• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Usaha Suplementasi Mineral (Na, Ca, P dan Cl) Dalam Ransum Terhadap Produksi Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Umur 6 – 18 Minggu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Usaha Suplementasi Mineral (Na, Ca, P dan Cl) Dalam Ransum Terhadap Produksi Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Umur 6 – 18 Minggu"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

Bahendra T. Siagian : Analisis Usaha Suplementasi Mineral (Na, Ca, P dan Cl) Dalam Ransum Terhadap Produksi Telur ANALISIS USAHA SUPLEMENTASI MINERAL (Na, Ca, P dan Cl)

DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) UMUR 6 – 18 MINGGU

SKRIPSI

OLEH:

BAHENDRA T. SIAGIAN 030306029

IPT

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS USAHA SUPLEMENTASI MINERAL (Na, Ca, P dan Cl) DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR PUYUH

(Coturnix-coturnix japonica) UMUR 6 – 18 MINGGU

SKRIPSI

OLEH:

BAHENDRA T. SIAGIAN 030306029

IPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mengikuti Ujian Akhir Di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Skripsi :Analisis Usaha Suplementasi Mineral (Na, Ca, P dan Cl) Dalam Ransum Terhadap Produksi Telur Puyuh

(Coturnix-coturnix japonica) Umur 6 - 18 Minggu Nama : Bahendra T. Siagian

NIM : 030306029

Departemen : Peternakan Program Studi : Produksi Ternak

Disetujui Oleh:

Komisi Pembimbing

(Dra. Irawati Bachari)

Ketua Anggota

(Prof. Dr. Ir. Zulfikar siregar, MP)

Diketahui Oleh:

Ketua Departemen

(Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP)

(4)

ABSTRACT

Bahendra T. Siagian, 2009. ”The Effort Analysis of Minerals (Na, Ca, P and Cl) Suplementation in Feed to Quail’s (Coturnix-coturnix japonica) Egg Production at the 6 Until 18 Weeks of Age”. Under adviced of Dra. Irawati Bachari as supervisor and Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP as co-supervisor.

This research is held on the Biology Laboratory of animal science, Departement of Agriculture, North Sumatra University, Jln. Prof. Dr. A. Sofyan No.3, Medan. From November 2008 until February 2009.

The aims of this research are to know the economist rate of minerals (Na, Ca, P and Cl) suplementation in feed to quail’s (Coturnix-coturnix japonica) egg production at the 6 until 18 weeks of age that is seem from the sum of production cost, the sum of production income, profit and loss, break even point and income over feed cost.

This research is conducted by completely randomized design (CRD) which is consists of five treatments and four replications, each replications using five quails and the totals are 100 quails. The treatments are R0 = control (the product of C.P.I), R1 = R0 + 37,5g Ca + 0.00035g Na, R2 = R0 + 75g Ca + 0.00070g Na, R3 = R0 + 10g P + 0,00015g Cl, R4 = R0 + 20g P + 0,00030g Cl. Analysis of variance (ANOVA) statistically is used to analize the observations data and sum of production cost, the sum of production income, profit and loss, break even point of production volume and break even point of production price and income over feed cost as the variables.

(5)

ABSTRAK

Bahendra T. Siagian, 2009. ”Analisis Usaha Suplementasi Mineral (Na, Ca, P and Cl) Dalam Ransum Terhadap Produksi Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Umur 6 – 18 Minggu”. Dibawah bimbingan Ibu Dra.

Irawati Bachari selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP selaku anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jln. Prof. A.Sofyan No. 3, Medan mulai bulan November 2008 sampai Februari 2009.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl) dalam ransum terhadap produksi telur puyuh (Coturnix-coturnix japonica) umur 6 – 18 minggu yang paling ekonomis yang dapat terlihat dari total biaya produksi, total hasil produksi, laba/rugi, break even point dan income over feed cost.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 5 ekor puyuh betina sehingga jumlah keseluruhan 100 ekor. Perlakuan tersebut yakni, R0 = Kontrol (pakan produksi C.P.I), R1 = R0 + 37,5g Ca + 0.00035g Na, R2 = R0 + 75g Ca + 0.00070g Na, R3 = R0 + 10g P + 0,00015g Cl, dan R4 = R0 + 20 g P + 0,0003 g Cl. Data dianalisis dengan sidik ragam dengan parameter total biaya produksi, total hasil produksi, laba/rugi dan break even point.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Bahendra Torang Siagian, dilahirkan di Depok pada tanggal 2 Juli 1984, anak ke empat dari empat bersaudara, putra dari Bapak H.B. Siagian dan Ibu H.R.

Tahun 2000 masuk Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Tebing Tinggi, lulus

tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis menamatkan pendidikan di sekolah menengah

umum (SMU) negeri 1 Tebing Tinggi dan melanjutkan pendidikan di fakultas

pertanian universitas sumatera utara, medan melalui jalur seleksi penerimaan

mahasiswa baru (SPMB) dengan program studi produksi ternak, departemen

peternakan.

Kegiatan yang pernah diikuti penulis selama kuliah adalah menjadi

menjadi biro bidang minat dan bakat di himpunan mahasiswa departemen (HMD)

Peternakan, menjadi panitia MUSWIL ISMAPETI di Medan, menjadi ketua

panitia inaugurasi HMD peternakan FP-USU, menjadi ketua HMD Peternakan

FP-USU dan menjadi panitia seminar Bioethanol sebagai Energi Alternatif di

Fakultas Pertanian USU. Penulis juga aktif di organisasi ekstrakampus dimana

pernah menjadi unit pelaksana teknis buletin bulanan gerakan mahasiswa kristen

indonesia (GMKI) komisariat FP-USU, menjadi biro bidang pendidikan kader

GMKI komisariat FP-USU, dan menjadi panitia konferensi cabang GMKI medan.

Penulis mengikuti praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Mabarindo SMF,

di desa Gunung Tinggi kecamatan Pancur Batu, Medan dan melaksanakan

penelitian selama 3 bulan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini.

Adapun judul penelitian ini adalah ” Analisis Usaha Suplementasi

Mineral (Na, Ca, P and Cl) Dalam Ransum Terhadap Produksi Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Umur 6 – 18 Minggu ” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian akhir di Departemen Peternakan Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada

Ibu Dra. Irawati Bachari selaku ketua komisi pembimbing dan

Bapak Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP selaku anggota komisi pembimbing yang

telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam

menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari

kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun dari pembaca. Akhir kata, semoga hasil penelitian ini

bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, April 2009

(8)

DAFTAR ISI

Kebutuhan Nutrisi Ternak Puyuh ... 6

(9)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

Bahan dan Alat Penelitian ... 20

Metode Penelitian ... 21

Parameter Penelitian ... 22

Pelaksanaan Penelitian ... 24

Prosedur kerja ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 27

Total Biaya Produksi ... 27

Total Hasil Produksi ... 28

Analisis Laba-Rugi ... 28

BEP(Break Even Point) ... 29

IOFC (Income Over Feed Cost) ... 30

Pembahasan ... 32

Total Biaya Produksi ... 32

Total Hasil Produksi ... 33

Analisis Laba Rugi ... 35

BEP (Break Even Point) Harga ... 37

BEP(Break Even Point) Volume Produksi ... 38

IOFC (Income Over Feed Cost) ... 39

Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 41

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42

Saran ... 42

(10)

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Hal.

1 Perbedaan susunan protein dan lemak dari berbagai telur unggas.... 4

2 Kebutuhan zat–zat makanan dalam ransum burung puyuh (Coturnix–coturnix japonica) untuk daerah tropis………... 7

3 Jumlah ransum yang diberikan per hari menurut umur puyuh... 7

4 Sumber Calsium... 12

5 Sumber phosfor... 13

6 Suplementasi beberapa mineral makro dan mikro untuk ternak... 15

7 Rataan total biaya produksi ... 27

8 Rataan total hasil produksi... 28

9 Rataan rugi laba... 29

10 BEP harga produksi... 29

11 BEP volume prduksi... 30

12 Rataan IOFC... 31

13 Analisa ragam total biaya produksi... 32

14 Analisa ragam total hasil produksi... 33

15 Uji BNJ total hasil produksi... 33

16 Analisa ragam laba/rugi... 35

17 Uji Duncan laba/rugi... 36

18 Analisa ragam BEP harga produksi... 37

19 Uji BNT BEP harga produksi... 37

20 Analisa ragam BEP volume produksi... 38

21 Analisa ragam IOFC... 39

22 Uji Duncan IOFC... 40

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Hal.

1 Perhitungan unsur Na, Ca, P dan Cl dalam senyawa Na2CO3, CaCO3, (NH4)3PO4, dan NH4Cl...

42 2 Kandungan nutrisi ransum puyuh dewasa... 43 3 Rataan produksi telur puyuh perminggu selama penelitian (butir)... 43

4 Harga ransum perperlakuan……….. 43

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peternakan merupakan sektor penyumbang terbesar dalam penyediaan

kebutuhan pangan khusunya kebutuhan protein hewani. Kebutuhan protein

hewani semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk, meningkatnya

pengetahuan, peningkatan pendapatan serta kesadaran akan pentingnya kebutuhan

protein dalam kehidupan manusia.

