PENGARUH SUPLEMENTASI MINERAL (Ca, Na, P, Cl)
DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS DAN IOFC
BURUNG PUYUH (Coturnix – coturnix japonica)
UMUR 0 – 42 HARI
O L E H
ZAKIYAH NASUTION 030306013
DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGARUH SUPLEMENTASI MINERAL (Ca, Na, P, Cl)
DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANCE DAN IOFC
BURUNG PUYUH (Coturnix – coturnix japonica)
UMUR 0 – 42 HARI
O
L
E
H
ZAKIYAH NASUTION 030306013
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mengikuti Ujian Akhir Di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Penelitian : Pengaruh Suplementasi Mineral (Ca,Na,P,Cl) Dalam Ransum Terhadap Performans dan IOFC Burung Puyuh (Coturnix – coturnix japonica) umur 0 – 42 hari Nama : Zakiyah Nasution
NIM : 030306013
Departemen : Peternakan Program Studi : Produksi Ternak
Disetujui oleh : Komisi Pembimbing
( Ir. Roeswandi )
Ketua Anggota
( Ir. Nurzainah Ginting, MSc )
Mengetahui Oleh :
( Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP Ketua Departemen
)
ABSTRAK
Zakiyah Nasution, 2007. “Pengaruh Suplementasi Mineral (Ca, Na, P,
Cl) Terhadap Performans dan IOFC Burung puyuh (Coturnix-coturnix
japonica) umur 0-42 hari”. Dibawah bimbingan bapak Ir. Roeswandy sebagai
ketua komisi pembimbing dan ibu Ir. Nurzainah Ginting, MSc sebagai anggota komisi pembimbing.
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jln. Prof. A.Sofyan No. 3 Medan. Dari bulan Juni 2007 sampai Agustus 2007. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh suplementasi mineral (Ca, Na, P, Cl) dalam ransum terhadap performans burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) pada umur 0 – 42 hari.
Rancangan Acak Lengkap (RAL) digunakan dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 7 ekor puyuh sehingga jumlah keseluruhan 140 ekor. Perlakuanya adalah R0 = Kontrol (pakan produksi C.P.I), R1 = 37,5 g Ca + 0.00035 g Na, R2 = 75 g Ca + 0.0007 g Na, R3 = 10 g P + 0,00015 g Cl, R4 = 20 g P + 0,0003 g Cl. Data dianalisis dengan sidik ragam dengan parameter konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan income over feed cost.
Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa rataan konsumsi ransum tertinggi terdapat pada perlakuan R2 sebesar 77.34 gram/ekor/minggu dan terendah pada perlakuan R0 sebesar 68.67 gram/ekor/minggu. Rataan pertambahan bobot badan tertinggi terdapat pada perlakuan R0 sebesar 22,46 g/ekor/minggu dan terendah pada perlakuan R2 sebesar 19,20 gram/ekor/minggu. Rataan konversi tertinggi terdapat pada perlakuan R2 sebesar 4,29 dan terendah pada perlakuan R0 sebesar 3,13. Rataan IOFC tertinggi pada perlakuan R0 sebesar Rp 5794/ekor dan terendah terdapat pada perlakuan R4 sebesarRp -5382/ekor.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh suplementasi mineral (Ca, Na, P, Cl) sama baiknya dengan pakan komersil C.P.I terhadap konsumsi
ABSTRACT
Zakiyah Nasution, 2007.”The Influence of suplementation essensial
elements (Ca,Na,P,Cl) on the performance and IOFC of quail
(Coturnix-coturnix japonica) 0-42 days age”. Under adviced of Ir. Roeswandy as
supervisor and Ir. Nurzainah Ginting, MSc as co- supervisor.
This research was held on the Biology Laboratory of animal science, Departement of Agriculture, North Sumatera University, Jln. Prof. Dr. A. Sofyan no.3 Campus Medan. From June 2007 to August 2007. The objectives of this research were to cover the influence of suplementation essensial elements (Ca, Na ,P, Cl) on feed consumtio, average daily gain (ADG) feed conversion ratio (FCR) and Income Over Feed Cost (IOFC) of quail 0-42 days of age.
Completely randomized design (CRD) was use with five treatments and four replications each replications consist of sevent. The treatmens were R0 (product C.P.I), R1 = 37,5 g Ca + 0.00035 g Na, R2 = 75 g Ca + 0.0007 g Na, R3 = 10 g P + 0,00015 g Cl, R4 = 20 g P + 0,0003 g Cl.Analysis of variance (ANOVA) statistically was used to analize the observations data on the variables, i.e. feed consumtion, average daily gain (ADG), feed conversion ratio (FCR) and income over feed cost (IOFC).
The result showed that the highest average feed intake was found in treatment R2 (75 g Ca + 0.0007 g) for 77.34 g/quail/week and the lowest one was found in treatment R0 (product C.P.I) for 69.82 g/quail/week. The higest of ADG was found in treatment R0 22,46 g/quail/week and the lowest one was found in treatment R2 19,20. The higest average of FCR was found in treatment R2 for 4,29, and the lowest one was found in treatment R0 for 3,13. The highest of IOFC was found in treatment R0 for Rp5794 and the lowest one was found in treatment R4 Rp- 5358,2.
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini.
Adapun judul penelitian ini adalah “ Pengaruh Suplementasi Mineral
(Ca, Na, P, Cl) Dalam Ransum Terhadap Performans dan IOFC
Burung Puyuh (Coturnix– coturnix japonica) umur 0 – 42 hari ” dimana
penelitian ini adalah tahap pertama dari serangkaian peristiwa yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan mineral terhadap pembentukan kelamin puyuh. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Ir. Roeswandi selaku ketua pembimbing dan Ibu Ir. Nurzainah Ginting, MSc selaku anggota pembimbing, atas bantuan yang diberikan dalam penulisan hasil penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan hasil ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan dikemudian hari. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua yang memerlukan.
Medan, Agustus 2007
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN... vii
PENDAHULUAN
Kebutuhan Nutrisi Burung Puyuh ... 8
Protein dan Energi ... 8
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19
Bahan dan Alat Penelitian ... 19
Bahan Penelitian ... 19
Alat Penelitian ... 19
Metode Penelitian ... 20
Parameter Penelitian ... 21
Pelaksanaan Penelitian... 22
Konversi Ransum ... 25
Income Over Feed Cost ... 26
Pembahasan ... 27
Konsumsi Ransum ... 27
Pertambahan Bobot Badan ... 28
Konversi Ransum ... 29
Income Over Feed Cost (IOFC) ... 30
Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 32
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 33
Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Hal.
