DAMPAK RETAIL MODERN TERHADAP KESEJAHTERAAN
PEDAGANG PASAR TRADISIONAL CIPUTAT, TANGERANG
SELATAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.i)
Oleh:
Ahmad Reza Safitri
NIM: 105054102064
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah
saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari hasil karya orang lain, maka
saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 07 Desember 2010
DAMPAK RETAIL MODERN TERHADAP KESEJAHTERAAN
PEDAGANG PASAR TRADISIONAL CIPUTAT, TANGERANG
SELATAN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam
(S.Kom.i)
Disusun Oleh:
Ahmad Reza Safitri
NIM: 105054102064
Di Bawah Bimbingan:
Ismet Firdaus M.Si
NIP: 150411196
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
KESEJAHTERAAN SOSIAL
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul DAMPAK RETAIL MODERN TERHADAP
KESEJAHTERAAN PEDAGANG PASAR TRADISIONAL CIPUTAT, TANGERANG SELATAN telah diujikan dalam Sidang Munaqasah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Selasa, Tanggal 21 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.i) pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam, Konsentrasi Kesejahteraan Sosial.
Jakarta, 21 Desember 2010
Sidang Munaqasah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Drs. H. Mahmud Jalal, MA Ahmad Zaky, M.Si NIP: 195204221981031002 NIP: 150411158
Anggota,
Penguji I Penguji II
Wati Nilamsari, M.Si Drs. H. Mahmud Jalal, MA
NIP: 197105201999032002 NIP: 195204221981031002
Pembimbing
ABSTRAK Ahmad Reza Safitri
Dampak Retail Modern Terhadap Kesejahteraan Pedagang Pasar Tradisional Ciputat, Tangerang Selatan
Studi ini mengkaji Dampak Retail Modern terhadap Pedagang Pasar Tradisional Ciputat, Tangerang Selatan. Kajian ini utamanya menggunakan analisis dampak dengan metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif menggunakan metode analisis SWOT dan metode analisis difference-in-difference
(DiD). Metode kualitatif meliputi wawancara mendalam dengan pengelola pasar tradisional dan pedagang pasar tradisional.
Dalam studi dampak ini, periode data awal (baseline) ditetapkan pada 2008 untuk menjamin agar pedagang relatif masih memiliki ingatan yang baik akan keadaan pada waktu tersebut. Selain itu, kehadiran retail modern dimulai pada 2008, yang membuat tahun tersebut cocok sebagai baseline.
Umumnya, tiga pedagang yang termasuk dalam penelitian ini adalah pedagang pakaian, sayuran, dan buah di Pasar Ciputat, para pedagang ini telah mengalami kelesuan usaha selama lima tahun, antara tahun 2005 dan tahun 2010.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa keberadaan retail modern merupakan salah satu dampak dari turunnya jumlah pendapatan dan kondisi kesejahteraan pedagang di pasar ciputat.
Antara tahun 2008 sampai tahun 2010, ketiga pedagang yang menjadi objek dari penelitian dampak ini mengalami penurunan omzet sampai dengan 70%. Di mana ketiga pedagang tersebut hanya dapat mendapatkan omzet tiga ratus ribu rupiah perharinya, berkurang 70% dari sebelumya. Di mana sebelumnya bisa memperoleh 1 sampai 2 juta rupiah perharinya.
Omzet Pakaian Sayuran Buah
2008 1.000.000 – 2.000.000 1.000.000 – 1.500.000
1.000.000 – 1.500.000
2009 1.000.0000 500.000 – 1.000.000 500.000 – 1.000.000
2010 200.000 – 300.000 100.000 – 200.000 200.000 – 300.000
Ketidakberfungsiannya aturan mengenai anti monopoli dan persaingan pasar, merupakan episentrum dari menurunnya kondisi kesejahteraan pedagang pasar tradisional yang diukur melalui jumlah pendapatannya.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, tiada Tuhan selain Allah, dan
Allah Dzat Yang Maha Besar. Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat yang senantiasa manaungi segenap umat-Nya di muka bumi. Shalawat dan
salam semoga tercurah kepada Nabi dan Rasul akhir zaman, junjungan kita, sang
revolusioneris yang telah menyelamatkan kita semua dari zaman kebodohan
menuju zaman yang terang benderang, Baginda Rasulullah Muhammad SAW,
kepada keluarga, sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti sunnahnya sampai
akhir zaman.
Akhirnya skripsi ini dapat saya selesaikan sesuai dengan rencana dalam
memperoleh gelar sarjana. Berbagai aral yang merintangi saya dalam
menyelesaikan persyaratan memperoleh gelar sarjana akhirnya dapat dilalui,
berkat do’a dan berkat orang-orang di sekeliling yang ikhlas mendukung saya
dalam fase merampungkan studi ini. Ucapan terimakasih saja saya rasa belum
cukup untuk membalas dukungan-dukungan tersebut, tetapi saat ini tidak ada
yang dapat saya lakukan lebih selain hanya menghaturkan terimakasih
sedalam-dalamnya atas dukungan baik moril maupun materil selama proses saya
menyelesaikan studi. Sekelumit ucapan terimakasih yang saya haturkan pada kata
pengantar ini tentu saja tidak bisa mewakili semua orang yang telah berjasa
menhantarkan saya ke gerbang kelulusan, saya mohon maaf yang
sebesar-besarnya atas kelalaian saya mencantumkan nama, semoga Allah SWT Yang
semua. Amin. Selanjutnya ucapan terimakasih saya haturkan sedalam-dalamnya
kepada:
1. Bapak Dr. Arief Subhan M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi beserta jajarannya.
2. Ketua Jurusan Konsenterasi Kesejahteraan Sosial Ibu Siti Napsiyah yang
dengan bijaksana telah memberikan pengarahan kepada saya dalam
menyelesaikan skripsi ini. Sekretaris Jurusan Konsenterasi Kesejahteraan
Sosial dan juga sekaligus pengajar saya Bapak Zaky yang turut membantu
saya dalam mengurus nilai-nilai dan mendukukung saya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Ismet Firdaus M.Si yang merupakan pembimbing skripsi saya yang
juga dengan sabar membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Terimakasih yang sedalam-dalamnya saya haturkan kepada para pengajar
atau dosen saya selama saya menuntut ilmu di Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi. Bapak dan Ibu dosen yang telah mendedikasikan ilmu,
kecerdasan, dan waktunya untuk memberi titik terang pengetahuan kepada
kami semua para peserta didik. Diantaranya: Bapak Tarmi, Ibu Halimah,
Ibu Umi, Ibu Rubianah dan para pengajar lain yang tentu saja selebihnya
tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
5. Kedua orangtua saya Ibunda Sri Sundari dan Ayahanda Syamsul Bahri
atas pemberian do’a dan dukungan yang melimpah baik moril maupun
materil sepanjang waktu. Serta kakak-kakak saya yang selalu memberi
6. Pihak Perusahaan Daerah Pasar Niaga Kerta Raharja Kabupaten
Tangerang, Bapak Aradani SE. selaku kepala pasar, serta kepada
pedagang-pedagang pasar ciputat yaitu Bapak Kiwing, Bapak Mussarudin,
Bapak Drs. Ucah, Bapak H. Tafsir dan Ibu Sri yang telah memberikan
banyak kemudahan dan pengetahuan kepada saya dalam melakukan riset
berupa wawancara dan pengumpulan data untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Soraya Bunga Larasati yang tetap konsisten memotifasi saya dalam
penulisan skripsi ini dari awal hingga akhir. Teman-teman di Lingkar
Studi-Aksi untuk Demokrasi Indonesia (LS-ADI) dan teman-teman
Jurusan Kesejahteraan Sosial yang tidak dapat saya sebutkan namanya
satu persatu.
Sekali lagi saya haturkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada
orang-orang yang telah mendukung saya selama proses penyelesaian skripsi ini
dan semoga Allah SWT membalas amal baik mereka dan selalu melimpahkan
rahmat dan inayah-Nya atas kebaikan yang mereka lakukan. Saya menyadari
bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saya menerima
baik kritik maupun saran yang konstruktif untuk perbaikan di kemudian hari.
