PERFORMA PRODUKSI BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix
japonica) PERIODE PRODUKSI UMUR 6-13 MINGGU PADA
LAMA PENCAHAYAAN YANG BERBEDA
SKRIPSI TRIYANTO
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
TRIYANTO. D14103049. 2007. Performa Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Periode Produksi Umur 6-13 Minggu pada Lama Pencahayaan yang Berbeda. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Niken Ulupi, MS
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr.
Unggas merupakan ternak yang peka terhadap rangsangan cahaya. Cahaya memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan, dewasa kelamin dan produksi telur pada ternak unggas. Tatalaksana penyinaran merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari manajemen usaha peternakan unggas, bahkan merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan oleh peternak. Penambahan cahaya pada malam hari dapat meningkatkan produksi, tetapi penggunaan cahaya yang berlebihan belum tentu menghasilkan keadaan yang menguntungkan, bahkan mungkin dapat merugikan karena akan terjadi pemborosan energi listrik.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama pencahayaan terhadap performa produksi burung puyuh serta lama pencahayaan yang tepat untuk menghasilkan produksi telur yang optimum. Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Juli sampai dengan bulan September 2006. Penelitian ini dilakukan di peternakan Bapak Senen Harto Prayitno, Desa Kajar, Kelurahan Tegalgiri, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali. Burung puyuh sebanyak 250 ekor umur 42 hari dikelompokkan secara acak ke dalam 5 taraf perlakuan lama pencahayaan yaitu 16; 18; 20; 22 dan 24 jam/hari. Pencahayaan dilakukan dengan 12 jam cahaya matahari di siang hari dan ditambah penerangan lampu di malam hari. Penambahan dilakukan di awal sebelum matahari terbit. Setiap perlakuan di ulang lima kali dan setiap ulangan terdiri dari 10 ekor burung puyuh. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA). Hasil analisis ragam yang berbeda nyata, dilanjutkan dengan Uji Kontras Polynomial Ortogonal. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama pencahayaan berpengaruh nyata terhadap produksi telur, tetapi tidak berpengaruh terhadap konsumsi pakan, konversi pakan dan bobot telur. Hasil Uji Kontras Polynomial Ortogonal menunjukkan berbeda nyata bahwa kurva respon pengaruh lama pencahayaan terhadap produksi telur berbentuk kubik, dengan lama pencahayaan optimum pada pemberian cahaya 22 jam/hari.
ABSTRACT
Production Performance of The Layer Quail (Coturnix coturnic japonica) 6 – 13 Weeks on The Diferent Lightening Period
Triyanto, N. Ulupi dan B. P. Purwanto
Quail (Coturnix coturnic japonica) is a small poultry, but it can produce egg very well. Lightening is one of the important factors in quails egg production management. Egg production can be increased by additional lightening in the night. However, the results was still unclear. This research was carried out to observe the effect of lightening period on the quails production performance. The treatments were lighthed for 16, 18, 20, 22 and 24 hours per day. Measured parameters were feed consumption, egg production, egg weight and feed conversion. The results showed that periods of lightening were influencing egg production (P> 0.05), but did not on feed consumption, egg weight and feed conversion. Lightening period for 22 hours per day gives the best performance of egg production.
PERFORMA PRODUKSI BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix
japonica) PERIODE PRODUKSI UMUR 6-13 MINGGU PADA
LAMA PENCAHAYAAN YANG BERBEDA
TRIYANTO D14103049
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
PERFORMA PRODUKSI BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix
japonica) PERIODE PRODUKSI UMUR 6-13 MINGGU PADA
LAMA PENCAHAYAAN YANG BERBEDA
Oleh TRIYANTO
D14103049
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 9 Maret 2007
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Ir. Niken Ulupi, MS NIP. 131 284 604
Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr. NIP. 131 471 379
Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur. Sc NIP. 131 624 188
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Boyolali, Jawa Tengah pada tanggal 27 November
1985. Penulis adalah anak ke tiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Senen
Harto Prayitno dan Ibu Sumiyem.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Tegalgiri 3 pada
tahun 1997, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
SLTPN1 Ngemplak dan lulus pada tahun 2000. Setelah menyelesaikan pendidikan di
SLTP penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 2
Sukoharjo dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai
mahasiswa di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI).
Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Koperasi Mahasiswa Institut
Pertanian Bogor (KOPMA IPB) pada tahun 2003-2006. Penulis mendapatkan
penghargaan sebagai Anggota terbaik KOPMA IPB tahun 2004, kemudian tahun
berikutnya penulis masuk dalam kepengurusan KOPMA IPB periode 2005-2006
sebagai Kepala Departemen Pengembangan Sumber Daya Anggota. Pada
kepengurusan tersebut penulis mendapatkan penghargaan sebagai Pengurus terbaik.
Pada tahun 2006 penulis menjadi salahsatu kandidat Ketua KOPMA IPB dalam
Rapat Anggota Tahunan KOPMA IPB ke-17. Selain itu penulis juga pernah
mengikuti berbagai kegiatan, antara lain dalam bentuk Jambore Koperasi Pemuda
Nusantara di UNISBA, Pendidikan Lanjut Perkoperasian Nasional di UGM, seminar
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
karena ridho dan rahmat serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul Performa Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Periode Produksi Umur 6-13 Minggu pada Lama Pencahayaan yang Berbeda. Skripsi ini
ditulis untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana pada Program Sarjana
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah
kepada Nasi Besar Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat dan kepada
umatnya sampai akhir zaman.
Unggas merupakan ternak yang peka terhadap rangsangan cahaya. Cahaya
memegang peranan penting dalam proses pendewasaan kelamin pada ternak, yang
pada gilirannya akan berpengaruh terhadap produksi telur. Tatalaksana penyinaran
merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari manajemen usaha peternakan
unggas, bahkan merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan oleh
peternak. Penggunaan cahaya yang berlebihan belum tentu menghasilkan keadaan
yang menguntungkan, bahkan mungkin dapat merugikan karena akan terjadi
pemborosan energi.
Skripsi ini disusun dengan harapan agar hasilnya dapat digunakan sebagai
bahan informasi pada peternak, dinas terkait maupun lembaga penelitian sebagai
pedoman dalam menentukan lama penambahan cahaya pada pemeliharaan burung
puyuh.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam kelancaran penelitian. Penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih ada kekurangan sehingga masih jauh dari kesempurnaan, tetapi penulis
berharap semoga tulisan ini bermamfa’at bagi pembaca.
Bogor, 9 Maret 2007
DAFTAR PUSTAKA ... 24
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Produksi Telur Burung Puyuh pada Level Protein yang Berbeda ... 8
2. Rataan Produksi Telur selama Penelitian ... 14
3. Rataan Bobot Telur selama Penelitian ... 17
4. Rataan Konsumsi Pakan selama Penelitian ... 18
PERFORMA PRODUKSI BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix
japonica) PERIODE PRODUKSI UMUR 6-13 MINGGU PADA
LAMA PENCAHAYAAN YANG BERBEDA
SKRIPSI TRIYANTO
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
TRIYANTO. D14103049. 2007. Performa Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Periode Produksi Umur 6-13 Minggu pada Lama Pencahayaan yang Berbeda. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Niken Ulupi, MS
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr.