Puyuh sebagai salah satu ternak unggas cocok diusahakan baik sebagai

usaha sambilan maupun komersil. Sebab, telur dan dagingnya semakin populer

dan dibutuhkan sebagai salah satu sumber protein hewani yang cukup penting.

Ditilik dari produksinya sebenarnya produksi telur burung ini cukup banyak

dengan produksi telur antara 250-300 butir pertahun.

Secara garis besar yang mempengaruhi produksi telur adalah faktor

genetik, ransum (kualitas dan konsumsi), keadaan kandang, temperatur, penyakit

dan stress (Yasin, 1988). Rasyaf (1995) juga mengemukakan bahwa faktor

ransum sangat perlu diperhatikan terutama zat-zat yang terkandung dalam ransum

yang diberikan karena dapat mempengaruhi produksi telur.

Kenyataannya dalam penyusunan ransum yang sering diperhatikan adalah

kandungan energi dan proteinnya. Selain energi dan protein kandungan mineral

dalam ransum juga perlu diperhatikan. Anggorodi (1985) menyatakan bahwa

mineral sebagai zat makanan diperlukan tubuh sama halnya seperti asam amino,

energi, vitamin dan asam lemak. Mineral digunakan untuk proses metabolisme

(13)

penggunaan mineral tubuh yang lebih banyak saat berproduksi. Defisiensi suatu

mineral jarang menyebabkan kematian tetapi berpengaruh langsung terhadap

kesehatan ternak dan berdampak pada penurunan produksi telur sehingga dapat

menyebabkan kerugian yang besar. Pada masa berproduksi adakalanya puyuh

mengalami penurunan produksi pada masa produktifnya, hal ini bisa disebabkan

selain kondisi lingkungan yang kurang mendukung juga faktor-faktor lainnya dan

salah satunya dapat diakibatkan karena kurang lancarnya proses metabolisme

tubuh karena tidak stabilnya kondisi asam basa pada tubuh. Salah satu upaya yang

diusahakan untuk menjaga kestabilan asam basa tubuh pada puyuh adalah dengan

suplementasi mineral essensial makro yakni Na, Ca yang bersifat basa dan P, Cl

yang bersifat asam dalam ransum

Mineral makro seperti (Ca, P, K, Cl, S, Na dan Mg) dan mineral mikro

(Fe, I, Zn, Cu, Mn, Co, Se dan Mo) diperlukan oleh ternak dalam jumlah cukup.

Kekurangan mineral dalam ransum dapat berpengaruh pada pertumbuhan puyuh,

penurunan produksi telur dan kanibalisme yang dapat menurunkan produksi

secara keseluruhan (McDonald, et al.,1995).

Analisis ekonomi ternak sangat diperlukan untuk mengetahui kelayakan

suatu usaha peternakan. Untuk itu penulis mencoba melakukan analis ekonomi

produksi telur puyuh (Coturnix-coturnix japonica) dengan suplementasi mineral

(14)

Tujuan Penelitian

Untuk menguji dan mengetahui analisis usaha dari suplementsi mineral

(Na, Ca, P dan Cl) dalam ransum puyuh (Coturnix-coturnix) umur 6-18 minggu.

Hipotesis Penelitian

Suplementasi mineral esensial (Na, Ca, P dan Cl) dalam ransum dapat

meningkatkan pendapatan dalam usaha ternak puyuh (Coturnix-coturnix

japonica) umur 6-18 minggu.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat khususnya peternak puyuh

tentang suplementasi mineral dalam ransum puyuh.

2. Sebagai bahan informasi bagi para peneliti dan kalangan akademis

maupun instansi yang berhubungan dengan peternakan.

3. Sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian akhir sarjana di

Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Ternak Puyuh

Puyuh adalah spesies atau subspesies dari genus Coturnix yang tersebar

diseluruh daratan, kecuali Amerika. Pada tahun 1870, puyuh jepang yang disebut

Japanese quail (Coturnix-coturnix japonica) mulai masuk ke Amerika. Awalnya,

puyuh kurang mendapat perhatian dari peternak. Tubuh dan telurnya kecil,

sedangkan cara hidupnya yang liar menimbulkan kesan bahwa puyuh sulit

diternakkan. Namun, setelah penelitian tentang puyuh menunjukkan bahwa puyuh

sangat mirip dengan ayam dan kalkun dari segi genetik, yaitu 38 pasang

kromosom dimana nilai gizi telur dan daging puyuh tidak kalah dengan unggas

lain barulah ternak kecil ini dilirik sehingga menambah penyediaan sumber

protein hewani dan memberikan konsumen banyak pilihan

(Listiyowati dan Roospitasari, 2005).

Murtidjo (1996) menyatakan bahwa kandungan protein dan lemak cukup

baik bila dibandingkan dengan unggas lainnya. Kandungan proteinnya tinggi,

tetapi kadar lemaknya rendah sehingga sangat baik untuk kesehatan. Perbedaan

susunan protein dan lemak telur puyuh dibandingkan dengan telur unggas lain

tertera pada Tabel 1.

(16)

Kalkun Sumber: Woodard, et al, 1973 dan Sastry, et al, 1982, disitasi oleh Murtidjo (1996)

Klasifikasi puyuh menurut Redaksi Agromedia (2002) adalah sebagai berikut:

Kelas : Aves (Bangsa burung)

Ordo : Galiformes

Sub Ordo : Phasianoidae

Famili : Phasianidae

Sub Famili : Phasianidae

Genus : Coturnix

Spesies : Coturnix-coturnix japonica.

Adapun kelebihan ternak puyuh dibandingkan dengan ternak unggas

lainnya adalah ternak puyuh sangat mudah pemeliharaannya, tidak banyak

memerlukan tenaga dan biaya yang banyak/besar; tidak banyak menyita tempat,

dapat menampung anak puyuh 100 ekor/m2 berumur 1-10 hari dan 60 ekor/m2 untuk puyuh berumur diatas 10 hari ; cepat berkembangbiaknya, sehingga

kebutuhan daging keluarga cepat terpenuhi ; disamping rasanya yang gurih seperti

daging ayam dan entok, puyuh ini memiliki kadar/nilai gizi yang sangat tinggi ;

dapat diusahakan sebagai usaha sambilan untuk tambahan penghasilan keluarga ;

dapat dijadikan sebagai usaha komersil, apabila pemeliharaannya dalam jumlah

yang banyak serta perawatannya yang baik dan dapat pula dijadikan mata

pencaharian pokok (Sutoyo, 1989).

Puyuh jenis Coturnix-citurnix japonica memiliki karakteristik sebagai

berikut : bentuk badannya lebih besar dari burung puyuh jenis lain ; mencapai

dewasa kelamin pada umur sekitar 42 hari ; puyuh betina mampu menghasilkan

(17)

bobot telur rata-rata 10 gram perbutir atau 7-8% dari bobot badannya ; warna

kerabang telur bervariasi dari coklat tua, biru, putih dengan bercak-bercak hitam ;

lama periode pengeraman antara 16-17 hari ; ciri khas perbedaan jantan dan betina

terdapat pada warna , suara dan berat tubuhnya. Warna puyuh betina pada bulu

leher dan dada bagian atas lebih terang serta terdapat totol-totol cokelat tua

sedangkan puyuh jantan bulu dadanya polos berwarna cinnamon (cokelat muda),

suara puyuh jantan lebih besar dibandingkan puyuh betina, bobot badan puyuh

betina lebih berat sekitar 143 gram/ekor daripada puyuh jantan sekitar 117

gram/ekor (Nugriho dan Mayun, 1982).

Kebutuhan Nutrisi Ternak Puyuh

Puyuh mempunyai dua fase pemeliharaan, yaitu fase pertumbuhan dan

fase produksi (bertelur). Fase pertumbuhan puyuh terbagi lagi menjadi dua

bagian, yaitu fase starter (umur 0-3 minggu) dan fase grower (umur 3-5 minggu).

Perbedaan fase ini berisiko pada pemberian ransum berdasarkan perbedaan

kebutuhannya. Anak puyuh berumur 0-3 minggu membutuhkan protein 25% dan

energi metabolis 2.900 kkal/kg. Pada umur 3-5 minggu kadar pakannya dikurangi

menjadi 20% protein dan 2.600 kkal/kg energi metabolis. Untuk puyuh dewasa

berumur lebih dari 5 minggu sama dengan untuk umur 3-5 minggu. Sementara

kebutuhan protein untuk pembibitan (sedang bertelur atau dewasa kelamin)

(18)

Tabel 2. Kebutuhan zat-zat nutrien dalam ransum puyuh (Coturnix-coturnix japonica) untuk daerah tropis

Zat-zat makanan (%) atau jumlah/kg makanan

Sumber: NRC (National Research Council), Nutrient Requirement of Poultry, 1984

Anggorodi (1995) menyatakan bahwa ransum yang diberikan pada ternak

harus disesuaikan dengan umur dan kebutuhan ternak. Hal ini bertujuan untuk

mengefisienkan penggunaan ransum. Kebutuhan ransum burung puyuh tertera

pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah ransum yang diberikan per hari menurut umur puyuh

Umur Puyuh Jumlah Ransum yang Diberikan

(g)/ekor/hari

Sumber: Gema Penyuluhan Pertanian, (1984), disitasi oleh Listiyowati dan Roospitasari (2005)

Produksi Telur Puyuh Konsumsi Ransum

Dalam mengkonsumsi ransum, burung puyuh dipengaruhi oleh beberapa

(19)

aktivitas ternak, energi ransum dan tingkat produksi. Konsumsi ransum juga

dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas ransum yang diberikan. Ransum yang

diberikan kepada ternak nilai gizinya harus disesuaikan dengan umur dan

kebutuhan ternak. Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah

nutrisi yang ada didalam ransum yang telah tersusun dari bahan ransum untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi ternak tersebut (Anggorodi, 1995).

