• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektivitas Pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

 

Nama : Fadlika Sya’bana Nim : 090902034

ABSTRAK

Efektivitas Pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun.

Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 75 Halaman, 1 Bagan dan 13 Tabel.

Pada tanggal 30 Agustus 2012 di Kota Medan, Sumatera Utara pemerintah meluncurkan Program Kesejahteraan Sosial Anak. Program ini dibentuk atas dasar semakin bertambahnya anak-anak jalanan di Indonesia. Keberadaan anak jalanan merupakan akibat langsung dari pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi. Anak yang merupakan bagian dari keluarga, tidak mampu memenuhi kebutuhan fisik, phisikis, sosial, dan spiritual. Anak tidak mencukupi kebutuhan makan, pendidikan, rasa nyaman hingga tidak mampu menjalankan fungsi sosial sebagai anak secara wajar. Sehingga perlu adanya dukungan dari keluarga maupun pemerintah untuk memulihkan keberfungsian sosial anak itu sendiri.

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun dengan jumlah responden 20 orang khusus pada kegiatan pelayanan anak jalanan pada tahun 2012.

Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif karena penelitian ini menggambarkan objek atau subjek penelitian berupa data-data yang sudah ada dan bertujuan untuk menggambarkan karakteristik objek atau subjek secara terperinci. Dimana apabila populasi kurang dari 100 jiwa, maka sampel dapat diambil semua. Dengan rumus (N=n) populasi adalah sampel. Maka peneliti menetapkan besarnya sampel adalah sebesar 20 jiwa dari jumlah keseluruhan populasi.

Berdasarkan analisis data deskriptif yang telah dilakukan bahwa pelaksanaan program kegiatan pelayanan anak jalanan ini dengan melihat indikator efektivitas, yaitu reaksi, belajar, prilaku, dan dampak pelaksanaan. Hasil analisis data menunjukan bahwa dimana anak tidak dipersulit untuk mendapatkan dana bantuan, mempunyai kesempatan yang sama untuk setiap individu, memberikan perubahan bagi kehidupan mereka khususnya kebutuhan dasar anak serta dapat menunjukan hasil yang baik dibawah 1 tahun. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan ini efektif.

(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

 

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE

 

SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

 

Name : Fadlika Sya'bana  Nim : 090902034

 

ABSTRACT

 

Effectiveness Implementation OF Social Welfare Program  Medan District Maimoon Aur village. 

This thesis consists of 6 chapters, 75 Pages, 1 Figure and 13 Tables.

   

On August 30, 2012 in the city of Medan, North Sumatra, the government launched the Social Welfare Program. This program was established on the basis of the increasing number of street children in Indonesia. The goal is to realize the fulfillment of children's rights and protection of children from neglect, violence, exploitation, and discrimination so that growth and development, child survival and participation can be realized. 

This study uses descriptive type because this study describe the object or subject of research in the form of data that already exists and aims to describe the characteristics of the object or subject in detail. The research was conducted in Medan District Maimoon Aur village by the number of respondents 20 special on street children ministry activities in 2012. 

Results of research conducted and data analysis has been carried out that the implementation of the program of activities of street children's ministry by looking at indicators of effectiveness, namely reaction, learning, behavior, and the impact of the implementation. Where the child is not difficult to obtain the funds, have an equal opportunity for each individual, providing for changes in their lives especially children's basic needs and can show good results under 1 year. From these results it can be concluded that the effective implementation of these activities.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan kehadiran ALLAH S.W.T atas berkat rahmat dan anugerah yang diberikan-NYA sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebagaimana mestinya. Skripsi ini berjudul “Efektivitas Pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan Oleh Yakmi Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun”.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Efektivitas Pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan Oleh Yakmi Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun. Dalam penulisan skripsi ini, tentunya saya berusaha menyusunnya kedalam bentuk yang mudah dimengerti dan menjabarkannya secara jelas. Namun disamping itu saya hanyalah manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan. Untuk itu saya mohon maaf jika ada sesuatu kesalahan dalam penulisan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini, saya tentunya banyak mengalami hambatan. Namun itu tidaklah saya jadikan sebagai beban, karena adanya bantuan dan motivasi dari orang tua, keluarga dan berbagai pihak lain. Disini, saya ingin menyampaikan terima kasih kepada :

Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP, selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial. Ibu Mastauli Siregar, S.Sos, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ilmu Kesejahteraan

Sosial.

(5)

 Para Dosen di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang tidak dapat saya tuliskan satu persatu, dimana beliau-beliau telah banyak menyumbangkan ilmunya selama ini.

 Orang tua saya tercinta, Ayahanda Syamsunardi dan Ibunda Zuraidah Hanum. Sungguh anugerah terbesar yang diberikan-Nya buat saya, yang telah membesarkan, mendidik dan memberikan motivasi sehingga saya bisa seperti ini. Hanya Do’a yang bisa saya panjatkan supaya Ibunda selalu dalam lindungan ALLAH S.W.T dan dikaruniai kesehatan, panjang umur, banyak rezeki dan tetap sabar mendidik saya.

 Saudara-saudara ku tersayang, Adinda Yayu Anggraini (cepat kerjakan sripsi mu, biar cepat wisuda) dan Adinda Mawarda Azalia. Terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini. Hanya Do’a yang dapat saya panjatkan semoga sukses selalu, sehat-sehat dan banyak rezeki.

 Buat kekasih saya T.Melvira Novia Sari, Terima kasih atas dukungan, motivasi, rekomendasi dan bantuannya selama kuliah.

 Kawan-kawan di Kesos ’09, Evan, Jones, Eren, Marmen, Michael, dan kawan-kawan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama kuliah. Semoga kita sukses .

 Kawan-kawan di Kesos ’10, Angga, Vetansyah, Pram, kejar terus sampai dapat, jangan pernah putus asa. Dan kawan-kawan yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

 Sahabat-sahabat sepergerakan di Ikatan Mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial (IMIKS) yang selama ini banyak membantu dan kalian semua seperti keluarga ku.

(6)

 Terima kasih kepada Lurah Aur dan para staf kelurahan yang telah membantu saya serta bersedia memberikan data dan informasi terkait skripsi ini.

 Terima kasih kepada seluruh Responden yang telah membantu saya dalam melaksanakan penelitian ini.

Medan, Desember 2013 Penulis

Fadlika sya’bana

(7)

DAFTAR ISI 1.1 Latar Belakang Masalah………... 1

1.2 Perumusan Masalah……….. 7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian………. 7

1.3.2 Manfaat Penelitian………... 7

1.4 Sistematika Penulisan……….. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA   2.1 Efektifitas………. 10

2.2 Program Kesejahteraan Sosial Anak……… 12

2.3 Anak Jalanan………. 28

2.4 Lembaga Pelayanan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia……..…….. 38

2.5 Kerangka Pemikiran……….. 39

2.6 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.6.1 Defenisi Konsep……… 41

2.6.2 Defenisi Operasional……… 42

BAB III METODE PENELITIAN   3.1 Tipe Penelitian……….. 45

(8)

3.3.1 Populasi………. 46

3.3.2 Sampel……….. 46

3.4 Teknik Pengumpulan Data……… 48

3.5 Teknik Analisis Data……… 48

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN   4.1 Lokasi penelitian………... 49

4.2 Sejarah Kelurahan Aur……….. 49

4.3 Data Monografi………. 50

4.4 Lembaga Pelayanan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia………….. 55

BAB V ANALISIS DATA   5.1 Analisis data responden………. 60

5.2 Efektivitas Pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan oleh YAKMI di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun……… 62

BAB VI PENUTUP   6.1 Kesimpulan……….. 72

6.2 Saran……… 73

DAFTAR PUSTAKA……….. 74

 

(9)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden……….. 50

2. Tabel 5.1 Usia Responden………. 61

3. Tabel 5.2 Pendidikan Terakhir……….... 61

4. Tabel 5.3 Cara Mendapatkan Dana Bantuan PKSA………... 62

5. Tabel 5.4 Waktu Pengurusan Mendapatkan Dana Bantuan PKSA……… 63

6. Tabel 5.5 Keaktifan Responden Dalam Kegiatan PKSA……… 64

7. Tabel 5.6 Tujuan Dari PKSA……….. 64

8. Tabel 5.7 Kebutuhan Belajar Responden Setelah Mengikuti Kegiatan PKSA……... 65

9. Tabel 5.8 Perubahan Perilaku Responden……… 65

10.Tabel 5.9 Jumlah Bantuan Dana PKSA………... 66

11.Tabel 5.10 Jumlah Bantuan Dana Yang Diterima Peserta PKSA……… 67

12.Tabel 5.11 Jenis Kegiatan Yang Dilakukan Sebelum Mengikuti PKSA……….. 68

13.Tabel 5.12 Jenis Kegiatan Yang Dilakukan Setelah Mengikuti PKSA……… 68

14.Tabel 5.13 Kebutuhan Dasar Anak Setelah Mengikuti Kegiatan PKSA………. 69

 

(10)

DAFTAR BAGAN

(11)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

 

Nama : Fadlika Sya’bana Nim : 090902034

ABSTRAK

Efektivitas Pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun.

Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 75 Halaman, 1 Bagan dan 13 Tabel.

Pada tanggal 30 Agustus 2012 di Kota Medan, Sumatera Utara pemerintah meluncurkan Program Kesejahteraan Sosial Anak. Program ini dibentuk atas dasar semakin bertambahnya anak-anak jalanan di Indonesia. Keberadaan anak jalanan merupakan akibat langsung dari pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi. Anak yang merupakan bagian dari keluarga, tidak mampu memenuhi kebutuhan fisik, phisikis, sosial, dan spiritual. Anak tidak mencukupi kebutuhan makan, pendidikan, rasa nyaman hingga tidak mampu menjalankan fungsi sosial sebagai anak secara wajar. Sehingga perlu adanya dukungan dari keluarga maupun pemerintah untuk memulihkan keberfungsian sosial anak itu sendiri.

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun dengan jumlah responden 20 orang khusus pada kegiatan pelayanan anak jalanan pada tahun 2012.

Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif karena penelitian ini menggambarkan objek atau subjek penelitian berupa data-data yang sudah ada dan bertujuan untuk menggambarkan karakteristik objek atau subjek secara terperinci. Dimana apabila populasi kurang dari 100 jiwa, maka sampel dapat diambil semua. Dengan rumus (N=n) populasi adalah sampel. Maka peneliti menetapkan besarnya sampel adalah sebesar 20 jiwa dari jumlah keseluruhan populasi.

Berdasarkan analisis data deskriptif yang telah dilakukan bahwa pelaksanaan program kegiatan pelayanan anak jalanan ini dengan melihat indikator efektivitas, yaitu reaksi, belajar, prilaku, dan dampak pelaksanaan. Hasil analisis data menunjukan bahwa dimana anak tidak dipersulit untuk mendapatkan dana bantuan, mempunyai kesempatan yang sama untuk setiap individu, memberikan perubahan bagi kehidupan mereka khususnya kebutuhan dasar anak serta dapat menunjukan hasil yang baik dibawah 1 tahun. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan ini efektif.

(12)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

 

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE

 

SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

 

Name : Fadlika Sya'bana  Nim : 090902034

 

ABSTRACT

 

Effectiveness Implementation OF Social Welfare Program  Medan District Maimoon Aur village. 

This thesis consists of 6 chapters, 75 Pages, 1 Figure and 13 Tables.

   

On August 30, 2012 in the city of Medan, North Sumatra, the government launched the Social Welfare Program. This program was established on the basis of the increasing number of street children in Indonesia. The goal is to realize the fulfillment of children's rights and protection of children from neglect, violence, exploitation, and discrimination so that growth and development, child survival and participation can be realized. 

This study uses descriptive type because this study describe the object or subject of research in the form of data that already exists and aims to describe the characteristics of the object or subject in detail. The research was conducted in Medan District Maimoon Aur village by the number of respondents 20 special on street children ministry activities in 2012. 

Results of research conducted and data analysis has been carried out that the implementation of the program of activities of street children's ministry by looking at indicators of effectiveness, namely reaction, learning, behavior, and the impact of the implementation. Where the child is not difficult to obtain the funds, have an equal opportunity for each individual, providing for changes in their lives especially children's basic needs and can show good results under 1 year. From these results it can be concluded that the effective implementation of these activities.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kemiskinan telah membawa dampak pada keterlantaran, ketunaan sosial hingga masalah sosial lainnya. Krisis global membawa dampak di berbagai sektor baik di bidang ekonomi maupun sosial. Dampak di bidang ekonomi adalah menurunnya pertumbuhan ekonomi, menurunnya produktivitas, lesunya perdagangan dan termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK). Dampak di bidang sosial, yang tentunya langsung dengan PHK antara lain meningkatnya jumlah pengangguran, baik pencari kerja baru maupun yang sebagai akibat dari PHK. Akibat lebih jauh dari pengangguran adalah bertambahnya jumlah penyandang kemiskinan. Jumlah keluarga miskin bertambah, karena pencari nafkah utama dari keluarga dimaksud tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga sehari–hari (Mujiyadi.Dkk,2011).

Dengan meningkatnya jumlah penyandang kemiskinan, maka di khawatirkan akan terjadi permasalahan sosial yang lebih besar. Disadari bahwa kemiskinan menjadi akar masalah utama dari masalah kesejahteraan sosial.

(14)

Keberadaan anak jalanan merupakan akibat langsung dari pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi. Anak yang merupakan bagian dari keluarga, tidak mampu memenuhi kebutuhan FPSS. Anak tidak mencukupi kebutuhan makan, pendidikan, rasa nyaman hingga tidak mampu menjalankan fungsi sosial sebagai anak secara wajar. Oleh karenanya, anak melakukan upaya dengan cara mereka untuk memenuhi kebutuhan dimaksud. Untuk itu, anak–anak melakukan upaya mencari pemenuhan kebutuhan FPSS dengan turun ke jalan menjadi anak jalanan (Mujiyadi.Dkk,2011).

Memang pernah diidentifikasi bahwa tidak semua anak jalanan adalah akibat dari kemiskinan keluarga. Terdapat sebagian anak yang turun ke jalanan sebagai pemenuhan kebutuhan psikis belaka seperti keinginan untuk menyalurkan minat dan berkumpul dengan rekan mereka. Sebagai contoh banyak anak yang tinggal dijalanan sebagai anak–anak punk, ngamen, dan hidup dalam tatanan versi mereka. Namun demikian kemiskinan menjadi penyebab terbesar dari fenomena anak jalanan (Mujiyadi.Dkk,2011).

Masalah anak jalanan merupakan masalah yang ada disekitar kita. Kita menemukan mereka hampir setiap saat diberbagai kota. Mereka menggunakan ruang publik untuk kepentingan masing-masing. Ada pengguna ruang publik yang secara khusus memakainya untuk kepentingan yang sudah diatur dalam tatanan kehidupan kita sehari-hari. Namun ada juga yang menggunakan ruang publik itu untuk kepentingan diluar aturan yang sudah ditetapkan secara normatif.

(15)

menertibkan pemakaian ruang publik, tapi tidak disertai dengan usaha untuk memberi peluang kepada para pengguna yang menyalahgunakan ruang publik itu agar mereka mendapatkan solusi yang terbaik ( Waspada, 2009 ).

Sesuai dengan fungsinya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memantau, mengawasi dan memberi dorongan agar penyelenggara perlindungan anak semakin efektif. Ini dituangkan secara eksplisit didalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Jadi hal itu sudah digariskan, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam perjalanan selama beberapa waktu terakhir ini mengambil langkah-langkah untuk memberi informasi yang luas kepada kalangan penyelenggara Perlindungan Anak. Ini agar mereka mulai menata cara-cara melakukan upaya penyelesaian masalah termasuk salah satu diantaranya adalah masalah anak jalanan. Jadi sebenarnya tidak secara khusus KPAI menawarkan solusi ini kepada Pemda khususnya DKI Jakarta, tapi disampaikan dalam konteks yang lebih luas. Untuk semua permasalah yang berkaitan dengan menata ruang dan menyelesaikan masalah-masalah dari warga masyarakat yang menyandang masalah-masalah sosial maka ditawarkanlah tiga hal tadi supaya mereka bias juga memperoleh solusi yang terbaik. Jadi konsep yang dibuat baik dalam bentuk Norma-Norma peraturan atau lainnya termasuk pedoman dan langkah-langkah penanganan setidak-tidaknya dapat memenuhi ketiga kriteria tersebut. ( Waspada, 2009 )

(16)

Berdasarkan data Kemensos, saat ini terdapat 230 ribu anak jalanan di Indonesia, jumlah ini mengalami kenaikan bila dibandingkan pada tahun 2010 dimana jumlah anak jalanan mencapai 200 ribu anak jalanan dan melalui program–programnya Kemensos berkomitmen membuat Indonesia bebas anak jalanan tiga tahun dari sekarang. (Tribunnews, 2011).

Sementara untuk anak terlantar menurut Susenas tahun 2000 mencatat bahwa jumlah anak terlantar usia 6–18 tahun mencapai 3.156.365 anak atau 5,4 persen dari jumlah anak di Indonesia, yang terbagi di Pedesaan 2.614.947 dan di Perkotaan sebanyak 541.415 anak (BPS, 2000), sedangkan tahun 2004 anak terlantar meningkat menjadi 3.308.642 anak (Depsos, 2004).