Unggas merupakan ternak yang peka terhadap rangsangan cahaya. Cahaya memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan, dewasa kelamin dan produksi telur pada ternak unggas. Tatalaksana penyinaran merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari manajemen usaha peternakan unggas, bahkan merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan oleh peternak. Penambahan cahaya pada malam hari dapat meningkatkan produksi, tetapi penggunaan cahaya yang berlebihan belum tentu menghasilkan keadaan yang menguntungkan, bahkan mungkin dapat merugikan karena akan terjadi pemborosan energi listrik.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama pencahayaan terhadap performa produksi burung puyuh serta lama pencahayaan yang tepat untuk menghasilkan produksi telur yang optimum. Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Juli sampai dengan bulan September 2006. Penelitian ini dilakukan di peternakan Bapak Senen Harto Prayitno, Desa Kajar, Kelurahan Tegalgiri, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali. Burung puyuh sebanyak 250 ekor umur 42 hari dikelompokkan secara acak ke dalam 5 taraf perlakuan lama pencahayaan yaitu 16; 18; 20; 22 dan 24 jam/hari. Pencahayaan dilakukan dengan 12 jam cahaya matahari di siang hari dan ditambah penerangan lampu di malam hari. Penambahan dilakukan di awal sebelum matahari terbit. Setiap perlakuan di ulang lima kali dan setiap ulangan terdiri dari 10 ekor burung puyuh. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA). Hasil analisis ragam yang berbeda nyata, dilanjutkan dengan Uji Kontras Polynomial Ortogonal. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama pencahayaan berpengaruh nyata terhadap produksi telur, tetapi tidak berpengaruh terhadap konsumsi pakan, konversi pakan dan bobot telur. Hasil Uji Kontras Polynomial Ortogonal menunjukkan berbeda nyata bahwa kurva respon pengaruh lama pencahayaan terhadap produksi telur berbentuk kubik, dengan lama pencahayaan optimum pada pemberian cahaya 22 jam/hari.
ABSTRACT
Production Performance of The Layer Quail (Coturnix coturnic japonica) 6 – 13 Weeks on The Diferent Lightening Period
Triyanto, N. Ulupi dan B. P. Purwanto
Quail (Coturnix coturnic japonica) is a small poultry, but it can produce egg very well. Lightening is one of the important factors in quails egg production management. Egg production can be increased by additional lightening in the night. However, the results was still unclear. This research was carried out to observe the effect of lightening period on the quails production performance. The treatments were lighthed for 16, 18, 20, 22 and 24 hours per day. Measured parameters were feed consumption, egg production, egg weight and feed conversion. The results showed that periods of lightening were influencing egg production (P> 0.05), but did not on feed consumption, egg weight and feed conversion. Lightening period for 22 hours per day gives the best performance of egg production.
PERFORMA PRODUKSI BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix
japonica) PERIODE PRODUKSI UMUR 6-13 MINGGU PADA
LAMA PENCAHAYAAN YANG BERBEDA
TRIYANTO D14103049
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
PERFORMA PRODUKSI BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix
japonica) PERIODE PRODUKSI UMUR 6-13 MINGGU PADA
LAMA PENCAHAYAAN YANG BERBEDA
Oleh TRIYANTO
D14103049
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 9 Maret 2007
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Ir. Niken Ulupi, MS NIP. 131 284 604
Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr. NIP. 131 471 379
Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur. Sc NIP. 131 624 188
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Boyolali, Jawa Tengah pada tanggal 27 November
1985. Penulis adalah anak ke tiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Senen
Harto Prayitno dan Ibu Sumiyem.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Tegalgiri 3 pada
tahun 1997, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
SLTPN1 Ngemplak dan lulus pada tahun 2000. Setelah menyelesaikan pendidikan di
SLTP penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 2
Sukoharjo dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai
mahasiswa di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI).
Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Koperasi Mahasiswa Institut
Pertanian Bogor (KOPMA IPB) pada tahun 2003-2006. Penulis mendapatkan
penghargaan sebagai Anggota terbaik KOPMA IPB tahun 2004, kemudian tahun
berikutnya penulis masuk dalam kepengurusan KOPMA IPB periode 2005-2006
sebagai Kepala Departemen Pengembangan Sumber Daya Anggota. Pada
kepengurusan tersebut penulis mendapatkan penghargaan sebagai Pengurus terbaik.
Pada tahun 2006 penulis menjadi salahsatu kandidat Ketua KOPMA IPB dalam
Rapat Anggota Tahunan KOPMA IPB ke-17. Selain itu penulis juga pernah
mengikuti berbagai kegiatan, antara lain dalam bentuk Jambore Koperasi Pemuda
Nusantara di UNISBA, Pendidikan Lanjut Perkoperasian Nasional di UGM, seminar
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
karena ridho dan rahmat serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul Performa Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Periode Produksi Umur 6-13 Minggu pada Lama Pencahayaan yang Berbeda. Skripsi ini
ditulis untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana pada Program Sarjana
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah
kepada Nasi Besar Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat dan kepada
umatnya sampai akhir zaman.
Unggas merupakan ternak yang peka terhadap rangsangan cahaya. Cahaya
memegang peranan penting dalam proses pendewasaan kelamin pada ternak, yang
pada gilirannya akan berpengaruh terhadap produksi telur. Tatalaksana penyinaran
merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari manajemen usaha peternakan
unggas, bahkan merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan oleh
peternak. Penggunaan cahaya yang berlebihan belum tentu menghasilkan keadaan
yang menguntungkan, bahkan mungkin dapat merugikan karena akan terjadi
pemborosan energi.
Skripsi ini disusun dengan harapan agar hasilnya dapat digunakan sebagai
bahan informasi pada peternak, dinas terkait maupun lembaga penelitian sebagai
pedoman dalam menentukan lama penambahan cahaya pada pemeliharaan burung
puyuh.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam kelancaran penelitian. Penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih ada kekurangan sehingga masih jauh dari kesempurnaan, tetapi penulis
berharap semoga tulisan ini bermamfa’at bagi pembaca.
Bogor, 9 Maret 2007
DAFTAR PUSTAKA ... 24
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Produksi Telur Burung Puyuh pada Level Protein yang Berbeda ... 8
2. Rataan Produksi Telur selama Penelitian ... 14
3. Rataan Bobot Telur selama Penelitian ... 17
4. Rataan Konsumsi Pakan selama Penelitian ... 18
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) ... 3
2. Mekanisme Pengaruh Cahaya terhadap Dewasa Kelamin ... 5
3. Hubungan antara Lama Pencahayaan dengan Produksi Telur ... 15
4. Grafik Produksi Telur Mingguan ... 16
5. Grafik Bobot Telur Mingguan ... 17
6. Grafik Konsumsi Pakan Mingguan ... 19
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil Analisis Ragam Produksi Telur ... 27
2. Hasil Analisis Ragam Konsumsi Pakan ... 27
3. Hasil Analisis Ragam Konversi Pakan Hasil ... 27
4. Hasil Analisis Ragam Bobot Telur ... 27
5. Keadaan lingkungan selama penelitian ... 27
6. Komposisi Pakan selama Penelitian ... 28
7. Data Produksi Telur selama Penelitian ... 28
8. Data Bobot Telur selama Penelitian ... 28
9. Data Konsumsi Pakan selama Penelitian ... 29
10. Data Konversi Pakan Hasil selama Penelitian ... 29
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Unggas merupakan ternak yang peka terhadap rangsangan cahaya. Cahaya
memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan, pendewasaan kelamin dan
produksi telur pada ternak unggas. Pada periode starter cahaya berperan penting dalam proses pertumbuhan melalui pengaturan sekresi hormon somatotropik (Card
dan Nesheim, 1972). Pada periode grower cahaya berperan dalam proses pendewasaan kelamin melalui pengaturan sekresi hormon melatonin (Wikipedia,
2006). Pada periode layer, cahaya berperan dalam proses produksi melalui pengaturan sekresi hormon LH (Luteinizing Hormone) dan FSH (Follicle Stimulating Hormone) yang berperan dalam produksi ovum yang pada akhirnya menentukan produksi telur (North dan Bell, 1990).