Temperatur tinggi berpengaruh besar terhadap konsumsi ransum harian.

Konsumsi rendah bila temperatur tinggi dan meningkat bila temperatur rendah.

Suhu 16-24 0C adalah suhu yang ideal bagi burung puyuh untuk berproduksi maksimal (Gellispie, 1987).

Sifat khusus burung puyuh adalah mengkonsumsi ransum untuk

memperoleh energi sehingga jumlah ransum yang dimakan tiap harinya

berkecenderungan berhubungan erat dengan kadar energinya. Bila persentase

protein yang tetap terdapat dalam semua ransum, maka ransum yang mempunyai

konsentrasi ME tinggi akan menyediakan protein yang kurang dalam tubuh

unggas karena rendahnya jumlah ransum yang dimakan. Sebaliknya, bila kadar

energi kurang maka unggas akan mengkonsumsi ransum lebih banyak untuk

mendapatkan lebih banyak energi akibatnya kemungkinan akan mengkonsumsi

protein yang berlebihan (Tillman, dkk, 1991).

Wahyu (1997) menyatakan bahwa defisiensi beberapa mineral seperti

Calsium, Phosfor dan Natrium dapat mengakibatkan penurunan konsumsi ransum

sehingga dapat mengganggu pertumbuhan. Defisiensi natrium secara nyata

mengurangi penggunaan protein dan energi dan menghambat kemampuan

(20)

Konversi Ransum

Konversi ransum adalah banyaknya ransum yang dikonsumsi untuk

memproduksi satu butir telur. Dalam pengertian luas konversi adalah jumlah

ransum yang dihabiskan untuk tiap satuan produksi (pertambahan bobot badan,

telur dan produksi lainnya). Semakin banyak ransum yang dikonsumsi untuk

menghasilkan satu satuan produksi maka makin buruklah pakan tersebut. Baik

buruknya konversi ransum dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya mutu

ransum, kesehatan ternak dan tata cara pemberian ransum (Tillman, dkk, 1991).

Angka konversi ransum menunjukkan tingkat penggunaan ransum dimana

jika angka konversi semakin kecil maka penggunaan ransum semakin efisien dan

sebaliknya jika angka konversi besar maka penggunaan ransum tidak efisien

(Campbell, 1984).

Produksi Telur

Secara garis besar produksi telur puyuh dipengaruhi oleh beberapa faktor

antara lain, genetik dan faktor luar seperti ransum, kandang, temperatur,

lingkungan, penyakit dan stres (Yasin, 1988).

Puyuh mulai bertelur pada umur 42 hari dan akan berproduksi penuh pada

umur 50 hari. Dengan perawatan yang baik puyuh betina akan bertelur 200 butir

pada tahun pertama produksi dan periode bertelur selama 9-12 bulan dengan lama

hidup 2-2,5 tahun (Anggorodi, 1995).

Puyuh yang telah mencapai berat badan 90-100 gram akan segera mulai

bertelur pada umur 35-42 hari. Kemampuan berproduksi mulai awal produksi

(21)

(top production 98,5) pada umur 4-5 bulan dan secara perlahan-lahan akan

menurun hingga 70% pada umur 9 bulan (Sugiharto, 2005).

Kekurangan mineral Posfor dalam ransum selain menunjukkan kekakuan

persendian dan kelemahan otot juga dapat menurunkan hasil reproduksi, seperti

penurunan produksi telur pada unggas betina dan penuruna hasil susu pada ternak

sapi, kambing dan domba (Tillman, dkk., 1991).

Berat Telur

Berat telur merupakan sifat kualitatif yang dapat diturunkan. Jenis ransum,

jumlah ransum, lingkungan kandang serta besar tubuh induk sangat

mempengaruhi berat telur yang dihasilkan. Protein ransum yang sedikit juga

menyebabkan kecilnya kuning telur yang terbentuk, sehingga menyebabkan

kecilnya telur yang dihasilkan. Hal lain yang mempengaruhi adalah masa bertelur,

produksi pertama dari suatu siklus berbobot lebih rendah dibanding telur

berikutnya pada siklus yang sama (Listiyowati dan Roospitasari, 2000).

Telur puyuh Jepang berwarna cokelat lurik dan sering tertutup zat

berwarna biru dan berisi kapur, beratnya 7-8 gram (7-8% dari berat badan induk)

dengan masa mengeram 17-18 hari atau kisaran 16,5-20 hari (Anggorodi, 1995)

Mineral

Zat-zat mineral dalam saluran pencernaan dilarutkan, bukan dicerna.

Sebagian besar zat mineral tersebut berubah dari bentuk padat ke bentuk cair di

dalam empedal. Kulit kerang dan grit misalnya dilarutkan dibagian tersebut

(Anggorodi, 1985). Hardjasasmita (2002) juga menambahkan bahwa kebanyakan

(22)

diserap dalam usus, kecuali K dan Na. Umumnya mineral banyak diekskresi

melalui tinja. Untuk mineral Ca, P, serta Na dan K mayoritas diekskresi melalui

urin.

Tambahan vitamin dan mineral sangat dibutuhkan oleh puyuh.

Kekurangan konsumsi mineral merupakan salah satu penyebab penyakit yang

diturunkan induk kepada anaknya. Kekurangan kalsium menyebabkan daya tetas

menurun, kaki pendek dan tebal (besar), kedua sayap dan rahang bawah pendek,

paruh dan kaki lunak, kepala depan menonjol, edema pada leher dan abdomen

menonjol ke luar.Phosfor berfungsi untuk mencegah kaki dan paruh lunak, daya

tetas menurun, dan kematian yang tinggi pada hari ke–14 sampai ke–18

(Hartono, 2004 ).

Mineral essensial adalah mineral yang tidak dapat dibentuk/disediakan

sendiri oleh ternak sehingga harus disediakan dalam ransum. Mineral essensial

dibedakan menjadi mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro yaitu:

Calcium (Ca), Phosfor (P), Kalium (K), Khlor (Cl), Sulfur (S), Natrium (Na) dan

Magnesium (Mg). Mineral yang termasuk mineral mikro yaitu: Besi (Fe), Yodium

(I), Seng (Zn), Tembaga (Cu), Mangan (Mn), Kobalt (Co), Selenium (Se) dan

Molibdenum (Mo). Belakangan ini, banyak dari elemen-elemen ini, terutama yang

baru ditemukan, dibutuhkan dalam jumlah yang banyak dan didistribusikan

kepada ternak (McDonald, et.al.,1995).

Natrium

Natrium adalah merupakan kation utama air laut maupun cairan

ekstrasellular. Hewan yang mendapat ransum defisiensi natrium, tidak hanya akan

(23)

bertanduk, perubahan dalam fungsi sellular dan penurunan dalam isi cairan

plasma. Pada unggas, suatu defisiensi natrium mengakibatkan produksi telur

menurun, pertumbuhan terhambat dan kanibalisme (Anggorodi, 1995).

Calsium

Pada ayam petelur, kriteria kecukupan calsium terlihat pada produksi telur,

pemanfaatan bahan pakan, kualitas kulit telur dan keadaan dari cadangan kalsium

dalam tulang (Georgievskii, et al., 1982).

Bersamaan dengan unsur gizi yang lain, mineral ini juga sangat penting

untuk kehidupan puyuh. Tanpa mineral yang cukup sesuai yang dibutuhkan maka

produksi yang optimal tidak akan terjadi. Ca dan P itu sangat berperan bagi

pembentukan tulang–tulang pada puyuh yang sedang bertumbuh dan berperan

pada pembentukan kulit telur puyuh yang sedang berproduksi

(Rasyaf,1984). Beberapa sumber kasium tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Sumber Calsium

Widodo (2002) menyatakan bahwa phosfor berfungsi sebagai pembentuk

(24)

karbohidrat, asam amino dan lemak, transportasi asam lemak dan bagian koenzim.

Phosfor sebagai phosfat memegang peranan penting dalam struktur dan fungsi

semua sel hidup. Suatu penelitian menemukan bahwa produksi telurberhubungan

dengan pengeluaran phosfor yang relatif hebat. Beberapa sumber phosfor tertera

pada tabel 5.

Tabel 5. Sumber phosfor

Sumber Phosfat Kadar (%) Tepung tulang (bone meal)

Phosfat batu (rock phosfat)

Phosfat batu (difluptinated rock phosfat)

14 14 18 Sumber: Widodo (2002)

Perbandingan kalsium dan phosfor sangat penting, yaitu 2:1. perbandingan

ini merupakan perbandingan yang ideal pada masa pertumbuhan ayam dan puyuh.