Selanjutnya jumlah anak rawan terlantar pada tahun 2000 mencapai 10.349.240 anak. Dari jumlah tersebut, yang tinggal di pedesaan sebanyak 7.320.786 anak dan diperkotaan sebanyak 3.046.454 anak. Data anak terlantar menurut sensus penduduk tahun 2000 mencapai 28.544.797 anak dimana yang di Pedesaan sebanyak 17.117.934 anak dan di perkotaan sebanyak 11.426.863 anak. Sedangkan menurut data sensus penduduk pada tahun 2004 jumlah balita terlantar sebanyak 1.138.126 anak (Depsos, 2004).

Jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial di Sumatera Utara terus meningkat dari tahun ketahun. Sesuai data tahun 2007 yang di peroleh waspada dari Dinas Sosial Sumatera Utara menunjukkan jumlah gelandang pengemis dan anak jalanan (Gepeng Anjal) mencapai 95.791 orang. Dengan rincian, 3.300 pengemis, 4.823 gelandangan dan 18.741 anak balita terlantar, 161.755 keluarga fakir miskin, dan yang paling besar jumlah keluarga yang tinggal di rumah tak layak huini (RTLH) mencapai 140.169 keluarga (KKSP, 2008).

(17)

itu, untuk mengurangi jumlah anak jalanan, diharapkan program Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) dapat berjalan efektif dan efisien.

Kebijakan dan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) pada masa lalu cenderung dilaksanakan secara sektoral, jangkauan pelayanan terbatas, mengedepankan pendekatan institusi/panti sosial, dan dilaksanakan tanpa rencana strategis nasional. Untuk itu, pada masa yang akan datang diperlukan kebijakan dan program kesejahteraan sosial anak yang terpadu, berkelanjutan, menjangkau seluruh anak yang mengalami masalah sosial, melalui sistem dan program kesejahteraan sosial anak yang melembaga dan profesional dengan mengedepankan peran dan tanggung jawab keluarga serta masyarakat.

Perubahan kebijakan dan Program Kesejahteraan Sosial Anak selaras dengan Instrusi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional,diperlukan penyempurnaan program bantuan sosial berbasis keluarga khususnya bidang kesejahteraan sosial anak untuk anak balita terlantar, anak jalanan, anak dengan kecacatan, anak berhadapan dengan hukum, dan anak yang membutuhkan perlindungan khusus.

(18)

2010-2014 dan menjadi acuan utama dalam pengembangan pola operasional Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) ( Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak, 2011).

Setiap anak mempunyai hak yang sama untuk hidup, tumbuh dan berkembang secara maksimal sesuai potensinya. Secara berlapis, dimulai dari lingkar keluarga dan kerabat, masyarakat sekitar, pemerintah lokal sampai pusat, hingga masyarakat internasional yang berkewajiban untuk menghormati, melindungi, dan mengupayakan pemenuhan atas hak-hak anak. Hanya jika setiap lapisan pemangku tugas tersebut dapat berfungsi dengan baik dan mampu menjalankan kewajiban dan tanggungjawabnya, maka anak akan dapat memiliki kehidupan berkualitas yang memungkinkannya tumbuh-kembang secara optimal sesuai potensinya. Meskipun banyak upaya telah dilakukan, masih banyak anak Indonesia harus hidup dalam beragam situasi sulit yang membuat kualitas tumbuh kembang dan kelangsungan hidupnya terancam. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (2006), jumlah anak Indonesia usia dibawah 18 tahun mencapai 79.898.000 jiwa dan mengalami peningkatan menjadi 85.146.600 jiwa pada tahun 2009. ( Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak, 2011).

Lembaga Yayasan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia (YAKMI) merupakan salah satu lembaga yang memenuhi kriteria dan legalitas serta dipercaya oleh Kementrian Sosial RI untuk menyelenggarakan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA). Wilayah Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun merupakan wilayah yang terdaftar sebagai wilayah yang menjadi sasaran Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA).

(19)

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti dan mengetahui bagaimana Efektifitas pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) yang diberikan oleh Yakmi terhadap anak jalanandi Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun dengan melihat kualitas kegiatan seperti reaksi anak jalanan terhadap program kegiatan, kuantitas kegiatan seperti seberapa jauh penguasaan konsep selama pelaksanaan dan dampak pelaksanaan. Untuk lebih terarah, penulis membatasi penelitian ini hanya pada ruang lingkup efektivitas pelaksanaan yang diberikan. Untuk itu, penulis mengangkat permasalahan yang dirangkum dalam penelitian sebuah karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul“Efektifitas Pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan oleh YAKMI di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu : “Bagaimana Efektifitas Pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan oleh YAKMI di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun”.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Efektifitas Pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan Oleh Yakmi di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun.

1.3.2 Manfaat Penelitian

(20)

a. Bagi penulis sendiri adalah agar dapat mempertajam kemampuan penulis dalam penulisan karya ilmiah dan menambah pengetahuan dibidang pelayanan sosial

b. Bagi fakultas, untuk memperbanyak refrensi karya ilmiah yang menyangkut efektivitas lembaga dalam menangani anak jalanan

c. Memberikan kontribusi pemikiran dan masukan kepada pemerintah, lembaga-lembaga masyarakat maupun instansi terkait dalam upaya meningkatkan kualitas penanganan anak jalanan

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri atas:

BAB I : PENDAHULUAN

Masing–masing point menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Masing–masing point menguraikan tentang konsep–konsep dan teori sesuai dengan judul penelitian.

(21)

Masing–masing point menguraikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV : GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

Masing–masing point menguraikan menguraikan tentang sejarah, posisi geografis, struktur organisasi ( pemerintah maupun organisasinon pemerintah), visi, misi, program dan lain–lain sesuai dengan judul penelitian.

BAB V : ANALISIS DATA

Masing–masing poin menguraikan tentang pengaruh variabel X terhadap variabel Y yang sesuai dengan judul penelitian

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektifitas

Efektifitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektifitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang telah dicapai. Efektifitas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang dan dapat dinilai dengan berbagai cara dan mempunyai kaitan yang erat dengan efisiensi. Seperti yang dikemukakan oleh Etzioni dkk dalam bukunya organisasi-organisasi modern yang mendefinisikan efektifitas, sebagai berikut:

“Sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan dan sasaran” (Etzioni dkk, 1985).

Terdapat banyak rumusan efektifitas, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1992:219) dikemukakan efektif berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) manjur atau mujarab, dapat membawa hasil. Masih menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi efektifitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan.

(23)

2.1.1 Pengukuran Terhadap Efektifitas

Pencapaian hasil efektifitas yang dilakukan oleh suatu organisasi menurut (Jones,1994) terdiri dari tiga tahap, yakni input, conversion, dan output atau masukan, perubahan dan hasil. Input meliputi semua sumber daya yang dimiliki, informasi dan pengetahuan, bahan-bahan mentah serta modal. Pada tahap input, tingkat efisiensi sumber daya yang dimiliki sangat menentukan kemampuan yang dimiliki. Tahap conversion ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk memanfaatkan sumber daya yang dimiliki, manajemen dan penggunaan teknologiagar dapat menghasilkan nilai. Tahap ini, tingkat keahlian SDM dan daya tanggap organisasi terhadap perubahan lingkungan sangat menentukan tingkat produktifitasnya.

Sedangkan dalam tahap output, pelayanan yang diberikan merupakan hasil dari penggunaan teknologi dan keahlian SDM. Organisasi yang dapat memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya secara efisien dapat meningkatkan kemampuannya untuk meningkatkan pelayanan dengan memuaskan kebutuhan pelanggan. (blogspot.com, 2013)

Gomes (2003) memberi tipe-tipe kriteria efektifitas program. Suatu program bisa dievaluasi berdasarkan: (1) reactions, (2) learning, (3) behaviors, (4) organizational results. Melalui reactions (reaksi) dapat diketahui opini dari para peserta mengenai program yang diberikan. Proses learning (belajar) memberikan informasi yang ingin diperoleh melalui penguasaan konsep-konsep, pengetahuan, dan keterampilan-keterampilan yang diberikan selama pelaksanaan. Behaviors(perilaku) dari peserta, sebelum dan sesudah pelaksanaan, dapat dibandingkan guna mengetahui tingkat pengaruh pelaksanaan terhadap peserta. Organizational results(dampak pelaksanaan) untuk menguji dampak pelaksanaan terhadap peserta secara

(24)

2.1.2 Perspektif Efektifitas

Efektifitas dipandang dari tiga perspektif menurut pendapat Gibson (1997), yaitu : a. Efektifitas dari perspektif individu

b. Efektifitas dari perspektif kelompok c. Efektifitas dari perspektif organisasi

Efektifitas individu berada pada bagian dasar dalam konteks efektifitas individu. Perspektif individu menekankan pada penampilan setiap anggota dalam melaksanakan tugasnya. Kemampuan individu dalam melaksanakan tugasnya secara efektif sangat dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti : keterampilan, pengetahuan, kecakapan, sikap, motivasi, dan tekanan atau stress.