Ciputat, 07 Desember 2010
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ……… i
KATA PENGANTAR ………. ii
DAFTAR ISI ………. v
DAFTAR TABEL ………. vii
DAFTAR GAMBAR ………. viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………… 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………. 5
D. Metodelogi Penelitian ……… 5
E. Sistematika Penulisan ………. 12
BAB II LANDASAN TEORI A. Retail atau Pasar ……… 1
1. Jenis-jenis Pasar ……... ……… 4
2. Pengertian Retail Modern … ……….. 7
3. Pengertian Pasar Tradisional ...……….. 13
4. Karakteristik Pasar ………. 17
5. Pembagian Retail Modern dan Tradisional …… 19
B. Kesejahteraan Sosial 1. Pengertian Kesejateraan Sosial ……… 24
2. Sasaran Ilmu Kesejahteraan Sosial ……….. 30
BAB III PROFIL DAN SEJARAH PASAR CIPUTAT A. Latar Belakang
1. Sejarah Singkat Pasar Ciputat ……… 1
2. Perkembangan Pasar Ciputat ………. 3
3. Permasalahan Pasar Ciputat ……….. 4
4. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan ……. 9
BAB IV DAMPAK RETAIL MODERN TERHADAP KESEJAHTERAAN PEDAGANG PASAR TRADISIONAL CIPUTAT, TANGERANG SELATAN A. Dampak Retail Modern ……….. 1
1. Pedagang Pakaian ……… 3
2. Pedagang Sayuran ……… 4
3. Pedagang Buah ………. 5
B. Sifat Persaingan dalam Pasar ………. 7
C. Manajemen atau Pengelolaan ……… 8
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………... 1
B. Saran dan Rekomendasi ……… 3
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Kerangka dan Jumlah Informan ……….. 10
Tabel 2 Perbandingan Penjualan Retail Modern dan
Pasar Tradisional ………... 9
Tabel 3 Jumlah Rata-rata Pendapatan Retail Modern …… 12
Tabel 4 Perbedaan Karakteristik antara Pasar Tradisional dengan
Dan Retail Modern ……… 17
Tabel 5 Pembagian Retail Modern dan Tradisional ………… 19
Tabel 6 Regulasi Berkenaan Dengan Pasar Tradisional dan
Pasar Modern ……… 22
Tabel 7 Jarak Retail Modern dan Pasar Ciputat ……… 2
Tabel 8 Jumlah 3 Komoditi Pedagang Pasar Ciputat ………… 2
Tabel 9 Jumlah pendapatan pedagang pakaian dari tahun
2008 hingga 2010 ……….. 3
Tabel 10 Jumlah pendapatan pedagang sayuran dari tahun
2008 hingga 2010 ……….. 4
Tabel 11 Jumlah pendapatan pedagang sayuran dari tahun
2008 hingga 2010 ……….. 6
Tabel 13 Rata-rata Perubahan Proporsional dalam Keuntungan
dan Omzet Pedagang di Pasar Tradisional, 2008 – 2010
Metode DiD ……….. 7
Tabel 14 Analisis SWOT dalam Aspek Pengelolaan ………….. 10
Tabel 15 Penyebab Kelesuan Usaha di Pasar Tradisional (%) … 11
DAFTAR GAMBAR
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasar Tradisonal Ciputat adalah kumpulan pelaku ekonomi yang
bergerak pada usaha dalam skala mikro, di mana hanya sekedar berdagang dan
melakukan investasi yang sangat sedikit untuk memenuhi kebutuhan hidup di
masa depan. Mereka perlu medapatkan perhatian penuh dari pemerintah,
sebab pasar tradisonal dapat membantu pada tingkat pertumbuhan ekonomi
nasional secara luas serta dapat mengurangi tingkat pengangguran.
Namun bagaimana eksistensi mereka dalam mempertahankan profesi
dan kontribusi mereka dalam pembangunan jika di sekeliling mereka terdapat
yang keberadaannya sangat mengancam dan mungkin juga dapat menghapus
mereka dari profesi berdagang.
Serbuan bisnis retail modern membuat banyak pasar tradisional
menjadi terpinggirkan. Saat ini terdapat sekitar 300 jenis retail modern di
Indonesia, bisnis retail modern tumbuh pesat, namun sebaliknya dengan pasar
tradisional. Data tahun 2004 menunjukkan, pasar tradisional berkurang 9%,
sedangkan retail modern tumbuh sekitar 4%. Buktinya 400 pedagang pasar
tradisional gulung tikar karena tidak mampu bersaing dengan retail modern.1
1
Di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta melalui instruksi Gubernur DKI
No. 115 Tahun 2006, melarang penerbitan izin baru pendirian mini market di
seluruh kawasan DKI Jakarta.2
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI. No.
53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Di mana pendirian mini
market baik yang berdiri sendiri atau yang terintegrasi wajib memperhatikan
keberadaan pasar tradisional dan toko yang lebih kecil serta harus
memperhatikan jarak serta faktor negatif dan positif dari jarak yang ada serta
menciptakan iklim usaha yang sehat.3 Namun kenyataannya mengapa retail
modern dapat berdiri di depan pasar tradisional yang jelas-jelas sangat
dilarang dalam peraturan di atas.
Islam menghendaki setiap individu hidup di tengah masyarakat secara
layak sebagai manusia. Sekurang-kurangnya ia dapat memenuhi kebutuhan
pokok berupa sandang dan pangan, memperoleh pekerjaan sesuai dengan
keahliannya, atau membina rumah tangga dengan bekal yang cukup. Dengan
demikian ia mampu melaksanakan berbagai kewajiban yang dibebankan Allah
dan berbagai tugas lainnya dalam masyarakat Islam, seorang tidak boleh
dibiarkan sengsara, kelaparan, tanpa pakaian, hidup menggelandang, tidak
memiliki tempat tinggal, atau kehilangan kesempatan membina keluarga
walupun ia ahlu dzimmah (non muslim yang hidup dalam masyarakat Islam).4
2
Koran Kontan, “Gubernur DKI Melarang Pemberian Izin Mini Market Baru”, 25 Desember 2006 3
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 53/M-DAG/PER/12/2008 “Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.” Artikel diakses pada tanggal 18 Oktober 2010 dari http://www.google-persaingan pasar.com 4
Dari sudut pandang UU No 5. Tahun 1999 mengenai anti monopoli
dan persaingan tidak sehat, kajian sektor retail ini dianggap penting karena
aspek persaingan akan dikaji melalui berbagai sudut pandang dari pasal-pasal
dalam undang-undang tersebut. Potensi pelanggaran pelaku usaha akan dikaji
lebih jauh dengan menggunakan kacamata persaingan usaha.5
Persoalan ini tentu juga dialami pasar ciputat. Kendati persaingan antar
retail modern dan tradisional secara teoritis menguntungkan konsumen, dan
mungkin perekonomian secara keseluruhan, relatif sedikit yang diketahui
mengenai dampaknya pada pasar tradisional. Mengukur dampak amat penting
mengingat retail modern saat ini secara langsung bersaing dengan pasar
tradisional.6
Di sekitar Pasar Ciputat juga terdapat pusat-pusat perbelanjaan lain
seperti Carrefour dan Ramayana, ini berimplikasi negatif kepada beberapa
pedagang yang berdagang di pasar tradisional. Menurunnya jumlah
pendapatan merupakan konsekuensi materil yang terjadi akibat persaingan
usaha ritel tersebut.
Dari fenomena yang terjadi di atas, penulis ingin mengetahui lebih
jauh mengenai keluh kesah para pedagang pasar tradisional yang menyangkut
adakah pengaruh terhadap pendapatan mereka sebelum dan sesudah adanya
retail modern yang beroperasi di sekitar wilayah pasar.
Hal lain yang menjadi stimulan bagi penulis dalam mengungkap
permasalahan persaingan retail di pasar ciputat adalah penulis merupakan
5
Reardon, Thomas and Rose Hopkins (2006) ’The Supermarket Revolution in Developing”. Diterbitkan dalam European Journal of Development Reasearch.
6
warga asli ciputat, dan penulis juga mempunyai beberapa saudara yang pernah
berjualan di pasar ciputat.