Tatalaksana penyinaran merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari
manajemen usaha peternakan unggas, bahkan merupakan salah satu faktor penting
yang harus diperhatikan oleh peternak. Penambahan cahaya dalam kandang dapat
meningkatkan produksi telur tetapi penggunaan cahaya yang berlebihan belum tentu
menghasilkan keadaan yang menguntungkan, bahkan mungkin dapat merugikan
karena akan terjadi pemborosan energi listrik sehingga meningkatkan biaya
operasional. Berdasarkan uraian tersebut maka ingin diteliti pengaruh lama
pencahayaan terhadap burung puyuh periode produksi.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama pencahayaan
terhadap performa produksi burung puyuh periode produksi. Performa produksi
burung puyuh meliputi produksi telur, konsumsi pakan, konversi pakan dan bobot
TINJAUAN PUSTAKA
Burung Puyuh
Burung puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi,
ukuran tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Burung puyuh merupakan burung
liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870. Burung
puyuh yang dipelihara di Amerika disebut dengan Bob White Quail, Colinus
Virgianus sedangkan di China disebut dengan Blue Breasted Quail, Coturnix
Chinensis (Tetty, 2002). Masyarakat Jepang, China, Amerika dan beberapa negara
Eropa telah mengkonsumsi telur dan dagingnya karena burung puyuh bersifat
dwiguna. Burung puyuh terus dikembangkan keseluruh penjuru dunia, sedangkan di
Indonesia burung puyuh mulai dikenal dan diternakkan sejak tahun 1979 (Progressio,
2000).
Menurut Pappas (2002), klasifikasi zoologi burung puyuh adalah sebagai
berikut :
Burung puyuh merupakan kekayaan plasma nutfah Indonesia disebut juga
Gemak. Jenis burung puyuh yang dipelihara di Indonesia diantaranya Coturnix coturnix japonica, Coturnix chinensis atau Bluebreasted quail, Turnic susciator, Arborophila javanica dan Rollus roulroul yang dipelihara sebagai burung hias karena memiliki jambul yang indah (Helinna dan Mulyantono, 2002). Burung puyuh
Burung puyuh mempunyai ciri-ciri badannya kecil, bulat dan ekornya sangat
pendek (Helinna dan Mulyantono, 2002). Burung puyuh memiliki warna bulu
bercak-bercak coklat. Kebutuhan pakannya sangat sedikit, sesuai dengan ukuran
tubuhnya yang kecil yaitu 14-24 gram/ekor/hari (Sunarno, 2004). Burung puyuh
memiliki kesuburan yang tinggi, mencapai dewasa kelamin dalam waktu singkat,
sekitar 6 minggu, lama menetas singkat yaitu 16-17 hari (Tetty, 2002), untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)
Burung puyuh merupakan salah satu jenis unggas yang cukup produktif
(Sunarno, 2004), dapat bertelur sebanyak 300 butir/tahun (Helinna dan Mulyantono,
2002). Produksi telur yang optimum dapat ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu
breeding, feeding dan management.
Menurut Permana (2005), bibit burung puyuh petelur komersial didapatkan
dari telur tetas yang fertil. Telur tetas yang fertil didapatkan dari perkawinan antara
pejantan dan betina dengan rasio satu jantan dan tiga betina. Proses penetasan telur
puyuh biasanya dilakukan pada suhu 37-40°C dan kelembaban 55% selama 17 hari.
Proses penetasan dimulai dari fumigasi telur, grading telur, penyimpanaan telur dalam setter, pemindahan ke hetcher, setelah menetas dilakukan grading DOQ dan
sexing jantan/betina. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa pada ayam, jantan digunakan untuk bibit ayam pedaging dan betina untuk bibit ayam petelur komersial.
Burung puyuh membutuhkan pakan dengan kandungan protein yang berbeda
kandungan protein kasar 22 % dan energi termetabolis 2900 Kkal/kg (SNI, 1995).
Pada masa pertumbuhan, protein digunakan untuk menyusun jaringan tubuh yaitu
membentuk otot, kuku, sel darah dan tulang tetapi pada masa bertelur protein tidak
lagi digunakan untuk menyusun jaringan tubuh tetapi lebih digunakan untuk materi
penyusun telur dan sperma (NRC, 1994).
Manajemen lingkungan sangat penting untuk menjaga ternak merasa
nyaman. Suhu lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan puyuh adalah 20-25ºC
(Tetty, 2002). Suhu yang terlalu tinggi akan akan menurunkan kesuburan sperma
pada puyuh pejantan dan pada puyuh betina, suhu yang terlalu tinggi akan
menyebabkan kerabang telur yang dihasilkan lebih tipis dan mudah retak (North dan
Bell, 1990). Kelembaban dalam kandang sangat penting untuk diperhatikan karena
akan mempengaruhi kesehatan ternak. Kelembaban dalam kandang idealnya
30-80%. Kelembaban kandang yang terlalu tinggi akan menyebabkan puyuh mudah
terserang penyakit karena kelembaban yang tinggi akan mendukung perkembangan
mikroorganisme dan bakteri (Tetty, 2002).
Penyakit pada puyuh secara umum digolongkan menurut penyebabnya yaitu
disebabkan oleh bakteri, virus, cendawan dan kekurangan gizi. Penyakit yang
disebabkan oleh bakteri antaralain radang usus, pullorum dan coccidiosis.
Pencegahan penyakit yang disebabkan bakteri bisa dilakukan dengan pembersihan
kandang dan disinfeksi kandang karena kandang dan peralatan merupakan media
penularan yang efektif. Penyakit yang disebabkan virus antaralain Newcastle Desease, quail bronchitis dan cacar unggas. Pencegahan penyakit tetelo atau ND bisa dilakukan dengan vaksinasi ND. Cendawan yang menyebabkan penyakit pada puyuh adalah Aspergillosis fumigatus. Cendawan Aspergillosis akan muncul apabila kondisi kandang terlalu lmbab, kurang sinar matahari, kotor dan ventilasi udara kurang baik.
Pencegahan penyakit yang disebabkan Cendawan Aspergillosis adalah dengan cara, jangan memberikan pakan yang sudah bercendawan dan kelembabaan kandang tidak
boleh terlalu tinggi (Tetty, 2002).
Pencahayaan
Fungsi Cahaya
Pada unggas, ada tiga fungsi utama cahaya yaitu untuk memudahkan
panjang hari serta untuk merangsang pelepasan hormon (Ncsu, 2006). Unggas adalah
ternak yang peka terhadap cahaya. Cahaya akan mempengaruhi proses biologis
melalui aktifitas hormonal. Efek cahaya terhadap aktivitas reproduksi pada unggas
dapat melalui tiga cara yaitu mata, kelenjar pineal dan hypotalamus (Card dan Nesheim, 1972).
Pada periode starter cahaya berperan dalam proses pertumbuhan melalui pengaturan sekresi hormon somatotropik dan hormon tyroid. Cahaya yang mengenai
mata ayam akan diterima oleh reseptor pada mata ayam, merangsang syaraf mata dan
kemudian rangsangan ini diteruskan ke hypotalamus. Hasil kerja selanjutnya menyebabkan pengeluaran hormon pengendali dari anterior pituitary. Hormon pengendali tersebut terdiri dari hormon stimulasi tyroid yang meningkatkan aktivitas
tyroid dan hormon somatotropik yang berfungsi mengatur pertumbuhan. Hormon ini secara langsung mempengaruhi pertumbuhan anak ayam, yaitu mengendalikan
metabolisme asam amino dalam pembentukan protein (Card dan Nesheim, 1972).
Pada periode grower cahaya berperan penting dalam proses pendewasaan kelamin dan pengaturan aktivitas harian. Cahaya berperan dalam proses
pendewasaan kelamin melalui pengaturan sekresi hormon melatonin (Wikipedia,
2006). Cahaya mempengaruhi badan pineal dalam mensintesa dan mensekresikan
hormon melatonin. Konsentrasi melatonin tinggi ditemukan pada keadaan gelap dan
rendah pada keadaan terang (Frendson,1992). Pada puyuh jepang (Coturnix coturnix japonica), sekresi hormon melatonin ke dalam plasma darah tertahan pada saat perubahan gelap menjadi terang. Tertahannya hormon melatonin tersebut merupakan
kondisi yang kritis terhadap perkembangan gonade (Ohta, et al., 1989). Gelap atau terhambatnya cahaya akan merangsang kelenjar pineal untuk memproduksi hormon
melatonin, akibatnya produksi melatonin yang berlebih akan menyebabkan
terhambatnya perkembangan seksual (Wikipedia, 2006; Cockrem, 1985). Mekanisme
pengaruh cahaya terhadap dewasa kelamin dapat dilihat pada Gambar 2.