Efektifitas organisasi seperti dinyatakan diatas merupakan perspektif yang ketiga. Hal ini terjadi karena adanya individu-individu dan kelompok-kelompok . oleh karena itu efektifitas organisasi tercipta karena adanya efektifitas individu dan efektifitas kelompok. Walaupun demikian efektifitas organisasi tidak hanya sekedar kumpulan efektifitas individu dan efektifitas kelompok melainkan karena organisasi merupakan sustu system kerjasama yang kompleks, maka efektifitas ditentukan juga oleh factor-faktor seperti lingkungan, teknologi, strategi, struktur, proses, dan iklim kerjasama. (Gibson, 1997).

(25)

Program didefinsikan sebagai instrument kebijakan yang berisi kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran dan/atau kegiatan masyarakat yang di koordinasikan (bappenas.go.id, 2009).

Program terbagi dalam dua jenis, yaitu:

1. Program Teknis, merupakan program–program yang menghasilkan pelayanan kepada kelompok sasaran/masyarakat (pelayanan eksternal)

2. Program Generik, merupakan program–program yang digunakan oleh beberapa unit Eselon IA yang memiliki kharakteristik sejenis untuk mendukung pelayanan aparatu dan/atau administrasi pemerintah (Pelayanan Internal) (bappenas.go.id, 2009).

2.2.2 Pengertian Kesejahteraan Sosial

(26)

Menurut Friedlander dalam Fahrudin (2012), kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisasi dari pelayanan – pelayanan sosial dan institusi – institusi yang dirancang untuk membantu individu – individu dan kelompok-kelompok guna mencapai standar hidup dan kesehatan yang memadai dan relasi-relasi personal dan sosial sehingga memungkinkan mereka dapat mengembangkan kemampuan dan kesejahteraan sepenuhnya selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakatnya.

Kesejahteraan sosial adalah suatu system berskala nasional dari program–program, tunjangan atau dukungan–dukungan, dan pelayanan–pelayanan yang membantu masyarakat memenuhi kebutuhan–kebutuhan meliputi kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang bersifat fundamental dalam upaya pemeliharaan masyarakat (Zastrow dalam Siagian dan Suriadi, 2012).

Sedangkan sebagai suatu disiplin keilmuan, maka kesejahteraan sosial adalah kajian tentang badan–badan atau lembaga–lembaga, program–program, personil dan kebijakan– kebijakan yang berfokus pada pelaksanaan pelayanan–pelayanan sosial bagi individu–individu, kelompok–kelompok dan komunitas (Siagian dan Suriadi, 2012).

Menurut Undang–Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial, kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spriritual, dan sosial warga Negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

(27)

menjelaskan secara tegas tugas serta tanggung jawab pemerintah di bidang kesejahteraan sosial, yang meliputi :

1. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup;

2. memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian;

3. meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial;

4. meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha dalam rangka penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan;

5. meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan;

6. meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial (UU Kesejahteraan Sosial No.11 Tahun 2009).

Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa kesejahteraan sosial merujuk pada suatu kondisi, dengan kondisi mana manusia, baik individu, kelompok maupun komunitas mampu memenuhi kebutuhan hidup sehingga dapat mencapai dan menikmati hidup layak sebagai mahluk yang memiliki harkat martabat (Siagian dan Suriadi, 2012).

(28)

Kesejahteraan sosial mempunyai tujuan yaitu:

1. Untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya standar kehidupan pokok seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan dan relasi-relasi sosial yang harmonis dengan lingkungannya.

2. Untuk mencapai penyesuaian diri yang baik khususnya dengan masyarakat di lingkungannya, misalnya dengan menggali sumber-sumber, meningkatkan, dan mengembangkan taraf hidup yang memuaskan.

Selain itu Schneiderman (1972) dalam Fahrudin mengemukakan tiga tujuan utama dari sistem kesejahteraan sosial yang sampai tingkat tertentu tercermin dalam semua program kesejahteraan sosial, yaitu pemeliharaan sistem, pengawasan sistem dan perubahan sistem.

1. Pemeliharaan Sistem

Pemeliharaan dan menjaga keseimbangan atau kelangsungan keberadaan nilai-nilai dan norma sosial serta aturan-aturan kemasyarakatan dalam masyarakat, termasuk hal – hal yang bertalian dengan definisi makna dan tujuan hidup, motivasi bagi kelangsungan hidup orang seorang dan kelompok, norma-norma yang menyangkut pelaksanaan peranan anak-anak, remaja, dewasa dan orang tua, dan peranan pria dan wanita, norma-norma yang berhubungan dengan produksi dan distribusi barang dan jasa, norma-norma yang berhubungan dengan penyelesaian konflik dalam masyarakat.

2. Pengawasan Sistem

(29)

yang ada bagi golongan masyarakat yang memperlihatkan penyimpangan tingkah laku misalnya kelompok remaja dan kelompok lain dalam masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar dapat ditingkatkan pengawasan diri sendiri dengan jalan menghilangkan sebab-sebab masalah sesungguhnya.

3. Perubahan Sistem

Mengadakan perubahan kearah berkembangnya suatu sistem yang lebih efektif bagi anggota masyarakat. Dalam mengadakan perubahan itu, sistem kesejahteraan sosial merupakan instrumen untuk menyisihkan hambatan-hambatan terhadap partisipasi sepenuhnya dan adil bagi anggota masyarakat dalam pengambilan keputusan, pembagian sumber-sumber secara lebih pantas dan adil, dan terhadap penggunaan struktur kesempatan yang tersedia secara adil pula.

Fungsi kesejahteraan sosial bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi tekanan– tekanan yang diakibatkan terjadinya perubahan-perubahan sosio-ekonomi, menghindarkan terjadinya konsekuensi-konsekuensi sosial yang negatif akibat pembangunan serta menciptakan kondisi-kondisi yang mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarat (Friedlander dan Apte dalam Fahrudin, 2012).

Fungsi-fungsi kesejahteraan sosial itu antara lain: 1. Fungsi Pencegahan

Kesejahteraan sosial ditujukan untuk memperkuat individu, keluarga dan masyarakat agar terhindar dari masalah-masalah sosial baru. Dalam masyarakat transisi, upaya pencegahan ditekankan pada kegiatan-kegiatan untuk membantu menciptakan pola-pola baru dalam hubungan sosial serta lembaga-lembaga sosial baru.

(30)

Kesejahteraan sosial ditujukan untuk menghilangkan kondisi-kondisi ketidakmampuan fisik, emosional dan sosial agar orang yang mengalami masalah tersebut dapat berfungsi kembali secara wajar dalam masyarakat. Dalam fungsi ini tercakup juga fungsi pemulihan (rehebilitasi)

3. Fungsi pengembangan

Kesejahteraan sosial berfungsi untuk memberikan sumbangan langsung ataupun tidak langsung dalam proses pembangunan atau pengembangan tatanan dan sumber-sumber daya sosial dalam masyarakat.

4. Fungsi penunjang

Fungsi ini mencakup kegiatan-kegiatan untuk membantu mencapai tujuan sektor atau bidang pelayanan kesejahteraan sosial yang lain.(Fahrudin, 2012)

Pelayanan Sosial

(31)

orang-orang memperbaiki kompetensi sosialnya, mempengaruhi dan mengubah tingkah laku dan memecahkan masalah penyesuaian diri.

Pelayanan sosial telah dan mungkin akan diklasifikasikan dalam berbagai cara, tergantung dari tujuan klasifikasi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan fungsi pelayanan sosial sebagai berikut:

1. Peningkatan kondisi kehidupan masyarakat 2. Pengembangan sumber-sumber manusiawi

3. Organisasi masyarakat terhadap perubahan-perubahan sosial dan penyesuaian sosial 4. Mobilisasi dan pencipta sumber-sumber masyarakat. Untuk tujuan pembangunan 5. Penyediaan dan Penyelenggaraan struktur kelembagaan untuk tujuan agar pelayanan-pelayanan yang terorganisasi dapat berfungsi.

Alfred J. Khan menyatakan bahwa fungsi utama pelayanan sosial adalah: 1. Pelayanan Sosial untuk Sosialisasi dan pengembangan

2. Pelayanan Sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi 3. Pelayanan akses.

Pelayanan sosial untuk sosialisasi dan pengembangan dimaksudkan untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam diri anak dan pemuda melalui program-program pemeliharaan, pendidikan (non formal) dan pengembangan. Tujuannya yaitu untuk menanamkan nilai-nilai masyarakat dalam usaha pengembangan kepribadian anak. (Soetarso, 1979: 40)

Bentuk-bentuk pelayanan sosial tersebut antara lain: 1. Program Penitipan Anak

(32)

3. Program-program pengisian waktu terulang bagi anak dan remaja dalam keluarga.

Pelayanan Sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi mempunyai tujuan untuk melaksanakan pertolongan kepada seseorang, baik secara individual maupun di dalam kelompok atau keluarga dan masyarakat agar mampu mengatasi masalah-masalahnya.