Permasalahan ini penulis tuangkan dalam tulisan skripsi yang berjudul
Dampak Retail Modern Terhadap Kesejahteraan Pedagang Pasar Tradisional
Ciputat, Tangerang Selatan.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Mengingat cakupan objek dalam penelitian ini terdiri dari banyak
klasifikasi pedagang, maka penulis membuat batasan objek penelitian ini pada
tiga kategori pedagang di Pasar Tradisional Ciputat saja. Yaitu pedagang
pakaian, sayuran, dan buah. Pemilihan lokasi Pasar Tradisional Ciputat
didasari oleh pengamatan penulis bahwa di sekitar lokasi pasar tersebut
terdapat beberapa retail modern yang beroperasi.
2. Perumusan Masalah
Masalah yang akan peneliti bahas adalah: Dampak dari retail modern
terhadap kesejahteraan pedagang pasar tradisional Ciputat ?
Adapun kategori pedagang yang menjadi objek penelitian adalah :
a. Pedagang Sayur
b. Pedagang Buah
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak dari
keberadaan retail modern terhadap kesejahteraan pedagang pasar
tradisional Ciputat, Tangerang Selatan.
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah
khasanah ilmu pengetahuan bagi semua pihak dan juga diharapkan
dapat menjadi sumbangan pemikiran.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi bahan
masukan bagi masyarakat secara umum dan tentunya dapat menambah
wawasan bagi penulis.
c. Sebagai masukan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan yang
berkaitan dengan pengelolaan pasar di Indonesia, khususnya di
wilayah Tangerang Selatan.
D. Metodelogi Penelitian
Metodelogi penelitian adalah teknik atau cara dalam pengumpulan
dilaksanakan, serta langkah-langkah apa yang harus ditempuh untuk mencapai
tujuan dan sasaran penelitian.7
Studi ini menggunakan metode kualitatif. Mengukur hasil dampak
menggunakan analisis metode SWOT dan analisis metode
difference-in-difference, metode yang lazim dipakai dalam evaluasi dampak. Sementara itu,
evaluasi dampak kualitatif dilakukan dalam bentuk wawancara mendalam
dengan informan kunci. Studi ini menggunakan kuesioner untuk para
pedagang dan panduan wawancara untuk para informan kunci sebagai
instrumen penelitian. Kuesioner berisi pertanyaan tentang pendapat para
pedagang mengenai usahanya dan dampak supermarket, serta fakta berkenaan
dengan kegiatan pedagang.
1. Analisis SWOT8
Analisa SWOT adalah sebuah bentuk analisa situasi dan kondisi yang
bersifat deskriptif (memberi gambaran). Analisa ini menempatkan situasi dan
kondisi sebagai sebagai faktor masukan, yang kemudian dikelompokkan
menurut kontribusinya masing-masing. Satu hal yang harus diingat baik-baik
oleh para pengguna analisa SWOT, bahwa analisa SWOT adalah semata-mata
sebuah alat analisa yang ditujukan untuk menggambarkan situasi yang sedang
dihadapi atau yang mungkin akan dihadapi oleh organisasi, dan bukan sebuah
alat analisa ajaib yang mampu memberikan jalan keluar yang cespleng bagi
masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi.
7
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi, Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998. H. 18
8
Analisis SWOT, artikel dikses pada tanggal 02 November 2010 dari
SWOT adalah singkatan dari bahasa Inggris STRENGTHS (Kekuatan),
WEAKNESSES (Kelemahan), OPPORTUNITIES (Peluang) dan THREATS
(Ancaman). Analisa SWOT berguna untuk menganalisa faktor-faktor di dalam
organisasi yang memberikan andil terhadap kualitas pelayanan atau salah satu
komponennya sambil mempertimbangkan faktor-faktor eksternal.
Analisa ini terbagi atas empat komponen dasar yaitu :
a. Strength (S), adalah situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari organisasi atau program pada saat ini.
b. Weakness (W), adalah situasi atau kondisi yang merupakan kelemahan dari organisasi atau program pada saat ini.
c. Opportunity (O), adalah situasi atau kondisi yang merupakan peluang diluar organisasi dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi
dimasa depan.
d. Threat (T), adalah situasi yang merupakan ancaman bagi organisasi yang datang dari luar organisasi dan dapat mengancam eksistensi organisasi
dimasa depan.
2. Metode Difference-in-Difference(DiD)
Metode DiD mensyaratkan pencatatan keadaan dalam dua periode
waktu – sebelum dan sesudah perlakuan (treatment). Dalam hal ini, perlakuan
adalah pembukaan retail modern., dan karakteristik kelompok perlakuan.
Kerangka metode DiD ditunjukkan oleh persamaan Dampak = (T 2 – T 1 ) –
Di mana T 1 dan T 2 merupakan kondisi pedagang di pasar tradisional
sebelum hadirnya supermarket dekat pasar tradisional, sedangkan C 1 dan C 2
merupakan keadaan para pedagang di pasar tradisional setelah supermarket di
dekatnya hadir. Jika dampak secara signifikan berbeda dari nol, maka
supermarket berdampak nyata pada pasar tradisional.9
Dalam studi ini, periode data awal (baseline) ditetapkan pada 2008
untuk menjamin agar pedagang relatif masih memiliki ingatan yang baik akan
keadaan pada waktu tersebut. Selain itu, kehadiran retail modern dimulai pada
2008, yang membuat tahun tersebut cocok sebagai baseline.
1. Teknik Pengumpulan Data
Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, tekhnik pengumpulan data
yang dilakukan adalah melalui:
a. Observasi
Penelitian ini dilakukan di Pasar Tradisional Ciputat, Tangerang
Selatan pada bulan oktober sampai november tahun 2010. Penulis akan
melakukan pengamatan secara langsung, memperhatikan secara akurat,
mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan antar aspek
dalam fenomena tersebut.
9
b. Wawancara
Evaluasi dampak kualitatif mencakupi wawancara dengan para
pemangku kepentingan di sektor usaha, seperti pedagang pasar
tradisional yang terseleksi, dan pengelola pasar tradisional.
c. Dokumentasi
Yaitu peneliti berusahan mengumpulkan, membaca, dan
mempelajari berbagai macam bentuk data tertulis yang ada di lapangan
serta data-data lain yang didapat dari buku, majalah, surat kabar, artikel,
lembaga terkait, kliping, dan lain-lain.
2. Teknik Pemilihan Informan
Berkenaan dengan tujuan penelitian, maka pemilihan informan
menentukan informasi kunci (key information) tertentu yang sarat informasi
seusia dengan fokus penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah tiga kategori pedagang pasar
tradisonal ciputat yang berbeda, yaitu pedagang pakaian, sayuran, dan buah.
Teknik pengambilam sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
probability sampling, yaitu teknik pengambilam sampel anggota populasi, di
mana setiap populasi memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel.10
Dalam pengambilan sampel, penulis hanya mengambil sampel
sebanyak 15 pedagang tradisional dari masing-masing kategori pedagang yang
10
diteliti dan 1 orang dari pengelola pasar tradisional yang diwakili oleh Kepala
Pasar PD. Pasar Niaga Kerta Raharja.
Tabel 1
Kerangka dan Jumlah Informan
INFORMASI YANG DICARI INFORMAN JUMLAH
Informasi mengenai jumlah
pedagang dan literatur sejarah
terbentuknya pasar ciputat
Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan, maka peneliti menggunakan
jenis penelitian lapangan (field research). Di mana peneliti datang langsung ke
tempat penelitian.
Adapun yang menjadi alasan kenapa peneliti memilih informan adalah
sebagai berikut :
a. Pedagang yang berjualan di pasar ciputat
b. Termasuk dalam ketiga kategori pedagang
c. Telah berjualan lebih dari 5 tahun
d. Pengelola pasar
3. Sumber Data
a. Data Primer. Adalah data utama yang terdiri dari kata-kata dan
tindakan, data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari
hasil wawancara dengan responden di lapangan, serta hasil
observasi pada subjek penelitian.
b. Data Sekunder. Adalah data tambahan yang berasal dari dokumen
tertulis, data yang digunakan adalah buku, majalah ilmiah, arsip,
serta dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Setelah terkumpulnya data dan informasi yang dibutuhkan sesuai
dengan permasalahan penelitian, maka selanjutnya penulis melakukan analisis
terhadap data dan informasi tersebut. Dalam menulis data tersebut penulis
menggunakan analisis deskriptif, yaitu mendeskripsikan hasil temuan
penelitian secara sistematis, faktual dan akurat yang disertai dengan petikan
hasil wawancara.