1. Perbedaan susunan protein dan lemak telur puyuh dibandingkan
dengan telur ternak unggas lain………... 7
2. Kebutuhan zat–zat makanan dalam ransum burung puyuh (Coturnix – coturnix japonica) untuk daerah tropis…………... 12
3. Defisiensi Mineral... 13
4. Suplementasi mineral makro dan mikro untuk ternak... 14
5. Jumlah ransum yang diberikan per hari menurut umur puyuh... 15
6. Rataan konsumsi ransum burung puyuh selama 6 minggu (g/ekor/minggu)... 24
7. Rataan pertambahan bobot badan burung puyuh selama 6 minggu (g/ekor/minggu)... 25
8. Rataan konversi ransum burung puyuh selama 6 minggu... 25
9. Rataan IOFC burung puyuh selama 6 minggu... 26
10. Analisis keragaman konsumsi ransum burung puyuh selama 6 minggu... 27
11. Analisis keragaman pertambahan bobot badan burung puyuh selama 6 minggu... 28
12. Analisis keragaman konversi ransum burung puyuh selama 6 minggu... 29
13. Analisis keragaman IOFC burung puyuh selama 6 minggu... 30
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Hal.
1. Data rataan konsumsi ransum burung puyuh selama 6 minggu (g/ekor/minggu)... 35 2. Data pertambahan bobot badan burung puyuh selama 6 minggu
(g/ekor/minggu)... 36 3. Data rataan konversi ransum burung puyuh selama 6 minggu...
37 4. Data rataan IOFC burung puyuh selama 6 minggu... 38 5. Kandungan nutrisi pakan burung puyuh... 39 6. Kadar mineral Na, Ca, P, Cl dalam bahan yang digunakan... 40
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Puyuh merupakan salah satu komoditi unggas yang semakin populer dimasyarakat. Hal ini terbukti dengan banyaknya masyarakat yang berminat untuk memelihara puyuh dan meningkatnya masyarakat yang mengkonsumsi produk–produk yang dihasilkan dari burung puyuh baik telur maupun dagingnya.
Beternak Puyuh sudah semakin bermasyarakat, karena selain produk puyuh disukai juga puyuh cocok bila diusahakan, baik sebagai usaha sambilan maupun komersial. Banyak peternak puyuh yang bermunculan, tapi tidak semua peternak tersebut berhasil. Ini disebabkan faktor biaya pemeliharaan yang tinggi serta kurangnya pengetahuan peternak tentang cara beternak puyuh. Pengelolaan ternak puyuh masih banyak memakai metode coba-coba (trial and error).
Puyuh adalah spesies atau sub species dari genus Coturnix yang tersebar di seluruh daratan Amerika. Pada tahun 1870, puyuh Jepang yang disebut Japanese quail (Coturnix-coturnix japonica) mulai masuk ke Amerika. Namun sebutan untuk puyuh ini kemudian menjadi beragam seperti common quail, stubble quail, pharoas quail, eastern quail, asiatic quail, Japanese grey quail, red throad quail,
Japanese migratory quail, king quail dan Japanese king quail. Sementara puyuh
bob white (Collinus virgianus) dan California quail (Lophortyx California) berasal dari Amerika Utara dan tidak termasuk dalam genus Coturnix.
mulai dikenal, dan diternakkan mulai akhir tahun 1979. Kini mulai bermunculan di kandang-kandang ternak yang ada di Indonesia. Belum banyak masyarakat mengetahui, bahwa puyuh yang bertubuh kecil memiliki banyak manfaat.
Dalam percobaan-percobaan laboratorium, puyuh selalu dipilih sebagai hewan percobaan. Ada beberapa dasar pertimbangan yang dipakai, yaitu siklus hidupnya yang relatif singkat. Seekor puyuh, khususnya Coturnix-coturnix japonica, sudah mencapai dewasa kelamin pada umur 41 hari. Puyuh mempunyai
kemampuan untuk menghasilkan keturunan sebanyak 3 - 4 generasi per tahun. Sifat ini merupakan keunggulan yang sangat menguntungkan untuk menjadikan puyuh sebagai hewan laboratorium.
Puyuh juga mempunyai siklus hidup yang relatif pendek dengan laju metabolisme yang tinggi. Selain itu, pertumbuhan dan perkembangannya sangat cepat. Produktivitas burung puyuh ini dapat mencapai 250-300 butir pertahun. Selain telur dan daging puyuh, kotorannya juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kandang. Keunggulan lain yang dimiliki burung puyuh adalah cara pemeliharaannya tidak begitu sulit, memiliki daya tahan tubuh yang tinggi terhadap penyakit.
Faktor yang terpenting dalam pemeliharaan burung puyuh adalah pakan, sebab 80% biaya yang dikeluarkan peternak digunakan untuk pembelian pakan. Zat-zat gizi yang dibutuhkan harus terdapat dalam pakan, kekurangan salah satu zat gizi yang diperlukan akan memberikan dampak buruk. Mineral merupakan zat gizi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan burung puyuh, walaupun dikonsumsi dalam jumlah yang sedikit.
Semua mahluk hidup memerlukan unsur inorganik atau mineral untuk proses kehidupan yang normal. Semua jaringan ternak dan makanan/pakan mengandung mineral dalam jumlah dan proporsi yang sangat bervariasi. Unsur inorganik ini merupakan konstituen dari abu yang tersisa setelah pembakaran dari bahan pakan..
Mineral yang esensial untuk ternak diklasifikasikan menjadi mineral makro (major elements) dan mineral mikro (trace elements). Mineral tersebut berada dalam bentuk oksida, karbonat dan sulfat. Klasifikasi tersebut berdasarkan pada konsentrasi mineral di dalam tubuh ternak atau jumlah yang dibutuhkan dalam ransum ternak. Secara normal, konsentrasi mineral mikro dalam tubuh ternak tidak lebih dari 50 mg/kg dan kebutuhan dalam ransum kurang dari 100 mg/kg ransum.
Menurut Anggorodi (1995) mineral makro seperti Ca, P, Mg, Na, Cl, S, K merupakan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang besar, umumnya mineral makro ini dalam tubuh berfungsi untuk sintesis jaringan struktural.
dapat kecukupan hanya dari pencemaran air, dari kandangnya,dari udara atau dari pemeliharaan. Adapun fungsi mineral makro ini dalam tubuh secara umum adalah sebagai bagian susunan enzim (Tillman,et. al, 1989).
