - Kurungan - Penjara Pajak
Yulianto
Jurusan Ilmu Adminitrasi Negara ,Volume 9 No 1 Januari 2009 1-11
Ni Ketut Muliari & Putu Ery Setiawan
Jurnal Ilmiah Akuntansi dan BisnisVol. 6, No. 1 Januari 2011
Gambar 2.2 Paradigma Penelitian
Penelitian yang berkaitan dengan Self Assesment System, Sanksi Pajak dan
Kepatuhan Wajib Pajak bukanlah yang pertama kali dilakukan. Untuk menjaga
originalitas dalam penelitian, maka dikemukakan penelitian-penelitian oleh
peneliti lain adalah sebagai berikut:
Tabel 2.5 Penelitian Terdahulu
No Nama
Peneliti Judul Hasil Persamaan Perbedaan
2.3Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka penulis berhipotesis bahwa :
“Self assesment system dan sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib
pajak”.
Kata hipotesis berasal dari kata “hipo” yang artinya lemah dan “tesis”
berarti pernyataan. Dengan demikian hipotesis berarti pernyataan yang lemah,
disebut demikian karena masih berupa dugaan yang belum teruji kebenarannya.
Menurut Sugiyono, hipotesis penelitian adalah sebagai berikut :
“Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu data statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya. Pada penelitian kualitatif, tidak dirumuskan hipotesis, tetapi justru diharapkan dapat ditemukan hipotesis. Selanjutnya hipotesis tersebut akan diuji oleh peneliti dengan menggunakan pendekatan kuantitatif”.
(2011:64) Maka, dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian dapat diartikan sebagai
jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah penelitian, sampai terbukti
melalui data yang terkumpul dan harus diuji secara empiris
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka penulis mencoba
merumuskan hipotesis yang merupakan kesimpulan sementara dari penelitian
sebagai berikut:
1. Self Assesment System berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying.
2. Sanksi Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak di Kantor
37
3. Self Assesment System dan Sanksi Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan
38 3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu
penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk
mendapatkan jawaban ataupun solusi dari permasalahan yang terjadi.
Menurut Sugiyono pengertian objek penelitian adalah sebagai berikut :
“Sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu tentang sesuatu hal objektif, valid, dan reliable tentang sesuatu hal (variabel tertentu)”.
(2009:13) Adapun menurut Husein Umar menyebutkan sebagai berikut :
”Objek penelitian menjelaskan tentang apa dan atau siapa yang
menjadi objek penelitian. Juga dimana dan kapan penelitian dilakukan. Bisa juga ditambahkan hal-hal lain jika dianggap perlu”.
(2005:303) Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa objek penelitian digunakan
untuk mendapatkan data sesuai tujuan dan kegunaan tertentu yang objektif, valid
dan realible. Objek penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah self
assessment system, sanksi pajak, dan kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama
39
3.2 Metode Penelitian
Menurut Sugiyono mendefinisikan metode penelitian adalah sebagai berikut :
“Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu .Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada cirri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis.Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis”.
(2010:2) Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data penelitiannya. Metode penelitian ini menggunakan metode
deskriptif dan verifikatif. Dengan menggunakan metode penelitian akan diketahui
hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti sehingga menghasilkan
kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.
Pengertian metode deskriptif menurut Sugiyono adalah sebagai berikut :
“Metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis
suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas”.
Selanjutnya menurut Mashuri dalam Umi Narimawati pengertian metode
verifikatif adalah sebagai berikut:
“Metode verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa dengan kehidupan”.
(2010:29) Berdasarkan pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa metode analisis
deskriptif merupakan metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai
situasi atau kejadian yang ada, sehingga metode ini harus diadakan akumulasi
data. Sedangkan metode verifikatif bertujuan untuk mengetahui kejelasan
hubungan suatu variabel (menguji hipotesis) melalui pengumpulan data di
lapangan. Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis dengan
menggunakan perhitungan statistik. Penelitian ini digunakan untuk menguji
pengaruh variabel independen terhadap dependen yang diteliti. Verifikatif berarti
menguji teori dengan pengujian suatu hipotesis apakah diterima atau ditolak.
3.2.1 Desain Penelitian
Dalam melakukan penelitian, perlu adanya desain penelitian.
Desain penelitian menurut Nur Indrianto adalah sebagai berikut :
“Desain Penelitian adalah rancangan utama penelitian yang
menyatakan metode-metode dan prosedur-prosedur yang digunakan oleh peneliti dalam pemilihan, pengumpulan, dan analisis data”.