Nasir mengemukakan analisa data merupakan bagian yang sangat
penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat
diberi data dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.11 Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Data-data
kualitatif dari hasil wawancara mendalam yang berupa kalimat-kalimat atau
pernyataan pendapat atau sikap tersebut dianalisa dan diinterpretasikan untuk
mengetahui makna yang terkandung di dalamnya, untuk memahami
keterikatan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Data kualitatif dari
11
hasil wawancara, observasi langsung dan dokumentasi selanjutnya disusun
dalam catatan lapangan, kemudian diringkas dan dipilih hal-hal yang penting
dan pokok, dikategorikan dan disusun secara sistematis dengan mengacu pada
perumusan masalah dan tinjauan teoritis yang berkaitan dengan penelitian ini.
5. Tekhnik Penulisan
Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku
“Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi” yang
diterbitkan oleh UIN Jakarta Press Tahun 2007.
E. Sistematika Penulisan
Penulisan Skripsi ini berdasarkan sistematika penulisan, yaitu
sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah,
Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metedologi Penelitian, dan
Sistematika Penulisan.
BAB II Landasan Teori
Retail atau Pasar, Jenis-jenis Pasar, Pengertian Retail Modern,
Pengertian Pasar Tradisional, Karakteristik Pasar, Pembagian
Retail Modern dan Tradisional, Pengertian Kesejahteraan Sosial,
BAB III Profil dan Sejarah Pasar Ciputat
Latar Belakang, Sejarah Singkat Pasar Ciputat, Perkembangan
Pasar Ciputat, Permasalahan Pasar Ciputat, Aspek Sosial,
Ekonomi, dan Lingkungan
BAB IV Analisis Mengenai Dampak Retail Modern Terhadap
Kesejahteraan Pedagang Pasar Tradisional Ciputat, Tangerang
Selatan
Dampak Retail Modern, Sifat Persaingan dalam Pasar, Manajemen
atau Pengelolaan
BAB V Penutup
BAB II LANDASAN TEORI
A. Retail atau Pasar
Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia tidak
dapat hidup sendiri melainkan ada ketergantungan sesamanya. Demikian pula
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya seperti sandang, pangan, papan, harus
mencari dan berkomunikasi dengan orang lain karena mereka tidak dapat
membuat dan menghasilkan sendiri barang dan jasa yang diperlukan dalam
hidupnya. Sebagai manusia yang memiliki keterbatasan dalam berbagai hal
seperti permodalan, keterampilan, kesempatan dan sebagainya. Sebagai
contoh seorang petani dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari tidak
cukup dengan hasil panennya semata. Untuk menghasilkan barang yang lain,
mereka memiliki keterbatasan. Untuk itu ia menjual sebagian hasil panennya
agar memperoleh uang guna membeli keperluan lain. Seorang nelayanpun
harus menjual sebagian ikannya untuk membeli gula, kopi, minyak goreng,
obat-obatan, pakaian, kendaraan dan keperluan lainnya. Dengan demikian
mereka memerlukan pasar yaitu tempat untuk menjual hasil panen dan
kerjanya serta membeli kebutuhan lainnya. Secara lebih formal, pasar adalah
suatu institusi atau badan yang menjalankan aktivitasnya jual-beli barang dan
jasa. Dengan kata lain bahwa setiap hubungan yang terjadi antara pembeli dan
walaupun komunikasi tersebut dilakukan melalui alat komunikasi telepon,
hand phone ataupun internet.1
Sejarah terbentuknya pasar melalui evolusi yang panjang, yakni
bermula dari upaya memenuhi kebutuhan sendiri. Hal ini dapat dilakukan
karena saat itu kebutuhan manusia sangat terbatas pada masalah pangan saja,
sehingga dapat dipenuhi sendiri. Seandainya terdapat pertukaran barang
sebatas lingkungannya saja. Pada tahap berikutnya dimana kebutuhan mulai
berkembang, mereka mengadakan pertukaran barang yang lebih luas
lingkungannya dengan mencari atau menemui pihak-pihak yang saling
membutuhkan. Pada tahap selanjutnya dimana kebutuhan sudah semakin
berkembang, maka mereka yang saling membutuhkan barang tersebut saling
bertemu pada suatu tempat yang rindang dan teduh. Tempat yang disepakati
untuk bertemu tersebut dikenal dengan nama pasar.2
Pada saat sekarang peranan pasar masa kini sangatlah penting. Untuk
menekan harga pokok, perusahaan industri menghasilkan barang secara
massal karena dalam proses produksinya menggunakan mesin-mesin sehingga
dapat menghasilkan barang dalam jumlah banyak yang mungkin lebih banyak
dari yang dibutuhkan dengan waktu yang relatif singkat. Adanya pasar bagi
barang-barang hasil produksinya sangatlah berkaitan dengan kelangsungan
hidup perusahaan. Pada pasar tersebut produsen dan konsumen bertemu dan
berkomunikasi. Melalui mekanisme pasar produsen mengajukan penawaran
(supply) atas produknya dan melalui mekanisme pasar pula konsumen
1
Traditional Markets and Small Retailers in the Urban Centers.’ Mimeo. Jakarta: SMERU
Research Institute.
mengajukan permintaan (demand). Adanya tindakan penawaran dan
permintaan akan dapat menimbulkan harga dan kesesuaian harga akan
menimbulkan jual beli. Transaksi jual beli akan menimbulkan keuntungan
yang akan dapat menutupi biaya produksi serta menambah modal perusahaan.3
Melalui keuntungan yang diperoleh di pasar, perusahan dapat menjaga
kontinyuitas usahanya. Sebaliknya didalam pasar pula perusahaan mengalami
kegagalan. Kemampuan hidup perusahaan bukan ditentukan oleh besarnya
modal semata, melainkan ditentukan oleh tersedianya pasar untuk produk
yang dihasilkan. Perkembangan pasar akan selalu sejalan dengan
perkembangan masyarakatnya. Di Ibu kota misalnya pasar tradisional secara
perlahan dan pasti sudah mulai tergusur dan diganti dengan pasar-pasar
modern.4
Dengan gambaran tersebut pengertian pasar dapat dikatakan sebagai
keseluruhan permintaan dan penawaran akan sesuatu barang dan jasa.
Pengertian ini dapat diperluas lagi menjadi pasar konkrit dan pasar abstrak.
Pasar konkrit adalah suatu tempat yang tertentu dimana penjual dan pembeli
bertemu untuk saling menawar. Pasar abstrak ialah setiap kegiatan pertemuan
dimanapun baik langsung maupun tidak langsung yang turut menentukan
terjadinya harga. Penggunaan istilah pasar saat ini menjadi lebih luas tanpa
mengurangi maknanya yakni tempat pertemuan antara penjual dan pembeli.
Secara sederhana, kita dapat mengartikan pasar adalah tempat
bertemunya calon penjual dan calon pembeli barang dan jasa. Di pasar antara
penjual dan pembeli akan melakukan transaksi. Transaksi adalah kesepakatan
3 Ibid 4
dalam kegiatan jual dan beli. Syarat terjadinya transaksi adalah ada barang
yang diperjual belikan, ada pedagang, ada pembeli, ada kesepakatan harga
barang, dan tidak ada paksaan dari pihak manapun.
1. Jenis-jenis Pasar5
Jika dibagi dari bentuk kegiatan, maka pasar dapat digolongkan
menjadi 2 jenis. Yaitu:
a. Pasar Nyata. Adalah pasar di mana barang-barang yang akan diperjual
belikan dan dapat dibeli oleh pembeli. Contoh pasar tradisional dan pasar
swalayan.
b. Pasar Abstrak. Adalah pasar di mana para pedagangnya tidak menawar
barang-barang yang akan dijual dan tidak membeli secara langsung tetapi
hanya dengan menggunakan surat dagangannya saja. Contoh pasar
online, pasar saham, pasar modal, dan pasar valuta asing.
Secara sederhana, definisi pasar selalu dibatasi oleh anggapan yang
menyatakan antara pembeli dan penjual harus bertemu secara langsung untuk
mengadakan interaksi jual beli. Namun, pengertian tersebut tidaklah
sepenuhnya benar karena seiring kemajuan teknologi, internet, atau malah
hanya dengan surat. Pembeli dan penjual tidak bertemu secara langsung,
mereka dapat saja berada di tempat yang berbeda atau berjauhan. Artinya,
dalam proses pembentukan pasar, hanya dibutuhkan adanya penjual, pembeli,
dan barang yang diperjualbelikan serta adanya kesepakatan antara penjual dan
pembeli.