Bentuk-bentuk pelayanan sosial tersebut antara lain : 1. Bimbingan sosial bagi keluarga

2. Program asuhan keluarga dan adopsi anak

3. Program bimbingan bagi anak nakal dan bebas hukuman 4. Program-program rehabilitasi bagi penderita cacat 5. Program-program bagi lanjut usia

6. Program-program penyembuhan bagi penderita gangguan mental

7. Program-program bimbingan bagi anak-anak yang mengalami masalah dalam bidang pendidikan

8. Program-program bimbingan bagi para pasien di rumah-rumah sakit

Kebutuhan akan program pelayanan sosial akses disebabkan oleh karena: 1. Adanya birokrasi modern

2. Perbedaan tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap hal-hal dan kewajiban/tanggung jawabnya.

3. Diskriminasi dan

(33)

Dengan adanya berbagai kesenjangan tersebut, maka pelayanan sosial disini mempunyai fungsi sebagai “akses” untuk menciptakan hubungan bimbingan yang sehat antara berbagai program, sehingga program-program tersebut dapat berfungsi dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkannya. Pelayanan akses bukanlah semata-mata memberikan informasi, tetapi juga termasuk menghubungkan seseorang dengan sumber-sumber yang diperlukan dengan melaksanakan program-program referral. Fungsi tambahan dari pelayanan sosial ialah menciptakan partisipasi anggota masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah sosial. Tujuannya dapat berupa : Terapi individual dan sosial untuk memberikan kepercayaan pada diri individu dan masyarakat dan untuk mengatasi hambatan-hambatan sosial dalampembagian politis, yaitu untuk mendistribusikan sumber-sumber dan kekuasaan.

Partisipasi mungkin merupakan konsekuensi dari bagaimana program itu diorganisir, dilaksanakan dan disusun. Partisi kadang-kadang merupakan alat, kadang-kadang merupakan alat, kadang-kadang merupakan tujuan. Ada yang memandang bahwa partisipasi dan pelayanan merupakan dua fungsi yang selalukonflik, karenanya harus dipilih salah satu. Karenanya harus dipilih partisipasi sebagai tanggungjawab masyarakat dan pelayanan sebagai tanggungjawab program. Pada umumnya sesuatu program sulit untuk meningkatkan keduaduanya sekaligus. Pendapat demikian selalu benar. Pelayanan sosial membutuhkan pada tingkat tertentu partisipasi masyarakat (Muhidin, 1992: 41)

2.2.3 Pengertian Anak

(34)

Menurut Konvensi Hak Anak yang tertuang dalam pasal 1, anak merupakan setiap manusia yang berusia dibawah delapan belas tahun, kecuali berdasarkan undang–undang yang berlaku bagi anak–anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal (Konvensi Hak Anak, 1989).

2.2.4 Konvensi Hak Anak

Gagasan mengenai hak anak bermula setelah berakhirnya Perang Dunia I. Sebagai reaksi atas penderitaan yang timbul akibat bencana peperangan terutama yang dialami oleh kaum perempuan dan anak-anak, para aktifis perempuan dalam pawai protes mereka membawa poster-poster yang meminta perhatian public atas nasib anak-anak yang menjadi korban perang. Salah seorang diantara para aktifis perempuan tersebut, Eglantyne jebb, kemudian mengembangkan sepuluh butir pernyataan tentang hak anak yang pada tahun 1923 diadopsi oleh Save the Children Fund International Union. Pada tahun 1924, untuk pertama kalinya Deklarasi Hak Anak diadopsi secara internasional oleh Liga Bangsa-Bangsa. Deklarasi ini dikenal juga sebagai “Deklarasi Jenewa”. (UNICEF, 2003).

(35)

hak-hak anak dan mengikat secara yuridis. Inilah awal mula perumusan Konvensi Hak Anak. (UNICEF, 2003).

Tahun 1989, rancangan Konvensi Hak Anak diselesaikan dan pada tahun itu juga naskah akhir tersebut disahkan dengan suara bulat oleh Majelis Umum PBB (tanggal 20 November). Rancangan inilah yang kita kenal sebagai Konvensi Hak Anak (KHA)

seperti keadaannya yang sekarang ini. Tanggal 2 September 1990, KHA mulai diberlakukan sebagai hukum internasional, sesuai ketentuan pasal 49 ayat 1, “Konvensi Hak Anak ini akan diberlakukan pada hari ketigapuluh setelah tanggal diterimanya oleh Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa instrumen ratifikasi atau keikutsertaan yang keduapuluh.

Indonesia meratifikasi KHA dengan Keputusan Presiden No. 36/1990 tertanggal 25 Agustus 1990. Tetapi KHA berlaku di Indonesia mulai 5 Oktober 1990, sesuai pasal 49 ayat 2, “Bagi tiap-tiap Negara yang meratifikasi atau yang menyatakan keikutsertaan pada Konvensi Hak Anak setelah diterimanya instrumen ratifikasi atau instrument keikutsertaan yang keduapuluh, Konvensi ini akan berlaku pada hari ketigapuluh setelah tanggal diterimanya instrument ratifikasi atau instrument keikutsertaan dari Negara yang bersangkutan”. (UNICEF, 2003).

2.2.5 Pengertian Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)

(36)

anak, penguatan orang tua/keluarga dan penguatan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. (Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak, 2011)

2.2.6 Tujuan dan Sasaran PKSA

Tujuan Program Kesejahteraan Sosial Anak adalah terwujudnya pemenuhan hak dasar anak dan perlindungan terhadap anak dari keterlantaran, kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi sehingga tumbuh kembang, kelangsungan hidup dan partisipasi anak dapat terwujud. (Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak, 2011).

Sasaran PKSA yang akan dicapai dalam periode RPJMN II (tahun 2010-2014) adalah: 1. Meningkatnya presentase anak dan balita terlantar, anak jalanan, anak yang

berhadapan dengan hukum, anak dengan kecacatan dan anak yang membutuhkan perlindungan khusus untuk memperoleh akses pelayanan sosial dasar.

2. Meningkatnya presentase orangtua/keluarga yang bertanggung jawab dalam pengasuhan dan poerlindungan anak.

3. Menurunnya presentase anak yang mengalami masalah sosial.

4. Meningkatnya Lembaga Kesejahteraan Sosial yang memberikan perlindungan terhadap anak.

(37)

6. Meningkatnya perenan Pemerintah Daerah (provinsi/kabupaten/kota) dalam mensinergiskan PKSA dengan Program Kesejahteraan dan Perlindungan Anak yang bersumber dari APBD.

7. Meningkatnya produk hukum pengasuhan dan perlindungan anak sebagai landasan hukum pelaksanaan PKSA. (Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak, 2011).

2.2.7 Persyaratan dan Kewajiban Penerima Layanan.

Sasaran penerima layanan PKSA: anak, orangtua/keluarga maupun Lembaga Kesejahteraan Sosial yang menjadi mitra pendamping, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Adanya perubahan sikap dan prilaku sosial anak kearah positif.

2. Intensitas kehadiran anak dalam layanan sosial dasar dari berbagai organisasi/lembaga semakin meningkat.

3. Intensitas kehadiran anak dalam kegiatan pengembangan potensi diri/kreativitas anak semakin meningkat.

4. Tanggung jawab orangtua/keluarga dalam pengasuhan dan perlindungan anak semakin meningkat.

(38)

2.2.8 Pendampingan PKSA

Pendampingan PKSA terdiri atas Pekerja Sosial Profesional, Tenaga Kesejahteraan Sosial Anak, Relawan Sosial dan pengelola Unit PKSA lokal. Tugas-tugas Pekerja Sosial Profesional pendamping PKSA adalah merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan hasil pemberian pelayanan Kesejahteraan Sosial, antara lain:

1. Pendampingan terhadap anak, orangtua/keluarga dan komunitas yang menjadi sasaran/ berbeda dalam wilayah jangkauan PKSA.

2. Layanan dalam pemenuhan kebutuhan dasar, peningkatan akses terhadap pelayanan sosial dasar, peningkatan potensi diridan kreativitas anak, penguatan tanggung jawab orangtua/keluarga dan penguatan kelembagaan PKSA dan penguatan peran LKSA.

3. Melakukan verifikasi komitmen penerima manfaat PKSA sesuai dengan persyaratan dan kewajiban yang telah ditetapkan pada setiap sub-program/klaster. 4. Melaksanakan tugas-tugas profesional dalam mendampingi sasaran PKSA

(asesmen, pembahasan kasus, penanganan kasus, pencacatan, penumbuhan kesadaran dan motivasi, membangun tim kerja, membangun kerjasama, penelusuran/reintegrasi/reunifikasi keluarga, membantu proses membuka rekening tabungan atas nama anak).