Cahaya Retina SCN PVN SCG Kelenjar pineal
produksi melathonin asam amino triptopan Sistem saraf pusat
Dewasa kelamin
Pada periode layer cahaya berperan dalam pematangan dan pelontaran ovum yang pada akhirnya mempengaruhi produksi telur (Setyawan, 2006). Cahaya yang
diterima oleh mata unggas akan dilanjutkan ke bagian otak yang disebut
hypotalamus. Hypotalamus ini berperan sebagai pengatur fungsi organ-organ tubuh yang menggerakkan aktivitas-aktivitas hidup seperti makan, minum, tingkah laku
seksual serta sekresi kelenjar anterior pituitary. Setelah cahaya diterima oleh hypothalamus maka akan merangsang anterior pituitary untuk mensekresikan hormon LH (Luteinizing Hormone) dan FSH (Follicle Stimulating Hormone) serta gonadotropin. Setelah mencapai dewasa kelamin, LH (Luteinizing Hormone) merangsang pelontaran ovum (North dan Bell, 1990). Hormon FSH merangsang
folikel dalam ovarium sehingga tumbuh dan berkembang dengan cepat serta
menghasilkan hormon estrogen, progesteron dan androgen. Hormon estrogen
berfungsi untuk merangsang perkembangan oviduct, sedangkan progesteron dan
androgen penting untuk merangsang oviduct dalam pembentukan albumen telur
(Card dan Nesheim, 1972).
Lama Pencahayaan
North dan Bell (1990) menyatakan bahwa, intensitas cahaya, panjang periode
hari terang dan pola pergantian hari menghasilkan respon biologi yang berhubungan
dengan produksi telur. Gordon (1994) menyatakan bahwa pemberian cahaya pada
unggas ditujukan agar unggas mendapatkan kesempatan untuk makan, minum serta
aktivitas lainnya, selain itu cahaya juga penting dalam proses reproduksi. Pemberian
cahaya secara terus-menerus selama 24 jam perhari dapat mengganggu kenyamanan,
mengurangi kesempatan untuk istirahat, mengkibatkan stres daserta mengganggu kesehatan.
Mufti (1997), melaporkan bahwa pemberian cahaya 16 jam per hari dan
tingkat protein pakan 22,8% selama periode pertumbuhan telah menghasilkan kinerja
yang optimal selama periode pertumbuhan maupun periode bertelur. Peningkatan
jumlah cahaya sampai 20 jam perhari dapat menigkatkan produksi telur dan konversi
ransum. Purwantoro (2005) dalam panduan beternak puyuh dari Malaysia,
menyatakan bahwa untuk produksi telur yang optimum, puyuh petelur membutuhkan
17 jam cahaya setiap hari, dua belas jam adalah dari cahaya matahari dan lima jam
agar memberikan hasil performan yang baik, sebaiknya diberikan jenis lampu dengan
lama pencahayaan setiap harinya 24 jam.
Intensitas Cahaya
North dan Bell (1990), melaporkan bahwa setelah beberapa kali percobaan,
burung akan menemukan jalannya ke tempat pakan dan kemudian makan, ketika
intensitas cahaya minimal seperempat footcandle (≥2,69 lux). Morris (1994)
menyatakan bahwa ada hubungan kurviliniar antara intensitas cahaya dengan
produksi telur. Produksi telur yang optimal dicapai pada intensitas 5 lux yang diukur
didepan cage. Tucker dan Charles (1993), menyatakan bahwa intensitas cahaya antara 1,74 lux sampai 34 lux tidak mepengaruhi bobot telur yang diproduksi.
Performa Produksi
Produksi Telur
North dan Bell (1990) menyatakan bahwa produksi telur sangat ditentukan
oleh strain burung, umur pertama bertelur, kematian sebelum masa bertelur, konsumsi pakan dan kandungan protein pakan. Menurut Setyawan (2006), produksi
telur ditentukan oleh produksi ovum dan produksi ovum ditentukan oleh jumlah
pakan yang dikonsumsi dan proses hormonal.
Eishu, et al. (2005), dari hasil penelitiannya melaporkan bahwa pemberian pakan dengan kandungan protein yang berbeda, lama pencahayaan 16 jam/hari dan
suhu 22,5°C menghasilkan produksi telur seperti dalam Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Produksi Telur Burung Puyuh Pada Level Protein yang Berbeda
Level Protein Umur (minggu)
6-10 10-20 20-32 6-32
Makund (2006) melaporkan bahwa pemberian pakan dengan kandungan
9-19 minggu dengan konversi pakan 3,43. Pemberian pakan dengan kandungan
energi 2900 Kkal/kg produksi tidak berbeda yaitu 78,59% dengan konversi pakan
3,34.
Burung puyuh akan mulai bertelur pada umur 42 hari. Pada permulaan masa
bertelur, produksi telurnya sedikit dan akan cepat meningkat sesuai bertambahnya
umur. Puyuh mencapai puncak produksi lebih dari 80% pada minggu ke-13 (Tetty,
2002). Telur saat permulaan bertelur berukuran kecil ukuran telur membesar sesuai
pertambahan umur dan akan mencapai besar yang stabil. Burung puyuh yang awal
bertelur terlalu muda akan menghasilkan telur yang lebih kecil apabila dibandingkan
dengan telur yang dihasilkan oleh burung puyuh yang lambat mulai bertelurnya
Nugroho dan Manyun (1986).
Bobot Telur
North dan Bell (1990) menyatakan bahwa bobot telur adalah hasil dari sifat
genetika kuantitatif atau sifat dengan heritabilitas tinggi, sehingga kurang
dipengaruhi oleh lingkungan dan lebih mudah untuk meningkatkan bobot telur
melalui manipulasi bobot telur pada strain burung oleh ahli genetika. Noor (2000), menyatakan bahwa sifat bobot telur mempunyai nilai heritabilitas (h2) yang tinggi
yaitu sebesar 60%.
North dan Bell (1990) menyatakan bahwa variasi bobot telur biasanya
seragam hanya pada telur double yolk dan telur abnormal lainnya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan variasi bobot telur antara lain pola alami produksi telur,
akibat pakan dan menajemen serta faktor lain yang berhubungan dengan genetik.
Pola alami produksi telur yaitu ketika ayam baru mulai bertelur, telur berukuran kecil
secara berangsur-angsur bobot telur meningkat seiring pertambahan umur ayam dan
mencapai bobot maksimum ketika mendekati akhir masa bertelur. Nugroho dan
Manyun (1986) juga menyatakan bahwa telur puyuh saat permulaan bertelur
berukuran kecil, ukuran telur membesar sesuai pertambahan umur dan akan
mencapai besar yang stabil.
North dan Bell (1990) menyatakan bahwa temperatur lingkungan dan
konsumsi pakan merupakan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi bobot
telur. Kenaikan suhu lingkungan dapat menurunkan menurunkan ukuran telur dan
kuning telur dibandingkan faktor yang lain. Kuning telur dan albumen berhubungan
erat dengan perubahan periode produksi. Kuning telur bobotnya 22-25% dari bobot
telur keseluruhan. Kenaikan bobot telur akan mengakibatkan kenaikan bobot kuning
telur lebih banyak dari albumen.
Hasil penelitian Eishu, et al. (2005) pada burung puyuh yang berumur 8-9 minggu pada suhu 22,5-32oC, pemberian pakan dengan kandungan protein 22%
bobot telurnya 9,2 gram. Pada umur 20-21 dan 31-32 minggu pemberian pakan
dengan kandungan protein 22% bobot telurnya 10,1 gram dan 11,0 gram.