5
Jenis-jenis Pasar. Artkel diakses Pada Tanggal 02 November 2010 dari
Jika dikelompokkan menurut cara transaksinya, maka jenis pasar
dibedakan menjadi pasar tradisional dan pasar (retail) modern.
a.1 Pasar Tradisional. Adalah pasar yang bersifat tradisional, di mana para
penjual dan pembeli dapat mengadakan tawar menawar secara langsung.
Barang-barang yang diperjual belikan adalah barang yang berupa
barang-barang kebutuhan pokok.
a.2 Pasar (retail) Modern. Adalah pasar yang bersifat modern, di mana
barang-barang yang diperjual belikan dengan harga pas dan dengan layanan
sendiri (swalayan). Tempat berlangsungnya pasar ini adalah mall, mal, plaza,
dan tempat-tempat modern lainnya.
Di pasar, kita akan menjumpai banyak penjual yang menawarkan
berbagai macam barang, baik hasil pertanian, maupun hasil industri. Selain
itu, kita akan banyak menjumpai orang dengan tujuan berbelanja yang berbeda
pula. Dari hanya untuk memenuhi kebutuhannya (mengkonsumsi), untuk
dijual kembali (distribusi) sampai untuk diolah kembali kemudian dijual
(produksi). Selanjutnya, di antara pembeli dan penjual tersebut sering kali
terjadi tawar menawar yang diakhiri dengan transaksi jual beli.
Pasar tradisional juga merupakan tempat bertemunya penjual dan
pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara
langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri
dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual
maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari
seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging,
menjual kue-kue dan barang-barang lainnya. Pasar seperti ini masih banyak
ditemukan di Indonesia, dan umumnya terletak dekat kawasan perumahan
agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar. Beberapa pasar tradisional
yang "legendaris" antara lain adalah pasar Beringharjo di Jogja, pasar Klewer
di Solo, pasar Johar di Semarang. Pasar tradisional di seluruh Indonesia terus
mencoba bertahan menghadapi serangan dari pasar modern.
Retail modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun
pasar jenis ini penjual dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung
melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang
(barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara
mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang-barang yang dijual,
selain bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran, daging; sebagian besar
barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama. Contoh
dari retail modern adalah pasar swalayan dan hypermarket, supermarket, dan
minimarket.
Persaingan sengit dalam industri retail telah melanda negara-negara
maju sejak abad yang lalu, khususnya di Amerika Serikat dan Eropa Barat.
Persaingan terjadi terutama antara usaha retail tradisional dan retail modern.
Namun, menjelang dekade akhir milenium lalu persaingan telah meluas
hingga ke negara-negara berkembang, di mana deregulasi sektor usaha ritel
yang bertujuan untuk meningkatkan investasi asing langsung (IAL) telah
berdampak pada pengembangan jaringan supermarket.6
6
Di Indonesia, supermarket lokal telah ada sejak 1970-an, meskipun
masih terkonsentrasi di kota-kota besar. Supermarket bermerek asing mulai
masuk ke Indonesia pada akhir 1990-an semenjak kebijakan Investasi Asing
Langsung (IAL) dalam sektor usaha ritel dibuka pada 1998. Meningkatnya
persaingan telah mendorong kemunculan supermarket di kota-kota lebih kecil
dalam rangka untuk mencari pelanggan baru dan terjadinya perang harga.
Akibatnya, bila supermarket Indonesia hanya melayani masyarakat kelas
menengah-atas pada era 1980-an dan awal 1990-an, penjamuran supermarket
hingga ke kota-kota kecil dan adanya praktik pemangsaan melalui strategi
pemangkasan harga memungkinkan konsumen kelas menengah-bawah untuk
mengakses supermarket.7 Persoalan ini tentu juga dialami di negara
berkembang lainnya. Kendati persaingan antarsupermarket secara teoretis
menguntungkan konsumen, dan mungkin perekonomian secara keseluruhan,
relatif sedikit yang diketahui mengenai dampaknya pada pasar tradisional.
Mengukur dampak amat penting mengingat supermarket saat ini secara
langsung bersaing dengan pasar tradisional, tidak hanya melayani segmen
pasar tertentu. Dengan itu maka studi ini menganalisis dampak supermarket
atau retail modern pada pasar tradisional di Ciputat, Tangerang Selatan.
2. Pengertian Retail Modern
Retail adalah suatu penjualan dari jumlah kecil komoditas kepada
konsumen. Retail berasal dari Bahasa Perancis diambil dari kata retailer yang
berarti “memotong menjadi kecil-kecil”.8 Sedangkan menurut Gilbert retail
7
CPIS (1994) Perdagangan Eceran di Indonesia: Skala Kecil vs Skala Besar. Jakarta: Center for Policy and Implementation Studies.
8
adalah semua usaha bisnis yang secara langsung mengarahkan kemampuan
pemasarannya untuk memuaskan konsumen akhir berdasarkan organisasi
penjualan barang dan jasa sebagai inti dari distribusi. Dan dalam Kamus
Bahasa Inggris-Indonesia retail bisa diartikan sebagai eceran.
Izin supermarket dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan
Perdagangan (Deperindag). Pemda umumnya tidak berwewenang untuk
menolak izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, meskipun beberapa
Pemda mensyaratkan agar supermarket mengajukan izin lokal. Sebagai
contoh, Pemda Depok mensyaratkan agar supermarket memiliki Izin Usaha
Pasar Modern (IUPM), yang dikeluarkan oleh Deperindag dan Izin Prinsip
Pembangunan Pasar Modern (IP3M), yang dikeluarkan oleh Dinas
Perdagangan dan Perindustrian Kota. Selain izin yang dikeluarkan secara
terpusat, supermarket biasanya harus mendapatkan izin lokal lainnya yang
diperlukan oleh setiap usaha pribadi, seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
dan Izin Gangguan (HO).9
Supermarket pertama di Indonesia dibuka pada 1970-an, dan
jumlahnya meningkat dengan pesat antara 1977 dan 1992—dengan rata-rata
pertumbuhan 85% setiap tahunnya. Hipermarket muncul pertama kali pada
1998, dengan pembukaan pusat belanja Carrefour dan Continent (yang
kemudian diambil alih oleh Carrefour) di Jakarta. Dari 1998 hingga 2003,
hypermarket bertumbuh rata-rata 27% per tahun, dari 8 menjadi 49 toko.
Kendati tidak mudah memastikan jumlah supermarket dan hypermarket di
seluruh Indonesia, sejak 2003, sekitar 200 supermarket dan hipermarket
9
merupakan milik dari 10 pemilik ritel terbesar. Pertumbuhan supermarket
dalam hal pangsa pasar juga mengesankan. Laporan World Bank (2007)
menunjukkan bahwa pada 1999 pasar modern hanya meliputi 11% dari total
pangsa pasar bahan pangan. Menjelang 2004, jumlah tersebut meningkat tiga
kali lipat menjadi 30%. Terkait dengan tingkat penjualan, studi tersebut
menemukan bahwa jumlah penjualan di supermarket bertumbuh rata-rata
15%, sementara penjualan di ritel tradisional menurun 2% per tahun.
Diperkirakan bahwa penjualan di supermarket akan meningkat 50% antara
2004 dan 2007, dengan penjualan di hipermarket yang meningkat 70% pada
periode yang sama.10
Tabel 2.
Perbandingan Penjualan Retail Modern dan Pasar Tradisional
No Jenis Retail Tingkat Penjualan Pertahun
1 Modern + 15%
2 Tradisional - 2%
Keterangan Tabel :
+ = Bertumbuh atau Berkembang
- = Berkurang atau Menurun
Kecenderungan publik untuk berbelanja di pasar-pasar tradisional telah
mengalami penurunan rata-rata 2% per tahun. Meski pertumbuhan jumlah
supermarket di Indonesia terbilang pesat, penduduk yang tinggal di luar
Jakarta dan beberapa kota kecil lainnya di Jawa relatif belum tersentuh—86%
10
hypermarket berada di Jawa. Profil lima jaringan supermarket terbesar di
Indonesia dibahas berikut ini.