Dalam masa pertumbuhan burung puyuh yaitu pada umu 0 – 6 minggu, kebutuhan akan mineral perlu untuk diperhatikan, seperti mineral Ca (Kalsium) merupaka mineral yang diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan tulang serta gigi sehingga sebagian besar Ca yang ada dalam tubuh terdapat pada tulang dan gigi.
Sedangkan phospor adalah salah satu unsur mineral yang sangat penting, karena phospor berfungsi dalam proses metabolisme karbohidrat. Pada unggas hasil metabolisme karbohidrat diperlukan sebagai sumber energi, selain itu phospor juga dapat mengatur keseimbangan asam dan basa dalam tubuh.
Natrium dan khlorine juga diperlukan dalam pertumbuhan, dimana natrium dapat mempermudah jalannya pemasukan glukosa melalui membran sel ke dalam sel.
Oleh karena adanya uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan perlakuan suplementasi beberapa mineral (Ca, Na, P, Cl)
dalam ransum untuk melihat bagaimana performans burung puyuh (Coturnix–coturnix japonica) pada umur 0 sampai 42 hari.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh suplementasi mineral (Ca, Na, P, Cl) dalam
Hipotesis Penelitian
Penambahan mineral (Ca, Na, P, Cl) dalam ransum mempengaruhi secara
positif terhadap performance dan IOFC burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) pada umur 0 – 42 hari.
Kegunaan Penelitian
- Memberikan informasi bagi peternak dalam pengembangan usaha peternakan burung puyuh.
TINJAUAN PUSTAKA
Burung Puyuh
Puyuh atau dalam bahasa asingnya disebut dengan ”Quail” masih cukup banyak mewarisi sifat-sifat burung liar, dimana sifat liar ini dapat dijumpai pada setiap bangsa burung puyuh. Burung puyuh mulai populer di Indonesia semenjak akhir tahun 1979, dimana selain diambil telurnya daging puyuh juga merupakan makanan yang lezat dan bernilai gizi yang tinggi (Rasyaf,1984).
Jenis burung puyuh yang biasa diternakkan adalah berasal dari jenis Coturnix – coturnix japonica. Produktivitas telur puyuh ini mencapai 250–300
butir per tahun dengan berat rata – rata 10 gram per butir. Di samping telurnya puyuh juga dimanfaatkan daging dan kotorannya. Keunggulan lain dari puyuh adalah cara pemeliharaannya mudah, mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap penyakit, dan dapat diternakkan bersama hewan lain (Hartono, 2004).
Klasifikasi burung puyuh sebagai berikut: Kelas : Aves (bangsa burung)
Ordo :Galiformes. Sub Ordo : Phasionaidae Family : Phasianidae Sub Family: Phasianidae Genus : Coturnix
Species : Cotornix-coturnix japonica (Redaksi Agromedia, 2002).
burung puyuh betina akan bertelur 200 butir pada tahun pertama berproduksi (Randall,1986).
Kandungan protein dan lemak telur puyuh lebih baik dibandingkan dengan telur unggas lainnya. Kandungan proteinnya tinggi, tetapi kadar lemaknya rendah. Selain itu rasanya juga lezat dan dapat disajikan dalam aneka bentuk dan rasa. Bahkan telur dipercaya dapat memberikan kekuatan sehingga sering digunakan obat kuat dan campuran jamu dan anggur. Telur puyuh sangat baik untuk diet kolesterol karena dapat mengurangi terjadinya penimbunan lemak, terutama di jantung, sedangkan kebutuhan proteinnya tetap mencukupi.
Tabel 1.Perbedaan susunan protein dan lemak telur puyuh dibandingkan dengan telur ternak unggas lain.
Jenis Unggas Protein
(%)
Lemak (%) Karbohidrat
(%)
Puyuh betina sudah mulai bertelur pada umur 41 hari. Dalam satu tahun
dapat menghasilkan 250 – 300 butir telur, yaitu dalam periode bertelur selama 9 – 12 bulan (Listiyowati, 2005).
Pemeliharaan Burung Puyuh
Sanitasi dan Tindakan Preventif
Untuk menjaga timbulnya penyakit pada pemeliharaan puyuh kebersihan lingkungan kandang dan vaksinasi terhadap puyuh perlu dilakukan sedini
Pengontrolan Penyakit
Pengontrolan penyakit dilakukan setiap saat dan apabila ada tanda-tanda yang kurang sehat terhadap puyuh harus segera dilakukan pengobatan sesuai dengan petunjuk dokter hewan atau dinas peternakan setempat atau petunjuk dari Poultry Shoup (Listiyowati, 2005).
Pemberian Pakan
Ransum (pakan) yang dapat diberikan untuk puyuh terdiri dari beberapa bentuk, yaitu: bentuk pallet, remah-remah dan tepung. Untuk pemberian minum pada anak puyuh pada bibitan terus-menerus (Listiyowati, 2005).
Pemberian Vaksinasi dan Obat
Pada umur 4-7 hari puyuh di vaksinasi dengan dosis setengah dari dosis untuk ayam. Vaksin dapat diberikan melalui tetes mata (intra okuler) atau air minum (peroral). Pemberian obat segera dilakukan apabila puyuh terlihat gejala-gejala sakit (Listiyowati, 2005).
Kebutuhan Nutrisi Burung Puyuh
Protein dan Energi
Bila puyuh umur 0–5 minggu dianggap grower maka berdasarkan data pertumbuhan akan meningkat dengan kadar protein dalam ransum sampai 24%. Burung puyuh yang mendapat ransum dengan kadar protein protein 24% mempunyai konversi ransum yang sama dengan ransum yang mengandung
Kandungan gizi pakan puyuh produksi yang harus dipenuhi antara lain protein kasar 20%, energi metabolisme 2.850-3000 kkal/kg, serat kasar 6%, lemak 6%, dan mineral (kalsium, phosphor) 3-5% (Sugiharto, 2005).
Vitamin
Vitamin adalah senyawa organik yang harus selalu tersedia dalam jumlah sangat kecil untuk metabolisme jaringan normal. Kekurangan vitamin pada puyuh dapat menimbulkan kerugian. Sebagai misal ternak akan lebih mudah terserang
penyakit, sehingga menurunkan produktivitas bahkan kematian (Listiyowati dan Roospitasari, 2000).
Lemak
Lemak dibutuhkan sebagai sumber asam–asam lemak essensial, sebagai karrier vitamin–vitamin yang larut dalam lemak, sebagai sumber energi karena kadar energi lemak yang tinggi (Tillman et. al, 1989).