Konsumsi Pakan
Menurut North dan Bell (1990), pakan pada unggas akan diperlukan untuk
empat alasan yaitu untuk body maintenence, pertumbuhan, pertumbuhan bulu dan produksi telur. Faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan harian pada unggas
dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok faktor yang berpengaruh dominan adalah
kandungan energi pakan dan suhu lingkungan. Kelompok faktor yang berpengaruh
minor adalah strain burung, berat tubuh, Bobot telur harian, pertumbuhan bulu, derajat stress dan aktivitas burung. Gordon (1994) menyatakan bahwa pemberian
cahaya pada unggas ditujukan agar unggas mendapatkan kesempatan untuk makan,
minum serta aktivitas lainnya, selain itu cahaya juga penting dalam proses
reproduksi.
North dan Bell (1990), menyatakan bahwa kenaikan suhu lingkungan akan
menurunkan konsumsi pakan, menurunkan produksi telur, menurunkan ukuran telur,
menurunkan kualitas kerabang telur dan sebaliknya meningkatkan konversi pakan
serta konsumsi air. Islam (2003) melaporkan bahwa pengaturan siklus temperatur
lingkungan siang dan malam yang dilakukan pada ayam petelur white leghorn dapat mempengaruhi tingkahlaku makan pada ternak. Pengaturan temperatur pada siang
dan malam 25-33oC, 33-25oC dan temperatur tetap 29-29oC berpengaruh nyata
terhadap konsumsi pakan. Pakan yang dikonsumsi pada temperatur 25-33oC adalah
78 g/hari berbeda dengan temperatur tetap 29-29oC yaitu 94 g/hari.
Makund (2006) menyatakan bahwa pada puyuh petelur umur 9-19 minggu
dengan kandungan energi 2900 Kkal/kg adalah 30,02 gram per ekor per hari
sedangakan pada pemberian pakan dengan kandungan energi 2700 Kkal/kg adalah
sedikit pakan yang di konsumsi. Kusumoastuti (1992) melaporkan bahwa, pada
puyuh petelur umur 13-19 minggu dapat mengkonsumsi pakan sebanyak
127,12-165,15 g/ekor/minggu. Sumbawati (1992) mendapatkan hasil yang berbeda yaitu
pada puyuh petelur umur 10-20 minggu dapat mengkonsumsi pakan sebanyak
109,69-135,59 g/ekor/minggu.
Burung puyuh membutuhkan pakan dengan kandungan protein yang berbeda
pada tiap periode. Pada periode starter minimal kandungan protein kasar 24 % dan energi termetabolis 2900 Kkal/kg. Pada periode grower minimal kandungan protein kasar 20 % dan energi termetabolis 2700 Kkal/kg. Pada periode layer minimal kandungan protein kasar 22 % dan energi termetabolis 2900 Kkal/kg (SNI, 1995).
Tetty (2002), menyatakan bahwa untuk mencapai produksi yang optimum, sebaiknya
puyuh pada periode bertelur diberi ransum dengan tingkat protein 20% sedangkan
energi metabolis sebesar 2800 Kkal/kg ransum.
Konversi Pakan
Konversi pakan merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang
dikonsumsi (gram) dengan produksi telur (gram) yang dihasilkan. Konversi ransum
dapat digunakan untuk mengukur keefisienan ransum, semakin rendah angka
konversi ransum berarti efisiensi penggunaan ransum semakin tinggi dan sebaliknya
semakin tinggi angka konversi ransum berarti tingkat efisiensi ransum semakin
rendah. Konversi pakan dipengaruhi oleh bangsa burung, manajemen, penyakit serta
pakan yang digunakan (Ensminger, 1992).
Makund (2006) menyatakan bahwa, pemberian pakan pada umur 9-19
minggu dengan kandungan energi 2700 Kkal/kg konversi pakannya adalah 3,43,
sedangkan pada kandungan energi 2900 Kkal/kg konversi pakan tidak berbeda yaitu
3,34. Sumbawati (1992) melaporkan bahwa, pada puyuh petelur umur 10-20 minggu
pada penggunaan beberapa tingkat zeolit dengan tingkat protein dalam ransum
burung puyuh dapat mengkonsumsi pakan sebanyak 109,69-135,59 g/ekor/minggu
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di peternakan Bapak Senen Harto Prayitno, Desa
Kajar, Kelurahan Tegalgiri, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali. Penelitian
dilaksanakan mulai dari bulan 20 Juli sampai dengan 2 September 2006.
Materi Ternak
Ternak yang digunakan adalah puyuh petelur Coturnix coturnix japonica
berumur enam minggu sebanyak 250 ekor, yang berasal dari Pembibit lokal milik
Bapak Sunaryo di Desa Kajar, Kelurahan Tegalgiri, Kecamatan Nogosari, Kabupaten
Boyolali.
Pakan
Pakan yang digunakan adalah pakan puyuh komersial Formula Q-504 yang
diproduksi oleh PT Sierad Produce dengan kode produksi No.572247 spesifikasi
puyuh petelur untuk periode bertelur (6-12 minggu), bentuk pelet dengan kandungan
protein 22% dan energi metabolis 2.900 Kkal/kg.
Vitamin
Vitamin yang digunakan Vita Stress dan Medi Egg produk dari PT. Medion.
Kandang
Kandang yang digunakan adalah kandang cage sebanyak 25. Cage
mempenyai panjang 80 cm, lebar 50 cm dan tinggi 25 cm kapasitas 10 ekor.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempat pakan, tempat
air minum, ember, alat tulis, lampu merek Osram yang berkekuatan masing-masing 5
watt berjumlah 25 buah, kabel, fitting dan tirai untuk pemisah antar kandang (kardus
berwarna cokelat), timbangan telur dan pakan merek JPT-2 kapasitas 200 g dengan skala terkecil 0,1 g.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Sebagai perlakuan
ialah lama pencahayaan. Terdiri dari 5 taraf perlakuan: P1, P2, P3, P4 dan P5
masing-masing dengan lama pencahayaan puyuh periode produksi selama 16, 18,
20, 22 dan 24 jam/hari. Setiap perlakuan diulang 5 kali. Setiap ulangan terdiri dari 10
ekor, dengan model matematika sebagai berikut :
Yij = μ + αi + εij
Yij : Nilai pengamatan pada pemberian cahaya ke-i dan ulangan ke-j
μ :Rataan umum
αi :Pengaruh perlakuan pemberian cahaya ke-i
εij :Pengaruh galat percobaan pemberian cahaya ke-i pada ulangan ke-j
Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis ragam (Anova). Apabila
terdapat hasil yang berbeda maka dilanjutkan dengan Uji Tukey dan Uji Kontras
Polynomial Ortogonal (Mattjik dan Sumertajaya, 2002).
Peubah yang diamati meliputi konsumsi pakan, produksi telur, bobot telur
dan konversi pakan.
Prosedur
Persiapan Kandang
Sebelum penelitian dimulai, kandang dibersihkan dengan air untuk
menghilangkan sisa kotoran, setelah kering kemudian disucihamakan dengan
disinfektan. Ruangan disekat menjadi 25 petak dengan menggunakan kardus.
Kandang 25 buah masing-masing ditempatkan di petak yang berbeda kemudian
diberi nomor 1-25. Burung puyuh 250 ekor dibagi menjadi 25 kelompok
masing-masing 10 ekor. Penempatan ke dalam kandang dengan sistem acak.
Pemeliharaan
Pemberian pakan dan minum dilakukan ad libitum. Pemberian pakan dan minum dilakukan sehari sekali pada pagi hari pukul 07.30 WIB. Pencatatan
dilakukan pada pemberian pakan harian dan sisa pakan untuk mengetahui konsumsi
pakan.
Pengambilan telur dilakukan satu kali sehari yaitu pada malam hari pukul
Pencatatan dilakukan pada jumlah telur tiap kandang dan dilakukan penimbangan
telur tiap kandang setiap hari untuk mengetahui jumlah telur dan bobot telur
Pemasangan lampu dilakukan dengan jarak 50 cm dari kandang, setelah
dilakukan pengukuran didapatkan intensitas cahaya lampu 5 watt dengan jarak 50 cm
adalah 11,2 lux. Pemberian cahaya dilakukan dengan 12 jam cahaya matahari
kemudian sisanya ditambahkan cahaya lampu. Penambahan cahaya diberikan di
awal. Penambahan cahaya dilakuan sebelum cahaya matahari muncul, sehingga
lampu dinyalakan untuk P1, P2, P3, P4 dan P5 masing-masing pukul 02.00, 24.00,
22.00, 20.00 dan 18.00 WIB.