5. Melakukan advokasi sosial dalam rangka peningkatan kinerja PKSA kepada jaringan mitra kerja PKSA, Pemerintah, Pemerintah Daerah,DPR/DPRD, dan lembaga-lembaga Negara lainnya.

(39)

7. Membuat laporan pelaksanaan pendampingan per triwulan, dan akhir tahun kontrak kerja, selain laporan penanganan kasus (Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak, 2011).

Menurut Asosiasi Nasional Pekerja Sosial Amerika Serikat, pekerjaan sosial adalah kegiatan profesional membantu individu, kelompok atau masyarakat untuk meningkatkan atau memulihkan kemampuan mereka untuk berfungsi sosial dan untuk menciptakan kondisi sosial yang mendukung tujuan-tujuan ini. Praktik pekerjan sosial terdiri atas penerapan profesional dari nilai-nilai, prinsip-prinsip dan teknik-teknik pekerjaan sosial pada satu atau lebih dari tujuan-tujuan berikut: membantu orang memperoleh pelayanan-pelayanan nyata, memberikan konseling dan psikoterapi untuk individu-individu, keluarga-keluarga dan kelompok-kelompok, membantu komunitas atau kelompok memberikan atau memperbaiki pelayanan-pelayanan sosial dan kesehatan dan ikut serta dalam proses-proses legislatif yang berkaitan (Fahrudin, 2012).

Pekerjaan sosial sebagai profesi mempunyai empat unsur utama, yang pada umumnya, tiga unsur diantaranya dikatakan sebagai pengetahuan, sikap dan keterampilan. Misi dan tujuan dari pekerjaan sosial menurut NASW adalah:

1. Meningkatkan kemampuan-kemampuan orang untuk memecahkan masalah, mengatasi dan perkembangan.

2. Menghubungkan orang dengan sistem-sistem yang memberikan kepada mereka sumber-sumber, pelayanan-pelayanan dan kesempatan-kesempatan

3. Memperbaiki keefektifan dan bekerjanya secara manusiawi dari sistem-sistem yang menyediakan orang dengan sumber-sumber dan pelayanan-pelayanan.

(40)

5. Meningkatkan kesejahteraan manusia dan mengurangi kemiskinan, penindasan dan bentuk-bentuk ketidakadilan sosial lainnya.

6. Mengusahakan kebijakan, pelayanan, dan sumber-sumber melalui advokasi dan tindakan-tindakan sosial dan politik yang meningkatkan keadilan sosial dan ekonomi.

7. Mengembangkan dan menggunakan penelitian, pengetahuan, dan keterampilan yang memajukan praktik pekerjaan sosial.

8. Mengembangkan dan menerapkan praktik dalam konteks budaya yang bermacam-macam.

Pekerja Sosial Profesional yang menjadi pendamping antara lain Satuan Bakti Pekerja Sosial (SAKTI PEKSOS) yang merupakan petugas kemanusiaan dibidang pekerja sosial yang ditetapkan oleh Kementerian Sosial atau Dinas/Instansi Sosial yang memiliki status kerja kontrak karya dengan Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA Pusat) atau Dinas/Instansi Sosial Provinsi (PKSA Dekon).kontrak karya dilakukan per tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.

Persyaratan Satuan Bakti Pekerja Sosial yang menjadi pendamping PKSA, adalah: 1. Pendidikan Diploma IV/ Sarjana Pekerja Sosial/ Kesejahteraan Sosial.

2. Berusia maksimal 40 tahun pada 31 Desember.

3. Warga Negara Republik Indonesia, yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia dan taat kepada Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4. Tidak berkedudukan sebagai CPNS/PNS/TNI/POLRI.

(41)

6. Bebas dari narkotika dan zat adiktif lain. 7. Mengisi formulir pendaftaran.

8. Sehat Jasmani dan Rohani dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter pemerintah.

9. Tidak sedang terikat kontrak kerja dengan pihak lain. 10. Bersedia bekerja penuh waktu.

Pelaksanan seleksi dilaksanakan oleh panitia seleksi Satuan Bakti Pekerja Sosial bekerjasama dengan Biro Organisasi Kepegawaian, Sekretariat Jendral Rehabilitasi Sosial, Perguruan Tinggi Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, dan Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI) (Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak, 2011).

2.3 Pengertian Anak Jalanan

Anak jalanan atau yang sering disingkat dengan anjal adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak–anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya. Tapi hingga kini belum ada pengertian anak jalanan yang dijadikan acuan bagi semua pihak (Wikipedia.org, 2013).

Ditengah ketiadaan pengertian untuk anak jalanan, dapat ditemui adanya pengelompokan anak jalanan berdasar hubungan mereka dengan keluarga. Pada mulanya ada dua kategori anak jalanan, yaitu anak–anak yang turun ke jalan dan anak–anak yang ada dijalanan. Namun pada perkembangannya ada penambahan kategori anak–anak dari keluarga yang ada di jalanan (Wikipedia.org, 2013).

(42)

dalam kategori ini, yaitu anak–anak yang tinggal bersama orangtuanya dan senantiasa pulang ke rumah setiap hari dan anak–anak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal di jalanan namun masih mempertahankan hubungan dengan keluarga dengan cara pulang baik berkala maupun dengan jadwal yang tidak rutin (Wikipedia.org, 2013).

Kategori kedua adalah anak–anak yang menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki hubungan atau ia memutuskan hubungan dengan orang tua atau keluarganya (Wikipedia.org, 2013).

Kategori ketiga adalah anak–anak yang menghabiskan seluruh waktunya dijalanan yang berasal dari keluarga yang hidup atau tinggalnya juga di jalanan. Kategori keempat adalah anak berusia 5–17 tahun yang rentan bekerja di jalanan, anak yang bekerja di jalanan dan/atau yang bekerja dan hidup di jalanan yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari–hari (Wikipedia.org, 2013).

Seorang anak yang mempunyai cita–cita yang tidak tercapai, karena ada sebuah faktor perekonomian keluarga, sehingga mereka mencari uang tambahan jajan dengan cara mengamen di jalanan (Wikipedia.org, 2013).

Departemen Sosial Republik Indonesia mendefenisikan, anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan di tempat-tempat umum lainnya. Anak jalanan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Berusia antara 5-18 tahun.

2. Melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan.

(43)

4. Pakaiannya tidak terurus.

5. Dan mobilitasnya tinggi (high risk).

Berdasarkan hasil survei dari Departemen Sosial dan lembaga-lembaga anak yang ada di Indonesia, anak jalanan dikelompokkan kedalam 3 kategori :

1. Anak jalanan yang hidup di jalanan dengan kriteria :

1) Putus hubungan atau tidak bertemu dengan orangtuanya.

2) 8-10 jam berada di jalanan untuk “bekerja” (mengamen, mengemis, memulung) dan sisanya mengelandang/tidur.

3) Tidak bersekolah lagi.

4) Rata-rata berusia di bawah 14 tahun.

2. Anak jalanan yang bekerja di jalanan dengan kriteria :

1) Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya.

2) 8-16 jam berada di jalanan.

3) Mengontrak kamar sendiri, bersama teman, ikut orangtua/saudara, umumnya tinggal di daerah kumuh.

4) Tidak lagi bersekolah.

5) Pekerjaan : penjual koran, pedagang asongan, pencuci bus, pemulung, penyemir sepatu dan lain-lain.

(44)

3. Anak yang rentan menjadi anak jalanan, dengan kriteria :

1) Bertemu teratur setiap hari, tinggal dan tidur dengan keluarganya.

2) 4-6 jam berada di jalanan.

3) Masih bersekolah.

4) Pekerjaan : penjual Koran, penyemir sepatu, pengamen dan lain-lain.

Dilihat dari anak jalanan (Balatbang Kesos, 2005) terdapat beberapa kecenderungan, yaitu:

(a) sebagian besar anak jalanan melakukan aktivitas berjualan di jalan, (b) tempat tinggal mereka di rumah,

(c) memperoleh makanan dengan cara membeli sendiri, (d) lama tinggal di jalan dalam satu hari di atas 12 jam, (e) memperoleh uang dari hasil berjualan dan mengamen, (f) uang yang diperoleh digunakan untuk membantu keluarga, (g) jarang bertemu orang tua,

(h) sering mendapat kesulitan di rumah, (i) kurang betah tinggal di rumah,

(45)

Adapun ciri-ciri dari anak jalanan tersebut dibagi menjadi dua sifat yaitu bersifat Abstrak dan bersifat Psikis. Adapun kedua sifat tersebut dapat dilihat penjelasannya dalam daftar tabel di bawah ini.