Air
Air dianggap sebagai salah satu zat makanan yang juga penting bagi ternak unggas. Air digolongkan sebagai unsur inorganik yang merupakan zat yang terpenting dari seluruh zat kimia yang ada dalam tubuh. Fungsi air sebagai bahan dasar dalam darah, sel dan cairan antar sel, sebagai alat untuk transpor zat–zat makanan, membantu kerja enzim dalam proses metabolisme, pengatur suhu tubuh, membantu keseimbangan dalam tubuh (Rizal, 2006).
Mineral
mineral banyak diekskresi melalui tinja. Untuk mineral Ca, P, serta Na dan K mayoritas diekskresi melalui ginjal ( Hardjasasmita, 2002).
Menurut (McDowell et.al,1992) mineral merupakan salah satu zat nutrisi
yang diperlukan oleh tubuh ternak, bila dilihat dari fungsi,struktur serta fisiologisnya adalah sebagai berikut,
Fungsi:
Fungsi mineral secara umum dibagi menjadi 4 macam, yaitu: (1) untuk pembentukan struktur (2) untuk fungsi fisiologis (3) berfungsi sebagai katalis dan (4) sebagai regulator.
Struktur
Mineral yang dapat membentuk komponen struktur dari organ-organ dan jaringan tubuh, seperti mineral Ca, P, Mg, F dan Si dalam tulang dan gigi, P dan S dalam protein otot.
Fisiologis
Mineral berada dalam cairan tubuh dan jaringan sebagai elektrolit untuk menjaga tekanan osmotik, keseimbangan asam-basa, permeabilitas membran serta iritabilitas jaringan; misalnya Na, K, Cl, Ca dan Mg dalam darah, cairan otak dan cairan saluran pencernaan.
Kalsium dan Phosphor
Mineral–mineral terutama kalsium dan fosfor, berperan dalam pembentukan gigi dan tulang, serta dalam konstraksi otot. Fungsi–fungsi yang lain menyangkut proses–proses biokimia, seperti mempertahankan gradien osmotik dan pertukaran ion, aktivitas listrik, termasuk peranannya sebagai kofaktor dalam sistem enzim (Frandson, 1992).
Kalsium juga sangat penting dalam pengaturan sejumlah besar aktivitas sel yang vital, fungsi syaraf dan otot, kerja hormon, pembekuan darah, motilitas seluler dan khusus pada ayam petelur berguna untuk pembentukan kerabang telur. Salah satu sumber kalsium adalah kalsium karbonat dengan kadar Ca sebesar 40 %. Fosfor berfungsi sebagai pembentuk tulang, persenyawaan organik, dan sebagian besar metabolisme energi, karbohidrat, asam amino dan lemak, transportasi asam lemak dan bagian koenzim (Widodo, 2002).
Natrium
Menurut Anggorodi (1994) natrium merupakan kation utama dari air laut maupun cairan ekstraseluler. Hewan yang mendapat ransum yang defisien akan natrium, tidak hanya akan terganggu pertumbuhannya, akan tetapi tulang– tulangnya menjadi lunak, kornea bertanduk, perubahan dalam fungsi selular, dan penurunan isi cairan plasma. Defisiensi natrium dengan nyata mengurangi penggunaan protein dan energi.
Klorida
saluran pencernaan dalam pertukaran klorida yang bertanggung jawab terhadap konsentrasi H+ dari cairan saluran pencernaan (Wahju, 1992).
Adapun kebutuhan zat–zat makanan dalam ransum burung puyuh (Coturnix – coturnix japonica) untuk daerah tropis.
Tabel 2. Kebutuhan zat–zat makanan dalam ransum burung puyuh ( Coturnix – coturnix japonica) untuk daerah tropis.
Zat- zat makanan % atau jumlah / kg makanan Grower umur 0-5 minggu
Sumber : 1. NRC ( National Recearch Council ), Nutrient Requirement of Poultry,1977.
2. Lee, T.K. et al, Singapore Journal Pri. Ind. 5(2) : 70-81,82-90,1977 3. Woodard et al, Japanese Quail Husbandry in the Laboratory, 1973
Mineral merupakan komponen dari persenyawaan organik jaringan tubuh dan persenyawaan kimiawi lainnya dalam proses metabolisme (Suprijatna,dkk,2005).
Defisiensi Mineral
Jika mineral yang dikonsumsi kurang atau berlebih dari yang dibutuhkan akan menyebabkan efek negatif pada ternak.Efek Negativ Akibat Defesiensi Tabel 3. Defisiensi mineral
Mineral Efek negatif akibat defisiensi Ca
P
K
Na Cl
Osteoporosis (rickets), osteomalacia, kerabang telur tipis, mengganggu proses pembekuan darah, milk fever,produksi susu menurun
Rickets, osteomalacia, pertumbuhan terhambat, napsu makan menurun, fertilitas jelek
Menurunkan napsu makan, pertumbuhan terhambat, otot lemah, paralysis, acidosis intraseluler,degenerasi organ vital,kelainan syaraf
Dehidrasi, pertumbuhan jelek, produksi telur rendah Alkalosis
(Underwood and Suttle,2001). Suplementasi Mineral
bahan-bahan pakan yang digunakan. Sebagai contoh, penambahan konsentrat protein pada campuran biji-bijian meningkatkan kandungan mineral tertentu seperti Ca, P, Zn dan Iod. Sementara itu, penggantian (substitusi) produk hewani oleh sumber protein nabati, seperti tepung daging atau tepung ikan akan menyebabkan rendahnya ketersediaan beberapa mineral. Dalam prakteknya, suplementasi mineral dilakukan secara rutin pada ransum yang disusun oleh peternak sendiri maupun secara komersial (pabrik) sebagai jaminan atau untuk antisipasi terhadap berkurangnya ketersediaan mineral dari bahan-bahan pakan yang mengandung zat-zat anti nutrisi atau faktor-faktor lain yang menurunkan ketersediaan mineral dalam ransum.
Tabel 4. Suplementasi beberapa mineral makro dan mikro untuk ternak
Nama mineral Sumber
Ca
Tepung tulang, kulit kerang, dicalcium phosphate, CaCO3 Tepung tulang, dicalcium phosphate
Garam (NaCl), monosodium glutamat Garam (NaCl), monosodium glutamat
Potassium chlorida, potassium gluconate, potassium sulphate Garam (NaCl), pot assium chlorida
Magnesium oksida, magnesium sulphate Manganese gluconate
Sodium sulphate, ferrous sulfide
penggunaan hasil samping peternakan dalam formulasi pakan, meningkatnya penggunaan produk industri seperti urea yang menggantikan(McDowell,1992).