Bagaimanapun perbandingan 1:1 dan 5:1 masih bisa ditoleransi. Burung petelur

membutuhkan minimal 3,25% Ca dan tentunya sesuai dengan perbandingan Ca

yang lebih besar. Hal ini dapat dimasukkan dari total diet ayam betina yang dapat

diberikan secara bebas dari kapur dan kulit kerang (McDowell, 1992). Pernyataan

ini juga didukung oleh Anggorodi (1995) yang menyatakan bahwa kalsium dan

phosfor akan lebih efektif digunakan jika kedua mineral tersebut ada dalam

perbandingan yang ideal. Untuk unggas yang sedang bertelur perbandingan harus

lebih luas (4:1 atau lebih).

Chlor

Peranan utama chlor adalah pengontrolan keseimbangan asam dan basa

dan mengatur tekanan osmotik. Chlor merupakan bagian sekresi lambung.

Sejumlah kecil khlor disimpan dalm kulit dan jaringan-jaringan bawah kulit

(25)

sangat terganggu yang disebabkan nafsu makan berkurang, kematian tinggi,

dehidrasi dan kadar khlor darah yang menurun (Anggorodi , 1985). Disamping itu

Wahyu (1997) juga menyatakan bahwa anak-anak ayam yang menderita defisiensi

khlor memperlihatkan gejala tetanus dengan reaksi syaraf yang khas yang

diakibatkan oleh suasana yang ribut. Mereka jatuh ke depan dengan kakinya

direnggangkan ke belakang, setelah satu atau dua menit sembuh kembali, tapi

spasmus lainnya tidak dapat baik kembali dalam beberapa menit.

Fungsi Mineral

Ternak membutuhkan mineral antara lain untuk memelihara kondisi ionik

dalam tubuh, memelihara keseimbangan asam basa tubuh, memelihara tekanan

osmotik cairan tubuh, menjaga kepekaan syaraf dan otot, mengatur trasport zat

makanan dalam sel, kofaktor enzim dan mengatur metabolisme (Widodo, 2002).

Tillman, dkk (1991) menambahkan secara umum mineral berfungsi sebagai bahan

pembentuk tulang dan gigi yang menyebabkan adanya jaringan yang keras dan

kuat, mempertahankan keadaan koloidal dari beberapa senyawa dalam tubuh dan

sebagai komponen dari suatu enzim.

Suplementasi Mineral

Dalam prakteknya, suplementasi mineral dilakukan secara rutin pada

ransum yang disusun oleh peternak sendiri maupun secara komersial (pabrik)

sebagai jaminan atau untuk antisipasi terhadap berkurangnya ketersediaan mineral

dari bahan-bahan pakan yang mengandung zat-zat anti nutrisi atau faktor-faktor

(26)

Tabel 6. Suplementasi beberapa mineral makro dan mikro untuk ternak

Tepung tulang, kulit kerang, dicalcium phosphate, calsium

carbonat

Potassium chlorida, monosodium glutamat , potassium sulphate

Garam (NaCl), monosodium glutamat

potassium gluconate

Garam (NaCl), pot assium chlorida

Magnesium oksida, magnesium sulphate

Manganese gluconate

Sodium sulphate, ferrous sulfide

Sumber: McDowell (1992)

Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk

membantu pimpinan usaha peternakan dalam melengkapi informasi yang

dibutuhkan untuk mengambil keputusan dalam merencanakan atau melanjutkan

usaha. Namun sayang kegiatan ini jarang dilakukan oleh para peternak di

pedesaan (Rasyaf, 1988).

Keuntungan dapat dicapai jika jumlah pendapatan yang diperoleh dari

usaha tersebut lebih besar daripada jumlah pengeluarannya. Bila keuntungan dari

suatu usaha semakin meningkat, maka secara ekonomis usaha tersebut layak

dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai

keuntungan atau kerugian, yang harus dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan

pencatatan biaya juga agar peternak atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi

(27)

Menurut Riyanto (1978) analisis ekonomi peternakan adalah usaha untuk

mengetahui bagaimana kebutuhan dana tersebut digunakan. Dengan kata lain

dengan analisis ekonomi tersebut dapat diketahui darimana datangnya dana, untuk

apa dana itu digunakan dan sejauh mana keuntungan (profit) yang dicapai.

Dengan mengetahui analisis tersebut maka pimpinan perusahaan akan dapat

mengambil kebijaksanaan tentang penjualan produk yang hendak dicapai dan

menekan tingkat kesalahan agar tidak mengalami kerugian. Disamping itu,

pimpinan perusahaan dapat juga mengetahui laba yang diperoleh atau kerugian

yang akan diderita dengan tingkat penjualan yang dapt dicapai perusahaan

(Sirait, 1987).

Total Biaya Produksi

Biaya produksi dalam pengertian ekonomi produksi dibagi atas biaya tetap

dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan ada atau

tidak ada ayam di kandang, biaya ini harus tetap keluar. Misalnya: gaji pegawai

bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain.

Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan bertalian dengan jumlah

produksi ayam pedaging yang dijalankan. Semakin banyak ayam akan semakin

besar pula biaya variabel secara total. Misalnya: biaya untuk ransum, biaya

pemeliharaan, biaya tenaga kerja harian dan lain-lain (Rasyaf, 1995).

Biaya produksi tidak dapat dipisahkan dari proses produksi sebab biaya

produksi merupakan masukan atau input dikalikan dengan harganya. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa ongkos produksi adalah semua pengeluaran atau

semua beban yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu

(28)

Total Hasil Produksi

Pendapatan usaha merupakan seluruh penerimaan yang diperoleh oleh

suatu usaha peternakan, baik berupa hasil pokok (penjualan ayam pedaging, baik

itu hidup atau karkas dan telur) maupun hasil samping (penjualan feses dan alas

“litter”) (Rasyaf, 1995).

Soekartawi et al (1986) menyatakan bahwa penerimaan merupakan total nilai

produk usaha tani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang

tidak dijual.

Laba/Rugi

Keuntungan (laba) suatu usaha secara matematis dapat dituliskan

K=TR-TC, dimana K= keuntungan, TR= total penerimana, TC= total

pengeluaran.

Soekartawi (1995) mendefinisikan laba sebagai nilai maksimum yang

dapat didistribusikan oleh suatu satuan usaha dalam suatu periode. Untuk

memperoleh angka yang pasti mengenai tingkat keuntungan atau kerugian suatu

usaha, hal yang terpenting yang perlu dilakukan adalah pencatatan, baik untuk

pos-pos pengeluaran (biaya) maupun pos-pos pendapatan. Sekecil apapun biaya

dan pendapatan tersebut harus dicatat.

Pada umumnya perusahaan akan merencanakan keuntungan total didalam

pelaksanaan operasi perusahaan. Akan lebih mudah untuk memperhitungkan

keuntungan yang dicapai oleh perusahaan dengan target keuntungan perunit dari

produk yang dijual. Besarnya keuntungan perunit dipengaruhi oleh volume atau

(29)

jumlah yang direncanakan akan ikut mempengaruhi besar keuntungan perunit

yang telah ditentukan tersebut (Agus, 1990).

Laporan laba/rugi menggambarkan besarnya pendapatan yang diperoleh

pada suatu periode ke periode berikutnya. Kemudian juga akan tergambar

jenis-jenis biaya yang akan dikeluarkan berikut jumlahnya dalam periode yang sama

(Kasmir dan Jakfar, 2003)

Break Even Point

Break Even Point adalah titik pulang pokok, dimana total revenue = total

cost. Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek, terjadinya titik pulang

pokok atau TR = TC tergantung pada lama arus penerimaan sebuah proyek dapat

menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya

(Kasmir dan Jakfar, 2003)

Menurut Rahardi, dkk (1993) BEP (Break Even Point) dimaksudkan untuk

mengetahui titik impas (tidak untung dan juga tidak rugi) dari usaha bisnis yang

diusahakan tersebut. Jadi dalam keadaan tersebut pendapatan yang diperoleh sama

dengan modal usaha yang dikeluarkan. Break event point (BEP) adalah kondisi

dimana suatu usaha dinyatakan tidak untung dan tidak rugi dan disebut titik

impas. Jadi analisa BEP (break event point) atau titik keseimbangan adalah suatu

teknik yang digunakan seorang manajer perusahaan yang mengetahui pada jumlah

produksi berapa usaha yang dijalankan tidak memperoleh keuntungan atau tidak

(30)

Icome Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih total pendapatan dengan

biaya ransum yang digunakan selama pemeliharaan. IOFC ini merupakan

barometer untuk melihat seberapa besar biaya ransum yang merupakan biaya

terbesar dalam usaha peternakan. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih

pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya ransum. Pendapatan merupakan

perkalian antara produksi peternakan akibat perlakuan dengan harga jual

(31)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr.