Pemberian vitamin Vitastres dilakukan setelah pindah kandang tiga hari
berturut-turut. Pemberian vitamin dilakukan untuk menghilangkan stres setelah
pindah kandang. Pemberian Medi Egg dilakukan untuk merangsang produksi telur.
Pemberian Medi Egg dilakukan satu kali dalam seminggu.
Pengaruh Peubah
Produksi telur (%) yang dihitung dari jumlah telur yang dihasilkan dibagi
jumlah puyuh kemudian dikalikan 100%. Konsumsi pakan (gram) yang dihitung dari
total pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan kemudian dibagi jumlah puyuh
dalam kandang dan jumlah hari penelitian. Bobot telur (gram) yang dihitung dari
total telur dibagi total bobot telur. Konversi pakan yang dihitung dari jumlah ransum
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Telur
Tatalaksana pemeliharaan selama periode produksi sangat menentukan
kemampuan puyuh dalam memproduksi telur. Hasil pencatatan produksi telur selama
penelitian diperoleh bahwa rataan produksi berkisar antara 52% sampai 72,22%.
Rataan produksi telur selengkapnya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan Produksi Telur selama Penelitian
Lama Pencahayaan Produksi Telur
--- jam/hari --- --- % ---
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama pencahayaan berpengaruh
nyata terhadap rataan produksi telur. Uji Tukey perlakuan terhadap rataan persentase
produksi telur diperoleh bahwa pemberian cahaya 18 jam/hari berbeda dengan
pemberian cahaya 22 jam/hari. Pemberian cahaya 18 jam/hari tidak berbeda dengan
pemberian cahaya 16, 20 dan 24 jam/hari. Pemberian cahaya 22 jam/hari tidak
berbeda dengan pemberian cahaya 16, 20 dan 24 jam/hari.
Uji kontras polynomial ortogonal menunjukkan berbeda nyata pada kurva
respon berbentuk kubik dengan titik maksimum pada pemberian cahaya 22 jam/hari.
Pemberian cahaya 22 jam/hari menghasilkan produksi yang lebih baik dari
pemberian cahaya 16, 18, 20 dan 24 jam/hari, berarti kebutuhan optimal cahaya pada
puyuh selama penelitian adalah sebesar 22 jam/hari. Pada pencahayaan 24 jam/hari,
produksi telurnya sebesar 59,29%, lebih rendah dibandingkan pencahayaan 22
jam/hari yaitu 67,47%. Hal tersebut disebabkan karena kebutuhan cahaya untuk
pembentukan hormon sudah berlebih, sehingga berdampak pada aktifitas puyuh yang
berlebih dan puyuh kurang mendapat kesempatan untuk istirahat, akibatnya puyuh
ayam, pemberian cahaya secara terus-menerus selama 24 jam/hari dapat
mengganggu kenyamanan, mengurangi kesempatan untuk istirahat, mengakibatkan
stres serta mengganggu kesehatan.
Produksi telur sangat ditentukan oleh konsumsi pakan, kandungan protein
pakan dan faktor hormonal dalam proses pembentukan telur. Pada periode layer,
kebutuhan cahaya sangat penting untuk proses pembentukan dan pelontaran ovum.
Cahaya yang diberikan pada unggas akan diterima oleh mata dan kemudian diolah
oleh bagian otak yang disebut hypotalamus. Hypotalamus ini berperan dalam merangsang pituitary anterior untuk mensekresikan hormon LH (Luteinizing Hormone) yang berperan dalam proses pelontaran ovum dan FSH (Follicle Stimulating Hormone) yang berperan dalam proses pematangan ovum. Kecukupan cahaya akan mempengaruhi produksi hormon dan selanjutnya akan menentukan
produksi ovum. Produksi ovum yang optimal akan menyebabkan produksi telur juga
akan optimal.
Dari hasil penelitian ini, hubungan antara lama pencahayaan (X) dengan
produksi telur (Y) yang dicapai selama 7 minggu produksi pertama dapat dilihat pada
gambar 3.
Gambar 3. Hubungan antara Lama Pencahayaan (jam/hari) dengan Produksi Telur (%)
Hubungan antara lama pencahayaan (X) dengan produksi telur (Y) dapat
dinyatakan dalam persamaan kurva polynomial berbentuk kubik Y = -1,7233 X3 +
determinasi 95,57% menunjukkan bahwa 95,57% keragaman produksi telur selama
penelitian disebabkan oleh keragaman lama pencahayaan.
Rataan produksi telur seluruh perlakuan selama penelitian adalah 62,76%.
Produksi telur tersebut lebih baik dari hasil penelitian Eishu, et al. (2005) yang dilakukan pada burung puyuh yang berumur 6-10 minggu dengan pemberian pakan
yang mengandung protein 22% menghasilkan produksi telur 51,3%. Perbedaan
tersebut disebabkan karena pada penelitian ini dipelihara sampai umur 13 minggu,
sedangkan penelitian Eishu hanya sampai 10 minggu. Pada awal bertelur, produksi
telur masih sedikit dan semakin meningkat sesuai pertambahan umur hingga
mencapai puncak produksi pada minggu ke-15. Pada umur 11-13 minggu produksi
telur sudah stabil dan mendekati puncak produksi, sehingga rataan produksi telurnya
lebih tinggi. Rataan produksi telur per minggu dari minggu ke-7 sampai ke-13
disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik Produksi Telur Mingguan
Produksi telur seluruh perlakuan mengalami peningkatan dari minggu ke-7
sampai ke-13, masing-masing 7,77%, 41,25%, 68,8%, 79,84%, 82,06%, 85,78% dan
88,52%. Pada permulaan bertelur, telur yang dihasilkan masih sangat sedikit dan
semakin meningkat. Dari minggu ke-10 mulai stabil sampai minggu ke-13.
Pemberian cahaya selama 22 jam memberikan efek peningkatan produksi telur pada
dua minggu pertama bertelur sampai dua kali lebih banyak dari yang lain dan
Bobot Telur
Hasil pencatatan bobot telur selama penelitian diperoleh rataan bobot telur
berkisar antara 9,78 gram/butir sampai 10,95 gram/butir. Rataan bobot telur
selengkapnya disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan Bobot Telur selama Penelitian
Lama Pencahayaan Bobot Telur
--- jam/hari --- --- gram/butir ---
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama pencahayaan tidak
berpengaruh terhadap rataan bobot telur yang dihasilkan. Bobot telur merupakan
salah satu tampilan produksi yang dipengaruhi oleh faktor genetik. Hal tersebut
tercermin dari nilai heritabilitas (h2) yang tinggi pada unggas yaitu sebesar 60%
untuk bobot telur (Noor, 2000). Muir dan Agrey (2003) juga menyatakan bahwa sifat
bobot telur pada ayam petelur strain pure memiliki nilai heritabilitas 75%. Nilai heritabilitas 75% menunjukkan bahwa sifat bobot telur, 75% ditentukan oleh faktor
genetik ternak tersebut dan 25% ditentukan oleh faktor lingkungan. Cahaya
merupakan sebagian kecil dari faktor lingkungan, sehingga lama pemberian cahaya
kurang mempengaruhi bobot telur.
North dan Bell (1990) menyatakan bahwa bobot telur biasanya seragam,
hanya pada telur double yolk dan telur abnormal lainnya yang tidak seragam. Bobot telur dari hasil penelitian ini cukup seragam dengan koefisien keragaman 2,13%.
Faktor yang menyebabkan variasi bobot telur antara lain pola alami produksi telur,
akibat pakan dan menajemen serta faktor lain yang berhubungan dengan genetik.