Dari kelimanya, jaringan Carrefour dan Superindo menyertakan
perusahaan asing sebagai pemegang saham terbesar. Jaringan-jaringan besar
ini beroperasi di kota-kota besar di Indonesia, baik di Jawa maupun di luar
Jawa. Tiga dari lima jaringan terbesar membuka supermarket dan
hypermarket, Carrefour secara khusus mengoperasikan hypermarket,
sedangkan Superindo hanya mengoperasikan supermarket. Selain
jaringan-jaringan besar tersebut, terdapat jaringan-jaringan supermarket yang lebih kecil,
terutama yang beroperasi di luar Jakarta dan berfokus di satu wilayah tertentu.
Daftar usaha ritel utama didiskusikan di bawah ini, dimulai dari yang tertinggi
hingga terendah berdasarkan angka penjualan. Matahari, usaha ritel terbesar di
Indonesia, pertama kali membuka tempat belanjanya (department store) pada
1958. Supermarket pertama dibuka pada 1995. Pada 2002, Matahari
mendirikan dua entitas bisnis terpisah, yang satu mengelola department store,
yang lain mengelola supermarket. Matahari kemudian membuka hypermarket
pertamanya, yang diberi nama Hypermart, pada 2004. Nilai penjualan yang
tergabung dalam jaringan Matahari pada 2005 mencapai Rp. 7 triliun.11
Pada akhir 2005, Matahari telah memiliki 37 supermarket dan 17
Hypermart, dan masih banyak lagi yang direncanakan di masa depan. Usaha
ritel terbesar kedua adalah yang salah satu yang termuda di Indonesia.
Carrefour masuk Indonesia pada 1998, dan menjadi pioner hypermarket di
Indonesia bersama dengan Continent, yang diambil alih Carrefour pada 2000.
11
Pada 2004 Carrefour memiliki 15 hipermarket. Total nilai penjualan pada
2004 mencapai Rp. 4,9 triliun.12
Pemain utama ketiga adalah Hero, jaringan supermarket domestik
terbesar dan tertua di Indonesia. Jaringan ini mulai beroperasi pada 1970-an,
dan pada 2005 Hero telah memiliki 99 supermarket. Saat ini, sekitar 30%
saham Hero dikuasai oleh Dairy Farm International (DFI), sebuah perusahaan
yang berbasis di Hong Kong. Pada 2002, Hero turut meramaikan “boom”
hypermarket di Indonesia dengan membuka Giant, merek usaha ritel Malaysia
yang juga dikuasai oleh DFI. Pada 2004 terdapat 10 hypermarket Giant di
Indonesia. Total penjualan yang tergabung dalam Hero pada 2004 mencapai
Rp. 3,8 triliun. Pemain peringkat empat, Alfa, mulai beroperasi pada 1989 dan
pada 2004 memiliki 35 supermarket dan hypermarket di seluruh Indonesia.
Total nilai penjualan pada 2004 mencapai Rp 3,3 triliun.13
Terakhir, usaha ritel terbesar kelima adalah Superindo, yang mulai
beroperasi pada 1997 dan pada 2003 memiliki 38 supermarket. Superindo
adalah perusahaan pribadi, dan Delhaize, sebuah perusahaan ritel Belgia,
memiliki proporsi saham terbesar. Total nilai penjualan Superindo pada 2003
mencapai Rp. 985 miliar.
12 Ibid 13
Tabel 3.
Jumlah Rata-rata Pendapatan Retail Modern
No Nama Retail Omzet Rata-rata
Per-5 Tahun
1 Matahari 7 Triliun
2 Carrefour 4,9 Triliun
3 Hero 3,8 Triliun
4 Alfa 3,3 Triliun
5 Superindo 985 Miliar
Yang tidak kalah pentingnya untuk dibahas secara singkat adalah
praktik bisnis supermarket. Barang yang dijual supermarket relatif merupakan
barang-barang bermutu tinggi, dengan harga pasti, harga yang bersaing, dan
kadang-kadang ditawarkan diskon borongan. Telebih lagi, mereka
menawarkan aneka pilihan pembayaran, mulai dari tunai dan kartu kredit
hingga pendanaan untuk barang-barang yang lebih besar. Tempat
pembelanjaan juga terang, bersih, dan memiliki fasilitas yang berfungsi
dengan baik, seperti toilet dan tempat makan. Kunjungan ke kantor pusat
supermarket mengungkap bahwa penyediaan barang dilakukan oleh bagian
pembelian (merchandising) yang didasarkan atas perjanjian kontrak atau
nonkontrak. Dalam kontrak tersebut harga dan jumlah barang dicantumkan
sesuai perjanjian untuk dikirimkan berdasarkan jadwal yang telah ditentukan.
Barang-barang dalam kontrak ini umumnya berupa sayuran dan daging, yang
harus memenuhi standar pengemasan dan harus lolos dari standar yang
Pemerintah Pusat. Barang-barang di bawah kontrak umumnya disediakan
berdasarkan konsinyasi.14
Sebaliknya, perjanjian tanpa kontrak dilakukan melalui negosiasi
berdasarkan kasus per kasus dan berlaku untuk semua produk. Selain itu,
supermarket lazim mengenakan biaya memajang barang dan menentukan
lamanya periode pembayaran. Supermarket menerapkan strategi harga
campuran dan strategi nonharga untuk menarik pelanggan dan untuk bersaing
dengan para peritel lainnya. Berbagai strategi penetapan harga digunakan,
seperti strategi penetapan harga batasan untuk menghambat masuknya pelaku
bisnis baru, strategi pemangsaan melalui penetapan harga untuk menyaingi
pelaku bisnis lainnya, dan diskriminasi harga antarwaktu—yang berarti bahwa
mengenakan harga yang berbeda pada kesempatan yang berbeda, seperti
memberikan diskon pada akhir pekan atau antara jam-jam tertentu.
Selain itu, supermarket juga melakukan survei pada pasar tradisional
untuk mendapatkan perkiraan tingkat harga pasar sehingga mereka akan
menjualnya dengan harga bersaing. Terakhir, praktik subsidi silang kerap
dilakukan, saat mereka mengalami kerugian atas sejumlah barang dagangan
dalam rangka memenangkan persaingan.15
3. Pengertian Pasar Tradisional
Berbeda dengan supermarket, kebanyakan pasar tradisional merupakan
milik pemda. Pemda di Indonesia umumnya memiliki Dinas Pasar yang
menangani dan mengelola pasar tradisional. Dinas ini mengelola pasar
miliknya sendiri atau bekerja sama dengan swasta. Metode kerja sama
14
A.C. Nielsen (2005) Asia Pacific Retail and Shopper Trends 2005 [online] diunduh pada tanggal 02 November 2010
15
umumnya melibatkan pemberian izin kepada pihak swasta untuk membangun
dan mengoperasikan pasar tradisional di bawah skema Bangun, Operasi, dan
Transfer (BOT), dengan pembayaran oleh pihak swasta kepada Dinas Pasar
setiap tahun.