A. Sofyan No.3 Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara Medan, berada pada ketinggian 25 meter dari permukaan laut. Penelitian

berlangsung selama 12 minggu dimulai dari bulan November 2008 sampai dengan

Februari 2009.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan antara lain:

• Burung puyuh betina umur 5-6 minggu sebanyak 100 ekor ( x = 147,3 g,

sd =18,8; rentang bobot tubuh = 147,3 ± 37,6)

• Ransum komersil dari PT. Charoen Pokhpand Indonesia

• Na2C03, CaC03, (NH4)3P04, NH4Cl sebagai bahan mineral yang akan diteliti

• Vitamin dan antibiotik seperti Puyuh-Vit dan Ciami

• Desinfektan seperti Rodalon dan Anti-Sep • Formalin sebagai bahan fumigasi

• Vaksin ND, sebagai bahan vaksinasi

• Air minum

Alat yang digunakan antara lain:

• Kandang baterai sebanyak 20 unit, ukuran panjang x lebar x tinggi

(32)

• Tempat pakan dan air minum

• Lampu, sebagai penerangan

• Timbangan salter kapasitas 5 kg untuk menimbang pakan; timbangan

Ohaus kapasitas 1 kg untuk menimbang puyuh; dan timbangan elektrik

untuk menimbang mineral dengan kepekaan 0.0001 gram • Alat-alat pembersih kandang

• Alat tulis, buku data dan kalkulator • Termometer (0C)

• Hand sprayer

Metode penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap

(RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan.

Perlakuan yang diteliti adalah:

R0: Ransum kontrol (Produksi PT. Charoend Pokhpand Indonesia) R1: R0 + 37,5g Ca + 0,00035g Na

R2: R0 + 75g Ca + 0,00070g Na R3: R0 + 10g P + 0,00015g Cl R4: R0 + 20g P + 0,00030g Cl

Denah pemeliharaan yang dilaksanakan sebagai berikut:

(33)

Dimana: Perlakuan = (R0, R1, R2, R3, R4) Ulangan = (1, 2, 3, 4)

Untuk ulangan diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

t (n-1) ≥ 15

5 (n-1) ≥ 15

5n-5 ≥ 15

5n ≥ 20

n ≥ 4

Adapun metode linear yang digunakan menurut Hanafiah (2000) adalah:

Yij = µ + τi+ Σij

Dimana:

Yij = hasil pengamatan dari perlakuan tingkat ke-i dan pada ulangan ke-j. I = 0,1,2,3,4 (perlakuan).

J = 1,2,3,4 (ulangan).

µ = nilai rata-rata (mean) harapan. τi = pengaruh perlakuan ke-i.

Σij = pengaruh galat (experimental error) perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

Parameter Penelitian 1. Total Biaya Produksi

Total Biaya Produksi atau total pengeluaran yaitu biaya-biaya yang

dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk, yang diperoleh dengan cara

menghitung :

• Biaya bibit

• Biaya ransum

(34)

• Biaya peralatan kandang

• Tenaga kerja

• Biaya transportasi

2. Total Hasil Produksi

Total Hasil Produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang

dihasilkan dalam kegiatan ekonomi yang diperoleh dengan cara menghitung • Harga jual telur puyuh

• Penjualan kotoran puyuh

3. Laba / rugi

Keuntungan (laba/rugi) suatu usaha dapat diperoleh dengan cara K =

TR-TC, dimana K = Keuntungan, TR = Total penerimaan, TC = Total

pengeluaran.

4. Break Even Point (BEP)

Break even point (BEP) adalah kondisi dimana suatu usaha dinyatakan

tidak untung dan tidak rugi yang disebut titik impas. BEP dapat dibagi

menjadi dua, yaitu :

a. BEP harga produksi, diperoleh dari hasil pembagian total biaya

produksi dengan jumlah telur puyuh (butir). Diperoleh dengan rumus :

Total biaya BEP harga produksi =

Total produksi

b. BEP volume produksi, dimana diperoleh dari pembagian total biaya

produksi dengan harga telur puyuh /butir.

Total biaya BEP volume produksi =

(35)

5. Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) diperoleh dengn cara menghitung selisih

pendapatan usaha peternakan dikurangi dengan biaya ransum yang

dihabiskan selama pemeliharaan.

Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau telur

akibat perlakuan dengan harga jual, sedangkan biaya ransum adalah biaya

yang dikeluarkan untuk menghasilkan telur puyuh.

Pelaksanaan Penelitian • Persiapan Kandang

Kandang terlebih dahulu didesinfektan dengan menggunakan rodalon,

kemudian dilakukan fumigasi dengan menggunakan formalin dan

dibiarkan selama tiga hari. Peralatan kandang dibersihkan dan

didesinfektan sebelum digunakan. • Sexing puyuh

Sebelum puyuh dimasukkan kedalam kandang terlebih dahulu dilakukan

sexing. Puyuh yang digunakan sebagai objek jenis Coturnix-coturnix

japonica berumur 6 minggu sebanyak 100 ekor betina, terdiri atas 5 ekor

tiap plot.

• Penyusunan Ransum

Ransum disusun sesuai dengan perlakuan yang akan diteliti. Penyusunan

ransum dilakukan satu kali seminggu dengan tujuan untuk menjaga

(36)

• Pemeliharaan

Ransum dan air minum diberikan secara ad-libitum, penerangan diatur

sedemikian rupa sesuai dengan kondisi yang nyaman untuk puyuh. • Pengambilan data

Pengambilan data untuk konsumsi ransum dilakukan setiap hari tetapi

untuk perhitungan dilakukan setiap minggu. Telur setiap hari

dikumpulkan dan dihitung berdasarkan perlakuan. Pengambilan data

produksi telur dilakukan setelah produksi telur mencapai 5% HD

(Hen Day production). • Analisis Data

Data hasil penelitian dicatat dan ditabulasi untuk dilakukan analisis

ragam, apabila terdapat hasil yang signifikan (nyata) antar perlakuan

maka dilakukan uji lanjut sesuai dengan KK (Koefisien Keragaman)

(37)

Prosedur Kerja

Persiapan kandang dan peralatan kandang

Sexing puyuh betina umur 6 minggu

(Coturnix-coturnix japonica sebanyak 100 ekor dengan jumlah @ 5 ekor/plot)

Penyusunan ransum dengan mineral yang disuplementasikan (dilakukan 1x seminggu)

Pemeliharaan

(pemberian ransum, air minum, pengaturan penerangan/suhu dan pencegahan penyakit)

Pengambilan data

(dilakukan setiap hari untuk perhitungan satu minggu)

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Total Biaya Produksi

Total Biaya Produksi adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan

untuk menghasilkan suatu produk, diperoleh dengan cara menghitung: Biaya

pembelian puyuh umur 6 minggu, biaya sewa kandang, biaya peralatan, biaya

ransum, biaya obat – obatan, biaya tenaga kerja dan biaya transportasi.

Dari keseluruhan biaya produksi di atas maka rataan total biaya produksi

diperoleh seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan total biaya produksi selama penelitian perperlakuan (Rp)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

R0 13719.17 13321.74 13481.17 13785.79 54307.88 13576.97 R1 13951.10 13238.61 13596.35 13739.44 54525.50 13631.37 R2 13905.24 14282.13 13606.22 14113.93 55907.51 13976.88 R3 14103.95 14048.38 13832.27 13517.37 55501.97 13875.49 R4 13202.73 13405.72 14257.61 13349.14 54215.20 13553.80 Total 68883.19 68296.58 68773.61 68505.67 274458.05

Rataan 13776.44 13659.32 13754.72 13701.13 13722.90

Dari Tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa rataan biaya produksi yang

tertinggi terdapat pada R2 sebesar Rp.13.976,88,- kemudian diikuti pada R3

sebesar Rp.13.875,49,- dan rataan terendah terdapat pada R4 sebesar

(39)

Total Hasil Produksi

Total Hasil Produksi adalah semua hasil yang diperoleh dari hasil penjualan

yaitu hasil penjualan telur puyuh, feses dan puyuh afkir.

Dari hasil penelitian diperoleh rataan total hasil produksi seperti pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan total hasil produksi selama penelitian perperlakuan (Rp)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan

1 2 3 4

R0 29366.67 25500.00 28833.33 23100.00 106800.00 26700.00 R1 27233.33 28233.33 25433.33 28700.00 109600.00 27400.00 R2 22700.00 27700.00 26900.00 24766.67 102066.67 25516.67 R3 23833.33 24566.67 26633.33 24633.33 99666.67 24916.67 R4 22100.00 22033.33 23766.67 23766.67 91666.67 22916.67 Total 125233.33 128033.33 131566.67 124966.67 509800.00

Rataan 25046.67 25606.67 26313.33 24993.33 25490.00

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa rataan hasil produksi yang tertinggi terdapat

pada R1 sebesar Rp.27.400,-, kemudian diikuti pada R0 sebesar Rp.26.700,- dan

rataan terkecil terdapat pada R4 sebesar Rp.22.490,-.