Konsumsi Ransum
Menurut Wahju (1992) konsumsi ransum dapat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas ransum, umur, aktifitas ternak, palatabilitas ransum, tingkat produksi, dan pengelolaanya. Parakkasi (1983) menyatakan bahwa komposisi kimia dan keseragaman ransum erat hubungannya dengan konsumsi ransum.
Kartadisastra (1997) menyatakan bahwa palatabilitas merupakan sifat performans dari bahan – bahan pakan sebagai akibat dari keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki bahan – bahan pakan tersebut hal ini tercermin oleh organolektif seperti penampilan, bau, rasa, tekstur dan temperatur.
Menurut Anggorodi (1995) menyatakan burung puyuh Jepang dewasa makan 14-18 gram per ekor per hari. Untuk mencegah pemborosan dalam ransum ada baiknya seorang peternak memberikan ransum menurut umur seperti tertera pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah ransum yang diberikan per hari menurut umur puyuh
Umur puyuh Jumlah ransum yang diberikan per ekor (gram) 1 hari – 1 mingu Sumber : Gema Penyuluhan Pertanian, 1984
tinggi akan menyedikan protein yang kurang dalam tubuh unggas karena rendahnya jumlah makanan yang dimakan. Sebaliknya, bila kadar energi kurang maka unggas akan mengkonsumsi makanan untuk mendapatkan lebih banyak energi akibatnya kemungkinan akan mengkonsumsi protein yang berlebihan (Tillman, et. al, 1989).
Menurut Jull (1982), bahwa pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh oleh jenis dan jumlah ransum yang dikonsumsi.
Pertambahan Bobot Badan
Suharno dan Nazaruddin (1994), menyatakan bahwa pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh tipe ternak, suhu lingkungan, jenis ternak, dan gizi yang ada dalam ransum.
Kartadisastra (1997), menyatakan bahwa bobot tubuh ternak senantiasa berbanding lurus dengan konsumsi ransum, makin tinggi bobot tubuhnya, tinggi pula tingkat konsumsinya terhadap ransum. Bobot tubuh ternak dapat diketahui dengan penimbangan.
Laju pertumbuhan seekor ternak dikendalikan oleh banyaknya konsumsi ransum dan terutama energi yang diperoleh. Energi merupakan perintis pada produksi ternak dan hal tersebut terjadi secara alami. Variasi energi yang disuplai pada ternak akan digambarkan pada laju pertumbuhan ( McDonald, et. al,1995 ).
Konversi Ransum
Lestari (1992), menyatakan angka konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan ransum. Angka konversi ransum dipengaruhi oleh strain dan faktor lingkungan seperti seluruh pengaruh luar termasuk didalamnya faktor makanan terutama nilai gizi rendah.
Anggorodi (1985), menyatakan bahwa konversi ransum dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : umur ternak, bangsa, kandungan gizi ransum, keadaan temperatur dan keadaan unggas.
Konversi ransum adalah perbandingan jumlah ransum yang dikonsumsi pada satu minggu dengan pertambahan bobot badan pada minggu itu (Rasyaf, 1994).
Semakin baik mutu pakan semakin kecil pula konversi pakannya. Baik tidaknya mutu pakan ditentukan seimbang tidaknya zat-zat gizi dalam pakan itu diperlukan oleh tubuh ayam. Pakan yang kekurangan salah satu unsur gizi akan mengakibatkan ayam memakan pakannya secara berlebihan untuk mencukupi kekurangan zat yang diperlukan tubuhnya (Sarwono, 1996).
Angka konversi ransum menunjukkan tingkat penggunaan ransum dimana jika angka konversi semakinkecil maka penggunaan ransum semakin efisien dan sebaliknya jika angka konversi besar maka penggunaan ransum tidak efisien (Campbell, 1984).
Income Over Feed Cost (IOFC)
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A. Sofyan No. 3 Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, berada pada ketinggian 25 m dari permukaan laut. Penelitian berlangsung selama 6 minggu dimulai dari bulan Juni 2007 sampai dengan Agustus 2007.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
• Burung puyuh umur satu hari (DOQ) sebanyak 140 ekor dengan bobot badan x = 9,98125 ± 2 (0,39607) gram = 9,18 gram sampai dengan 10,77 gram.
• Air minum
• Vaksin New Castle Disease (NCD)
• Vitamin seperti puyuhvit
• Desinfektan seperti rodalon
• Kalium permanganat dan formalin sebagai bahan fumigasi
• Na2C03, CaC03, (NH4)3P04, NH4Cl sebagai bahan mineral yang akan diteliti
• Ransum burung puyuh disusun menurut perlakuan, kecuali kontrol dipakai produksi P.T. Charoen Pokphand Indonesia
Alat
• Tempat pakan dan air minum
• Lampu 40 watt sebagai penerangan
• Timbangan salter kapasitas 5 kg dengan ketelitian 0,1 gram.
• Alat – alat pembersih kandang
• Alat tulis dan kalkulator
Metode Penelitian
Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan, dimana setiap ulangan terdiri dari 7 ekor per plot, jumlah seluruhnya 140 ekor.
Perlakuan yang diteliti sebagai berikut : R0 : Kontrol (pakan produksi C.P.I) R1 : Kontrol + 37,5 g Ca + 0.00035 g Na R2 : Kontrol + 75 g Ca + 0.0007 g Na R3 : Kontrol + 10 g P + 0,00015 g Cl R4 : Kontrol + 20 g P + 0,0003 g Cl
Banyaknya ulangan disesuaikan dengan rumus : t ( n – 1 ) > 15
5 ( n – 1 ) > 15 5n > 20 n > 4
Model linier yang digunakan untuk rancangan acak lengkap ( RAL ) adalah :
Yij = µ + i+ ∑ij
Yij = Hasil pengamatan pada ulangan ke- i dan perlakuan ke – j µ = Nilai rerata (mean) harapan
i = Pengaruh faktor perlakuan
∑ij = Pengaruh galat (experimental error) (Hanafiah, 2003)
Denah pemeliharaan yang akan dilaksanakan sebagai berikut : R23 R34 R14 R43 R02
R13 R01 R32 R22 R44 R11 R42 R21 R04 R24 R33 R12 R41 R03 R31
Parameter penelitian
Konsumsi Ransum (g)
Data konsumsi ransum diperoleh dengan cara melakukan penimbangan ransum yang diberikan selama satu minggu, kemudian dikurangi dengan penimbangan sisa ransum selama satu minggu.