Pola alami produksi telur yaitu telur yang dihasilkan ketika baru mulai bertelur, telur
yang dihasilkan berukuran kecil dan semakin besar sampai bobot telur yang stabil.
Rataan bobot telur selama penelitian umur 7-13 minggu adalah 10,37
gram/butir. Rataan bobot telur tersebut lebih tinggi dari hasil penelitian yang
pemberian pakan yang mengandung protein 22% yaitu 9,2 gram. Hal itu disebabkan
karena bobot telur semakin tinggi sejalan dengan bertambahnya umur sampai bobot
yang stabil. Bobot telur per minggu disajikan pada Gambar 5.
0.00
Gambar 5. Grafik Bobot Telur Mingguan
Telur yang dihasilkan pada saat permulaan produksi berukuran kecil, ukuran
telur membesar sesuai pertambahan umur dan mencapai besar yang stabil. Bobot
telur pada minggu ke-7 masih sangat rendah karena puyuh baru belajar bertelur
sehingga ukurannya kecil. Pada minggu ke-9 sampai ke-13, ukuran telur sudah stabil
diatas 10 gram/butir.
Konsumsi Pakan
Hasil pencatatan konsumsi pakan selama penelitian diperoleh konsumsi pakan
berkisar antara 20,96 gram/ekor/hari sampai 23,82 gram/ekor/hari. Rataan konsumsi
pakan selengkapnya disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan Konsumsi Pakan selama Penelitian
Lama Pencahayaan Konsumsi Pakan
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama pencahayaan tidak
berpengaruh terhadap rataan konsumsi pakan. Pada ternak unggas, ada faktor
pembatas konsumsi pakan yaitu kapasitas tembolok dan kebutuhan energi (North dan
Bell, 1990). Burung puyuh yang mendapatkan cahaya lebih lama akan mempunyai
kesempatan untuk mengkonsumsi pakan lebih banyak dari pada yang lain, tetapi
adanya faktor pembatas tersebut menyebabkan burung puyuh akan berhenti makan
ketika kebutuhan energinya telah terpenuhi. Pakan yang diberikan selama penelitian
sudah sesuai dengan kebutuhan puyuh yang telah ditetapkan dalam SNI (1995)
dengan kandungan energi 2900 Kkal/kg. Burung puyuh yang digunakan dalam
penelitian ini mempunyai umur yang sama yaitu enam minggu sehingga kapasitas
temboloknya tidak jauh berbeda. Hal tersebut menyebabkan konsumsi pakan seluruh
perlakuan tidak berbeda.
Rataan konsumsi pakan tiap ekor per hari selama penelitian adalah 22,24
g/ekor/hari. Rataan konsumsi pakan ini hampir sama dengan penelitian yang
dilakuakan Kusumoastuti (1992) pada puyuh petelur umur 13-19 minggu yaitu
18,16-23,59 gram/ekor/hari, tetapi masih lebih rendah dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Makund (2006) yaitu 30,02 gram/ekor/hari. Pada penelitian ini,
konsumsi pakan meningkat tiap minggu, sehingga sangat memungkinkan konsumsi
pakannya akan sama dengan penelitian Makund jika dipelihara sampai umur 19
minggu. Konsumsi pakan tiap perlakuan per minggu dapat dilihat pada Gambar 6.
18.00
Pakan pada puyuh petelur digunakan untuk maintenance dan produksi telur. Kebutuhan pakan untuk maintenance dalam keadaan lingkungan yang stabil hampir sama pada setiap minggu, tetapi untuk produksi telur semakin meningkat seiring
peningkatan produksi telur. Hal tersebut menyebabkan konsumsi pakan semakin
meningkat dari minggu ke-7 sampai ke-13. Konsumsi pakan pada pemberian cahaya
24 jam/hari terlihat sedikit lebih tinggi dari perlakuan lain karena waktu untuk
mengkonsumsi pakan lebih lama dari yang lain.
Konversi Pakan
Hasil perhitungan konversi pakan selama penelitian diperoleh rataan konversi
pakan berkisar antara 3,07 sampai 4,09. Rataan konversi pakan selengkapnya
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Konversi Pakan selama Penelitian
Lama Pencahayaan Konversi Pakan
--- jam/hari --- ---
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama pencahayaan tidak
berpengaruh terhadap rataan konversi pakan. Konversi pakan dipengaruhi oleh
beberapa hal diantaranya adalah strain unggas, manajemen, penyakit dan pakan yang digunakan (Ensminger, 1992). Lama pencahayaan merupakan salah satu faktor
manajemen pada pemeliharaan puyuh. Lama pencahayaan mempengaruhi konversi
pakan melalui jumlah pakan yang dikonsumsi. Burung puyuh yang mendapatkan
cahaya lebih lama akan mempunyai kesempatan untuk mengkonsumsi pakan lebih
banyak dari pada yang lain, tetapi adanya faktor pembatas konsumsi menyebabkan
burung puyuh akan berhenti makan ketika kebutuhan energinya telah terpenuhi. Hal
itu menyebabkan konversi pakan perlakuan satu dengan yang lain tidak berbeda.
Pada ayam, pemberian cahaya minimal adalah 16 jam/hari, pemberian cahaya
mengurangi kesempatan untuk istirahat, mengakibatkan stress serta mengganggu kesehatan (North dan Bell, 1990). Burung puyuh sangat rentan terhadap penyakit dan
kematian pada umur dua minggu pertama dan menjelang afkir. Pada dua minggu
pertama, puyuh sangat rentan terhadap lingkungan. Hal itu disebabkan karena bulu
belum tumbuh sempurna. Penyakit yang sering menyerang pada dua minggu pertama
antaralain Burung puyuh yang digunakan dalam penelitian ini berumur 6 minggu
sehingga jarang terserang penyakit.
Konversi pakan pada unggas adalah konversi pakan semu karena pakan
selain digunakan untuk produksi telur juga untuk pertumbuhan. Pada penelitian ini,
pertumbuhan yang terjadi tidak berbeda untuk seluruh perlakuan sehingga konversi
dihitung dari produksi telur. Konversi pakan dari produksi telur yang dicapai dalam
penelitian ini adalah 3,44. Konversi pakan ini hampir sama dengan hasil penelitian
Sumbawati (1992) yaitu 3,00-3,61 serta penelitian Makund (2006) yaitu 3,34. Pada
penelitian Makund (2006) lebih baik karena burung puyuh yang digunakan lebih
mendekati puncak produksi sehingga prroduksi telur lebih banyak. Konversi pakan
tiap perlakuan per minggu dapat dilihat pada Gambar 7.
0.000
Gambar 7. Grafik Konversi Pakan Mingguan
Pada permulaan produksi, konversi pakan kurang baik karena pada produksi
telur masih sangat rendah. Konversi pakan mulai stabil pada minggu ke-9 yang
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Perbedaan lama pencahayaaan memberikan pengaruh yang berbeda pada
produksi telur burung puyuh. Pemberian cahaya 22 jam/hari menghasilkan produksi
telur yang paling baik daripada pemberian cahaya 18, 16, 20 serta 24 jam/hari.
Perbedaan lama pencahayaaan tidak berpengaruh terhadap konsumsi pakan, bobot
telur dan konversi pakan.
Saran
Penelitian tentang pengaruh lama pencahayaan masih perlu dilanjutkan pada:
1. Intensitas yang berbeda
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan Syukur penulis panjatkan ke kehadirat Alloh SWT atas rahmat,
hidayah dan ridho-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta
salam bagi Nabi Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada kedua orang tua yang selalu memberi yang terbaik untuk
anaknya serta do’a dan kasih sayangnya serta materi yang telah diberikan tanpa
pamrih. Kepada Ir. Niken Ulupi, MS dan Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr selaku
dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, menuntun, mengarahkan dan
membimbing penulis dengan sabar sejak awal hingga selesainya penulisan skripsi
ini. Kepada Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu H.S., MS dan Dr. Ir. Asep Sudarman, M.Rur.