Analisis Laba/ Rugi

Analisis Laba-Rugi yaitu untuk mengetahui apakah usaha tersebut rugi

atau untung dengan cara menghitung selisih antara total penerimaan atau total

hasil produksi dan total pengeluaran atau total biaya produksi. Dari hasil

(40)

Tabel 9. Rataan laba selama penelitian perperlakuan (Rp)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

R0 15647.49 12178.26 15352.16 9314.21 52492.12 13123.03 R1 13282.24 14994.72 11836.99 14960.56 55074.50 13768.63 R2 8794.76 13417.87 13293.78 10652.74 46159.16 11539.79 R3 9729.38 10518.28 12801.06 11115.97 44164.69 11041.17 R4 8897.27 8627.62 9509.06 10417.52 37451.47 9362.87

Total 56351.15 59736.75 62793.05 56460.99 235341.95

Rataan 11270.23 11947.35 12558.61 11292.20 11767.10

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rataan laba tertinggi terdapat pada R1

sebesar Rp.13.768,63 diikuti R0 sebesar Rp.13.123,03,- dan terendah terdapat

pada R4 sebesar Rp.9.362,87,-

BEP (Break Even Point)

Dalam penelitian ini BEP ada 2 macam yaitu BEP Harga dan BEP Volume

Produksi.

a. BEP Harga Produksi

BEP harga produksi diperoleh dari hasil pembagian total biaya produksi

dengan jumlah telur puyuh dimana BEP harga dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. BEP harga produksi Selama Penelitian Perperlakuan (Rp)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(41)

Tabel 10 menunjukkan bahwa rataan BEP harga produksi pemeliharaan secara

keseluruhan adalah Rp.48,68,- dengan kisaran Rp.54,91,- sampai dengan

Rp.43,51,-. BEP harga produksi tertinggi terdapat pada R4sebesar Rp. 54,91,- dan

BEP harga produksi terkecil terdapat pada R1 sebesar Rp. 43,51,-.

b. BEP Volume Produksi

BEP volume produksi diperoleh dari hasil pembagian total biaya produksi

dengan harga telur puyuh dimana BEP volume dapat dilihat dari tabel 11.

Tabel 11. BEP volume produksi selama penelitian perperlakuan (Butir)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

R0 68.60 66.61 67.41 68.93 271.54 67.88

R1 69.76 66.19 67.98 68.70 272.63 68.16

R2 69.53 71.41 68.03 70.57 279.54 69.88

R3 70.52 70.24 69.16 67.59 277.51 69.38

R4 66.01 67.03 71.29 66.75 271.08 67.77

Total 344.41 341.48 343.87 342.53 1372.29

Rataan 68.88 68.30 68.77 68.51 68.61

Pada Tabel 11 terlihat bahwa rataan BEP volume produksi pemeliharaan secara

keseluruhan adalah 68,61 butir dengan BEP volume produksi tertinggi terdapat

pada R2 sebesar 69,88 butir dan BEP volume produksi terkecil terdapat pada R4

sebesar 67,77 butir.

Income Over Feed Cost (IOFC)

Income over feed cost (IOFC) diperoleh dengan cara menghitung selisih

pendapatan dengan biaya pakan sehingga diperoleh rataan IOFC seperti pada

(42)

Tabel 12. Rataan IOFC selama penelitian perperlakuan (Rp)

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

1 2 3 4

R0 36734.96 27924.96 36808.96 17476.61 118945.49 29736.37 R1 28719.47 36706.86 25802.73 34601.08 125830.13 31457.53 R2 15440.50 27802.26 30133.64 20179.65 93556.05 23389.01 R3 17449.48 20038.48 27751.25 23955.57 89194.78 22298.70 R4 18558.07 16937.14 16173.88 22533.14 74202.23 18550.56

Total 116902.48 129409.69 136670.46 118746.05 501728.68

Rataan 23380.50 25881.94 27334.09 23749.21 25086.43

Dari Tabel. 12. terlihat bahwa rataan IOFC pemeliharaan tertinggi terdapat

(43)

Pembahasan

Total Biaya Produksi

Untuk mengetahui pengaruh suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl)

terhadap total biaya produksi pemeliharaan puyuh selama penelitian maka

dilakukan analisa keragaman yang dapat dilihat pada Tabel. 13.

Tabel 13 Analisa ragam total biaya produksi selama penelitian perperlakuan

Sk Db Jk Kt Fhit Ftabel

0.05 0.01 Perlakuan. 4 584227.75 146056.94 1.41tn 3.01 4.77

Galat 15 1556639.51 103775.97

Total 19 2140867.26

Keterangan : tn = tidak nyata

Hasil analisis keragaman pada Tabel 13 menunjukkan bahwa F hitung < Ftabel 0,05. Hal ini berarti suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl) dalam ransum puyuh (Coturnix-coturnix japonica) memberikan pengaruh tidak nyata terhadap

total biaya produksi (P > 0,05).

Dari Tabel 7 dapat kita lihat adanya perbedaan biaya produksi

pemeliharaan selama penelitian namun perbedaan itu sangat kecil, dimana rataan

biaya produksi yang tertinggi terdapat pada perlakuan R2 sebesar Rp.13.976,88,-

kemudian diikuti pada perlakuan R3 sebesar Rp.13.875,49,- dan rataan terkecil

terdapat pada R4 sebesar Rp.13.553,80,-. Hal ini disebabkan karena perbedaan

harga ransum yang termasuk biaya produksi berbeda perkilogramnya untuk setiap

perlakuan dimana ransum yang menggunakan suplementasi mineral lebih tinggi

harganya di bandingkan dengan ransum tanpa suplementasi dan semakin tinggi

(44)

Nuraini (2003) yang menyatakan bahwa biaya produksi tidak dapat dipisahkan

dari proses produksi sebab biaya produksi merupakan masukan atau input

dikalikan dengan harganya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan

semakin tingginya perbedaan harga ransum setiap perlakuan maka semakin tinggi

pula biaya produksi yang harus dikeluarkan. Mufliha (1999) yang melakukan

penelitian tentang analisis ekonomi pemberian beberapa tingkat konsentrat

komersil dalam ransum puyuh (Coturnix-coturnix japonica) terhadap produksi

telur berpendapat bahwa total biaya produksi tertinggi terdapat pada penggunaan

konsentrat sebanyak 39 % dan terendah pada penggunaan konsentrat sebanyak 33

% yang dikarenakan penggunaan kandungan konsentrat yang semakin banyak di

dalam ransum sehingga semakin besar biaya yang dikeluarkan.

Total Hasil Produksi

Untuk mengetahui pengaruh suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl)

terhadap total hasil produksi pemeliharaan puyuh selama penelitian maka

dilakukan analisa keragaman yang dapat dilihat pada Tabel. 14.

Tabel 14. Analisa ragam total hasil produksi selama penelitian perperlakuan

Sk Db Jk Kt Fhit Ftabel

0.05 0.01 Perlakuan 4 48254666.67 12063667 3.31* 3.01 4.77

Galat 15 54734444.44 3648963

Total 19

Keterangan : * = berbeda nyata KK = 7,49%

Hasil yang diperoleh dari Tabel. 14 menunjukkan bahwa F0,05 < Fhit < F0,01. Hal ini berarti suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl) memberikan pengaruh nyata terhadap total hasil produksi pemeliharaan puyuh

(45)

pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut berupa uji Uji Beda Nyata Terkecil

(BNT) yang dapat dilihat pada tabel 15.

Tabel 15. Uji BNT total hasil produksi

Perlakuan Rata-rata Notasi

R0 26700.00 b

R1 27400.00 b

R2 25516.67 ab

R3 24916.67 ab

R4 22916.67 a

Dari hasil yang diperoleh dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa perlakuan R1

memberikan hasil yang paling baik terhadap total hasil produksi, dimana R1

berbeda nyata dengan R4 tetapi tidak berbeda nyata dengan R0, R2 dan R3.

Sedangkan perlakuan R4 berbeda nyata dengan perlakuan R0 dan R1 tetapi tidak

berbeda nyata dengan perlakuan R2 dan R3. Hal ini menunjukkan adanya

kecenderungan peningkatan total hasil produksi dengan suplementasi mineral (Na,

Ca dan P, Cl) sehingga terjadi perbedaaan yang nyata antar perlakuan.

Perlakuan R1 yang memberikan hasil paling baik dikarenakan rataan

produksinya yang paling tinggi diantara perlakuan yang lain sebesar 74,88%

diikuti perlakuan R2 sebesar 72,38%, dan R3 sebesar 68,15%. Pada perlakuan R1

menggunakan suplementasi 37,5g Ca dan 0,00035g Na. Suplementasi dari kedua

mineral ini juga memberikan pengaruh yang positif dimana Ca berperan dalam

pemanfaatan bahan pakan dan pembentukan kulit telur yang optimal. Hal ini

sesuai pernyataan Rasyaf (1984) dimana Ca dan P itu sangat berperan bagi

pembentukan tulang–tulang pada puyuh yang sedang bertumbuh dan berperan

pada pembentukan kulit telur puyuh yang sedang berproduksi. Sedangkan Na

(46)

menurut Anggorodi (1995) pada unggas, suatu defisiensi natrium mengakibatkan

produksi telur menurun, pertumbuhan terhambat dan kanibalisme.