Pertambahan Bobot Badan (g)
Data pertambahan bobot badan diperoleh dengan cara penimbangan setiap minggu yang merupakan selisih antara penimbangan bobot badan akhir dengan penimbangan bobot badan awal per satuan waktu (gram/minggu).
Konversi Ransum
Income Over Feed Cost
Income Over Feed Cost (IOFC) dihitung berdasarkan selisih dari total pendapatan dengan biaya ransum selama penelitian. IOFC dapat dihitung setelah penelitian.
Pelaksanaan Penelitian
• Persiapan Kandang
Kandang terlebih dahulu didesinfektan dengan menggunakan rodalon dan dibiarkan selama 3 hari. Peralatan kandang dibersihkan dan didesinfektan sebelum digunakan.
• Random Puyuh
Sebelum DOQ dimasukkan kedalam unit percobaan, dilakukan seleksi dan penimbangan bobot awal badan. DOQ dihomogenkan berat badannya dengan menggunakan rumus x = 9,98125 ± 2 (0,39607) untuk ditempatkan ke masing – masing unit kandang sebanyak 7 ekor / plot.
• Penyusunan Ransum
Ransum disusun sesuai dengan perlakuan yang akan diteliti. Penyusunan ransum dilakukan satu kali seminggu dengan tujuan untuk menjaga dari ketengikan ransum. Suplementasi mineral diberikan pada saat menyusun ransum. Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum. Obat-obatan diberikan sesuai kebutuhan.
• Pengambilan Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum dapat dihitung dengan pengurangan jumlah ransum yang diberikan dengan sisa dan ransum yang terbuang. Rataan konsumsi ransum dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3.Rataan konsumsi ransum burung puyuh selama 6 minggu (g/ekor/minggu)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4
R0 68,74 68,65 67,63 69,67 274,69 68,67
R1 71,95 76,83 70,41 78,96 298,15 74,54
R2 80,68 69,19 76,09 83,40 309,37 77,34
R3 74,12 67,79 71,29 66,09 279,30 69,82
R4 65,50 76,47 70,98 75,80 288,75 72,19
Total 361,00 358,94 356,40 373,91 1450,25 362,56
Rataan 72,20 71,79 71,28 74,78 290,05 72,51
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa rataan konsumsi ransum burung puyuh selama penelitian adalah 72,51 g/ekor/minggu dengan kisaran 68,67
gram/ekor/minggu sampai dengan 77,34 g/ekor/minggu. Konsumsi ransum terendah terdapat pada perlakuan R0 (ransum tanpa perlakuan) yaitu sebesar 68,67 gram/ekor/minggu, sedangkan konsumsi ransum tertinggi terdapat pada perlakuan R2(ransum dengan suplementasi 75 g Ca + 0,0007 g Na) yaitu sebesar 77,34 gram/ekor/minggu.
Pertambahan Bobot Badan
gram/ekor/minggu. Rataan pertambahan bobot badan burung puyuh yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan pertambahan bobot badan burung puyuh selama 6 minggu (g/ekor/minggu)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa rataan pertambahan bobot badan burung puyuh selama penelitian adalah 20,52 gram/ekor/minggu dengan kisaran 19,20 g/ekor/minggu sampai dengan 22,46 gram/ekor/minggu. Pertambahan bobot badan terendah terdapat pada perlakuan R2 (ransum dengan suplementasi 75 g Ca + 0,0007 g Na) yaitu sebesar 19,20 gram/ekor/minggu, sedangkan pertambahan bobot badan tertinggi terdapat pada perlakuan R0 (ransum tanpa suplementasi mineral) yaitu sebesar 22,46 gram/ekor/minggu.
Konversi Ransum
Konversi ransum dihitung dengan membandingkan jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang didapat setiap minggunya. Rataan konversi ransum burung puyuh yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan konversi ransum burung puyuh selama 6 minggu
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Rataan 3,88 3,60 3,37 3,97 14,82 3,71
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa rataan konversi ransum badan burung puyuh selama penelitian adalah 3,71, dengan kisaran 3,13 sampai dengan 4,29. Konversi ransum terendah terdapat pada perlakuan R0 (ransum tanpa suplementasi mineral) yaitu sebesar 3,13, sedangkan konversi ransum tertinggi terdapat pada perlakuan R2 (ransum dengan suplementasi 75 g Ca + 0,0007 g Na) yaitu sebesar 4,29.
Income Over Feed Cost (IOFC)
Income over feed cost adalah selisih antara pendapatan usaha peternakan terhadap biaya pakan. Pendapatan ini merupakan perkalian antara produksi
peternakan dengan harga jual. Rataan IOFC ransum burung puyuh yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6 .
Tabel 6. Rataan Income Over Feed Cost burung puyuh selama 6 minggu
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4
R0 5793,8 5794,1 5797,1 5791,0 23175,9 5794,0 R1 5778,6 5763,6 5783,3 5757,0 23082,6 5770,6 R2 5747,4 5783,4 5761,8 5739,0 23031,6 5757,9
R3 -551,4 8,4 -301,5 158,3 -686,1 -171,5
R4 -4306,5 -6032,6 -5167,8 -5925,8 -21432,8 -5358,2 Total 12461,9 11316,8 11873,0 11519,5 47171,3 11792,8 Rataan 2492,4 2263,4 2374,6 2303,9 9434,3 2358,6
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa rataan IOFC burung puyuh selama penelitian adalah 2358,6 kisaran Rp -5358/ekor sampai dengan Rp 5794/ekor. IOFC terendah terdapat pada perlakuan R4 yaitu sebesar Rp -5382/ekor
Pembahasan
Konsumsi Ransum
Untuk mengetahui pengaruh suplementasi mineral dalam ransum terhadap konsumsi ransum burung puyuh, maka dilakukan analisis keragaman seperti yang tertera pada Tabel 7.
Tabel 7.Analisis keragaman konsumsi ransum burung puyuh selama 6 minggu
SK DB JK KT F Hit.