Pasar adalah sebuah komunitas yang umurnya sudah setua dengan usia
peradaban. Dari sisi sejarah Pasar adalah penggerak utama, karena di pasar
itulah kemudian berkembang pola-pola landasan susunan ekonomi
masyarakat. 16
Pengertian Pasar di Nusantara pada awalnya adalah sebuah
jaringan-jaringan dagang internasional. Unsur-unsur jaringan-jaringan dagang inilah yang
kemudian menjadi penggerak sejarah di Indonesia mulai dari masuknya
pengaruh Hindu-Buddha (jaringan indianisasi), Cina dan Pembaratan. Setelah
beberapa peristiwa penting seperti pembantaian dan pembakaran kebun-kebun
lada (hongi), penguasaan jaringan dagang pesisir oleh VOC dan Monopoli
perdagangan besar dimana VOC memiliki konsesi yang sangat besar. Dari
unsur-unsur ini kemudian pasar di Indonesia jauh dari pengertian rakyat
seperti jaringan niaga raksasa seperti yang ada di Banten, Surabaya, Medan
dan Makassar, setelah konsesi Semarang dan lahirnya perjanjian Giyanti 1755,
secara revolusioner seluruh pengertian pasar dalam alam pikiran rakyat
berubah total. Pasar dalam pengertian rakyat pribumi juga dalam alam pikiran
para elite mengkerut menjadi pasar mikro dimana jaringan distribusinya
16
merupakan rantai kedua setelah barang masuk pelabuhan dan diterima oleh
jaringan dagang lokal. Disinilah kemudian pengertian pasar itu terbentuk.17 Dijaman VOC dan Hindia Belanda kaum penguasa pribumi dan
orang-orang timur asing tidak lagi memainkan politik dagang penting seperti ekspor
gula, bermain saham di pasar modal London, membeli obligasi perang
Napoleon atau menjalankan praktek-praktek aturan dagang dengan etikanya
yang mengikat (macam tawan karang di Bali), dimana kekuatan negara
menjadi unsur penting regulasinya. Pasar berubah maknanya menjadi alam
yang sangat tradisional dan erat kaitannya dengan pola pikir masyarakat yang
sempit bahkan secara tegas dijauhkan dari alam pikir penguasa oleh
pemerintahan kolonialisme. Gayung bersambut dengan pikiran buruk terhadap
jiwa dagang, sehingga peran saudagar diruntuhkan menjadi hanya pariah
dalam sistem masyarakat. Bahkan Mangkunagoro IV dengan nyinyir
mengumandangkan tembang dengan salah satu baitnya adalah : Ati Saudagar
yang dalam bait itu juga diparalelkan dengan Mo limo sebuah perbuatan nista
dari gerak pikir manusia Jawa. Disini kemudian wilayah ‘ati saudagar’ itu
menjadi milik kelompok pendatang dalam hal ini orang-orang Cina, India dan
Arab yang kedatangan mereka meledak jumlahnya di tahun 1870.18
Memang tidak semua peran pasar menjadi pariah dalam alam pikir
masyarakat tradisional Jawa, seperti di Kotagede, misalnya masyarakat lokal
berhasil mengembangkan pasarnya sendiri. Bahkan Sargedhe (Pasar Gedhe)
yang dibangun oleh Panembahan Senopati memainkan peranan penting dalam
menumbuhkan peran pasar sebagai kantung-kantung kapital rakyat kecil.
17 Ibid 18
Perlu diingat sebelum masuknya penetrasi budaya anti-pasar yang digagas
kaum priyayi-inlander, peran pasar memiliki arti penting bahkan dekat dengan
kekuasaan seperti halnya nama julukan yang melekat pada Panembahan
Senopati pendiri wangsa Mataram itu : Panembahan Lor ing Pasar
(Panembahan yang berkedudukan di utara Pasar).19
Tapi Sargedhe lengkap dengan struktur sosial masyarakat Kalang dan
pegadaian juga perak-nya, hanya sedikit kasus dan kemudian tidak menjadi
gerakan besar pertumbuhan kapital pribumi dimana perannya kemudian
dimainkan oleh negara dalam hal ini Orde Baru yang menerapkan
Kapitalisme-Negara-Birokrasi.20
Karena bangsa kita tidak terdidik sebagai penguasa Jaringan, tapi
terdidik sebagai pion-pion yang dimainkan oleh jaringan. Jika kita bicara
jaringan, maka kita bicara sistem politik, dan jika kita bicara sistem politik
maka kita bicara bagaimana sistem politik memakan perekonomian rakyat
bukannya malah bekerja seperti seharusnya yaitu menyediakan akses
kemudahan kapital dan penciptaan jalur-jalur kemudahan distribusi untuk
mengembangkan bagaimana kerja kapital dapat menjadi sarana memutar roda
perekonomian.21
19 Ibid 20
Ibid 21
4. Karakteristik Pasar
Adapun karakteristik dan perbedaan pasar tradisional dengan pasar
modern dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4: Perbedaan Karakteristik antara Pasar Tradisional dengan Retail Modern22
No Aspek Pasar Tradisional Pasar Modern
1 Histori Evolusi panjang Fenomena baru
2 Fisik Kurang baik, sebagian baik Baik dan mewah
3 Pemilikan/
5 Konsumen Golongan menengah ke bawah Umumnya golongan menengah
ke atas
6 Motode Ciri dilayani, tawar menawar Swalayan
7 Status tanah Tanah Negara, sedikit swasta Tanah swasta/perorangan
8 Pembiayaan Kadang-kadang di subsidi Tidak di subsidi
9 Pembangunan Pemda/Desa/Masyarakat Swasta
12 Jaringan Pasar regional, pasar kota, pasar
kawasan
Meskipun terdapat beberapa perbedaan, tetapi tidak menutup
kemungkinan akan terjadinya persaingan di antara keduanya. Persaingan ini
terjadi ketika masyarakat memilih satu diantara keduanya sebagai tempat
mereka berbelanja. Penentuan pilihan itu dipengaruhi oleh beberapa aspek,
seperti peningkatan pendapatan rata-rata masyarakat per kapita, terutama fisik,
modal dan kelompok konsumen.
Pola belanja masyarakat moderen yang menginginkan kenyamanan,
kebersihan dan efisien dalam berbelanja menyebabkan pasar tradisional
semakin ditinggalkan konsumen. Terlebih lagi jika tidak ada usaha-usaha dari
PD Pasar Jaya selaku pengelola pasar tradisional untuk melakukan perbaikan
ke dalam maupun lingkungan di sekitarnya.
Dampak negatif dari pertumbuhan retail moderen yang semakin pesat
belakangan ini, sudah mulai dirasakan oleh banyak pedagang tradisional.
Hasil diskusi antara pengamat retail di Indonesia Koestarjono Prodjolalito
dengan sejumlah pedagang alat-alat listrik tradisional menunjukkan bahwa
banyaknya macam atau merek barang yang ditawarkan oleh hypermarket,
termasuk alat-alat listrik telah mengancam usaha mereka. Ia berpendapat
bahwa kelangsungan usaha pasar tradisional yang ada sekarang tidak
mencerminkan daya saing yang sesungguhnya di tengah pesatnya
pembangunan pusat perdagangan atau pasar retail modern.23
23
5. Pembagian Retail Modern dan Tradisional
Tabel 5. Pembagian Retail Modern dan Tradisional
Klasifikasi Retail Modern Retail Tradisional
Lini Produk Toko Khusus
Kepemilikan Corporate Chain Store Independent Store
Penggunaan
Keuangan Tercatat dan Dapat dipublikasikan Belum tentu tercatat dan
tidak dipublikasikan
Tenaga Kerja Banyak Sedikit, biasanya keluarga
Fleksibilitas Operasi
Tidak Fleksibel Fleksibel
Keterangan tabel:
a. Toko khusus, yaitu toko yang menjual satu macam barang atau lini produk yang lebih sempit dengan ragam yang lebih banyak dalam lini
tersebut. Contoh pengecer khusus adalah toko alat-alat olah raga, toko
pakaian, toko meubel, toko bunga, dan toko buku. Biasanya volumenya tidak
terlalu besar, milik pribadi, dan badan hukumnya berbentuk usaha perorangan,
kekhususan lini produknyanya. Toko pakaian merupakan toko lini tunggal;
toko pakaian pria merupakan toko sangat khusus. Di Indonesia saat ini toko
khusus yang berkembang pesat dalam beberapa tahun belakangan ini adalah
AGIS (PT Artha Graha Investama Sentral) sebagai salah satu retail yang
mengkhususkan menjual barang-barang elektronik. Lainnya yang masuk
kelompok ini adalah Cosmo yang hanya menjual produk-produk Jepang dan
toko roti Holland Bakery yang hanya jual roti.
b. Toko serba ada, yaitu toko yang menjual berbagai macam lini produk. Biasanya toko seperti ini mempunyai volume usaha yang besar,
kondisi keuangannya lebih kuat, dan badan hukumnya berbentuk perseroan
terbatas atau paling tidak berbentuk CV. Misalnya Ramayana dan Sarinah.
c. Pasar Swalayan, yaitu toko yang merupakan operasi relatif besar, berbiaya rendah, margin rendah, volume tinggi, swalayan, yang dirancang
untuk melayani semua kebutuhan konsumen seperti makanan, cucian, dan
produk-produk perawatan rumah tangga.
d. Toko Convenience, yaitu toko yang relatif kecil dan terletak di daerah pemukiman atau di jalur high traffic, memiliki jam buka yang panjang
(24 jam) selama tujuh hari dalam seminggu, dan menjual lini produk
convenience yang terbatas seperti minuman, makanan ringan, permen, rokok,
dll., dengan tingkat perputarannya yang tinggi. Jam buka yang panjang dan
karena konsumen hanya membeli di toko ini hanya sebagai “pelengkap”
menyebabkan toko ini menjadi suatu operasi dengan harga tinggi.