Perlakuan R4 memberikan hasil yang paling rendah untuk Total Hasil

Produksi dikarenakan rataan produksinya yang paling rendah diantara perlakuan

yang lain yaitu sebesar 53,39% dengan suplementasi mineral 20g P dan 0,00030g

Cl, sedangkan rendahnya produksi dipengaruhi rataan konsumsi ransum harian

tiap ekornya yang rendah sebesar 15,79 g dimana seharusnya rataan konsumsi

untuk puyuh produksi sebesar 17-19 g/ekor/hari mulai. Hal ini sesuai dengan

pendapat Anggorodi (1995) bahwa dalam mengkonsumsi ransum, burung puyuh

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: umur, palatabilitas ransum,

kesehatan ternak, jenis ternak, aktivitas ternak, energi ransum dan tingkat

produksi.

Analisis Laba / Rugi

Untuk mengetahui pengaruh suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl)

terhadap laba pemeliharaan puyuh selama penelitian maka dilakukan analisa

keragaman yang dapat dilihat pada Tabel. 16.

Tabel 16.Analisa ragam laba selama penelitian perperlakuan

Sk Db Jk Kt Fhit Ftab

0.05 0.01 Perlakuan 4 48814505.78 12203626.44 3.29* 3.01 4.77 Galat 15 55547255.39 3703150.35

Total 19 104361761.18

Keterangan : * = berbeda nyata KK = 16%

(47)

pengaruh nyata terhadap labai pemeliharaan puyuh (Coturnix-Coturnix Japonica).

Untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan pengaruh nyata maka

dilakukan uji lanjut berupa uji Duncan yang dapat dilihat pada tabel 17.

Tabel 17. Uji Duncan laba

Perlakuan Rata-rata Notasi

R0 13123.03 b

R1 13768.63 c

R2 11539.79 b

R3 11041.17 b

R4 9362.87 a

Dari hasil yang diperoleh pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa perlakuan R1

berbeda nyata dengan R0, R2, R3 dan R4. Perlakuan R0 berbeda nyata dengan

perlakuan R1 dan R4 tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan R2 dan R3

sedangkan perlakuan R4 berbeda nyata dengan perlakuan R0, R1, R2 dan R3.

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rataan laba/rugi tertinggi terdapat pada

perlakuan R1 sebesar Rp.13.768,63 dan terendah terdapat pada perlakuan R4

sebesar Rp.9.362,87,- hal ini terjadi karena pada perlakuan R1 selisih antara total

hasil produksi dan total biaya produksi adalah yang lebih tinggi sebesar

Rp.13.768,63,- sedangkan pada perlakuan R4 sebesar Rp.9.362,87,-. Total hasil

produksi yang tinggi pada R1 dikarenakan tingkat produksi perlakuan R1 selama

penelitian adalah yang tertinggi sebesar 74,88% sedangkan pada perlakuan R4

adalah yang terendah sebesar 53,39%. Hal ini sesuai dengan pendapat Agus

(1990) yang menyatakan bahwa akan lebih mudah untuk memperhitungkan

keuntungan yang dicapai oleh perusahaan dengan target keuntungan perunit dari

produk yang dijual. Besarnya keuntungan perunit dipengaruhi oleh volume atau

tingkat produksi dalam perusahaan, maka perubahan volume penjualan dari

(48)

yang telah ditentukan tersebut (Agus, 1990). Mufliha (1999) berpendapat bahwa

keuntungan bersih diperoleh dengan cara mengurangkan total penghasilan dengan

total biaya produksi. Keuntungan tertinggi yang diperoleh dari penelitiannya

terdapat pada penggunaan konsentrat sebanyak 35 % dengan total hasil tertinggi

dan keuntungan terendah pada penggunaan konsentrat sebanyak 33 % dengan

total hasil produksi terendah dan biaya produksi terendah.

BEP (Break Even Point)

Terdapat dua macam break event point (BEP) yang biasa dipakai yaitu

break even point harga dan break event point volume produksi.

a. Break Even Point Harga Produksi

BEP harga produksi diperoleh dari hasil pembagian total biaya produksi

dengan jumlah telur puyuh dimana analisa keragaman BEP harga dapat dilihat

pada Tabel 18.

Tabel 18. Analisa keragaman BEP Harga Produksi selama penelitian perperlakuan

Sk Db Jk Kt Fhit Ftab

0.05 0.01

Perlakuan 4 315.68 78.92 3.34* 3.01 4.77

Galat 15 354.98 23.67

Total 19 670.67

Keterangan : * = berbeda nyata Kk = 7,20 %

Hasil yang diperoleh dari Tabel. 18 menunjukkan bahwa F0,05 < Fhit < F0,01.. Hal ini berarti suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl) memberikan pengaruh nyata

terhadap BEP harga produksi. Untuk mengetahui perlakuan mana yang

memberikan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut berupa uji BNT yang

(49)

Tabel 19. Uji BNT BEP harga produksi

Perlakuan Rata-rata Notasi

R0 45.43 ab

R1 43.51 a

R2 49.35 a

R3 50.21 ab

R4 54.91 b

Hasil yang diperoleh dari Tabel. 19 menunjukkan bahwa R1 tidak berbeda

dengan R0, R2 dan R3 nyata tetapi berbeda nyata dengan R4, perlakuan R4

berbeda nyata dengan perlakuan R1 dan R2 tetapi tidak berbeda nyata dengan

perlakuan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan R0 dan R3. Hasil yang

paling baik diperoleh pada R1 sebesar Rp.43,51,-. Jika dilihat dari rataan, nilai R1

lebih kecil dibandingkan perlakuan lainnya, tetapi R1 adalah yang paling baik

nilai BEP harga produksinya. Sedangkan pada perlakuan lain nilai rataan BEP

yang diperoleh kurang baik karena terlalu tinggi (harga jual telur puyuh).

Break event point harga produksi ini sebenarnya memberikan gambaran

tentang harga produsen yang harus dicapai dengan volume produksi yang telah

ditentukan agar modal / biaya yang dikeluarkan dapat kembali. Hal ini sesuai

dengan pendapat Rahardi, (1993) yang menyatakan bahwa BEP (break even

point) dimaksudkan untuk mengetahui titik impas (tidak untung dan juga tidak

rugi) dari usaha bisnis yang diusahakan tersebut. Jadi dalam keadaan tersebut

pendapatan yang diperoleh sama dengan modal usaha yang dikeluarkan.

b. BEP Volume Produksi

BEP volume produksi diperoleh dari hasil pembagian total biaya produksi

(50)

Tabel 20. Analisa ragam BEP volume produksi selama penelitian perperlakuan

Sk Db Jk Kt Fhit Ftab

0.05 0.01

Perlakuan 4 14.61 3.65 1.41tn 3.01tn 4.77

Galat 15 38.92 2.59

Total 19 53.52

Keterangan : tn = tidak nyata

Hasil analisis keragaman pada Tabel 20 menunjukkan bahwa F hitung lebih kecildari Ftabel (0,05). Hal ini berarti suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl) dalam ransum puyuh (Coturnix-coturnix japonica) memberikan pengaruh tidak

nyata terhadap BEP volume produksi.

Break even point volume produksi memberikan gambaran tentang total

produksi yang harus dicapai dalam usaha dengan harga telur puyuh yang telah

ditentukan agar modal/biaya yang dikeluarkan dapat kembali. Dari Tabel 11 dapat

kita lihat bahwa titik modal akan tercapai jika produksi rataan telur puyuh yang

dihasilkan untuk R0 sebanyak 67,88 butir, R1 sebanyak 68,16 butir, R2 sebanyak

69,88 butir, R3 sebanyak 69,38 butir dan R4 sebanyak 67,77 butir selama

penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Sigit (1991) bahwa Break event point

(BEP) adalah kondisi dimana suatu usaha dinyatakan tidak untung dan tidak rugi

dan disebut titik impas. Jadi analisa BEP (break event point) atau titik

keseimbangan adalah suatu teknik yang digunakan seorang manajer perusahaan

untuk mengetahui pada jumlah produksi berapa usaha yang dijalankan tidak

memperoleh keuntungan atau tidak menderita kerugian.