TABEL 2.1

Bersifat Abstrak Bersifat Psikis

1. Warna kulit kusam

2. Rambut kemerah-merahan/ pirang

3. Kebanyakan berbadan kurus

4. Pakaian tidak terurus 5. Dirinya tidak nyaman/ Bau

1. Mobilitas tinggi

2. Acuh tak acuh penuh curiga 3. Sangat sensitif

4. Berwatak keras 5. Kreatif

6. Semangat hidup tinggi 7. Berani menanggung resiko 8. Mandiri

Sumber : KKSP, 2008.

Berdasarkan data yang dihasilkan melalui survei oleh berbagai lembaga anak diperoleh bahwa indikator anak jalan adalah :

1. Usia berkisar antara 6-18 tahun.

2. Intensitas hubungan dengan keluarga.

(46)

3. Waktu yang dihabiskan dijalan lebih dari 4 jam sehari

4. Tempat tinggal :

1) Tinggal bersama orangtua

2) Tinggal berkelompok dengan teman-temannya

3) Tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap

5. Tempat anak jalanan sering dijumpai :

1) Pasar

2) Terminal bus/angkot

3) Stasiun kereta api

4) Taman-taman kota

5) Daerah lokalisasi WTS

6) Perempatan jalan atau di jalan raya

7) Pusat perbelanjaan atau mall

8) Kendaraan umum (ngamen)

9) Tempat pembuangan sampah

(47)

1) Penyemir sepatu

2) Mengasong

3) Menjadi calo secara teratur minimal bertemu sekali setiap hari

4) Frekuensi berkomunikasi dengan keluarga sangat minimal,

5) Menjajakan majalah/Koran

6) Mengelap mobil 7) Mencuci kendaraan

8) Menjadi pemulung

9) Menjadi kuli angkot

10) Menyewakan paying

11) Pengamen

12) Menjadi penghubung atau penjual jasa

7. Sumber dana dalam melakukan kegiatan :

1) Modal sendiri

2) Modal kelompok

3) Modal majikan/patron

4) Stimulasi/bantuan

(48)

1) Korban eksploitasi pekerjaan dan seks

2) Rawan kecelakaan lalu lintas

3) Ditangkap petugas

4) Konflik dengan anak lain

5) Terlibat tindakan criminal

6) Ditolak masyarakat lingkungannya

9. Kebutuhan anak jalanan :

1) Aman dalam keluarga

2) Bantuan usaha

3) Pendidikan bimbingan keluarga

4) Gizi dan kesehatan

5) Hubungan harmonis dengan orangtua, keluarga dan masyarakat

2.3.1 Pandangan Masyarakat atas Keberadaan Anak Jalanan

(49)

anak jalanan seperti misalnya Peraturan Daerah, Peraturan Pusat atau yang lainnya sehingga dirasa sulit untuk mengadakan pencegahan agar anak-anak tidak berada di jalan. Selanjutnya tokoh agama berpandangan bahwa munculnya masalah anak jalanan merupakan wujud dari tidak optimalnya pengelolaan zakat baik zakat mal, zakat fitrah, dan lainnya. Mereka mengharapkan agar dana zakat dapat dikelola sebaik mungkin agar disalurkan kepada mustahik dan dapat dimanfaatkan sebaik-sebaiknya oleh mereka (Mujiyadi.DKK, 2011)

Disamping itu, kalangan akademisi memandang bahwa masalah anak jalanan merupakan masalah yang berkaitan dengan bagaimana hubungan antara pemerintah kota dengan daerah penyangga. Menurut mereka, penanganan masalah anak jalanan harus melibatkan juga aparat pemerintah pada daerah penyangga. Pemda DKI, misalnya, juga harus mengalokasikan dana pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat di Tangerang, Bekasi, dan daerah penyangga lainnya. Terakhir, aktifis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) memandang bahwa penanganan anak jalanan harus dilakukan dengan melibatkan institusi sekolah, rumah singgah, dan

pemberdayaan keluarga dengan memberikan modal usaha keluarga (Mujiyadi.DKK, 2011).

2.3.2 Kebutuhan dasar Anak Jalanan

(50)

Dalam Undang Undang Perlindungan Anak dan juga rekomendasi Konvensi Hak Anak menyebutkan bahwa anak mempunyai hak dasar yang meliputi hak untuk hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan partisipasi. Oleh karenanya pemenuhan kebutuhan fisik, psikis, sosial dan spiritual juga merupakan upaya pemenuhan hak anak dimaksud. Semua pihak tentu saja berkewajiban untuk memenuhi hak anak dimaksud (Mujiyadi.DKK, 2011).

Seperti manusia pada umumnya, anak juga mempunyai berbagai kebutuhan: jasmani, rohani dan sosial. Menurut Abraham H. Maslow, kebutuhan manusia itu mencakup: kebutuhan fisik (udara, air, makan), kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk menyayangi dan disayangi, kebutuhan untuk penghargaan, kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri dan bertumbuh.

Sebagai manusia yang tengah tumbuh-kembang, anak memiliki keterbatasan untuk mendapatkan sejumlah kebutuhan tersebut yang merupakan hak anak. Orang dewasa termasuk orang tuanya, masyarakat dan pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak anak tersebut. Permasalahannya adalah orang yang berada di sekitarnya termasuk keluarganya seringkali tidak mampu memberikan hak-hak tersebut (Mujiyadi.DKK, 2011).

(51)

2.3.3 Penanganan Masalah Anak Jalanan

Model penangannan anak jalanan mengarah kepada 3 jenis model yaitu family base, institutional base dan multi-system base.

Family base, adalah model dengan memberdayaan keluarga anak jalanan melalui beberapa metode yaitu melalui pemberian modal usaha, memberikan tambahan makanan, dan memberikan penyuluhan berupa penyuluhan tentang keberfungsian keluarga. Dalam model ini diupayakan peran aktif keluarga dalam membina dan menumbuh kembangkan anak jalanan. (Mujiyadi.DKK, 2011).

• Institutional base, adalah model pemberdayaan melalui pemberdayaan lembaga-lembaga sosial

di masyarakat dengan menjalin networking melalui berbagai institusi baik lembaga pemerintahan maupun lembaga sosial masyarakat.

• Multi-system base, adalah model pemberdayaan melalui jaringan sistem yang ada mulai dari

anak jalanan itu sendiri, keluarga anak jalanan, masyarakat, para pemerhati anak, akademisi, aparat penegak hukum serta instansi terkait lainnya.

(52)

Adapun untuk pelayanan terhadap keluarga di mana anak tinggal dilakukan melalui pemberdayaan keluarga, agar keluarga dimaksud mampu memenuhi kebutuhan anak. Selain itu pelayanan anak melalui lingkungan sekolah, serta komunitasnya akan sangat membantu peningkatan kesejahteraan anak. (Mujiyadi.DKK, 2011).

2.4 Lembaga Pelayanan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia (YAKMI)

Lembaga Pelayanan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia (YAKMI) adalah lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada Kesejahteraan Sosial berdiri pada tahun 1997 berdasarkan ide dari pekerja sosial. Pada tahun 2000 YAKMI telah terdaftar secara hukum dengan akte notaris No. 78/tanggal 22 mei 2000 yang telah direvisi dengan akte notaris No. 02/tanggal 03 desember 2000 dan terdaftar pada Kantor Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara No. 467.6/17 tanggal 11 januari 2001.

Pada awal kegiatan YAKMI dimulai dengan pendampingan anak jalanan, namun seiring dengan perjalanannya, YAKMI berfokus pada pengembangan dan pemberdayaan masyarakat melalui komunitas khususnya diwilayah marginal untuk mendukung Kesejahteraan Sosial bagi perempuan dan anak. . (Dinas Kesejahteraan Sosial Anak, 2011).

(53)

2.5 Kerangka Pemikiran

Program Kesejahteraan Sosial Anak adalah upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar anak, yang meliputi bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, aksesibilitas pelayanan sosial dasar, peningkatan potensi diri dan kreativitas anak, penguatan orang tua/keluarga dan penguatan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

Anak jalanan adalah anak yang berusia 5–17 tahun yang mempunyai cita–cita yang tidak tercapai, karena ada sebuah faktor perekonomian keluarga, sehingga mereka mencari uang tambahan dengan cara mengamen di jalanan.

Melihat semakin maraknya fenomena anak jalanan yang terjadi, maka pemerintah menciptakan sebuah program di mana program tersebut bertujuan untuk mengurangi jam kerja anak di jalanan. Program tersebut adalah Program Kesejahteraan Sosial Anak yang fokus kepada Anak Jalanan. Diharapkan program yang dibuat oleh pemerintah ini dapat berjalan efektif dan efisien, sehingga perlu adanya pengawasan dan pendampingan dari pihak terkait dan juga dari masyarakat.

(54)

Bagan Alur Pemikiran

Program Kesejahteraan Sosial Anak Jalananoleh Yakmi

Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun

a.