F Tab. 0,05 0,01 Perlakuan 4 198,0552 49,51379 2,63tn 3,06 4,89
Galat 15 282,6896 18,84597
Total 19 480,7447
KK = 5,99 %
Keterangan : * = Nyata
** = Sangat Nyata
tn = Tidak Nyata
Perlakuan dengan suplementasi mineral di dalam ransum burung puyuh tidak memberikan perbedaan yang nyata pada burung puyuh dalam mengkonsumsi ransum. Hal ini dapat disebabkan karena kandungan energi dalam ransum tiap perlakuan dapat dikatakan sama dan umumnya mineral sulit untuk dicerna oleh usus sehingga mempengaruhi konsumsi ransum pada ternak. Selain itu diduga pada ransum komersil yang digunakan memiliki kandungan mineral yang cukup meskipun tidak dilakukan analisa pada pakan tersebut.Hal ini sesuai dengan pernyataan (Hardjasasmita, 2002) kebanyakan mineral ditemukan dalam bentuk garam – garam yang sukar larut sehingga sukar diserap dalam usus, kecuali K dan Na. Sehingga umumnya mineral banyak diekskresi melalui tinja. Untuk mineral Ca, P, serta Na dan K mayoritas diekskresi melalui ginjal.
Mineral memberikan pengaruh terhadap metabolisme dalam tubuh ternak, karena mineral merupakan komponen dalam persenyawaan pada proses metabolisme, sebagaimana dikemukan oleh (Suprijatna,dkk,2005) mineral merupakan komponen dari persenyawaan organik jaringan tubuh dan persenyawaan kimiawi lainnya dalam proses metabolisme.
Menurut Widodo (2002), metabolisme yang dipengaruhi mineral adalah metabolisme energi dan metabolisme karbohidrat. Salah satunya yaitu mineral Phosfor yang berfungsi sebagai pembentuk tulang, persenyawaan organik, dan sebagian besar metabolisme energi, karbohidrat, asam amino dan lemak, transportasi asam lemak dan bagian koenzim.
Untuk mengetahui pengaruh suplementasi mineral dalam ransum terhadap pertambahan bobot badan burung puyuh, maka dilakukan analisis keragaman seperti yang tertera pada Tabel 8 .
Tabel 8. Analisis keragaman pertambahan bobot badan burung puyuh selama 6 minggu
SK DB JK KT Fhit.
Ftab. 0,05 0,01 Perlakuan 4 22,92637 5,731594 2,15 tn 3,06 4,89
Galat 15 40,02682 2,668455
Total 19 62,9532
KK = 7,96 %
Keterangan : * = Nyata
** = Sangat Nyata
tn = Tidak Nyata
Hasil analisis keragaman pada Tabel 8 menunjukkan bahwa F Hitung lebih kecil dari F Tabel pada taraf 0,05 yang berati bahwa perlakuan R0, R1, R2, R3 dan R4 pada ransum burung puyuh memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan burung puyuh, walaupun pertambahan bobot badan burung puyuh yang diperoleh antara perlakuan sedikit berbeda yaitu pada R0 = 22,46 g/ekor/minggu, R1 = 20,06 g/ekor/minggu, R2 = 19,20 g/ekor/minggu, R3 = 20,54 g/ekor/minggu dan R4 = 20,35 g/ekor/minggu.
Tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap pertambahan bobot badan burung puyuh antara perlakuan dipengaruhi oleh kandungan nutrisi ransum yang hampir sama pada tiap perlakuan dan tingkat konsumsi ransum yang tidak berbeda nyata pada perlakuan tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang
dipengaruhi oleh tipe ternak yang digunakan dimana pada tiap-tiap perlakuan menggunakan tipe ternak yang sama, selain itu kandungan gizi yang terkandung pada ransum tiap-tiap perlakuan hampir sama. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Suharno dan Nasaruddin (1994), bahwa pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh tipe ternak, suhu lingkungan, jenis kelamin dan gizi yang ada dalam ransum.
Konversi Ransum
Untuk mengetahui pengaruh suplementasi mineral dalam ransum terhadap pertambahan bobot badan burung puyuh, maka dilakukan analisis keragaman seperti yang tertera pada Tabel 9 .
Tabel 9. Analisis keragaman konversi ransum burung puyuh selama 6 minggu
SK DB JK KT F Hit.
F Tab. 0.05 0.01 Perlakuan 4 2,89611 0,7240274 2,23tn 3,06 4,89
Galat 15 4,868562 0,3245708
Total 19 7,764672
KK = 15,36 %
Keterangan : * = Nyata
** = Sangat Nyata
tn = Tidak Nyata
Tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap konversi ransum burung puyuh pada perlakuan R0, R1, R2, R3 dan R4 dipengaruhi oleh umur dan strai burung puyuh yang digunakan pada penelitian adalah sama, kandungan gizi ransum yang terdapat pada ransum tiap-tiap perlakuan hampir sama dan semua burung puyuh yang digunakan selama penelitian tidak ada yang sakit. Adapun keadaan temperatur selama penelitian berkisar antara 23oC-25oC, pada saat tertentu seperti cuaca dingin suhunya sekitar 20oC, sedangkan pada cuaca panas antara 29oC-30oC. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Anggorodi (1985), bahwa konversi ransum dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : umur ternak, bangsa, kandungan gizi ransum, keadaan temperatur dan keadaan unggas. Lestari (1992) juga menyatakan bahwa angka konversi ransum
dipengaruhi oleh strain dan faktor lingkungan yaitu seluruh pengaruh luar termasuk di dalamnya faktor makanan terutama nilai gizi yang rendah.
Income Over Feed Cost (IOFC)
Untuk mengetahui pengaruh suplementasi mineral dalam ransum terhadap IOFC burung puyuh, maka dilakukan analisis keragaman seperti yang tertera pada Tabel 10.
Tabel 10. Analisis keragaman IOFC burung puyuh selama 6 minggu
SK DB JK KT Fhitung Ftabel
0,05 0,01 Perlakuan 4 508101031 127025258 856,9997** 3,06 4,89
Galat 15 2223313,3 148220,89
Total 19 510324344 26859176
KK = 16,32 %
Keterangan : * = Nyata
** = Sangat Nyata
Dari hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa suplementasi mineral Ca, Na, P, Cl dalam ransum terhadap IOFC memberikan pengaruh yang sangat nyata.
Untuk melihat perbedaan antar perlakuan maka dilanjutkan uji beda nyata terkecil (BNT) seperti tertera pada tabel 11.
Tabel 11. Uji BNT untuk IOFC burung puyuh
Perlakuan Rataan F0,05 F0,01
Dari uji BNT juga dapat dilihat bahwa R3 dan R4 berbeda nyata dengan R0, R1 dan R2. Pada ransum R0, R1, dan R2 harga ransum lebih dapat dijangkau serta lebih murah bila dibandingkan ransum yang disusun pada R3 dan R4, karena pada ransum R3 dan R4 menggunakan mineral phosphor. Dimana harga mineral phosphor jauh lebih mahal dibandingkan dengan mineral lain.