Income Over Feed Cost (IOFC)

Untuk mengetahui pengaruh suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl)

terhadap Income over feed cost (IOFC) pemeliharaan puyuh selama penelitian

(51)

Tabel 21. Analisa keragaman IOFC selama penelitian perperlakuan

Sk Db Jk Kt Fhit Ftab

0.05 0.01 Perlakuan 4 462332894.06 115583223.51 3.13* 3.01 4.77 Galat 15 553153373.84 36876891.59

Total 19 1015486267.89

Keterangan: * = berbeda nyata Kk = 24%

Hasil analisis keragaman yang diperoleh dari Tabel 21 menunjukkan

bahwa F0,05 < Fhit < F0,01. Hal ini menunjukkan bahwa suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl) berpengaruh nyata terhadap IOFC. Untuk mengetahui perlakuan

mana yang memberikan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut berupa uji

Duncan yang dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Uji Duncan IOFC

Perlakuan Rata-rata Notasi

R0 29736.37 c

R1 31457.53 c

R2 23389.01 b

R3 22298.70 b

R4 18550.56 a

Hasil yang diperoleh dari Tabel 22 menunjukkan bahwa perlakuan R4

berbeda nyata dengan perlakuan R0, R1, R2 dan R3 dimana perlakuan R0 berbeda

nyata dengan perlakuan R2 dan R3 tetapi tidak berbeda nyata dengan R1

sedangkan perlakuan R2 tidak berbeda nyata dengan R3. Dari rataan dapat dilihat

bahwa perlakuan R1 memberikan hasil yang paling tinggi dimana hasil yang

paling tinggi dikarenakan hasil rataan produksi R1 merupakan yang paling tinggi

sebesar 74,88 % dan rataan pendapatan dari produksi sebesar Rp.62.900,-

sedangkan perlakuan R4 merupakan yang paling rendah dikarenakan rataan

produksinya adalah yang terendah sebesar 53,39 % dan rataan pendapatannya

(52)

bahwa IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha dikurangi

biaya ransum yang digunakan selama penelitian. Mufliha (1999) berpendapat

bahwa nilai IOFC tertinggi terdapat penggunaan konsentrat sebanyak 35 %

dengan total biaya ransum tertinggi dan total hasil penjualan telur tertinggi kedua

dan nilai IOFC terendah terdapat pada penggunaan konsentrat sebanyak 37 %

dengan total biaya ransum tertinggi ketiga dan total hasil penjualan telur terendah.

Rekapitulasi hasil penelitian

Tabel. 23. Rekapitulasi hasil penelitian perperlakuan

Parameter Perlakuan

RO R1 R2 R3 R4

Total Biaya Produksi 13576.97tn 13631.37tn 13976.88tn 13875.49tn 13553.80tn

Total Hasil Produksi 26700.00b 27400.00b 25516.67ab 24916.67ab 22916.67a

Laba / Rugi 13123.03b 13768.63c 11539.79b 11041.17b 9362.87a

BEP Harga Produksi 45.43ab 43.51a 49.35a 50.21ab 54.91b

BEP Volume

Produksi 67.88

tn

68.16tn 69.88tn 69.38tn 67.77n

IOFC 29736.37c 31457.53c 23389.01b 22298.70b 18550.56a

Keterangan : -tn = tidak nyata

-notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata

Dari Tabel 23. dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari total biaya

produksi tidak nyata, total hasil produksi berbeda nyata, laba / rugi berbeda nyata,

BEP harga produksi berbeda nyata, BEP volume produksi tidak nyata dan IOFC

(53)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl) dalam

ransum puyuh (Coturnix-coturnix japonica) umur 6 minggu sampai 18 minggu

memberikan pengaruh tidak nyata terhadap total biaya produksi dan BEP volume

produksi tetapi memberikan pengaruh nyata terhadap total hasil produksi,

laba/rugi, BEP harga produksi dan IOFC maka dapat disimpulkan bahwa

suplementasi mineral (Na, Ca, P dan Cl) memberikan keuntungan.

Saran

Disarankan dalam suplementasi mineral pada ransum puyuh

(Coturnix-coturnix japonica) produksi umur 6-18 minggu menggunakan ransum R1.

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Agus. A., 1990. Analisis Pulang Pokok. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Anggorodi, H.R., 1985. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anggorodi, H.R., 1995. Ilmu Makanan Ternak Unggas. UI-Press, Jakarta.

Campbell, W., 1984. Principles of Fermentation Technology. Pergaman Press, New York.

Gellispie, J.R., 1987. Animal Nutrition and Feeding. Delmar Publisher Inc., Albany, New York.

Georgievskii, V.I., B.N. Annenkov and V.T. Samokhin., 1982. Mineral Nutririon of Animals. Buffers Worths, Kolos.

Hanafiah, A.H., 2000. Rancangan Percobaan : Teori dan Aplikasi. Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Palembang.

Hardjasasmita, P. 2002. Ikthisar Biokimia Dasar A. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta

Kasmir dan Jakfar, 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Listiyowati, E. dan Roospitasari, K., 2000. Puyuh, Tata Laksana Budi Daya Secara Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.

Listiyowati, E. dan Roospitasari, K., 2005. Puyuh, Tata Laksana Budi Daya Secara Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.

McDonald, P., R.A. Edwards, J.F.D. Greenhalgh and C.A. Morgan., 1995. Animal Nutrition. John Wiley & Sons Inc, New York.

McDowell, L.R., 1992. Minerals in Animal and Human Nutrition. Academic Press, Inc, SanDiego, California.

Mufliha ,S. K., 1999. Analisis Ekonomi Pemberian Beberapa Tingkat Konsentrat Komersil dalam Ransum Terhadap Produksi Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica). Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, USU, Medan

Murtidjo, B.A., 1996. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius, Yogyakarta.

(55)

Nugroho dan Mayun, I.G.T., 1982. Beternak Puyuh. Penerbit Eka Offset, Semarang.

Nuraini. I., 2003. Pengantar Ekonomi Mikro. Universitas Muhammadiyah, Malang.

Prawirakusumo, S., 1990. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE, Yogyakarta.

Rahardi, F.I. Satyawibawa dan R.N. Setyowati, 1993. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rasyaf, M., 1995. Pengelolaan Peternakan Usaha Ayam Pedaging. Gramedia, Jakarta.

.Rasyaf, M., 1984. Memelihara Burung Puyuh. Kanisius, Yogyakarta.

Rasyaf, M., 1988. Beternak Itik Komersial. Kanisius, Yogyakarta

Rasyaf, M., 1995. Pengelolaan Penetasan. Kanisius, Yogyakarta

Redaksi Agromedia, 2002. Puyuh Si Mungil Penuh Potensi. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Riyanto, B., 1978. Dasar Pembelanjaan. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

Sirait, M.B., 1987. Dasar-Dasar Ekonomi Sebagai Aspek Ilmu Ekonomi dan Ilmu Pertanian. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sigit, S., 1991. Analisa Break Event. Rancangan Linier Secara Ringkas dan Praktis. BPFE, Yogyakarta.

Soekartawi, A., Soeharjo, J.L. Dillon and J.B Hardaker., 1986. Ilmu Usaha Tani. Universitas Indonesia, Jakarta.

Soekartawi., 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Sugiharto, R.E., 2005. Meningkatkan Keuntungan Beternak Puyuh. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Sutoyo, M.D., 1989. Petunjuk Praktis Beternak Puyuh. CV. Titk Terang, Jakarta.

Tillman, A.D., Hartadi H., Reksohadiprojo S., Prawirikusumo S., dan Lebdosoekojo S., 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM-Press, Yogyakarta.

(56)

Wahyu, J., 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. UGM-Press, Yogyakarta.

(57)

LAMPIRAN

(58)

Dalam 1kg ransum dibutuhkan 0.15 mg Cl (Tabel 2.) = 0.00015 g Cl Maka, untuk mendapatkan 0.00015 g Cl diberikan NH4Clsebanyak:

= 1000 g x 0.00015 g = 0.0002 g NH4Cl 660 g

Ket: Ar Na = 23; Ar C = 12; Ar O = 16; Ar Ca = 40; Ar N = 14; Ar H = 1; Ar Cl = 35; Ar P = 31

2. Kandungan nutrisi ransum puyuh dewasa Kadar air : max 13,0%

Sumber: PT. Charoend Phokphand Indonesia

3. Rataan produksi telur puyuh selama penelitian (butir)

Perlakuan Produksi telur Total Rataan

1 2 3 4

Perlakuan Harga ransum/kg Harga mineral perkg ransum

R0 3985.71

R1 4173.55 187.84

R2 4360.72 375.01

R3 4322.20 336.49

Gambar

Tabel 1.Perbedaan susunan protein dan lemak dari berbagai telur unggas.
Tabel 2.
Tabel 4. Sumber Calsium
Tabel 6. Suplementasi beberapa mineral makro dan mikro untuk ternak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengarUh tingkat protein ransum terhadap produksi karkas dan giblet puyuh (Coturnix coturnix japonica) jantan pada

1 984.. Pengaruh Tingkat Pro- tein Ransum terhadap Pertambahan Bobot Hidup, Konsumsi dan Konversi Ransum Puyuh Hcッエオイョゥセ@ coturnix japonica) Periode

dengan judul Performa Produksi Burung Puyuh ( Coturnix coturnix japonica ) Periode Produksi Umur 6-13 Minggu pada Lama Pencahayaan yang Berbeda..

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi betain dan aras betain yang optimal dalam ransum terhadap kualitas telur puyuh. Penelitian ini dilaksanakan

Pengaruh Suplementasi Mineral (Ca, Na, P, Cl) Dalam Ransum Terhadap Performans dan Lofc Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Umur 0-42 Hari.. Universitas

Pengaruh Penggunaan Limbah Penetasan Telur Puyuh dalam Ransum terhadap Produksi Karkas Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Jantan Umur 8 Minggu, penelitian yang

Berdasarkan kualitas telur pertama burung puyuh pemberian tepung daun pepaya (Carica papaya) dalam ransum terhadap telur burung puyuh (Coturnix coturnix javonica) ,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis lampu pijar berwarna yang sangat berpengaruh terhadap produksi telur burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) selama penelitian 7 minggu (pengumpulan