Terwujudnya pemenuhan hak dasar anak.

b.

Perlindungan terhadap anak.

c.

Menurunnya presentase anak yang mengalami

masalah sosial.

CLUSTER

ANAK JALANAN

Indikator Efektivitas Pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan menurut

Gomes (2003): 1. Reaksi (reactions)

2. Belajar (learning) 3. Perilaku (behaviors)

4. Hasil (organizational results)

(55)

2.6 Definisi Konsep dan Definisi Operasional 2.6.1 Defenisi Konsep

Konsep merupakan suatu arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri–ciri yang sama. Adapun yang menjadi konsep yang diangkat dalam penelitian ini dapat didefenisikan sebagai berikut:

1. Efektifitas adalah dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2. Program adalah instrument kebijakan yang berisi kegiatan–kegiatan yang dilaksanakan untuk

mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran dan/atau kegiatan masyarakat yang di koordinasikan.

3. Kesejahteraan sosial adalah suatu system berskala nasional dari program–program, tunjangan atau dukungan–dukungan, dan pelayanan–pelayanan yang membantu masyarakat memenuhi kebutuhan–kebutuhan meliputi kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang bersifat fundamental dalam upaya pemeliharaan masyarakat.

4. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.

5. Program Kesejahteraan Sosial Anak adalah upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar anak, yang meliputi bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, aksesibilitas pelayanan sosial dasar, peningkatan potensi diri dan kreativitas anak, penguatan orang tua/keluarga dan penguatan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

(56)

7. YAKMI adalah sebuah lembaga pelayanan kesejahteraan masyarakat Indonesia yang memiliki fokus terhadap anak, keluarga serta perubahan prilaku komunitas.

8. Kelurahan Aur adalah sebuah Kelurahan yang terletak di Kecamatan Medan Maimun

9. Kecamatan Medan Maimun adalah sebuah Kecamatan di kota Medan yang berbatasan dengan Medan Kota, Medan Petisah, Medan Johor dan Medan Polonia.

2.6.2 Definisi Operasional

Ditinjau dari proses atau langkah–langkah penelitian, dapat dikemukakan bahwa perumusan definisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan defenisi konsep. Jika perumusan definisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep– konsep, baik berupa obyek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti, maka perumusan operasional ditujukan dalam upaya transformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep–konsep penelitian dapat di observasi (siagian, 2011).

Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam Efektifitas Pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun, menurut (Gomes, 2003) dapat diukur melalui indikator-indikator sebagai berikut:

1). Reaksi (reaction) dari anak jalanan terhadap Pelaksanaan Program PKSA dari tingkat kepuasannya terhadap:

a. Pelaksanaan program PKSA secara keseluruhan

1.Efektif, jika pemenuhan kebutuhan dasar anak terpenuhi

(57)

2). Belajar (learning) adalah untuk mengetahui pengembangan potensi diri dan kreativitas anak

a. Penerimaan pembelajaran

1.Efektif, jika pembelajaran yang diberikan kepada setiap anak merata

2.Tidak efektif, jika pembelajaran yang diberikan kepada setiap anak tidak merata

3). Perilaku (behavior) dari anak jalanan, sebelum dan sesudah mendapatkan PKSA, dapat dibandingkan guna mengetahui tingkat pengaruh PKSA terhadap perubahan perilaku anak

a. Perubahan perilaku anak jalanan

1.Efektif, jika terjadi perubahan perilaku pada anak sebelum dan sesudah PKSA diberikan

2.Tidak efektif, jika tidak terjadi perubahan perilaku pada anak sebelum dan sesudahPKSA diberikan

4). Dampak pelaksanaan (organizational results) adalah untuk menguji dampak PKSA terhadap organisasi secara keseluruhan. Data bisa dikumpulkan sebelum dan sesudah PKSA atas dasar kriteria:

a. Pemanfaatan pengembangan potensi diri dan kreativitas anak

(58)

2.Tidak efektif, jika pengembangan potensi diri dan kreativitas anak yang diajarkan tidak bermanfaat dan tidak dapat menjadi modal dalam belajar

b. waktu pelaksanaan program

1.efektif, jika pelaksanaan program ini dapat meningkatkan potensi diri dan kreativitas anak selama kurun waktu yang telah ditentukan

2.tidak efektif, jika pelaksanaan program ini tidak dapat meningkatkan potensi diri dan kreativitas anak selama kurun waktu yang telah ditentukan

c. Kepuasan anak jalanan

1.Efektif, jika anak jalanan merasa puas terhadap pelaksanaan program yang telah diberikan.

(59)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif, yaitu bertujuan untuk menggambarkan secara tepat mengenai keadaan suatu objek dan subjek penelitian. Penelitian deskiptif dalam pelaksanaannya lebih terstruktur dan sistematis. Peneliti memulai dengan subjek yang telah jelas dan mengadakan penelitian atas populasi atau sampel dari subjek tersebut dan menggambarkannya dengan jelas. (Siagian, 2011)

Dalam penelitian ini, peneliti menggambarkan secara menyeluruh mengenai Efektifitas Pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun.

3.2 Lokasi Penelitian

(60)

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi

Secara sederhana populasi dapat diartikan sebagai sekumpulan obyek, benda, peristiwa ataupun individu yang akan dikaji dalam suatu penelitian (Siagian, 2011). Populasi dapat berupa organisme, orang atau sekelompok orang, masyarakat, organisasi, benda, objekperistiwa, atau laporan yang semuanya memilki ciri–ciri dan harus di definisikan secara spesifik dan tidak secara mendua (Silalahi, 2009).

Berdasarkan pendapat tersebut, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah anak jalanan Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun yang mengikuti program kesejahteraan sosial anak yaitu sebanyak 20 jiwa.

3.3.2 Sampel

Secara umum, sampel adalah contoh. Dalam kaitannya dengan penelitian, sampel adalah sebagian dari objek, kejadian, atau individu yang terpilih dari populasi yang akan di ambil datanya atau yang akan diteliti (Rocoe dalam Siagian, 2011). Apabila populasi kurang dari 100 jiwa, maka sampel dapat diambil semua, dengan rumus (N=n) populasi adalah sampel. Berdasarkan rumus yang ada, maka peneliti menetapkan besarnya sampel adalah sebesar 20 jiwa dari jumlah keseluruhan populasi.

(61)

dalam sampel sehingga di mungkinkan untuk merumuskan generalisasi yang berkaitan dan berlaku bagi populasi secara keseluruhan (Siagian, 2011).

Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik penarikan sampel acak sederhana. Teknik penarikan sampel seperti ini tidak melakukan pengelompokkan jenis apapun atas populasi. Artinya, semua anggota populasi secara individual memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel atau yang menjadi anggota sampel.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan dua teknik pengumpulan data, yaitu:

1. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah proses memperoleh data atau informasi yang menyangkut masalah yang akan di teliti melalui penelaahan buku, jurnal dan karya tulis lainnya yang berhubungan dengan obyek penelitian (Siagian, 2011).

2. Studi Lapangan

Studi lapangan adalah pengumpulan data atau informasi melalui kegiatan penelitian langsung turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta – fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti (Siagian, 2011).

Instrument penelitian yaitu alat – alat yang digunakan dalam rangka studi lapangan. Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Gambar

Bersifat Abstrak TABEL 2.1
Tabel 4.1 : Jenis Kelamin Responden
Tabel 4.3
Tabel 4.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Undang-undang nomor 1tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur tempat diajukannya permohonan perkawinan pembatalan perkawinan diajukan kepada pengadilan dalam daerah hukum dimana

Penyutradaraan Aktor Lansia Yang Berinteraksi Dengan Unseen Character Dalam Film Pendek Mie Kuning Abadi Laporan Tugas Akhir Ditulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

ist'EE tebrn teleq Ltu dangan EoEBra dan boich dtaciengt... Apabitrs dtksitkeft dengUn

Dalarn hal ini, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Padang berusaha meridorong dosen untuk melakukan penelitian sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatal mengajamya,

Melakukan tindakan terapi yang sesuai dengan diagnosis pasien Akuntabilita s Nasionalis m Etika publik Komitmen mutu Anti korupsi. Melakukan tindakan terapi yang sesuai dengan

IIIB di Madrasah Ibtidaiyah Hidayatussalikin Air Itam Pangkalpinang tergolong baik yang aktivitas siswanya terdiri dari tiga indikator yaitu siswa memperhatikan penjelasan

Seleksi F3 Galur Harapan Kedelai Hitam Toleran Kekeringan Hasil Persilangan Varietas Mallika dan Wilis Berdasarkan Nilai Heritabilitas dan Kemajuan Genetik.. Dibimbing

Penelitian ini bertujuan untuk: (i) Menganalisis besamya peranan sektor pertanian terhadap perekonomian Propinsi Surnatera Barat dalam pembentukan struktur permintaan