Sc. yang telah meguji, mengkritik dan memberikan sumbangan pemikiranserta
masukan dalam penulisan skripsi ini.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada kakak Basuki dan adik
Aisyah Asih Widihastuti yang selalu memotivasi dalam menyelesaikan penulisan
skripsi. Sahabat saya Asih Handayani dan Dhafing Agung Nugroho yang selalu
memberikan dorongan dan semangat pada penulis. Teman-teman seperjuangan di
Koperasi Mahasiswa IPB dan UNS yang selalu memotivasi penulis. Teman-teman
seperjuangan di Program Studi Teknologi Produksi Ternak Angkatan 40.
Terakhir penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh civitas academika
Fakultas Peternakan IPB. Semoga Allah SWT membalas atas semua kebaikannya,
dan semoga kita menjadi hamba yang bertawakal dan selalu berada dalam lindungan
dan petunjuk-Nya hingga akhir zaman nanti. Amiiin.
Bogor, 9 Maret 2007
DAFTAR PUSTAKA
Card, L. E. and M. C. Nesheim. 1972. Poultry Production. 7th Ed. Lea and Febringer, Philadelphia.
Cockrem, JF and BK Follett. 1985. Circadian rhythm of melatonin in the pineal gland of the Japanese quail (Coturnix coturnix japonica). Journal of Endocrinology, Vol 107, Issue 3, 317-324
Eishu, Ri, et al. 2005. Effects of dietary protein levels on production and caracteristics of japanese quail egg. The Journal of Poultry Science, 42 : 130-139.
Ensminger, M. A. 1992. Poultry Science (Animal Agricultural Series). 3th Edition. Instate Publisher, Inc. Danville, Illiones.
Frendson , R. D.1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak 4th ed. Gadjahmada University Press. Yogyakarta.
Gordon, S.H. 1994. Effects of day length and increasing daylength programmes on broiler welfare and performance. Word Poultry Science Journal. 50:269-282
Helinna dan Mulyantono. 2002. Bisnis puyuh juga bertumpu pada DKI. Majalah Poultry Indonesia. Edisi Juli.
Islam M, Saiful, Masanori Fujita and Thosio Ito. 2003. Behavioral activities and energy expenditure of white leghorn laying hens under day-night cyclic temperature. Journal of Poultry Science, 40 : 194-201
Kusumoastuti, E.S. 1992. Pengaruh zeolit dalam ransum puyuh (Coturnix coturnix japonica) terhadap produksi dan kualitas telur pada periode produksi umur 13-19 minggu. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Makund, K,M, et al. 2006. Response of laying japanese quail to dietary calcium levels at two levels energy. The Journal of Poultry Science, 43 : 351-356, 2006
Mattjik, A. A. dan I. M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid 1. Edisi ke-2. IPB Press, Bogor.
Morris, T. R. 1994. Lighthing for layer : what we know and we need to know. World Poultry Science Journal. 50 : 283-287
Muir,W.M dan S.E, Agrey (2003). Poultry Genetics Breeding and Biotechnology. Cabi Publishing. Indiana.
Mufti, M. 1997. Dampak fotoregulasi dan tingkat protein ransum selama periode pertumbuhan terhadap kinerja puyuh petelur. Tesis. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ncsu. 2006. Light Intensity Measurements. http://www.ces.ncsu.edu/depts/poulsci/ tech_manuals/light_intensity_measurements. html. 13 Desember 2006.
Nooor, R, R. 2000. Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Bogor.
National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. National Academy of Science. Washington D. C.
Nugroho, dan I. G. K. Mayun. 1986. Beternak Burung Puyuh. Penerbit Eka Offset, Semarang.
Ohta, M., C. sKodota dan H. Konishi. 1989. A role of melatonin in the initial dtage of photo periodism in the japanese quail. Biology of Reproduction 40:935-941.
Pappas, J. 2002. “Coturnix Japonica” (On-line), Animal Diversity Web. http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Coturnix/ja ponica.html. (25 Mei 2006)
Permana, D, H. 2005. Performa produksi burung puyuh (coturnix coturnic japonica) umur 8-11 minggu pada perbandingan jantan dan betina yang berbeda.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Progressio, W. 2003. Burung Puyuh. http://warintek.progressio.or.id. (25 Mei 2006)
Purwantoro. 2005. Panduan Puyuh Penelur. http://agrolink.moa.my/jph/dvs/puyuh/ penelur/panduanpuyuhpenelur.html
Setyawan, M. 2006. Menyinari layer, menangguk telur. www.poultryindonesia.
com. (23 Mei 2006).
Standar Nasional Indonesia, 01-3905-1995. Ransum Puyuh Petelur Pemula (Quail
Starter)
Standar Nasional Indonesia, 01-3906-1995. Ransum Puyuh Petelur Dara (Quail
Grower)
Standar Nasional Indonesia, 01-3907-1995. Ransum Puyuh Petelur Dewasa (Quail
Layer)
Sudjarwo, Edhy. 2000. Upaya peningkatan penampilan melalui perlakuan jenis lampu dan lama penambahan cahaya pada burung puyuh. Tesis. Fakultas peternakan Univesitas Brawijaya Malang. Malang.
Sumbawati. 1992. Penggunaan beberapa tingkat zeolit dengan tingkat protein dalam ransum burung puyuh terhadap produksi telur, indeks putih telur dan indeks kuning telur. Skripsi. Fakultas peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sunarno. 2004. Potensi Burung Puyuh. Majalah Poultry indonesia Edisi Pebruari
hal.61.
Tetty. 2002. Puyuh Si Mungil Penuh Potensi. Agro Media Pustaka. Jakarata.
Tucker, P. dan D. L. Charles. 1993. Light intensity, intermitten lighthing and feeding regime during rearing as affecting egg production and egg quality. Poultry Science. 71 : 1101-1105.
Widjaja, H dan Haerudin, R. 2006. Rahasia Pancaindera Ayam. Majalah Trobos edisi Mei 2006.
Lampiran 1. Hasil Analisis Ragam Produksi Telur
SK db JK KT F-hitung P
Perlakuan 4 314.6 78.6 3.06 0.040*
Galat 20 513.2 25.7
Total 24 827.7
* : berbeda nyata
Lampiran 2. Hasil Analisis Ragam Bobot Telur
SK db JK KT F-hitung P
Perlakuan 4 0.1823 0.0456 0.67 0.619
Galat 20 1.3560 0.0678
Total 24 1.5382
Lampiran 3. Hasil Analisis Ragam Konsumsi Pakan
SK db JK KT F-hitung P
Perlakuan 4 2.108 0.527 1.18 0.351
Galat 20 8.947 0.447
Total 24 11.055
Lampiran 4. Hasil Analisis Ragam Konversi Pakan
SK db JK KT F-hitung P
Perlakuan 4 0.7331 0.1833 2.31 0.093
Galat 20 1.5848 0.0792
Total 24 2.3179
Lampiran 5. Keadaan lingkungan selama penelitian
Keadaan Tempat Siang Malam
Temperatur Luar Kandang 34,2oC 26,4oC
Dalam Kandang 34,5oC 27,2oC
Musim Kemarau
Lampiran 6. Komposisi pakan yang digunakan selama penelitian
Sumber: PT Sierad Produce, 2001
Lampiran 7. Data Produksi Telur Selama Penelitian
Ulangan Perlakuan
Total 311.33 293.11 330.67 337.33 296.44
Rataan 62.27 58.62 66.13 67.47 59.29
Lampiran 8. Data Bobot Telur Selama Penelitian
Lampiran 9. Data Konsumsi Pakan Selama Penelitian
Total 108.92 110.09 112.33 112.25 112.51
Rataan 21.78 22.02 22.47 22.45 22.50
Lampiran 10. Data Konversi Pakan Selama Penelitian
Ulangan Perlakuan
Lampiran 11. Uji Kontras Polynomial Ortogonal
Perlakuan P1 (16) P2 (18) P3 (20) P4 (22) P5 (24)
Pembanding 311,33 293,12 330,65 337,34 296,45