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Hasil penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 11 . Tabel 11 . Rekapitulasi hasil penelitian
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Suplementasi mineral pada ransum tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum dan berpengaruh sangat nyata terhadap IOFC burung puyuh umur 0-6 minggu sehingga tidak perlu dilakukan penambahan mineral.
Saran
1. Disarankan untuk memakai R0 (Pakan komersil asal C.P.I) karena memiliki nilai konsumsi ransum terendah, pertambahan bobot badan tertinggi, konversi ransum terendah serta nilai IOFC yang tertinggi dibandingkan perlakuan lain dengan suplementasi mineral.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, H.R., 1985. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Anggorodi, H.R., 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Anggorodi, H.R., 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Campbell, W., 1984. Principles of Fermentation Technology. Pergaman Press, New York
Donald, Mc.P., Edwards, A.R.,Green Halg,J.F.D, and Morgan, A.C.,!995. Animal Nutrition. Fifth Editing,Ohn wiley & Sons Inc, New York.
Frandson, R.D., 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Penerjemah: Ir. B. Srigandono & Roen Praseno, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Gema Penyuluhan Pertanian, 1984. Tabel Jumlah ransum yang diberikan per hari
menurut umur puyuh.
Hanafiah, K.A., 2003. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Hartono,T., 2004. Permasalahan Puyuh dan Solusinya. Penebar Swadaya, Jakarta.
Jull, M.A., 1982. Poultry Husbandry. Tata Mc Graw-Hill, New Delhi.
Hardjasasmita, P., 2002. Ikhtisar Biokimia Dasar A. Balai Penerbit FKUI, Jakarta Kartadisastra, H.R., 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak
Ruminansia. Kanisus,Yogyakarta..
Lee, T.K. et al.1977. Singapore Journal Pri. Ind. 5(2) : 70-81, 82-90. Singapore.
Lestari., 1992. Menentukan Bibit Broiler. Peternakan Indonesia.
Listiyowati, E, 2005. Puyuh : Tata Laksana Budidaya Secara Komersil. Edisi Revisi, Penebar Swadaya, Jakarta.
McDonald, P., RA Edwards, Greenhalgh J.F.D, and CA Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. Prentice Hall. London.
McDowell, LR. 1992. Minerals in Animal and Human Nutrition. Academic Press, Inc. New York.
NRC (National Rasearch Council), 1977. Nutrient Requirement of Poultry. USA. Nugroho, dan Mayun, K.G., 1982. Beternak Burung Puyuh. Eka Oofset,
Semarang.
Parakkasi, A., 1983. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Angkasa, Bandung.
Prawirokusumo, S., 1994. Ilmu Gizi Komperatif. BPFE, Yogyakarta.
Randall, M.C., 1986. Raising Japanese Quail Departement of Agriculture. New South Wales.
Rasyaf, M., 1984. Memelihara Burung Puyuh. Kanisus, Yogyakarta. Rasyaf, M., 1994. Makanan Ayam Broiler. Kanisus, Yogyakarta.
Redaksi AgroMedia., 2002. Puyuh Si Mungil Penuh Potensi. AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Rizal, Y., 2006. Ilmu Nutrisi Unggas. Andalas University Press, Padang. Sarwono, B.J., 1996. Beternak Ayam Buras. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suharno, B., dan Nazaruddin, 1994. Ternak Komersil. Penebar Swadaya, Jakarta. Sugiharto, E., 2005. Meningkatkan Keuntungan Beternak Puyuh. Agromedia
Pustaka, Jakarta.
Suprijatna E., Atmomarsono U., dan Kartasadjana R., 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tillman, A.D., Hari H., Soedomo R., Soeharto P., dan Sukato L. , 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar.UGM Press, Yogyakarta.
Underwood, EJ, and NF Suttle, 2001. The Mineral Nutrition of Livestock. 3rd Ed. CABI Publishing. London.
Wahju, J., 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta Widodo, W., 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. Departemen
Woodard et al, 1973. Japanese Quail Husbandry in the Laboratory. Japan.
Lampiran
Lampiran 1. Data rataan konsumsi ransum burung puyuh selama 6 minggu (g/ekor/minggu)
Perlakuan Minggu Total Rataan
1 2 3 4 5 6
Lampiran 2. Data rataan pertambahan bobot badan burung puyuh selama 6 minggu (g/ekor/minggu)
Perlakuan Minggu Total Rataan
1 2 3 4 5 6
Lampiran 3. Data rataan konversi ransum burung puyuh selama 6 minggu
Perlakuan Minggu Total Rataan
1 2 3 4 5 6
Lampiran 4. Data rataan IOFC burung puyuh selama 6 minggu
Perlakuan Harga pakan harga puyuh pendapatan iofc/ekor
R01 1443,53 42000 40556,5 5793,8
R02 1441,63 42000 40558,4 5794,1
R03 1420,25 42000 40579,8 5797,1
R04 1463,00 42000 40537,0 5791,0
R11 1549,73 42000 40450,3 5778,6
R12 1654,96 42000 40345,0 5763,6
R13 1516,60 42000 40483,4 5783,3
R14 1700,76 42000 40299,2 5757,0
R21 1768,14 42000 40231,9 5747,4
R22 1516,04 42000 40484,0 5783,4
R23 1667,19 42000 40332,8 5761,8
R24 1827,27 42000 40172,7 5739,0
R31 45859,67 42000 -3859,7 -551,4
R32 41941,17 42000 58,8 8,4
R33 44110,34 42000 -2110,3 -301,5
R34 40891,58 42000 1108,4 158,3
R41 72145,63 42000 -30145,6 -4306,5
R42 84228,25 42000 -42228,3 -6032,6
R43 78174,49 42000 -36174,5 -5167,8
KANDUNGAN NUTRISI PADA PAKAN
PUYUH
Kadar Air
maximum
13,0%
Protein Kasar
18,5-20,0%
Lemak Kasar
minimum
3,5%
Serat Kasar
maximum
6,0%
Abu
maximum
10,0%
Calsium
minimum
2,50%
Phosphor
minimum
0,69%
KADAR MINERAL Na, Ca, P, Cl DALAN BAHAN YANG DIGUNAKAN
Kadar Na dalam Na2CO3
Ar Na x 100% Kadar P dalam (NH4)3PO4
Ar P x 100% Mr (NH4)3PO4 31 x 100% 149
= 28,8% Kadar Cl dalam NH4Cl