semua kebutuhan konsumen untuk pembelian makanan maupun bukan
makanan secara rutin. Mereka biasanya menawarkan pelayanan seperti cucian,
membersihkan, perbaikan sepatu, penguangan cek, dan pembayaran tagihan,
serta makan siang murah. Toko kombinasi merupakan diversifikasi usaha
pasar swalayan ke bidang obat-obatan, dengan luas ruang jual sekitar 55.000
kaki persegi. Masuk dalam kelompok ini mulai dari yang konvensional seperti
Naga SM dan Bilka hingga yang lebih modern dan besar seperti Hero dan
Top’s. Pasar hyper lebih besar lagi, berkisar antara 80.000 sampai 220.000
kaki persegi. Pasar ini tidak hanya menjual barang-barang yang rutin dibeli
tetapi juga meliputi meubel, perkakas besar dan kecil, pakaian, dan banyak
jenis lainnya, seperti Carrefour dan Mega M.
f. Toko Diskon, yaitu toko yang menjual secara reguler barang-barang standar dengan harga lebih murah karena mengambil marjin yang lebih
rendah dan menjual dengan volume yang lebih tinggi. Umumnya menjual
merek nasional, bukan barang bermutu rendah. Pengeceran diskon telah
bergerak dari barang dagangan umum ke khusus, seperti toko diskon alat-alat
olah raga, toko elektronik, dan toko buku.
g. Pengecer Potongan Harga. Kalau toko diskon biasanya membeli pada harga grosir dan mengambil margin yang kecil untuk menekan harga,
pengecer potongan harga membeli pada harga yang lebih rendah daripada
harga grosir dan menetapkan harga pada konsumen lebih rendah daripada
harga eceran. Mereka cenderung menjual persediaan barang dagangan yang
berubah-rubah dan tidak stabil sering merupakan sisa, tidak laku, dan cacat
lainnya. Pengecer potongan harga telah berkembang pesat dalam bidang
pakaian, asesoris, dan perlengkapan kaki. Contoh dari pengecer potongan
harga ini adalah factory outlet, seperti Herritage dan Millenia.
h. Ruang Jual Katalog, yaitu toko yang menjual cukup banyak pilihan produk-produk dengan marjin tinggi, perputarannya cepat, bermerek,
dengan harga diskon. Produk-produk yang dijual meliputi perhiasan, alat-alat
pertukangan, kamera, koper, perkakas kecil, mainan, dan alat-alat olah raga.
i. MOM & POP Store, yaitu toko berukuran relatif kecil yang dikelola secara tradisional, umumnya hanya menjual bahan pokok atau
kebutuhan sehari-hari yang terletak di daerah perumahan atau pemukiman.
Jenis toko ini dikenal sebagai toko kelontong.
j. Mini Market, yaitu toko berukuran relatif kecil yang merupakan pengembangan dari Mom & Pop Store, dimana pengelolaannya lebih modern,
dengan jenis barang dagangan lebih banyak. Misalnya Indomaret.
Tabel 6.
Regulasi Berkenaan Dengan Pasar Tradisional dan Retail Modern
Tingkat Regulasi Regulation
Nasional a. Keputusan Presiden (Kepres) No.
118/2000 tentang Perubahan dari
Keputusan Presiden No. 96/2000
mengenai Sektor Usaha yang Terbuka
dan Tertutup dengan Beberapa Syarat
untuk Investasi Asing Langsung.
b. Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No.107/MPP/Kep/2/1998
tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Usaha Pasar Modern
Perdagangan No.420/MPP/Kep/10/1997
tentang Pedoman Penataan dan
Pembinaan Pasar dan Pertokoan
d. Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri
Perindustrian dan Perdagangan dan
Menteri Dalam Negeri No.57 dan
145/MPP/Kep/1997 tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar dan Pertokoan;
e. Peraturan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No.12/M-
DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Penerbitan Surat Tanda
Pendaftaran Usaha Waralaba
f. Rancangan Peraturan Presiden tentang
Penataan dan Pembinaan Pasar Modern
dan Toko Modern
Provinsi (hanya Jakarta) DKI Jakarta: Perda Provinsi No. 2/2002
tentang Pasar Swasta di
DKI Jakarta; Keputusan Gubernur No.
44/2003 mengenai Petunjuk Pelaksanaan
Pasar Swasta di Jakarta.
Meski kaya dalam batasan-batasannya, rancangan peraturan tentang pasar
modern dan peraturan tentang pengelolaan pasar tidak secara gamblang
menjelaskan tugas dan tanggung jawab khusus dari masing-masing dinas
pasar terkait. Demikian juga, peraturan tersebut tidak memuat hak atau
tanggung jawab pedagang dan pengelola pasar, demikian pun sanksi bagi
pemda atau pedagang yang melanggarnya. Selain itu, sosialisasi peraturan ini
B. Kesejahteraan Sosial
1. Pengertian Kesejahteraan Sosial
Pada mulanya, usaha-usaha kesejahteraan sosial dilakukan oleh
kelompok keagamaan. Usaha-usaha kesejahteraan yang dilakukan pada
umumnya merupakan pelayanan sosial yang bersifat amal. Sebagaimana yang
dituliskan Canda dan Furman dalam bukunya, Keberagaman Agama dalam
Praktek Pekerjaan Sosial (Spiritual Diversity in Social Work Practice: The
Heart of Helping), bahwa setiap agama (Budha, Hindu, Islam, Konghucu,
Kristen, dan Yahudi) memiliki kepercayaan dan nilai dasar yang berimplikasi
pada penerapan atau praktek kerja sosial.24
Ketika orang memperlajari kesejahteraan sosial, maka aorang tersebut
akan menghadapi masalah yang berkenaan dengan istilah itu sendiri, tetapi
tidak berakhir sampai di situ. Setelah masalah itu terjawab, masalah yang
lebih luas yang berkenaan dengan substansi dari istilah tersebut muncul.
Seperti pertanyaan apakah kesejahteraan sosial merupakan suatu aktivitas
yang dimaksudkan untuk menolong orang yang berada di bawah tekanan
sosial tertentu untuk meraih kembali keseimbangannya, kepercayaan dirinya
dengan menghilangkan sebab-sebabnya? Apakah kesejahteraan sosial
merupakan suatu sistem tindakan umum yang dimaksudkan untuk
memperbaiki kondisi institusi-institusi sosial agar bisa diakses oleh anggot
masyarakat? Apakah kesejahteraan sosial merupakan suatu ilmu yang
mempelajari kedua ranah kesejahteraan sosial itu? Dan banyak lainnya.
24
Secara historis, cikal bakal ilmu kesejahteraan sosial dapat ditelusuri
melalui adanya usaha kesejahteraan sosial tradisional dalam masyarakat, yang
dikemudian hari menjadi modern atau ilmiah.
a. Abad 13-18
Pada periode ini pemerintah Inggris mengeluarkan beberapa peraturan
perundangan untuk menangani masalah kemiskinan. Undang-undang
Kemiskinan yang dikeluarkan oleh Ratu Elizabeth (Elizabethan Poor Law)
merupakan salah satu undang-undang yang paling terkenal saat itu.
Undang-undang tersebut dianggap sebagai cikal bakal intervensi pemerintah terhadap
kesejahteraan warga negaranya karena usaha kesejahteraan sosial sebelumnya
lebih banyak dilakukan oleh kelompok keagamaan, seperti pihak gereja.25
Usaha-usaha kesejahteraan sosial pada dasarnya berasal dari nilai-nilai
humanitarianisme yang percaya bahwa kondisi kemiskinan yang terjadi di
tengah masyarakat adalah sesuatu yang tidak seharusnya terjadi. Kemudian
muncul kelompok-kelompok (relawan) yang mengupayakan pengembangan
usaha kesejahteraan sosial untuk memperbaiki kondisi tersebut. Usaha
kesejahteraan sosial yang dilakukan oleh relawan yang didasari semangat
filantropis selanjutnya berkembang menjadi lebih terarah dan terorganisir.
Karena itu, baik di Inggris maupun Amerika, sejarah pekerjaan sosial sangat
terkait dengan para relawan dan organisasi para relawan. Organisasi para
25